STRATEGI PENINGKATAN NILAI TAMBAH KOMODITAS
PERKEBUNAN DI KABUPATEN BOGOR CIANJUR DAN
SUKABUMI
NOER WASITI DESWANTARI
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN
1. Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Perkebunan Di Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing.
2. Saya menyatakan skripsi berjudul Strategi Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Perkebunan Di Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
3. Saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Noer Wasiti Deswantari
ABSTRAK
NOER WASITI DESWANTARI. H24100126. Strategi Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Perkebunan Di Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Dibimbing oleh PRAMONO D. FEWIDARTO.
Pemberian nilai tambah terhadap produk perkebunan rakyat dapat meningkatkan pendapatan petani, sehingga kesejahteraan petani meningkat. Tujuan penelitian ini antara lain (1) Mengidentifikasi dan menentukan komoditas perkebunan yang potensial di Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi (2) Menentukan agroindustri prospektif yang memberi nilai tambah tertinggi berdasarkan komoditas terpilih dan (3) menyusun strategi pengembangan kelembagaan implementasi pengembangan agroindustri secara mandiri. Mentode pemilihan lokasi secara purposive sampling. Analisis data menggunakan analisis statistika deskriptif, exponential smoothing dan nilai tambah. Berdasarkan penelitian, komoditas perkebunan yang terpilih untuk dikembangkan adalah kelapa, aren, pala dan teh. Nilai tambah tertinggi produk agroindustri dipilih adalah nata de coco (637.00%), desiccated coconut (65.58%), arang kelapa (13.87%), gula aren semut murni (70.82%), sirup pala (107.40%) dan teh hijau kering kemasan toples (595.77%). Strategi yang digunakan untuk mengembangkan agroindustri perkebunan dengan adanya bantuan dari lembaga pembiayaan, lembaga pemasaran dan distribusi, dan kontrak dengan eksportir.
Kata kunci : agroindustri, nilai tambah, perkebunan, strategi
ABSTRACT
NOER WASITI DESWANTARI. H24100126. Strategies To Increase Value Added Through Developing A District Agroindustrial Commodities in Bogor, Cianjur and Sukabumi. Supervised by PRAMONO D. FEWIDARTO.
Giving value-added on smallholder estate product can escalate farmer income, so that the welfare of farmers increased. The purpose of this research are (1) to identify and to determine potential plantation commodities in Bogor, Cianjur and Sukabumi Regency (2) to determine prospective agroindustry within the highest value-added based on the selected commodities and (3) To develop implementation strategies for the development of agroindustry independently. Method of site selection is purposive sampling. Based on research, selected plantation commodities to be developed are coconut, sugar palm, nutmeg and tea. The highest value-adedd agro-products chosen are nata de coco (637.00%), desiccated coconut (65.58%), coconut charcoal (13.87%), stew pure palm sugar (70.82%), nutmeg syrup (107.40%) and dry green tea jar packaging (595.77%). The strategy used to develop agroindustry plantation with the help of financial institution, marketing and distribution institution, and contract with with exporters.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen
STRATEGI PENINGKATAN NILAI TAMBAH KOMODITAS
PERKEBUNAN DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN
SUKABUMI
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei - Desember 2014, tema yang dipilih ialah Nilai Tambah, dengan judul Strategi Peningkatan Nilai Tambah Melalui Pengembangan Agroindustri Komoditas Perkebunan Di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Pramono D Fewidarto, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan saran, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada orang tua, staff pengajar dan tata usaha Departemen Manajemen IPB, rekan-rekan manajemen IPB 47 atas doa, dukungan dan motivasinya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
METODE 10
Kerangka Pemikiran 10
Tahapan Penelitian 11
Waktu dan Lokasi Penelitian 13
Teknik Pengumpulan Data 13
Pengolahan dan Analisis Data 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Program yang Mendukung Pengembangan Perkebunan 14 Komoditas Perkebunan Potensial di Wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur dan
Sukabumi 15
Agroindustri Perkebunan Potensial di Wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur dan
Sukabumi 20
Rangkuman Nilai Tambah Agroindustri 40
Penerapan Strategi 47
Implikasi Manajerial 49
SIMPULAN DAN SARAN 51
Simpulan 51
Saran 51
DAFTAR PUSTAKA 52
DAFTAR TABEL
1 Potensi Perkebunan Rakyat Di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur,
Kabupaten Sukabumi 1
2 Ragam Komoditas Perkebunan yang Tumbuh per Kabupaten 16 3 Total Luas Lahan Perkebunan di Kabupaten Bogor, kabupaten Cianjur
dan Kabupaten Sukabumi 17
4 Produktifitas Komoditas Terpilih 18
5 Hasil Peramalan Produktifitas 19
6 Pendapatan Petani Rakyat per Hektar 19
7 Pendapatan per Petani 20
8 Total Skor Produk Agroindustri Air Kelapa 23
9 Total Skor Produk Agroindustri Daging Kelapa 24 10 Total Skor Produk Agroindustri Tempurung Kelapa 25 11 Total Skor Produk Agroindustri Komoditas Aren 29 12 Total Skor Produk Agroindustri Komoditas Teh 34 13 Total Skor Produk Agroindustri Komoditas Pala 39
14 Pendapatan per Petani Komoditas Kelapa 40
15 Pendapatan per Petani Komoditas Aren 41
16 Pendapatan per Petani Komoditas Teh 41
17 Pendapatan per Petani Komoditas Pala 42
18 Nilai Tambah Seluruh Produk Agroindustri Terpilih 43 19 Bauran Pemasaran Produk Agroindustri Kelapa 44
20 Bauran Pemasaran Produk Agroindustri Aren 45
21 Bauran Pemasaran Produk Agroindustri Teh 46
22 Peran Pemangku kempentingan dalam Pengembangan Industri
Pengolahan Komoditas Perkebunan 49
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran 11
2 Tahapan penelitian 12
3 Pohon Industri Kelapa 22
4 Pohon Industri Aren 28
5 Pohon Industri Teh 34
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Error Peramalan Produktifitas Menggunakan Exponential
Smoothing Metode Simple 55
2 Hasil Error Peramalan Produktifitas Menggunakan Exponential
Smoothing Metode Holt’s 55
3 Hasil Error Peramalan Produktifitas Menggunakan Exponential
Smoothing Metode Brown 56
4 Hasil Error Peramalan Produktifitas Menggunakan Exponential
Smoothing Metode e Damped Trend 56
5 Perhitungan Nilai Tambah Nata de Coco per Liter Input Bahan Baku 57 6 Perhitungan Nilai Tambah Desiccated Coconut per Kg Input Bahan
Baku 57
7 Perhitungan Nilai Tambah Arang Kelapa per Kg Input Bahan Baku 58 8 Perhitungan Nilai Tambah Gula Aren Cetak Tradisional per Kg Input
Bahan Baku 58
9 Perhitungan Nilai Tambah Gula Aren Semut Tradisional per Kg Input
Bahan Baku 59
10 Perhitungan Nilai Tambah Gula Aren Cetak Murni per Kg Input Bahan
Baku 59
11 Perhitungan Nilai Tambah Gula Aren Semut Murni per Kg Input Bahan
baku 60
12 Perhitungan Nilai Tambah Gula Aren Cair per Kg Input Bahan Baku 60 13 Perhitungan Nilai Tambah Teh Hijau Kemasan Karung per Kg Input
Bahan Baku 61
14 Perhitungan Nilai Tambah Teh Hijau Kemasan Kertas per Kg Input
Bahan Baku 61
15 Perhitungan Nilai Tambah Teh Hijau Kemasan Plastik per Kg Input
Bahan Baku 62
16 Perhitungan Nilai Tambah Teh Hijau Kemasan Toples per Kg Input
Bahan Baku 62
17 Perhitungan Nilai Tambah Sirup pala per Kg Input Bahan Baku 63 18 Pendapatan Hasil Pengolahan Komoditas Perkebunan per Hektar 63
19 Diagram Alir Pembuatan Nata de Coco 64
20 Diagram Alir Pembuatan Desiccated Coconut 65
21 Diagram Alir Pembuatan Arang Kelapa 66
22 Diagram Alir Pembuatan Gula Aren 67
23 Diagram Alir Pembuatan Teh Hijau Kering 68
24 Diagram Alir Pembuatan Sirup Pala 69
25 Tujuan, Data, Sumber Infprmasi, Metode Pengumpulan Data, Analisis
Pendahuluan
Latar Belakang
Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi memiliki potensi alam yang sangat memadai untuk pengembangan sub sektor perkebunan, karena iklim, jenis tanah dan faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan komoditas perkebunan. Ketiga kabupaten tersebut memiliki agroklimat yang hampir sama, sehingga ragam komoditas perkebunan yang dapat tumbuh memiliki kecenderungan yang sama. Luas areal perkebunan rakyat dari penggabungan ketiga wilayah pada tahun 2011 mencapai 91,519 hektar. Luas lahan yang potensial digunakan dengan baik, agar sumber daya yang ada dapat memberikan manfaat yang maksimal.
