MATERIAL BERPENDAR (
LUMINESENCE
)
BERBASIS KITOSAN-ASETAT, GLUTARALDEHIDA,
DAN POLIVINIL ALKOHOL
MULTAZIMUL HAQ
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Material Berpendar (Luminesence) Berbasis Kitosan-Asetat, Glutaraldehida, dan Polivinil Alkohol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Multazimul Haq
ABSTRAK
MULTAZIMUL HAQ. Material Berpendar (Luminesence) Berbasis Kitosan-Asetat, Glutaraldehida, dan Polivinil Alkohol. Dibimbing oleh BAMBANG RIYANTO dan AKHIRUDDIN MADDU.
Pendaran (luminesence) merupakan pemancaran cahaya yang diakibatkan
berbagai faktor, antara lain aktivitas kimia atau gerakan dan eksitasi elektron. Komposisi kitosan-asetat, glutaraldehida dan polivinil alkohol (PVOH) merupakan inspirasi dalam penciptaan atau perekayasaan material baru berbentuk pendaran (luminesence). Formulasi komposisi meliputi 0; 0,5; dan 0,11 M
kitosan-asetat, 10% (v/v) glutaraldehida dan 10% (b/v) PVOH. Material berpendar (luminesence) terbaik diperoleh pada kitosan-asetat 0,11 M, dengan karakteristik larutan berupa viskositas 1178,00±13,86 cPs, ukuran partikel 199,52±0,8 nm, sebaran indeks 0,368±0,001, dan dalam bentuk film dengan ketebalan 180,3±0,89 µm dan elastisitas film 7,60±0,2 (104 N/m2). Gugus fungsi pendaran terjadi pada 1666 cm-1 dengan nilai T 2% yang menunjukkan gugus imina (C=N). Karakteristik pendaran (luminesence) menunjukkan absorbansi pada
panjang gelombang 300-440 nm serta emisi pada panjang gelombang 450-550 nm dengan intensitas larutan 23 227 (a.u.) dan film 2 665 (a.u.) yang menunjukkan sifat pendar biru-hijau dan nilai frekuensi 6,66×1014 Hz - 5,45×1014 Hz.
Kata kunci: glutaraldehida, kitosan, luminesence, material berpendar, PVOH
ABSTRACT
MULTAZIMUL HAQ. Luminesence Material Chitosan-Acetate, Glutaraldehyde, and Polyvinyl Alcohol-Based. Supervised by BAMBANG RIYANTO and AKHIRUDDIN MADDU.
Luminesence is a light emittion caused by a variety of factor, including chemical activity or movement and electron excitation. Composition of chitosan-acetate, glutaraldehyde, dan polyvinyl alcohol (PVOH) was inspiration in creation or an engineering a new materials shaped luminesence. Formulations of composition was include chitosan-acetate 0, 0.5, and 0.11 M, glutaraldehyde 10% (v/v), and PVOH 5% (b/v). The best of luminesence material obtained at concentration of chitosan-acetate 0.11 M, with charasteristic solution of viscosity 1178±13.86 cPs, particle size 199.52±0.8 nm, dispertion index 0.368±0.001, and film with thickness 180.3±0.89 µm and modulus Youngs 7.60±0.2 (104 N/m2). Functional luminesence occured in 1666 cm-1 with T=2% that indicate imine group (C=N). Charasteristic of luminesence showed that absorbance of UV-Vis at wavelength 300-440 nm together with emission at 450-550 nm accompanying of intensity solution 23,227 (a.u.) dan film 2,665 (a.u.) indicated gree-bluen color and frequence 6.66×1014 Hz – 5.45×1014 Hz.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
MATERIAL BERPENDAR (
LUMINESENCE
)
BERBASIS KITOSAN-ASETAT, GLUTARALDEHIDA,
DAN POLIVINIL ALKOHOL
MULTAZIMUL HAQ
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Material Berpendar (Luminesence) Berbasis Kitosan-Asetat, Glutaraldehida, dan Polivinil Alkohol
Nama : Multazimul Haq
NIM : C34110083
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Bambang Riyanto, SPi MSi Dr Akhiruddin Maddu
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen
KATA PENGANTAR
اَه ُ نُورو اَهاَهاوواتِواَاَأَرتضَنُوروثَاَأَرترواَ كتِو ْاَاٍَتضَيوتا تم اْوااٌََرواو تم َمَ ََُ َ وتُِ َ اَضاجنُوام اْوا اَُوثةَي َ َيواَ اَََْيوااَه اَ اٌَِ َوواقاَاٌَو ااكتج َرَةو َم َ و ااكتة َرََو َمو اَْ اٌََِوو اَيَماَأارو َْرَبََوٍَترواََة اٌويْ تُماقوو ُضَيَُوثم اْواوثماَْواَْجَجَضَنوَرَنو َ َن َ واَا تىاٌ
وثركتيَُو ََاََوتُاااتجوا اَُ َ ومو تْااَيتنوَ اٌََرَ ََُوا اَُواُ ترَىٌَ َ واواَاٌٍََوٍََروتا تم اَتنوا اَُوْتََ ٌَومو م اْ
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan
tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.
(QS. An-Nur:35)
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Material Berpendar (Luminesence) Berbasis Kitosan-Asetat, Glutaraldehida, dan Polivinil Alkohol.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1 Bambang Riyanto, SPi MSi dan Dr Akhiruddin Maddu selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan ilmu, bimbingan, dan nasihat.
2 Dr rer nat Asadatun Abdullah, SPi MSi MSm selaku dosen penguji yang memberikan saran dan masukannya.
3 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku perwakilan program studi dan Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah memberikan arahan dan ilmu yang bermanfaat.
4 Ema Masruroh, SSi, Dini Indriyani, AMd, Saiful Bahri, AMd SSi dan Zacky Arivaie, AMd sebagai Laboran THP IPB yang telah membantu penulis selama penelitian di laboratorium.
5 Sugianto Arjo, MSi selaku dosen UHAMKA dan lulusan S2 Biofisika Departemen Fisika FMIPA IPB yang telah membantu penulis mengenai
luminesence di laboratorium.
6 Kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa membimbing penulis, menuntun dalam doa, kasih sayang, semangat, dan dukungan.
7 Keluarga besar THP 48, THP 49, THP 50, kakak-kakak THP 47 serta mahasiswa Pascasarjana yang telah memberikan motivasi dan semangat selama penelitian.
