• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL POLA PENGELUARAN WISATAWAN ASING ALA “BACKPACKER” DI YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROFIL POLA PENGELUARAN WISATAWAN ASING ALA “BACKPACKER” DI YOGYAKARTA"

Copied!
202
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PROFIL POLA PENGELUARAN WISATAWAN ASING ALA

“BACKPACKER”

DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh:

DEVI PUTRI MARITHA

F0106029

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan Judul:

PROFIL POLA PENGELUARAN WISATAWAN ASING ALA

“BACKPACKER” DI YOGYAKARTA

Surakarta, 20 Juli 2010

Disetujui dan diterima oleh

(3)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima dangan baik oleh tim Penguji Skripsi Jurusan

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta,

guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

(4)

commit to user MOTTO

Sometimes, in life you don’t always feel like a winner, but that doesn’t mean that you not win

(Lady Gaga)

Jangan pernah takut untuk tidak dicintai, selama kita masih mempunyai

banyak cinta untuk dibagi

(Oppie Andaresta)

Kita tidak pernah benar – benar kehilangan sesuatu karena kita

pun tidak pernah benar – benar memiliki sesuatu

(penulis)

Hanya ada dua jenis manusia di dunia, manusia penuntut

perubahan dan manusia pencipta perubahan

(Pandji Pragiwaksono)

Learn from the past, focus on the present and go forward to the

future bravely! Live, Learn, and Love

(@ihatequotes)

Tidak ada yang tidak mungkin kecuali makan kepalamu sendiri

(5)

commit to user PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah SWT kupersembahkan karya ini untuk:

 Bapak Sumarwoto, SE dan Nyonya Dede Suyanti orang tuaku yang hebat

 Ramak dan Biyung my lovely Grandfather and Grandmother

 Yunitha Putri Dewi my beloved sister

The Djogo’s big family and The Somo’s big family

Mbak tuti and her son Reza for the very big support

Mbak Susi and Family for the big help

 Bangsa dan negara ku Indonesia.

 Sahabat-sahabatku terkasih atas supportnya.

(6)

commit to user KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi rabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT, berkat limpahan rahmat-NYA penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi dengan judul “PROFIL POLA PENGELUARAN WISATAWAN ASING

ALA ”BACKPACKER” DI YOGYAKARTA”.

Latar belakang pemilihan tema kepariwisataan pada penelitian ini adalah

karena dalam banyak literatur telah diungkapkan kontribusi sektor kepariwisataan

pada perekonomian. Dengan berkembangnya kemajuan teknologi dan informasi,

dan turunya biaya berwisata maka dewasa ini berwisata dengan cara murah atau

yang biasa disebut backpacking mulai muncul kembali.Akan tetapi, pada

kenyataanya segmen wisata ini masih dilirik sebelah mata oleh pemerintah

terutama di negara berkembang di Indonesia. Penelitian – penelitian di luar negeri

seperti di Malaysia dan Australia yang menghasilkan dampak pariwisata sektor ini

terhadap masyarakat lokal mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini.

Penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pola

pengeluaran wisatawan asing ala backpacker di Yogyakarta serta karakteristiknya.

Selain itu, penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam

rangka memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini

(7)

commit to user

karena itu, dengan segala kerendahan hati dan kebanggaan, penulis mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak, baik instansi maupun perorangan yang dengan

caranya masing-masing telah membantu kelancaran penelitian ini. Tidak lupa,

peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Drs. BRM. Bambang Irawan, M.Si., selaku pembimbing skripsi yang

dengan sabar telah membimbing, mengarahkan, memotivasi serta

meluangkan waktu dalam penyusunan ide dan penulisan skripsi ini.

2. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi

Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS.

3. Keluarga tercinta atas supportnya, my great parents Mr and Mrs.

Sumarwoto, SE and My sister Yunitha Putri Dewi.

4. Keluarga besar Djogo Dikromo dan Somo Pawiro untuk do’a dan bantuan

baik secara materiil dan non materiil.

5. The one and only gank busuk. Tyas ”the jendral”, kodex, Moer, Kurakura

Nindy, Superdijah, Shreek, Mila Onyeng, Rincex, Piyuth, Gitoet, Vita,

Poe, Cici, Wida & Rena ”the new member”. Onggho ”onyet”, Ucup ”yusuf”, Iyus. Thanks for all the AMAZING BUSUKNESS all this time,

will miss that so bad. And also for Ratih Rara, Farahita ”the model”, Poe ”ibu ibu rocker” akan sangat merindukan kalian, bertumpuk tumpuk di

sebuah kamar kos. Hehe.

6. Teman – teman di Fakultas Ekonomi UNS 2006 terutama EP HoliQ 2006.

(8)

commit to user

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara

langsung maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga

terselesaikannya penelitian ini.

Kritik dan saran masih sangat penulis harapkan dari siapa saja yang peduli

dengan topik penelitian ini. Akhirnya besar harapan agar skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Juli 2010

(9)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAKSI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... . iv

1. Permintaan Dalam Industri Pariwisata ... 22

2. Penawaran Dalam Industri Pariwisata ... 26

F. Backpacker Dalam Pariwisata... 28

1. Sejarah dan Pengertian Backpacker ... 28

2. Backpacker Tourism dan Pengembangan Ekonomi ... 31

(10)

commit to user

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta ... 42

1. Geografis ... 42

2. Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta ... 43

3. Penduduk……….. 45

4. Perekonomian Provinsi………. 46

5. Adat dan Budaya ………. 47

c. Opini responden terhadap komponen penawaran ……… 86

(11)

commit to user

e. Keinginan merekomendasikan Yogyakarta ………. 139

f. Keinginan kembali ke Yogyakarta ……….. 139

g. Pendapat Umum Responden ……… 141

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 144

B. Kendala Penelitian ………. 146

C. Saran ... 147

DAFTAR PUSTAKA ... 151

(12)

commit to user DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.3 Perbandingan Komposisi Pengeluaran Antara

Wisatawan Konvensional dan Wisatawan Backpacker... 6

Tabel 1.4 Perkembanga jumlah wisatawan DIY 2004 - 2008………... 8

Tabel 4.1 Data Pengunjung Unit Taman Wisata Candi Prambanan 2005 s/d 2008 ... 57

Tabel 4.2 Data Kunjungan Wisata di Kraton Yogyakarta ...…. 59

Tabel 4.3 Data Kunjungan Wisatawan di Taman Sari... 60

Tabel 4.4 Karakteristik Demografik Responden ………... 62

Tabel 4.5 Karakteristik Demografik Responden (Umur)... ... ... 63

Tabel 4.6 Karakteristik Tingkat Pendidikan Wisatawan... ……... 63

Tabel 4.7 Negara Asal Wisatawan...………... 64

Tabel 4.8 Latar Belakang Pekerjaan Wisatawan... 65

Tabel 4.9 Karakteristik Perjalanan Wisatawan ……...…….. 66

Tabel 4.10 Intensitas Kunjungan Wisatawan ...………… 67

Tabel 4.11 Transportasi Yang digunakan wisatawan... ...…… 68

Tabel 4.12 Rute Perjalanan Wisatawan ... 69

(13)

commit to user

Tabel 4.14 Destinasi Wisata yang direncanakan dikunjungi

di Yogyakarta ...……... 72

Tabel 4.15 Destinasi Wisata yang telah dikunjungi

di Yogyakarta ………..………...……… 75

Tabel 4.16 Akomodasi yang digunakan selama kunjungan

Wisata di Yogyakarta... ………....……... ... 78

Tabel 4.17 Tempat Makan yang digunakan selama kunjungan

Wisata di Yogyakarta ……….…..……….. 79

Tabel 4.18 Sumber Informasi Tentang Yogyakarta……… 80

Tabel 4.19 Sumber Informasi yang digunakan wisatawan untuk

Merencanakan wisatanya ... ………... 82

Tabel 4.20 Opini Responden Terhadap Bandara di Yogyakarta……….. 84

Tabel 4.22 Opini Responden Terhadap Stasiun Kereta

di Yogyakarta……… 85

Tabel 4.24 Opini Responden terhadap Terminal Bus

di Yogyakarta……….. 86

Tabel 4.26 Opini Responden Terhadap Jaringan Transportasi Lokal

di Yogyakarta……….. 87

Tabel 4.28 Opini Responden Terhadap Pelayanan Kesehatan

di Yogyakarta……… 88

Tabel 4.30 Opini Responden Terhadap Jaringan Telekomunikasi

di Yogyakarta………. 90

(14)

commit to user

di Yogyakarta………. 91

Tabel 4.34 Opini Responden Terhadap Fasilitas Parkir

di Yogyakarta………. 92

Tabel 4.36 Opini Responden Terhadap Infrastruktur

Di Yogyakarta………. 93

Tabel 4.37 Opini Responden Terhadap atraksi Wisata “Landscape”