Tabel 1 Potensi Perkebunan Rakyat di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi
No Komoditas Luas Lahan
(Ha)
Jumlah Petani (KK)
Rata-rata kepemilikan (Ha/KK)
1 Aren 1,501 19,565 0.08
2 Cengkeh 11,555 42,851 0.27
3 Kakao 669 1,742 0.38
4 Karet 7,143 16,142 0.44
5 Kelapa 32,045 159,433 0.20
6 Kopi 5,425 30,911 0.18
7 Lada 297 1,960 0.15
8 Nilam 166 441 0.38
9 Pala 3,496 14,227 0.25
10 Panili 655 4,257 0.15
11 Teh 24,175 31,620 0.76
Jumlah 87,127 322,149 0.31
Sumber : Dinas Perkebunan Jawa Barat 2011
Perkebunan di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi dikelola dalam bentuk perkebunan rakyat, dimana kepemilikan luasan areal per kepala keluarga relatif kecil, rata-rata 0.31 hektar per KK. Kepemilikan luasan areal yang kecil berpengaruh terhadap penghasilan dari menjual komoditas primer yang relatif kecil. Penghasilan petani perkebunan dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan produktifitas dan melakukan pengolahan pasca panen.
produktifitas. Tidak hanya itu, inkonsistensi tata ruang menyebabkan fungsi lahan produktif perkebunan beralih fungsi untuk pembangunan sektor lain (Sukino 2013). Adanya alih fungsi lahan potensial menyebabkan berkurangnya lahan produktif untuk perkebunan. Hal ini dipicu pula oleh rendahnya pendapatan dari usaha tani komoditas perkebunan.
Peningkatan produktifitas perlu diiringi dengan penjualan hasil panen perkebunan rakyat melalui pengolahan pascapanen, sehingga penjualan tidak berupa bahan mentah melainkan produk setengah jadi ataupun produk siap konsumsi. Pengolahan pasca panen perlu dilakukan petani perkebunan rakyat agar secara mandiri dapat mengolah hasil panennya baik perorangan atau kelompok. Proses pengolahan secara mandiri untuk mengurangi ketergantungan terhadap industri pengolahan besar swasta yang selama ini telah menikmati nilai tambah dari pengolahan hasil perkebunan rakyat. Adanya perbaikan produktifitas usaha perkebunan dan pengolahan pasca panen dapat meningkatkan nilai tambah produk yang dihasilkan, sehingga berpengaruh terhadap meningkatnya penghasilan petani dan meningkatkan kesejahteraan petani perkebunan rakyat.
1.2 Rumusan Masalah
Ragam komoditas perkebunan rakyat yang hasil panennya belum diolah untuk mendapatkan nilai tambah. Perlu ada prioritas komoditas perkebunan yang akan dikembangkan dengan mempertimbangkan produk-produk olahnnya yang bisa memberikan nilai tambah tertinggi. Oleh karena itu, diperlukan kajian untuk menentukan komoditas perkebunan dan produk olahan apa yang akan dikembangkan serta bagaimana strategi pengembangannya ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan yang diuraikan, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut
a. Mengidentifikasi dan menentukan komoditas perkebunan yang potensial di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi.
b. Menentukan agroindustri yang prospektif yang memberi nilai tambah tertinggi berdasarkan komoditas perkebunan terpilih.
c. Menyusun strategi pengembangan kelembagaan implementasi pengembangan agroindustri secara mandiri
1.4 Manfaat Penelitian
a Bagi peneliti, sebagai salah satu syarat guna menyelasaikan studi strata 1 di Departemen Manajemen FEM IPB dan mengaplikasikan ilmu selama perkuliahan.
b Bagi pihak terkait, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam upaya pengembangan agroindustri berbasis perkebunan di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur.
c Bagi pembaca dan pihak lainnya, tulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi tulisan berikutnya dan menjadi tambahan informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
1.5 Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini adalah
a. Penentuan komoditas perkebunan rakyat unggulan berdasarkan potensi luas lahan dan pendapatan tahun terakhir.
TINJAUAN PUSTAKA
Strategi
Strategi adalah penempaan misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan strategi tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai (Steiner dan Miner 1997), sedangkan menurut Salusu (2006) strategi ialah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan.
Menurut Alferd Chandler, strategi adalah penentuan tujuan perusahaan dan penyesuaian bagian dari aksi dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut, sedangkan Mintzberg mendefinisikan strategi dengan memperhatikan berbagai dimensi dari konsep strategi dan mendefinisikan strategi dengan memperhatikan berbagai dimensi dari konsep strategi, yaitu strategy as a plan, strategy as a ploy, strategy as a pattern, strategy as a position, strategy as a prespective (Solihin 2012).
Menurut Koteen dalam Salusu (2006) menjelaskan tipe strategi, tipe-tipe yang dikemukakan sering dianggap sebagai suatu hieraki. Tipe-tipe-tipe yang dimaksud ialah
a. Corporate strategy, berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai dan inisiatif.
b. Program strategy, implikasi strategis dari suatu program tertentu.
c. Resource support strategy, memaksimalkan pemanfaatan sumber daya esensial.
d. Institutional strategy, mengembangkan kemampuan organisasi melaksanakan inisiatif.
Komoditas Perkebunan
Buku Pembakuan Statistik Perkebunan 2007 mengacu pada UU Nomor 18 Tahun 2004 mendefinisikan perkebunan sebagai segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Jenis tanaman perkebunan dibagi menjadi dua macam, yaitu tanaman semusim dan tanaman tahunan, karena jenis dan tujuan pengolahannya ditetapkan sebagai tanaman perkebunan. Tanaman semusim adalah tanaman perkebunan yang pada umumnya berumur pendek dan panennya dilakukan satu atau beberapa kali masa panen (keprasan) untuk satu kali penanaman. Tanaman tahunan adalah tanaman perkebunan yang umumnya berumur lebih dari satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali masa panen untuk satu kali penanaman (Buku Pembakuan Statistik Perkebunan 2007).
Tanaman pekebunan dibagi menjadi tanaman belum menghasilkan, tanaman menghasilkan dan tanaman rusak atau tidak menghasilkan. Tanaman belum menghasilkan adalah tanaman yang belum memberikan hasil karena masih muda, belum pernah berbunga atau belum cukup umur untuk berproduksi. Tanaman menghasilkan merupakan tanaman yang sedang menghasilkan dan atau sudah pernah menghasilkan walaupun pada saat ini sedang tidak menghasilkan karena bukan musimnya. Tanaman rusak atau tanaman tidak menghasilkan adalah tanaman yang sudah tua, rusak dan tidak memberikan hasil yang memadai lagi (Buku Pembakuan Statistik Perkebunan 2007).
Banyaknya hasil dari setiap tanaman tahunan dan semusim menurut bentuk produksi yang diambil berdasarkan luas yang dipanen pada semester atau triwulan laporan. Hasil perkebunan merupakan semua barang dan jasa yang berasal dari perkebunan atas produk utama, produk turunan, produk sampingan, produk ikutan dan produk lainnya. Tujuan pengolahan hasil perkebunan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi akibat kegiatan penanganan dan pemrosesan. Menurut Sukino (2013), sifat-sifat produk pertanian :
1. Mudah membusuk 2. Mudah rusak
3. Tidak tahan lama disimpan 4. Memerlukan tempat yang banyak
Agroindustri
Agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Studi agroindustri pada konteks ini adalah menekankan pada food processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan baku utamanya adalah produk pertanian. Agroidustri diartikan juga sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri. Agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan pembinaan (Soekartawi 2005).
Menurut FAO dalam DaSilva et all. agroindustri adalah bagian sektor manufaktur yang memproses bahan mentah dan produk setengah jadi yang diperoleh dari pertanian, perikanan dan perkebunan. Jadi, agroindustri meliputi manufaktur makanan, minuman, tekstil, pakaian, produk kayu dan furniture, kertas, produk kertas dan printing, karet dan produk karet.
