• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN Oleh

AMELIA NANDA SARI

Pemberlakuan otonomi daerah membawa implikasi bahwa penyelenggaraan tugas daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus mengoptimalkan penerimaan daerah melalui Pendapatan Asli Daerah, salah satu sumbernya retribusi izin mendirikan bangunan

Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan PAD dari sektor retribusi IMB? (2) Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan PAD dari sektor retribusi IMB?

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Data dianalisis secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan penelitian.

(2)

Amelia Nanda Sari

penerapannya. b) Kurang profesionalnya pelayanan petugas, yaitu adanya keluhan yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan kualitas pelayanan yang mereka terima, di antaranya adalah adanya kesan masih panjangnya birokrasi pelayanan, masih lambatnya pemberian pelayanan oleh petugas dan masih adanya petugas yang memberikan pelayanan secara pilih kasih kepada masyarakat.

(3)

POLICY OF BANDAR LAMPUNG GOVERNMENT CITY IN IMPROVING LOCAL REVENUE FROM RETRIBUTION

CONSTRUCTION PERMITS SECTOR By

AMELIA NANDA SARI

Implementation of regional autonomy implies that the implementation of the task areas in the implementation of decentralization financed at the expense of the Regional Budget. Therefore, local governments must optimize the reception area through the local revenue, one source retribution building permit.

The problem of this research are: (1) What is policy of Bandar Lampung Government City in improving local revenue from retribution construction permits sector? (2) What are any factors that constrain policy of Bandar Lampung Government City in improving local revenue from retribution construction permits sector?

The method used in this study is juridical normative and empirical. Data collected by literature and field studies. Data were analyzed qualitatively for the conclusion of the study.

(4)

Amelia Nanda Sari

quality of service they received, of which is the appearance of a still long service bureaucracy, the slow delivery of services by the officer and the persistence of the officers who provide services to the community favoritism.

Suggestions in this study were: (1) Investment and Licensing Department should further improve the quality of service by way of involving the employees in the various education and training (2) People who feel the discrepancy between construction permits sector services provided by employees with standard operational procedures there should dare to make a complaint in accordance with the mechanism.

(5)

Oleh

AMELIA NANDA SARI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

pada

Jurusan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 4 September 1991, sebagai anak putri tunggal dari pasangan Benson Wertha, S.H., dan Devita Andriani, S.H.

(9)

Dengan rasa syukur kepada Tuhan YME,

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Kedua orang tuaku Tercinta

Bapak Benson Wertha, S.H., dan Devita Andriani, S.H. Yang telah memberikan kasih sayang tiada batas, perjuangan dan

pengorbanan serta selalu mendoakan demi keberhasilanku

Untuk teman-teman seperjuanganku

Di Fakultas Hukum atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan selama ini

(10)

O T O

Learn from yesterday, Life for today, Hope for tomorrow.

Sejarah bukan hanya bagian cerita, namun ada banyak pelajaran dan kebanggaan di dalamnya.

Manusia tidak dirancang untuk gagal tetapi terkadang mereka gagal untuk merancang.

(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam, sebab hanya dengan rahmat dan karunianya-Nya semata, maka penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul: Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari Sektor Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini, penulis banyak mendapatkan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus sebagai Pembahas I atas masukan dan saran yang diberikan dalam proses perbaikan Skripsi.

3. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., selaku Sekretaris Jurusan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus sebagai Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam membimbing dan mengajari untuk menjadikan Skripsi ini menjadi lebih baik.

(12)

5. Ibu Marlia Eka Putri. A.T., S,H,.M.H., selaku Pembahas II, atas masukan dan saran serta bimbingan diberikan dalam proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini.

6. Bapak Sudirman Mechsan, S.H. M.H, (alm) yang telah bersedia membimbing dan meluangkan waktunya dalam memberikan masukan dan saran dalam proses penyusunan Skripsi ini. Semoga Bapak ditempatkan pada tempat yang layak di sisi Allah SWT.

7. Ibu Yulia Netta, S.H., M.H., sebagai Pembimbing Akademik, atas masukan dan saran yang diberikan dalam proses studi sampai dengan penyusunan Skripsi. 8. Ayahanda Benson Wertha, S.H., dan Ibunda Devita Andriani, S.H., yang sangat

kucintai dan kusayangi atas semua pengorbanan yang telah diberikan kepadaku. 9. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

banyak mengajari dan memberi ilmu kepada saya

10. Ikatan Entertainment Lampung: Beby Yustianto, Karina, Iin Meylina, Fahmi, Vian, Moza, Nurul, Inka dan Agung.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis berdoa kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan kebaikan yang lebih besar dari Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan kebaikan yang lebih besar lagi di sisi-Nya dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin

Bandar Lampung, Februari 2012 Penulis

(13)

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian... 7

1.2.1 Permasalahan... 7

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian... 7

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Tinjauan Tentang Kebijakan Pemerintah ... 9

2.1.1 Pengertian Kebijakan Pemerintah ... 10

2.1.2 Tahapan Kebijakan Pemerintah ... 12

2.1.3 Kategori Kebijakan Pemerintah ... 14

2.1.4 Implementasi Kebijakan Pemerintah ... 15

2.2 Pendapatan Asli Daerah ... 17

2.3 Retribusi Daerah... 21

2.4 Perizinan... 24

2.4.1 Pengertian Perizinan... 24

2.4.2 Unsur-Unsur Perizinan... 27

2.5 Dasar Hukum Izin Mendirikan Bangunan ... 32

BAB III METODE PENELITIAN... 36

3.1 Pendekatan Masalah ... 36

3.2 Sumber Data ... 36

3.3 Prosedur Pengumpulan Data ... 37

3.4 Prosedur Pengolahan Data... 38

3.5 Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 40

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 40

4.1.1 Gambaran Umum Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung... 40

(14)

4.2 Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam

Meningkatkan PAD dari Sektor Retribusi IMB... 49

4.2.1 Pengaturan Izin Mendirikan Bangunan... 49

4.2.2 Peningkatan Kualitas Pelayanan Pengaturan Izin Mendirikan Bangunan... 55

4.2.3 Mempercepat Waktu Perizinan Mendirikan Bangunan ... 61

4.3 Faktor-Faktor yang Menjadi Penghambat Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Meningkatkan PAD dari Sektor Retribusi IMB ... 63

4.3.1 Kurang Optimalnya Sosialisasi ... 64

4.3.2 Kurang Profesionalnya Pelayanan Petugas ... 66

BAB V PENUTUP... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran... 71

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakannya dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sehingga tidak selalu bergantung kepada bantuan dari pemerintah pusat, dan menunjukkan kemandirian daerah dalam pelaksanaan otonomi. Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri adalah kemampuan di bidang keuangan.

