PERBEDAAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK DAN BERPIKIR KREATIF SISWA ANTARA SISWA YANG DIBERI DISCOVERY
LEARNING DENGAN DIRECT INSTRUCTION DI KELAS VII SMP SWASTA AMPERA BATANG KUIS
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
SAMUEL JULIARDI SINAGA
NIM : 8146171079
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
i ABSTRAK
SAMUEL JULIARDI SINAGA. Perbedaan Kemampuan Koneksi Matematik dan Berpikir Kreatif Siswa Menggunakan Discovery Learning dan Direct Instruction di Kelas VII SMP Swasta Ampera Batang Kuis. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika PascaSarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan rendahnya kemampuan koneksi matematik dan berpikir kreatif siswa.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui : (1) apakah kemampuan koneksi matematik siswa menggunakan Discovery Learning berbeda dari Direct Instruction, (2) apakah kemampuan berpikir kreatif siswa menggunakan Discovery Learning berbeda dari Direct Instruction, (3) proses jawaban siswa menggunakan Discovery Learning lebih bervariasi dari Direct Instruction, (4) Respon siswa positif menggunakan Discovery Learning.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Swasta Ampera Batang Kuis yang terdiri dari 3 kelas paralel. Dari seluruh siswa kelas VII dipilih siswa sebanyak dua kelas sebagai sampel. Kelas eksperimen diberi perlakuan Discovery Learning dan kelas kontrol diberi perlakuan Direct Instruction .
Dalam penelitian ini telah dikembangkan beberapa perangkat pembelajaran seperti RPP dan LKS.Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu: (1) tes kemampuan koneksi matematik, (2) tes kemampuan berpikir kreatif. Tes yang digunakan adalah berbentuk uraian yang telah dinyatakan valid dan reliable dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,814 dan 0,878.
ii ABSTRACT
SAMUEL JULIARDI SINAGA. Differences in Connection Mathematical and Creative Thinking Ability Use Discovery Learning dan Direct Instruction in Class VII SMP Swasta Ampera Batang Kuis. Thesis. Medan: Mathematics Education Post-Graduate Program, State University of Medan, 2016.
This study was conducted based on low connection mathematical and creative thinking ability of students. The aim of this study was to determine: (1) whether the connection mathematical of students use Discovery Learning is different than Direct Instruction, (2) whether the creative thinking abilities students Discovery Learning is different than Direct Instruction, (3) the student answers use Discovery Learning variatever than Direct Instruction, (4) to responses the students used Discovery Learning very positive.
This study is a quasi experimental research. The study population was all students of class VII SMP Swasta Ampera Batang Kuis consisting of three parallel classes. Of all students in grade VII students of two classes selected for the sample. The experimental class were treated Discovery Learning and control class were treated Direct instruction.
In this research has developed several learning tools such as lesson plan and student activity sheets. The instrument used to collect data in this study are: (1) test the ability of connection mathematical, (2) test the ability creative thinking of students. The tests were used is in the form of a description. The test has been declared valid and reliable by the reliability coefficient of 0.814 and 0.878.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena penyertaan serta limpahan berkat dan cinta kasihNya penulis dimampukan
menyelesaikan tesis berjudul “Perbedaan Kemampuan Koneksi Matematik dan
Berpikir Kreatif Siswa Menggunakan Discovery Learning dan Direct Instruction
di Kelas VII SMP Swasta Ampera Batang Kuis” yang disusun sebagai tugas akhir
untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang terlibat membantu penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :
1. Ayahanda B. Sinaga dan Ibunda D. Br. Manalu yang terkasih, serta adikku yang tercinta Sunarto Sinaga, Dame Anju Sinaga, Deswita Sinaga yang selalu memberi doa, kasih sayang, perhatian dan motivasi penuh untuk setiap hal yang akan saya lakukan dalam menyelesaikan perkuliahan dan menyelesaikan penulisan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd sebagai Pembimbing I dan juga sebagai Direktur Pascasarjana serta Bapak Prof. Dr. P. Siagian, M.Pd sebagai Pembimbing II yang terkasih dimana disela – sela kesibukannya dengan kegiatan yang padat masih mampu dengan sabar memberi bimbingan, arahan serta motivasi dari setiap permasalahan/kejadian yang penulis temukan dan alami sepanjang penyelesaian tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd., Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd., dan Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd., sebagai narasumber yang telah memberi masukan dan sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan penulis dalam perbaikan dan penyempurnaan tesis ini.
iv
penulis khususnya dalam urusan administrasi baik selama proses perkuliahan maupun proses penyelesaian tesis ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna kepada penulis selama menjalani pendidikan.
6. Bapak Ali Fahmi Tambunan, ST selaku Kepala Sekolah SMP Swasta Ampera Batang Kuis, serta Bapak Drs. Erickson Tambunan selaku guru matematika yang memberikan kesempatan kepada peneliti melakukan penelitian dan membantu peneliti selama pelaksanaan penelitian.
7. Rekan-rekan seperjuangan DikMat Reguler A-4, Mariani Pasaribu, Riris Simamora, Lidya Saminer Pakpahan, Teddy Alfra Siagian, Julina Simanjuntak serta rekan-rekan yang lain yang tak dapat disebut satu per satu, penulis hanya mampu mengucapkan terima kasih buat semua semangat dan doa yang kalian berikan sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.
8. Sahabat terkasih, The Nine Sweet Dream yang memberi dukungan dan doa kepada penulis selama perkuliahan dan dalam penyelesaian tesis ini. 9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, dengan harapan
semua mendapatkan berkat disetiap langkah.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa karya tulis ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari setiap pembaca demi kesempurnaan penulisan selanjutnya. Harapan penulis, semoga tesis ini bisa berguna bagi khasanah pengetahuan. Terima kasih.