8 Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya skripsi ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
METODE PENELITIAN ... 3
Waktu dan Tempat ... 3
Bahan ... 3
Alat ... 3
Prosedur Penelitian ... 3
Pembuatan dan karakterisasi larutan material berpendar (luminesence). 4 Pembuatan dan karakterisasi film material berpendar (luminesence)... 6
Karakterisasi spektrum pendaran (luminesence) ... 6
Prosedur Analisis ... 7
Rancangan Percobaan ... 9
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10
Karakteristik Larutan Material Berpendar (Luminesence) ... 10
Kelarutan dan kekentalan larutan ... 10
Kenampakan (visual) larutan ... 11
Karakteristik Film Material Berpendar (Luminesence) ... 12
Kenampakan (visual) film ... 12
Ketebalan, kuat tarik, kemuluran, dan elastisitas (modulus Young)film 14 Spektrum transmitansi gugus fungsi film .... 17
Karakteristik Spektrum Pendaran (Luminesence) ... 18
Spektrum absorbansi pendaran (luminesence) ... 18
Spektrum emisi pendaran (luminesence) ... 20
KESIMPULAN DAN SARAN ... 21
Kesimpulan ... 21
Saran ... 21
DAFTAR PUSTAKA ... 22
LAMPIRAN ... 29
DAFTAR TABEL
1 Ukuran, sebaran indeks, dan viskositas larutan material berpendar (luminessence) ... 10 2 Ketebalan, kuat tarik,kemuluran, dan elastisitas (modulus Young) film
material berpendar (luminesence) ... 15
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian ... 4 2 Model rangkaian (set-up) untuk pengujian karakteristik spektrum
absorbansi (2a) dan emisi (2b) pendaran (luminesense) ... 5
3 Kenampakan (visual) larutan material berpendar (luminesence) pada
cahaya tampak kitosan-asetat 0(3a1), 0,05(3a2), dan 0,11(3a3) M), dan sinar UV (kitosan-asetat 0(3b1), 0,05(3b2), dan 0,11(3c3) M) ... 11 4 Ilustrasi dugaan sifat pendaran (luminesence) akibat taut-silang gugus
aldehida (glutaraldehida) dan gugus protein (kitosan) disadur dari Ma
et al. (2005) (4a) dan ilustrasi struktur polimer sintetis PVOH sebagai
luminesence coverings disadur dari dos Reis et al (2006) (4b) ... 12
5 Kenampakan (visual) film material berpendar (luminesence) pada cahaya tampak (kitosan-asetat 0(5a1), 0,05(5a2), dan 0,11(5a3) M), dan sinar UV (kitosan-asetat 0(5b1), 0,05(5b2), dan 0,11(5c3) M) ... 13 6 Struktur mikroskopi film material berpendar (luminesence),
kenampakan pada bagian permukaan (kitosan-asetat 0 (6a1), 0,05 (6a2), dan 0,11 (6a3) M), serta secara melintang (kitosan-asetat 0 8 Spektrum absorbansi material berpendar (luminesence) dalam bentuk
larutan (8a) dan film (8b) meliputi kitosan 0, 0,05, dan 0,11 M 19 9 Spektrum emisi material pendaran (luminesence) dalam bentuk larutan
(8a) dan film (8b) meliputi kitosan 0, 0,05, dan 0,11 M ... 20
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis statistik viskositas larutan material berpendar (luminesence) ... 31 2 Analisis statistik ukuran partikel larutan material berpendar
(luminesence) ... 31
3 Analisis statistik sebaran indeks partikel larutan material berpendar (luminesence) ... 32
4 Analisis statistik ketebalan film material berpendar (luminesence)... 33
6 Analisis statistik kemuluran film material berpendar (luminesence) ... 34 7 Analisis statistik modulus Young film material berpendar
(luminesence) ... 34
8 Aransemen dan interpretasi spektra inframerah bahan utama material berpendar (luminesence) ... 35 9 Aransemen dan interpretasi pergeseran spektra inframerah material
PENDAHULUAN
Latar Belakang
United Nation Education, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) menyatakan tahun 2015 sebagai International Year of Light and Light-Based Technologies, yang menyoroti akan pentingnya cahaya dan optik
untuk kehidupan, masa depan dan pembangunan masyarakat dunia (Light 2015). Kecanggihan teknologi berbasis cahaya telah banyak ditemukan dan membuktikan peranannya dalam kehidupan manusia, seperti medical biosensor
berbasis protein fluoresen (Enterina et al. 2015), multilayer disc berbasis fluoresen bermuatan terra byte (Ravi dan Krishnaiah 2013), concentrator
thin-film untuk bahan bakar solar dalam perangkat rational design
(Griffini et al. 2015), molecular detection untuk pengembangan DNA berbasis
pelabelan fluoresen (Wang et al. 2015) dan sebagainya.
Luminesence telah lama dijelaskan Wiedemann pada tahun 1888 sebagai
proses pemancaran cahaya yang diakibatkan oleh berbagai faktor, seperti reaksi kimia (chemiluminescence), gerakan elektron (electroluminescence), serapan cahaya (photoluminesence), radiasi (radioluminescence), energi panas (thermoluminecence) (Atari 1982). Photoluminescence meliputi fosforesen dan
fluoresen (Valeur et al. 2011), fosforesen merupakan pendaran setelah terjadinya
penyerapan photon (after glow)(Du et al. 2015), sedangkan fluoresenmerupakan pendaran selama terjadinya penyerapan photon (Xiang et al. 2015). Luminesence
alami (bioluminesen) merupakan hasil oksidasi substrat organik, antara lain oleh enzim luciferase (Deluca 1976).
Perkembangan material luminesence dan aplikasinya pada lampu dari
tahun 1600-1972 telah dijabarkan Feldmann et al. (2003), yang meliputi sunlight
(BaSO4), Hg gas-discharge (Sr3(PO4)5Cl:Eu3+), Ne gas-discharge (Zn2SiO4:Mn2+), cathode-ray (ZnS:Ag+, (Zn,Cd)S:Ag+), dan X-ray (NaI:Ti+).
Agen luminescence yang berkembang saat ini antara lain metakrilat
(Wang et al. 2015), europium kelompok fluorohydrocarbon (Ikeda et al. 2006), thenoyl-tri–fluoro-acetone, fluorine-comprising alkyl (Imanishi dan Yamasaki 2003), dan senyawa lantanida (Hall-Goulle 2006). Sumber bahan tersebut sebagian besar merupakan anorganik dan diduga toksik serta tidak ramah lingkungan (Zhu et al. 2013). Femina (2011) melaporkan tentang mengkonsumsi bahan anorganik dapat bersifat karsinogen yang mencetus kanker dan toksisitas pada organ hati dan ginjal.
Teknologi kedokteran telah lama menggunakan berbagai teknik pendeteksi penyakit yang terdapat pada manusia melalui suatu pemindaian organik seperti protein atau enzim dan fosfor(Wu et al. 2005). Mekanisme tersebut terjadi akibat
adanya energi transfer berintensitas tinggi yang ditangkap oleh ion photosensitive,
yang telah berikatan dengan dinding sel bakteri patogen atau virus, sehingga
memberikan kenampakan keberadaan penyakit (Pejchal et al. 2010).
Wei et al. (2007) telah menjelaskan mengenai peranan gugus protein yang dapat
2
berikatan langsung dengan enzim, selanjutnya Colins dan Goldsmit (1981) berhasil mengembangkan fiksasi glutaraldehida tersebut sehingga memiliki sifat fluoresen, yang diakibatkan dari terjadinya taut-silang dengan asam amino lisine.
Lopez et al. (2014) menemukan hidroksiapatit dan kolagen berbasis
thermoluminesence yang digunakan sebagai pendeteksi berbasis fosforesen. Kitosan merupakan kopolimer 2-glukosamin dan N-asetil-2-glukosamin, yang dihasilkan dari deasetilasi basa kitin (Domard dan Rinaudo 1982). Kitosan secara struktural memiliki struktur gugus amina reaktif yang mudah termodifikasi dan dapat menjadi proton polielektrolit pada asam lemah dengan konsentrasi optimum 2 g (Muzzarelli 1977). Ma et al. (2006) menjelaskan mengenai
terjadinya tautan silang (cross-linking) antara gugus amina kitosan dan gugus aldehida (formaldehida), yang menghasilkan autofluoresence dengan efek pendaran yang bervariasi.
Polivinil alkohol (PVOH) merupakan agen plastisizer yang tersusun dari polimer sintetis yang dapat mempertahankan ikatan kimia, meningkatkan water resistance dan berperan sebagai agen penghalang udara (DeMerlis dan Schoneker
2003). Penambahan PVOH 5% (v/v) pada film kitosan ternyata dapat meningkatkan sifat photoluminesence dan multicolor pada dual emisi tunable.
Peran PVOH dalam bentuk hidrogeljuga dapat membantu dalam absorpsi protein MPB70 (dos Reis et al. 2006).
Mengacu pada berbagai penelitian tersebut, maka hasil taut-silang kitosan-asetat dan glutaraldehida diharapkan dapat memiliki sifat pendaran, serta pemberian PVOH juga diharapkan dapat mempertahankan hingga meningkatkan pendaran yang dihasilkan. Bahan-bahan tersebut juga dapat menjadi alternatif dalam pengembangan atau rekayasa material berpendar (luminesence) baru.
Aplikasi penelitian yang dapat dikembangkan antara lain material untuk perangkat
Light-Emitting Dioda (LED) seperti crystal-liquid pada monitor, serta perangkat
pemindaian seperti medical biosensor maupun sistem topografi 4-Dimensi
kedokteran.
Tujuan
Tujuan penelitian adalah mengembangkan material berpendar (luminesence) berbasis kitosan-asetat, glutaraldehida dan polivinil akohol.
Tujuan khusus penelitian ini meliputi:
1. Menentukan pengaruh konsentrasi kitosan-asetat terhadap sifat larutan dan film
material berpendar (luminesence) yang dihasilkan.
3
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2015, dengan tempat pada berbagai laboratorium di Institut Pertanian Bogor yang meliputi Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan untuk analisis viskositas; Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam untuk analisis Particle Size Analyzer (PSA), ultraviolet visible
(UV-VIS) dan fluoresen (FL); serta Pusat Studi Biofarmaka untuk analisis spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR). Penelitian dilakukan juga pada laboratorium di Balai Besar pascapanen Bogor untuk analisis Scanning Electron Microscope (SEM) dan Balai Pengujian Mutu Barang, Kementrian
Perdagangan RI Jakarta untuk analisis ketebalan, kuat tarik, kemuluran, dan
elastisitas (Modulus Young).
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain kitosan (PT Biotech Surindo Indonesia, derajat deasetilasi 85,75%, kadar air 7,90%, kadar abu 0,73%), glutaraldehida (derajat dialdehyd 50-70% in H2O), asam asetat (CH3COOH) (PA
95-99%), dan polivinil alkohol (PVOH) (derajat hidrolisis 86,7-97,6% mol).
