UJI DIAGNOSTIK POLYMERASE CHAIN REACTION-
RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM
DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS
TESIS
Oleh
NOVA ZAIRINA LUBIS NIM 087105003
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UJI DIAGNOSTIK POLYMERASE CHAIN REACTION-
RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM
DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis bidang
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Oleh
NOVA ZAIRINA LUBIS NIM 087105003
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Tesis : Uji Diagnostik Polymerase Chain Reaction –Restriction
Fragment Length Polymorphism Dalam Menegakkan
Diagnosis Onikomikosis.
Nama : Nova Zairina Lubis
Nomor Induk : 087105003
Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis
Bidang : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Menyetujui :
Pembimbing I
(dr. Kamaliah Muis, SpKK)
Ketua Program Studi
(dr. Chairiyah TanjungSpKK(K))
Tanggal lulus : 25 Juli 2014
Pembimbing II
(dr. Lukmanul Hakim Nasution SpKK,M.Kes)
Ketua Departemen
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar
Nama : Nova Zairina Lubis
NIM : 087105003
UJI DIAGNOSTIK POLYMERASE CHAIN REACTION- RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM
DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS Nova Zairina Lubis
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
, Kamaliah Muis, Lukmanul Hakim Nasution
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. Haji Adam Malik Medan- Indonesia
Latar Belakang: Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit
kuku yang disebabkan oleh dermatofita, nondermatofita atau mold dan yeast.
Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis onikomikosis sebelum memulai pengobatan. Beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis seperti pemeriksaan mikroskopis dengan KOH 20%, kultur jamur, pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS (Periodic acid schiff) dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) , untuk metode kultur membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 4 minggu untuk mengidentifikasi jamur penyebab onikomikosis. Teknologi molekuler seperti PCR merupakan tes yang sensitif dan spesifik untuk diagnosis berbagai mikroorganisme termasuk jamur patogen. Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim setelah amplifikasi sehingga memungkinkan hasil yang lebih spesifik.
Tujuan : Mengetahui nilai diagnostik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dalam menegakkan diagnosis onikomikosis dengan menggunakan kultur jamur sebagai baku emas dan mengetahui spesies jamur yang paling banyak menyebabkan onikomikosis.
Metode : Penelitian ini merupakan suatu uji diagnostik untuk mendiagnosis onikomikosis dengan menggunakan kultur sebagai baku emas.
Subjek : Tiga puluh lima pasien yang diduga menderita onikomikosis dari anamnesis dan pemeriksaan dermatologi.
Hasil : Pemeriksaan PCR-RFLP dalam mendiagnosis onikomikosis memiliki nilai sensitivitas sebesar 85,71%, nilai spesifisitas sebesar 28,57%, nilai duga positif (PPV) sebesar 82,76% dan nilai duga negatif (NPV) sebesar 33,33%. nilai RKP 1,20 dan nilai RKN 0,5 dan akurasi sebesar 74,29%. Spesies jamur penyebab onikomikosis yang paling banyak adalah Candida albicans 42,8%
Kesimpulan : PCR-RFLP dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan alternatif yang lebih cepat dan akurat dalam menegakkan diagnosis onikomikosis.
DIAGNOSTIC TEST-POLYMERASE CHAIN REACTION RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM IN ESTABLISHING THE DIAGNOSIS OF ONYCHOMYCOSIS
Department of Dermatovenereology
Nova Zairina Lubis, Kamaliah Muis, Lukmanul Hakim Nasution
Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Haji Adam Malik Hospital Medan-Indonesia
Background: Onychomycosis is a fungal infection of one or more units of the nail caused by dermatophytes, or mold and nondermatophytes yeast. Investigations are needed to establish the diagnosis of onychomycosis before starting treatment. Several investigations methods for diagnosing onychomycosis such as microscopic examination with 20% KOH, fungal culture, histopathology examination with PAS staining (Periodic acid Schiff) and PCR (Polymerase Chain Reaction), for culture methods require a long time about 4 weeks to identify fungal that cause onychomycosis. A molecular technology such as PCR is a sensitive and specific test for the diagnosis of a variety of microorganisms including fungal pathogens. Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) is a method with the addition of the enzyme after PCR amplification allowing more specific results.
Objective: To determine the diagnostic value of Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) in the diagnosis of onychomycosis using fungal culture as the gold standard and to find out the majority fungal species that cause onychomycosis.
Methods: This study is a diagnostic test for the diagnosis of onychomycosis by using culture as the gold standard.
Subjects: Thirty-five patients suspected of having onychomycosis from history and dermatological examination.
Results: PCR-RFLP in the diagnosis of onychomycosis has a sensitivity of 85.71%, specificity of 28.57%, positive predictive value (PPV) of 82.76% and negative predictive value (NPV) of 33.33%. RKP value of 1.20 and 0.5 RKN value and accuracy of 74.29%. The majority fungal species that cause onychomycosis is Candida albicans 42,8%.
Conclusions: PCR-RFLP may be considered for a faster and more accurate alternative examination in the diagnosis of onychomycosis.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Dalam menjalani pendidikan spesialis ini, berbagai pihak yang telah turut berperan serta sehingga terlaksana seluruh rangkaian kegiatan pendidikan ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. dr. Kamaliah Muis, SpKK, selaku pembimbing utama tesis ini, yang telah
bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta dengan penuh kesabaran selalu membimbing, memberikan nasehat, masukan dan koreksi kepada saya selama proses penyusunan tesis ini.
2. dr. Lukmanul Hakim Nasution SpKK,M.Kes selaku pembimbing kedua tesis
ini yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta dengan penuh kesabaran selalu membimbing, memberikan nasehat, masukan dan koreksi kepada saya selama proses penyusunan tesis ini.
3. Prof. Dr. dr. Irma D.Roesyanto-Mahadi, SpKK(K), sebagai Ketua Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K) sebagai Ketua Program Studi Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing, memberikan nasehat, masukan dan motivasi kepada saya selama menjalani pendidikan sehari-hari.
5. Prof. DR. Syahril Pasaribu, SpA(K), DTM&H, Bapak Rektor Universitas
Sumatera Utara, dan Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, SpA(K), DTM&H, Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara pada saat saya diterima sebagai peserta program pendidikan dokter spesialis yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.
6. Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, Bapak Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
7. Prof dr Mansur A Nasution SpKK(K), DR dr Nelva K Jusuf SpKK(K) dan dr.
Mila Darmi, SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.
8. Para guru besar serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP H.Adam Malik Medan dan RSUD Dr Pirngadi Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.
9. Bapak Direktur RSUP H.Adam Malik Medan dan Direktur RSUD Dr.
10.Seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, di RSUP H.Adam Malik Medan dan RSUD Dr. Pirngadi Medan , terima kasih atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini.
11.Seluruh staf/pegawai Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Mikrobiologi
FK USU terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya yang baik dalam penyelesaian tesis saya ini.
12.Kedua orangtua saya tercinta Prof. dr. Sjabaroeddin Loebis SpA(K) dan dr. Yuniar Siregar SpKK yang dengan penuh cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya, serta tidak bosan-bosannya memotivasi saya untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kiranya hanya Allah SWT yang dapat membalas segalanya.
13.Bapak dan Ibu mertua saya Alm Djenda Ginting dan P.Bangun terima kasih
atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada saya.
14.Suami dan anak saya tercinta dr M Yusuf Paska Ginting & M Raka Malik Safa Ginting terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala pengorbanan, kesabaran, pengertian, dukungan, doa, semangat serta bantuan di setiap saat hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
15.Abang ,adik saya tercinta dan saudara ipar saya, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada saya selama ini.
16.Teman seangkatan saya tersayang, dr. Wahyuni Widiyanti S, dr. Irina
Damayanti, dr Cut Putri H, dr. Rini Amanda C S, Mked(KK), SpKK, dan dr. Ahmad Fajar, Mked(KK), SpKK, terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini.