Medan, Juni 2016
v
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 16
2.1 Belajar dan Pembelajaran Matematika... 21
2.1.1Pengertian Belajar Matematika ... 21
2.1.2 Pengertian Pembelajaran Matematika ... 22
2.2 Kemampuan Koneksi Matematik ... 24
2.3 Kemampuan Berpikir Kreatif ... 28
2.4Discovery Learning ... 31
2.4.1 Konsepsi belajar Discovery Learning ... 35
2.4.2 Tujuan Pembelajaran Discovery Learning ... 37
2.4.3 Karakteristik Discovery Learning ... 37
2.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Discovery Learning ... 39
2.4.5 Langkah – langkah Operasional Discovery Learning ... 40
2.5 Direct Instruction ... 43
2.6 Perbedaan Pedagogik Discovery Learning dengan Direct Instruction ... 45
2.7 Teori Belajar yang MendukungDiscovery Learning ... 46
2.8Penelitian yang Relevan ... 48
2.9 Kerangka Konseptual ... 52
2.10 Hipotesis Penelitian ... 57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 58
3.1 Jenis Penelitian ... 58
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 58
3.3 Populasi dan Sampel ... 58
3.4 Prosedur dan Desain Penelitian ... 59
3.5 Variabel Penelitian ... 61
3.6 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 62
3.7Uji Coba Instrumen ... 63
vi
3.8.1 Analisis Deskriptif ... 69
3.8.2 Analisis Statistik Inferensial ... 71
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 83
4.1 Hasil Penelitian ... 83
4.1.1 Deskripsi hasil penelitian tentang kemampuan koneksi matematik siswa ... 87
4.1.2 Deskripsi hasil penelitian tentang kemampuan berpikir kreatif siswa ... 93
4.1.3 Analisis statistik inferensial kemampuan koneksi matematik siswa ... 99
4.1.4 Analisis statistik inferensial kemampuan berpikir kreatif Siswa ... 110
4.1.5 Analisis proses jawaban siswa ... 121
4.1.6 Deskripsi respon siswa menggunakan Discovery Learning 132 4.2 Temuan Penelitian ... 133
4.3 Pembahasan Penelitian ... 135
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 145
5.1 Simpulan ... 145
5.2 Saran ... 145
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. : Perbedaan Pedagogik Discovery Learning dengan Direct
Instruction 45
Tabel 3.1. : Desain Penelitian 61
Tabel 3.2. : Rancangan analisis data untuk ANACOVA 72 Tabel 3.3. : Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data,
Alat, Uji dan Uji Statistik 81
Tabel 4.1. : Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran 83 Tabel 4.2. : Hasil Validasi Instrumen Tes Kemampuan Awal Koneksi
Matematik Setiap Butir Soal 84
Tabel 4.3. : Hasil Validasi Instrumen Tes Kemampuan Akhir Koneksi
Matematik Setiap Butir Soal 84
Tabel 4.4. : Hasil Validasi Instrumen Tes Kemampuan Awal Berpikir
Kreatif Siswa Setiap Butir Soal 84
Tabel 4.5. : Hasil Validasi Instrumen Tes Kemampuan Akhir Berpikir
Kreatif Siswa Setiap Butir Soal 84
Tabel 4.6. : Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Awal Koneksi
Matematik 85
Tabel 4.7. : Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Akhir Koneksi
Matematik 85
Tabel 4.8. : Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Awal Berpikir Kreatif
Siswa 86
Tabel 4.9 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Akhir Berpikir
Kreatif Siswa 86
Tabel 4.10. : Tes Kemampuan Awal Koneksi Matematik Siswa Kelas
Eksperimen Secara Kuantitatif 87
Tabel 4.11. : Tes Kemampuan Akhir Koneksi Matematik Siswa Kelas
Eksperimen Secara Kuantitatif 88
Tabel 4.12. : Tes Kemampuan Awal Koneksi Matematik Siswa Kelas
Kontrol Secara Kuantitatif 89
Tabel 4.13. : Tes Kemampuan Akhir Koneksi Matematik Siswa Kelas
Kontrol Secara Kuantitatif 91
Tabel 4.14. : Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Koneksi
Matematik Siswa 92
Tabel 4.15. : Tes Kemampuan Awal Berpikir Kreatif Siswa Kelas
Eksperimen Secara Kuantitatif 94
Tabel 4.16. : Tes Kemampuan Akhir Berpikir Kreatif Siswa Kelas
Eksperimen Secara Kuantitatif 95
Tabel 4.17. : Tes Kemampuan Awal Berpikir Kreatif Siswa Kelas
Kontrol Secara Kuantitatif 96
Tabel 4.18. : Tes Kemampuan Akhir Berpikir Kreatif Siswa Kelas
Kontrol Secara Kuantitatif 97
Tabel 4.19. : Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Berpikir
viii
Tabel 4.20. : Deskripsi Uji Normalitas Data Tes Kemampuan Koneksi
Matematik Siswa Kelas Eksperimen 100
Tabel 4.21. : Deskripsi Uji Normalitas Data Tes Kemampuan Koneksi
Matematik Siswa Kelas Kontrol 100
Tabel 4.22. :
Hasil Uji Homogenitas Varians Tes Kemampuan Awal Koneksi Matematik Siswa Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol
101
Tabel 4.23. :
Hasil Uji Homogenitas Varians Tes Kemampuan Akhir Koneksi Matematik Siswa Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol
101
Tabel 4.24. : Hasil Perhitungan Koefisien Persamaan Regresi Kelas Eksperimen
102 Tabel 4.25. : Hasil Perhitungan Koefisien Persamaan Regresi Kelas
Kontrol 102
Tabel 4.26. : Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan
Koneksi Matematik Siswa Kelas Eksperimen 103 Tabel 4.27. : Analisis Varians Untuk Uji Linearitas Regresi Kemampuan
Koneksi Matematik Siswa Kelas Eksperimen 104 Tabel 4.28. : Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan
Koneksi Matematik Siswa Kelas Kontrol 105 Tabel 4.29. : Analisis Varians Untuk Uji Linearitas Regresi Kemampuan
Koneksi Matematik Siswa Kelas Kontrol 106 Tabel 4.30. : Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Koneksi Matematik Siswa 107
Tabel 4.31. : Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model
Regresi Kemampuan Koneksi Matematik Siswa 107 Tabel 4.32. Analisis Kovarians Kemampuan Koneksi Matematik Siswa
untuk Kesejajaran Model Regresi 108
Tabel 4.33. : Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Koneksi Matematik Siswa 109
Tabel 4.34. : Deskripsi Uji Normalitas Data Tes Kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa Kelas Eksperimen 111
Tabel 4.35. : Deskripsi Uji Normalitas Data Tes Kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa Kelas Kontrol 111
Tabel 4.36. :
Hasil Uji Homogenitas Varians Tes Kemampuan Awal Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol
112
Tabel 4.37. :
Hasil Uji Homogenitas Varians Tes Kemampuan Akhir Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol
112
Tabel 4.38. : Hasil Perhitungan Koefisien Persamaan Regresi Kelas
Eksperimen 113
Tabel 4.39. : Hasil Perhitungan Koefisien Persamaan Regresi Kelas
Kontrol 113
Tabel 4.40. : Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa Kelas Eksperimen 114 Tabel 4.41. : Analisis Varians untuk Uji Linearitas Regresi Kemampuan
ix