Alat
Alat-alat yang digunakan meliputi magnetic stirrer (Yamato MD-41,
kecepatan maksimum 50 rad/sec), oven (Memmert DIN 12880-KI), cetakan kaca (dimensi 29,5×29,5×2,5 cm3), viskometer (Brookfield LVDV-E), particle size
analyzer (Vasco DLS), scanning electron microscope (ZEISS EVOIMA 10), kamera (Canon 600D, lensa 18-55mm), mikrometer digital (Adamel Lhomargy M120), tensile strength tester (Zwick/Roell Z005), spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) (ABB MB3000 8500-485 cm-1, KBr beam splitter), lampu halogen (Moritex MHF-M1002), lampu UV (ultraviolet 366 nm),
spektrometer ultraviolet visible (Ocean Optics USB4000-UV-Vis) dan
spektrometer fluoresen (Ocean Optics USB4000-FL).
Prosedur Penelitian
Aktivitas penelitian meliputi (1) pembuatan dan karakterisasi larutan material berpendar (luminesence), (2) pembuatan dan karakterisasi film material
berpendar (luminesence), dan (3) karakterisasi spektrum pendaran (luminesence),
4
Pembuatan dan karakterisasi larutan material berpendar (luminesence)
Pembuatan larutan kitosan-asetat
Larutan meliputi larutan kitosan-asetat untuk 0; 0,05; dan 0,11 M. Pembuatan dilakukan dengan melarutkan masing-masing 0, 1, dan 2 g kitosan dalam 100 mL larutan asetat 2% menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 50 rad/sec (suhu 25-26°C) selama 3 jam, yang dioperasikan sesuai ketentuan Rinaudo et al. (1999) mengenai kondisi optimum (kondisi jenuh) pelarutan
kitosan. Bentuk kimia standar larutan kitosan-asetat dilakukan melalui penentuan gugus fungsi menggunakan spektrum penyerapan infra merah pada spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR) yang dioperasikan menurut
American Society for Testing Mterial (ASTM) E1252 (2013).
Gambar 1 Diagram alir penelitian Pembuatan larutan glutaraldehida
Pembuatan larutan glutaraldehida meliputi pembuatan larutan glutaraldehida 10%. Pembuatan dilakukan dengan melarutkan 10 mL glutaraldehida dalam 100 mL akuades menggunakan magnetic stirrer dengan
kecepatan 50 rad/sel (suhu 25-26°C) selama 5 menit, yang dioperasikan sesuai ketentuan Hu et al. (2013) mengenai kondisi optimum pelarutan glutaraldehida. Pencampuran larutan kitosan-asetat dan glutaraldehida
Pencampuran larutan kitosan-asetat dengan larutan glutaraldehida dilakukan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 50 rad/sec (suhu 25-26°C) selama 1 jam, yang dioperasikan sesuai ketentuan Hu et al. (2013)
mengenai kondisi optimum ikatan taut silang kitosan-glutaraldehida. Karakterisasi kimiawi dilakukan dengan penentuan gugus fungsi menggunakan spektrum penyerapan infra merah pada spektrofotometer Fourier Transform Infrared
(FTIR) yang dioperasikan menurut ASTM E1252 (2013) dan uji viskositas yang
5
Pembuatan larutan polivinil alkohol (PVOH)
Pembuatan larutan PVOH mengacu Kartika (2014). Kondisi terbaik film dengan bahan ini adalah konsentrasi PVOH 5% (b/v). Pembuatan diawali dengan melarutkan 5 g PVOH ke dalam 100 mL akuades dengan menggunakan magnetic stirrer kecepatan 50 rad/sel (suhu 80-90°C) selama 1 jam, yang dioperasikan sesuai ketentuan Hu et al. (2013) mengenai kondisi optimum pelarutan PVOH.
Karakteristik pengujian meliputi uji viskositas yang dioperasikan menurut ASTM D789 (2010) dan bentuk kimia standar larutan PVOH dilakukan melalui penentuan gugus fungsi menggunakan spektrum penyerapan infra merah pada spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR) yang dioperasikan menurut
ASTM E1252 (2013).
Gambar 2 Model rangkaian (set-up) untuk pengujian karakteristik spektrum
absorbansi (2a) dan emisi (2b) pendaran (luminesence).
Pencampuran dan karakterisasi larutan kitosan-asetat, glutaraldehida, dan polivinil alkohol (PVOH)
Homogenisasi larutan PVOH dengan larutan kitosan-asetat dan glutaraldehida dilakukan dalam proporsi 1:1 mengacu pada proporsi perbandingan terbaik Ayuningtyas (2015), yang dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer kecepatan 50 rad/sec (suhu 25-26°C) selama 1 jam, yang dioperasikan
sesuai Ayuningtyas (2015) tentang kondisi optimum pelarutan PVOH.
Karakteristik uji fisik pencampuran larutan kitosan-asetat, glutaraldehida dan PVOH meliputi, kenampakan (visual) sebelum dan setelah pencahayaan dari lampu UV (ultraviolet 366 nm, dioperasikan menurut ASTM E3006 2015) menggunakan kamera Canon (600D, Lensa 18-55mm) berjarak 20 cm dari sampel mengacu Saeed et al. (2014), uji viskositas yang dioperasikan menurut ASTM
D789, uji partikel kelarutan menggunakan Particle Size Analyze (PSA) yang
dioperasikan menurut ASTM D422-63 (2007) mengacu ISO-13320 (2009) dan
(2a)
(2b)
6
karakterisasi spektrum pendaran (luminesence) menggunakan spektrometer
ultraviolet visible (UV-Vis) dan spektrometer fluoresen (FL) yang dioperasikan menurut ASTM E2193 (2008) mengacu Hu et al. (2013) dengan model rangkaian
(set-up) pada Gambar 2.
Pembuatan dan karakterisasi film material berpendar (luminesence)
Pembuatan film dilakukan menurut Hu et al. (2013) berupa teknik
pencetakan lembaran film. Aktivitas yang dilakukan adalah penuangan larutan hasil pencampuran kitosan-asetat, glutaraldehida dan PVOH pada wadah kaca pencetak berdimensi 29,5×29,5×2,5 cm3, dengan ketinggian larutan 1,2 cm. Pengeringan larutan dilakukan dengan teknik pengeringan dengan oven mengacu Bonilla et al. (2014) suhu 50oC selama 48 jam. Pelepasan film dari wadah kaca dilakukan dengan teknik pengelupasan mengacu Hu et al. (2013).
Karakteristik film meliputi kenampakan (visual) sebelum dan setelah pencahayaan dari lampu UV (ultraviolet 366 nm) yang dioperasikan menurut ASTM E3006 (2015) menggunakan kamera Canon (600D, Lensa 18-55mm) berjarak 20 cm dari sampel, serta kenampakan permukaan menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM) yang dioperasikan menurut Saeed et al.
(2014), ketebalan dengan Digital Thickness Gauge (Adamel Lhomargy M120)
yang dioperasikan sesuai ASTM D374 (2004), elastisitas (modulus Young) yang
dilakukan secara simultan dengan kekuatan tarik (tensile strength) dan kemuluran (elongation at break) yang diukur menggunakan Tensile Strength and Elongation Tester Zwick/Roell Z005 yang dioperasikan sesuai ASTM D1708 (2013) dan
karakteristik pendaran (luminesence) menggunakan spektrometer ultraviolet visible (UV-Vis) dan spektrometer fluoresen (FL) yang dioperasikan menurut ASTM E2193 (2008) mengacu Hu et al. (2013) dengan model rangkaian (set-up)
pada Gambar 2.
Karakterisasi spektrum pendaran (luminesence)
Karakterisasi spektrum pendaran (luminesence) meliputi spektrum
absorbansi menggunakan spektrometer ultraviolet visible (UV-Vis) dan spektrum emisi pendaran (luminesence) menggunakan spektrometer fluoresen (FL).
Penentuan material berpendar (luminesence) mengacu Ma et al. (2005) yang
dipilih berdasarkan absorbansi dan emisi pendaran (lumiensence) terhadap panjang gelombang yang dihasilkan. Korelasi warna pada spektrum absorbansi digunakan untuk menentukan sumber cahaya pada spektrometer FL.
