• Tidak ada hasil yang ditemukan

PESAN FILM "DI BALIK FREKUENSI" DALAM KONGLOMERASI MEDIA INDONESIA : ANALISIS SEMIOTIK MODEL CHARLES SANDER PIERCE.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PESAN FILM "DI BALIK FREKUENSI" DALAM KONGLOMERASI MEDIA INDONESIA : ANALISIS SEMIOTIK MODEL CHARLES SANDER PIERCE."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PESAN FILM DOKUMENTER

DI BALIK FREKUENSI

DALAM

KONGLOMERASI MEDIA INDONESIA

(ANALISIS SEMIOTIK MODEL CHARLES SANDER PIERCE)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I Kom)

Oleh

MOCHAMMAD MIRZA GELAR NUSANTARA

B06209047

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

(4)
(5)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

iv

MOTTO & PERSEMBAHAN

MOTTO

ي ع اوحبْصت ف ة لا ه جب امْو ق اوبيصت ْن أ اوني ب ت ف إ ب نب قسا ف ْمك ءا ج ْنإ اون مآ نيذلا ا هي أ ا نيمدا ن ْمتْل ع ف ا م ٰى ل

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah

kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. 1

Hadist :

Cukup seseorang dinilai berbohong, dengan mengatakan setiap yang ia dengar. (HR. Muslim)2.

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orang tua Ibu, Bapak, dan Keluarga besar yang telah mendidik dan membesarkan sehingga mengerti makna tujuan

hidup yang sesungguhnya, Do’amu yang menjadikanku percaya dan yakin akan

masa depan dan semua guru yang telah membukakan mataku akan pentingnya

ilmu pengetahuan. Tidak lupa juga kepada rekan – rekan seperjuangan yang

terus menginspirasi dan memotifasi baik secara moral maupun material.

1

Tafsirq, tafsir Al – Quran Online Diakses dari http://tafsirq.com/49-al-hujurat/ayat-6 pada 4 Februari 2016

2

(6)

v

KATA PENGANTAR

Segenap puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, karena atas rahmat

dan hidayah- Nya, perencanaan, pelaksanaan, dan penyelesaian skripsi sebagai salah

satu syarat menyelesaikan program sarjana strata satu (S-1), dapat terselesaikan

dengan lancar. Seiring dengan itu penulis sangat berterima kasih kepada kedua orang

tua karena kesuksesan ini dapat penulis peroleh karena dukungan berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis menyadari dan menyampaikan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. A’la, M.Ag.,selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

2. Ibu Dr. Hj. Rr. Suhartini, M. Si, Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan

KomunikasiUniversitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

3. Ibu Wahyu Ilahi, M.Si. selaku kepala jurusan komunikasi, yang telah

memberi izin dan persetujuan hingga penelitian ini dapat diuji pada level

program pencapaian gelar sarjana.

4. Ibu Dr. Nikmah Hadiati Salisah, S.IP., M.Si selaku sekertaris jurusan,.

5. Bapak Advan Naviz Zubaidi, S.ST, M.Si. selaku ketua program studi Ilmu

Komunikasi.

6. Bapak Dr. Ali Nurdin, S.Ag., M.Si, dosen pembimbing skripsi yang

senantiasa mengarahkan penulisan menuju perbaikan-perbaikan dan

pemberian motivasi semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen pengampu Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang telah memberikan

dan mencurahkan segala ilmunya.

8. Seluruh beluarga besar Hamdani Zubir (Alm) dan ibu Mukaromah tercinta,

yang senantiasa memberikan support dan dan doa, “akhirnya anakmu telah meyelesaikan kuliah ”.

(7)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

vi

Rendra, Rouf, Syihaburrahman Basyaiban, Rafi, Fajar, Tyo, Zulal dan

masih banyak lainya yang selalu memberikan arti persahabatan sehingga

hidupku lebih bermakna.

10.Untuk keluarga besar Pemuda Pancasila Indonesia. MPC GRESIK, IPPK

UIN Surabaya, Pualam Band Usluhudin semoga kita mendapatkan

kesuksesan bersama-sama.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan ada

penelitan lebih lanjut untuk menyempurnakan khazanah keilmuan dalam pelaksanaan

analisis “ Pesan Konglomerasi Media Dalam Film Dokumenter Dibalik Frekuensi”

(Analisis Semiotika Model Charles Sander Pierce).

Surabaya, 15 Januari 2016

(8)

vii ABSTRAK

Mochammad Mirza Gelar Nusantara B06209047 Pesan Film Dokumenter “Di Balik Frekuensi” Dalam Konglomerasi Media Di Indonesia (ANALISIS SEMIOTIK MODEL CHARLES SANDER PIERCE)

Kata kunci : Semiotika, Charles Sander Pierce, Konglomerasi Media, Dibalik Frekuensi

Ada beberapa persoalan yang kompleks yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu bagaiman pesan konglomerasi media dalam film di balik frekuensi di sajikan.

Untuk mengungkap persoalan tersebut secara menyeluruh dan mendalam, metode yang digunakan adalah analisis semiotik sedangakan teknik pengumpulan data audio maupun visual sehingga melalui sign dan symbol dapat merepresentasikan data yang ada dalam film tersebut

(9)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Kajian Penelitian Terdahulu ... 6

F. Definisi Konsep ... 8

G. Kerangka Berfikir Penelitian ... 12

H. Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II PESAN FILM DOKUMENTER “DI BALIK FREKUENSI” DITINJAU DALAM SEMIOTIKA CHARLES SANDER PIERCE... ... 20

(10)

ix

“Di Balik Frekuensi”... 20

1. Analisis Semiotika... 20

2. Fenomena Konglomerasi Media ... 24

3. Ekonomi Dan Politik Industri Media ... 32

4. Sejarah Singkat Industri Media Di Indonesia ... 35

B. Konglomerasi Media dalam Perpektif Teori Semiotika Charles Sanders Peirce ... 40

BAB III DESKRIPSI UMUM PENELITIAN PESAN FILM DOKUMENTER “DI BALIK FREKUENSI” DALAM KONGLOMERASI MEDIA DI INDONESIA ... 42

A. Deskripsi Subyek Penelitian ... 42

1. Profil Film Dokumenter “Dibalik Frekuensi” ... 42

2. Profil Cipta Media Bersama ... 43

3. Profil Ford Foudation ... 45

4. Wiki Media Indonesia ... 47

5. Profil ICT Watch ... 50

6. Profil Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ... 51

7. Penokohan dalam Film ... 54

8. Sinopsis Film ... 78

(11)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

x

BAB IV ANALISIS PESAN FILM DOKUMENTER “DI BALIK FREKUENSI” DALAM KONGLOMERASI MEDIA DI

INDONESIA ... 95

A. Temuan Penelitian ... 95

B. Konfrmasi Temuan Dengan Teori ... 99

BAB V PENUTUP ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Film “Di Balik Frekuensi” adalah film bergenre Documentary1,

Film ini menceritakan Luviana adalah seorang jurnalis yang telah

bekerja 10 tahun di Metro TV, dianggap bermasalah karena

mempertanyakan system manajemen yang tak berpihak pada pekerja dan

mengkritis newsroom. Merasa diperlakukan tidak adil Luviana

melakukan aksi demontrasi bersama serikat buruh dan pada akhirnya

harus berhadapan dengan Surya Paloh sebagai pemilik stasiun televisi

Metro TV yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Umum Partai

Nasional Demokrat. Kemudian Hari Suwandi & Harto Wiyono adalah

dua orang warga lumpur sidoarjo yang melakukan aksi jalan kaki dari

Sidoarjo – Jakarta untuk mencari keadilan bagi warga lumpur sidoarjo

yang pembayar ganti ruginya belum dilunasi oleh PT. Menarak Lapindo

Jaya milik Ir. H. Aburizal Bakrie yang juga pemilik stasiun TV ONE.

