• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013)"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

Fatma Niati Solekha

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP

INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA

(Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

Fatma Niati Solekha

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Desain penelitian yang digunakan adalah posttest only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

kelas VIII SMP Negeri 2 Pringsewu, sedangkan sampel penelitian adalah siswa kelas VIIIB dan VIIIC yang diperoleh dengan cara memilih dua kelas dari sembilan kelas secara purposive sampling yaitu dengan mengambil dua kelas yang diajar oleh guru matematika yang sama dan memiliki kemampuan rata-rata yang relatif sama. Berdasarkan pengujian hipotesis diperoleh bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Group Investigation lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran

konvensional. Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran tipe Group Investigation berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi siswa.

(3)
(4)
(5)

vi DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran ... 9

B. Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation ... 11

C. Kemampuan komunikasi matematis ... 15

D. Kerangka Pikir ... 18

E. Anggapan Dasar ... 22

F. Hipotesis ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 23

B. Desain Penelitian ... 24

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 24

D. Data Penelitian ... 24

(6)

vii

F. Instrumen Penelitian ... 25

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 31

1. Uji Normalitas ... 31

2. Uji Homogenitas Varians ... 32

3. Uji Hipotesis ... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 35

B. Pembahasan ... 37

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 42

B. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(7)
(8)

I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan umat manusia, karena melalui proses pendidikan seseorang mengembangkan potensi yang ada pada dirinya sehingga seseorang itu mampu beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk mengembangkan individu baik secara jasmani maupun rohani secara optimal agar mampu meningkatkan hidup, kehidupan diri, keluarga dan masyarakatnya. Hal ini setara dengan yang diungkapkan dalam dictionary of education yang menyebutkan bahwa pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat, proses sosial ketika seseorang dihadapkan pada lingkungan yang terpilih dan terkontrol, sehingga seseorang itu dapat mengembangkan kemampuan sosial dan individunya secara optimal (Ditjen Dikti dalam Ihsan 2011:4). Oleh karena itu pendidikan harus dijalani manusia untuk kelangsungan hidupnya dalam bermasyarakat.

(9)

2

faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi adalah kualitas proses pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran dapat ditingkatkan dengan membenahi sistem pembelajaran agar menjadi lebih baik, salah satunya dengan menggunakan metode pembelajaran yang mampu mengembangkan kreativitas peserta didiknya.

Pembelajaran yang bermutu adalah pembelajaran yang inovatif, kreatif, menyenangkan dan memotivasi siswa untuk lebih mengembangkan potensi dan kreativitasnya. BNSP (2007:6) mengemukakan bahwa untuk menjawab tuntutan agar pendidikan menghasilkan lulusan yang bermutu diperlukan proses pembelajaran yang interaktif, inovatif, menyenangkan, menantang dan memotivasi siswa untuk ikut berpartisipasi secara aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan minat dan perkembangan fisik dan psikologis siswa. Oleh karena itu, pembelajaran untuk semua mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus dilaksanakan dengan baik, termasuk pembelajaran matematika. Guru sebagai komponen yang sangat penting dalam pembelajaran berkewajiban mengupayakan proses pembelajaran yang baik, yakni proses pembelajaran yang fleksibel, bervariasi dan memenuhi standar.

(10)

3

penalaran pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, gambar, diagram, tabel dan media yang lain; 5) memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Sesuai dengan tujuan matematika diatas kemampuan komunikasi matematis perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika.

Matematika umumnya identik dengan perhitungan angka-angka dan rumus, sehingga sering muncul anggapan bahwa skill komunikasi tidak dapat dibangun dalam pembelajaran matematika. Hal ini tentu saja tidak benar, karena menurut Greenes dan Schulman dalam Ansari (2004) komunikasi matematika memiliki beberapa peran yaitu: 1) sebagai kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika; 2) sebagai modal keberhasilan para siswa terhadap pendekatan dan ekplorasi dalam investigasi matematika; 3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya yang memperoleh informasi, membagi pemikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.

