ABSTRAK
PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PEER ASSISTED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILLS LAB/ CSL) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
LAMPUNG
Oleh
LUQMANUL HAKIM
Masalah dan Tujuan Penelitian: Peer assisted learning (PAL) merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa yang melibatkan diskusi antara instruktur sebagai pengajar dan peserta sebagai yang diajar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi mahasiswa tentang PAL pada keterampilan klinik (clinical skills) di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Metode : Penelitian dilakukan terhadap empat responden untuk wawancara yang berasal dari mahasiswa angkatan 2013 dan empat kelompok peserta yang pernah mengikuti PAL keterampilan klinik yang berasal dari angkatan 2015 untuk dilakukan Focuss Group Discussion (FGD). Dilakukan empat pertanyaan mendasar tentang kegiatan PAL dan beberapa pertanyaan untuk menggali lebih dalam informasi yang telah disampaikan oleh responden.
Hasil dan Kesimpulan : Hasil penelitian didapatkan bahwa mahasiswa menganggap bahwa kegiatan PAL keterampilan klinik merupakan kegiatan yang baik dan bermanfaat serta perlu untuk dilanjutkan. PAL memiliki beberapa manfaat berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah disampaikan oleh instruktur dan peserta diantaranya yaitu memiliki manfaat dalam meningkatkan keterampilan klinik, aspek pengtahuan, keberanian bertanya, dan interaksi sosial. beberapa kelemahan dalam kegiatan yang diadakan dalam Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ini adalah dalam penjadwalan waktu latihan dan administrasi peralatan sebagai penunjang keberlangsungan PAL keterampilan klinik. Responden berharap hal-hal yang menjadi kelemahan yang pada saat ini agar mendapatkan perbaikan kedepannya.
ABSTRACT
STUDENTS PERCEPTION OF PEER ASSISTED LEARNING IN CLINICAL SKILLS LAB AT MEDICAL FACULTY OF LAMPUNG
UNIVERSITY
By
LUQMANUL HAKIM
Issues and Research purposes : Peer assisted learning (PAL) is a method of student-centered learning that involves a discussion between the instructor as a teacher and participant as be taught by. This study was conducted to determine students' perceptions of PAL in clinical skills at the Medical Faculty, University of Lampung.
Methods : This research was done on four respondents from 2013 class for interview and four groups of participants from 2015 class who had joined PAL clinical skills to be held a Focuss Group Discussion (FGD). In the interviews and discussions was conducted four fundamental questions about the activities of PAL and some questions to dig deeperly into the information that has been submitted by the respondents.
Results and Conclusions : The result showed that the student considers that the activities of PAL clinical skills are good and beneficial activities as well as the need to continue. PAL has several benefits based on the statements that have been submitted by the instructor and the participants among which have benefits in improving clinical skills, aspects of knowledge, a courage to ask, and social interaction. Some weaknesses in the activities held in the Medical Faculty, University of Lampung are scheduling practice time and administration equipment as support the continuity of PAL in clinical skills lab. Respondents expect the weakness in this current time can be improved well in the future.
PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PEER ASSISTED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK (CLINICAL SKILLS LAB/CSL) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
LAMPUNG
Oleh
Luqmanul Hakim
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada tanggal 8 Maret 1995,
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Drs. Wibowo, M.Pd dan Ibu
Adila Chustina, S.Si.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Dharma Wanita
Lampung Barat, Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 01 Fajar Bulan, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) diseleaikan di SMPN 01 Way Tenong, Sekolah
Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Al-kautsar Bandar Lampung pada
tahun 2012. Selama bersekolah penulis aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler yang
terdapat disekolah diantaranya PMR dan Taekondo.
Tahun 2012 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung melalui jalur Ujian Tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam Lembaga
Kemahasiswaan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina sebagai Bendahara bidang Bina
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skirpsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul “PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PEER ASSISTED
LEARNING DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK
(CLINICAL SKILLS LAB/CSL) DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
LAMPUNG” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran
di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
2. Bapak dr. Oktadoni Saputra, M.MedEd, selaku Pembimbing Utama atas
kebaikan hatinya dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran,
dan kritik dalam proses penyelesaian skiripsi ini, tanpa mengurangi
perhatiannya walaupun harus membagi waktu dengan banyak agenda
lainnya;
3. Ibu dr. Rika Lisiswanti, M.MedEd, selaku Pembimbing Kedua atas
kesediaan serta kesabarannya untuk memberikan bimbingan, saran dan
kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
4. Ibu Dr. Dyah Wulan Sumekar RW , SKM, M.Kes., selaku Penguji Utama
pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu, saran-saran yang telah
diberikan di saat maupun di luar waktu seminar;
5. Abi, Drs. Wibowo, M.Pd yang selalu mendoakan, membimbing,
menguatkan, dan selalu memberikan dukungan terhadap yang aku lakukan.