Film ini menyorot konglomerasi media yang dalam penyajiannya

menunjukkan aktifitas pengusaha media dibalik semua kontruksi berita

yang mewarnai industri media Indonesia. Sementara masyarakat

menikmati berita grup pengusaha ini memanfaatkan medianya dan

frekuensi publik untuk mencapai kepentingan politik dan ekonominya.

1

(13)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Pasca reformasi tahun 1998 corak industri media di Indonesia

mengalami banyak sekali perkembangan pola dalam sistem

perindustrian media yang pada masa orde baru seluruh media masa tidak

memiliki hak yang luas untuk mengoptimalkan kebebasan pers.

Kebebasan pers dimulai pada UU No. 40 tahun 1999 disebutkan bahwa

kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang

berdasarkan asas-asas demokrasi, keadilan dan supremasi hukum2

.

Undang – undang inilah yang dijadikan landasan pacu pemilik media

untuk memulai mengembangkan sayapnya industrinya.

Kebebasan media juga memunculkan masalah pemusatan

kepemilikan perusahaan media yang mengubah wajah kebebasan media

dan kebutuhan informasi publik menjadi kebebasan menguasai pasar

media. Dalam sejarah perkembangan media internasional menurut Ben

H. Bagdikian, selama dekade 1980 – an, Amerika serikat menyaksikan

semakin terpusatnya kepemilikan media ditangan sedikit orang atau

perusahaan. Tidak pernah terjadi sebelumnya korporasi – korporasi

media ini memiliki kekuasaan yang sangat besar hingga dapat

membentuk landskap dan mempengaruhi sosial di Amerika3. Dari

sejarah media yang dituturkan oleh Ben H. Bagdikian kondisi semacam

itu kini juga terjadi di Indonesia era pasca reformasi sampai saat ini

publik atau masyarakat diproyeksikan semacam pasar dan industri media

2

Elvinaro dan Lukiati komala Erdinaya, komunikasi massa suatu pengantar,( Bandung : Simbiosa Rekatama media, 2004 ), Hal 199

3

(14)

tidak ubahnya sebagai pabrik makanan yang seyogyanya memberikan

asupan gizi terhadap masyarakat.

Namun pada faktanya asupan gizi yang dihasilkan oleh korporasi

media memunculkan kontruksi realitas sehingga secara perlahan

merubah ideologis masyarakat sesuai dengan ideologis media yang

membela kelompok sealiran dan penyerangan terhadap kelompok yang

berbeda halauan.4 Ideologi media dalam teori komunikasi masa

disebutkan Agenda Setting Theory atau digambarkan dalam teori

agenda seting terkait kemampuan media masa untuk mempengaruhi

bahwasanya berita yang diberikan adalah berita penting, artinya dalam

proses penyajian berita,penonton akan menganggap berita yang sering

ditampilkan adalah berita yang lebih penting. Dengan membandingkan

arti-penting dari isu-isu dalam isi berita dengan persepsi publik dari isu

yang ada menurut Mc Combs dan Shaw mampu menentukan sejauh

mana media yang menentukan opini publik5. Perebutan opini publik

inilah yang mengusung istilah konglomerasi media, dimana para owner

pemilik perusahaan media melakukan koorporasi dengan perusahaan

media lain yang dianggap mempunyai visi yang sama. Pembentukan

konglomerasi ini dengan cara kepemilikan saham, joint venture /

merger, atau pendirian kartel komunikasi dalam skala besar. Jadi pada

kesimpulannya konglomerasi media bertujuan untuk mendominasi

4

Ibnu Hamad KONTRUKSI REALITAS POLITIK Dalam MEDIA MASSA, Sebuah Study Critical Discourse Analysis terhadap Berita - berita Politik. (2004) Hal 26

5

(15)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

frekuensi publik dengan cara menguasai seluruh komponen media masa

yang fungsinya sebagai penyampai ideologis media dalam kontruksi

realitas yang membela kelompok sealiran ; dan penyerangan terhadap

kelompok yang berbeda halauan6.

Ribuan media beraneka format, baik cetak, online, radio maupun

televisi yang informasinya diserap 250 juta penduduk Indonesia,

sehingga tahu bahwasanya apa yang digambarkan media saat ini tidak

bisa dilepaskan dari peran serta masyarakat yang jelas memberikan

sumbangsi yang besar dalam mempengaruhi frekuensi pengguna media

masa, entah itu digital,elektronik maupun cetak. Dalam sebuah tinjauan

sejarah, media masa berkontribusi besar dalam kontruksi sejarah

peradapan umat manusia di era modern ini. Media masa yang diyakini

menyebabkan kekerasan, pergaulan bebas dan berkontribusi dalam

diskriminasi terhadap perempuan. Iklan media yang digunakan untuk

menjual produk dan jasa. Berita media terkemuka telah terbukti secara

signifikan mempengaruhi harga saham; menyebabkan runtuh

perusahaan; penyebab jatuh dalam penjualan produk; mengakibatkan

kemunduran perusahaan senior dan juga bahkan mampu menurunkan

presiden7.

Berdasarkan fenomena diatas, banyaknya keterkaitan antara satu fenomena ke fenomena lainnya sesuai dengan yang dituliskan Mikhail Bakhtin teks pada dasarnya bersifat dialogis. Ketika bicara apa yang

6

Ibnu Hamad KONTRUKSI REALITAS POLITIK Dalam MEDIA MASSA, Sebuah Study Critical Discourse Analysis terhadap Berita - berita Politik, 2004. Hal 26

7

(16)

dikatakan terikat pada sesuatu yang pernah dikatakan sebelumnya, keterkaitan inilah yang disebut intertekstualitas8. Selain dari intertekstulitas fenomena seputar konglomerasi media masih banyak hal yang perlu diulas mendetail dalam film dokumenter “Di Balik

Frekuensi” sehingga peneliti tertarik untuk mengangkat fenomena

mengenai bagaimana pesan konglomerasi yang ada dalam film

dokumenter “Di Balik Frekuensi”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pesan Film Dokumenter “Di Balik Frekuensi” Dalam

Konglomerasi Media Indonesia

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pesan Film

Dokumenter “Di Balik Frekuensi” Dalam Konglomerasi Media

Indonesia

D. Manfaat Penelitian

1.Manfaat teoritik

a.Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan

komunikasi media masa khususnya fenomena “konglomerasi

media”.

b.Sebagai rujukan dalam memahami dan menganalisis pesan

“konglomerasi media” dalam film “dibalik frekuensi”

2.Manfaat praktis

8

(17)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Bagi penulis

a. Penelitian ini akan memperluas wawasan dan pemahaman antara dokumentasi fakta dengan penerapan teori komunikasi khususnya aplikasi analisis semiotik Model Sanders Peirce

b. Terpenuhinya salah satu syarat dalam menyelesaikan Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi untuk meraih gelar sarjana.

Bagi akademisi

Penelitian ini akan mencoba memberikan kontribusi berupa pemikiran dan temuan temuan empirik mengenai strategi penyampaian

pesan “konglomerasi media” dimata publik, sehingga nantinya

diharapkan dapat dijadikan refrensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian sejenis

E. Kajian Penelitian Terdahulu

Adapun hasil penelitian terdahulu yang masih relevan dengan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Skripsi berjudul “Konglomerasi Media Penyiaran Di

Indonesia, Analisis Ekonomi Politik Pada Group Media

Nusantara Citraoleh Sagita Ning Tyas, Jurusan Komunikasi

Dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah

(18)

Media Nusantara Citra” ? dan Bagaimana dampak

konglomerasi media di “Media Nusantara Citra” terhadap proses komodifikasi, strukturasi, dan spasialisasi? Penelitian yang gunakan adalah metode kulitatif dengan

pardigma kritis yang menggabungkan pendekatan critical

political economy yang melihat ekonomi, politik sejarah dan

budaya sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.

