PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN
KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA ANTARA MODEL
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TPS DI SMP SWASTA
AMPERA BATANG KUIS
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
MARIANI PASARIBU NIM : 8146171050
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
ABSTRAK
MARIANI PASARIBU. Perbedaan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik Siswa antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS di SMP Swasta Ampera Batang Kuis. Tesis. Medan. Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan. 2016
Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematik siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS, (2) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan komunikasi matematis siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS, (3)Untuk mengetahui bagaimana respon siswa pada model pembelajaran berbasi masalah, dan (4) Untuk mengetahui bagaimana respon siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII-A dan VIII-B di SMP Swasta Ampera Batang Kuis berjumlah 54 orang. Instrumen yang digunakan terdiri dari tes kemampuan pemahaman Konsep dan tes kemampuan komunikasi matematik yang berbentuk uraian. Instrumen tersebut telah memenuhi syarat validasi serta memiliki koefisien realibilitas untuk tes kemampuan pemahaman konsep dan untuk tes kemampuan komunikasi matematik. Penelitian ini menggunakan uji anakova. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) kemamapuan pemahaman konsep matematik siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan kemampuan pemahaman konsep matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Hal ini terlihat dari
hasil ANACOVA untuk Fhitung =27,10796 lebih besar Ftabel adalah 4,027 Konstanta
persamaan regresi untuk model pembelajaran berbasis masalah yaitu 32,34 lebih besar
dari model pembelajaran kooperatif tipe think pair share yaitu 26,378; (2)
kemamapuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran berbasis masalah berbeda dengan kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Hal ini terlihat dari hasil ANACOVA untuk Fhitung = 4,07055 lebih besar Ftabel adalah 4,027. Konstanta persamaan regresi untuk model pembelajaran berbasis masalah
yaitu 36,063 lebih besar dari model pembelajaran kooperatif tipe think pair share yaitu
24,155; (3) respon siswa terhadap komponen dan proses pembelajaran yang
diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah positif; (4) respon siswa terhadap komponen dan proses pembelajaran yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) adalah positif.
ii
ABSTRACT
Mariani Pasaribu. Differences in Conceptual Understanding and mathematical communication ability of students through the Application of Problem Based Learning Model and Cooperative Learning model Think-Pair-Share Type in Grade SMP Swasta Ampera Batang Kuis. Thesis. Medan: Mathematics Education Post-Graduate Program, State University of Medan, 2016.
The purpose of this research to : (1) acknowledge the differences in Conceptual Understanding of students through the application of Problem Based Learning Model and Cooperative Learning model Think-Pair-Share Type. (2) acknowledge the differences in and communication ability of students through the application of Problem Based Learning Model and Cooperative Learning model Think-Pair-Share Type, (3) ) students responds to Problem Based Learning Mode, (4) ) students responds to cooperative learning model think-pair-share type. This research is a half experiment research. Sample in this research were studends class VIII-A and VIII-B SMP Swasta Ampera Batang Kuis amount 54 student. Conceptual Understanding and mathematical communication test were conducted as the instru ment for collecting the data in this research. Those instruments had been valid. The reliability coefficient is 0,82526 and 0,83356 for in Conceptual Understanding and mathematic communication. This research used ANACOVA test. The results of this research shown that: (1) There was difference in Conceptual Understanding abilty of student through the application of Problem. This is evident from the results ANACOVA to F hitung = 27,10796 is greater F tabel 4,027. Constants of regression equations to model problem-based learning that is 32,34
greater than the Cooperative Learning model Think-Pair-Share Type is 26,378,
Based Learning Model and Cooperative Learning model Think-Pair-Share Type, (2) There was difference in mathematical communication ability of students through the application of Problem Based Learning Model and Cooperative Learning model Think-Pair-Share Type. This is evident from the results ANACOVA to F hitung = 4,07055 is greater F tabel 4,027. Constants of regression equations to model
problem-based learning that is 36,063 greater than the Cooperative Learning model
Think-Pair-Share Type is 24,155. (3) There was response students in mathematics learning process and component applied in Problem Based Learning Model, (4) There was response students in mathematics learning process and component applied in Cooperative Learning model Think-Pair-Share Type.