17.Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan kerjasama kepada saya selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
18.Seluruh keluarga dan handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, izinkanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan, kekhilafan dan kekurangan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama saya menjalani pendidikan. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang telah diberikan kepada saya selama menjalani pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Medan, Agustus 2014
Penulis
dr Nova Zairina Lubis
3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 27
3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data ... 37
3.12. Ethical Clearance ... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
4.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 38
4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38
4.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur 39
4.1.3. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan ... 40
4.1.4. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Gambaran Klinis ... 41
4.1.5. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Lokasi Kuku ... 42
4.2. Distribusi Spesies Jamur Pada Kultur dan PCR-RFLP ... 42
4.3. Sensitivitas, Spesifisitas, Positive Predictive Value, Negative Predictive Value, Rasio Kemungkinan Positif, Rasio Kemungkinan Negatif dan Akurasi ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
5.1. Kesimpulan ... 50
5.2. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Anatomi Kuku ... 8
2.2. Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral ... 10
2.3. Onikomikosis Superfisial Putih ... 11
2.4. Onikomikosis Subungal Proksimal ... 12
2.5. Onikomikosis Distrofik Total ... 12
2.6. Onikomikosis Candida ... 13
2.7. Bagan Proses Tehnik PCR ... 19
2.8. Elektroforesis Gel Agarose untuk Amplifikasi Hasil PCR dalam Menemukan Elemen Jamur pada Onikomikosis ... 20
2.9. Bentuk Elektroforesis ITS-RFLP untuk Identifikasi Jamur Dermatofita ... 21
2.10. Strategi Pemeriksaan Agen Jamur Penyebab Infeksi ... 22
2.11. Diagram Kerangka Teori ... 23
2.12. Diagram Kerangka Konsep ... 24
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
4.1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38
4.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur ... 39
4.3. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan ... 40
4.4. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Gambaran Klinis ... 41
4.5. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Lokasi Kuku ... 42
4.6. Distribusi Frekuensi Jenis Jamur Pada Kultur Penderita Onikomikosis di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Tahun 2014 ... 43
4.7. Distribusi Frekuensi Jenis Jamur Pada PCR-RFLP Penderita Onikomikosis di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Tahun 2014………... ... 43
DAFTAR SINGKATAN
dATP : Deoxyadenin triphosphates
dCTP : Deoxycystein triphosphates
dGTP : Deoxyguanin triphosphates
DNA : Deoxyribonucleic Acid
dNTPs : Deoxynucleotide triphosphates
dTTP : Deoxythymin triphosphates
FDA : Food and Drug Administration
ITS : Internal Transcribed Spacer
NPV : Negative PredictiveValue
OK : Onikomikosis Kandida
OSD : Onikomikosis Subungual Distal
OSP : Onikomikosis Subungual Proksimal
OSPT : Onikomikosis Superfisial Putih
PAS : Periodic Acid Schiff
PCR : Polymerase Chain Reaction
PCR-RFLP : Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length
Polymorphism
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
Lampiran 3. Status Penelitian
Lampiran 4. Output SPSS
Lampiran 5. Foto-foto Sampel
Lampiran 6. Foto-foto Proses PCR
UJI DIAGNOSTIK POLYMERASE CHAIN REACTION- RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM
DALAM MENEGAKKAN DIAGNOSIS ONIKOMIKOSIS Nova Zairina Lubis
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
, Kamaliah Muis, Lukmanul Hakim Nasution
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. Haji Adam Malik Medan- Indonesia
Latar Belakang: Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit
kuku yang disebabkan oleh dermatofita, nondermatofita atau mold dan yeast.
Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis onikomikosis sebelum memulai pengobatan. Beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis seperti pemeriksaan mikroskopis dengan KOH 20%, kultur jamur, pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS (Periodic acid schiff) dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) , untuk metode kultur membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 4 minggu untuk mengidentifikasi jamur penyebab onikomikosis. Teknologi molekuler seperti PCR merupakan tes yang sensitif dan spesifik untuk diagnosis berbagai mikroorganisme termasuk jamur patogen. Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim setelah amplifikasi sehingga memungkinkan hasil yang lebih spesifik.
Tujuan : Mengetahui nilai diagnostik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) dalam menegakkan diagnosis onikomikosis dengan menggunakan kultur jamur sebagai baku emas dan mengetahui spesies jamur yang paling banyak menyebabkan onikomikosis.
Metode : Penelitian ini merupakan suatu uji diagnostik untuk mendiagnosis onikomikosis dengan menggunakan kultur sebagai baku emas.
Subjek : Tiga puluh lima pasien yang diduga menderita onikomikosis dari anamnesis dan pemeriksaan dermatologi.
Hasil : Pemeriksaan PCR-RFLP dalam mendiagnosis onikomikosis memiliki nilai sensitivitas sebesar 85,71%, nilai spesifisitas sebesar 28,57%, nilai duga positif (PPV) sebesar 82,76% dan nilai duga negatif (NPV) sebesar 33,33%. nilai RKP 1,20 dan nilai RKN 0,5 dan akurasi sebesar 74,29%. Spesies jamur penyebab onikomikosis yang paling banyak adalah Candida albicans 42,8%
Kesimpulan : PCR-RFLP dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan alternatif yang lebih cepat dan akurat dalam menegakkan diagnosis onikomikosis.
DIAGNOSTIC TEST-POLYMERASE CHAIN REACTION RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM IN ESTABLISHING THE DIAGNOSIS OF ONYCHOMYCOSIS
Department of Dermatovenereology
Nova Zairina Lubis, Kamaliah Muis, Lukmanul Hakim Nasution
Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Haji Adam Malik Hospital Medan-Indonesia
Background: Onychomycosis is a fungal infection of one or more units of the nail caused by dermatophytes, or mold and nondermatophytes yeast. Investigations are needed to establish the diagnosis of onychomycosis before starting treatment. Several investigations methods for diagnosing onychomycosis such as microscopic examination with 20% KOH, fungal culture, histopathology examination with PAS staining (Periodic acid Schiff) and PCR (Polymerase Chain Reaction), for culture methods require a long time about 4 weeks to identify fungal that cause onychomycosis. A molecular technology such as PCR is a sensitive and specific test for the diagnosis of a variety of microorganisms including fungal pathogens. Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) is a method with the addition of the enzyme after PCR amplification allowing more specific results.
Objective: To determine the diagnostic value of Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) in the diagnosis of onychomycosis using fungal culture as the gold standard and to find out the majority fungal species that cause onychomycosis.
Methods: This study is a diagnostic test for the diagnosis of onychomycosis by using culture as the gold standard.
Subjects: Thirty-five patients suspected of having onychomycosis from history and dermatological examination.
Results: PCR-RFLP in the diagnosis of onychomycosis has a sensitivity of 85.71%, specificity of 28.57%, positive predictive value (PPV) of 82.76% and negative predictive value (NPV) of 33.33%. RKP value of 1.20 and 0.5 RKN value and accuracy of 74.29%. The majority fungal species that cause onychomycosis is Candida albicans 42,8%.
Conclusions: PCR-RFLP may be considered for a faster and more accurate alternative examination in the diagnosis of onychomycosis.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit kuku yang
disebabkan oleh dermatofita, nondermatofita atau mold dan yeast.1
Onikomikosis menyebabkan 50% dari semua infeksi pada kuku dan
menyebabkan 30% dari semua infeksi jamur superfisial.1-4 Onikomikosis bukan
hanya masalah kosmetik karena penyakit ini dapat menimbulkan masalah fisik,
psikososial dan pekerjaan.1-5
Angka prevalensi onikomikosis ditentukan menurut usia, faktor
predisposisi, kelas sosial, pekerjaan, iklim, lingkungan hidup dan frekuensi
bepergian.3,4 Onikomikosis pada pasien dengan gangguan imunitas bisa
menimbulkan masalah kesehatan yang lebih serius.2-4 Onikomikosis menyerang
kira-kira 10% populasi di seluruh dunia.4
Thomas dkk menyatakan pada penelitian di Indonesia menunjukkan
insidensi onikomikosis mengalami peningkatan dari 3,5% kasus pada tahun
1997-1998 menjadi 4,7% pada tahun 2003.4
Pada penelitian Rizal tahun 2009 menyatakan prevalensi pasien
onikomikosis pada tahun 2009 berkisar 0,9% dari total 3450 pasien yang berobat
ke poliklinik kulit dan kelamin rumah sakit H. Adam Malik Medan.6
Ada tiga kelompok jamur yang terkait dengan onikomikosis: dermatofita,
Nondermatofita /mold yaitu spesies Acremonium, spesies Alternaria,
spesies Aspergillus, Botryodiplodia theobromae,spesies Fusarium dan lain-lain.
