Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
DEDI KURNIAWAN
104054102110PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
i Dedi Kurniawan
Anak Bermasalah : Studi Kasus Anak Bermasalah di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-4th Edition), kenakalan anak adalah tindakan kriminal (sesuai dengan batasan hukum setempat) yang dilakukan oleh anak meliputi berbagai masalah neuropsikiatri, meskipun untuk istilah kenakalan lebih memfokuskan pada batasan hukum dibandingkan dengan batasan medis
Dari pengertian di atas kita dapat memahami bahwa lembaga pendidikan sekolah telah berupaya memberikan pencegahan terhadap bentuk kenakalan siswanya, namun yang sering kita lihat masih banyak para pelajar sekolah yang melakukan bentuk pelanggaran disiplin sekolah, seperti bolos sekolah, pemalakan bahkan pencurian,beberapa bentuk kenakalan tersebut menjadi sebuah permasalahan bagi para pelajar yang harus kita benahi. Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya prilaku,persepsi, motivasi, tindakan secara holistikdengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata. Fenomena sosial yang ingin dijelaskan oleh penulis, mengenai kenakalan anak yaitu anak bermasalah di SDIT Al-Amanah Bojongsari Depok. Penelitian ini berupaya untuk menggambarkan secara sistematis mengenai penyebab prilakuu anak bermasalah yang dapat dilihat dari segi keluarga, lingkungan dan pendidikan.
ii
Segala puji bagi Allah S.W.T. yang telah melimpahkan segala nikmat dan
karunia sehingga saya dapat menyelesaikan sebuah skripsi meskipun masih
banyak kekurangannya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada kanjeng
Nabi besar kita Muhammad SAW berserta keluarga, para sahabat seta kaum
muslimin yang masih berepegang teguh kepada risalahnya hingga hari akhir.
Dalam menyelesaikan skripsi ini saya menyadari sepenuhnya bahwa tanpa
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak tentunya penyelesaian skripsi ini
tidak akan berjalan dengan baik. Maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada :
1. Dr. Arif Subhan, MA. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
2. Drs. Wahidin Saputra, MA. Pudek I Bid. Akademik Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FID KOM)
3. Drs. H. Mahmud Jalal, MA. Pudek II Bid. Adm Umum Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi
4. Drs. Study Rizal, LK.MA. Pudek III Bid. Kemahasiswaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi
5. Siti Nafsiyah, MSW Ketua Jurusan Kessos
6. Ahmad Zaki, Msi. Sebagai Sekretaris Jurusan Kessos
7. Bapak DR. H. Asep Usman Ismail, MA. Selaku Pembimbing skripsi,
terima kasih atas segala waktu dan kesabarannya dalam membina penulis
iii
8. Ayah dan Ibunda tercinta, terima kasih atas segala do’anya serta
dukungannya baik moril maupun materil, jasamu tak terhingga.
9. Seluruh dosen Jurusan Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
10.Bapak DR.KH.Muhammad Barzach Hidayat,MA selaku pengasuh
sekaligus kepala sekolah Pondok Pesantren dan SDIT Al-Amanah
11.Bapak Ardi Susant,S.Pd selaku guru BP di SDIT Al-Amanah
12.Seluruh rekan Jurusan Kesejahteraan sosial
Betapa pun hambatan yang saya hadapi dalam pelaksanaan tugas
pembuatan skripsi ini dan segala kekurangannya,tidak lepas dari bantuan mereka
baik moril maupun materil, sehingga pelaksana skripsi ini terlaksana dan
terselesaikan. Dan semoga allah S.W.T akan membalas segala kebaikan mereka
amin ya robal alamin
Jakarta, 15 Maret 2011
iv
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus dan Pembatasan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Metedologi Penelitian ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II LANDASAN TEORI A. Intervensi Mikro 1. Pengertian Intervensi Mikro ... 13
2. Pembagian intervensi ... 23
3. Prinsip Intervensi mikro ... 24
B. Perilaku Menyimpang 1. Perilaku Menyimpang ... 25
2. Kenakalan Anak ... 26
3. Faktor Kenakalan Anak ... 28
a. Individu ... 29
b. Pola Asuh/Keluarga ... 32
v
A. Latar Belakang Berdiri... 41
B. Profil Sekolah ... 42
C. Visi, Misi dan Tujuan ... 43
D. Tata tertib Sekolah ... 46
E. Keadaan Siswa dan Guru ... 48
1. Pola Penerimaan Siswa ... 49
2. Keadaan Siswa ... 50
a. Bermasalah ... 50
b. Normal ... 51
c. Sangat Cerdas ... 51
d. Profil kelas V (lima)……… 51
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Temuan 1. Kenakalan Anak/siswa ... 53
a. Jumlah Anak/Siswa ... 53
b. Bentuk Kenakalan Anak/Siswa ... 56
c. Faktor Penyebab Kenakalan ... 58
d. Dampak kenakalan anak terhadap suasana kelas ... 60
e. Tindakan Guru ... 61
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68
vi
1. 3.1 Tabel Nama-nama Staf Pengajar SDIT Al-Amanah
2. 3.2 Tabel Jumlah Keseluruhan Siswa dan Siswi SDIT Al-Amanah
3. 4.1 Tabel Nama Siswa dan Siswi Kelas V (lima)
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mendidik anak adalah suatu aktifitas yang menyenangkan dan sangat
menggembirakan. Di dalamnya terdapat berbagai macam pengalaman yang
menyenangkan, permainan-permainan dan kegiatan-kegiatan yang
mengasyikan. Tingkah laku anak yang mengagumkan, lucu, lincah serta
menyenangkan akan banyak kita jumpai di sana. Demikianlah keadaannya
bahwa dunia anak adalah dunia yang menyenangkan. Allah Ta'ala berfirman
tentang hal ini :
Artinya: “harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Al-Kahfi : 46)
Semua hal yang tergambar dalam benak kita tersebut, akankah berjalan
sebagaimana yang kita inginkan? Pada kenyataanya memang tidak demikian,
bahkan kita dihadapkan pada keadaan yang sangat bertolak belakang. Kita
langsung dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang terjadi pada anak
didik tersebut, baik berupa tingkah yang aneh-aneh dikelas sampai
pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan kelas maupun sekolah.
maka seorang pendidik hendaklah membekali diri dengan pengetahuan
tentang psikologi dan seluk-beluk dunia anak, tak terkecuali juga tentang
masalah kenakalan yang terjadi pada anak, meliputi : Faktor-faktornya,
ciri-ciri, serta hal-hal yang menjadi sebab kuat pemicu perilaku kenakalan
tersebut, sehingga akan tepat pula penanganannya dan pencegahanya.
Mengingat tidak semua kenakalan yang tampak di depan mata kita adalah
kenakalan yang mutlak, artinya kenakalan itu bisa jadi disebabkan oleh
beberapa hal. Salah satunya adalah karena ketidaktahuan anak, sehingga
dengan pengetahuannya yang terbatas anak tersebut melakukan hal-hal yang
dia anggap sebagai sesuatu hal yang baik dan benar, tetapi pada hakikatnya
adalah suatu kesalahan. Di dalam Al Qur'an telah dinyatakan bahwa keadaan
manusia setelah dilahirkan adalah memiliki pengetahuan yang terbatas. Allah
berfirman :
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.(An-Nahl :78)
Apabila kita mau menggali lebih dalam tentang faktor atau sebab yang
memungkinkan seorang anak melakukan perilaku kenakalan, maka kita dapati
sebab-sebab tersebut sangat bermacam-macam. Ada kemungkinan terkait
Berkaitan dengan masalah tersebut, penulis mengambil inisiatif untuk
mengadakan penelitian tentang kasus kenakalan anak berikut faktor-faktor dan
solusi dari kenakalan tersebut, khususnya pada siswa kelas V (lima) di SDIT
Al-Amanah Pasiron. Penulis mengambil penelitian di SDIT Al-Amanh dengan
alasan karena sekolah SDIT Al-Amanh sangat berbeda dengan
sekolah-sekolah yang berada dilingkungan tersebut selain bersekolah-sekolah pulang pergi di
sana juga terdapat anak-anak yang mukim atuau tinggal di pesantren.