Rancangan model perangkaian (set up) untuk pengujian karakteristik pendaran (luminesence) mengacu Hu et al. (2013) yang dioperasikan menurut ASTM E2193 (2008). Larutan 5 mL atau film berukuran 2×5 cm2 dipasang pada media sensor. Spektrometer ultraviolet visible (UV-Vis) menggunakan sumber
7
warna pendaran. Model rangkaian (set-up) untuk pengujian karakteristik spektrum absorbansi dan emisi pendaran (luminesence) dapat dilihat pada Gambar 2.
Prosedur Analisis
Viskositas
Kehomogenan campuran dianalisis dengan uji viskositas menggunakan viskometer Brookfield model LV (spindle no.2, 50 rad/sec). Pengukuran viskositas yang dioperasikan menurut ASTM D789 (2010), yang dimulai ketika tombol daya ditekan dan pisau spindle berputar dalam 200-300 mL sampel
larutan, hingga nilai yang tertera pada alat stabil. Nilai viskositas (cPs) merupakan hasil kali nilai terukur dengan faktor konversi, yang disesuaikan dengan jenis larutan.
Analisis partikel dengan Particle Size Analizer (PSA)
Analisis partikel menggunakan Particle Size Analizer (PSA) dioperasikan
menurut ASTM D422-63 (2007) mengacu ISO-13320 (2009). Sebanyak 1 mL larutan diletakkan pada media yang ditembakan laser inframerah, sehingga menghasilakn difraksi partikel dengan prinsip transmitansi cahaya. Hasil yang didapat adalah nilai ukuran dan sebaran indeks partikel pada larutan.
Kenampakan (visual)
Bentuk material larutan dan film komposit diamati secara deskripsi berupa tingkat transparansi dan warna. Parameter tersebut diperoleh menggunakan kamera Canon (600D, Lensa 18-55mm) berjarak 20 cm dari sampel. Kenampakan disajikan dalam bentuk foto.
Kenampakan pendaran (luminesence)
Kenampakan (visual) sifat pendaran (luminesence) dilakukan
menggunakan lampu UV (ultraviolet 366 nm) yang dioperasikan menurut ASTM
E3006 (2015). Pengamatan dilakukan pada sampel padatan (film berukuran 2x5 cm2) dan larutan (5 mL) terhadap sifat pendaran yang dihasilkan. Kenampakan perubahan warna yang dihasilkan, disajikan dalam bentuk foto.
Ketebalan
Ketebalan diukur menggunakan mikrometer digital (Adamel Lhomargy M120) yang dioperasikan sesuai ASTM D374 (2004). Nilai ketebalan direpresentasikan untuk sampel berukuran 10×10 cm2 yang diukur pada 5 titik berbeda. Nilai ketebalan diambil dari rataan kelima pengukuran.
Elastisitas
Penentuan elastisitas (modulus Young) dilakukan secara simultan dengan
karakteristik kekuatan tarik. Kuat tarik (tensile strength) dan kemuluran
(elongation at break) diukur menggunakan Tensile Strength and Elongation Tester Zwick/Roell Z005 yang dioperasikan sesuai ASTM D1708 (2013). Sampel berukuran 20×1 cm2 dijepit pada alat dengan kecepatan cross head 100 mm/menit dan grip sepanjang 80 mm. Pengukuran dilakukan minimal 3 kali ulangan dalam
8
putus (N) dan kemulurannya (%). Kuantitatif data dari nilai elastisitas atau ditentukan berdasarkan rasio tegangan dan regangan film, dengan rumus:
E =
Kenampakan dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
Kenampakan mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) (ZEISS EVOIMA 10) yang dioperasikan menurut SEMO (Robbins 2013). Film (0,5×0,5 cm2) di tempelkan pada media plat logam yang akan dilapisi dengan serbuk emas. Kenampakan film akan ditangkap melalui elektron emas oleh Scanning Electron Microscope (SEM) dan disajikan pada komputer. Pengukuran dilakukan dengan perbesaran 100x hingga 1000x untuk mengamati kenampakan permukaan dan melintang (cross-section).
Spektrum transmitansi gugus fungsi
Pengukuran spektrum penyerapan infra merah menggunakan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR) yang dioperasikan menurut
ASTM E1252 (2013). Sampel berukuran 2,5×2,5 cm2 dipasang pada IR card. Spektrum gelombang inframerah ditembakan melalui sampel yang diletakan di antara elektroda spektrofotometer dan diteruskan menuju komputer. Data yang didapatkan berupa persentase nilai transmitansi, dengan pengukuran spektrum pada rentang bilangan gelombang 4000-400 cm-1. Selanjutnya nilai transmitan pada spektra hasil pengukuran dicocokkan dengan data pada tabel acuan dari OChemOnline (2013) serta menggunakan perangkat lunak IR Pal 2.0.
Spektrum absorbansi ultraviolet visible (UV-Vis)
Pengukuran spektrum absorbansi ultraviolet visible (UV-Vis) dioperasikan
menurut ASTM E2193 (2008). Pengamatan dilakukan pada sampel padatan (film berukuran 2x5 cm2) atau larutan (5 mL) yang terletak pada media sensor cahaya. Spektrum gelombang cahaya halogen ditembakkan melalui sampel yang akan dibaca oleh spektrometer UV-Vis dan diteruskan menuju komputer. Data yang didapatkan berupa persentase nilai absorbansi cahaya dengan pengukuran spektrum pada rentang panjang gelombang 100-800 nm.
Spektrum emisi pendaran (lumiesence)
9
yang dihasilkan, serta nilai frekuensi dengan pengukuran spektrum pada rentang panjang gelombang 100-800 nm. Rumus pengukuran frekuensi yaitu:
f =
Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 (tiga) kali ulangan (Steel dan Torrie 1980). Unit yang dicobakan adalah material berpendar (luminesence) berbasis kitosan-asetat, glutaraldehida, dan
polivinil alkohol dengan konsentrasi kitosan-asetat 0; 0,05; dan 0,11 M. Peubah respon yang diamati adalah sifat fisik larutan berpendar (luminesence) (viskositas,
ukuran, dan indeks sebaran) dan sifat mekanik film berpendar (luminesence)
(ketebalan, kuat tarik, kemuluran, dan modulus Young).
Analisis data secara statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA), setelah sebelumnya dilakukan pengujian asumsi yang mendasari analisis ragam yang meliputi pengujian kenormalan dan homogenitas data. Apabila terdapat pengaruh yang signifikan, dilakukan uji Duncan untuk melihat perbedaan antar konsentrasi yang diberikan. Model matematis analisis ragam (ANOVA):
Yij= + τi+ εij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i konsentrasi kitosan-asetat pada ulangan ke-j
μ = Nilai rata-rata umum
τi = Pengaruh konsentrasi kitosan-asetat pada taraf ke-i
εij = Kesalahan penelitian karena pengaruh taraf ke-i dari konsentrasi kitosan-asetat pada ulangan ke-j
i = Banyaknya penambahan konsentrasi kitosan-asetat (i= F1, F2, F3) j = Jumlah ulangan (j= 1, 2, 3)
Hipotesis yang diuji yaitu:
H0 = Konsentrasi kitosan-asetat tidak memberikan pengaruh terhadap viskositas/ ukuran/ sebaran partikel/ ketebalan/ kuat tarik/ kemuluran/ elastisitas material berpendar (luminesence).
10
Model matematis uji Duncan:
Rp=r(∑p;dbs;α)
Keterangan:
Rp = Nilai kritikal untuk konsentrasi kitosan-asetat yang dibandingkan p = Konsentari kitosan-asetat
dbs = Derajat bebas
pengujian kenampakan, FTIR, spektrum absorbansi dan spektrum emisi disajikan secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Larutan Material Berpendar (Luminesence)
Kekentalan dan kelarutan larutan
Larutan material berpendar (luminesence) dengan campuran bahan
asetat, glutaraldehida, dan polivinil alkohol (PVOH), dari konsentrasi kitosan-asetat 0; 0,05; dan 0,11 M memiliki nilai ukuran 166,25±0,8 nm hingga 598,13±0,49 nm, sebaran indeks 0,318±0,001 hingga 0,530±0,001, dan viskositas 221,87±3,70 cPs hingga 1178,00±6,40 cPs. Kondisi larutan material berpendar (luminesence) seiring bobot masa terlarut dalam pelarut (Tabel 1).
Tabel 1 Ukuran, sebaran indeks, dan viskositas larutan material berpendar (luminessence)
Material Ukuran (nm) Sebaran indeks Viskositas (cPs)
Kitosan-asetat 0 M 598,13±0,49a 0,318±0,001c 221,87±3,70c Kitosan-asetat 0,05 M 372,62±1,00b 0,530±0,001a 544,00±6,40b Kitosan-asetat 0,11 M 166,25±0,80c 0,368±0,001b 1178,00±6,40a Keterangan: Angka-angka yang diikuti subskrip berbeda (a, b, c) pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
11
gluataraldehida, dan PVOH) semakin kuat pada larutan, selain tingkat kemurniannya (derajat deasetilasi (DD) pada kitosan).