Pemberlakuan otonomi daerah membawa implikasi bahwa penyelenggaraan tugas daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dibiayai atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), di sisi lain pembiayaan pembangunan secara bertahap akan menjadi beban pemerintah daerah. Bantuan pusat melalui dana alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam pembiayaan pembangunan hanya akan diberikan untuk menunjang pengeluaran pemerintah, khususnya untuk belanja pegawai dan program-program pembangunan yang hendak dicapai.1

1

(16)

2

Pemerintah Daerah melalui pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan untuk mengalokasikan sumber-sumber pembiayaan pembangunan sesuai dengan prioritas dan preferensi daerah masing-masing. Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah sesuai dengan otonomi dalam pelaksanaan pembangunan daerah semakin besar, hal ini disertai dengan kewenangan untuk mengelola berbagai aspek pemerintahan daerah yang luas, dan diharapkan dapat memenuhi berbagai kepentingan yang bermanfaat bagi masyarakat di daerahnya. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas masalah utama yang banyak dihadapi oleh hampir seluruh pemerintah daerah di Indonesia adalah masalah keuangan. Pemerintah daerah harus mampu melaksanakan pembiayaan bagi daerahnya secara mandiri. Kaitan yang sangat erat dengan masalah ini adalah darimana dan bagaimana pemerintah daerah harus mampu menyediakan dana guna pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan tersebut.

Daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan daerah kepada pusat tidak lagi dapat diandalkan, sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara.2

2

(17)

Pemerintahan daerah diharapkan dapat melakukan optimalisasi belanja yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perangkat pemerintah daerah harus memiliki kemampuan dan pengetahuan yang memadai dalam perencanaan dan perumusan kebijakan strategis daerah, termasuk proses dan pengalokasian anggaran belanja daerah agar pelaksanaan berbagai kegiatan pelayanan oleh pemerintah daerah dapat berjalan secara efisien dan efektif.

Kewenangan untuk mendayagunakan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah PAD yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Perusahaan Daerah dan lain-lain pendapatan yang sah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Hal ini sesuai dengan Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, sumber PAD terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dalam kaitannya dengan pemberian otonomi kepada daerah dalam merencanakan, menggali, mengelola dan menggunakan keuangan daerah sesuai kondisi daerah, PAD sebagai kriteria untuk mengurangi ketergantungan suatu daerah kepada pusat. Pada prinsipnya semakin besar PAD kepada APBD akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pusat.

(18)

4

bahwasanya PAD identik dengan pajak dan retribusi daerah. Penelitian mengkaji retribusi daerah, di mana retribusi dibagi dalam beberapa bagian yaitu:

1. Retribusi Jasa Umum yang merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah kepada masyarakat atas pelayanan yang diberikan. Pelayanan yang digolongkan sebagai jasa usaha tersebut tergolongquasy goodsdan pelayanan yang memerlukan pengendalian dalam konsumsinya dan biaya penyediaan layanan tersebut cukup besar sehingga layak dibebankan pada masyarakat misalnya retribusi pelayanan kesehatan, persampahan, akta catatan sipil, KTP, dan lain-lain.

2. Retribusi Jasa Usaha merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah berkaitan dengan penyediaan layanan yang belum memadai disediakan oleh swasta dan atau penyewaan aset/kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan misalnya: retribusi pasar grosir, terminal, rumah potong hewan, dan lain-lain. 3. Retribusi Perizinan Tertentu yang merupakan pungutan yang dikenakan

sebagai pembayaran atas pemberian izin untuk melakukan kegiatan tertentu yang perlu dikendalikan oleh daerah misalnya: IMB (Izin Mendirikan Bangunan), Izin Pengambilan Hasil Hutan Ikutan, Pengelolaan Hutan, dan lain-lain.

(19)

pemotongan biaya sebesar 50 persen dalam pengurusan IMB. Program ini dimaksudkan untuk merangsang minat masyarakat dalam membuat IMB.

Negara berkewajiban melayani setiap warga dan penduduk untuh memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam menyelenggarakan pelayanan publik tersebut, diperlukan perangkat yang disebut Penyelenggara Pelayanan Publik. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 dinyatakan bahwa, penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang semata-mata dibentuk untuk kegiatan pelayanan publik. Oleh karena itu, dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Upaya Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Badan Penanaman Modal dan Perizinan terbentuk sebagai salah satu bentuk penerapan kebijakan pemerintah dalam pelayanan publik.

(20)

6

serta bukti pembayaran PBB dalam proses perbankan. Hal itu dilakukan sebagai bentuk sinegritas perbankan dan pemerintah kota.

Retribusi IMB merupakan bagian dari retribusi daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dalam rangka melaksanakan pelayanan kepada masyarakat serta mewujudkan kemandirian daerah, namun pada pelaksanannya ternyata belum optimal, karena dihadapkan pada berbagai kendala, diantaranya adalah kurangnya efektifnya sistem pemungutan retribusi yang selama ini berjalan, yaitu Dinas Pendapatan Daerah hanya menunggu wajib retribusi untuk membayarkan retribusinya, sehingga seringkali terjadi keterlambatan penyetoran retribusi sampai dengan batas waktu yang ditetapkan. Faktor lain adalah kurang kooperatifnya pihak pemilik bangunan dalam pengurusan IMB, sehingga mereka mengulur-ulur waktu dalam pembayaran retribusi.

