• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PEER ASSISTED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILLS LAB/ CSL) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PEER ASSISTED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILLS LAB/ CSL) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PEER ASSISTED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILLS LAB/ CSL) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

LAMPUNG

Oleh

LUQMANUL HAKIM

Masalah dan Tujuan Penelitian: Peer assisted learning (PAL) merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa yang melibatkan diskusi antara instruktur sebagai pengajar dan peserta sebagai yang diajar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang PAL pada keterampilan klinik (clinical skills) di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Metode : Penelitian dilakukan terhadap empat responden untuk wawancara yang berasal dari mahasiswa angkatan 2013 dan empat kelompok peserta yang pernah mengikuti PAL keterampilan klinik yang berasal dari angkatan 2015 untuk dilakukan Focuss Group Discussion (FGD). Dilakukan empat pertanyaan mendasar tentang kegiatan PAL dan beberapa pertanyaan untuk menggali lebih dalam informasi yang telah disampaikan oleh responden.

Hasil dan Kesimpulan : Hasil penelitian didapatkan bahwa mahasiswa menganggap bahwa kegiatan PAL keterampilan klinik merupakan kegiatan yang baik dan bermanfaat serta perlu untuk dilanjutkan. PAL memiliki beberapa manfaat berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah disampaikan oleh instruktur dan peserta diantaranya yaitu memiliki manfaat dalam meningkatkan keterampilan klinik, aspek pengtahuan, keberanian bertanya, dan interaksi sosial. beberapa kelemahan dalam kegiatan yang diadakan dalam Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ini adalah dalam penjadwalan waktu latihan dan administrasi peralatan sebagai penunjang keberlangsungan PAL keterampilan klinik. Responden berharap hal-hal yang menjadi kelemahan yang pada saat ini agar mendapatkan perbaikan kedepannya.

(2)

ABSTRACT

STUDENTS PERCEPTION OF PEER ASSISTED LEARNING IN CLINICAL SKILLS LAB AT MEDICAL FACULTY OF LAMPUNG

UNIVERSITY

By

LUQMANUL HAKIM

Issues and Research purposes : Peer assisted learning (PAL) is a method of student-centered learning that involves a discussion between the instructor as a teacher and participant as be taught by. This study was conducted to determine students' perceptions of PAL in clinical skills at the Medical Faculty, University of Lampung.

Methods : This research was done on four respondents from 2013 class for interview and four groups of participants from 2015 class who had joined PAL clinical skills to be held a Focuss Group Discussion (FGD). In the interviews and discussions was conducted four fundamental questions about the activities of PAL and some questions to dig deeperly into the information that has been submitted by the respondents.

Results and Conclusions : The result showed that the student considers that the activities of PAL clinical skills are good and beneficial activities as well as the need to continue. PAL has several benefits based on the statements that have been submitted by the instructor and the participants among which have benefits in improving clinical skills, aspects of knowledge, a courage to ask, and social interaction. Some weaknesses in the activities held in the Medical Faculty, University of Lampung are scheduling practice time and administration equipment as support the continuity of PAL in clinical skills lab. Respondents expect the weakness in this current time can be improved well in the future.

(3)

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PEER ASSISTED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILLS LAB/CSL) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

LAMPUNG

Oleh

Luqmanul Hakim

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 8 Maret 1995,

sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Drs. Wibowo, M.Pd dan Ibu

Adila Chustina, S.Si.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Dharma Wanita

Lampung Barat, Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 01 Fajar Bulan, Sekolah

Menengah Pertama (SMP) diseleaikan di SMPN 01 Way Tenong, Sekolah

Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Al-kautsar Bandar Lampung pada

tahun 2012. Selama bersekolah penulis aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler yang

terdapat disekolah diantaranya PMR dan Taekondo.

Tahun 2012 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung melalui jalur Ujian Tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam Lembaga

Kemahasiswaan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina sebagai Bendahara bidang Bina

(9)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya skirpsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan

kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PEER ASSISTED

LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK

(CLINICAL SKILLS LAB/CSL) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

LAMPUNG” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran

di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. Bapak dr. Oktadoni Saputra, M.MedEd, selaku Pembimbing Utama atas

kebaikan hatinya dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran,

dan kritik dalam proses penyelesaian skiripsi ini, tanpa mengurangi

perhatiannya walaupun harus membagi waktu dengan banyak agenda

lainnya;

3. Ibu dr. Rika Lisiswanti, M.MedEd, selaku Pembimbing Kedua atas

kesediaan serta kesabarannya untuk memberikan bimbingan, saran dan

kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu Dr. Dyah Wulan Sumekar RW , SKM, M.Kes., selaku Penguji Utama

pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu, saran-saran yang telah

diberikan di saat maupun di luar waktu seminar;

5. Abi, Drs. Wibowo, M.Pd yang selalu mendoakan, membimbing,

menguatkan, dan selalu memberikan dukungan terhadap yang aku lakukan.