2. Skripsi berjudul “Representasi perlawanan terhadap pemilik

dan pengelola media televisi dalam film dokumenter Di Balik

Frekuensioleh Putri Adityowati, 2013 Jurusan Jurnalistik,

Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas PadjadjaranJatinangor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara

sutradara film Di Balik Frekuensi merepresentasikan

perlawanan terhadap pemilik dan pengelola media televisi.

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis wacana

kritis model kognisi sosial Teun A. van Dijk yaitu penelitian

terhadap teks, kognisi wartawan atau pembuat teks, dan

konteks sosial masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan

adanya politik seleksi gambar dari realita yang terjadi untuk

menonjolkan bagian-bagian tertentu yang merupakan wacana

dalam teks. Peneliti menyimpulkan ada pemihakan pembuat

film terhadap tokoh Luviana dan Hari Suwandi. Pembuat teks

(19)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

masyarakat agar tidak lebih peka mengamati media di era

kebebasan pers.

F. Definisi Konsep

1. Pesan Konglomerasi Media (Media Conglomeration)

Konglomerasi media adalah suatu istilah yang diungkapkan oleh

Ben H. Bagdikian (1980) yang pada saat itu menangkap perubahan

besar corak industri media masa. Konglomerasi media adalah situasi

dimana para owner pemilik perusahaan media melakukan korporasi

dengan perusahaan media lain yang dianggap mempunyai visi atau

misi yang sama. Pembentukan konglomerasi ini dengan cara

kepemilikan saham, bekerja sama/ penggabungan, atau pendirian kartel

komunikasi dalam skala besar.

Korporasi pada jenis usaha media dapat dilihat pada MNCTV

yang sebelumnya adalah TPI yakni salah satu pelopor stasiun televisi

swasta di Indonesia milik PT Cipta Lamtoro Gung Persada yang

didirikan pada tahun 1990 di Jakarta oleh Siti Hardijanti Rukmana.

Pada Maret 2001, 75% TPI dimiliki oleh Media Nusantara Citra,

kelompok perusahaan media yang juga memiliki RCTI dan Global TV.

Pada 20 Oktober 2010, TPI resmi berganti nama menjadi MNCTV.

Perubahan ini ternyata dikarenakan oleh perubahan fokus perusahaan

yang tidak sesuai dengan konteks tertulis pada televisi tersebut pada

(20)

mengubah citra TPI dimata masyarakat9. Seiring perkembangannya

untuk memperbaiki kualitas acara pada tahun 2009 sampai dengan

tahun 2010, MNCTV tidak menyiarkan acara olahraga. Tetapi, mulai

tahun 2010 hingga 2013, MNCTV kembali menyiarkan acara olahraga

yaitu Liga Utama Inggris namun pada tahun 2011, MNCTV juga

memiliki hak siar dalam ajang sepak bola Liga Prima Indonesia,

bersama RCTI dan Global TV.

Jadi pada kesimpulannya konglomerasi media bertujuan untuk

mendominasi frekuensi publik dengan cara menguasai seluruh

komponen media masa yang fungsinya sebagai penyampai ideologis

media dalam kontruksi realitas yang membela kelompok sealiran ; dan

penyerangan terhadap kelompok yang berbeda halauan10.

Di Indonesia fenomena konglomerasi media dimulai bisa

diidentifikasi pasca reformasi dimana hukum tentang kebebasan pers

dicanangngkan, hal ini tertera jelas pada UU No. 40 tahun 1999

disebutkan bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud

kedaulatan rakyat yang berdasarkan asas-asas demokrasi, keadilan dan

supremasi hukum11

. Namun kebebasan pers ini banyak sekali menuai

pro dan kontra karena dalam aplikasinya mengusung opini, perampasan

hak publik, dominasi dan bahaya media di tangan segelintir orang.

9

Profil MNCTV (di akses dari : http://profil.merdeka.com/indonesia/m/mnctv/ pada 4 februari 2016)

10

Ibnu Hamad KONTRUKSI REALITAS POLITIK Dalam MEDIA MASSA, Sebuah Study Critical Discourse Analysis terhadap Berita - berita Politik. 2004, Hal 26

11

(21)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

Dalam sejarah perkembangan ekonomi dan politik media di

Indonesia kemunculan lembaga penyiaran komersil pertama di

Indonesia pada sekitar tahun 1980 – an di era orde baru digunakan

untuk memperkuat perekonomian Indonesia dalam mengantisipasi

krisis migas.

Kembali pada konteks tersebut televisi swasta untuk mendukung

perkembangan industri media RCTI (Rajawali Citra Televisi) Indonesia

yang diluncurkan pada 24 agustus tahun 1989 dan merupakan televisi

swasta pertama di Indonesia. Selama tahun 1989 sampai dengan tahun

1985 keberadaan televisi swasta bermunculan disusul SCTV (Surya

citra televisi), TPI (Televisi Pendidikan Indonesia), ANTV (Andalas

Televisi), dan Indosiar (Indosiar Visual Mandiri). Dari kemunculan

televisi swasta inilah bias penguasa orde baru tercipta yang pada saat itu

contohnya RCTI dimiliki Oleh Bambang Trihatmojo (anak sulung

Soeharto), SCTV dimiliki oleh Sudwikatmono (adik tiri Soehato),

ANTV dimiliki oleh Bakri Brother Group, dan Indosiar dimiliki oleh

Salim Group (partner bisnis keluarga Soeharto)12. Seiring

perkembangannya media – media yang menjadi bias penguasa

menjadikan peringatan tersendiri bagi publik. Media yang seharusnya

menjadi kontrol sosial beralih fungsi sebagai alat penyalur kekuasaan.

12

(22)

2. Film Dokumenter “Di Balik Frekuensi

Film Di balik Frekuensi karya sutradara Ucu Agustin ini

mengungkap kondisi media, khususnya televisi pasca reformasi, Film

ini menyoroti konglomerasi media dan penggunaan frekuensi publik di

media televisi. Film berdurasi 144 menit 27 detik ini diproduksi hampir

setahun, yakni sejak 15 Desember 2011 hingga 25 November 2012.

Lokasi pengambilan gambar dilaksanakan di Jakarta, Bandung,

Indramayu, Malang, dan Porong, Sidoarjo. Perekaman yang cukup

panjang ini menghasilkan lebih dari 330 stok gambar.

Tema film terutama membicarakan media, khususnya media

televisi yang menggunakan frekuensi publik. “Ada isu penting yang

khusus diangkat setelah reformasi sekian lama. Bagaimana kondisi

media, terutama pemilik media dan kepentingan politik dengan

frekuensi yang dipakai saat itu,” Film ini menyorot konglomerasi media

yang mewarnai industri media Indonesia. Ucu dengan riset yang cukup

panjang menyajikan bagaimana media Indonesia yang berada ditangan

segelintir kelompok pengusaha.

Grup pengusaha ini memanfaatkan medianya dan frekuensi publik

untuk menggolkan kepentingan politik dan ekonominya.Ucu bersama

produser Ursula Tumiwa menceritakan apa yang terjadi pada media

televisi dan konglomerasi media melalui kisah Luviana, jurnalis Metro

(23)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Wiyono yang berjuang menuntut keadilan dalam kasus ganti rugi

lumpur Lapindo.

