• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Penduga Potensi dan Pola Dispersi Asap dari Pembakaran Biomassa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Penduga Potensi dan Pola Dispersi Asap dari Pembakaran Biomassa"

Copied!
272
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)

MODEL PENDUGA POTENSI DAN

POLA DISPERSI ASAP DARI

PEMBAKARAN BIOMASSA

Oleh :

ARITTA

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2002

(143)

,MODEL PENDUGA POTENSI DAN POLA DISPERSI ASAP

DARI PEMBAK4RAN BIOMASSA

ABSTRAK

Pembakaran biomassa merupakan slah satu aktivitas manusia yang

mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Gas-

gas rumah kaca tersebut akan bergabung dengan elemen lain dalam asap dan akan

terdispersi oleh angin sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas

lingkungan. Berkaitan dengan ha1 tersebut, sangat penting untuk mengetahui potensi

serta pola penyebaran asap yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran biomassa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model potensi serta pola dispersi

asap yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran bimassa. Model potensi asap

dibangun dengan menginteraksikan seluruh variabel fisik bahan bahan bakar dan

veriabel lingkungan dengan produksi asap yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran

biomassa Model dispersi asap dibangun dengan menggunakan LADM

(Langrangian Atmospheric Dispersion Model).. Model ini akan menggunakan

seluruh variabel meteorology dengan hasil emisi sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan bakar dengan kadar air yang lebih

tinggi menghasilkan komponen gas rumah kaca dalam asap yang lebih tinggi. Kadar

air bahan bakar tersebut dipengaruhi oleh suhu, kelembaban serta lama waktu

pengeringan. Hasil dari bangkitan model dispersi asap menunjukkan bahwa asap

bergerak kea rah selatan dan timur searah dengan arah angin. Konsentrasi asap di

permukaan yang terbesar terjadi pada jam 07.00 waktu setempat pada grid 25.2 ; 24.7 sebesar 352.97 ppb. Hal ini merekomendasikan bahwa pada waktu tesebut penduduk hams menggunakan masker dengan lebih baik pada saat melakukan aktivitas di luar

ruangan.

(144)

SMOKE POTENTIAL AND DISPERSION MODELS FROM

BIOMASS BURNING

ABSTRACT

Biomass burning is one of the people's activities that increases the

concentration greenhouse gasses in the atmosphere. These gasses with other

elements in the smoke will be dispersed by wind and cause the degradation of

environment and health quality. Due to this reason it is important to know about

smoke production and smoke dispersion fiom biomass burning. The objectives of

this research were to build smoke potential model and smoke dispersion model from

biomass burning. Smoke potential model was built by corelate the &el physical

variables and environmental variables with the smoke that was produced by biomass

burning. Smoke dispersion model was built using LADM (Langrangian Atmospheric

Dispersion Model). This model uses all meteorological variables with smoke from

the sources.

The result of this research shows that fuel moisture content contributes most

to smoke production. Fuel moisture content was influenced by drying process,

temperature, and he1 relative humidity. The result of smoke dispersion model shows

that smoke blows to south and east the same as the wind direction. The pig

concentration of the smoke happened at 07.00 am at grid 25.2 ; 24.7 with 352.97 ppb

concentration. It is recommended that at this time people must use masker to do their

outer activity.

(145)

SURAT

PERNYATAAN

Penulis yang bertandatangan dibawah ini

:

Nama

:

Aritta

NRP

:

P 10500033

Program Studi

:

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyatakan bahwa karya ilmiah ini merupakan hasil karya

sendiri

dan

belum pernah dipublikaslkan oleh pihak manapun

sebelumnya.

Demikian swat pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan

sebagaimana mestinya.

Bogor, 18 November 2002

(146)

MODEL PENDUGA POTENSI DAN

POLA DISPERSI ASAP DARI

PEMBAKARAN BIOMASSA

ARITTA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Master Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(147)

Judul Thesis : Model Penduga Potensi dan Pola Dispersi Asap dari Pembakaran Biomassa

Nama : Aritta

NRP

: P 10500033

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S Ketua

Dr. Ir. Bambann Hero Sahard-io. M.Anr

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Direktur Program Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

A

-Prof Dr. Ir. M. Sri Saeni, M.S c

(148)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 22 Juni 1976 sebagai anak bungsu

dari 3 bersaudara dari pasangan Soewarno dan Ismiatun. Tahun 1994 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Blitar dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur

USMI.

Penulis menempuh pendidikan sarjana di Jurusan Teknologi Hasil Hutan,

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 1999.

Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Master Pada Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun

2000.

Selama menempuh kuliah penulis aktif mengikuti berbagai seminar dan

pelatihan, baik yang diselenggarakan di lingkungan kampus maupun di luar kampus,

(149)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Thesis hi.

Pada kesempatan ini penulis juga meyampaikan ucapan terirna kasih yang

sebesar-besamya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS, Dr. Ir. Bambang Hero Sahardjo, M.Agr dan

Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin, M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak

memberikan bimbingan dan masukan selama penelitian berlangsung hingga

tersusunnya thesis ini.

2. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc sebagai penguji tamu yang banyak membantu

dalam penyempurnaan thesis hi.

3. Izzat Faharidy, M.Sc selaku kepala Lab. TISDA, BPPT Jakarta beserta

seluruh staf, khususnya Marina Frederic, M.Sc yang telah memberikan

fasilitas pengolahan data digital selama pelaksanaan penelitian.

4. Dr. Ir. Mezak A Rataq, APU dan Ir. Bambang Iswanto M.Si di Laboratorium

Iklim, LAPAN Bandung yang telah memberikan bantuan fasilitas pengolahan

model dispersi asap dengan menggunakan program LADM.

5. Dr. Shigeto Sudo, dari NIAES, Tsukuba University, Jepang, yang telah

memberikan bantuan dalam analisa contoh asap hasil pembakaran biomassa.

6. Dr. Saeri Sugiman, sebagai Dekan Fakultas Pertanian, Universitas

Tanjungpura dan Dr. Gusti Anshari sebagai Kepala Lab. Tanah Fakultas

Pertanian Universitas Tanjungpura, yang telah memberikan fasilitas selama di

lapangan.

7. Seluruh staf Lab. Kebakaran Hutan dan Lahan, Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor, yang telah memberikan bantuan peralatan pengambilan

contoh asap dan data fisik lapangan.

8. Ayah, Mama dan Kakak-kakak yang telah memberikan bantuan moral dan

(150)

9. Guswanto Ssi, Medy Santoso S.Hut, Dedi Agustisna, Sally atas bantuan yang diberikan.

10. Atik, Erna dan Arief atas dukungan yang diberikan.

11. Semua rekan dan teman-teman yang telah memberikan bantuan moral sehingga penelitian dan penulisan thesis ini dapat terselesaikan.

Pada akhirnya penulis berharap bahwa tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, 18 November 2002

(151)

DAFTAR IS1 ABSTRAK PRAKATA RIWAYAT HIDUP SURAT PERNYATAAN DAFTAR IS1 DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR Halaman I

.

PENDAHULUAN

...