vi 2.1 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika ... 24
2.2 Kemampuan Komunikasi Matematik ... 28
2.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 34
2.3.1 Ciri-Ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 35
2.3.2 Tujuan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 37
2.3.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 37
2.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 38
2.4 Model Pembelajaran Kooperatif ... 40
2.5 Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share ... 43
2.6 Perbedaan Pedagogik model pembelaran berbasis masalah dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 45
2.7 Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 47
2.8 Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 50
2.9 Penelitian yang Relevan ... 54
2.10 Kerangka Konseptual ... 58
vii BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 65
3.2 Populasi dan Sampel ... 65
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 66
3.4 Prosedur dan Waktu Penelitian ... 66
3.5 Defenisi Operasional ... 71
3.6 Variabel Penelitian ... 72
3.7 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 75
3.8 Uji Coba Instrumen ... 77
3.9 Teknik Analisis Data ... 88
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 102
4.1.1 Deskripsi Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep Pada Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Think Pair Sahare ... 102
4.1.2 Deskripsi Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Kelas Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 104
4.1.3 Deskripsi Postes Kemampuan Pemahaman Konsep Pada Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Kelas Think Pair Share ... 106
4.1.4 Deskripsi Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Kelas Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 108
4.1.5 Deskripsi Respon Siswa Pada Kelas Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Kelas Think Pair Share ... 110
4.2 Statistik Inferensial Data Penelitian ... 115
4.2.1 Analisis Statistik Inferensial Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa ... 115
4.2.2 Analisis Statistik Inferensial Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 132
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 148
4.3.1 Faktor Pembelajaran ... 148
4.3.2 Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa ... 150
4.3.3 Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 155
viii
4.4 Analsis Perbedaan Proses dan Hasil Penelitian pada Kelas Eksperimen dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 159
4.5 Keterbatasan Penelitian/ Kelemahan Penelitian ... 161
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 164
5.1 Kesimpulan ... 164
5.2 Saran ... 165
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 38
Tabel 2.2 Enam Tahap Pembelajaran Kooperatif ... 43
Tabel 2.3 Perbedaan Pedagogik Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 46
Tabel 3.1 Desain Penelitian... 71
Tabel 3.2 Tabel Weiner keterkaitan antara variabel bebas dan terikat ... 74
Tabel 3.3 Kisi-kisi Kemampuan Pemahaman Konsep ... 75
Tabel 3.4 Kisi-kisi Kemampuan Pemahaman Komunikasi Matematis ... 76
Tabel 3.5 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 78
Tabel 3.6 Hasil Validasi angket respon siswa terhadap pembelajaran ... 78
Tabel 3.7 Hasil Validasi Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik ... 80
Tabel 3.8 Hasil Validasi Kemampuan Komunikasi Matematik... 80
Tabel 3.9 Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi Validasi ... 83
Tabel 3.10 Analisis Tes Uji Coba Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik Siswa ... 83
Tabel 3.11 Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 85
Tabel 3.12 Hasil Analisis Reliabilitas Tes Uji Coba Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik Siswa ... 85
Tabel 3.13 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik Siswa ... 86
Tabel 3.14 Tabel Klasifikasi Daya Pembeda ... 87
Tabel 3.15 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik ... 88
Tabel 3.16 Interval Kriteria Pemahaman Konsep ... 89
Tabel 3.17 Interval Kriteria Komunikasi Matematik ... 89
Tabel 3.18 Interpretasi Jawaban Angket Siswa ... 90
Tabel 3.19 Rancangan Analisis Data Untuk Anakova ... 91
Tabel 3.20 Tabel Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji, dan Uji Statistik ... 100
Tabel 4.1 Deskripsi Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa ... 103
Tabel 4.2 Deskripsi Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 105
Tabel 4.3 Deskripsi Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa ... 107
Tabel 4.4 Deskripsi Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 109
Tabel 4.5 Persentase Respon Siswa Terhadap Komponen Pembelajaran Berbasis Masalah ... 111
Tabel 4.6 Persentase Respon Siswa Terhadap Komponen Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 113
Tabel 4.7 Deskripsi Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep di Kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2... 117
x
Tabel 4.9 Hasil Homogenitas Varians Pretes Pemahaman Konsep
Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2... 119 Tabel 4.10 Hasil Homogenitas Varians Postes Pemahaman Konsep
Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2... 119 Tabel 4.11 Kooefiisien Persamaan Regresi Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematik Siswa Kelas Eksperimen 1 ... 120 Tabel 4.12 Kooefiisien Persamaan Regresi Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematik Siswa Kelas Eksperimen 2 ... 120 Tabel 4.13 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematik Siswa Kelas
Pembelajaran Berbasis Masalah ... 121 Tabel 4.14 Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematik Siswa Kelas
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 122 Tabel 4.15 Hasil Uji Kelinieritasan Persamaan Regresi Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematik Siswa Pada Kelas
Pembelajaran Berbasis Masalah ... 123 Tabel 4.16 Hasil Uji Kelinieritasan Persamaan Regresi Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematik Siswa Pada Kelas
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 125 Tabel 4.17 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik ... 126 Tabel 4.18 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Pemahaman Konsep ... 127 Tabel 4.19 Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model
Regresi Kemampuan Pemahaman Konsep ... 127 Tabel 4.20 Analisis Kovarians Kemampuan Pemahaman
Konsep Untuk Kesejajaran Model Regresi ... 128 Tabel 4.21 Analisis Kovarians Rancangan Lengkap Kemampuan
Pemahaman Konsep ... 129 Tabel 4.22 Analisis Kovarians Rancangan Lengkap Kemampuan
Pemahaman Konsep ... 130 Tabel 4.23 Deskripsi Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik
di Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 ... 133 Tabel 4.24 Deskripsi Postes Kemampuan Komunikasi Matematik
di Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2 ... 134 Tabel 4.25 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Komunikasi
Matematik Kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2 ... 135 Tabel 4.26 Hasil Uji Homogenitas Varians Postes Komunikasi
Matematik Kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2 ... 135 Tabel 4.27 Koefisien Persamaan Regresi Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa Kelas Eksperimen 1 ... 136 Tabel 4.28 Koefisien Persamaan Regresi Kemampuan Komunikasi
xi
Komunikasi Matematik Siswa Kelas Pembelajaran
Berbasis Masalah ... 138 Tabel 4.30 AnalisisVarians Untuk Uji Independensi Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa Kelas Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 139
Tabel 4.31 Hasil Uji Kelinieritasan Persamaan Regresi Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Pada Kelas
Pembelajaran Berbasis Masalah ... 140 Tabel 4.32 Hasil Uji Kelinieritasan Persamaan Regresi Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa Pada Kelas Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 141 Tabel 4.33 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Komunikasi Matematik ... 142 Tabel 4.34 Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Komunikasi Matematik ... 143 Tabel 4.35 Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua
Model Regresi Kemampuan Komunikasi Matematik ... 143 Tabel 4.36 Analisis Kovarians Kemampuan Komunikasi
Matematik untuk Kesejajaran Model Regresi ... 144 Tabel 4.37 Analisis Kovarians untuk Rancanagan Lengkap
Kemampuan Komunikasi ... 146 Tabel 4.38 Analisis Kovarians untuk Rancanagan Lengkap
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Salah satu jawaban pemahaman konsep ... 8 Gambar 1.2 Salah satu jawaban siswa ... 10 Gambar 3.1 Tahap alur penelitian ... 70 Gambar 4.1 Deskripsi kategori pretes kemampuan pemahaman
konsep matematik siswa pada kelas eksperimen 1
dan eksperimen 2... 104 Gambar 4.2 Deskripsi kategori pretes kemampuan pemahaman
komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen 1
dan eksperimen 2... 106 Gambar 4.3 Deskripsi kategori pretes kemampuan pemahaman konsep
matematik siswa pada kelas eksperimen 1
dan eksperimen 2... 108 Gambar 4.4 Deskripsi kategori postes kemampuan pemahaman
komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen 1
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam memasuki milenium ketiga kita mempunyai pengharapan akan
masa depan kehidupan manusia. Dengan adanya reformasi, masyarakat dan
bangsa Indonesia bertekad membangun Indonesia baru yang demokratis.