Tabel 4.42. : Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol 116 Tabel 4.43. : Analisis Varians untuk Uji Linearitas Regresi Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa Kelas Kontrol 117 Tabel 4.44. : Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa 118
Tabel 4.45. : Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model
Regresi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa 118 Tabel 4.46. : Analisis Kovarians Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
untuk Kesejajaran Model Regresi (Manual) 119 Tabel 4.47. : Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa 120
Tabel 4.48. : Persentase Respon Siswa Menggunakan Discovery
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. : Contoh lembar jawaban siswa tes koneksi matematik 6 Gambar 1.2. : Contoh lembar jawaban siswa tes berpikir kreatif
matematik 12
Gambar 3.1. : Tahap alur penelitian 82
Gambar 4.1. : Bagan tes kemampuan awal koneksi matematik siswa
pada kelas eksperimen 88
Gambar 4.2. : Bagan tes kemampuan akhir koneksi matematik siswa
pada kelas eksperimen 89
Gambar 4.3. : Bagan tes kemampuan awal koneksi matematik siswa
pada kelas control 90
Gambar 4.4. : Bagan tes kemampuan akhir koneksi matematik siswa
pada kelas control 91
Gambar 4.5. : Bagan tes kemampuan awal berpikir kreatif matematik
siswa pada kelas eksperimen 94
Gambar 4.6. : Bagan tes kemampuan akhir berpikir kreatif matematik
siswa pada kelas eksperimen 95
Gambar 4.7. : Bagan tes kemampuan awal berpikir kreatif matematik
siswa pada kelas control 96
Gambar 4.8. : Bagan tes kemampuan akhir berpikir kreatif matematik
siswa pada kelas control 97
Gambar 4.9. : Proses jawaban tes koneksi matematik siswa butir soal
nomor 1 Kelas eksperimen dan kelas kontrol 122 Gambar 4.10. : Proses jawaban tes koneksi matematik siswa butir soal
nomor 2 Kelas eksperimen dan kelas kontrol 123 Gambar 4.11. : Proses jawaban tes koneksi matematik siswa butir soal
nomor 3 Kelas eksperimen dan kelas kontrol 124 Gambar 4.12. : Proses jawaban tes koneksi matematik siswa butir soal
nomor 4 Kelas eksperimen dan kelas kontrol 124 Gambar 4.13. : Proses jawaban tes koneksi matematik siswa butir soal
nomor 5 Kelas eksperimen dan kelas kontrol 125 Gambar 4.14. : Proses jawaban tes berpikir kreatif siswa butir soal nomor
1 Kelas eksperimen dan kelas control 127 Gambar 4.15. : Proses jawaban tes berpikir kreatif siswa butir soal nomor
2 Kelas eksperimen dan kelas control 128 Gambar 4.16. : Proses jawaban tes berpikir kreatif siswa butir soal nomor
3 Kelas eksperimen dan kelas control 129 Gambar 4.17. : Proses jawaban tes berpikir kreatif siswa butir soal nomor
4 Kelas eksperimen dan kelas control 130 Gambar 4.18. : Proses jawaban tes berpikir kreatif siswa butir soal nomor
5 Kelas eksperimen dan kelas control 131 Gambar 4.19. : Tingkat kemampuan koneksi matematik siswa kelas
eksperimen dan kelas control 140
Gambar 4.20. : Tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa kelas
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai suatu disiplin ilmu yang secara jelas mengandalkan
proses berpikir dipandang sangat baik untuk diajarkan pada anak didik. Di
dalamnya terkandung berbagai aspek yang secara substansial menuntun murid
untuk berpikir logis menurut pola dan aturan yang telah tersusun secara baku.
Sehingga seringkali tujuan utama dari mengajarkan matematika tidak lain untuk
membiasakan agar anak didik mampu berpikir logis, kritis, kreatif dan sistematis.
Khususnya berpikir kritis dan kreatif, sangat diperlukan bagi kehidupan mereka,
agar mereka mampu menyaring informasi, memilih layak atau tidaknya suatu
pengetahuan dan mempertanyakan suatu kebenaran. Apalagi pada pembelajaran
matematika yang dominan mengandalkan kemampuan daya pikir dan mengaitkan
dalam kehidupan nyata, perlu membina kemampuan koneksi dan berpikir siswa
agar mampu mengatasi permasalahan pembelajaran matematika tersebut yang
materinya cenderung bersifat abstrak dan siswa juga mampu mencapai tujuan dari
pembelajaran matematika tersebut.
Adapun tujuan pembelajaran Matematika secara khusus dijabarkan dalam
Kemendikbud tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013, matematika
diajarkan di sekolah membawa misi yang sangat penting, yaitu mendukung
ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Secara umum tujuan pendidikan
matematika di sekolah adalah :
2
b. Tujuan yang bersifat material menekankan kepada kemampuan memecahkan masalah dan menerapkan matematika.
Secara lebih terinci, tujuan pembelajaran matematika sebagai berikut :
a. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
b. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan tersebut.
Meninjau tujuan pelajaran matematika diatas maka suatu proses
pembelajaran matematika haruslah memberikan kesempatan pada siswa untuk
dapat melihat dan mengalami sendiri kegunaan matematika dalam kehidupan
nyata, serta memberikan kesempatan untuk siswa agar dapat mengkonstruksi
sendiri pengetahuan melalui berbagai aktifitas seperti pemecahan masalah,
penalaran, berkomunikasi, koneksi, representasi dan berpikir kritis serta kreatif.
Harapannya siswa dapat menguasai konsep dasar matematika secara benar
sehingga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Lebih jauh
pembelajaran matematika diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
bermatematika dan meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal yang penting dalam pelajaran
matematika untuk dapat melakukan pemecahan masalah dengan baik, maka
diperlukan kemampuan koneksi dan berpikir kreatif. Matematika adalah suatu alat
untuk mengembangkan cara berpikir, matematika juga sangat diperlukan baik
untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan ilmu dan
3
didik sejak Sekolah Dasar (SD), bahkan sejak Taman Kanak-Kanak (TK). Dengan
demikian harapan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika adalah
memiliki keterampilan berpikir matematika yang memadai, karena siswa harus
dipersiapkan sikap dan mental untuk menghadapi situasi dan kondisi
perkembangan globalisasi dunia, teknologi dan informasi di masa depan.
Namun kenyataan menunujukkan bahwa prestasi matematika siswa-siswa
Indonesia masih belum memuaskan. Hal ini terlihat dari Hasil studi internasional
dalam bidang matematika dan IPA pada Third International Mathematics and
Science Study (TIMSS), menunjukan bukti bahwa soal-soal matematika yang
memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher-order thingking), pada
umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar oleh sampel siswa Indonesia.