1 . 1 . Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.4. Kerangka Pemikiran ... 6

11

.

TINJAUAN PUSTAKA

...

2.1 . Kebakaran Hutan ... 9

.

2.2. Biomass burning ... 1 1

...

2.3. Asap 12

2.4. Penginderaan Jauh ... 1 6 2.5. Model Pendugaan Potensi Asap ... 17

...

2.6. Model Dispersi Langrangian 18

...

3 . 1 . Waktu dan Lokasi Penelitian 20

...

3.2. Variabel yang Diamati 22

3.3. Bahandan Alat ... 23

...

3.4. Metode Pengambilan Contoh 24 ... 3.4.1. Metode Pengambilan Contoh Vegetasi 24

...

(152)

...

3.5. Metode Pengambilan Data 26

...

3.5.1. Metode Pengambilan Data Vegetasi 26

...

3 S.2. Metode Pengambilan Data Fisik Lingkungan 27 ...

3 S.3. Metode Pengambilan Data Sekunder 27

. .

...

3.6. Analisis Data 28

...

3 .6.1. Citra satelit TM-7 28

...

3.6.2. Keragaman Jenis Vegetasi 31

...

3.6.2. Potensi Asap 32

...

3.6.3. Model Penduga Potensi Asap -32

3.6.4. Model Dispersi Asap ... -35

IV

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

...

4.1. Hasil 37

4.1.1. Hasil Pengolahan Data Citra TM-7, Data Vegetasi dan Data Potensi Asap sebagai Variabel Penyusun Model Penduga Potensi Asap ... 37

...

4.1.2. Model Penduga Potensi Asap 54

...

.

4.1 3. Modd Dispersi Asap -62

...

4.2. Pembahasan -67

...

4.2.1. Model Penduga Potensi Asap 67

4.2.2. Model Dispersi Asap ... -74

V

.

KESIMPULAN DAN SARAN

...

5.1. Kesimpulan ... -78 5.2. Saran ... 79
(153)

DAFTAR TABEL

No

Teks Haiaman

1 . Kerugian yang ditimbulkan dari asap dan kebakaran hutan di

...

Indonesia pada tahun 1997 3

2 . Emisi gas dan partikel dari kebakaran hutan hutan di Kalimantan dan Sumatra

...

pada tahun 1997 (total area yang terbakar = 45.600 krn2) 14

3 . Emisi gas-gas dan partikel : Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia serta sumur ...

minyak di Kuwait 15

4 . Daflar waktu pengambilan contoh asap untuk setiap petak contoh

dan fase pembakaran ... 25 5 . Pengklasifian citra berdasarkan 8 kelas ... 29

6 . Luasan areal berdasarkan kelas penggunaan lahan di kecamatan

...

Nangapinoh -38

7 . Hasil analisis vegetasi pada plot contoh alang-alang ... 42 8 . Hasil analisis vegetasi pada plot contoh semak ... 42 9 . Frekuensi relatif klas (Raun Kaier 1934 dalam Kusmana 1995) ... 46 10

.

Hasil pengukuran potensi biomassa pada masing-masing tipe lahan ... 47

. ...

1 1 . Kadar air bahan bakar rata rata untuk setiap tipe vegetasi 48

13 . Standar pencemaran udara dengan sumber asap dari kebakaran

hutan dan lahan berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal

(154)

DAFTAR GAMBAR

No

Teks Halaman

1 . Kerangka pemikiran model pendugaan potensi dan pola penyebaran

...

asap dari pembakaran biomass 8

2 . Fase penyalaan api (Jhansen, 1985 dalam DeBano et al. 1998) ... 10 3 . Penyebaran asap dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia bulan September-

pertengahan November 1997 (Glover dan Jessup. 1999) ... 15 ...

.

4

.

Peta Kabupaten Sintang. Kalimantan Barat 21

...

5 . Peta Lokasi Penelitian -21

6 . Bagan alir model penduga potensi gas yang dihasilkan dari pembakaran .

...

Biomassa -37

7 . Hasil pengolahan citra landsat TM-7 dengan menggunakan metode klasifikasi

...

maximum likelihood -40

9 . Sebaran titik panas di Sumatra dan Kalimantan berdasarkan hasil pantauan citra ...

satelit NOAA' 14 tanggal 1 1 Mei 200 1 41

10 . Lokasi petak contoh penelitian yang didominasi oleh semak dan alang-alang .... 43 1 1 . Lokasi peletakan petak contoh (A) Lokasi petak contoh untuk alang-alang

(155)

...

19

.

Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas CO pada semak 60

...

20 . Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas C02 pada semak 61

...

21 . Sebaran konsentrasi asap terbesar pada model hari ke 2 63

... 22 . Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 00.00 waktu setempat 64

23 . Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 07.00 waktu setempat ... 65

... ... 24 . Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 12.00 waktu setempat . A 65

...

25 . Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 18.00 waktu setempat 66

...

(156)

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki luas hutan

hingga mencapai 147 juta h e k (Statistik Kehutanan, 1998). Keberadaan

hutan Indonesia mew* kekayaan tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga

dunia, sehingga hutan Indonesia sempat menjadi simbol bagi paru-paru dunia.

Rusaknya hutan di Indonesia d i i g a p akan mempercepat terjadinya perusakan

lapisan omn yang sangat b e r W y a bagi kelangsungan hidup umat manusia.

Perkembangan jumlah penduduk Indonesia yang sangat pesat telah

mendorong meningkatnya kebutuhan

lahaa

Kebutuhan lahan ini diperlukan

untuk pemdm, pertanian, perkebunan ataupun peruntukan lain, Pemenuhan kebutuhan

akan

lahan

ini sebagian besar dipenuhi dengan pembukaan hutan.

Kegiatan pembukaan

lahan

dilakukan dengan menggunakan berbagai macam

cara, dan

salah

satunya adalah dengan menggunakan api. Api merupakan alat

yang paling mudah, murah dan cepat dalam melakukan kegiatan pembukaan

lahan.

Kegiatan pembukaan

lahan

dengan metode pembakaran biomassa atau

"biomass burning" merupakan kegiatan yang dilakukan pada persiapan awal

untuk laban pertanian atau perkebunan Tujuan dari kegiatan pembakaran

biomassa

ini

adalah

untuk mendapatkan

tPrnah

yang lebih

baik

dengan limpahan

a h serta mtuk menghihgkan hama

dan

penyakit. Satu ha1 yang hams
(157)

disertai dengan pengvasaan teknik pembakaran,

akan

mengakibatkan terjadinya

penyebaran api pada daerah lain. Pengetahuan mengenai api ini telah dimiliki

oleh msyatakat

dan

merupakan salah satu bagian dari k e a r h mereka.