(10)

6. Umi, Adila Chustina, S.Si yang selalu mendoakan, membimbing,

menguatkan, dan selalu memberikan dukungan terhadap yang aku lakukan.

Semoga Allah, Abi dan anak-anak selalu menyayangimu.

7. Adik-adikku, Maryam dan Muhammad Yusuf yang selalu menyemangati

dan selalu mendukungku.

8. Zahrotul dan Sahabat-Sahabat GP yang selalu ada dan menyemangati ketika

mendapat suatu masalah.

9. Keluarga besar dari Abi dan Umi saya di Kotagajah, Jakarta, dan Sleman

yang selalu mendukung.

10.Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis

untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai

cita-cita;

11.Seluruh Staf Tata Usaha dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang turut

membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis berdoa agar segala bantuan diberikan balasan dari Allah SWT. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempuranaan. Namun, peneliti

berharap agar skripsi ini berguna bagi yang membacanya.

Bandar Lampung, Januari 2016

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...i

DAFTAR TABEL ...iii

DAFTAR GAMBAR ...iv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ...4

1.3 Tujuan Penelitian ...4

1.4 Manfaat Penelitian ...4

1.4.1. Bagi Peneliti...4

1.4.2. Bagi Institusi ...4

1.4.3. Bagi Subjek ...5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Persepsi ...6

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ...7

2.3 Proses Terbentuknya Presepsi ...8

2.4 Peer Assisted Learning ...10

2.5 Kriteria Peer Assisted Learning ...12

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Peer Assisted Learning ...12

2.7 Manfaat Peer Assisted Learning ...13

2.8 Keterampilan Klinik Kedokteran ...14

2.9 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ...16

III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ...17

3.2 Tempat dan Waktu...18

3.3 Populas dan Sampel ...18

3.3.1. Populasi ...18

3.3.2. Sampel ...19

3.4 Definisi Operasional ...19

3.5 Teknik Pengumpulan Data ...20

3.5.1. Wawancara Mendalam ...20

3.5.2. Focus Group Disscusion ...21

3.6 Alat dan Instrumen Penelitian ...21

3.7 Analisis Data ...22

3.8 Alur Penelitian ...22

(12)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ...25

4.1.1. Pandangan tentang PAL keterampilan klinis...26

4.1.2. Manfaat PAL keterampilan klinis ...28

4.1.3 Saran dalam pembelajaran PAL keterampilan klinis... 32

4.2 Pembahasan ... 36

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 47

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Distribusi Responden Wawancara Mendalam Instruktur PAL...25

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Teori ...16

(15)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keterampilan klinik (clinical skills) pada profesi kedokteran merupakan hal

yang mutlak dibutuhkan. Keterampilan tersebut merupakan kecakapan motorik

yang dilandasi oleh pengetahuan dan sikap afektif yang baik. Pelayanan

kedokteran tidak dapat dijalankan dengan baik dan optimal jika hanya

mengandalkan pemahaman keilmuan tanpa adanya keterampilan tersebut.

Bahkan, keterampilan klinik bagi dokter harus terinternalisasi dalam dirinya,

sehingga dalam melakukan tindakan dan penatalaksanaan kasus yang

sesungguhnya terjadi otomatis karena keilmuan dan keterampilan tersebut telah

menyatu dengan perilaku profesionalnya (Poole-wilson, 1995).

Dalam pendidikan kedokteran keterampilan klinik diberikan dalam bentuk

skills lab, yaitu suatu program simulasi dimana mahasiswa pendidikan dokter diberikan materi dan berbagai cara serta tindakan terhadap berbagai kasus

medis. Dalam skills lab mahasiswa dipandu oleh seorang instruktur. Instruktur

dalam skills lab dapat berupa dosen maupun mahasiswa. Jika materi pembelajaran keterampilan klinik yang diberikan berasal dari mahasiswa

(16)

2

Peer-assisted learning merupakan proses pembelajaran dimana siswa yang ditunjuk atau ditugaskan membantu temannya yang mengalami kesulitan

belajar. Dalam peer-assisted learning hubungan antar teman pada umumnya lebih dekat dibandingkan dengan hubungan antar guru dan siswa

(Satriyaningsih, 2009). Peer-assisted learning merupakan salah satu dari strategi pembelajaran yang berbasis active learning. Mengajar teman sebaya memberikan kesempatan dan mendorong pada peserta didik mempelajari

sesuatu dengan baik, dan pada waktu yang sama ia menjadi narasumber bagi

yang lain. Pembelajaran peer-assisted learning merupakan cara yang efektif untuk menghasilkan kemampuan mengajar teman sebaya (Sibermen, 2001).

Pada sistem pembelajaran peer-assisted learning terdapat instruktur yang bertugas sebagai pengajar dan peserta yang mengikuti pembelajaran. Instruktur

biasanya adalah mahasiswa yang lebih senior dari peserta. Kebanyakan

mahasiswa mau bergabung menjadi instruktur sebab mereka merasa percaya

diri dalam membantu belajar rekan-rekannya karena pengetahuannya lebih

dalam dari para peserta. Ada juga yang memberikan imbalan jasa bagi para

instruktur (Wadoodi & Crosby, 2007).

