• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya Callina pada Umur Petik dan Umur Tanaman Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya Callina pada Umur Petik dan Umur Tanaman Berbeda"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

KRITERIA KEMATANGAN PASCAPANEN BUAH

PEPAYA CALLINA PADA UMUR PETIK DAN

UMUR TANAMAN BERBEDA

JAMILUDIN SUGITO

A24100188

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya Callina pada Umur Petik dan Umur Tanaman Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

JAMILUDIN SUGITO. Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya Callina pada Umur Petik dan Umur Tanaman Berbeda. Dibimbing oleh KETTY SUKETI dan WINARSO DRAJAD WIDODO.

Pemanenan dan penanganan pascapanen yang dilakukan dengan benar dan tepat waktu dapat meningkatkan umur simpan buah. Percobaan ini bertujuan mendapatkan kriteria kematangan pascapanen, kriteria umur simpan, dan kriteria akumulasi satuan panas pepaya Callina dari beberapa umur petik pada umur tanaman berbeda. Percobaan dilaksanakan pada bulan April hingga November 2014 di kebun petani pepaya Desa Leuwisadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak split plot dengan 3 ulangan. Petak utama adalah umur tanaman sedangkan anak petak adalah umur petik. Umur tanaman pada populasi tanaman pepaya berumur 9 bulan dan tanaman pepaya berumur 15 bulan, sedangkan perbedaan umur petik buah yaitu 120, 125, 130, 135, dan 140 hari setelah antesis. Umur tanaman tidak mempengaruhi kriteria kematangan pascapanen pepaya Callina pada 6 skala warna kulit buah. Umur petik buah mempengaruhi umur simpan, kekerasan kulit buah, kekerasan daging buah, padatan terlarut total, dan kandungan vitamin C. Umur petik terbaik dicapai pada 125 HSA (akumulasi satuan panas sebesar 2 185.75 oC hari) karena memiliki kandungan mutu kimia dan mutu fisik yang baik dengan umur simpan 9 hari. Pepaya Callina dapat dipanen pada 120 HSA dengan akumulasi satuan panas 2 107.67 oC hari. Umur simpan terlama pepaya Callina diperoleh pada umur petik 120 HSA dengan umur simpan 10 hari yang tidak berbeda dengan umur petik 125 HSA. Umur simpan terpendek pepaya Callina selama 4–5 hari diperoleh pada umur petik 135 dan 140 HSA.

(6)

ABSTRACT

JAMILUDIN SUGITO. Criteria of Postharvest Ripeness of Callina Papaya Fruit in Different Harvesting Date and Planting Age. Supervised by KETTY SUKETI and WINARSO DRAJAD WIDODO.

Harvesting and postharvest handling with good practices and timely can increase shelf life of fruit. This experiment aims to get the maturity criteria of postharvest ripeness, shelf life, and heat unit accumulation of Callina papaya of some harvesting date on different planting age. The experiment was conducted at

the papaya farmer’s garden in Leuwisadeng, Bogor and Postharvest Laboratory,

Department of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University in April to November 2014. The research was arranged by split plot randomized block design with 3 replication. The main plot was planting age while sub plot was harvesting date. The planting age at papaya population that was 9 and 15 months, while difference harvesting date of fruit that was 120, 125, 130, 135, and 140 Days After Anthesis. Planting age doesn’t effect criteria for post–harvest maturity of Callina papaya on 6 colour scale of skin fruit. Harvesting date effect the shelf life, skin fruit hardness, flesh fruit hardness, total soluble solid content, and vitamin C content. The best harvesting date was achieved in 125 DAA (heat unit accumulation 2 185.75 oC day) because the chemical quality and physical quality was good with the shelf life was 9 days. Callina papaya can be harvested on 120 DAA with heat unit accumulation 2 107.67 oC day. The longest shelf life for Callina papaya obtained at harvesting date 120 DAA with 10 days of shelf life that not different with harvesting date 125 DAA. The shortest shelf life for Callina papaya during 4–5 days obtained at harvesting date 135 and 140 DAA.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

KRITERIA KEMATANGAN PASCAPANEN BUAH

PEPAYA CALLINA PADA UMUR PETIK DAN

UMUR TANAMAN BERBEDA

JAMILUDIN SUGITO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya Callina pada Umur Petik dan Umur Tanaman Berbeda

Nama : Jamiludin Sugito NIM : A24100188

Disetujui oleh

Dr Ir Ketty Suketi, MSi Pembimbing I

Ir Winarso Drajad Widodo, MS, PhD Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Segala puji hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya Callina pada Umur Petik dan Umur Tanaman Berbeda. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dan sebagai tugas akhir Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari peranan berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungannya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Bapak Sugito dan Ibu Juanah serta seluruh keluarga atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

2. Dr Ir Ketty Suketi, MSi dan Ir Winarso Drajad Widodo, MS, PhD sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan panduan dan bimbingannya selama penelitian ini berlangsung.

3. Ir Megayani Sri Rahayu, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis belajar di Institut Pertanian Bogor.

4. Dr Ani Kurniawati, SP, MSi sebagai dosen penguji pada ujian tugas akhir yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini.

5. Keluarga besar Beastudi Etos LPI DD Republika yang telah memberikan fasilitas beasiswa dan pembinaan pengembangan diri selama 6 semester penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor.

6. Keluarga besar Genksi Social Fund (GSF) beasiswa alumni IPB angkatan 14 yang telah memberikan dukungan beasiswa pada tahun 2014–2015.

7. Ibu Uun Unaesih, Ibu Siti, Bapak Anwar, Ibu Andayani, Kakak Anni Kholida, Kakak Yaghi Permana, dan Kakak Endro Prasetyo yang telah memberikan nasihat, saran, dan masukan kepada penulis selama belajar di Institut Pertanian Bogor.

8. Keluarga Edelweiss 47 serta teman–teman yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Pepaya 2

Panen 3

Pascapanen 4

Produksi etilen 5

METODE PENELITIAN 5

Tempat dan Waktu Percobaan 5

Bahan Percobaan 5

Peralatan Percobaan 5

Prosedur Percobaan 6

Pengamatan 7

Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Rekapitulasi Sidik Ragam 11

Umur simpan 12

Mutu Fisik 14

Mutu Kimia 15

KESIMPULAN DAN SARAN 17

Kesimpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

(14)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi sidik ragam 11

2 Satuan panas dan umur simpan pepaya 13

3 Kualitas fisik pepaya Callina pada skala warna 5 14 4 Kualitas kimia pepaya Callina pada skala warna 5 15

DAFTAR GAMBAR

1 Keragaan tanaman pepaya pada umur tanaman berbeda 6

2 Pengukuran susut bobot buah pepaya Callina 8

3 Perubahan warna kulit buah pepaya Callina 8

4 Pengukuran kekerasan buah pepaya Callina 9

5 Perubahan warna kulit buah pepaya Callina hasil penelitian 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi pepaya Callina 21

2 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap

umur simpan pepaya Callina 21

3 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap

susut bobot pepaya Callina 21

4 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap

kekerasan kulit buah pepaya Callina 22

5 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap

kekerasan daging buah pepaya Callina 22

6 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap

padatan terlarut total pepaya Callina 22

7 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap

asam tertitrasi total pepaya Callina 23

8 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pepaya (Carica papaya L.) dari keluarga Caricaceae adalah salah satu jenis buah yang diusahakan secara komersial di banyak negara. Pepaya mengandung nutrisi yang tinggi diantaranya vitamin A, vitamin C, kalsium, dan karbohidrat. Potensi luar biasa secara komersial menjadikan pepaya sebagai komoditas yang diutamakan di India (Singh et al. 2012). Jumlah konsumsi per kapita nasional tahun 1990–2011 mencapai 2.738 kg, pada urutan ke–3 terbanyak dikonsumsi setelah pisang dan rambutan (PKHT 2013). Produksi pepaya tahun 2013 mencapai 871 282 ton (BPS 2015), dengan total volume ekspor dan volume impor masing–masing sebesar 468 dan 299 ton (PKHT 2013). Jika dikaitkan data volume ekspor terhadap data produksi pepaya nasional, jumlah konsumsi per kapita, dan volume impor sangat memprihatinkan, bahkan nilai ekspor–impor pepaya pada tahun 2012 menunjukkan bahwa nilai ekspor hanya mencapai 22 101 US dolarsedangkan nilai impor sebesar 70 241 US dolar (Ditjenhort 2013).