Semakin

banyak

manusia yang melakukan kegiatan pembakaran biomassa

untuk

membuka

lahan, mengakibatkan penggunaan

&

k

tersebut tidak lagi

dilakukan Hasilnya adalah api dari pembakaran biomassa tersebut rhenyebar

dan

masuk ke &lam kawasan hutan

sekunder

sehingga sulit untuk dip-

Asap mempdcm produk terbesar yang dihasilkan oleh kegiatan *

pembakaran biomassa. Pembakaran b i i m yang dilakukan tanpa

pengeringan bahan bakar mengak~btkan terjadinya peningkatan produksi asap

yang tebal

dan

sangat merugikan Kandungan gas-gas dan partikel

halus

yang

terdapat rtaEam

asap

akan ~llEasuk ke

dalam

paru-paru dan bedampak negatif

pa& saluran pemafhsan.

Berdararkan

data perhitungan yang dilakukan oleh

Glover

dan

3essup (1999), total kerugian yang ditimbulkan oleh kebakarari

hutan dan

hkm

tahun 1997

adalah

sebesar

US $ 4.085,25 juta. Biaya yang

hams dikehuthn mtuk k e s e b (sebagai akibat dari adanya asap kebakivan

di wilayah Sumatra

dan

IWmmtan dengan luas area yang terbakar 4,56 juta ha)

adalah

sehesar US $924.00 juta atau setara

dengan

9.240.000,000.000,-

rupiah

(tieqp

kurs

1 US $ = Rp 10.000,-).

Angka

ini akan

semakin besar

(158)

Tabel 1. Kerugiau yang ditirnbulkan dari asap

dan

kebakaran hutan di Indonesia pada tahun 1997

Drrmpsk Nilai Ekonomi

(dalam

US

% juta)

1. DamPakAsap

Sub tctd dampdr pathi~W- 87.89 *

T d mtai danrpaR 4,085.25

sumber : Glaver b Ji.%up, 1999

Asap yang dihasilltan pada kebakaran hutan di Indonesia pada

tahun

1997/1998 memiliki potensi yang cukup tinggi. Hal ini dikaremkan jumlah

biomassa yang terbakar

dalam

jwnlah

besar

dengan kadcteristik tertentu
(159)

pedxxkm tekanan udara m e n i m b u h suatu kondisi atmosfer tertentu yang

mengakibatkan asap tersebut dapat terdispersi sampai jauh.

Upaya untuk meminimdisasi asap dari kegiatan pembakaran biomassa

telah dilakukan oleh beberapa pibak. Hal ini sebagai

salah

s a h

cara untuk

meminimdisai & i t

dari

bahaya asap tersebut. Upaya ini @at pula dilakukan

dengan

betik

apabila didulmng dengan suatu model penduga yang dapat

digunakan untuk mesqedcirakan potensi asap yang timbul serta

arah

penyebaran asap

dari

kegistsn pembakaran biomassa tersebut. Melalui model '

tersebut m k a

akan

dapat

dipd&hn

areal-areal

yang terkena dampak asap

beserta konsentminya apabila pembakaran biomassa

dilakukan

di suatu ternpat,

sehingga

dapat

diambil tindakan-tindakan

untuk

meminimalisasi

dampak

tersebut.

Pada'penelitian ini model penduga untuk mengetahui potensi asap y a q

d i i i

dari

kegiatan pembakaran bio-

d

i

dengan

menitikberatkan kegiatan

pada

pembakarau biomassa di areal yang berupa

padang

a h g - a h g

dan semak. Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan hasil pantauan dari citra satelit NOAA yang memberikan gambaran

bahwa

sebagian

besar

dari l o h i pembakaran biomassa dilrrkukan pada lokasi yang sama dari

tahun ke tahun. Pembakaran secara berkaia ini mengakibatkan terjadinya

perubahan

komposisi vegetasi, sehingga yang hidup hanya berupa rumput-
(160)

Kegiatan

pembakaran

biomassa yang terjadi di Indonesia merupakan

suatu kegiatan yang tejadi secara turun menunm pada masyarakat tertentu

sebetgai upaya untuk melakukan kegiatan penyiapan lahan permian. Banyaknya m a s y h t

yang

melakukan kegiatan

pembakaran

biomassa

mengakibatkau semakin meningkatnya emisi asap yang dihasilkan. Elnisi asap

yang d k i b

dalam

jumlah yang melebihi ambang

batas, akan

sangat

berbahaya

bagi

kesehatan masyarakat

itu

sendiri.

Asap yang

dihasilkan

dari

pembakaran

biomassa mempunyai potensi

yang cukup tinggi yang dapat mengganggu kesebatan m u s i a . Adanya

pengaruh

dari

W o r meteorologi mengakibatkan

asap

tersebut menyebar

dengan menghti pola tertentu. Potensi asap

yang

dihasilkan serta pola

penyekmuya sangat bergantung

pada

karakteristik biomassa yang terbakar,

kondisi

fisik

saat pembalrsran

dan

kondisi meteorologi. Permadahan yang

ingin dijawab padzt penelitian ini adalah :

1. Bagaimma model penduga untuk memgerkirakan potensi asap yang '

dihasilkan dari kegiatan pembakaran biomassa ?

2. Bagahma pola penyebaran asap dari kegiatan pembakaran biomassa,

(161)

1.3. Tnjuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan

Tujuan penelitian ini

adalah:

1. Membuat model penduga potensi asap yang dihasilkan dari

kegiatan pembakaran biomassa.

2. Membuat pola penyebaran asap beserta gas-gas yang berasal dari kegiatan pembakaran biomassa

1.3.2. Manf't Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menghasillcan suatu

model penduga potensi asap yang timbul dari kegiatan pembakrtran

biomassa serta

pola

penyebaraunya. Model peduga potensi dan

penyebaran asap

dari

kegiatan pembakaran biomassa ini selanjutnya

dapat

digunakan

sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam

melakukan tidakan pengendalian

kabakaran

lahan,

sehingga dapat

ditentukm alternatif-alternatif pengendalian yang

akan

dilakukan.

1.4. Kerangka Pemikiran

Model penduga potensi

dan

pola dispersi asap

dari

pembakaran

biomassa merupakan suatu model yang dibangun dengan bedasarkan pada

intenhi antara potensi bahan

bakar

yang tedmlcar dengan kondisi

fisik

lingkungan pada saat terjadinya pembsrkaran Model penduga potensi asap dibangkitkan dengan melakukan p e wemisi asap yang terjadi kemudian

(162)

mewakili. Kdersediaan data meteorologi

akan

ma-

untuk rnenentukan

pola dispersi

asap

yang terjadi. Peta penyebaran asap

dibuat

bedasarkan

pola
(163)

Citra

Landsat

ETM-7 b

Potensi biomassa per jenis

Pernetaan biomassa

+

Pengambilan contoh

4

asap (emisi)

Model pendngaan potensi asap

-I

Data meteorologi b 4 Citra NOAA

Gambarl. Keratlgka pemikiran model pndugaan potensi dan poia

(164)

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan didefinisikan sebagai kejadian kebakaran yang tidak

t e m p dan menyebar secara bebas yang mengkonsumsi bahan

bakar

di hutan,

misal gambut, nunput-rumputan, semak belukar

dan

pohon (Crutzeq 1998).