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Field (2007), menyatakan bahwa

pelatihan keterampilan klinik dengan menggunakan teman sebaya dan istruktur

teman dari sebaya sebagai “pengajar” dalam melatih mahasiswa lainnya

(17)

3

Mahasiswa tertarik dan antusias dalam menyarankan pembelajaran teman

sebaya yang dapat bermanfaat dalam pelatihan keterampilan klinik. Pada

penelitian yang telah dilakukan oleh Burke (2007), pelatihan keterampilan

klinik dengan metode peer-assisted learning menunjukan bahwa sangat bermanfaat penggunaannya dalam pembelajaran dimana didapatkan hasil

peserta yang telah mengikuti peer-assisted learning angka kelulusannya lebih

tinggi dalam ujian Objective Structured Clinical Examination (OSCE) jika dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengikuti pelatihan keterampilan

klinik dengan metode pembelajaran peer-assisted learning.

Di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sejak tahun ajaran 2013/2014

telah diadakan peer-assisted learning keterampilan klinik. Peer-assisted learning yang telah diadakan ini diikuti oleh sebagian mahasiswa angkatan 2011 yang telah ditunjuk sebagai tutor untuk memberikan pembelajaran materi

keterampilan klinik kepada mahasiswa angkatan 2012 dan juga mahasiswa

ditunjuk sebagian angkatan 2012 yang ditunjuk sebagai instruktur untuk

memberikan pembelajaran kepada mahasiswa angkatan 2013. Namun, pada

pembelajaran peer-assisted learning sebelumnya ini masih terdapat kekurangan

dalam dokumentasi dan juga evaluasi bagi tutor.

Sehubungan dengan hal ini, penulis bermaksud meneliti tentang persepsi

(18)

4

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimanakah persepsi mahasiswa tentang peer assisted learning dalam pembelajaran keterampilan klinik (clinical skills lab/CSL) di Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa yang menjadi instruktur tentang

peer-assisted learning dalam pembelajaran keterampilan klinik (clinical skills lab/CSL) di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

b. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa yang menjadi peserta tentang

peer-assisted learning dalam pembelajaran keterampilan klinik (clinical skills lab/CSL) di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman mengenai cara dan proses berpikir ilmiah, khususnya

mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan.

1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan

a. Diharapkan menambah bahan kepustakaan dalam Fakultas Kedokteran

(19)

5

b. Masukan bagi Fakultas Kedokteran unila dalam merencanakan sistem

pembelajaran yang terpusat pada mahasiswa dalam rangka perbaikan

kurikulum dan lingkungan akademik di Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung.

1.4.3.Bagi Subjek

(20)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Persepsi

Kata persepsi berasal dari kata “perception” yang berarti pengalaman,

pengamatan, rangsangan, dan penginderaan. Persepsi adalah pengalaman

tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan menafsirkan pesan. Maka objek yang ditangkap melalui alat

indera dan diproyeksikan pada bagian tertentu di otak sehingga manusia dapat

mengamati objek tersebut. Makin besar struktur susunan syaraf dan otaknya,

dan ditambah dengan bertambahnya pengalaman tersebut dapat dikenal satu

persatu terhadap objeknya, dapat membedakan antara satu benda dengan benda

yang lainnya dan mengelompokan benda yang berdekatan atau serupa,

kemampuan untuk membedakan, mengelompokan, memfokuskan, dan

sebagainya itu disebut dengan kemampuan mengorganisasikan pengamatan

(Echols, 2000).

Sobur (2003) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan bagian dari

(21)

7

ditetapkan. Subproses psikologis yang lain adalah pengenalan, perasaan, dan

penalaran, dimana pengenalan, perasaan, dan penalaran sangat berhubungan

erat agar persepsi dapat tercipta. Shaleh (2004) mengemukakan bahwa persepsi

merupakan pengungkapan tentang pengalaman mengenai suatu benda atau

kejadian yang telah dialami oleh individu. Persepsi dianggap sebagai sebuah

pengaruh atau kesan oleh benda yang hanya menggunakan pengamatan indra.

Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi adalah: (1) Proses mengetahui atau

mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera, (2) Kesadaran

dari proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan

penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, (4) Variabel

yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi

untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, (5) Kesadaran

intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta

mengenai sesuatu (Chaplin, 2006).

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Beberapa faktor yang dianggap penting pengaruhnya terhadap seleksi

rangsangan dan juga dapat digunakan untuk persepsi atas orang dan keadaan,

yaitu (Sobur, 2003):

a. Intensitas, rangsangan yang lebih intensif, mendapatkan lebih banyak

(22)

8

b. Ukuran, benda-benda yang lebih besar lebih menarik perhatian karena

barang yang lebih besar lebih cepat dilihat.

c. Kontras, hal-hal lain yang biasa kita lihat akan cepat menarik perhatian.