Ketidakberhasilan tersebut disebabkan oleh rendahnya kualitas
pembelajaran matematika di Indonesia, yang kali ini terlihat pada hasil survei
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011
yang diikuti 42 negara, siswa – siswa indonesia menempati urutan ke 38. Pada
studi TIMSS juga terungkap bahwa siswa Indonesia lemah dalam menyelesaikan
soal-soal tidak rutin yang berkaitan dengan jastifikasi atau pembuktian,
pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematika, menemukan
generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta
yang diberikan. Sedangkan dalam studi PISA, siswa Indonesia lemah dalam
menyelesaikan soal-soal yang difokuskan pada mathematics literacy yang
ditunjukkan oleh kemampuan siswa dalam menggunakan matematika yang
mereka pelajari untuk menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari. Hal
4
Indonesia pada urutan ke 64 dari 65 negara peserta dengan skor 375, sedangkan
skor rata – rata yang harus dicapai adalah 494, dapat dilihat dari jumlah skor yang
di dapat bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia masih rendah, jauh
berbeda dengan negara Singapura yang jauh berada pada posisi ke 2 dengan skor
573.
Dari Pernyataan di atas salah satu aspek yang ditekankan agar kemampuan
matematika siswa indonesia dapat meningkat adalah meningkatkan kemampuan
koneksi matematik, tingkat koneksi matematik seorang siswa lebih dipengaruhi
oleh pengalaman siswa itu sendiri. Kemampuan koneksi matematik juga
merupakan salah satu kemampuan yang sangat penting dan harus dikembangkan
karena dalam pembelajaran matematika setiap konsep berkaitan satu sama lain
dengan konsep lainnya. (Bruner, 1977) menyatakan bahwa anak perlu menyadari
bagaimana hubungan antar konsep, karena antara sebuah bahasan dengan bahasan
matematika lainnya saling berkaitan. Selanjutnya, Lasmawati (dalam Lestari,
2014) mengungkapkan bahwa melalui koneksi matematik, wawasan siswa akan
semakin terbuka terhadap matematika, yang kemudian akan menimbulkan sikap
positif terhadap matematika itu sendiri. Melalui proses koneksi matematik, konsep
pemikiran dan wawasan siswa terhadap matematika akan semakin lebih luas,
tidak hanya terfokus pada topik yang sedang dipelajari.
Hal ini berarti kemampuan koneksi matematik seorang siswa dalam
belajar diperoleh dari apa yang ia alami dalam pembelajaran tersebut. Selanjutnya,
Bruner menyatakan pembelajaran matematika merupakan usaha untuk membantu
siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan melalui proses, karena mengetahui
5
Vygotsky yang menyatakan bahwa, konstruksi pengetahuan terjadi melalui proses
interaksi sosial bersama orang lain yang lebih mengerti, dapat mengaitkan dan
paham akan pengetahuan tersebut. Proses tersebut dimulai dari pengalaman,
sehingga siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengkonstruksi
sendiri pengetahuan yang harus dimilikinya. Dari pendapat tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa suatu kemampuan koneksi diperoleh oleh siswa melalui suatu
rangkaian proses yang dilalui oleh siswa saat belajar dan interaksi yang terjadi
saat belajar bersama orang lain, sehingga siswa dapat membentuk pengetahuan
dan mampu mengkoneksikan pengetahuan tersebut dari apa yang dialaminya.
Kemampuan koneksi juga merupakan hal yang penting yang harus
dimiliki siswa dalam proses pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses
pembelajaran di dalam kelas, namun pada kenyataannya kemampuan koneksi
matematik ini belum dimiliki siswa. Hal ini terlihat pada kasus yang ditemukan di
kelas VII SMP Swasta Ampera Batang Kuis. Kepada siswa diberikan soal
kemampuan koneksi sebagai berikut :
6
Gambar 1.1 Contoh lembar jawaban siswa tes koneksi matematik.
Juga dari hasil jawaban beberapa siswa pada soal di atas, di dapat hanya 8
orang siswa (25%) yang mampu mengerti, memahami serta menjawab dengan
benar proses penyelesaian soal di atas, sementara 24 orang siswa lainnya tidak
dapat menjawab soal dengan benar, bahkan ada beberapa siswa yang sama sekali
tidak menjawab pada kertas jawaban mereka. Dari pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa siswa tidak dapat memahami soal dengan baik, tidak mampu
Dapat terlihat pada
jawaban siswa,
dimana siswa
mengerti membuat suatu analisa namun
lemah dalam
mengeksekusi permasalahan yang ada, siswa juga kurang mengerti konsep.
Pada gambar disamping terlihat cara siswa
menjawab yang
menganggap bahwa dengan mengoperasikan
bilangan maka
penyelesaian sudah selesai.
Terlihat pola jawaban siswa yang sama sekali tidak mengerti
konsep pada
7
membuat soal ke dalam simbol matematika dan tidak dapat membuat
penyelesaian dengan baik, sehingga menyebabkan siswa tidak dapat
menyelesaikan soal dengan benar.
Namun dapat dilihat juga kenyataan di lapangan menunjukkan indikasi
yang berbeda, guru terbiasa melaksanakan pembelajaran secara konvensional,
guru hanya sekedar penyampai pesan pengetahuan, sementara siswa cenderung
sebagai penerima pengetahuan semata dengan cara mencatat, mendengarkan dan
menghafal apa yang telah disampaikan oleh gurunya. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa guru saat ini cenderung mengajarkan siswa belajar
dengan cara menghafal, kurang melakukan perlakuan yang berbeda pada siswa.