Sifat kebakaran hutan yang tidak t e m p dan dapat menyebar dengan bebas

akan sangat berpengaruh d a b penentuan suatu kejadian kebakaran yang

terjadi. Kejadian kebakaran hutan secara umum &an sangat memungkinkan

terjadinya wildfire ( k e b a k m liar) yang sangat sulit untuk dikendalikan karena

api

akan

menjalar dan mengkonsumsi bahan bakar dengan kadar air yang

rendah terlebih dahulu.

Menurut DeBano et al., (1998), proses terjadinya kebakaran pada kasus kebakaran hutan (serta pembsakaran pada umumnya) merupakan suatu rangkaian

dari proses Combustion (pembakaran) yang terdiri dari 4 h e . Fase pertarna

adalah

fase

pemanasan bahan bakar yang dikenal dengan ignition (pemanasan).

Fase ini merupakan tabap pemanasan bahan bakar hingga mencapai pada titik

penyalaan. Fernanasan dapat dilakukan melalui proses konduksi yang

mernindabkan panas dari molekul yang satu ke molekul yang lain. Proses

konduksi pada kasus kebakaran hutan ini sangat kecil kemungkinan terjadinya,

karena pohon bukan merupakan suatu konduktor yang

baik.

Proses pemanasan

yang kedua yaitu konveksi. Proses ini berjalan dengan cara meningkatkan suhu

(165)

bahan

bakar

tersebut.-

Proses

yang icetiga yaitu

d h s i

yang

mmpkan

trausmisi

p a s

dari

sinar

matahmi

sehhgga

mmah uap

air

kreluar dari bahan

b & r d a n ~ s l i r b a h m b r l k a r m e n j a d i k k u r a n g . Faseymgkdwdari

proses combustion

~ ~ a m i n g

(pyalam). FImning mm@m

fase

utma dari

co-n

yang m e ~ ~ p i k a n b a g h

paling

s p e h h i h

dari kebakamn.

Pads h e

flaming

ini api

melalnzlran dua keghatan

seMgus, yaitu

dmgm

membalEar

b a l m

bakar

dengan k a h air minimum serta

melakukan

proses

k u d u k s i ~ ~ ~ ~ y a n g a d a d i d e p a n n y a s e ~ a

mmqai

titik

pnyalaan. Fase ketiga Ilrlsltah

smoldkring

(pembmm),

dhma

~ ~ i n i ~ i b e r u b a h m e n j ~ h ~ m e r s ~ ~ k e ~ u r r t u k

~ b a h m b a % a r y a n g a d a d i ~ y a

PadahesmIderinghiakm

pro&

yang berupa

asap.

Fase keemparC

arlalah

hse glowing

@@man)

yaag

merupaJEan fase temkhk

dari

comhtion,

dimma

q i

mdah

t i d d ~ m t m p m y a i k ~ u f a u k ~ ~ ~ y a n g ~ d i

(166)

2.2. Biomass burning

Biomass burning adalah kegiatan pembakaran vegetasi hidup maupun

mati yang terdapat

di

permukaan bumi, termasuk padang nunput, hutan dan

lahan

pert& (Andrea dan Crutzen, 1990). Kegiatan pembakaran ini biasanya

mengikuti kegiatan pemanenan untuk persiapan pembersiahan lahan (land

clearing) dan penggunaan lahan

(W

use change). Pembakaran ini ditujukan agar tidak ada lagi vegetasi lama yang tersisa yang dikawatirkan dapat

menghambat pertumbuhan vegetasi

baru

yang ditanam dalam pola monoculture

Opada

perkebunan dan HTI). Selain itu juga untuk mengurangi tirnbulnya harna

dan penyakit, karena tanaman monoculture ini sangat rentan terhadap hama dan

penyakit (Andrea dan Crutzen, 1990)

h a p

Asap merupakan bagian yang menjadi ciri khas dari terjadinya suatu

pembakaran (Whelan, 1995). Komponen asap merupakan hasil dari proses

pembakatan, tenrtama pada

fase

Smoldering (pembaraan). Terjadinya asap

pada suatu proses pembakaran timbul sebagai akibat dari adanya kadar air yang

cukup tinglTi pada bahan bakar serta kandungan kirnia yang terdapat pada bahan

bakar

tersebut. Jenis bahan bakar dengan kandungan kimia yang berbeda akan

menghasiIkan asap yang berbeda Perbedaan asap terletak pada komponen gas-

gas dan partikel yang menyusun asap tersebut (Seiler dan Crutzen, 1980 dalarn

(167)

Akibat yang ditimbulkan dari asap hasil dari proses pembakaran ini

sangat beragam. Akibat terbesar dan terasa langsung adalah bahwa asap tersebut sangat mengganggu kesehatan manusia Asap dengan kandungan gas- gas dan partikel dapat masuk melalui saluran p e r n a . manusia dan m e n i m b h berbagai macam penyakit. Asap juga dapat menimbulkan

kerugian yang besar dalam

hal

material. Semakin pendeknya jarak pandang,

karena tertutup oieh kabut asap, telah mengakibatkan beberapa sarana

transportasi tidak dapat dioperasikaa Hal ini terjadi karena pihak pengelola transportasi tersebut menghindari terjadinya kecelakaan yang lebih parah. Dampak dari asap juga dirasakan

dalam

jangka panjang, dimana gas-gas yang

menyusun asap hasil pembakaran tersebut sebagian besar merupakan gas rumah

kaca. Peningkatan gas rumah kaca ini akan mengakibatkan pemanasan global

yang semakin cepat. (State Ministry fbr Environment of Indonesia dan UNDP,

1998).

Asap yang dihasilkan pada kasus kebakaran hutan tahun 1997 di

Kalhmtan

dan

Sumatra memberikan sumbangan emisi gas dan partikel, yang

terdapat dalam kandungan asap, yang cukup besar. Hasil perhitungan yang

dilakukan oleh UNEP pada tahun 1999 mengenai emisi yang dihasilkan pada kebakaran tersebut dapat dilihat pa& Tabel 2.

Emisi gas-gas dan partikel yang dihasilkan dari kebakaran hutan yang

terjadi di wilayah Sumatra

dm

Kalimantan pada tahun 1997 telah mengakibatkan terjadinya penyebaran asap hingga ke negara tetangga. Hal
(168)

dilakukan oleh Laursen et al., terhadap ernisi gas-gas dan partikel di surnur-

sumur &yak di Kuwait

(daIam

UNEP

1999), ternyata diketahui bahwa ernisi asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan di Indonesia pada bulan Agustus

-

(169)

Tabel 2. Emisi gas clan partikel dari kebakaran hutan hutan di K a h t a n dan

Sumatra pada tahun 1997 (total area yang terbakar = 45.600

h2)

Jenis Emisi Jumlah Emisi (Juta metrik ton)

c02 A 9,234

F 0,942

T 31,067

P 32,794

NH3

A 0,010

F 0,012

T 2,563

P 2,585

CI4

A 0,030

F 0,035

T 1,780

P 1,845

NOx A 0,023

F 0,027

T 5,848

P 5,898

0 3 ' A 0,177

F 0,2 13

T 6,710

P 7,100

TPM A 0,046

F 0,547

T 15,561

P 16,154

Sumber : UNEP 1999

K e t q a n :

o Satam Emisi : Juta metric ton (Milion metric tons / Mt) C untuk CQ, CO dan

a;

Mt N

untuk Ncat dan W; Mt

03

untuk Q; Mt pmikel. 1 juta metric ton = 1012 gram =1

T=%ram, Tg-

o Total @c&e metes matter (TPM) emisi rasio dinyatakan dalam satuan tonflciloton (ton

total partikel/kiioton bimasa atau &ambut yang terbakar).

o (A = Emisi dwi kebakaran di lahan pertanian dan atau perkebunan, F = Emisi dari k m a n

(170)

#

Tabel 3. Emisi

gas-&

drtn

partikel : K e h d a m hutan

dm

lahan

di

Indonesia smta rmnrur minyak

di

Kuwait.