Larutan kitosan-asetat 0,11 M menunjukkan hasil dengan tingkat kelarutan yang baik, memiliki ukuran dan sebaran indeks larutan yang rendah serta kekentalan yang tinggi. Hal ini menunjukkan terjadinya ionisasi yang sempurna antara gugus amina, aldehida, dan hidrogen (Kanatt et al. 2012), di sisi lain
berdampak pula terhadap kekentalan yang meningkat akibat terbentuknya ikatan struktur imina dari proses ionisasi tersebut (Zhang et al. 2007). Chattopadhyay dan Inamdar (2010) menjelaskan bahwa derajat deasetilasi (DD) menunjukkan jumlah gugus amino bebas dalam rantai molekul kitosan, yang juga menentukan sifat kelarutan polimernya. Konsentrasi glutaraldehida juga menurunkan difusi dan kondensasi uap air dalam larutan, sesuai Mao et al. (2002) bahwa agen hidrofilik membawa suasana higroskopis pada larutan.
Peningkatan nilai kelarutan dapat mempengaruhi sifat pendaran yang dihasilkan, Haidekker et al. (2005) menjelaskan bahwa proses ionisasi yang sempurna dan meningkatkan terbentuknya ikatan imina, secara simultas dapat meningkatkan intensitas emisi pendaran (luminesence) yang dihasilkan. Dragan et al. (2013) juga menjelaskan bahwa pengaruh struktur dan jumlah molekul pada larutan juga berperan penting dalam menghasilkan fluorophore.
Kenampakan (visual) larutan
Kenampakan secara visual pada cahaya tampak larutan material berpendar (luminesence) dan sinar UV yang disajikan pada Gambar 3. Kenampakan yang
dihasilkan di bawah cahaya tampak berwarna kekuningan seiring peningkatan konsentrasi kitosan-asetat (Gambar 3a), sedangkan di bawah sinar UV memberikan warna pendaran yang bersimultan dengan peningkatan konsentrasi kitosan-asetat (Gambar 3b). Perbedaan tersebut diduga akibat jumlah ionisasi yang simultan terhadap pembentukan ikatan gugus fungsi, yang juga berdampak terhadap kenampakan larutan berpendar (luminesence) yang dihasilkan. Menurut
Lopez-Mata et al. (2013), warna kekuningan merupakan karakteristik alami dari
gugusو β-(1-4)-2 amino-2-deoksi-D-glukopiranosa yang terdapat pada rantai kitosan, serta gradasi warna kekuningan juga dipengaruhi oleh konsentrasi glutraldehida yang digunakan (Leceta et al. 2013).
Gambar 3 Kenampakan (visual) larutan material berpendar (luminesence) pada
cahaya tampak (kitosan-asetat 0(3a1), 0,05(3a2), dan 0,11(3a3) M), dan sinar UV (kitosan-asetat 0(3b1), 0,05(3b2), dan 0,11(3c3) M).
3a1 3a2 3a3
12
Warna larutan diduga merupakan salah satu faktor penting dalam serapan cahaya berupa sifat pendar (luminesence), karena dapat mempengaruhi proses absorbansi dan emisi yang dihasilkan. Peningkatan jumlah pelarut dapat meningkatkan emisi pendaran (luminesence) (Haidekker et al. 2005) dan mempengaruhi ikatan struktur dalam menghasilkan sifat pendaran (Dragan et al.
2013). Sifat pendaran diduga terjadi akibat adanya ikatan rangkap tak jenuh antara gugus aldehida dan gugus protein (amina) pada kitosan (Ma et al. 2006), ilustrasi
yang disajikan pada Gambar 4a. Di sisi lain, PVOH memiliki struktur polimer sintetis yang dapat mempertahankan ikatan kimia (Stammen et al. 2001), sehingga
dapat meningkatkan ketahanan terhadap air (water resistance) dan berperan
sebagai agen penghalang udara (DeMerlis dan Schoneker 2003, Sakurada 1985), sehingga dapat bersifat sebagai cover luminesence (Gambar 4b).
Gambar 4 Ilustrasi dugaan sifat pendaran (luminesence) akibat taut-silang gugus
aldehida (glutaraldehida) dan gugus protein (kitosan) disadur dari Ma et al. (2005) (4a) dan ilustrasi struktur polimer sintetis PVOH sebagai luminesence coverings disadur dari dos Reis et al (2006) (4b).
Karakteristik Film Material Berpendar (Luminesence)
Kenampakan (visual) film
Kenampakan film material berpendar (luminesence) secara makroskopis
dan mikroskopis memperlihatkan bahwa transparansi film cenderung menurun
13
seiring peningkatan konsentrasi kitosan-asetat yang digunakan. Film material berpendar (luminesence) yang terbentuk berupa lembaran plastik tipis transparan dengan warna sedikit kekuningan (Gambar 5).
Film material berpendar (luminesence) memperlihatkan warna kekuningan di bawah cahaya tampak seiring peningkatan konsentrasi kitosan-asetat (Gambar 5a), sedangkan di bawah sinar UV memberikan warna pendaran yang bersimultan dengan peningkatan konsentrasi kitosan-asetat (Gambar 5b). Struktur polimer
pada bahan penyusun dan suhu pengeringan diduga mempengaruhi proses pembentukan warna pada film material berpendar (luminesence). Warna
kekuningan pada film merupakanوkarakteristikوalamiوdariوgugusوβ-(1-4)-2 amino-2-deoksi-D-glukopiranosa pada kitosan (Lopez-Mata et al. (2013). Gradasi warna kekuningan diduga dipengaruhi glutaraldehida yang digunakan (Leceta et al. 2013), sekaligus reaksi maillard selama proses pemanasan memberikan warna
kecoklatan (El-Hefian et al. 2009). Reaksi pencoklatan film terstabilkan oleh polivinil alkohol (PVOH) dalam bentuk suspensi ketika dalam bentuk larutan saat terkena suhu melebihi 50°C (Ravichandran dan Kumari 2011). Penggunaan suhu yang lebih tinggi dapat meningkatkan reaksi pencoklatan (Mayachiew dan Devahastin 2008), yang menyebabkan kenampakan film semakin kekuningan.
Gambar 5 Kenampakan (visual) film material berpendar (luminesence) pada cahaya tampak (kitosan-asetat 0(5a1), 0,05(5a2), dan 0,11(5a3) M), dan sinar UV (kitosan-asetat 0(5b1), 0,05(5b2), dan 0,11(5c3) M). Warna film diduga merupakan salah satu faktor penting dalam serapan cahaya berupa sifat pendar (luminesence), karena menunjukkan proses absorbansi
dan emisi pada film. Ikatan struktur pada film diduga dapat menghasilkan sifat pendaran (Dragan et al. 2013) dengan adanya ikatan rangkap tak jenuh antara gugus aldehida dan gugus protein (amina) pada kitosan (Ma et al. 2006) yang
disajikan pada Gambar 4a. Penambahan polivinil alkohol (PVOH) juga memberikan serapan pada gugus kitosan (dos Reis et al. 2006), sehingga dapat bersifat sebagai cover luminesence. Ilustrasi struktur polimer sintetis PVOH
sebagai luminesence coverings pada material film kitosan-glutaraldehidadisajikan
pada Gambar 4b.
Pengamatan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) perbesaran 1000× pada permukaan film material berpendar (luminesence),
menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi kitosan-asetat 0,11 M memperlihatkan adanya sebaran granula yang lebih banyak dibanding kitosan-asetat 0,05 dan 0 M. Granula film material berpendar (luminesence) pada
pemberian konsentrasi kitosan-asetat 0,11 M ini terdistribusi merata, banyak, dan
(5a1) (5a2) (5a3)
14
seragam. Costa-Junior et al. (2011) melaporkan bahwagranula merupakan bentuk khas dari komposit PVOH dalam membran. Kenampakan film material berpendar (luminesence) lebih detail dengan menggunakan SEM perbesaran 500×
(Gambar 6b) hingga 1000× (Gambar 6a) disajikan pada Gambar 6.