Di Yogyakarta……….. 95

Tabel 4.39 Opini Responden Terhadap Atraksi Wisata “Mountain”

di Yogyakarta ……….. 96

Tabel 4.41 Opini Responden Terhadap Atraksi Wisata Alam “Beach” Di Yogyakarta ………... 97

Tabel 4.43 Opini Responden tentang Bangunan bersejarah dan Modern

di Yogyakarta ……… 99

Tabel 4.45 Opini Responden Tehadap Built Atraction “Castles”

di Yogyakarta ………. 100

Tabel 4.47 Opini Responden Terhadap Built Atraction Monument

di Yogyakarta ……….. 101

Tabel 4.49 Opini Responden Tehadap Garden & Park yang ada

di Yogyakarta ……….. 103

Tabel 4.51 Opini Responden Terhadap Objek Wisata Museum

di Yogyakarta ……… 104

Tabel 4.53 Opini Responden Terhadap Theathers di Yogyakarta ……. 105

(15)

commit to user

Tabel 4.57 Opini Responden Terhadap History di Yogyakarta ………... 107

Tabel 4.59 Opini Responden Terhadap Carnival di Yogyakarta ……… 108

Tabel 4.61 Opini Responden terhadap Atraksi Wisata Festival

di Yogyakarta ………. 109

Tabel 4.63 Opini Responden Terhadap Infrastruktur

di Yogyakarta………. 111

Tabel 4.64 Opini Responden Terhadap Akomodasi di Yogyakarta …… 112

Tabel 4.66 Opini Reponden Terhadap Bus Trans Jogja ……….. 114

Tabel 4.68 Opini Responden Terhadap Transportasi Bus Umum

di Yogyakarta………. 115

Tabel 4.70 Opini Responden Terhadap Transportasi Tradisional

di Yogyakarta………. 116

Tabel 4.72 Opini Responden Terhadap Transportasi Taksi

di Yogyakarta ……… 117

Tabel 4.74 Opini Responden Terhadap Restoran di Yogyakarta…… 119

Tabel 4.76 Opini Responden Tentang Ketersediaan

Bank/Money Changer di Yogyakarta ……….. 120

Tabel 4.78 Opini Responden terhadap Tourist Information Centre

di Yogyakarta ……….. 122

Tabel 4.79 Opini Responden Terhadap Retail Outlet yang Ada

di Yogyakarta ……… 123

(16)

commit to user

Tabel 4.83 Opini Responden Terhadap Infrastruktur

di Yogyakarta ………. 126

Tabel 4.85 LOS Wisatawan Asing Ala Backpacker

di Yogyakarta ………. 128

Tabel 4. 86 Budget Wisatawan Asing Backpacker Selama Kunjungan

di Yogyakarta ………. 128

Tabel 4.87 Alokasi Budget Para Wisatawan Asing Backpacker untuk

Akomodasi selama di Yogyakarta ……… 129

Tabel 4.88 Alokasi Budget Para Wisatawan Asing Backpacker untuk

Shopping selama di Yogyakarta……….. 130

Tabel 4.89 Alokasi Budget Para Wisatawan Asing Backpacker

untuk Food & Beverages selama di Yogyakarta…………. 130

Tabel 4.90 Alokasi Budget Para Wisatawan Asing Backpacker untuk

Sightseeing selama di Yogyakarta ……….. 131

Tabel 4.91 Alokasi Budget Para Wisatawan Asing Backpacker

untuk transportasi selama di Yogyakarta ………. 132

Tabel 4.92 Alokasi Budget Para Wisatawan Asing Backpacker untuk

Entertainment selama di Yogyakarta ……… 132

Tabel 4.93 Alokasi Budget Para Wisatawan Asing Backpacker

untuk lain – lain selama di Yogyakarta ………. 133

Tabel 4.94 Rata – rata Prosentase Pola Pengeluaran Wisatawan Asing

(17)

commit to user

Tabel 4.95 Perbedaan Pola Konsumsi Antara Wisatawan Backpacker

di Yogyakarta dan Wisatawan Backpacker

Pada Umumnya ……… 135

Tabel 4.98 Keinginan Para Responden Untuk Kembali

Mengunjungi Yogyakarta ………. 136

Tabel 4.97 Kesediaan Wisatawan Untuk Merekomendasikan Yogyakarta

Sebagai Salah Satu Destinasi Pariwisata

Terbaik di Indonesia……… 136

Tabel 5.1 Pola Pengeluaran Wisatawan Asing Ala Backpacker

(18)

commit to user DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Backpacker numbers year on year growth

Australia 2006 ………... 4

Gambar 1.2 Backpacker visitor nights year on year growth

Australia 2006 ……… 5

Gambar 1.5 Grafik Perkembangan penggunaan akomodasi

Hotel Melati dan Hotel Bintang di DIY

tahun 2004 – 2008……… 9

Gambar 4.21 Opini Responden terhadap bandara di Yogyakarta …… 85

Gambar 4.23 Opini Responden terhadap Stasiun Kereta

di Yogyakarta ………. 86

Gambar 4.25 Opini Responden terhadap Terminal Bus

di Yogyakarta……….. 87

Gambar 4.27 Opini Responden terhadap Jaringan Transportasi Lokal

di Yogyakarta ………. 88

Gambar 4.29 Opini Responden terhadap Pelayanan Kesehatan

di Yogyakarta………... 89

Gambar 4.31 Opini Responden terhadap Jaringan Telekomunikasi

di Yogyakarta……… 91

(19)

commit to user

di Yogyakarta……… 92

Gambar 4.35 Opini Responden terhadap Fasilitas Parkir

di Yogyakarta……….. 93

Gambar 4.38 Opini Responden terhadap Atraksi Wisata “Landscape”

di Yogyakarta ………. 96

Gambar 4.40 Opini Responden terhadap Atraksi Wisata “Mountain”

di Yogyakarta……….. 97

Gambar 4.42 Opini Responden terhadap Atraksi Wisata Pantai

di Yogyakarta………. 98

Gambar 4.44 Opini Responden terhadap Bangunan Bersejarah dan Modern

di Yogyakarta ……… 100

Gambar 4.46 Opini Responden terhadap Built Attraction “Castels”

di Yogyakarta ……….. 101

Gambar 4.48 Opini Responden terhadap Built Attraction “Castels”

di Yogyakarta ……… 102

Gambar 4.50 Opini Responden terhadap Garden & Park

di Yogyakarta………. 103

Gambar 4.52 Opini Responden terhadap Garden & Park

di Yogyakarta……….. 105

Gambar 4.54 Opini Responden terhadap Theatres di Yogyakarta……… 106

Gambar 4.56 Opini Responden terhadap Art & Craft

di Yogyakarta ……… 107

(20)

commit to user

Gambar 4.60 Opini Responden terhadap Carnival di Yogyakarta……….. 109

Gambar 4.62 Opini Responden terhadap Festival di Yogyakarta ……… 110

Gambar 4.65 Opini Responden terhadap Akomodasi di Yogyakarta……. 113

Gambar 4.67 Opini Responden terhadap Bus Trans Jogja

di Yogyakarta………. 115

Gambar 4.69 Opini Responden terhadap Bus Umum di Yogyakarta……. 116

Gambar 4.71 Opini Responden terhadap Transportasi Tradisional

di Yogyakarta……….. 117

Gambar 4.73 Opini Responden terhadap Transportasi Taksi

di Yogyakarta ………. 118

Gambar 4.75 Opini Responden terhadap Restoran di Yogyakarta ……… 120

Gambar 4.77 Opini Responden terhadap Bank/Money Changer

di Yogyakarta ……… 121

Gambar 4.79 Opini Responden terhadap Tourist Information Centre

di Yogyakarta ………. 122

Gambar 4.81 Opini Responden terhadap Retail Outlet di Yogyakarta ….. 124

(21)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Demografik Responden ... ... 156

Lampiran 2 Data Budget Responden... ... 169

(22)
(23)

commit to user

ABSTRAKSI

PROFIL POLA PENGELUARAN WISATAWAN ASING ALA

“BACKPACKER” DI YOGYAKARTA

DEVI PUTRI MARITHA

NIM F0106029

Penelitian yang berjudul PROFIL POLA PENGELUARAN ASING ALA

BACKPACKER” DI YOGYAKARTA ini bertujuan untuk (1) megetahui pola pengeluaran backpackers di Yogyakarta, (2) mengetahui karakteristik sosio demografik backpackers di Yogyakarta, (3) mengetahui karakteristik transportasi dan travel para backpacker di Yogyakarta, (4) mengetahui sumber informasi yang digunakan para backpacker yang berada di Yogyakarta dalam merencanakan perjalananya.

Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari penyebaran kuisioner dan wawancara terhadap responden. Sample dari penelitian ini sebanyak 200 orang, dan analisis yang digunakan adalah statistika deskriptif yang pengolahan data nya dibantu dengan SPSS versi 16.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa wisatawan backpacker di Yogyakarta di dominasi oleh wanita (56%), dengan range umur antara 20 – 30 tahun (60%), mereka adalah pelajar/mahasiswa (22,5%) dengan tingkat pendidikan S1(45,5%). Mereka adalah wisatawan dari Eropa (82,50%), melakukan perjalanan secara individu (86,5%) dan menggunakan guidebook untuk merencanakan perjalananya. Mereka tinggal di akomodasi murah (91,5%) dan makan di restoran lokal (63%). Rata – rata lama tinggal mereka 4,57 hari dengan budget rata – rata sebesar Rp.1,655,890,00. Mereka mengalokasikan budget mereka untuk sightseeing (26,47%), akomodasi (25,22%), Food & beverages (22,56%), Shopping (9,48%), transportasi (9,16%), entertaiment (3,58%), dan lain- lain (3,53%).

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah ekspansi promosi wisata ke negara – negara lain tidak fokus pada Eropa saja. Peningkatan pelayanan wisata seperti TIC dan melengkapi informasi wisata untuk membuat wisatawan merasa nyaman dan aman. Penambahan atraksi wisata, seperti karnaval dan festival seni juga sangat diperlukan mengingat wisatawan asing backpacker di Yogyakarta ini tidak fokus pada wisata belanja tetapi pada wisata budaya.

(24)

commit to user ABSTRACT

FOREIGN BACKPACKER TOURIST EXPENDITURE PATTERN PROFILE IN YOGYAKARTA

DEVI PUTRI MARITHA

NIM F0106029

The research entitled Foreign Backpacker Tourist Expenditure Pattern Profile in Yogyakarta has purposes (1) to know the foreign backpacker tourist expenditure pattern in Yogyakarta, (2) to obtain a demographic profile of foreign

backpacker in Yogyakarta (3) to understand backpackers’ transportation and

travel characteristics in Yogyakarta (4) to know the source information that used by backpacker to plan their trip.

This research uses uses primary data that is got from interview and distribute questionnaire to the respondents. This research uses descriptive statistics analysis. Statiscal data were then analysed using the SPSS version 16 software.

The result from this research based on quantitative analysis is that most of the respondents were female (56%), with the age between 20 – 30 years old (69%). Most of the respondents were student (22,5%) with the educational level bachelor degree (45,5%). They were dominated by tourist from Europe (82,50%).The tourist most used guidebook, internet, and recommendation for their source information to plan their trip.Most of the tourists used cheap accomodation (91,5%) and local restaurant (63%). Their LOS in Yogyakarta is 4,57 days. Average budget that they spent about Rp.1,655,890,00. Their average allocate budget for acomodation (25,22%), Sightseeing (26,47%), Food & Beverages (22,56%), Shopping (9,48%), entertainment (3,58%), others (3,53%).

suggestion that can be given more increase tourism service so that make the tourist feel comfortable. Prepare information as complete as - wholy for tourist. More stimulate promotion so that tourism impact more can spread to every regency. Begin to pay attention to backpacker segment as one of [the] local society economics contributor. Increasing tourism attraction also needed, like carnival and festivel, because the backpacker tourist in DIY are not concern to shopping but culture tourism,

(25)
(26)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pariwisata merupakan industri yang terus berkembang di dunia. Sejak lama

pariwisata bagi negara maju telah merupakan bagian dari kebutuhan hidup.

Kegiatan kepariwisataan bahkan sudah merupakan suatu aktivitas dan permintaan

yang wajar. Dengan berkembangnya waktu, kini kegiatan berwisata sudah bukan

merupakan hal yang mahal lagi. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk dapat

berwisata. Salah satu cara adalah dengan “backpacking”. Menurunya biaya

transportasi dan pertumbuhan media komunikasi melalui internet membuat minat

perjalanan wisata backpacking ini terus meningkat (Kompas, 17 Mei 2010).

Backpacking adalah sebuah istilah yang digunakan untuk mencerminkan

sebuah bentuk dari perjalanan berwisata dengan biaya murah

(www.wikipedia.com). Orang yang melakukan perjalanan dengan cara ini biasa di

sebut backpackers. Berikut adalah beberapa definisi mengenai backpacker :

A backpacker is a traveller who spent one night or more in Backpacker/hostel accommodation.”( Bureau of Tourism Statistik Australia tahun 2002)

“They are often traveller with their own intineraries, who drive themselves or use public transport, stay in variety of accomodation, have few pre-planed or pre-purchased trip feature. They visit for longer but with lower daily expanditure, and “tend to visit many different parts of the country off the main tourist track” (Hamilton 1998 dalam Markward 2008).

(27)

commit to user

Sementara dalam Backpacker Market Handout Tourism Australia (2006)

backpacker didefinisikan sebagai wisatawan ber-budget ketat dan suka

berpetualang. Backpacker biasanya merupakan anak muda yang melakukan

perjalanan jauh yang mempunyai banyak tujuan dalam membangun dunia ( Noy

dalam Markward 2008). Kebanyakan penelitian tentang backpacker

mengindikasikan bahwa lebih dari 80% dari backpacker berusia kurang dari 30

tahun (Richard & Wilson dalam Markwad 2008).

Kemunculan istilah backpacker menggambarkan sebuah gaya berwisata

jangka panjang yang independen yang menumbuhkan semangat berwisata anak

muda seperti di Australia, New Zealand and Thailand. Backpacker juga turut

menumbuhkan industri backpacker itu sendiri (WTO, Tourism Market Trend

2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WYSE Travel Confederation

(sebuah organisasi dengan lebih dari 550 anggota mewakili sebuah komunitas

global dari youth travel, student travel, cultural exchange dan international

education specialists), backpacking dan youth travel adalah segmen pariwisata

yang paling cepat tumbuh sekitar 20% dari total wisatawan, dan menghasilkan

sekitar USD 109 milyar setiap tahun (Richard 2007 dalam Backpacking and Youth

Travel in South Afrika)

Studi mengenai backpacker dimulai ketika Cohen (1972) dalam Ian dan

musa (2005) membedakan antara non-institutionalized dan institutionalized

tourist. Bentuk – bentuk dari non-institutionalized tourist terus

(28)

commit to user

a. Drifters, explorers (Cohen 1972 dalam Ian dan Musa 2005);

b. Nomads (Cohen 1973 dalam Ian dan Musa 2005);

c. Youthful travelers (Teas 1974 dalam Ian dan Musa 2005);

d. Wanderers (Vogt 1976 dalam Ian dan Musa 2005);

e. Hitchhikers (Mukerji 1978 dalam Ian dan Musa 2005);

f. Tramping youth (Adler 1985dalam Ian dan Musa 2005)

g. And long-term budget travelers (Riley 1988 dalam Ian dan Musa 2005).