Banyak orang sadar atau tidak, melakukan hal-hal aneh untuk menarik

perhatian. Perilaku yang luar biasa menarik perhatian karena

prinsip-prinsip perbedaan itu.

d. Gerakan, hal yang bergerak lebih menarik perhatian daripada

hal-hal diam.

e. Keakraban, hal-hal yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian.

f. Sesuatu yang baru, hal-hal yang baru juga menarik perhatian. Jika orang

sudah biasa dengan kerangka yang sudah dikenal, suatu yang baru

menarik perhatian.

2.3 Proses Terbentuknya Presepsi

Persepsi menurut Slameto (2010) adalah proses yang menyangkut masuknya

pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia

terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Persepsi dalam

pengertian diatas merupakan proses persepsi individu dituntut untuk

memberikan penilaian terhadap suatu obyek, persepsi tersebut dapat bersifat

positif atau negatif. Persepsi menjadikan diri berinteraksi dengan sekitarnya,

(23)

9

Selanjutnya Sobur (2003), mengemukakan dalam proses persepsi terdapat tiga

komponen utama yaitu:

1. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari

luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga

mempunyai arti bagi seseorang.

3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah

laku sebagai reaksi.

Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan

terhadap informasi yang diterima, sehingga menghasilkan sebuah bentuk

tingkah laku sebagai reaksi.

Dalam pengertian di atas secara lebih jauh akan melahirkan lima prinsip dasar

tentang persepsi yang perlu diketahui agar menjadi komunikator yang efektif

seperti diungkapkan Slameto (2010) yaitu:

a. Persepsi itu relatif bukan absolut

Artinya: pada dasarnya manusia bukan merupakan instrumen ilmiah

yang mampu menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan yang

sebenarnya.

b. Persepsi itu selektif

Artinya: Seseorang hanya memperhatikan beberapa rangsangan dari

banyak rangsangan yang ada disekelilingnya pada saat-saat tertentu.

(24)

10

tergantung pada apa yang pernah dipelajari, pada suatu yang menarik

perhatian dan kearah mana persepsi itu mempunyai kecenderungan.

Keterbatasan dalam kemampuan seseorang untuk menerima

rangsangan.

c. Persepsi itu tatanan

Artinya: orang yang menerima rangsangan dilakukan dengan

hubungan-hubungan atau kelompok-kelompok. Jika rangsangan datang tidak

lengkap maka akan dilengkapi dengan sendirinya sehingga hubungan

itu menjadi jelas.

d. Persepsi dipengaruhi oleh harapan dan kesiapan

Artinya: harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan

yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya pesan yang dipilih akan

ditata dan kemudian pesan akan di interpretasi.

e. Persepsi seseorang atau kelompok berbeda dengan persepsi orang atau

kelompok lain walaupun situasinya sama.

Artinya: perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya

perbedaan-perbedaan individual, perbedaan-perbedaan dalam kepribadian, perbedaan-perbedaan dalam

sikap atau perbedaan dalam motivasi.

2.4 Peer Assisted Learning

Peer assisted learning adalah pendekatan pembelajaran berpusat pada mahasiswa yang melibatkan diskusi antara instruktur sebagai pengajar dan

(25)

11

secara profesi. Instruktur sudah dilatih terlebih dahulu sehingga kompeten

dalam mengajar, meskipun bukan berpendidikan guru. Peer assisted learning sudah mulai sering digunakan dalam mempelajari ilmu kedokteran. Peer assisted learning dapat didefinisikan sebagai pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan melalui pemberian bantuan dan dukungan secara

aktif melalui orang-orang dengan status yang sama (Topping, 1998).

Instruktur adalah mahasiswa yang biasanya lebih senior dari peserta.

Kebanyakan mahasiswa mau bergabung menjadi instruktur sebab mereka

merasa percaya diri dalam membantu belajar rekan-rekannya karena

pengetahuannya lebih dalam dari para peserta. Ada juga yang memberikan

imbalan jasa bagi para instruktur (Sobral, 1994). Meskipun demikian, tujuan

diadakan peer assisted learning seharusnya bukan untuk memanfaatkan tenaga

murah para tutor ataupun agar dosen dapat mentransfer pekerjaannya kepada

instruktur. Namun, tujuan peer assisted learning adalah untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pembelajaran bagi instruktur dan peserta (Wadoodi

& Crosby, 2007). Oleh karena itu, desain peer assisted learning perlu didahului

dengan pembuatan materi untuk pelatihan peer assisted learning. Materi yang

dilatihkan sedapat mungkin tidak hanya materi atau topik yang akan dibawakan

oleh peer assisted learning tetapi juga materi prinsip teaching and learning bagi

(26)

12

2.5 Kriteria Peer Assisted Learning

Menurut Sawali (2007) terdapat beberapa kriteria sebagai seorang Instruktur

diantaranya yaitu:

1. Memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata peserta satu kelas,

2. Mampu menjalin kerjasama dengan peserta lain,

3. Memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi akademis yang baik,

4. Memiliki sikap toleransi, tenggang rasa, dan ramah dengan sesama,

5. Memiliki motivasi tinggi untuk menjadikan kelompok diskusinya

sebagai yang terbaik,

6. Bersikap rendah hati, pemberani, dan bertanggung jawab, suka

membantu sesamanya yang mengalami kesulitan.

