KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
Nurlaelatul Fajriah
NIM: 107051002056
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
ANALI$S
SAMTOTTKFrLM
CrN(T)A
KARYA SAMMARIA SIMANJUNTAK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dalrrah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islarn (S.Sos.I)
Oleh:
Nurlaelatul
Friria4
NIM: 10?051002056
JURUSAI\I KOMT]MKASI DAN PENTYIARAN ISLAM F"AKUL'TAS ILMU DAKWAII DAI\I ILMU KOMUIYIKASI
UNWERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIT HIDAYATULLAII
JAKARTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 20 juni 2011
i
Nurlaelatul Fajriah
107051002056
Analisis Semiotik Film Cin(T)a Karya Sammaria Simanjuntak
Cin(T)a, sebuah film drama romantis yang mengisahkan tentang dua orang yang saling mencintai tetapi tidak bisa saling menyatukan cinta mereka, karena perbedaan yang sangat mendasar yaitu perbedaan agama. Film yang disutradarai oleh Sammaria Simanjuntak ini berhasil meraih penghargaan pada Festival Film Indonesia (FFI) tahun 2009 sebagai skript asli terbaik karena dialog-dialog yang disuguhkan dalam film ini sangat unik dan menarik, tanpa ada maksud untuk menggurui para penonton. Banyak simbol yang ditampilkan dalam film ini salah satunya semut.
Adegan-adegan yang disuguhkan dalam film ini menimbulkan banyak interpretasi dari para penonton. Oleh karena itu penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana cinta, agama dan perbedaan dalam film Cin(T)a ditinjau dari teori segi tiga makna (triangle meaning) Charles Sander Peirce ? Bagaimana makna ikon, indeks dan simbol dalam film Cin(T)a? Bagaimana makna judul film Cin(T)a?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka peneliti menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini adalah film Cin(T)a, sedangkan unit analisisnya adalah potongan potongan gambar atau visual yang terdapat dalam film Cin(T)a, juga dari teks yang ada pada film yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui observasi, wawancara (dalam hal ini penulis mewawancarai sutradara sekaligu penulis skript film Cin(T)a, Sammaria Simanjuntak), dan dokumentasi yang dianalisis menggunakan teori semiotiknya Charles Sanders Peirce. Dimana tanda dilihat dari ikon, indeks, dan simbol.
ii
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
akal pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa
pula nikmat sehat wal afiat yang selalu Ia berikan kepada penulis sehingga penulis
masih bisa menghirup udara di pagi hari dan menikmati mimpi di malam hari.
Shalawat dan salam juga tak lupa penulis haturkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW yang telah mendobrak zaman dari zaman jahiliyah menuju
zaman ilmiah seperti sekarang ini sehingga penulis bisa merasakan hidup di
zaman yang penuh ilmu dan tekhnologi sehingga berhasil menyususn skripsi ini.
Senang sekali, akhirnya Allah SWT telah mengizinkan saya untuk dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Analisis Semiotik Film Cin(T)a
Karya Sammaria Simanjuntak”. Selesainya skripsi ini tentunya tidak lepas dari
dukungan dan bantuan serta bimbingan semua pihak, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Orang tua tercinta, abah dan emak (Ahum Firdaus dan Saryamah) yang
telah memberikan doa, kelembutan kasih sayang, materi dan motivasi
kepada penulis. Sampai kapan pun penulis tidak akan pernah bisa
membalas semua yang telah diberikan. Mungkin dengan skripsi ini bisa
sedikit mengantikan rasa letih karena telah mendidik penulis dari kecil
sampai sekarang.
2. Dr. Arif Subhan, MA, selaku dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
iii
3. Dr. Suhaimi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak
mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.
4. Drs. Jumroni, M.Si selaku ketua juruan KPI dan juga dosen metodologi
penelitian yang telah banyak memberika ilmunya kepada penulis.
5. Umi Musyarrofah, MA selaku sekretaris jurusan KPI yang juga membantu
penulis selama mengikuti perkuliahan di jurusan komunikasi penyiaran
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta seluruh dosen Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu
pengetahuannya kepada saya.
6. Mbak Sammaria Simanjuntak, selaku sutradara dan penulis skenario film
Cin(T)a yang telah mengizinkan penulis untuk menjadikan film Cin(T)a
sebagai objek penelitian, juga telah banyak membantu penulis dalam
pengumpulan data-data yang dibutuhkan.
7. Kakak-kakak penulis, Suhendrik S.E dan Muhammad Herwin S.Hi yang
juga banyak membantu baik moril maupun materiil. Sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan. Juga adik-adikku, Syukron Fauzi dan Danurrizqi
al-Mubarok yang juga memberikan semangatnya untuk penulis. Serta teteh
ipar dan keponakanku tercinta.
8. Teman-teman KPI angkatan 2007 khususnya KPI D ( Eca, Ida, Yuli,
Papau, Tiara, Eni,) dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan
satu-persatu. Terimakasih untuk persahabatan yang indah yang tidak akan
iv
Krisna, Hasan, Halim, Dirgan, Rangga, Tohir). Terimakasih untuk satu
bulan yang tak akan penulis dapatkan dimanapun.
10.Teman satu cozan yang juga memberikan semangat bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini “Lia Angraeni”. Terimakasih untuk setiap
kenangan yang kita lewati bersama semoga persahabatan ini akan terus
tercipta sampai maut memisahkan kita. Juga sahabat penulis “Nurhayati
(bhonie)” yang banyak memberikan dukungan kepada penulis dalam
setiap keadaan baik susah maupun senang. Terimakasih untuk setiap saran
dan motivasinya.
11. Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu jalannya penelitian ini,
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi
sedikitpun rasa terimakasih saya kepada kalian.
Semoga Allah SWT selalu menyayangi kalian dan membalas semua
kebaikan yang telah kalian berikan untuk penulis. Penulis hanya bisa mendoakan
agar semua yang telah diberikan menjadi anugerah yang tak kan ada ujungnya.
Jakarta, 09 juni 2011
v
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR LAMPIRAN... 72
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5
D. Metodologi Penelitian... 6
E. Tinjauan Kepustakan... 9
F. Sistematika Penulisan... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aneka Jenis Film... 13
1. Pengertian Film... ... 13
2. Klasifikasi Film... 13
3. Unsur-Unsur dan Struktur Dalam Film... 15
a. Unsur-unsur Film... 15
b. Struktur-stuktur Sebuah Film... 16
4. Jenis-Jenis Film... 17
5. Sinematographi... 19
B. Semiotik Struktural dan Semiotik Pragmatis... 21
1. Konsep Semiotika... 21
2. Semiotik Charles Sander Peirce... 24
vi
A. Sekilas tentang Film Cin(T)a... 32
B. Konsep Film Cin(T)a... 37
C. Visi dan Misi Film Cin(T)a... 37
D. Synopsis Film Cin(T)a... 37
E. Tim Produksi Film Cin(T)a (Pemain dan Crew)... 38
F. Karakter Pemain... 39
G. Profil Sutradara Film... 40
H. Profil Pemain Film Cin(T)a... 40
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Temuan Data... 42
B. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Film Cin(T)a... 48
C. Makna Judul Film Cin(T)a... 65
BAB V PENUTUP A. Simpulan... 66
B. Saran... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 69
vii
1. Tabel Tim Produksi dan Crew ... 38
2. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol pada Scene Satu... 48
3. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol pada Scene dua... 49
4. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol pada Scene tiga... 52
5. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol pada Scene empat... 53
6. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol pada Scene lima... 55
7. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol pada Scene enam... 56
8. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol pada Scene tujuh... 57
9. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol pada Scene delapan... 59
10. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol pada Scene sembilan... 60
11. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol pada Scene sepuluh... 61
12. Makna Ikon, Indeks, dan Simbol pada Scene sebelas... 62
[image:11.595.114.525.83.459.2]1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan seni film di Indonesia mempunyai sisi kemajuan yang
sangat pesat dan saat ini perfilman di negeri Indonesia sudah mampu
menunjukkan keberhasilannya untuk menampilkan film yang lebih dekat dengan
budaya bangsa Indonesia.
