PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesisAnalisis Ekonomi Rehabilitasi
Ekosistem Terumbu Karang dengan Metode Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2010
ABSTRACT
JUSTIANA LOLITA TAHYA. Economic Analysis of Rehabilitation of Coral
Reefs Ecosystem with Artificial Reefs Method in Seribu ISland Waters Administative District, Province of DKI Jakarta. Directed by: ACHMAD FAHRUDIN and LUKY ADRIANTO
The focus of study is the economic analysis of rehabilitation of coral reefs ecosystem with artificial reefs method and to know the effectiveness of artificial reefs program in Seribu Island waters. Aim this research is: (1) to identify artificial reefs uses in Seribu Island waters; (2) to estimate economic value of artificial reefs program in Seribu Island waters; (3) to know the effectiveness of artificial reefs program in Seribu Island waters. The economic values of artificial reefs areas examined in the study were use effect on production method (EOP) and contingen valuation method (CVM). The effectiveness of artificial reefs program examined use cost benefit analysis. The result of study showed that uses of artificial reefs area is fishery. Total economic value of artificial reefs area was Rp 19.383.488.670 per year. Cost benefit analysis yield net present value (NPV) in Pramuka Island was Rp 92.296.872.199 with benefit cost ratio (BCR) was 84,75. NPV Gosong Karang Lebar was Rp 7.303.491.828 with BCR was 4,99. NPV in Kelapa Island was Rp 5.990.764.050 with BCR was 13,20. NPV in Semak Daun Island was Rp-195.469.937 with BCR 0,94 and NPV in Gosong Pramuka was Rp-4.269.670.649 with BCR was 0,68. Economically artificial reefs program in Pramuka Island, Gosong Karang Lebar and Kelapa Island is relatively effective to developed rather than artificial reefs in Semak Daun Island and Gosong Pramuka.
RINGKASAN
JUSTIANA LOLITA TAHYA. Analisis Ekonomi Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang dengan Metode Terumbu Buatan (Artificial reef) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan LUKY ADRIANTO.
Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km2 dapat menghasilkan 20 ton ikan. Terumbu karang Indonesia merupakan salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia yang menyediakan sekitar 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan. Persediaan karang dan ikan karang Indonesia yang melimpah terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak seperti penangkapan ikan dengan menggunakan racun sianida dan bahan peledak. Terumbu karang memiliki fungsi ekosistem yang penting, yang menyediakan barang dan jasa bagi ratusan juta penduduk khususnya di negara-negara berkembang. Terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena menjadi tidak produktif. Di Kepulauan Seribu (perairan bagian Utara Jakarta), sekitar 90-95% terumbu karang hingga kedalaman 25 m mengalami kematian. Ada beragam upaya mengatasi penurunan atau kelangkaan stok sumberdaya ikan. Beberapa diantaranya dengan menggunakan rumpon dan terumbu buatan. Upaya yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi ekologi terumbu karang Kepulauan Seribu adalah dengan rehabilitasi melalui penenggelaman terumbu buatan (artificial reefs).
Terumbu buatan (artificial reefs) memiliki fungsi yang serupa dengan rumpon, namun bersifat lebih permanen dan stabil karena memungkinkan terbentuknya suatu habitat baru, dapat memberikan rumah baru bagi ikan dan biota-biota laut lainnya yang kehilangan habitat aslinya. Fokus dari studi ini adalah analisis ekonomi rehabilitasi ekosistem terumbu karang dengan metode terumbu buatan dan efektivitas program terumbu buatan di Perairan Kepulauan Seribu. Tujuan penelitian adalah (1) mengidentifikasi pemanfaatan terumbu buatan (artificial reefs) di Perairan Kepulauan Seribu; (2) mengestimasi nilai ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Perairan Kepulauan Seribu; (3) mengetahui efektivitas ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Perairan Kepulauan Seribu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Objek penelitian adalah kawasan terumbu buatan (artificial reefs) di perairan Kabupaten Adminstratif Kepulauan Seribu (Pulau Pramuka, Gosong Pramuka, Pulau Semak Daun, Gosong Karang Lebar dan Pulau Kelapa). Metode analisis data untuk menentukan nilai ekonomi program terumbu buatan dilakukan
dengan menggunakan Effect on Production (EOP) dan Contingen Valuation
Method (CVM). Metode analisis data untuk efektivitas program terumbu buatan dilakukan dengan menggunakan analisis biaya manfaat.
Pulau Pramuka sebesar Rp92.296.872.199 dengan BCR sebesar 84,75. NPV Gosong Karang Lebar sebesar Rp7.303.491.828 dengan BCR sebesar 4,99. NPV Pulau Kelapa sebesar Rp5.990.764.050 dengan BCR sebesar 13,20. NPV Pulau Semak Daun sebesar Rp-195.469.937 dengan BCR sebesar 0,68 dan NPV Gosong Pramuka sebesar Rp-4.269.670.649 dengan BCR sebesar 0,94. Secara ekonomi program terumbu buatan di Pulau Pramuka, Gosong Karang Lebar dan Pulau Kelapa efektif untuk dikembangkan sedangkan Pulau Semak Daun dan Gosong Karang Lebar program terumbu buatan belum efektif untuk dikembangkan.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
ANALISIS EKONOMI REHABILITASI EKOSISTEM
TERUMBU KARANG DENGAN METODE TERUMBU
BUATAN (
ARTIFICIAL REEFS
) DI PERAIRAN KABUPATEN
ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI
JAKARTA
JUSTIANA LOLITA TAHYA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh gelar Magister Sains Pada
Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis Ekonomi Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang dengan Metode Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta
Nama : Justiana Lolita Tahya
NRP : H352060011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si Dr.Ir. Luky Adrianto, M.Sc
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ekonomi Dekan Sekolah Pascasarjana
Sumberdaya Kelautan Tropika
Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
PRAKATA
Ucapan syukur, hormat dan terima kasih kepada Tuhan Yesus atas karunia
dan berkat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian
yang dilaksanakan bulan Maret 2009 sampai Mei 2009 adalah Analisis Ekonomi
Rehabilitasi Ekosistem Terumbu Karang dengan Metode Terumbu Buatan
(Artificial Reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada : 1) Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku ketua komisi pembimbing atas ilmu
dan bimbingannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
2) Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing, membantu, dan memotivasi penulis selama penelitian hingga
penyelesaian penulisan karya ilmiah ini.
3) Ir. Moch. Prihatna Sobari, MSc selaku dosen penguji atau koreksi, masukan
dan referensi bagi penyempurnaan karya ilmiah ini.
4) Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS selaku Ketua Program Studi
Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika yang senantiasa membantu,
mengarahkan dan memotivasi penulis dalam penyelesaian studi.
5) Pihak PKSPL yang telah membantu memberikan informasi lokasi penelitian
sehingga penelitian dapat dilaksanakan.
6) Pak Giri Andono dan Pak Kholik yang telah membantu dan memberikan
informasi yang berguna bagi penulis selama penelitian.
7) Mba Muti, bung Edwin Telehala, bung Rudy Latuihamallo, mba Erin, mas
Bule, mas Bedo, bang Aib dan keluarga untuk bantuannya selama penulis
melakukan penelitian.
8) Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih kepada Papa, Mama, San dan
Piere yang sabar dan setia membantu penulis dalam doa dan dukungan baik
moral maupun materiil.
