• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Dinas Perhubungan Terhadap Pelaksanaan Uji Laik Jalan Angkutan Umum Dan Angkutan Barang Ditinjau Dari Uu No. 22 Tahun 2009(Studi Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Dinas Perhubungan Terhadap Pelaksanaan Uji Laik Jalan Angkutan Umum Dan Angkutan Barang Ditinjau Dari Uu No. 22 Tahun 2009(Studi Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat)"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN DINAS PERHUBUNGAN TERHADAP

PELAKSANAAN UJI LAIK JALAN ANGKUTAN

UMUM DAN ANGKUTAN BARANG DITINJAU

DARI UU NO. 22 TAHUN 2009

(Studi Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

MUHAMMAD IMAM NIM : 100200172

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERANAN DINAS PERHUBUNGAN TERHADAP

PELAKSANAAN UJI LAIK JALAN ANGKUTAN

UMUM DAN ANGKUTAN BARANG DITINJAU

DARI UU NO. 22 TAHUN 2009

(Studi Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH

MUHAMMAD IMAM NIM : 100200172

DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Dr. H. HASIM PURBA, S.H., M.Hum NIP.196603031985081001

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

Sinta Uli, S.H., M.Hum Aflah, S.H., M.Hum

NIP. 195506261986012001 NIP. 197005192002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini penulis menulis skripsi dengan judul “Peranan Dinas Perhubungan Terhadap Pelaksanaan Uji Laik Jalan Angkutan Umum dan Angkutan Barang Ditinjau Dari UU No. 22 Tahun 2009 (Studi Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat)”. Dalam skripsi ini membahas mengenai peranan Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat terhadap pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang demi mewujudkan keamanan, ketertiban, serta kelancaran berlalu lintas ditinjau dari UU No. 22 Tahun 2009.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, banyak kekurangan baik dari segi isi maupun penyusunan kalimatnya dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dalam rangka penyempurnaan isi dan materi dari skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

(4)

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum, DFM, Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

6. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Aflah, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Terima kasih kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat yang telah memberikan informasi mengenai penelitian skripsi ini sehingga dapat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.

10.Seluruh civitas Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, jajaran staf administrasi dan seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 11. Terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda Syamsiah Br. Sitepu dan

(5)

yang tak terhitung dan kasih sayang yang mereka berikan kepada penulis yang tak pernah putus sejak dahulu, kini dan selamanya.

12. Terima kasih kepada abang saya Yudi Wardana, Andika Muslim dan Juli Ananda yang tidak henti-hentinya memberikan dorongan moril dan materiil demi terselesaikannya skripsi ini.

13. Buat teman-teman perkuliahan saya Budi, Putopi, Rendy, Maslim, Leo, Tari, Kinan, Intan, Dekna, Rizky Muda dan teman-teman lainnya yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dan motivasinya selama ini dari sejak perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga Allah SWT membalas kebaikan terhadap perbuatan yang telah kita buat. Penulis memohon maaf kepada Ibu Dosen Pembimbing atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, November 2014 Penulis

(6)

ABSTRAK

Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

**

Dosen Pembimbing I Departemen Keperdataan Fakultas Hukum USU

***

Dosen Pembimbing II Departemen Keperdataan Fakultas Hukum USU

Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang harus dikembangkan dan dikelola untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas dan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah. Untuk itu dalam rangka mewujudkan hal tersebut salah satunya dengan pelaksanaan uji laik jalan yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan. Pelaksanaan uji laik jalan yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU No. 22 Tahun 2009. Dinas Perhubungan mempunyai kewenangan dalam bidang sarana dan prasarana lalu lintas. Hal tersebut mendorong keingintahuan penulis mengenai pelaksanaan uji laik jalan terhadap angkutan umum dan angkutan barang.

Permasalahan yang diangkat pada skripsi ini adalah prosedur pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat, peranan Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat dalam pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang serta kendala yang timbul dalam pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat dalam kaitannya dengan UU No. 22 Tahun 2009.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Dimana dalam penelitian empiris dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat dan secara normatif dengan melakukan studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder.

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan bahwa dapat ditarik kesimpulan prosedur pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang harus sesuai dengan standar operasional pelayanan yang telah ditentukan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat walaupun kadang prosedur pelaksanaan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi dilapangan dikarenakan timbulnya kendala-kendala dalam menjalankan prosedur pelaksanaan dan pengawasan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang tersebut. Namun sebagai pemegang kewenangan di bidang tersebut, Dinas Perhubungan juga telah memiliki solusi terhadap kendala-kendalan yang timbul selama proses pelaksanaan uji laik jalan kendaraan bermotor tersebut.

(7)

DAFTAR ISI

BAB III ANGKUTAN JALAN DITINJAU DARI UU NO. 22 TAHUN 2009 ... 28

A. Perjanjian Pengangkutan Jalan Raya Menurut UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ... 28

B. Uji Laik Jalan Dalam Penyelenggaraan Angkutan Jalan dan Lalu Lintas Jalan Raya ... 37

C. Peraturan Hukum dan Praktik Pelaksana Uji Laik Jalan Dalam Penyelenggaraan Angkutan Jalan dan Lalu Lintas Jalan Raya ... 51

(8)

A. Struktur Organisasi dan Prosedur Pelaksanaan Uji Laik Jalan Angkutan Umum dan Angkutan Barang Pada Dinas Perhubungan

Kabupaten Langkat ... 65

B. Peranan dan Pengawasan Penyelenggaraan Angkutan Jalan ... Oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat ... 75

C. Kendala Serta Contoh Kasus yang Dihadapi Oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat Dalam Pelaksanaan Uji Laik Jalan Angkutan Umum dan Angkutan Barang ………... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 89

Lampiran I ... 89

Lampiran II ... 93

Lampiran III ... 94

Lampiran IV ... 97

(9)

ABSTRAK

Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

**

Dosen Pembimbing I Departemen Keperdataan Fakultas Hukum USU

***

Dosen Pembimbing II Departemen Keperdataan Fakultas Hukum USU

Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang harus dikembangkan dan dikelola untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas dan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah. Untuk itu dalam rangka mewujudkan hal tersebut salah satunya dengan pelaksanaan uji laik jalan yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan. Pelaksanaan uji laik jalan yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU No. 22 Tahun 2009. Dinas Perhubungan mempunyai kewenangan dalam bidang sarana dan prasarana lalu lintas. Hal tersebut mendorong keingintahuan penulis mengenai pelaksanaan uji laik jalan terhadap angkutan umum dan angkutan barang.

Permasalahan yang diangkat pada skripsi ini adalah prosedur pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat, peranan Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat dalam pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang serta kendala yang timbul dalam pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat dalam kaitannya dengan UU No. 22 Tahun 2009.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Dimana dalam penelitian empiris dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat dan secara normatif dengan melakukan studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder.