Kemudian Tampak di sana fenomena perilaku yang kurang baik atau
kenakalan yang muncul pada siswa-siswa kelas V (lima) di SDIT Al-Amanah
Pasiron, di mana pada awal pendidikan mereka dari kelas I (satu) sampai kelas
IV (empat) tidak menunjukan gejala-gejala apa pun, namun ketika mereka
menginjak pertengahan kelas IV (empat) sampai ketika siswa-siswa tersebut
menginjak kelas V (lima), terlihat nampak sekali sikap-sikap dan
perilaku-perilaku yang di luar batas kewajaran. Meskipun telah dilakukan beberapa
penanganan tetapi hasilnya belum kelihatan efektif. Dengan alasan tersebut di
atas, penulis berinisiatif untuk memilih siswa kelas V (lima) SDIT Al-Amanah
pasiron sebagai subjek penelitian, dikarenakan tingkat kenakalannya yang
sangat berbeda dari kelas-kelas yang lain di sekolah tersebut sehingga
dikhawatirkan akan terjadi sikap saling mempengaruhi antara siswa satu
dengan siswa yang lain. sehubungan dengan tinggalnya mereka di asrama dan
di luar asrama sehingga dimungkinkan untuk saling berinteraksi dan saling
Siswa adalah salah satu komponen manusia yang menempati posisi
sentral dalam proses pendidikan pengajaran atau bimbingan dan menjadi
unsur penentu dalam kegiatan tersebut, tanpa adanya siswa atau peserta didik
sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran dan bimbingan.1 Menurut
Soesilowindradini, seperti dikutip oleh Abu Al-Ghifari, siswa yang
berkembang secara psikologis tumbuh pada usia berbeda-beda. Masa ini
adalah masa yang pendek sekitar 4 tahun, munculnya masa ini disebabkan
mulai bekerjanya kelenjar seks untuk menghasilkan hormon sehingga muncul
perubahan fisik dan psikisnya yang khas sekitar 5 tahun sebelum anak masuk
usia puberitas telah ada hormon seks di tubuhnya. Hormon ini lama kelamaan
semakin bertumbuh dan membawa kematangan pada struktur fungsi alat-alat
kelamin.2 Akan tetapi siswa dapat diartikan juga murid atau pelajar
(terutama/khususnya pada tingkat sekolah dasar dan menengah)3.
Siswa dipandang sebagai seorang anak yang sudah dewasa, tetapi
dianggap juga sebagai anak yang masih ingusan. Hubungan dengan
teman-temannya tidak menentu terkadang akrab terkadanag pula bermusuhan. Pada
saat tertentu kadangkala mereka sangat bangga dengan diri mereka, namun di
saat lain mereka sangat malu bahkan merasa minder dengan diri mereka
sendiri.
Persoalan siswa merupakan hal yang sangat menarik untuk
didiskusikan. Hal ini disebabkan karena masalah kenakalan siswa dewasa ini
1
Departemen Agama RI, Wawasan Tugas dan Tenaga Kependidikan, (Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, 2005), h. 46.
2
Abu Al-Ghifari, Fiqh Remaja Kontemporer, (Jakarta: Media Qolbu, 2005), Cet. Ke-1, h. 272.
3
semakin meresahkan masyarakat, baik di negara yang sudah maju maupun di
negara yang sedang berkembang.4
Perkembangan emosi siswa ditandai dengan berbagai konflik, sehingga
Perkembangan agama tidak luput dari berbagai bentuk dan nuansa yang
bergerak dan sangat membutuhkan pendidikan agama sampai kepada kurang
perhatian. Tidak jarang kita mendengar perkelahian terjadi antar pelajar yang
tidak jelas penyebabnya, bahkan perkelahian bisa meningkat menjadi
permusuhan. Bila ditanyakan kepada mereka, apa yang menyebabkan mereka
berbuat kekerasan sesama siswa dan apa masalahnya sehingga peristiwa yang
memalukan tersebut terjadi, banyak yang tidak sadar mengapa mereka secepat
itu menjadi marah dan ikut berkelahi.
Seorang siswa yang bertindak anarkis, tidak menghiraukan
norma-norma yang berlaku di masyarakat disebut juga sebagai prilaku kenakalan
siswa. Siswa delikuen (siswa nakal) dengan sering dihinggapi rasa “berbeda”,
rasa inferior, frustasi dan dendam. Maka untuk mengkonpensasikan
perasaan-perasaan minder, mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang mereka tidak
sadari, semua itu dilakukan dengan maksud mempertahankan harga dirinya
dan untuk ”membeli” status sosial serta untuk mendapatkan perhatian lebih.5
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis memilih
SDIT Al-Amanah Pasiron sebagai lembaga pendidikan yang berbasis islam
yang dapat menjadi sebuah tempat bagi siswa untuk mendapakan ilmu umum
4
Prof. DR. Hj. Zakiah Daradjat, Siswa, harapan dan tantangan, jakarta: Ruhana, 1995. h.3.
5
dan ilmu agama. Ditanamkannya pendidikan agama sedini mungkin
diharapkan dapat membentuk pribadi siswa yang Islami, karena pada
hakikatnya keberadaan agama adalah keteraturan dan kedamaian hidup secara
integral.6
SDIT Al-Amanah Pasiron memiliki peraturan dan tata-tertib yang ketat
dan bersifat konsisten. Siswa yang bersekolah di SDIT Al-Amanah Pasiron
merupakan siswa-siswi pilihan dan terdapat juga kelas unggulan yang tingkat
inteligensinya melebihi anak-anak yang lain. Tetapi semua anak memiliki
kewajiban yang sama yaitu harus dapat membaca Al-Quran dan menghafal
beberapa hafalan yang ditetapkan oleh pihak sekolah sebagai persyaratan
untuk pengambilan rapot. Dengan peraturan yang sudah diberlakukan dengan
sangat ketatpun, masih ada siswa/siswi yang berani untuk melakukan
pelanggaran terhadap tata-tertib yang telah di buat oleh sekolah.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis berniat untuk menyusun
kajian skripsi dengan judul :”Intervensi Mikro Terhadap Siswa kelas V
(lima)di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok ”
B. Fokus dan Pembatasan Masalah
1. Fokus Masalah
Penulis memfokuskan penelitian pada kenakalan siswa kelas V
(lima), di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok. di lihat dari
intervensi mikro.
6
2. Pembatasan Masalah
Mengingat keterbatasan penulis dari segi waktu dan tenaga,
serta faktor-faktor penghalang yang terdapat di lapangan, maka penulis
membatasi penelitian pada masalah yang berkaitan dengan Kenakalan
Siswa khususnya kelas V (Lima) di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari
Depok.
Masalah yang akan peneliti bahas adalah mengenai faktor
penyebab yaitu :
Apa Penyebab kenakalan siswa kelas V (lima) di lihat dari segi
Lingkungan, keluarga dan Pendidikan di SDIT Al-Amanah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan judul yang telah ditentukan, maka tujuan dari skripsi
ini adalah:
a. Untuk mengetahui penyebab kenakalan siswa kelas V (lima) dari segi
lingkungan di SDIT Al-Amanah.
b. Untuk mengetahui penyebab kenakalan siswa kelas V (lima) dari segi
keluarga di SDIT Al-Amanah.
c. Untuk mengetahui penyebab kenakalan siswa kelas V (lima) dari segi
pendidikan di SDIT Al-Amanah.
d. Apa cara yang dilakukan guru ( Konselor ) dalam menghadapi siswa
2. Manfaat Penelititian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
a. Lembaga, sebagai bahan masukan bagi lembaga agar lebih fokus
dalam menanggulangi permasalahan yang dialami anak atau siswa
yang mengarah kepada kejahatan atau delinkuensi yang dapat
meresahkan orang-orang yang berada disekelilingnya.
b. Peneliti, Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan penulis mengenai Delinkuensi/kenakalan di SDIT
Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok
c. Pihak lain, sebagai bahan pertimbangan, informasi atau acuan untuk
penelitian.
D. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah teknik atau cara dalam pengumpulan
data atau bukti yang dalan hal ini perencanaan tindakan yang akan
dilaksanakan serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mencapai
tujuan dan sasaran penelitian.7
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Kirik dan Mitler (1986) mendevinisikan metode
penelitian kualitatif sebagau suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia baik
7
dalam kesah-annya maupun dalam peristilahannya. Sedangkan menurut
Meloeng (2007), metode penelitiam kualitatif adalah suatu penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian, misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll.
Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa. Pada suatu konteks khusus yang alamiah.8 Fenomena sosial yang
ingin penulis jelaskan adalah mengenai kenakalan siswa yaitu siswa
delinkuen di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok. Penelitian ini
berupa yang menggambarkan secara sistematis mengenai penyebab prilaku
siswa delinkuen yang dapat dilihat dari segi keluarga, agama, lingkungan,
dan pendidikan.
Penulis memilih kelas V (lima) sebagi obyek penelitian dengan
alasan karena dari seluruh kelas yang ada di sekolah SDIT Al-Amanah
yang memiliki tingkat kenakalaln yang bisa dibilang parah adalah kelas V
(lima) oleh karena itu benulis menjadikan kelas V (lima) di SDIT
Al-Amanah sebagi objek penelitian.
Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan sifat-sifat
suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan
frekuensi atau penyebaran gejala yang ada hubungannya antara satu gejala
dengan gejala yang lain dalam masyarakat. Penelitian deskriftif ditujukan
untuk, 1) mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan
gejala yang ada, 2) mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan
8
praktek-praktek yang berlaku, 3) membuat perbandingan alat evaluasi, 4)
menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana
dan keputusan pada waktu yang akan datang.9 Berdasarkan teori tersebut
diharapkan nantinya dapat diterapakan dalam penelitian yang akan penulis
lakukan. Seperti mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan siswa
delekuin, mengidentifikasi masalah mengenai siswa delinkuen, membuat
evaluasi dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam
menghadapi permasalahan siswa delinkuen.
2. Macam dan Sumber Data
Macam dan data yang diambil dalam penelitian ini terdapat dua
data, data primer (pokok) dan data skunder (pendukung).
Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penulis memilih
responden sebagai berikut:
a. Sebagai data primer (pokok), diperoleh melalui wawancara dengan
guru BP ( Konselor ) dan siswa.
b. Sebagai data skunder (pendukung), diperoleh melalui studi pustaka,
brosur lembaga, majalah, internet dan data-data pendukung lainnya
yang dapat melengkapi data primer.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data ini, peneliti melakukan :
a. Observasi lapangan di SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari Depok.
9
b. Wawancara terhadap murid dan pihak sekolah.
c. Kuisioner dilakukan kepada siswa.
E. Sistematika Penulisan.
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang penulis uraikan sebagai
berikut:
BAB I. Menguraikan tentang latar belakang masalah, fokus dan pembatasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II. Menguraikan tentang teori-teori yang bekaitan dengan pembahasan
skripsi ini yaitu Intervensi Mikro meliputi: pengertian Intervensi, Pembagian
Intervensi, Prinsip Intervensi Mikro. Kenakalan siswa meliputi: perilaku
menyimpang, konsep kenakalan anak, faktor kenakalan anak dari segi
individu, pola asuh/keluarga dan lingkungan sosial.
BAB III. Mendeskripsikan lembaga SDIT Al-Amanah Pasiron Bojongsari
Depok meliputi: sejarah berdiri, visi dan misi, keadaan siswa dan guru, pola
penerimaan siswa, kode etik atau tata tertib sekolah.
BAB IV. Merupakan pembahasan inti yang menguraikan temuan dilapangan
terakait dengan kenakalan siswa, meliputi: studi kasus meliputi biodata
reponden, data wawancara, hasil observasi (informasi fisik, informasi
keluarga, kenakalan yang dilakukan, faktor penyebab, tipe dan bentuk
BAB V. Menguraikan tentang kesimpulan dan saran. Dalam bab terakhir ini,
penulis menyimpulkan isi skripsi yang dibahas serta mengemukakan saran
13
LANDASAN TEORI
A. Intervensi Mikro
1. Pengertian Intervensi Mikro
Intervensi merupakan istilah yang digunakan dalam berbagai
disiplin ilmu termasuk psikologi klinis dan Pekerjaan Sosial. Penggunaan
istilah intervensi pada kedua disiplin ilmu tersesbut, tidak jauh berbeda
bahkan saling psikologi terutama psikologi klinis. Kajian dan disiplin ilmu
terapan psikologi klinis mengartikan intervensi sebagai upaya perubahan
prilaku, pikiran dan emosi.1 Sedangkan kajian dalam ilmu Pekerja Sosial
memberikan pengertian intervensi sebagai :
“ interceding in or coming between grouf or people, even, planning, activities, or on individual‟s internal conflicts. In social work, the term is analogous to the pyisician‟s term “treatment”
because it includes treatmen and also encompasses the other activities social workers use to solve or preven problems or achieve goals for social betterment.”2
Intervensi mencoba menjadi penengah antara sekelompok orang,
peristiwa-peristiwa, aktivitas terencana, atau konflik internal. Didiplin
ilmu pekerja social menganaligikan istilah intrvensi dengan istilah
“perawatan” dengan ilmu psikiatri. Intervensi dalam ilmu Pekerja Sosial
meliputi “perawatan” dan aktivitas lainnya yang pekerja social gunakan
untuk mengatasi, merncegah masalah secara mencapai keberfungsian
1
Tirtiadi A. Ardani, lin T. Rahayu, Yulia Sholichatun, Psikologi Klinis, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007)h.138
2
sosial yang lebih baik Istilah dan metode intervensi kemudian berkembang
menjadi intervensi sosial. Sebuah proses perubahan sosial terencana, dan
teroganisir dengan level pendekatan mikro, nesso, dan makro. Dimana
pendekatan intervensi mikro menjadi level paling dasar dari keseluruhan
upaya intervensi sosial. Intervensi mikro bahkan mengawali lahirnya
disipliln ilmu terapan pekerjaan sosial.
Intervensi mikro hadir melalui pandangan Mary Richmond dalam
buku diagnosisi sosial (social Diagnosis) pada tahun 1917. Mary
Richmond mengarahkan kerangka berpikirnya pada bahasan intervensi
mikro sebuah pendekatan yang fokus pada usaha intervensi sosial di level
individu, dan keluarga. Namun, pada perkembangannya kelompok atau
komunitas kecil juga menjadi fokus pendekatan ini pembahasan pada level
miko kemudian mempengaruhi perklembangan pekerjaan sosial pada
awal-awal dekade 1900-an.3 Pada masa selanjutnya, istilah mikro sebagai
bagian dari lepel peraktik dan orientasi pekerjaan sosial, memiliki
pengertian sebagai:
“The term used by social workers to identify professional activities
that are designed to help solve the problems faced frimarily by individuals. Families, and small grouf. Usually micro practice focuses on direct intervention on a case-by-case or in a clinical setting. Micro orientation in social work. An emphasis on the indifidual clienis and on the enhancemen of technical skills for use in efficien treatment of these problems.4
Istilah mikro dalam peraktik pekerjaan sosial merupakan upaya
identifikasi aktifuitas propesional dan terencana untuk membantu individu,
3
Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h.72.
4
keluarga, dan kelompok kecil mengatasi masalahnya. Umumnya praktik
pada level mikro lebih fokus pasa tataran klinis atau intrvensi, langsung
kasus perkasus. Sedangkan orientasi level mikro memberikan perhatian
pada individu dan keterampilan teknis yang bekerja sosial gunakan dalam
meningkatkan evisiensi penanganan masalah individu tersebut.