Hal–hal yang menyebabkan nilai komoditas pepaya menurun yaitu kualitas pepaya yang tidak sesuai standarisasi GHP (Good Handling Practices) dan tidak memenuhi keinginan konsumen. Penanganan pascapanen yang baik dan benar diperlukan untuk menghasilkan kualitas buah yang menjamin keamanan pangan dan memenuhi keinginan konsumen. Berdasarkan BSN (2009), ketentuan minimum varietas komersial dari pepaya (Carica papaya L.) famili Caricaceae yang dipasarkan untuk konsumsi segar setelah penanganan dan pengemasan adalah utuh, penampilan buah segar, bertekstur padat, layak konsumsi, bersih, bebas dari benda–benda asing yang tampak, bebas dari hama dan penyakit, bebas dari memar, bebas dari kerusakan akibat temperatur rendah dan atau tinggi, bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal, bebas dari aroma dan rasa asing, dan tangkai buah memiliki panjang tidak lebih dari 3 cm. Mengacu pada PKBT (2004), penampilan fisik adalah hal pertama yang dilihat konsumen saat memilih buah–buahan. Sifat–sifat buah pepaya yang diinginkan untuk konsumsi segar adalah berukuran kecil–medium (0.5–1.0 kg per buah) atau besar (bobot buah kurang dari 3 kg per buah), warna daging buah jingga sampai merah, mempunyai warna kulit hijau dengan warna merah–jingga di selanya, rongga buah kecil, kulit buah halus, buah dari bunga hermafrodit, bentuk lonjong, tekstur padat, rasa manis dan tidak ada pahitnya atau rasa getah, shelf life lama, dan beraroma khas.

(16)

2

melalui udara harus dipertimbangkan dengan manajemen yang tepat seperti suhu, jenis kultivar, dan stadia kematangan buah. Suhu panas atau dingin selama penanganan pascapanen dapat menimbulkan kerugian yang sangat signifikan pada tingkat konsumen (Nunes et al. 2006).

Pemanenan dan penanganan pascapanen buah yang dilakukan dengan benar dan tepat waktu dapat meningkatkan umur simpan buah (Suketi et al. 2010a). Salah satu masalah penanganan pascapanen adalah penentuan indeks panen yang masih belum dikembangkan. Hal ini mempengaruhi mutu dan kualitas pepaya akibat terlalu cepat atau lambat dilakukan pemetikan. Semakin tua umur panen atau semakin lama waktu simpan, persentase warna kulit buah yang berwarna kuning semakin besar, dan buah semakin lunak (Suketi et al. 2007).

Tanaman pepaya Callina mulai berbunga pada umur 4 bulan setelah tanam dan buah dapat dipanen pada umur 8.5 bulan setelah tanam (PKBT 2010), namun belum ada penelitian yang menjelaskan irama pertumbuhan dan perkembangan buah pepaya. Berdasarkan hasil penelitian PPKKI (2010) pada tanaman kakao periodisitas musim berbunga dipengaruhi oleh umur tanaman dan berhubungan dengan irama pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Pada tanaman muda pertumbuhan didominasi oleh pertumbuhan vegetatif, kemudian setelah berumur 3–4 tahun pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan berjalan berurutan bahkan didominasi oleh perkembangan yaitu pembungaan dan pembentukan buah. Penelitian tentang penyimpanan pascapanen pepaya telah banyak dilakukan, namun hasil yang diperoleh belum memuaskan karena informasi indeks panen belum tersedia. Intensitas pembungaan pada umur tanaman tertentu akan berkolerasi dengan kualitas dan kuantitas buah pepaya yang dihasilkan. Informasi mengenai kisaran umur tanaman pepaya Callina yang optimal dalam menghasilkan kualitas dan kuantitas buah akan sangat membantu dalam memperkirakan umur produksi kebun pepaya yang diupayakan dalam usaha pertanian. Budidaya dalam skala besar memerlukan lebih banyak informasi tentang sifat fisiologi tanaman pepaya pada beberapa umur tanaman yang akan berguna bagi manajemen budidaya untuk efisiensi dan optimalisasi produksi buah pepaya yang diusahakan secara komersial. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang kriteria kematangan panen, kriteria umur simpan, dan kriteria akumulasi satuan panas pepaya Callina dari beberapa umur petik pada umur tanaman berbeda.

Tujuan Penelitian

Percobaan ini bertujuan mendapatkan kriteria kematangan pascapanen, kriteria umur simpan, dan kriteria akumulasi satuan panas pepaya Callina dari beberapa umur petik pada umur tanaman berbeda.

TINJAUAN PUSTAKA

Pepaya

Tanaman pepaya banyak dibudidayakan baik di daerah tropis maupun

(17)

3

atau di daerah–daerah dataran dan pegunungan sampai ketinggian 1 000 m dpl (BAPPENAS 2000). Secara umum tanaman pepaya tumbuh optimal pada ketinggian 200–500 m dpl. Pertumbuhan pepaya menjadi lambat dan memiliki rasa kurang manis pada ketinggian di atas 500 m dpl, selain itu penanaman pepaya pada dataran tinggi menyebabkan mudah terserang penyakit karena kelembaban udara relatif tinggi (Sujiprihati dan Suketi 2009). Tanaman pepaya tumbuh dengan baik pada lahan dengan pH 6–7.5 atau pH netral. Pada pH netral unsur hara utama, seperti nitrogen, fosfor, kalium, belerang, kalsium, dan magnesium tersedia dalam jumlah optimal. Pepaya tergolong tanaman yang memerlukan cahaya penuh (Kalie 1999). Tanaman pepaya yang mendapat sinar matahari dalam jumlah banyak lebih cepat berbunga dan berbuah, mempercepat proses pemasakan buah dan mempengaruhi kemanisan buah. Curah hujan yang sesuai dengan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman pepaya adalah berkisar antara 1 500 sampai 2 000 mm/tahun. Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman pepaya

berkisar antara 22 sampai 26 oC, sedangkan suhu minimum 15 oC dan suhu maksimum 43 oC (BPTBT 2008). Pada penelitian lain tanaman pepaya berproduksi secara optimal pada suhu 25 sampai 30 oC dan cocok ditanam pada daerah curah hujan 1 000–2 000 mm/tahun dengan bulan kering (CH<600 mm) selama 3–4 bulan (Sujiprihati dan Suketi 2009).

Pepaya digolongkan dalam 3 kelas mutu, yaitu kelas super, kelas A, dan kelas B. Kelas super merupakan buah bermutu paling baik, mencerminkan ciri varietas komersial, bebas dari kerusakan atau presentasi kerusakan sangat kecil. Kelas A merupakan buah bermutu baik memiliki kriteria dengan kerusakan kecil yaitu sedikit penyimpangan pada bentuk, sedikit kerusakan pada kulit buah, dan total kerusakan tidak lebih 1% dari luas permukaan kulit. Kelas B merupakan buah bermutu baik memiliki kriteria dengan kerusakan yang diperbolehkan, yaitu penyimpangan pada bentuk, penyimpangan warna, kerusakan pada kulit buah, sedikit terdapat serangan hama dan penyakit, total kerusakan maksimum 15% dari luas permukaan kulit, dan tidak mempengaruhi daging buah (BSN 2009).