Widodo (1986) mengemukakan agroindustri merupakan suatu bentuk usaha yang terus dikembangkan kerena kelanjutan proses untuk mengelola produksi pertanian, selain mampu mengatasi masalah ketenagakerjaan.
Agroindustri merupakan perusahaan yang memproses bahan mentah dari tanaman dan hewan. Proses ini melibatkan transformasi dan pengawetan melalui perubahan fisik dan kimia, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Keseluruhan kegiatan agroidustri terdapat tiga subsistem dasar yaitu, pemasaran, pemrosesan dan persediaan bahan mentah (Brown 1994).
1. Pemrosesan
Pemrosesan berkaitan dengan pengemasan dan penyimpanan, layaknya seperti aktivitas lain pemrosesan termasuk dalam pengalengan. Proses memproduksi output yang secara hasil didistribusikan dan proses membutuhkan bahan mentah tertentu. Pemrosesan bahan mentah adalah elemen utama yang dapat dilihat melalui dua sudut pandang. Pertama, hal ini dapat dilihat sebagai arus informasi mengenai permintaan pasar yang dimulai dari pelanggan kepada distributor dan pihak pemroses. Kedua, sebagai arus bahan dari produsen kepada pihak pemroses dan distribusi, serta pelanggan. 2. Pemasaran
Dipersiapkan untuk penilaian penuh terhadap kondisi pasar dan permintaan. Kegiatan pemasar ini juga menguji desain proses berdasarkan prinsip persyaratan pelanggan. Hal ini berdasarkan sistem bahan mentah yang dapat memuasakan pasar dan proses permintaan.
3. Persediaan bahan mentah
Setelah strategi membuat desain diputuskan, tahapan selanjutnya mempersiapkan detail desain proyek. Tahapan pendekatan alur bahan menjadi sangat penting. Penedekatan menjadi alat yang tetap penting untuk mengatur produksi dan mengontrol biaya, sehingga manajer bisa mengetahui produk apa yang diminta dan jadwal produksi.
Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat dengan luas daerah 35,378 km2, secara geografis terletak di antara 5º50'- 7º50' Lintang Selatan dan 104º 48'- 108º 48' Bujur Timur. Jumlah penduduknya pada tahun 2011 mencapai 46,497,175 jiwa. Sejak tahun 2008 secara administratif di Provinsi Jawa Barat berjumlah 26 bagian, yaitu 17 Kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatan dan 5,877 desa atau kelurahan.
Kabupaten Bogor
Kabupaten Bogor terletak pada 6º18′ - 6º47′ Lintang Selatan dan 106º23′45′′ - 107º13′30′′ Bujur Timur dengan luas wilayah 298,838,304 ha. Batas administrasi dari Kabupaten Bogor yaitu bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi, Kota Depok. Bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, Kabupaten Karawang, untuk bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, bagian barat dengan Kabupaten Lebak, sedangkan bagian tengah berbatasan dengan Kota Bogor.
Sektor pertanian di Kabupaten Bogor memegang peranan penting dalam PDRB, mengingat luas lahan pertanian yang dimiliki dan juga sebagian besar wilayah di Kabupaten Bogor masih tergolong desa. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor mencatat luas areal tanaman perkebunan rakyat yang menghasilkan produksi (17 komoditas) adalah 9,162 ha pada tahun 2008; 8,423 ha pada tahun 2009; dan 8,412 ha pada tahun 2010. Luas areal produksi menunjukan penurunan selama tiga tahun terakhir (BPS 2011).
Kabupaten Sukabumi
Kabupaten Sukabumi adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia yang beribukota di Pelabuhanratu. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bogor di utara, Kabupaten Cianjur di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Lebak di barat dengan luas wilayah 3,934 km2 menjadikan Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten terluas di Jawa Barat. Batas wilayah Kabupaten Sukabumi 40 persen berbatasan dengan lautan dan 60 persen merupakan daratan. Wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki areal yang relatif luas yaitu sekitar 419,970 ha.
Sub sektor perkebunan di Kabupaten Sukabumi memiliki potensi yang cukup besar, terutama perkebunan kelapa, teh, pala, dan cengkeh. Pada tahun 2010, produksi tanaman perkebunan pada umumnya tetap stabil di bandingkan tahun lalu. Secara umum areal tanaman perkebunan di Kabupaten Sukabumi masih didominasi oleh perkebunan rakyat (BPS 2013).
Kabupaten Cianjur
Daerah beriklim sub tropis memiliki daerah ketinggian 0 – 2,962 m dpl. Di wilayah Cianjur Utara tumbuh subur tanaman sayuran, perkebunan dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan, sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Luas areal perkebunan rakyat tahun 2008 mencapai 36,285 ha dengan produksi mencapai 10,060 ton. Luas areal PBN tahun 2008 mencapai 5,155 ha dengan produksi mencapai 6,725 ton yang meliputi tujuh komoditas. Sementara itu, luas areal PBS mencapai 8,986 ha dengan produksi mencapai 1,860 ton. Komoditas perkebuanan terbesar adalah tanaman teh dengan produksi mencapai 11,937 ton (BPS 2010).
Nilai Tambah
Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok hulu ke hilir yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah pada setiap anggota rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai pasok tersebut (Marimin 2010).
Menurut Aroef dan Djamal (2009), penggunaan teknologi yang semakin tinggi akan membuat nilai tambah yang bisa diperoleh juga semakin tinggi. Jumlah nilai tambah dihitung atas dasar jumlah satuan produk yang dihasilkan dikalikan jumlah nilai tambah yang ada pada tiap satuan produk itu. Lalu nilai tambah pada tiap satuan produk bisa dihitung atas dasar nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dibagi jumlah satuan produk yang dihasilkan.
Nilai tambah ekonomi = Hasil penjualan – Semua pembelian (bahan, komponen, energi dan jasa) dari pihak ke-3 Nilai Tambah teknologi = Harga pasar yang berlaku – Komponen biaya
Salah satu cara untuk menghitung nilai seluruh barang dan jasa adalah menjumlahkan nilai tambah dari setiap tahap produksi. Nilai tambah dari sebuah perusahaan sama dengan nilai output perusahaan itu dikurangi nilai barang setengah jadi yang dibeli perusahaan. Untuk perekonomian secara menyeluruh, jumlah seluruh nilai tambah harus sama dengan nilai seluruh barang dan jasa akhir (Mankiw 2007).
Prosedur Analisis Nilai Tambah
Langkah yang dilakukan menurut Sudiyono adalah:
1. Membuat arus komoditas yang menunjukan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan, dan berbagai perlakuan yang diberikan.
2. Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut pertimbangan parsial. 3. Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan output
Konsep Pendukung Analisis Nilai Tambah
Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut Hayami dalam Sudiyono untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut:
a. Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan satu satuan input. b. Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukan jumlah tenaga kerja langsung
yang diperlukan untuk mengolah satu satuan output.
c. Nilai output, menunjukan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input
(Marimin dan Maghfiroh 2010)
Kelebihan Analisis Nilai Tambah
Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayati dalam Sudiyono adalah: 1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah.
2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi.
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Letak geografis yang berdekatan antara Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, sehingga wilayah tersebut memiliki kondisi lingkungan yang menyerupai. Kondisi lingkungan di setiap wilayah mempengaruhi kemampuan suatu komoditas perkebunan untuk tumbuh dengan baik. Berdasarkan kondisi lingkungan di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur (Kabupaten BSC) komoditas perkebunan rakyat yang dapat tumbuh cukup beragam, sehingga perlu adanya pemilihan komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Pemilihan komoditas perkebunan untuk memfokuskan pengembangan komoditas potensial yang nantinya akan dikembangkan dalam sektor agroindustri.
Hasil produksi tanaman perkebunan merupakan barang yang mudah rusak, sehingga perlu diolah, agar lebih tahan lama untuk disimpan. Pengolahan komoditas perkebunan menjadi produk agroindustri dapat meningkatkan nilai tambah produk perkebunan yang dihasilkan, dibandingkan dengan produk hasil perkebunan tanpa pengolahan. Produksi tanaman perkebunan yang dihasilkan dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk agroindustri yang lebih banyak memiliki manfaat. Kepraktisan penggunaan produk agroindustri dapat meningkatkan harga jual produk, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani perkebunan rakyat. Beragam produk yang dihasilkan dari satu komoditas perkebunan melalui pengolahan perlu dilakukan penetapan produk agroindustri yang layak untuk dikembangkan.
