TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONSEKUENSI YANG TERJADI DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME
(STUDI PADA PT. BENSATRA) S K R I P S I
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
NOVIZA AMALIA
110200510
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONSEKUENSI YANG TERJADI DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME
(STUDI PADA PT. BENSATRA)
SKRIPSI
Oleh :
NOVIZA AMALIA 110200510
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
Disetujui
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
( Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum ) NIP. 196603031985081001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
( Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum ) ( Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum ) NIP. 196603031985081001 NIP. 197512102002122001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Alhamdulillah
atas segala karunia dan hidayah-Nyalah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Nabi
Besar Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia dari masa
kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
Penulisan skripsi ini adalah sebagai suatu persyaratan untuk kelak
memperolah gelar Sarjana Hukum Jurusan Keperdataan pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Oleh karena itu, guna memenuhi persyaratan
tersebut, disusun skripsi dengan judul : “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONSEKUENSI YANG TERJADI DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN
PAPAN REKLAME (STUDI PADA PT. BENSATRA)”.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, baik
dalam segi penguasaan susunan bahasa ataupun substansi isi. Oleh sebab itu,
penulis dengan kerendahan hati sangat mengharapkan adanya kritikan dan
saran-saran yang mendukung demi terwujudnya kesempurnaan penulisan ini.
Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan
hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen
pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik, kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan
1. Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum selaku Wakil Dekan
I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syarifuddin Hasibuan,
SH. MH. DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara serta Bapak Dr. Ok. Saidin, SH. M.Hum selaku Wakil Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H. M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen
Pembimbing I penulis yang telah banyak membantu penulis dalam
memberikan masukan arahan-arahan serta bimbingan di dalam pelaksanaan
penulisan skripsi ini.
3. Ibu Rabiatul Syariah, S.H. M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Yefrizawati, S.H. M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak membantu penulis dalam memberikan masukan arahan-arahan serta
bimbingan di dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Administrasi Perpustakaan serta para
pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Kepada Bapak H. Ajie Karim dan seluruh pegawai PT. Bensatra yang telah
membantu penulis dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan
8. Kepada Ayahanda (Alm) H. Asri dan Ibunda (Almh) Hj. Khairina Zannin
yang terlebih dahulu meninggalkan dunia ini sebelum penulis menyiapkan
penulisan ini. Terima Kasih Ayah dan Mama yang telah menjadi orang tua
terhebat, yang selalu memberikan motivasi, nasehat, cinta, perhatian, dan
kasih sayang serta doa sedari kecil yang tentu takkan bisa penulis balas.
Skripsi ini penulis persembahkan buat Ayah dan Mama, love you so much
Ayah and Mama.
9. Kepada adik-adik penulis Siti Humairah, M. Haikal, Ibni Rafif Sakhiy, dan M.
Dias Putera yang tersayang. Terima kasih selalu memberikan kasih sayang dan
semangat yang besar kepada penulis untuk keberhasilan.
10.Kepada Nenek Hj. Nurrahmah, Ibu Indriani, dan Bapak H. Chairil Lufhti
selaku nenek dan orang tua pengganti penulis yang selalu memberikan
nasihat-nasihat yang sangat berarti dalam kehidupan penulis agar bisa menjadi
orang yang berguna untuk orang lain dan sukses kedepannya. Serta
saudara-saudara penulis: Om Izan, Bu’ Ian, Kak Ina, Karina, Aidil, Sarah, Feby,
Maura, dan Evelyn.
11.Kepada teman spesial penulis Rizki Prananda Tambunan serta Ibu Hj.
Syafridar dan Bapak H. Sahat Prawira Tambunan yang sangat peduli serta
memberikan perhatian dan semangat untuk penulis agar terus maju. Terima
kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
12.Kepada sahabat-sahabat yang penulis sayangi : Siwi, Dila, Winda, Able,
Sherley, dan Mia. Serta teman-teman terdekat penulis di kampus yang selalu
Wahyu, Danil, Nanda, Ricky, dan Hafizam. Terima kasih atas doa, dukungan,
dan bantuan untuk penulis selama ini.
13.Kepada Mahasiswa/i Fakultas Hukum USU stambuk 2011 yang selama
menjalani perkulihan.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan
kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Medan, Februari 2015
Penulis
ABSTRAK
Dr. Hasim Purba S.H, M.Hum* Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum**
Noviza Amalia***
Pada zaman berkembang pada saat ini manusia berupaya dalam melakukan promosi terhadap produksi barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen. Untuk itu dalam upaya melakukan promosi banyak cara untuk melakukannya, salah satunya yang paling dikenal dan sering dilihat adalah iklan yang dipasang pada papan reklame. Dalam hal pemasangan papan reklame, terjadi perjanjian pemasangan reklame antara pihak pemasang iklan dengan pihak biro
advertising. PT. Bensatra selaku pihak biro advertising dan pihak pemasanga
iklan mengikatkan diri dalam suatu perjanjian pemasangan papan reklame. permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak, bagaimana prosedur pemasangan papan reklame, dan bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanijian pemasangan papan reklame antara PT. Bensatra dengan pemasang iklan.
Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara. Analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perjanjian pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra dibuat berdasarkan hasil persetujuan yang dikehendaki oleh kedua belah pihak sesuai dengan penerapan asas kebebasan berkontrak, yaitu substansi dan isi kontrak sesuai kesepakatan para pihak dalam perjanjian. Prosedur pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra menyesuaikan pada perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Penataan Reklame yang dilakukan melalui Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan. Mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian diutamakan secara perundingan (musyawarah) antar pihak, apabila hasil perundingan tidak berhasil maka penyelesaian sengketa antar pihak dilakukan melalui pengadilan.