Panen

Pepaya dipanen pada stadium mendekati matang pohon, yakni setelah buah menunjukkan garis–garis menguning (Sunarjono 2007). Tanaman pepaya dapat dipanen setelah berumur 9–12 bulan. Buah pepaya yang dipetik harus menunjukkan tanda–tanda kematangan, yaitu warna kulit buah mulai menguning. Namun banyak petani yang memetik buah pepaya saat buah belum terlalu matang. Periode panen pepaya pada umumnya dilakukan setiap 10 hari (DPTP Jawa Barat). Berdasarkan penelitian Suketi (2011) buah pepaya genotipe IPB 9 dapat dipanen pada stadia kematangan buah 25% yaitu pada 130 Hari Setelah Antesis (HSA). Stadia kematangan tersebut merupakan awal waktu pemanenan yang sudah tepat untuk buah pepaya yang bersifat klimakterik dan dikonsumsi pada stadia kematangan buah 75% (140 HSA). Mengacu pada BPPT (2007) pemanenan

pepaya dilakukan pada pagi hari (pukul 07.00–10.00) atau sore hari (pukul 15.00–17.00) dalam keadaan cerah. Setiap pohon diperkirakan dapat

(18)

4

Pascapanen

Tanaman pepaya merupakan jenis tanaman buah–buahan tropis yang tergolong cepat menghasilkan. Tingkat kemasakan buah pepaya biasanya dibagi menjadi 5 kriteria, yaitu: 1) Buah muda, buah muda adalah buah yang masih dalam proses pertumbuhan dan pembentukan ke arah tingkat buah tua. Bentuk, bobot, dan komposisi buah masih belum utuh dan belum lengkap. Kulit buah berwarna hijau muda dan mengandung banyak getah. Daging buah dan biji masih berwarna putih. Bila dipetik masih mengeluarkan banyak getah. Bila diperam atau dikarbit buah akan masak tidak sempurna. Kulit dan daging buah berwarna pucat dan rasanya tawar bahkan terasa pahit. 2) Buah tua (green mature stage), buah tua ditandai dengan warna kulit yang masih hijau. Getah sudah banyak berkurang dan encer. Daging buah masih keras, tetapi bagian dalamnya mulai tampak perubahan warna. 3) Buah mengkal (firm ripe stage), buah mengkal ditandai dengan kulit buah mulai menguning, terutama di bagian ujung buah. Daging buah masih keras, tetapi bagian dalam telah berubah warna. 4) Buah masak (ripe stage), seluruh kulit buah telah berubah warna menjadi kuning atau kuning kemerahan. Daging buah seluruhnya telah lunak dan berwarna kuning atau merah menyala. Rasanya manis segar, beraroma, dan berair banyak. 5) Buah masak bonyok (over ripe stage), buah sudah terlalu masak. Kulit dan daging buah sangat lembek. Rasa daging buah sudah tidak enak dan ada rasa pahitnya. Pada beberapa bagian buah tersebut terdapat antraknosa (BPTBT 2008). Buah pepaya genotipe IPB 9 memiliki daya simpan selama 6–7 hari (Suketi 2011).

Proses penanganan pascapanen meliputi sortasi, pencucian, pencelupan fungisida, pengeringan, klasifikasi berdasarkan mutu (grading), dan pengemasan (Kwok et al. 1999). Penanganan pascapanen bertujuan meningkatan kualitas dan mutu pepaya untuk memenuhi standar GHP (Good Handling Practices) dan memenuhi keinginan konsumen (PKBT 2004). Hasil penelitian Basulto et al. (2009) tentang indikator kematangan pascapanen pepaya Maradol menjelaskan bahwa perubahan warna kulit buah disebabkan oleh kenaikan luminositas (kecerahan) dan warna kuning, bukan karena hilangnya warna hijau. Perubahan warna kulit yang dijadikan indikator memberikan banyak informasi tentang indeks kematangan pascapanen buah pepaya. Skala warna kulit buah pada tahap kematangan tertentu meliputi matang hijau dengan warna hijau penuh, skala 1 dengan warna hijau disertai garis kuning muda, skala 2 dengan warna hijau disertai garis kuning lebih banyak, skala 3 dengan satu atau lebih garis–garis warna jingga, skala 4 dengan warna jingga dan sebagian hijau muda, skala 5 dengan warna jingga penuh yang merupakan karakteristik pepaya Maradol, dan skala 6 sama seperti skala 5 hanya saja warna jingga lebih gelap. Berdasarkan nilai warna dan sifat kematangan buah, skala 1 dan 2 adalah waktu yang tepat pemanenan buah pepaya untuk pengiriman jarak jauh (ekspor), sementara buah yang dipanen pada skala 3 untuk pasar lokal. Hasil penelitian Kwok et al. (1999) menjelaskan bahwa buah pepaya Eksotika untuk ekspor dipanen pada saat skala warna 2, skala 3 untuk pasar lokal, sementara skala 4, 5, dan 6 dianggap terlalu matang untuk penanganan dan pengangkutan.

(19)

5

pepaya yang sudah sesuai untuk dikonsumsi karena memiliki kandungan Padatan Terlarut Total (PTT) paling tinggi yang tidak berbeda dengan skala 6 dan tingkat kekerasan (firm) yang sesuai (Basulto et al. 2009). Hasil penelitian Bari et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan vitamin C pada stadia kematangan awal meningkat kemudian menurun pada buah yang disimpan sampai mendekati busuk, berdasarkan hal tersebut skala 6 sangat rentan dengan kondisi busuk yang memiliki kandungan air berlebih sehingga kandungan vitamin C sangat mudah hilang.

Produksi Etilen

Etilen dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan dan pemasakan, secara fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005 uL/L) (Wills et al. 1998). Kemasakan buah klimakterik seperti pepaya (Carica papaya L.) diduga disebabkan oleh aktivitas gas etilen disertai proses penyusutan yang mempengaruhi kualitas pascapanen dan kerusakan buah (Ahmad et al. 2013).

Etilen secara alami berperan sangat penting pada proses fisiologi pascapanen, baik yang bersifat menguntungkan maupun yang merugikan, diantaranya mempercepat senesen dan menurunkan umur simpan, memicu respirasi klimakterik, mempercepat, dan menyeragamkan pemasakan (Kays 1997).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan dilaksanakan pada bulan April hingga November 2014. Penandaan buah dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2014 di kebun milik petani pepaya seluas 1.5 hektar dengan jumlah pohon pepaya sebanyak 3 511 pohon pada 2 umur tanaman berbeda yaitu 9 bulan dan 15 bulan. Lokasi kebun di Desa Leuwisadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Pengujian pascapanen dilaksanakan pada bulan September 2014 di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB Darmaga, Bogor.

Bahan Percobaan

Bahan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah buah pepaya Callina dengan umur petik dan umur tanaman berbeda. Deskripsi pepaya Callina disajikan pada Lampiran 1. Bahan perlakuan yang digunakan yaitu larutan natrium hipoklorit 5.25% sebagai desinfektan, larutan iodine 0.01 N, NaOH 0.1 N, indikator Phenolphthalein, tepung kanji, dan aquades.

Peralatan Percobaan

(20)

6

Prosedur Percobaan

Penandaan buah

Penandaan buah dilakukan pada bulan April 2014 di kebun pepaya milik petani Desa Leuwisadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Penandaan buah dilakukan untuk mendapatkan buah pepaya dengan umur petik yang diinginkan. Bunga yang ditandai adalah bunga dari tanaman hermafrodit. Penandaan buah dilakukan dengan cara menentukan terlebih dahulu waktu panen, dihitung mundur sesuai dengan umur petik setelah antesis. Buah dipanen serentak dengan umur petik yang telah ditentukan yaitu 120, 125, 130, 135, dan 140 HSA pada umur tanaman 9 dan 15 bulan sehingga dalam sekali panen terdapat buah pepaya dengan 5 umur petik berbeda pada masing–masing umur tanaman berbeda. Mengacu pada Kalie (1999), penandaan dilakukan setiap hari diantara pukul 08.00–10.00 pagi yang merupakan waktu bunga hermafrodit mekar penuh.

Keragaan tanaman pepaya pada umur tanaman berbeda (Gambar 1). Pemupukan dilakukan 3 bulan sekali dengan dosis 300 g ZA, 200 g Urea, 250 g TSP, dan 250 g KCl per pohon.Pengendalian hama dilakukan 1 minggu sekali dengan pengaplikasian pestisida dan penyiangan gulma dilakukan 1 bulan sekali.