Masyarakat Indonesia baru yang dicita-citakan akan dibangun oleh manusia
Indonesia sendiri terutama generasi muda sekarang. Oleh karena itu pendidikan
memiliki peranan dalam usaha membangun masyarakat Indonesia yang memiliki
kualitas dalam ilmu pendidikan. Dimana kita mengetahui bahwa pendidikan
berlangsung seumur hidup disetiap saat selama ada pengaruh lingkungan.
Menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
maju, maka diperlukan sumber daya manusia yang tangguh dan mampu bersaing
secara global. Pendidikan merupakan sarana penting dalam meningkatkan sumber
daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi pilar yang
kuat dan kokoh dalam suatu Negara. Hal ini sejalan dengan undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak
untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Peaget (dalam sagala:
2003) pendidikan berarti menghasilkan, mencipta, sekalipun tidak banyak.
2
yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah suatu proses terus menerus
manusia untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi. Tentang tujuan
pendidikan, Langeveld (dalam Abdul Kadir, 2008) membedakan menjadi enam
tujuan pendidikan, yaitu: “ tujuan umum, tujuan khusus, tujuan tidak lengkap,
tujuan sementara, tujuan intermedier, dan tujuan insidental.” Tujuan pendidikan
merupakan perpaduan tujuan-tujuan yang bersifat pengembangan
kemampuan-kemampuan individu secara optimal dengan tujuan-tujuan yang bersifat sosial
untuk dapat memainkan perannya sebagai warga dalam berbagai lingkungan dan
kelompok sosial. Karena itu siswa harus benar-benar dilatih dan dibiasakan
berpikir secara mandiri. Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi
manajemen pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia agar memiliki daya saing dalam
menghadapi tantangan global. Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia
dewasa ini adalah kebutuhan yang sangat mendesak. Mengingat perkembangan
pendidikan di negara tetangga yang sangat pesat, apalagi jika dibandingkan
dengan Negara-negara maju saat ini. Disamping itu, pembangunan di Negara ini,
membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, mampu berfikir kritis,
demokratis dan aplikatif. Sehingga dalam hal ini pendidikan dituntut untuk dapat
menghasilkan lulusan yang diharapkan mampu menyelesaikan masalah, berfikir
kritis, kreatif, dan kompetitif sehingga dapat mengekspresikan diri mereka dalam
3
Matematika merupakan salah satu dari ilmu pendidikan yang secara
mendasar berkembang dalam kehidupan masyarakat dan sangat dibutuhkan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab matematika merupakan
mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan dari mulai
pendidikan dasar serta matematika sebagai salah satu ilmu yang memiliki peranan
penting dalam pengembangan berpikir, memecahkan masalah dan tantangan yang
ada dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti yang di kemukakan
oleh Cockroft (dalam Abdurrahman 2003:253) bahwa:
“Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena:(1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran ruangan, (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
“Abdurrahman (2003:253) mengemukakan ada lima alasan pentingnya belajar matematika yaitu:
1. Matematika adalah sarana berpikir yang jelas
2. Matematika adalah sarana untuk memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari
3. Matematika adalah sarana mengenal pola-pola hubungan dan
generalisasi pengalaman
4. Matematika adalah sarana untuk mengembangkan kreativitas
5. Matematika adalah sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya.”
Pentingnya matematika itu menunjukkan bahwa salah satu peranan
matematika adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup mengahadapi
perubahan keadaan atau tantangan-tantangan di dalam kehidupan dan di dunia
yang selalu berkembang. Persiapan-persiapan itu dilakukan melalui latihan
membuat keputusan dan kesimpulan atas dasar pemikiran secara logis, rasional,
4
menggunakan matematika dan cara berpikir matematika dalam kehidupan
sehari-hari.
Upaya peningkatan mutu pendidikan matematika telah banyak dilakukan
pemerintah. Salah satunya dengan memperbaiki kurikulum 1994 dengan
mengembangkan Kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) 2006. Pada KTSP dijelaskan bahwa, pembelajaran matematika bertujuan
agar siswa memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yang memiliki rasa
ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006). Oleh karena itu,
pendidikan matematika di Indonesia diupayakan agar sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi.