Upaya yang ditempuh oleh Pemerintah Bandar Lampung dalam mengoptimalkan penerimaan PAD dari sektor Izin Mendirikan Bangunan dilaksanakan dengan pemberlakukan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 40 Tahun 2011 tentang tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

(21)

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1.2.1 Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang maka permasalahan yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimanakah kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan PAD dari sektor retribusi IMB?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan PAD dari sektor retribusi IMB?

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah Hukum Administrasi Negara, dengan kajian mengenai kebijakan Pemerintah Daerah. Ruang lingkup lokasi penelitian adalah pada Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung, dan waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2014.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan PAD dari sektor retribusi IMB

(22)

8

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaan Penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan berguna dalam pengembangan keilmuan Hukum Administrasi Negara, khususnya yang mengkaji masalah kebijakan pemerintah daerah.

2. Kegunaan Praktis

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Kebijakan Pemerintah

2.1.1 Pengertian Kebijakan Pemerintah

Kebijakan menurut Malayu S.P. Hasibuan merupakan serangkaian kegiatan yang disusun dan dilaksanakan oleh suatu organisasi atau lembaga dalam rangka menghadapi permasalahan tertentu. Kebijakan memiliki pengertian yang beragam sesuai dengan konteks dan situasi yang dihadapi suatu organisasi atau lembaga1

Pengertian di atas menekankan bahwa kebijakan melalui perencanaan manajemen yang baik, maka perusahaan dapat melihat keadaan ke depan, memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, serta menjabarkan kegiatan dan membuat urutan prioritas utama yang ingin dicapai organisasi.

Kebijakan menurut Soewarno Hariyoso adalah proses penyusunan secara sistematis mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan adalah kegiatan memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan mengambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan

1

(24)

10

untuk mencapai hasil yang diinginklan. Dengan perencanaan manajemen yang baik, maka organisasi dapat melihat keadaan ke depan, memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, serta menjabarkan kegiatan dan membuat urutan prioritas utama yang ingin dicapai organisasi2

Pengertian kebijakan di atas merupakan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu untuk kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan pemerintah merupakan pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu dengan sah untuk masyarakat dan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah tersebut merupakan pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

Kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana bagi pemerintah atau organisasi dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, cara bertindak; pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi, baik publik atau bisnis, yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu atau mencapai tujuan tertentu berisi ketentuan-ketentuan pedoman perilaku dalam:

a) Pengambilan keputusan lebih lanjut yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun unit organisasi pelaksana kebijakan

2

(25)

b) Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan, baik dalam hubungan dengan unit organisasi atau pelaksana maupun kelompok sasaran dimaksud3.

Pengertian di atas menunjukkan bahwa masalah kebijakan pada intinya merujuk pada kegiatan untuk mengeksplorasi berbagai isu-isu atau masalah sosial, dan kemudian menetapkan satu masalah sosial yang akan menjadi fokus analisis kebijakan. Pemilihan masalah sosial didasari beberapa pertimbangan, antara lain: masalah tersebut bersifat aktual, penting dan mendesak, relevan dengan kebutuhan dan aspirasi publik, berdampak luas dan positif, dan sesuai dengan visi dan agenda perubahan sosial (artinya masalah tersebut sejalan dengan transformasi sosial yang sedang bergerak di masyarakat, misalnya penguatan demokrasi, hak azasi manusia dan transparansi.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu untuk kepentingan seluruh masyarakat. Kebijakan pemerintah merupakan pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu dengan sah untuk masyarakat dan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah tersebut merupakan pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

3

(26)

12

2.1.2 Tahapan Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah sebagai sejumlah aktivitas pemerintah, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Untuk melaksanakan kebijakan pemerintah tersebut terdapat tahapan yaitu:

a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat. Selain itu keputusan ini juga dibuat oleh anggota legislatif, Presiden, Gubernur, administrator serta pressure groups, pada level ini keputusan merupakan kebijakan terapan

b. Adanya output kebijakan. Kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, penentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat

c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat4

Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan pemerintah, terdapat beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:

a. Agenda Setting

Merupakan tahap penetapan agenda kebijakan, yang harus dilakukan pertama kali adalah menentukan masalah publik yang akan dipecahkan. Suatu isu kebijakan dapat menjadi agenda kebijakan apabila memiliki efek yang besar terhadap masyarakat, membuat analog dengan cara mengumpamakannya dengan kebijakan yang telah ada, menghubungkannya dengan simbol-simbol nasional/politik, terjadinya kegagalan pasar (market failure) dan tersedianya teknologi untuk menyelesaikan masalah publik.

b. Policy Formulation

Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik, pada tahap ini para analis mulai mengaplikasikan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah pilihan kebijakan merupakan pilihan yang terbaik dari kebijakan yang lain. Dalam menentukan pilihan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan

4Solichin Abdul Wahab.Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi

(27)

analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil pada posisi ketidakpastian dan keterbatasan informasi. c. Policy Adoption

Tahap adopsi kebijakan merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan stakeholders. Tahap ini dilakukan setelah melalui proses rekomendasi dengan langkah-langkah berikut yaitu:

1) Mengidentifikasi alternatif kebijakan (policy alternative) yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam upaya mencapai tujuan tertentu.

2) Pengidentifikasian kriteria-kriteria untuk menilai alternatif yang akan direkomendasi.

3) Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan kriteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternatif kebijakan tersebut lebih besar dari efek negatif yang akan timbul.

d. Policy Implementation

Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit administrasi tertentu dengan memobilisasikan sumber dana dan sumber daya lainnya, dan pada tahap ini monitoring dapat dilakukan. Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, pada posisi ini administrator mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang administrator mampu mengatur sumber daya, unit-unit dan metode yang dapat mendukung pelaksanaan program, melakukan interpretasi berkaitan dengan istilah-istilah program ke dalam rencana dan petunjuk yang dapat diterima dan feasible serta dapat menerapkan penggunaan instrumen-instrumen, melakukan pelayanan rutin atau merealisasikan tujuan program.

e. Policy Assesment

Tahap akhir adalah penilaian kebijakan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya dan pada saat ini evaluasi dapat dilakukan.5

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa di dalam kebijakan terkandung beberapa komponen dasar, yaitu tujuan, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut). Di dalam cara terkandung beberapa komponen kebijakan yang lain, yakni siapa implementatornya, jumlah dan sumber dana, siapa kelompok sasarannya, bagaimana program dan sistem manajemen dilaksanakan, serta kinerja kebijakan diukur. Di dalam cara inilah komponen

5Solichin Abdul Wahab.Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke Implementasi

(28)

14

tujuan yang luas dan sasaran yang spesifik diperjelas kemudian diintepretasikan. Cara ini biasa disebut implementasi. Implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan. Definisi ini menyiratkan adanya upaya mentransformasikan keputusan kedalam kegiatan operasional, serta mencapai perubahan seperti yang dirumuskan oleh keputusan kebijakan.

Menurut Dunn dalam Suharto, analisis kebijakan adalah suatu aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses politik. Analisis kebijakan merupakan aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Keberhasilan analisis pembuatan kebijakan dapat dikembangkan melalui tiga proses, yaitu:

1) Proses pengkajian kebijakan, menyajikan metodologi untuk analisis kebijakan. Metodologi di sini adalah sistem standar, aturan, dan prosedur untuk menciptakan, menilai secara kritis, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan.

2) Proses pembuatan kebijakan adalah serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu:penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan,dan penilaiankebijakan.

3) Proses komunikasi kebijakan, merupakan upaya untuk meningkatkan proses pembuatan kebijakan berikut hasilnya.6

2.1.3 Kategori Kebijakan Pemerintah

Istilah kebijakan dewasa ini telah digunakan untuk menjelaskan hal yang beragam. Penggunaan istilah kebijakan dapat dikategorikan sebagai berikut:

6

(29)

a. Kebijakan sebagai label bagi suatu bidang kegiatan tertentu

Dalam konteks ini, kata kebijakan digunakan untuk menjelaskan bidang kegiatan pemerintahan atau bidang kegiatan di mana pemerintah terlibat di dalamnya, seperti kebijakan ekonomi atau kebijakan luar negeri

b. Kebijakan sebagai ekspresi mengenai tujuan umum/keadaan yang dikehendaki

Di sini kebijakan digunakan untuk menyatakan kehendak dan kondisi yang dituju, seperti pernyataan tentang tujuan pembangunan di bidang SDM untuk mewujudkan aparatur yang bersih.

c. Kebijakan sebagai bidang proposal tertentu

Dalam konteks ini, kebijakan lebih berupa proposal, seperti misalnya usulan RUU di Bidang Keamanan dan Pertahanan atau RUU di Bidang Kepegawaian.

d. Kebijakan sebagai sebuah keputusan yang dibuat oleh pemerintah

Sebagai contoh adalah keputusan untuk melakakukan perombakan terhadap suatu sistem administrasi negara

e. Kebijakan sebagai sebuah pengesahan formal

Di sini kebijakan tidak lagi dianggap sebagai usulan, namun telah sebagai keputusan yang sah. Sebagai contohnya adalah UU Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan keputusan sah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. f. Kebijakan sebagai sebuah program

Kebijakan dalam hal ini adalah program yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh adalah peningkatan pendaya gunaan aparatur negara, yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, termasuk cara pengorganisasiannya.

g. Kebijakan sebagaiout putatau apa yang ingin dihasilkan

Kebijakan dalam hal ini adalah adalah out put yang akan dihasilkan dari suatu kegiatan, seperti misalnya pelayanan yang murah dan cepat atau pegawai negeri sipil yang profesional.

h. Kebijakan sebagaiout come

Kebijakan di sini digunakan untuk menyatakan dampak yang diharapkan dari suatu kegiatan, seperti pemerintahan yang efektif dan efesien.7

2.1.4 Implementasi Kebijakan Pemerintah

Menurut Suripto:

Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh sebab itu tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan8

7

Ferdinand Agustino.Pengantar Kebijakan Negara. Bina Cipta. Jakarta.2008.hlm. 22-23

8

(30)

16

Menurut Wahab:

Kebijakan pemerintah selalu mengandung setidaknya tiga komponen dasar, yaitu tujuan yang luas, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut. Di dalam “cara” terkandung beberapa komponen kebijakan yang lain, yakni siapa implementatornya, jumlah dan sumber dana, siapa kelompok sasarannya, bagaimana program dan sistem manajemen dilaksanakan, serta kinerja kebijakan diukur.9

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa komponen tujuan yang luas dan sasaran yang spesifik diperjelas kemudian diintepretasikan. Cara ini biasa disebut implementasi, yaitu sebagai tindakan yang dilakukan oleh publik maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang ditujukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan. Definisi ini menyiratkan adanya upaya mentransformasikan keputusan kedalam kegiatan operasional, serta mencapai perubahan seperti yang dirumuskan oleh keputusan kebijakan.

Pandangan lain mengenai implementasi kebijakan dikemukakan oleh William dan Elmore sebagaimana dikutip Agustino:

Implementasi kebijakan adalag keseluruhan dari kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan. Mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyata-nyata terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan negara, baik itu usaha untuk mengadministrasikan maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa. Intinya implementasi kebijakan berarti pelaksanaan dari suatu kebijakan atau program.10

Menurut Hogwood dan Gunn dalam Agustino:

Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan, antara lain: kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan/Instansi pelaksana; tersedia waktu dan sumber daya; keterpaduan sumber daya yang diperlukan; implementasi didasarkan pada hubungan kausalitas yang handal; hubungan kausalitas bersifat langsung

9

Solichin Abdul Wahab.Op Cit..hlm. 62.