Kata Kunci : Perjanjian, Konsekuensi, Pemasangan Papan Reklame
*
Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**
Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... v
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penulisan ... 8
D. Manfaat Penulisan ... 9
E. Keaslian Penulisan ... 9
F. Metode Penelitian... 11
G. Sistematika Penulisan... 14
BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian ... 16
B. Asas–asas Perjanjian ... 19
C. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian ... 24
D. Akibat Hukum Adanya Suatu Perjanjian ... 31
E. Akibat Wanprestasi dalam Suatu Perjanjian ... 32
F. Hapusnya Perjanjian... 35
BAB III PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME A. Tinjauan Umum Reklame 1. Pengertian Reklame ... 37
2. Pengaturan Tentang Reklame ... 38
3. Bentuk-bentuk Reklame ... 39
B. Perjanjian dan Pemasangan Papan Reklame
1. Perjanjian Pemasangan Papan Reklame Umumnya ... 43
2. Para Pihak dalam Perjanjian Pemasangan Papan
Reklame... 48
3. Prosedur dalam Pemasangan Papan Reklame ... 49
BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONSEKUENSI YANG
TERJADI DALAM PERJANJIAN PEMASANGAN PAPAN REKLAME (STUDI PADA PT. BENSATRA)
A. Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak dalam
Perjanjian Pemasangan Papan Reklame di PT. Bensatra ... 55
B. Prosedur Pemasangan Papan Reklame melalui
PT. Bensatra ... 66
C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame Pada
PT. Bensatra ... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 83
ABSTRAK
Dr. Hasim Purba S.H, M.Hum* Dr. Yefrizawati, S.H., M.Hum**
Noviza Amalia***
Pada zaman berkembang pada saat ini manusia berupaya dalam melakukan promosi terhadap produksi barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen. Untuk itu dalam upaya melakukan promosi banyak cara untuk melakukannya, salah satunya yang paling dikenal dan sering dilihat adalah iklan yang dipasang pada papan reklame. Dalam hal pemasangan papan reklame, terjadi perjanjian pemasangan reklame antara pihak pemasang iklan dengan pihak biro
advertising. PT. Bensatra selaku pihak biro advertising dan pihak pemasanga
iklan mengikatkan diri dalam suatu perjanjian pemasangan papan reklame. permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak, bagaimana prosedur pemasangan papan reklame, dan bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanijian pemasangan papan reklame antara PT. Bensatra dengan pemasang iklan.
Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara. Analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perjanjian pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra dibuat berdasarkan hasil persetujuan yang dikehendaki oleh kedua belah pihak sesuai dengan penerapan asas kebebasan berkontrak, yaitu substansi dan isi kontrak sesuai kesepakatan para pihak dalam perjanjian. Prosedur pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra menyesuaikan pada perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Penataan Reklame yang dilakukan melalui Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan. Mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian diutamakan secara perundingan (musyawarah) antar pihak, apabila hasil perundingan tidak berhasil maka penyelesaian sengketa antar pihak dilakukan melalui pengadilan.
Kata Kunci : Perjanjian, Konsekuensi, Pemasangan Papan Reklame
*
Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**
Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
***
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sejak dahulu manusia berusaha memenuhi segala kebutuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha memperoleh segala
kebutuhan dengan berbagai cara, baik melalui perbedaan adat-istiadat, hukum,
institusi, maupun teknologi.1
Pemenuhan kebutuhan manusia yang beraneka ragam tersebut memicu
adanya persaingan bisnis di antara perusahaan-perusahaan yang memproduksi
berbagai jenis barang dan jasa. Persaingan bisnis perusahaan-perusahaan itu
sendiri dapat memproduksi barang dan jasa baik yang memiliki jenis yang sama
maupun berbeda kualitas yang sedang maupun yang lebih baik. Sehingga
perusahaan-perusahaan dalam memasarkan produknya kepada masyarakat atau
publik memiliki cara untuk memperkenalkan dan memasarkan hasil produk
perusahaannya masing-masing. Kondisi persaingan bisnis ini terlihat dalam
perusahaan yang mempromosikan produknya tersebut dengan berbagai cara yang
menarik sedemikian rupa untuk menarik daya minat masyarakat selaku konsumen
untuk memiliki dan menggunakan produk hasil perusahaannya, misalnya berupa
memberikan hadiah atau harga produk yang miring.2
Tujuan utama dari promosi ini adalah untuk memperkenalkan produk
kepada konsumen agar mendapat perhatian konsumen sehingga konsumen melihat
1
Kustadi Suhandang, Periklanan: Manajemen, Kiat dan Strategi, (Bandung: Nuansa, 2010) hal. 7
2
Nazwa Muis, Analisis Terhadap Risiko Hukum Yang Terjadi Dalam Perjanjian
serta mendengarkan apa yang dipromosikan untuk meningkatkan penjualan dari
perusahaan. Berkaitan dengan promosi inilah berbagai perusahaan bersaing
dengan berlomba-lomba memperkenalkan dan mempromosikan produknya agar
mengikat daya tarik serta minat terhadap konsumen dengan menggunakan iklan.
Istilah iklan juga sering dinamai dengan sebutan yang berbeda-beda. Di
Amerika sebagaimana halnya di Inggris, disebut dengan advertising. Sementara di
Perancis disebut dengan reclamare yang kemudian sering dikenal sebagai reklame. Reklame berasal dari bahasa Spanyol yaitu Re dan Clamos. Sedangkan
dalam bahasa latin Re dan Clame. Re artinya berulang-ulang sedangkan Clame atau Clamos artinya berteriak, sehingga secara bahasa reklame adalah suatu teriakan/seruan yang ulang, atau meneriakkan sesuatu secara
berulang-ulang. 3
Sebenarnya di Indonesia sendiri istilah iklan sering disebut dengan istilah
lain yaitu advertensi dan reklame. Kedua istilah tersebut diambil begitu saja dari
bahasa aslinya yaitu bahasa Belanda dan Prancis. Namun kini sebutan kata iklan
lebih sering digunakan dibanding dengan istilah advertensi dan reklame.
Iklan menurut Kamus Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 2005,
“Iklan adalah berita pesan untuk mendorong, membujuk, khalayak ramai
agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan”.4
Menurut Wright, iklan merupakan suatu proses komunikasi yang
mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu
3
Muhammad Jaiz,Dasar-dasar Periklanan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2001) hal. 1
4
menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide melalui saluran
tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif.5
Tanpa iklan para produsen dan distributor tidak akan dapat menjual
barangnya, sedangkan di posisi lain para pembeli tidak akan memiliki informasi
yang memadai mengenai produk-produk barang yang tersedia di pasar.6
Penggunaan iklan yang sudah berkembang menjadi suatu sistem komunikasi
maka dimaksudkan agar mendapatkan suatu tanggapan baik dari masyarakat, yang
menarik suatu perhatian untuk melakukan pembelian terhadap produk yang
ditawarkan untuk memenuhi kebutuhannya. Penggunaan iklan ini sekaligus dapat
memperkenalkan perusahaan yang memproduksi barang dan jasa tersebut
sehingga sangat berpengaruh bagi keberhasilan perusahaan dalam memasarkan
produknya.