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan bahwa dapat ditarik kesimpulan prosedur pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang harus sesuai dengan standar operasional pelayanan yang telah ditentukan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat walaupun kadang prosedur pelaksanaan tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi dilapangan dikarenakan timbulnya kendala-kendala dalam menjalankan prosedur pelaksanaan dan pengawasan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang tersebut. Namun sebagai pemegang kewenangan di bidang tersebut, Dinas Perhubungan juga telah memiliki solusi terhadap kendala-kendalan yang timbul selama proses pelaksanaan uji laik jalan kendaraan bermotor tersebut.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sebagaimana kodrat manusia adalah makhluk sosial yang saling berhubungan antar manusia yang satu dengan yang lainnya sehingga dapat dikatakan kehidupan manusia saling membutuhkan dan mempengaruhi. Rasa saling membutuhkan antar manusia ini akan terus tumbuh seiring perkembangan zaman walaupun antar manusia dipisahkan oleh jarak yang jauh. Jarak yang jauh ini menimbulkan sistem untuk mempermudah interaksi antar manusia yang lazim kita sebut pengangkutan. Pengangkutan ini dilakukan untuk mempermudah pemindahan barang yang dibutuhkan manusia dan juga memudahkan pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Sehingga dapat dikatakan sekarang kegiatan pengangkutan tidak dapat lepas dari kehidupan manusia sehari-hari.

Pengangkutan atau sekarang lazim disebut dengan transportasi berperan semakin penting dalam kehidupan manusia sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan tingkat kemajuan dari kehidupan manusia itu sendiri. Perkembangan peradaban manusia, khususnya dalam bidang teknologi telah membawa peradaban manusia ke dalam suatu sistem transportasi yang lebih maju dibandingkan era sebelumnya.2

2

Sinta Uli, Pengangkutan : Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, Angkutan Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara, USU Press, Medan, 2006, hal 1.

(11)

kesejahteraan masyarakat.3

Berbagai faktor tersebut akan diuraikan berikut ini

Masyarakat yang sudah maju dan modern salah satunya ditandai dengan ketersediaan sarana dan prasarana pengangkutan yang sudah semakin baik. Sarana dan prasarana pengangkutan yang baik juga akan memicu tingkat perekonomian yang lebih baik karena memperlancar arus pemindahan barang dan/atau manusia untuk mencapai tujuan perekonomiannya.

Pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena didasari oleh berbagai faktor baik geografis maupun kebutuhan yang tidak dapat dihindari dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi.

4

1. Keadaan Geografis Indonesia

:

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas beribu-ribu pulau besar dan pulau kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan yang terdiri dari atas perairan laut,sungai dan danau. Di atas teritorial daratan dan perairan tersebut membentang pula teritorial udara yang semuanya itu merupakan wilayah negara Indonesia yang sangat luas. Keadaan wilayah negara Indonesia yang demikian luas ini membutuhkan banyak pengangkutan melalui daratan, perairan dan udara yang mampu menjangkau seluruh wilayah negara Indonesia, bahkan ke negara-negara lain. Kenyataan ini mengakibatkan kebutuhan pengangkutan di Indonesia makin meningkat sesuai dengan lajunya pembangunan fisik ataupun psikis serta perkembangan penduduk Indonesia yang tersebar di

3

Suwardjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB, Bandung, 2002, hal 13

4

(12)

seluruh pulau yang diselingi laut. Namun, di sisi lain, infrastruktur dan sarana pengangkutan masih jauh dari terpenuhi, bahkan kondisi pengangkutan melalui tiga jalur, yakni darat, laut, dan udara yang ada kini masih belum memenuhi persyaratan secara wajar atau sudah tidak sesuai lagi dengan sistem pengangkutan modern. Keadaan ini menjadi pendorong dan alasan pembangunan hukum dan pengangkutan modern dengan menggunakan alat pengangkut modern yang digerakkan secara mekanik.

2. Menunjang Pembangunan Berbagai Sektor

Kemajuan dan kelancaran pengangkutan akan menunjang pelaksanaan pembangunan berupa penyebaran kebutuhan, pemerataan dan pendistribusian hasil pembangunan berbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air Indonesia, misalnya sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan. Pelaksanaan pembangunan dan penyebaran hasil pembangunan yang merata akan mencegah terjadinya kegiatan pembangunan yang menumpuk pada daratan pulau-pulau lainnya terabaikan, seperti yang terjadi di Pulau Papua dan daerah pelosok yang sulit dijangkau oleh pengangkutan modern.

3. Mendekatkan Jarak antara Desa dan Kota

(13)

cenderung mengikuti pola hidup di perkotaan. Tingkat berpikir dan ingin maju warga pedesaan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat berpikir dan ingin maju perkotaan. Dengan kata lain, pembangunan sektor pengangkutan merupakan upaya pemerataan kesejahteraan masyarakat dan harus mendapat tempat yang layak dalam blue print pembangunan nasional.

4. Perkembangan Ilmu dan Teknologi

Pembangunan di sektor pengangkutan mendorong perkembangan pendidikan di bidang ilmu dan teknologi pengangkutan modern, prasarana dan sarana, infrastruktur pengangkutan modern, dan hukum pengangkutan modern terutama mengenai pengangkutan melalui railway, jalan raya, perairan, dan udara termasuk sumber daya manusia di bidang pengangkutan serta infrastruktur pengangkutan. Di bidang pendidikan, pengangkutan dan hukum pengangkutan menjadi objek kajian ilmu tersendiri di samping ilmu-ilmu lainnya. Teknologi pengangkutan yang serba modern kini sudah seharusnya menjadi fokus pembangunan jangka panjang sampai ke anak cucu.

Perkembangan pengangkutan yang pesat juga tidak terlepas dari kebijaksanaan pemerintah mengenai sistem pengangkutan nasional yang menuntut ketersediaan pengangkutan yang baik guna menunjang segala kegiatan masyarakat di sektor perekonomian dalam rangka menciptakan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

(14)

kendala sehubungan dengan adanya perubahan lingkungan yang dinamis seperti otonomi daerah, globalisasi ekonomi, perubahan perilaku permintaan jasa transportasi, kondisi politik, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepedulian pada kelestarian lingkungan hidup serta adanya keterbatasan sumber daya. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, sistem transportasi nasional perlu terus ditata dan disempurnakan dengan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga terwujud keandalan pelayanan dan keterpaduan antar dan intra moda transportasi, dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan, tuntutan masyarakat serta perdagangan nasional dan internasional dengan memperhatikan kehandalan serta kelaikansarana dan prasarana transportasi.5

Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, serta transportasi pipa,yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunakdan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang secara dinamis.

Sebagaimana tercantum dalam buku Sistem Transportasi Nasional yang disusun oleh Departemen Perhubungan Republik Indonesia mendefinisikan :

6

Berdasarkan Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) moda transportasi dapat dibentuk oleh moda transportasi jalan, kereta api, sungai dan

5

Departemen Perhubungan Republik Indonesia , Sistem Transportasi Nasional, Jakarta, 2005, hal 1

6Ibid

(15)

danau, laut, udara dan pipa. Angkutan daratsekarang paling banyak digunakan masyarakat saat ini walaupun angkutan lainnya juga tak kalah peminatnya. Angkutan darat terdiri atas7

a. Angkutan jalan raya :

Angkutan jalan raya meliputi angkutan yang menggunakan alat angkut berupa manusia, binatang, pedati, sepeda motor, becak, bus, truck, dan kendaraan bermotor lainnya. Tenaga yang digunakan adalah tenaga manusia, tenaga binatang, tenaga uap, BBM (bahan bakar minyak), dan diesel.

b. Angkutan rel atau kereta api

Menggunakan kereta api yang terdiri dari lokomotif, gerbong barang dan kereta penumpang. Jalan yang digunakan berupa jalan rel baja, baik dari dua rel maupun monorel dengan tenaga penggerak berupa tenaga uap, diesel, dan tenaga listrik.