4,7-10
Yeast yang paling sering dijumpai yaitu Candida albicans.1-8
Pada penelitian Nasution M menyatakan di Indonesia, penyebab onikomikosis
terbanyak yang dilaporkan adalah kandida terutama Candida albicans. Hal ini dari hasil penelitian pada tahun 1994 pada pusat-pusat pendidikan di Medan,
Jakarta, Surabaya dan Bandung. Berbeda dengan negara tetangga seperti Malaysia
dan Singapura, infeksi jamur pada negara tersebut disebabkan oleh golongan
jamur dermatofita terutama spesies Trychophyton rubrum.7
Pada penelitian Kardjeva dkk pada tahun 2004 menyatakan di Eropa
penyebab onikomikosis terbanyak yang dilaporkan adalah Trychophyton rubrum,
insidensinya dijumpai lebih dari 90%.13
Jamur nondermatofita atau mold yang sering menyebabkan onikomikosis
dengan prevalensi sekitar 3,5% yaitu Syctalidium, Geotrichum candidum,
Scopulariopsis, Fusarium dan Aspergillus Spp.1,8,13
Onikomikosis berdasarkan gambaran klinis memiliki 4 tipe yaitu
Onikomikosis Subungual Distal (OSD), Onikomikosis Subungual Proksimal
(OSP), Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT), dan Onikomikosis Kandida (OK).
Pada keadaan lanjut, keempat tipe tersebut akan menunjukkan gambaran distrofik
total.1,2,3,4,8-10
Onikomikosis mempunyai gambaran klinis yang mirip seperti psoriasis,
liken planus, dermatitis kontak, onikodistrofi traumatik, dan onikolisis idiopatik,
Pemeriksaan penunjang sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis
onikomikosis sebelum memulai pengobatan anti jamur. Saat ini dikenal beberapa
metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis onikomikosis antara lain
pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20%, pemeriksaan histopatologi dengan
pewarnaan PAS (Periodic Acid Schiff), pemeriksaan mikroskopik imunofloresensi
dengan pewarnaan calcoflour, pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
dan metode kultur.3,4,12-14
Secara umum, dua metode yang paling penting dalam menegakkan
diagnosis infeksi jamur adalah metode pemeriksaan KOH 20% dan kultur jamur,
khusus untuk metode kultur membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu hampir
sekitar 4 minggu untuk dapat mengidentifikasi jamur penyebab onikomikosis.3,15
Metode kultur sendiri menunjukkan sensitivitas yang bervariasi
dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu metode dan tempat pengambilan sampel
yang berbeda-beda, faktor pengaturan jenis medium kultur dan temperatur kultur,
dan adanya kemungkinan kontaminasi oleh bakteri atau mold yang menghambat
pertumbuhan jamur.3,14-17
Teknologi molekuler seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) yang merupakan tes sangat sensitif dan spesifik, dan dapat digunakan untuk diagnosis
berbagai mikroorganisme termasuk jamur patogen.3,15 PCR adalah suatu tehnik
sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro.18 Tehnik ini pertama kali
dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.18,19 Tehnik PCR dapat
digunakan untuk mengamplifikasi DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam
beberapa jam, ditemukannya tehnik ini telah merevolusi bidang sains dan
Penggunaan tehnik PCR untuk diagnosis molekuler menghasilkan
identifikasi yang dini dan akurat dari virus atau mikroorganisme patogen dari
suatu penyakit, sehingga dalam penellitian ini saya ingin untuk mengevaluasi
tehnik ini dalam menegakkan diagnosis onikomikosis dan membandingkan
hasilnya dengan hasil kultur sebagai baku emas.15
Beberapa penelitian telah dilakukan dengan menggunakan PCR untuk
mendiagnosis dermatofitosis. Gutzmer dkk pada tahun 2004, meneliti dan
didapatkan hasilnya adalah bahwa Light Cycler PCR merupakan alat diagnostik
yang cepat untuk mengidentifikasi jamur dibandingkan dengan pemeriksaan
mikroskopis langsung dan kultur.21
Pada penelitian Arca dkk pada tahun 2004 dikatakan bahwa dengan
jumlah spesimen yang cukup maka PCR merupakan suatu metode diagnostik yang
bernilai saat pemeriksaan jamur dengan metode konvensional tidak dapat
ditemukan.22
Pada penelitian oleh Garg dkk pada tahun 2009 dikatakan bahwa PCR
dapat dipertimbangkan sebagai baku emas untuk diagnosis dermatofitosis dan
dapat membantu klinisi untuk memberikan obat antijamur yang tepat. Pada
penelitiannya, membandingkan KOH secara mikroskopis dan kultur jamur dengan
nested PCR, didapati bahwa nested PCR lebih baik.20,23
Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism
(PCR-RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim setelah
Pada penelitian oleh Monod dkk pada tahun 2006 didapati penggunaan
PCR-RFLP sangat cepat dan dapat dipercaya untuk identifikasi nondermatofita
sebagai penyebab onikomikosis26
Pada penelitian oleh Elavarashi dkk. pada tahun 2013 didapati bahwa
penggunaan PCR-RFLP dengan primer Internal Transcribed Spacer (ITS), enzim
MvaI dan DdeI memiliki hasil yang baik.27
Beberapa standar telah diperkenalkan dan dipergunakan untuk
mendefinisikan kesembuhan pada kasus onikomikosis yaitu clinical cure,
micological cure dan complete cure, yang paling baik dijadikan sebagai standar
kesembuhan dari onikomikosis adalah complete cure, yang mutlak membutuhkan
suatu standar pemeriksaan klinis dan penunjang diagnosis di awal pengobatan dan
di akhir masa pengobatan.12
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan PCR-RFLP dalam
menegakkan diagnosis onikomikosis ?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan PCR-RFLP
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk menilai Positive Predictive Value (PPV), Negative Predictive Value (NPV), Rasio Kemungkinan Positif (RKP), Rasio Kemungkinan
Negatif (RKN) dan akurasi pemeriksaan PCR-RFLP dalam menegakkan
diagnosis onikomikosis.
2. Untuk mengetahui spesies jamur yang paling banyak menyebabkan
onikomikosis.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Untuk bidang akademik/ilmiah:
Dapat dipertimbangkan sebagai pemeriksaan alternatif dalam
menegakkan diagnosis onikomikosis.
2. Untuk pelayanan masyarakat:
Penegakkan diagnosis onikomikosis yang dini sehingga pengobatan
dapat diberikan lebih cepat.