Iklan dibuat oleh jasa periklanan, periklanan (advertising) adalah suatu
proses komunikasi massa yang melibatkan sponsor tertentu, yakni si pemasang
iklan (pemasang iklan), yang membayar sebuah media massa atas penyiaran
iklannya. Iklannya itu sendiri biasanya dibuat atas pesanan si pemasang iklan itu,
oleh sebuah agen atau biro iklan atau bisa saja oleh bagian Humas (Public
Relations) lembaga pemasang iklan itu sendiri.7
Perkembangan jumlah dan jenis media massa kini harus sudah distimulasi
oleh perlunya tiap orang dan organisasi berkomunikasi satu dengan lainnya. Kini
berbagai ragan media massa menghiasi sistem komunikasi massa di kalangan
masyarakat dengan hebat sekali, di antaranya berupa:
5
Muhammad Jaiz, Op.Cit, hal. 3
6
Frank Jefkins, Advertising, terjemahan Haris Munandar (Jakarta: Erlangga, 1996), hal.2
7
a. Media cetak, yang merupakan suatu dokumen atas suatu hal yang dikatakan
orang lain atau suatu peristiwa yang diubah oleh seorang jurnalis dalam
bentuk kata-kata, foto, gambar, dan lainnya. Seperti; surat kabar harian, surat
kabar mingguan, majalah mingguan, majalah tengah bulanan, majalah
bulanan, dan bulletin.
b. Media elektronik, yang merupakan suatu media yang menyampaikan suatu
peristiwa dengan menggunakan alat elektronik dalam bentuk foto, gambar,
teks, film, suara, dan video. Seperti; televisi (nasional, lokal, komersial,
umum), radio, bioskop, telepon, handphone, short message service (SMS), dan alat elektronik lainnya.
c. Media Online, yang merupakan suatu media yang menyampaikan suatu
peristiwa yang hanya dapat diakses melalui internet dapat berbentuk
kata-kata, foto, gambar, film, suara,dan video. Seperti; e-mail, website, blog, dan
socialmedia.
d. Media luar ruang, yang merupakan suatu media yang menyampaikan pesan
atau peristiwa atas suatu hal dalam bentuk kata-kata, foto, dan gambar yang
terdapat di jalan-jalan atau tempat-tempat terbuka. Seperti; papan reklame,
poster, pameran, dan kartu-kartu transit. 8
Dengan adanya media massa yang berkembang saat ini maka suatu
perusahaan melakukan suatu kegiatan periklanan untuk mendapatkan respon dari
masyarakat serta untuk mengembangkan kesadaran atau membentuk suatu citra
positif dalam jangka panjang bagi barang atau jasa yang dihasilkannya.
8
Media massa sekarang ini yang memiliki perkembangan pesat di kota
besar dan memiliki daya tarik masyarakat untuk dapat dilihat oleh masyarakat
umum yaitu salah satu media massa di luar ruang yang sangat efektif bagi
pemasangan iklan reminder adalah papan reklame, seperti iklan-iklan yang terpampang pada papan-papan yang gampang ditangkap mata. Iklan-iklan
demikian bisa menghasilkan jangkauan dan frekuensi lebih baik terhadap
khalayak sekitar atau mereka yang lalu-lalang melewati tempat di mana iklan itu
terpampang. Jarak tampaknya medium ini merupakan alat penguat yang efektif
guna memperkenalkan produknya secara jelas. Di samping biayanya relatif
rendah, penggunaan papan reklamecukup fleksibel.9
Papan reklame adalah media luar ruang yang sering dipakai untuk
melakukan suatu promosi. Media ini seperti halnya poster, namun berbentuk
sangat besar. Papan reklame pun berkembang mengikuti perkembangan teknologi
yang pesat hingga muncul adanya digital billboard. Di Indonesia sendiri papan reklame dikenal terbuat dari bahan kayu, logam, fiberglass, kain, kaca, plastik, dan sebagainya. Pemasangannya biasanya sendiri, menempel di bangunan dengan
konstruksi yang tetap, dan bersifat permanen. Salah satu contoh papan reklameini
adalah papan iklan di atas toko.10
Biasanya papan reklame ditempatkan pada tempat-tempat umum seperti
bahu jalan/trotoar, perempatan jalan, taman umum, di atas bangunan yang
bertingkat, maupun tempat-tempat strategis yang dapat dilihat oleh berbagai
masyarakat umum untuk mendapatkan perhatian. Namun, demikian medium ini
pun tidak luput dari kekurangannya, yaitu tidak memiliki peluang untuk
9
Ibid, hal. 94
10
menampilkan iklan yang naskahnya panjang. Jadi membatasi pengenalan produk
yang lengkap informasinya. Juga, manfaat penempatan papan reklame tergantung
pada pola lalu-lintas dan alur pandang orang-orang. Hukum lingkungan hidup di
wilayah-wilayah tertentu membatasi penggunaan medium tersebut.11
Jika dilihat sekarang ini banyak papan reklame menghiasi tempat-tempat
umum yang berbentuk gambar maupun tulisan biasa saat ini beraneka ragam
seperti gambar bergerak, tulisan bergerak bahkan sinar lampu yang bergerak agar
lebih menarik dan dapat mengikat perhatian dari masyarakat. Khususnya di Kota
Medan ini maka aturan mengenai papan reklame dalam permasalahan penataan
dan perizinan reklame diatur dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun
2014 Tentang Penataan Reklame dan Peraturan Walikota Medan Nomor 7 Tahun
2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 38 Tahun 2014
Tentang Penataan Reklame, sehingga pengusaha periklanan bekerjasama dan
bersinergi dengan pemerintah kota Medan untuk menata papan reklame, sehingga
mendukung keindahan kota. Papan reklame harus memenuhi kelayakan
konstruksi reklame dan materi reklame yang disesuaikan dengan nilai budaya
masyarakat sehingga peraturan ini dibuat agar penataan reklame, materi, dan
desain reklame yang etis serta tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya yang
berkembang.
Selain penataan reklame, pemerintah daerah kota Medan juga
mengeluarkan peraturan walikota yang berhubungan dengan pembayaran pajak
dan nilai sewa diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011
Tentang Pajak Reklame dan Peraturan Walikota Medan No. 17 Tahun 2014
11
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011
tentang Pajak Reklame.
Pemasangan papan reklame dalam prakteknya sering kali menggunakan
jasa biro advertising untuk pemasangan konstruksi besi pada papan reklame dan membuat gambar pada iklan yang diinginkan. Dalam hal pemasangan papan
reklame, terjadi perjanjian pemasangan reklame antara para pihak. Sebagai salah
satu perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, perjanjian pemasangan
reklame dikelompokkan sebagai perjanjian innominaat. Oleh karena itu, adanya
suatu perjanjian yang dibuat oleh pemasang iklan dengan biro advertising. Perjanjian tersebut sebagai berkembangnya hukum kontrak karena adanya
kebebasan berkontrak (party autonomy) yang diatur dalam Pasal 1338
KUHPerdata. Penerapan asas kebebasan berkontrak pada kebebasan perjanjian
pemasangan papan reklame itu, meliputi kebebasan untuk membuat perjanjian,
mengadakan kontrak dengan siapapun, menentukan isi kontrak, pelaksanaan dan
persyaratannya, serta bentuk kontrak, yaitu lisan atau tertulis.12 Perjanjian
innominaat sangat dipengaruhi oleh kebiasaan yang beredar di dalam masyarakat.
sehingga dalam pembuatan perjanjian pemasangan reklame, perlu dikaji
bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak.