Dari kedua jenis angkutan darat tersebut angkutan jalan raya saat ini mengalami perkembangan yang paling pesat, hal itu dikarenakan antara lain pesatnya jumlah kendaraan bermotor dan tidak bermotor yang secara tidak langsung mempengaruhi tingkat kepadatan lalu lintas di jalan raya. Kepadatan lalu lintas ini tentulah harus diikuti dengan penambahan sarana dan prasarana angkutan darat antara lain kendaraan, perbaikan dan penambahan panjang jalan raya, penerangan jalan, terminal, sistem lalu lintas dan lainnya serta juga tidak kalah pentingnya aturan hukum yang mengatur pengangkutan darat itu sendiri.

Pengaturan hukum mengenai lalu lintas ini mengatur berbagai hal yang patut untuk diketahui oleh pengguna angkutan darat untuk terciptanya rasa aman,

7

(16)

lancar dan ketertiban dalam berlalu lintas. Peraturan hukum mengenai lalu lintas ini bersifat mengikat bagi seluruh pengguna jalan dan undang-undang mengamanatkan kepada pihak Kepolisian Lalu Lintas dan Dinas Perhubungan untuk menjalankan berbagai aturan hukum mengenai lalu lintas ini. Tentunya kewenangan antara dua instansi tersebut berbeda. Kewenangan petugas kepolisian lebih kepada pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli lalu lintas, penerbitan surat izin mengemudi, penegakan hukum dan pendidikan berlalu lintas, sedangkan kewenangan petugas Dinas Perhubungan secara umum hanya dilaksanakan di terminal dan/atau tempat alat penimbangan yang dipasang secara tetap dan di unit pengujian kendaraan bermotor dinas perhubungan.8

8

http://dishubinfokom.grobogan.go.id/artikel-perhubungan/94-uu-nomor-22-tahun-2009-dan-kewenagan-petugas-dinas-perhubungan.html diakses 17 September2014

(17)

”PERANAN DINAS PERHUBUNGAN TERHADAP PELAKSANAAN UJI LAIK JALAN ANGKUTAN UMUM DAN ANGKUTAN BARANG DITINJAU DARI UU NO. 22 TAHUN 2009 (STUDI PADA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN LANGKAT)”dianggap perlu untuk diteliti.

B.Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan penulis uraikan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana prosedur pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan

barang pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat?

2. Bagaimana peranan Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat dalam pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang?

3. Apa saja kendala yang timbul dalam pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat?

C.Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaa uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat.

2. Untuk mengetahui apa saja peranan Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat dalam pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang.

(18)

D.MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain yaitu : 1. Manfaat Teoritis

Pembahasan terhadap masalah-masalah akan memberikan kita pengetahuan bagaimana peranan Dinas Perhubungan dalam pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang

2. Manfaat Praktis

Secara praktis akan memberikan pengetahuan bagi semua kalangan baik itu dari kalangan akademisi maupun dari masyarakat pada umumnya. Juga akan memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah khususnya Dinas Perhubungan untuk melaksanakan pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang dengan lebih baik serta meningkatkan kesadaran bagi pengemudi angkutan umum dan angkutan barang pentingya pelaksanaan uji laik jalan bagi kendaraanya.

E.Metode Penelitian

Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian Hukum Normatif dan penelitian Hukum Empiris. Penelitian hukum Normatif terdiri dari penelitian terhadap inventarisasi Hukum Positif, menemukan asas dan doktrin hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi, perbandingan hukum dan sejarah hukum.9

9

(19)

Sedangkan penelitian hukum Empiris terdiri dari penelitian terhadap identifikasi hukum dan efektifitas hukum.10

a. Bahan hukum primer, meliputi norma dasar Pancasila, Peraturan dasar seperti batang tubuh UUD 1945, ketetapan-ketetapan MPR, peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan yurisprudensi, traktat.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan sumber data primer yaitu diperoleh langsung melalui teknik wawancara kepada narasumber dan dengan menggunakan data sekunder yang dapat dibedakan menjadi :

b. Bahan-bahan hukum sekunder meliputi, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer, dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, meliputi rancangan peraturan-peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah para sarjana dan hasil-hasil penelitian. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang

hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya bibliografi danindeks , kumulatif.11

Teknik pengumpulan data dalam penyusunan skripsi ini adalah :

1. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan (library research) yaitu teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan dan mempelajari buku-buku hukum, karya-karya ilmiah, literatur-literatur, dan seminar ilmiah yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

10

Suratman dan H. Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, 2012, hal 45

11

(20)

2. Studi lapangan

Studi lapangan (field research) yaitu pengumpulan data dengan mengunjungi langsung ke lapangan dengan melakukan wawancara dan peninjauan langsung terhadap objek penelitian yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

Dalam hal ini penelitian dilakukan pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat yang berlokasi di Stabat, Sumatera Utara. Penelitian lapangan ini dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak terkait dari Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat mengenai pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang

F.Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang setiap bab nya dijelaskan secara terperinci secara sistematis sebagai satu kesatuan dari penulisan skripsi ini. Adapun sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan atas latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan dan keaslian penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

(21)

BAB III ANGKUTAN JALAN DITINJAU DARI UU NO. 22 TAHUN

2009

Bab ini menjelaskan mengenai perjanjian pengangkutan jalan raya menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, uji laik jalan dalam penyelenggaraan angkutan jalan dan lalu lintas jalan raya, dan peraturan hukum dan praktek pelaksana uji laik jalan dalam penyelenggaran angkutan jalan dan lalu Lintas jalan raya.

BAB IV PERANAN DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN

LANGKAT TERHADAP PELAKSANAAN UJI LAIK JALAN

ANGKUTAN UMUM DAN ANGKUTAN BARANG

Bab ini berisikan tentang struktur organisasi dan prosedur pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat, peranan dan pengawasan penyelenggaraan angkutan jalan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat, kendala serta contoh kasus yang dihadapi Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat dalam pelaksanaan uji laik jalan angkutan umum dan angkutan barang.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(22)

G. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran dan penelitian penulis pada Kepustakaan Fakultas Hukum USU bahwa :

1. Tidak ditemukan sebelumnya skripsi yang berjudul “Peranan Dinas Perhubungan Terhadap Pelaksanaan Uji Laik Jalan Angkutan Umum dan Angkutan Barang Ditinjau Dari UU No. 22 Tahun 2009 ( Studi Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat)”.