Tentunya hasil dari pembelajaran seperti ini dapat kita rasakan dan lihat hasilnya
sekarang ini, prestasi belajar siswa sangatlah rendah. Dalam penelitiannya,
Ruspiani dan Yuniawati (dalam Mandur, 2013) menemukan bahwa kemampuan
siswa untuk melakukan koneksi matematis tergolong masih rendah. Akibatnya
prestasi belajar matematika siswa juga masih rendah. Jika siswa tidak memiliki
kemampuan koneksi matematis, maka mereka lebih banyak mengingat dan
mengulangi materi pelajaran, sehingga pembelajaran tidak akan berjalan dengan
optimal. Dari uraian tersebut di atas, diperoleh kesimpulan yaitu perlunya suatu
persepsi bahwa konsep-konsep matematika merupakan konsep-konsep yang
saling berkaitan dan haruslah meresap dalam pembelajaran matematika di
sekolah. Jika persepsi ini sebagai landasan guru dalam pembelajaran matematika,
maka setiap mengkaji materi selalu mengaitkan dengan materi lain dan kehidupan
8
Hal di atas juga mendukung indikasi yang memandang bahwa
pembelajaran matematika selama ini kurang melibatkan siswa secara aktif,
pembelajaran matematika selama ini disampaikan kepada siswa secara informatif,
artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat
“kemelekatannya” juga dapat dikatakan rendah. Dengan pembelajaran seperti ini,
siswa sebagai subjek belajar kurang dilibatkan dalam menemukan konsep-konsep
pelajaran yang harus dikuasainya. Hal ini menyebabkan konsep-konsep yang
diberikan tidak membekas tajam dalam ingatan siswa sehingga siswa mudah lupa
dan sering kebingungan dalam memecahkan suatu permasalahan yang berbeda
dari yang pernah dicontohkan oleh gurunya. Untuk itu, dalam pembelajaran
Matematika harus mampu mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran dan
mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi proses pembelajaran
tersebut, sehingga ada perubahan dalam hal pembelajaran matematika yaitu
pembelajaran yang berpusat pada guru sudah sewajarnya diubah menjadi berpusat
pada siswa(Markaban, 2006).
Selain kemampuan koneksi matematik, kemampuan berpikir kreatif juga
merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki siswa, Mengembangkan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis maupun bekerja sama sudah
lama menjadi fokus dan perhatian pendidik matematika di kelas. Tetapi, fokus dan
perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam
matematika jarang atau tidak pernah dikembangkan. Padahal kemampuan itu yang
sangat diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,
9
Kreativitas sering kali dianggap sebagai sesuatu keterampilan yang
didasarkan pada bakat alam, di mana hanya mereka yang berbakat saja yang bisa
menjadi kreatif. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, walaupun memang dalam
kenyataannya terlihat bahwa orang - orang tertentu memiliki kemampuan untuk
menciptakan ide-ide baru dengan cepat dan beragam. Namun demikian,
sesungguhnya kemampuan berpikir kreatif pada dasarnya dimiliki semua orang.
Menurut Pehkonen (Fauziyah, 2013) mengemukakan bahwa “Berpikir
kreatif dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir
divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran.” Dalam
berpikir kreatif, seseorang dituntut untuk dapat memperoleh lebih dari satu
jawaban terhadap suatu persoalan dan untuk itu maka diperlukan imajinasi.
Adapun berpikir analitis adalah berpikir yang sebaliknya menggunakan suatu
pendekatan logis menuju ke jawaban tunggal.
Sebenarnya dalam menghadapi masalah kita membutuhkan kedua jenis
berpikir tersebut, yaitu berpikir logis analitis dan berpikir kreatif. Berpikir
logis-analitis sering disebut dengan berpikir konvergen, karena cara berpikir ini
cenderung menyempit dan menuju ke jawaban tunggal. Sementara itu berpikir
kreatif sering disebut sebagai berpikir divergen, karena di sini pikiran didorong
untuk menyebar jauh dan meluas dalam mencari ide-ide baru.
Proses berpikir kreatif merupakan gambaran nyata dalam menjelaskan
bagaimana kreativitas terjadi. Dalam berpikir kreatif proses yang terjadi ternyata
melalui beberapa tahapan tertentu. (Fauziyah, 2013) Menyatakan proses berpikir
kreatif dapat dilihat dari perspektif Teori Wallas. Wallas dalam bukunya “The Art
10
proses kreatif meliputi 4 tahap yaitu : Preparasi (mengumpulkan informasi yang
relevan), Inkubasi (istirahat sebentar untuk mengendapkan masalah dan informasi
yang diperoleh), Iluminasi (mendapat ilham), Verifikasi (menguji dan menilai
gagasan yang diperoleh).
Pada tahap pertama seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan
masalah dengan cara mengumpulkan data yang relevan, dan mencari pendekatan
untuk menyelesaikannya. Pada tahap kedua, seseorang seakan-akan melepaskan
diri secara sementara dari masalah tersebut. Tahap ini penting sebagai awal proses
timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi
baru dari daerah pra sadar. Pada tahap ketiga, seseorang mendapatkan sebuah
pemecahan masalah yang diikuti dengan munculnya inspirasi dan ide-ide yang
mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi dan gagasan baru. Pada tahap
terakhir adalah tahap seseorang menguji dan memeriksa pemecahan masalah
tersebut terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Pada
tahap verifikasi ini seseorang setelah melakukan berpikir kreatif maka harus
diikuti dengan berpikir kritis.
Kreativitas dalam matematika lebih pada kemampuan berpikir kreatif.
Karena secara umum sebagian besar aktivitas yang dilakukan seseorang yang
belajar matematika adalah berpikir. Beberapa ahli mengatakan bahwa berpikir
kreatif dalam matematika merupakan kombinasi berpikir logis dan berpikir
divergen yang didasarkan intuisi tetapi dalam kesadaran yang memperhatikan
fleksibilitas, kefasihan dan kebaruan.
Pernyataan di atas membuktikan bahwa kemampuan berpikir kreatif juga
11
kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam setiap pemecahan masalah yang
dihadapi siswa tersebut, namun pada kenyataaannya kemampuan berpikir kreatif
ini belum dimiliki siswa, terbukti dari hasil penyelesaian soal yang diberikan di
kelas VII SMP Swasta Ampera Batang Kuis, adapun soal yang diberikan kepada
siswa adalah sebagai berikut :
Joni mengatakan bahwa ketika menjumlahkan anda memiliki banyak pilihan untuk penyebutnya. Bela mengatakan hanya ada satu pilihan penyebut. Siapakah yang benar dan mengapa?
Pada jawaban siswa di
samping dapat
dianalisis bahwa siswa hanya menebak saja dari dua nama yang ada, ini ter;ihat pada alasan yang diberikan dan lemahnya tingkat pemahaman siswa.
Dapat dilihat pada gambar disamping siswa juga lemah
dalam memahami
12
Gambar 1.2 Contoh lembar jawaban siswa tes berpikir kreatif matematik.