Akan tetapi, pada saat ini Indonesia masih mengalami problematika klasik,
dalam hal ini yaitu kualitas pendidikan. Pada kenyataannya, negara Indonesia
memiliki kualitas pendidikan yang sangat memprihatinkan, jika dibandingkan
5
matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah dimengerti. Hal
ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Abdurrahman (2003:252) bahwa: “ dari
berbagai bidang studi yang diajarkan disekolah, matematika merupakan bidang
studi yang dianggap paling sulit oleh berbagai siswa, baik yang tidak berkesulitan
belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar”.
Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang guru matematika disalah satu
sekolah dari hasil wawancaranya terhadap beberapa siswa yang menanyakan:
“ Apa yang kamu pikir begitu mendengar matematika” dan dari jawaban serta respon beberapa siswa terlihat ada yang langsung mengerutkan kening, banyak angka-angka rumit dan susah dipecahkan. Dibenaknya tergambar rumus-rumus yang sulit dihafal dan dimengerti. Matematika sering kali dipahami sebagai sesuatu yang mutlak, seolah-olah tak ada kemungkinan cara dan jawaban lain yang berbeda-beda. Murid-murid yang mempelajari matematika disekolah pun menerima pelajaran ini sebagai sesuatu yang mesti tepat dan tak sedikit pun boleh salah. Sehingga, baik di sekolah atau di rumah, matematika menjadi beban, bahkan hal yang menakutkan.”
Berdasarkan hasil tes yang diperoleh dari Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) terlihat bahwa prestasi siswa Indonesia
khususnya dalam bidang matematika belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Pada tahun 2011 Indonesia hanya berada pada peringkat ke 38 dari 42 negara
yang ikut serta dengan nilai 386. (Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar
matematika siswa Indonesia masih sangat rendah. “salah satu kecenderungan yang
menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan
dalam matematika adalah karena rendahnya pemahaman konsep matematika yang
akan berdampak pada kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kemampuan pemahaman konsep matematika adalah salah satu tujuan
penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang
6
pemahaman siswa dapat lebih mengerti materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman
matematika juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan
oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang
diharapkan, memahami keterkaitan antara konsep dan memberi arti. Untuk dapat
memenuhi hubungan antara bagian matematika, antara satu konsep dengan konsep
lain saharusnya saling terkait karena kemampuan pemahaman siswa pada topik
tertentu menuntut pemahaman pada topik sebelumnya. Oleh karena itu dalam
belajar matematika siswa harus memahami terlebih dahulu makna dan penurunan
konsep, prinsip, hukum, aturan, dan rumusan yang diperoleh.
Dengan dimilikinya kemampuan pemahaman konsep akan mempermudah
siswa dalam pemecahan masalah sehingga diharapkan siswa dapat menyajikan
pemecahan masalah sesuai dengan ide/gagasannya sendiri tanpa harus berfokus
pada suatu bentuk penyelesaian saja. Dengan kata lain apabila seseorang paham
akan konsep matematik tentu akan dapat dengan mudah menggunakan
konsep-konsep tersebut dalam pemecahan masalah matematik ataupun permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut (Depdiknas, 2006:140) dalam tujuan pembelajaran matematika
yang pertama bahwa pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa untuk
memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu dapat dikatakan seseorang siswa
memiliki pemahaman konsep yang baik apabila mampu menjelaskan kembali
konsep yang telah dipelajari, memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep
7
dapat paham terhadap suatu konsep akibatnya siswa mempunyai kemampuan
untuk menyelesaikan setiap masalah dengan benar.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa pemahaman konsep
memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, sehingga
pemahaman konsep merupakan suatu kemampuan yang perlu diperhatikan.
Namun pada kenyataannya kemampuan pemahaman konsep matematika siswa
masih rendah. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep siswa terhadap
matematika terlihat dari cara siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan
guru. Siswa masih belum dapat mengungkapkan kembali dengan lengkap konsep
yang telah dipelajari, begitu juga menggunakan konsep dalam pemecahan
masalah, masih banyak ditemukan siswa kesulitan dalam menjawab soal-soal
yang diberikan guru, dikarenakan siswa tidak paham menggunakan konsep yang
mana untuk pemecahan masalah tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi lapangan yang dilakukan peneliti
yang dapat dilihat dari salah satu hasil latihan siswa kelas VIII berikut:
Rudi membeli 2 kg jeruk dan 1 kg apel dan dia harus membayar Rp 15.000,00 sedangkan Intan membeli 1 kg jeruk dan 2 kg apel dengan harga Rp 18.000,00.
a. Berapakah harga 1 kg jeruk dan 1 kg apel ? gunakan beberapa cara (eliminasi, substitusi) serta yang paling mudah menurut anda
b. Apakah soal tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari sistem persamaan linear dua variabel?
c. Dari soal diatas apa yang dimaksud dengan sistem persamaan linear dua
variabel?
8
Gambar 1.1
Salah satu jawaban pemahaman konsep siswa
Hasil dari lembar jawaban diatas menunjukkan bahwa siswa tidak mampu
menyelesaiakan soal secara benar. Disebabkan siswa kurang mampu menyatakan
ulang sebuah konsep, sehingga siswa sulit memahami cara untuk menyelesaikan
pemecahan masalah soal diatas. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih belum
memiliki kemampuan pemahaman konsep matematika yang baik. Dibuktikan
dengan langkah dalam menyelesaikan soal. Siswa langsung mengerjakan soal
tanpa meninjau ulang maksud soal dengan baik. Oleh sebab itu peneliti
menyimpulkan bahwa siswa belum mampu menyatakan ulang konsep atau
menerapkan konsep dalam pemecahan masalah dikarenakan pemahaman konsep
siswa masih rendah.