2. Adapun judul skripsi yang telah ada pada Perpustakaan Fakultas Hukum USU yaitu :

Nama : Emmi R. Nasution NIM : 900200081

Judul : Tanggung jawab hukum uji kendaraan pada angkutan barang di dinas lalu lintas dan angkutan jalan raya Sumatera Utara (DLLAJR-SU) Medan

Nama : Dian Natalia NIM : 070200147

Judul : Perlindungan hukum bagi pengguna jasa (penumpang) angkutan umum berdasarkan Undang-Undang No, 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan

(23)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

A.Pengertian dan Fungsi Pengangkutan

Istilah “pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti “mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.12 Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.13

Menurut Sinta Uli pengangkutan didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam rangka mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien.

Selain itu beberapa sarjana juga memberikan pendapat mengenai pengertian dari pengangkutan, antara lain :

14

Menurut Abdulkadir Muhammad “Pengangkutan meliputi tiga dimensi pokok yaitu : Pengangkutan sebagai usaha (business) ; Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement) ; Pengangkutan sebagai proses (process)”.15

HMN Purwosutjipto mendefinisikan, pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkutdengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan

12

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal 3

13

Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin, dan Djohari Santoso, Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal. 195

14

Sinta Uli, op. cit, hal. 20

15

(24)

diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.16

Menurut M.N. Nasution pengangkutan didefinisikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal menuju tempat tujuannya, selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengangkutan tersebut merupakan gerakan dari tempat asal, dimana kegiatan angkutan itu dimulai, ke tempat tujuan, dan ke mana kegiatan pengangkutan diakhiri.17

Menurut R. Soekardono, pengangkutan berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien, adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri.18

Sedangkan menurut Hasim Purba pengertian pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan.19

Dari berbagai definisi mengenai pengertian pengangkutan yang telah diuraikan tersebut maka menurut penulis pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut untuk

16

HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 3 cet. ke 12, Djambatan, Jakarta, 2000 hal 1

17

M.N. Nasution, Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, hal 3 18

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, CV Rajawali, Jakarta, 2001, hal. 5 19

(25)

menyelenggarakan pengangkutan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan dengan selamat dimana pihak yang diangkut melakukan sejumlah pembayaran sebagai biaya pengangkutan orang dan/atau barang tersebut. Dengan adanya proses pengangkutan maka akan meningkatkan nilai guna dari suatu barang dan juga nilai efisien bagi orang-orang yang memanfaatkan proses pengangkutan tersebut yang mana merupakan salah satu dari fungsi pengangkutan. Sejalan dengan itu menurut HMN Purwosutjipto, fungsi pengangkutan adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.20 Secara umum dapat dikatakan bahwa pengangkutan berfungsi untuk mendukung kegiatan masyarakat disegala bidang kehidupan baik bidang perdagangan, politik, sosial, ekonomi, budaya dan lainnya. Tanpa ada pengangkutan tentunya kegiatan masyarakat terhambat karena nilai daya guna dari suatu barang/orang tidak dapat dimaksimalkan. Untuk mencapai hasil yang diharapkan serta dapai dicapainya fungsi-fungsi pengangkutan, maka dalam pengangkutan diperlukan beberapa unsur yang memadai berupa21

1. Alat angkutan itu sendiri (operating facilities) :

Setiap barang atau orang akan diangkut tentu saja memerlukan alat pengangkutan yang memadai, baik kapasitasnya, besarnya maupun perlengkapan. Alat pengangkutan yang dimaksud dapat berupa truk, kereta api, kapal, bis atau

20

HMN Purwosutjipto, op. cit, hal 1 21

(26)

pesawat udara. Perlengkapan yang disediakan haruslah sesuai dengan barang yang diangkut.

2. Fasilitas yang akan dilalui oleh alat-alat pengangkutan (right of way)

Fasilitas tersebut dapat berupa jalan umum, rel kereta api, peraiaran/sungai, Bandar udara, navigasi dan sebagainya. Jadi apabila fasilitas yang dilalui oleh angkutan tidak tersedia atau tersedia tidak sempurna maka proses pengangkutan itu sendiri tidak mungkin berjalan dengan lancar.

3. Tempat persiapan pengangkutan (terminal facilities)

Tempat persiapan pengangkutan ini diperlukan karena suatu kegiatan pengangkutan tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada terminal yang dipakai sebagai tempat persiapan sebelum dan sesudah proses pengangkutan dimulai.

Dalam pengangkutan juga memiliki asas-asas yang merupakan landasan filosofis yang dibagi atas dua macam yaitu yang bersifat publik dan yang bersifat perdata. Asas hukum publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan , pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara). Asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua belah pihak dalam pengangkutan, yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang.22

Asas hukum publik menurut Abdulkadir Muhammad adalah23

1. Asas manfaat

:

22

Abdulkadir Muhammad, op. cit, hal 12 23

(27)

2. Asas adil dan merata 3. Asas kepentingan umum 4. Asas keterpaduan

5. Asas tegaknya hukum 6. Asas percaya diri

7. Asas keselamatan penumpang 8. Asas berwawasan lingkungan hidup 9. Asas kedaulatan negara

10.Asas kebangsaan

Sedangkan asas hukum perdata menurut Abdulkadir Muhammad yaitu24 1. Asas perjanjian

:

2. Asas koordinatif 3. Asas campuran 4. Asas retensi

5. Asas pembuktian dengan dokumen

B.Prinsip Dasar dan Jenis-Jenis Pengangkutan

Dalam sistem pengangkutan, selain mempunyai asas sebagai landasan filosofis juga mengenal prinsip dasar tanggung jawab dalam kegiatan pengangkutan. Dalam hukum pengangkutan dikenal tiga prinsip tanggung jawab yaitu tanggung jawab karena kesalahan (fault liability), tanggung jawab karena praduga (presumption liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liability).

24

(28)

Hukum pengangkutan di Indonesia umumnya menganut prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga.25

1. Tanggung jawab karena kesalahan

Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutann harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini dianut dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) Indonesia tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum (general rule). Aturan khusus ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan.

2. Tanggung jawab karena praduga

Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Akan tetapi, jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia akan dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian itu. Tidak bersalah artinya tidak melakukan kesalahan, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau perisitiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian

25

(29)

yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan pengangkut. Prinsip ini hanya dijumpai dalam Undang-Undang Pelayaran Indonesia.

3. Tanggung jawab mutlak

Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa harusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apa pun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat : “Pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena perisitiwa apa pun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini.26

Namun akhir-akhir ini muncul satu lagi jenis pengangkutan yang mulai masuk dalam pembagian umum jenis-jenis pengangkutan tersebut yaitu pengangkutan pipa. Pengangkutan pipa biasanya untuk mengangkut hasil minyak,

Pengangkutan secara umum terbagi atas tiga jenis yaitu pengangkutan darat, pengangkutan laut dan pengangkutan udara. Pembagian tersebut lebih mengacu kepada dimana pengangkutan itu dilakukan. Pengangkutan darat terdiri atas pengangkutan jalan raya, pengangkutan kereta api dan pengangkutan perairan yang ada di darat. Pengangkutan laut yaitu pengangkutan yang dilakukan di perairan laut. Pengangkutan udara yaitu pengangkutan yang dilakukan diatas udara (terbang) menggunakan alat angkutan udara seperti pesawat.