Perubahan orientasi dari produk perkebunan yang dikelola oleh petani perkebunan rakyat menjadi produk agroindustri dapat memberikan nilai tambah produk. Upaya peningkatan nilai tambah komoditas perkebunan memiliki dampak bagi petani perkebunan rakyat, yaitu keinginan petani untuk mempertahankan, bahkan memperluas kebunnya dan mengelola lahan perkebunannya dengan baik. Pengelolaan lahan perkebunan dengan baik dapat meningkatkan produktifitas tanaman perkebunan yang dikelola, sehingga pendapatan petani meningkat dan mempengaruhi peningkatan kesejahtaraan petani.
Penguasaan Teknologi
Permintaan
Nilai Tambah Pendapatan Luas lahan
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini dimulai dengan pencarian data mengenai potensi komoditas perkebunan di Kabupaten BSC. Ragam komoditas yang dapat tumbuh dilihat potensinya berdasarkan data luas areal dan pendapatan petani perkebunan rakyat. Data tersebut didapat dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sukabumi dan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cianjur. Data luas areal dan pendapatan setiap komoditas yang didapat dari setiap Kabupaten digabungkan untuk dianalisis, sehingga didapatkan komoditas terpilih berdasarkan ketiga wilayah. Penentuan komoditas terpilih berdasarkan pendapatan petani terendah.
Komoditas perkebunan rakyat
terpilih
Pohon Industri Komoditas
terpilih
Produk Agroindustri Terpilih
Nilai Tambah Agroindustri Terpilih
Kelembagaan Agroindustri
Peningkatan Kesejahteraan Petani
Usaha Perkebunan Rakyat Dipertahankan Komoditas
Komoditas perkebunan yang sudah dipilih, selanjutnya pemilihan produk agroindustri yang dapat dikembangkan. Pertimbangan penetapan produk agroindustri berdasarkan analisis pohon industri dengan menggunakan kriteria permintaan, nilai tambah dan kemudahan dalam penguasaan teknologi untuk diterapkan oleh petani perkebunan rakyat.
Gambar 2 Tahapan penelitian
Mulai
Analisis data perkebunan yang tersedia saat ini di Wilayah Kabupaten Bogor,
Sukabumi dan Cianjur Identifikasi masalah petani perkebunan
rakyat dan program dari setiap Kabupaten
Perhitungan luas lahan dan pendapatan petani perkebuanan rakyat dari komoditas potensial
Penentuan komoditas perkebunan terpilih
Analisis agroindustri pedesaan yang berpotensi untuk dikembangkan petani perkebunan Wawancara
Perhitungan biaya dan pendapatan
Kelembagaan usaha
Stop
Penentuan agroindustri terpilih berdasarkan komoditas terpilih Wawancara dan kaji literatur
Wawancara dan observasi
Perhitungan nilai tambah
Produk agroindustri yang dipilih berdasarkan kriteria permintaan, nilai tambah dan kemudahan penerapan teknologi. Agroindustri yang terpilih, kemudian dihitung besaran nilai tambahnya. Hasil pertanian mengalami peningkatan nilai tambah dari setiap tahapan proses pengolahan. Nilai tambah dihitung berdasarkan harga bahan baku, tenaga kerja, harga output dan input dan faktor yang terlibat dalam pengolahan suatu produk agroindustri. Perhitungan nilai tambah untuk menentukan besaran keuntungan bersih yang didapat oleh pelaku usaha. Peningkatan keuntungan dengan adanya proses pengolahan diharapkan memunculkan keinginan petani untuk mengolah hasil perkebunannya sebelum dijual dan berpengaruh terhadap kesejahteraan petani.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten BSC (Bogor, Sukabumi dan Cianjur) dengan penentuan lokasi secara sengaja (purposive). Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Mei - Desember 2014.
Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang diperlukan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh melalui kaji literatur, data dari instansi terkait dan melalui akses internet, sedangkan data primer didapatkan berdasakan hasil wawancara dan diskusi dengan pakar dan pelaku usaha langsung. Data primer digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai kebijakan pengembangan komoditas perkebunan dari setiap Kabupaten dan untuk perhitungan nilai tambah. Narasumber yang terlibat berasal dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian dan Perkebunan Sukabumi dan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cianjur. Observasi langsung dan wawancara pelaku usaha agroindustri komoditas perkebunan untuk perhitungan nilai tambah dan keuntungan dari proses produksi. Data yang diperlukan terdapat pada Lampiran 25.
Pengolahan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Program yang Mendukung Pengembangan Tanaman Perkebunan
Program Pengembangan Tanaman Perkebunan di Kabupaten Bogor
Program yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor berdasarkan hasil keputusan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Program pengembangan diajukan oleh masyarakat, ke Dinas Perkebunan tingkat desa. Aspirasi masyarakat mengenai program yang akan dijalankan dipilih berdasarkan kepentingan dan kebutuhan petani pekebun. Aspirasi yang terpilih pada tingkat desa diajukan kembali kepada Dinas Perkebunan tingkat kecamatan lalu tingkat Kabupaten, kemudian Dinas Perkebunan tingkat Kabupaten melakukan Musrenbang untuk menentukan program yang prioritas untuk dijalankan.
Program yang dilakukan setiap tahun oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Bogor adalah rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan pengembalian tanah ke penggunaan usaha pertanian atau ke produktifitas sesuai dengan suatu rencana penggunaan tanah sebelumnya, termasuk suatu keadaan ekologi yang stabil, tidak menyebabkan perusakan lingkungan dan konsisten dengan nilai-nilai. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor tahun 2008, luas lahan perkebunan seluas 9,162 hektar, namun pada tahun 2010 mengalami penurunan menjadi 8,411 hektar. Lahan produktif perkebunan beralih fungsi menjadi pembangunan sektor lain, seperti perumahan dan industri.
Program Pengembangan Tanaman Perkebunan di Kabupaten Cianjur Kebijakan pengembangan tanaman perkebunan di Dinas Kabupaten Cianjur berdasarkan UUD 18 Perda tahun 2002, UUD Budidaya tahun 2002, Peraturan Menteri tentang Pembenihan tahun 2013. Kebijakan yang ada disesuaikan dengan potensi pengembangan yang cocok di wilayah Kabupaten Cianjur. Pengembangan potensi untuk mempengaruhi peningkatan produksi dan peningkatan nilai tambah. Peningkatan produksi untuk mengoptimalisasi budidaya tanaman. Berdasarkan Kementrian Dinas Perkebunan, tanaman perkebunan yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia terdapat 127 komoditi ditambah 1 (satu) kemiri sunan.
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Cianjur mencatat terdapat 19 komoditi unggulan dan potensial. Luas perkebunan rakyat mencapai 36,619 Ha. Perkebunan rakyat potensial adalah teh, karet dan cengkeh. Produksi teh terbesar berada di kecamatan Takokak, Sukanagara dan Campaka, penjualan hasil produksi teh sudah mencapai pasar ekspor. Kecamatan pendukung yaitu Cibeubeur, Cugenang, Kadupandak dan Sukaresmi. Tanaman karet berada di kecamatan Cikalong, Mande, Cibeuber. Potensi pengembangan tanaman karet berada di Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Agrabinta. Tanaman cengkeh tersebar di Kecamatan Cibinong, Gebrong, Sinangbarang, Cidaru, Cibeubeur, Cugeneng. Kondisi lahan yang tersedia untuk tenaman cengkeh mengalami penurunan, karena tergenang air dan galian pabrik.
persen terhadap Pendapatan Daerah. Hal tersebut menunjukan keadaan hilir yang masih lemah. Sumber daya manusia (SDM) terus ditingkatkan kemampuannya untuk meningkatkan nilai tambah hasil produksi komoditas perkebunan dan membentuk SDM kreatif secara pengetahuan dan keterampilan. Program pengembangan yang dilakukan untuk petani pekebun tanaman teh, karet dan cengkeh yaitu peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi. Program yang diberikan berupa pelatihan, SLPHT, Demplot dan bimbingan dengan sumber dana yang didapatkan melalui APBD dan APBN. Program program dilakukan untuk mendorong kapasitas dan keterampilan adopsi teknologi.
Program Pengembangan Tanaman Perkebunan di Kabupaten Sukabumi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sukabumi merencanakan pembangunan nasional dengan melaksanakan Musrenbang pada bulan Januari sampai Maret untuk menentukan program yang akan dilaksanakan satu tahun kedepan. Program dibuat berdasarkan hasil keputusan Musrenbang tingkat desa, kecamatan dan kabupaten. Penetapan program hasil Musrenbang harus sesuai dengan rencana strategis (Renstra) 2011 – 2015, khusus untuk bidang perkebunan program sesuai misi yang telah ditetapkan..