Melalui kisah mereka yang panjang, Ucu bergantian menyajikan

bagaimana para jurnalis di lapangan memberitakan kasus-kasus itu.

Menyajikan bagaimana frekuensi publik yang secara serakah

dipergunakan para pemilik media untuk kepentingan politik dan

ekonominya.

G. Kerangka Berfikir Penelitian

Bagan 1.1

Dari kerangka berfikir diatas bisa diidentifikasi sesuai dengan

teori Charles Sanders Pierce yang membagi tanda menjadi 3 bagian

yakni : ikon, indeks, dan symbol. Tanda disimpulkan dengan adanya

proses dialog pada film “Di Balik Frekuensi”, lalu indeks dapat dilihat Produser Ucu Agustin

Realita Konglomerasi Media Film Dokumenter ͞Di Balik Frekuensi͟

Analisis semiotik Charles Sanders Peirce

Makna

(24)

pada alur “realita konglomerasi media di Indonesia”, dan symbol pada

alur “makna”.

Berangkat dari konteks kerangka berfikir diatas keterkaitan

dengan realita tentang konglomerasi media yang terjadi di Indonesia,

seorang Ucu Agustin sebagai produser berinisiatif memproduksi film

“Di Balik Frekuensi” untuk memberi tahu khalayak tentang adanya

fakta yang tersembunyi dibalik eksistensi media masa yang berkembang

saat ini.

Untuk mendukung proses penelitian inilah, peneliti menggunakan

model analisis semiotika Charles Sanders Peirce. Karena dari analisis

inilah peneliti mencoba mengungkap simbol – simbol tentang

konglomerasi media beserta makna dari simbol – simbol tersebut sesuai

dengan konteks situasi yang disajikan dalam film “Di Balik Frekuensi”.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kritis, paradigma kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi proses produksi makna, individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya. “Karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat13”.

13

(25)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Paradigma Kritis merupakan suatu cara pandang terhadap realitas sosial yang senantiasa diliputi rasa curiga dan kritis terhadap realitas tersebut. Menurut Eriyanto, pandangan kritis memandang bahwa realitas kehidupan sosial, bukanlah relitas kehidupan yang netral, tetepi dipengaruhi oleh kekuatan ekonomi, politik, dan sosial yang ada dalam masyarakat.

Jenis penlitian ini tergolong penelitian dengan pendekatan analisis teks media, karena metode tersebut merupakan metode yang cukup tepat untuk mengetahui konstruksi makna dalam film.

2. Subyek, Dan Obyek Penelitan

Subyek dalam penelitian ini adalah Film “Di Balik

frekuensi”. Obyek penelitian adalah komunikasi teks media yang

terdiri atas : gambar, setting, properti,& scene kamera yang ada

dalam Film “Di Balik frekuensi”.

Dari obyek tersebut, pentingnya penentuan unit analisis ini,

agar validitas dan reabilitas dapat terjaga. Sedangkan yang menjadi obyeknya yakni kajian dari ilmu komunikasi, khususnya adalah pesan konglomerasi media yang disajikan dalam film “Di

(26)

3.Jenis dan Sumber Data

a. Data primer adalah hasil dari dokumentasi yang tertera di

video film “Di Balik Frekuensi”, baik berupa gambar,

teks, ataupun pers realese.

b. Data Skunder merupakan data yang bisa melengkapi data

utama, berupa info tentang film “Di balik Frekuensi” baik

buku, surat kabar, jurnal, skripsi, dan media online yang relevan dengan penelitian ini.

4.Tahap Tahap Penelitian

Dalam tahapan penelitian yang sistematis, penelitian akan dilakukan dengan cara observasi, adapun tahap – tahap yang dilakukan sebagai berikut :

a.Mencari topik yang menarik

Dalam proses ini peneliti melakukan proses explorasi, pemilihan dari berbagai topik mengenai perkembangan media saat ini.

b. Tahap Analisis Data

(27)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

terus hingga penulisan laporan hasil penelitian.14 Observasi Terlibat (partisipatory observation).

c.Menyusun Rancangan Penelitian

Dalam hal ini, peneliti terlebih dahulu menemukan permasalahan yang dijadikan objek penelitian. Setelah permasalahan ditemukan, peneliti membuat Concept Note

yang kemudian disetujui oleh sekertaris jurusan hingga menyusun rancangan penelitian dalam bentuk proposal penelitian yang siap disajikan.

5.Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh

langsung dari beberapa aspek realitas, terutama untuk keperluan

instruksi atau mempertahankan catatan yang ada dalam Film “Di

Balik Frekuensi” dengan cara mengambil scene yang dianggap

memuat penyampaian pesan konglomerasi media kemudian

ditranksip menjadi sebuah teks.

6.Teknik Analisis Data

Menurut Lexy J.Moeleong, analisis data adalah mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti disarankan oleh data.15

14

Moch Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), Hal. 211. 15

(28)

Teknik analisis data yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah teori analisis semiotika strukturalisme model Charles Sander Pierce. Dalam Teori strukturalisme yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce mengungkapkan agenda – agenda yang tersembunyi, aturan – aturan permainan yang menentukan aksi. Ia menyusun aktivitas – aktivitas manusia16.

Charles Sander Peirce mengungkapkan dalam teorinya

Triangle Meaning (segitiga makna) yang terdiri dari :

a. Tanda (sign) adalah bentuk fisik yang mampu ditangkap oleh panca indra manusia dan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain diluar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut obyek. Sebagai contohnya : gambar atau teks yang menunjukkan aktivitas

konglomerasi media pada film “Di Balik Frekuensi”

b. Acuan tanda (obyek) adalah konteks sosial yang menjadi refrensi dari tanda atau sesuatu yang d rujuk tanda. Kembali pada konteksnya Objek dalam penelitian ini adalah “Pesan Konglomerasi Media”

c. Penggunaan tanda (interpretan) adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk oleh

16

(29)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

tanda.yang dikupas dari teori segitiga makna milik Charles Sander Peirce adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda tersebut digunakan orang pada saat berkomunikasi.

Berikut gambar konsep hubungan segitiga makna Charles Sanders Pierce 17. Proses perubahan tanpa henti, yang disebut proses semiosis tak terbatas yaitu proses penciptaan rangkaian

interpretant tanpa akhir dalam sebuah rantai produksi dan

reproduksi tanda, yang didalamnya tanda terus berkembang

(Sobur,2003)18.Gambar 1.2

I. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Agar mempermudah penelitian dibutuhkan sistematika pembahasan. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bab meliputi.

17

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (2001) Hal. 41

18

Alex Sobur,Semiotik Komunikasi, (Bandung : Remaja Rosdakarya,2003) Hal. xii-xiii SIGN

OBJEK INTERPRETANT

(30)

BAB I : PENDAHULUAN

Latar Belakang, Rumusan Masalah dan Fokus Penelitian, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Hasil Penelitian Terdahulu,

Definisi Konsep, Kerangka Pikir Penelitian, Metode Penelitian

(pendekatan dan jenis penelitian, subyek, obyek, jenis dan sumber

data, tahapan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data, sistematika pembahasan).

BAB II : KAJIAN TEORITIS

Membahas tentang kajian pustaka dan kajian teori

BAB III : PENYAJIAN DATA

Berisi tentang diskripsi lokasi penelitian, data subjek penelitian dan diskripsi tentang data penelitian.

BAB IV : ANALISIS DATA

Pada analisis data dijelaskan tentang temuan penelitian dan konfirmasi temuan dengan teori.