26Ibid

(30)

gas bumi dan hasil tambang bersifat cair. Pipa-pipa tersebut tertanam dibawah tanah dan ada juga yang melewati perairan darat maupun laut.

Sedangkan menurut Hasnil Basri membagi pengangkutan atas tiga jenis, yaitu27

1. Ruang lingkup angkutan laut dalam negeri, :

a. Pengangkutan Darat

Ruang lingkup angkutan darat dinyatakan sepanjang dan selebar negara, yang artinya ruang lingkupnya sama dengan ruang lingkup negara. Angkutan darat dapat dilakukandengan berjenis-jenis alat pengangkutan, antara lain dengan kendaraan bermotor di atas jalan raya dan dengan kendaraan kereta api dan listrik di atas rel. Pada dasarnya pengangkutan melalui darat digunakan untuk menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau daerah yang lain di satu pulau. Selain dari jenis angkutan tersebut, pengangkutan surat-surat/ paket melalui pos dan berita lewat kawat radio dan televisi termasuk juga pengangkutan darat.

b. Pengangkutan Laut

Laut memiliki fungsi yang beraneka ragam. Selain berfungsi sebagai sumber makanan dan mata pencaharian bagi umat manusia, sebagai tempat berekreasi, dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa, laut juga berfungsi sebagai jalan raya perdagangan. Ruang lingkup angkutan laut jauh berbeda dari ruang lingkup angkutan darat. Ruang lingkup angkutan laut meluas melampaui batas Negara, sehingga ruang lingkup itu dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

27

(31)

2. Ruang lingkup angkutan laut luar negeri.

Dalam hal ini, hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada satu bidang hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum, baik hukum publik dan privat nasional maupun internasional.

c. Pengangkutan Udara

International Air Transport Association (IATA) sebagai organisasi

internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara diseluruh dunia telah menyetujui syarat-syarat umum pengangkutan (General

Condition of Carriage), baik untuk penumpang, bagasi maupun untuk barang.

Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya.Syarat-syarat umum ini perlu diketahui lebih dulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab di dalam tiket penumpang selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket itu tunduk pada syarat-syarat khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan udara di Indonesia (S. 1939-100). Dengan membeli tiket pengangkutan udara, maka telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengusaha dengan penumpang dan dengan sendirinya semua ketentuan-ketentuan yang tercantum pada tiket pengangkutan udara telah berlaku.

HMN. Purwosutjipto membedakan jenis-jenis pengangkutan menjadi empat kelompok yaitu: pengangkutan darat, pengangkutan laut, pengangkutan udara, dan pengangkutan perairan darat.28

28

HMN Purwosutjipto, op. cit, hal 2-3

(32)

pengangkutan perairan darat, pengangkutan dengan kendaraan bermotor dan kereta api dan pengangkutan di laut.29 Sedangkan menurut Hasim Purba membedakan jenis-jenis pengangkutan itu sebagai berikut30

1. Pengangkutan di darat yang terdiri dari

:

a. Pengangkutan dengan kendaraan bermotor b. Pengangkutan dengan kereta api

c. Pengangkutan dengan tenaga hewan 2. Pengangkutan di perairan yang terdiri dari

a. Pengangkutan di laut

b. Pengangkutan di sungai dan danau c. Pengangkutan penyeberangan 3. Pengangkutan udara

Sebagaimana dijelaskan bahwa pengangkutan terdiri dari berbagai jenis, maka tentunya dalam pelaksanaan pengangkutan terdiri dari pihak-pihak yang bersangkutan dalam pengangkutan tersebut. Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan.

Adapun pihak-pihak dalam pengangkutan menurut Abdulkadir Muhammad yaitu sebagai berikut31

(33)

Berkewajiban utama menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas biaya pengangkutan.

2. Pengirim

Berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan barangnya.

3. Penumpang

Berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan.

Sedangkan menurut Hasim Purba, harus dilihat antara pernjanjian pengangkutan barang dan perjanjian pengangkutan penumpang. Dalam perjanjian pengangkutan barang para pihak terkait bisa terdiri dari32

1. Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan), yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan.

:

2. Pihak pengirim barang (pengguna jasa angkutan), yakni pihak yang berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah disepakati dan berhak untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan atas barang yang dikirimnya.

3. Pihak penerima barang (pengguna jasa angkutan), yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun adakalanya pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut ditempat tujuan.

32

(34)

Sedangkan dalam hal perjanjian pengangkutan penumpang, maka pihak yang terkait adalah33

1. Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan) yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.

:

2. Pihak penumpang (pengguna jasa angkutan), yakni pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.

Menurut Wiwoho Soedjono menjelaskan bahwa di dalam pengangkutan di laut terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan adanya tiga unsur yaitu : pihak penerima barang dan barangnya itu sendiri.34

Menurut HMN Purwosutjipto pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan dari untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan muatan.35

C.PERATURAN HUKUM MENGENAI PENGANGKUTAN DI

INDONESIA

(35)

pengangkutan di Indonesia terdiri dari undang-undnag pengangkutan, perjanjian-perjanjian pengangkutan, konvensi internasional mengenai pengangkutan dan juga kebiasaan-kebiasaan yang ada dan berlaku dalam sistem pengangkutan di Indonesia. Hukum mengenai pengangkutan di Indonesia itu sendiri sudah banyak berkembang sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang hingga saat ini.

Adapun peraturan hukum mengenai pengangkutan yang berlaku sekarang ini adalah :

1. Pengangkutan Darat yaitu :

a. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan b. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan

c. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

d. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

e. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan

f. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran lalu Lintas dan Angkutan Jalan

g. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yaitu Buku I, Bab V, bagian 2 dan 3, mulai Pasal 90 sampai dengan Pasal 98.

h. Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

(36)

j. Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian

2. Pengangkutan Perairan yaitu :

a. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

b. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan c. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian

d. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan e. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan

f. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Buku II, Bab V, tentang “Perjanjian Carter Kapal”, Bab V A tentang “Pengangkutan Barang-Barang”, Bab V B tentang “Pengangkutan Barang”

3. Pengangkutan Udara, yaitu :

a. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

(37)

BAB III

ANGKUTAN JALAN DITINJAU DARI

UU NO. 22 TAHUN 2009

A.Perjanjian Pengangkutan Jalan Raya Menurut UU No.22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Pengangkutan sebagai suatu perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut dan/atau pihak pengirim. Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan di mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.36

Perjanjian pada dasarnya telah diatur pada pasal 1320 KUHPerdata, dimana disebutkan untuk sahnya suatu perjanjian maka harus mengikuti ketentuan berikut37

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya :

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal

Perjanjian pengangkutan pun tunduk kepada syarat sahnya suatu perjanjian yang dikemukakan tersebut, dimana pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan

36

Suwardjoko P. Warpani, op.cit, hal 2 37

(38)

sepakat dan cakap untuk melakukan perjanjian. Cakap dalam hal ini berarti dewasa dan tidak menderita suatu kelainan jiwa. Lalu perjanjian pengangkutan itu untuk melakukan sesuatu pengangkutan yang dalam proses dan isi dalam pengangkutan itu tidak melanggar hukum atau tidak membawa barang-barang yang dilarang oleh hukum.