3. Untuk pengembangan penelitian:
Menjadi landasan teori dan data bagi penelitian selanjutnya dalam hal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Onikomikosis 2.1.1. Definisi
Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit kuku yang
disebabkan oleh dermatofita, non dermatofita atau mold dan yeast.1
2.1.2. Epidemiologi
Onikomikosis adalah suatu keadaaan penyakit yang mempengaruhi
kira-kira 10% populasi di seluruh dunia dan menyumbang 20-40% dari semua
kelainan kuku dan sekitar 30% pada infeksi jamur kulit.1-4 Prevalensi
onikomikosis ditentukan oleh usia, pekerjaan, iklim dan frekuensi bepergian.1-7
Pada sebuah survei multisenter di Kanada dijumpai prevalensi onikomikosis
sekitar 6,5%.10 Onikomikosis dapat mengenai semua ras.1,10 Meningkatnya
populasi berusia tua, infeksi HIV atau terapi imunosupresi, hobi olahraga,
kolam renang komersial dan sepatu oklusif bertanggung jawab atas
meningkatnya kejadian tersebut. Pria lebih sering terserang mungkin
disebabkan kerusakan kuku yang lebih sering karena olahraga dan aktivitas
yang banyak pada waktu luang.3 Kuku kaki kira-kira tujuh kali lebih sering
terserang daripada kuku tangan karena laju pertumbuhan yang tiga kali lebih
lambat, faktor-faktor pencetus lainnya meliputi trauma kuku, penyakit vaskuler
periferal, merokok dan psoriasis.1-4,8,10
2.1.3. Anatomi Kuku
berwarna translucent, lempeng kuku merupakan struktur yang paling besar,
melekat kuat pada bantalan kuku dimana perlekatan ini kurang kuat kearah
proksimal, terpisah dari sudut postolateral. Seperempat bagian kuku ditutupi oleh
lunula putih.4,10 Lipatan kuku bagian proksimal dan memiliki dua permukaan
epitel yaitu : bagian dorsal dan ventral.10,32 Matriks kuku dapat dibagi atas bagian
dorsal yaitu bagian intermedia yang menutupi lempeng kuku bagian proksimal
sampai ujung distal dari lunula, dan bagian ventral.4,10,32
Gambar 2.1. Anatomi Kuku
Dikutip dari Kepustakaan No 10 sesuai aslinya
2.1.4. Fisiologi Kuku
Kuku tangan tumbuh lebih cepat dari kuku kaki, yakni sepanjang 2-3 mm perbulan, sedangkan kuku kaki 1 mm perbulan. Diperlukan waktu 100 sampai 180
hari (6 bulan) untuk mengganti satu kuku tangan dan sekitar 12-18 bulan untuk
satu kuku kaki. Kecepatan pertumbuhan kuku menurun pada penderita penyakit
2.1.5. Etiologi
Sangat beragam jenis jamur yang menyebabkan onikomikosis bervariasi
antara satu daerah geografik dengan daerah geografik lainnya dan disebabkan
kondisi iklim yang berbeda-beda.1-5,8,10,13
1. Dermatofita adalah agen penyebab yang paling sering dalam onikomikosis
(kira-kira 90% pada kuku kaki dan 50% pada kuku tangan). Invasi dermatofita
pada kuku disebut dengan istilah tinea unguium. Trichophyton rubrum
(T.rubrum) adalah agen penyebab paling umum yang diikuti oleh
Trichophyton mentagrophytes.1-5,7,13,33
2. Non-dermatofita/mold menyerang kuku kaki dan kadang-kadang kuku tangan.
Non-dermatofita menyebabkan 1,5-6% dari semua onikomikosis yang terbagi
dalam dua kategori utama: 1,2,3,4,5,7,10,33-35
a. kelompok pertama mencakup jamur yang hampir selalu diisolasi dari kuku
sebagai agen etiologik, seperti Scytalidium dimidiatum dan Scytalidium
hyalinum. 2,3,4,8,10
b. kelompok kedua dibentuk oleh jamur oportunistik yang juga bisa diisolasi
dari kontaminan, seperti Scopulariopsis brevicaulis, Aspergillus sydowii
dan Onychocola canadensis.3,4,8,10
Non-dermatofita tertentu seperti spesies Acremonium bisa menginvasi
permukaan kuku, sementara yang lainnya seperti spesies Scytalidum lebih sering terkait dengan onikomikosis subungual distal dan lateral.3
3. Candida dianggap sebagai kontaminan, sekarang semakin diakui sebagai
patogen pada infeksi kuku tangan.3 Candida albicans menyebabkan 70%
menyebabkan sisanya.2,3,5,7,10 Onikomikosis Candida semakin banyak
ditemukan pada individu dengan penurunan kekebalan sebagai akibat dari
penuaan, diabetes, penyakit vaskuler, dan penggunaan antibiotik spektrum
luas.3,8 Keterpaparan kronis terhadap kelembaban dan bahan kimia termasuk
detergen, trauma seperti yang ditemukan pada ibu rumah tangga, petani dan
nelayan, memberi kontribusi kepada terjadinya onikomikosis candida yang
disertai dengan paronikia.3,8
2.1.6. Gambaran Klinis
Gambaran klinis onikomikosis :
1. Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral.
Merupakan bentuk onikomikosis yang paling sering dijumpai. Infeksi dari
distal dapat meluas kelateral kuku sehingga memberi gambaran onikomikosis
distal dan lateral. Lempeng kuku bagian distal berwarna kuning atau putih.
Terjadi hiperkeratosis subungual, yang menyebabkan onikolisis (terlepasnya
lempeng kuku dari nail bed) dan terbentuknya ruang subungual berisi debris yang
menjadi “mycotic reservoir” bagi infeksi sekunder oleh bakteri.1-5
Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes, T. Tonsurans dan E.
Floccosum.1-5,8,10
Gambar 2.2 Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral
2. Onikomikosis Superfisial Putih
Gambaran klinis kedua yang paling banyak ditemukan sesudah
onikomikosis subungual distal lateral. Nama lainnya adalah leukonikia mikotika,
mencakup sekitar 10% dari seluruh kasus onikomikosis. Invasi jamur terjadi pada
permukaan superfisial lempeng kuku.1-3
Gambaran yang khas adalah “white island” berbatas tegas pada permukaan
kuku, tumbuh secara radial,berkonfluensi, dapat menutupi seluruh permukaan
kuku. Pertumbuhan jamur menjalar melalui lapisan tanduk menuju nail bed
(bantalan kuku) dan hiponikium. Lambat laun kuku menjadi kasar, lunak dan
rapuh. Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes. 1-5,8,10
Gambar 2.3 Onikomikosis Superfisial Putih
Dikutip dari kepustakaan no 3 sesuai aslinya
3. Onikomikosis Subungual Proksimal
Merupakan gambaran klinis yang sering ditemukan pada pasien
imunokompromais, penderita penyakit vaskular perifer, dan paling jarang
ditemukan pada populasi imunokompeten. Didahului dengan invasi jamur pada
lipat kuku proksimal kemudian menuju distal dan matriks, sehingga pada akhirnya
hiperkeratosis subungual, onikolisis proksimal, leukonikia, dan akhirnya dapat
mengakibatkan destruksi lempeng kuku proksimal. Penyebab tersering adalah
T. Rubrum. 1-5,8,9,10
Gambar 2.4 Onikomikosis Subungual Proksimal
Dikutip dari Kepustakaan No 3 sesuai aslinya
4. Onikomikosis Distrofik Total
Jamur menginfeksi lempeng kuku sehingga mengalami kerusakan berat.