Pada perkembangannya, intervensi pada level mikro menjadi salah
satu pilihan utama dalam mengatasi masalah-masalah sosial. Terutama
yang terjadi akibat ketidakmampuan individu dalam memenuhi peranan
sosialnya sesuai dengan tuntutan lingkungan.5 Dalam hal ini, intervensi
pada level mikro berupaya mengatasi masalah-masalah tersebut untuk
meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, dan kelompok.
Intervensi mikro menggunakan bimbingan dan konseling sebagai media
dalam proses pelaksanaannya. Sampai saat ini, tidak sedikit bidang-bidang
kesejahteraan sosial yang mengandalkan intervensi mikro. Bidan-bidang
tersebut antara lain pekerjaan sosial sekolah, konseling anak, rehabilitasi
ketergantungan narkotika, rehabilitasi penyandang cacat, dan lain
sebagainya.6
Secara umum, konsep intervensi mikrio merupakan pendekatan
terencana pada level awal dari keseluruhan upaya intervensi sosial yang
saling terkait dan menyeluruh. Intervensi mikro mengupayakan
penyelesain masalah-masalah sosial yang terjadi karena ketidak mampuan
dalam memenuhi peranan sosial, atau karena konflik internal pada
5
Mendosa (1981:4) dalam Isbandi Rukminto Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Jakarta: FISIP UI Pres,2004), h. 72.
6
tingkatan individu, keluarga, dan kelompok kecil. Pendekatan intervensi
mikro mengandalkan bimbingan dan konseling sebagai media intervensi
klinis kasus perkasus. Sehingga tujuan efisiensi perawatan dan
penanganan masalah dalam meningkatkan keberfungsian sosial
individu,keluarga, dan kelompok kearah yang lebih baik, dapat tercapai.
Sebagai bagian dari pendekatan intervensi sosial terencana,
intervensi mikro memiliki metode serta proses yang unik dan khas.
Pendekatan ini menekankan pada upaya perubahan sosial terencana pada
tingkatan individu, keluarga, dan komunitas dengan menggunakan metode
intervensi individu (social casework), metode intervensi keluarga (family
Casework), danmetode intervensi kelompok (Group Work).7
2. Metode intervensi individu (Social Casework)
a. Definisi metode intervensi individu (Social Casework)
Mary Richmond memperkenalkan dan mengembangkan
metode tervensi individu ( Social Casework ) pada tahun 1917 dalam
bukuk sosial diagnosis. Mery Richmond mendevinisikan metode
intervensi individu (Social Casework) tersebut sebagai :
“social casework consist of those processes which develop
personality through adjustments conselously effected, lindividu by
individual, between men and their environment.”1
Sedang Sikidmore, Thackeray, dan Farley (1994) memberikan
devinisi metode intervensi mikro individu (social casework) dengan
menambahkan unsur-unsur lainnya sebagai berikut:
7
Adi Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h.72.
1
“ Social casework is a method of helping people paused on knowledge, understsanding, and the use of techniques skillfully applied to helping people to solve problems. It derives its anderstanding from the discipline of science, its methods also includes artistic effort. It helps individuals with personal as well as external and environment matters. It is a method of helping through a relationship that taps. Personal and other resources for coping problems. Interviewing is major tool of casework. Change in attitudes and fellings is affected by
the dynamics of the casework relationship.”2
Pada dasarnya intervensi individu (social casework) adalah
proses membantu orang lain. Proses tersebut menekankan pada
pembangunan individu sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Intervensi individu berlandaskan pada pengetahuan,
pemahaman, serta teknik-teknik terlatiih untuk membantu individu
menyelesaikan permasalahan internal dan external. Metode ini
menggunakan berbagai disiplin ilmu, upaya artistik, serta
mengandalkan konseling sebagai media utama.
b. Prinsip-prinsip Metode Intervensi Individu (Casework)
Prinsip-prinsip dalam metode intervensi mikro mendasari relasi
antar pekerja social dan klien dalam upaya intervensi sosial terhadap
individu, keluarga, dan kelompok kecil. Mengutip pendapat Midgley
(1981) dan Maas (1977), Isbandi mengemukakan 7 prinsip pekerjaan
sosial, sebagai berikut3:
1) Menerima manusia sebagai mana adanya
2) Partisipasi Klien
2
Mary Richmond dalam Skidmore, introductions to Social Work. h. 60
3
3) Pengambilan keputusan merupakan hak dari klien
4) Individualisasi dari klien
5) Kerahasiaan
6) Kesadaran dari petugas
7) Adanya relasi antara klien dan petugas
c. Proses Metode Intervensi Individual (Casework)
Upaya intervensi bagi individu membutuhkan suatu
tahapan-tahapan kegiatan sistematis, agar proses intervensi dapat berjalan
dengan lebih terarah. Menurut Skidmore, Theckeray, dan Farley
(1994), proses dalam metode intervensi mikro meliputi4:
1) Tahapan Penelitian (study)
Pada tahapan penelitian (study) jalinan relsi dengan klien
merupakan kunci yang mengawali tahapan selanjutnya. Di tahap
awal ini, klien mengungkapkan masalah-masalahnya yang di
alami. Pada tahapan penelitian (study), klien menentukan apakah
akan menlanjutkan jalainan relasi dengan konselor atau tidak.
Berdasarkan pada falsafah nilai pekerjaan sosial, konselor secara
maksimal akan mengembangkan jalinan yang dapat membantu
klien memformulasikan permasalahannya.
2) Tahapan (Assessment)
Tahapan assessment adalah tahapan yang sangat dinamis,
proses ini dapat berlangsung mulai dari tahapan awal sampai akhir
4
intervensi. Pada tahapan ini timbul kesadaran akan keunikan dari
setiap situasi atau masalah, sampai pada timbulnya masalah pada
satu situasi kehidupan. Penghimpunan data dan sejarah masa lalu
klien merukpan media untuk mencapai tujuan assessmen, yaitu
pemahaman yang menyeluruh terhadap masalah klien.
3) Tahapan Intervensi (Intervention)
Tahapan intervensi berawl dari kontak pertama dengan
klien. Tujuan dari proses ini merupakan kesepakatan antara pekerja
sosial dan klien, kebutuhan klien akan sangat menentukan proses
intervensi yang terjadi. Apabila pekerja sosial tidak dapat
menyediakan layanan yang klien butuhkan, maka ia bertanggung
jawab untuk menghubungkn klien dengan sumber layanan lainnya.
4) Tahapan Terminasi (termination)
Terminasi merupakan istilah yang menyatakan berakhirnya
atau limitasi dari keseluruhan proses intervensi dan pemberian
layanan terhadap klien. Terminasi terjadi jika klien telah mencapai
kekuatan, pemahaman, penyelesaian masalah dan pengetahuan
yang dibutuhkan dalam penangnan masalah dalam suatu situasi
kehidupan klien. Terminasi sering kali berasal dari inisiatip pekerja
sosial.
3. Metode Intervensi Keluarga (Family Casework)
Pendekatan intervensi mikro tidak hanya mengarahkan peruses
merupakan unit terkecil masyarakat tempat tumbuh dan perkembangannya
individu. Keluarga juga merupakan saluran pendidikan yang paling awal
dan berpengaruh terhadap individu. Sehinga peran keluarga dalam
keseruruhan upaya intervensi individu sangat penting. Dengan melibatkan
keluarga, tujuan intervensi mikro untuk meningalkan kemampuan individu
dalam menangani masalahnya akan tercapai.5
Pada perkembangannya metode intervensi ini lebih dikenal dengan
istilah konseling keluarga (family counseling) atau terapi keluarga (family
therapy) terapi atau konseling keluarga tersebut menggunakan berbagai
model terapi, antara lain model psikodinamik dan eksperiensial. Model
psikodinamik berkembang dari teori psikoanalisis freud. Penganut model
psikodinamik sangat memperhatikan unsure wawasan mendalam (insight),
motivasi, konflik yang tidak disadari, dan kedekatan antar anggota
kelurga. Dimana unsur-unsur dinamika psikis (psychodinamics) tersebut
akan mempengaruhi individu-individu anggota keluarga. Menurut
pandangan model psikodinamika, pengalaman masa lalu menjadi perhatian
utama dalam menemukan akar permasalahan pada individu. Sedangkan.