Dunia perfilman saat ini telah mampu merebut perhatian masyarkat.
Lebih-lebih setelah berkembangnya teknologi komunikasi massa yang dapat
memberikan konstitusi bagi perkembangan dunia perfilman. Meskipun masih
banyak bentuk-bentuk media massa lainnya, film memiliki efek ekslusif bagi para
penontonnya. Dari puluhan sampai ratusan penelitian itu semua berkaitan dengan
efek media massa film bagi kehidupan manusia, sehingga begitu kuatnya media
memengaruhi pikiran, sikap dan tindakan penonton.1
Film dapat diartikan sebagai gambar bergerak yang diperangkati oleh
warna, suara, dan sebuah kisah. Atau film juga bisa disebut gambar hidup. Para
sineas barat biasanya menyebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata kinematik atau gerak. Film juga
sebenarnya merupakan lapisan-lapisan cairan selulosa, biasa dikenal di dunia para
sineas sebagai seluloid. Pengertian secara harfiah film (sinema) adalah
chinemathographie yang berasal dari cinema+tho = phytos (cahaya) + graphie =
graph (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan
1
Miftah Faridl, Dakwah Kontemporer Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi,
cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan
alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera.2
Sebagaimana diketahui, film merupakan salah satu media komunikasi
massa.3 Oleh karena itu film adalah medium komunikasi yang ampuh, bukan saja
untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan pendidikan (edukatif) secara penuh
(media yang komplit).4
Film memiliki nilai seni tersendiri karena film tercipta sebagai sebuah
karya dari tenaga-tenaga kreatif yang profesional di bidangnya. Film sebagai
benda seni sebaiknya dinilai dengan secara artistik bukan rasional. Film dapat
dikelompokkan ke dalam dua pembagian besar, yaitu kategori film cerita dan non
cerita. Film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang
dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Film non cerita merupakan kategori film
yang mengambil kenyatan sebagai subjeknya. Jadi merekam kenyataan daripada
fiksi tentang kenyataan.5
Film sama dengan media artistik lainnya memiliki sifat-sifat dasar dari
media lainnya yang terjalin dalam susunannya yang beragam. Film memiliki
kesanggupan untuk memainkan ruang dan waktu, mengembangkan dan
mempersingkatnya, menggerak majukan dan memundurkan secara bebas dalam
batasan-batasan wilayah yang cukup lapang. Meski antara media film dan lainnya
terdapat kesamaan-kesamaan, film adalah sesuatu yang unik.6
2 “pengertian film” di akses
pada tanggal 17 Januari 2011 pukul 15:32 dari http://www.bahasafilmbarengblogspot.com.
3
Adi Pranajaya, FilmdanMasyarakat: SebuahPengantar (Jakarta: BP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999), h. 11.
4
Onong Uchaja Effendi, IlmuTeori danFilsafatKomunikasi (Bandung: Cipta Aditya Bakti, 2003), h. 207.
5
Marseli Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film, (Jakarta: PT. GRAMEDIA Widiasarana Indonesia, 1996) h. 10.
6
Di tengah perkembangan yang pesat saat ini, film yang disajikan di layar
lebar telah menawarkan berbagai warna sedemikian rupa, tentunya disesuaikan
dengan fenomena yang sedang terjadi pada masyarakat. Di antaranya
keanekaragaman film yang disajikan di layar lebar yang bersifat pesan dakwah
yang begitu membangun dan sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya di
masyarakat.
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar.
Tentunya banyak sekali cerita menarik yang bisa dikupas di masing-masing
individunya. Negara Indonesia memang plural, punya berbagai macam suku,
bahasa dan agama. Seharusnya, perfilman Indonesia harus banyak mengangkat
tema yang pluralisme seperti film Cin(T)a ini.
Film Cin(T)a telah meraih penghargaan piala citra pada festival film
indonesia ( FFI ) 2009 dengan kategori penulis scenario cerita asli terbaik. Selain
itu film ini juga mendapat penghargaan di Jakarta international film festival
sebagai “The Most Wanted Indonesian Movie”. Film ini juga menjadi film
pembuka pekan festival film tionghoa Indonesia ( PFFTI ).
Film ini penting untuk diteliti karena dari film ini mempunyai sisi dakwah
Islam, yaitu menghargai perbedaan dalam beragama. Karena Allah tidak
memaksakan untuk masuk islam. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 256:
Artinya: “tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(Q.S. al-Baqarah: 256)
Allah Ta’ala berfirman, “Tidak ada paksaan dalam agama.” Maksudnya,
janganlah kamu memaksa seorang pun untuk masuk agama Islam, karena agama
Islam itu sudah jelas dan terang. Dalil-dalil dan argumentasinya sudah nyata
sehingga seseorang tidak perlu dipaksa supaya masuk agama Islam. Namun, orang
yang ditunjukkan kepada Islam, dilapangkan hatinya, dan disinari mata hatinya
oleh Allah, maka ia akan masuk kedalamnya secara terang benderang. Ada pun
orang yang hatinya dibutakan Allah, pendengaran, dan penglihatannya dikunci
mata oleh Allah, maka tidaklah berguna memaksanya untuk memasuki Islam.
Dalam buku Ringkasan Ibnu Katsir Jilid 1 dijelaskan bahwa sebab
turunnya ayat tersebut adalah karena ada seorang wanita Anshar berjanji kepada
dirinya bahwa apabila putranya hidup, maka ia akan menjadikannya yahudi.
Tatkala Bani Nadhir diusir dan di antara mereka ada anak-anak kaum Anshar,
maka kaum Anshar berkata, “ kami tidak akan membiarkan anak kami menjadi
yahudi.” Maka Allah menurunkan ayat, “tidak ada paksaan dalam agama.”
Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas.7
Film ini menarik untuk diteliti karena film ini menyuguhkan konsep
toleransi antarumat beragama. Film ini juga memuat testimoni-testimoni dari para
pelaku perkawinan beda agama yang mereka bisa rukun tanpa harus mengganggu
agama masing-masing pasangan.
Banyak simbol-simbol yang mempunyai pesan tersirat dan tersurat dalam
film ini yang bisa dikaji. Salah satunya adalah penghadiran “semut” sebagai
7
simbol kerukunan. Dan masih banyak lagi simbol-simbol lain yang menarik untuk
diteliti.
Dari latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “ Analisis Semiotik Film Cin(T)a Karya Sammaria
Simanjuntak.”
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, penulis sengaja mambatasi pengambilan
adegan-adegan dalam film Cin(T)a hanya yang dianggap memiliki makna simbol
yang mewakili tentang cinta, agama dan perbedaan. Seutuhnya penelitian ini
menggunakan analisis semiotik model Charles Sander Peirce.
