PENGGUNAAN BILYET GIRO SEBAGAI ALAT
PEMBAYARAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI
(STUDI PADA BANK SUMUT KCP SIMALINGKAR)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
M
MO
ON
NI
IC
CA
A
S
SA
AR
RI
I
K
KR
RI
IS
ST
TI
IN
NE
E
TA
T
AR
RI
IG
GA
AN
N
NIM. 100200412
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 4
PENGGUNAAN BILYET GIRO SEBAGAI ALAT
PEMBAYARAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI
(STUDI PADA BANK SUMUT KCP SIMALINGKAR)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
M
MO
ON
NI
IC
CA
A
S
SA
AR
RI
I
K
KR
RI
IS
ST
TI
IN
NE
E
TA
T
AR
RI
IG
GA
AN
N
NIM. 100200412
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Disetujui oleh:
Ketua Departemen Hukum Pidana
Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum
NIP. 196603031985081001
Pembimbing I
Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum
NIP. 196603031985081001
Pembimbing II
Dr. Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum
NIP. 196602021991032002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan
mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Adapun skripsi ini berjudul : “PENGGUNAAN BILYET GIRO SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI (STUDI PADA BANK SUMUT KCP SIMALINGKAR).”
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan
saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.
Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen
pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing, dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum selaku Pembantu
Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin, SH.MH.DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan Bapak Dr. O. K. Saidin, SH.M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis, dalam
memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini
3. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini
4. Kepada Papa dan Mama, atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU dan yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
5. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
6. Kepada Mahasiswa/i Fakultas Hukum USU stambuk 2010, selama
menjalani perkuliahan..
7. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... vi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan... 5
C. Tujuan Penulisan ... 6
D. Manfaat Penulisan ... 6
E. Metode Penelitian... 7
F. Keaslian Penulisan ... 9
G. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG ALAT PEMBAYARAN ... 11
A. Pengertian Alat Pembayaran ... 11
B. Uang Sebagai Alat Pembayaran ... 14
C. Alat Pembayaran Selain Uang ... 22
D. Kedudukan Pembayaran Dalam Jual Beli ... 29
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG BILYET GIRO ... 35
A. Bilyet Giro Bahagian Surat Berharga ... 35
B. Dasar Hukum Bilyet Giro ... 38
C. Pengertian Bilyet Giro ... 39
D. Fungsi dan Tujuan Bilyet Giro ... 43
BAB IV PENGGUNAAN BILYET GIRO SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN
DALAM JUAL BELI DI BANK SUMUT KCP SIMALINGKAR ... 48
A. Perjanjian Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli di Bank Sumut KCP Simalingkar ... 48
B. Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli di Bank Sumut KCP Simalingkar ... 55
C. Penyelesaian Sengketa Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli di Bank Sumut KCP Simalingkar ... 67
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70
A. Kesimpulan ... 70
B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
PENGGUNAAN BILYET GIRO SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI
(Studi Pada Bank Sumut KCP Simalingkar)
Bilyet Giro merupakan surat berharga dimana surat tersebut merupakan surat perintah nasabah untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank yang lainnya.” Dengan demikian pembayaran dana Bilyet Giro mempunyai dua tanggal dalam teksnya yaitu tanggal penerbitan dan tanggal efektif (jatuh tempo). Sebelum tanggal efektif tiba Bilyet Giro sudah dapat diedarkan sebagai alat pembayaran kredit, Bilyet Giro tidak dapat dipindah tangankan melalui endosemen, karena didalamnya tidak ada klausula yang menunjukan cara pemindahannya. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana perjanjian penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar, bagaimana akibat hukum wanprestasi dalam penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar dan bagaimana penyelesaian sengketa penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian secara kepustakaan dan juga penelitian lapangan yang dilakukan di Bank Sumut KCP Simalingkar.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan perjanjian penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar dilakukan antara penerbit, bank dan penerima atau penarik dana. Hubungan hukum penerbit dan penerima didahului adanya perikatan dasar yaitu adanya perjanjian seperti jual beli, sewa menyewa, selanjutnya penerbit wajib menyediakan sejumlah dana seperti yang tertera dalam bilyet giro. Akibat hukum wanprestasi dalam penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar maka kepada pembeli yang melakukan pembayaran dengan bilyet giro tetapi bilyet giro tersebut tidak memiliki dana maka kepada pembeli tersebut dapat dikenakan kewajiban untuk membayar kerugian berupa biaya, kerugian serta bunga kepada penjual. Penyelesaian sengketa penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar dilakukan dengan cara melakukan teguran kepada pembeli untuk dapat menyediakan sejumlah dana pada bank penerbit sehingga penjual dapat mencairkan bilyet giro yang diterimanya sebagai alat pembayaran. Apabila teguran ini tidak mendapat tanggapan yang beritikad baik, maka dapat ditempuh beberapa cara secara kekeluargaan untuk menyelesaikan.
Kata Kunci: Bilyet Giro, Pembayaran, Jual Beli
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menerangkan bahwa “Perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian yang
dibentuk karena pihak yang satu telah mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak kebendaan dan pihak yang lain bersedia untuk membayar harga yang diperjanjikan."
Dalam Pasal 1458 KUHPer juga menerangkan bahwa “jual beli telah sah mengikat apabila kedua belah pihak telah mencapai kata sepakat tentang barang
dan harga meski barang tersebut belum diserahkan maupun harganya belum dibayarkan.” Dengan kata lain perjanjian jual-beli tersebut merupakan peralihan hak dengan dasar kesepakatan dan telah sah meskipun belum terjadi penyerahan.
Perjanjian pada era globalisasi ini menjadi hal yang sering untuk dilakukan oleh para pihak berdasarkan suatu kesepakatan bersama. Dalam perjanjian jual
beli tersebut, para pihak dapat mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih, dimana para pihak yang terlibat dalam perjanjian jual beli tersebut akan mendapat perlindungan hukum apabila para pihak mempunyai bukti tertulis dalam
suatu ikatan perjanjian jual beli. 1
Pihak yang satu menyerahkan hak milik atas suatu barang, pihak lainnya
berjanji untuk membayar dengan harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai
1
Blogspot.com, "Sistem Pembayaran Dan Alat Pembayaran", http://kamarulintang
sakti.blogspot.com/2014/02/sistem-pembayaran-dan-alat-pembayaran. html. Diakses tanggal 11
Juli 2014.
imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Pihak yang satu disebut penjual, berkewajiban untuk menyerahkan barang sesuai dengan isi perjanjian dan berhak
untuk menerima pembayaran, dan pihak yang lain yaitu pembeli, berkewajiban untuk membayar harga dan berhak untuk mendapatkan barang yang diperjanjikan
dalam perjanjian jual-beli tersebut.
Praktek bisnis yang terjadi apabila harga yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian jual beli nominalnya cukup tinggi, seringkali disepakati oleh para pihak
dalam pembanyarannya menggunakan surat beharga. Surat berharga sendiri adalah surat yang diadakan oleh seseorang sebagai pelaksana suatu prestasi yang
merupakan pembayaran sejumlah harga uang, namun pembayaran tersebut tidak dilaksanakan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat pembayaran yang berupa surat yang didalamnya terdapat suatu pesan atau
perintah terhadap pihak ketiga atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut. Timbulnya kewajiban membayar
dengan menerbitkan surat berharga itu disebabkan karena adanya perjanjian lebih dahulu antara pihak-pihak.