Film material berpendar (luminesence) dari pemberian konsentrasi kitosan-asetat 0,11 M memiliki permukaan yang tidak berpori dengan kerapatan yang tinggi (Gambar 6a). Lopez-Mata et al. (2013) menjelaskan bahwa kitosan
akan menghasilkan membran dengan permukaan yang tidak berpori dan memiliki kerapatan yang kuat. Proses pengeringan lama menghasilkan permukaan film yang tidak terlalu berpori dan dapat mentransmitansikan cahaya dengan baik (Chen et al. 2010). Pengamatan film secara melintang (cross-section) terlihat menunjukkan peningkatan kerapatan seiring peningkatan konsentrasi kitosan-asetat (Gambar 6b). Menurut Hu et al. (2013), kerapatan dan granula yang
terbentuk pada film sangat efektif dalam menghasilkan pendaran (Hu et al. 2013).
Gambar 6 Struktur mikroskopi film material berpendar (luminesence), kenampakan pada bagian permukaan (kitosan-asetat 0 (6a1), 0,05 (6a2), dan 0,11 (6a3) M), serta secara melintang (kitosan-asetat 0 (6b1), 0,05 (6b2), dan 0,11 (6b3) M).
Ketebalan, kuat tarik, kemuluran, elastisitas (modulus Young) film
Ketebalan, kekuatan tarik dan pertambahan panjang film material berpendar (luminesence) bersinergi terhadap interaksi antara molekul-molekul yang membentuk jaringan pada film. Modulus Young merupakan parameter yang menggambarkan derajat kekakuan dan tingkat kekerasan atau ketahanan pada deformasi elastis pada film (Rotta et al. 2011). Film material berpendar
(luminesence) dengan bahan kitosan-asetat, glutaraldehida, dan PVOH memiliki karakteristik ketebalan, kuat tarik, kemuluran, dan elastisitas (modulus Young)
yang cenderung meningkat. Peningkatan nilai terjadi secara simultan terhadap konsentrasi kitosan-asetat 0,11 M, yaitu ketebalan 180,30±6,89 µm, kuat tarik 137,33±19,66 N, kemuluran 116,10±22,71%, dan elastisitas (modulus Young) 7,60±0,20 (Tabel 2).
6a1 6a2 6a3
15
Tabel 2 Ketebalan, kuat tarik, kemuluran, dan elastisitas (modulus Young) film material berpendar (luminesence)
Material Ketebalan Kuat tarik Kemuluran Modulus Young
(µm) (N) (%) (104 N/m2)
Kitosan-asetat 0 M 124,6±0,35a 33,67±3,51a 158,87±6,91c 1,32±0,11a Kitosan-asetat 0,05 M 156,6±0,85b 54,00±2,65a 74,82±2,19a 4,50±0,10b Kitosan-asetat 0,11 M 180,30±0,89c 137,33±19,66b 116,10±22,71b 7,60±0,20c Keterangan: Angka-angka yang diikuti subskrip berbeda (a, b, c) pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Ketebalan
Ketebalan film material berpendar (luminesence) dengan bahan asetat, glutaraldehida, dan polivinil alkohol (PVOH), dari konsentrasi kitosan-asetat yang diberikan memiliki nilai berkisar antara 124,6±0,35 cPs hingga 180,3±0,89 cPs, dengan nilai tertinggi pada kitosan-asetat 0,11 M. Peningkatan nilai ketebalan film material berpendar (luminesence) seiring bobot masa terlarut dalam fase liquid (larutan) (Tabel 2). Analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan-asetat memberikan pengaruh terhadap ketebalan material berpendar (luminesence) (Lampiran 4c). Uji lanjut Duncan menunjukkan konsentrasi kitosan-asetat 0,11 M memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kitosan-asetat 0 dan 0,05 M (Lampiran 4d). Perbedaan ini diduga akibat perbedaan jumlah partikel yang juga mempengaruhi pembentukan ikatan struktur polimer pada film.
Menurut El-Hefian et al. (2011), partikel kitosan terlarut berpotensi lebih
tinggi menghasilkan ikatan struktur lebih padat, dengan retakan dan sebaran partikel permukaan film yang merata. Peningkatan jumlah molekul terlarut meningkatkan interaksi antarmolekul penyusunnya. Struktur taut silang (cross- linking) yang terbentuk akibat ikatan molekul glutaraldehida dan kitosan
berkontribusi terhadap ketebalan material film (Kumar et al. 2010) serta meningkatkan jumlah ikatan hidrogen antara gugus hidroksil dari kitosan dan glutaraldehida yang berbanding lurus dengan pengaruh struktur tautan silang (cross-linking). Bonilla et al. (2014) juga menambahkan bahwa peningkatan ketebalan seiring konsentrasi kitosan-asetat disebabkan oleh lapisan hidrasi yang semakin lebar pada rantai kitosan. Massa glutaraldehida dan PVOH pada setiap konentrasi kitosan-asetat adalah sama, sehingga perbedaan ketebalan hanya disumbang dari perbedaan konsentrasi kitosan-asetat.
Jumlah molekul pendaran (luminesence) yang terlarut berbanding lurus
dengan ketebalan film dan distribusi homogenitas komposit yang dihasilkan (Huang et al. 2007). Griffini et al. (2015) melaporkan ketebalan film memiliki pengaruh terhadap respon pendaran (luminesence) yang dapat menghasilkan peningkatan pergerakan elektron (electroluminesence) dengan nilai ketebalan film
40µm hingga 200µm (Huanga et al. 2014), sehingga peningkatan nilai ketebalan film dapat meningkatkan sifat pendaran (luminesence) yang dihasilkan.
Kuat tarik dan kemuluran
Kekuatan tarik dan pertambahan panjang film bersinergi terhadap interaksi antara molekul-molekul yang membentuk jaringan pada film. Modulus Young merupakan parameter yang menggambarkan derajat kekakuan dan tingkat kekerasan atau ketahanan pada deformasi elastis pada film (Rotta et al. 2011).
16
dengan nilai berkisar 33,67±3,51 N hingga 137,33±19,66 N (Tabel 2). Analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan-asetat memberikan pengaruh terhadap kuat tarik material berpendar (luminesence) (Lampiran 5c). Uji lanjut
Duncan menunjukkan konsentrasi konsentrasi kitosan-asetat 0,11 M memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kitosan-asetat 0 M dan 0,05 M, namun konsentrasi kitosan 0,05 M memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan kitosan-asetat 0 M (Lampiran 5d). Ketidaknyataan perbedaan tersebut diduga karena kekuatan ikatan struktur yang terbentuk akibat taut-silang meningkat seiring pertambahan kitosan-asetat, sehingga menghasilkan ikatan struktur yang padat. Menurut Kim et al. (2008), kekuatan tarik film lebih di dominasi oleh
pengaruh konsentrasi kitosanyang terionisasi dalam pembentukan ikatan polimer. Perpanjangan putus (kemuluran) merupakan gambaran persentase pertambahan panjang maksimal model film hingga terdeformasi. Peningkatan nilai kemuluran film simultan terhadap konsentrasi kitosan-asetat dengan nilai berkisar 74,82±2,19% hingga 158,87±6,91% (Tabel 2). Analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan-asetat memberikan pengaruh terhadap kemuluran material berpendar (luminesence) (Lampiran 6c). Uji lanjut Duncan
menunjukkan konsentrasi kitosan-asetat 0,11 M memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kitosan-asetat0 dan 0,05 M (Lampiran 6d). Perbedaan nilai kuat tarik dan kemuluran ini diduga akibat terbentuknya ikatan hidrogen yang kuat dari interaksi kitosan, glutaraldehida dan PVOH. Adanya gugus CH2 dan OHُ pada PVOH dan ikatan rangkap tak jenuh C=N dari kitosan-asetat dan glutaraldehida (gugus imina) akan membentuk ikatan hidrogen pada gugus hidrokarbon (Gambar 4b). Menurut Zhou et al. (1990) dan Stammen et al. (2001), ikatan hidrogen yang
kuat akan meningkatkan nilai kuat tarik dan kemuluran pada film kitosan. Gugus OH pada glutaraldehida menjembatani polimerisasi pada struktur ikatan antara kitosan dan PVOH, sehingga dapat memperlambat pemutusan ikatan hidrogen keduanya (Mao et al. 2002). Interaksi gugus OH, NH2, dan C=O dalam film juga berkorelasi positif dengan karakteristik mekanik film yang dihasilkan (Bahrami
et al. 2003).
Elastisitas (modulus Young)
Elastisitas dilakukan untuk mengetahui tingkat fleksibelitas film (Stammen et al. 2001; El Hefian et al. 2012). Kitosan membentuk struktur
polimer semi-amorf berbentuk film sehingga elastisitas merupakan adaptasi struktur rigid/kristal. Elastisitas merupakan batas elastis terhadap daya maksimal yang diberikan pada luasan film, dan kemudian kembali ke posisi normal (setimbang). Peningkatan elastisitas film simultan terhadap konsentrasi kitosan-asetatdengan nilai berkisar 1,32±0,11 hingga 7,60±0,20 (104 N/m2) (Tabel 2).
Analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan memberikan pengaruh terhadap elastisitas material berpendar (luminesence) (Lampiran 7c). Uji
17
mengalami kemuluran tetapi tidak dapat kembali ke bentuk semula setelah mencapai puncak kuat tarik (Amimori et al. 2003).
Ikatan struktur pendaran (luminesence) yang tinggi, akan meningkatkan
nilai elastisitas pada film. Huang et al. (2007) menjelaskan bahwa konsentrasi molekul pendaran (luminesence) akan memberikan struktur ikatan yang lebih kuat, serta memiliki pengaruh terhadap respon pendaran (luminesence) (Griffini et al. 2015). Pengaruh struktur pada kitosan, glutaraldehida, dan PVOH juga
berperan penting dalam pembentukan elastisitas (Dragan et al. 2013), pembentukan ikatan rangkap tak jenuh antara gugus aldehida dan gugus protein (amina) pada kitosan (Ma et al. 2006) dan penguatan ikatan intermolekul OH dari
PVOH memberikan kekuatan struktur pada film, sehingga menghasilkan sifat film yang elastis-rapuh.
Spektrum transmitansi gugus fungsi film
Analisis FTIR pada bahan-bahan yang digunakan, meliputi struktur gugus fungsi dari kitosan-asetat, glutaraldehida, dan PVOH, serta hasil taut-silang (cross-linking) antara kitosan dan glutaraldehida (Lampiran 8) dan film material
berpendar (luminesence) disajikan pada Gambar 7.
Kitosan-asetat menunjukkan serapan pada 3350 cm-1 dengan nilai transmitansi 1,4% yang menunjukkan gugus amina sekunder (N-H stretching
simetri) berintensitas medium, serta pada 1580 cm-1 dengan nilai transmitansi
12,3% yang menunjukkan gugus amina (N-H bending) berintensitas strong.
Gugus amina merupakan salah satu ion utama pada kitosan; sebagai zwitterion
gugus alkohol dan hidrokarbon (Begum et al. 2011). Glutaraldehidamenunjukkan
serapan pada 1720 cm-1 dengan nilai tranmitansi 60,1% yang menunjukkan gugus aldehida (C=O stretching asimetri) berintensitas medium, serta pada 1389 cm-1
dengan nilai tranmitansi 23,3% yang menunjukkan gugus aldehida (C-H bending)
berintensitas strong. Ikatan taut-silang (cross-linking) kitosan-asetat dan glutaraldehida terjadi akibat ikatan gugus amina dan aldehida (Gambar 4a) membentuk gugus imina (C=N stretching asimetri) pada 1641 cm-1 dengan nilai
tranmitansi 9,2%. PVOH menunjukkan serapan gugus vinil (C=O stretching
asimetri) pada 1771cm-1 (T 60,6%). Secara spesifik, pita lebar tersebut berkaitan dengan rentangan -OH dari ikatan hidrogen baik antar atau inter molekul (Parida et al. 2011).
Karakteristik spektrum gugus fungsi dilakukan juga pada film material berpendar (luminesence) kitosan-aetat 0; 0,05; dan 0,11 M yang disajikan pada
Gambar 7e. Hasil analisis gugus fungsi pada Lampiran 9 menunjukkan perbedaan serapan bilangan gelombang dan tranmitansi pada seiring pertambahan konsentrasi kitosan-asetat. Gugus fungsi yang diamati meliputi alkohol, aldehid, vinil, dan imina terhadap nilai transmitasnsi dan stretching atau bending pita
serapan. Gugus imina (C=N stretching asimetri) terbentuk pada material dengan
18
kitosan-asetat. Menurut Ma et al. (2005), peningkatan molekul gugus imina akan memberikan peningkatan intensitas pendaran yang dihasilkan.
Gambar 7 Spektrum transmitansi kitosan-asetat (7a), glutaraldehida (7b),
) taut-silang kitosan-glutaraldehida(7c), PVOH (7d), filmmaterial berpendar (luminesence) (7e) meliputi kitosan 0M ( ), kitosan 0,05M
( ) dan kitosan 0,11M ( ).
Pengaruh gugus vinil (C=O stretching asimetri) dari PVOH memberikan pergeseran bilangan gelombang 1771 cm-1 ke 1780 cm-1 dengan nilai transmitansi
(7a) )
(7b)
(7c)
(7d)
PVO H
(7e)
19
kitosan-asetat 0 M 36,2% cm-1; 0,05 M 61,7%; dan 0,11 M 80,8%. Pergerakan bilangan gelombang yang rendah (energi rendah) menunjukkan inter atau intra molekuler ikatan hidrogen pada PVOH yang dilemahkan (Yoon et al. 2011).
Interaksi PVOH yang kuat dengan molekul glutaraldehida-kitosan dapat secara efektif memperkuat ikatan taut silang sebagai luminesence coverings dan meningkatkan efisiensi pendaran (luminesence) yang dihasilkan (Gambar 4b).
Karakteristik Spektrum Pendaran (Luminesence)
Spektrum absorbansi pendaran (luminesence)
Analisis spektrum absorbansi menggunakan spektrometer ultraviolet visible (UV-Vis) dilakukan untuk mengamati pola spektrum warna pada cahaya pendaran (panjang gelombang 200-800 nm). Material berpendar (luminesence)
menunjukkan puncak serapan absorbansi pada panjang gelombang 300-340 (larutan) dan 400-440 nm (film) (Gambar 8). Hasil pengukuran spektrum absorbansi menunjukkan adanya serapan cahaya akibat transisi ionik dari cahaya yang ditembakkan dalam struktur material berpendar. Bruno dan Svoronos (2005) menjelaskan sifat panjang gelombang 280-450 nm menunjukkan korelasi terhadap cahaya berwarna ungu (violet), sehingga material berpendar (luminesence) ini
memiliki serapan terhadap sinar berwarna ungu.
Gambar 8 Spektrum absorbansi pendaran (luminesence) dalam bentuk larutan (8a)
dan film (8b) meliputi kitosan 0, 0,05, dan 0,11 M.
Material berpendar (luminesence) dalam bentuk larutan maupun film memiliki perbedaan serapan yang spesifik. Huang et al. (2007) menjelaskan
jumlah molekul terlarut berbanding lurus terhadap daya absorbansi yang
(8a)
20
dihasilkan. Nilai absorbansi pada konsentrasi kitosan-asetat mengalami peningkatam yang simultan yang diakibatkan serapan cahaya oleh ikatan struktur pada gugus imina (C=N). Fernandes et al. (2009) dalam penelitiannya mengenai
kertas berpendar (lumminesence) menjelaskan bahwa analisis spektrum absorbansi yang dilakukan pada material kertas tanpa atau dilapisi kitosan memberikan perbedaan absorbansi cahaya, namun memiliki serapan panjang gelombang yang sama, yakni 350-450 nm. Akibat struktur ikatan yang dimilikinya, Wu et al. (2005) menjelaskan sistem polimer memiliki peningkatan serapan cahaya pada panjang gelombang 350 nm hingga 450 nm. Kitosan merupakan kopolimer 2-glukosamin dan N-asetil-2-glukosamin (Domard dan Rinaudo 1982) dan PVOH merupakan agen plastisizer yang tersusun dari polimer sintetis (Sakurada 1985), sehingga sifat polimer tersebut juga yang menyebabkan serapan cahaya pada panjang gelombang yang hampir sama.
Spektrum emisi pendaran (luminesence)
Analisis spektrum pendaran (luminesence) menggunakan spektrometer
fluoresen (FL) dilakukan untuk mengamati pola spektrum emisi pada panjang gelombang 200-800 nm yang disajikan pada Gambar 9. Setelah pengukuran eksitasi pada panjang gelombang 390-420 nm (7,69×1014 - 7,14×1014 Hz) menggunakan laser violet diode (Halkyard et al. 1998), diketahui intensitas emisi
cahaya yang dihasilkan pada material berpendar (luminesence) pada panjang gelombang 500-510 nm (Gambar 9).
Gambar 9 Spektrum emisi pendaran (luminesence) dalam bentuk larutan (9a) dan film (9b) kitosan 0, 0,05, dan 0,11 M.