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Peer Assisted Learning

Ada beberapa keunggulan dengan menggunakan Instruktur sebaya seperti yang

dikemukakan Arikunto (1995) berikut ini.

1. Adakalanya hasilnya lebih baik bagi beberapa peserta yang mempunyai

perasaan takut atau enggan kepada dosennya.

2. Bagi instruktur pekerjaan PAL akan dapat memperkuat konsep yang

dibahas.

3. Bagi instruktur merupakan kesempatan melatih diri memegang

(27)

13

4. Mempererat hubungan mahasiswa sehingga mempertebal perasaan

sosial.

Adapaun kekurangan dengan menggunakan peer assisted learning adalah sebagai berikut.

1. peserta yang dibantu seringkali belajar kurang serius karena hanya berhadapan dengan temannya sendiri sehingga hasilnya kurang

memuaskan.

2. Ada beberapa orang peserta yang merasa malu atau enggan untuk

bertanya karena takut kelemahannya diketahui oleh temannya.

3. Pada kelas-kelas tertentu pekerjaan PAL ini sukar dilaksanakan karena

perbedaan jenis kelamin antar instruktur dengan peserta yang mengikuti

peer assisted learning.

4. Bagi pembimbing sukar untuk menentukan seorang instruktur sebaya

karena tidak semua siswa yang pandai dapat mengajarkan kembali

kepada teman-temannya.

2.7 Manfaat Peer Assisted Learning

Adapun manfaat menggunakan peer assisted learning bagi seorang tutor yaitu

(Falchikov, 2001):

a. Meningkatkan keterampilan dalam memimpin.

b. Meningkatkan keterampilan dalam berkomunikasi.

(28)

14

d. Meningkatkan keterampilan dalam bekerja sama.

e. Lebih mendalam dalam pemahaman materi tingkatan yang lebih rendah.

f. Meningkatkan perilaku yang lebih baik.

Sedangkan manfaat menggunakan peer assisted learning bagi seorang peserta yaitu:

a. Meningkatkan kemampuan dalam pemahaman konsep-konsep materi yang

diberikan.

b. Meningkatkan kepuasan peserta dalam pemahaman materi

c. Meningkatkan kenyamanan peserta dalam penerimaan materi yang

disampaikan.

d. Meningkatkan prestasi akademis.

Adapun manfaat khusus peer assisted learning dalam pendidikan dokter yaitu

(Burgess, McGregor, & Mellis, 2014) :

a. Mengembangkan kemampuan professional.

b. Meningkatkan kemampuan pemahaman konten yang disampaikan.

c. Meningkatkan kualitas leadership.

d. Meningkatkan angka kelulusan OSCE.

2.8 Keterampilan Klinik Kedokteran

Salah satu area kompetensi yang diharapkan dari lulusan dokter di Indonesia

adalah keterampilan (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012). Pada setiap

(29)

15

pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller. Sesuai dengan

Piramid Miller terdapat 4 tingkat kemampuan yang harus dicapai: Tingkat

kemampuan 1 (knows): mengetahui dan menjelaskan; Tingkat kemampuan 2

(knows how): pernah melihat atau didemonstrasikan; Tingkat kemampuan 3

(shows): pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi;

Tingkat kemampuan 4 (does): mampu melakukan secara mandiri (Miller,

1990). Tingkat keterampilan yang perlu dicapai saat lulus dokter adalah 4A.

Pada akhir pendidikan kedokteran mahasiswa diharuskan mampu untuk

mencapai kompetensi dalam keterampilan klinik secara tuntas. Dalam hal ini

standar kompetensi keterampilan klinik yang harus dituntaskan oleh mahasiswa

pendidikan kedokteran adalah sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter

Indonesia (SKDI) sebagai penyesuaian terhadap Kurikulum Berbasis

Kompetensi yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional (Saputra

& Lisiswanti, 2015).

Dalam pendidikan kedokteran mahasiswa diberikan materi keterampilan klinik

yang harus dicapai dalam pembelajaran Clinical Skills Lab. Strategi pendidikan

yang digunakan dalam CSL adalah pembelajaran yang berpusat pada

mahasiswa (student centered), terpadu, problem-based dan pembelajaran mandiri serta multi-profesi (Dent, 2001). Dalam pembelajaran keterampilan

klinik pada CSL dapat berbentuk kelompok kecil, kelompok besar. Pada CSL

(30)

16

Persepsi instruktur Persepsi peserta

menggunakan pasien nyata maupun simulasi atau dapat juga dengan bermain

peran yang dapat menjadi bagian dari metode pembelajaran. Digunakan pula

media audio dan video recording yang cukup penting terutama dalam pengembangan keterampilan komunikasi dalam CSL (Bradley P, 2003).