(a) (b)

Gambar 1 Keragaan tanaman pepaya pada umur tanaman berbeda; (a) umur 15 bulan, (b) umur 9 bulan.

Pemanenan, pengangkutan, dan penanganan buah

Pemanenan buah pepaya dilakukan pada 120, 125, 130, 135, dan 140 hari setelah antesis (HSA). Pepaya yang dibutuhkan untuk sekali panen sebanyak 15 buah pada masing–masing populasi umur tanaman, sehingga buah yang dibutuhkan sekali panen berjumlah 30 buah. Mengacu pada BPPT (2007) pemanenan buah dilakukan pagi hari pada pukul 07.00–10.00 dengan cara dipetik untuk menghindari terjadinya goresan atau luka.

(21)

7

Buah yang sudah kering dicelupkan ke dalam larutan natrium hipoklorit 5.25% selama 30 detik untuk mengendalikan cendawan yang terdapat pada kulit buah, ini mengacu pada hasil penelitian Suketi et al. (2015). Buah pepaya Callina yang telah dicelupkan kedalam larutan tersebut kemudian diletakkan ke dalam stoples ukuran 5 L.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan dalam percobaan meliputi suhu harian rata–rata, bobot buah, kekerasan daging buah dan kulit buah, padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), dan kandungan vitamin C.

Suhu Harian Rata–rata

Pencatatan suhu harian dilakukan dengan memasang termometer maksimum–minimum di lapangan. Pengamatan suhu maksimum dan suhu minimum dilakukan setiap hari di lapang untuk menentukan satuan panas yang diterima buah pepaya Callina selama proses perkembangan buah dari bunga antesis hingga pemanenan. Akumulasi panas yang diterima selanjutnya disebut satuan panas. Menurut Leclerc (2003), secara umum tanaman Angiospermae dengan tipe fotosisntesis C4 masih dapat melangsungkan proses fotosintesis pada suhu 5–10 oC kemudian mulai meningkat setelah melebihi suhu 10 oC dan meningkat signifikan setelah melebihi suhu 20 oC. Goldsworthy dan Fisher (1992) menjelaskan bahwa pengaruh fotoperiode dan suhu harian rata–rata terhadap hari penanaman sampai pembungaan pada perlakuan kultivar kacang Tunggak peka fotoperiode menunjukkan fotoperiode kritis pada suhu 10 oC. Berdasarkan hal tersebut maka suhu dasar yang digunakan sebesar 10 oC. Menurut Boote dan Gardner (1998), akumulasi panas yang diterima diperoleh melalui penjumlahan rata–rata suhu maksimum dan suhu minimum dikurangi suhu dasar. Berikut

Menurut Zulkarnain (2009) satuan panas mempengaruhi metabolisme dan penyerapan nutrisi mineral oleh tanaman karena proses fotosintesis dan transpirasi meningkat seiring dengan meningkatnya suhu sampai batas maksimal.

Susut Bobot

Persamaan untuk menghitung hasil susut bobot buah mengacu pada hasil penelitian Suketi et al. (2015), yaitu:

(22)

8

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menimbang buah pepaya pada hari ke–0 setelah panen sebagai bobot awal dan pada saat buah matang sebagai bobot akhir. Ilustrasi pengukuran susut bobot terdapat pada Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2 Pengukuran susut bobot buah pepaya Callina; (a) bobot awal buah, (b) bobot akhir buah.

Warna kulit buah

Mengacu pada penelitian Suketi et al. (2010b) dan Suketi et al. (2015) perubahan warna kulit buah berdasarkan 6 skala warna kulit buah, yaitu muncul semburat warna kuning pada kulit buah (stadia I), warna kuning 25–49% pada kulit buah (stadia II), warna kuning 50–74% pada kulit buah (stadia III), warna kuning diatas 75% pada kulit buah (stadia IV), warna kuning penuh 100% pada kulit buah (stadia V), dan lewat matang (over ripe). Hal ini sesuai dengan pengamatan Kwok et al. (1999), yaitu nilai 1 = hijau; 2 = hijau semburat kuning pada pangkal buah; 3 = hijau lebih banyak dari pada kuning; 4 = kuning lebih banyak dari pada hijau; 5 = kuning sedikit hijau pada ujung buah; 6 = kuning penuh atau orange. Hasil penelitian Suketi et al. (2015) menjelaskan indeks skala

warna ≥ 4 dijadikan acuan dalam menentukan umur simpan buah. Hal ini berdasarkan kriteria layak jual dan konsumsi karena telah mencapai matang.

Perubahan warna kulit buah yang diamati mengacu pada penelitian Suketi et al. (2010b) dan Suketi et al. (2015) pada 6 skala warna kulit buah pepaya (Gambar 3).

Sumber: Suketi et al. (2015)

Gambar 3 Perubahan warna kulit buah pepaya Callina Kekerasan daging dan kulit buah

(23)

9

pengukuran kekerasan daging buah, sedangkan pengukuran kekerasan kulit buah dilakukan tanpa pengupasan buah. Pengukuran dilakukan saat buah matang yaitu pada skala 5 warna kulit buah. Satuan yang diperoleh dari alat adalah mm/50 g/5 detik dan data dikonversi ke dalam satuan mm/g/detik. Ilustrasi pengukuran kekerasan daging buah dan kulit buah dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4 Pengukuran kekerasan buah pepaya Callina; (a) kekerasan kulit buah, (b) kekerasan daging buah.

Padatan terlarut total

Padatan terlarut total (PTT) diukur menggunakan alat hand refractometer. Pengukuran dilakukan dengan cara: buah dikupas dan dipotong–potong, kemudian dihancurkan dengan blender hingga halus. Beberapa tetes dari cairan hasil blender diambil dan diteteskan pada permukaan prisma hand refractometer. PTT dapat diketahui dengan melihat angka yang tertera pada skala alat. Satuan yang digunakan adalah oBrix. Pengukuran PTT dilakukan saat buah masak yaitu warna kuning penuh 100% (Stadia V).

Asam tertitrasi total

Asam tertitrasi total (ATT) diukur dengan metode titrimetri. Pengukuran kandungan ATT buah dengan cara menghancurkan daging buah sebanyak 25 g kemudian disaring dengan menambahkan aquades dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, larutan diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan 2 tetes indikator Phenolphthalein, kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1 N hingga larutan berubah menjadi warna merah muda. Titrasi dilakukan 2 kali. Pengukuran dilakukan saat buah matang. Mengacu pada Sibarani et al. (1986), kandungan ATT dalam buah dihitung dengan menggunakan persamaan:

Asam Tertitrasi Total (mg/100 g bahan) = ml NaOH x 0.1 N x fp x100 Bobot contoh (g) Keterangan:

N = Normalitas larutan NaOH (0.1 N) Fp = Faktor pengenceran (100 ml/25 ml) Kandungan vitamin C

(24)

10

100 ml. Pengukuran kandungan vitamin C dilakukan dengan cara menghancurkan daging buah sebanyak 25 g kemudian disaring dengan menambahkan aquades dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, larutan diambil sebanyak 25 ml dan diberi 3–4 tetes indikator larutan amilum kemudian dititrasi dengan iodine. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna biru tua yang stabil. Mengacu pada Sudarmadji et al. (1984), kandungan vitamin C dihitung menggunakan persamaan:

Vitamin C (mg/100 mg bahan) = ml Iodine 0.01 N x 0.88 x fp x 100 Bobot contoh (g)

Keterangan:

N = Normalitas larutan iodine (0.01 N) Fp = Faktor pengenceran (100 ml/25 ml) 1 mg iodine 0.01 N = 0.88 mg asam askorbat

Analisis Data

Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) split plot dengan umur tanaman pepaya sebagai petak utama dan umur petik sebagai anak petak. Umur tanaman pada populasi tanaman pepaya berumur 9 bulan dan tanaman pepaya berumur 15 bulan, sedangkan perbedaan umur petik buah yaitu 120, 125, 130, 135, dan 140 hari setelah antesis (HSA). Umur petik 130 dan 140 HSA mengacu pada penelitian Suketi (2011), buah pepaya genotipe IPB 9 dapat dipanen pada stadia kematangan buah 25% (130 HSA) dan dikonsumsi pada stadia kematangan buah 75% (140 HSA).

Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 30 satuan percobaan dengan 3 buah pepaya per satuan percobaan. Model statistik yang digunakan adalah:

Yijk = μ + i+ αj+ εa+ k+ (α )jk+ εb Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pengaruh faktor A ke–j, faktor B ke–k, dan kelompok ke–i,

μ = rataan umum,

i = nilai tambah pengaruh kelompok ke–i,

αj = nilai tambah pengaruh faktor A ke–j,

εa = pengaruh galat a,

k = nilai tambah pengaruh faktor B ke–k,

(α )jk = nilai tambah pengaruh interaksi faktor A ke–j dengan faktor B ke–k,

εb = pengaruh galat b

(25)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rekapitulasi Sidik Ragam

Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan umur tanaman tidak mempengaruhi semua peubah pengamatan. Perlakuan umur petik sangat mempengaruhi umur simpan buah. Pada kualitas fisik buah perlakuan umur petik sangat mempengaruhi kekerasan kulit buah dan kekerasan daging buah, tetapi tidak mempengaruhi susut bobot. Sementara itu pada kualitas kimia buah, umur petik pepaya tidak mempengaruhi asam tertitrasi total (ATT), tetapi sangat mempengaruhi padatan terlarut total (PTT), dan kandungan vitamin C. Tabel sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap semua peubah pengamatan disajikan pada Lampiran 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8. Berdasarkan penelitian Suketi et al. (2010a) stadia kematangan saat buah dipanen tidak mempengaruhi karakter fisik buah, sedangkan karakter kimia buah yang dipengaruhi ialah kandungan padatan terlarut total dan kandungan vitamin C. Penelitian Taris et al. (2015) menunjukkan mutu fisik pepaya Callina pada tingkat kematangan pascapanen yang sama tidak dipengaruhi umur petik (115–130 HSA). Pada Tabel 1 diperoleh koefisien keragaman tidak lebih dari 20%, yaitu koefisien keragamaan pada umur simpan, kualitas fisik, dan kualitas kimia buah berkisar 9.42%–18.03%. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) nilai koefisien keragaman (KK) di bidang pertanian yang dianggap wajar adalah 20–25%. Hal tersebut menunjukkan tingkat ketelitian percobaan cukup baik.

Hasil rekapitulasi sidik ragam percobaan kriteria kematangan pascapanen buah pepaya Callina pada umur petik dan umur tanaman berbeda dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam Peubah

pengamatan

(26)

12

Umur Simpan

Umur simpan mulai diamati sejak 0 hari setelah panen (HSP) hingga warna kulit buah pepaya mencapai skala warna 5. Perubahan warna kulit buah pepaya Callina dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Perubahan warna kulit buah pepaya Callina hasil penelitian; (1) hijau, (2) hijau dengan sedikit kuning, (3) hijau kekuningan, (4) kuning lebih banyak dari hijau, (5) kuning dengan ujung hijau, (6) kuning penuh. Hasil percobaan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan umur tanaman tidak mempengaruhi lama umur simpan, sedangkan semakin tua umur petik maka semakin cepat kematangan pascapanen sehingga masa simpan buah semakin singkat. Dengan demikian umur petik sangat mempengaruhi umur simpan.

Pepaya Callina dapat dipanen pada umur petik 120 HSA dengan akumulasi satuan panas mencapai 2 107.67 oC hari, semakin lama umur petik semakin besar akumulasi satuan panas yang diperoleh buah (Tabel 2). Penelitian Taris et al. (2015) yang dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2014, pepaya Callina dipanen setelah mencapai satuan panas 2 010.06 oC hari pada umur petik 115 HSA, satuan panas 2 102.13 oC hari pada 120 HSA, satuan panas 2 167.63 oChari pada 125 HSA, dan 2 241.75 oC hari pada 130 HSA. Suhu minimum yang dihasilkan pada percobaan adalah 19 oC, sedangkan penelitian Taris et al. (2015) sebesar 16 oC. Hasil penelitian Crane (2006) menunjukkan pertumbuhan buah menurun begitu pula tingkat kemanisan dan ukuran buah pepaya pada suhu kritis. Suhu melebihi 32 oC menyebabkan bunga rontok dan suhu terendah kurang dari 15 oC mencegah terjadinya pembungaan atau menghambat pembentukan buah normal. Nakasone dan Paull (1999) lebih dahulu menjelaskan bahwa suhu optimum berkisar 21 dan 33 oC. Pepaya sangat sensitif dengan cuaca dingin dan jika suhu turun dibawah 12–14 oC beberapa jam saat malam hari dapat memberikan beberapa pengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

(27)

13

simpan 12 HSP, begitu pula pada penelitian Suketi et al. (2015) perlakuan kontrol pepaya Callina yang dipanen pada stadia I memiliki umur simpan 12–15 HSP.

Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan lama umur simpan lebih singkat dibanding penelitian sebelumnya. Metode penentuan umur petik pada penelitian sebelumnya tidak dibarengi dengan penandaan bunga antesis pada tanaman pepaya hermafrodit sehingga diduga data yang diperoleh tidak valid. Hal tersebut sangat dimungkinkan karena metode yang digunakan hanya wawancara pada petani atau pengurus teknis kebun penelitian. Perbedaan persepsi, kesalahan perkiraan, dan keterbatasan lainnya tanpa dilakukan percobaan dengan parameter pengukuran yang sama akan menghasilkan data dengan keragaman sangat tinggi sehingga berpengaruh pada fisiologi buah yang dijadikan bahan penelitian tersebut. Menurut Zulkarnain (2009) fisiologi buah berkaitan erat dengan stadia kematangan buah yang mempengaruhi lama umur simpan buah setelah dipanen.

Hasil penelitian Suketi (2011) menunjukkan buah pepaya genotipe IPB 9 yang dipanen pada umur petik 130 HSA memiliki daya simpan selama 6–7 hari. Hasil penelitian tersebut dijadikan acuan paling sesuai dibanding hasil penelitian lainnya, selain itu hasil penelitian Taris et al. (2015) yang dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2014 menunjukkan buah pepaya Callina pada umur petik 120 HSA memiliki umur simpan 6 hari, umur petik 125 HSA memiliki umur simpan 5 hari, dan umur petik 130 HSA memiliki umur simpan 4 hari. Faktor prapanen khususnya suhu mempengaruhi kondisi pepaya saat dipanen. Suhu mempengaruhi metabolisme dan penyerapan nutrisi mineral oleh tanaman karena

tingkat transpirasi meningkat dengan meningkatnya suhu. Hasil penelitian Nunes et al. (2006) menunjukkan suhu panas atau dingin selama penanganan

pascapanen dapat menimbulkan kerugian yang sangat signifikan pada tingkat konsumen. Zulkarnain (2009) menjelaskan waktu panen sangat ditentukan oleh jenis atau varietas tanaman, hari tanam atau hari berbunga, dan kondisi lingkungan selama musim tanam. Buah yang dipanen sebelum memasuki fase matang fisiologis menyebabkan kualitas buah sangat cepat menurun.

Umur simpan dan satuan panas pepaya Callina saat mencapai skala 5 dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2 Satuan panas dan umur simpan pepaya Callina

Perlakuan Umur simpan (HSP) Satuan panas (oC hari) Umur tanaman

(28)

14

Mutu Fisik

Kelayakan konsumsi sesuai keinginan konsumen sangat berkaitan dengan mutu fisik buah, upaya mempertahankan kondisi fisik buah harus selalu dilakukan untuk memenuhi keinginan konsumen. Menurut Zulkarnain (2009) yang dimaksud kondisi yang baik adalah ada atau tidaknya penyakit, kerusakan, ataupun kelainan–kelainan fisiologis. Faktor–faktor yang mempengaruhi kondisi buah seperti suhu, jarak, dan waktu. Pengiriman ke tempat yang relatif lebih jauh harus diantisipasi dengan teknologi yang dikembangkan dari ilmu pengetahuan.