Akan tetapi, pada akhir dekade penelitian menyebut sebuah bentuk baru dari

cara perjalanan tersebut sebagai backpackers (Pearce 1990a, Loker 1993, and

Loker-Murphy and Pearce 1995 dalam Ian dan Musa 2005). Para backpacker itu

sendiri mempunyai karakteristik sebagai berikut :

a. Melakukan perjalanan dalam waktu yang panjang, tidak mempunyai rencana

yang kaku (Cohen 1972,1973, 1982; Vogt 1976; Riley 1988 dalam Nathan,

Yonai dan Dalit 2006).

b. Keterbatasan pada dana yang akan mereka belanjakan (Teas 1974; Riley 1988

dalam Nathan, Yonai dan Dalit 2006)

c. Mereka makan di restoran murah, tidak tinggal di hotel yang mahal (Cohen

1972, 1973; Vogt 1976; Riley 1988; Pearce 1990a, Loker 1993, and

Loker-Murphy and Pearce 1995 dalam Nathan, Yonai dan Dalit 2006).

d. Mencari petualangan, keaslian, dan pengalaman yang mendalam (Nathan,

Yonai dan Dalit 2006)

Meskipun wisata ala backpacker sekarang ini sudah cukup berkembang,

(29)

commit to user

perencanaan pariwisata, terutama di negara – negara Asia Tenggara (Lee Tzan Ian

and Ghazali Musa, 2005). Sangat berbeda dengan apa yang terjadi di Australia.Di

Negara Australia, para backpackers tahun 2006 terhitung 11% dari total

wisatawan asing, atau sekitar 545,200 orang. Laju pertumbuhan backpackers

internasional di Australia rata – rata meningkat sekitar 3% selama 4 tahun

(Gambar 1.1). Lama tinggal pun juga meningkat sebanyak 5% (Gambar 1.2).

Wisata ala backpackers di Australia mampu menghasilkan 2.5 milyar dolar

Australia setiap tahunya (International Backpacker Market Australia, 2006).

Gambar 1.1

Backpacker numbers year on year growth Australia 2006

Sumber :International backpacker market

Gambar 1.2

Backpacker visitor nights year on year growth Australia 2006

(30)

commit to user

Sementara itu penelitian di New Zealand menyebutkan bahwa pada tahun

2005 10,6 % dari total wisatawan adalah backpacker dan dengan total

pengeluaran 9,9% dari total pengeluaran wisatawan internasional. Para

backpacker ini menghasilkan USD 642 pada tahun 2005. Rata – rata lama tinggal

30,5 hari dan menghabiskan sebanyak NZD 2.766 per orang. Sepertiga dari

mereka tinggal lebih dari sebulan penuh. Sebagai perbandingan, wisatawan non

backpacker mempunyai rata – rata lama tinggal 19.3 hari dan menghabiskan NZD

2.993 per orang (Ministry Of Tourism ,2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Lee Tzan Ian dan Ghazali Musa (2005)

tentang backpackers asing di Malaysia menghasilkan pola konsumsi backpackers

di Malaysia serta karakteristiknya. Rata – rata pengeluaran wisatawan

backpackers di Malaysia setiap harinya sekitar USD 59,75. Rata – rata lama

tinggal wisatawan di Malaysia menurut Tourism Malaysia tahun 2004 adalah 6,0

hari, sedangkan menurut penelitian ini rata – rata lama tinggal backpacker di

Malaysia selama 19,5 hari. Perkiraan pengeluaran per orang dari wisatawan

backpacker tersebut adalah sebesar USD 1.165. Dalam penelitian yang dilakukan

oleh Lee Tzan Ian Ghazali Musa (2005) juga menyuguhkan perbedaan pola

pengeluaran antara wisatawan konvensional dan wisatawan backpacker secara

(31)

commit to user Tabel 1.3

Perbandingan Komposisi Pengeluaran Antara Wisatawan Konvensional dan Wisatawan Backpacker

Keterangan Wisatawan Konvensional (%)

Wisatawan Backpacker (%)

Accomodation 36,6 15,6

Local transportation 13,7 11,7

Food and beverages 17,3 25,7

Shopping 20,6 38,2

Others 11,8 8,8

Sumber : Uncovering The International Backpackers to Malaysia 2005

Dari tabel di atas, dapat dilihat perbedaan yang sangat jelas dalam pola

pengeluaran antara wisatawan konvensional dengan wisatawan backpacker.

Wisatawan konvensional menghabiskan 36,5 % dari anggaran mereka untuk

akomodasi, sementara wisatawan backpacker hanya 15,6 % saja. Wisatawan

backpacker lebih banyak menghabiskan biaya untuk berbelanja yaitu sebesar

38,2%.

Wisatawan ala backpacker lebih banyak melakukan pengeluaran pada

berbelanja dan makanan serta minuman. Jika dilihat dari komposisi tersebut,

justru wisatawan segmen backpacker lah yang dapat meningkatkan perekonomian

masyarakat lokal. Karena mereka langsung bersentuhan dan berhubungan dengan

masyarakat lokal. Jika wisatawan konvensional memberikan 36,6% dari budget

mereka untuk para pemilik hotel berbintang, maka para backpaker justru

memberikan 38,2% dari budget mereka untuk para pedagang cindera mata, baju,

oleh – oleh, makanan, minuman, yang notabene masyarakat biasa.

Indonesia termasuk dalam rangkaian wisata backpacker Asia Tenggara yang

(32)

commit to user

2005). Melihat fenomena tersebut, sudah selayaknya Indonesia sebagai negara

yang terkenal dengan wisatanya mulai juga memperhatikan segmen wisata

backpacker. Berkembangnya dan munculnya kembali wisata ala backpackers

merupakan peluang bagus bagi Indonesia. Dengan keanekaragaman yang dimiliki

dan harga yang relatif terjangkau, Indonesia dapat memberikan surga bagi para

backpackers. Hampir di semua daerah tujuan wisata di Indonesia mempunyai

daerah khusus backpackers.

Virgies Travel Guide yang ditayangkan di Metro TV misalnya,

menghadirkan lima kampung backpacker terbaik di Indonesia dalam segmen top

five list pada episode 24 , Minggu 29 November 2008. Top five list tersebut

menghadirkan Popies Lane (Kuta, Bali) sebagai peringkat pertama, di susul oleh

Sosrowijayan (Yogyakarta), kemudian Jalan Jaksa (Jakarta Pusat) sebagai

peringkat ke tiga, dan peringkat keempat Monkey Forest (Ubud, Bali) dan posisi

terakhir di tempati oleh Prawirotaman (Yogyakarta).

Melihat komposisi lima kampung backpacker terbaik di atas, dapat dilihat

Yogyakarta mampu menempatkan dua daerah di jajaran top five list tersebut. DIY

sebagai daerah tujuan wisata ke dua setelah Bali, memang sudah seharusnya

selalu berusaha menjadi yang terbaik dalam menyediakan sarana wisata bagi

wisatawanya. Bahkan, Yogyakarta baru-baru ini mendapatkan penghargaan

sebagai kota tujuan wisata terbaik tahun 2009 sehingga berhak mendapatkan ITA

(Indonesian Tourism Award) yang untuk pertama kalinya diadakan Departeman

(33)

commit to user

Denpasar,Malang, Surabaya, Tana Toraja, Manado, Kutai Kertanegara, Badung

(Bali), Solo, dan Lombok Barat.

Pariwisata memang merupakan sektor andalan DIY dalam meningkatkan

pendapatan daerah. Dengan keanekaragaman budaya dan alam yang ada, sektor

pariwisata DIY mampu menyumbangkan pendapatan sebesar Rp.

56.712.059.189,93 terhadap PAD DIY tahun 2007. Walaupaun sempat mengalami

penurunan di tahun 2006, akan tetapi jumlah kunjungan wisata DIY kini sudah

kembali pulih.

Tabel 1.4

Perkembangan Wisatawan DIY tahun 2004 – 2008 (berdasarkan pemakaian akomodasi)

Tahun Hotel Melati Jumlah Hotel Bintang Jumlah

Wisnus Wisman Wisnus Wisman

2004 440.754 8.388 449.142 635.514 95.013 730.527 2005 428.147 11.215 439.362 539.302 92.273 631.575 2006 337.991 10.492 348.483 498.691 67.653 566.344 2007 558.304 17.281 575.585 587.893 85.943 673.836 2008 559.805 21.136 580.941 596.296 107.524 703.816

Sumber : Statistik Kepariwisataan 2008 Dinas Pariwisata Prov. DIY

Keterangan :

Wisman :Wisatawan Mancanegara

Wisnus : Wisatawan Nusantara

Pada tabel 1.4 tersebut, dapat dilihat bahwa pada tahun 2006 terjadi

penurunan yang sangat besar yaitu sebesar 156.110 wisatawan. Hal ini

dikarenakan pada tahun 2006 DIY terkena bencana alam gempa bumi. Akan tetapi

di tahun 2007 jumlah kunjungan wisatawan mulai naik kembali dan bahkan

(34)

commit to user

Dari data di atas (tabel 1.4) juga dapat dilihat bahwa sekitar 40 % dari para

wisatawan yang datang setiap tahunya memilih untuk menghabiskan kunjungan

mereka dengan menggunakan hotel Melati yang notabene lebih murah.