10

(31)

dan hanya sedikit mata rantai penghubung; hubungan ketergantungan harus dapat diminimalkan; kesamaan persepsi dan kesepakatan terhadap tujuan; tugas-tugas diperinci dan diurutkan secara sistematis; komunikasi dan koordinasi yang baik; Pihak-pihak yang berwenang dapat menuntut kepatuhan pihak lain.

Pandangan tersebut di atas menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri target group, melainkan menyangkut lingkaran kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa konsekuensi logis terhadap dampak baik yang diharapkan maupun dampak yang tidak diharapkan.

2.2 Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya sumber-sumber PAD sebagaimana telah dikemukakan pada bab terdahulu, terdiri dari beberapa unsur yaitu pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah.

(32)

18

2. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

3. Perusahaan daerah adalah badan usaha milik daerah yang didirikan oleh Pemerintah Daerah dengan tujuan untuk menambah pendapatan daerah dan mampu memberikan rangsangan berkembangnya perekonomian daerah tersebut. Hasil perusahaan daerah sebagai salah satu sumber PAD meskipun memiliki potensi yang cukup besar tetapi dengan pengelolaan perusahaan yang tidak/kurang profesional dan terlebih lagi dengan adanya intervensi dari Pemerintah Daerah sendiri, maka kontribusi PAD dari sumber ini masih kurang memadai.

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah diperoleh antara lain dari hasil penjualan asset daerah dan jasa giro, penerimaan dari pihak ketiga yang bukan perusahaan daerah, deviden BPD, ganti biaya dokumen lelang, dan lain-lain.

Untuk menentukan corak otonomi daerah, maka salah satu variabel pokok yang digunakan adalah kemampuan keuangan daerah. Selanjutnya kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari rasio PAD terhadap APBD. Dengan demikian maka besarnya PAD menjadi unsur yang sangat penting dalam mengukur tingkat kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah.

(33)

perlu terjadi. Pertimbangan pemberian otonomi daerah tidaklah mesti dilihat dari pertimbangan keuangan semata, sekiranya pertimbangan ini masih tetap mendominasi pemberian otonomi ini tidak akan terlaksana. Sebenarnya apabila diberikan mekanisme kewenangan yang lebih luas dalam bidang keuangan, maka Pemerintah Daerah dapat menggali dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Otonomi daerah diharapkan lebih menekankan kepada mekanisme yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam bidang keuangan, karena dengan kewenangan tersebut uang akan dapat dicari semaksimal mungkin tentu saja dengan memperhatikan potensi daerah serta kemampuan aparat pemerintah untuk mengambil inisiatif guna menemukan sumber-sumber keuangan yang baru. Kewenangan yang luas bagi daerah akan dapat menentukan mana sumber dana yang dapat digali dan mana yang secara potensial dapat dikembangkan.

PAD sebagai anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi utama yaitu sebagai berikut:

1) Anggaran Sebagai Alat Perencanaan (Planning Tool)

Anggaran merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.

Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk:

(a) Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan.

(b) Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya.

(c) Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun,

(34)

20

2) Anggaran Sebagai Alat Pengendalian (Control Tool)

Anggaran merupakan suatu alat yang esensial untuk menghubungkan antara proses perencanaan dan proses pengendalian. Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.

Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari adanya overspending, underspending, dan salah sasaran (misappropiation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas. Anggaran merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau kegiatan pemerintah. Sebagai alat pengendalian manajerial, anggaran sektor publik digunakan untuk meyakinkan bahwa pemerintah mempunyai uang yang cukup untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu, anggaran digunakan untuk memberi informasi dan meyakinkan legislatif bahwa pemerintah bekerja secara efisien, tanpa ada korupsi dan pemborosan.

3) Anggaran Sebagai Alat Kebijakan Fiskal (Fiscal Tool)

Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran publik tersebut dapat diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksi-prediksi dan estimasi ekonomi. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.

4) Anggaran Sebagai Alat Politik (Politic Tool)

Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik, anggaran merupakan political tool sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Pembuatan anggaran publik membutuhkan political skill, coalition building, keahlian bernegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik oleh para manajer publik. Manajer publik harus sadar sepenuhnya bahwa kegagalan dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui dapat menjatuhkan kepemimpinannya, atau paling tidak menurunkan kredibilitas pemerintah. 5) Anggaran Sebagai Alat Koordinasi dan Komunikasi (Coordination and

Communication Tool)

(35)

6) Anggaran Sebagai Alat Penilaian Kinerja (Performance Measurement Tool) Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja.

7) Anggaran Sebagai Alat Motivasi (Motivation Tool)

Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau demanding but achievable. Maksudnya adalah target anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi namun juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai11.

Peran PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah masih rendah. Kendatipun perolehan PAD setiap tahunnya relatif meningkat namun masih kurang mampu menggenjot laju pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk beberapa daerah yang relatif minus dengan kecilnya peran PAD dalam APBD, maka upaya satu-satunya adalah menarik investasi swasta domestik ke daerah minus. Pendekatan ini tidaklah mudah dilakukan sebab swasta justru lebih berorientasi kepada daerah yang relatif menguntungkan dari segi ekonomi.12

2.3 Retribusi Daerah

Menurut Pasal 1 Ayat (64) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan Retribusi daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

11

Irwan Taufiq Ritonga, Perencanaan dan Penganggaran Daerah. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta 2006, hlm. 24-31.