2.9 Kerangka Teori dan Konsep

[image:30.595.120.555.282.580.2]

Gambar 1. Kerangka Teori (Arikunto, 1995; Falchikov, 2001; Echols, 2000)

(31)

17

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini ialah

melalui pendekatan kualitatif, hal ini didasarkan kepada rumusan-rumusan yang

muncul dalam penelitian ini yang menuntut peneliti untuk melakukan berbagai

aktivitas eksplorasi dalam rangka memahami dan menjelaskan

masalah-masalah yang menjadi fokus masalah-masalah penelitian ini. Kemudian pengumpulan

berbagai data dan informasi akan dilakukan melalui teknik observasi dan forum

diskusi terarah terhadap sumber-sumber data yang diperlukan (Moloeng, 2004).

Pada penelitian kualitatif ini penulis menggunakan pendekatan fenomenologi.

Pendekatan fenomenologi merupakan salah satu rumpun yang berada dalam

rumpun penelitian kualitatif. Dalam penelitian fenomenologi melibatkan

pengujian yang teliti dan seksama pada kesadaran pengalaman manusia.

Konsep utama dalam fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi

penting yang muncul dari pengalaman kesadaran manusia. Untuk

mengidentifikasi kualitas yang esensial dari pengalaman kesadaran dilakukan

(32)

18

Penggunaan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini

bertujuan untuk mengumpulkan suatu kenyataan yang ada atau yang terjadi di

lapangan agar dapat dipahami secara mendalam, sehingga pada akhirnya

diperoleh temuan data yang diperlukan sesuai tujuan penelitian. Temuan data

tersebut adalah Persepsi Mahasiswa Tentang Peer Assisted Learning dalam Pembelajaran Keterampilan Klinis (Clinical Skills Lab/ CSL).

3.2 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Lokasi ini dipilih berdasarkan kesesuaian penelitian yang akan dilakukan oleh

peneliti. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah seluruh

mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung angkatan 2013

yang ditunjuk menjadi instruktur dan angkatan 2015 sebagai peserta pada

(33)

19

3.3.2 Sampel

Pengambilan responden yang diambil pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling dalam penelitian kualitatif adalah teknik pengambilan sampling dimana anggota

sampel yang dipilih dengan 'tujuan' untuk mewakili lokasi atau jenis

dalam kaitannya dengan kriteria yang sesuai dalam penelitian.

Pada penelitian ini penulis akan mengambil dengan minimal 4 orang

yang akan digunakan sebagai sampling dari tutor dimana terdapat 2 orang

tutor pria dan 2 orang tutor wanita yang bertujuan untuk pengambilan

data dengan wawancara mendalam. Pada pengambilan sampling untuk

FGD penulis akan mengambil sampling dari 4 kelompok peserta peer assisted learning untuk dilakukan diskusi terarah. Pengambilan sampel berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu instruktur dan peserta PAL.

Jika sampel minimal yang diambil pada wawancara mendalam dan FGD

maka peneliti akan menambah jumlah sampel hingga data jenuh.

3.4 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

a. Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengungkapan

mengenai pengalaman terhadap kejadian yang telah dialami oleh individu;

(34)

20

dalam kampus yang telah ditunjuk oleh dosen dan yang dibimbing adalah

adik tingkat.

c. Pembelajaran keterampilan klinik yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah latihan dalam meningkatkan kemampuan klinik yang diarahkan oleh

pembimbing.

3.5 Teknik Pengumpulan data 3.5.1 Wawancara Mendalam

Menurut Moleong (2004) wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu, dilaksanakan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan

jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut.

Teknik wawancara mendalam ini, tidak menggunakan struktur yang ketat

dan formal, namun dengan strategi untuk menggiring pertanyaan yang

makin membesar, sehingga informasi yang dikumpulkan cukup memadai,

memiliki kedalaman dan keleluasaan sehingga mampu mengorek

kejujuran, tanpa memaksakan kehendak kita dalam mengajukan

pertanyaan. Dalam proses wawancara ini selain panca indera peneliti yang

digunakan sebagai pengumpul data, ditunjang pula dengan penggunaan

alat rekam tape recorder yang telah dikemas sedemikian rupa agar tidak

mengganggu proses wawancara. Untuk memperlancar jalannya

(35)

21

pertanyaan yang telah disusun sebelum terjun ke lapangan. Wawancara

dengan menggunakan petunjuk umum wawancara untuk mendapatkan

informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden dimana

peneliti membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan

dalam proses wawancara.

3.5.1 Focus Group Discussion

Focus Group Discussion (FGD) adalah bentuk diskusi yang didesain untuk memunculkan informasi mengenai keinginan, kebutuhan, sudut

pandang, kepercayaan dan pengalaman yang dikehendaki peserta.