BAB V : PENUTUP

(31)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20 BAB II

PESAN FILM DOKUMENTER “DI BALIK FREKUENSI” DITINJAU DALAM SEMIOTIKA CHARLES SANDER PEIRCE

A. Semiotika Dan Konglomerasi Media Dalam Film “Di Balik Frekuensi”

1. Analisis Semiotika

a. Pengertian Semiotika

Semiotik adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji

tanda1. Secara etimology menurut Jenz Dan Cobley istilah semiotik

berasal dari kata “semeion” yang berarti tanda atau “seme” yang artinya

penafsiran tanda. Menurur Eco, secara terminoliogy semiotik dapat

didefinisikan sebagi ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek –

obyek, peristiwa – peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda2. Dalam

spesifikasinya semiotika visual (visual Semiotic) adalah salah satu

bidang studi yang membahas khusus pada penyelidikan terhadap “segala

jenis makna yang disampaikan melalui sarana indra lihatan (visual

senses)”3

.Berdasarkan objeknya Charles Sanders Peirce membagi tanda

atas icon (icon), index (indeks), dan symbol (simbol) untuk

mempermudah identifikasi tanda, Icon (icon) dijelaskan sebagai

hubungan kemiripan antara tanda dan obyek ; misalnya potret dan peta.

Index (indeks) adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara

tanda dengan petanda atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang

1

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013) Hal.15

2

Alex Sobur, Analisis Teks Media, “Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis semiotik

dan Analisis Framing”. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006) Hal. 95

3

(32)

langsung mengacu pada kenyataan ; contoh yang lebih spesifik ialah

adanya asap sebagai tanda adanya api. Tanda seperti itu adalah tanda

konvensional yang biasa disebut dengan symbol (simbol). Jadi symbol

(simbol) adalah hubungan yang menunjukkan hubungan alamiah antara

penanda dengan petandanya. Hubungan ini bersifat arbriter atau semena,

hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian )masyarakat. Berbeda

dengan Peirce, Ferdinand de Saussure sebagai ahli linguistik yang

mengatakan dalam prinsipnya bahwa bahasa adalah suatu tanda dan

“tandalah yang merupakan fakta dasar dari bahasa”4

.

Menurut Saussure bahasa sebagai sistem (tanda) sign, baik itu

suara manusia, hewan ataupun bunyi – bunyian tersebut berfungsi

bilamana suara atau bunyi tersebut mengekspresikan, menyatakan atau

menyampaikan ide – ide dan pengertian – pengertian tertentu. Bahasa

sebagai tanda pada dasarnya menyatukan sebuah konsep (concept) dan

suatu citra suara (sound image), bukan menyatakan sesuatu dengan

sebuah nama, suara yang muncul dari sebuah kata yang d ucapkan adalah

penanda (signifier), sedangkan konsepnya adalah petanda (signified).Jadi

suara atau bunyi – bunyian dapat diidentifikasi sebagai tanda ketika ada

persetujuan dari sistem konvesi atau kesepakatan untuk membetuk suatu

kesatuan bentuk (penanda) signifier dengan (petanda) signified. Dengan

kata lain “suara yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”.Secara

linguistik baik semiologi maupun semiotika kedua istilah ini

4

(33)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

mengandung istilah yang persis sama walaupun penggunaan istilah ini

cenderung menunjukkan pemikiran pemakainya. Misalnya Element De

Semiologi adalah judul yang dipakai Roland Barthes (1964) yang tidak

lain berada pada kubu Saussure. Sementara istilah semiotika

dimunculkan pada akhir abad ke 19 oleh filsuf ajaran pragmatik

Amerika, Charles Sanders Peirce.5 Jadi Menurut Masinambow

“perbedaan Istilah itu” menunjukkan perbedaan orientasi yang pertama

(semiologi) yang mengacu pada tradisi Eropa yang bermula pada

Ferdinand de Saussure(1857 - 1913) dan (semiotika) yang mengacu pada

tradisi Amerika yang bermula pada Charles Sanders Peirce (1839 -

1914).6

Adapun menurut Umberto Eco (1979 :4 – 5) ” pada prinsipnya

semiotika adalah disiplin ilmu yang digunakan untk mengkaji segala

sesuatu yang dapat digunakan untuk mendustai, mengelabui, atau

mengecoh”7. Lantas dipertegas kembali “Dikatakan oleh Arthur Asa

Berger : Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat

dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat

diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk

menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu

harus ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat pada suatu

waktu tertentu. Dengan begitu semiotika pada prinsipnya adalah sebuah

5

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013) Hal.13

6

Masinambow & Rahayu S. Hidayat (ed.). Semiotik; Kumpulan Makalah Seminar. (Depok : Pusat Penelitian Kemasyrakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia 2000) Hal. Iii -x

7

(34)

disiplin yang mempelajari apapun yang bisa digunakan untuk

menyatakan suatu kebohongan.Jika sesuatu tersebut tidak dapat

digunakan untuk mengatakan sesuatu kebohongan, sebaliknya, tidak bisa

digunakan untuk mengatakan kebenaran”. Berger menunjukkan beberapa

cara untuk menyesatkan orang atau lebih tepatnya berbohong, melalui

tanda – tanda.Berger menunjukkan beberapa cara untuk menyesatkan ora

ng atau lebih tepatnya berbohong melalui tanda – tanda :Tabel 2.1 Area

dan Tanda – tanda yang menyesatkan8

AREA TANDA – TANDA YANG MENYESATKAN

RAMBUT PALSU

(WIG)

Orang botak / atau gundul atau seseorang dengan warna rambut berbeda

Sepatu Hak Tinggi Orang pendek yang kelihatan tinggi

Pewarna Rambut Si Rambut Coklat menjadi pirang, pirang menjadi rambut kemerahan

Makanan Kepiting, udang, Lobster Imitasi,dsb

Kata – kata Penjahat mengatakan untuk tidak menyakiti orang

b. Aplikasi Semiotika Dalam Film

Film sebagai media penyampai pesan merupakan kajian yang sangat relevan bagi analisis struktural atau semiotika.Metode

8

(35)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

pengambilan gambar dalam film bisa dikategorikan ke dalam ikonitas

yakni” tanda – tanda yang menggambarkan sesuatu9”. Film dibangun

oleh berbagai macam tanda, gambar dan suara yang dikombinasikan secara serentak hingga menimbulkan efek visual yang dapat dicerna oleh panca indera manusia sehingga proses pencernaan ini bisa dikategorikan sebagai interpretasi atau proses pembentukan makna. Dalam menganalisis film perlu adanya perhatian, mengingat dalam proses memproduksi film tidak dapat dipisahkan dengan realitas yang ada, karena pada dasarnya film bercerita layaknya karya teks naratif seperti narasi berita, cerpen atau novel, sehingga film pun memiliki kategori

Secara perkembangan bisnis usaha istilah konglomerasi adalah

sejumlah pelaku konglomerat yang menanamkan sahamnya pada

tumbuhnya kelompok (GRUP) perusahaan dalam satu tangan,

sedemikian rupa sehingga praktis seluruh kebijakan manajemen yang

pokok ditentukan oleh satu pusat10.