Pada model eksperiensial, perhatian utama adalah perkembangan diri klien
itu sendiri, model ini lebih mengutamakan pengalaman-pengalaman yang
terjadi pada saat timbulnya masalah.6
5
Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosialdan Pekerja Sosial, (Jakarta: FISIP UI press, 2004).h. 73.
6
4. Metode Intervensi kelompok
a. Pengertian Metode Intervensi Kelompok (Group Work)
Kelompok terbagi atas kelompok yang terbentuk dengan sengaja
(formed group) dan kelompok yang terbentuk secara alamiah (natural
groups). Kelompok alamiah (natural groups) adalah kelompok yang
terbentuk secara spontan. Kelompok ini dapat menyatukan anggotanya
karena adanya hubungan interpersonal, kebutuhan serta minat yang
sama. Sedangkan, formed groups adalah kelompok yang terbentuk
melalui intervensi atau pengaruh dari luar umumnya, kelompok ini
terbentuk karena ada usaha untuk menyatukan anggota-anggotanya,
yang juga memiliki kesamaan tujuan. Metode intervensi mikro
kelompok lebih menitikberatkan kepada formed groups, karena pekerja
sosial turut serta merencanakan atau membentuk kelompok tersebut.
Metode intervensi kelompok (group work) merupakan kegiatan yang
menekankan kepada tujuan mempertemukan kebutuhan sosioemosional
kelompok, dan menyelesaikan tugas-tugas kelompok.7 Metode
intervensi kelompok (Group Work) adalah:
“Goal-directed activity with small treatment and task groups aimed at meeting socioemosional needs and accomplishing tasks. This activity is directed to individual members of a group and to the group as a whole within a system of delivery.8
Bedasarkan tujuan terbentuknya, kelompok terbagi dalam dua
kategori yaitu, kelompok perawatan (treatment group) dan kelompok
7
Ronald W. Toseland, Robert F. Rivas, An Intraduction to Grouf Work Practice, (USA: Allyn and Bacon,2001),h. 14.
8
gugus tugas (task group). Kelompok perawatan (treatment group)
adalah kelompok yang bertujuan untuk mempertemukan antara
sosioemosional dan kebutuhan-kebutuhan kelompok. Sedangkan
kelompok gugus tugas (task group) adalah kelompok yang
menitikberatkan pada pencapaian tujuan-tujuan kelompok baik
langsung ataupun tidak langsung dalam upaya memenuhi kebutuhan
kelompok.
b. Proses Metode Intervensi Kelmpok (Group Work)
Proses intervensi kelompok tidaklah jauh berbeda dengan proses
pada metode intervensi individu. Proses berikut berlaku baik untuk
kelompok perawatan (treatment group) maupun kelompok gugus tugas
(task group)9:
1) Perencanaan (Planning)
Proses perencanaan dalam intervensi kelompok terdiri dari
dua bagian, yaitu perencanaan pada pembentukan kelompok serta
perencanan yang akan berlangsung selama terbentuknya kelompok.
2) Tahapan awal (beginning stage)
Tujuan utama pekerja sosial dalam tahapan ini adalah
membantu anggota kelompok untuk dapat berkerja sama secara
kooperatif dan produktif. Tujuan lain lainnya adalah membuat
anggota kelompok merasakan kontribusi dan partisipasi mereka
mendapat apresiasi dari pemimpin dan anggota kelompok lainnya.
9
3) Asesmen (assessment)
Asesmen bertujuan untuk mencapai pemahaman terhadap
situasi tertentu dan mencanangkan intervensi yang efektif. Kegiatan
utama asesmen adalah pengumpulan, pengorganisasian dan
pengkajian data atau informasi apapun yang terkait dengan anggota
kelompok dan kelompok tersebut sebagi satu kesatuan.
4) Tahapan Menengah (Middel Stage)
Proses intervensi kelompok pada tahapan menengah (middle
stage), menitikberatkan kegiatan pada upaya pencapaian
tujuan-tujuan kelompok.
5) Evaluasi (Evaluation)
Tahapan evaluasi merupan proses untuk mendapatkan
informasi atau tanggapan (feerback) tentang pengaruh seluruh
proses intervensi baik terhadap individu dalam kelompok maupun
kelompok tersebut sercara keseuruhan.
6) Tahap Akhir (Ending)
Tahapan akhir atau tahapan terminasi (termination)
merupakan tahapan penting dari keberlagsungan suatu kelompok.
5. Pembagian Intervensi
Bila ilmu kedokteran menekankan pada diagnosis dan
penyembuhan, disiplin ini menekankan pada penilaian („‟assessment‟‟)
dan intervensi. Intervensi merupakan metode perubahan sosial terencana
maupun masyarakat. Ilmu kesejahteraan sosial dalam kaitannya dengan
intervensi memiliki 3 pembagian, yaitu mikro, mezzo, dan makro. Level
mikro membahas intervensi sosial di tingkat individu, keluarga, dan
kelompok kecil; level mezzo membahas intervensi sosial di tingkat
komunitas dan level makro membahas intervensi sosial di tingkat
masyarakat yang lebih luas.8
6. Prinsip Intervensi
Prinsip-prinsip dalam metode intervensi mikro mendasari relasi
antar pekerja sosial dan klien dalam upaya intervensi sosial terhadap
individu, keluarga, dan kelompok kecil. Bertitik tolak dari pandangan
bahwa seorang klien adalah individu yang unik, yang dapat mengambil
keputusan bagi dirinya sendiri, dan intervensi itu merupakan salah satu
bentuk tanggung jawab masyarakat, intervensi itu dilaksanakan
berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar berikut9:
a. Acceptance; prinsip ini memberikan tuntunan kepada penyantun agar
pada pertemuan awal dengan klien dia dapat memahami bentuk
penampilan klien. Penyantun diharapkan dapat menerima klien dengan
penampilan apa adanya;
b. Individualisasi; seorang individu berbeda dari individu lainnya karena
keunikannya. Karena itu pelayanan (bantuan) terhadap seorang klien
harus disesuaikan dengan keunikannya tersebut;
8
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_kesejahteraan_sosial
9
c. Komunikasi; ada dua macam bentuk komunikasi, yang verbal dan non
verbal. Kedua bentuk komunikasi itu bersifat komplementer dan
penyantun berkewajiban untuk merekam bentuk non verbal
sebaik-baiknya karena informasi yang diperolehnya akan memperlengkapi
informasi yang disampaikan secara verbal;\
d. Partisipasi; pada akhir dari proses bantuan klien diharapkan dapat
pulih keberfungsian sosialnya. Untuk mencapai kemampuan itu klien
dilatih secara bertahap untuk berpartisipasi dalam kegiatan
memecahkan masalahnya sendiri;
e. Kerahasiaan; sesuai dengan etika profesi yang dianut penyantun
berkewajiban untuk tetap merahasiakan segala informasi mengenai
identitas klien dan permasalahannya, sebagai wujud dari prinsip
memegang rahasia jabatan;
f. Self-awareness; prinsip ini mengingatkan kepada pekerja sosial bahwa
ia adalah manusia biasa, yang memiliki kelemahan dan kekuatan.
Dalam menjalankan tugasnya pekerja sosial diharapkan tidak menjadi
sombong ataupun takabur, tetapi berpegang pada deskripsi tugasnya.
B. Perilaku Menyimpang
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan
sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap
lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di
dalam masyarakat10
.
10
Dalam kehidupan masyarakat, semua tindakan manusia dibatasi oleh
aturan (norma) untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan sesuatu yang
dianggap baik oleh masyarakat. Namun demikian di tengah kehidupan
masyarakat kadang-kadang masih kita jumpai tindakan-tindakan yang tidak
sesuai dengan aturan (norma) yang berlaku pada masyarakat, misalnya
seorang siswa menyontek pada saat ulangan, berbohong, mencuri, dan
mengganggu siswa lain.