Mutu fisik yang diamati meliputi susut bobot, kekerasan kulit buah, dan kekerasan daging buah. Data hasil susut bobot, kekerasan kulit buah, dan kekerasan daging buah pada skala warna 5 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kualitas fisik pepaya Callina pada skala warna 5 Perlakuan Susut Bobot tanaman semakin kecil persen susut bobot pepaya Callina. Hasil penelitian Taris et al. (2015) menjelaskan bahwa buah pepaya Callina terdapat perbedaan susut bobot pada 4 umur panen yang digunakan, yaitu 115, 120, 125, dan 130 HSA namun tidak berbeda secara signifikan berdasarkan uji statistik.

(29)

15

penanganan dan pengangkutan. Menurut Paull (1993) secara umum buah pepaya yang dipanen pada tingkat kematangan berbeda menunjukkan pelunakan buah berbeda yang dapat menentukan kualitas buah. Paull et al. (1999) menjelaskan bahwa dalam proses pematangan buah terjadi hidrolisis pektin dan hemiselulosa yang merupakan komponen pembentuk struktur dinding sel sehingga perubahan ini mempengaruhi tingkat kerenyahan daging buah yang menyebabkan buah menjadi lunak apabila telah masak. Hasil penelitian Basulto et al. (2009) memberikan penjelasan bahwa kelunakan buah dijadikan dasar untuk pengiriman jarak jauh (ekspor) dan pasar lokal. Pengiriman jarak jauh atau ekspor dengan skala 1 dan 2 (umur petik 120–125 HSA) dan pengiriman untuk pasar lokal dapat dilakukan pada skala 3 (130 HSA).

Mutu Kimia

Mutu kimia tidak kalah penting untuk diamati karena sangat mempengaruhi kelayakan konsumsi dan keinginan konsumen. Dengan demikian penerimaan konsumen terhadap buah yang diproduksi menjadi lebih baik. Kualitas kimia yang sesuai seperti kandungan gizi, tingkat kemanisan (oBrix), dan kandungan lainnya amat diharapkan untuk keberlanjutan usaha perkebunan pepaya Callina. Hasil pengukuran padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), rasio PTT/ATT, dan kandungan vitamin C pada skala warna 5 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Kualitas kimia pepaya Callina pada skala warna 5

(30)

16

panen yang lebih tua. Namun pepaya Callina yang dipanen pada umur 120, 125, dan 130 HSA menunjukkan perbedaan kandungan PTT yang sangat signifikan.

Kondisi yang terjadi adalah kebun pepaya tempat percobaan tidak dilakukan pemeliharaan sesuai SOP (Standard Operational Procedure) budidaya tanaman pepaya selama kurun waktu 3 periode, selain itu kurang lebih 50% area perkebunan tertutupi oleh naungan yaitu tanaman albasia sehingga mengurangi intesitas cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman. Oleh sebab itu diduga kandungan PTT dalam buah pepaya Callina tidak dihasilkan maksimal. Menegristek (2001) menjelaskan bahwa kandungan PTT berkaitan dengan kemampuan unsur fosfat merubah gelombang cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk karbohidrat. Asupan hara fosfat perlu dilakukan dan ditingkatkan pada kondisi optimum. Unsur kalium dapat membantu perbaikan distribusi, transportasi, dan penumpukan hasil asimilat. Semakin tinggi pemberian hara fosfat, buah semakin manis dan mudah mencapai tingkat kemanisan 12 oBrix. Faktor cahaya mempengaruhi proses fotosisntesis sehingga menghasilkan karbohidrat, dengan cahaya optimum maka hasil fotosintesis maksimum. Setiap tanaman pepaya seharusnya sekali dalam sebulan diberi pupuk dengan 100 g ZA, 60 g Urea, 75 g TSP, dan 75 g KCl.

Perlakuan umur petik dan umur tanaman pepaya Callina tidak mempengaruhi asam tertitrasi total (ATT). Walaupun demikian kandungan ATT pada Tabel 4 semakin meningkat sesuai stadia kematangan. Lazan et al. (1989) dan Wills et al. (1998) mengemukakan bahwa kandungan asam tertitrasi meningkat selama pemasakan sampai buah mencapai stadia warna kuning berkisar 75% atau sekitar stadia 5–6, setelah itu mengalami penurunan selama pemasakan.

Rasio PTT/ATT buah pepaya Callina berkisar antara 3.63–4.16. Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai ATT berbanding lurus dengan nilai PTT (Tabel 4). Rasio PTT/ATT merupakan perbandingan nilai gula dan asam yang terkandung dalam buah, semakin besar nilai rasio PTT/ATT maka buah semakin manis (Pratiwi et al. 2014). Hasil yang sama diperoleh pada penelitian Suketi et al. (2007) bahwa semakin besar kandungan ATT maka nilai rasio perbandingan PTT/ATT semakin kecil. Semakin tinggi nilai PTT, nilai ATT juga semakin tinggi.

Perlakuan umur tanaman tidak mempengaruhi kandungan vitamin C sedangkan perlakuan umur petik sangat mempengaruhi kandungan vitamin C (Tabel 4). Dengan demikian perbedaan umur petik menjadi faktor penyebab perbedaan kandungan vitamin C. Sesuai dengan penjelasan Muchtadi dan Sugiyono (1992) perbedaan kandungan vitamin C disebabkan perbedaan umur petik, genotipe yang berbeda, faktor budidaya, kondisi iklim sebelum panen, dan cara pemanenan.

Pada perlakuan umur petik kandungan vitamin C semakin tinggi seiring dengan semakin tua umur petik. Kandungan vitamin C dihasilkan pada 120–140 HSA, antara lain: 40.05, 42.83, 46.50, 47.09, dan 56.01 mg per 100 g edible portion. Hal tersebut sesuai penelitian Bron dan Jacomino (2006) yang juga menunjukkan bahwa semakin tua kematangan buah pepaya Golden maka kandungan vitamin C semakin tinggi.

(31)

17

pada umur petik 130 dan 135 HSA adalah 46.50 dan 47.09 mg per 100 g edible portion (Tabel 4). Hasil penelitian Pratiwi et al. (2014) menjelaskan pemanenan buah pepaya IPB 9 yang dilakukan saat stadium matang hijau (± 130–135 HSA) memiliki kandungan vitamin C yang berkisar antara 74.97 hingga 81.88 mg per 100 g edible portion. Sedangkan penelitian Suketi (2011) menjelaskan bahwa pepaya IPB 9 yang dapat dipanen pada stadia kematangan 25% atau 130 HSA memiliki kandungan vitamin C sebesar 79.98 mg per 100 g edible portion.

Kandungan vitamin C hasil dari percobaan yang dilakukan lebih rendah dari penelitian sebelumnya, diduga faktor budidaya seperti pemupukan dan pemeliharaan tanaman lainnya tidak dilakukan optimal. Proses pembentukan buah pada musim penghujan diduga menjadi faktor yang mempengaruhi kandungan vitamin C pada buah pepaya Callina sangat rendah. Pada hasil percobaan (Tabel 4) kandungan vitamin C menunjukkan peningkatan seiring dengan semakin tua umur petik dan tidak terdapat penurunan kadar vitamin C pada buah pepaya Callina. Hal tersebut menjelaskan bahwa cara pemanenan yang cukup baik dengan tidak terdapat goresan atau luka yang menjadi penyebab utama terjadinya infeksi penyakit pada buah pepaya Callina sehingga meminimalisir proses terjadinya pembusukan. Pengamatan pada skala warna 5 dianggap sesuai karena merupakan waktu yang tepat sebelum terjadinya penurunan kandungan vitamin C pada buah pepaya Callina. Hasil penelitian Bari et al. (2006) menyatakan bahwa kandungan vitamin C pada stadia kematangan awal meningkat kemudian menurun pada buah yang disimpan sampai mendekati busuk.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Umur tanaman tidak mempengaruhi kriteria kematangan pascapanen pepaya Callina pada 6 skala warna kulit buah. Umur petik buah mempengaruhi umur simpan, kekerasan kulit buah, kekerasan daging buah, padatan terlarut total (PTT), dan kandungan vitamin C. Umur petik terbaik dicapai pada 125 HSA (akumulasi satuan panas sebesar 2 185.75 oC hari) karena memiliki kandungan mutu kimia dan mutu fisik yang baik dengan umur simpan 9 hari. Pepaya Callina dapat dipanen pada 120 HSA dengan akumulasi satuan panas 2 107.67 oC hari. Umur simpan terlama pepaya Callina diperoleh pada umur petik 120 HSA dengan umur simpan 10 hari dan tidak berbeda dengan umur petik 125 HSA. Umur simpan terpendek pepaya Callina selama 4–5 hari diperoleh pada umur petik 135 dan 140 HSA.