6. Umi, Adila Chustina, S.Si yang selalu mendoakan, membimbing,
menguatkan, dan selalu memberikan dukungan terhadap yang aku lakukan.
Semoga Allah, Abi dan anak-anak selalu menyayangimu.
7. Adik-adikku, Maryam dan Muhammad Yusuf yang selalu menyemangati
dan selalu mendukungku.
8. Zahrotul dan Sahabat-Sahabat GP yang selalu ada dan menyemangati ketika
mendapat suatu masalah.
9. Keluarga besar dari Abi dan Umi saya di Kotagajah, Jakarta, dan Sleman
yang selalu mendukung.
10.Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis
untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai
cita-cita;
11.Seluruh Staf Tata Usaha dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang turut
membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis berdoa agar segala bantuan diberikan balasan dari Allah SWT. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempuranaan. Namun, peneliti
berharap agar skripsi ini berguna bagi yang membacanya.
Bandar Lampung, Januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...i
DAFTAR TABEL ...iii
DAFTAR GAMBAR ...iv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Perumusan Masalah ...4
1.3 Tujuan Penelitian ...4
1.4 Manfaat Penelitian ...4
1.4.1. Bagi Peneliti...4
1.4.2. Bagi Institusi ...4
1.4.3. Bagi Subjek ...5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Persepsi ...6
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ...7
2.3 Proses Terbentuknya Presepsi ...8
2.4 Peer Assisted Learning ...10
2.5 Kriteria Peer Assisted Learning ...12
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Peer Assisted Learning ...12
2.7 Manfaat Peer Assisted Learning ...13
2.8 Keterampilan Klinik Kedokteran ...14
2.9 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ...16
III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ...17
3.2 Tempat dan Waktu...18
3.3 Populas dan Sampel ...18
3.3.1. Populasi ...18
3.3.2. Sampel ...19
3.4 Definisi Operasional ...19
3.5 Teknik Pengumpulan Data ...20
3.5.1. Wawancara Mendalam ...20
3.5.2. Focus Group Disscusion ...21
3.6 Alat dan Instrumen Penelitian ...21
3.7 Analisis Data ...22
3.8 Alur Penelitian ...22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ...25
4.1.1. Pandangan tentang PAL keterampilan klinis...26
4.1.2. Manfaat PAL keterampilan klinis ...28
4.1.3 Saran dalam pembelajaran PAL keterampilan klinis... 32
4.2 Pembahasan ... 36
4.3 Keterbatasan Penelitian ... 47
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Distribusi Responden Wawancara Mendalam Instruktur PAL...25
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori ...16
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Keterampilan klinik (clinical skills) pada profesi kedokteran merupakan hal
yang mutlak dibutuhkan. Keterampilan tersebut merupakan kecakapan motorik
yang dilandasi oleh pengetahuan dan sikap afektif yang baik. Pelayanan
kedokteran tidak dapat dijalankan dengan baik dan optimal jika hanya
mengandalkan pemahaman keilmuan tanpa adanya keterampilan tersebut.
Bahkan, keterampilan klinik bagi dokter harus terinternalisasi dalam dirinya,
sehingga dalam melakukan tindakan dan penatalaksanaan kasus yang
sesungguhnya terjadi otomatis karena keilmuan dan keterampilan tersebut telah
menyatu dengan perilaku profesionalnya (Poole-wilson, 1995).
Dalam pendidikan kedokteran keterampilan klinik diberikan dalam bentuk
skills lab, yaitu suatu program simulasi dimana mahasiswa pendidikan dokter diberikan materi dan berbagai cara serta tindakan terhadap berbagai kasus
medis. Dalam skills lab mahasiswa dipandu oleh seorang instruktur. Instruktur
dalam skills lab dapat berupa dosen maupun mahasiswa. Jika materi pembelajaran keterampilan klinik yang diberikan berasal dari mahasiswa
2
Peer-assisted learning merupakan proses pembelajaran dimana siswa yang ditunjuk atau ditugaskan membantu temannya yang mengalami kesulitan
belajar. Dalam peer-assisted learning hubungan antar teman pada umumnya lebih dekat dibandingkan dengan hubungan antar guru dan siswa
(Satriyaningsih, 2009). Peer-assisted learning merupakan salah satu dari strategi pembelajaran yang berbasis active learning. Mengajar teman sebaya memberikan kesempatan dan mendorong pada peserta didik mempelajari
sesuatu dengan baik, dan pada waktu yang sama ia menjadi narasumber bagi
yang lain. Pembelajaran peer-assisted learning merupakan cara yang efektif untuk menghasilkan kemampuan mengajar teman sebaya (Sibermen, 2001).