Perkembangan para peminat hotel ini pun juga realtif meningkat setiap

tahunya.Berikut perkembangan dari penggunaan akomodasi para wisatawan di

DIY dari 2004 – 2008 :

Gambar 1.5

Grafik Perkembangan penggunaan akomodasi Hotel Melati dan Hotel Bintang di DIY tahun 2004 – 2008

Sumber : Data diolah dari statistik Kepariwisataan 2008 Dinas Pariwisata Prov DIY

Jika kita lihat pada gambar 1.5 , tingkat pemilihan penggunaan hotel melati

oleh para wisatawan terus meningkat tiap tahunya. Bahkan ketika tahun 2006

penurunanya tidak setajam seperti yang terjadi pada hotel bintang. Dengan terus

berkembangnya ketersediaan tempat tinggal yang murah (ex : hotel melati,

pondok wisata) di Yogyakarta, serta dioperasikanya Bus Trans Jogja yang

semakin memudahkan dijangkaunya tujuan wisata dengan harga yang murah,

maka akan meningkatkan potensi minat para backpacker untuk mengunjungi

(35)

commit to user

Dengan segala potensi alam dan pencapaian yang telah di raih Yogyakarta,

bukan hal yang tidak mungkin mengembangkan backpacking tourism menjadi

salah satu sektor andalan pariwisata Yogyakarta. Oleh karena itu, melihat

besarnya sumbangsih backpacking tourism terhadap perekonomian lokal, maka

penelitian ini dibuat untuk dapat memberikan gambaran mengenai profil

keberadaan para wisatawan backpacker yang ada di Yogyakarta.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pembahasan dari skripsi ini akan

dibatasi pada pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah profil dan gambaran umum pola pengeluaran wisatawan asing

ala backpacker di Yogyakarta ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah penulis jabarkan sebelumnya

maka tujuan dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan karakteristik sosio demografik backpackers di

Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui dan karakteristik transportasi dan travel para

backpacker di Yogyakarta

3. Untuk mengetahui sumber informasi yang digunakan para backpacker

yang berada di Yogyakarta dalam merencanakan perjalananya

(36)

commit to user

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan gambaran yang memadai mengenai keberadaan dan potensi

minat backpacker di Yogyakarta

2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DIY

dalam membuat rencana pariwisata kedepanya.

3. Sebagai referensi peneliti lain dalam mengembangan penelitian tentang

(37)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pariwisata

Pariwisata merupakan konsep yang sangat multidimensional (Diarta &

Pitana 2009). Beberapa pengertian pariwisata dipakai oleh para praktisi dengen

tujuan dan perspektif yang berbeda sesuai tujuan yang ingin dicapai. Menurut UU

No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata

adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta

layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan

Pemerintah Daerah.

Secara etimologis kata periwisata berasal dari bahasa sansekerta, yaitu „pari‟

yang berarti banyak, berkali – kali, berputar – putar, dan „wisata‟ yang berarti

perjalanan atau berpergian. Sinonim dengan pengertian „tour‟ (perjalanan ke

tempat lain dengan sesuatu maksud dan dilakukan lebih dari 24 jam). Pengertian

yang lebih luas untuk kata „pariwisata‟ dapat dijabarkan sebagai berikut (Yoeti,

2001:xix) :

a. Wisata : perjalanan

b. Wisatawan : orang yang melakukan perjalanan

c. Pariwisata : perjalanan yang dilakukan dari suatu tempat ke

tempat lain

(38)

commit to user

Diarta dan Pitana (2009) merumuskan bahwa semua definisi tentang

pariwisata mengandung beberapa ciri pokok yaitu :

1. Adanya unsur travel (perjalanan), yaitu pergerakan manusia dari satu

tempat ke tempat lainya.

2. Adanya unsur „tinggal sementara‟ di tempat yang bukan merupakan

tempat tinggal biasanya, dan

3. Tujuan utama dari pergerakan manusia tersebut bukan untuk mencari

penghidupan/pekerjaan di tempat yang dituju.

Selanjutnya, Matthieson dan Wall (dalam Diarta & Pitana 2009)

mengatakan bahwa pariwisata mencakup tiga elemen, yaitu :

1) A dynamic element, yaitu travel ke suatu destinasi wisata

2) A static elemen, yaitu singgah di daerah tujuan, dan

3) A consequential element, yaitu akibat dari dua hal di atas (khususnya

terhadap masyarakat lokal), yang meliputi dampak ekonomi, sosia dan fisik

dari adanya kontal dengan wisatawan.

Pada hakekatnya berpariwisata adalah suatu proses kepergian sementara

dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan

kepergianya adalah berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi,

sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan, maupun kepentingan lain seperti

sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar.

Istilah pariwisata berhubungan erat dengan perjalanan pariwisata, yaitu

(39)

commit to user

tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang

menghasilkan upah (Yoeti, 2001:xix)

Dengan demikian dapat dikatakan dengan tujuan antara lain untuk

mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat

juga karena kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olahraga untuk

kesehatan, konvensi, keagamaan, dan keperluan usaha lainya. (Suwantoro,

1997:3-4).

B. Jenis – Jenis Pariwisata

Adapun jenis dan macam pariwisata adalah sebagai berikut ( Yoeti,

1985 :111) :

1. Menurut letak geografisnya dimana kegiatan pariwisata berkembang.

a. Pariwisata Lokal (local Tourism). Yaitu pariwisata setempat yang

mempunyai ruang lingkup relatif sempit dan terbatas pada tempat tertentu

saja.

b. Pariwisata Regional (Regional Tourism). Yaitu kegiatan pariwisata yang

berkembang di suatu tempat atau daerah yang lingkupnya lebih luas dari

pariwisata lokal tetapi lebih sempit dari pariwisata nasional.

c. Pariwisata Nasional ( National Tourism).

Jenis pariwisata ini dibagi menjadi 2 yaitu :

1 Pariwisata Nasional dalam arti sempit yaitu kepariwisataan yang

berkembang dalam wilayah suatu negara dimana adalah seorang

(40)

commit to user

2 Pariwisata nasional dalam arti luas yaitu kegiatan kepariwisataan

yang berkembang di suatu negara selain kegiatan wisatawan

domestik juga terdapat wisatawan asing.

d. Pariwisata Regional – Internasional (Regional – International Tourism).

Yaitu kepariwisataan yang berkembang di suatu wilayah internasional

yang terbatas pada Negara tertentu seperti pariwisata ASEAN.

e. Pariwisata Internasional (International Tourism). Yaitu kegiatan

kepariwisataan yang berkembang di seluruh Negara.

2. Menurut pengaruhnya terhadap neraca pembayaran

a.Pariwisata aktif (In Bound Tourism). Yaitu pariwisata yang ditandai

dengan gejala masuknya wisatawan asing ke suatu negara yang

dikunjungi.

b.Pariwisata pasif (Out Going Tourism). Yaitu pariwisata yang ditandai

dengan gejala keluarnya wisatawan ke luar negeri atau ke suatu negara

asing yang dikunjungi.

3. Menurut alasan atau tujuan dari pelaksanaan wisata.

a.Pariwisata bisnis (Business Tourism). Yaitu jenis pariwisata dimana

pengunjung datang untuk tujuan usaha dagang, dinas, seminar,

simposium, dan lain – lain.

b.Vocational Tourism. Yaitu jenis pariwsata dimana pengunjung datang

(41)

commit to user

c.Widya Wisata ( Educational Tourism). Yaitu jenis pariwisata dimana

pengunjung datang dengan tujuan untuk melakukan studi atau

mempelajari ilmu pengetahuan.

4. Menurut waktu berkunjung

a.Pariwisata musiman (Seasional Tourism). Yaitu jenis pariwisata dimana

kegiatanya berlangsung pada waktu tertentu.

b.Occational Tourism. Yaitu pariwisata yang kegiatanya dihubungkan

dengan acara tertentu.