Penerbitan surat berharga tersebut adalah sebagai pelaksana dari
kewajiban membayar itu. Maka dapat dikatakan bahwa perjanjian (jual-beli) merupakan perikatan yang menjadi dasar terbitnya surat berharga, yang disebut
“perikatan dasar” (onderliggende verhauding).2
2 Ibid.
Tanpa adanya perikatan dasar, tidak mungkin diterbitkan surat berharga. Dengan demikian penerbitan surat berharga tersebut bukanlah perbuatan yang berdiri sendiri lepas dari perikatan
dasarnya. Perkembangannya sekarang dikenal beberapa jenis surat berharga yang diatur diluar KUHD seperti Bilyet Giro, Travels Cheque, Credit Card, Sertifikat
Deposito, Sertifikat Bank Indonesia dan sebagainya.
Timbulnya surat berharga diluar KUHD ini sebagai akibat perkembangan
dunia perbankan yang meningkat pesat guna memenuhi kebutuhan dan kenyamanan masyarakat (nasabah) bank dalam lalu lintas transaksi pembayaran. Peran Bilyet Giro dalam lalulintas pembayaran sangat penting sekali artinya,
walaupun pada mulanya Bilyet Giro belum dikenal dan disenangi oleh para pedagang tetapi secara perlahan saat perekonomian mulai stabil dan dalam era
modern ini masyarakat luas semakin suka menggunakan Bilyet Giro karena beberapa hal berikut ini:3
3
Citrasa, "Pengertian Cek (Cheque) & Bilyet Giro",Melalui http://citrasa
yangmama-mandelacitra.blogspot.com/2012/06/cek-merupakan-salah-satu-sarana-yang.html.Diakses tanggal
16 Juli 2014.
1. Penggunaanya lebih aman karena setelah Bilyet Giro telah di isi lengkap nama
dan rekening bank penerima, Bilyet Giro tersebut tidak dapat diipakai oleh orang lain apabila hilang.
2. Keewajiban menyediakan dana baru timbul setelah tanggal efektif tiba (jatuh tempo).
3. Pelaksanaan perintah sampai pada tujuannya, Bilyet Giro yyang telah diisi
lengkap oleh penarik tidak dapat beredar lagi dan penarik dapat mengetahui segera bahwa dananya sudah dipindah bukukan kedalam rekening yang dituju.
4. Mempunyai kepastian hukm karena Bilyet Giro yang telah beredar tidak dapat dibatalkan selama tenggang waktu penawaran.
5. Merupakan anjuran Bank Indonesia untuk mengatur peredaran uang kartal. Bilyet Giro merupakan surat berharga dimana surat tersebut merupakan
surat perintah nasabah untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank
yang sama atau pada bank yang lainnya.” Dengan demikian pembayaran dana Bilyet Giro mempunyai dua tanggal dalam teksnya yaitu tanggal penerbitan dan tanggal efektif (jatuh tempo).4
Menerbitkan surat berharga disini maksudnya adalah penerbit memerintahkan bank dimana ia menjadi nasabah untuk memindah bukukan sejumlah uang dari rekeningnya kepada rekening pihak ketiga yang disebutkan
namanya. Pihak yang menerima Bilyet Giro ini disebut pemegang atau penerima, sedangkan Bank sebagai pihak yang memerintahkan melakukan pemindah bukuan
disebut tersangkut. Perkembangan dalam dunia bisnis yang tidak diimbangi dengan pengembangan regulasi yang mengaturnya menyebabkan timbulnya kecenderungan penyimpangan penggunaan Bilyet Giro sangat dimungkinkan Sebelum tanggal efektif tiba Bilyet Giro sudah dapat diedarkan sebagai alat pembayaran kredit, Bilyet Giro tidak dapat dipindah tangankan melalui
endosemen, karena didalamnya tidak ada klausula yang menunjukan cara pemindahannya. Pembayaran suatu transaksi dipandang sudah selesai apabila pemindah bukuan yang dimaksud dalam Bilyet Giro itu sudah dilaksanakan oleh
Bank. Didalam Bilyet Giro pihak yang menerbitkan adalah pihak yang harus membayar.
4 Ibid.
terjadi, maka kemudian timbullah masalah di dalam penggunaan Bilyet Giro yaitu Bilyet Giro Kosong yaitu dimana tidak tersedianya dana ketika Bilyet Giro
diperlihatkan untuk dipindahbukukan pada bank.
Penyalahgunaan Bilyet Giro dalam transakasi sangat besar sekali, “pada
bulan Desember 2009 saja terdapat 41.871 transaksi penarikan Bilyet Giro kosong dengan nilai Rp. 1,07 triliun.” Banyaknya penyalahgunaan Bilyet Giro kosong maka sangat merugikan dan perlu adanya antisipasi dan cara menangulanginya.
Guna mengetahui lebih dalam mengenai penggunaan Bilyet Giro kosong dan penyelesaiannya secara hukum maka dituangkan dalam bentuk skripsi dengan
judul : “Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli (Studi Pada Bank Sumut KCP Simalingkar)".
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana perjanjian penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar?
2. Bagaimana akibat hukum wanprestasi dalam penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar?
3. Bagaimana penyelesaian sengketa penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada latar belakang penelitian ini
maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perjanjian penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran
dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar.
2. Untuk mengetahui akibat hukum wanprestasi dalam penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP
Simalingkar.
3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa penggunaan bilyet giro sebagai alat
pembayaran dalam transaksi jual beli di Bank Sumut KCP Simalingkar.
D. Manfaat Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan tujuan yang ingin dicapai maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan
manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis
Kejelasan yang dapat menimbulkan kemampuan untuk menyusun kerangka
teoritis dalam penelitian hukum dan bagaimana suatu teori dapat di operasionalkan di dalam penelitian ini, maka penellitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk :
a. Dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum khususnya hukum perdata.
b. Sebagai bahan masukan dan referensi bagi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis.
a. Memberikan masukan bagi pemerintah untuk menjamin kepastian hukum
mengenai penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli.
b. Memberikan gambaran kepada masyarakat tentang penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan
penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu
keadaan yang menjadi objek penelitian dengan mendasarkan penelitian pada ketentuan hukum normatif. Dalam penelitian yuridis normatif ini akan digambarkan keadaan atau suatu fenomena yang berhubungan dengan
penggunaan bilyet giro sebagai alat pembayaran dalam transaksi jual beli. 2. Sumber Data
Sumber penelitian yang dipergunakan bersumber dari data sekunder. Data sekunder yakni dengan melakukan pengumpulan referensi yang berkaitan dengan objek atau materi penelitian yang meliputi:
a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah Norma atau
kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan perundang-undangan yakni Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan, Peraturan No.8/29/PBI/2006 Tentang Daftar Hitam Nasional Penerbit Cek/Giro
Bilyet Kosong, Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/437/UPPB/PbB tanggal 16 mei 1975 mengenai pelaksanaan dewan moneter No 53/1962, Surat Edaran Bank Indonesia no 2/10/DASP tanggal 8 juni 2000 tentang
tata usaha cek atau bilyet giro kosong, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No 28/32/Dir tanggal 4 juli 1995 Tentang Bilyet Giro serta Surat Edaran Bank
Indonesia No 4/670/UPPB/PbP tanggal 24 Januari tahun 1972.
b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti.
c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum dan
kamus Bahasa Indonesia. 3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen yang berupa pengambilan data yang berasal dari bahan literatur atau tulisan ilmiah sesuai dengan objek
yang diteliti. 4. Analisis Data
Jenis analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis normatif yang menjelaskan pembahasan yang dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku seperti perundang-undangan.