Jenis

emisi

Keb&mat~ hutan

dm

tahAn

di

Summ minyak

di

~ndormesia~ ~uwait'

K&ramgn: Satuanemisi: Jutametricton(Mt)ClmtukC02,CO; Mtuntuk partikel; 1Mt = 10* gram = 1 Tagram,

Tg.

Gambar3. Benyebmn

asap

dari

kebahm hutan

dan

h b

di

Indonesia

hh

---

Noveanber

1997

(Glover

dan

(171)

2.4. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan suatu istilah yang diperkenalkan pertama

kali di Amerika Serikat pada tabun 1990, yang merupakan istilah untuk kegiatan pengumpulan data tentang obyek-obyek tanpa kontak

secara

Iangsung dengan

alat pengumpulnya (Howard, 1991). Penginderaan jauh ini dibedakan menjadi

2, yaitu penginderaan jauh satelit (data yang diperoleh berupa citra satelit) dan

penginderaan jauh sistem photo udara

(data

yang diperoleh berupa photo udara).

Penerapan sistem penginderaan jauh dalam pengelolaan sumberdaya

alam, khususnya untuk sumberdaya lahan dan hutan, telah banyak dilakukan.

Khusus

untuk

b u s kebakaran hutan dan lahan, teknik penginderaan jauh

banyak dimanfiiatkan untuk kegiatan monitoring. Hal ini dikarenakan

kemudahan untukmendapatkan informasi tentang kondisi areal yang

bersangkutan sehingga kegiatan monitoring dapat dilakukan dengan lebih

mudah (Chuvieco, 2001). Produk citra satelit yang banyak digunakan dalam

kegiatan monitoring kebakaran hutan dan

lahan

di Indonesia diantaranya adalah

NOAA-AVRR,

ETM,

dan SPOT. Masing-rnasing citra satelit tersebut
(172)

2.5. Model Pendugaan Potensi Asap

Pendugaan potensi asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan

dilakukan dengan menggunakan hubungan matematika. Perhitungan ini

mendcup hubungan secara matematik antara total biomasa yang terbakar clan

gas-gas serta partikel yang dihasilkan, sehingga dapat memberikan informasi mengenai luas area yang terbakar, biomasa yang terbakar, biomasa yang hilang,

efisiensi pembakaran dan rasio emisi per jenis. Menurut Seiler

dan

Crutzen

(1980) dakm UNEP (1999) fbrmula yang digunakan untuk perhhmgan emisi

gas

dari

hutan tropis dan gambut adalah :

M =. Total masa hutan atau gambut yang dikonsurnsi pada saat

pembakaran

A = Area yang terbakar (km2)

(173)

2.6. Model Dispersi Langrangim (ikqptzngian fhwspk@-nk Dispersion Model)

Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan model Lagrangian

untuk menentukan pola dispersi gas dari kegiatan pembakaran biomassa

dilakukan dengan menggunakan beberapa hitungan. Pada model Lagrangian ini

konsentrasi polutan yang diamati dihitung dengan mengikuti contoh yang

dianggap cukup, yang diambil pada aliran gas tersebut, dengan

mernpertimbangkan sumber. Karena ukuran grid dari model tidak secara

langsung berpengaruh pada 'tracer trajectories', maka estimasi terhadap

konsentrasi polutan tidak terhlu bergantung pada ukuran sel. (Giirer

dan

Georgopoulos, 2000).

LADM merupakan model yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu

medan angin mesoscale yang memprediksi variasi diurnal dari pola aliran

angin

dm

juga turbulensi pada

banyak

titik grid di atmosfkr

dan

sebuah model

dispersi partikel Lagrangian yang menggunakan angin dan turbulensi untuk

memprediksi lintasan partikel yang sebelumnya telah diemisikan dari

beberapa bkasi atau sumber. Deskripsi empat feature (cirri khas) utama dari

sistem per- polusi udara ini adalah :

1. Pergemkin polutan-polutan oleh angin.

(174)

Menurut Lamb (1980) dua buah definisi yang satu

sama

lain menjadi

basis dari persamaan-persmam difusi Lagrangian adalah :

o C(r,t) E m(r,t)N

Dimana

m

adalah jumlah partikel di dalam V pada waktu t

0 P(ri,r2,r3,t

I

r i a r ~ 3 0 , to)

= lirn

l/nC

~ n l ( 6 v ) ~

= kerapatan peluang gabungan dari partikel-partikel untuk berada

pada titik-titik rl,rz,r3 pada waktu t dimana sebelumnya, pada waktu to, partikel-partikel tersebut berada pada titik-titik

rl%r20,r30.

3. Reaksi-reaksi kimiawi dari polutan.

4. Prediksi untuk konsentrasi polutan di permukaan

Prediksi konsentrasi ini dilakukan dengan menggunakan prinsip asurnsi

rnarkov, konsistensi dengan teori sirnilkitas Kolmogorov, konsistensi

E u l h clan penerapan kondisi convective boundary layer yang telah

(175)

III.

METODE PENELITIAN

3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan sekunder yang telah berubah

menjadi ladang penduduk di Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Sintang,

Propinsi Kalimantan Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pengamatan

terhadap citra NOAA 14 dan 16 pada bulan Januari 2001 sampai dengan

Agustus tahun 2001, yang menunjukkan bahwa salah satu areal yang sering

terbakar adalah di Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Sintang, Kalimantan

Barat. Lokasi penelitian terletak pada 11 1,84' BT dan 0,379' LS. Peta lokasi

penelitian secara lebih detail dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan (Juli - September 2001) untuk analisis citra dan pengambilan contoh asap. Pengukuran terhadap kadar air

bahan bakar dilakukan di Laboratorium Tanah, Universitas Tanjungpura,

Pontianak. Analisis terhadap kandungan asap dilakukan selama 6 bulan

(September 2001- Maret 2002) di Laboratorium Green House Gas, NIAES,

Tsukuba, Jepang. Pengolahan data digital dan pembangkitan model dispersi

asap dilakukan di laboratorium TISDA terpadu di BPPT Jakarta dan

(176)
(177)

3.2. Variabel yang Diamati

Pada penelitian ini variabel yang diamati berupa variabel fisik dan biologi

serta variabel sosial yang berpengaruh terhadap produksi asap hasil kegiatan

pembakaran biomassa serta penyebarannya. Varibel-variabel tersebut

kemudian digunakan sebagai dasar untuk pembangkitan model penduga potensi

asap serta model dispersi asap hasil dari kegiatan pembakaran biomassa yang

dilakukan.