Pada sistem pembelajaran peer-assisted learning terdapat instruktur yang bertugas sebagai pengajar dan peserta yang mengikuti pembelajaran. Instruktur
biasanya adalah mahasiswa yang lebih senior dari peserta. Kebanyakan
mahasiswa mau bergabung menjadi instruktur sebab mereka merasa percaya
diri dalam membantu belajar rekan-rekannya karena pengetahuannya lebih
dalam dari para peserta. Ada juga yang memberikan imbalan jasa bagi para
instruktur (Wadoodi & Crosby, 2007).
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Field (2007), menyatakan bahwa
pelatihan keterampilan klinik dengan menggunakan teman sebaya dan istruktur
teman dari sebaya sebagai “pengajar” dalam melatih mahasiswa lainnya
3
Mahasiswa tertarik dan antusias dalam menyarankan pembelajaran teman
sebaya yang dapat bermanfaat dalam pelatihan keterampilan klinik. Pada
penelitian yang telah dilakukan oleh Burke (2007), pelatihan keterampilan
klinik dengan metode peer-assisted learning menunjukan bahwa sangat bermanfaat penggunaannya dalam pembelajaran dimana didapatkan hasil
peserta yang telah mengikuti peer-assisted learning angka kelulusannya lebih
tinggi dalam ujian Objective Structured Clinical Examination (OSCE) jika dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengikuti pelatihan keterampilan
klinik dengan metode pembelajaran peer-assisted learning.
Di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sejak tahun ajaran 2013/2014
telah diadakan peer-assisted learning keterampilan klinik. Peer-assisted learning yang telah diadakan ini diikuti oleh sebagian mahasiswa angkatan 2011 yang telah ditunjuk sebagai tutor untuk memberikan pembelajaran materi
keterampilan klinik kepada mahasiswa angkatan 2012 dan juga mahasiswa
ditunjuk sebagian angkatan 2012 yang ditunjuk sebagai instruktur untuk
memberikan pembelajaran kepada mahasiswa angkatan 2013. Namun, pada
pembelajaran peer-assisted learning sebelumnya ini masih terdapat kekurangan
dalam dokumentasi dan juga evaluasi bagi tutor.
Sehubungan dengan hal ini, penulis bermaksud meneliti tentang persepsi
4
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimanakah persepsi mahasiswa tentang peer assisted learning dalam pembelajaran keterampilan klinik (clinical skills lab/CSL) di Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa yang menjadi instruktur tentang
peer-assisted learning dalam pembelajaran keterampilan klinik (clinical skills lab/CSL) di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
b. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa yang menjadi peserta tentang
peer-assisted learning dalam pembelajaran keterampilan klinik (clinical skills lab/CSL) di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman mengenai cara dan proses berpikir ilmiah, khususnya
mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan pendidikan.
1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan
a. Diharapkan menambah bahan kepustakaan dalam Fakultas Kedokteran
5
b. Masukan bagi Fakultas Kedokteran unila dalam merencanakan sistem
pembelajaran yang terpusat pada mahasiswa dalam rangka perbaikan
kurikulum dan lingkungan akademik di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
1.4.3.Bagi Subjek
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Persepsi
Kata persepsi berasal dari kata “perception” yang berarti pengalaman,
pengamatan, rangsangan, dan penginderaan. Persepsi adalah pengalaman
tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Maka objek yang ditangkap melalui alat
indera dan diproyeksikan pada bagian tertentu di otak sehingga manusia dapat
mengamati objek tersebut. Makin besar struktur susunan syaraf dan otaknya,
dan ditambah dengan bertambahnya pengalaman tersebut dapat dikenal satu
persatu terhadap objeknya, dapat membedakan antara satu benda dengan benda
yang lainnya dan mengelompokan benda yang berdekatan atau serupa,
kemampuan untuk membedakan, mengelompokan, memfokuskan, dan
sebagainya itu disebut dengan kemampuan mengorganisasikan pengamatan
(Echols, 2000).
Sobur (2003) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan bagian dari
7
ditetapkan. Subproses psikologis yang lain adalah pengenalan, perasaan, dan
penalaran, dimana pengenalan, perasaan, dan penalaran sangat berhubungan
erat agar persepsi dapat tercipta. Shaleh (2004) mengemukakan bahwa persepsi
merupakan pengungkapan tentang pengalaman mengenai suatu benda atau
kejadian yang telah dialami oleh individu. Persepsi dianggap sebagai sebuah
pengaruh atau kesan oleh benda yang hanya menggunakan pengamatan indra.
Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi adalah: (1) Proses mengetahui atau
mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera, (2) Kesadaran
dari proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan
penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, (4) Variabel
yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi
untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, (5) Kesadaran
intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta
mengenai sesuatu (Chaplin, 2006).