12

(36)

22

Maknanya adalah retribusi merupakan pembayaran atas penggunaan barang atau jasa yang disediakan untuk umum oleh pemerintah, maka penarikannya dilakukan umumnya di tempat pemakaian. Retribusi dapat juga ditagihkan kepada badan atau orang pribadi atas dasar pembayaran dengan penggunaan terbatas (dijatahkan) atau pembayaran dengan periode tertentu yang telah disepakati. Permasalahan dan kebijaksanaan pelayanan oleh pemerintah daerah dikatakan pula bahwa persaingan retribusi antara pemerintah daerah tidak akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan tarif, yang penting adalah bila ada pemerintah daerah yang berdekatan mengadakan atau menyediakan barang atau jasa yang sama, maka saling tukar informasi menjadi penting untuk mengurangi kerugian.

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi ciri-ciri retribusi daerah adalah sebagai berikut:

1) Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah;

2) Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat ditunjuk;

3) Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkannya atau dengan jasa yang disiapkan daerah.13

Menurut Pasal 125 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah:

1) Subjek Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.

13

(37)

2) Wajib Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Jasa Umum.

Pasal 126 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:

1) Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau

2) Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.

Secara terperinci mengenai jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha disebutkan pada Pasal 127 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, yang meliputi:

1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; 2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan; 3) Retribusi Tempat Pelelangan;

4) Retribusi Terminal;

5) Retribusi Tempat Khusus Parkir;

6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa; 7) Retribusi Rumah Potong Hewan;

(38)

24

PAD berperan sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah masih rendah. Kendatipun perolehan PAD setiap tahunnya relatif meningkat namun masih kurang mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk beberapa daerah yang relatif minus dengan kecilnya peran PAD dalam APBD, maka upayanya adalah menarik investasi swasta domestik ke daerah minus. Pendekatan ini tidaklah mudah dilakukan sebab swasta justru lebih berorientasi kepada daerah yang relatif menguntungkan dari segi ekonomi.

2.4 Perizinan

2.4.1 Pengertian Perizinan

Dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai persetujuan dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang diisyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki.

Pengertian izin atau vergunning adalah despensasi dari suatu larangan oleh undang-undang. Despensasi beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya melarang suatu perbuatan, sebaliknya izin beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya tidak melarang suatu perbuatan tetapi untuk dapat melakukannya diisyaratkan prosedur tertentu harus dilalui. Bilamana pembuat peraturan tidak melarang suatu perbuatan tetapi diperkenankan, maka perbuatan tersebut harus sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.14

14

(39)

Izin adalah pernyataan yang biasanya dikeluarkan sehubungan dengan suatu perbuatan yang pada hakekatnya harus dilarang tetapi hal yang menjadi obyek dari perbuatan tersebut menurut sifatnya tidak merugikan dan perbuatan itu dapat dilaksanakan asalkan saja dibawah pengawasan alat-alat perlengkapan Administrasi Negara.15

N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge, membagi pengertian izin dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas izin adalah salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi negara. Pemerintah menggunakan izin sebagai suatu sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah , untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan memberi izin berarti penguasa memperkenankan orang atau golongan tertentu untuk melakukan tindakan yang sebenarnya dilarang dalam peraturan yang berlaku.16

Sesuai dengan pengertian di atas maka dapat dinyatakan bahwa izin dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu persetujuan dari penguasa atau pemangku kepentingan berdasarkan suatu perundang-undangan untuk memperbolehkan pihak tertentu melakukan tindakan atau perbuatan yang dilarang secara umum. Dengan demikian, izin dalam arti luas pada dasarnya merupakan persetujuan dari pemerintah untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan tertentu meskipun perbuatan tersebut pada dasarnya dilarang oleh undang-undang.

15

Hasibuan,Perizinan Pengawasan dan Pelaksanaannya, Citra Medika, Jakarta. 2006.hlm.12

16

(40)

26

Izin dalam arti sempit yaitu pengikatan aktivitas-aktivitas pada suatu peraturan izin yang pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan agar dapat melakukan pengawasan sekedarnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan istilah pemberian izin tertentu, yang diartikan sebagai kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, dan fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

(41)

2.4.2 Unsur-Unsur Perizinan

Perizinan pada dasarnya merupakan suatu instrumen yuridis yang dikeluarkan oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Beberapa unsur perizinan adalah sebagai berikut:

1. Instrumen Yuridis

Dalam negara hukum modern, tugas, kewenangan pemerintah tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan (rust and orde), tetapi juga mengupayakan kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik yang sampai kini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka tugas ini Pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan (regelen atau besluiten van algemeen strekking), yang dari fungsi pengaturan ini muncul

beberapa instrument yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret yaitu dalam bentuk ketetapan (beschikking). Sesuai dengan sifatnya, individual dan konkret, ketetapan ini merupakan ujung tombak dari instrument hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu wujud dari ketetapan tersebut adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu, atau “beschikkingen welke iets toestaan wat tevoren niet geoorloofd was.” (Ketetapan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya

(42)

28

yang bersifat konstitutif dan digunakan oleh Pemerintah untuk menghadapi atau mengatur peristiwa konkret.17

Berdasarkan uraian di atas, maka perizinan sebagai dokumen yuridis yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam implementasinya tidak saja berfungsi sebagai persyaratan dalam kegiatan usaha, tetapi juga berfungsi sebagai pengarah, pembina, pemelihara, penyempurna, dan koreksi terhadap tindakan-tindakan warga masyarakat dalam melakukan aktivitas usaha dan kegiatan lainnya.

2. Peraturan Perundang-Undangan

Salah satu prinsip dalam negara hukum adalahwetmatigheid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang juga dikenal dengan asas legalitas. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara (dalam arti beschikking) harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mendasari keputusan yang bersangkutan. Dengan demikian untuk dapat melaksanakan dan menegakkan ketentuan hukum positif perlu wewenang. Karena tanpa wewenan, tidak dapat dibuat keputusan yuridis yang bersifat konkret atau perbuatan tersebut menjadi tidak sah.18

17

Parjudi Admosudirjo.Op.Cit.hlm.43.