Seiring dengan pesatnya para perusahaan dalam mengenalkan produksinya
kepada konsumen melalui papan reklame, tidak semua orang mengerti bagaimana
untuk memasarkan produknya melalui reklame. Karena minimnya informasi
tentang pemasangan papan reklame dalam masyarakat. Kebanyakan mereka hanya
tahu bahwa papan reklame tersebut merupakan salah satu sarana iklan, namun
12
mereka tidak mengetahui bagaimana prosedur pemasangan papan reklame
tersebut. Sehingga perlu dikaji, bagaimana prosedur pemasangan papan reklame
tersebut. Prosedur ini harus diikuti dan ditaati setiap penyelenggara reklame sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada kota Medan khusunya
Dalam penerapan kebebasan berkontrak bagi perjanjian pemasangan papan
reklame, selanjutnya sebagaimana diatur dalam Pasal 1340 KUHPerdata bahwa
perjanjian hanya berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya. Untuk ketentuan
penyelesaian sengketa menjadi penting bagi para pihak akan diberi kebebasan
untuk memilih jalan dalam menyelesaikan masalah yang dituangkan dalam
perjanjian yang dibuat.
B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat diambil penulis adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian
pemasangan papan reklame di PT. Bensatra?
2. Bagaimana prosedur pemasangan papan reklame melalui PT. Bensatra?
3. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian pemasangan
papan reklame pada PT. Bensatra?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian
pemasangan papan reklame di PT. Bensatra.
3. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa dalam perjanjian
pemasangan papan reklame pada PT. Bensatra.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penelitian umumnya dipilah menjadi dua kategori, yaitu teoritis
dan praktis.
1. Kegunaan teoritis terkait dengan kontribusi tertentu dari penyelenggaraan
2. penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu pengetahuan serta dunia
akademis. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
perkembangan ilmu hukum pada umumnya.
3. Kegunaan praktis berkaitan dengan kontribusi praktis yang diberikan dari
penyelenggaraan penelitian terhadap obyek penelitian, baik individu,
kelompok, maupun organisasi, yaitu khususnya pada pemerintah agar dapat
membuat suatu undang-undang atau peraturan yang lebih spesifik terhadap
penyelenggaran pemasangan papan reklame dan tindak lanjut pengawasan
pemasangan papan reklame kepada para pengusaha advertising.
E. Keaslian Penulisan
Keaslian penulisan merupakan suatu tanda bahwa apa yang dibuat dan
dijelaskannya pada tugas akhir ini merupakan suatu hasil karya dan buah
pikirannya sendiri.
Berdasarkan penulusuran dari seluruh daftar skripsi di perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen
Universitas Sumatera Utara tentang “Tinjauan Yuridis Terhadap Konsekuensi Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame (Studi Pada PT.
Bensatra)”. Oleh karena itu, tulisan ini merupakan buah karya asli yang disusun berdasarkan dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan ilmiah.
Adapun judul yang ada di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, yaitu:
1. Obaja David J.H. Sitorus Nim 010222143 dengan judul “ Analisis Terhadap Risiko Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame (Studi
Kasus Di Kantor Walikota Medan” dengan rumusan masalah, yaitu:
a. Bagaimana penerapan Peraturan Daerah yang mengatur pajak reklame
tersebut oleh pihak Pemerintah Daerah dalam pemasangan papan reklame
(billboard).
b. Bagaimana pula tanggung jawab suatu biro advertising yang bekerja untuk kepentingan pemilik papan reklame (perusahaan/pengusaha) dalam
hubungannya dengan pemilik tanah ataupun bangunan tempat pemasangan
papan reklame.
c. Jika timbul adanya suatu kerugian akibat adanya suatu keadaan yang
memaksa (force majeure) dalam pemasangan papan reklame (billboard), pihak manakah yang akan menanggung risiko tersebut?
2. Nazwa Muis Nim 057011063 dengan judul “Analisis Terhadap Risiko Hukum Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame (Studi Kasus Di
Kota Medan) dengan rumusan masalah, yaitu:
a. Bagaimana penerapan Peraturan Daerah kota Medan tentang pembayaran
b. Bagaimana pertanggungjawaban resiko yang timbul apabila terjadi
kerugian karena keadaan memaksa (force majeure) dalam pemasangan
papan reklame tersebut?
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa skripsi yang disusun ini
merupakan karya asli dan tidak meniru dari kepunyaan orang lain.
F. Metode Penelitian
1. Sifat dan jenis penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini, maka hasil
penelitian ini bersifat penelitian deskriptif yang merupakan tipe penelitian untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang suatu gejala atau fenomena.
Sehingga dapat memaparkan, menggambarkan, atau mengungkapkan pelaksanaan
pemasangan papan reklame. Hal tersebut kemudian dibahas atau dianalisis
menurut ilmu dan teori-teori atau pendapat peneliti sendiri, dan terakhir
menyimpulkannya.13
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode penelitian hukum
normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif disebut juga
juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, acap kali hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (laws
in books) atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang
merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.14 Penelitian normatif
ini merupakan penelitian yang meneliti mengenai norma-norma hukum yang
13
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), hal. 27
14
berkaitan dengan reklame. Sedangkan penelitian hukum secara empiris adalah
suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian
nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat.
Karena dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat,
maka metode penelitian hukum empiris dapat dikatakan sebagai penelitan hukum
sosiologis. Penelitian hukum ini berdasarkan dari fakta-fakta yang ada di dalam
suatu masyarakat, badan hukum, atau badan pemerintah.15 Penelitian empiris ini
dilakukan untuk meneliti pelaksanaan perjanjian pemasangan papan reklame
secara langsung di lapangan.
2. Data yang digunakan
Penelitian ini memerlukan data yang merupakan fakta tersebut digunakan
untuk menguji hipotesis. Data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini
yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung dari studi lapangan.
b. Data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan.16
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan dalam :
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dalam
penelitian ini menggunakan bahan hukum primer seperti: peraturan
perundang-undangan dan KUHPerdata (BW).
2. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, dalam penelitian ini menggunakan hasil penelitian (hukum),
15
http://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/ diakses pada tanggal 17 Maret 2015
16
hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum, dan sebagainya yang berkaitan
dengan dengan permasalahan yang diteliti.
3. Bahan hukum tertier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu: kamus-kamus
(hukum), ensiklopedia, dan sebagainya. Agar diperoleh informasi yang terbaru
dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka kepustakaan yang dicari
dan dipilih harus relevan dan mutakhir.17
3. Metode pengumpulan data
Untuk melengkapi penelitian ini agar mempunyai tujuan yang jelas dan
terarah serta dapat dipertanggungjawabkan sebagai salah satu hasil karya ilmiah,
yaitu mengumpulkan data-data dengan cara:
a. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu suatu metode pengumpulan data-data yang dilakukan dengan cara meneliti langsung dengan mencari data-data-data-data
ke lapangan sesuai dengan yang dibutuhkan. Misalnya dengan cara
wawancara, yaitu menyusun pertanyaan kepada narasumber. Adapun
wawancara yang dilakukan adalah dengan PT. Bensatra sebagai biro
advertising.
b. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, yang isinya berkaitan
dengan judul skripsi ini yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan
sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisis data yang dihadapi.
17
4. Alat pengumpulan data
Dalam memperoleh data primer, perlu dilakukan wawancara, yaitu
merupakan komunikasi secara verbal dengan narasumber. Sehingga pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan pedoman wawancara yang berupa daftar
pertanyaan yang disusun sebagai panduan dalam pelaksanaan wawancara.
5. Analisis data
Semua data yang diperoleh merupakan dari data pustaka serta data yang
diperoleh dari lapangan dianalisa secara kualitatif, metode analisis data yang
dipakai adalah metode deduktif.
Pada prosedur deduktif, bertolak dari suatu proposisi umum yang
kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan
(pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.18 Melalui metode deduktif, data
dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaan dan prakteknya.
G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus
diuraikan secara sistematik. Penulisan sistematik ini dibagi beberapa yang disebut
dengan bab yang mana masing-masing bab diuraikan permasalahannya secara
tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara yang satu
dengan yang lainnya. Secara sistematis dapat menempatkan materi pembahasan
keseluruhannya ke dalam 5 (lima) bab yang terperinci sebagai berikut:
18
Bab I ini diuraikan gambaran hal-hal yang bersifat umum, yang di mulai
dengan latar belakang kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah dan
tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan dan metode penelitian. Bab ini
ditutup dengan memberikan sitematika dari penulisan skripsi.
Bab II diuraikan perjanjian pada umumnya. Pada bab ini sesuai dengan
judul yang dikemukakan, maka bab ini akan menguraikan tentang pengertian
perjanjian, asas-asas perjanjian, syarat-syarat-perjanjian, akibat hukum adanya
suatu perjanjian, akibat wanprestasi dalam suatu perjanjian, dan hapusnya
perjanjian.
Bab III diuraikan tentang perjanjian pemasangan papan reklame, yakni
tinjauan umum tentang reklame yang terdiri dari pengertian reklame, pengaturan
tentang reklame, jenis-jenis reklame, dan maksud dan tujuan reklame. Kemudian
dilanjutkan dengan menguraikan perjanjian dan pemasangan papan reklamae yang
terdiri dari perjanjian pemasangan reklame pada umumnya, para pihak dalam
perjanjian pemasangan papan reklame, dan prosedur dalam pemasangan papan
reklame.
Bab IV diuraikan terlebih dahulu penerapan asas kebebasan berkontrak
dalam perjanjian pemasangan papan reklame di PT. Bensatra, dilanjutkan dengan
menguraikan prosedur pemasangan papan reklame melalui PT. Bensatra, serta
mekanisme penyelesaian sengeta dalam perjanjian pemasangan papan reklame
pada PT. Bensatra.
Bab V diuraikan kesimpulan dan saran dari berbagai hal penting dan
dibahas pada bab-bab sebelumnya, serta meyimpulkan saran sebagai wujud
BAB II
PERJANJIAN PADA UMUMNYA
A. Pengertian Perjanjian
Istilah “perjanjian” dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari
kata “ovreenkomst” dalam bahasa Belanda atau istilah “agreement” dalam bahasa Inggris.19 Istillah kontrak merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris contract. Untuk agreement yang berkaitan dengan bisnis disebut contract, sedang untuk
yang tidak terkait dengan bisnis hanya disebut agreement.
Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu:
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian perjanjian, yaitu:
“Persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua belah pihak
atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut
dalam persetujuan itu”.20
Para Sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi
perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap, dan pula
terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian
sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan
di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan
perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam
19
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal. 179
20
KUHPerdata Buku III yang kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata
lain dinilai dengan uang.21
Terhadap definisi Pasal 1313 KUHPerdata ini Purwahid Patrik menyatakan
beberapa kelemahan, yaitu:22
a. Definisi tersebut hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat
disimak dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikatkan” merupakan kata kerja
yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua pihak.
Sedang maksud perjanjian itu para pihak saling mengikatkan diri, sehingga
tampak kekurangannya yang seharusnya ditambah dengan rumusan “saling
mengikatkan diri”;
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus/kesepakatan, termasuk perbuatan mengurus kepentingan orang lain (zaakwaarneming) dan perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatige daad). Hal ini menunjukkan makna
“perbuatan” itu luas dan saling menimbulkan akibat hukum;
c. Perlu ditekankan bahwa rumusan Pasal 1313 KUHPerdata mempunyai ruang
lingkup di dalam harta kekayaan (vermogensrecht).
Atas dasar-dasar yang dikemukakan di atas maka ada beberapa sarjana
yang memberikan rumusan tentang definisi perjanjian, antara lain:
21
Mariam Darus Badrulzaman, et al, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 65
22
Menurut R. Subekti bahwa definisi perjanjian, yaitu:
“Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji
kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal”.23
Menurut KRMT Tirtodiningrat dikutip oleh Mariam Darus, memberikan
definisi perjanjian, yaitu:
“Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di
antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang
dapat dipaksakan oleh undang-undang”.24
Menurut M. Yahya Harahap, bahwa definisi perjanjian, yaitu:
“Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian sebagai suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang
memberi kekuatan hak pada suatu pihak yang memperoleh prestasi dan
sekaligus ada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.25
Menurut Abdul Kadir Muhammad bahwa definisi perjanjian, yaitu:
“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih
saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan
harta kekayaan”.26
23
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001), hal. 36
24
Mariam Darus Badrulzaman, et al, Op.Cit., hal. 6 25
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), hal.6
26
Menurut Salim HS definisi perjanjian, yaitu:
“Perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek yang satu dengan
subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum
yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain
berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakatinya”.27
Pengertian perjanjian dalam rumusan pendapat sarjana di atas memberikan
pengertian mengenai perjanjian merupakan konsekuensi dalam hukum bahwa
dalam suatu perjanjian terdapat dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melakukan suatu hal, di mana salah satu pihak adalah pihak yang wajib
melakukan suatu prestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak
atas suatu prestasi tersebut (kreditur).