Definisi dari perilaku menyimpang yang dijelaskan oleh beberapa ahli
sosiologi11 :
1. Menurut James W. Van der Zaden. Penyimpangan sosial adalah perilaku
yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di
luar batas toleransi.
2. Menurut Robert M. Z. Lawang. Penyimpangan sosial adalah semua
tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam sistem itu
untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut.
3. Menurut Paul B. Horton. Penyimpangan sosial adalah setiap perilaku yang
dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau
masyarakat.
1. Kenaklan Anak
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder-4th Edition), kenakalan anak adalah tindakan kriminal (sesuai
dengan batasan hukum setempat) yang dilakukan oleh anak meliputi
11
berbagai masalah neuropsikiatri, meskipun untuk istilah kenakalan lebih
memfokuskan pada batasan hukum dibandingkan dengan batasan medis.10
Adapun dalam diagnosis kenakalan anak digunakan beberapa
parameter sebagai berikut :
a. Perilaku agresif terhadap orang lain dan binatang, seperti :
1) Sering mengganggu, mengancam dan atau mengintimidasi orang
lain.
2) Sering memulai perkelahian fisik
3) Menggunakan senjata yang dapat membahayakan fisik orang lain
4) (misalnya : Pentungan, batu, pecahan botol, pisau, sejata api).
5) Mengancam orang lain secara fisik.
6) Mengancam binatang secara fisik.
7) Mencuri yang menimbulkan korban (misalnya : membegal,
mencuri dompet, memeras, merampok dengan menggunakan
senjata).
8) Memaksa orang lain untuk melakukan aktifitas seksual dengannya.
b. Merusak hak milik orang lain, seperti :
1) Sengaja membakar dengan maksud menimbulkan kerusakan yang
serius.
2) Sengaja menghancurkan milik orang lain (selain menggunakan
api).
10
c. berbohong, seperti
1) Sering berbohong untuk mendapatkan harta benda atau
keuntungan atau untuk menghindari kewajiban.
2) Mengutil, melakukan pemalsuan.
d. Pelanggaran serius terhadap peraturan, seperti :
1) Sering keluar malam walaupun sudah dilarang oleh orang tua atau
kerabat keluarga paling tidak 2 kali (atau satu kali tanpa kendali
dalam waktu lama).
2) Sering bolos sekolah,
2. Faktor Kenakalan Anak
Apabila kita mau menggali lebih dalam tentang faktor atau sebab yang
memungkinkan seorang anak melakukan perilaku kenakalan, maka kita dapati
sebab-sebab tersebut sangat bermacam-macam. Ada kemungkinan terkait
dengan lingkungan serta kondisi dari si anak tersebut. Terdapat beberapa
faktor yang sering memicu munculnya kenakalan anak. Minimalnya ada 10
hal yaitu sebagai berikut12 :
1. Faktor Pertumbuhan 6. Penyakit jiwa
2. Kerusakan Syaraf 7. Faktor kesehatan
3. Tidak Perhatian terhadap kebutuhan anak 8. Faktor kejiwaan
4. Pendidikan yang buruk 9. Faktor peraturan dan
5. Faktor Perasaan 10. Faktor ajakan buruk
12
Masing-masing dari faktor faktor tersebut di atas berbeda-beda dalam
cara mengatasi dan penanganannya.
a. Faktor Individu
Setiap anak berkepribadian khusus. Keadaan khusus pada anak bisa
menjadi sumber munculnya berbagai perilaku menyimpang. Keadaan
khusus ini adalah keadaan konstitusi, potensi, bakat, atau sifat dasar pada
anak yang kemudian melalui proses perkembangan, kematangan, atau
perangsangan dari lingkungan, menjadi aktual, muncul, atau berfungsi11.
1) Seorang anak bisa bertingkah laku tertentu sebagai bentuk
pelarian-pelarian karena ia mengalami kesulitan dalam mengikuti
pelajaran-pelajaran di sekolah. Kesulitan ini bersumber pada kemampuan dasar
yang kurang baik, di mana taraf kemampuannya terletak di bawah
rata-rata. Pelajaran yang dalam kenyataannya terlalu berat bagi anak,
menjadi beban yang menekannya sehingga ia selalu berada dalam
keadaan tegang, tertekan, dan tidak bahagia.
Sehubungan dengan masalah pelajaran ini, perasaan-perasaan
tertekan dan beban yang tidak sanggup dipikul juga dapat timbul
karena berbagai hal yang lain seperti berikut ini.
2) Tuntutan dari pihak orang tua terhadap prestasi anak yang sebenarnya
melebihi kemampuan dasar yang dimiliki anak. Berbagai ungkapan
yang sebenarnya keliru sering terdengar dari orang tua, seperti:
"Sebenarnya anak saya tidak bodoh, tetapi ia malas" atau "Saya tidak
11
mengharap anak saya mendapat angka 9, asal cukup saja, karena ia
sebenarnya bisa."
3) Tuntutan terhadap anak agar ia bisa memperlihatkan prestasi-prestasi
seperti yang diharapkan orang tua. Pada kenyataannya, anak tidak bisa
memenuhinya karena masa-masa
4) Perkembangannya belum siap untuk bisa menerima kualitas dan
intensitas rangsangan yang diberikan. Hal ini sering terjadi pada anak
di bawah umur.
5) Tekanan dari orang tua agar anak mengikuti berbagai kegiatan, baik
yang berhubungan dengan pelajaran-pelajaran sekolah maupun
kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan pengembangan bakat
dan minat. Seorang anak memperlihatkan sikap-sikap negatif terhadap
pelajaran karena ia harus bersekolah di dua tempat: di sekolah biasa
dan di tempat guru khusus yang waktu belajarnya bahkan lebih lama
dari sekolah biasa daripada di sekolah biasa.
6) Kekecewaan pada anak karena tidak berhasil memasuki sekolah atau
jurusan yang dikehendaki dan yang tidak dinetralisasikan dengan baik
oleh orang tua. Atau kekecewaan pada anak karena ia tidak berhasil
memuaskan keinginan-keinginan atau harapan-harapan orang tua.
Kekecewaan yang berlanjut pada penilaian bahwa harga dirinya tidak
perlu dipertahankan karena orang tua tidak mencintainya lagi.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa masalah yang berkaitan dengan
menjadi sumber timbulnya berbagai tekanan dan frustrasi. Hal tersebut
dapat mengakibatkan reaksi-reaksi perilaku nakal atau penyalahgunaan
obat terlarang.
1) Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku sikap menentang, sikap
tidak mudah menerima saran-saran atau nasihat-nasihat orang lain, dan
sikap kompensatoris. Kesemuanya itu bisa bersumber pada keadaan
fisiknya (misalnya ada kekurangan atau cacat) yang berbeda sekali
dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Dalam hal ini, mudah
timbul perasaan tersisih, kurang diperhatikan, dan tidak bahagia. Suatu
keadaan yang mengusik kebahagiaannya dan mudah muncul berbagai
reaksi perilaku negatif.
2) Seorang anak bisa memperlihatkan perilaku yang merepotkan orang
tua dan lingkungannya dengan berbagai perilaku yang dianggap tidak
mampu menyesuaikan diri. Sumber penyebab hal ini adalah
tuntutan-tuntutan yang berlebihan, keinginan-keinginannya yang harus dituruti,
dan tidak lekas puas terhadap apa yang diperoleh atau diberikan orang
tua. Semua hal tersebut memang mendorong munculnya sikap-sikap
yang mudah menimbulkan persoalan pada anak dan tentunya juga
sekelilingnya.
Dalam usaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah seperti
tersebut di atas, perlu dipahami dan dicari sumber permasalahannya
untuk nenentukan tindakan-tindakan selanjutnya yang tepat. Jika tidak
segera diatasi, hambatan-hambatan dalam perkembangan anak dan
reaksi-reaksi perilaku yang diperlihatkan dapat terus berkembang serta
tidak mustahil akan berlanjut menjadi nakal dan mendorong berbagai
perbuatan yang tergolong negatif. Penanganan masalah perilaku yang
dilakukan seawal mungkin, sangat diperlukan. Untuk ini, perlu kerja
sama dari berbagai pihak, termasuk guru atau pihak sekolah yang
mengamati anak sekian jam setiap hari, lingkungan sosial anak, dan
khususnya orang tua anak itu sendiri.
b. Faktor Keluarga (Pola asuh)
Keluarga adalah unit sosial yang paling kecil dalam masyarakat.
