• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stres Dan Mekanisme Koping Remaja Pasca Gempa Di Desa Cang Duri Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Stres Dan Mekanisme Koping Remaja Pasca Gempa Di Desa Cang Duri Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2014"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh : SETIA BUDI

131121082

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

NIM : 131121082

Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun : 2015

ABSTRAK

Gempa merupakan bencana yang mengakibatkan banyak masalah, salah satunya adalah terjadinya stres. Remaja merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami stres. Stres dapat dihindari atau ditangani bila remaja menggunakan mekanisme koping yang baik berupa mekanisme koping yang fokus pada masalah atau fokus pada emosi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi stres dan mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah. Responden dalam penelitian ini berjumlah 53 orang yang di tentukan menggunakan tehnik

Purposive sampling. Instrument dalam penelitian ini menggunakan kuesioner untuk menentukan stres dan mekanisme koping remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar remaja mengalami stres ringan yaitu 33 orang (62,3%), stres sedang 20 orang (37,3%), dan tidak ditemukan remaja dengan stres berat. Mekanisme koping yang digunakan remaja sebagian besar adalalah mekanisme koping yang fokus pada emosi yaitu 30 orang (56,5%), sedangkan mekanisme koping yang fokus pada masalah hanya 23 orang (43,4%). Oleh karena itu diharapkan pada remaja untuk selalu menggunakan mekanisme koping yang baik dalam menghadapi masalah yang terjadi akibat gempa. Bagi pihak yang terkait juga diharapkan agar selalu memperhatikan kesehatan remaja korban gempa tidak hanya fisik tapi juga psikologis remaja.

(4)

NIM : 131121082

Faculty : Nursing Studies Universitas Sumatera Utara Year : 2015

ABSTRACT

Earthquake is a disaster which caused many problems, one of which is stress to its victim. Teenagers are one of the many groups which are vulnerable to stress symptoms. Stress could be overcame and handled if the teenagers use appropriate coping mechanisms, such as problem-focused coping mechanism or emotion-focused coping mechanism. This research used a descriptive method to identify stress symptoms and coping mechanisms used by teenagers who were involved in the earthquake at Desa Cang Duri Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah. There are 53 respondents in this research, which are determined based on purposive sampling technique. The instrument used in this research is questionnaires as mean to determine the level of stress and the coping mechanisms used by the respondents. The result of this research showed that most of the respondents endured mild level of stress (33 respondents / 62,3%), average level of stress endured by 20 respondents (37,3%), and there were none who endured high level of stress. 30 respondents used emotion-focused coping mechanism (56,5%) and 23 respondents used problem-focused coping mechanism (43,5%). The teenagers are recommended to always use the appropriate coping mechanisms in dealing with their post-earthquake problems. It is also recommended to the authorities to always pay their attentions to the health of the teenagers, for the earthquake did not only affect their bodies, but also their psychological emotions.

(5)

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara Tahun 2015 dengan Judul “Stres Dan Mekanisme

Koping Remaja Pasca Gempa Di Desa Cang Duri Kecamatan Ketol Kabupaten

Aceh Tengah Tahun 2014”

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ibu Mahnum

Lailan Nasution, S.Kep. Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu dan memberikan pengarahan serta pemikiran sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan. Penelitian ini terlaksana karena arahan, masukan, dukungan dan

koreksi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan USU.

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas

Keperawatan USU.

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III

Fakultas Keperawatan USU

5. Ibu Yesi Ariani, S.Kep. Ns, M.Kep selaku dosen penguji I.

(6)

8. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda tersayang serta

keluargaku tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan bantuan moril

maupun materil dalam menyelesaikan penelitianl ini.

9. Teman-teman sejawat S1 Ekstensi Keperawatan 2013, atas bantuan dan

semangatnya selama ini.

Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan, baik dari segi penulisan maupun tata bahasa, maka dengan

kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik serta masukan dari semua

pihak demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima

kasih dan harapan penulis semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2015 Penulis

(7)

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK ... iii

2.2.2. Penggolongan Mekanisme Koping ... 14

2.2.3. Jenis-jenis Mekanisme Koping ... 15

2.2.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping ... 17

2.3. Tumbuh Kembang remaja ... 18

2.3.1. Pengertian Tumbuh Kembang Remaja ... 18

2.3.2. Ciri-ciri Remaja ... 19

2.3.3. Bahaya Fisik Pada Remaja ... 21

2.3.4. Bahaya Psikoligis Pada Remaja ... 21

2.3.5. Tugas Perkembangan Remaja ... 23

2.4. Defenisi Gempa ... 23

2.4.1. Pengertian Gempa Bumi ... 23

2.4.2. Dampak Gempa Secara Fisik ... 24

(8)