Permasalahan perkebunan rakyat yang dihadapi di Kabupaten Sukabumi adalah rendahnya produksi dan produktifitas. Berdasarkan permasalahan tersebut program yang dijalankan, yaitu rehabilitasi untuk meningkatkan produksi dan produktifitas pertanian. Program intensifikasi untuk meningkatkan produksi dengan input yang cukup, pemupukan, pemeliharaan, serta pengendalian hama. Selain itu, perlunya program pemberdayaan kelompok tani melalui sistem kebersamaan ekonomi. Administrasi kelompok dilakukan sebagai rencana pembukuan sarana dan prasarana produksi, aktifitas petani pekebun, pembinaan SDM, memfasilitasi untuk mendapatkan modal.
Komoditas Perkebunan Potensial di Wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi
Komoditas perkebunan yang dapat tumbuh di Kabupaten BSC sebanyak 19 macam tanaman. Kabupaten Bogor memiliki 13 macam komoditas perkebunan, Kabupaten Cianjur memiliki 16 macam komoditas perkebunan dan Kabupaten Sukabumi memiliki 15 komoditas perkebunan yang cocok untuk tumbuh di wilayah tersebut. Tanaman kina hanya terdapat di Kabupaten Cianjur dan tanaman pandan dan pinang hanya terdapat di Kabupaten Sukabumi. Ragam komoditas yang dapat tumbuh di Kabupaten BSC dapat dilihat pada Tabel 2.
Hal ini dapat menguntungkan petani dalam hal kerjasama pendistribusian hasil panen atau pun produk olahan. Pemilihan komoditas perkebunan yang layak untuk dikembangkan berdasarkan kriteria luas lahan dan pendapatan.
Tabel 2 Ragam Komoditas Perkebunan yang Tumbuh per Kabupaten
No Kabupaten
Bogor Cianjur Sukabumi
1 Kelapa Kelapa Kelapa
2 Teh Teh Teh
3 Cengkeh Cengkeh Cengkeh
4 Karet Karet Karet
5 Aren Aren Aren
6 Kopi Kopi Pala
7 Pala Pala Kopi
8 Vanili Vanili Vanili
9 Kakao Kakao Kakao
10 Lada Lada Lada
11 Kumis Kucing Kapok Kapok
12 Nilam Kemiri Kemiri
13 Kayu Manis Kina Pinang
14 Kayu Manis Jambu mete
15 Jambu mete
16 Nilam
Pemilihan Komoditas Berdasarkan Kriteria Luas Lahan
Komoditas perkebunan yang akan dikembangkan dipilih menggunakan kriteria luas lahan. Luas lahan merupakan lahan yang digunakan untuk menghasilkan komoditas perkebunan. Penggunaan kriteria luas lahan dilihat dari potensi saat ini yang didapat dari penggabungan jumlah luas lahan dari ketiga kabupaten untuk setiap komoditas perkebunan. Luas lahan suatu komoditas yang semakin besar menunjukan potensi yang baik untuk mengembangkan komoditas tersebut.
Berdasarkan data luas lahan pada tahun 2011 sampai 2013, komoditas kelapa, teh, vanili, kakao dan kina mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir, sedangkan komoditas lainnya cenderung mengalami kenaikan. Peningkatan luas lahan menunjukan potensi yang baik, karena ada keinginan petani untuk mengembangkan komoditas yang dikelola. Komoditas kelapa memiliki luas lahan terbesar dengan luas sebesar 31,021 hektar dan luas lahan terendah adalah kayu manis dengan total luas lahan sebesar 31 hektar.
hektar. Luas lahan terendah terdapat pada tanaman pandan, jambu mete dan kayu manis, ketiganya memiliki luas lahan di bawah 100 hektar. Data total luas lahan komoditas perkebunan Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Total Luas Lahan Perkebunan di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi (Ha)
Urutan Komoditas Tahun
2011 2012 2013
1 Kelapa 31,969 31,220 31,021
2 Teh 24,175 24,160 24,142
3 Cengkeh 11,566 11,616 11,747
4 Karet 7,141 7,371 7,596
5 Kopi 5,425 5,502 5,688
6 Aren 4,461 4,463 4,467
7 Pala 3,497 3,601 3,706
8 Vanili 656 652 628
9 Kakao 669 666 622
10 Kapok 350 349 350
11 Kumis Kucing 23 23 260
12 Kemiri 253 254 254
13 Lada 297 295 297
14 Kina 189 189 168
15 Pinang 143 143 143
16 Nilam 58 70 133
17 Pandan 0 0 40
18 Jambu Mete 33 33 32
19 Kayu Manis 31 31 31
Komoditas yang terpilih berdasarkan kriteria luas lahan dibatasi menjadi 7 komoditas. Komoditas yang terpilih berdasarkan luas lahan yang terbesar, hal ini dikarenakan dengan adanya ketersediaan luas lahan akan memudahkan untuk pengembangan budidaya dan menjamin ketersediaan bahan baku dengan peningkatan produksi. Ketujuh komoditas dengan luas lahan terbesar memiliki luas lahan lebih dari 3,400 hektar. Pada tahun 2014, komoditas kelapa memiliki luas lahan terbesar yaitu seluas 31,021 hektar dan komoditas pala memiliki luas lahan terendah diantara ketujuh komoditas lainnya, yaitu seluas 3,706 hektar. Tujuh komoditas yang memenuhi kriteria luas lahan yaitu kelapa, teh, cengkeh, karet, kopi, pala dan aren. Komoditas terpilih, selanjutnya ditentukan dengan menggunakan kriteria pendapatan.
Pemilihan Komoditas Berdasarkan Kriteria Pendapatan
produksi dibagi dengan luas tanaman menghasilkan. Produksi merupakan banyaknya hasil dari setiap tahunan dan semusim menurut wujud produk yang diambil berdasarkan luas yang dipanen, sedangkan tanaman menghasilkan adalah tanaman yang sudah dapat menghasilkan, termasuk tanaman yang tidak dipanen.
Pada tahun 2013 produktifitas tertinggi sebesar 2,039 ton/ha/tahun yaitu tanaman aren dan produktifitas terendah adalah tanaman cengkeh sebesar 366 ton/ha/tahun. Produktifitas komoditas teh, karet, kopi dan kelapa sebesar 1,122 ton/ha/tahun, 831 ton/ha/tahun, 809 ton/ha/tahun dan 774 ton/ha/tahun. Laju pertumbuhan dalam tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Data yang dihasilkan ketujuh komoditas mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Peningkatan terbesar terjadi pada tanaman pala dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 20.57% selama tiga tahun terakhir. Produktifitas terendah terdapat pada tanaman cengkeh yang mengalami laju pertumbuhan sebesar 1.95 persen. Data produktifitas dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Produktifitas Komoditas Terpilih
No Komoditas Produktifitas (ton/hektar/tahun) Laju pertumbuhan rata rata tahun 2011
sampai 2013 (%)
Tahun
2011 2012 2013
1 Aren 1,936 1,976 2,039 2.63
2 Teh 1,062 1,045 1,122 2.82
3 Karet 782 838 831 3.16
4 Kopi 747 741 809 4.19
5 Kelapa 657 674 774 8.72
6 Pala 327 339 466 20.57
7 Cengkeh 353 342 366 1.95
Berdasarkan hasil peramalan produktifitas terhadap ketujuh komoditas, produktifitas kelapa tidak mengalami kenaikan ataupun penurunan. Produktifitas komoditas aren, teh, karet, kopi, cengkeh dan pala diramalkan meningkat. Hasil peramalan menunjukan komoditas aren memiliki produktifitas yang tinggi, sebesar 2,102 ton per hektar di tahun 2014 dan hasil peramalan produktifitas terendah adalah komoditas cengkeh sebesar 407 ton per hektar. Berdasarkan peramalan yang dilakukan, potensi dimasa yang akan datang enam komoditas mengalami peningkatan, sedangkan tanaman kelapa tidak mengalami peningkatan maupun penurunan. Hal ini menunjukan keinginan petani untuk tetap membudidayakan tanamannya, sehingga ketersediaan bahan baku masih terjamin. Data peramalan produktifitas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil Peramalan Produktifitas (ton per hektar)
Harga rata-rata tertinggi terdapat pada tanaman cengkeh, 1 kg bunga basah sebesar Rp 49,000 dan harga terendah terdapat pada tanaman kelapa dan teh, yaitu sebesar Rp 1,950 per butir kelapa dan Rp 1,950 per kg pucuk basah. Produktifitas terendah pada komoditas cengkeh, yaitu sebesar 379 kg/ha/tahun dan produktifitas tertinggi pada komoditas aren sebesar 2,102 liter/ha/tahun.