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana makna judul film Cin(T)a?
2) Bagaimana makna ikon, indeks dan simbol dalam film Cin(T)a?
3) Bagaimana cinta, agama dan perbedaan dalam film Cin(T)a
ditinjau dari teori segi tiga makna (triangle meaning) Charles Sander Peirce ?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui makna judul film Cin(T)a.
b. Mengetahui makna ikon, indeks, dan simbol dalam film Cin(T)a.
c. Mengetahui bagaimana cinta, agama, dan perbedaan dalam film
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
konstribusi bagi pengembangan ilmu komunikasi, serta sebagai
tambahan referensi bahan pustaka, khususnya penelitian tentang
analisis dengan minat pada kajian film dan semiotika.
b. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
deskripsi dalam membaca makna yang terkandung dalam sebuah film
melalui semiotika. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan kosa kata dan istilah yang digunakan dalam film.
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
agama, cinta dan perbedaan.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi
sebagai mekanisme penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata, baik itu tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati oleh peneliti.8
Dalam penerapannya, pendekatan kualitatif menggunakan metode
pengumpulan data dan metode analisis yang bersifat nonkuantitatif, seperti
penggunaan instrumen wawancara mendalam dan pengamatan.9 Metode
yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis deskriptif yang berfokus
8
Lexy J. Moeloeng, MetodePenelitianKualitatif (Bandung: Rosda, 2002), h. 3.
9
pada penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah penelitiannya tidak
perlu merumuskan hipotesis.10
Penelitian ini menggunakan teori Charles Sanders Peirce yang
membagi tanda atas ikon, indeks, dan symbol. Peneliti memilih visual dari
film Cin(T)a kemudian diteliti dan dijelaskan secara rinci mulai dari ikon,
indeks, sampai symbol.
2. Objek Penelitian dan Unit Analisis
Objek penelitian ini ialah film Cin(T)a. Sedangkan unit analisis
penelitiannya adalah potongan potongan gambar atau visual yang terdapat
dalam film Cin(T)a, juga dari teks yang ada pada film yang berkaitan
dengan rumusan masalah penelitian.
3. Sumber Data
Sumber data terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Data primer adalah data yang diperoleh dari rekaman video
original berupa film Cin(T)a. kemudian dipilih visual atau
gambar dari adegan-adegan film yang diperlukan untuk
penelitian.
b) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari
literatur-literatur yang mendukung data primer, seperti kamus,
internet, buku-buku yang berhubungan dengan penelitian,
catatan kuliah dan sebagainya
10
4. Teknik Penelitian
Teknik penelitian terdiri dari:
a) Observasi adalah dengan melakukan pengamatan langsung
dan bebas terhadap objek penelitian dan unit analisis dengan
cara menonton dan mengamati teliti dialog-dialog, serta
adegan-adegan dalam film Cin(T)a. kemudian mencatat,
memilih dan menganalisanya sesuai dengan model penelitian
yang digunakan.
b) Wawancara (interview), yaitu pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara
(pengumpul data) kepada responden dan jawaban-jawaban
responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder).11 Dalam hal ini peneliti melakukan komunikasi
langsung juga wawancara via email dengan sutradara film Cin(T)a Sammaria Simanjuntak.
c) Dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan film Cin(T)a melalui internet dan
buku-buku yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
5. Waktu
Penelitian ini dilakukan dari Februari sampai Mei 2011. Peneliti
sengaja menggunakan kaca mata analisis semiotik, sebab film merupakan
objek yang penuh tanda dan simbol, sehingga penggunaan analisis semiotik
menjadi lebih tepat digunakan dalam penelitian ini.
11
6. Teknik Analisis Data
Setelah data primer dan sekunder terkumpul, kemudian
diklarifikasikan sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah ditentukan.
Setelah data terklarifikasi, dilakukan analisis data dengan menggunakan
teknik analisis semiotika Charles Sander Peirce. Peirce mengembangkan
teori segi tiga makna (triangle meaning) yang terdiri atas tanda (sign) objek
( object), dan interpretan (interpretant) . Menurut Peirce salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda.
Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang
objek yang dirujuk sebuah tanda.12
Charles Sanders Peirce membagi tanda atas icon ( ikon), index
(indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan, indeks adalah tanda yang menunjukkan
adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal
atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada
kenyataan, dan simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah
antara penanda dan petandanya.13
E. Tinjauan Kepustakaan
Dalam penulisan skripsi kali ini penulis merujuk pada skripsi-skripsi yang
terlebih dulu membahas tentang semiotik. Di antaranya adalah Analisis Semiotik
Film A Mighty Heart” oleh Rizky Akmalsyah tahun 2010, Konsentrasi Jurnalistik,
UIN Jakarta. Akan tetapi ada perbedaan teori dengan yang penulis lakukan.
Penelitian tersebut menggunaka teori Roland Barthes, sedangkan penelitian ini
12
Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantaruntuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h. 114-115.
13
menggunakan teori semiotik Charles Sanders Peirce yang membagi objeknya
kepada ikon, indeks, dan simbol. Sedangkan persamaannya adalah objek dari
penilitannya yaitu tentang film.
Kemudian penulis juga menjadikan skripsi tentang Analisis Semiotika Terhadap Realitas Simbolik Dalam Karya Foto Jurnalistik Ed Zoelverdi oleh Sri Rahmawati 2008, konsentrasi jurnalistik UIN Jakarta. Persamaan dari penelitian
ini adalah pada teori yang digunakan yaitu semiotik Charles Sanders Peirce.
Tetapi ada perbedaan yaitu pada objek penelitian. Penelitian Sri Rahmawati
menggunakan foto sebagai objek penelitian sedangkan penelitian ini
menggunakan film sebagai objeknya.
Selain kedua skripsi diatas penulis juga menjadikan skripsi Analisis
Semiotika Pesan Dakwah Dalam Poster Narkotika Badan Nasional (BNN), Afaf Sholihin 2010, jurusan komunikasi penyiaran islam. Walapun penulis menjadikan
skripsi tersebut sebagai tinjauan pustaka namun tetap berbeda dengan skripsi yang
dibuat karena objek dalam penelitian tersebut adalah poster sedangkan peneliti
menggunakan film sebagai objek kajian.
Kemudian penulis juga menjadikan skripsi Analisis Semiotik Komik Strip Benny & Mice di Harian KOMPAS Edisi 1 Bulan Desember 2007, Nasuri 2008,
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Perbedaannya terletak pada objek kajian. Kalau penelitian tersebut menggunakan komik sebagai objek kajian, penelitian
yang penulis lakukan menggunakan objek film untuk diteliti.
Skripsi Tentang Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta, M. Fikri Ghazali 2010, jurusan komunikasi penyiaran islam juga penulis jadikan sebagai tinjauan
menggunakan metode semiotik Roland Barthes. Persamaan dengan penelitian kali
ini adalah pada objek penelitian sedangkan yang membedakan adalah metode
penelitian karena penelitian kali ini menggunakan metode semiotik Charles
Sanders Peirce.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terdiri atas lima bab. Di mana masing-masing bab
dibagi ke dalam sub-sub dengan penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Yang memuat latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan tinjauan
kepustakaan serta sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Bab ini memuat tinjauan umum tentang film yang terdiri atas
pengertian film, klasifikasi film, unsur-unsur dan struktur film, dan
jenis-jenis film, tinjauan umum tentang semiotik; pengertian
semiotik dan semiorik Charles Sanders Peirce.