F. Keaslian Penulisan
Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Penggunaan Bilyet Giro Sebagai
Alat Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli (Studi Pada Bank Sumut KCP Simalingkar)” ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri.
Penulisan skripsi yang bertemakan mengenai pembuktian memang sudah cukup banyak diangkat dan dibahas, namun skripsi dengan kaitannya dengan Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli
(Studi Pada Bank Sumut KCP Simalingkar) ini belum pernah ditulis sebagai skripsi. Dan penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya.
Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab
terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian:
Bab I. Pendahuluan
Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Permasalahan, Tujuan
Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, serta Sistematika Penulisan.
Bab II. Tinjauan Yuridis Tentang Alat Pembayaran
Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Pengertian Alat
Pembayaran, Uang Sebagai Alat Pembayaran, Alat Pembayaran Selain Uang serta Kedudukan Pembayaran Dalam Jual Beli.
Bab III. Tinjauan Umum Tentang Bilyet Giro
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Bilyet Giro
Bahagian Surat-SUrat Berharga, Dasar Hukum Bilyet Giro, Pengertian Bilyet Giro serta Fungsi dan Tujuan Bilyet Giro.
Bab IV. Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat Pembayaran Dalam Jual Beli di
Bank Sumut KCP Simalingkar
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap Perjanjian
Penggunaan Bilyet giro Sebagai Alat Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli di Bank Sumut KCP Simalingkar, Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Penggunaan Bilyet Giro Sebagai Alat
Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli di Bank Sumut KCP Simalingkar serta Penyelesaian Sengketa Penggunaan Bilyet Giro
Sebagai Alat Pembayaran Dalam Transaksi Jual Beli di Bank Sumut KCP Simalingkar.
Bab V. Kesimpulan dan Saran
Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN YURIDIS TENTANG ALAT PEMBAYARAN
A. Pengertian Alat Pembayaran
Alat pembayaran adalah benda yang menurut hukum harus diterima sebagai alat untuk membeli barang dan jasa.5
Alat Pembayaran, selain uang yang masih menjadi Alat Pembayaran utama yang berlaku di masyarakat, terdapat pula alat pembayaran non tunai. Sebagai contoh, telah dikenal alat pembayaran berbasis kertas (misalnya Cek dan
Giro Bilyet) atau Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), seperti Kartu Kredit dan Kartu ATM/Kartu Debet. Sedangkan untuk sistem transfer, telah
dilakukan pengembangan sistem transfer dana secara berkesinambungan oleh Bank Indonesia, sehingga saat ini telah tersedia sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan BI-SKN (Sistem Kliring Nasional).6
b. Uang Pecahan Kertas (Rp 1.000,- , Rp 2.000,- , Rp 5.000,- dan seterusnya) 2. Alat Pembayaran Menggunakan Uang Giral
Berikut ini beberapa Penggolongan Metode Pembayaran dan Sistem Transfer secara Garis besar yang dikenal oleh masyarakat Indonesia, antara lain
sebagai berikut :
1. Alat Pembayaran Menggunakan Uang Kartal
a. Uang Pecahan Logam (Rp 100,- , Rp 200,- , Rp 500,- , Rp 1.000,-)
5
Blogspot.com, Op.Cit. 6
Ravi Vendra's Blog, "Perkembangan Alat Pembayaran dan Sistem Transfer Modern dari Sudut Pandang Sistem Informasi", Melalui http://ravi-vendra.blogspot.com/2013/01/
perkembangan-alat-pembayaran-dan-sistem.html, Diakses tanggal 16 Juni 2014.
a. Cek (Cheque) b. BG (Bilyet Giro)
3. Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) a. Kartu Debit (Kartu ATM)
b. Kartu Kredit
4. Sistem Transfer Dana Bank Indonesia a. BI RTGS (Real Time Gross Settlement)
b. BI SKN (Sistem Kliring Nasional) 5. Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU)
a. Electronic Money (Uang Elektronik)
b. Sistem Remittance (Pengiriman Uang).7
Pembayaran adalah aktivitas pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi. Pembayaran ini terjadi setiap hari, melibatkan ribuan transaksi ekonomi yang beraneka ragam, seperti seperti Pembayaran merupakan salah satu aktivitas penting pada setiap transaksi
dalam kegiatan ekonomi. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, semakin banyak dan semakin besarnya nilai transaksi serta risiko, dibutuhkan
adanya sistem pembayaran dan alat pembayaran yang cepat, lancar dan aman. Keberhasilan sistem pembayaran akan dapat mendukung perkembangan sistem keuangan dan perbankan. Sebaliknya ketidaklancaran atau kegagalan sistem
pembayaran akan memberikan dampak yang kurang baik pada kestabilan perekonomian.
jual beli barang dan jasa, pembelian dan pelunasan kredit, melibatkan miliaran rupiah dengan berbagai alat pembayaran seperti pembayaran tunai dengan uang
kartal, Cheque, Bilyet Giro, Wesel dan lain-lain.
Proses pembayaran memang mudah dan sederhana, tetapi bisa juga
kompleks dan sulit tergantung dari kompleks tidaknya transaksi ekonomi yang terjadi. Pembayaran secara umum dapat diartikan sebagai “pindahnya kepemilikan hak atas dana dari pembayar kepada penerimanya”. Atau dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa pembayaran adalah perpindahan hak atas nilai antara pihak pembeli dan pihak penjual yang secara bersamaan terjadi perpindahan hak atas
barang atau jasa secara berlawanan.
Pembayaran bukanlah sebagai suatu proses yang berdiri sendiri, yang terjadi secara spontan tanpa ada kaitannya dengan transaksi lain, sebab setiap
pembayaran merupakan realisasi dari suatu transaksi ekonomi. Pembayaran dapat dilakukan secara tradisional sederhana yang tidak memerlukan jasa bank, atau
suatu proses yang cukup rumit, dimana lembaga perbankan mempunyai peran yang sangat penting dan memerlukan jasa-jasa perantara karena tanpa jasa perantara tidak dapat terlaksana dengan aman cepat dan efisien.
Secara etimologi, kata sistem berasal dari Bahasa Yunani yaitu “Systemo”, sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal dengan “System” yang mempunyai satu
pengertian yaitu sehimpunan komponen atau bagian yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan yang tidak terpisahkan.8
Pengertian sistem pembayaran yang lebih lengkap sebagaimana definisi
sistem pembayaran menurut UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia pasal 1 angka 6:
“Sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu
kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi”.
Sistem Pembayaran adalah tata-cara atau prosedur yang saling berkaitan dalam pemindahan sejumlah nilai uang (alat pembayaran) dari satu pihak ke pihak
lain yang terjadi karena adanya transaksi ekonomi. 9
Uang yang kita kenal sekarang ini telah mengalami proses perkembangan yang panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena
setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri. Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana,
mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya, apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan selanjutnya mengahadapkan manusia pada kenyataan bahwa apa yang diproduksi
Adapun tata-cara atau prosedur yang digunakan dalam pemindahan dana ini bermacam-macam dari
cara-cara yang paling sederhana sampai dengan sistem pemindahan nilai uang secara-cara elektronik seperti saat ini. Tentu saja dalam sistem pembayaran ini akan melibatkan berbagai lembaga sebagai perantara yang memberikan jasa dalam hal
penyelesaian pembayaran tersebut.