B. Asas-asas Perjanjian
Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas. Asas-asas yang
terpenting adalah:
1. Asas kepribadian (personalitas)
2. Asas kebebasan berkontrak
3. Asas konsensualisme
4. Asas daya pengikat kontrak (pacta sunt servanda)
5. Asas itikad baik
27
Ad. 1. Asas kepribadian (personalitas)
Asas ini diatur dan ditemukan dalam ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata
yang berbunyi
“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan pengikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Meskipun secara sederhana dikatakan bahwa ketentuan Pasal 1315
KUHPerdata menunjuk pada asas personalia, namun lebih jauh dari itu, ketentuan
Pasal 1315 KUHPerdata juga menunjuk pada kewenangan bertindak dari
seseorang yang membuat atau mengadakan perjanjian. Secara spesifik ketentuan
Pasal 1315 KUHPerdata ini menunjuk pada kewenangan bertindak sebagai
individu pribadi sebagai subyek hukum pribadi yang mandiri, yang memilki
kewenangan bertindak untuk dan atas namanya sendiri.28 Namun, ketentuan itu
ada pengecualiannya, sebagaimana diintrodusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata
dinyatakan bahwa:
“Dapat pula perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu
perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian orang lain,
mengandung suatu syarat semacam itu”.
Pasal ini mengontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian
untuk kepentingan pihak ketiga, dengan syarat yang ditentukan.29
Sedangkan pada Pasal 1318 KUHPerdata tidak hanya mengatur untuk diri
sendiri tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang
memperoleh hak dari padanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka dalam
28
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 15
29
Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga,
sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan diri sendiri, ahli
warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Dalam setiap
kontrak yang dibuat oleh para pihak pasti dicantumkan identitas dari subyek
hukum yang meliputi nama, umur, tempat domisili, dan kewarganegaraan. Pasal
1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318
KUHPerdata membahas ruang lingkup yang lebih jelas.30
Ad. 2. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral
di dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan dalam aturan hukum
namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para
pihak.31Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata, yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.”
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian,
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun,
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 32
30
Ibid, hal. 13
31
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, hal 108
32
Apabila mengacu pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang dibingkai
oleh pasal-pasal lain dalam satu kerangka sistem hukum kontrak (vide Pasal 1320, 1335, 1337, 1338 ayat (3) serta 1339 KUHPerdata), maka penerapan asas
kebebasan berkontrak ternyata perlu dibingkai oleh rambu-rambu hukum lainnya,
Hal ini berarti kebebasan para pihak dalam membuat kontrak perlu memerhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Memenuhi syarat-syarat sahnya kontrak;
b. Untuk mencapai tujuan para pihak, kontrak harus mempunyai kausa;
c. Tidak mengandung kausa palsu atau dilarang undang-undang;
d. Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusilaan, dan ketertiban
umum;
e. Harus dilaksanakan dengan itikad baik. 33
Ad. 3. Asas konsensualitas
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)
KUHPerdata, yang menentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu
adanya kesepakatan kedua belah pihak.34 Selanjutnya yang dimaksud dengan asas
konsensual dalam suatu perjanjian adalah bahwa suatu perjanjian sudah sah dan
mengikat ketika tercapainya kata sepakat, selama syarat-syarat sahnya perjanjian
sudah dipenuhi. Dalam hal ini, dengan tercapainya kata sepakat, maka pada
prinsipnya (dengan beberapa kekecualian), perjanjian tersebut sudah sah,
mengikat dan sudah mempunyai akibat hukum yang penuh, meskipun perjanjian
33
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., Hal. 118
34
tersebut belum atau tidak ditulis. Konsekuensi yuridisnya adalah bahwa sejak saat
itu, sudah terbit hak dan kewajiban sebagaimana yang disebut dalam perjanjian
tersebut. Karena itu, suatu perjanjian tidak harus dibuat secara tertulis. Jadi, pada
prinsipnya (dengan beberapa kekecualian), suatu perjanjian lisan pun sebenarnya
sudah sah secara hukum dan sudah mengikat secara penuh.35
Ad.. 4. Asas daya pengikat kontrak (pacta sunt servanda)
Kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring dengan asas
kebebasan berkontrak merupakan manifestasi pola hubungan manusia yang
mencerminkan nilai-nilai kepercayaan di dalamnya. Menurut Eggens manusia
terhormat akan memelihara janjinya. Sedang Grotius mencari dasar konsensus
dalam ajaran Hukum Kodrat bahwa “janji itu mengikat” (pacta sunt servanda),
karena “kita harus memenuhi janji kita” (Promissorum implendorum obligatio). Dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam perjanjian terkandung suatu asas
kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata
terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur
lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.36
Ad. 5. Asas itikad baik
Asas iktikad baik adalah salah satu asas yang terdapat dalam Pasal 1338
KUHPerdata menyatakan bahwa: “Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad
baik” artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia. Jadi selalu mengingat bahwa manusia sebagai
35
Munir Fuady, Op.Cit, hal. 182
36
anggota masyarakat harus jauh dari sifat merugikan pihak lain, atau menggunakan
kata-kata secara membabi buta pada saat kedua belah pihak membuat suatu
perjanjian. Kedua belah pihak selalu memerhatikan hal-hal ini, dan tidak boleh
menggunakan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri pribadi.37
Asas iktikad baik merupakan salah satu hal penting dalam hukum
perjanjian, Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam yaitu iktikad baik nisbi
(relative-subjektif) dan mutlak (absolute-objektif). Pada iktikad baik yang nisbi
orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad
baik yang mutlak, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran
yang objektif untuk menilai keadaan menurut norma-norma objektif.38
C. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Syarat-syarat sahnya perjanjian diatur dalam ketentuan Pasal 1320
KUHPerdata dinyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan
empat syarat, yaitu:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya (consensus);
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (capacity);
3. Suatu pokok persoalan tertentu (a certain subject matter);
4. Suatu sebab yang tidak terlarang (legal cause).
Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang
berkembang, digolongkan ke dalam:
37
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., Hal. 139
38
a. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan
perjanjian (unsur subyektif), dan
b. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek
perjanjian (unsur obyektif).