Meskipun demikian, peranannya besar sekali terhadap perkembangan
sosial, terlebih pada awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi
perkembangan kepribadian selanjutnya.
Anak yang baru dilahirkan berada dalam keadaan lemah, tidak
berdaya, tidak bisa melakukan apa-apa, tidak bisa mengurus diri sendiri,
dan tidak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Jadi, ia
tergantung sepenuhnya dari lingkungan hidupnya, yakni lingkungan
keluarga, dan lebih luas lagi lingkungan sosialnya. Dalam
perkembangannya, anak membutuhkan uluran tangan dari orang lain agar
bisa melangsungkan hidupnya secara layak dan wajar. Anak yang baru
dilahirkan bisa diibaratkan sebagai sehelai kertas putih yang masih polos.
dari orang yang akan menulisinya. Jadi, bagaimana kepribadian anak pada
kemudian hari tergantung dari bagaimana ia berkembang dan
dikembangkan oleh lingkungan hidupnya, terutama oleh lingkungan
keluarganya. Lingkungan keluarga berperan besar karena merekalah yang
langsung atau tidak langsung terus-menerus berhubungan dengan anak,
memberikan perangsangan (stimulasi) melalui berbagai corak komunikasi
antara orang tua dengan anak.
Tatapan mata, ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan halus,
kesemuanya adalah sumber-sumber rangsangan untuk membentuk sesuatu
pada kepribadiannya. Seiring dengan tumbuh kembang anak, akan lebih
banyak lagi sumber-sumber rangsangan untuk mengembangkan
kepribadian anak. Lingkungan keluarga acap kali disebut sebagai
lingkungan pendidikan informal yang memengaruhi berbagai aspek
perkembangan anak. Adakalanya, hal ini berlangsung melalui
ucapan-ucapan atau perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk
menunjukkan apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan oleh anak.
Adakalanya pula, orang tua bersikap atau bertindak sebagai patokan,
sebagai contoh atau model agar ditiru. Kemudian, apa yang ditiru akan
meresap dalam diri anak dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap dan
bertingkah laku, atau bagian dari kepribadiannya. Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas, orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan
kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan
seseorang setelah dewasa. Jadi, gambaran kepribadian yang terlihat dan
diperlihatkan seorang remaja, banyak ditentukan oleh keadaan serta
proses-proses yang ada dan yang terjadi sebelumnya. Lingkungan rumah,
khususnya orang tua, menjadi teramat penting sebagai tempat persemaian
dari benih-benih yang akan tumbuh dan berkembang lebih lanjut.
Pengalaman buruk dalam keluarga akan buruk pula diperlihatkan terhadap
lingkungannya. Perilaku negatif dengan berbagai coraknya adalah akibat
dari suasana dan perlakuan negatif yang dialami dalam keluarga.
Hubungan antarpribadi dalam keluarga, yang meliputi pula hubungan
antarsaudara, menjadi faktor penting yang mendorong munculnya perilaku
yang tergolong nakal.
Agar terjamin hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan
peran aktif orang tua untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan
harmonis di antara semua pihak dalam keluarga. Namun, yang tentunya
terlebih dahulu harus diperlihatkan adalah hubungan yang baik di antara
suami dan istri.
c. Faktor Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial dengan berbagai ciri khusus yang menyertainya
memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran
kepribadian pada anak. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan
dari kepribadian dasar yang terbentuk dalam keluarga. Kesenjangan antara
norma, ukuran, patokan dalam keluarga dengan lingkungannya perlu
suatu kondisi yang memudahkan munculnya perilaku tanpa kendali, yakni
penyimpangan dari berbagai aturan yang ada. Kegoncangan memang
mudah timbul karena kita berhadapan dengan berbagai perubahan yang
ada dalam masyarakat. Dalam kenyataannya, pola kehidupan dalam
keluarga dan masyarakat dewasa ini, jauh berbeda dibandingkan dengan
kehidupan beberapa puluh tahun yang lalu. Terjadi berbagai pergeseran
nilai dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan yang terjadi dalam
masyarakat. Bertambahnya penduduk yang demikian pesat, khususnya di
kota-kota besar, mengakibatkan ruang hidup dan ruang lingkup kehidupan
menjadi bertambah sempit. Urbanisasi yang terus-menerus terjadi sulit
dikendalikan, apalagi ditahan, menyebabkan laju kepadatan penduduk di
kota besar sulit dicegah. Dinamika hubungan menjadi lebih besar,
sekaligus menjadi lebih longgar, kurang intensif, dan kurang akrab. Dalam
kondisi seperti ini, sikap yang menjadi ciri dari kehidupan masyarakat
yang padat: individualistis, kompetitif, dan materialistis, amat mudah
timbul. Sesuatu yang sebenarnya wajar, sesuai dengan hakikat kehidupan,
hakikat perjuangan hidup untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
dengan memenuhi kebutuhan paling pokok dari sistem kebutuhan, yakni
makanan.
Pengaruh pribadi terhadap pribadi lain di rumah, di kantor, dan di
mana saja yang memungkinkan hubungan yang cukup sering terjadi, akan
memengaruhi kehidupan pribadi, kehidupan dalam keluarga, dan
tempat pertemuan, percampuran antara berbagai corak kebudayaan, adat
istiadat, termasuk bahasa dan sistem nilai sikap. Tidak mustahil dalam
keadaan seperti itu, muncul ketidakserasian dan ketegangan yang
berdampak pada sikap, perlakuan negatif orang tua terhadap anak, dan
lebih lanjut dalam lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan anak
adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di lingkungan tersebut seorang
anak bisa terpengaruh ciri kepribadiannya, tentunya diharapkan
terpengaruh oleh hal-hal yang baik. Di samping itu, lingkungan pergaulan
adalah sesuatu kebutuhan dalam pengembangan diri untuk hidup
bermasyarakat. Karena itu, lingkungan sosial sewajarnya menjadi
perhatian kita semua, agar bisa menjadi lingkungan yang baik, yang bisa
meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis pada anak maupun
remaja. Upaya perbaikan lingkungan sosial membutuhkan kerja sama yang
terpadu dari berbagai pihak, termasuk peran serta dari masyarakat sendiri.
Berbagai perilaku pada siswa sudah sangat memprihatinkan dan
perlu mendapat perhatian kita semua. Mengenai ini, beberapa hal dapat
dikemukakan.
1) Timbulnya sesuatu masalah pada anak dan remaja sehingga
memperlihatkan perilaku yang menyimpang, tidak selalu berupa
rangkaian sebab akibat yang bersifat pionokausal -- satu sebab
menyebabkan satu akibat -- melainkan lebih luas dan lebih kompleks,
bukan saja multikausal tetapi berantai (dari satu sebab timbul akibat
(dari satu sebab timbul akibat dan selanjutnya akibat ini berpengaruh
terhadap sebab semula). Karena itu, pada kasus-kasus tertentu
diperlukan penanganan terhadap berbagai segi yang bermasalah secara
serempak atau satu per satu dan acap kali diperlukan pula kerja sama
dengan anggota-anggota keluarga lain dan bahkan bisa pula bekerja
sama dengan tokoh atau ahli lain yang bekerja dalam tim dengan
pendekatan terpadu.
2) Keluarga sebagai sumber stimulasi ke arah terbentuknya ciri
kepribadian yang negatif, yang bisa berlanjut menyimpang dan nakal,
perlu lebih aktif mengatur sumber stimulasi agar berfungsi positif.
Karena itu, keluarga acap kali perlu memperoleh pengarahan dan
bimbingan sesuai dengan fungsinya, namun usaha-usaha tersebut
hendaknya tidak terlalu memerhatikan hal-hal yang bersifat kognitif,
sebaliknya perlu memerhatikan hal-hal yang afektif.