Juga dari beberapa hasil jawaban diatas di dapat hanya 5 orang siswa
(15,625%) yang mampu mengembangkan jawaban mereka dan kreatif dalam
menjawab soal dengan proses yang baik dan benar, sedangkan 27 siswa lainnya
tidak dapat menjawab soal dengan benar, sehingga 27 orang siswa tersebut terlihat
tidak mengerti bagaimana menyelesaikan soal dan tidak dapat memahami soal
dengan baik. Hal ini diperkuat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
(Azhari dan Somakim, 2013) bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan
bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa belum optimal, rendahnya kemampuan
siswa berpikir kreatif diduga karena selama ini guru tidak berusaha menggali
pengetahuan dan pemahaman siswa sehingga kemampuan berpikir kreatif
siswa sangat dangkal terhadap suatu masalah, kebanyakan siswa kurang
memahami masalah. Selain itu rencana penyelesaian yang dilakukan siswa
tidak terarah sehingga proses perhitungan belum memperlihatkan jawaban
yang benar.
Tim Survey IMSTEP-JICA (Fachrurazi, 2011) di kota Bandung juga
menemukan sejumlah kegiatan yang dianggap sulit oleh siswa untuk
mempelajarinya dan oleh guru untuk mengajarkannya antara lain, pembuktian
13
pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematis, menemukan,
generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta
yang diberikan. Kegiatan-kegiatan yang dianggap sulit tersebut, kalau kita
perhatikan merupakan kegiatan yang menuntut kemampuan koneksi dan berpikir
tingkat tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil survei tersebut
menemukan bahwa siswa mengalami kesulitan jika dihadapkan kepada persoalan
yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang terkait dengan berpikir
kreatif.
Semua kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa tidak serta
merta dapat terwujud hanya dengan mengandalkan proses pembelajaran yang
selama ini terbiasa ada di sekolah kita, dengan urutan-urutan langkah seperti,
diajarkan teori/definisi/teorema, diberikan contoh-contoh dan diberikan latihan
soal. Proses belajar seperti ini tidak membuat anak didik berkembang dan
memiliki kemampuan memahami serta mampu berpikir kreatif berdasarkan
pemikirannya, tapi justru lebih menerima ilmu secara pasif. Dengan demikian,
langkah – langkah dan proses pembelajaran yang selama ini umumnya dilakukan
oleh para guru di sekolah adalah kurang tepat, karena justru akan membuat anak
didik tidak mampu mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Dari kedua
masalah di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematik dan
kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah.
Rendahnya kemampuan koneksi matematik dan berpikir kreatif dalam
pembelajaran matematika siswa juga disebabkan beberapa faktor, faktor yang
terjadi di dalam kelas selama proses belajar mengajar berlangsung seperti hasil
14
Kuis yang menghasilkan beberapa informasi berupa faktor yang menyebabkan
hasil belajar siswa rendah seperti : (1) Model pembelajaran matematika yang
masih terpusat pada guru sehingga siswa cenderung pasif dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berpikir (2) Kurangnya variasi dalam penggunaan
model/metode pembelajaran menyebabkan kecenderungan siswa yang pasif (3)
Kurang termotivasi dalam belajar matematika, serta kurang teroptimalkannya
kemampuan siswa dalam hal berpikir kritis, kreatif, analitis dan logis serta
kemampuan koneksi matematik siswa juga tergolong masih rendah (4)
Ketidaksesuaian antara contoh soal dan soal/PR yang diberikan guru kepada siswa
(5) Kurangnya referensi/buku belajar matematika siswa (6) Siswa sering bosan
dengan pembelajaran yang berlangsung dikarenakan pembelajaran yang monoton,
Bila kondisi ini terus berlangsung, akan terjadi sifat pasif pada siswa yang
mengakibatkan terhambatnya kemampuan berpikir siswa (7) Kurangnya respon
siswa dikarenakan pembelajaran yang dilakukan selama ini monoton.
Pembelajaran matematika dengan siswa yang pasif memiliki kemungkinan
besar mengalami kegagalan, dengan demikian untuk membawa ke arah
pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan koneksi matematik dan
berpikir kreatif harus berangkat dari pembelajaran yang bersifat aktif, siswa diberi
keleluasaan untuk mengkonstruksi potensi nya serta mengembangkan
kemampuan matematika yang ia miliki, yang lebih banyak melibatkan diri nya
aktif dalam proses berpikir.
Berkenaan dengan hal di atas, maka dengan memperhatikan berbagai
konsep dan teori belajar dengan tujuan membawa implikasi kepada keharusan
15
memberdayakan siswa dengan meningkatkan produktivitas belajar untuk
kebermaknaan konteks pembelajaran (Meaningful Learning) misalnya dengan
menggunakan Discovery Learning.
Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh Jerome Bruner,
seorang ahli psikologi yang lahir di New York pada tahun 1915. Bruner
menganggap bahwa belajar penemuan (Discovery Learning) sesuai dengan
pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya
memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya
belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar
mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan
eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu
sendiri. Belajar penemuan adalah proses belajar dimana guru harus menciptakan
situasi belajar yang problematis, menstimulus siswa dengan
pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban sendiri, dan melakukan
eksperimen. Belajar penemuan pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan
kemampuan untuk berpikir secara bebas dan melatih keterampilan kognitif siswa
dengan cara menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan
pengetahuan yang telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna bagi dirinya. Adapun kelebihan dari Discovery Learning antara lain: (1)
Hasilnya lebih berakar dari pada cara belajar yang lain. (2) Lebih mudah dan
cepat ditangkap. (3) Dapat dimanfaatkan dalam bidang studi lain atau dalam
kehidupan sehari-hari. (4) berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa
16
Model pembelajaran ini dirancang dengan tujuan akhir yaitu meningkatkan
kemampuan koneksi matematik dan berpikir kreatif siswa pada pelajaran
matematika dan siswa merasa mampu dan berani dalam menyelesaikan setiap
masalah yang dihadapinya serta yang terpenting siswa mempunyai rasa
kepercayaan diri yang tinggi dalam setiap proses belajar mengajar berlangsung.