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Beberapa faktor yang dianggap penting pengaruhnya terhadap seleksi
rangsangan dan juga dapat digunakan untuk persepsi atas orang dan keadaan,
yaitu (Sobur, 2003):
a. Intensitas, rangsangan yang lebih intensif, mendapatkan lebih banyak
8
b. Ukuran, benda-benda yang lebih besar lebih menarik perhatian karena
barang yang lebih besar lebih cepat dilihat.
c. Kontras, hal-hal lain yang biasa kita lihat akan cepat menarik perhatian.
Banyak orang sadar atau tidak, melakukan hal-hal aneh untuk menarik
perhatian. Perilaku yang luar biasa menarik perhatian karena
prinsip-prinsip perbedaan itu.
d. Gerakan, hal yang bergerak lebih menarik perhatian daripada
hal-hal diam.
e. Keakraban, hal-hal yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian.
f. Sesuatu yang baru, hal-hal yang baru juga menarik perhatian. Jika orang
sudah biasa dengan kerangka yang sudah dikenal, suatu yang baru
menarik perhatian.
2.3 Proses Terbentuknya Presepsi
Persepsi menurut Slameto (2010) adalah proses yang menyangkut masuknya
pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia
terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Persepsi dalam
pengertian diatas merupakan proses persepsi individu dituntut untuk
memberikan penilaian terhadap suatu obyek, persepsi tersebut dapat bersifat
positif atau negatif. Persepsi menjadikan diri berinteraksi dengan sekitarnya,
9
Selanjutnya Sobur (2003), mengemukakan dalam proses persepsi terdapat tiga
komponen utama yaitu:
1. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari
luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga
mempunyai arti bagi seseorang.
3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah
laku sebagai reaksi.
Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan
terhadap informasi yang diterima, sehingga menghasilkan sebuah bentuk
tingkah laku sebagai reaksi.
Dalam pengertian di atas secara lebih jauh akan melahirkan lima prinsip dasar
tentang persepsi yang perlu diketahui agar menjadi komunikator yang efektif
seperti diungkapkan Slameto (2010) yaitu:
a. Persepsi itu relatif bukan absolut
Artinya: pada dasarnya manusia bukan merupakan instrumen ilmiah
yang mampu menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan yang
sebenarnya.
b. Persepsi itu selektif
Artinya: Seseorang hanya memperhatikan beberapa rangsangan dari
banyak rangsangan yang ada disekelilingnya pada saat-saat tertentu.
10
tergantung pada apa yang pernah dipelajari, pada suatu yang menarik
perhatian dan kearah mana persepsi itu mempunyai kecenderungan.
Keterbatasan dalam kemampuan seseorang untuk menerima
rangsangan.
c. Persepsi itu tatanan
Artinya: orang yang menerima rangsangan dilakukan dengan
hubungan-hubungan atau kelompok-kelompok. Jika rangsangan datang tidak
lengkap maka akan dilengkapi dengan sendirinya sehingga hubungan
itu menjadi jelas.
d. Persepsi dipengaruhi oleh harapan dan kesiapan
Artinya: harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan
yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya pesan yang dipilih akan
ditata dan kemudian pesan akan di interpretasi.
e. Persepsi seseorang atau kelompok berbeda dengan persepsi orang atau
kelompok lain walaupun situasinya sama.
Artinya: perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya
perbedaan-perbedaan individual, perbedaan-perbedaan dalam kepribadian, perbedaan-perbedaan dalam
sikap atau perbedaan dalam motivasi.
2.4 Peer Assisted Learning
Peer assisted learning adalah pendekatan pembelajaran berpusat pada mahasiswa yang melibatkan diskusi antara instruktur sebagai pengajar dan
11
secara profesi. Instruktur sudah dilatih terlebih dahulu sehingga kompeten
dalam mengajar, meskipun bukan berpendidikan guru. Peer assisted learning sudah mulai sering digunakan dalam mempelajari ilmu kedokteran. Peer assisted learning dapat didefinisikan sebagai pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan melalui pemberian bantuan dan dukungan secara
aktif melalui orang-orang dengan status yang sama (Topping, 1998).
Instruktur adalah mahasiswa yang biasanya lebih senior dari peserta.