Dalam melaksanakan usaha-usaha aktif ini, beberapa hal perlu
diperhatikan, yakni:
1) Pendekatan terpusat pada anak (child centered approach), yakni dasar
adanya kekhususan pada anak, jadi berbeda antara seorang anak dengan
anak lain. Berangkat dari keadaan khusus yang dimiliki oleh anak
itulah (termasuk misalnya potensi yang khas), arah penanganan
dilakukan.
2) Dalam kehidupan sehari-hari, banyak hal diperlihatkan anak sesuai
tentu banyak pula yang tidak sesuai atau tidak disetujui orang tua.
Upaya mengubah perbuatan yang salah hendaknya mempergunakan
dasar dalam proses pendidikan, antara lain sikap tegas, konsisten,
bertahap, dan berulang-ulang.
3) Perlunya memerhatikan masa dan tahapan perkembangan karena
sebenarnya setiap saat seorang anak berada dalam keadaan berubah dan
kemungkinan untuk diubah. Hukum kesiapan (law of readiness) dalam
proses belajar harus diterapkan agar apa yang ingin ditanamkan dapat
diterima dan disimpan dengan baik dan menjadi bagian dari
kepribadiannya.
4) Perubahan perilaku adalah proses yang terjadi secara bertahap, sedikit
demi sedikit dan berulang-ulang, sesuai dengan hukum pengulangan
(law of exercise) dalam proses belajar. Usaha mengubah perilaku anak
membutuhkan kesabaran untuk mengulang-ulang (repetition -
reinforcement) dan memperkuat apa yang baru diberikan agar menjadi
bagian dari kepribadian dan kehidupannya (internalisasi).
5) Perlu memerhatikan teknik yang mendasarkan pada kasih sayang (love
oriented technique). Bahwa banyak perubahan perilaku terjadi justru
dengan teknik yang mendasarkan pada kelembutan dan kasih sayang.
Teknik yang menyentuh emosi anak sehingga mau membukakan diri
dan menuruti apa yang dikehendaki orang tua. Teknik ini bukan sikap
memanjakan atau memperbolehkan semua tindakan atau perbuatan
diterima, dimengerti, sehingga emosinya lebih tenang, terkendali,
harmonis, dan mudah menerima saran-saran, dorongan-dorongan untuk
bertingkah laku atau sebaliknya menahan untuk tidak melakukan suatu
tindakan.
6) Di samping usaha-usaha aktif, usaha-usaha menciptakan suasana yang
baik dalam keluarga adalah usaha lain untuk memengaruhi kepribadian
anak. Banyak hal yang berhubungan dengan perasaan senang atau tidak
senang, bahagia atau tertekan, sangat dipengaruhi oleh suasana rumah
yang tentunya diarahkan dan ditentukan oleh orang tua. Cara orang tua
menangani masalah, melakukan kebiasaan-kebiasaan, semua menjadi
objek, menjadi model, patokan yang sengaja atau tidak disengaja ditiru
oleh anak. Apalagi pada anak-anak yang sedang berada pada masa peka
untuk menerima rangsangan-rangsangan dari luar. Proses peniruan
tidak hanya terjadi terhadap hal-hal yang menarik untuk ditiru (positif),
namun juga, secara tidak disadari, terhadap hal-hal yang negatif,
misalnya terhadap perilaku agresif yang cocok dengan keadaannya.
Suasana emosi yang baik dalam keluarga bisa menjadi penangkal yang
ampuh munculnya perilaku yang tidak baik pada anak. Orang tua
menjadi pribadi-pribadi yang banyak menentukan suasana emosi dalam
keluarga.
7) Dalam usaha memperbaiki lingkungan keluarga dengan
pribadi-pribadinya dan lingkungan sosial, perlu memerhatikan lingkungan
memengaruhinya. Berbagai perubahan sesuai dengan dinamika
kehidupan hendaknya tidak terlalu banyak menimbulkan kegoncangan,
kepincangan, dan kesenjangan yang mudah sekali memengaruhi
kondisi psikis pribadi maupun kelompok. Lingkungan hidup yang
menekan akan menyebabkan ketidakselarasan, baik dalam diri pribadi
(intrapsikis) maupun dengan lingkungannya sehingga menjadi ladang
yang subur untuk tumbuhnya penyimpangan-penyimpangan perilaku.
Pendekatan terpadu antara berbagai pihak yang menangani masalah ini
sangat diperlukan.12
12
41
GAMBARAN UMUM SDIT-AL-AMANAH
A. Latar Belakang Berdiri
SDIT Al-Amanah didirikan pada tanggal 26 mei 2004 oleh pimpinan
YPPQ. Nurul Amanah dengan maksud, agar YPPQ. Nurul Amanah bisa
menampung anak didik yang berasal bukan hanya dari kalangan menengah ke
atas, tapi juga untuk kelompok ekonomi rendah (yatim & kaum dhuafa)1.
Sebagai salah satu lembaga pendidikan formal agama Islam swasta,
Yayasan Pendidikan Islam Al-Amanah Pasiron sejak tahun 80-an senantiasa
berupaya keras untuk turut berperanserta membantu pemerintah dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan
UUD 1945. Hal tersebut diindikasikan dengan terselenggaranya satuan-satuan
pendidikan formal di bawah naungan yayasan. Seperti Taman kanak-kanak
atau (TK)/ Raudhatul Athfal (RA) Nurul Amanah, Wajar Dikdas dan Paket C
Nurul Amanah.
Sejalan dengan Visi dan Misi yayasan yang bertujuan
menyelenggarakan pendidikan formal yang berkwalitas namun terjangkau
oleh masyarakat luas, maka dari tahun-ketahun umumnya siswa siswi yang
masuk ke YPPQ Nurul Amanah Pasiron, semakin menunjukan grafik
peningkatan. Hal tersebut disebabkan taklain karena pada satu sisi, akses
masyarakat untuk memperoleh pendidikan disekolah negeri pada umumnya
1
begitu terbatas. Sementara disisi yang lain, laju pertumbuhan penduduk
semakin hari semakin mengalami peningkatan. Maka dari itu meningkat pula
kebuituhan mereka untuk memper oleh pendidikan formal baik dari tingkat
dasar maupun sampai tingkat menengah atas2.
Padahal pemerintah sendiri juga mengambil suatu kebijakan dalam
rangka meningkatkan taraf hidup dan martabat bangsa dalam tata pergaulan
dunia dengan mencanangkan program wajib belajar (Wajar) selama 9 tahun.
Itu artinya, hak pendidikan bagi warga Negara tidak hanya cukup setamat
sekolah dasar selama 6 tahun, melainkan harus melanjutkan lagi kejenjang
menengah pertama Selma 3 tahun, sehingga genap menjadi 9 tahun.3
Karena alasan itulah kiranya dan bersamaan pula dengan keinginan
pihak YPPQ Nurul Amanah Pasiron dalam rangka perencanaan dalam
pengembangan saatuan-satuan pendidikan formal yang sudah ada saat ini
dengan menambah lagi penyelenggaraan satuan pendidikan tingkat dasar
bernama SDIT AL-Amanah Pasiron Bojongsari Depok.
B . Profil S e k o l a h
1. Nama Sekolah : SDIT AL-Amanah
2. NIS / NSS / NPSN : 421/446 – Dikbud / 10 4 02 05 17 04
3. Status Sekolah : Swasta
4. Tahun Pendirian : 2004
5. SK. Pendirian : 421/466 24 Juli
2
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) SDIT Al-Amanah 2010 - 2011
3
6. Nama Yayasan
(untuk sekolah swasta) : YPPQ. Nurul Amanah
7. Alamat Sekolah : Jl. Raya Ciputat Parung Km.26 Pasiron
Telp. (0251) 8602843
8. Kelurahan : Curug
9. Kecamatan : Bojongsari
10.Kota : Depok
11.Propinsi : Jawa Barat
C . V i s i , M i s i d a n T u j u