B. Uang Sebagai Alat Pembayaran
9
sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhui seluruh kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri, mereka mencari
orang yang mau menukarkan barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan olehnya. Akibatnya muncullah sistem'barter'yaitu barang yang ditukar
dengan barang. Namun pada akhirnya, banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini. Di antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang
dimilikinya serta kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama
nilainya. 10
Barang-barang yang dianggap indah dan bernilai, seperti kerang ini, pernah dijadikan sebagai alat tukar sebelum manusia menemukan uang logam.
Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar. Benda-benda yang
ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda yang dipilih bernilai tinggi (sukar
diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah.
Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang: orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang
berarti garam.
Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum
mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan
akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama. Kemudian muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga
digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat
tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money).11
Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah
besar sehingga diciptakanlah uang kertas Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain, uang kertas yang beredar pada saat itu Artinya, nilai intrinsik (nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang
tercantum pada mata uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas
dalam menyimpan uang logam. Sejalan dengan perkembangan perekonomian, timbul suatu anggapan kesulitan ketika perkembangan tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia (emas dan
perak) sangat terbatas.
11
merupakan uang yang dijamin 100% dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan
jaminannya. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka
menjadikan 'kertas-bukti' tersebut sebagai alat tukar.
Uang sebagai alat pembayaran sudah dikenal berabad-abad yang lampau. Pada awalnya uang hanya berfungsi sebagai alat tukar. Pada masa itu masyarakat
menggunakan benda-benda produk alam sebagai uang atau disebut sebagai uang komoditas. Penggunaan benda sebagai uang sangat bervariasi dan berbeda
diantara kelompok masyarakat di dunia. Penggunaan logam seperti emas, perak dan logam lainnya kemudian menggantikan benda-benda produk alam sebagai bahan membuat uang karena lebih praktis dan nilainya berumur lebih panjang dan
lebih luas serta menjadi tempat penyimpan nilai yang bagus. Uang logam pada masanya sangat popular dan sampai saat ini masih digunakan walaupun sudah
muncul uang kertas yang lebih praktis digunakan untuk transaksi dalam jumlah besar dan e-money yang mengunakan kartu kredit.12
Setelah logam digunakan sebagai bahan uang, kemudian kertas menjadi
bahan uang yang begitu banyak digunakan negara-negara di dunia dan abad ke-20 dikatakan sebagai abad uang kertas. Uang logam dan uang kertas juga menjadi
identitas negara, karena masing-masing negara mencetak uangnya sendiri-sendiri. Pada abad 20 muncul alat pembayaran yang menggunakan kartu kredit pertama yang berfungsi sebagai uang atau e-money. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
12
uang diartikan sebagai “satuan uang suatu Negara”. Untuk saat ini sesuai dengan fungsinya uang dapat diartikan sebagai “suatu benda yang dapat ditukarkan
dengan benda lain, dapat digunakan untuk menilai benda lain dan dapat disimpan”. Uang Rupiah menurut UU No. 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang
selanjutnya disebut dengan UU Mata Uang yaitu mata uang adalah uang yang dikeluarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah. Dan dari pengertian tersebut uang itu lah yang dikatakan sebagai alat
pembayaran yang sah.
Dalam perkembangan mutakhir fungsi uang dapat dibedakan dalam 2
kategori, yaitu fungsi umum dan fungsi khusus. Menurut Glyn Davies fungsi umum uang adalah sebagai aset likuid (liquid asset), faktor dalam rangka pembentukan harga pasar (framework of the market allocative system), faktor
penyebab dalam perekonomian (a causative factor in the economy), dan faktor pengendali kegiatan ekonomi (controller of the economy). Sedangkan fungsi
khusus uang sebagai berikut :
1. Uang sebagai alat tukar (medium of exchange); 2. Uang sebagai alat penyimpan nilai (store of value);
3. Uang sebagai satuan hitung (unit of account);
4. Uang sebagai ukuran pembayaran yang tertunda (standard for deffered
payment);
5. Uang sebagai alat pembayaran (means of exchange);
value).13
Di dalam UU Mata Uang dalam Pasal 11 disebutkan bahwa Bank
Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan pengeluaran, pengedaran, dan/atau pencabutan dan penarikan Rupiah untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan
memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.
Kedudukan sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender) ini
dinyatakan di dalam uang kertas yang dikeluarkan oleh bank sentral setiap negara. Di dalam legal tender terdapat dua elemen yang esensial yaitu pertama,
keberadaannya dinyatakan oleh hukum dan kedua untuk pembayaran. Ditinjau dari teori Hukum Tata Negara, suatu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada suatu badan atau lembaga bersifat atributif artinya tidak
menimbulkan kewajiban menyampaikan laporan atas pelaksanaan kekuasaan itu.
14
Alat pembayaran boleh dibilang berkembang sangat pesat dan maju. Kalau
kita menengok kebelakang yakni awal mula alat pembayaran itu dikenal, sistem barter antar barang yang diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra modern. Dalam perkembangannya, mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai
pembayaran yang lebih dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya alat
pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat pembayaran nontunai (non cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper
13
Solikin Suseno, Uang, Pengertian, Penciptaan, dan Peranannya dalam Perekonomian, Bank Indonesia, Jakarta, 2005, hal 21.
14
based), misalnya, cek dan bilyet giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu
(card-based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar).15
Alat pembayaran tunai lebih banyak memakai uang kartal (uang kertas dan
logam). Uang kartal masih memainkan peran penting khususnya untuk transaksi bernilai kecil. Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, pemakaian alat pembayaran tunai seperti uang kartal memang cenderung lebih kecil dibanding
uang giral. Pada tahun 2005, perbandingan uang kartal terhadap jumlah uang beredar sebesar 43,3 %. 16
Jenis uang yang dikeluarkan Bank Indonesia, yaitu uang kertas dan uang logam. Uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya. Uang logam adalah uang dalam bentuk koin yang
terbuat dari alumunium, alumunium bronze, kupronikel dan bahan lainnya. Harga uang adalah nilai nominal atau pecahan uang yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia. Ciri uang adalah tanda-tanda tertentu pada setiap uang yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dengan tujuan untuk mengamankan uang tersebut dari upaya pemalsuan. Tanda-tanda tersebut dapat berupa warna, gambar, ukuran, berat dan
tanda-tanda lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sebagai konsekuensi dari ketentuan Bank Indonesia memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama dan pecahan lainnya
15
Indra Darmawan, Pengantar Uang dan Perbankan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal 51.
melakukan penukaran uang yang cacat atau dianggap tidak layak untuk diedarkan, menukarkan uang yang rusak sebagaian karena terbakar atau sebab lain dengan
nilai nominalnya yang bergantung pada tingkat kerusakannya. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pemusnahan uang yang dianggap tidak layak untuk
diedarkan kembali.
Bank Indonesia dapat memberikan penggantian atas uang yang karena suatu sebab telah rusak sebagaian tetapi tanda keaslian uang tersebut masih dapat
diketahui atau dikenali. Adapun besarnya penggantian atas uang yang rusak tersebut ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Dari penelusuran terhadap undang- undang tentang mata uang negara lain, ternyata di dalam perundang-undangan negara-negara tersebut ditetapkan adanya pembatasan penggunaan coin. Dengan adanya pembatasan tersebut dimaksudkan
bahwa undang-undang yang dibuat tidak menghambat transaksi bisnis di satu pihak dan di pihak lain tetap menghargai coin sebagai legal tender sesuai dengan
tujuannya yaitu untuk transaksi kecil sehingga tidak mudah rusak karena perputarannya yang sangat intensif. Apabila mata uang dengan nilai sebesar itu dibuat dari kertas, dikhawatirkan akan cepat rusak.