Tabel 6 Pendapatan Petani Rakyat per Hektar
Uru-Produktifitas yang tinggi berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani, begitu juga dengan harga bentuk produksi yang tinggi akan berpengaruh terhadap pendapatan petani pekebun yang tinggi pula. Berdasarkan produktifitas dan rata-rata harga didapatkan rata-rata pendapatan komoditas per hektar terendah adalah komoditas kelapa. Produktifitas tanaman kelapa sebesar 808 per hektar dan harga jual buah kelapa sebesar Rp 1,950, sehingga pendapatan per hektar yang didapatkan Rp 1,575,600 per hektar per tahun. Rata-rata pendapatan per hektar terbesar adalah komoditas cengkeh, meskipun produktifitas cengkeh merupakan yang terendah sebesar 379, namun harga jual bunga basah sangat tinggi sebesar Rp 49,000 per kg, sehingga rata-rata pendapatan sebesar Rp 18,571,000 per hektar per tahun.
Tabel 7 Pendapatan per Petani
No Komoditas Rata-rata
Pendapatan
Perhitungan pendapatan petani per hektar untuk menentukan pendapatan per petani. Pendapatan per petani didapatkan dari hasil kali rata-rata pendapatan dengan rata-rata kepemilikan. Pendapatan per petani terendah akan dipilih sebagai komoditas yang akan dikembangkan potensinya, karena dengan pendapatan yang rendah menujukan kesejahteraan petani yang masih rendah pula. Peningkatan pendapatan petani dengan cara pengolahan hingga menjadi produk agroindustri, sehingga meningkatkan nilai tambah suatu produk. Nilai tambah yang meningkat mampu memberikan pendapatan yang lebih besar bagi petani, sehingga petani tetap mempertahankan luas kebun yang dimiliki dan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan yang berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan petani. Berdasarkan data Tabel 7, komoditas yang layak untuk dikembangkan adalah kelapa, aren, pala dan teh.
Agroindustri Perkebunan Potensial dari Wilayah Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi
Kriteria luas lahan dan pendapatan yang digunakan mengeliminasi 15 komoditas yang ada di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, sehingga terpilih 4 komoditas yang potensial untuk dikembangkan yaitu kelapa, aren, pala dan teh. Komoditas yang sudah dipilih, selanjutnya pemilihan produk agroindustri yang layak untuk dikembangkan dari setiap komoditas berdasarkan kriteria permintaan, nilai tambah dan kemudahan penguasaan teknologi untuk diterapkan oleh para petani perkebunan rakyat.
Penguasaan teknologi dibagi menjadi tiga penilaian, yaitu penguasaan teknologi yang sulit, sedang dan mudah. Pemberian skor penguasaan teknologi dilihat dari cara pemanfaatan teknologi untuk memperoleh hasil pengolahan perkebunan. Semakin mudah teknologi yang digunakan semakin besar peluang penguasaan teknologi oleh petani.
Kriteria nilai tambah dalam penentuan produk agroindustri yang akan dikembangkan dibagi kedalam dua penilaian, tinggi dan rendah. Nilai tambah tinggi jika produk menghasilkan nilai tambah lebih dari 50 persen. Pembatasan 50 persen, dikarenakan perhitungan nilai tambah terhadap produk yang masih belum melakukan pengolahan dan pengemasan yang baik. Hal tesebut berpengaruh terhadap harga jual yang rendah. Asumsi ketiga kriteria pemilihan jenis produk agroindustri memiliki bobot yang sama.
Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera) adalah anggota dalam marga Cocos. Kelapa dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, namun kebanyakan pohon kelapa tumbuh pada tempat-tempat yang berdekatan dengan air yang bergerak seperti di tepi – tepi sungai, dekat pantai. Hal ini disebabkan karena air yang bergerak mengandung oksigen yang penting untuk pernapasan akar. Tanaman kelapa dapat disebut tanaman serbaguna, karena seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk dan benilai ekonomi.
Bagian tanaman kelapa yang berpotensi untuk dikembangkan adalah bagian buah karena memiliki banyak produk turunan. Buah kelapa dapat dikembangkan menjadi produk pangan dan non pangan. Produk olahan kelapa sebagian besar sudah menjadi komoditi ekspor dan sebagian lainnya menjadi konsumsi domestik. Pohon industri kelapa dapat dilihat pada Gambar 3.
Bagian tanaman kelapa yang dapat dimanfaatkan menjadi produk agroindustri adalah buah, batang dan lidi. Bagian buah terbagi menjadi beberapa bagian lainnya yang dapat diolah menjadi produk agroindustri yaitu, air, daging, tempurung dan sabut. Bagian batang dapat dijadikan bahan baku industri untuk menghasilkan perlengkapan rumah tangga, sedangkan bagian lidi dapat dimanfaatkan menjadi bahan kerajinan.
Bagian buah yang layak untuk dikembangkan adalah air kelapa, daging kelapa parut, kopra dan tempurung kelapa. Air kelapa mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan beberapa mineral. Air kelapa dapat diolah menjadi nata de coco, cuka kelapa, kecap dan minuman. Daging buah adalah lapisan tebal berwarna putih dan mengandung berbagai zat gizi. Daging buah tua merupakan bahan sumber minyak nabati. Produk olahan yang dapat dikembangkan dari daging buah adalah VCO, DC dan minyak kelapa. Bagian tempurung merupakan lapisan keras yang terdiri dari lignin, selulosa dan mineral. Tempurung kelapa dapat dijadikan tepung tempurung kelapa dan arang tempurung.
Produk olahan yang dapat dibuat dari air kelapa adalah Nata de coco merupakan produk untuk melengkapi berbagai minuman dan jeli yang berwarna putih dan bertekstur kenyal. Pembuatan nata de coco menggunakan bakteri
Acetobacter xylinum untuk membentuk serat nata yang diperkaya karbon dan nitrogen. Produk olahan lainnya adalah cuka kelapa, pembuatan melalui tahap fermentasi dengan tingkat keasaman kurang dari 4 persen. Cuka kelapa dapat digunakan sebagai bahan penyedap rasa dan pengatur keasaman.
Kelapa
Gambar 3 Pohon Industri Kelapa
rendah karena belum dikenal oleh masyarakat. Pengolahan dari wujud air kelapa menjadi nata de coco, cuka, kecap atau minuman dapat meningkatkan nilai tambah suatu produk.
Tabel 8 Total Skor Produk Agroindustri Air Kelapa
Produk agroindustri
Skor
Total skor Teknologi Permintaan Nilai
tambah 1 2 3 1 2 3 1 2
Nata de coco x x x 8
Cuka kelapa x x x 6
Kecap x x x 6
Minuman x x x 6
Keterangan :
Teknologi : 1 = Sulit Permintaan : 1 = Rendah
2 = Sedang 2 = Sedang
3 = Mudah 3 = Tinggi
Nilai tambah : 1 = Rendah (<50%) 2 = Tinggi (>50%)
Skor tertinggi dihasilkan oleh produk nata de coco, karena penguasaan teknologi yang mudah, permintaan akan produk yang tinggi dan memiliki nilai tambah lebih dari 50 persen. Produk olahan air kelapa lainnya, yaitu cuka, kecap dan minuman belum memiliki permintaan yang tinggi, sehingga perlu adanya pengembangan dan edukasi mengenai pembuatan produk-produk tersebut.
Produk kelapa yang sudah berkembang di dalam negeri adalah coconut crude oil (CCO), dessicated coconut (DC) dan virgin coconut oil (VCO). Ragam produk turunan yang dimiliki oleh komoditas kelapa perlu pemilihan produk agroindusrti pedesaan dengan kriteria kemudahan penguasaan teknologi oleh petani, permintaan yang tinggi terhadap produk yang akan dikembangkan dan besarnya nilai tambah.
Produk yang memungkinkan untuk dikembangkan dari bagian daging kelapa dikalangan petani perkebunan rakyat adalah VCO, CCO, dan DC. VCO merupakan produk yang dapat menigkatkan kesehatan dan bahan baku kosmetik. DC adalah produk campuran makanan yang higenis dan praktis. CCO merupakan produk yang dapat diolah menjadi minyak goreng.
bagian daging, potong daging kelapa menjadi potongan kecil, lalu parut. Parutan kelapa selanjutnya diblender hingga daging kelapa hancur. Saring santan hingga santan kelapa habis, santan hasil perasan didiamkan selama minimal 24 jam, agar air dan minyak terpisah. Bagian atas berwana putih merupakan VCO yang sudah didapatkan dari proses fermentasi.