18

(43)

Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, di dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Organ Pemerintah

Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Organ adalah orang (person) atau badan (college) yang berkuasa melakukan tindakan hukum. Menurut Sjachran Basah, dari penelusuran pelbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui, bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (Presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (Lurah) berwenang memberikan izin. Ini berarti terdapat aneka ragam administrasi negara (termasuk instansinya) pemberi izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun daerah. Terlepas dari beragamnya organ pemerintahan atau administrasi negara yang mengeluarkan izin, yang pasti adalah bahwa izin hanya boleh dikeluarkan oleh organ pemerintah, keputusan yang memberikan izin harus diambil oeh organ yang berwenang, dan hampir selalu terikat adalah organ-organ pemerintah.19

19

(44)

30

Beragamnya organ pemerintahan berwenang memberikan izin, dapat menyebabkan tujuan dari kegiatan yang membutuhkan izin tertentu menjadi terhambat, bahkan tidak mencapai sasaran yang hendak dicapai. Artinya campur tangan pemerintah dalam bentuk regulasi perizinan dapat menimbulkan kejenuhan bagi pelaku kegiatan yang membutuhkan izin. Pada tingkat tertentu regulasi ini menimbulkan kejenuhan dan timbul gagasan yang mendorong untuk menyederhanakan pengaturan, prosedur dan birokrasi.

Keputusan-keputusan pejabat sering membutuhkan waktu yang lama, misalnya pengeluaran izin memakan waktu berbulan-bulan, sementara dunia usaha perlu berjalan cepat dan terlalu banyaknya mata rantai dalam prosedur perizinan banyak membuang waktu dan biaya.

(45)

4. Peristiwa Konkret

Telah disebutkan bahwa izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat maka izinpun memiliki berbagai keragaman. Izin yang jenisnya beragam itu dibuat dalam proses yang perosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya.20

5. Prosedur dan Persyaratan

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu dalam mengajukan izin, yang telah ditentukan oleh organ tertentu yang berwenang (pemerintah). Disamping harus menempuh prosedur tertentu, permohonan izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditemtukan secara sepihak oleh pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan berbeda-beda tergantung pada jenis izin yang akan dikeluarkan.Syarat-syarat dalam izin bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif, oleh karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Artinya, dalam hal pemberian izin, ditentukan suatu perbuatan konkret dan bila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi. Bersifat kondisional, oleh

20

(46)

32

karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.21

Penentuan prosedur dan persyaratan itu dilakukan secara sepihak oleh pemerintah, meskipun demikian, pemerintah tidak boleh menentukan prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut. Dengan kata lain tidak boleh menentukan syarat yang melampaui batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang menjadi dasar bersangkutan

2.5 Dasar Hukum Izin Mendirikan Bangunan

Dasar hukum mengenai isin Mendirikan Bangunan di antaranya Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 40 Tahun 2011 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, yang mengatur bahwa IMB dapat ditolak apabila:

1. Persyaratan-persyaratan tidak terpenuhi;

2. Bangunan-bangunan yang akan dibangun di atas lokasi tanah yang penggunaannya tidak sesuai dengan Rencana Induk Kota (RIK);

3. Bangunan-bangunan yang mengganggu, memperpendek, atau menutupi pandangan;

4. Bangunan-bangunan yang mengganggu lalu lintas, air (air hujan), cahaya atau bangunan yang sudah ada;

5. Sifat bangunan tidak sesuai dengan sifat bangunan di sekitarnya; 6. Tanah bangunan untuk kesehatan tidak mengizinkan;

21

(47)

7. Rencana bangunan tersebut menyebabkan terganggunya jalan yang telah ditetapkan oleh pemerintah;

8. Adanya keberatan-keberatan yang diajukan dan dibenarkan oleh pemerintah; 9. Pada lokasi bangunan tersebut sudah ada rencana pemerintah;

10. Bertentangan dengan undang-undang, atau peraturan-peraturan lainnya;

11. Untuk bangunan yang bertentangan lebih dari 10 (sepuluh) meter harus mempunyai perhitungan konstruksi

Adapun kegiatan membangun yang tidak memerlukan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) antara lain:

1. Membuat lubang-lubang ventilasi, penerangan dan sebagainya yang luasnya tidak lebih dari 0,6 (nol koma enam) meter persegi dengan sisi terpanjang mendatar tidak lebih dari 2 (dua) meter;

2. Membongkar bangunan-bangunan yang menurut pertimbangan Kepala Dinas Tata Bangunan tidak membahayakan;

3. Pemeliharaan bangunan dengan tidak merubah denah konstruksi maupun arsitektur dari bangunan semula yang telah mendapat izin;

4. Mendirikan bangunan yang tidak permanen untuk memelihara binatang jinak atau taman dengan syarat: ditempatkan di halaman belakang, luas tidak melebihi 12 (dua belas) meter persegi dan tingginya tidak lebih dari 2 (dua) meter;

5. Membuat tiang bendera di halaman pekarangan rumah;

(48)

34

7. Mendirikan bangunan sementara yang pendiriannya telah mendapat izin pemerintah untuk paling lama 1 (satu) tahun;

8. Mendirikan perlengkapan bangunan yang pendiriannya dilakukan selama mendirikan suatu bangunan.

Setiap bangunan rumah dapat dibangun dengan koefisien dasar bangunan (KDB) tidak melebbihi 60% (enam puluh persen) kecuali ditentukan lain. Bangunan-bangunan rumah tinggal yang pelaksanaannya dikelola oleh suatu badan atau jumlah cukup banyak, harus memperhitungkan pertimbangan fasilitas lingkungan secara baik. Bangunan permanen atau semi permanen 1 (satu) lantai dengan luas lantai maksimum 200 m2 (dua ratus meter persegi) dan konstruksi sederhana tidak diwajibkan direncanakan oleh perencana ahli, dengan ketentuan ;

1. Untuk bangunan dengan luas lantai 200 m2 (dua ratus meter persegi) maksimum 2 (dua) lantai, direncanakan oleh perencana arsitektur

2. Untuk membangun dengan luas lantai 400 m2 (empat ratus meter persegi) direncanakan bersama-sama oleh perencana arsitektur, perencanaan struktur dan perencanaan utilitas.