Selain itu penggunaan mata uang Rupiah pada saat sekarang ini, sudah
convertible. Bisa ditukar kapan saja dan dimana saja ada. Apalagi penukaran mata
uang dari Rupiah ke mata uang lain ataupun dari mata uang hard/soft currency
lain ke Rupiah biasa dilakukan di beberapa negara. Bagi kalangan swasta ataupun pebisnis sebenarnya bukan merupakan suatu masalah besar mengingat sifat
Selain itu pemakaian jenis mata uang apapun bagi kalangan bisnis yang paling utama adalah profit/keuntungan. Sepanjang dengan menggunakan mata uang
Rupiah lebih menguntungkan, digunakanlah Rupiah. Bahkan menurut temuan dalam penelitian ini, para pebisnis yang melakukan quotation dalam dollar, akan
senang kalau dibayar dengan denominasi Rupiah dengan kurs yang ditetapkan lebih tinggi dari pada yang ada di pasar.17
2. Berbasis kartu (card based) dan elektronik (electronic based).
C. Alat Pembayaran Selain Uang
Selain uang dalam bentuk nominal maka jenis alat pembayaran lainnya
digolongkan sebagai alat pembayaran non tunai. Adapun jenis-jenis pembayaran nontunai
1. Berbasis warkat (paper based).
18
Cek adalah surat perintah pembayaran tidak bersyarat untuk membayarkan sejumlah uang yang tertulis pada cek kepada orang yang namanya tertera pada ad.1. Instrumen Pembayaran Berbasis Warkat
Warkat adalah surat berharga yang dikeluakan oleh suatu bank sebagai instrumen penarikan dana nasabah yang memiliki fasilitas Rekening Giro/Rekening Koran. Instrumen berbasis warkat yang umum digunakan
perbankan antara lain: a. Cek
17
Iswardono, Uang dan Bank, BPFE, Yogyakarta, 1997, hal 32.
18
blogspot.com, "Alat Pembayaran Non Tunai", Melalui http://mamatumorang.blogspot.
cek.
Ciri-ciri Umum Cek:
1) Tidak dapat dibatalkan.
2) Dapat dibayar secara tunai dan pemindahbukuan.
3) Pencairan dana dapat dilakukan dalam tenggang waktu 70 hari sebelum dan sesudah tanggal penarikan.
4) Dapat dipindahtangankan dengan cara endorsemen.
Jenis-jenis Cek
1) Cek atas unjuk/pembawa, merupakan cek yang dibayarkan kepada orang
yang menunjukkan/membawa cek tersebut.
2) Cek atas nama, merupakan cek yang dibayarkan kepada orang yang namanya tertera pada cek tersebut.
Ciri-ciri Cek atas unjuk:
1) Item bayarlah kepada (nama dan nomor rekening) dikosongkan.
2) Item pembawa tidak dicoret. Ciri-ciri Cek atas nama:
1) Item bayarlah kepada diisi dengan nama perorangan/perusahaan atau
nomor rekening. 2) Item pembawa dicoret.
b. Bilyet Giro
Bilyet Giro adalah surat perintah pembayaran bersyarat kepada bank penerbit agar memindahbukukan sejumlah dana kepada pihak penerima yang nama dan
Jenis-jenis Bilyet Giro
Bilyet giro ditinjau dari jenisnya ada 2, yaitu:
1) Bilyet Giro untuk setoran atau tarikan kliring
Bilyet giro jenis ini mempunyai ciri-ciri bahwa bank penerbit dengan bank
penerima dana berbeda, tetapi berada dalam satu kota (satu wilayah kliring).
2) Bilyet Giro untuk inkaso keluar atau inkaso masuk
Pengertian Inkaso adalah suatu layanan perbankan dalam jasa penagihan yang dilakukan oleh cabang pembayar (cabang bank di mana nasabah
mengajukan permohonan inkaso) kepada pihak yang tertagih melalui cabang bank tertagih (cabang bank di mana dana nasabah ditarik) yang berada di luar wilayah kliring.
Ciri-ciri Bilyet Giro
1) Dapat dibatalkan oleh tertarik setelah lewat waktu 70 hari dari tanggal
efektif;
2) Tidak dapat diambil secara tunai, melainkan hanya dapat dipindahbukuan ke rekening penerima.
3) Tidak dapat dipindahtangankan dengan endorsemen.19
Nota Kredit merupakan dokumen yang dihantar untuk mengurangkan hutang c. Nota Kredit
Nota Kredit adalah warkat yang digunakan untuk membayar sejumlah dana pada bank lain atau nasabah yang menerima warkat tersebut.
pembeli. Dokumen ini akan dihantar apabila pembeli memulangkan bekas kosong, pembeli memulangkan barang kerana rosak atau silap jenama dan jika
ada kesilapan dalam pengiraan invois. Nota Kredit disediakan oleh penjual dan dihantar kepada pembeli. Penjual menyimpan dokumen salinan dan
pembeli menyimpan dokumen asal. d. Nota Debit
Nota Debit adalah warkat yang dipergunakan untuk menagih sejumlah dana
pada bank lain untuk dimasukkan ke rekening nasabah bank yang menyampaikan warkat tersebut.
ad.2. Instrumen pembayaran menggunakan kartu (APMK) dan elektronik
a. Kartu Kredit
Kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya untuk memungkinkan pembawanya membeli barang-barang yang dibutuhkannya secara hutang.
Atau sejenis kartu khusus yang dikeluarkan oleh pihak bank-sebagai pengeluar kartu, lalu jumlahnya akan dibayar kemudian. Pihak bank akan memberikan
kepada nasabahnya itu rekening bulanan secara global untuk dibayar, atau untuk langsung didebet dari rekeningnya yang masih berfungsi.
Berikut karakteristik tampilan depan kartu kredit antara lain:
1) Logo Bank. Tampilan kartu kredit yang pertama yang ada di bagian depan kartu adalah logo bank yang mengeluarkan kartu kredit tersebut. Misalnya
2) Nomor Kartu Kredit. Setiap kartu kredit akan dilengkapi dengan nomor kartu kredit yang unik dan pastinya berbeda dengan kartu kredit lainnya.
Untuk nomor kartu kredit di Indonesia akan berjumlah 16 digit yang akan terbagi dalam 4 kelompok dengan jarak yang sengaja direnggangkan.
Biasanya 4 digit pada nomor kartu kredit itu menandakan jenis kartu dan bank yang menerbitkannya.
3) Nama Pemilik Kartu Kredit. Semua jenis kartu kredit akan tercetak nama
pemilik kartu kredit, namun untuk cetak nama pada kartu kredit ini harus mendapat persetujuan dari nasabah kartu kredit tersebut.
4) Masa Berlaku Kartu Kredit. Semua jenis kartu kredit yang diterbitkan pasti akan memiliki masa berlakunya. Rata-rata masa berlaku kartu kredit ini sekitar 3 tahun, namun itu tergantung dari kebijakan dari bank yang
mengeluarkan kartu kredit tersebut.