BAB III GAMBARAN UMUM FILM CIN(T)A
Bab ini menggambarkan tentang film Cin(T)a; sekilas tentang film
Cin(T)a, visi dan misi film Cin(T)a, konsep film Cin(T)a, sinopsis film
Cin(T)a, tim produksi yang menyangkut pemain dan crew, karakter
pemain, profil sutradara, dan profil para pemain film Cin(T)a.
[image:22.595.113.525.127.437.2]Pada bab ini akan dibahas tentang temuan data lapang dan juga
analisis makna ikon, indeks, dan simbol yang terdapat dalam film
Cin(T)a. Juga makna dari judul film Cin(T)a.
BAB V PENUTUP DAN KESIMPULAN
Berisi penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan saran-saran.
Kemudian bagian terakhir memuat daftar pustaka dan
13
TINJAUAN PUSTAKA
A. Aneka Jenis Film
1. Pengertian Film
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis yang
dibuat dari selluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau
tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop).1 Sedangkan secara
etimologis, film adalah gambar hidup, cerita hidup, sedangkan menurut beberapa
pendapat, film adalah susunan gambar yang ada dalam selliloid, kemudian diputar
dengan mempergunakan teknologi proyektor yang sebetulnya telah menawarkan
nafas demokrasi, dan bisa ditafsirkan dalam berbagai makna.2
Menurut Onong Uchyana Effendi film merupakan medium komunikasi
yang ampuh, bukan saja untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan
pendidikan. Film dikenal dengan movie yang mengandung arti gambar hidup, dan bioskop.3
2. Klasifikasi Film
Klasifikasi film atau genre (jenis/ragam)4 dalam film berawal dari klasifikasi drama yang lahir pada abad XVIII. Klasifikasi drama tersebut muncul
berdasarkan atas jenis stereotip manusia dan tanggapan manusia terhadap hidup
dan kehidupan. Ada beberapa jenis naskah drama yang dikenal saat itu, di
antaranya, lelucon, banyolan, opera balada, komedi sentimental, komedi tinggi,
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: BalaiPustaka, 2002), h. 316.
2
Gatot Prakoso, Film Pinggiran-Antalogi Film Pendek, Eksperimental & Documenter. FFTV-IKJdengan YLP (Jakarta: Fatma Press,1977), h. 22.
3
John M. Echols & Hassan Shadily, KamusInggris-Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia, 2000), h. 387.
4
tragedi borjois dan tragedi neoklasik. Selanjutnya berbagai macam jenis drama itu
diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu: tragedi (duka cita), komedi (drama ria),
melodrama, dagelan (farce).5
Tapi, seiring berkembangnya zaman dan dunia perfilman, genre dalam
film pun mengalami sedikit perubahan. Namun, tetap tidak menghilangkan
keaslian dari awal pembentukannya. Sejauh ini diklasifikasikan menjadi 5 jenis,6
yaitu:
a. Komedi, film yang mendeskripsikan kelucuan, kekonyolan,
kebanyolan pemain (aktor/aktris). Sehingga alur cerita dalam film
tidak kaku, hambar, hampa, ada bumbu kejenakaan yang dapat
membuat penonton tidak bosan.
b. Drama, film yang menggambarkan realita (kenyataan) di sekeliling
hidup manusia. Dalam film drama, alur ceritanya terkadang dapat
membuat penonton tersenyum, sedih dan meneteskan air mata.
c. Horror, film beraroma mistis, alam gaib, dan supranatural. Alur
ceritanya bisa membuat jantung penonton berdegup kencang,
menegangkan, dan berteriak histeris.
d. Musical, film yang penuh dengan nuansa musik. Alur ceritanya sama
seperti drama, hanya saja di beberapa bagian adegan dalam film para
pemain (aktor/aktris) bernyanyi, berdansa, bahkan beberapa dialog
menggunakan musik (seperti bernyanyi).
5
Hermawan J. Waluyo, Drama: Teori danPengajarannya, (Yogyakarta: PT.Hanindita, 2003), cet. ke-2, h. 38.
6
e. Laga (action), film yang dipenuhi aksi, perkelahian,
tembak-menembak, kejar-kejaran, dan adegan-adegan berbahaya yang
mendebarkan. Alur ceritanya sederhana, hanya saja dapat menjadi luar
biasa setelah dibumbui aksi-aksi yang membuat penonton tidak
beranjak dari kursi.
3. Unsur-unsur dan Struktur Film
a. Unsur-unsur Film
Title adalah judul.
Cridenttitle, meliputi: produser, karyawan, artis (pemain) dll.
Tema film adalah sebuah inti cerita yang terdapat dalam
sebuah film.
Intrik, yaitu usaha pemeranan oleh pemain dalam menceritakan
adegan yang telah disiapkan dalam naskah untuk mencapai
tujuan yang diinginkan oleh sutradara.
Klimaks, yaitu puncak dari inti cerita yang disampaikan.
Klimaks bisa berbentuk konflik atau benturan antar
kepentingan para pemain.
Plot, adalah alur cerita. Alur cerita terbagi ke dalam dua bagian
yang pertama adalah alur maju dan kedua adalah alur mundur.
Alur maju adalah cerita yang disampaikan pada masa sekarang
atau masa yang akan datang, sedangkan alur mundur adalah
cerita yang mengisahkan tentang kejadian yang telah lampau.
Suspen atau keterangan, yaitu masalah yang masih
Million setting, yaitu latar kejadian dalam sebuah film. Latar
ini bisa berbentuk waktu, tempat, perlengkapan, aksesoris,
ataupun fashion yang disesuaikan.
Sinopsis, adalah gambaran cerita yang disampaikan dalam
sebuah film, synopsis ini berbentuk naskah.
Trailer, yaitu bagian film yang menarik.
Character, yaitu karakteristik dari para pemain/pelaku dalam
sebuah film.7
b. Struktur-struktur Sebuah Film
Pembagian cerita
Pembagian adegan (squence)
Jenis pengambilan gambar (shoot)
Pemilihan adegan pembuka (opening)
Alur cerita dan continuity (berkelanjutan).
Intrique yang meliputi jealousy, pengkhianatan, rahasia bocor,
tipu muslihat, dan lain-lain.
Anti klimaks, yaitu penyelesaian masalah. Anti klimaks ini
terjadi setelah klimaks.
Ending atau penutup. Ending dalam film bisa
bermacam-macam, apakah happy ending (cerita diakhiri dengan kebahagiaan) ataupun sad ending (diakhiri dengan
penderitaan).8
7
Aep Kusnawan, dkk., Komunikasi dan Penyiaran Islam (Bandung: Benang Merah Press, 2004), h. 95.
8
4. Jenis-jenis Film
Film dapat dikelompokkan pada jenis film cerita, film berita, film dokumenter, dan film kartun.
a.Film Cerita
Film cerita (story film) adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop
dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang
dagangan. Cerita yang diangkat menjadi topik film bisa berupa cerita
fiktif atau berdasarkan kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada
unsur menarik, baik dari jalan ceritanya maupun dari segi gambar yang
artistik.