Perjanjian pengangkutan biasanya diadakan secara lisan dengan didukung oleh dokumen pengangkutan yang bersifat mengikat kepada kedua belah pihak. Dokumen pengangkutan merupakan sebagai bukti bahwa perjanjian pengangkutan sudah terjadi dan wajib dilaksanakan oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Dokumen untuk pengangkutan penumpang lazim disebut tiket atau karcis pengangkutan, sedangkan dokumen untuk pengangkutan barang disebut surat muatan. Namun untuk pengangkutan yang bersifat masif dan penting serta bernilai mahal biasanya para pihak selalu mengadakan perjanjian pengangkutan secara tertulis.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan para pihak menginginkan perjanjian pengangkutan dilakukan secara tertulis, yaitu38

a. Kedua belah pihak ingin memperoleh kepastian mengenai hak dan kewajiban masing-masing

:

b. Kejelasan rincian mengenai objek, tujuan, dan beban risiko para pihak c. Kepastian dan kejelasan cara pembayaran dan penyerahan barang d. Menghindari berbagai macam tafsiran arti kata dan perjanjian

e. Kepastian mengenai waktu, tempat, dan alasan apa perjanjian berakhir

38

(39)

f. Menghindari konflik pelaksanaan perjanjian akibat ketidakjelasan maksud yang dikehendaki para pihak

Dalam perjanjian pengangkutan ada subjek dan objek perjanjian pengangkutan. Subjek hukum adalah pendukung kewajiban dan hak. Subjek hukum pengangkutan adalah pendukung kewajiban dan hak dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan.39

Kewajiban dan hak pihak-pihak diklasifikasikan menjadi kewajiban dan hak utama, kewajiban dan hak pelengkap. Dasar pembedaanya adalah pada akibat hukum jika terjadi pelanggaran. Apabila kewajiban dan hak utama dilanggar/tidak terpenuhi, dapat mengakibatkan pembatalan perjanjian. Kewajiban dan hak utama adalah yang berkenaan dengan biaya pengangkutan dan dokumen pengangkutan. Apabila kewajiban dan hak pelengkap dilanggar/tidak terpenuhi, hanya dapat

Sedangkan objek perjanjian pengangkutan adalah hal yang diperjanjikan dalam perjanjian pengangkutan tersebut.

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengangkutan mempunyai kewajiban dan hak yang telah diatur oleh undang-undang dan pada umumnya kewajiban dan hak pihak-pihak dalam praktik perjanjian pengangkutan telah dirumuskan dalam perjanjian yang mereka buat. Jika dalam ketentuan undang-undang dan dalam dokumen perjanjian tidak disebutkan kewajiban dan hak para pihak, maka yang diikuti adalah kebiasaan yang berlaku dalam praktik pengangkutan.

39

(40)

mengakibatkan pembayaran ganti kerugian. Kewajiban dan hak pelengkap adalah yang berkenaan dengan barang bawaan penumpang, penyimpanan dan penunjukan dokumen, dan syarat-syarat ringan lainnya.40

a. Kegiatan gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang di jalan

Perjanjian pengangkutan yang dibahas dalam bab ini adalah perjanjian pengangkutan jalan, dimana dalam proses penyelenggaraan pengangkutan jalan ini tunduk kepada Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Lalu lintas dan angkutan jalan itu sendiri tercantum pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 yang berbunyi :

“Lalu lintas dan Angkutan Jalanadalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.”

Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 mengatur ruang lingkup keberlakuan undang-undang yaitu mengatur penyelenggaraan lalu lintas dan jalan dengan ruang lingkup keberlakuan untuk membina dan menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib dan lancar melalui :

b. Kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung lalu lintas dan angkutan jalan

c. Kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, pendidikan berlalu lintas, manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta penegakan hukum lalu lintas dan angkutan jalan.

40Ibid

(41)

Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tidak menyebutkan secara pasti rincian mengenai definisi perjanjian pengangkutan. Undang-undang ini lebih mengarah kepada penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sebagai tindak lanjut dari perjanjian pengangkutan jalan. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan ini diselenggarakan dengan memperhatikan asas transparan, akuntabel, berkelanjutan, partisipatif, bermanfaat, efisien dan efektif, seimbang, terpadu serta mandirisebagaimana tercantum pada Pasal 2 UU No. 22 Tahun 2009. Dengan tujuan penyelenggaraan yang tercantum pada UU No. 22 tahun 2009 Pasal 3 yaitu :

a. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa

b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa

c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Oleh karena itu wajiblah bagi para pihak yang bersangkutan dalam pengangkutan jalan untuk menaati segala aturan yang ada dalam undang-undang ini demi tercapainya tujuan dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan terlebih lagi kepada kendaraan bermotor umum yaitu setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.

(42)

lintas dan angkutan jalan oleh pemerintah dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing, dan khusus untuk urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. Dalam hal ini kementerian yang bertanggung jawab di bidang tersebut adalah Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Penyelenggaraan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud tercantum pada Pasal 9 UU No. 22 Tahun 2009 yang meliputi :

a. Penetapan rencana umum lalu lintas dan angkutan jalan b. Manajemen dan rekayasa lalu lintas

c. Persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor d. Perizinan angkutan umum

e. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang sarana dan prasaran lalu lintas dan angkutan jalan

f. Pembinaan sumber daya manusia penyelenggara sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan

g. Penyidikan terhadap pelanggaran perizinan angkutan umum, persyaratan teknis dan kelaikan jalan kendaraan bermotor yang memerlukan keahlian dan/atau peralatan khusus yang dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang ini.

(43)

terjangkau yang merupakan tanggung jawab pemerintah atas penyelenggaraan angkutan umum. Angkutan umum, khususnya angkutan orang yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 68 Tahun 1993 yang telah diperbaharui menjadi Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 84 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum dan Keputusan Menteri Perhubungan Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan. Selain dari angkutan umum penumpang, angkutan barang juga salah satu angkutan yang digunakan untuk mengantar muatan barang yang diperjanjikan dalam perjanjian pengangkutan. Angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang. Mengenai kendaraan yang digunakan dalam pengangkutan orang dan barang diatur lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 tentang Pengangkutan Jalan. Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bemotor umum terdiri atas angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek dan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek.

Jenis pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek dibagi atas beberapa jenis sesuai dengan yang tercantum pada UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 142 yaitu terdiri atas :

a. Angkutan lintas batas negara b. Angkutan antarkota antar provinsi c. Angkutan antarkota dalam provinsi d. Angkutan perkotaan

(44)

Di dalam UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 143 juga mengatur tentang kriteria pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek yang harus:

a. Memiliki rute tetap dan teratur

b. Terjadwal, berawal, berakhir, dan menaikkan atau menurunkan penumpang di terminal untuk angkutan antarkota dan lintas batas negara

c. Menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan untuk angkutan perkotaan dan pedesaan.