Tabel 9 Total Skor Produk Agroindustri Daging Kelapa
Produk agroindustri
Skor
Total skor Teknologi Permintaan Nilai
tambah
1 2 3 1 2 3 1 2
Desiccated coconut x x x 8
Virgin coconut oil x x x 6
Minyak goreng x x x 7
Keterangan :
Teknologi : 1 = Sulit Permintaan : 1 = Rendah
2 = Sedang 2 = Sedang
3 = Mudah 3 = Tinggi
Nilai tambah : 1 = Rendah (<50%) 2 = Tinggi (>50%)
DC merupakan tepung kelapa yang didapatkan dari buah kelapa bagian dagi yang diparut tanpa kulit ari yang dikeringkan. DC banyak digunakan untuk campuran industri makanan seperti roti, kue dan lainnya. Alat yang dipelukan untuk membuat DC adalah mesin pemarut kelapa, baskom, panci, pisau, loyang dan oven. Proses pembutannya sederhana, kupas tempurung terlebih dahulu, kemudian kupas kulit ari yang terdapat pada daging buah. Pengupasan tersebut agar DC yang dihasilkan tidak bau. Proses blanching dengan menggunakan uap panas untuk melunakan daging buah. Selanjutnya, rendam dalam larutan NaHSO3 selama 10 menit untuk mencegah munculnya warna coklat. Parut daging buah kelapa, kemudian hasil parutan dikeringkan dengan suhu 50 – 60oC selama 6 – 10 jam sampai kadar air mencapai 3 persen.
Agroindustri kelapa bagian daging buah terpilih berdasarkan kriteria penguasaan teknologi, permintaan dan nilai tambah adalah Desiccated coconut. Terpilihnya DC sebagai agroindustri yang layak dikembangkan, karena teknologi yang digunakan tergolong mudah untuk diterapkan oleh petani, permintaan DC tidak hanya untuk pasar domestik melainkan menjangkau hingga pasar internasional dan nilai tambah yang lebih dari 50 persen. Asumsi ketiga kriteria pemilihan jenis produk agriondustri memiliki bobot yang sama, sehingga total skor DC mencapai angka delapan.
Bagian buah lainnya yang dapat dikembangkan adalah bagian tempurung kelapa. tempurung merupakan bagian keras yang terdiri dari lignin, selulosa dan mineral. Struktur yang keras diakibatkan oleh silikat dengan kadar yang cukup tinggi. Produk agroindustri yang dapat dikembangkan dari bagian tempurung kelapa adalah tepung tempurung kelapa dan arang.
Tepung tempurung kelapa merupakan salah satu bahan utama untuk pembuatan obat nyamuk, pasta pembersih tangan berat sebagai abrasive ringan, isian bubuk pupuk organik, memperhalus cetakan artikel dan lainnya. Produk turunan lain dari tempurung kelapa adalah arang kelapa. Peralatan yang digunakan untuk membuat arang adalah drum atau batu bata.
Pemilihan produk agroindustri dari tempurung kelapa berdasarkan tiga kriteria, yaitu penguasaan teknologi, permintaan dan nilai tambah. Asumsi ketiga kriteria pemilihan jenis produk agroindustri memiliki bobot yang sama. Total skor terbesar terdapat pada produk arang dengan total skor 6.
Tabel 10 Total Skor Produk Agroindustri Tempurung Kelapa
Produk agroindustri
Skor
Total skor Teknologi Permintaan Nilai
tambah 1 2 3 1 2 3 1 2
Tepung tempurung x x x 5
Arang x x x 6
Keterangan :
Teknologi : 1 = Sulit Permintaan : 1 = Rendah
2 = Sedang 2 = Sedang
3 = Mudah 3 = Tinggi
Nilai tambah : 1 = Rendah (<50%) 2 = Tinggi (>50%)
Nata de coco
Proses pembuatan nata de coco yaitu air kelapa mentah di saring, dan dimasukkan ke dalam panci ukuran 5 liter di masak sampai mendidih 100 derajat celcius, setelah mendidih masukkan gula putih 250 gr, za 0,5 gr, cuka 50 cc. Perhitungan nilai tambah dapat dilihat pada Lampiran 5. Campuran air kelapa yang sudah mendidih dimasukan ke dalam baki plastik yang bersih atau steril. Tutuplah baki-baki tersebut dengan kertas koran steril yang sudah dijemur dengan panas matahari. Baki-baki ditutup rapat dan disusun di atas rak baki secara rapi dan ditiriskan sampai dingin untuk diberi bibit nata de coco
Pembibitan dilakukan pada pagi hari dan hasil pembibitan ditutup kembali, baki hasil pembibitan tidak boleh terganggu atau tergoyang. Biarkan baki pembibitan itu selama satu minggu dan jangan terganggu atau tergoyang oleh apapun. Buka hasil pembibitan setelah berumur satu minggu. Nata yang terbentuk diambil dan dibuang bagian yang rusak, lalu dibersihkan dengan cara dibilas dengan air. Rendam dengan air bersih selama 1 hari. Pada hari kedua rendaman diganti dengan air bersih dan direndam lagi selama 1 hari. Pada hari ketiga nata dicuci bersih dan dipotong bentuk kubus (ukuran sesuai selera) kemudian direbus hingga mendidih dan air rebusan yang pertama dibuang. Nata yang telah dibuang airnya tadi, kemudian direbus lagi dan ditambahkan dengan satu sendok makan asam sitrat.
Nata de coco yang sudah dipanen selanjutnya dikemas menggunkan plastik, agar tampilan lebih menarik kemasan diberi label. Penjualan nata de coco dapat didistibusikan kepada retailer seperti supermarket dan mini market. Kelambagaan yang diperlukan dapat berupa lembaga pemasaran untuk membuka akses pendistribusian hasil pengolahan nata de coco. Selain itu, dipelukan lembaga keuangan untuk membantu petani menjalankan usahanya. Diagram alir pembuatan nata de coco dapat dilihat pada Lampiran 19.
Desiccated Coconut
Desiccated coconut (DC), biasa disebut tepung kelapa merupakan produk olahan yang berasal dari daging kelapa. Pembuatan 1 kg daging kelapa parut memerlukan 3 buah daging kelapa, sehingga biaya bahan baku yang diperlukan Rp 12,000 per kilo. Proses pembuatan DC tidak memerlukan bahan tambahan lainnya.harga jual Rp 68,000 per kg DC.
Proses pembuatan DC yaitu pengupasan kulit daging buah, pemotongan dan pencucuian, blanching, pemarutan, pengeringan dan pengemasan. Pengupasan kulit daging hingga benar benar putih bersih tanpa kulit berwana colat yang tersisa. Lakukan pemotongan dan pencucuian, selanjutnya daging buah di blanching untuk membunuh mikroba didalam air bersuhu 90oC selama 5 – 8 menit. Parut kelapa menggunakan grater machine, lalu keringkan hingga kadar air maksimum 3 persen. Setelah dikeringkan, DC dapat dikemas menggunakan plastik yang sudah diberi label.
DC yang sudah dikemas siap untuk dijual minimarket dan supermarket.
Arang Kelapa
Pembuatan arang kelapa sangat sederhana, peralatan yang diperlukan adalah drum untuk pembakaran, tutup drum, kayu 1 meter, dan cerobong. Drum yang digunakan bervolume 200 liter, dapat menampung 90 kg tempurung kelapa. Rendemen sebesar 0.37, sehingga pembuatan 90 kg tempurung kelapa menghasilkan 33 kg arang kelapa. Biaya bahan baku sebesar Rp 67,500 dan biaya tambahan lainnya untuk kayu sebesar Rp 7,200. Harga jual arang Rp 3,000 per kg. Perhitungan nilai tambah dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pembuatan arang kelapa menggunakan drum yang telah dilubangi, sebanyak 12 yang berada dalam 3 baris yang sama. Proses pembuatan diawali dengan pemebersihan dan pemotongan tempurung kelapa, agar lebih memuat tempurung lebih banyak dan menghasilkan arang yang bersih. Masukan tempurung kelapa kedalam drum dan kayu setinggi 1 meter yang bertujuan untuk memeberikan rongga didalam drum.