Definisi lain, FGD adalah salah satu teknik dalam mengumpulkan data

kualitatif; di mana sekelompok orang berdiskusi dengan pengarahan dari

seorang fasilitator atau moderator mengenai suatu topik. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa FGD adalah salah satu teknik

pengumpulan data kualitatif yang didesain untuk memperoleh informasi

keinginan, kebutuhan, sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman

peserta tentang suatu topik, dengan pengarahan dari seorang fasilitator

atau moderator (Paramita & Kristiana, 2013).

3.6 Alat dan Instrumen Penelitian a. Peneliti

(36)

22

b. Panduan kelompok diskusi terarah

3.7 Analisis data

Adapun tahapan analisis data yang akan dilakukan adalah:

a. Setelah wawancara dilakukan maka dilakukan transkripsi hasil wawancara

secara keseluruhan;

b. Setelah ditranskripsi kemudian dibaca berulang-ulang dan dilakukan coding

terhadap hasil transkripsi tersebut yang dilakukan oleh dua orang coder;

c. Setelah dilakukan coding dilakukan pengelompokan berdasarkan inductive

content analysis;

d. Selanjutnya hasil coding dibandingkan antara hasil coding oleh coder pertama dengan coder kedua yang dapat dilakukan dengan diskusi bersama

antar-coder untuk menentukan hasil coding yang paling baik;

e. Hasil coding perkategori disimpulkan.

3.8 Alur Penelitian

Pada penelitian ini dimulai dengan perekrutan mahasiswa yang akan dijadikan

tutor. Perekrutan ini dilakukan oleh peneliti kepada mahasiswa angkatan 2013

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Mahasiswa yang dipilih adalah

mahasiswa yang mempunyai kemampuan keterampilan klinik yang baik.

(37)

23

Setelah dilakukan perekrutan mahasiswa yang akan menjadi seorang tutor akan

dilakukan pelatihan oleh dosen yang terkait dengan asistensi CSL. Pelatihan

keterampilan klinik yang ditujukan pada mahasiswa yang direkrut sebagai

seorang tutor ini bertujuan agar mahasiswa mampu mengingat kembali

materi-materi keterampilan klinik yang sudah dipelajari pada semester-semester

sebelumnya. Mahasiswa akan diberikan materi keterampilan klinik dan juga

diberikan arahan cara-cara untuk memberikan materi kepada peserta.

Mahasiswa yang telah diberikan materi tentang keterampilan klinik dan cara

penyampaian materi akan melaksanakan kegiatan peer assisted learning. Pada

fase ini mahasiswa yang ditunjuk sebagai tutor memberikan materi dan juga

berdiskusi tentang keterampilan klinik yang sedang dipelajari dengan peserta.

Adapun waktu pelaksanaan peer assisted learning antara instruktur dan peserta

adalah sesuai dengan kesepakatan masing-masing kelompok dengan tutornya.

Setelah berjalannya peer assisted learning peneliti akan mengumpulkan data.

Data yang dikumpulkan oleh peneliti adalah dalam dua bentuk teknik

pengumpulan data, yaitu dengan menggunakan teknik wawancara mendalam

dan FGD. Wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan data

mengenai persepsi dari instruktur, sedangkan pengumpulan data dari peserta

yaitu dengan menggunakan teknik FGD. Dalam pengumpulan data ini peneliti

(38)

24

Setelah dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara

mendalam dan FGD peneliti memasuki tahapan selanjutnya yaitu analisis data.

Analisis data yang dilakukan dimulai dengan transkripsi hasil wawancara secara

menyeluruh. Setelah distranskripsi kemudian dibaca berulang-ulang yang

dilanjutkan dengan coding yang dilakukan oleh dua orang coder. Hasil coding

kemudian dibandingkan antara coder pertama dan kedua. Selanjutnya hasil coding selanjutnya disimpulkan.

3.9 Etika Penelitian

(39)
(40)

48

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

5.1.1 Peer assisted learning (PAL) merupakan metode pembelajaran yang baik

dan sengat membantu serta layak untuk dikembangan didalam

Pendidikan Kedokteran.

5.1.2 Pandangan mahasiswa yang menjadi instruktur PAL menyatakan bahwa

PAL keterampilan klinik merupakan kegiatan yang baik.

5.1.3 Pandangan mahasiswa yang menjadi peserta PAL menyatakan bahwa

PAL keterampilan klinik merupakan kegiatan yang baik..

5.1.4 Metode pembelajaran PAL dalam keterampilan klinis mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung membantu meningkatkan

hasil yang baik pada ujian keterampilan klinis (OSCE) berdasarkan

persepsi instruktur dan peserta

5.1.5 Instruktur dan peserta PAL menyatakan bahwa jadwal kegiatan serta

peminjaman alat merupakan kendala yang sering dikeluhkan mahasiswa

untuk menunjang keefektifan latihan keterampilan klinis yang menjadi

saran agar menjadi perbaikan kedepannya.