3.2.1. Variabel fisik lingkungan yang diamati adalah :

-

Suhu permukaan selama pengeringan bahan bakar dan pada saat

melakukan pembakaran.

-

Arah dan kecepatan angin yang bertiup melintasi lokasi penelitian

selama pengeringan bahan bakar dan pada saat pembakaran.

- Kelembaban bahan bakar

-

Kadar air bahan bakar

3.2.2. Variabel biologi lingkungan yang diamati adalah : - Potensi vegetasi pada plot contoh

-

Komposisi vegetasi pada plot contoh

3.2.3. Variabel sosial yang diamati adalah :

-

Pola tataguna lahan
(178)

3.3. Bahan dan Alat

3.3.1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

-

Vegetasi yang berada di lokasi kebun milik masyarakat yang

didorninansi oleh komunitas semak dan alang-alang.

- Citra satelit Landsat ETM-7 tanggal 14 Mei 2001 untuk kawasan

kecamatan Nanga Pinoh, Belimbing dan sekitarnya.

-

Citra Satelit NOAA mengenai penyebaran titik panas dari bulan

Januari sampai Agustus 2001

- Komponen vertikal meteorologi pada hari pembakaran yang diperoleh dari BMG Nangapinoh dan satelit NCEP.

3.3.2. Alat -alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

- Alat untuk mengolah citra digital yang meliputi seperangkat

komputer dengan software ermapper 5.5 dan Arc-View 3.1. - Alat pengukur potensi vegetasi yang berupa timbangan, dengan

menggunakan alat bantu parang untuk menebas vegetasi.

-

Alat pengukur kadar air vegetasi yang berupa timbangan serta

oven.

- Alat pengambil contoh asap serta data fisik lingkungan yang

meliputi selang plastik, kabel tahan panas, data logger, pipa baja,

rotor penghisap, plastik contoh, alat injeksi, botol contoh,

barometer dan thermometer.

- Model penduga potensi asap dilakukan dengan menggunakan

(179)

- Alat untuk pembangkit model dispersi asap yang meliputi satu high performance computer dengan menggunakan program

LADM yang bekerja dalam Unix.

-

Alat tulis dan alat hitung lainnya.

3.4. Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan pada vegetasi dan asap hasil pembakaran

biomassa. Contoh vegetasi yang diambil digunakan untuk mengetahui

keragaman jenis vegetasi pada setiap petak contoh penelitian, serta pengukuran

kadar air. Contoh asap digunakan untuk mengetahui kandungan gas rumah

kaca, beserta potensinya, yang terdapat dalam asap hasil pembakaran biomassa.

3.4.1. Metode Pengambilan Contoh Vegetasi

Metode pengambilan contoh vegetasi diawali dengan peletakan

petak contoh yang dilakukan secara sdratiJied random sampling (acak

bertingkat), dengan membagi areal menjadi 2 kelas yaitu alang-alang

dan semak. Pada masing-masing kelas diletakkan 3 petak contoh

dengan ukuran per petak adalah 5m x 5m untuk semak dan 3m x 3m

untuk alang-alang.

Pengambilan contoh vegetasi dilakukan untuk mengetahui nama

daerah dan nama latin untuk setiap jenis vegetasi pada setiap petak

contoh penelitian. Perhitungan ini akan digunakan dalam penentuan

(180)

penentuan kadar air dilakukan sesaat sebelum dilakukan pembakaran,

sehiigga diperoleh data kadar air sesaat sebelum pembakaran.

3.4.2. Metode Pengambilan Contoh Asap

Contoh asap diambil dengan membuat simulasi kebakaran pada

petak contoh yang telah dibuat sebelumnya. Pengambilan contoh asap

dilakukan pada setiap fase dari proses combustion, yaitu pada fase

flaming, smoldering dan glowing. Pada tiap-tiap fase tersebut

dilakukan 3 kali pengambilan contoh asap pada waktu yang berbeda.

Contoh asap ini diambil dengan menggunakan rotor penghisap yang

dihubungkan dengan pipa baja kecil dan plastik sebagai tempat contoh

asap. Contoh asap dari plastik contoh ini kemudian diambil sebanyak

15 ml untuk setiap pengambilan dan dimasukkan ke dalam botol contoh

untuk kemudian dianalisis. Hasil analisis asap mengenai kandungan

dan potensinya akan membantu dalam pengolahan data selanjutnya.

Tabel 4. DaRar waktu pengambilan contoh asap untuk setiap petak contoh dan fase pembakaran.

Semak 3 10-1' 11-3' 13-5'1 0-1' 11-3' 13-5' 10-1' 11-3' 13-5'

1

Keterangan :

Alang-alang 1 = petak contoh alang-alang dengan pengeringan 1 hari

Alang-alang 2 = petak contoh alang-alang dengan pengeringan 2 hari Alang-alang 3 = petak contoh alang-alang dengan pengeringan 3 hari Semak 1 = petak contoh Semak dengan pengeringan 1 hari Semak 2 = petak contoh Semak dengan pengeringan 2 hari

(181)

Pada proses combustion ini juga dilakukan penghitungan terhadap waktu terjadinya tiap-tiap fase dan waktu total dari proses combustion

tersebut.

3.5. Metode Pengambilan Data

3.5.1. Metode Pengambilan Data Vegetasi

Data Vegetasi yang diambil meliputi jenis vegetasi serta nilai

INP tiap jenis, potensi vegetasi dan kadar air vegetasi sesaat sebelum

dilakukannya pembakaran.

-

Pengambilan data jenis vegetasi dilakukan dengan

menggunakan metode pet&. Pada setiap petak contoh

penelitian dilakukan pengamatan jenis dan dihitung jumlah

individu untuk masing-masing jenis. Pencatatan jenis vegetasi

ini dilakukan untuk menentukan Nilai Indeks Penting untuk

setiap jenis vegetasi yang ada pada petak contoh penelitian.

-

Pengambilan data potensi vegetasi dilakukan dengan

menimbang semua vegetasi dalam petak contoh yang telah

ditebas. Penimbangan dilakukan untuk semua vegetasi yang

terdapat pada petak contoh, sehingga didapatkan data potensi

vegetasi dalam satuan kglpetak contoh kemudian dikonversi

menjadi torha.

-

Pengambilan data kadar air bahan bakar dilakukan dengan
(182)

kegiatan pembakaran. Vegetasi tersebut diambil sebanyak 25

gram kemudian diukur kadar airnya dengan dipanaskan pada

suhu 105 OC selama 24 jam (Singh, 1991). Setelah 24 jam,

contoh vegetasi tersebut ditimbang dan dihitung kadar airnya

dengan menggunakan formula :

berat basah-berat kering

Kadar air = x 100 %

Berat basah

3.5.2. Metode Pengambilan Data Fisik Lingkungan

Data fisik lingkungan yang diambil pada penelitian ini

meliputi suhu permukaan, arah dan kecepatan angin, serta

kelembaban. Pengukuran kondisi fisik lingkungan ini dilakukan

dengan menggunakan alat yaitu thermometer, anemometer mini, serta

barometer. Pada kondisi fisik lingkungan dengan ketinggian diatas

permukaan, data diperoleh dari BMG dan satelit. .