Infeksi dimulai dengan lateral atau distal onikomikosis dan kemudian menginvasi
seluruh kuku secara progresif. Kuku tampak berkerut dan hancur. Keluhan
subjektif dirasakan sebagai nyeri ringan dan yang lebih berat dapat terjadi infeksi
sekunder. 1-4,10
Gambar 2.5 Onikomikosis Distrofik Total
5. Onikomikosis Candida
Umumnya menyerang kuku tangan dan hampir setengah onikomikosis
terkait kuku tangan adalah disebabkan spesies Candida. Lebih umum dilaporkan
pada wanita akibat sering mencuci tangan dengan air dan sabun saat mengerjakan
tugas-tugas rumah tangga juga bisa menjadi faktor pendukung.2-5
Gambar 2.6 Onikomikosis Candida
Dikutip dari Kepustakaan No 3 sesuai aslinya
2.1.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratorium.1-4,14,16,33,34 Keluhan pada pasien onikomikosis selalu bersifat
kosmetis karena dapat menimbulkan rasa malu.1,2
Pasien onikomikosis dapat diidentifikasi dari penampilan kukunya tetapi
karena gambaran infeksi lainnya pada kuku menyerupai gambaran onikomikosis
sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium sebelum pemberian terapi karena
terapi pada onikomikosis bersifat jangka panjang, mahal dan pertimbangan efek
2.1.8. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis onikomikosis, diperlukan pemeriksaan penunjang. Saat ini
dikenal beberapa metode pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis
onikomikosis antara lain pemeriksan mikroskopis dengan KOH 20%,
pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan PAS (Periodic Acid Schiff),
pemeriksaan mikroskopik imunofloresensi dengan pewarnaan calcoflour,
pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan metode kultur.28-30
Namun pemeriksaan yang biasanya tersedia dalam praktik klinis
sehari-hari adalah pemeriksaan KOH 20%, metode pewarnaan PAS dan kultur.14-17,28,29,30
Diagnosis laboratorium yang baik ditentukan oleh cara pengambilan bahan
pemeriksaan.16,17,28-30
1. Mikroskopi Langsung
Pemeriksaan mikroskopi langsung dengan kalium hidroksida (KOH) murah
dan mudah dilaksanakan, namun memiliki keterbatasan. Akurasi hasil
pemeriksaan KOH 20% sangat tergantung dari beberapa faktor yaitu tempat
pengambilan spesimen, faktor matriks kuku, gelembung udara maupun bintik
lemak yang dapat menyerupai bentuk materi jamur yang bisa menimbulkan
kesalahan interpretasi pada saat pemeriksaan.16,17Pemeriksaan ini hanya
berfungsi sebagai penyaring ada atau tidaknya infeksi, tetapi tidak dapat
menentukan spesies penyebabnya.3,16,17 Sebelum diperiksa di bawah
mikroskop, kuku dilunakkan dan dijernihkan dalam larutan KOH 20-30%.
Dimetil sulfoksida (DMSO) 40% juga dapat dipakai untuk melunakkan kuku.
Larutan KOH diteteskan pada objek glass, kemudian spesimen diletakkan di
bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin sekaligus
menghilangkan gelembung udara pada objek glass. Lalu diamati di bawah
mikroskop maka akan terlihat elemen-elemen jamur seperti hifa dan spora.
Gambaran jamur dapat diperjelas menggunakan tinta parker biru yaitu
Chlorazol black E. Tinta parker paling sering digunakan karena mudah didapatkan. Spesimen diperiksa untuk identifikasi elemen-elemen jamur,
yakni hifa atau artospora jamur. Terdapatnya sejumlah besar filamen dalam
lempeng kuku, terutama bila berupa artospora memiliki arti diagnostik untuk
dermatofita. Adanya pseudofilamen dan filamen disertai ragi di dalam nail bed memberi petunjuk onikomikosis oleh Candida spp. Terdapatnya filamen-filamen tipis dan tebal, dengan bermacam-macam ukuran, bentuk dan arah di
dalam nail bed yang sama memberi kesan infeksi campuran beberapa jamur
patogen.3,28,29
2. Kultur
Kultur merupakan pemeriksaan jamur, meskipun hasil pemeriksaan dengan
mikroskopis langsung negatif. Melalui kultur, spesies jamur patogen dapat
diidentifikasi. Kegagalan pertumbuhan jamur pada medium ditemukan bila
pasien telah mendapat terapi topikal atau sistemik. Kegagalan tumbuh ini juga
lebih banyak pada bahan kuku dibanding kulit karena kebanyakan bahan
diambil dari distal kuku dimana kebanyakan jamur sudah tua dan mati. Oleh
karena itu dianjurkan untuk mengikutsertakan bahan kulit atau potongan kuku
untuk pembiakan jamur pada media. Spesimen yang dikumpulkan di cawan
petri diambil dengan sengkelit yang telah disterilkan di atas api bunsen,
Media I : terdiri dari media yang mengandung antibiotik dan anti jamur
(Mycobitotic/mycocel), media II: yang tidak mengandung antibiotik dan anti
jamur PDA (Potato Dextrose Agar)/SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar).
Media diinokulasikan dalam keadaan steril, lalu diinkubasi pada suhu 24°-
28°C selama 4-6 minggu. Koloni dermatofita akan tampak setelah 2 minggu,
sedangkan non dermatofita terlihat dalam seminggu, hasil negatif jika tidak
tampak pertumbuhan setelah 3-6 minggu.3,16,17,28,29
3. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan mikroskopi
langsung dan kultur meragukan.28,29,36 Dengan pemeriksaan histopatologi
dapat ditentukan apakah jamur tersebut invasif pada lempeng kuku atau
daerah subungual disamping itu kedalaman penetrasi jamur dapat dilihat.28,29
Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh melalui lempeng kuku
yang banyak mengandung debris dan potongan kuku.28,29,36 Bahan
pemeriksaan histopatologi dapat langsung dimasukkan dalam parafin, atau
terlebih dahulu dalam larutan formalin 10% semalaman agar jamur terfiksasi
dengan baik, kemudian blok parafin dipotong tipis hingga ketebalan 4 -10 µ
dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan PAS, dan dapat
dilihat adanya hifa dan atau spora dengan menggunakan mikroskop.3,28,29,36
4. Pemeriksaan PCR
PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara invitro. Metode
ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.18,19
Beberapa tahun yang lalu metode molekular ini telah dilakukan untuk
rambut dan kuku.20 Metode ini berkembang dikarenakan metode konvensional
dikatakan lambat dan kurang spesifik.14,37-39 Penelitian sebelumnya telah
dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan PCR pada onikomikosis dan
didapatkan spesifikasi yang cepat dan langsung.24-26 PCR dapat digunakan
untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam
beberapa jam. PCR merupakan suatu tehnik yang melibatkan beberapa tahap
yang berulang (siklus) dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target
DNA double stranded.18 Komponen-komponen yang diperlukan pada proses
PCR adalah cetakan DNA; sepasang primer yaitu suatu oligonukleotida
pendek (potongan pendek) yang mempunyai urutan nukleotida yang sesuai
dengan urutan nukleotida DNA cetakan; deoxynucleotide triphosphates
(dNTPs); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan enzim DNA
polymerase.18,19 Di dalam mesin PCR terjadi sintesis dan amplifikasi yang terdiri dari 3 tahap yaitu (1) denaturasi DNA cetakan; (2) penempelan primer
pada cetakan (annealing) dan (3) pemanjangan primer (extention). Tahap ini merupakan tahap berulang (siklus), dimana pada setiap siklus terjadi duplikasi
jumlah DNA.15,16 Pada tahap denaturasi, reaksi PCR terjadi pada suhu tinggi
(+ 94 0C) selama 30-60 detik sehingga DNA double stranded terdenaturasi
atau terpisah menjadi dua single stranded kemudian didinginkan hingga
mencapai suhu tertentu untuk memberikan waktu pada primer menempel
(anneal primers) pada daerah tertentu dari target DNA.18,19
Tahap awal sintesis sekuen spesifik DNA secara in vitro dimulai pada tahap
detik. Sintesis DNA ini berlangsung dari arah 5’ ke 3’.16Agar sintesis DNA
dapat berlangsung dengan baik maka reaksi tersebut memerlukan adanya
enzim DNA polymerase, misalnya thermus aquaticus(tag)polymerase dan
MgCl2, sementara kebutuhan energi dan nukleotida terpenuhi dari dNTPs
(terdiri dari: deoxythymin triphosphates (dTTP), deoxyguanin triphosphates
(dGTP), deoxyadenin triphosphates (dATP) dan deoxycystein triphosphates
(dCTP)).15,16Aksi sintesis DNA pada tahap ini tergantung pada suhu annealing