5) Logo Perusahaan Pembayaran Internasional. Kartu kredit akan dilengkapi
dengan logo perusahaan-perusahaan pembayaran internasional. Karena kartu kredit ini merupakan kerjasama dapat digunakan di luar negeri dan sebagai mitra jaringan pembayaran internasional. Untuk logo-logo
perusahaan tersebut antara lain, American Express, Master Cards, VISA. 6) Chip Kartu Kredit. Chip merupakan alat pengaman kartu kredit. Untuk
saat ini semua jenis kartu kredit yang dikeluarkan di Indonesia diwajibkan untuk memiliki chip sebagai pengamanan kartu kredit. Ini dilakukan karena sudah banyak kasus sebelumnya yang dapat dengan mudah
kredit tersebut b. Kartu ATM/Debit
Pengertian ATM dikenal dengan Anjungan Tunai Mandiri. ATM merukan alat elektronik yang diberikan oleh bank yang kepada pemilik rekening yang dapat
digunakan untuk bertransaksi secara elektronis seperti mengecek saldo, mentransfer uang dan juga mengambil uang dari mesin ATM tanpa perlu dilayani seorang teller. Setiap pemegang kartu diberikan PIN (personal
identification number), atau nomor pribadi yang bersifat rahasia untuk
keamanan dalam penggunaan ATM. Apabila digunakan untuk bertransksi di
mesin ATM, maka kartu tersebut dikenal sebagai kartu ATM. Namun apabila digunakan untuk bertransaksi pembayaran dan pembelanjaan non-tunai dengan menggunakan mesin EDC (Electronic Data Capture), maka kartu
tersebut dikenal sebagai Kartu Debit. c. Kartu Prabayar
Layaknya kartu debit dan kredit, kartu prabayar memungkinkan Anda untuk melakukan pembelian tanpa uang tunai atau cek. Tidak seperti kartu kredit, Anda tidak dapat berhutang dengan kartu prabayar, dan tidak seperti kartu
debit, kartu prabayar tidak terkait dengan rekening bank. Kartu prabayar memiliki saldo nol sampai Anda menambah uang ke dalamnya.
Pada saat Anda melakukan pembelian dengan kartu prabayar, jumlah pembayaran akan dikurangin dari saldo yang tersedia di kartu tersebut. Pada saat saldo mencapai angka nol, kartu tersebut kosong. Kartu kemudian dapat
menambahkan dana dan melanjutkan penggunaan kartu tersebut. d. Uang elektronik
Uang elektronik (atau uang digital) adalah uang yang digunakan dalam transaksi Internet dengan cara elektronik. Biasanya, transaksi ini melibatkan
penggunaan jaringan komputer (seperti internet dan sistem penyimpanan harga digital). Electronic Funds Transfer (EFT) adalah sebuah contoh uang elektronik.
Uang elektronik memiliki nilai tersimpan (stored-value) atau prabayar
(prepaid) dimana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis
yang dimiliki seseorang. Nilai uang dalam e-money akan berkurang pada saat konsumen menggunakannya untuk pembayaran. E-money dapat digunakan untuk berbagai macam jenis pembayaran (multi purpose) dan berbeda dengan
instrumen single purpose seperti kartu telepon.
Uang elektronik merupakan bidang yang menarik dalam kriptografi,
penggunaan uang digital sampai sekarang masih dalam skala-kecil. Satu kesuksesan yang jarang adalah kartu Octopus Hong Kong, yang dimulai sebagai sistem pembayaran transit dan telah tumbuh menjadi sistem uang kas
yang banyak digunakan umum. Sukses lainnya adalah jaringan Interac Kanada, yang pada tahun 2000, telah melewati pembayaran uang tunai dalam
D. Kedudukan Pembayaran Dalam Jual Beli
Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya
undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini. Pengaturan perjanjian bernama dapat diatur dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan
sesuatu barang/benda, dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga.
Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 KUH Perdata di atas,
persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban yaitu:
1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.
2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.20
Menurut Salim H.S, perjanjian jual beli adalah Suatu Perjanjian yang
dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli.21 Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan
berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.22
20
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 181.
21
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 49.
22 Ibid.
tersebut adalah :
a. Adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli
b. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli
Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang
menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian
jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi “ jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun
harganya belum dibayar ”.23
Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal
lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut, jual beli tetap tidak terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi, jika para pihak telah menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para
pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang
ada dalam perundang-undangan (BW) atau biasa disebut unsur naturalia.24
Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang
23
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 2.
24
menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan itu dari sipenjual kepada sipembeli. KUH perdata BW mengenal
tiga macam barang yaitu barang bergerak, barang tetap, dan barang tak bertubuh (piutang, penagihan, atau claim), maka menurut KUH Perdata BW juga ada tiga
macam penyerahan hak milik yang masing-masing berlaku untuk masing-masing jenis barang tersebut yaitu:
1. Untuk barang bergerak cukup dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu.
Hal ini sesuai dengan Pasal 612 KUH Perdata yang berbunyi: “Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh dilakukan dengan
penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. Penyerahan tak perlu dilakukan apabila kebendaan yang harus
diserahkan, dengan alas an hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya”.
Dari ketentuan di atas dapat dilihat adanya kemungkinan menyerahkan kunci saja kalau yang dijual adalah barang-barang yang berada dalam suatu gudang, hal mana suatu penyerahan kekuasaan secara simbolis, sedangkan apabila
barangnya sudah berada didalam kekuasaan pembeli, penyerahan cukup dilakukan dengan suatu pernyataan saja. Cara yang terakhir ini terkenal
dengan nama traditio “brevi manu” yang berarti penyerahan dengan tangan pendek.
2. Untuk barang tetap (tidak bergerak) penyerahan dilakukan dengan perbuatan
pegawai balik nama atau pegawai penyimpan hipotik, yaitu menurut pasal 616 dihubungkan dengan pasal 620 KUH Perdata. Pasal 616 menyatakan bahwa:
“Penyerahan atau penunjukkan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti
ditentukan dalam pasal 620”.
Pasal 620: “Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud diatas dilakukan dengan
memindahkan sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang bersangkutan ke kantor penyimpa hipotik, yang mana dalam
lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan barada dan dengan membukukannya dalam register.”
Bersama-sama dengan pemindahan tersebut, pihak yang berkepentingan harus
menyampaikan juga kepada penyimpan hipotik sebuah salinan otentik yang kedua atau sebuah petikan dari akta atau keputusan itu, agar penyimpan
mencatat didalamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor dari register yang bersangkutan.
3. Penyerahan barang tak bertubuh dengan perbuatan yang dinamakan “cessie”
sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata BW yang berbunyi: “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh
lainnya dilakukan dengan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya melainkan setelah
diakuinya. Penyerahan tisp-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan menyerahkan surat itu; penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk
dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosemen”.
Dari uraian di atas dapat di lihat bahwa sistem yang dianut oleh KUH
Perdata mengenai pemindahan hak milik berlainan dengan sistem code civil
Perancis karena menurut code civil Perancis hak milik sudah berpindah pada saat ditutupnya perjanjian jual beli. Penyerahan hanya merupakan suatu penyerahan
kekuasaan belaka, suatu perbuatan fisik yang dalam bahasa belanda disebut dengan feitelijke levering.