9

Van Zoest. Semiotika; Tentang tanda, cara Kerjanya dan Apa yang Kita Lakukan Dengannya. Penerjemah Ani Soekowati (Yayasan Sumber Agung, Jakarta, 1993) Hal. 109

10

(36)

Media memiliki tugas untuk melindungi dan memungkinkan warga

untuk menggunakan haknya dengan cara mempertahankan karakter

publik dan menyediakan ruang untuk keterlibatan sipil. Akan tetapi,

tugas suci ini kerap diabaikan karena kepentingan bisnis yang menyetir

industri media. Di Indonesia, hal ini ditandai dengan terjadinya

konglomerasi dan konsentrasi kepemilikan kelompok media di semua

sektor media. Dalam teori jaringan, struktur dengan bentuk seperti ini

mencerminkan sebuah kendali tinggi pada tindakan maupun aliran

informasi dari titik pusat hingga ke periferal. Jaringan seperti yang

digambarkan diatas tidak hanya menampilkan hubungan konsentrasi

kepemilikan dalam kerja media, tetapi juga memperlihatkan ecara logis

bagaimana kendali medium dan konten terjadi dapat dilihat pada

gambar2.1 .11

11

(37)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Bagan 2.1 Struktur konsentrasi kepemilikan media12

Konglomerasi media adalah suatu istilah yang diungkapkan oleh Ben

H. Bagdikian (1980) yang pada saat itu menangkap perubahan besar

corak industri media masa. Konglomerasi media adalah situasi dimana

para owner pemilik perusahaan media melakukan koorporasi dengan

perusahaan media lain yang dianggap mempunyai visi atau misi yang

sama. Pembentukan konglomerasi ini dengan cara kepemilikan saham,

bekerja sama/ penggabungan, atau pendirian kartel komunikasi dalam skala besar.Jadi pada kesimpulannya konglomerasi media bertujuan

12

(38)

untuk mendominasi frekuensi publik dengan cara menguasai seluruh

komponen media masa yang fungsinya sebagai penyampai ideologis

media dalam kontruksi realitas yang membela kelompok sealiran ; dan

penyerangan terhadap kelompok yang berbeda halauan13. Indikasi

konglomerasi kempilikan media di Indonesia dapat dilihat melalui bagan

2.2, oleh Merlyna Lim (2012) 14.

13

Ibnu Hamad , KONTRUKSI REALITAS POLITIK Dalam MEDIA MASSA, Sebuah Study Critical Discourse Analysis terhadap Berita - berita Politik (2004). Hal 26

14

Lim, M.

(39)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Gambar 2.2 The League of Thirteen: Media Concentration in Indonesia: 15

15

Lim, M.

(40)

Kasus bocornya rekaman kongkalikong televisi swasta nasional dan

parpol untuk kepentingan pencitraan politik di media internet adalah

salah satu bukti media telah menyalahgunakan frekuensi milik

publik.Problem kepemilikan media oleh para politisi semacam ini sudah

jadi rahasia umum.Sudah sejak lama pemilik selalu mengintervensi

kebijakan dan pilihan media.

Dua pola intervensi, bila bukan untuk kepentingan politik, tentu untuk

kepentingan akumulasi kapital.Tentu, dalam level internal, memberitakan

kepentingan pemilik media adalah hal tabu.16

Mengutip perkataan wataran veteran Bill Moyers “(siapa yang pada

akhirnya menikmati pengeluaran jutaan dolar untuk iklan tersebut) untuk

menyiarkan kebijakan deregulasi dan anti monopoli industri, segala

sesuatu yang terkait dengan internet, kekayaan intelektual, globalisasi,

dan perdagangan bebas, bahkan upah minimum, tindakan yang sah, dan

kebijakan lingkungan….Pada masa ini , ketika jeratan ekonomi yang

semakin kuat membuat media tergantung pada sumbangan Negara, dunia

bisnis melihat dirinya sedang berperang dengan jurnalisme”.17

Media bukan lagi mengusung idealismenya: menjadi corong bagi

mereka yang tertindas. Media menjadi alat untuk kepentingan mereka

yang berkuasa.

16

Masduki.Dinamika Pers dan Pemilu 2014(Analisis terhadap Kecenderungan Pemberitaan4 Grup Media Nasional di IndonesiaJurnal Dewan Pers Edisi 09, 2014) Hal. 44

17

(41)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

b. Implikasi Konglomerasi Media

Salah satu fenomena mutakhir dalam industri media adalah

konglomerasi media, dimana sebuah grup media memiliki

perusahaan-perusahaan media dengan jumlah yang cukup banyak, tersebar mulai dari

media televisi, radio, koran, majalah, online, dan sebagainya.Buku yang

paling gambling menjelaskan hal ini adalah Media Monopoly karya Ben

Bagdikian, yang telah direvisi berkali-kali untuk terus memutakhirkan

data mengenai perkembangan kepemilikan media di Amerika Serikat.

Menurut Bagdikian, jumlah pemilik media di Amerika pada tahun 1983

berjumlah 50 perusahaan. Namun, 20 tahun kemudian, tepatnya pada

tahun 2003, 50 perusahaan media tersebut telah diakuisisi oleh lima

perusahaan besar yang memonopoli industri media di Amerika, yaitu

AOLTime Warner, Disney, Viacom, The News Corporation, dan

Bertelsmann.18

Kelima raksasa media tersebut, ditambah Vivensi dan Sony Columbia,

menguasai studio – studio film utama di Amerika,hampir seluruh

jaringan televisi Amerika, 80-85% pasar musik dunia, sejumlah besar

satelit penyiaran seluruh dunia, sejumlahbesar penerbitan buku dan

majalah, hamper semua saluran televisi kabel komersial, dan masih

banyak lagi.

18

(42)

Apa dampak konglomerasi media ini? Yang jelas, para konglomerat

ini menjadikan media sebagai bisnis besar untuk mengumpulkan laba

sebesar – besarnya dengan wilayah garapan seluas – luasnya.

Namun, implikasi konglomerasi media tidak hanya dalam ranah

bisnis, namun juga pada ranah politik. Di Amerika Serikat, lobi-lobi para

raksasa media kepada para politisi sangat ampuh, terlebih jika lawan

politik mereka adalah publik yang tidak berdaya. Chesney (2006)

menegaskan, ”....it makes the media giant. perticularly effective political

lobbyists at the national, regional, and global levels. The media giants

have had a heavy hand in drafting these laws and regulations,and the

public tends to have little or no input.”19

Konglomerasi media juga memiliki implikasi yang sangat mendasar

dalam pemberitaan. Contoh paling nyata adalah bias kepentingan pemilik

modal dalam dukungan Murdoch melalui The Sun dan The Times of

London untukkampanye Thatcher pada 1998, serta dukungan melalui

New York Times untuk Reagan. Contoh lain, Norman Chandler

menyediakan Los Angeles Times sebagai media kampanye Nixon

sepanjang karir politiknya.

Jadi bagi para konglomerat pemilik industri media, kekuasaan mereka

bukan lagi berasal dari akses namun kepemilikan atas media itu sendiri20.

19

Robert McChesney, “Global Media, Neoliberalism & Imperialism”, 2006, www.thirdworldtraveler.

com/Robert_McChesney_page.html.

20

(43)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

Bias pemberitaan juga terlihat dari hilangnya daya kritis media di

hadapan para pemilik modal. Dalam hal ini, media cenderung

mengangkat sebuah isu dengan perspektif yang sejalan dengan

kepentingan pemilik modal.Selain itu, media cenderung memilih isu-isu

yang tidak bertentangan dengan kepentingan pemilik modal.

3. Ekonomi Dan Politik Industri Media

Aspek ekonomi dan politik seperti halnya kepemilikan dan

pengendalian media adalah hal yang mengaitkan antara satu indutri

media dengan media lainnya.Sesuai dengan yang di paparkan Philip

Elliot dalam kajian ekonomi politik media yang melihat bahwa maksud

yang terkandung dalam pesan pesan media ditentukan oleh dasar – dasar

ekonomi dari organisasi media yang memproduksinya21.