dari primer yang digunakan. Suhu annealing primer tersebut ditentukan
diantaranya dari ukuran panjang primer dan kandungan basa (G+C) dari
primer yang digunakan.18
Pada tahap extention, umumnya terjadi pada suhu 72 0C selama 60-120 detik,
proses sintesis yang telah dimulai dari tempat penempelan primer, terus
berlanjut sampai bertemu dengan sintesis DNA yang dilakukan oleh primer
lainnya dengan arah yang berlawanan pada komplemen stranded DNA
template, sehingga terbentuklah DNA double stranded yang baru.18,19
Sintesis DNA tersebut akan terus berlanjut melalui tiga tahapan tersebut di
atas secara berulang. Pada akhirnya maka akan diperoleh produk PCR, berupa
sekuen DNA yang diinginkan dalam jumlah yang berlipat ganda. Selanjutnya
produk PCR yang diperoleh dapat disimpan pada suhu 4 0C, sampai saatnya
Gambar 2.7 Bagan Proses Tehnik PCR
Untuk melihat hasil amplifikasi DNA tersebut, maka produk PCR yang
diperoleh, dimigrasikan pada gel agarose (elektroforesis).14,18
Gambar 2.8 Elektroforesis Gel Agarose untuk Amplifikasi Hasil PCR dalam Menemukan Elemen Jamur pada Onikomikosis
Dikutip dari Kepustakaan No 14 sesuai aslinya
Umumnya hasil amplifikasi DNA dengan PCR ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu kualitas dan kuantitas DNA, temperatur annealing primer,
kualitas dan konsentrasi primer, konsentrasi MgCl2, dNTP, enzim DNA
polymerase, dan jumlah siklus PCR yang dilakukan.18
Terdapat beberapa metode yang sering dibutuhkan sebagai tindakan
tambahan pada PCR salah satunya adalah restriction endonuclease digestion.9
Metode restriction endonuclease digestion atau restriction fragment length polymorphism (RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim setelah amplifikasi sehingga memungkinkan hasil yang lebih spesifik. Pada salah
satu penelitian, yang menggunakan metode PCR-RFLP untuk identifikasi spesies
dermatofita, didapati hasil yang cukup baik dan konsisten untuk beberapa
Gambar 2.9 Bentuk Elektroforesis ITS-RFLP untuk Identifikasi Jamur Dermatofita
Dikutip sesuai Kepustakaan No 42 sesuai aslinya
Pada penelitian Gwozdz dkk (2011) dikatakan PCR-RFLP merupakan
metode yang cepat dan tepat dalam identifikasi jamur dermatofita yaitu
Trichphyton rubrum, hampir 90% jamur penyebab onikomikosis adalah jamur
dermatofita.40
Pemeriksaan dengan metode KOH 20% dan kultur jamur yang digunakan
atau negatif palsu dan untuk pemeriksaan kultur jamur membutuhkan waktu yang
lama untuk mengetahui agen jamur penyebab infeksi sehingga direkomendasikan
pemeriksaan dengan tehnik PCR yang memungkinkan untuk identifikasi dini dan
akurat agen jamur penyebab onikomikomikosis.14-17
Gambar 2.10 Strategi Pemeriksaan Agen Jamur Penyebab Infeksi
2.2. Kerangka Teori
Gambar 2.11 Diagram Kerangka Teori
Gambaran klinis :
1. Onikomikosis subungual distal dan lateral
2. Onikomikosis superfisial putih
3. Onikomikosis subungual proksimal
4. Onikomikosis distrofik total
5. Onikomikosis Candida
2.3. Kerangka Konsep
Gambar 2.12 Diagram Kerangka Konsep
Sensitivitas Spesifisitas
Positive Predictive Value Negative Predictive Value
Rasio Kemungkinan Positif Rasio Kemungkinan Negatif
Akurasi PCR-RFLP
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu uji diagnostik untuk mendiagnosis
onikomikosis.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan April 2014 sampai jumlah sampel
terpenuhi.
3.2.2. Tempat Penelitian
1. Penelitian dilakukan di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Divisi Mikologi. RSUP. H. Adam Malik Medan.
2. Pengambilan sampel materi kuku dilakukan di Poliklinik Divisi
Mikologi Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik
Medan untuk selanjutnya diperiksa ke laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk pemeriksaan
kultur jamur. PCR-RFLP dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi
1. Populasi target
2. Populasi terjangkau
Penderita diduga onikomikosis yang datang ke Poliklinik Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Divisi Mikologi RSUP. H. Adam
Malik Medan sejak bulan April 2014.
3.3.2. Sampel
Penderita diduga onikomikosis yang datang ke Poliklinik Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Divisi Mikologi RSUP. H. Adam Malik Medan sejak bulan
April 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4. Besar Sampel
Untuk menghitung besar sampel penelitian, maka digunakan rumus
sebagai berikut:
Rumus :
n = Zα2 sen (1 – sen)
d2P
41
Keterangan :
n = besar sampel
Zα = tingkat kesalahan ditetapkan sebesar 5% sehingga Zα = 1,96
sen = sensitivitas yang diinginkan dari alat yang diuji nilai diagnostiknya: 99%
d = presisi penelitian ditetapkan sebesar 15%
Maka :
Jadi jumlah sampel kuku minimal dalam penelitian ini sebanyak 25 pasien.
3.5. Cara Pengambilan Sampel Penelitian
Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
consecutive sampling.
3.6. Identifikasi Variabel 3.6.1. Variabel Bebas
Hasil pemeriksaan PCR-RFLP.
3.6.2. Variabel Terikat
Sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, negative predictive value, rasio kemungkinan positif,rasio kemungkinan negatif dan akurasi.
3.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.7.1. Kriteria Inklusi
1. Pasien yang diduga menderita onikomikosis.
2. Bersedia ikut serta dalam penelitian dan menandatangani inform
3.7.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien yang diduga onikomikosis dengan liken planus kuku.
2. Pasien yang diduga onikomikosis dengan psoriasis kuku.
3. Pasien yang diduga onikomikosis tipe subungual proksimal
4. Sedang mendapatkan pengobatan onikomikosis berupa anti jamur
topikal dalam 1 minggu terakhir dan anti jamur oral dalam 1 bulan
terakhir.
3.8. Alat, Bahan dan Cara Kerja 3.8.1. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan adalah skalpel, wadah spesimen (amplop),ice bag, tabung PCR (Biologix), microsentrifuge tube (Sorenson), white tip
(Biologix), yellow tip (Biologix), blue tip (Sorenson), micropipet
(Rainin), kulkas, sentrifuge (Biofuge, Jerman), inkubator (Mammert),
thermocycler (applied biosystem tipe Veriti 96 well thermal cycler,
Singapura), aparatus elektroforesis dengan power supply (Scie-plas, UK) dan vortex (Biosan).
2. Bahan yang digunakan adalah potongan kuku, media Sabaroud’s
dextrose agar, buffer Tris-EDTA (Sigma), EDTA (Sigma), ekstraksi
DNAkit (Promega),enzim litikase (Sigma), PCR kit (Promega),
primerInternal Transcribed Spacer 1 (ITS1) dan Internal Transcribed Spacer 4 (ITS 4) (1st Base), gel agarose 2% (Promega), isopropanol
(Merck), etanol 70% (Merck), ethidium bromide (Promega), penanda
3.8.2. Cara Kerja
1. Pencatatan data dasar
Pencatatan data dasar dilakukan oleh peneliti di Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUP H. Adam Malik Medan meliputi identitas penderita
seperti nama, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, alamat dan nomor telepon.
2. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan dermatologis.
3. Pengambilan sampel kuku yang dilakukan oleh peneliti, sampel kuku diambil
dari bagian kuku yang terinfeksi dengan menggunakan gunting kuku atau
skalpel no. 15, yang terlebih dahulu telah dibersihkan dengan alkohol 70%.
Potongan kuku yang diambil dibagi dalam 2 bagian, untuk dilakukan
pemeriksaan kultur jamur ke laboratorium mikrobiologi yang dimasukkan ke
dalam amplop 1, untuk pemeriksaan PCR RFLP dimasukkan dalam amplop 2
ke laboratorium terpadu.
4. Untuk pemeriksaan kultur jamur, potongan kuku dimasukkan dalam 2 media,
media yang dapat menapis jamur dermatofita (mycobiotic/mycocel), dan
media yang dapat menumbuhkan jamur non dermatofita (PDA/SDA). Bahan
potongan kuku akan diinokulasikan pada media dalam keadaan steril. Media
dieramkan pada temperatur suhu kamar yaitu sekitar 25°C-32°C selama 4-6
minggu. Pengamatan pada minggu I dilakukan tiap hari, minggu II
pengamatan dilakukan kelang 1 hari, minggu III pengamatan 2 kali dalam
seminggu. Bila koloni yang tumbuh di media yang mengandung antibiotik
media dipindahkan ke media yang tanpa antibiotik.