Kebanyakan mahasiswa mau bergabung menjadi instruktur sebab mereka
merasa percaya diri dalam membantu belajar rekan-rekannya karena
pengetahuannya lebih dalam dari para peserta. Ada juga yang memberikan
imbalan jasa bagi para instruktur (Sobral, 1994). Meskipun demikian, tujuan
diadakan peer assisted learning seharusnya bukan untuk memanfaatkan tenaga
murah para tutor ataupun agar dosen dapat mentransfer pekerjaannya kepada
instruktur. Namun, tujuan peer assisted learning adalah untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam pembelajaran bagi instruktur dan peserta (Wadoodi
& Crosby, 2007). Oleh karena itu, desain peer assisted learning perlu didahului
dengan pembuatan materi untuk pelatihan peer assisted learning. Materi yang
dilatihkan sedapat mungkin tidak hanya materi atau topik yang akan dibawakan
oleh peer assisted learning tetapi juga materi prinsip teaching and learning bagi
12
2.5 Kriteria Peer Assisted Learning
Menurut Sawali (2007) terdapat beberapa kriteria sebagai seorang Instruktur
diantaranya yaitu:
1. Memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata peserta satu kelas,
2. Mampu menjalin kerjasama dengan peserta lain,
3. Memiliki motivasi tinggi untuk meraih prestasi akademis yang baik,
4. Memiliki sikap toleransi, tenggang rasa, dan ramah dengan sesama,
5. Memiliki motivasi tinggi untuk menjadikan kelompok diskusinya
sebagai yang terbaik,
6. Bersikap rendah hati, pemberani, dan bertanggung jawab, suka
membantu sesamanya yang mengalami kesulitan.
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Peer Assisted Learning
Ada beberapa keunggulan dengan menggunakan Instruktur sebaya seperti yang
dikemukakan Arikunto (1995) berikut ini.
1. Adakalanya hasilnya lebih baik bagi beberapa peserta yang mempunyai
perasaan takut atau enggan kepada dosennya.
2. Bagi instruktur pekerjaan PAL akan dapat memperkuat konsep yang
dibahas.
3. Bagi instruktur merupakan kesempatan melatih diri memegang
13
4. Mempererat hubungan mahasiswa sehingga mempertebal perasaan
sosial.
Adapaun kekurangan dengan menggunakan peer assisted learning adalah sebagai berikut.
1. peserta yang dibantu seringkali belajar kurang serius karena hanya berhadapan dengan temannya sendiri sehingga hasilnya kurang
memuaskan.
2. Ada beberapa orang peserta yang merasa malu atau enggan untuk
bertanya karena takut kelemahannya diketahui oleh temannya.
3. Pada kelas-kelas tertentu pekerjaan PAL ini sukar dilaksanakan karena
perbedaan jenis kelamin antar instruktur dengan peserta yang mengikuti
peer assisted learning.
4. Bagi pembimbing sukar untuk menentukan seorang instruktur sebaya
karena tidak semua siswa yang pandai dapat mengajarkan kembali
kepada teman-temannya.
2.7 Manfaat Peer Assisted Learning
Adapun manfaat menggunakan peer assisted learning bagi seorang tutor yaitu
(Falchikov, 2001):
a. Meningkatkan keterampilan dalam memimpin.
b. Meningkatkan keterampilan dalam berkomunikasi.
14
d. Meningkatkan keterampilan dalam bekerja sama.
e. Lebih mendalam dalam pemahaman materi tingkatan yang lebih rendah.
f. Meningkatkan perilaku yang lebih baik.
Sedangkan manfaat menggunakan peer assisted learning bagi seorang peserta yaitu:
a. Meningkatkan kemampuan dalam pemahaman konsep-konsep materi yang
diberikan.
b. Meningkatkan kepuasan peserta dalam pemahaman materi
c. Meningkatkan kenyamanan peserta dalam penerimaan materi yang
disampaikan.
d. Meningkatkan prestasi akademis.
Adapun manfaat khusus peer assisted learning dalam pendidikan dokter yaitu
(Burgess, McGregor, & Mellis, 2014) :
a. Mengembangkan kemampuan professional.
b. Meningkatkan kemampuan pemahaman konten yang disampaikan.
c. Meningkatkan kualitas leadership.
d. Meningkatkan angka kelulusan OSCE.
2.8 Keterampilan Klinik Kedokteran
Salah satu area kompetensi yang diharapkan dari lulusan dokter di Indonesia
adalah keterampilan (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012). Pada setiap
15
pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller. Sesuai dengan
Piramid Miller terdapat 4 tingkat kemampuan yang harus dicapai: Tingkat
kemampuan 1 (knows): mengetahui dan menjelaskan; Tingkat kemampuan 2
(knows how): pernah melihat atau didemonstrasikan; Tingkat kemampuan 3
(shows): pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervisi;
Tingkat kemampuan 4 (does): mampu melakukan secara mandiri (Miller,
1990). Tingkat keterampilan yang perlu dicapai saat lulus dokter adalah 4A.
Pada akhir pendidikan kedokteran mahasiswa diharuskan mampu untuk
mencapai kompetensi dalam keterampilan klinik secara tuntas. Dalam hal ini
standar kompetensi keterampilan klinik yang harus dituntaskan oleh mahasiswa
pendidikan kedokteran adalah sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI) sebagai penyesuaian terhadap Kurikulum Berbasis
Kompetensi yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional (Saputra
& Lisiswanti, 2015).