Oleh karena itu, Discovery Learning ini dapat digunakan oleh para guru sebagai
dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik dan sebagai suatu
alternatif dalam usaha meningkatkan kemampuan koneksi matematik dan berpikir
kreatif siswa guna tercapainya tujuan dari suatu proses pembelajaran yang
diinginkan serta model pembelajaran ini juga dapat membuat proses pembelajaran
matematika di kelas lebih menarik dan bermakna untuk dipelajari siswa. Untuk
melihat sejauhmana keunggulan dan keutamaan Discovery Learning dalam rangka
merangsang kemampuan koneksi matematik dan berpikir kreatif siswa, maka
diadakan penelitian mengenai “Perbedaan Kemampuan Koneksi Matematik
dan Berpikir Kreatif Siswa Menggunakan Discovery Learning dan Direct Instruction di Kelas VII SMP Swasta Ampera Batang Kuis”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, maka
penulis dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa
2. Kemampuan koneksi matematik siswa masih rendah
3. Kemampuan berpikir kreatif siswa masih rendah
4. Proses penyelesaian jawaban siswa yang tidak sistematis dan belum bervariasi
5. Model pembelajaran matematika yang masih terpusat pada guru
17
7. Siswa kurang termotivasi dalam belajar matematika
8. Rendahnya respon siswa
9. Model pembelajaran Discovery Learning belum diterapkan.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan diatas, masalah yang
dikaji dalam penelitian ini perlu dibatasi sehingga penelitian ini lebih terarah,
efektif, dan efisien serta memudahkan dalam melaksanakan penelitian. Maka
penulis membatasi masalah sebagai berikut :
1. Kemampuan koneksi matematik siswa yang diberi Discovery Learning masih
rendah.
2. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang diberi Discovery Learning masih rendah.
3. Proses jawaban siswa dalam penyelesaian soal–soal kemampuan koneksi dan
berpikir kreatif siswa menggunakan Discovery Learning dan Direct Instruction
belum sistematis dan bervariasi.
4. Respon Siswa di dalam kelas yang diberikan perlakuan Discovery Learning.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan
masalah dalam penelitian ini, maka permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematik siswa yang
menggunakan Discovery Learning dengan yang menggunakan Direct Instruction?
2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan
18
3. Bagaimana proses jawaban siswa dalam penyelesaian masalah koneksi matematik
dan berpikir kreatif siswa yang proses pembelajarannya menggunakan Discovery
Learning dengan Direct Instruction?
4. Bagaimana respon siswa menggunakan Discovery Learning ?
1.5.Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini sesuai dengan rumusan
masalah adalah:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematik
siswa yang menggunakan Discovery Learning dengan yang menggunakan Direct
Instruction.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa
yang menggunakan Discovery Learning dengan yang menggunakan Direct
Instruction.
3. Untuk mendeskripsikan proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal
kemampuan koneksi matematik dan berpikir kreatif siswa.
4. Untuk mengetahui bagaimana respon siswa menggunakan Discovery Learning
1.6. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan
memberi manfaat sebagai berikut :
1. Bagi guru, sebagai alternatif pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika
guna meningkatkan kemampuan koneksi matematik dan berpikir kreatif siswa
serta melatih guru dalam memodifikasi sekaligus menerapkan berbagai model
19
2. Bagi peneliti, hasil dan perangkat penelitian ini dapat dijadikan sebagai pegangan
dan masukan untuk bekal ilmu pengetahuan dalam mengajar matematika pada
masa yang akan datang.
3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan bandingan/dijadikan referensi untuk melanjutkan
penelitian lanjutan yang relevan.
4. Bagi siswa, melalui Discovery Learning ini siswa semakin berprestasi dalam
belajar matematika, aktif di dalam kelas, semakin termotivasi untuk belajar
matematika serta mampu menyelesaikan tugas-tugas di sekolah maupun tugas
rumah (PR).
5. Bagi Sekolah, bermanfaat dalam mengambil keputusan yang tepat dalam
peningkatan kualitas proses pembelajaran.
1.7.Defenisi Operasional
Berikut ini adalah beberapa istilah yang perlu didefenisikan secara
operasional agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan untuk memberi arah yang
jelas dalam pelaksanaannya. Beberapa istilah yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan koneksi matematik adalah kemampuan seseorang
menghubungkan suatu gagasan matematis dengan gagasan matematis
lainnya, dan yang menjadi indikator seseorang memliki kemampuan
koneksi yang baik adalah siswa yang mampu mengoneksi antar topik
matematika, mampu mengoneksi antar disiplin ilmu lain dan mampu
mengoneksi dengan dunia nyata/kehidupan sehari – hari.
2. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi
yang sifatnya baru serta terdapat proses yang kegiatannya diperoleh
20
berbagai ide serta mampu menyimpulkan suatu hal baru dan pada
penelitian ini indikator berpikir kreatif dibatasi pada keterampilan berpikir
lancar, luwes dan orisinal.
3. Discovery learning adalah suatu model pembelajaran yang
mengedepankan proses berpikir yang mampu menyelidiki, menemukan
konsep/prinsip baru dengan cara siswa itu sendiri, berarti siswa dituntut
untuk lebih mandiri dalam mengkonstruk, memanipulasi dan membuat ke
simbol matematika setiap permasalahan yang dihadapinya, terkhusus pada
permasalahan matematika dalam proses belajar mengajar di kelas.
4. Direct Instruction adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada
guru dimana pada saat pelaksanaan pembelajaran guru
mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan guru tersebut tanpa
mengkonstruk pengetahuan dan keterampilan siswa, siswa hanya mampu
meniru apa yang guru contohkan tanpa mampu mengeluarkan ide – ide
yang ada pada dirinya serta ketika guru mendemontrasikan pengetahuan
dan keterampilannya, guru mengabaikan hal bahwa tidak semua siswa bisa
menjadi pengamat yang baik sehingga sering melewatkan hal – hal penting
yang seharusnya diketahui.
5. Proses Jawaban adalah prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan
persoalan atau masalah yang mempunyai tujuan untuk melihat
keberagaman dan kevariatifan jawaban atas penyelesaian soal terhadap
permasalahan yang terdapat pada soal tersebut.
6. Respon Siswa adalah pendapat/komentar siswa selama PBM dimana
145
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan analisis data hasil penelitian dan pembahasan penelitian dalam menggunakan Discovery Learning yang mengukut tingkat kemampuan koneksi matematik siswa dan kemampuan berpikir kreatif siswa, maka peneliti memperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Kemampuan koneksi matematik siswa yang menggunakan Discovery Learning berbeda dari yang menggunakan Direct Instruction ini dilihat dari
rata-rata siswa pada kelas yang menggunakan Discovery Learning yaitu 84,79 dengan 22 jumlah siswa yang tuntas sedangkan pada kelas Direct Instruction yaitu 63,13 dengan 10 jumlah siswa yang tuntas.
2. Kemampuan berpikir kreatif siswa yang menggunakan Discovery Learning berbeda dari yang menggunakan Direct Instruction ini dilihat dari rata-rata siswa pada kelas yang menggunakan Discovery Learning yaitu 78,75 dengan 20 jumlah siswa yang tuntas sedangkan pada kelas Direct Instruction yaitu 71,88 dengan 13 jumlah siswa yang tuntas.