BAB IV METODE PENELITIAN ... 28

4.1. Desain Penelitian ... 28

4.2. Populasi Dan Sampel ... 28

4.2.1. Populasi ... 28

4.2.2. Sampel dan tehnik sampling ... 28

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.4. Pertimbangan Etik ... 29

4.5. Instrumen Penelitian ... 30

4.6. Validitas Dan Reliabilitas ... 32

4.7. Proses Pengumpulan Data ... 33

4.8. Metode Pengolahan Data ... 34

4.9. Analisa Data ... 35

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

5.1. Hasil Penelitian ... 36

5.1.1. Karakteristik Responden ... 36

5.1.2. Distriburi Frekuensi Stres Remaja ... 38

5.1.3. Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Remaja ... 38

5.2. Pembahasan ... 40

5.2.1. Stres Pada Remaja ... 40

5.2.2. Mekanisme Koping Remaja ... 42

BAB VI PENUTUP ... 46

6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran ... 46

(9)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 37

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Stres Remaja ... 38

(10)
(11)

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ... 53

Lampiran 3 Tabel Statistik Hasil Penelitian ... 56

Lampiran 4 Tabel Statistik Hasil Uji Reliabilitas ... 59

Lampiran 5 Tabel Hasil Distribusi Persentase Jawaban Responden ... 61

Lampiran 6 Master Tabel Hasil Penelitian ... 64

Lampiran 7 Surat Izin Uji Reliabilitas Dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ... 66

Lampiran 8 Surat Selesai Uji Reliabilitas dari Kepala Desa Simpang Juli Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah ... 67

Lampiran 9 Surat Komisi Etik Penelitian Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ... 68

Lampiran 10 Surat Izin Penelitian Dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ... 69

Lampiran 11 Surat Selesai Penelitian Dari Kepala Desa Cang Duri Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah ... 70

Lampiran 12 Jadwal Sidang ... 71

Lampiran 13 Taksiran Dana ... 72

(12)

NIM : 131121082

Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun : 2015

ABSTRAK

Gempa merupakan bencana yang mengakibatkan banyak masalah, salah satunya adalah terjadinya stres. Remaja merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami stres. Stres dapat dihindari atau ditangani bila remaja menggunakan mekanisme koping yang baik berupa mekanisme koping yang fokus pada masalah atau fokus pada emosi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi stres dan mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah. Responden dalam penelitian ini berjumlah 53 orang yang di tentukan menggunakan tehnik

Purposive sampling. Instrument dalam penelitian ini menggunakan kuesioner untuk menentukan stres dan mekanisme koping remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar remaja mengalami stres ringan yaitu 33 orang (62,3%), stres sedang 20 orang (37,3%), dan tidak ditemukan remaja dengan stres berat. Mekanisme koping yang digunakan remaja sebagian besar adalalah mekanisme koping yang fokus pada emosi yaitu 30 orang (56,5%), sedangkan mekanisme koping yang fokus pada masalah hanya 23 orang (43,4%). Oleh karena itu diharapkan pada remaja untuk selalu menggunakan mekanisme koping yang baik dalam menghadapi masalah yang terjadi akibat gempa. Bagi pihak yang terkait juga diharapkan agar selalu memperhatikan kesehatan remaja korban gempa tidak hanya fisik tapi juga psikologis remaja.

(13)

NIM : 131121082

Faculty : Nursing Studies Universitas Sumatera Utara Year : 2015

ABSTRACT

Earthquake is a disaster which caused many problems, one of which is stress to its victim. Teenagers are one of the many groups which are vulnerable to stress symptoms. Stress could be overcame and handled if the teenagers use appropriate coping mechanisms, such as problem-focused coping mechanism or emotion-focused coping mechanism. This research used a descriptive method to identify stress symptoms and coping mechanisms used by teenagers who were involved in the earthquake at Desa Cang Duri Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah. There are 53 respondents in this research, which are determined based on purposive sampling technique. The instrument used in this research is questionnaires as mean to determine the level of stress and the coping mechanisms used by the respondents. The result of this research showed that most of the respondents endured mild level of stress (33 respondents / 62,3%), average level of stress endured by 20 respondents (37,3%), and there were none who endured high level of stress. 30 respondents used emotion-focused coping mechanism (56,5%) and 23 respondents used problem-focused coping mechanism (43,5%). The teenagers are recommended to always use the appropriate coping mechanisms in dealing with their post-earthquake problems. It is also recommended to the authorities to always pay their attentions to the health of the teenagers, for the earthquake did not only affect their bodies, but also their psychological emotions.

(14)

1.1 Latar Belakang

Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah

penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

maupun akibat dari ulah manusia. Bencana seperti gempa bumi, tanah longsor,

banjir, angin topan, letusan gunung merapi, kebakaran hutan dan lahan,

kecelakaan transportasi, dan kecelakaan industri sering kali menjadi ancaman

yang serius bagi peduduk Indonesia. Ancaman bencana dapat menyebabkan

korban jiwa dan kerusakan harta benda (BNPB, 2011).