(11)

4

lain. Namun pada kenyataanya masih banyak ditemukan siswa yang kemampuan komunikasi matematisnya rendah. Hal ini ditunjukkan dengan minimnya kemampuan siswa dalam mengerjakan soal uraian, seperti menyatakan suatu situasi, gambar, diagram atau benda kedalam bahasa, simbol atau model matematika, membaca diagram atau tabel dan menjelaskan ide, situasi dan relasi matematikan dalam bentuk lisan ataupun tulisan.

Pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru, menyebabkan terjadi adanya komunikasi satu arah dan mengabaikan sifat sosial dalam belajar. Pembelajaran ini masih banyak digunakan oleh guru SMP di provinsi Lampung, seperti terjadi di SMP Negeri 2 Pringsewu. Ini merupakan faktor yang menyebabkan minimnya kemampuan komunikasi matematis siswa. Pembelajaran konvensional cenderung tidak memerlukan pemikiran yang kritis dan menganggap cara belajar siswa semua sama. Maka bagi siswa yang tidak dapat menggunakan metode pembelajaran ini akan terjadi kesulitan memecahkan masalah dalam pembelajaran. Selain itu, pembelajaran ini juga cenderung tidak memberikan peluang kepada siswa untuk melatih kemampuan komunikasi matematisnya secara maksimal. Oleh karena itu, menjadi tugas besar bagi guru matematika untuk memperbaiki sistem pembelajaran agar terjadi peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.

(12)

5

berkelompok. Model pembelajaran seperti ini disebut model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu memecahkan persoalan. Menurut teori agar kelompok kohesif tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa heterogen (kemampuan, gender dan karakter) ada kontrol dan fasilitas, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

Model pembelajaran kooperatif memiliki banyak variasi salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation adalah model pembelajaran yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia misalnya buku paket, atau siswa dapat mencari melalui internet. Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok, sehingga akan menumbuhkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Model ini juga dapat melatih siswa menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat dilihat mulai dari tahap pertama hingga akhir pembelajaran. Model pembelajaran Group investigation memiliki enam tahapan pembelajaran yaitu, diawali dengan

(13)

6

menyatukan hasil investigasi dan pendapat dan mempersiapkan materi yang akan dipresentasikan. Tahap kelima, siswa mempresentasikan hasil kegiatan kelompoknya kedepan kelas dan kegiatan terakhir adalah evaluasi (Kiranawati:2007). Selain enam tahapan tersebut, dalam model pembelajaran ini juga terdapat tiga konsep utama dalam pelaksanaan pembelajarannya yaitu penelitian atau inquiri, pengetahuan atau knowledge dan dinamika kelompok atau the dinamicof the learning group (Winataputra, 2001: 75)

B.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

”Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation berpengaruh

terhadap komunikasi matematis siswa?”

Dari masalah di atas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut; ”Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya mengikuti model kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?”

C.Tujuan Penelitian

(14)

7

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis :

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan terhadap perkembangan pembelajaran matematika terkait dengan variabel komunikasi matematis siwa dan pembelajaran Group Investigation. 2. Manfaat Praktis :

Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan diantaranya sebagai berikut :

a. Bagi guru matematika

Penggunaan model pembelajaran Group Investigation dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran pada guru mengenai pembelajaran Group Investigation sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas.

b. Bagi peneliti lainnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih mendalam mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

3. Ruang Lingkup Penelitian

Dengan memperhatikan judul penelitian ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi perbedaan presepsi antara peneliti dan pembaca :

(15)

8

penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation adalah model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Pembelajaran ini diawali dengan mengidentifikasi topik, merencanakan tugas, selanjutnya siswa membuat penyelidikan, menganalisis dan mengevaluasi informasi dari topik yang mereka pelajari. Selanjutnya siswa membuat kesimpulan dan mempresentasikan hasil investigasi kelompok. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan evaluasi.

3. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam bentuk mengeksperikan dan merepresentasikan pemehaman konsepnya dengan menggunakan gambar, diagram, tabel, symbol, notasi dan sistuasi matematika untuk memecahkan permasalahan matematika yang ia pelajari. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika yang digunakan dalam penelitian adalah :

a. Menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, dan secara aljabar/menggambar (drawing).

b. Menjelaskan ide-ide, gagasan matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual (mathematical expression)

(16)

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

Manusia dalam hidupnya tidak pernah lepas dari belajar, karena dengan belajar manusia memperoleh pengetahuan yang berguna untuk kelangsungan hidupnya. Dengan belajar pengetahuan seseorang akan terus bertambah. Menurut Syah (2002:98) menyatakan belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu tanpa adanya proses belajar maka tidak akan ada pula pendidikan. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam proses pembelajaran adalah teori belajar kontruktivisme. Piaget dalam Dahar, (1989:159) berpendapat bahwa pengetahuan yang dibangun dari fikiran anak selama anak tersebut terlibat dalam proses pembelajaran merupakan akibat dari interaksi secara aktif dengan lingkungannya.

(17)

10

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Untuk memahami lebih mendalam mengenai pembelajaran, akan dijelaskan konsep dan pengertiannya. Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran harus mempunyai tujuan yang jelas untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam mencapai prestasi yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2007:25) bahwa: ”Tujuan belajar ada tiga jenis, yaitu: a) untuk mendapatkan pengetahuan, b) penanaman konsep keterampilan baru, dan c) pembentukan sikap.” Jadi pada intinya, tujuan belajar adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman si-kap mental atau nilai-nilai.

Menurut Sanjaya (2011:1) dalam proses pembelajaran, anak didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas kadang di- arahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi (pengetahuan) tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu. Padahal informasi-informasi yang di- berikan berguna untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya ketika siswa lulus dari sekolah mereka hanya pintar secara teoritis, namun miskin aplikasi.

(18)

11

tahap ini berguna untuk mengungkapkan konsepsi awal siswa dan digunakan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa; 2) tahap eksplorasi, tahap berguna untuk mediasi pengungkapan ide–ide atau pengetahuan dalam diri siswa; 3) tahap diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa diupayakan untuk bekerjasama dengan teman temanya, berusaha menjelaskan pemahamanya kepada orang lain, bahkan menghargai penemuan temanya; 4) tahap pengembangan dan aplikasi konsep, tahap ini adalah tahap untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap suatu konsep dengan menyelesaikan permasalahan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan pengetahuan, perilaku dan nilai sikap dari pembelajaran dengan beberapa tahap tertentu dalam upaya mengembangkan pengetahuan, yang terjadi dalam diri individu yang merupakan hasil dari adanya interaksi dengan lingkungannya.

B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

(19)

12

Menurut Eggen dan Kauchak dalam Trianto, (2011:58) pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama yang berbeda latar belakangnya. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama dalam mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesama manusia yang bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Roger dan Johnson dalam Lie (2008:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

(20)

13

yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya; f) guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu atau kelompok.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama, saling bertukar informasi dan pengalaman untuk saling membantu mengkonstruksi konsep dan menyelesaikan persoalan. Ada bermacam-macam model pembelajaran kooperatif yang bagus untuk diterapkan, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe Group investigation.

(21)

14

Group investigation merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang

menekankan partisipasi dan aktifitas siswa untuk mencari sendiri informasi/materi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan–bahan yang tersedia, misalnya buku pelajaran atau siswa mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, sampai dengan menentukan topik. Topik yang diperoleh dipelajari melalui investigasi. Dalam metode Group Investigati terdapat tiga konsep utama, yaitu penelitian atau inquiri, pengetahuan atau know ledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group (Winataputra, 2001:75).