Dalam pendidikan kedokteran mahasiswa diberikan materi keterampilan klinik
yang harus dicapai dalam pembelajaran Clinical Skills Lab. Strategi pendidikan
yang digunakan dalam CSL adalah pembelajaran yang berpusat pada
mahasiswa (student centered), terpadu, problem-based dan pembelajaran mandiri serta multi-profesi (Dent, 2001). Dalam pembelajaran keterampilan
klinik pada CSL dapat berbentuk kelompok kecil, kelompok besar. Pada CSL
16
Persepsi instruktur Persepsi peserta
menggunakan pasien nyata maupun simulasi atau dapat juga dengan bermain
peran yang dapat menjadi bagian dari metode pembelajaran. Digunakan pula
media audio dan video recording yang cukup penting terutama dalam pengembangan keterampilan komunikasi dalam CSL (Bradley P, 2003).
2.9 Kerangka Teori dan Konsep
[image:30.595.120.555.282.580.2]Gambar 1. Kerangka Teori (Arikunto, 1995; Falchikov, 2001; Echols, 2000)
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini ialah
melalui pendekatan kualitatif, hal ini didasarkan kepada rumusan-rumusan yang
muncul dalam penelitian ini yang menuntut peneliti untuk melakukan berbagai
aktivitas eksplorasi dalam rangka memahami dan menjelaskan
masalah-masalah yang menjadi fokus masalah-masalah penelitian ini. Kemudian pengumpulan
berbagai data dan informasi akan dilakukan melalui teknik observasi dan forum
diskusi terarah terhadap sumber-sumber data yang diperlukan (Moloeng, 2004).
Pada penelitian kualitatif ini penulis menggunakan pendekatan fenomenologi.
Pendekatan fenomenologi merupakan salah satu rumpun yang berada dalam
rumpun penelitian kualitatif. Dalam penelitian fenomenologi melibatkan
pengujian yang teliti dan seksama pada kesadaran pengalaman manusia.
Konsep utama dalam fenomenologi adalah makna. Makna merupakan isi
penting yang muncul dari pengalaman kesadaran manusia. Untuk
mengidentifikasi kualitas yang esensial dari pengalaman kesadaran dilakukan
18
Penggunaan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini
bertujuan untuk mengumpulkan suatu kenyataan yang ada atau yang terjadi di
lapangan agar dapat dipahami secara mendalam, sehingga pada akhirnya
diperoleh temuan data yang diperlukan sesuai tujuan penelitian. Temuan data
tersebut adalah Persepsi Mahasiswa Tentang Peer Assisted Learning dalam Pembelajaran Keterampilan Klinis (Clinical Skills Lab/ CSL).
3.2 Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Lokasi ini dipilih berdasarkan kesesuaian penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2015.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung angkatan 2013
yang ditunjuk menjadi instruktur dan angkatan 2015 sebagai peserta pada
19
3.3.2 Sampel
Pengambilan responden yang diambil pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling dalam penelitian kualitatif adalah teknik pengambilan sampling dimana anggota
sampel yang dipilih dengan 'tujuan' untuk mewakili lokasi atau jenis
dalam kaitannya dengan kriteria yang sesuai dalam penelitian.
Pada penelitian ini penulis akan mengambil dengan minimal 4 orang
yang akan digunakan sebagai sampling dari tutor dimana terdapat 2 orang
tutor pria dan 2 orang tutor wanita yang bertujuan untuk pengambilan
data dengan wawancara mendalam. Pada pengambilan sampling untuk
FGD penulis akan mengambil sampling dari 4 kelompok peserta peer assisted learning untuk dilakukan diskusi terarah. Pengambilan sampel berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu instruktur dan peserta PAL.
Jika sampel minimal yang diambil pada wawancara mendalam dan FGD
maka peneliti akan menambah jumlah sampel hingga data jenuh.
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
a. Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengungkapan
mengenai pengalaman terhadap kejadian yang telah dialami oleh individu;
20
dalam kampus yang telah ditunjuk oleh dosen dan yang dibimbing adalah
adik tingkat.
c. Pembelajaran keterampilan klinik yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah latihan dalam meningkatkan kemampuan klinik yang diarahkan oleh
pembimbing.
3.5 Teknik Pengumpulan data 3.5.1 Wawancara Mendalam
Menurut Moleong (2004) wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu, dilaksanakan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan
jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut.
Teknik wawancara mendalam ini, tidak menggunakan struktur yang ketat
dan formal, namun dengan strategi untuk menggiring pertanyaan yang
makin membesar, sehingga informasi yang dikumpulkan cukup memadai,
memiliki kedalaman dan keleluasaan sehingga mampu mengorek
kejujuran, tanpa memaksakan kehendak kita dalam mengajukan
pertanyaan. Dalam proses wawancara ini selain panca indera peneliti yang
digunakan sebagai pengumpul data, ditunjang pula dengan penggunaan
alat rekam tape recorder yang telah dikemas sedemikian rupa agar tidak
mengganggu proses wawancara. Untuk memperlancar jalannya
21
pertanyaan yang telah disusun sebelum terjun ke lapangan. Wawancara
dengan menggunakan petunjuk umum wawancara untuk mendapatkan
informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden dimana
peneliti membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan
dalam proses wawancara.