Pasal 1458 KUH Perdata menyatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum
diserahkan maupun harganya belum dibayar. Ketentuan pasal 1458 KUH Perdata ini menetapkan bahwa kesepakatan antara pihak penjual dan pihak pembeli dalam
hal benda yang akan diperjual belikan dan juga harganya merupakan suatu pertanda yang sah secara hukum bahwa perjanjian jual beli tersebut dipandang telah terjadi, meskipun benda yang diperjual belikan belum diserahkan pihak
penjual kepada pihak pembeli dan harga benda tersebut belum di bayar pihak pembeli kepada pihak penjual. Kesepakatan yang dimaksud disini adalah suatu
kesepakatan yang dinyatakan oleh pihak penjual dan pihak pembeli yang ditentukan baik secara lisan maupun secara tulisan.25
Pernyataan sepakat yang diberikan oleh para pihak secara lisan dalam
25
suatu perjanjian jual beli tentunya harus didukung oleh alat bukti yang sah yakni saksi minimal 2 (dua) orang agar pemberian pernyataan kata sepakat tersebut
dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila pemberian pernyataan kata sepakat tersebut tidak didukung oleh saksi-saksi maka kedudukan hukum
pernyataan sepakat yang diberikan secara lisan itu dipandang lemah apabila terjadi perselisihan dikemudian hari. Oleh karena itu perjanjian jual beli sebaiknya dilakukan dalam suatu perjanjian tertulis berupa akta yang didalamnya memuat
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG BILYET GIRO
A. Bilyet Giro Bahagian Surat Berharga
Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah
uang. Tetapi pembayaran tersebut tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang di dalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau
pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.
Dengan diterbitkannya surat berharga tersebut, pemegang surat berharga tersebut memperoleh hak dengan jalan menunjukkan dan menyerahkan surat berharga tersebut kepada pihak ketiga yang berkewajiban memenuhi hak yang
tertera atau termaksud pada surat berharga tersebut. Pihak ketiga tersebut tidak mempunyai kewajiban untuk menyelidiki apakah orang yang memegang surat
berharga tersebut memang orang yang benar-benar berhak atau tidak. Surat berharga tersebut adalah sudah merupakan bukti atau dalam hukum bisnis disebut “surat Legitimasi”.26
2. Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan
mudah/sederhana)
Fungsi utama dari surat berharga adalah:
1. Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang)
26
Ravi Vendra's Blog, Op.Cit.
35
3. Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)
Sebagai surat legitimasi, surat berharga adalah merupakan surat bukti diri
bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas tagihan yang tersebut didalam surat berharga tersebut tanpa ada halangan atau sangkaan dari pihak manapun.
Cara mengetahui bahwa surat berharga tersebut adalah surat legitimasi adalah dengan cara membaca klausul/ketentuan yang terdapat pada surat berharga tersebut. Klausul tersebut yang menentukan siapa yang berhak atas surat berharga
tersebut, karena pada dasarnya siapapun yang menguasai surat berharga tersebut dialah yang mempunyai hak atas surat berharga tersebut.27
Bagaimana bila salah satu pihak beritikad tidak baik (buruk), misalkan pembayar mengetahui atau patut mengetahui bahwa surat berharga yang
disodorkan kepadanya untuk memperoleh pembayaran itu ternyata berasal dari perbuatan yang tidak halal atau tidak sah. Maka sipembayar diharuskan meneliti perintah dalam surat berharga tersebut, apabila tidak maka dia dikatakan
Tetapi tidak semua penyerahan atau peralihan surat berharga tersebut sah menurut hukum, karena penyerahan tersebut harus memenuhi syarat-syarat. Penyerahan harus berdasarkan suatu hak atas hak yang sudah dan dilakukan oleh
orang yang berhak. Karena sifat surat berharga tersebut adalah legitimasi, maka bila kemungkinan debitur membayar kepada pemegang yang tidak berhak, dalam
hal ini Undang-Undang tidak memberikan perlindungan. Undang-Undang hanya memberikan perlindungan kepada orang yang jujur, baik orang tersebut debitur atau kreditur.
27
Moch. Chidir Ali, Mashudi, Surat Berharga-Cek, Wesel dan GiroBilyet, CV Mandar Maju, Bandung. 2003, hal. 49
melakukan keteledoran yang besar dan hak tersebut merupakan tanggung jawab si pembayar dengan cara harus melakukan pembayaran (sekali lagi) kepada pihak
yang benar-benar berhak.28
Maka pemegang surat berharga secara formal adalah orang yang
mempunyai hak tagih yang sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materilnya. Pihak debitur tidak diwajibkan meneliti status hukum dari pemegang surat berharga tersebut, tetapi wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat
berharga yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.29
Dikatakan surat berharga karena surat tersebut mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang atau apa yang tersebut dalam surat itu dapat dinilai atau dtukar dengan uang. Surat-surat itu berupa cek, wesel, bilyet giro,
saham, obligasi, konosemen dan lain-lain. Pembahasan akan dibatasi pada surat berharga yang sering dipakai dalam melakukan transaksi dalam lingkup usaha jasa
perhotelan, yaitu cek, travel cheque, kartu kredit, voucher dan guarantee letter,
Alat pembayaran tersebut biasa disebut dengan surat berharga. Surat
berharga mempunyai sifat aman artinya tidak setiap orang yang tidak berhak dapat menggunakan surat berharga itu, karena pembayaran dengan surat berharga memerlukan cara-cara tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata uang dalam
jumlah besar, banyak kemungkinannya timbul bahaya atau kerugian, misalnya pencurian, perampokan dan lain-lain.
28 Ibid. 29
Iwan Bayu Aji, Penggunaan Bilyet Giro dalam Lalulintas Pembayaran, Makalah
disajikan dalam Seminar Kajian Konstruksi Hukum Instrumen Pembayaran Giral di Indonesia.
Oleh Tim PSS/PSPN. Jakarta, Desember 2004, hal. 7.
maupun Bilyet Giro.30
30
Imam Prayogo dkk, Surat Berharga Pembayaran dalam Masyarakat Modern, Bina Aksara, Jakarta.2002. hal. 40
B. Dasar Hukum Bilyet Giro
Dasar hukum pengaturan Bilyet Giro adalah sebagai berikut:
1. Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998: “Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
mengunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan”
2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/670/UPPB/Pb tanggal 24 Januari 1972 yang disempurnakan dengan:
a. Surat Keputusan Direksi No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995
b. Surat Edaran No. 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995 c. Surat Edaran No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000
d. Surat Edaran Bank Indonesia No. SE 12/8/UPPB tentang cek/bilyet giro kosong tanggal 9 Agustus 1979.
Menurut SEBI No. 4/670 UPPB/PbB tanggal 24 januari 1972,
syarat-syarat formal giro bilyet sebagai berikut: a) Nama bilyet giro dan nomor seri
b) Perintah yang jelas tanpa syarat untuk memindahbukukan sejumlah atas dana atas beban saldo penarik
c) Nama dan tempat bank tertarik yang dituju perintah tersebut
d) Nama pihak yang harus menerima pemindahbukuan dana, jika dianggap perlu alamatnya
e) Jumlah dana yang dipindahkan, baik dalam angka maupun huruf
f) Tanda tangan penarik atau cap/stempel badan usaha jika penarik merupakan
suatu perusahaan berbentuk badan usaha g) Tempat dan tanggal penarikan
h) Tanggal mulai efektif berlakunya amanat/perintah dalam Bilyet Giro
i) Nama bank tempat pihak yang harus menerima dana pemindahbukuan tersebut memelihaara rekening, sepanjang nama bank si penarik diketahui oleh
penarik.