5. Spesimen untuk PCR-RFLP dibawa ke Laboratorium terpadu, Fakultas
a. Spesimen kuku yang diambil kira-kira 1 x 1 cm sampai 1,5 x 1,5 cm,
kemudian dimasukkan ke dalam tabung mikro 1,5 ml ditambah 400 µl
lisis buffer.
b. Ditambahkan 7,5 µl enzim litikase lalu di vortex.
c. Inkubasi sampel pada 30oC selama 30 menit. Kemudian dinginkan pada
temperatur ruangan.
d. Ditambahkan dengan 1,5 µl RNAse lalu diinkubasi pada suhu 37oC
selama 20 menit
e. Tambahkan 100 µl SDS dan 15 µl proteinase K lalu diinkubasi pada suhu
60oC selama 55 menit.
f. Ditambahkan 1ml fenol-kloroform (1:1).
g. Disentrifuse pada 13.000 rpm selama 5 menit, lalu supernatan
dipindahkan ke tabung mikro 1,5 ml.
h. Ditambahkan 1 ml isoporopanolol dingin lalu tabung dibolak-balik
i. Disentrifuse pada 13.000 rpm selama 5 menit, lalu supernatan
dipindahkan ke tabung mikro 1,5 ml.
j. Buang supernatan. Pellet cell kemudian dicuci dengan memasukkan 300 µl etanol 70%, kemudian sentrifus kembali pada 13.000 rpm selama
5 menit.
k. Buang supernatan, lalu keringkan pellet cell+ 15 menit, dengan
membalikkan tabung di atas kertas absorban secara hati-hati selama 1
jam lalu ditambahkan 100 µl TE buffer.
l. Kemudian simpan pada suhu 4 oC selama satu malam dan dapat disimpan
m. Hasil dari ekstraksi DNAdiambil 2 µl dan volume reaksi diambil 23 µl
(green master mix12,5 µl, primer reverse1 µl, primer forward1 µl, nuclease free water8,5 µl, DNA templet 2 µl) dimasukkan ke dalam
tabung PCR. Lalu dimasukkan kedalam mesin termocycler. Preheat pada suhu 94oC, selama 10 menit; denaturasi pada suhu 93oC, selama 1 menit;
annealing pada suhu 58oC, selama 1 menit; extention pada suhu 72 oC,
selama 1 menit rangkaian proses ini dilakukan sebanyak 35 siklus dan
finalextention pada suhu 72 oC, selama 7 menit.
n. Hasil amplifikasi PCR diambil 10 µl,kemudian di running di dalam gel
agarose 2% yang diwarnai dengan ethidium bromide bersamaan dengan
penanda DNA, selama 1jam dengan voltase 70 volt.Lalu dibaca dengan
ukuran 500 bp, 600 bp, 780 bp, 720 bp atau 680 bp menggunakan lampu
UV yang dihubungkan dengan komputer.
o. Hasil amplifikasi PCR diambil 5 µl dan volume reaksi restriksi diambil
10 µl (enzim MvaI 2 µl atau Hae III, buffer 1 µl, nuclease free water
3,8 µl, PCR product 5 µl) dimasukkan pada tabung PCR kemudian
diinkubasi pada suhu 37oC, selama 3 jam.
p. Hasil restriksi diambil 10 µl dan di running di dalam gel agarose 2%
bersamaan dengan penanda DNA, yang diwarnai dengan ethidium
bromide, selama 1 jam 10 menit, voltase 70 volt, kemudian dibaca
dengan masing-masing ukuran dari penggunaaan enzim MvaI dan Hae
3.9. Defenisi Operasional
1. Pasien diduga onikomikosis pada penelitian ini adalah pasien yang
disangkakan mengalami onikomikosis melalui pemeriksaan klinis dengan
gambaran berupa onikomikosis subungual distal dan lateral, onikomikosis
distrofik total dan onikomikosis candida. Pasien yang diduga onikomikosis subungual proksimal tidak digunakan karena pengambilan jaringan dilakukan
dengan biopsi plong.
2. Pemeriksaan kultur adalah suatu metode diagnostik terhadap infeksi
onikomikosis dengan cara mengkultur materi/kerokan kuku yang mengalami
infeksi dengan memakai media kultur mycobiotic/mycocel dan Sabaround
DextroseAgar (SDA)/ Potato Dextrose Agar (PDA) sehingga dengan metode
ini dapat diidentifikasi jenis spesies jamur.
3. Interpretasi hasil pemeriksaan kultur jamur dikatakan positif jika ditemukan
pertumbuhan jamur lalu dilihat dan dinilai koloni jamur tersebut secara
makroskopis dan mikroskopis jika tidak ditemukan koloni jamur dikatakan
tidak ada pertumbuhan jamur (TAPJ).
4. Psoriasis kuku adalah penyakit psoriasis yang melibatkan kuku berupa pitting
kuku dan diskolorisasi coklat kuning pada bantalan kuku.
5. Liken planus kuku adalah penyakit liken planus yang melibatkan kedua kuku
tangan dan kaki dengan gambaran onikolisis, diskolorisasi kuning dan adanya
hiperkeratosis subungual disertai dengan kelainan pada kulit dan mukosa yang
mempunyai gambaran khas yaitu lesi Wickhamstriae.
6. PCR-RFLP merupakan suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in
7. Primer ITS1 dan ITS4 merupakan primer yang digunakan pada penelitian ini,
dengan urutan pada primer ITS1 (5’-TCC GTA GGT GAA CCT GCG G-3’)
dan primer ITS4 (5’-TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC-3’) yang akan
dibaca pada gel agarose 2% dengan ukuran 500 bp, 600 bp, 680 bp, 780 bp
dan 720 bp.
8. Interpretasi hasil pemeriksaan PCR dikatakan positif jika dijumpai potongan
DNA dan dikatakan negatif jika tidak dijumpai potongan DNA.
9. Enzim MvaI merupakan enzim ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini,
yang membaca T. Mentagrophytes dengan ukuran 400 bp, 360 bp, 250 bp, 160
bp dan 120 bp; T. Rubrum dengan ukuran 370 bp dan 160 bp; Trichophyton
Tonsurans(T. Tonsurans) dengan ukuran 360 bp dan 250 bp; T. Verrucosum
dengan ukuran 450 bp, 350 bp dan 200 bp; dan E. Floccosum dengan ukuran
360 bp, 230 bp dan 170 bp pada gel agarose 2%.
10.Enzim Hae III merupakan enzim ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini,
yang membaca jamur nondermatofita/ mold (Syctalidium spp, Aspergillus,
Scopuloriopsis dan Fusarium) dengan ukuran 300-600 bp dan yeast seperti
Candida Albicans dengan ukuran 90-430 bp.
11.Interpretasi hasil pemeriksaan PCR-RFLP dikatakan tidak terdeteksi jika
tidak dijumpai potongan DNA yang sesuai dengan basepair jamur patogen
penyebab onikomikosis.
12.Anti jamur topikal merupakan obat-obat anti jamur yang dioleskan pada
daerah kuku yang hanya mempengaruhi daerah yang dioleskan tersebut;
13.Anti jamur oral merupakan obat-obat anti jamur yang diberikan secara oral
yang memberikan efek sistemik; obat-obat anti jamur oral tersebut seperti
golongan azol (itrakonazol dan flukonazol) dan non azol (griseofulvin dan
terbinafin).
14.Sensitivitas adalah kemampuan alat diagnostik untuk mendeteksi suatu
penyakit yang diperoleh dari perhitungan proporsi subjek yang sakit dengan
hasil uji diagnotik positif (positif benar) dibanding seluruh subjek yang sakit
(positif benar + negatif semu).