Unsur subyektif mencakup syarat pertama dan kedua yaitu adanya unsur
kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji dan kecakapan dari
pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi
keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan dan
causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan
tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.
Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan
cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik
dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur
subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur
obyektif) dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut
tidak dapat dipaksa pelaksanaannya.39
Ad. 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya (consensus)
Syarat sepakat adalah merupakan syarat subyektif, karena mengenai orang
atau subyek yang mengadakan perjanjian. Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah
sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak
39
masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada paksaan, kekeliruan,
dan penipuan.40
Kesepakatan yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata ini adalah
persesuaian kehendak antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan
penerimaan. Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara, baik dengan
tertulis maupun secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena
perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi
bahkan hanya dengan menggunakan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang
tidak secara lisan.41
Pada dasarnya kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian
dibuat oleh para pihak, kecuali dapat dibuktikan adanya suatu kekhilafan,
paksaan, maupun adanya penipuan. Diisyaratkannya kata sepakat dalam
mengadakan perjanjian, maka berarti kedua belah pihak harus memiliki kebebasan
kehendak di mana para pihak tidak boleh mendapat tekanan atau paksaan yang
dapat mengakibatkan adanya cacat dalam perwujudan kehendak tersebut.
Selanjutnya menurut Pasal 1321 KUHPerdata yang berbunyi:
“Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,
atau diperolehnya karena paksaan atau penipuan”.
Maksudnya ialah kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti
tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Jika ada unsur paksaan atau
penipuan makna perjanjian menjadi batal. Sedangkan kekhilafan tidak
40
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dalam Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: PT. Alumni, 2004), hal. 205
41
mengakibatkan batalnya perjanjian, kecuali jika kekhilafan itu mengenai hakikat
barang yang menjadi pokok perjanjian.42
Ad. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (capacity)
Adanya kecakapan untuk bertindak dalam hubungan hukum merupakan
syarat subyektif dalam perjanjian sah yang dibuat antara para pihak. Kecakapan
bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan
bertindak dalam hukum. Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiap orang
berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk
hal itu.
Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, yang tidak cakap untuk membuat
perjanjian ada tiga golongan, yaitu:
a. Anak yang belum dewasa;
b. Orang yang berada di bawah pengampuan;
c. Perempuan bersuami. 43
Ad. a. Anak yang belum dewasa
Pada dasarnya setiap orang, sejak dilahirkan, adalah subyek hukum, suatu
persona standi in judicio, dengan pengertian bahwa setiap orang adalah
pendukung hak dan kewajibannya sendiri. Walau demikian tidaklah berarti setiap
orang yang telah dilahirkan dianggap mampu mengetahui segala akibat dari suatu
perbuatan hukum, khususnya dalam lapangan harta kekayaan. Pasal 330
KUHPerdata menyebutkan bahwa,
42
Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), hal. 94
43
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin”.
Ketentuan Pasal 330 KUHPerdata tersebut memberikan arti yang luas
mengenai kecakapan bertindak dalam hukum, yaitu bahwa:
1. Seorang baru dikatakan dewasa jika ia:
a. Telah berumur 21 tahun; atau
b. Telah menikah;
Hal kedua tersebut membawa konsekuensi hukum bahwa seorang anak yang
sudah menikah tetapi kemudian perkawinannya dibubarkan sebelum ia genap
berusia 21 tahun tetap dianggap telah dewasa.
2. Anak yang belum dewasa, dalam setiap tindakannya dalam hukum diwakili
oleh:
a. Orang tuanya, dalam hal anak tersebut masih berada di bawah kekuasaan
orang tua (yaitu ayah dan ibu secara bersama-sama);
b. Walinya, jika anak tersebut sudah tidak lagi berada di bawah kekuasaan
orang tuanya (artinya dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh
sebagai orang tua terhadap anak).
Ad. b. Orang yang berada di bawah pengampuan
Ketentuan mengenai pengampuan dapat ditemukan dalam rumusan Pasal
“Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit
otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuanpun jika ia
kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya.”
Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena
keborosannya, selanjutnya ketentuan Pasal 436 KUHPerdata berbunyi:
“Segala permintaan akan pengampuan, harus dimajukan kepada Pengadilan Negeri, yang mana dalam daerah hukumnya orang yang
dimintakan pengampuan, berdiam.”
Dengan ini berarti keadaan seseorang yang berada dalam pengampuan
harus dapat dibuktikan dengan Surat Penetapan Pengadilan Negeri, yang meliputi
tempat kediaman dari orang yang diletakkan di bawah pengampuan. Pengampuan
mulai berlaku terhitung sejak putusan atau penetapan pengadilan diucapkan.
Orang yang diletakkan di bawah pengampuan, mempunyai kedudukan yang sama
seperti orang yang belum dewasa. Khusus seorang yang ditaruh di bawah
pengampuan karena keborosannya, maka pengampuan hanya meliputi tindakan
atau perbuatan hukumnya dalam lapangan harta kekayaan, serta tindakan atau
perbuatan hukum dalam lapangan pribadi.44
Ad. c. Perempuan bersuami
Kitab Undang-Undang Hukum perdata juga memandang seseorang wanita
yang telah bersuami (mempunyai suami) tidak cakap untuk membuat sesuatu
persetujuan. Akan tetapi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung
No, 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan
44
Pengadilan Tinggi di Seluruh Indonesia, yang menyatakan bahwa Pasal 108 dan
110 KUHPerdata dinyatakan tidak berlaku maka kedudukan wanita yang
bersuami disamakan dengan pria dewasa dalam melakukan perbuatan hukum dan
menghadap di persidangan, jadi tidak perlu lagi izin atau bantuan dari suaminya.