C. Pengertian Bilyet Giro
Menurut SK Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tahun 1995, yang dimaksud dengan Bilyet Giro adalah surat perintah nasabah yang telah
distandadisir/dibakukan bentuknya kepada bank penyimpan dana untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebut namanya pada bank yang sama atau berlainan.
Dari definisi ini dapat diketahui unsur-unsur Bilyet Giro, yaitu:
1. Bahwa bentuk bilyet giro telah dibakukan/diseragamkan dengan keluarnya SE
BI No. 4/670 tahun 1972.
2. Pembayaran dengan Bilyet Giro merupakan pembayaran secara pemindahbukuan dari bank penyimpan dana milik penerbit kepada bank
penerima dana milik pihak lain yang namanya disebut dalam Bilyet Giro ini.
3. Bilyet Giro tidak dapat dibayar secara tunai dan hanya dapat dibayarkan kepada orang yang namanya sudah tercantum dalam Bilyet Giro tersebut,
sekalipun bank penerima dana dapat bank yang sama maupun bank yang berbeda.
4. Pembayaran dengan Bilyet Giro, antara pihak pembayar sebagai penerbit dan pihak penerima masing-masing harus sebagai nasabah suatu bank, baik bank sejenis maupun berbeda, Bilyet Giro juga dapat dialihkan kepada orang lain.
Para pihak yang terlibat dalam peredaran Bilyet Giro adalah:
1. Penerbit, yaitu pihak yang telah menerbitkan Bilyet Giro. Penerbit harus
mempunyai rekening giro pada suatu bank (disebut bank tertarik).
2. Bank tertarik, yaitu bank yang mempunyai dana di bawah pengawasannya guna kepentingan penarik.
3. Pemegang, yaitu pihak yang memegang Bilyet Giro pada saat menawarkan di bank tertarik.
Sama halnya dengan surat-surat berharga lainnya, maka Bilyet Giro juga harus ada syarat formalnya. Adapun syarat-syarat formal dalam Bilyet Giro antara lain:
1. Nama dan Nomor Bilyet Giro
Nama dan nomor seri Bilyet Giro harus tercantum dalam Bilyet Giro. Nomor
seri Bilyet Giro berguna untuk memudahkan kontrol bagi bank apakah Bilyet Giro yang diserahkan kepada pemilik dana sudah diterbitkan sebagai mestinya dan sudah diterima.
2. Nama Bank Tertarik
Nama bank tertarik harus tercantum dalam Bilyet Giro.Hal ini menunjukkan bahwa penerbit adalah tersebut di mana dana sudah tersedia paling lambat
pada saat amanat itu berlaku.
3. Perintah Tanpa Syarat Pemindahbukuan
Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penerbit. Dana tersebut harus tersedia cukup pada saat berlakunya amanat yang terkandung dalam Bilyet Giro itu.Perintah pemindahbukan itu
harus tanpa syarat, artinya perintah pemindahbukuan itu tidak boleh diikuti dengan syarat.
4. Nama dan Nomor Rekening Pemegang.
Pemegang adalah pihak yang memperoleh pemindahbukuan dana sebagaimana diperintahkan oleh penerbit kepada bank tertarik. Agar dana
dapat dipindahbukukan maka nomor dan nama rekening pemegang harus tertulis .
5. Nama Bank Penerima
Bank penerima adalah bank yang menatausahakan rekening pemegang. Bank penerima ini ada dua kemungkinannya, yaitu bank tertarik sendiri atau bank
lain. Jika bank bank tertarik berarti pemindahbukuan itu hanya terjadi antar rekening nasabah pada bank yang sama. Tetapi apabila bank penerima itu
bank lain, maka pemindahbukuan itu terjadi antar rekening dan antar bank, dan pemindahbukuannya melalui lembaga kliring.
6. Jumlah Dana yang Dipindahkan
Jumlah dana yang dipindahkan ditulis dalam bentuk angka maupun huruf
selengkap-lengkapnya. Dalam hukum wesel dan cek ada ketentuan, jika terdapat seleisih antara yang ditulis dalam angka dan yang ditulis dalam huruf
m, yang dipakai adalah yang ditulis dalam huruf. Demikian juga dalam Bilyet Giro ketentuan Pasal 8 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi bank Indonesia No.
28/32/Kep/Dir tahun1995 tentang Bilyet Giro.Alasannya adalah kemungkinan perubahan tulisan dalam huruf lebih sulit dibandingkan dengan perubahan angka.
7. Tempat dan Tanggal Penarikan
Tempat ini penting untuk mengetahui dimana perbuatan itu dilakukan.Tempat
penarikan biasanya juga tempat dilakukan pembayaran, yaitu penyerahan bilyet giro kepada pemegang.Penyebutan tanggal penarikan juga penting sehubungan dengan tanggal efektif. Jika tanggal efektif tidak disebutkan,
maka tanggal efektif adalah tanggal penarikan. 8. Tanda Tangan Penerbit
Tanda tangan penerbit diikuti dengan nama jelas dan/atau dilengkapi dengan persyaratan pembukaan rekening. Tanda tangan penerbit adalah mutlak adanya guna menentukan bahwa penerbit terikat dengan perbuatan hukum
pemindahbukuan dana sebagai pemenuhan perjanjian (perikatan dasar) antara penerbit dan pemegang Bilyet Giro.
9. Tanggal Efektif
Pencantuman tanggal efektif merupakan syarat alternatif, artinya boleh dicantumkan dan boleh tidak dicantumkan.Namun jika dicantumkan maka
tanggal efektif harus dalam tenggang waktu penawaran. Jika tidak
dicantumkan maka tanggal efektif sama dengan tanggal penarikan. Dalam angka IV Surat Edaran Bank Indonesia nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000
menentukan bahwa bank tertarik wajib menolak apabila suatu Bilyet giro tidak memenuhi persyaratan formal tersebut.
D. Fungsi dan Tujuan Bilyet Giro
Bilyet Giro merupakan surat berharga, dimana surat tersebut merupakan
surat perintah nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan pada pihak penerima yang
disebutkan namanya baik pada bank yang sama ataupun bank yang berbeda. Dalam Bilyet Giro terdapat tanggal efektif atau jatuh tempo yaitu selama 70 hari dengan demikian terdapat dua tanggal dalam teksnya yaitu tanggal penerbitan dan
tanggal efektif. Sebelum tanggal efektif tiba, Bilyet Giro sudah dapat diedarkan sebagai alat pembayaran, tetapi tidak dapat dipindahtangankan melalui endosemen
karena tidak terdapat klausula yang mnunjukkan cara pemindahannya.31
Penggunaan bilyet giro semakin hari semakin meningkat bahkan dapat diperkirakan melampaui penggunaan warkat lainnya. Semakin tingginya
penggunaan Bilyet Giro sebagai alat pembayaran tidak diiringi dengan pengaturan secara tegas, hal ini berbeda dengan cek sebagai alat pembayaran giral yang telah
diatur dalam KUHD. Mengingat fungsi Bilyet Giro sebagai surat perintah nasabah kepada bank untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang
31
Citrasa, "Pengertian Cek (Cheque) & Bilyet Giro",Melalui
http://citrasayangmama-mandelacitra.blogspot.com/2012/06/cek-merupakan-salah-satu-sarana-yang.html, Diakses
tanggal 7 Juni 2014.
bersangkutan kepada pihak penerima di bank yang sama atau di bank lain sangat bermanfaat sebagai alat pembayaran, dirasakan pentingnya ketentuan dan
pengaturan men