(22)

15

Tabel 2.1 Tahapan dalam Pembelajaran Group Investigation Tahap I

Mengidntifikasi topik dan membagi siswa dalam kelompok.

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberian kontribusi apa yang akan mereka selidiki, kelompok dibentuk berdsarkan heterogenitas. yang akan diteliti bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai Tahap III kerjanya, siswa lain tetap mengikuti. Tahap VI

Evaluasi

Soal ulangan mencakup soal yang yang sudah diprediksikan dan dipresentasikan.

Slavin dalam Maesaroh (2005:30) Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan, pembelajaran kooperatif tipe Group investigation adalah pembelajaran dalam suatu kelompok yang mendorong dan membimbing keterlibatan siswa untuk lebih aktif, berkomunikasi dan saling bertukar informasi dan pengalaman antar siswa, pembelajaran ini juga menekankan pada kemandirian siswa dalam mencari sendiri suatu informasi dari teman atau sumber belajar untuk memecahkan suatu masalah.

C.Kemampuan Komunikasi matematika

Soedjadi (2004) menyatakan bahwa” matematika memiliki karakteristik atau ciri

(23)

16

Berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan, konsisten dalam sistemnya”. Sehingga banyak orang berfikir dalam belajar matematika tidak diperlukan komunikasi. Tentu saja hal ini tidak benar, karena dalam matematika banyak simbol, istilah dan gambar yang menuntut kemampuan komunikasi yang baik dalam penyampaiannya. Oleh karena itu siswa harus memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik agar tujuan dalam pembelajaran matematika itu bisa tercapai dengan baik. Hal ini menjadi tanggung jawab bagi seorang guru untuk menggali kemampuan komunikasi matematika siswa dalam pembelajaran.

(24)

17

Menurut Utari (2005:7) kemampuan yang tergolong dalam komunikasi matematika diantaranya adalah: 1) menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika; 2) menjelaskan ide situasi dan relasi matematika secara lisan dan tulisan; 3) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; 4) membaca dengan pemahaman representasi matematika tertulis; 5) membuat konjektur, merumuskan definisi, dan generalisasi dan 6) mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. NCTM (1989:214) menyatakan bahwa komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika dapat dilihat dari: (1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis dan mendemontrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) kemampuan memahami, menginterprestasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika secara lisan, tertulis maupun dalam bentuk visual lainnya serta (3) kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

(25)

18

Dari beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa dalam bentuk mengeksperikan dan merepresentasikan pemehaman konsepnya dengan menggunakan gambar, diagram, tabel, symbol, notasi dan sistuasi matematika untuk memecahkan permasalahan matematika yang ia pelajari.

Pada penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi tertulis yang meliputi kemampuan menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written texts) dengan indikator kemampuan komunikasi tertulis yang dikembangkan sebagai berikut.

1. Menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, dan secara aljabar.

2. Menjelaskan ide-ide, gagasan matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual.

3. Menggunakan simbol, istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide dalam bentuk tulisan.

D.Kerangka Pikir

Penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (X). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan

(26)

19

Pembelajaran konvensional adalah cara pembelajaran yang disukai oleh para guru, yang umum diterapkan di sekolah. Metode pembelajaran ini dianggap efektif, terutama untuk berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan dengan belajar sendiri, menyampaikan informasi dengan cepat, mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan. Dalam pembelajaran matematika, metode ini cukup efektif. Dengan mendengarkan siswa dapat mencerna informasi yang diberikan oleh guru, dan memahami informasi yang telah diperoleh sehingga siswa dapat mengkomunikasikan pemahamannya dengan mengekspresikan ide-ide dan pemahaman konsep matematika yang telah dipelajari dengan baik.