3.5.3. Metode Pengambilan Data Sekunder

Data Sekunder yang diperlukan pada penelitian ini meliputi

citra Landsat ETM-7 untuk kecamatan Nangapinoh dan kecamatan

Belimbing, komponen vertikal meteorologi, serta citra satelit NOAA.

Citra Landsat ETM-7 diperoleh dengan membeli citra tersebut dari

TRAFFIC untuk kemudian dilakukan pengolahan lebih lanjut.

(183)

luas areal berdasarkan komposisi vegetasi, sehingga dapat dihasilkan

peta bahan bakar.

Data mengenai komponen vertikal meteorologi diperoleh dari

BMG stasiun Nanga Pinoh dipadukan dengan data dari satelit. Citra

satelit NOAA diperoleh dari hasil olahan JICA untuk mengetahui lokasi penyebaran titik panas (hot spot).

3.6. Analisis Data

3.6.1. Citra satelit Landsat ETM-7

Proses analisis digital citra satelit Landsat ETM-7 secara

umum dilakukan dengan menggunakan software er-mapper 5.5. Proses Analisis citra ini secara umum dibedakan menjadi 3 tahap,

yaitu pengolahan awal (pre-processing), pengolahan citra

(processing) dan evaluasi akhir.

a. Pengolahan Awal (pre-processing)

Pengolahan awal citra dilakukan dengan melakukan

koreksi distorsi, yaitu dengan melakukan koreksi geometric

(rektifikasi), sehingga data citra akan memiliki proyeksi yang

sama dengan proyeksi peta. Tahapan yang dilakukan dalam

melakukan koreksi geometri ini adalah dengan pernilihan titik-

titik control di lapangan (ground control point). Fasilitas dalam

software er-mapper, memungkinkan untuk mengambil 4 titik

(184)

menghitung RMSE (Root Mean Square Error), sehingga

langsung diketahui jarak pergeseran yang terjadi. Koreksi

geometrik dilakukan dengan menggunakan system koordinat

Universal Transverse Mercator (UTM), datum Worlds Global

System (WGS) 84 dan zone 49 (South).

b. Pengolahan Citra (processing)

Pengolahan citra dilakukan untuk mendapatkan informasi

maksimal yang diinginkan dari citra tersebut. Pengolahan citra

Landsat ETM-7 diawali dengan pernilihan areal contoh

berdasarkan peta digital dan data vektor yang tersedia untuk

kecamatan Nanga Pinoh dan kecamatan Belimbing. Berdasarkan

luasan areal tersebut kemudian dilakukan pemotongan citra sesuai

dengan wilayah penelitian, dalam ha1 ini adalah kecamatan Nanga

Pinoh dan kecarnatan Belimbing.

Pada citra yang telah dipotong kemudian dilakukan

pengklasifkasian dengan menggunakan metode maximum

likelihood dengan menggunakan 8 kelas. Metode maximum

likelihood ini akan mengelompokkan pixel yang belum diketahui

identitasnya berdasarkan vektor rerata dan matrik ragam-peragam

(185)

Tabel 5. Pengklasifian citra berdasarkan 8 kelas

c. Evaluasi Hasil

Evaluasi hasil dilakukan untuk melihat kesesuaian antara

hasil pengolahan citra yang telah dilakukan dengan hasil

pengecekan lapangan. Berdasarkan hasil pengecekan lapangan

(ground truth), tanah terbuka yang ada berupa kampung dan areal

yang bekas terbakar. Kebun yang terdapat di wilayah kecamatan

Nangapinoh dan Belimbing merupakan gabungan antara ladang

penduduk dan perkebunan swasta. Pada ladang penduduk tersebut

sebagian besar mempunyai tipe vegetasi alang-alang dan semak.

Hasil pengecekan lapangan ini digunakan sebagai dasar untuk

melakukan revisi pengolahan citra.

Berdasarkan hasil pengecekan lapangan ini kemudian

dilakukan pembuatan peta kelas penggunaan lahan. Pembuatan

peta kelas penggunaan lahan dilakukan dengan mengirimkan hasil

(186)

penggunaan lahan serta perhitungan luas untuk masing-masing

kelas penggunaan lahan yang dibuat.

3.6.2. Keragaman Jenis Vegetasi

Analisis keragaman jenis vegetasi dilakukan dengan

menghitung nilai INP untuk masing-masing jenis vegetasi yang ada di

petak contoh. Perhitungan INP pada petak contoh dilakukan dengan

menjumlahkan nilai FR dan KR. Hal ini karena komunitas vegetasi

yang terdapat pada petak contoh adalah tumbuhan bawah dan semai,

sehingga tidak dilakukan perhitungan nilai DR. Perhitungan nilai INP

dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut (Kusmana,

1995) :

INP = Frekuensi Relatif (RF)

+

Kerapatan Relatif (RF)

Frekuensi Relatif (FR) dihitung dengan formula :

Frekuensi suatu spesies

FR = Frekuensi seluruh spesies X 100 %

Frekuensi suatu spesies dihitung dengan formula : E Sub petak ditemukan spesies

F =

C. Seluruh sub petak

Kerapatan Relatif (KF) dihitung dengan formula :

I I

Kerapatan suatu spesies

KR = Kerapatan seluruh spesies X 100 %

Kerapatan suatu spesies dihitung dengan formula :

I 1

C individu suatu spesies

/

K =
(187)

Hasil perhitungan nilai INP ini akan memberikan gambaran mengenai

keanekaragaman jenis vegetasi yang terdapat di dalam petak contoh.

3.6.2. Potensi Asap

Analisis potensi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan

pembakaran biomassa dilakukan berdasarkan hasil analisis kandungan

asap. Hasil analisis asap tersebut akan memberikan hasil berupa

besaran emisi untuk setiap gas rumah kaca yang dianalisis (CO, C02,

N 2 0 d m CH4) yang dihasilkan oleh masing-masing petak contoh penelitian. Hasil perhitungan potensi asap ini akan digunakan sebagai

input untuk pembangkitan model penduga potensi asap serta model

dispersi asap tersebut.

Analisis statistik yang digunakan untuk melihat tingkat beda

nyata antara potensi asap yang dihasilkan pada masing-masing petak

contoh penelitian dengan tingkat pengeringan dan tipe vegetasi yang

berbeda dilakukan dengan menggunakan uji t. Uji t dilakukan untuk

masing-masing komponen gas ruang kaca dan total produksi asap

(Steel dan Torrie 1993

,

Walpole 1995).