Bogor, Maret 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 25 Agustus 1982 dari Bapak
Daniel Tahya dan Ibu Cornelia Tahya-Berhitu. Penulis merupakan putri kedua
dari dua bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Kristen YPKPM
Ambon dan tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Pattimura
melalui jalur PMDK. Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Tahun 2006 penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... . xv
I. PENDAHULUAN... 1
1.1Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan Masalah... 6
1.3 Tujuan Penelitian... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1 Penilaian Manfaat... 8
2.2 Penilaian Biaya... 10
2.3 Analisis Biaya Manfaat (Cost Benefit Analysis)... 12
2.4 Teknik dan Valuasi Ekonomi... 17
2.5 Eksternalitas... 20
2.6 Ekosistem Terumbu Karang... 21
2.7 Terumbu Buatan (Artificial Reefs)... 26
2.8 Aspek Sosial dan Ekonomi Terumbu Buatan (Artificial Reef)……. 28
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI... 34
IV. METODOLOGI PENELITIAN... 36
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 36
4.2 Metode Penelitian... 37
4.3 Metode Pengambilan Sampel... 37
4.4 Metode Analisis Data...………. 39
V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN...……….... 45
5.1 Letak Geografis dan Administrasi………... 45
5.2 Topografi, Iklim dan Oseanografi...………. 45
5.3 Keadaan Sosial Ekonomi Lokasi Studi...………. 46
5.4 Potensi Ekosistem Sumberdaya Pesisir dan Laut...……….. 48
5.5 Karakteristik Responden……….. 50
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN...……….. 53
6.1 Identifikasi Pemanfaatan Terumbu Buatan (Artificial Reefs)…….. 53
6.2 Pendugaan Nilai Utilitas Konsumen dari Sumberdaya Perikanan pada Kawasan Terumbu Buatan………...………... 54
6.3 Estimasi Nilai Ekonomi Program Terumbu Buatan.…………... 57
6.4 Nilai Manfaat Bersih Kawasan Terumbu Buatan…....……… 67
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan...………... 69
7.2 Saran……..………... 69
DAFTAR PUSTAKA……….……….. 70
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km2dari
Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara………... 1
2. Kondisi Terumbu Karang di Indonesia……… 2
3. Jumlah dan Manfaat Kerugian yang Disebabkan oleh Kegiatan terhadap Terumbu Karang ……... 3
4. Ringkasan Persentase Tutupan Karang Keras Karang Mati dan Indeks Mortalitas dari 23 Transek di Kepulauan Seribu pada Tahun 2004-2005…... 4
5. Perbandingan Model Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Kepulauan Seribu………... 6
6. Riwayat Penenggelaman Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Kepulauan Seribu…... 7
7. Definisi Total Nilai Ekonomi (TEV)..………... 17
8. Empat Tipe Karang Utama ………... 21
9. Goods and Ecological service ... 23
10. KelompokStakeholderdan Kerangka Institusi....……… 33
11 Rincian Jumlah Responden Manfaat Langsung ……….. 38
12. Perincian Jumlah Responden Berdasarkan Pulau.………... 38
13. Nama Pulau, Luas dan Peruntukannya di Kelurahan Pulau Panggang ………. 46
14. Data Perkembangan Usaha Perikanan .………... 47
15. Penggunaan Armada dan Alat Tangkap di Kelurahan Pulau Panggang………... 49
16. Jenis Alat Tangkap diKelurahan Pulau Panggang ………... 49
17. Pemanfaatan Kawasan Terumbu Buatan .………. 53
19. Nilai Ekonomi Kawasan Terumbu Buatan Berdasarkan
Pemanfaatan Aktual Tahun 2009 ………. 59
20. Manfaat Tidak Langsung Kawasan Terumbu Buatan …………. 60
21. Manfaat Pilihan Kawasan Terumbu Buatan ……….. 61
22. Koefisien Penduga Fungsi WTP Keberadaan Kawasan
Terumbu Buatan ….…….…..………. 62
23. Ringkasan Kajian Pustaka terkait dengan Nilai R2dari Manfaat
Keberadaan Ekosistem Terumbu Karang ..……… 62
25. Nilai Manfaat Total per Kawasan Terumbu Buatan .………. 63
26. Nilai Total Ekonomi Kawasan Terumbu Buatan ……… 64
27. Biaya Investasi dan Biaya Tetap Pemanfaatan Kawasan
Terumbu Buatan per Alat Tangkap ……..………. 65
28. Biaya Tidak Langsung (Pembuatan dan Penenggelaman
Terumbu Buatan) ………...………. 66
29. Biaya Pembuatan dan Penenggelaman Terumbu Buatan pada
Kawasan Terumbu Buatan ………...……….. 67
30. Perhitungan NPV Skenario Pengelolaaan Kawasan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. NilaiMarket Goods ………. 8
2. TipologiTotal Economic Value ……..………. 17
3. Kerangka Berfikir PendekatanEffect on Production Approach ……….… 19
4. Tingkat Output yang Efisien ..………. 20
5. Interaksi dalamSeascape, menunjukkan hubungan antara Mangrove, Padang Lamun dan Terumbu Karang .………. 22
6. BentukArtificial Reefs dari Blok Semen,BentukTurtle Block dan Bentuk Kubus ……… 27
7. Kerangka Adaptasi Managemen untuk Penelitian Artificial Reefs ………..……… 29
8. Tujuan dan Sasaran Definisi untuk ProgramArtificial Reefs ……. 31
9. Kerangka Pendekatan Studi .………. 35
10. Peta Lokasi Penelitian ………. 36
11.Klasifikasi Umur Respoden ……… 50
12. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden ... 50
13. Mata Pencaharian Responden ... 51
14. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden ... 53
15. Pendugaan Surplus Konsumen Kawasan Terumbu Buatan ... 54
16. Kurva Permintaan Konsumen terhadap Manfaat Perikanan Pulau Pramuka ... 55
17. Kurva Permintaan Konsumen terhadap Manfaat Perikanan Gosong Pramuka ... 55
19. Kurva Permintaan Konsumen terhadap Manfaat Perikanan
Gosong Karang Lebar ... 56
20. Kurva Permintaan Konsumen terhadap Manfaat Perikanan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian ………. 73
2. Data Produksi dan Harga Ikan di Kawasan Terumbu Buatan .……. 74
3. Koefisien Regresi Manfaat Langsung Kawasan Terumbu Buatan
Pulau Pramuka ……….… 75
4. Kurva Permintaan Manfaat Langsung Terumbu Buatan
Pulau Pramuka ..……… 77
5. Koefisien Regresi Manfaat Langsung Terumbu Buatan
Gosong Pramuka………...………. 79
6. Kurva Permintaan Manfaat Langsung Terumbu Buatan
Gosong Pramuka …..……… 81
7. Koefisien Regresi Manfaat Langsung Pulau Semak Daun ………… 83
8. Kurva Permintaan Manfaat Langsung Pulau Semak Daun ….……. 85
9. Koefisien Regresi Manfaat Langsung Gosong Karang Lebar .……. 87
10. Kurva Permintaan Manfaat Langsung Gosong Karang Lebar ……. 89
11. Koefisien Regresi Manfaat Langsung Pulau Kelapa .……… 91
12. Kurva Permintaan Manfaat Langsung Pulau Kelapa ... 93
13. Analisis Ekonomi Manfaat Langsung Kawasan Terumbu Buatan
Berdasarkan Surplus Konsumen …... 95
14. Analisis Ekonomi Manfaat Langsung Kawasan Terumbu Buatan
Berdasarkan Kondisi Aktual ... 96
15. Manfaat Tidak Langsung Kawasan Terumbu Buatan ... 97
17. Perhitungan Hubungan WTP dengan Karakteristik Responden ... 100
18. Perhitungan Biaya Investasi dan Biaya Depresiasi
Dari Manfaat Perikanan per Responden ... 102
19. Analisis Biaya Manfaat Kawasan Terumbu Buatan
Pulau Pramuka …………... 104
20. Analisis Biaya Manfaat Kawasan Terumbu Buatan
Gosong Pramuka ... 106
21. Analisis Biaya Manfaat Kawasan Terumbu Buatan
Pulau Semak Daun ... 108
22. Analisis Biaya Manfaat Kawasan Terumbu Buatan
Gosong Karang Lebar ... 110
23. Analisis Biaya Manfaat Kawasan Terumbu Buatan
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup
berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas
1 km2dapat menghasilkan 20 ton ikan (Terangi 2009). Terumbu karang Indonesia merupakan salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia yang
menyediakan sekitar 3,6 juta ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan
(Situmorang 2004). Persediaan karang dan ikan karang Indonesia yang melimpah
terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak seperti penangkapan ikan
dengan menggunakan racun sianida dan bahan peledak. Terumbu karang memiliki
fungsi ekosistem yang penting, yang menyediakan barang dan jasa bagi ratusan
juta penduduk khususnya di negara-negara berkembang. Tabel 1 menunjukkan
sebuah ringkasan tentang keuntungan bersih tahunan setiap km2terumbu karang yang sehat di Asia Tenggara.
Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara
Penggunaan Sumberdaya
Kisaran Produksi
Potensi Keuntungan Bersih per Thn
Perikanan secara lestari
(konsumsi lokal)
10 - 30 ton $ 12.000 - $ 36.000
Perikanan secara lestari
(ekspor ikan hidup)
0,5–1 ton $ 2500 - $ 5000
Perlindungan pantai (mencegah erosi)
$ 5500 - $ 110.000
Pariwisata dan rekreasi
100–1000 individu
$ 700 - $ 111.000
Nilai estetika dan keanekargaman hayati
600–2000 individu
$ 2400 - $ 8000
Total (untuk perikanan dan
perlindungan pantai)
$ 20.000 - $ 151.000
Total (untuk pariwisata dan estetika)
$ 23.100 - $ 270.000
Puslit Oseanografi LIPI (2007), menyebutkan persentase penutupan karang
hidup yang masih dalam kondisi sangat baik pada wilayah Indonesia bagian Barat
sekitar 5,52%, wilayah Indonesia bagian Tengah dengan persentase penutupan
karang hidup menunjukkan kondisi baik sekitar 5,11%, dan untuk wilayah
Indonesia bagian Timur persentase penutupan karang hidup menunjukkan kondisi
sangat baik sekitar 5,88%. Kondisi terumbu karang di Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Kondisi Terumbu Karang di Indonesia (%)
Lokasi
Jumlah lokasi
Sangat
baik Baik Cuku
p
Kuran g
Barat 362 5,52 27,07 33,98 33,43
Tengah 274 5,11 30,29 44,89 19,71
Timur 272 5,88 17,28 34,19 42,65
Indonesia 908 5,51 25,11 37,33 32,05
Sumber : Puslit Oseanografi-LIPI (2007)
Keterangan:
Sangat baik : persentase tutupan karang antara 75-100% Baik : persentase tutupan karang antara 50-74% Cukup : persentase tutupan karang antara 25-49% Kurang : persentase tutupan karang antara 0-24%
Burke et al. (2002), menyatakan bahwa aktivitas manusia mengancam lebih dari 85% terumbu karang Indonesia. Persediaan terumbu karang dan ikan
karang di Indonesia yang melimpah terancam oleh praktek penangkapan ikan
yang merusak. Persentase ancaman akibat penangkapan ikan secara berlebihan
dapat mencapai 64% dari luas keseluruhan dan mencapai 53% akibat
penangkapan ikan dengan metode yang merusak. Burke et al. (2002),
mengestimasi kerugian di Indonesia akibat penangkapan ikan menggunakan
bahan peledak selama 20 tahun ke depan adalah sebesar 570 juta dolar AS,
sedangkan estimasi kerugian dari penangkapan ikan dengan racun sianida secara
berkala sebesar 46 juta dolar AS. Ekosistem terumbu karang yang rusak,
mengancam ketersediaan sumberdaya hayati yang menjadi tumpuan hidup
masyarakat di sekitarnya sehingga menimbulkan kelangkaan ikan dan
secara langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkan akibat eksploitasi
terumbu karang (Tabel 3).
Tabel 3 Jumlah Manfaat dan Kerugian Disebabkan oleh Kegiatan terhadap Terumbu Karang (nilai saat ini; suku diskonto 10%; jangka waktu 25 tahun; dalam ribuan US$; per km2)
Kegiatan yang merusak terumbu Karang Manfaat bagi pelaku kerusakan
Kerugian bagi negara Aspek perikanan Aspek perlindungan pantai Aspek pariwisata Lain-lain1)
Jumlah kerugian Kerugian bersih Penangkapan ikan dengan racun
33 40 0 3-436 n.q 43-476 10-443
Penangkapan ikan dengan bahan peledak
15 86 9-193 3-482 n.q 98-761 84-746
Sedimentasi penebangan
kayu
98 81 - 192 n.q 273 175
Sedimentasi perkotaan
n.q n.q n.q n.q n.q n.q n.q
Penangkapan ikan berlebih
39 109 - n.q n.q 109 70
Pengambilan batu karang
121 94 12-260 3-482 >672) 176-903 55-782
Sumber : Dahuri (1999)
Selang menunjukkan lokasi dari nilai rendah dan tinggi atas nilai potensi pariwisata dan perlindungan pantai, n.q. = tidak dapat dihitung
1) = lainnya mencakup kerugian kehilangan pengamanan pangan dan nilai kenaekaragaman hayati (tidak dapat dihitung)
2) = kerusakan hutan disebabkan oleh pengambilan kayu untuk pengolahan batu kapur (karang) diperkirakan US$ 67.000
Terumbu karang yang kondisinya menurun akan kehilangan nilai karena
menjadi tidak produktif. Aktivitas yang merusak terumbu karang dalam waktu
singkat dapat memberikan manfaat secara individual akan tetapi keuntungan
bersih dari pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas ini memiliki nilai yang lebih
kecil dibandingkan dengan kerugian masyarakat akibat turunnya produktivitas
ekosistem terumbu karang. Terumbu karang juga mendapat tekanan dari aktivitas
di daratan, dengan laju rata-rata penebangan hutan tahunan antara tahun 1985 dan
1997 sebesar 1,7 juta ha. Terumbu karang yang terkena pencemaran dari darat,
menunjukkan penurunan keanekaragaman hayati sebesar 30–50% pada
terumbu karang yang masih alami. Terumbu karang yang kondisinya menurun
akan kehilangan nilai karena menjadi tidak produktif. Kepulauan Seribu termasuk
dalam Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu yang terbagi menjadi dua
kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara (Kelurahan Pulau Panggang,
Pulau Harapan dan Pulau Kelapa) dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan
(Kelurahan Pulau Tidung, Pulau Pari dan Pulau Untung Jawa). Kepulauan Seribu
berada di pusat kawasan segitiga karang (coral triangle), yang kaya akan berbagai kehidupan laut. Tabel 4 menujukkan persentase tutupan karang di Kepulauan
Seribu pada tahun 2004 dan tahun 2005.
Tabel 4 Ringkasan Persentase Tutupan Karang Keras (% KK), Karang Mati (%KM) dan Indeks Mortalitas (% IM) dari 23 Transek Garis di Kepulauan Seribu pada Tahun 2004- 2005
No Lokasi
2004 2005
KK KM IM KK KM IM
Secara umum terdapat sedikit kenaikan rerata penutupan karang keras di
Kepulauan Seribu dari tahun 2004 (32,9%) ke tahun 2005 (33,2%). Karang mati
menunjukkan penurunan persentase penutupan dari tahun 2004 ke 2005 (22,3%
menjadi 16,9%) diikuti peningkatan di kategori abiotik yang terdiri dari patahan
karang dan pasir dari 26% menjadi 31,7% (TERANGI 2007). Ada beragam
ancaman terhadap terumbu karang di Kepulauan Seribu, mulai dari penangkapan
ikan dengan metode destruktif (menggunakan bom dan sianida) atau dengan
intensitas tinggi (overfishing), sedimentasi, penambangan karang, pencemaran limbah, baik yang berasal dari daratan dan laut, bahkan pemanasan global.
Di Kepulauan Seribu (perairan bagian Utara Jakarta), sekitar 90-95%
terumbu karang hingga kedalaman 25 m mengalami kematian. Ada beragam
upaya mengatasi penurunan atau kelangkaan stok sumberdaya ikan. Beberapa
diantaranya dengan menggunakan rumpon dan terumbu buatan. Rumpon (fish shelter) berfungsi menarik ikan agar berkumpul pada suatu lokasi tertentu dengan memberikan atau menempatkan beberapa bahan yang berfungsi sebagai
perangsang (attractor) bagi ikan-ikan untuk berkumpul dan selanjutnya dijadikan lokasi penangkapan oleh nelayan. Upaya yang dilakukan untuk mengembalikan
fungsi ekologi terumbu karang Kepulauan Seribu adalah dengan rehabilitasi
melalui penenggelaman terumbu buatan (artificial reefs).
Terumbu buatan (artificial reefs) memiliki fungsi yang serupa dengan rumpon, namun bersifat lebih permanen dan stabil karena memungkinkan
terbentuknya suatu habitat baru, dapat memberikan rumah baru bagi ikan dan
biota-biota laut lainnya yang kehilangan habitat aslinya. Fungsi dari terumbu
buatan (artificial reefs) ini untuk memberikan rumah baru bagi ikan dan hewan lain yang kehilangan habitat aslinya. Biota yang umum terdapat di modul
artificial reefs adalah karang lunak (soft coral) dan karang kipas (gorgonion). Komposisi komunitas ikan di tiap modul fish shelter secara umum adalah
CaesionidaedanPomacentridae.
Keberadaan ikan target di modul artificial reefs adalah kemungkinan terbesar untuk menggantikan fungsi dasar dari ekosisitem terumbu karang yaitu
organisme bentik yang hidup menempel pada substrat seperti karang, spons, alga,
dan lain-lain. Berbagai bahan dan metode telah diujicobakan, mulai dari becak
bekas, kubus konkrit, keranjang besi maupun beton (Tabel 5).