Pada bulan Januari sampai Juli 2013 tercatat 757 kejadian bencana di

Indonesia dengan jumlah korban 486 jiwa meninggal dan hilang, serta 767.894

jiwa menderita dan mengungsi (BNPB, 2013). Gempa bumi merupakan salah

satu bentuk bencana yang sering terjadi di Indonesia, dengan frekuensi 363

kejadian yang tersebar di seluruh Indonesia, tercatat 74 kali kejadian gempa

bumi dengan kekuatan 5,0 SR dan 55 kali gempa bumi dengan kekuatan 5,1

SR. Gempa dengan kekuatan yang begitu hebat dapat mengakibatkan dampak

yang buruk dan mengancam hidup masyarakat baik fisik maupun non fisik

(Saut, P, 2012).

Salah satu daerah yang sering mengalami gempa di Indonesia adalah

Aceh, tercatat gempa yang paling hebat terjadi pada 26 Desember 2004 dengan

kekuatan 8,9 SR yang menimbulkan tsunami dan menelan banyak korban,

236.116 jiwa meninggal dunia dan 74.000 dinyatakan hilang. Selain itu,

(15)

kehilangan tempat tinggal serta memberikan trauma yang berat bagi korban

yang selamat (Hartini, 2010).

Pada tanggal 2 juli 2013 gempa berkekuatan 6,2 skala ricther kembali

mengguncang Aceh tepatnya di wilayah Aceh Tengah dan Bener Meriah yang

berpusat di kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah. Gempa yang terjadi

menimbulkan korban jiwa 35 orang meninggal dunia dan 275 luka ringan dan

berat. Gempa tersebut juga menghancurkan 4.291 rumah dan 83 fasilitas

umum seperti sarana ibadah, sarana kesehatan dan sekolah-sekolah di 232 desa

(BNPB, 2013).

Berdasarkan data dari kepala desa Cang Duri (2013), desa Cang Duri

merupakan salah satu desa yang terkena dampak gempa paling parah di

kecamatan ketol dengan jumlah korban 1 orang meninggal dunia, 4 orang luka

berat akibat tertindih reruntuhan rumah dan lebih dari 12 orang mengalami

luka ringan. Selain itu, dampak yang paling parah dari gempa tersebut adalah

menghancurkan 90% rumah-rumah warga dan infrasrtuktur lainya seperti

puskesmas, sekolah, dan tempat-tempat ibadah seperti menasah dan masjid

serta longsornya lahan-lahan pertanian yang merupakan sumber penghasilan

utama masyarakat.

Bencana yang menelan banyak korban dan menghancurkan sarana dan

prasarana yang ada di masyarakat tentu saja menimbulkan stres dan trauma

bagi masayarakat baik anak-anak, remaja, dewasa dan lansia akan mengalami

tekanan yang berat akibat dampak gempa yang terjadi. Dampak gempa tidak

hanya menyebabkan kerugian secara fisik tetapi juga menimbulkan kerugian

(16)

Duri berupa kerusakan sarana dan prasarana yang di timbulkan, sedangkan

dampak psikis berkaitan dengan kondisi kejiwaan masyarakat korban bencana

seperti traumatik, jiwa terancam, hilangnya rasa aman dan nyama serta

timbulnya masalah sosial lainya seperti menyebabkan orang yang terkena

bencana mengalami kemiskinan atau semakin bertambah miskin. Akibat lebih

jauh, masyarakat kehilangan kesempatan hidup secara layak dan bahkan

sebagian menderita putus harapan. Kondisi itulah yang berpotensial

menimbulkan dampak psikologis bagi masyarakat sehingga dapat mengalami

stres dan traumatik (Asnayanti, dkk, 2013).

Diantara kelompok masyarakat korban bencana, remaja merupakan

salah satu kelompok yang sangat rentan terhadap terjadinya gangguan

psikologis atau traumatik. Karena, masa remaja merupakan masa peralihan

dari kanak-kanak ke dewasa yang merupakan masa terjadinya perubahan yang

sangat pesat, masa mencari identitas diri, masa yang menimbulkan kekuatan,

masa remaja adalah masa yang banyak masalah, serta masa yang penuh

tekanan (Sumiati, dkk, 2009). Di satu sisi mereka harus berkembang mengikuti

tahap-tahap perkembangannya, tapi di sisi lain mereka di tutuntut untuk belajar

mengatasi dan berdaptasi terhadap kejadian bencana yang mereka alami untuk

dapat menjadi individu yang kompeten, dengan demikian tekanan yang

dialami remaja korban bencana menjadi lebih berat. Dan apabila masa-masa

perkembangan remaja itu terganggu akan sangat berdampak buruk terhadap

perkembangannya baik fisik maupun pikologisnya(Munawarah & Retnowati,

(17)