3.5.1 Focus Group Discussion
Focus Group Discussion (FGD) adalah bentuk diskusi yang didesain untuk memunculkan informasi mengenai keinginan, kebutuhan, sudut
pandang, kepercayaan dan pengalaman yang dikehendaki peserta.
Definisi lain, FGD adalah salah satu teknik dalam mengumpulkan data
kualitatif; di mana sekelompok orang berdiskusi dengan pengarahan dari
seorang fasilitator atau moderator mengenai suatu topik. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa FGD adalah salah satu teknik
pengumpulan data kualitatif yang didesain untuk memperoleh informasi
keinginan, kebutuhan, sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman
peserta tentang suatu topik, dengan pengarahan dari seorang fasilitator
atau moderator (Paramita & Kristiana, 2013).
3.6 Alat dan Instrumen Penelitian a. Peneliti
22
b. Panduan kelompok diskusi terarah
3.7 Analisis data
Adapun tahapan analisis data yang akan dilakukan adalah:
a. Setelah wawancara dilakukan maka dilakukan transkripsi hasil wawancara
secara keseluruhan;
b. Setelah ditranskripsi kemudian dibaca berulang-ulang dan dilakukan coding
terhadap hasil transkripsi tersebut yang dilakukan oleh dua orang coder;
c. Setelah dilakukan coding dilakukan pengelompokan berdasarkan inductive
content analysis;
d. Selanjutnya hasil coding dibandingkan antara hasil coding oleh coder pertama dengan coder kedua yang dapat dilakukan dengan diskusi bersama
antar-coder untuk menentukan hasil coding yang paling baik;
e. Hasil coding perkategori disimpulkan.
3.8 Alur Penelitian
Pada penelitian ini dimulai dengan perekrutan mahasiswa yang akan dijadikan
tutor. Perekrutan ini dilakukan oleh peneliti kepada mahasiswa angkatan 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Mahasiswa yang dipilih adalah
mahasiswa yang mempunyai kemampuan keterampilan klinik yang baik.
23
Setelah dilakukan perekrutan mahasiswa yang akan menjadi seorang tutor akan
dilakukan pelatihan oleh dosen yang terkait dengan asistensi CSL. Pelatihan
keterampilan klinik yang ditujukan pada mahasiswa yang direkrut sebagai
seorang tutor ini bertujuan agar mahasiswa mampu mengingat kembali
materi-materi keterampilan klinik yang sudah dipelajari pada semester-semester
sebelumnya. Mahasiswa akan diberikan materi keterampilan klinik dan juga
diberikan arahan cara-cara untuk memberikan materi kepada peserta.
Mahasiswa yang telah diberikan materi tentang keterampilan klinik dan cara
penyampaian materi akan melaksanakan kegiatan peer assisted learning. Pada
fase ini mahasiswa yang ditunjuk sebagai tutor memberikan materi dan juga
berdiskusi tentang keterampilan klinik yang sedang dipelajari dengan peserta.
Adapun waktu pelaksanaan peer assisted learning antara instruktur dan peserta
adalah sesuai dengan kesepakatan masing-masing kelompok dengan tutornya.
Setelah berjalannya peer assisted learning peneliti akan mengumpulkan data.
Data yang dikumpulkan oleh peneliti adalah dalam dua bentuk teknik
pengumpulan data, yaitu dengan menggunakan teknik wawancara mendalam
dan FGD. Wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai persepsi dari instruktur, sedangkan pengumpulan data dari peserta
yaitu dengan menggunakan teknik FGD. Dalam pengumpulan data ini peneliti
24
Setelah dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara
mendalam dan FGD peneliti memasuki tahapan selanjutnya yaitu analisis data.
Analisis data yang dilakukan dimulai dengan transkripsi hasil wawancara secara
menyeluruh. Setelah distranskripsi kemudian dibaca berulang-ulang yang
dilanjutkan dengan coding yang dilakukan oleh dua orang coder. Hasil coding
kemudian dibandingkan antara coder pertama dan kedua. Selanjutnya hasil coding selanjutnya disimpulkan.
3.9 Etika Penelitian
48
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
5.1.1 Peer assisted learning (PAL) merupakan metode pembelajaran yang baik
dan sengat membantu serta layak untuk dikembangan didalam
Pendidikan Kedokteran.
5.1.2 Pandangan mahasiswa yang menjadi instruktur PAL menyatakan bahwa
PAL keterampilan klinik merupakan kegiatan yang baik.