Tabel 5 Perbandingan Model Terumbu Buatan (Artificial Reefs) di Kepulauan Seribu
Kubus Kubah Blok Susun Piramid
Keranjang Besi Susun
Ukuran modul fish
shelter
Sedang Kecil Kecil Besar Besar
Keanekaan komunitas bentik
Sedang Rendah Rendah Tinggi Sedang
Komunitas bentik dominan
Sponge, ascidian Turf algae Sponge, ascidian Ascidian, sponge Ascidian, sponge Komunitas
bentik lain Mollusca Ascidian
Turf algae, mollusca Soft coral, hard coral Turf algae, mollusca Keanekaan komunita ikan
Tinggi Rendah Rendah
Sedang-tinggi Sedang-Tinggi Komunitas ikan dominan
Ikan mayor utama
(pomacentridae) Ikan target (Caesionidae) Ikan mayor utama (Caesionidae) Ikan target (Caesionidae, Haemulidae) Ikan target (Caesionodae) Keberadaan
juvenile ikan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Ada
Sumber : Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kab Adm Kep. Seribu (2007)
Pembuatan dan penenggelaman terumbu buatan (artificial reefs) berbagai model di perairan Kabupaten Administratif KepulauanSeribu sudah sejak dahulu
dilakukan, riwayat penenggelaman terumbu buatan di Kepulauan Seribu terlihat
pada Tabel 6.
Tabel 6 Riwayat Penenggelaman (Deployment)Fish Shelterdi Kepulauan Seribu
No Tahun Model Jumlah (unit)
Titik Lokasi
Kawasan
1 2002 Ban dan hong 11 Utara P. Pramuka P. Pramuka 2 2003 Kubah 31 P. Semak Daun P. Semak Daun 3 2004 Kubus 147 Gosong Pramuka Gosong Pramuka 4 2005 Silinder 20 Timur Karang Lebar Gosong Karang Lebar 5 2005 Besi Susun 5 Barat P. Kelapa P. Kelapa
Sumber : Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kab Adm Kep. Seribu (2007)
1. 2 Perumusan masalah
ekosistem terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu adalah sebesar
Rp57.544.017.4 – Rp174.981.017,4 per ha per tahun (Malay 2000 dalam
Adrianto 2006), sedangkan nilai manfaat ekonomi total ekosistem terumbu karang
di sekitar pulau–pulau yang terkena tumpahan minyak di perairan Kepulauan
Seribu berkisar antara Rp58.697.750.018–Rp65.194.427.478 per tahun. Tingkat pemanfaatan ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu menimbulkan
kerusakan.
Ekosistem terumbu karang memiliki berbagai fungsi ekologi, sehingga
kerusakan-kerusakan ini menyebabkan fungsi ekosistem terumbu karang menjadi
terganggu dan berakibat pada penurunan nilai ekonomi eksosistem terumbu
karang. Untuk mengantisipasi dan mengurangi kerugian-kerugian yang terjadi
maka dilakukan upaya rehabilitasi dengan metode terumbu buatan (artificial reefs), yang bermanfaat memperbaiki kondisi terumbu karang. Terumbu karang setelah rehabilitasi diharapkan akan memberikan nilai atau manfaat ekonomi yang
baru. Sejauh mana efektivitas terumbu buatan (artificial reefs) dapat dianalisis dengan menggunakan analisis biaya manfaat (cost benefit analysis). Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1) Bagaimana pemanfaatan terumbu buatan (artificial reefs) dalam rehabilitasi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu?
2) Bagaimana dengan nilai ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu?
3) Bagaimana efektivitas ekonomi program terumbu buatan (artificial reefs) di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Mengidentifikasi pemanfaatan terumbu buatan (artifcial reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu
2) Mengestimasi nilai ekonomi program terumbu buatan (artficial reefs) di Perairan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penilaian manfaat
Menurut Abelson (1979), output dari proyek termasuk output yang
dikonsumsi pengguna dan manfaat eksternal (external benefit) dipertimbangkan dalam tiga kategori yaitu penurunan dalam biaya produksi, nilai market goods, nilainon market goods.
1. Nilaimarket goods
Nilaimarket goodsdilustrasikan dalam Gambar 1 dimana barang Q0dibeli
pada harga P0. Gross value goods Q0 ditunjukan oleh area A dan B, antara
kesediaan membayar (willingness to pay) kurva permintaan (demand curve) dan sumbu horizontal.
Price $
Marginal supply cost
P1
P0 A
E
Willingness to pay demand curve
B
Q0 Quantity of goods sold
Gambar 1 NilaiMarket Goods(Diadopsi dari Abelson 1979).
Menurut Abelson (1979), ada empat pengecualian dasar untuk harga pasar
yang mencerminkan jumlah dimana rumah tangga bersedia untuk membayar
barang yaitu: (a) jika harga dikontrol maka perhitungan harga digunakan untuk
barang disubsidi maka harga konsumen merupakan willingness to pay(WTP) di bawah yang diterima oleh produsen; (c) ketika barang dijual secara internasional
maka harga relevan dengan harga ekspor; (d) muncul ketika proyek bukan
marginal produsen dari barang jenis baru. Gambar 1 merepresentasikan surplus
konsumen dan penambahan konsumsi yang dihasilkan ditunjukkan dengan
segitiga P1 E P0. Surplus konsumen dari konsumsi yang dihasilkan dapat
diestimasi dengan formula ½ (QP), dimana Qadalah kenaikan konsumsi
dan P adalah perubahan dalam harga. Diperkirakan bahwa Q0,
merepresentasikan jutaan unit yang dikonsumsi tiap tahun dan P1 adalah harga
maksimum yang akan dibayar konsumen untuk satu unit baru (Abelson 1979).
2. Nilai barang yang tidak dipasarkan
Menurut Abelson (1979), ada tiga jenis manfaat yaitu manfaat pilihan
(option benefit), manfaat tidak tergantung (interdependent benefit), dan manfaat keberadaan (existence benefit). Option benefit merupakan atribut manfaat untuk ketersediaan aset kapital, interdependent benefit terjadi ketika orang memperoleh
kesenangan dari menikmati kesenangan yang lain dan existence benefit
merupakan nilai yang dipasang untuk lingkungan dalam hak milik dan tanpa
referensi untuk kegunaan manusia. Manfaat dari barang yang tidak dipasarkan
direpresentasikan oleh area di bawah kurva permintaan yaitu A + B terlihat pada
Gambar 1. Tidak adanya informasi harga pasar maka digunakan dua metode
utama untuk mengestimasi apakah individu bersedia membayar untuk barang
yang tidak dipasarkan adalah survei dan suatu teknik dimana digambarkan oleh
para ekonomi sebagai analisis preferensi.
Analisis preferensi yang digunakan adalah studi tentang perilaku pasar
untuk menyimpulkan nilai-nilai individu. Survei dan analisis preferensi yang
terungkap harus digunakan sebagai pelengkap daripada sebagai teknik kompetisi.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan survei hipotesis tentang preferensi konsumen
jauh diperkuat jika konsisten dengan perilaku pasar yang diamati, tapi kesimpulan
statistik dari perilaku pasar juga diperkuat jika sesuai dengan keinginan yang
3. Manfaat sekunder (secondary benefit)
Pengeluaran proyek dan surplus menghasilkan permintaan untuk barang
dan jasa yang mengarah kepada penciptaan nilai tambah. Prediksi bahwa proyek
dapat menghasilkan manfaat sekunder tidak berarti bahwa manfaat tersebut harus
dihitung dalam evaluasi proyek dimana proyek-proyek alternatif dapat juga
menghasilkan manfaat sekunder, hanya perbedaan dalam manfaat sekunder yang
dapat mempengaruhi net present value (NPV) nasional secara agregat. Secara singkat, untuk tujuan cost benefit analysis (CBA) manfaat sekunder dapat diabaikan jika permintaan agregat tidak bergantung pada pilihan proyek. Manfaat
sekunder mungkin penting, misalnya di wilayah negara-negara berkembang
dengan sumberdaya tetapi sedikit proyek-proyek alternatif.
2.2 Penilaian biaya
Ada empat komponen penting dalam penilaian biaya (Abelson 1979):
a. Perhitungan harga untuk buruh (labour)
Dalam ekonomi pasar kompetitif, biaya kesempatan (opportunity cost) dari tenaga kerja adalah upah yang diperlukan untuk menarik pekerja untuk
proyek, kompensasi upah untuk upah pekerja terdahulu dalam pekerjaan
alternatif. Pasar tidak kompetitif atau tidak ekonomi, opportunity cost tenaga kerja memiliki komponen langsung dan tidak langsung. Biaya langsung adalah
jumlah dari nilai output yang hilang ditambah biaya lain yang terikat dengan
perubahan gaya hidup para pekerja. Biaya tidak langsung mempekerjakan tenaga
kerja jika tingkat preferensi waktu sosial (social time preference rate) lebih rendah dari laba atas investasi dan jika mempekerjakan buruh bukan mesin dapat
meningkatkan konsumsi dan mengurangi surplus proyekreinvestment.