Sedangkan pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek diatur pada Pasal 151 UU No. 22 Tahun 2009 yang terdiri atas: a. Angkutan orang dengan menggunakan taksi

b. Angkutan orang dengan tujuan tertentu c. Angkutan orang untuk keperluan pariwisata d. Angkutan orang di kawasan tertentu.

Angkutan barang dengan kendaraan bermotor umum terdiri atas angkutan barang umum dan angkutan barang khusus. Sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 161, mengatur bahwa pengangkutan barang umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Prasarana jalan yang dilalui memenuhi ketentuan kelas jalan

b. Tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat dan membongkar barang

(45)

Sedangkan pada Pasal 162 UU No. 22 Tahun 2009 menyebutkan bahwa kendaraan bermotor yang mengangkut barang khusus wajib :

a. Memenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut

b. Diberi tanda tertentu sesuai dengan barang yang diangkut c. Memarkir kendaraan di tempat yang ditetapkan

d. Membongkar dan memuat barang di tempat yang ditetapkan dan dengan menggunakan alat sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut

e. Beroperasi pada waktu yang tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran dan ketertban lalu lintas dan angkutan jalan

f. Mendapat rekomendasi dari instansi terkait.

Untuk kendaraan bermotor umum yang mengangkut alat berat dengan dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan dalam Pasal 19 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 harus mendapat pengawalan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pengemudi dan pembantu pengemudi kendaraan bermotor umum yang mengangkut barang khusus wajib memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut.

(46)

B.Uji Laik Jalan Dalam Penyelenggaraan Angkutan Jalan dan Lalu Lintas

Jalan Raya

Kendaraan merupakan sebagian unsur pokok dalam penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang bertujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas, pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Di samping itu, kedudukan dan peranan kendaraan sebagai sarana transportasi yang memiliki peran di dalam kegiatan sosial ekonomi masyarakat, dan juga menyangkut hajat hidup seluruh lapisan masyarakat, terutama yang menyangkut perwujudan keseimbangan perkembangan antar daerah dan pemerataan hasil-hasil pembangunan secara nasional, serta untuk mendukung kegiatan ekonomi, meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Dalam kedudukan dan peranannya seperti itu, maka pengaturan tentang kendaraan seharusnya tidak hanya dilihat dari kepentingan sektoral semata, namun lebih dimaksudkan untuk pencapaian tujuan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana diuraikan di atas.

(47)

bermotor dan pengujian kendaraan bermotor. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat(1) tersebut yaitu :

a. Susunan

Terdiri atas rangka landasan, motor penggerak, sistem pembuangan, sistem penerus daya, sistem roda-roda, sistem suspensi, sistem alat kemudi, sistem rem, sistem lampu dan alat pemantul cahaya dan komponen pendukung seperti pengukur kecepatan, kaca spion, penghapus kaca kecuali sepeda motor, klakson, spakbor, dan bumper kecuali sepeda motor.

b. Perlengkapan

Terdiri atas sabuk keselamatan, ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, helm dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi kendaraan bermotor beroda empat atau lebih, yang tidak memiliki rumah-rumah dan peralaaan pertolongan pertama pada kecelakaan.

c. Ukuran yaitu dimensi utama kendaraan bermotor, antara lain panjang, lebar, tinggi, julur depan, (front over hang), julur belakang (rear over hang) dan sudut pergi (departure angle).

(48)

darurat (khusus mobil bus), tangga (khusus mobil bus), dan perisai kolong (khusus mobil barang).

e. Rancangan teknis kendaraan yang sesuai peruntukannya mengangkut orang atau barang.

f. Pemuatan yaitu tata cara untuk memuat orang dan/atau barang.

g. Penggunaan yaitu cara menggunakankendaraan bermotor sesuai dengan peruntukannya.

h. Penggandengan kendaraan bermotor yaitu tata cara menggandengkan kendaraan bermotor dengan menggunakan alat perangkat.

i. Penempelan kendaraan bermotor yaitu cara menempelkan kendaraan bermotor dengan menggunakan alat perangkai, roda kelima yang dilengkapi dengan alat pengunci dan dilengkapi kaki-kaki penopang.

Persyaratan laik jalan yang dimaksud pada Pasal 48 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas :

a. Emisi gas buang b. Kebisingan suara

c. Efisiensi sistem rem utama d. Efisiensi sistem rem parkir e. Kincup roda depan

f. Suara klakson

(49)

h. Radius putar

i. Akurasi alat penunjuk kecepatan

j. Kesesuiaan kinerja roda dan kondisi ban

k. Kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.

Kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibuat, dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di jalan wajib dilakukan pengujian. Dalam Pasal 1 angka (9) PP No. 55 Tahun 2012 disebutkan bahwa :

“Pengujian kendaraan bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan/atau memeriksa bagian atau komponen kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan dalam rangka pemenuhan terhadap persyaratan teknis dan laik jalan”

(50)

Pengujian dilakukan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan, menjaga kelestarian lingkungan dan pelayanan umum. Pengujian sebagaimana dimaksud pada Pasal 49 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 meliputi uji tipe dan uji berkala.

Pada Pasal 1 angka (10) PP No. 55 Tahun 2012 menyebutkan bahwa uji tipe kendaraan bermotor adalah pengujian yang dilakukan terhadap fisik kendaraan bermotor atau penelitian terhadap rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor, kereta gandengan atau kereta tempelan sebelum kendaraan bermotor dibuat dan/atau dirakit dan/atau diimpor secara massal serta kendaraan bermotor yang dimodifikasi. Sedangkan pada Pasal 1 angka (11) PP No. 55 Tahun 2012 uji berkala adalah pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala terhadap setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di jalan. Dalam pelaksanaan pengujian jenis kendaraan bermotor dibagi kedalam beberapa kategori seperti sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus dan mobil barang.

(51)

diberikan oleh menteri yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. Sertifikat kompetensi dan tanda kualifikasi teknistersebut berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Pada Pasal 170 PP No. 55 Tahun 2012 disebutkan bahwa penguji yang menjalankan tugas pengujian wajib mengenakan tanda kualifikasi teknis.

Tujuan dilakukannya uji tipe kendaraan bermotor tercantum pada Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Perhubungan No. 9 tahun 2004 yang dilakukan untuk:

a. memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan;

b. melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan;

c. memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut maka pengujian tipe kendaraan bermotor dilakukan sebagai berikut sebagaimana tercantum pada Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri Perhubungan No. 9 Tahun 2004:

a. Unit pelaksana pengujian tipe kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan pengujian;

b. Pemilihan jenis, tipe, kapasitas, jumlah, dan teknologi fasilitas serta peralatan pengujian harus dilakukan secara cermat dan tepat;

(52)

d. Pengujian harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan tata cara serta pada lokasi yang telah ditetapkan dengan menggunakan peralatan pengujian yang tersedia;

e. Hasil uji tipe kendaraan bermotor harus akurat dan dapat dipertanggung jawabkan;

f. Fasilitas dan peralatan pengujian harus dipelihara / dirawat dengan baik secara periodik, sehingga semua fasilitas dan peralatan pengujian selalu dalam kondisi layak pakai;

g. Peralatan pengujian harus dilakukan kalibrasi secara periodik oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat;

h. Kapasitas fasilitas dan peralatan pengujian harus diupayakan sebanding dengan jumlah tipe kendaraan bermotor yang diuji;

i. Memberikan informasi yang berisi kemudahan dan kejelasan bagi pemohon pengujian tipe.