Sesuai dengan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, pembelajaran matematika memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai. Namun dengan pembelajaran konvensional tujuan dalam pembelajaran matematika belum dapat dicapai dengan maksimal, hal ini karena pembelajaran konvensional memiliki beberapa kelemahan yaitu pembelajaran ini cenderung tidak melatih siswa untuk berpikir kritis, karena semua informasi disampaikan oleh guru sehingga siswa cenderung pasif. Pembelajara ini juga memandang cara belajar dan kemampuan siswa semua sama. Bagi siswa yang tidak mudah mengerti penjelasan yang disampaikan guru, pasti akan mengalami kesulitan dalam menguasai materi. Bahasa yang digunakan oleh guru terkadang sulit dimengerti oleh siswa, maka presentase siswa yang mengerti lebih sedikit dibandingkan siswa yang tidak mengerti. Hal ini menyebabkan pencapaian indikator menjadi kurang maksimal. Akibatnya kemampuan komunikasi matematis siswa akan kurang baik.

(27)

20

Model pembelajaran kooperatif tipe Group investigation merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang menekankan partisipasi dan aktiviatas siswa untuk mencari sendiri informasi/materi pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan–bahan yang tersedia, misalnya buku pelajaran atau siswa mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, dan cara belajarmya melalui investigasi. Tahap pembelajaran model ini adalah diawali dengan pembentukan kelompok, kemudian dilanjutkan dengan menetukan topik, dan siswa akan memilih sendiri masalah yang akan di investigasi. Tahap selajutnya adalah merencanakan tugas, dalam tahap ini setiap siswa diberi tanggung jawab untuk memecahkan masalah secara individu sehingga kemampuan individu siswa akan tergali dalam tahap ini. Kemudian pada tahap investigasi, siswa menginvestigasi masalah yang telah dipilih secara sistematis dan analitik, sehingga kemampuna siswa dalam menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara tertulis, menggambar dan menggunakan simbol, notasi-notasi dalam matematika akan tergali lebih dalam. Selanjutnya siswa mempresentasikan hasil investigasi kelompok yang diperoleh melalui diskusi kelompok, dalam tahap ini kemampuan siswa menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan akan berkembang, selain itu juga siswa berbagi pengetahuan yang telah diperoleh dengan teman-temanya sehingga pengetahuan dan informasi yang diperoleh siswa juga bertambah. Pada tahap akhir pembelajaran dilakukan evaluasi untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa, setelah pembelajaran Group investigation.

(28)

21

permasalahan. Dengan berdiskusi memecahkan masalah dapat mengembangkan kemampuan individu siswa dalam mengekpresikan ide-ide dan penguasaan kosepnya untuk memecahkan masalah. Group Investigation membantu siswa untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik, sehingga siswa akan memperoleh pemahaman secara mendalam terhadap suatu topik. Dengan menggunakan model Group Investigation ini siswa lebih dapat memahami materi dan mengekpresikan ide-ide matematis yang dipelajarinya dengan baik, dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya dengan baik pula.

(29)

22

E.Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:

1. Semua siswa kelas VIII semester genap SMPN 2 Pringsewu tahun pelajaran 2012-2013 memperoleh materi yang relatif sama dan sesuai dengan kuri-kulum tingkat satuan pendidikan.

2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematika siswa selain model pembelajaran Group Inveastigation tidak diperhatikan.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

(30)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Negeri 2

Pringsewu, yang terdistribusikan dalam sembilan kelas, yaitu VIII A – VIII I.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil dua

dari sembilan kelas secara purposive sampling dengan mengambil dua kelas yang

di ajar oleh guru matematika yang sama dan memiliki kemampuan rata-rata yang

relatif sama, dilihat dari hasil ujian mid semester genap. Untuk meyakinkan

kesamaan rata-rata kemampuan awal kelas kontrol dan kelas eksperimen terlebih

dahulu dilakukan uji kesamaan menggunakan uji-t. Dari hasil anilisis data, dapat

disimpulkan bahwa kelas VIIIB dan VIIIC memiliki kemampuan rata-rata yang

relatif sama, dipilih sebagai sampel. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