Umumnya biaya tidak langsung buruh dimasukkan dalam CBA hanya jika
implikasi lain dari perbedaan antara pengembalian modal dan perhitungan social time preference rate (STPR). Ada dua ciri perhitungan harga untuk buruh yaitu pertama umumnya harga pasar di bawah untuk kelompok yang output masa
depannya rendah atau tidak ada. Prediksi dimana bukan tingkat pekerjaan
sekarang yang sangat menentukan perhitungan harga buruh dalam proyek-proyek
ukuran kepuasan dari biaya mempekerjakan buruh terampil. Kedua, biaya relatif
dari semua buruh meningkat dari waktu ke waktu dengan peningkatan upah riil
yang diimbangi dengan peningkatan produktivitas yang terus menerus.
b. Perhitungan harga untuk input material
Alasan menonjol bahwa harga pasar material dapat melebihi biaya sosial
riil dari produksi disebabkan monopoli, pajak tidak langsung dan penggangguran.
Diberikan perbedaan antara harga material dan biaya produksi yang sebenarnya,
pertanyaannya adalah apakah perhitungan harga material harus dibebankan ke
proyek dan jawaban umumnya adalah bahwa material-material yang disediakan
dialihkan dari pengguna lain maka harga pasar mewakili biaya sosial karena
mencerminkan nilai dalam penggunaan alternatif. Material yang disuplai dari
peningkatan produksi tidak akan terjadi sebaliknya perhitungan harga adalah
biaya produksi marginal, harus mengecualikan mark-up monopoli dan pajak tidak
langsung dimana mencerminkan transfer dari konsumsi sumberdaya dan harus
mencakup perhitungan harga yang sesuai untuk buruh yang terlibat dalam
material produksi.
c. Perhitungan harga untuk lahan
Harga pasar untuk lahan memberikan beberapa indikasi dari nilai kepada
masyarakat yang dimodifikasi dalam dua cara untuk merepresentasikan nilai
sosial riil. Pertama, harga dapat dipengaruhi oleh subsidi yang diwakili oleh
transfer dari pemerintah untuk pemilik lahan dibandingkan dengan nilai produktif
riil lahan dimana subsidi tersebut adalah pengecualian dari CBA. Kedua, harga
mungkin gagal mencerminkan eksternalitas dari penggunaan lahan tersebut,
seperti polusi udara yang dapat merugikan pengguna industri pada masyarakat
setempat. Eksternalitas negatif seperti ini akan mengurangi perhitungan harga
lahan di bawah harga pasar. Secara luas, jika harga pasar harus direvisi maka nilai
lahan mungkin lebih baik untuk diabaikan dengan memperkirakan keuntungan
bersih terdahulu dalam penggunaan alternatif yang terbaik. Penilaian lahan dalam
meskipun secara finansial kepada pemerintah lahan tidak memiliki biaya tapi
masih memilikiopportunity cost.
d. Biaya eksternal (exsternal cost)
Biaya eksternal adalah pecahan kecil dari pendapatan rumah tangga yang
dapat diasumsi untuk tujuan CBA dimana kompensasi dan nilai willingness to pay (WTP) dapat menjadi sama, tapi asumsi ini tidak dapat dipertahankan jika rumah tangga kehilangan asset terbesar seperti perdamaian dan ketenangan. Ada
dua kemungkinan pendekatan untuk pendugaan nilai kompensasi. Pendekatan
pertama, digunakan untuk estimasi utilitas marginal rata-rata dari uang yang dapat
digunakan untuk konversi nilai WTP menjadi nilai kompensasi sedangkan
pendekatan kedua digunakan untuk mengestimasi nilai kompensasi yang
melibatkan pendugaan harga dimana rumah tangga akan membatalkan aset
tertentu. Nilai-nilai kompensasi dapat digunakan jika CBA yang berkaitan dengan
biaya dan manfaat dari setiap perubahan di masa kini dan dapat memperkirakan
nilai kompensasi atas hilangnya asset saat ini yang membentuk bagian signifikan
dari pendapatan rumah tangga.
2.3 Analisis biaya manfaat (cost benefit analysis)
Analisis biaya manfaat (Cost benefit analysis) dalam ekonomi lingkungan merupakan prinsip dasar yang dapat digunakan lebih lanjut untuk menilai atau
mengukur barang lingkungan (environmental goods) yang tidak memiliki nilai pasar. Cost benefit analysis (CBA) menjadi alat utama dalam evaluasi ekonomi dari program-program masyarakat yang berkaitan dengan manajemen sumberdaya
alam (Intanet al. 2007). CBA dipertimbangkan dengan maksimisasi nilai agregat dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat. Konsumsi dalam konsep
ini termasuk lingkungan dan barang yang tidak dipasarkan lainnya yang dapat
dinilai dalam istilah moneter (Abelson 1979). Pada dasarnya tujuan studi biaya
manfaat mempengaruhi kesejahteraan individu, penilaian individu dari barang
diukur dengan perilaku pasar atau dengan pendapat.
Tujuan CBA untuk menemukan tambahan manfaat bersih dari proyek,
menerima kerugian. Metode valuasi, khususnya CBA dipertimbangkan dalam tiga
kriteria yang relevan untuk pembuatan keputusan seperti (Abelson 1979): (a)
komperhensif; (b) kecocokan dengan partisipasi demokrasi dan prosedur
keputusan; (c) biaya manfaat aktual dari metode dalam latihan. CBA mempunyai
dua ciri utama yang berbeda. Pertama, usaha untuk nilai biaya dan benefit selama
mungkin dalam unit moneter dapat diringkas dan dibandingkan. Kedua, CBA
menyertakan pemandu keputusan seperti net present value (NPV) atau internal rate of return(IRR).
1. Pemandu keputusan (decision guide)
Menurut Kadariah et al. (1999) dalam mencari ukuran yang
menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek,
dikembangkan berbagai macam indeks yang disebut kriteria investasi
(investment criteria). Setiap indeks menggunakan nilai sekarang (present value) yang telah di discount dari arus-arus manfaat dan biaya selama umur suatu proyek. Kriteria investasi atau dua pemandu utama untuk pembuatan
keputusan digunakan dalam CBA adalahnet present value(NPV) dan internal rate of return(IRR). NPV suatu proyek adalah selisihpresent value(PV) arus manfaat (benefit) denganpresent value(PV) arus biaya (cost). Dalam evaluasi suatu proyek tanda go dinyatakan oleh nilai NPV yang sama atau lebih besar dari nol. Jika NPV = 0, berarti proyek mengembalikan persis sebesar social opportunity cost of capital(SOC). Menurut Layard dan Walters (1976)dalam
Abelson (1979) nilai agregat dari konsumsi dalam istilah present valuesangat tinggi dengan proyek dibanding tanpa proyek, jika r melebihi tingkatdiscount ratesosial, proyek diduga dalam kriteria dari nilai agregat dapat diterima.
NPV adalah selisih antara PV manfaat (benefit) dan PV biaya (cost). IRR adalah nilai discount rate social yang membuat NPV proyek sama dengan nol atau tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek. Suatu nilai IRR
yang lebih besar atau sama dengan social discount rate menyatakan tanda diterima untuk suatu proyek, sedangkan IRR kurang dari social discount rate
memberikan tanda ditolak. Kemungkinan ketiga pemandu keputusan adalah
digolongkan dalam proyek secara berbeda dari kriteria NPV. Menurut Feldstein
dan Fleming (1964)dalam Abelson (1979), proyek harus dipilih dalam tingkatan
present value(PV) per unit dari biaya pembatas sampai biaya pembatas tersebut terpakai. Margin proyek kecil dengan BCR yang tinggi tidak perlu digantikan
dengan BCR yang rendah kecuali kalau jumlah present value dan proyek baru menerima dana lebih besar dibanding dari proyek besar (Layard 1976 dalam
Abelson 1979).
2. Pilihan tingkat suku bunga (discount rate)
Pilihan tingkat suku bunga (discount rate) penting untuk dapat diterima sebuah proyek bahkan ketika pilihan terletak seperti tingkat yang serupa seperti
7% dan 10% per tahun. Pada pemandangan pertama nampak tidak ada masalah:
surplus proyek dapat didiskon menurut bobot yang dipasang untuk konsumsi
dalam periode yang berbeda yang dapat diberikan dengan social time preference rate (STRP). Kesulitan mengestimasi STRP, juga menghasilkan STRP rendah dibandingkan keuntungan sosial yang dapat dicapai pada investasi alternatif
(biaya opportunitas sosial kapital, social opportunity cost ). Ukuran relevan dari
social oportunity cost(SOC) adalah untuk memperoleh keuntungan total sebelum pajak pada marginal kapital pribadi. Pada pasar tidak sempurna, maka keuntungan
sosial pada investasi private juga termasuk pembayaran untuk para pekerja dan untuk penyedia material menjadi lebih dan di atas perhitungan upah dan harga,
seperti halnya manfaat eksternal dan biaya (Abelson 1979). Keuntungan total
pada investasi private sesuai ukuran SOC jika pemerintah meminjam dana marginal dari sektor private atau jika mencoba maksimisasi konsumsi agregat, maka diperlukan usaha untuk menyamakan keuntungan marginal sosial untuk
privatedan investasi publik.
