• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KOMPERATIF ANTARA POLYMERASE CHAIN REACTION-RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM DENGAN KULTUR JAMUR DALAM

PEMERIKSAAN SPESIES JAMUR PADA PENDERITA TINEA KRURIS

Cut Putri Hazlianda, Kamaliah Muis, Isma Aprita Lubis

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara

RSUP Haji Adam Malik Medan-Indonesia

Latar belakang:Tinea kruris merupakan dermatofitosis paling sering kedua di seluruh dunia dan terbanyak di Indonesia. Pemeriksaan laboratorium konvensional untuk infeksi dermatofita adalah pemeriksaan mikroskop langsung dengan kalium hidroksida (KOH) 10% dan kultur jamur, namun pemeriksaan ini lambat dan kurang spesifik, sehingga diperlukan metode diagnostik yang lebih cepat dan tepat. Telah ditemukan teknologi molekuler seperti polymerase chain reaction (PCR) yang merupakan tes sangat sensitif dan spesifik, dan dapat digunakan untuk diagnosis berbagai mikroorganisme termasuk jamur patogen.Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim setelah amplifikasi sehingga memungkinkan hasil yang lebih spesifik.

Tujuan:Untuk mengetahui apakah pemeriksaan dengan PCR-RFLP mendapatkan hasil spesies jamur yang sama dengan kultur jamur sebagai baku emas dalam menegakkan diagnosis tinea kruris.

Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif dengan pendekatan potong lintang.

Subyek:Tiga puluh satu pasien yang diduga menderita tinea kruris berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan dermatologi.

Hasil:Hasil pemeriksaan spesies jamur yang terbanyak dari kultur jamur maupun PCR-RFLP adalah T. rubrum. Pemeriksaan dengan PCR-RFLP didapatkan T. rubrum merupakan spesies jamur terbanyak.Presentase persamaan spesies hasil pemeriksaan antara PCR-RFLP dengan kultur jamur adalah 50 % dari 12 subyek yang positif dijumpai jamur baik dari kultur jamur dan PCR-RFLP. Presentase hasil pemeriksaan dengan kultur jamur dijumpai spesies jamur sedangkan PCR-RFLP tidak dijumpai spesies jamur adalah 50% dari 12 subyek yang positif dijumpai jamur baik dari kultur jamur dan PCR-RFLP.

Kesimpulan: spesies hasil pemeriksaan PCR-RFLP sama dengan kultur jamur.

(2)

A COMPARATIVE STUDY OF POLYMERASE CHAIN REACTION-RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISMAND FUNGAL CULTURE FOR THE

EVALUATION OF FUNGAL SPECIES IN PATIENTS WITH TINEA CRURIS Cut Putri Hazlianda, Kamaliah Muis,Isma Aprita Lubis

Departementof Dermatovenereology Faculty of Medicine, Universityof Sumatera Utara

Haji Adam Malik Hospital Medan-Indonesia

Background:Tinea cruris is the second most common dermatophytosis in the world and the most common in Indonesia. The conventional laboratory tests for dermatophye infection are direct microscopic examination with 10% potassium hydroxide (KOH) and fungal culture, but these tests are slow and less specific. Therefore, there is a need of a more rapid and exact diagnostic methods. Molecular technologies have been found such as polymerase chain reaction (PCR) which is a very sensitive and specific test and may be used to diagnose various microorganisms including pathogenic fungi. Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) is a PCR method with the addition of enzyme after amplification, therefore enabling for more specific results.

Objective: This study aimed to find whether the PCR-RFLP test could yield the same fungal species result as fungal culture, the gold standard for the diagnosis of tinea cruris.

Methods: This study is a descriptive one with cross-section design.

Subjects:Thirty-one patients suspected of having tinea cruris from history and dermatological examination.

Results:The test results of both fungal culture and PCR-RFLP yielded T. rubrum as the most common species. The PCR-RFLP test yielded T. rubrum as the most common fungal species. The equation percentage of the test result species between PCR-RFLP and fungal culture was 50% of 12 subjects whose the test results were both positive from the fungal culture and PCR-RFLP. The percentage of the test result with fungal culture the fungal species was found, but in the PCR-RFLP test which the fungal species was not found, the percentage was 50% of 12 subjects which the test results were both positive as fungi from the culture and PCR-RFLP test.

Conclusions: Thespeciesfrom PCR-RFLP examination was the same with the fungal culture.

Referensi

Dokumen terkait

- Sering terbangun pada malam hari untuk miksi - Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda - Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih - Pancaran

Dari pendidikan tersebut Responden kurang pengetahuan tentang perawatan kaki, jika perawatan kaki tidak dilakukan dengan rutin bisa menyebabkan masalah sensitivitas

Setelah gambar dan data sistem dimasukkan maka simulasi dengan power word akan memberi tampilan besaran parameter yang dibutuhkan untuk perhitungan aliran daya,

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik

[r]

Dalam Penulisan ini penulis ingin mencoba membuat suatu Penjualan Suku Cadang Mobil dengan menggunakan bantuan komputer untuk dapat bekerja dengan mudah dan cepat dalam mengelola

[r]

Pemrosesan data yang masih menggunakan system secara manual sering menimbulkan masalah-masalah yang berkaitan dengan ketidak teraturan system seperti lambatnya pencarian