Bagi siapapun dilarang mendirikan bangunan apabila tidak mempunyai Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menyimpang dari ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat lebih lanjut dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

(49)
(50)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan empiris. Pendekatan normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan (library research) dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian. Pendekatan empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus1

Pendekatan normatif empiris digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman mengenai kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari Sektor Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

3.2 Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan yaitu hasil wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder terdiri dari:

1

(51)

1. Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan yang bersifa mengikat berupa peraturan perundangpundangan, terdiri dari:

a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah b. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

c. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

d. Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 40 Tahun 2011 tentang tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan yang terdiri dari buku-buku ilmu pengetahuan hukum.

3.3 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan membaca, menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan

(52)

38

a. Observasi (observation), yaitu melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap data dan fakta yang ada di lokasi penelitian.

b. Wawancara (interview), yaitu mengajukan tanya jawab kepada narasumber dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Narasumber penelitian ini adalah dari pihak Badan Penanaman Modal dan Perizinan Kota Bandar Lampung.

3.4 Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka tahap selanjutnya dilakukan pengolahan data, dengan prosedur sebagai berikut:

1. Seleksi Data.

Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

2. Klasifikasi Data

Penempatan data menurut kelompok yang telah ditetapkan untuk memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian. 3. Penyusunan Data

Penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data

3.5 Analisis Data

(53)
(54)

70

BAB V P E N U T U P

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Meningkatkan PAD dari Sektor Retribusi IMB dilaksanakan dengan:

a. Pengaturan Izin Mendirikan Bangunan, yang mencakup Pengaturan Persyaratan umum dan khusus dalam Izin Mendirikan Bangunan serta Pengaturan Biaya Izin Mendirikan Bangunan

b. Peningkatan Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan dengan menyediakan beberapa fasilitas yaitu ruang tunggu yang nyaman, memelihara kebersihan, membuat sistem antri dengan menyediakan nomor antrian, menyediakan papan informasi, dan Menyediakan Layanan informasi

(55)

1. Faktor-Faktor yang Menjadi Penghambat Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Meningkatkan PAD dari Sektor Retribusi IMB terdiri dari:

a. Kurang Optimalnya Sosialisasi, yaitu pemerintah terkesan menganggap bahwa sosialisasi akan pentingnya Izin Mendirikan Bangunan bukanlah prioritas utama dalam penerapannya.

b. Kurang Profesionalnya Pelayanan Petugas, yaitu adanya keluhan yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan kualitas pelayanan yang mereka terima, di antaranya adalah adanya kesan masih panjangnya birokrasi pelayanan, masih lambatnya pemberian pelayanan oleh petugas dan masih adanya petugas yang memberikan pelayanan secara pilih kasih kepada masyarakat.

5.2 Saran

Beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(56)

72

(57)

Admosudirjo, Parjudi.Hukum Administrasi Negara, Gahlia. Jakarta. 2004.

Agustino, Ferdinand.Pengantar Kebijakan Negara. Bina Cipta. Jakarta.2008. Azwar, Azrul.Pengantar Administrasi, BinaAksara, Jakarta. 1999.

Baswir, R,Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. MEP-UGM, Yogyakarta. 2002.

Hadjon, Philipus M.Hubungan Kewenangan Pusat dan Daerah di Era Otonomi. Rajawali Press. Jakarta. 2005.

Hasibuan, Malayu S.P.Organisasi dan Manajemen. Rajawali Press. 2004.

---, Perizinan Pengawasan dan Pelaksanaannya, Citra Medika, Jakarta. 2006.

Hariyoso, Soewarno.Dasar-Dasar Manajemen dan Administrasi, Penerbit Erlangga, Jakarta. 2002.

Kaho, Josef Riwu.Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,PT Raja Grafindo, Jakarta, 2001.

Ritonga, Irwan Taufiq.Perencanaan dan Penganggaran Daerah.Penerbit Andi Offset. Yogyakarta 2006.

Suharto, Edi.Analisis Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2005. Soeprapto.2000.Evaluasi Kebijakan. Rineka Cipta. Jakarta 2000.

Sofian, Rayanto.Pembangunan Daerah di Era Otonomi.Yayasan Obor. Jakarta. 2001.

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983 Spelth. N.M. dan Ten Berge.Pengantar Hukum Perizinan, ABJM. Jakarta, 2006 Wahab, Solichin Abdul.Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke

(58)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2011-2030

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil Evaluasi dan Pembuktian Kualifikasi serta Penetapan Hasil Kualifikasi, kami Kelompok Kerja I Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Daerah Kabupaten Lamandau

Melihat realita di negara Indonesia, bahwa terkadang ormas-ormas Islam pernah berselisih (berbeda pendapat) dengan pemerintah ataupun sesama ormas Islam yang lain

Implementasi merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan, karena tanpa adanya implementasi maka perencanaan dari suatu kebijakan yang dibuat akan sia-sia karena

Suzuki Indomobil Motor

Dasar hukum yang digunakan pada penggunaan prinsip wadi’ah yad-dhamanah dan alasan Bank Muamalat Indonesia Kota Malang menggunakan prinsip wadi’ah yad-dhamanah yaitu

Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, sedangkan informan utama adalah meraka yang terlibat

I don’t want this.” Turning, she took a deep breath, “I’m going to stay long enough to make sure Tracy is all right. Then I’ll find my way own way back

Jong Java sebagai anak organisasi Budi Utomo juga menolak cita-cita persatuan Indonesia, bahkan mereka juga menentang ajaran Islam yang telah menjadi agama mayoritas