Marginal investasi publik dapat menghasilkan surplus yang tinggi
dibandingkan marginal investasi private. Menurut Abelson (1979), SOC harus diestimasi sebagai real rate dari keuntungan, tidak sebagai monetary rate. Dua cara mengestimasi STPR adalah dengan observasi perilaku pasar individu dan
pengambilan pendekatan sosial untuk masalah. STPR dapat didefinisikan sebagai
elastisitas marginal utilitas dari konsumsi per kapita. Jika dikatakan elastisitas 1,5
dan pertumbuhan pendapatan per kapita yang diharapkan 3% per tahun, maka
STPR sama dengan 4,5% per tahun (Layard 1972 dalam Abelson 1979).
Discount rate yang lebih sering dipilih adalah SOC. Alasan pertama bahwarate
SOC dari discountmenyeimbangkan kapital yang diterima untuk proyek dengan kapital yang dapat diterima. Kedua, menggunakan SOC membuat lebih mudah
untuk menghindari ketidakefisien proyek. Ketiga, menggunakan SOC adalah
konsisten dengan usaha untuk maksimisasi nilai agregat dari konsumsi.
3. Analisis pendistribusian
Secara tradisonal, CBA digunakan untuk maksimisasi nilai konsumsi
agregat dengan tanpa melihat kelompok manfaat (benefit) dan biaya (cost). Ada dua dasar pemikiran untuk hal ini. Pertama, jika kriteria ini diterapkan oleh rumah
tangga maka lebih baik jika proyek dibandingkan dengan NPV negatif (Abelson
1979). Kedua, kasus yang kuat dapat dibuat untuk gambaran sasaran distribusi
yang dapat dicapai lebih efektif dengan sedikit biaya dan kombinasi dari
perpajakan, pengeluaran dan kebijakan moneter dibanding melalui proyek
individu dengan NPV yang negatif. Dua komponen utama analisis distribusi yang
berguna dan terkenal. Pertama adalah analisis dari timbulnya biaya (cost) dan manfaat (benefit) pada kelompok masyarakat yang dipilih, kadang-kadang disebut analisis kecelakaan (incidence analysis) yang melibatkan penentuan (Abelson 1979): (a) data apa yang diperlukan dalam penambahan yang
dikumpulkan untuk kalkulasi NPV; (b) kelompok mana yang berarti; (c)
bagaimana biaya dan manfaat bertahan atau ditinggalkan antara kelompok.
Kedua, komponen analisis distribusi memperlihatkan bagaimana
timbulnya biaya dan manfaat yang dapat mempengaruhi keputusan proyek.
Bagian pertama dari distribusi ini mengestimasi surplus. Beberapa dari surplus
untuk pekerja pada proyek dan untuk bisnis menyediakan material untuk proyek
dibayar lebih dibanding perhitungan harga untuk tenaga kerja dan material
(Abelson 1979). Kedua, transfer mempengaruhi timbulnya biaya dan manfaat,
pengaruh utama dari pajak tidak langsung dan subsidi. Ketiga, besaran dan
distribusi manfaat sekunder dan biaya.
4. Ketidakpastian (uncertainty)
Menurut Abelson (1979), ketidakpastian untuk CBA berarti: (a) manfaat
dan biaya mempunyai cakupan nilai kemungkinan; (b) berarti nilai riil dari
manfaat dan biaya dan kemungkinan distribusi tidak diketahui, bagaimana
seharusnya masalah ini dapat diselesaikan yaitu pertama dapat dibuat titik umum
perbedaan antara variabel yang dapat diukur dengan variabel yang tidak dapat
diukur yang mencerminkan tingkat ketidakpastian disekelilingnya dibandingkan
jenis biaya dan manfaat yang terwakili. Analisis ketidakpastian yang paling umum
digunakan adalah pengujian sensitivitas, ini menunjukkan variasi dalam NPV
sebagai fungsi dari perubahan dalam nilai yang ditangkap untuk variabel khusus
seperti harga ramalan atau output. Bentuk analisis ketidakpastian umumnya
disukai oleh para ekonom adalah metode nilai yang diharapkan. Nilai yang
diharapkan dari satu variabel adalah rata-rata dari semua nilai variabel, ini belum
tentu nilai yang kita harapkan terjadi dalam beberapa kasus nilai yang harapkan
adalah sesuatu yang belum tentu terjadi.
Sudut pandang sosial, nilai dari sebuah asset adalah nilai yang diharapkan
digunakan jika perubahan tidak dapat diubah. Alasan bahwa dengan peningkatan
pengetahuan tingkat investasi dibawah dapat diperbaiki, mengingat kesalahan
kelebihan investasi tidak dapat diubah dan konsekuensi yang mungkin membawa
kerugian jangka panjang. Asimetris ini berarti bahwa manfaat yang diharapkan
dari suatu keputusan yang tidak dapat diubah harus dapat diatur untuk
mencerminkan kehilangan dari pilihan yang diperlukan. Ketika hal ini tidak dapat
diteruskan, secara normal CBA akan mengadopsi uji sensitivitas untuk
menunjukkan efek dari tinggi atau rendahnya nilai dari variabel-variabel penting,
walaupun terbatas, uji ini dapat memberikan gambaran yang jelas. Secara final
estimasi dari distribusi NPV suatu proyek tidak memutuskan keberlangsungan
proyek, tetapi pemecahan bergantung pada sikap pembuat keputusan terhadap
2.4 Teknik dan valuasi ekonomi
Kerangka nilai ekonomi yang digunakan dalam mengevaluasi ekonomi
[image:36.611.134.507.236.403.2]sumberdaya alam adalah konsep nilai ekonomi total (total economic value).Total economic value (TEV) merupakan penjumlahan dari nilai ekonomi berbasis pemanfaatan (use value) dan nilai ekonomi berbasis bukan pemanfaatan (non use value). Secara rinci, tipologi TEV terlihat pada Gambar 2, dan definisi nilai TEV terlihat pada Tabel 7 (Barton 1994dalamAdrianto 2006).
Gambar 2 TipologiTotal Economic Value(Diadopsi dari Adrianto 2006).
Tabel 7 Definsi Total Nilai Ekonomi (TEV)
No Jenis Nilai Definsi
1 Direct use value Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan langsung dari suatu sumberdaya atau ekosistem 2 Indirect use
value
Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan tidak langsung dari suatu sumberdaya atau ekosistem
3 Option value Nilai ekonomi yang diperoleh dari potensi pemanfaatan langsung maupun tidak langsung dari suatu sumberdaya atau ekosistem di masa mendatang
4 Bequest value Nilai ekonomi yang diperoleh dari manfaat pelestarian sumberdaya atau ekosistem untuk kepentingan generasi mendatang
5 Existence value Nilai ekonomi yang diperoleh dari sebuah persepsi bahwa keberadaan dari suatu sumberdaya atau ekosistem itu ada, terlepas dari apakah sumberdaya atau ekosistem tersebut dimanfaatkan atau tidak
Sumber : Barton (1994)dalamAdrianto (2006)
[image:36.611.116.512.457.696.2]Metode valuasi secara umum terdiri atas dua pendekatan yaitu, pertama
pendekatan manfaat (benefit) menyangkut nilai pasar (market value), nilai pasar pengganti (substitute atau surrogate) atau barang-barang komplementer (complementary goods). Metode valuasi dengan pendekatan manfaat untuk nilai pasar adalah effect on production (EOP), sedangkan metode valuasi untuk nilai penganti adalah travel cost method (TCM). Kedua, pendekatan biaya (cost) contohnya biaya pengganti (replacement cost), proyek bayangan (shadow project), pencegahan pengeluaran (preventive expenditure) dan biaya relokasi (relocation cost). Metode valuasi berdasarkan survei untuk mengukur keinginan membayar (willingness to pay) dan keinginan untuk menerima (willingness to accept) dengan mengeksplor preferensi dari konsumen melalui pendekatan
contingen valuation method(CVM).
2.4.1 Pendekatan produktivitas (effect on production approach)
Metode valuasi effect on production (EOP) digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh terhadap produksi dari sumberdaya alam. Pendekatan
produktivitas memandang sumberdaya alam sebagai input dari produk akhir yang
kemudian digunakan masyarakat luas, dengan demikian maka langkah pertama
dari pendekatan ini adalah menentukan aliran jasa dari sumberdaya alam yang
dinilai kemudian dianalisis hubungannya dengan produk akhir yang dikonsumsi
masyarakat. Pendekatan EOP memerlukan sebuah pendekatan yang integratif
antara arus ekologi dan arus ekonomi, karena pendekatan ini lebih memfokuskan
pada perubahan aliran fungsi ekologis yang memberikan dampak pada nilai
ekonomi sumberdaya alam yang dinilai.