Pemahaman konsep menjadi sangat penting dalam memahami dan
menyelesaikan masalah matematika. Hudojo (2005) tanpa memahami
konsep-konsep dan struktur matematika, generalisasi tidak akan tercapai dan ini berarti
transfer tidak akan terjadi. Seorang siswa dikatakan telah memahami suatu konsep
apabila siswa tersebut telah dapat mengkomunikasikan konsep tersebut kepada
orang lain. Keterlibatan siswa langsung dalam menyelesaikan permasalahan akan
9
ide, menyusun strategi dan solusi penyelesaian. Jika siswa tidak dilibatkan secara
aktif dalam menyelesaikan masalah matematika, maka akan tercipta kesalahan
konsep dan tidak mampunya siswa dalam merangkum materi yang telah dipelajari
secara sistematis.
Selain mempunyai kemampuan dalam pemahaman konsep matematika,
hal yang penting yang harus dimiliki oleh siswa yakni kemampuan komunikasi
matematik, karena siswa diharapkan mampu mengkomunikasikan pelajaran
matematika dalam bentuk lisan dan tulisan. Kemampuan komunikasi dalam
pembelajaran matematika perlu untuk diperhatikan, apabila siswa mempunyai
kemampuan komunikasi tentunya akan membawa siswa kepada pemahaman
konsep matematika yang dipelajari. Melalui komunikasi, seseorang akan dapat
mengungkapkan gagasan, temuan atau bahkan perasaannya terhadap orang lain.
Kemampuan komunikasi matematik dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog
atau saling berinteraksi di lingkungan kelas dimana terjadi pengalihan pesan.
Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa,
misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah.
Dengan pentingnya komunikasi matematika dalam pembelajaran
matematika, sehingga dalam principles and standars for school mathematics dari
NCTM tahun 2000 menyatakan bahwa program-program pembelajaran
matematika dari pra–TK hingga kelas 12 hendaklah memberikan kesempatan
kepada seluruh siswa untuk (1) mengatur dan menggabungkan pemikiran
matematis mereka melalui komunikasi. (2) mengkomunikasikan pemikiran
10
lain. (3) menganalisis dan mengevaluasi pemikiran serta strategi-strategi
matematika orang lain, (4) menggunakan bahasa matematika untuk
mengeksptresikan ide-ide matematis dengan tepat.
Namun pada kenyataannya kemampuan komunikasi matematika siswa
masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari kurang mampunya siswa dalam
mengkomunikasikan ide atau pendapatnya baik dalam bentuk lisan dan tulisan
dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Hal ini dapat dilihat berdasarkan soal
yang diberikan kepada siswa sebagai berikut:
Pada sebuah tempat parkir terdapat 80 kenderaan yang terdiri atas sepeda motor dan mobil. Setelah dihitung jumlah roda kenderaan seluruhnya 270 buah. Jelaskan cara mengetahui jumlah sepeda motor dan mobil di parkiran dan dengan menggunakan metode gabungan, berapakah besar uang yang diterima oleh tukang parkir, jika tarif parkir untuk sepeda motor Rp 1000,00 dan tarif untuk mobil Rp 2000,00.
Dan jawaban yang diperoleh siswa adalah sebagai berikut:
Gambar 1.2
11
Jawaban siswa tersebut menunjukkan siswa mengalami kesulitan dalam
mengkomunikasikan ide matematika nya secara tertulis serta menjelaskan ide
matematikanya. Siswa mengalami kesulitan merubah soal tersebut kedalam model
matematika, ditemukannya kesalahan siswa dalam menafsirkan soal sehingga
jawaban yang diberikan tidak sesuai yang ditanyakan dan instruksi yang diberikan
soal, dari jawaban siswa tersebut terlihat bahwa kemampuan komunikasi siswa
masih rendah.
Dapat kita simpulkan bahwa permasalahan tentang komunikasi
matematika siswa ini menjadi sebuah permasalahan serius yang harus ditangani.
Komunikasi matematika harus dapat membantu guru untuk memahami
kemampuan siswa dalam mengekspresikan pemahamannya tentang proses dan
konsep matematika. Dengan melihat kenyataan diatas, tentu butuh peran aktif
guru untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika dan komunikasi
matematika siswa. Namun kenyataannya siswa menganggap matematika itu
adalah mata pelajaran yang kurang disenangi dan matematika merupakan
pelajaran yang sulit. Hal ini seharusnya menjadi pokok utama yang harus
diperhatikan guru dalam proses pembelajaran.
Melihat hasil jawaban siswa dari soal tes kemampuan pemahaman konsep
dan soal tes kemampuan komunikasi matematika siswa yang masih rendah
peneliti beranggapan dari hasil pengamatan peneliti bahwa proses pembelajaran
matematika selama ini disekolah tidak terfokus pada kemampuan peningkatan
kemampuan matematika disebabkan kurangnya pengetahuan guru terhadap hal
12
Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas meliputi banyak kegiatan
seperti guru memberikan materi pelajaran, guru memberikan soal dan murid
diberikan kesempatan untuk mengerjakan soal tersebut. Proses pembelajaran
membutuhkan model yang tepat, karena setiap siswa memiliki kemampuan yang
berbeda-beda. Kesalahan menggunakan model pembelajaran dapat menghambat
tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan, bahkan hal tersebut dapat
mempengaruhi kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematika
siswa. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan matematika siswa
belum maksimal sepenuhnya ketika proses pembelajaran berlangsung. Beberapa
diantaranya yakni, model pembelajaran yang diterapkan guru, yang selama ini
pembelajarannya masih terpusat pada guru (teacher centred). Guru kurang yakin
membiarkan siswa untuk menemukan serta memahami sendiri permasalahan
yang sedang diberikan. Dan guru tidak yakin membiarkan siswa untuk
menemukan sendiri atau membangun sendiri pengetahuan matematika melalui
masalah yang diajukan.