Menurut Chris Barker ekonomi dan politik adalah “A domain of

knowledge concerned with power and at distribution of economic

resources. Political economy explores the question of who owns and

controls the institutions of economy, society, and culture” (Sebuah ilmu

pengetahuan yang berhubungan dengan kekuatan ditribusi dari pada

sumber daya ekonomi.Ekonomi politik membahas pertanyaan tentang

siapa yang memiliki dan mengontror institusi ekonomi, sosial dan

budaya).22

Hal ini juga di singgung dalam paradigma Vincent Moscow yang

menuturkan bahwasanya ekonomi politik dapat di artikan sebagai kajian

21

Agus Sudibyo, Ekonomu Politik Media Penyiaran (LKIS, Jakarta, 2000) Hal. 65

22

(44)

tentang hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan

kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi dan konsumsi sumber daya

dalam komunikasi. 23 Vincent merumuskan empat karateristik ekonomi

politik.

Pertama, ekonomi politik merupakan bagian dari studi mengenai

perubahan sosial dan transformasi sejarah. Dalam hal ini ada dua varian

teori yang berbeda yakni ;

critical political economy yang pada penerapannya lebih secara

khusus menginvestifigasi dan mendikripsikan pada late capitalism yang

isi – isu dan fokusnya mengenai cara – cara bagaimana aktifitas

komunikasi distrukturkan oleh distribusi yang tidak merata mengenai

sumber daya material dan simbolik24.

liberal political economy mengartikan bahwa ekonomi politik adalah

perubahan sosial dan transformasi sejarah yang didalamnya terdapat

suatu doktrin dan seperangkat prinsip untuk mengorganisirdan

menangani ekonomi pasar guna untuk tercapainya suatu efisiensi yang

maksimum, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan individu.

Kedua ekonomi politik mempunyai minat menguji keseluruhan sosial

atau totalitas dari hubungan sosial yang meliputi bidang ekonomi, politik,

sosial, dan budaya dalam suatu masyarakat serta menghindari dari

23

Vincent Mosco, The Political Economy Of Comunication (London : SAGE Pubication, 1996) Hal. 25

24

(45)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

kecenderungan mengabstraksikan realitas – realitas sosial kedalam

bidang teori ekonomi maupun politik.

Ketiga berhubungan dengan filsafat moral, artinya mengacu pada nilai

– nilai sosial (wants abaout wants) dan konsepsi mengenai praktek sosial.

Prinsip – prinsip keadilan, kesetaraan, dan public good merupakan

refrensi utama dari pertanyaan moral mendasar ekonomi politik.

Perhatian ini tidak hanya ditujukan pada “what is” (apa itu), tetapi “what

ought be” (apa yang sehaarusnya). Misalnya saja studi ekonomi politik

kritis yang concernterhadab peranan media dalam membangun konsesus

dalam masyarakat kapitalis yang ternyata penuh dengan distorsi.Dalam

masyarakat yang tidak sepenuhnya egaliter, kelompok – kelompok

marginal tidak mempunyai banyak pilihan selain menerima dan bahkan

mendukung sistem yang memelihara subordinasi mereka terhadap

kelompok yang dominan.25

Keempat, Karateristiknya praxis, yakni suatu ide yang mengacu

kepada aktivitas manusia dan secara khusus mengacu pada aktivitas

kreatif dan bebas, dimana orang dapat menghasilkan dan mengunah

dunia dan diri mereka.26Golding dan Murdock menambahkan bahwa

ekonomi politik juga concern keseimbangan antara organisasi kapitalis

dan intervensi atau campur tangan publik.27

25

Agus Sudibyo, ekonomi politik Media Penyiaran, (Yogyakarta: LkiS, 2004) Hal. 8 – 9 26

Vincent Mosco, The Political Economy of Comunication (London:SAGE Pubication, 1996) Hal. 27 - 37

27

(46)

Jadi berdasarkan definisi diatas pada kesimpulannya terdapat dua poin

penting dalam pondasi ekonomi politik, yang pertama adalah (power)

kekuatan, dan pembagian sumber daya ekonomi (distribution of

economy resources) baik dalam lingkup intitusi ekonomi, sosial, dan

budaya.

Satu Prinsip yang harus diperhatikan disini adalah sistem - sistem

industri kapitalis, media massa harus di beri fokus perhatian yang

memadai sebagaimana institusi – institusi produksi dan distribusi yang

lain. Kondisi – kondisi yang ditentukan pada level kepemlikan media ,

praktik – praktik pemberitaan, dinamika industri radio, televisi,

perfilman, dan periklanan mempunyai hubungan yang saling menentukan

dengan kondisi – kondisi ekonomi spesifik yang berkembang di suatu

Negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh kondisi – kondisi

ekonomi politik global.28

4. Sejarah Singkat Industri Media Di Indonesia

Dalam sejarah perkembangan ekonomi dan politik media di Indonesia

kemunculan lembaga penyiaran komersil pertama di Indonesia pada

sekitar tahun 1980 – an di era orde baru digunakan untuk memperkuat

perekonomian Indonesia dalam mengantisipasi krisis migas. Kembali

pada konteks tersebut televisi swasta untuk mendukung perkembangan

industri media RCTI (Rajawali Citra Televisi) Indonesia yang

diluncurkan pada 24 agustus tahun 1989 dan merupakan televisi swasta

28 Dedy N. Hidayat “

(47)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

pertama di Indonesia. Selama tahun 1989 sampai dengan tahun 1985

keberadaan televisi swasta bermunculan disusul SCTV (Surya citra

televisi), TPI (Televisi Pendidikan Indonesia), ANTV (Andalas Televisi),

dan Indosiar (Indosiar Visual Mandiri). Dari kemunculan televisi swasta

inilah bias penguasa orde baru tercipta yang pada saat itu contohnya

RCTI dimiliki Oleh Bambang Trihatmojo (anak sulung Soeharto), SCTV

dimiliki oleh Sudwikatmono (adik tiri Soehato), ANTV dimiliki oleh

Bakri Brother Group, dan Indosiar dimiliki oleh Salim Group (partner

bisnis keluarga Soeharto)29.Imbas dari konvergensi media di Indonesia

adalah faktor kongkrit mengapa pemilik media swata di Indonesia

melakukan konglomerasi media.

Meskipun banyak sekali hal yang mewarnai perkembangan industri

media di Indonesia, indenpensi penyiaran seharusnya dapat di

pertahankan demi terjaga stabilitas demokrasi yang menunjang

pertumbuhan masyarakat yang dinamis. Di era Konvergensi sebagai

contohnya media internet sendiri, sebagai suatu media baru (new media),

pada gilirannya juga telah menghadirkan sekian macam bentuk

jurnalisme yang sebelumnya tidak di kenal. Salah satunya adalah yang

disebut sebagai jurnalisme warga atau citizen journalism.

Dengan biaya relatif murah, kini setiap pengguna Internet pada

dasarnya bisa menciptakan media tersendiri.“Setiap warga adalah juga

29

(48)

seorang jurnalis”30

mereka dapat melakukan semua fungsi jurnalistik

sendiri, mulai dari merencanakan liputan, meliput, menuliskan hasil

liputan, mengedit tulisan, memuatnya dan menyebarkannya di berbagai

situs Internet atau di weblog yang tersedia gratis.

Dengan demikian, praktis sebenarnya semua orang yang memiliki akses

terhadap Internet sebenarnya bisa menjadi “jurnalis dadakan,” meski

tentu saja kualitas jurnalistik mereka masih bisa diperdebatkan.Yang

jelas, orang tidak dituntut harus lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi atau

sekolah jurnalistik, untuk menjadi “jurnalis dadakan” di dunia maya.

Suka atau tidak, tren munculnya “jurnalisme warga” dan “jurnalis

dadakan” semacam ini tampaknya makin kuat.

Munculnya media – media alternatif yang memperkuat citizen jurnalistik

juga menimbulkan permasalahan – permasalahn baru tentang kelemahan

media besar di zaman yang lebih yang interaktif dimotori oleh warga.