Secara konseptual, pendekatan produktivitas beranjak dari pemikiran
bahwa apabila ada gangguan terhadap sistem sumberdaya alam (seperti polusi),
maka kemampuan sumberdaya alam untuk menghasilkan aliran barang dan jasa
menjadi terganggu. Gangguan ini mengakibatkan perubahan produksi barang dan
jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan merubah perilaku
pemanfaatannya. Menurut Adrianto (2006), perubahan perilaku pemanfaatan ini
akan mengubah nilai sumberdaya alam tersebut, secara diagram kerangka berfikir
Gambar 3 Kerangka Berfikir Pendekatan EOP (Diadopsi dari Adrianto 2006).
Pengukuran untuk barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam
yang diperdagangkan (traded goods) dengan harga yang terukur dapat dilihat dari perubahan dalam surplus konsumen. Pengukuran yang didasarkan pada
perubahan surplus konsumen adalah untuk mengukur seberapa besar kehilangan
surplus akibat perubahan harga atau kuantitas yang mempengaruhi keinginan
membayar seseorang terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumberdaya alam.
Surplus konsumen adalah pengukuran kesejahteraan ditingkat konsumen yang
diukur berdasarkan selisih keinginan membayar dari seseorang dengan apa yang
sebenarnya dibayar (Fauzi 2006).
2.4.3Contingen Valuation Method(CVM)
Penilaian berdasarkan preferensi (contingen valuation method) adalah metode yang digunakan untuk melihat atau mengukur seberapa besar nilai suatu
barang berdasarkan estimasi seseorang. Contingen valuation method (CVM)
adalah suatu pendekatan untuk mengetahui seberapa besar nilai yang diberikan
seseorang untuk memperoleh suatu barang (willingness to pay) dan seberapa besar
Gangguan terhadap SDA
Fungsi sistem SDA terganggu
Aliran produksi barang dan jasa
terganggu
Perubahan produksi barang dan jasa
Perubahan perilaku pemanfaatan SDA
nilai yang diinginkan untuk melepaskan suatu barang (willingness to accept), jika harus kehilangan kualitas lingkungan yang baik (Adrianto 2006). Cost benefit analysis (CBA) merupakan teknik yang digunakan dan membantu dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan. CBA digunakan
untuk mengukur semua keuntungan atau dampak positif (benefit) dan biaya (cost) sebuah pengelolaan dari awal sampai akhir dalam bentuk nilai uang dan
memberikan ukuran efisiensi ekonomi (Kusumastanto 2000).
2.5 Eksternalitas
Konsumsi terhadap barang publik (public goods) sering menimbulkan eksternalitas atau damapak eksternal. Eksternalitas terjadi jika kegiatan produksi
atau konsumsi dari satu pihak mempengaruhi utilitas dari pihak lain secara tidak
diinginkan, dan pihak pembuat eksternalitas tidak menyediakan kompensasi
terhadap pihak yang terkena dampak. Kaitannnya dengan sumberdaya alam,
eksternalitas penting untuk diketahui karena eksternalitas akan menyebabkan
alokasi sumberdaya yang tidak efisien (Fauzi 2006). Eksternalitas adalah
pengaruh atau dampak yang diterma oleh beberapa pihak sebagai akibat dari
kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi atau pertukaran yang dilakukan oleh
pihak lain. Eksternalitas dapat bersifat menguntungkan (positive externality) dan bersifat merugikan (negative externality), dengan adanya eksternalitas kita tidak dapat mencapai kondisi-kondisi pareto optimal.
P
Marginal Sosial cost
Marginal Private Cost
ps
pp
D
[image:39.611.136.422.515.693.2]qs qp Jumlah output
2.6 Ekosistem terumbu karang
Terumbu karang menyediakan barang dan jasa seperti seafood, rekreasi, perlindungan pantai seperti estetika dan manfaat budaya. Hampir sepertiga dari
laut di dunia ditemukan spesies ikan pada terumbu karang, dan tangkapan dari
area terumbu mendasari sekitar 10% dari ikan yang dikonsumsi manusia. Jennings
dan Polunin (1996) dalam Folke dan Moberg (1999), mengkalkulasi bahwa 1 km2dari aktivitas pertumbuhan terumbu dapat menyokong lebih dari 300 orang. Empat tipe utama terumbu karang adalah fringing reef, barrier reef, atol dan
platform reef (Tabel 8), banyak fungsi berbeda diantara tipe karang ini dan berhubungan dalam tingkat yang bervariasi untuk sistem lain seperti hutan
[image:40.611.109.507.337.581.2]mangrove, padang lamun dan laut terbuka.
Tabel 8 Empat Tipe Karang Utama
Sumber: Folke dan Moberg (1999)
Terumbu karang sebagai penyangga fisik padang lamun dan mangrove,
untuk interaksi fisik jasa biologi dan interaksi biogeochemical antara ekosistem yang salling berhubungan. Ogden (1988) dalam Folke dan Moberg (1999), menyebutnya sebagai biomas zona pantai tropis yang terdiri atas mozaik
kompleks dari mangrove, padang lamun dan terumbu karang (Gambar 5).
Platform reefs Fringing reefs
Barrier reefs Atolls
Secara frekuensi ditemukan di laguna yang dibentuk oleh atol dan barrier reefs
Lagun Great Barrier reef, Belize, Laut Merah, Bahama
Dekat
mengikuti garis pantai,
Lagun sempit yang dangkal
Laut Merah, Afrika Timur, Seychelles dan Pulau Indo-Pasifik lain, banyak karang Karibia
Dipisahkan dari tanah dengan lebar secara relatif, lagun bagian dalam
Great Barrier reef in Australia, Barrier reef Belize, Mayote di Samudera India Barat
Horshore dibentuk atau reef bulat disekeliling pusat lagun (sering jauh dari tanah di laut terbuka)
Tabel 9 Good and Ecological ServiceEkosistem Terumbu Karang
Goods Ecological service
Sumberdaya pulih Penambangan karang
Jasa struktur fisik
Jasa biotik
Jasa biogeokimia Jasa Informasi
Jasa sosial dan budaya Dalam ekosistem Antar ekosistem
Produkseafood Balok karang dan pasir untuk
bangunan Perlindungan garis pantai Pemeliharaan habitat Pendukung biologi melalui hubungan bergerak Perbaikan nitrogen Monitoring dan pencatatan polusi Penyokong rekreasi
Bahan baku untuk obat-obatan
Bahan material untuk produksi kapur dan semen
Penambahan kekuatan tanah Pemeliharaan biodiversitydan perpustakaan genetik Ekspor produksi organik dan plakton untuk jaringan makanan pelagis
CO2/ kontrol
persediaan Ca
Pencatatan iklim Nilai estetika dan inspirasi
akustik
Bahan baku lain (rumput laut dan alga untuk agar,
pupuk dll) Minyak mineral dan gas Promosi pertumbuhan mangrove dan padang lamun Pengaturan proses dan fungsi
ekosistem - Asimilasi sampah -Menopang mata pencaharian masyarakat
Barang seni dan
perhiasan - Generasi pasir karang Pemeliharaan ketahanan biologi - - -Penyokong budaya, agama dan nilai spritual Ikan hidup dan
karang dikumpulkan untuk perdagangan aquarium - - -
2.6.1 Produk ekosistem terumbu karang (ecological goods of coral reefs)
Terumbu karang menghasilkan berbagai produk makanan laut seperti ikan,
remis, krustasea, teripang dan rumput laut. Tangkap lebih (overfishing) terumbu karang diasosiakan dengan populasi ikan merupakan masalah utama. Industri
farmasi menemukan manfaat unsur potensial dengan anti-kanker, menghambat
AIDS, anti-mikroba, anti radang dan anti pembekuan kekayaan antara rumput
laut, sponge, moluska, karang, dan anemon laut di terumbu (Folke dan Moberg
1999). Sebagai pupuk dan skeleton, karang terbukti memiliki peluang dalam
operasi penyokong tulang. Manfaat terumbu karang yang paling merusak adalah
eksploitasi karang keras untuk material bangunan dan untuk produksi kapur,
perekat, mortir dan semen.