Tempurung kelapa sudah selesai dimasukan, selanjutnya keluarkan kayu 1 meter untuk rongga asap. Pembakaran mulai dilakukaan menggunakan kayu bakar. Lubang yang terdapat pada drum yang terbawah dibuka hingga terlihat bara pada tempurung, selanjutnya lubang 2 teratas dibuka dan tutup lubang terbawah. Lakukan hal yang sama hingga lubang teratas.
Pembakaran dihentikan ketika asap sudah mulai tipis dan berwarna kebiru-biruan. Tutup drum dengan rapat, agar arang yang didapat tidak berlanjut mengalami proses pembakaran menjadi abu. Dinginkan arang selama 6 jam, selanjutnya lakukan pemisahan arang dan abu dengan cara diayak. Setelah diayak, arang yang terpisah dari abu hasil pembakaran dikemas. Diagram alir dapat dilihat pada Lampiran 21.
Aren
Aren (Arenga pinnata) adalah salah satu anggota palem paleman yang berpotensi secara ekonomi, karena hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Selain bermanfaat secara komersial, aren memiliki fungsi ekologis sebagai pengatur tata air dan konservasi tanah terutama di daerah daerah dengan topografi miring, karena karakteristik perakaran yang sesuai untuk dimanfaatkan dalam rehabilitasi lahan kritis. Bagian tanaman aren memberikan banyak manfaat, sehingga aren ini perlu digunakan dengan baik, agar hasil produksi dapat memberikan nilai tambah yang maksimal bagi petani. Penentuan pengembangan produk agroindustri petani perlu mempertimbangkan penguasaan teknologi yang diterapkan oleh petani dan prospek pasar dimasa akan datang. Pohon industri dan peluang ekonomi dari tanaman aren dapat dilihat pada Gambar 5.
Ragam produk yang dapat diolah dari bagian tanaman aren, perlu pemilihan agroindustri pedesaan yang memungkinkan diterapkan oleh petani. Agroindustri yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah gula aren, bioetanol, cuka dan nata de pinnata. Keempat produk tersebut mampu untuk diusahakan oleh petani.
Pohon Aren
Buah Aren Kolang kaling Industri pengalengan
Warung minuman dan makanan
Kulit buah Makanan ternak
Pupuk
Biji aren Bibit aren
Obat kekuatan tulang Tasbeh
Ijuk aren Kerajinan rakyat Kerajinan, sapu, sikat, tali dan ijuk
Fibre industri Jok mobil, sofa, matras Konstruksi Bantalan lapangan, septic tank
Bunga aren Budidaya Lebah madu
Madu jamu Madu pangan
Nira aren Gula pangan Gula cair, gula semut, gula cetak
Bioethanol Alkohol industri
Alkohol pangan Alkohol klinis Alkohol energy
Cuka
Nata de Pinnata Nata pangan Nata industri
Daun aren Lidi Kerajinan tangan
Industri bahan lidi
Lembar daun Kerajinan tangan
Pupuk
Batang aren Kayu Kayu kerajinan
Kayu olahan
Sagu Tepung pangan
Tepung industri
Sisik kulit batang Dempul perahu
Akar aren Obat herbal
Kerajinan tangan
Bioetanol merupakan bahan bakar yang dihasilkan dari nira aren yang diproses melalui seperangkat alat destilesi yang terbuat dari besi nirkarat. Alat destilaasi terdiri dari pipa kondensor dan selang selang plastik, sedangkan pembuatan cuka cukup sederhana. Nira aren yang didiamkan dalam wadah tanpa terkena oksigen akan mengubah nira aren menjadi cuka. Nata de pinnata merupakan makanan kenyal seperti nata de coco. Nata de coco dibuat dari air kelapa, sedangkan nata de pinnata dibuat dari nira aren. Proses pembuatan nira aren sama seperti nata de coco. Nata de pinnata bertekstur lembut, berwarna putih dan kenyal.
Tabel 11 Total Skor Produk Agroindustri Komoditas Aren
Produk agroindustri
Skor
Total skor Teknologi Permintaan Nilai
tambah
1 2 3 1 2 3 1 2
Gula aren x x x 8
Bioethanol x x x 5
Cuka x x x 7
Nata de Pinnata x x x 5
Keterangan :
Teknologi : 1 = Sulit Permintaan : 1 = Rendah
2 = Sedang 2 = Sedang
3 = Mudah 3 = Tinggi
Nilai tambah : 1 = Rendah (<50%) 2 = Tinggi (>50%)
Agroindustri yang terpilih berdasarkan penguasaan teknologi, permintaan dan nilai tambah adalah gula aren dengan total skor sebesar 8. Permintaan gula aren cukup tinggi, karena banyak orang menggunakan gula aren untuk dijadikan campuran makanan dan minuman. Gula aren biasa digunakan untuk memaniskan makanan dan minuman seperti kue klepon, biji salak, cendol dan lainnya. Pembuatan gula aren menggunakan penguasaan teknologi yang tergolong mudah, sehingga petani mudah menerapkan dan memproduksi gula aren. Pengolahan nira menjadi gula aren dapat dibuat menjadi berbagai macam produk gula aren lain, seperti gula cetak, gula semut dan gula cair.
Gula Aren
Gula Aren Cetak Tradisional
Gula cetak merupakan nira aren yang direbus dan proses pengerasan gula dicetak menggunakan bambu yang dipotong menjadi beberapa bagian dengan tinggi kurang lebih 7 cm. Gula cetak biasa digunakan untuk bumbu rujak, isi kue putu dan makanan lainnya. Cara pembuatan guka cetak diawali dengan penyaringan nira aren agar terpisah dari kotoran selama penyadapan. Nira aren yang sudah disaring, dituangkan kedalam wajan yang besar untuk direbus. Saat nira aren mulai meluap tambahkan minyak seperempat sendok teh agar nira aren yang direbus tidak meluap. Pengadukan sering dilakukan ketika nira aren sudah mulai mengental. Pengadukan dilakukan agar nira aren tidak mengeras dipinggiran wajan. Proses perebusan dilakukan hingga nira mengeras jika dimasukan ke dalam air atau dengan cara mengambil sedikit nira yang sudah direbus, jika terlihat terdapat benang halus hal tersebut menandakan nira aren siap untuk diangkat. Nira aren yang sudah diangkat dituangkan kedalam bambu dengan diameter berukuran 5 cm.
Produksi gula cetak yang dihasilkan sebanyak 7.15 kg dengan memerlukan 41 kg nira aren, sehingga faktor konversi pembuatan nira aren menjadi gula cetak adalah 0.175. Proses pembuatan gula cetak memerlukan waktu selama 3 jam dengan input sebanyak 41 kg. Tenaga kerja yang diperlukan sebanyak satu orang tenaga kerja. Upah yang diberikan Rp 40,000 dengan waktu kerja selama 5 jam per hari, maka pendapatan tenaga kerja Rp 8,000 per jam. Biaya input lain yang dikeluarkan dalam pembuatan gula cetak adalah kayu bakar, minyak goreng, dan daun pisang, Harga jual gula cetak Rp 17,000 per kg, maka pendapatan yang dihasilkan sebesar Rp 2,975. Pengolahan gula cetak tradisional menghasilkan nilai tambah yang negatif, sehingga petani pengolah aren mengalami kerugian sebesar Rp 321 per kg nira aren. Perincian perhitungan pembuatan gula cetak dapat dilihat pada Lampiran 8.
Gula Semut Tradisional
Gula semut dapat dibuat dengan teknologi yang sederhana seperti pembuatan gula cetak. Teknologi yang sederhana ini dapat diterapkan oleh petani aren hingga tahap pengolahan. Prospek pasar untuk gula aren sangat baik. Tidak hanya pasar domestik, gula semut dapat merambah hingga pasar ekspor. Gula semut dapat digunakan sebagai pemanis minuman seperti teh dan kopi, gula semut dapat juga digunakan untuk membuat kue dan roti.
Gula semut diolah dengan cara direbus, pengolahan gula semut memiliki beberapa tahapan yang sama dengan pengolahan gula cetak. Perbedaan terjadi pada lama perbusan, gula semut direbus lebih lama 7 menit setelah pengangkatan untuk gula cetak. Selanjutnya nira aren yang sudah masak diangkat, nira yang sudah mengental diaduk selama 10 menit hingga mengkristal. Pengkristalan sudah terjadi dilanjutkan dengan penggerusan hasil kristal nira aren menggunakan tempurung kelapa. Bubuk gula hasil penggerusan, selanjutnya dilakukan pengayakan agar gula semut yang dihasilkan semakin halus. Setelah diayak, gula semut dikemas menggunakan plastik dan diikat menggunakan karet.