Sejalan dengan persamaan hak antara laki-laki dengan perempuan, baik yang
sudah menikah maupun belum menikah, maka angka 3 dari Pasal 1330
KUHPerdata tidak berlaku lagi. 45
Ad. 3. Suatu pokok persoalan tertentu (a certain subject matter)
Persyaratan perihal tertentu adalah persyaratan tentang objek tertentu dari
suatu perjanjian. Jadi agar sahnya suatu perjanjian, perjanjian tersebut haruslah
menunjuk kepada objek tertentu yang diperjanjian oleh para pihak.46
Suatu hal tertentu dalam perjanjian adalah barang yang menjadi obyek
suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata barang yang menjadi obyek
suatu perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya,
sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian dapat
ditentukan atau diperhitungkan. Selanjutnya Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata
menentukan bahwa barang-barang yang baru akan ada kemudian hari juga dapat
menjadi obyek suatu perjanjian.47
Ad. 4. Suatu sebab yang tidak terlarang (legal cause)
Pasal 1320 ayat (4) KUHPerdata menyebutkan causa/kausa yang
diperbolehkan (geoorloofde corzaak) sebagai salah satu syarat dari suatu
persetujuan, titik berat berada pada perkataan “oorzaak (causa)”. Maka pasal
45
Ibid, hal. 129
46
Ibid, hal. 200
47
tersebut berarti, bahwa untuk sahnya suatu persetujuan causanya harus yang
diperbolehkan. Sebagai penjelasan dari Pasal 1337 KUHPerdata yang mengatakan
bahwa causa adalah tidak diperbolehkan, apabila dilarang oleh undang-undang
atau apabila bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. 48Jadi
dalam hal ini, sebab kenapa perjanjian tersebut dibuat haruslah tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Tujuannya ditetapkan oleh hukum syarat “kausa yang diperbolehkan”
bagi sahnya suatu perjanjian adalah agar orang tidak menyalahgunakan prinsip
kebebasan berkontrak. Karena dikhawatirkan akan ada orang yang
menyalahgunakan kebebasan tersebut, yakni dengan membuat
perjanjian-perjanjian yang bertentangan dengan moral, kesusilaan, kebiasaan, bahkan
bertentangan dengan hukum. Karena prinsip kebebasan berkontrak tersebut
diarahkan oleh hukum ke arah yang baik dan manusiawi, dengan jalan
mensyaratkan “kausa yang diperbolehkan” bagi suatu perjanjian.49
D. Akibat Hukum Adanya Suatu Perjanjian
Perjanjian yang dibuat secara sah, menurut Pasal 1338 KUHPerdata
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikan halnya
jika melanggar suatu perjanjian maka sama seperti melanggar suatu
undang-undang yang mempunyai suatu akibat hukum tertentu berupa sanksi-sanksi seperti
yang telah ditetapkan pada undang-undang.
48
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Mandar Maju, 2011)
hal. 38
49
Selanjutnya dikatakan bahwa suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali
selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Serta harus dilaksanakan dengan
itikad baik.
Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak yang membuatnya,
dan tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan antara para pihak atau
karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu
perjanjian juga haruslah dilaksanakan dengan itikad baik (goeder trouw atau bona
fide atau good faith), demikian yang disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata. Undang-undang mensyaratkan “pelaksanaan” (bukan “pembuatan”) dari suatu perjanjian yang harus beritikad baik.
Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, perjanjian tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang tegas dinyatakan dalam perjanjian saja, tetapi juga untuk segala
sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan
undang-undang. Perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik.50
E. Akibat Wanprestasi dalam Suatu Perjanjian
Prestasi (performance) dari suatu perjanjian adalah pelaksanaan terhadap
hal-hal yang telah diperjanjikan atau yang telah ditulis dalam suatu perjanjian oleh
kedua belah pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu. Jadi, memenuhi prestasi
dalam perjanjian adalah ketika para pihak memenuhi janjinya.51
50
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2005), hal, 338
51
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1234 KUHPerdata, maka prestasi
dari suatu perjanjian terdiri dari:
1. Memberikan sesuatu;
2. Berbuat sesuatu;
3. Tidak berbuat sesuatu.
Prestasi merupakan sesuatu yang harus dipenuhi oleh para pihak. Ketika
prestasi tidak dipenuhi, maka disebut terjadi wanprestasi. Menurut Kamus
Hukum, wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi
janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat
dipersalahkan kepadanya.52 Dengan demikan, wanprestasi adalah suatu keadaan di
mana seorang debitur (berutang) tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi
sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian. Wanprestasi (lalai/alpa)
dapat timbul karena:53
1. Kesenganjaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
2. Adanya keadaan memaksa (overmacht) Ada empat keadaan wanprestasi:54
1. Tidak memenuhi prestasi
2. Terlambat memenuhi prestasi
3. Memenuhi prestasi secara tidak baik
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan
telah lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada
kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu
52
Penerbit, Kamus Hukum, (Bandung: Citra Umbara, 2008), hal. 513
53
P.N.H. Simanjuntak, Op.Cit, hal, 339
54
di luar kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Seorang debitur baru
dikatakan wanprestasi apabila ia telah diberikan somasi oleh kreditur atau juru
sita. Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau juru
sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa
persoalan itu ke pengadilan. Pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah
debitur wanprestasi atau tidak.55Kelalaian ini harus dinyatakan secara resmi, yaitu
dengan peringatan/sommatie oleh juru sita di pengadilan atau cukup dengan surat tercatat atau kawat, supaya tidak mudah dipungkiri oleh si berhutang sebagai
mana diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata, dan peringatan tersebut harus
tertulis.56
Teguran secara tertulis melalui pengadilan ini sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 1238 KUHPerdata sudah tidak berlaku lagi, karena ketentuan ini
telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 3/1963. Oleh karena itu menurut Subekti, cukup ditegur saja secara
pribadi baik lisan atau secara tertulis.57
Ada berbagai kemungkinan tuntutan terhadap debitur yang lalai;
a. Kreditur dapat meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan ini
sudah terlambat.
b. Kreditur dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang
dideritanya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan tetapi
sebagaimana mestinya.
55
Salim H. S, (buku II) Op.Cit., hal. 99
56
Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak Panduan Memahami Hukum Perikatan dan Penerapan Surat Perjanjian Kontrak, (Yogyakarta: Cakrawala, 2012), hal. 20
57
c. Kreditur dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian
kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan
perjanjian.
d. Dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik, kelalaian
satu pihak yang lain untuk meminta kepada hakim supaya perjanjian dapat
dibatalkan disertai dengan permintaan penggantian kerugian (Pasal 1266
KUHPerdata). 58
Berdasarkan ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata, maka penggantian
kerugian dapat dituntut menurut undang-undang, yaitu berupa:
1. Biaya-biaya yang sesungguhnya telah dikeluarkan (konsten) atau,
2. Kerugian yang sesungguhnya menimpa harta benda si berpiutang (schaden)
3. Kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang akan didapat seandainya si berpiutang tidak lalai.
F. Hapusnya Perjanjian
Suatu perjanjian merupakan salah satu sumber yang dapat menimbulkan
perikatan, namun hapusnya perjanjian harus benar-benar dibedakan dengan
hapusnya perikatan, karena perikatan dapat hapus sedangkan perjanjian yang
merupakan sumbernya masih tetap ada. Walaupun pada umumnya jika perjanjian
hapus maka perikatanpun menjadi hapus, sebaliknya jika perikatannya hapus
maka perjanjiannya pun menjadi hapus. Suatu perjanjian dapat hapus, karena:
58