15.Spesifisitas adalah kemampuan alat diagnostik untuk menentukan bahwa
subjek tidak sakit, yang diperoleh dari perhitungan proporsi subjek sehat yang
memberikan hasil uji diagnostik negatif (negatif benar) dibandingkan dengan
seluruh subjek yang tidak sakit (negatif benar + positif semu).
16. Positive Predictive Value (PPV) adalah probabilitas seseorang benar-benar
menderita penyakit bila hasil uji diagnostiknya positif yang diperoleh dari
perbandingan antara subjek dengan hasil uji positif benar dengan positif benar
ditambah positif semu.
17. Negative Predictive Value (NPV) adalah probabilitas seseorang tidak
menderita penyakit bila hasil ujinya negatif yang diperoleh dari perbandingan
antara subjek dengan hasil uji negatif benar dengan negatif semu ditambah
negatif benar.
18.Rasio Kemungkinan Positif (RKP) adalah perbandingan antara hasil positif
pada kelompok yang memang positif dibandingkan dengan hasil positif pada
kelompok yang negatif. Secara matematis rasio kemungkinan positif sama
19.Rasio Kemungkinan Negatif (RKN) adalah perbandingan antara hasil negatif
pada kelompok yang positif dibandingkan dengan hasil negatif pada kelompok
yang negatif. Secara matematis rasio kemungkinan positif sama dengan nilai
sensitivitas dibagi 1-spesifisitas. Secara matematis rasio kemungkinan negatif
sama dengan 1- sensitivitas dibagi spesifisitas.
3.10. Kerangka Operasional
Gambar 3.1. Diagram Kerangka Operasional
PCR-RFLP Kultur jamur
Sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV,RKP,RKN
& akurasi Pasien yang diduga
onikomikosis Anamnesis
Pemeriksaan dermatologi
Sampel Memenuhi
kriteria inklusi & eksklusi
3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terhimpun ditabulasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Analisis statistik diolah dengan memakai sistem komputer, untuk menilai
kemampuan diagnostik PCR-RFLP data ditabulasi dalam tabel 2x2 lalu dinilai uji
sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, negative predictive value, rasio
kemungkinan positif, rasio kemungkinan negatif dan akurasi dengan
menggunakan baku emas kultur jamur.
3.12. Ethical Clearance
Penelitian ini dilakukan setelah memperoleh ethical clearance dari Komite
Etik Penelitian bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan pada pasien dengan
dugaan onikomikosis yang berjumlah 35 orang. Semua subjek penelitian telah
menjalani anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dermatologi, pemeriksaan
kultur jamur dan pemeriksaan PCR-RFLP. Karakteristik kasus berdasarkan jenis
kelamin, umur, pekerjaan gambaran klinis dan lokasi kuku yang terinfeksi jamur
dapat di lihat pada tabel di bawah ini.
4.1.Karakteristik Subjek Penelitian
4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Perempuan 25 71.4
Pria 10 28.6
Total 35 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek
penelitian adalah dengan jenis kelamin perempuan (71,4%).
Pada penelitian Gelotar dkk pada tahun 2011 di Gujarat dari 45 kasus
onikomikosis dijumpai terjadi lebih banyak pada wanita yaitu 80% akibat
pekerjaan yang sering kontak dengan air dan pada pria yaitu 20%.8
Pada penelitian Adrian pada tahun 2000 di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr Pirngadi Medan penderita onikomikosis paling banyak dijumpai pada wanita
4.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
No. Usia Frekuensi Persentase (%)
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian yang
terbanyak berdasarkan umur penderita onikomikosis mayoritas berusia 16-25
tahun yaitu 8 orang (22,9%), berusia 56-65 tahun (22,9%) dan minoritas berusia
antara 66-75 tahun yaitu 2 orang (5,7%).
Pada penelitian ini onikomikosis juga banyak ditemukan pada usia dewasa
muda diduga berhubungan dengan penggunaan sepatu yang tertutup dan banyak
aktivitas pada waktu luang.3
Pada penelitian Adrian pada tahun 2000 di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr Pirngadi Medan penderita onikomikosis paling banyak dijumpai pada usia
21-30 tahun yaitu 23,3%.46
Pada penelitian Gupta dkk pada tahun 2005-2006 di India usia terbanyak
yang dijumpai menderita onikomikosis adalah pada usia 40-60 tahun.16
Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi penyakit onikomikosis dapat
meningkat karena pertambahan usia, hal ini diduga akibat sirkulasi pembuluh
darah perifer yang terganggu, penyakit penyerta seperti diabetes melitus, trauma
4.1.3. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4.3 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
Buruh kebun 8 22.9
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek penelitian yang terbanyak
adalah dengan pekerjaan ibu rumah tangga (25,7%) diikuti dengan mahasiswa
dan buruh kebun masing-masing (22,9%) dan yang terendah adalah pensiunan
PNS (2,9%).
Pada beberapa penelitian menunjukkan kejadian onikomikosis meningkat
berhubungan dengan pekerjaan yang sering kontak dengan air seperti pembantu
rumah tangga dan ibu rumah tangga.3,5
Pada penelitian Adrian pada tahun 2000 di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr Pirngadi Medan penderita onikomikosis paling banyak dijumpai pada ibu
rumah tangga (30%), perawat (26,7%) dan pencuci mobil (10%).46
Pada penelitian Ahmed dkk tahun 2010 di Karachi dijumpai dari 16
pasien perempuan yang menderita onikomikosis 14 adalah pembantu rumah
tangga yang pekerjaannya sering kontak dengan air, membersihkan rumah dan
4.1.4. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Gambaran Klinis Tabel 4.4 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Frekuensi Persentase (%)
Onikomikosis Candida 14 40,0
Onikomikosis Distrofik Total 10 28,5
Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral 11 31,4
Total 35 100,0
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa gambaran klinis onikomikosis yang
paling banyak dijumpai pada subjek penelitian adalah onikomikosis candida 14 (40%), onikomikosis subungual distal dan lateral 10 (28,5%) dan onikomikosis
distrofik total 11 (31,4%).
Onikomikosis candida semakin banyak ditemukan pada individu dengan
penurunan kekebalan sebagai akibat dari penuaan, diabetes, penyakit vaskuler,
dan penggunaan antibiotik spektrum luas.3,8 Keterpaparan kronis terhadap
kelembaban dan bahan kimia termasuk detergen, trauma seperti yang ditemukan
pada ibu rumah tangga, petani dan nelayan, memberi kontribusi kepada
onikomikosis candida yang disertai dengan paronikia.3,8
Pada penelitian Gupta dkk pada tahun 2007 di India dijumpai dari 130
pasien onikomikosis gambaran klinis yang paling banyak dijumpai adalah
onikomikosis subungual distal dan lateral yaitu 95(73,1%), onikomikosis candida
19(14,6%), onikomikosis distrofik total 9 (7,7%) dan onikomikosis superfisial
4.1.5. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Lokasi Kuku
Tabel 4.5 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Lokasi Kuku
Lokasi Frekuensi Persentase (%)
Kuku kaki 21 60
Kuku tangan 14 40
Total 35 100,0
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada subjek penelitian lokasi kuku
yang terkena lebih banyak dijumpai pada kuku kaki 21 (60%) sedangkan pada
kuku tangan 14 (40%).
Pada penelitian Rizal pada tahun 2010 di RSUP Haji Adam Malik Medan
pada 32 kasus onikomikosis dijumpai lokasi kuku yang terkena paling banyak
pada kuku jari kaki yaitu 21 (63,6%) dan kuku jari tangan 12 (36,4%).6
Kuku kaki lebih sering terserang daripada kuku tangan karena laju
pertumbuhan yang tiga kali lebih lambat, faktor-faktor pencetus lainnya meliputi
trauma kuku, penyakit vaskuler periferal, merokok dan psoriasis.1-4,8,1
4.2. Distribusi Spesies Jamur pada Kultur dan PCR-RFLP
Distribusi proporsi jenis jamur pada kultur yang ditemukan pada penderita
onikomikosis di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan pada Tahun 2014 dapat