5. Menurut objeknya

a. Pariwisata Budaya ( Cultural Tourism). Yaitu jenis pariwisata dimana

motivasi orang untuk melakukan perjalanan wisata disebabkan karena

daya tarik seni budaya suatu tempat atau daerah.

b. Pariwisata Kesehatan (Recuperational Tourism). Yaitu jenis pariwisata

dimana orang yang melakukan perjalanan wisata adalah untuk

penyembuhan suatu penyakit.

c. Pariwisata komersial (Comercial Tourism). Yaitu jenis pariwisata dimana

orang dilibatkan dengan kegiatan – kegiatan dagang nasional maupun

internasional.

d. Pariwisata Olahraga (Sport Tourism). Yaitu jenis pariwisata dimana orang

yang melakukan perjalanan wisata bertujuan untuk menyaksikan suatu

(42)

commit to user

e. Pariwisata Politik (Political Tourism). Yaitu jenis pariwisata dimana orang

yang melakukan perjalanan wisata dengan tujuan untuk menyaksikan suatu

peristiwa yang berhubungan dengan kegiatan suatu negara.

f. Pariwisata Agama (Religiaon Tourism). Yaitu jenis pariwisata dimana

orang yang melakukan perjalanan wisata dengan tujuan untuk

menyaksikan atau menjalankan kegiatan keagamaan.

C. Pengertian Wisatawan

Menurut UU No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan yang dimaksud

dengan wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Wisata itu sendiri adalah

kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan

mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau

mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu

sementara. Menurut International Union of office Travel Organization (IUOTO),

yang dimaksud wisatawan adalah setiap pengunjung yang tinggal paling sedikit

24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 6 bulan ditempat yang dikunjunginya dengan

maksud kunjungan antara lain :

a. Berlibur, rekreasi, dan olahraga

b. Bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, kunjungan dengan alas an

kesehatan, atau kegiatan keagamaan.

Sedangkan Yoeti (1982:130) menyimpulkan bahwa seseorang dikatakan

wisatawan apabila :

a. Perjalanan tersebut dilakkan lebih dari 24 jam

(43)

commit to user

c. Orang yang melakukan tidak untuk mencari nafkah di tempat atau

Negara yang dikunjunginya

D. Tipologi Wisatawan

Wisatawan dapat diklasifikasikan dengan menggunakan berbagai dasar.

Menurut Murphy (1985) dalam Diarta & Pitana (2009) ,pada prinsipnya dasar –

dasar klasifikasi tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu :

1) Berdasarkan interaksi ( Interactional Type)

Pada tipologi berdasarkan interaksi ini, penekannya pada sifat – sifat

interaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal.

2) Berdasarkan Kognitif – Normatif ( Cognitive- Normative model)

Pada tipologi berdasarkan kognitif normatif lebih ditekankan pada motivasi

yang melatarbelakangi perjalanan.

Cohen (1972) mengklasifikasikan wisatawan atas dasar tingkat familiarsi

dari daerah yang akan dikunjungi, serta tingkat pengorganisasian perjalanan

wisatanya (Diarta & Pinata 2009). Atas dasar ini, Cohen menggolongkan

wisatawan ke dalam empat kelompok, yaitu :

1. Drifter, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali

belum diketahuinya, yang berpergian dalam jumlah kecil.

2. Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur

perjalananya sendiri tidak mau mengikuti jalan – jalan wisata yang sudah

umum melainkan mencari hal yang tidak umum (off the beaten track).

Wisatawan seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan standart lokal

(44)

commit to user

3. Individual Mass Tourism, yaitu wisatawan yang hanya mau menyerahkan

pengaturan perjalananya kepada agen perjalanan, dan mengunjungi daerah

tujuan wisata yang sudah terkenal

4. Organized Mass Tourism, yaitu wisatawan yang hanya mau mengunjungi

daerah tujuan wisata yang sudah dikenal, dengan fasilitas seperti yang sudah

ditemuinya di tempat tinggalnya, dan perjalanannya selalu dipandu oleh

pemandu wisata.

Sedangkan Smith (1977 dalam Diarta & Pitana 2009 ) mengklasifikasikan

wisatawan menjadi tujuh, yaitu :

1. Explorer, yaitu wisatawan yang mencari perjalanan baru dan berinteraksi

secara intensif dengan masyarakat lokal, bersedia menerima fasilitas

seadanya.

2. Elite, yaitu wisatawan yang mengunjungi daerah tujuan yang belum di

kenal, tetapi dengan pengaturan terlebih dahulu, dan bepergian dalam

jumlah yang kecil.

3. Off-Beat, yaitu wisatawan yang mencari atraksi sendiri, tidak ikut ke tempat

– tempat sudah ramai dikunjungi. Biasanya wisatawan seperti ini siap

menerima fasilitas seadanya di tempat lokal.

4. Unusual, yaitu wisatawan yang dalam perjalananya sekali waktu juga

mengambil aktivitas tambahan, untuk mengunjungi tempat – tempat baru

atau melakukan kativitas yang agak beresiko. Meskipun dalam aktivitas

tambahanya bersedia menerima fasilitas apa adanya tetapi program

(45)

commit to user

5. Incipient, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan secara individual

atau dalam kelompok kecil, mencari daerah tujuan wisata yang mempunyai

fasilitas standar tetapi masih menawarkan keaslian (authenticity).

6. Mass, yaitu wisatawan yang berpergian ke daerah tujuan wisata dengan

fasilitas yang sama seperti di daerahnya, atau bepergian ke daerah tujuan

wisata dengan environmental bubble yang sama. Interaksi dengan

masyarakat lokal sangat kecil, terkecuali dengan mereka yang langsung

berhubungan dengan usaha pariwisata.

7. Charter, yaitu wisatawan yang mengunjungi daerah tujuan wisata dengan

lingkungan yang mirip dengan daerah asalnya, dan biasanya hanya untuk

bersantai/bersenang – senang. Mereka berpergian dalam jumlah besar dan

meminta fasilitas berstandar internasional.

Dalam pendekatan kognitif – normatif, Plog (1972) dalam Diarta & Pitana

(2009) mengembangkan tipologi wisatawan sebagai berikut :

1. Allocentric, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi tempat – tempat yang

belum diketahui, bersifat petualangan (adventure), memanfaatkan fasilitas

yang disediakan masyarakat lokal.

2. Psychocentric, yaitu wisatawan yang hanya mau mengunjungi daerah tujuan

wisata yang sudah mempunyai fasilitas dengan standar yang sama dengan

negaranya sendiri. Mereka melakukan perjalanan wisata dengan program

(46)

commit to user

3. Mid-centric, terletak diantara allocentric dan psychocentric

Berdasarkan perilaku wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata, Gray

(1970) membedakan wisatawan menjadi dua, yaitu (Diarta & Pitana 2009) :

1. Sunlust tourist, adalah wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah dengan

tujuan utama untuk beristirahat atau relaksasi. Wisatawan tipe ini

mengharapkan keadaan iklim, fasilitas, makanan, dan lain – lain yang sesuai

standar negara asalnya.

2. Wanderlust tourist, adalah wisatawan yang perjalanan wisatanya di dorong

oleh motivasi untuk mendapatkan pengalaman baru, mengetahui

kebudayaan baru, ataupunn mengagumi keindahan alam yang belum pernah

dilihat. Wisatawan seperti ini lebih tertarik pada DTW yang mampu

menawarkan keunikan budaya atau pemandangan alam yang mempunyai

nilai pembelajaran tinggi.

E. Industri Dalam Pariwisata

Menurut UU No. 10 tahun 2009 tetntang kepariwisataan yang dimaksud

dengan Industri pariwisata adalah adalah kumpulan usaha pariwisata yang

saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi

pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

Industri Pariwisata dapat dipandang sebagai sebuah sub-sistem dari

sistem pariwisata secara keseluruhan ( Diarta & Pitana 2009 ). Yoeti (2008)

membagi Industri pariwisata kedalam dua sisi yaitu sisi permintaan (demand)

(47)

commit to user 1. Permintaan dalam Industri Pariwisata

Permintaan dapat diartikan sebagai hubungan fungsional yang

menunjukkan jumlah barang yang akan dibeli dengan harga tertentu pada

waktu tertentu (Yoeti : 2008). Permintaan (demand) dapat ditinjau dari dua sisi

yaitu sisi ekonomi dan psikologi. Sisi ekonomi menyangkut gejala – gejala

permintaan dalam hubunganya dengan keseluruhan faktor – faktor ekonomi,

sedangkan sisi psikologis meninjau persoalan ini dari sisi manusia dalam

menentukan pilihhanya untuk membeli sesuatu barang kebutuhanya.