2.6.2 Jasa ekosistem terumbu karang (ecological service of coral reefs)
Terumbu karang menghasilkan persediaan pasir karang pantai yang baik
dengan karakteristik pasir putih dari pulau tropis dan satu dari atraksi utama
dalam turis pantai. Fungsi terumbu karang penting sebagai daerah memijah,
pengasuhan, beternak dan mencari makan untuk banyak organisme. Terumbu
karang penting dalam pemeliharaan keanekaragaman hayati yang luas dan
perpustakaan genetik untuk generasi mendatang. Sekitar 60 ribu hewan dan
tumbuhan yang hidup pada karang, spesies lain dan kelompok spesies penting
dalam pemeliharaan ketahanan ekosistem terumbu karang. Beberapa organisme
terumbu karang migrasi di antara ekosistem yang bersebelahan seperti ikan
migrasi ke mangrove dan padang lamun dana menjadikannya sebagai daerah
pengasuhan (nursery ground).
Migrasi ikan dari ekosistem terumbu karang dapat mempengaruhi siklus
nutrien dari padang lamun dan mangrove melalui ekresi. Terumbu karang tidak
hanya menyediakan perlindungan fisik, tetapi juga pendukung biologi untuk
padang lamun, mangrove dan laut terbuka. Hubungan secara biologi adalah input
untuk karang dari dan produk dari migrasi ikan (Folke dan Moberg 1999). Input
dari nutrien dan bahan organik dari migrasi kemudian makan di padang lamun
pada malam dan beristirahat di atas koloni karang sepanjang hari, meningkatkan
pelagis dengan ekspor dari kelebihan produksi organik dan dipecahkan bahan
organik seperti bakteri plankton, fitoplankton, dan zooplankton. Terumbu karang berfungsi sebagai pencampur nitrogen dalam lingkungan yang kurang nutrien.
Karang mungkin tidak produktif dan berbeda tanpa kapasitas dari mikroba
dan asosiasi cyanobacteria dalam biotope karang bawah dan juga cyanobacteria
dalam kolom air untuk asimilasi nitrogen atmosfir (Folke dan Moberg, 1999).
Kemampuan mencampur nitrogen tidak hanya untuk sistem karang tapi juga
untuk produktivitas komunitas pelagis yang bersebelahan untuk pelepasan
kelebihan nitrogen yang tercampur dalam karang. Proses biokimia terumbu
karang memegang peranan yang signifikan dalam keseimbangan dunia kalsium.
Terumbu karang dapat mengubah, mengurai dan menyerap limbah yang
dilepaskan manusia dan menyediakan jasa pembersihan. Produk minyak tang
dalam lingkungan laut diuiraikan oleh mikroba, memutar hidrokarbon menjadi
karbon dioksida dan air. Seperti jasa asimilasi limbah dari karang diuraikan dalam
studi kasus Galapagos oleh de Groot (1992) dalam Folke dan Moberg (1999), telah diestimasi mempunyai nilai US$ 57 per ha per tahun.
Organisme karang digunakan dalam monitoring dan sebagai catatan
polusi. Terumbu karang merupakan sistem sangat sensitif dan secara ekstentif
digunakan dalam pertukaran monitoring terbaru dalam lingkungan laut dan efek
dari gangguan manusia. Terumbu karang berfungsi sebagai pencatat iklim,
komposisi kimia skeleton karang dapat digunakan untuk rekonstruksi temperatur
permukaan laut tropis dan jalur variasi dalam salinitas. Lapisan deposit karang
raksasa dari skeleton bertukar-tukar dan densitas bergantung pada kondisi
lingkungan. Terumbu karang pendukung rekreasi, nilai rekreasi karang
diindikasikan dengan banyaknya pendapatan turis. Nilai finansial turis di Greet
Barrier Reef World Heritage Area (WHA) diestimasi oleh Driml (1994) dalam
Folke dan Moberg (1999), menjadi US$ 682 juta tiap tahun.
2.7 Terumbu buatan (artificial reefs)
Terumbu buatan (artificial reefs) adalah satu atau lebih objek dari alam atau berasal dari manusia yang disebar secara penuh pada dasar laut untuk
sumberdaya penghuni laut (Seaman 2000). Terumbu buatan didefinisikan
sebagai benda berbentuk kotak bolong dikeenam sisinya, yang terbuat dari
susunan batangan beton bertulang yang dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
biota yang memanfaatkannya (Mawardi 2003). Menurut Seaman (2000), manfaat
terumbu buatan (artificial reefs) pada lingkungan laut antara lain: (1) menambah produksi perikanan artisinal; (2) meningkatkan poduksi pemancingan komersial;
(3) lokasi produksi akuakultur; (4) meningkatkan rekreasi pemancingan dengan
kail dan tombak; (5) lokasi rekreasi diving; (6) kontrol kematian ikan; (7)
manipulasi sejarah hidup organisme; (8) perlindungan habitat; (9) konservasi dan
biodiversity.
Menurut Chou (1997), fungsi utama dari terumbu buatan adalah (1) tempat
berkumpulnya organisme terutama ikan sehingga dapat menambah efisiensi
penangkapan; (2) meningkatkan produktivitas alam dengan menyediakan habitat
baru untuk organisme menempel yang berkontribusi pada rantai makanan; (3)
menyediakan habitat baru spesies target; (4) melindungi organism kecil atau
juvenile dan sebagai nursery ground; (5) pelindung pantai dari gelombang serta sebagai tempat naungan organism dari arus yang kuat dan pemangsaan; (6)
meningkatkan kompleksitas habitat dasar. Karakteristik terumbu buatan (artificial reefs) menunjuk pada komponen fisik terumbu dan lingkungan fisik dimana terumbu ditempatkan. Secara umum, terumbu buatan (artificial reefs) ditempatkan di pantai yang dangkal dan perairan estuaria sepanjang danau dan sungai.
Terumbu juga diletakan di pantai dangkal untuk mengontrol erosi. Terumbu
diletakan di dasar lautan atau estuari yang merupakan subjek untuk kekuatan arus
(Seaman 2000).
Struktur terumbu menunjuk kepada material fisik dari komposisi dan
distribusi geografi seperti material terumbu. Untuk capaian keberhasilan terumbu,
penting untuk memastikan struktur terumbu akan tinggal di lokasi dengan (1)
penentangan kekuatan hidrodinamik lokal; (2) tidak melebihi kemampuan
sedimen dasar untuk mendukung bobot struktur terumbu dan (3) pengaturan
kompleksnya interaksi dalam ekosistem terumbu karang menyebabkan sukarnya
mendapatkan bentuk umum dan desain terumbu buatan untuk semua perairan.
Pembuatan terumbu buatan dengan cara mengecor adonan semen, batu kricak,
dan pasir pada sebuah cetakan. Kotak-kotak itu kemudian disusun menjadi bentuk
piramida, dengan komposisi sembilan (bawah), empat (tengah), satu (puncak),
kemudian diikat satu sama lain. Proses selanjutnya yaitu menenggelamkan
piramida ke dalam laut. Kedalamannya harus memenuhi syarat minimal 10
sampai 30 meter dari permukaan laut, supaya tidak menganggu pelayaran.
Setelah terpasang di lokasi yang memenuhi syarat, di permukaan ditempatkan
sebuah pelampung yang dihubungkan dengan tali dan diikatkan pada karang
buatan itu. Pelampung itu akan menjadi tanda atau peringatan bagi pengguna
perairan, bahwa di lokasi yang dimaksud terdapat karang buatan. Benda ini
selanjutnya akan dihinggapi binatang-binatang karang, yang seiring perjalanan
waktu akan mengalami proses pengerasan atau pengapuran.
2.8 Aspek sosial dan ekonomi terumbu buatan (artificial reefs)
Pengumpulan data sosial dan evaluasi adalah suatu bagian integral dari
suatu strategi adaptasi managemen untuk penggunaan sumberdaya dengan
monitoring, evaluasi fisik, biologi dan tanggapan sistem sosial harus
diselenggarakan untuk menduga hipotesis kerja awal untuk mengurangi
ketidakpastian ilmiah sebagai informasi publik dan jika perlu untuk
mengembangkan hipotesis alternatif dan rencana pelaksanaan (Milonet al. 1979
dalam Seaman 2000). Gambar 7 menunjukkan kerangka umum untuk adaptasi manajemen terumbu buatan. Tujuan sosial dan kebijakan untuk pengembangan
terumbu buatan dinyatakan melalui variasi politik dan agen pemerintahan. Tujuan
atau sasaran ini secara umum sering dinyatakan dan memerlukan perbaikan lebih
lanjut oleh ahli untuk menjadi dasar sasaran penelitian. Kebijakan alternatif
tersedia untuk menunjuk tujuan sosial dalam konteks sasaran penelitian studi
Gambar 7 Kerangka Adaptasi Manajemen untuk Penelitian Terumbu Buatan (Diadopsi dari Seaman 2000).
[image:48.611.106.513.86.619.2]