(53)

Pengujian fisik sebagaimana dimaksud pada uji tipe tersebut dilakukan melalui pemeriksaan persyaratan teknis secara visual dan pengecekan secara manual atau tanpa alat bantu. Pengujian fisik terhadap kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan dinyatakan lulus dan yang tidak memenuhi persyaratan dinyatakan tidak lulus.

Di dalam Pasal 127 ayat (2) PP No. 55 Tahun 2012 disebutkan bahwa:

“Kendaraan bermotor yang dinyatakan tidak lulus uji fisik harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan tidak lulus uji, item yang tidak lulus uji, perbaikan yang harus dilakukan, dan batas waktu mengajukan pengujian ulang.”

Pengujian ulang hanya dapat dilakukan sekali dan dilakukan terhadap item yang dinyatakan tidak lulus uji tipe dan pelaksanaan uji ulang tersebut dipungut biaya sesuai dengan item yang dinyatakan tidak lulus uji tipe. Pelaksanaan uji ulang dilakukan setelah pemohon menunjukkan dan memberitahukan secara tertulis mengenai perbaikan yang dilakukan. Pemohon yang mengajukan uji ulang diluar waktu dan tempat yang telah ditetapkan, dianggap sebagai permohonan baru.

(54)

Dalam Pasal 129 ayat (1) PP No. 55 Tahun 2012 disebutkan bahwa sertifikat uji tipe yang dinyatakan lulus uji tipe harus dibuat dari bahan yang memiliki unsur pengaman dan paling sedikit memuat :

a. Nomor sertifikat uji tipe b. Merek dan tipe

c. Jenis d. Peruntukan

e. Varian, apabila ada f. Nomor rangka landasan g. Nomor motor penggerak

h. Nama perusahaan pengimpor, pembuat dan/atau perakit, serta pemodifikasi i. Alamat perusahaan pembuat dan/atau perakit dan/atau pengimpor dan/atau

pemodifikasi

j. Penanggung jawab perusahaan pengimpor, pembuat dan/atau perakit serta pemodifikasi

k. Tahun pembuat/perakit/modifikasi l. Spesifikasi teknik kendaraan bermotor m.Spesifikasi teknik varian, apabila ada

n. JBB (Jumlah Berat yang Diperbolehkan) dan/atau JBKB (Jumlah Berat Kombinasi yang Diperbolehkan)

o. Berat kosong kendaraan bermotor

p. JBI (Jumlah Berat yang Diizinkan) dan atau JBKI (Jumlah Berat Kombinasi yang Diizinkan)

(55)

r. Dimensi bak muatan atau tangki s. Kelas jalan terendah yang boleh dilalui

Pada Pasal 134 PP No. 55 Tahun 2012 menetapkan untuk penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor dilakukan terhadap desain rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan bermotor yang dimodifikasi yang menyebabkan perubahan tipe berupa dimensi, mesin dan kemampuan daya angkut. Kendaraan bermotor, rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan bermotor yang dimodifikasi yang telah dilakukan registrasi uji tipe diberikan sertifikat registrasi uji tipe. Untuk menjamin kesesuaian teknis terhadap sertifikat uji tipe dan keputusan pengesahan rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor dilakukan uji sampel yaitu pengujian kesesuaian teknis seri produksi terhadap sertifikat uji tipe.

Dalam Pasal 2 angka (1) Keputusan Menteri Perhubungan No 71 Tahun 1993 disebutkan bahwa uji berkala kendaraan bermotor dilakukan untuk :

a. memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan;

b. melestarikan lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan;

(56)

Pada Pasal 2 angka (2) Keputusan Menteri Perhubungan No 71 Tahun 1993 disebutkan bahwa untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut maka pengujian berkala kendaraan bermotor dilakukan sebagai berikut :

a. Setiap unit pelaksana uji berkala kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan pengujian;

b. Pemilihan jenis, tipe, kapasitas, jumlah, dan teknologi fasilitas serta peralatan pengujian harus dilakukan secara cermat dan tepat;

c. Pengujian dilakukan oleh tenaga penguji yang memiliki kualifikasi teknis tertentu;

d. Pengujian harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan tata cara serta pada lokasi yang telah ditetapkan dengan menggunakan peralatan pengujian yang tersedia;

e. Hasil uji berkala kendaraan bermotor harus akurat dan dapat dipertanggung jawabkan;

f. Fasilitas dan peralatan pengujian harus dipelihara / dirawat dengan baik secara periodik, sehingga semua fasilitas dan peralatan pengujian selalu dalam kondisi layak pakai;

g. Peralatan pengujian harus dilakukan kalibrasi secara periodik

(57)

i. Memberikan informasi yang berisi kemudahan dan kejelasan bagi pemohon pengujian tipe

Pada Pasal 53 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 menyebutkanuji berkala diwajibkan bagi mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan dan kereta tempelan yang dioperasikan di jalan dan kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan bermotor dilaksanakan oleh:

a. Unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota

b. Unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang mendapat izin dari pemerintah atau

c. Unit pelaksana pengujian swasta yang mendapatkan izin dari pemerintah

(58)

Permohonan uji berkala kendaraan bermotor disampaikan secara tertulis kepada unit pelaksana uji berkalasesuai Pasal 148 PP No. 55 Tahun 2012 dengan melampirkan :

a. Fotokopi sertifikat registrasi uji tipe

b. Fotokopi identitas pemilik kendaraan bermotor c. Fotokopi bukti pemilik kendaraan bermotor d. Fotokopi surat tanda nomor kendaraan

Referensi

Dokumen terkait

Rajungan (Portunus pelagicus) di Indonesia sampai sekarang masih merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang diekspor terutama ke negara Amerika,

Alhamdulillahi robbil’alamin , segala puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya sehingga penulis

Kami juga memerlukan pipa baru dalam jumlah yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir untuk pengembangan jaringan transmisi dan distribusi. Sampai akhir tahun

Jika konsumen merasa puas dengan kualitas jasa yang dimiliki oleh suatu perusahaan, toko, atau restoran kepada konsumen, maka kemungkinan pengaruh tersebut akan

Guna memberikan landasan hukum yang lebih mantap terhadap kelembagaan Puskesmas maka telah diberlakukan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun .1994 tentang Pedoman

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa karya ilmiah berupa skripsi yang berjudul : PENGARUH EKSPEKTASI PENDAPATAN, LINGKUNGAN KELUARGA, DAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN

Larangan penerapan konten lokal atau tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di dalam Ketentuan hambatan perdagangan non-tarif di sektor pembangkit listrik energy terbarukan di

Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan, oleh karena