5.1.3 Pandangan mahasiswa yang menjadi peserta PAL menyatakan bahwa
PAL keterampilan klinik merupakan kegiatan yang baik..
5.1.4 Metode pembelajaran PAL dalam keterampilan klinis mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung membantu meningkatkan
hasil yang baik pada ujian keterampilan klinis (OSCE) berdasarkan
persepsi instruktur dan peserta
5.1.5 Instruktur dan peserta PAL menyatakan bahwa jadwal kegiatan serta
peminjaman alat merupakan kendala yang sering dikeluhkan mahasiswa
untuk menunjang keefektifan latihan keterampilan klinis yang menjadi
saran agar menjadi perbaikan kedepannya.
5.1.6 Instruktur dan peserta PAL mengharapkan agar proses latihan
keterampilan klinis dengan menggunakan teman sebaya (PAL)
dimasukan dalam kegiatan formal akademik untuk menunjang kegiatan
49
5.2 Saran
5.2.1 Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan metode
pembelajaran PAL untuk memperkaya keilmuan tentang pembelajaran
dengan menggunakan teman sebaya.
5.2.2 Bagi peneliti lain disarankan untuk dilakukan penelitian dengan
menggunakan penelitian kualitatif untuk memperkaya pengetahuan
tentang penelitian dengan metode ini.
5.2.3 Bagi institusi pendidikan diharapkan menfasilitasi metode pembelajaran
dengan menggunakan PAL ini sehingga dapat memaksimalkan potensi
DAFTAR PUSTAKA
Al-Elq, A. H. 2007. Medicine and Clinical Skills Laboratories. Journal of Family & Community Medicine, 14(2): 59–63. Tersedia dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3410147/ (Diakses pada tanggal 30 Agustus 2015)
Blohm, M., Lauter, J., Branchereau, S., Krautter, M., Köhl-Hackert, N., Jünger, J., Nikendei, C. (2015). “Peer-assisted learning” (PAL) in the Skills-Lab--an inventory at the medical faculties of the Federal Republic of Germany. GMS Zeitschrift Für Medizinische Ausbildung, 32(1), Doc10.
http://doi.org/10.3205/zma000952
Bradley, P., Postlethwaite K. 2003. Setting Up A Clinical Skills Learning Facility. Medical Education. 37(1):6–13
Burgess, A., McGregor, D., & Mellis, C. 2014. Medical Students As Peer Tutors: A Systematic Review. BMC Medical Education, 14(1): 115. Tersedia dari http://doi.org/10.1186/1472-6920-14-115 (Diakses pada tanggal 1 September 2015)
Burke, J. 2007. Peer-assisted Learning in The Acquising of Clinical Skills: A Supplementary Approach to Musculosceletal System Training. Medical Teach, 19(6):577-82.
Dent, J.A., Ker, J.S., Angell-Preece, H.M., Preece, P.E. 2001. Twelve Tips For Setting Up An Ambulatory Care (Outpatient) Teaching Centre. Medical Teach. 23(4):345–350.
George, R. 2007. Sosiologi Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Echols, J. M. 2000. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Falchikov, N. 2001. Learning Together: Peer Tutoring in Higher Education. New York: RoutledgeFalmer.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Miller, G. 1990. The Assesment of Clinical Skills/ Competence/ Performance. Acad Med, 65(9): 63-67.
Moloeng, L. 2004. Metode Penelitian. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Paramita, A., & Kristiana, L. 2013. Teknik Focus Group Discussion Dalam Penelitian Kualitatif (Focus Group Discussion Tehnique in Qualitative Research). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 117–127.
Poole-wilson, P. 1995. High Technology Investigations Do Not Diminish The Need for Clinical Skills The Prospects Are Not Good for Workers.
Saputra, O., Lisiswanti, R. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pembelajaran Keterampilan Klinik di Institusi Pendidikan Kedokteran. Juke Unila. 5(4): 104-109.
Satriyaningsih. 2009. Efektivitas Metode Pembelajran Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi pada Pokok Bahasan Ekosistem pada Siswa Kelas VII SMP Bhinneka Karya Klego Boyolali Tahun Ajaran 2008/2009, [Skripsi]. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Shaleh, A. 2004. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana.
Sibermen, M. L. 2001. 101 Strategi Pembelajaran Aktif (Aktif Learning). Jakarta: Yakpendis.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sobral, D. 1994. Peer Tutoring and Student Outcomes in a Problem-based learning course. Med Educ, 28(4):284-9.
Sobur, A. 2003. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia.
Topping, K. 2008. Peer-Assisted Learning: A Planning and implementation Framework. Med Teach, 30(4): 440.
Topping, K. J. 1998. Peer-Assisted Learning. NJ: Lawrence Erlbaum.