Fenomena pendaran yang terjadi pada material kitosan tersebut juga disebabkan oleh adanya dimers dengan elektron eksitasi dengan susunan interaksi
spktrum emisi
spektrum emisi
(9a)
(9b)
eksitasi
21
antara molekul gugus imina (Pucci et al. 2005). Bruno dan Svoronos (2005) menjelaskan korelasi panjang gelombang emisi terhadap sifat warna pendaran yang meliputi warna ungu pada 280-450 nm, biru 450-495, hijau 495-570 nm, kuning 570-590 nm, orange 590-620 nm, dan merah 620-750. Hasil puncak emisi menunjukkan adanya peningkatan intensitas pada panjang gelombang 450-550 yang berkolerasi terhadap sifat pendaran warna biru-hijau. Perhitungan frekuensi terhadap panjang gelombang yang dihasilkan menghasilkan nilai 6,66×1014 Hz hingga 5,45×1014 Hz.
Hasil analisis spektro FL menunjukkan puncak spektrum emisi tertinggi pada kitosan-asetat 0,11 M dengan nilai intensitas 23.448 (a.u.) dalam material larutan (Gambar 9a) dan 2.665 (a.u.) dalam material film (Gambar 9b). Peningkatan intensitas pendaran tersebut diduga akibat meningkatnya jumlah ikatan gugus fungsi imina (Gambar 4a) terhadap hasil taut-silang antara kitosan-asetat dan glutaraldehida, serta ikatan OH yang membentuk coverings luminesence (Gambar 4b) dari PVOH. Menurut Cao et al. (2007), reaksi pendaran dalam bentuk larutan mengalami pasivasi akibat perangkap energi oleh gugus OH yang menstabilkan emisi (cahaya pendaran) dari pada bentuk padatan (film). Hal tersebut terjadi akibat proses pengeringan yang menyebabkan hilangan gugus OH, sehingga PVOH sebagai coverings luminesence berbentuk film lebih rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Material berpendar (luminesence) dengan campuran bahan kitosan-asetat,
glutaraldehida, dan polivinil alkohol (PVOH) dapat mempengaruhi karakteristik larutan, film, dan spektrum pendaran (luminesence). Material berpendar (luminesence) dengan konsentrasi terbaik diperoleh pada kitosan-asetat 0,11 M. Karakteristik fisik larutan memiliki viskositas 1178,00±13,86 cPs, ukuran partikel 166,52±0,8 nm, sebaran indeks 0,368±0,001, karakteristik mekanik film memiliki ketebalan 180,3±0,89 µm, kuat tarik 137,33±19,66 N, kemuluran 116,10±22,71 % dan elastisitas 7,60±0,20 (104 N/m2). Karakteristik pendaran (luminesence) menunjukkan absorbansi pada panjang gelombang 300-440 nm serta emisi pada panjang gelombang 450-550 nm dengan intensitas larutan 23 227 (a.u.) dan film 2665 (a.u.) yang menunjukkan sifat pendar biru-hijau dan nilai frekuensi 6,66×1014 Hz - 5,45×1014 Hz.
Saran
Karakterisasi pendaran (luminesence) berbasis kitosan menggunakan
22
DAFTAR PUSTAKA
[ASTM] American Society for Testing Material. 2004. ASTM D374: Standard Test Methods for Thickness of Solid Electrical Insulation. Pennsylvania
(US): American Society for Testing Material.
[ASTM] American Society for Testing Material. 2007. ASTM D422-63: Standard Test Method for Particle-Size Analysis of Soils. Pennsylvania (US):
American Society for Testing Material.
[ASTM] American Society for Testing Material. 2008. ASTM E2193: Standard Test Method for Ultraviolet Transmittance of Monoethylene Glycol (Ultraviolet Spectrophotometric Method). Pennsylvania (US): American Society for Testing Material.
[ASTM] American Society for Testing Material. 2010. ASTM D789: Standard Test Methods for Determination of Solution Viscosities of Polyamide (PA).
Pennsylvania (US): American Society for Testing Material.
[ASTM] American Society for Testing Material. 2013. ASTM D1708: Standard Test Method for Tensile Properties of Plastic by Use of Microtensile Specimens. Pennsylvania (US): American Society for Testing Material. [ASTM] American Society for Testing Material. 2013. ASTM E1252: Standard
Practice for General Techniques for Obtaining Infrared Spectra for Qualitative Analysis. Pennsylvania (US): American Society for Testing
Material.
[ASTM] American Society for Testing Material. 2015. ASTM E3006: Standard Practice for Ultraviolet Conditioning of Photovoltaic Modules or Mini-Modules Using a Fluorescent Ultraviolet (UV) Lamp Apparatus. Pennsylvania (US): American Society for Testing Material.
Adam V, Mizunoa H, Grichined A, Hottaa J, Yamagatae Y, Moeyaerta B, Nienhausf GU, Miyawakic A, Bourgeoisi D, Hofkensa J. 2010. Data storage based on photochromic and photoconvertible fluorescent proteins.
Journal of Biotechnology. 149:289–298.
Amimori I, Priezjev NV, Pelcovits RA, Crawford GP. 2003. Optomechanical properties of stretched polymer dispersed liquid crystal films for scattering polarizer applications. Journal of Applied Physics. 93(6):3248-3252.
Atari NA. 1982. Piezoluminescence phenomenon. Physics Letters A. 90 (1–2):
93–96.
Ayuningtyas M. 2015. Diafragma sensor akustik serat optik berbasis komposit chitosan-polivinil alkohol [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bahrami SB, Kordestani SS, Mirzadeh H, Mansoori P. 2003. Poly (vinyl alcohol)-chitosan blends: Preparation, mechanical and physical properties. Iranian Polymer Journal. 12(2):139-146.
23
Bonilla J, Fortunati E, Atarés L, Chiralt A, Kenny JM. 2014. Physical, structural and antimicrobial properties of polyvinyl alcohol-chitosan biodegradable films. Food Hydrocolloids. 35:463-470.
Bruno TJ, Svoronos PDN. 2005. CRC Handbook of Fundamental Spectroscopic Correlation Charts. New York (US): CRC Press.
Bunz U. 2000. Poly (aryleneethynylene)s: Syntheses, properties, structures, and applications. Chemical Reviews. 100 (4): 1605–1644.
Cao L, Wang X, Meziani MJ, Lu F, Wang H, Luo PG, Lin Y, Harruf BA, Veca LM, Murray D, Xie SY, Sun YP. 2007. Carbon dots multiphoton bioimaging. Journal American Chemical Society. 129 (37): 11318–11319.
Chattopadhyay DP, Inamdar MS. 2010. Aqueous behaviour of chitosan. Dapat diakses di http://www.hindawi.com/journals/ijps/2010/939536/ [5 Juni 2015].
Chen AH, Chen SM. 2009. Biosorption of azo dyes from aqueous solution by glutaraldehyde-crosslinked chitosans. Journal of Hazarddous Materials. 172 (2–3): 1111-1121.
Chen LH, Chan CC, Ang XM, Leong KC. 2010. Chitosan-diaphragm based optical-fiber hydrophone for in-vivo ultrasound measurements. Advanced Sensor Systems and Applications. IV (7853): 1-4.
Colins JS, Goldsmit TH. 1981. Spectral properties of fluorescence induced by glutaraldehyde fixation. Journal of Histochemistry and Cytochemistry.
29(3):411-414.
DeLuca M. 1976. Firefly luciferase. Advances in Enzymology and Related Areas of Molecular Biology. 44:37-68.
DeMerlis CC, Schoneker DR. 2003. Review of the oral toxicity of polyvinyl alcohol (PVA). Food and Chemical Toxicology. 41(3): 319-326.
Domard A, Rinaudo M. 1982. Preparation and characterization of fully deacetylated chitosan. Journal Biology Macromol. 5:49-52.
dos Reis EF, Campos FS, Lage AP, Leite RC, Heneine LG, Vasconcelos WL, Lobato ZIP, Mansur HS. 2006. Synthesis and characterization of poly (vinyl alcohol) hydrogels and hybrids for rMPB70 protein adsorption.
Journal of Materials Research. 9 (2): 185-191.
Dotto GL, Pinto LAA. 2011. Adsorption of food dyes onto chitosan: optimization process and kinetic. Carbohydrate Polymers. 84 (1): 231–238.
Dragan A, August E, Graham, Geddes CD. 2013. Fluorescence-based broad dynamic range viscosity probes. Journal Fluorescence. 13:1304-1309.
Du X, Huang Y, Tao S, Yang X, Ding X, Zhang X. 2015. Highly efficient white fluorescence/phosphorescence hybrid organic light emitting devices based on an efficient hole-transporting blue emitter. Dyes and Pigments. 115:
149-153.
El-Deen HZ, Hafez AI. 2009. Physico–chemical stability of PVOH films doped with Mn2+ ions against weathering conditions. The Arabian Journal for Science and Engineering. 34 (1A): 13-26.