5.1.6 Instruktur dan peserta PAL mengharapkan agar proses latihan

keterampilan klinis dengan menggunakan teman sebaya (PAL)

dimasukan dalam kegiatan formal akademik untuk menunjang kegiatan

(41)

49

5.2 Saran

5.2.1 Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan metode

pembelajaran PAL untuk memperkaya keilmuan tentang pembelajaran

dengan menggunakan teman sebaya.

5.2.2 Bagi peneliti lain disarankan untuk dilakukan penelitian dengan

menggunakan penelitian kualitatif untuk memperkaya pengetahuan

tentang penelitian dengan metode ini.

5.2.3 Bagi institusi pendidikan diharapkan menfasilitasi metode pembelajaran

dengan menggunakan PAL ini sehingga dapat memaksimalkan potensi

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Elq, A. H. 2007. Medicine and Clinical Skills Laboratories. Journal of Family & Community Medicine, 14(2): 59–63. Tersedia dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3410147/ (Diakses pada tanggal 30 Agustus 2015)

Blohm, M., Lauter, J., Branchereau, S., Krautter, M., Köhl-Hackert, N., Jünger, J., Nikendei, C. (2015). “Peer-assisted learning” (PAL) in the Skills-Lab--an inventory at the medical faculties of the Federal Republic of Germany. GMS Zeitschrift Für Medizinische Ausbildung, 32(1), Doc10.

http://doi.org/10.3205/zma000952

Bradley, P., Postlethwaite K. 2003. Setting Up A Clinical Skills Learning Facility. Medical Education. 37(1):6–13

Burgess, A., McGregor, D., & Mellis, C. 2014. Medical Students As Peer Tutors: A Systematic Review. BMC Medical Education, 14(1): 115. Tersedia dari http://doi.org/10.1186/1472-6920-14-115 (Diakses pada tanggal 1 September 2015)

Burke, J. 2007. Peer-assisted Learning in The Acquising of Clinical Skills: A Supplementary Approach to Musculosceletal System Training. Medical Teach, 19(6):577-82.

Dent, J.A., Ker, J.S., Angell-Preece, H.M., Preece, P.E. 2001. Twelve Tips For Setting Up An Ambulatory Care (Outpatient) Teaching Centre. Medical Teach. 23(4):345–350.

George, R. 2007. Sosiologi Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Echols, J. M. 2000. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Falchikov, N. 2001. Learning Together: Peer Tutoring in Higher Education. New York: RoutledgeFalmer.

(43)

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.

Miller, G. 1990. The Assesment of Clinical Skills/ Competence/ Performance. Acad Med, 65(9): 63-67.

Moloeng, L. 2004. Metode Penelitian. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Paramita, A., & Kristiana, L. 2013. Teknik Focus Group Discussion Dalam Penelitian Kualitatif (Focus Group Discussion Tehnique in Qualitative Research). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 117–127.

Poole-wilson, P. 1995. High Technology Investigations Do Not Diminish The Need for Clinical Skills The Prospects Are Not Good for Workers.

Saputra, O., Lisiswanti, R. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pembelajaran Keterampilan Klinik di Institusi Pendidikan Kedokteran. Juke Unila. 5(4): 104-109.

Satriyaningsih. 2009. Efektivitas Metode Pembelajran Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi pada Pokok Bahasan Ekosistem pada Siswa Kelas VII SMP Bhinneka Karya Klego Boyolali Tahun Ajaran 2008/2009, [Skripsi]. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Shaleh, A. 2004. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana.

Sibermen, M. L. 2001. 101 Strategi Pembelajaran Aktif (Aktif Learning). Jakarta: Yakpendis.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sobral, D. 1994. Peer Tutoring and Student Outcomes in a Problem-based learning course. Med Educ, 28(4):284-9.

Sobur, A. 2003. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia.

Topping, K. 2008. Peer-Assisted Learning: A Planning and implementation Framework. Med Teach, 30(4): 440.

Topping, K. J. 1998. Peer-Assisted Learning. NJ: Lawrence Erlbaum.

Gambar

Gambar 2. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik pria dan wanita pada salah satu fakultas kedokteran gigi di Malaysia terhadap penggunaan radiografi kedokteran gigi pada tabel 5 (7-10),

USU/2013 dengan judul „ Pengetahuan Mahasiswa Non-Klinik pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Sumatera Barat Terhadap Prosedur Pemanfaatan. Radiografi

Hasil penelitian Emilia Mestika (2012), pada 80 mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara didapatkan sebesar 63,8% mahasiswa

Apakah Penilaian Objective Structure Clinical Examination (OSCE) Menggunakan Rekaman Video Merupakan Instrumen Yang Handal Untuk Ujian Kompetensi Keterampilan Klinik

Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu fakultas kedokteran gigi di Malaysia terhadap penggunaan radiografi kedokteran gigi.. White SC,

Saya yang bernama Andi Lestari, mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU, ingin melakukan penelitian tentang “ Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Prosedur

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai sejauh mana pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu Fakultas Kedokteran Gigi di Malaysia

Skripsi dengan judul “Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Malaysia Berdasarkan Tahun Kepaniteraan Klinik