Table 3.1. Nilai rata-rata Mid Semester

Kelas Nilai Rata-rata Guru Matematika

(31)

24

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu eksperimen semu. Desain yang digunakan adalah

posttest only yang dipilih berdasarkan pedoman dari Furchan (1982 : 368) yang

telah dimodifikasi. Gambar desainnya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

E P1 O

K P2 O

Keterangan :

E = Kelas eksperimen K = Kelas kontrol

P1 = Perlakuan terhadap kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran

tipe Group Investigation

P2 = Perlakuan terhadap kelas kontrol menggunakan pembelajaran

konvensional.

O = Posttest pada kelas ekperimen dan kelas kontrol

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Adapun prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan sampel penelitian

2. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kerja siswa

(LKS)

3. Membuat instrumen penelitian

4. Uji validitas instrumen tes

(32)

25

Hal hal yang dibedakan adalah pada kelas eksperimen pembelajaran

menggunakan model pembelajaran Group Investigation sedangkan pada pada

kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.

6. Analisis uji coba instrumen

7. Mengadakan tes akhir pada dua kelas

8. Analisis Data

9. Membuat laporan.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data kemampuan komunikasi matematis siswa

yang merupakan data kuantitatif yang diperoleh setelah melakukan tes

kemampuan komunikasi matematis siswa yang diberi perlakuan dengan

menggunakan model pembelajaran tipe Group investigation dan terhadap kelas

yang menggunakan pembelajaran konvensional.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah teknik tes, yang dilakukan pada akhir perlakuaan.

F. Instrumen Penelitian

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan komunikasi

matematika. Jenis tes yang digunakan adalah tes tertulis dengan bentuk uraian

yang terdiri atas lima soal.

Adapun indikator yang digunakan dalam tes kemampuan komunikasi matematis

(33)

26

secara aljabar/menggambar (drawing), menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara tertulis/ekspresi matematika (mathematical expression), dan menggunakan simbol, istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide dalam bentuk tulisan/menulis (written texts). Pemberian skor jawaban siswa disusun berdasarkan tiga kemampuan di

atas, seperti yang terlihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Rubrik Pemberian Skor Soal Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator Keterangan Skor

Menggambar (drawing)

Tidak ada jawaban 0

Hanya sedikit dari gambar yang benar 1 Membuat gambar namun kurang

lengkap dan benar. 2

Membuat gambar secara lengkap dan

benar. 3

model matematika yang benar 1 Membuat model matematika dengan

benar, namun salah dalam mendapatkan solusi.

2

Membuat model matematika dan mendapatkan solusi secara lengkap

Hanya sedikit dari penjelasan yang

benar 1

Penjelasan secara

matematis masuk akal namun hanya sebagian yang lengkap dan benar

2

Penjelasan secara matematis tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa

3

Penjelasan secara matematis masuk

akal dan jelas serta sistematis. 4

(34)

27

a. Validitas

Dalam penelitian ini, validitas tes yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi

dari tes komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi

yang terkandung dalam tes komunikasi matematis dengan indikator pembelajaran

yang telah ditentukan.

Dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran

matematika kelas VIII. Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika

kelas VIII SMP Negeri 2 Pringsewu mengetahui dengan benar kurikulum SMP,

maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran

matematika. Tes yang dikategorikan valid adalah yang butir-butir tesnya telah

dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur

berdasarkan penilaian guru mitra. Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi

kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan

kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar cek lis oleh

guru.