Penggunaan cara pembelajaran seperti ini membuat siswa pasif dalam
belajar, sehingga siswa hanya sebagai pendengar dan penerima informasi
(pengetahuan) dari guru sehingga siswa kurang diberdayakan. Dengan kata lain
siswa tidak memperoleh pengetahuan dengan mandiri, melainkan diberitahu oleh
gurunya. Pembelajaran yang seperti ini menghasilkan siswa yang kurang mandiri,
tidak memiliki ke beranian mengajukan pendapat sendiri, disebabkan pengetahuan
yang diperolehnya hanya sebatas dari pengajaran gurunya sehingga siswa selalu
soal-13
soal yang diberikan. Akibatnya apabila ada soal yang berbeda dari contoh soal
yang diberikan guru maka siswa tidak mampu menyelesaikannya, disebabkan
mereka tidak mempunyai cukup konsep dan prinsip matematika.
Pembelajaran yang didapat oleh siswa selama disekolah seharusnya berupa
pengalaman yang dapat digunakan untuk bekal hidup dan untuk bertahan hidup.
Dasar pengembangan pendidikan yang bermutu tinggi adalah prinsip belajar
sepanjang hayat dan lima pilar (tiang) pendidikan. Ada lima pilar pendidikan yang
direkomendasikan UNESCO yang dapat digunakan sebagai prinsip pembelajaran
yang bisa diterapkan di dunia pendidikan menurut Suwarno ( dalam Abdul Kadir,
2003) yaitu: “learning to know, learning to do, learning to be, learning to live
together, learning how to learn.” Tugas seorang guru bukan hanya sekedar
mengajar tetapi lebih menekankan kepada pembelajaran dan mendidik. Tetapi
pada kenyataanya umumnya dilapangan, guru matematika dalam mengajar kurang
memberikan kesempatan kepada siswa dalam belajar mandiri.
Untuk itu, guru dalam memilih model pembelajaran perlu
mempertimbangkan tugas matematika dan suasana belajar yang dapat memotivasi
dan mendorong siswa untuk mencapai kemampuan pemahaman konsep
matematika dan komunikasi matematika yang baik. Dan membimbing siswa agar
terlibat secara optimal, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman belajar
dalam rangka menumbuh kembangkan kemampuannya, seperti: mental,
intelektual, emosional, dan sosial serta keterampilan. Selain itu, guru juga dapat
menetapkan dari mana harus memulai pembelajaran dengan melihat kemampuan
14
Kemampuan awal dimaksudkan adalah tingkat pengetahuan atau
keterampilan yang telah dimiliki, yang lebih rendah dari apa yang akan dipelajari.
Dengan mengetahui kemampuan awal siswa, guru dapat menerapkan dari mana
harus memulai pembelajaran. Sehubungan dengan kemampuan awal yang dimiliki
siswa, dalam program pendidikan dirancang suatu sistem yang dilaksanakan untuk
mencapai suatu tujuan, yaitu agar siswa mengalami perubahan yang positif.
Tes awal (pretes) diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan
awal siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya. Oleh karena itu,
pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat
penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan model pembelajaran harus dapat
meningkatkan kemampuan matematika siswa yang heterogen.
Menurut Djamarah (2012) Proses pembelajaran dapat berhasil dipengaruhi
oleh berbagai faktor yang ada didalamnya, antara lain: “tujuan, guru, anak didik
(siswa), kegiatan pengajaran, alat evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi.”
Dengan demikian pemilihan model pembelajaran yang sesuai dapat
membangkitkan dan mendorong aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan
dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tertentu. Hal ini menjadi sebuah
tantangan bagi guru untuk merencanakan suatu metode pembelajaran yang kreatif,
efektif dan efisien sehingga materi yang pada umumnya dianggap sulit oleh siswa
dapat dipahami dengan mudah dengan didukung oleh proses pembelajaran yang
menyenangkan tetapi tetap bermakna.
Salah satu alternatif model pembelajaran yang di anggap mampu untuk
mengembangkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematika
15
permasalahan dalam kehidupan sehari – hari. Model pembelajaran seperti itu di
asumsikan dapat menarik minat siswa untuk belajar matematika yang kemudian
akan berdampak pada meningkatnya kemampuan pemahaman konsep dan
komunikasi matematika. Dari beberapa model pembelajaran terdapat model
pembelajaran yang dapat memicu peningkatan kemampuan pemahaman konsep
dan komunikasi matematika siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika
yaitu model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran kooperatif.
Arends ( dalam Hosnan, 2014:295) mengungkapkan bahwa: “ Pembelajaran
berbasis masalah adalah pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa
pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi, memandirikan siswa, dan
meningkatkan kepercayaan diri sendiri”.
Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) digunakan dalam
pembelajaran adalah karena: 1) PBM menyiapkan siswa lebih baik untuk
menerapkan pembelajaran mereka pada situasi dunia nyata; 2) PBM menyiapkan
siswa sebagai penemu pengetahuan, dari pada hanya pemakai; dan 3) PBM dapat
membantu siswa mengembangkan kemampuan pemahaman konsep dan
kemampuan komunikasi matematik siswa. Selain itu pada PBM, dengan
menyajikan masalah pada awal pembelajaran diduga siswa dapat mengemukakan
pendapat, mencari informasi, bertanya, mengekspresikan, ide-idenya secara bebas,
mencari berbagai sumber yang tersembunyi, mencari berbagai alteratif untuk
mengatasi masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) menutut siswa aktif untuk
16
dalam bahasa matematik dengan baik sehingga menumbuhkan rasa percaya diri
siswa terhadap potensi yang diberikan dan meningkatkan kemampuan komunikasi
matematika siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan
kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan
kemudahan kepada peserta didik untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Pengertian PBM adalah rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Menurut Tan (dalam Rusman, 2012:229) pembelajaran berbasis masalah
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir
siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui kerja kelompok atau tim yang
sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Sedangkan pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
menekankan dan mendorong kerja sama antar siswa dalam mempelajari sesuatu.
Hosnan (2014:235) berpendapat bahwa: “ pembelajaran kooperatif mengandung
pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam kerja atau membantu
diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok.
Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota
kelompok itu sendiri.
Senada dengan keterangan diatas, Effandi Zakaria ( dalam Isjoni, 2009:21)
mengemukakan, “ pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan
pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan
17
jawab, serta mewujudkan dan membina proses penyelesaian kepada suatu
masalah”.
Berdasarkan pernyataan Slavin ( dalam Trianto, 2011:57) dapat
disimpulkan bahwa ide utama dalam pembelajaran kooperatif adalah siswa
bekerjasama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar
temannya. Belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok,
yang hanya dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau
penguasaan materi. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling berinteraksi dan belajar bersama-sama
antara siswa yang berbeda latar belakang.
Salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yaitu Think Pair Share (TPS).
Model pembelajaran Think Pair Share selain mengacu pada aktivitas berpikir,
berpasangan dan berbagi juga dirancang untuk mengatasi pola interaksi siswa,
sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi
matematis. Hal ini dapat terjadi karena langkah–langkah dalam model
pembelajaran memberikan waktu yang lebih banyak kepada siswa untuk berpikir,
menginterpretasikan ide mereka bersama, merespon serta dapat
mengkomunikasikannya dalam bentuk tulisan.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran TPS (Think Pair Share)
yaitu: Tahap Berpikir (Think), pada tahap ini guru mengajukan suatu pertanyaan
atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran dan meminta siswa menggunakan
18
“think” selesai, dilanjutkan dengan tahap berikutnya yitu berpasangan (pair).
Pada tahap ini guru meminta untuk setiap anak berpasangan dengan teman
sebangkunya untuk mendiskusikan permasalahan yang diberikan. Dalam situasi
ini siswa dapat diposisikan untuk bekerjasama dalam kelompok belajar sehingga
mereka berkesempatan untuk berinteraksi dan berbagi pengetahuan serta
pengalamannya tanpa rasa malu terhadap satu sama lain. Tahap berikutnya
berbagi (share). Pada tahap ini guru meminta untuk setiap pasangan kelompok
membagi ide dari hasil diskusi kepada pasangan kelompok lainnya. Pada tahap ini
siswa dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan bersikap terbuka, artinya
menerima pendapat orang lain dan menerima kebenaran dari kenyataan yang
didiskusikan.
Berdasarkan penjelasan diatas, pembelajaran berbasis masalah dan
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dinilai dapat memacu semangat
tiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya.
Pembelajaran yang diterapkan dalam kelas menggunakan kelompok belajar
sehingga diharapkan siswa dapat mengkomunikasikan ide-ide mereka dan
menggunakan daya nalarnya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.
Melalui kelompok belajar ini, siswa akan menyampaikan pendapat yang mereka
peroleh berdasarkan hasil pemikirannya untuk menerima pendapat siswa yang
memberikan masukan. Karena langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah
berbeda dengan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share, maka hasil dari
kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa pada
19
Penelitian dengan peningkatan model pembelajaran berbasis masalah telah
diteliti oleh Daulay (2011) yang menyatakan: Hasil utama dari penelitian ini
adalah secara keseluruhan siswa yang pembelajarannya dengan pembelajaran
berbasis masalah secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika dan koneksi matematika dibandingkan siswa
yang pembelajaran dengan pengajaran langsung. Secara deskriptif juga dikaji
jawaban dari rumusan masalah yaitu: (1) Aktivitas siswa dalam pembelajaran
berbasis masalah adalah efektif. (2) Pola jawaban siswa yang pembelajarannya
dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan model
pengajaran langsung.
Marzuki (2012) dalam penelitiannya pada siswa SMP Negeri 2 Langsa
berkaitan dengan proses belajar mengajar menyimpulkan bahwa Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah
dengan siswa yang diberi model pembelajaran langsung. (2) Terdapat perbedaan
kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diberi model pembelajaran
berbasis masalah dengan siswa yang diberi model pembelajaran langsung (3)
Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal
matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. (4) Tidak
terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika
siswa terhadap komunikasi matematik siswa (5) Proses penyelesaian jawaban
siswa yang pembelajaranya dengan mengunakan model pembelajaran berbasis
20
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Kemampuan pemahaman konsep
dan Komunikasi Matematika Siswa SMP dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah dan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think
Pair Share di SMP Swasta Ampera Batang Kuis ”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
2. Kurangnya minat belajar siswa dalam bidang studi matematika terlihat dari
respon siswa
3. Kemampuan pemahaman konsep matematika siswa masih tergolong
rendah.