Film cerita adalah film yang menyajikan kepada publik sebuah
cerita. Sebagai cerita harus mengandung unsur-unsur yang dapat
menyentuh rasa manusia. Film yang bersifat auditif visual, yang dapat
disajikan kepada publik dalam bentuk gambar yang dapat dilihat
dengan suara yang dapat didengar, dan yang merupakan suatu
hidangan yang sudah masak untuk dinikmati, sungguh merupakan
suatu medium yang bagus untuk mengolah unsur-unsur tadi.9
b.Film Berita
Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa
yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang
disajikan kepada publik harus mengandung nilai berita (newsvalue).
9
Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Yang terpenting dalam
film berita adalah peristiwanya terekam secara utuh.
Film berita sudah tua usianya, lebih tua daripada film cerita.
Bahkanfilm cerita yang pertama-tama dipertunjukkan kepada publik
kebanyakan berdasarkan film berita.10
c.Film Dokumenter
Film dokumenter (documnetary film) didefinisikan oleh Robert
Flaherty sebagai “ karya ciptaan mengenai kenyataan (creative
treatment of actuality)”. Berbeda dengan film berita yang merupakan kenyataan, maka film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi
(pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.
Raymond Spottiswoode dalam bukunya A Grammar of the
Film menyatakan: “Film dokumenter dilihat dari segi subjek dan
pendekatannya adalah penyajian hubungan manusia yang didramatisir
dengan kehidupan kelembagaannya, baik lembaga industri, sosial,
maupun politik; dan dilihat dari segi teknik merupakan bentuk yang
kurang penting dibandingkan dengan isinya. 11
d.Film Kartun
Film kartun (cartoon film) dibuat untuk dikonsumsi anak-anak. Tujuan utama dari film mkartun adalah untuk menghibur. Walaupun
10
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), cet. ke-3, h. 212.
11
tujuan utamanya adalah untuk menghibur, tapi terdapat pula film-film
kartun yang mengandung unsur-unsur pendidikan didalamnya. 12
Timbulnya gagasan untuk menciptakan film kartun ini adalah
dari para seniman pelukis. Ditemukannya cinematography telah
menimbulkan gagasan kepada mereka untuk menghidupkan
gambar-gambar yang mereka lukis. Titik berat pembuatan film kartun adalah
seni lukis. Dan setiap lukisan memerlukan ketelitian. Satu per satu
dilukis dengan seksama untuk kemudian dipotret satu per satu pula.
Film kartun tidak dilukis oleh satu orang tetapi oleh pelukis-pelukis
dalam jumlah yang banyak.13
5. Sinematografi
Sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni
kamera dan film, framing, serta durasi gambar. Kamera dan film
mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok
filmnya, seperti warna, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar, dan
sebagainya. 14
Berikut ini adalah salah satu aspek framing yang terdapat dalam
sinematografi, yakni jarak kamera terhadap objek (type of shot), yaitu 15:
a. Extreme long shot
Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling
jauh dari objeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak nampak.
12
Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa, Suatu Pengantar ( Bandung: Simbiosa Rekatama Media) h. 138-140.
13
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), cet. ke-3, h. 216.
14
M. Fikri Ghazali, Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta, skripsi S1 UIN syarif hidayatullah jakarta, 2010.
15
[image:30.595.148.517.73.439.2]Teknik ini umumnya untuk menggambarkan sebuah objek yang
sangat jauh atau panorama yang luas.
b. Long shot
Pada long shot tubuh fisik manusia telah telah tampkan jelas namun latar belakang masih dominan. Long shot sering digunakan sebagai estabilishing shot, yakni shot pembuka sebelum
diguanakan shot-shot yang berjarak lebih dekat.
c. Medium long shot
Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut
sampai ke atas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan sekitar relatif
seimbang.
d. Medium shot
Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari
pinggang ke atas. Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai dominan dalam frame.
e. Medium close-up
Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke
atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang
tidak lagi dominan. Adegan percakapan normal biasanya
menggunakan medium close-up. f. Close up
Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau
sebuah objek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan
biasanya dugunakan untuk adegan dialog yang lebih intim.
Close-up juga memperlihatkan detil sebuah benda atau objek. g. Extreme close up
Pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih
mendetil bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan
lainnya atau bagian dari sebuah objek.
B. Semiotik Struktural dan Semiotik Pragmatis
1) Pengertian Semiotik
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda (sign) dalam kehidupan manusia. Bila berbicara semiotik, kita tidak dapat berbicara tentang satu semiotik,
Tetapi semiotik yang diperkenalkan oleh sejumlah ilmuwan. Secara garis besar,
pandangan mereka tentang tanda dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pandangan
dikotomis dan pandangan trikotomis. Tanda dilihat sebagai model diadik dan
triadik atau juga semiotik struktural (bertumpu pada strukturalisme de saussure)
dan semiotik pragmatis.16
Semiotik berasal dari kata yunani yaitu semeion, yang berarti tanda.17
Semiotik berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika.
Secara etimologis semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti penafsir tanda atau tanda di mana sesuatu dikenal. Tanda itu sendiri didefinisikan
sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat
dianggap mewakili sesuatu yang lain. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari
16
Benny H. Hoed, SemiotikDanDinamikaSosialBudaya, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2011), h. 28.
17
kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi
dan diagnostic inferensial.
Secara terminologis semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan
sebagai tanda. 18
Semiotika sebagai discourse analysis yang paling dasar, cara dan kerjanya
adalah mengamati tanda (ikon, indeks, symbol) dengan tujuan untuk menemukan
makna-makna tanda (dengan bantuan teori segitiga makna).19
Semiotik telah digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam menelaah
sesuatu yang berhubungan dengan tanda, misalnya karya sastra, dan teks berita
dalam media. Semiotik merupakan varian dari teori strukturalisme. Strukturalisme
berasumsi bahwa teks adalah fungsi dari isi dan kode, sedangkan makna adalah
produk dari sistem hubungan. 20
Semiotik melihat teks media sebagai sebuah struktur keseluruhan. Ia
mencari makna yang laten atau konotatif. Semiotik jarang bersifat kuantitatif dan
bahkan kerap menolak pendekatan kuantitatif. Semiotik menekankan pada
signifikasi yang muncul dari “pertemuan” antara pembaca (reader) dengan
tanda-tanda (signs) di dalam teks.21
Teori semiotik yang berkembang selama ini bersumber pada dua
pandangan, yakni strukturalisme dan pragmatisme.
18Alex Sobur,”
AnalisisTeks Media.” SuatuPengantaruntukAnalisis Wacana, Analisis Semiotik, danAnalisisFraming”, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 95.
19
Jumroni, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 79.
20Alex Sobur,”
AnalisisTeks Media.” SuatuPengantaruntukAnalisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 122-123.
21Alex Sobur,”
a. Semiotik struktural
Dasar-dasar semiotik struktural adalah sebagai berikut:
1. Tanda adalah sesuatu yang terstruktur dalam kognisi manusia
dalam kehidupan bermasyarakat, sedangkan penggunaan tanda
didasari oleh adanya kaidah-kaidah yang mengatur (langue) praktik berbahasa (parole) dalam kehidupan bermasyarakat atau
bagaimana parole mengubah langue.
2. Apabila manusia memandang suatu gejala budaya sebagai tanda,
maka ia melihatnya sebagai sebuah struktur yang terdiri atas
penanda ( yakni bentuknya secara abstrak) yang dikaitkan dengan
petanda (yakni makna atau konsep).