Hasil penilaian terlampir pada Lampiran B4. Dari hasil penilaian guru

disimpulkan bahwa perangkat tes sudah valid berdasarkan validitas isi.

b. Reliabilitas Tes

Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe subjektif

atau uraian, karena itu untuk mencari koefisien reliabilitas digunakan rumus

Alpha yang dirumuskan sebagai berikut:

(35)

28

Keterangan:

r 11 = Koefisien reliabilitas alat evaluasi

= Banyaknya butir soal

= Jumlah varians skor tiap soal = Varians skor total

Menurut Guilford dalam Suherman, (1990: 177) koefisien reliabilitas

diinter-pretasikan seperti yang terlihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas

Suherman, (1990: 177)

Dari hasil perhitungan reliabilitas instrument diperoleh r11 = 0,90. Berdasarkan

pendapat Guilford di atas, nilai

r

11 memenuhi kriteria sangat tinggi.

c. Indeks Daya Pembeda

Noer (2010) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan

rumus :

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu

JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah).

Koefisien relibilitas (r11)

Kriteria

r11≤ 0,20 sangat rendah

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

0,40 < r11≤ 0,60 Sedang

0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi

(36)

29

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang

tertera dalam tabel berikut :

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Kriteria yang digunakan dalam instrumen tes komunikasi matematika adalah DP

lebih dari atau sama dengan 0,3. Hasil perhitungan menunjukan 5 butir tes uji coba memiliki daya beda lebih dari 0,30 yaitu berkisar dari 0,30 s.d 0,50. Jadi, daya beda butir tes tergolong baik.

c. Indeks Kesukaran

Sudijono (2008: 372) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu

butir soal digunakan rumus berikut.

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria

(37)

30

Tabel 3.6 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Kriteria yang digunakan dalam instrumen tes komunikasi matematika adalah 0,31

< IK ≤ 0,85 , yaitu soal memiliki indeks kesukaran yang sedang atau mudah. Hasil

perhitungan indeks kesukaran soal diperoleh tingkat kesukaran pada butir soal

nomor 1a, 1b, 2a, 3, 4, dan 5 memiliki tingkat kesukaran sedang. Sedangkan pada

butir soal 1c,1d, 1e, 1f dan 2b memiliki tingkat kesukaran mudah.

Rekapitulasi hasil uji coba instrumen tes kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen

Tes

(38)

31

F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t, terhadap data dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Data yang digunakan dalam analisis ini ialah data dari nilai post test.

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Kuadrat. Dengan

formula menurut Sudjana (2005: 273) sebagai berikut.

a) Hipotesis

Ho : data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : data sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

b) Taraf signifikan : α = 0,05

c) Statistik uji

Keterangan:

= frekuensi harapan

= frekuensi yang diharapkan = banyaknya pengamatan

d) Keputusan uji

Tolak H0 jika 1  3 2

   x k

x dengan taraf  = taraf nyata untuk pengujian.

(39)

32

Berdasarkan analisis data, uji normalitas diperoleh data sebagai berikut. Tabel 3.8 Hasil Uji Normalitas Data

Kelas Keputusan Uji Keterangan

sehingga data berdistribusi normal. Jadi, data kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas control berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.5 dan C.6.

2. Uji Homogenitas Varians

Dalam penelitian ini diperoleh sampel berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan Uji homogenitas varians, ini digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data memiliki varians yang homogen atau sebaliknya. Menurut Sudjana (2005: 251) untuk menguji homogenitas varians ini dapat menggunakan uji F. a) Hipotesis

  (kedua populasi memiliki varians yang homogen)

H1 :

2 2 2

1 

  (kedua populasi memiliki varians yang tidak homogen)

(40)

33

fi = frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas

c) Kriteria pengujian

Tolak hipotesis H0 jika: Fhitung≥ F1/2α(n1-1, n2-1).

Berdasarkan hasil analisis data (Lampiran C.7.) diperoleh Fhitung = 1,77

Ftabel = 1,85 sehingga Ho diterima. Hal ini berarti data dari kedua populasi

memiliki varians yang homogen.

3. Uji Hipotesis

(41)

34

(rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa dengan

model Group Investigation lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan komunikasi matematis dengan pembelajaran konvensional)

b) Statistik yang digunakan untuk uji ini adalah:

dengan ̅ ̅ √

Keterangan:

̅ = rata rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis dengan pembelajaran Group investigation.