Yoeti (2008) menyebutkan bahwa permintaan dalam industri pariwisata

dapat dibagi menjadi dua yaitu potential demand dan actual demand. Potential

demand adalah sejumlah orang yang berpotensi untuk melakukan perjalanan

wisata (karena memiliki waktu luang dan punya tabungan relatif cukup).

Sedangkan yang dimaksud dengan actual demand adalah orang – orang yang

sedang melakukan perjalanan wisata pada suatu DTW (Daerah Tujuan Wisata)

tertentu.

Permintaan terhadap barang dan jasa industri pariwisata ditentukan oleh

faktor – faktor umum dan khusus. Berikut ini adalah hal – hal yang secara

umum mempengaruhi permintaan terhadap industri pariwisata (Yoeti, 2008):

a. Purchasing Power (Kekuatan Untuk Membeli)

Kekuatan/Kemampuan untuk membeli ini sangat bergantung pada

dispopable income yang erat kaitanya dengan standar hidup. Lebih dari 4/5

(48)

commit to user

nya berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata ke negara – negara

berkembang (Yoeti, 2008).

b. Demographic Structure and Trend

Besarnya jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk akan

mempengaruhi permintaan terhadap produk industri pariwisata. Negara yang

memiliki penduduk banyak tetapi pendapatan per kapita kecil jelas memiliki

kesempatan kecil untuk melakukan perjalanan wisata. Faktor lain adalah

struktur usia penduduk. Penduduk yang masih muda dengan pendapatan rata –

rata relatif tinggi akan lebih besar pengaruhnya daripada penduduk yang

berusia tua (pensiunan) (Yoeti, 2008).

c. Social And Cultural Factors

Industrialisasi tidak hanya menghasilkan struktur pendapatan masyarakat

relatif tinggi, juga meningkatkan pemerataan pendapatan dalam masyarakat

sehingga memungkinkan orang mempunyai kesempatan untuk melakukan

perjalanan wisata untuk menghilangkan kejenuhan bekerja, menghilangkan

stress, sehingga melakukan rekreasi sudah merupakan keharusan (Yoeti, 2008).

Dengan meningkatnya waktu senggang dan adanya liburan yang dibayar

(paid vacation) membuat orang – orang berkecenderungan sering melakukan

perjalanan wisata ke DTW (Daerah Tujuan Wisata) yang mereka inginkan

mencari pengalaman yang melihat negeri yang belum pernah dikunjungi

(49)

commit to user

d. Travel Motivation and Attitudes

Motivasi untuk melakukan perjalanan wisata sangat erat hubunganya

dengan kondisi sosial dan budaya masyarakatnya. Robert W. Macintosh dalam

Yoeti (2008) membagi motivasi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata

menjadi empat, yaitu :

1. Motivasi Fisik

Orang – orang melakukan perjalanan wisata, tujuanya untuk

mengembalikan keadaan fisik yang sudah lelah karena bekerja terus. Mereka

perlu beristirahat dan bersantai, melakukan kegiatan olahraga, agar sekembali

dari perjalanan wisata bergairah dan bersemangat kembali waktu masuk kerja.

2. Motivasi Kultural

Orang – orang tergerak hatinya untuk melakukan perjalanan wisata

disebabkan ingin melihat dan menyaksikan tingkat kemajuan kebudayaan suatu

bangsa, baik kebudayaan di masa lalu maupun apa yang sudah dicapainya

sekarang, di samping ingin melihat dan menyaksikan adat istiadat, kebiasaan

hidup (the way of life) suatu bangsa yang berbeda dengan apa yang dimiliki

negara lain.

3. Motivasi Personal

Orang – orang ingin melakukan perjalanan wisata karena adanya

keinginan untuk mengunjungi sanak keluarga yang sudah lama tidak bertemu

(50)

commit to user

4. Motivasi Status dan Prestise

Ada orang – orang tertentu yang beranggapan dengan melakukan

perjalanan wisata dapat meningkatkan status dan prestise keluarga,

menunjukkan mereka memiliki kemampuan ketimbang orang lain.

e. Opportunities to travel and Tourism Marketing Intensity

Adanya intensif untuk melakukan perjalanan wisata sekarang ini akan

meningkatkan perjalanan wisatawan ke seluruh dunia. Kesempatan untuk

melakukan perjalanan wisata itu tidak hanya karena biaya perjalanan yang

ditanggung perusahaan, juga memberi kesempatan kepada keluarga ikut

melakukan perjalanan wisata, anak istri mendampingi suami dalam

berpartisipasi dalam suatu konferensi tertentu.

Sedangkan berikut ini adalah faktor – faktor yang menentukan

permintaan khusus terhadap DTW tertentu yang akan dikunjungi, yaitu (Yoeti,

2008):

a. Harga

Faktor harga sangat menentukan dalam persaingan antara sesama tour

operator. Sering terjadi, paket wisata untuk suatu DTW yang sama ditawarkan

dengan harga berbeda. Bila perbedaan dalam fasilitas tidak berbeda banyak,

biasanya calon wisatawan akan lebih suka memilih harga paket wisata yang

lebih murah. Hampir pada kebanyakan indutri jasa soal harga biasanya

masalah kedua untuk menentukan permintaan yang diinginkan. Yang penting

adalah kualitas harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan sesuai dengan

(51)

commit to user

b. Daya tarik wisata

Biasanya keputusan untuk melakukan perjalanan lebih banyak

menyangkut pemilihan DTW yang akan dikunjungi. Pemilihan DTW ini lebih

banyak ditentukan oleh daya tarik yang terdapat di DTW yang akan

dikunjungi, apakah sesuai dengan keinginan wisatawan/anggota rombongan

yang menjadi peserta tour (Yoeti, 2008).

c. Kemudahan berkunjung

Asesibilitas ke DTW yang akan dikunjungi banyak mempengaruhi

pilihan wisatawan. Biasanya wisatawan menginginkan tersedianya macam –

macam transportasi yang dapat digunakan dengan harga yang bervariasi. Biaya

transportasi akan mempengaruhi biaya perjalanan secara keseluruhan (Yoeti,

2008).

d. Informasi dan layanan sebelum kunjungan

Wisatawan biasanya ingin bila tersedia pre-travel service di DTW yang

mereka kunjungi. Keberadaan TIC ( Tourist Information Centre) pada DTW

juga sangat brepengaruh untuk membantu para wisatwan dalam menjalankan

rancangan perjalanan wisata mereka (Yoeti, 2008).

2. Penawaran Dalam Industri Pariwisata

Dalam ilmu ekonomi, penawaran (supply) diartikan sejumlah barang,

produk, atau komoditi yang tersedia dalam pasar yang siap untuk dijual kepada

konsumen yang membutuhkanya. Penawaran (supply) dapat juga diartikan

(52)

commit to user

Pengertian penawaran dalam pariwisata meliputi semua macam produk

dan pelayanan/jasa yang dihasilkan oleh kelompok perusahaan industri

pariwisata sebagai pemasok, yang ditawarkan baik kepada wisatawan yang

datang secara langsung atau yang membeli melalui Agen Perjalanan (AP) atau

Biro Perjalanan Wisata (BPW) sebagai perantara (Yoeti, 2008).

Komponen penawaran pariwisata secara garis besar dapat

diklasifikasikan sebagai berikut (Yoeti, 2008) :

1.Infrastruktur

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah semua fasilitas yang

diperuntukkan bagi kepentingan umum (termasuk juga wisatawan yang

berkunjung) yang memungkinkan orang banyak merasa memperoleh

kemudahan, kenyamanan bila datang berdiam atau datang berkunjung pada

DTW tersebut (Yoeti, 2008). Beberapa komponen infrastruktur antara lain :

airport, railway station, bus station, electricity, parking area, telekomunication

network, health care, transportation network, dan sebagainya.

2.Atraksi Wisata

Atraksi Wisata ini dapat di bagi lagi menjadi (Yoeti, 2008):

a.Natural Attraction, antara lain terdiri dari : Landscape, Mountain,

Beaches, Flora, Fauna, dan sebagainya.

b.Built Attraction, antara lain terdiri dari : historic & modern building,

mosques, castles, monuments, gardens & parks dan sebagainya.

c.Cultural Attractions, antara lain terdiri dari: Museums, Theatres, Art &

(53)

commit to user 3.Superstruktur

Superstruktur adalah segala fasilitas pendukung yang dibutuhkan oleh

wisatawan selama bekunjung ke sebuah DTW. Berbeda dengan infrastruktur,

yang dimaksud dengan superstructure adalah semua perusahaan yang

sesungguhnya tidak begitu penting bagi mereka yang bukan wisatawan, akan

tetapi sangat berarti bagi wisatwan. Komponen yang termasuk dalam

supersructure adalah accomodation, restaurant, transportation equipment, TIC

(Tourist Information Centre) , Bank/MC, Retail Outlet, dan sebagainya (Yoeti,

2008).