3. Proses penyelesaian jawaban siswa yang menggunakan Discovery Learning lebih baik daripada yang menggunakan Direct Instruction.
4. Respon siswa positif menggunakan Discovery Learning. 5.2. Saran
146
hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil penelitian ini, pembelajaran matematika dengan menggunakan Discovery Learning lebih baik untuk diterapkan pada kegiatan pembelajaran matematika. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut :
1. Bagi guru matematika
a. Penerapan Discovery Learning pada pembelajaran matematika yang menekankan pada kemampuan koneksi matematik dan berpikir kreatif siswa baik sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang variatif dan inovatif khususnya dalam mengajarkan materi persamaan linier satu variabel. b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai
bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan menggunakan Discovery Learning pada materi persamaan linier satu variabel.
c. Agar Discovery Learning lebih efektif diterapkan pada pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik (RPP, LKS, dan media yang perlu untuk mendukung pembelajaran).
147
2. Kepada Lembaga terkait
a. Discovery Learning masih sangat baru untuk diketahui bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu adanya sosialisasi oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya kemampuan koneksi matematik dan berpikir kreatif siswa dapat semakin meningkat.
b. Diharapkan Discovery Learning dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematik dan berpikir kreatif siswa pada materi persamaan linier satu variabel sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai salah satu strategi pembelajaran yang efektif untuk pembelajaran matematika yang lain.
3. Kepada peneliti lanjutan
a. Dalam penelitian ini pembelajaran yang dibandingkan adalah Discovery Learning dan Direct Instruction. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar membandingkan pembelajaran yang lebih setara.
b. Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah kemampuan koneksi matematik dan berpikir kreatif siswa, untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan variabel yang lain seperti kemampuan berpikir kritis, komunikasi, penalaran, pemecahan masalah dan lain-lain. c. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan Discovery Learning dalam
148
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arynda, dkk. (2012). Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Dengan Pendekatan Kontekstual Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Aritmatika Sosial Kelas VII F Semester Ganjil SMP Negeri I Rambipuji Tahun Ajaran 2012/2013. [Online]. Tersedia : http://jurnal.unej.ac.id/index.php/kadikma/article/download/1018/815. [20 September 2015].
Azhari dan Somakim, (2013). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme Di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Banyuasin III. [Online].Tersedia:http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jpm/article/down load/992/364. [20 September 2015].
Balım, A., G. (2009). The Effects of Discovery Learning on Students’ Success
and Inquiry Learning Skills. Egitim Arastirmalari-Eurasian Journal of Educational Research, 35, 1-20.
Bruner. (1977). The Process of Education. London: Harvard University Press. Career Center Maine Departmeny of Labor (2004). Today’s Work Competence in
Maine. [Online]. Tersedia:
http://www.maine.gov/labor/lmis/pdf/Essential WorkCompetencies.pdf. [22 September 2015].
Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia : http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf. [20 September 2015].
Fauziyah, I. N. L, dkk. (2013). Proses Berpikir Kreatif Siswa Kelas X dalam Memecahkan Masalah Geometri Berdasarkan Tahapan Wallas Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) Siswa. [Online]. Tersedia. http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/matematika/article/download/676/ 1083. [ 22 September 2015].
Fergusson, G, A. (1989). Statistical Analysis In Psychology and Education. Sixth Edition, Singapore : Mc. Graw – Hill International Book Co.
Gordah, eka kasah. (2012). Upaya Guru Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik Melalui Pendekatan
Open Ended. [Online] Tersedia :
149
Hosnan, M. (2014). Pendekatan scientific dan kontekstual dalam pembelajaran abad 21: Jakarta: Ghalia Indonesia
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.(2013). Materi Pelatihan Guru : Implementasi Kurikulum 2013. (SMP/MTs: Matematika). Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Lestari, karunia eka. (2014). Implementasi Brain-Based Learning Untuk
Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Kemampuan Berpikir Kritis Serta Motivasi Belajar Siswa SMP. [Online] Tersedia : http://digilib.unsika.ac.id/sites/default/files/File%20JUDIKA/4.%20Artik el%20Jurnal%20(Karunia%20Eka%20Lestari_Matematika).pdf [ 22 September 2015]
Mandur, kanisius, dkk (2013). Kontribusi Kemampuan Koneksi, Kemampuan Representasi, dan Disposisi Matematis Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Swasta di Kabupaten Manggarai. [Online]
Tersedia :
http://pasca.undiksha.ac.id/e-journal/index.php/JPM/article/download/885/639 [ 23 September 2015]. Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Penemuan Terbimbing. [Online]. Tersedia :
http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP_Penemuanterbimbing.pdf [25 September 2015].
Martin. (2009). Convergent and Divergent Thinking. [Online] Tersedia: http://www.eruptingmind.com/convergent-divergent-creative-thinking/ [22 September 2015].
McGregor, D. (2007). Developing Thinking Developing Learning. Poland: Open University Press.
Mubarok, chusni (2014). Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas X TAV pada Standar Kompetensi Melakukan Instalasi Sound System di SMK Negeri 2 Surabaya. [Online]. Tersedia : http://ejournal.unesa.ac.id/article/11417/44/article.pdf. [25 September 2015].
150
OECD. (2014), PISA 2012 Results: What Students Know and Can Do – Student Performance in Mathematics, Reading and Science (Volume I, Revised edition, February 2014), PISA, OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/9789264201118-en.
Pehnoken, E. (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity. Zentralblatt für Didaktik der Mathematik (ZDM)–The International Journal on
Mathematics Education. [Online]
Tersedia:http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a1.pdf. [22 September 2015].
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.
Supriyanto, Bambang. (2014). Penerapan Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI B Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran di SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. [Online]. Tersedia : http://jurnal.unej.ac.id/index.php/pancaran/article/viewFile/753/571. [ 23 September 2015].
Tampubolon, Saur. (2014). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Erlangga
Tran, Trung, dkk. (2014). Discovery Learning with the Help of the GeoGebra Dynamic Geometry Software. [Online]. Tersedia : http://www.ijlter.org/index.php/ijlter/article/viewFile/120/pdf [ 13 Oktober 2015].
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). 2011. Average Mathematics Scores of Fourth-and Eight-grade Student by Country. http://timssandpirls.bc.edu/data-release-2011/pdf/Overview-TIMSS-and-PIRLS-2011-Achievement.pdf.
Worthington, M. (2006). Creativity Meets Mathematics. [Online] Tersedia: http://www.childrens mathematics.net/creativity_meets_mathematics.pdf. [ 23 September 2015].