̅ = rata rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional.

n1 = banyaknya subyek kelas eksperimen

n2 = banyaknya subyek kelas kontrol

(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan mengenai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa dapat diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran koopertif tipe Group Investigation berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa pada siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pringsewu. Secara umum siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran koopertif tipe Group Investigation menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek berikut:

a. Kemampuan komunikasi matematis siswa.

b. Pencapaian indikator kemampuan komunikasi matematis.

(43)

43

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Kepada guru untuk menerapkan model pembelajaran Group Investigation dan terus mengembangkannya karena dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, Bansu I. 2004, Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write, Disertasi, Bandung: UPI, Tidak dipublikasikan.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia. Cet. Ke-5.

BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1. Depdiknas. Jakarta.

Dahar, Ratna Willis. 1989. Teori-teori Belajar.http://ilmuwanmuda.wordpress. com/piaget-dan-teorinya/.(Diakses tgl 9 Januari 2013)

Furchan, Arief. 1982.Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan.Malang: Usaha Nasional.

Hamid, D. 2003. Undang-Undang No 20 Tahun 2003: Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Asokadikta-Darut Bahagia.

Horsley, S. L. 1990. Elementary School Science for the 90S. Virginia Association Supervision and Curriculum Development.

Ihsan Fuad. 2011. Dasar-dasr Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Cet. Ke-7.

Kiranawati. 2007. Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation). http: //gurupkn.wordpress.com/ 20012/11/19/ metode-investigasi-kelompok-group-investigation/. (Diakses tgl 19 November 2012).

Latuheru, J. D. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses pembelajaran Masa Kini. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mulyana, D. 2005. Komunikasi Efektif. Bandung: Rosda.

(45)

Noer, Sri Hastuti. 2010. Jurnal Pendidikan MIPA. Bandar Lampung: Unila. Tidak diterbitkan.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia.

Puspita,Nicky Dwi. 2012.Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Siswa.(Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Semester Genap SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 20011/2012).(Skripsi).Universitas Lampung.Bandar lampung

Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito.

Siti Maesaroh. 2005. Efektivitas Penerapan Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Group Investigation Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Slavin, Robert. 2005. Educational Psycology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon.

Sudijono, Anas. 2001. PengantarEvaluasiPendidikan. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tasito.Edisikeenam.

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D).Bandung.Alfabeta.

Suherman, E. 2008. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.

Suhito, Suparyan, Suyitno, dkk. 2000. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Pendidikan Matematika FMIPA UNNES.

Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Winataputra, Udin.S. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Universitas Terbuka. Cet. Ke-1.

Gambar

Tabel 2.1 Tahapan dalam Pembelajaran Group Investigation
Tabel 3.3  Rubrik Pemberian  Skor Soal Kemampuan Komunikasi      Matematis
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas
Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
+2

Referensi

Dokumen terkait

Model pengembangan yang digunakan adalah model Four-D yang diadaptasi dari Thiagarajan (1974) yang terdiri dari empat tahapan meliputi: pendefinisian

Berdasarkan urutan prioritas logik dari skenario yang dibangun, maka usulan kebijakan yang perlu dirumuskan berkaitan dengan faktor pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan

Gambar 1 Grafik pola konsumsi pakan Ayam Kampung umur 8-12 minggu Berdasarkan hasil analilis ragam yang dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa perlakuan tidak mempengaruhi

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”AKTIVITAS

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang peranan bahan pelapis yang baik terhadap perubahan kualitas telur ayam buras setelah transportasi

[r]

dilakukan terhadap komposisi larutan pulsing R1 (aquades + 5% gula), hal ini dikarenakan jumlah mahkota bunga segar pada tanaman bunga matahari yang

Perbandingan mutu fisik dan disolusi produk generik dan merk dagang dilakukan agar dapat menunjukkan kecepatan pelepasan obat dari tablet dan laju pelepasan