Bisakah media korporasi, yang dirancang lebih untuk mengendalikan

jalur – jalur isi berita dan meraup keuntungan, bisa merespon publik

yang ingin terlibat lebih jauh dalam berita dan informasi? Bisakah media

yang tumbuh dari peninggalan merger korperasi bisa benar – benar adil

atau berimbang? Atau meletakkan setiap masalah dalam argument

partisan benar – benar mampu melahirkan wacana politik yang lebih

30

(49)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

besar guna menemukan solusi dari masalah – masalah yang ada di

masyarakat ?.31

Berdasarkan dari gejala konvergensi media, sejarah perubahan media di

Indonesia mulai dari media konvensional seperti surat kabar, televisi dan

radio menjadi media digital atau internet dapat di lihat dari landscape

perkembangan industri media di Indonesia di bawah ini:

31

(50)

Gambar 2.3 Landscape Perkembangan media mulai tahun 1960 sampai saat ini32

32

(51)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

B. Konglomerasi Media dalam Perpektif Teori Semiotika Charles Sanders

Peirce

Semiotika Berangkat dari tiga eleman utama yang disebut Peirce teori

segitiga makna atau triangle meaning. Lihat pada gambar 1.4

a. Tanda

Adalah sesuatu yang berbentuk Fisik yang dapat diungkap oleh

panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk

(merepresentasikan) hal lain diluar tanda itu sendiri. Acuan tanda

ini disebut objek.

b. Acuan Tanda (Oyjek)

Adalah konteks sosial yang menjadi refrensi dari tanda atau sesuatu

yang dirujuk tanda

c. Pengguna Tanda (Interpretant)

Konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan

menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada

dalam benak seseorang tentang objek yang di rujuk tanda.

(52)

Ucu Agustin sebagai Film Maker atau sutradara berusaha

mengungkap pola kepemilikan media yang terjadi di Indonesia

dimulai dengan mendokumentasikan konflik internal yang terjadi

pada dua stasiun televisi swasta yakni TV ONE & Metro TV.

Berangkat dari tokoh Luviana yang tidak lain seorang jurnalis yang

telah bekerja 10 tahun di Metro TV, dianggap bermasalah karena

mempertanyakan system manajemen yang tak berpihak pada

pekerja dan mengkritis newsroom. Kemudian Hari Suwandi &

Harto Wiyono adalah dua orang warga lumpur sidoarjo yang

melakukan aksi jalan kaki dari Sidoarjo – Jakarta untuk mencari

keadilan bagi warga lumpur sidoarjo yang pembayar ganti ruginya

belum dilunasi oleh PT. Menarak Lapindo Jaya milik Ir. H.

Aburizal Bakrie yang juga pemilik stasiun TV ONE. Ucu Agusti

menyajikan pesan konglomerasi media dalam Film Dokumenternya

(53)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

BAB III

DESKRIPSI UMUM PENELITIAN PESAN FILM DOKUMENTER “DI

BALIK FREKUENSI” DALAM KONGLOMERASI MEDIA DI

INDONESIA

A.Deskripsi Subjek Penelitian

1. Profil Film Dokumenter “Dibalik Frekuensi”

Produser : Ursula Tumiwa

Ucu Agustin

Eksekutif Produser :Ucu Agustin

Ursula Tumiwa

Produser Pelaksana : Sidik Ilmawan

Sinematografi : Affan Diaz

Editor : Darwin Nugraha

Online Editor : Juan Mayo

Oppening Design : Affan Diaz

Erickson Siregar

Ditulis dan disutradarai : Ucu Agustin

Karakter Yang Ditampilkan dalam Film : Luviana

Avi Pranantha

(54)

Bonaparte

Situmorang

Winuranto Adi

Surya Paloh

Aburizal Bakrie

Hari Suwandi

Harto Wiyono

Paring Waluyo

Hari Tanoe Soedibjo

Ezki Tri Rezeki

Widianti

Ignatius Haryanto

Yanuar Nugroho

Umar Idris

Betrix Hendra

Sugeng Suparwoto

Film dokumenter Di Balik Frekuensi merupakan wujud dari

realisasi dana hibah dari Ford Foundation yang kemudian difasilitasi

oleh beberapa organisasi pers independen yakni, Wikimedia Indonesia,

ICT Watch dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Dengan disponsori

oleh FORD FOUNDATION, bersama ketiga organisasi pendukungnya

berafiliasi untuk membuat proyek kreatif bernama CIPTA MEDIA

BERSAMA.

2. Profil Cipta Media Bersama

Cipta Media Bersama adalah proyek yang didanai oleh hibah Ford

Foundation untuk Wikimedia Indonesia.Cipta Media Bersama adalah

(55)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

satu juta dolar AS bagi inisiatif-inisiatif yang dapat menjadi contoh

praktek terbaik dalam kebhinekaan, kesetaraan, kebebasan dan etika

bermedia1. Ford Foundation didukung oleh beberapa lembaga

diantaranya

a) Wikimedia Indonesia

b) ICT Watch

c) Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Wikimedia Indonesia, ICT Watch, Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

meluncurkan Program Cipta Media Bersama yang tidak lain merupakan

program hibah terbuka yang mengajak individu atau organisasi

memunculkan ide baru dan segar dalam praktek bermedia yang mampu

membuat perbaikan media di Indonesia. Setiap ide yang akan mengikuti

program ini harus memilih salah satu dari 4 topik berikut:

1. Meretas batas – kebhinekaan bermedia

2. Keadilan dan kesetaraan akses terhadap media

3. Kebebasan dan etika bermedia

4. Pemantauan media

1

(56)

Skema pembentukan Cipta media bersama dapat di lihat pada gambar 3.1 .

:

Gambar 3.1

3. Profil Ford Foudation

The Ford Foundation membuka kantor perwakilan di Jakarta pada

tahun 1953 dengan fokus awal pada pendidikan, pelatihan guru dan

pengembangan keahlian dibidang ekonomi dan pertanian. Seiring

pergantian rezim pemerintah pada tahun 1960an, dibentuk

program-program baru ditingkat nasional, yang memberikan dukungan untuk

program keluarga berencana, penelitian seputar beras, dan pembangunan

pedesaan.Tema-tema ini terus dikerjakan sepanjang tahun 1970an hingga

Gambar

gambar atau
Gambar 1.2 Elemen Makna Peirce
Gambar 2.2 The League of Thirteen: Media Concentration in Indonesia: 15
Gambar 2.3 Landscape Perkembangan media mulai tahun 1960 sampai saat ini32
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pandangan behavioristik, kreativitas diperoleh dari proses belajar yang di dalamnya terdapat stimulus dan respon untuk mengubah tingkah laku siswa dari tidak

Dalam tahap pelaksanaan ini akan dilak- sanakan pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan konvensional. Setiap kelas terlebih dahulu

ABSTRAK PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DITINJAU DARI MOTIV ASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS V PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA

Tujuan pen elitian ini adalah un tuk mengetahui pengaruh penggunaan ampas tahu fermentasisebagai bahan pakan terhadap efisiensi penggunaan protein (konsumsi protein,

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa perputaran modal kerja yang cenderung menurun disetiap

Penelitian pada tanaman kedelai melalui keragaman somaklonal untuk mendapatkan galur unggul yang produksi tinggi dan umur genjah telah dilakukan oleh Mariska et al (2012),

adaptor menggunakan jenis metode ini karena (1) metode dinamis fungsional lebih mementingkan pengalihan arti atau makna daripada pengalihan bentuk dalam bahasa

Otonomi daerah adalah kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam menggali potensi yang dimiliki untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah sebagai