4. Kemampuan komunikasi matematik siswa masih tergolong redah.
5. Pembelajaran masih berorientasi pada pola pembelajaran yang masih
berpusat pada guru.
6. Siswa masih pasif dalam proses pembelajaran
1.3Batasan Masalah
Dari permasalahan diatas, terdapat tiga hal yang perlu dikaji, yaitu model
pembelajaran, kemampuan pemahaman konsep siswa dan kemampuan
komunikasi matematik siswa. Sesuai dengan masalah di atas, maka perlu adanya
21
1. Model Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model
Pembelajaran Berbasis Masalah dan model pembelajaran kooperatif tipe
think pair share
2. Kemampuan yang ingin diukur adalah kemampuan pemahaman konsep
dan kemampuan komunikasi matematik siswa.
3. Respon siswa
1.4Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah maka
rumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematik siswa
yang diajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan
siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe think pair
share?
2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa yang
diajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa
yang diajarkan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe think pair share?
3. Bagaimana respon siswa pada model pembelajaran berbasis masalah?
4. Bagaimana respon siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe think pair
22
1.5 Tujuan Penelitian
Mengingat tujuan merupakan arah dan suatu kegiatan untuk mencapai
yang diharapkan dan terlaksana dengan baik dan teratur, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematik
siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
(PBM) dan siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe think pair share.
2. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan komunikasi matematik siswa
yang diajarkan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
(PBM) dan siswa yang diajarkan menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe think pair share.
3. Untuk mengetahui bagaimana respon siswa pada model pembelajaran
berbasi masalah.
4. Untuk mengetahui bagaimana respon siswa pada model pembelajaran
kooperatif tipe think pair share.
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi dalam memperbaiki proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Untuk Guru Matematika dan Sekolah
Memberi alternatif atau variasi model pembelajaran matematika untuk
dikembangkan agar menjadi lebih baik dalam pelaksanaannya dengan cara
23
hal-hal yang telah dianggap baik sehingga dapat menjadi salah satu upaya
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika
secara umum dan meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan
komunikasi matematika secara khusus.
2. Untuk Kepala Sekolah
Memberikan izin kepada setiap guru untuk mengembangkan model-model
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan
komunikasi matematika pada khususnya dan hasil belajar matematika siswa
pada umumnya.
3. Untuk Siswa
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS, selama penelitian pada dasarnya memberi
pengalaman baru dan mendorong siswa terlibat aktif dalam pembelajaran agar
terbiasa melakukan keterampilan-keterampilan melakukan pemahaman dan
komunikasi matematika dan hasil belajar siswa meningkat juga pembelajaran
matematika menjadi lebih bermakna dan bermanfaat.
4. Bagi Peneliti
Memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti lain tentang bagaimana
meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematika
siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran
163
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, J. (2012). Upaya Meningkatkan Komunikasi Matematika Dan Kemandirian Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Bilah Barat Kabupaten Labuhan Batu dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share. Tesis Unimed; Tidak Diterbitkan
Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Ansari, B. I. (2009). Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh : Yayasan Pena
Arikunto, S.(2009). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara Arends, R. I. (2008). Learning To Teach (Belajar untuk Mengajar) Buku Dua.
Edisi Ketujuh. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Daulay, L. A. (2011). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematika Siswa SMP dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis tidak dipublikasikan. Medan: Pascasarjana Unimed.
Dahar, R.W. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Depdiknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP.
Djamarah, S. B. (2012). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Fergusson, G, A. (1989). Statistical Analysis In Psychology and Education. Sixth
Edition, Singapore: Mc. Graw-Hill International Book Co. Gaspersz, V. 1994. Metoda Perancangan Percobaan. Bandung: Armico.
Haerani, S. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Matematik Peserta Didik Kelas X SMK Negeri 2 Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2012/2013. Tersedia online http://journal.unsil.ac.id/jurnalunsil-1843-html(diakses 29 Juli 2013)
164
Hudojo, H. (2005). Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Ikip Malang. Malang
Husmidar, Dkk. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal Didaktik Matematika Vol. 1 No.1 edisi April 2014
Isjoni. 2009. Pembelajaran kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kadir,dkk. (2012). Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Kencana
Karim, A. (2011). Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Matematika edisi Khusus No. 1 Agustus 2011
Kesumawati,N. (2008). Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. FKIP Program Studi Pendidikan Matematika Universitas PGRI
Mahmudi, A. (2009). Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal MIPMIPA UNHALU Vol. 8 No. 1 Februari 2009
Marzuki. (2012). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika antara Siswa yang diberi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Model Pembelajaran Langsung. Tesis. Tesis dipublikasikan. Medan: Pascasarjana Unimed.
Mulyana, D. (2007). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and
Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.
Netter, J. 2005. Applied Linier Statistical Model. Illions : Richard D.Erwin,INC. Nur, M. & Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan
Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya University Press.
Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran. Bandung: PT Raja Grafindo Persada
Ruseffendi. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.
165
Sanjaya, W. (2006). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana.
Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir logis dan Komunikasi Matematika Siswa Pendidikan Dasar Melalui Pendekatan Matematika
Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung: Program
Pascasarjana UPI Bandung.
Siregar, N. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Pengetahuan Prosedural Matematika Siswa SMP. Tesis tidak dipublikasikan. Medan: Pascasarjana Unimed.
Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung Tarsito
Sulyono, K. (2008). Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Sumarmo, U. 2003. Makalah Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : UPI.