3. Manusia, dalam kehiduannya, melihat tanda melalui dua proses,
yakni sintagmatik ( juktaposisi tanda) dan asosiatif (hubungan
antartanda dalam ingatan manusia yang membentuk sistem dan
paradigma).
4. Teori tandanya bersifat dikotomis, yakni selain melihat tanda
sebagai terdiri atas dua aspek yang berkaitan satu sama lain, juga
melihat relasi antartanda sebagai relasi pembeda “makna” ( makna
diperoleh dari pembedaan).
5. Analisisnya didasari oleh sebagian atau seluruh kaidah-kaidah
analisis struktural, yakni imanensi, pertinensi (ketepatgunaan; ketepatan; kegunaan, kamus),22 komutasi (pergantian),
22
kompatibilitas, integrasi (penyatuan, penggabungan), sinkroni
sebagai dasar analisis diakronis, dan fungsional.23
b. Semiotik pragmatis
Semiotik pragmatis bersumber pada peirce (1931-1958). Bagi
peirce, tanda adalah “sesuatu yang mewakili sesuatu”. Danesi dan perron
menulis bahwa teori semiotik seperti itu sudah ada sejak Hippocrates
(460-377 SM) yang mendefinisikan “tanda” dari bidang kedokteran sebagai
gejala fisik (physical symptom) yang mewakili (stand for) suatu
penyakit.24
Menurut Danesi dan Perron, penelitian semiotik mencakupi tiga
ranah yang berkaitan dengan apa yang diserap manusia dari lingkungannya
(the world), yakni yang bersangkutan dengan “tubuh”-nya, “pikiran”-nya,
dan “kebudayaan”-nya. Ketiga ranah itu sejajar dengan teori Peirce
tentang proses representasi dari representamen. Representasi tanda
menyangkut hubungan antara representamen dan objeknya.25
2) Semiotik Charles Sanders Peirce
Peirce adalah ahli filsafat dan ahli logika. Peirce mengusulkan kata
semiotik (yang sebenarnya telah digunakan oleh ahli filsafat Jerman Lambert pada
abad XVIII) sebagai sinonim kata logika.26
Menurut Peirce, semua gejala (alam dan budaya) harus dilihat sebagai
tanda. Pandangannya itu disebut “pansemiotik”. Model tanda yang dikemukakan
Peirce adalah trikotomis atau triadik. Prinsip dasarnya ialah bahwa tanda bersifat
23
Benny H. Hoed, SemiotikdanDinamikaSosialBudaya, h. 8-9.
24
Benny H. Hoed, SemiotikdanDinamikaSosialBudaya, h. 19.
25
Benny H. Hoed, SemiotikdanDinamikaSosialBudaya, h. 23.
26Alex Sobur,”
representatif, yaitu tanda adalah “sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain”,
(something that represent something else).
Teori Peirce mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jka
ia mewakili sesuatu yang lain. Tanda yang mewakilinya disebut representamen (referent). Jadi jika sebuah tanda mewakilinya, hak ini adalah fungsi utama tanda. Misalnya, anggukan kepala mewakili persetujuan, gelengan mewakili
ketidaksetujuan. Agar berfungsi, tanda harus ditangkap, dipahami, misalnya
dengan bantuan kode. Proses perwakilan itu disebut semiosis, yaitu suatu proses
dimana suatu tanda berfungsi sebagai tanda, yaitu mewakili sesuatu yang
ditandainya.
Peirce membedakan hubungan antara tanda dengan acuannya ke dalam
tiga jenis hubungan, yaitu :
1. Ikon, jika ia berupa hubungan kemiripan.
Ikon bisa berupa, foto, peta geografis, penyebutan atau penempatan.
2. Indeks, jika berhubungan dengan kedekatan eksistensi
Misalnya, asap hitam tebal membubung menandai kebakaran, wajah
yang muram menandai hati yang sedih, dan sebagainya.
3. Simbol, jika ia berupa hubungan yang sudah terbentuk secara
konvensi.27
Proses pemaknaan tanda pada Peirce mengikuti hubungan prosesual antara
tiga titik, yaitu representamen [R] objek [O] interpretan [I]. R adalah bagian tanda
yang dapat dipersepsi [secara fisik atau mental] yang merujuk pada sesuatu yang
diwakili olehnya [O]. Kemudian I adalah bagian dari proses yang menafsirkan
27
hubungan R dengan O. Oleh karena itu, bagi Peirce, tanda tidak hanya
representatif, tetapi juga interpretatif. Peirce membedakan tiga jenis tanda, yakni
indeks, ikon, dan lambang.28
Dalam buku Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya karya Benny H. Hoed
yang dikutip dari W. Noth, membedakan tiga jenis tanda dalam kaitannya dengan
objek (hal yang dirujuk), yaitu indeks, ikon dan lambang. Indeks adalah tanda
yang hubungan representamen dengan objeknya bersifat langsung, bahkan
didasari hubungan kontiguitas atau sebab akibat. Ikon adalah tanda yang
representamennya berupa tiruan identitas objek yang dirujuknya. Lambang adalah
tanda yang hubungan representamen dengan objeknya didasari konvensi.29
Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang
terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant.30
Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh
panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan)
hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik)
dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan
28
Benny H. Hoed, SemiotikdanDinamikaSosialBudaya, h. 46-47.
29
Benny H. Hoed, SemiotikdanDinamikaSosialBudaya, h. 246.
30
tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang
menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang
menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna
yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal
yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari
sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.
Peirce muncul dengan skemati triadik, yakni ground, objek, dan
interpretan. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengandakan klasifikasi tanda.
Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan
legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar,
keras, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang
ada pada tanda, misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air
sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah
norma yang terkandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang
menandakan adanya hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia.31
Teori dari Peirce menjadi grand theory dalam semiotik. Gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan. Peirce
ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali
semua komponen dalam strukutur tunggal.32
31
Christomy. T dan Untung Yuwono (ed), Semiotika Budaya, (Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian masyarakat Universitas Indonesia, 2004), h. 83-84.
32Alex Sobur,”
Inti dari pemikiran Peirce adalah bahwa jagat raya (the universe) ini terdiri
atas tanda-tanda (signs). Ini merupakan pandangan pansemiotik tentang jagat raya kita.
Semiotik bagi Peirce adalah suatu tindakan (action), pengaruh (influnce), atau kerja sama tiga subjek, yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant).33
Menurut Peirce, seperti dikutip Eco, “ something which stands to somebody for something in some respect or capacity” ( tanda adalah segala
sesuatu yang ada pada seseorang untuk menyatakan sesuatu yang lain dalam
beberapa hal atau kapasitas). Definisi Peirce tidak menuntut kualitas keadaan yang
secara sengaja diadakan dan secara artifisial diupayakan. Lebih dari itu, triade
Peirce bisa juga dipakai untuk yang tidak dihasilkan oleh manusia, tetapi dapat
diterima oleh manusia; misalnya gejala meteorologis dan macam indeks yang
lain.34
Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas ikon, indeks, dan
simbol. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat
bersamaan bentuk alamiah atau objeknya bersifat kemiripan. Misalnya, potret
pada peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah
antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau
tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Misalnya, asap menandakan
bahwa adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah
33
Alex Sobur,”AnalisisTeks Media.” SuatuPengantaruntuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 109.