F. Backpacker dalam pariwisata

1. Sejarah dan Pengertian backpacker

Menurut wikipedia, backpacking secara historis diartikan sebagai perjalanan

wisata yang berbiaya rendah. Bermula di tahun 1970an, pada awal mulanya

backpacker ini adalah mereka kaum hippie di benua Eropa yang melakukan dan

menikmati perjalanan jauh dalam rangka mencari Tuhan serta jati diri mereka

dalam interaksi mereka selama perjalanan dengan orang- orang di

sekitarnya.Terkadang perjalanan yang mereka lakukan sampai melintasi benua.

Karena perjalanan yang jauh, uang menjadi salah satu hal yang tidak pernah

cukup jika menggunakan transportasi yang mahal. Oleh karena itu umumnya para

backpacker mencari transportasi dengan biaya termurah dan penginapan termurah

yang bisa didapat. Perjalanan ala backpacker ini pada intinya terdapat tiga unsur ,

(54)

commit to user

a. Menikmati alam (menikmati perjalanan)

b. Mengenal diri sendiri

c. Menikmati komunikasi dengan sang pencipta.

Penelitian awal mengenai backpacker ini demulai ketika Cohen (1972)

membedakan wisatawan menjadi dua yaitu non-institutionalized dan

institutionalized (Markward 2008). Non-institutionalized tourist terdiri dari

drifter dan eksplorer yang menggambarkan tentang wisatawan dengan interaksi

dengan masyarakat lokal tinggi serta penggunaan fasilitas lokal. Sementara

Institutionalized tourist terdiri dari Individual Mass Tourism dan Organized Mass

tourism yang menggambarkan wisatawan dengan standar fasilitas tertentu.

Seiring dengan berkembangnya jaman, penelitian mengenai

non-institutionalized terus berkembang. Akan tetapi, pada akhir dekade penelitian

menyebut bentuk baru dari non-institutionalized tourist tersebut sebagai

backpackers hinga saat ini (Pearce 1990a, Loker 1993, and Loker-Murphy and

Pearce 1995 dalam Ian dan Musa 2005). Pearce mendifinisikan backpacker

sebagai wisatawan yang melakukan hal – hal di bawah ini :

a. Pemilihan dalam akomodasi yang murah

b. Interaksi sosial dengan wisatawan lain

c. Independen dan fleksibilitas dalam rencana wisata

d. Lama melakukan perjalanan wisata lebih dari wisatawan konvensional

e. Ketertarikan pada kegiatan informal

Mereka menggambarkan backpacker itu sebagai seorang wisatawan muda,

(55)

commit to user

perjalanan yang terorganisir. Para backpacker ini mempunyai sedikit kontak

dengan industri pariwisata dan berusaha membagi gaya hidup mereka pada siapa

mereka berinteraksi. Para backpacker itu sendiri mempunyai karakteristik sebagai

berikut :

a. Melakukan perjalanan dalam waktu yang panjang, tidak mempunyai rencana

yang kaku (Cohen 1972,1973, 1982; Vogt 1976; Riley 1988 dalam Nathan,

Yonai dan Dalit 2006).

b. Keterbatasan pada dana yang akan mereka belanjakan (Teas 1974; Riley 1988

dalam Nathan, Yonai dan Dalit 2006)

c. Mereka makan di restoran murah, tidak tinggal di hotel yang mahal (Cohen

1972, 1973; Vogt 1976; Riley 1988; Pearce 1990a, Loker 1993, and

Loker-Murphy and Pearce 1995 dalam Nathan, Yonai dan Dalit 2006).

d. Mencari petualangan, keaslian, dan pengalaman yang mendalam (Nathan,

Yonai dan Dalit 2006)

Walaupun dari literatur – literatur tersebut membagi karakteristik tertentu

yang berbeda dari wisatawan institusional, mereka (backpacker) bukanlah

kelompok yang homogen. Faktanya karakteristik dari kelompok ini juga di susun

dari waktu ke waktu untuk mencerminkan perubahan nilai dari masyarakat.

2. Backpacker Tourism dan Pengembangan Ekonomi Lokal

Hubungan antara pariwisata dan pengembangan ekonomi dari sebuah negara

telah banyak di bahas dalam berbagai literatur seperti Hampton (1998), Hamzah

(1997), Jarvis (2004), Riley (1988), Scheyvens (2002), Spreitzhofer (2002) and

(56)

commit to user a. Dampak Ekonomi

Segmen wisata ala backpacker, mempunyai banyak dampak positif terutama

bagi perekonomian masyarakat lokal. Hampton (2009) memberikan beberapa

dampak ekonomi yang ditimbukan dari backpacker seperti di bawah ini :

a. Devisa dan Kebocoran ( Foreign Exchange and Leakages)

Meskipun jika dibandingkan dengan wisatawan konvensional

backpacker menghasilkan devisa yang lebih kecil, akan tetapi backpacker

lebih unggul dalam rata – rata lama tinggal (Longer Average Length of Stay )

sehingga backpacker mempunyai pengeluaran yang lebih tinggi di sebuah

negara per wisatawan. Wisatawan konvensional mengalami tingkat

kebocoran hingga 70% sedangkan backpacker hanya sekitar 30% (Hampton

2009).

b. Hubungan dengan Ekonomi Lokal (Lingkages with Local Economic)

Wisatawan konvensional lebih suka menggunakan barang – barang

impor (bermerk), akan tetapi backpacker menggunakan produk – produk

lokal (makanan,transportasi, dan sebagainya)(Hampton, 2009). Dengan kata

lain, segmen backpacker mempunyai hubungan yang lebih kuat dengan

perkembangan ekonomi lokal dari pada wisatawan konvensional (Hampton

2009) .

b. Infrastruktur dan Kepemilikan

Sering menjadi perdebatan, bahwa backpacker hanya membutuhkan

infrastruktur yang “minimalis” yang berarti akan menjadikan investasi berkurang

(57)

commit to user

“Thus, this category of traveler is not so concerned about amenities (e.g. plumbing), restaurants (e.g. westernized food), and transportation (e.g. air conditioning) geared specifically to the tastes of the mass tourist. If a budget traveler place has an appeal to Western tastes (e.g.banana pancakes), it requires minimal infrastructure”(Riley 1988 dalam Ian dan Musa 2005).

Infrastruktur yang biasa digunakan wisatawan konvensional biasanya

dibangun dengan investasi pihak asing. Sebaliknya, industri – industri kecil yang

digunakan oleh para backpacker biasanya didirikan/dimiliki oleh masyarakat lokal

dan memperkerjakan masyarakat lokal/keluarga mereka (Ian dan Musa 2005).

Itu berarti, ketika backpacker menggunakan fasilitas ini berarti para

backpacker ini ikut berkontribusi secara langsung terhadap pengembangan

ekonomi masyarakat lokal. Lebih jauh Hampton (2009) mengatakan walaupaun

infrastruktur yang digunakan wisatawan konvensinal lebih banyak menghasilkan

lapangan kerja langsung, akan tetapi mana yang lebih baik menjadi cleaning

service di Hotel berbintang atau memiliki sebuah guest house ? Industri Low

capital needs seperti ini akan lebih banyak memunculkan kepemilikan

kepemilikan lokal. Biasanya penghasilan yang di dapat lenih tinggi dari pada

pertanian, perikanan, atau sektor informal lainya (Hampton, 2009).

Regina Scheyvens (2002) mengelompokkan menjadi dua kriteria bagaimana

backpacker dapat memfasilitasi pengembangan masyarakat lokal. Dua kriteria

tersebut adalah :

a) Economic Development Criteria

(1) Menghabiskan lebih banyak uang karena mempunyai waktu tinggal

Gambar

  Tabel 1.3
Gambar 1.5 Grafik Perkembangan penggunaan akomodasi  Hotel Melati dan Hotel
Tabel 4.1 Data Pengunjung Unit Taman Wisata Candi Prambanan
  Tabel 4.2
+7

Referensi

Dokumen terkait