3.6.3. Model Penduga Potensi Asap

Model penduga potensi asap dibangkitkan dengan

menginteraksikan variabel-variabel lingkungan yang dianggap

berpengaruh terhadap produksi asap pada kegiatan pembakaran

(188)

dan biologi serta sosial. Variabel - variabel yang digunakan dalam

pembangkitan model penduga potensi asap ini adalah jenis bahan

bakar, potensi bahan bakar, kadar air bahan bakar, suhu dan

kelembaban permukaan serta arah dan kecepatan angin yang bertiup

saat dilakukan pembakaran. Variabel sosial yang meliputi luasan

areal yang dibakar oleh penduduk dalam 1 hari serta kebiasaan

penduduk dalam melakukan penyiapan lahan, juga akan

diinteraksikan dalam model. Bagan alir model pendugaan potensi gas

yang dihasilkan dari pembakaran biomassa disajikan pada Gambar 6.

Model penduga potensi asap dibangun dengan

menggabungkan metode perhitungan Seiler dan Crutzen dengan hasil

perhitungan Emisi Rasio lapangan. Formula yang digunakan dalam

perhitungan Emisi Rasio adalah (Levine, 1999):

Dimana

A X

= X*

-

X dan A C 0 2 = CO*

-

C02

Keterangan : X* = konsentrasi gas yang diemisikan dari pembakaran X = konsentrasi gas ambient

C02* = konsentrasi COz yang diemisikan dari pembakaran

C02 = konsentrasi gas COz ambient

Hasil perhitungan nilai Emisi Ratio tersebut akan

digabungkan dengan hasil perhitungan C release (karbon yang

(189)

C release = CE x luas areal yang terbakar x potensi bimassa x CC

Keterangan =

-

CE = efisiensi pembakaran (%)

-

Luas areal terbakar (ha)

-

Potensi biomassa (tonha)

- CC = kandungan C dalam biomassa (0.4) (Levine, 1999)

Hasil perhitungan Emisi Rasio dan C release tersebut kemudian

digabungkan dengan Berat Molekul dan khusus untuk gas NO2

ditambahkan komponen N/C ratio untuk menduga besarnya emisi

masing-masing gas yang dihasilkan dari pembakaran biomassa.

Besarnya nilai N/C ratio adalah konstan yaitu sebesar 0,001 (IPCC).

Formula perhitungan potensi gas yang diduga diemisikan dari

pembakaran biomassa adalah sebagai berikut (IPCC):

Emisi N20 = C release x N/C rasio x ER N2O x BM N2O terhadap C

Emisi C& = C release x ER CH4 x BM C& terhadap C

Emisi CO = C release x ER CO x BM CO terhadap C

Emisi C02 = C release - Emisi N20 - Emisi CH4 - Emisi CO

Hasil nilai pendugaan ini akan dipergunakan untuk membuat

model dugaan potensi gas hasil pembakaran biomassa dengan

menggunakan 2 skenario. Skenario tersebut disusun dalam bentuk

diagram yang dapat dipergunakan untuk menduga potensi gas yang

dihasilkan pada pembakaran biomassa dengan kadar air dan jenis

(190)

1. Apabila kebakaran terjadi di areal alang-alang dengan efisiensi

pembakaran sebesar 80 %.

2. Apabila kebakaran terjadi di areal semak dengan efisiensi

pembakaran sebesar 80 %.

3.6.4. Model Dispersi Asap

Model dispersi asap dibangun dengan menggunakan LADM

yang bekerja di bawah UNIX. Pembangkitan model dispersi ini

diawali dengan pembangkitan medan angin sinoptik

,

kemudian

diinteraksikan dengan data emisi sumber dan komponen vertikal

meteorologinya. Hasil bangkitan model dispersi ini akan memberikan

informasi nilai konsentrasi asap tertinggi beserta koordinat gridnya,

sehingga dapat digunakan untuk pembuatan peta penyebaran asap.

Pembangkitan model dispersi asap dilakukan dengan

menggunakan asumsi. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam

pembangkitan model dispersi asap ini adalah :

-

Besaran emisi yang konstan.

-

Tidak memperhitungkan emisi dari sumber lain yang berada di

sekitar sumber garis yang ditinjau.

-

Tidak mengikutsertakan proses-proses wet deposition.

- Kondisi clear sky yaitu dengan tidak menggunakan data input

(191)

Input model yang diperlukan untuk model dispersi asap meliputi peta

kontur topografi, meteorologi dan juga dispersi. Input lain yang

diperlukan adalah emisi sumber, parameter stack height dan posisi

sumber. Keseluruhan input tersebut dilakukan secara bertahap sesuai

(192)

Gambar 6. Bagan Alir Model Penduga Potensi Gas Hasil Pembakaran Biomassa

Persamaan hubungan antara Kadar Air

kecepatan angin (ws) dengan gas

kelembaban (rh)

-

f (fraksi gas)

luas area terbakar Input 2 potensi biomassa

fraksi C (% C)

Berat

(193)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Hasil Pengolahan Data Citra Landsat ETM-7, Data Vegetasi dan Data Potensi Asap sebagai Variabel Penyusun Model Penduga Potensi Asap

Model penduga potensi asap dibangun dengan mernanfaatkan

data-data yang diperoleh dari hasil pengolahan citra Landsat ETM-7,

hasil pengol

Gambar

Tabel  1.  Kerugiau  yang  ditirnbulkan  dari  asap  dan  kebakaran  hutan  di  Indonesia pada tahun 1997
Tabel  3.  Emisi  gas-&  drtn  partikel  :  K e h d a m  hutan  dm  lahan  di  Indonesia
Tabel 5.  Pengklasifian citra berdasarkan  8  kelas
Gambar  6.  Bagan Alir Model Penduga Potensi Gas Hasil  Pembakaran Biomassa
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.2 Ringkasan Analisis Variansi Untuk Pengaruh Dosis Amelioran Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit pada Media Tanah Gambut Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat

2) Apabila berkas-berkas tersebut telah lengkap, maka akan dilakukan klarifikasi. Akan tetapi bila belum lengkap, maka akan dikembalikan kepada pemohon untuk

Hasil analisis tersebut mengindikasikan bahwa fairness pada penentuan target akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja baik dalam kondisi fair

KATA PENGANTAR Puji syukur penuJis panjatkan kehadirat A1lah SWT yang telah melimpahkan Rahrnat dan Karunia-Nya sehingga penuJis dapat menyelesaikan TAPM inj yang merupakan salah

Khusus mengenai persentase pendapatan desa baik dari jasa pelayanan administrasi, pengelolaan kekayaan desa maupun hasih usaha desa, antara pelaksana/kolektor dengan kas desa

Dalam praktiknya upaya mutasi pegawai negeri sipil ini merupakan pemberdayaan dan pembinaan yang mengarahkan kegiatannya kepada tujuan mutasi yaitu,

Kajian logika, etika, dan estetika memang menelaah nilai secara mendalam melalui sudut panjang filsafat, tetapi dalam proses pendidikan kualitas kebenaran, kebaikan,

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan gaya kepemimpinan transformasional yang ada di TelkomVision RO Jabar, mengetahui tingkat kinerja