34Alex Sobur,”
antara penanda dengan petandanya. Hubungan ini berdasarkan perjanjian
masyarakat.35
C. Cinta dan Toleransi
Cinta adalah kosakata komprehensif dan espresif yang memuat seluruh
rasa emosional. Tidak ada seorang pun diantara kita yang bisa hidup tanpa energi
cinta didalam dirinya, dan alangkah indahnya jika segala sesuatu dikerjakan
dengan cinta .36
Cinta adalah jiwa kehidupan dan tiang selamat bagi umat manusia.
Apabila kekuatan tarik menarik dapat menahan bumi dan bintang-bintang dari
pertumbuhan antara satu sama lain, sehingga selamat dan berjatuhan, terbakar dan
gugur, maka perasaan cinta dan kasih sayang itu menjadi penghubung antara
sesama manusia. 37
Menurut hadits Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu
mengingat dan menyebut orang yang dicintainya,
ٲ نم
ًﺄ ﯿ
ﺤ
ڪ
ﺜ
ر
ﮐ
ر
ﮦ
kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya,
ٲ نم
ﮦ ﻋ
ﻓ ًﺄ ﯿ
ﺤ
Artinya: “Barang siapa yang mencintai sesuatu maka ia akan menjadi
budaknya.”
35
Alex sobur, SemiotikaKomunikasi, (Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 41-42.
36
meriwardana.blogspot.com diakses pada 26 mei 2011 jam 21:19 WIB.
37
Kata Nabi juga, ciri dari cinta
sejati ada tiga : (1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai
dibanding dengan yang lain, (2) lebih suka berkumpul dengan yang
dicintai dibanding dengan yang lain, dan (3) lebih suka mengikuti
kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri. Bagi
orang yang telah jatuh cinta kepada Allah SWT, maka ia lebih suka
berbicara dengan Allah Swt, dengan membaca firman Nya, lebih suka
bercengkerama dengan Allah SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti
perintah Allah SWT daripada perintah yang lain.38
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Toleransi yang berasal dari
kata “toleran” itu sendiri berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai,
membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan,
kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan
pendiriannya. Toleransi juga berarti batas ukur untuk penambahan atau
pengurangan yang masih diperbolehkan.
Toleransi dalam beragama bukan berarti manusia harus hidup dalam ajaran
agama lain. Namun toleransi dalam beragama yang dimaksudkan disini adalah
menghormati agama lain. Dalam bertoleransi janganlah berlebih-lebihan sehingga
sikap dan tingkah laku mengganggu hak-hak dan kepentingan orang lain. Lebih
baik toleransi itu diterapkan dengan sewajarnya. Jangan sampai toleransi itu
menyinggung perasaan orang lain. Toleransi juga hendaknya jangan sampai
merugikan, contohnya ibadah dan pekerjaan.39
38
http://forum.dudung.net/index.php?topic=9454.0 diakses pada 27 mei 2011 jam 07:00 WIB.
39
Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam
mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi
yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan
beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi
maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.
32
BAB III
PROFIL FILM CIN(T)A
A. Sekilas tentang Film Cin(T)a.
Bandung, Agustus 2000. Cina (Sunny Soon) berhasil masuk sebagai
mahasiswa jurusan Arsitektur di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Bandung.
Kehidupan ekonomi keluarganya kurang dari cukup sehingga memaksanya untuk
berusaha mencari pekerjaan sampingan sebagai pegawai refleksi di Healthy Spa dan mendaftarkan beasiswa untuk menambah uang sakunya. Sesuai dengan
namanya, Cina berasal dari suku tionghoa yang tinggal di daerah Sumatera Utara.
Dia bercita-cita untuk menjadi seorang Gubernur Tapanuli ketika kelak Tapanuli
berdiri sendiri menjadi sebuah provinsi.
Selama menjalani orientasi mahasiswa baru, Cina bertemu dengan seorang
wanita cantik yang berprofesi sebagai bintang film dan sekaligus seniornya di
kampus. Dialah Annisa (Saira Jihan), mahasiswi tingkat akhir yang kuliahnya
terhambat karena kariernya di dunia film.
Sudah tiga kali tugas akhir Annisa ditolak, lantaran karyanya kurang
sempurna dan jauh dari yang diharapkan akibat idealisme yang dipegangnya.
Masalah tersebut didorong juga karena Annisa masih belum menerima pernikahan
kedua Ibunya setelah sepeninggalan Ayah kandungnya. Di kampus, Annisa selalu
diperguncing teman-temannya termasuk Cina, karena IP (Indeks Prestasi)nya
hanya 2,1 dan tugas akhirnya yang bermasalah.
Annisa dan Cina selalu bertemu di waktu dan tempat yang tak terduga.
Cina pun tertarik dengan desain rancangan Tugas Akhir Annisa yang selalu
menyelesaikannya. Dari situ lah pertemuan mereka semakin sering dan hubungan
mereka semakin dekat.
Dalam Film ini, sutradara Sammaria Simanjuntak, mencoba menyorot
kehidupan religi masing-masing karakter. Cina yang rajin pergi ke gereja dan
Annisa, seorang artis yang tidak pernah meninggalkan sholat.
Kehidupan mereka sehari-hari pun terus bergulir dengan diisi berbagai
diskusi mengenai perbedaan agama mereka. Pergulatan pendapat yang dikemas
dengan diskusi yang santai dengan tanpa memunculkan konflik. Dari masalah apa
yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan oleh Islam maupun Kristen.1
Cina meyakini Hukum Newton 1 versinya : “Kecantikan berbanding
terbalik dengan kepintaran”. Hukum Newton versi Cina, mendapat tamparan
ketika dia bertemu Annisa. Tak istimewa secara akademik, bukan berarti Annisa
tak cerdas, alam pikirnya bahkan melambung jauh di atas nilai-nilai akademiknya.
Saling mempesona, jadilah Cina dan Annisa menabur benih cinta dan kasih
sayang.2
Pada tahun itu, perayaan Idul Fitri dan Natal saling berdekatan. Sebagai
dua orang sahabat yang saling toleransi, Cina membantu Annisa membuat ketupat
pada saat Idul Fitri, dan begitu pun sebaliknya, Annisa membantu Cina menghias
pohon Natal.
Bersama dengan penulis naskah Sally Anom Sari, Sammaria merancang
karakter, setting, dan dialog yang sederhana dan mengusik kesadaran masyarakat penuh warna di Indonesia. Dialog-dialog yang dipakai dalam film ini terbilang
1
http://entertainment.kompas.com/read/2009/08/15/e094012/cinta..antara.cina.annisa.dan. tuhan diakses pada 10 mei 2011 pukul 10:41 WIB.
2
cukup berat dan masih bersentuhan dengan agama. Ini terlihat pada dialog antara
Cina dan Annisa mengenai siapa pendamping mereka kelak. Annisa sudah
dijodohkan Ibunya dengan seorang keturunan beragama Islam. Sedangkan Cina
ingin istrinya kelak mencintai Tuhannya lebih dari dirinya.
Rasa emosi kemudian muncul ketika Cina dan Annisa memperdebatkan
masalah pengeboman gereja-gereja di Indonesia pada Hari Natal. Cina
memutuskan untuk mengambil beasiswanya dan pergi ke Singapura. Cina merasa
kehadirannya sebagai orang Kristen tidak akan diterima di Indonesia apalagi bila
menjadi seorang pemimpin, karena dia menyadari bahwa mayoritas orang
Indonesia adalah muslim.