Saran

(32)

18

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad A, Ali ZM, Zainal Z. 2013. Delayed softening of papaya (Carica papaya L. cv. Sekaki) fruit by 1–methylcyclopropene (1–MCP) during ripening at ambient and low temperature storage conditions. Australian J Crop Science. 7(6): 750–757.

[BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2000. Sistem Informasi Manajemen Pembangunan di Pedesaan: Tentang budidaya pertanian. Pepaya. BAPPENAS. Jakarta.

Bari L, Hasan P, Absar N, Haque ME, Khuda MIIE, Pervin MM, Khatun S, Hossain MI. 2006. Nutritional analysis of local varieties of papaya (Carica papaya L.) at different maturation stages. Pakistan J Biol Sci. 9:137–140. Basulto FS, Duch ES, Gil FE, Plaza RD, Saavedra AL, Santamaria JM. 2009.

Postharvest ripening and maturity indices for Maradol papaya. Interciencia. 34 (8): 583–588.

[BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2007. Pusat Kajian Buah Tropika Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat IPB–Acuan SOP Produksi Pepaya. Bogor (ID). IPB Pr.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi tanaman BST/buah–buahan dan sayuran tahunan (ton) [Internet]. [diunduh 2015 Apr 14]. Tersedia pada: http://bps.go.id.

[BPTBT] Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. 2008. Pengelolaan Kebun Pepaya Sehat. Solok (ID). BPTBT Pr.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Petunjuk teknis panitia perumusan SNI 65–03 pertanian. Pepaya. BSN. Jakarta.

Boote KJ, Gardner FP. 1998. Temperature. Sinclair TR, Gardner FP, editor. Principles of ecology in plant production. Florida (US): CAB International. Bron IU, Jacomino AP. β006. Ripening and quality of ’Golden’ papaya fruit

harvested at different maturity stages. J Plant Physiol. 18(3): 389–396. Crane JH. 2006. Papaya growing in the Florida home landscape. Florida (US):

Florida University Pr.

[Ditjenhort] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2013. Nilai impor dan ekspor buah tahun 2012 [Internet]. [Diunduh 2013 Jan 23]. Tersedia pada: http://horti kultura.deptan.go.id

[DPTP Jawa Barat] Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2014. Budidaya pepaya: panen dan pascapanen pepaya [Internet]. [diunduh 2014 Feb 18]. Tersedia pada: http://diperta.jabarprov.go.id.

Goldsworthy PR, Fisher NM. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Soedharoedjian, penerjemah; Tohari, editor. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr. Terjemahan dari: The Physiologi of Tropical Field Crops. Kalie MB. 1999. Bertanam Pepaya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Kays SJ. 1997. Postharvest Physiology of Perisable Plant Product. New York (US): Van Nostrand Reinhold.

(33)

19

Lazan H, Ali ZM, Liang KM, Yee KL. 1989. Polygalacturonase activity and variation in ripening of papaya fruit with tissue depth and heat treatment. J Plant Physiol. 77:93–98.

Leclerc JC. 2003. Plant Ecophysiologi. Enfield (US): Science Publisher, Inc. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Rancangan percobaan dengan aplikasi SAS

dan Minitab jilid I. Bogor (ID): IPB Pr.

[Menegristek] Kementerian Negara Riset dan Teknologi. 2001. Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi– Tentang Budidaya Pertanian: Pepaya (Carica papaya L.). Jakarta (ID): Menegristek Pr.

Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB.

Nakasone HY, Paull RE. 1999. Tropical fruits. Wallingford (UK): CAB International.

Nunes MCN, Emond JP, Brecht JK. 2006. Brief deviations from set point temperatures during normal airport handling operations negatively affect the quality of papaya (Carica papaya) fruit. Postharvest Biol Technol. 41: 328–340.

[PKHT] Pusat Kajian Hortikultura Tropika. 2013. Konsumsi per kapita horti kultura [Internet]. [diunduh 2013 Jan 23]. Tersedia pada: http://pkht. or.id /datastatistik/konsumsi–buah–dan–sayur.

[PKHT] Pusat Kajian Hortikultura Tropika. 2013. Volume ekspor buah–buahan 2007–2011 [Internet]. [diunduh 2013 Jan 23]. Tersedia pada: http:// pkht.or.id/ datastatistik/exim–sayur/expor–impor–buah.

[PKBT] Pusat Kajian Buah–Buahan Tropika. 2004. Laporan utama riset unggulan strategis nasional: Pengembangan buah–buahan unggulan Indonesia. Pepaya. PKBT–IPB. Bogor.

[PKBT] Pusat Kajian Buah–Buahan Tropika. 2010. Deskripsi buah pepaya Callina [internet]. [diunduh 2013 jan 23]. Tersedia pada: http//pkht.ipb.ac.id/images/produk/pepaya%20callina.jpg.

Paull RE. 1993. Pineaple and papaya. Di dalam: G Seymour, L Taylor, G Tucker, editor. Biochemistry of fruit ripening. London (GB): Chapman and Hall. hlm 291–323.

Paull RE, Gross K, Qiu Y. 1999. Changes in papaya cell walls during fruit ripening. Postharvest Biol Technol. 16:78–89.

[PPKKI] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2010. Buku Pintar Budi Daya Kakao. Lukito AM, Mulyono, Tetty Y, Iswanto H, Riawan N, editor. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

Pratiwi HE, Suketi K, Widodo WD. 2014. Aplikasi Kalium Permanganat sebagai Oksidan Etilen dalam Penyimpanan Buah Pepaya IPB Callina. Di dalam: Kartika JG, Suwarno WB, Ardhie SW, Sanura CPE, Fitriana FN, editor. Membangun Sistem baru Agribisnis Hortikultura Indonesia pada Era Pasar Global. Prosiding Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI); 2013 Okt 9; Bogor, Indonesia (ID): PERHORTI. hlm 44–50. Rini P. 2008. Pengaruh sekat dalam kemasan kardus terhadap masa simpan dan

(34)

20

Sibarani S, Anwar F, Rimbawan, Setioso B. 1986. Penuntun Praktikum Analisa Zat Gizi. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB.

Singh P, Mishra AK, Tripathi NN. 2012. Assessment of mycoflora associated with postharvest losses of papaya fruits. J Agricul Technology [Internet]. [diunduh 2014 Januari 23]; 8(3): 961–968. Tersedia pada http://www.ijat-dan kimia buah pepaya pada stadia kematangan berbeda. J Agron Indonesia. 38 (1): 60–66.

Suketi K, Poerwanto R, Sujiprihati S, Sobir, Widodo WD. 2010b. Studi karakter mutu buah pepaya IPB. J Hort Indonesia. 1 (1): 17–26.

Suketi K, Widodo WD, Dinarti D,Prasetyo HE, Pratiwi HE. 2015. Efektivitas Oksidan Etilen terhadap Daya Simpan dan Kualitas Pascapanen Buah Pepaya Callina. Di dalam: Soemargono A, Muryati, Hadiati S, Martias, Sutanto A, Indriyani NLP, Jumjunidang, editor. Dukungan Teknologi dan Hasil Penelitian dalam Membangun Pertanian Bio–industri Buah Tropika Berkelanjutan. Seminar Nasional Buah Tropika Nusantara II; 2014 Sep 23– 25; Bukittinggi, Indonesia (ID): Kementerian Pertanian. hlm 923–932. Suketi K, Widodo WD, Purba KD. 2007. Kajian Daya Simpan Buah Pepaya. Di

dalam: Rostini N, Nurmala T, Karuniawan A, Nuraini A, Amien S, Riswandi D, Qosim WA, editor. Pengembangan dan Optimalisasi Produksi Komoditas Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, dan Bioenergi. Kongres IX Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI); 2007 Nov 15–17; Bandung, Indonesia (ID): PERAGI. hlm 302–309.

Sunarjono H. 2007. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Taris ML, Widodo WD, Suketi K. 2015. Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya (Carica papaya L.) IPB Callina dari Beberapa Umur Panen. Di dalam: Widaryanto E, Aini N, Barunawati N, Setiawan A, editor. Peningkatan Daya Saing Produk Hortikultura Nusantara dalam Menghadapi Era Pasar Global. Prosiding Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI); 2014 Nov 5–7; Malang, Indonesia (ID): Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. hlm 477–481.

Wills R, Michael GB, Graham D, Joyce D. 1998. Postharvest–an introduction to the physiology and handling fruit and vegetable. Wallingford (UK): CAB International.

(35)

21

Lampiran 1 Deskripsi pepaya Callina

Umur mulai berbunga : 4 bulan setelah tanam Umur petik : 8.5 bulan setelah tanam Bentuk buah : silindris

Warna kulit buah : hijau lumut Warna daging buah : jingga Panjang buah : 23–24 cm Diameter buah : 9.2–9.5 cm Bobot per buah : 1200–1300 g Tingkat kemanisan : 10.1–11.2 oBriks Edible portion : 82.9–85.7% Daging buah : tebal dan renyah Daya simpan : lebih dari 1 minggu Umur tanaman : genjah

Perawakan tanaman : rendah

Nomor SK pelepasan : 2108/Kpts/SR.120/5/2010 Peneliti/pemulia : Prof Dr Ir Sriani Sujiprihati, MS

Endang Gunawan, SP, Msi Kusuma Darma, SP, Msi Ahmad Kurniawan dan Hidayat

Sumber : http//pkht.ipb.ac.id/images/produk/pepaya%20 callina.jpg

Lampiran 2 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap umur simpan pepaya Callina.

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung

Ulangan 2 4.68 2.78tn

Umur Tanaman 1 0.95 0.56tn

Umur Petik 4 33.85 20.13**

Interaksi 4 0.94 0.56tn

Galat 18 1.68

Total 29

kk = 17.31

Lampiran 3 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap susut bobot pepaya Callina.

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung

Ulangan 2 27.45 4.88*

Umur Tanaman 1 0.78 0.14tn

Umur Petik 4 14.81 2.63tn

Interaksi 4 4.52 0.80tn

Galat 18 5.62

Total 29

(36)

22

Lampiran 4 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap kekerasan kulit buah pepaya Callina.

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung

Ulangan 2 0.00002 0.04tn

Umur Tanaman 1 0.00003 0.06tn

Umur Petik 4 0.00644 11.63**

Interaksi 4 0.00033 0.60tn

Galat 18 0.00055

Total 29

kk = 13.41%

Lampiran 5 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap kekerasan daging buah pepaya Callina.

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung

Ulangan 2 0.0021 0.99tn

Umur Tanaman 1 0.0047 2.15tn

Umur Petik 4 0.0119 5.44**

Interaksi 4 0.0013 0.59tn

Galat 18 0.0022

Total 29

kk = 15.25%

Lampiran 6 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap padatan terlarut total pepaya Callina.

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung

Ulangan 2 1.52 1.53tn

Umur Tanaman 1 1.22 1.50tn

Umur Petik 4 7.26 8.89**

Interaksi 4 0.54 0.06tn

Galat 18 0.82

Total 29

(37)

23

Lampiran 7 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap asam tertitrasi total pepaya Callina

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung

Ulangan 2 0.25 1.25tn

Umur Tanaman 1 0.00009 0.00tn

Umur Petik 4 0.26 1.30tn

Interaksi 4 0.03 0.16tn

Galat 18 0.21

Total 29

kk = 18.03%

Lampiran 8 Sidik ragam pengaruh umur tanaman dan umur petik terhadap kandungan vitamin C pepaya Callina

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah F hitung

Ulangan 2 629.62 18.98**

Umur Tanaman 1 32.96 0.99tn

Umur Petik 4 218.74 6.60**

Interaksi 4 13.9 0.42tn

Galat 18 33.16

Total 29

(38)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 21 April 1991 dan merupakan anak pertama dari Bapak Sugito dan Ibu Juanah. Penulis memiliki 1 saudara kandung laki–laki bernama Harianto dan memiliki 1 saudara kandung perempuan bernama Sa’bania Oktopiani. Penulis lulus dari SMAN 1 Leuwiliang pada tahun 2010 dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis merupakan penerima Beastudi Etos LPI DD Republika angkatan 2010 dan beasiswa Genksi Social Fund (GSF) angkatan 2013. Penulis aktif sebagai ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian IPB (DPM Faperta IPB) periode 2012–2013, wakil ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian IPB (DPM Faperta IPB) periode 2011–2012, koordinator Badan Penggerak Konstitusi Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BPK MPM KM IPB) periode 2011–2012, staf Komisi 1 dan Badan Internal Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (DPM KM IPB) periode 2010–2011. Penulis juga mengikuti beberapa kegiatan, diantaranya Musyawarah Nasional Ikatan Mahasiswa Muslim Pertanian Indonesia ke–4 (MUNAS IMMPERTI IV) di Institut Pertanian Bogor tahun 2014 sebagai presidium II, Festival Anak Sholeh 7 tahun 2013 sebagai ketua divisi acara, Pemilihan Raya Wilayah Fakultas Pertanian IPB 2012 sebagai ketua Komisi Pemilihan Raya Wilayah Fakultas Pertanian (KPRW Faperta), dan DPM Enrichment KM IPB 2011 sebagai ketua pelaksana. Selain itu penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Pelajaran Agama Islam semester gasal tahun ajaran 2013/2014 dan pernah menerima dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat (PKM–M) dari Direktorat Perguruan Tinggi Negeri (DIKTI) dengan judul “Character Building School (CBS) Sistem Pendidikan Karakter yang Terintegrasi dengan Sekolah Percontohan SDN Dukuh 2 Galuga” tahun β01β sebagai koordinator sekaligus menjadi Finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa IPB 2012. Bulan Juni–Agustus 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Bersama Masyarakat Institut Pertanian Bogor (KKBM IPB) 2013 dengan

tema “Mencerdaskan Kehidupan Bersama Masyarakat dalam Mewujudkan

Gambar

Gambar 1 Keragaan tanaman pepaya pada umur tanaman berbeda; (a) umur 15
Gambar 2 Pengukuran susut bobot buah pepaya Callina; (a) bobot awal buah,
Gambar 4 Pengukuran kekerasan buah pepaya Callina; (a) kekerasan kulit buah,
Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam
+5

Referensi

Dokumen terkait

Banyak hal lain yang harus diperjuangkan, yakni pendidikan yang lebih baik, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi lingkungan hidup,

Pada halaman admin, admin memasukkan data siswa, kemudian data siswa yang sudah disimpan akan diproses sistem menggunakan metode profile matching dan AHP. setelah

Selain itu, tampak adanya peranan dari komponen utama dalam wedang tahu, yaitu tahu sutera dan minuman jahe yang menunjukkan efek sinergis terhadap

Merujuk kepada parti politik yang akan diundi pada pilihan raya umum akan datang, belia di kawasan Parlimen Muar menyatakan akan terus mengundi di peringkat DUN

Penelitian ini berjudul “ Pelaksanaan Kantor Pelayanan Pajak Dalam Melaksanakan Penagihan Pajak (Studi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Candisari Semarang) yang

[r]

Hasil penelit ian m enunjukkan t erdapat kont rt ibusi yang positif ant ara variabel kem am puan manajerial kepala madrasah, sarana prasarana, dan budaya kerja

Apabila risiko kredit yang dimiliki suatu bank semakin tinggi, maka hal tersebut akan dianggap sebagai sinyal negatif bagi investor karena bank tidak mampu mengelola