Perbedaan keyakinan yang mendasari plot film ini disuguhkan dengan
dialog-dialog cerdas dan tidak menggurui. Walaupun tema yang diangkat tentang
perbedaan Islam dan Kristen, namun film ini bersifat netral alias tidak memihak
pada satu agama. Berbagai diskusi tentang perbedaan agama dituangkan dalam
balutan romansa cinta dan tidak berujung pada konflik. Film ini tergolong
romantis, namun porsi drama cukup berimbang.
Bicara soal pemain, film ini tidak memasang aktor atau aktris terkenal.
Cukup dua wajah oriental mendominasi sepanjang film ini. Jika pun ada figuran,
muka mereka tidak ditampilkan dalam layar bahkan hanya voice over. Film ini memang fokus pada dua tokoh Cina dan Annisa. Akting keduanya lumayan,
namun yang amat disayangkan adalah intonasi dari dialognya kurang menggigit
menjadikan makna dialognya hanya sekedar lewat saja, ditambah juga suara film
Gaya tutur yang lambat dengan angle kamera tidak biasa menjadikan
gambar film ini bagus. Soundtrack yang enak didengar juga mengiringi
penggalan-penggalan adegannya. Cin(T)a memang menghadirkan sebuah
tontonan yang tidak komersil. Namun film ini sarat akan makna, tentang
perbedaan.
Film ini banyak mengajarkan tentang bertoleransi antar umat beragama.
Perbedaan itu pasti ada agar kita bisa saling melengkapi. 3
Meski film Cin(T)a digarap oleh komunitas indie, namun kehadirannya
sempat mendapat apresiasi di sejumlah kalangan masyarakat Inggris. Film ini
sempat diputar di National Film Theater-British, Film Institute London pada 29
Mei 2009 lalu, dan berkeliling ke beberapa kampus di Inggris.
Di Indonesia, Cin(T)a juga sempat ditayangkan pada Jogja-Netpac Asian
Film Festival 2009 dan menjadi film penutup Indonesia Film Festival 2009 di
Melbourne, Australia. Film ini akan ditayangkan di Blitmegaplex mulai 19
Agustus 2009. 4
Cin(T)a menceritakan kisah sehari-hari yang tidak berani diceritakan film
lain. Di film ini Sammaria mengemas dialog-dialog yang banyak mengupas
perbedaan, di tengah pandangan masyarakat Indonesia saat yang menganggap
masalah perbedaan sering dianggap tabu untuk dibicarakan secara terbuka.
Mengingat Indonesia adalah sebuah negara multikultur, tentunya wacana
perbedaan harus dapat dikomunikasikan dengan jujur dan cerdas untuk
3
<ref>[http://www.blitzmegaplex.com/en/movie_detail.php?id=MOV649 Cin(T)a], diakses pada 24 januari 2011 pukul 15:07 WIB.
4
[image:46.595.114.521.89.449.2]mengurangi permasalahan karena perbedaan itu sendiri. Perbedaan bukan suatu
kekurangan, justru kelebihan bila disikapi dengan tepat.5
Dalam film ini juga disuguhkan cuplikan interview pada beberapa
pasangan beda keyakinan, baik sahabat, pasangan yang baru berpacaran, menikah
beberapa bulan bahkan yang sudah berpuluh-puluh tahun dengan anak dan cucu
mereka mengenai pandangan mereka mengenai cinta, keyakinan, dan Tuhan
masing-masing yang mereka sebut dengan sebutan yang berbeda namun
menyatukan mereka.
Cina (Sunny Soon), adalah mahasiswa baru 18 tahun beretnis Batak Cina.
Cina tumbuh menjadi seorang remaja yang lugu karena tidak pernah mengalami
kegagalan, tapi ia yakin bisa mewujudkan impiannya dengan modal tekad yang
kuat. Annisa (Saira Jihan), mahasiswi muslimah 24 tahun beretnis Jawa yang
kuliahnya terhambat oleh kariernya di industri perfilman. Ketenaran dan
kecantikan membuatnya kesepian, sehingga ia bersahabat dengan jari bermuka
sedih. Hingga satu hari ketika ada jari lain datang sehingga Annisa tidak lagi
kesepian. Tuhan adalah karakter yang paling tidak bisa ditebak. Setiap orang
mencoba untuk mendeskripsikan-Nya. Setiap orang merasa mereka
mengenal-Nya. Setiap kesenian mencoba untuk menggambarkan-Nya, tapi tidak ada yang
benar-benar seperti-Nya. Tuhan mencintai Cina dan Annisa, tapi Cina dan Annisa
tidak dapat saling mencintai karena mereka menyebut Tuhan dengan nama yang
berbeda.6
5
http://www.youtube.com/watch?v=VvXVDo3OHUs*<http://www.youtube.com/watch? v=VvXVDo3OHUs> diakses pada 30 januari 2011 pukul 21:58 WIB.
6
B. Konsep Film Cin(T)a.
Film Cin(T)a menyuguhkan Konsep sinematografi : dunia milik berdua
yang lain offframe, persis ketika jatuh cinta.7 Terlihat dengan ditampilkannya dua
pemeran utama di setiap scene, walaupun ada figuran hanya ditampilkan suaranya saja sedangkan wajah mereka selalu disembunyikan. Karena ketika jatuh cinta
maka dunia serasa milik berdua.
POV penonton menjadi POV the third character (T). Jadi persepsi penonton
menonton dua orang ini sebenarnya menggambarkan persepsinya sendiri tentang
(T).8
C. Visi dan Misi Film Cin(T)a.
Visi dan misi film ini adalah curhat9 yaitu curahan hati sang sutradara
terhadap (T).
D. Synopsis Film cin(T)a.
Cina (Sunny Soon), seorang mahasiswa baru yang belum pernah
mengalami kegagalan dalam hidup, sehingga dia yakin bisa mewujudkan
impiannya menjadi Gubernur Tapanuli hanya dengan modal iman.
Annisa (Saira Jihan), mahasiswi tingkat akhir 24 tahun yang kuliahnya
terhambat karena karirnya di dunia film. Popularitas dan kecantikan membuatnya
kesepian, sehingga ia bersahabat dengan jarinya sendiri yang digambari bermuka
sedih. Sampai suatu hari datang „jari’ lain yang menemani.
7
Sammaria Simanjuntak, Sutradara Film Cin(T)a, wawancara pribadi, Bandung, 20 Mei 2011.
8
Sammaria Simanjuntak, Sutradara Film Cin(T)a, wawancara pribadi, Bandung, 20 Mei 2011.
9
Tuhan, karakter yang paling tidak bisa ditebak. Setiap orang merasa
mengenal-Nya. Setiap karya seni mencoba untuk menggambarkan-Nya, tapi tidak
ada yang benar-benar mampu menggambarkan-Nya.
Tuhan mencintai Cina dan Annisa, tapi Cina dan Annisa tidak dapat saling
mencintai karena mereka memanggil Tuhan dengan nama yang berbeda.10
E. Tim Produksi Film Cin(T)a (Pemain dan Crew).
Sebuah film sebagus apapun dan sesukses apapun tidak luput dari
tangan-tangan dingin para crew