Berdasarkan survey dan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap

beberapa remaja di desa Cang Duri, yang membuat remaja tertekan secara

psikologis dan membuat beberapa remaja mengalami perubahan sikap menjadi

pendiam dan menarik diri dari pergaulan setelah kejadian gempa adalah

hilangnya rumah dan harta benda mereka, berubahnya keadaan lingkungan

yang remaja rasakan, hancurnya sarana dan prasarana seperti sekolah, tempat

bermain bagi anak-anak dan remaja. Dan untuk saat ini mereka harus tinggal di

rumah sementara yang terbuat dari sisa-sisa rumah mereka yang hancur, serta

masih seringnya terjadi gempa susulan yang membuat berkurangnya rasa aman

dan nyaman yang remaja rasakan sekarang.

Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa gempa yang terjadi

di Aceh Tengah kecamatan Ketol dapat menimbulkan dampak psikologis yang

berat, khususnya pada remaja korban bencana. Masalah psikologis yang di

alami ini pada gilirannya akan membawa dampak yang merugikan bagi

perkembangan dan masa depan remaja yang bersangkutan. Hal ini menjadi

penting untuk diperhatikan karena remaja merupakan generasi penerus bangsa

yang sangat berperan untuk kemajuan bangsa dan negara dimasa yang akan

datang. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Stres

dan mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan

(18)

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana stres dan mekanisme koping remaja pasca

gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stres dan mekanisme

koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten

Aceh Tengah.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan

perpustakaan guna memberikan pemahaman dan memperluas pengetahuan

mahasiswa tentang stres dan mekanisme koping pada remaja korban gempa.

1.4.2 Bagi pelayanan kesehatan

Agar dapat memberikan pelayanan yang komperhensif, pada remaja

korban gempa agar dapat mengaplikasikan mekanisme koping yang adaptif

dalam mengangani stres akibat gempa.

1.4.3 Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan menggali kemampuan peneliti dalam

(19)

yang adaptif, serta dapat menjadi pengalaman dalam melakukan penelitian

(20)

1.1. Konsep Stres

1.1.1. Pengertian Stres

Stres adalah suatu kondisi ketika individu berespon terhadap perubahan

dalam status keseimbangan moral (Kozier, 2010). Stres adalah reaksi dari tubuh

(respon) terhadap lingkungan yang dapat memproteksi diri kita yang juga

merupakan bagian dari sistem pertahanan yang membuat kita tetap hidup. Stres

adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana adanya tuntutan dalam suatu

situasi sebagai beban atau diluar batas kemampuan individu untuk memenuhi

tuntutan tersebut sehingga mengharuskan seorang individu untuk berespon atau

melakukan tindakan ( Patel, 1996 dalam Nasir & Muhith, 2011).

Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan

seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan. Respon atau

tindakan ini termasuk respon fisiologis dan psikologis. Stres dapat

menyebabkan respon negatif atau berlawanan dengan apa yang di inginkan atau

mengancam kesejahteraan emosional (Potter & Perry, 2005).

Dengan demikian, bisa diartikan bahwa stres merupakan suatu sistem

pertahanan tubuh di mana ada sesuatu yang mengusik integritas diri, sehingga

mengganggu ketentraman yang dimaknai sebagai tuntutan yang harus di

selesaikan. Sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun

(21)

1.1.2. Sumber Stres

Menurut Kozier (2010), secara luas sumber stres dapat di klasifikasikan

kedalam tiga stresor yaitu :

a. Stresor internal yaitu stresor yang berasal dari dalam diri seseorang. Sebagai

contoh perasaan depresi.

b. Stresor eksternal yaitu stresor yang berasal dari luar individu yang dapat

disebapkan oleh banyak faktor. Contohnya bencana yang mengakibatkan

perubahan lingkungan, kematian orang terdekat, tekanan dari teman sebaya,

perpindahan tempat tinggal.

c. Stresor perkembangan yaitu terjadi pada waktu yang dapat di perkirakan

sepanjang hidup individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas tertentu

harus tercapai untuk mencegah atau mengurangi stres. contohnya tugas

perkembangan pada remaja diantaranya menemukan identitas diri, mencapai

kemandirian, memilih karir, menerima perubahan fisik, dan mengembangkan

hubungan yang melibatkan ketertarikan seksual.

1.1.3. Indikator dan Tanda-tanda Stres

Menurut Kozier (2010), indikator stres dapat dibagi kedalam indikator

fisiologis dan psikologis.

1. Indikator fisiologis

Indikator fisiologis dari stres adalah objektif, lebih mudah di

idetifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian

indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang

(22)

Tanda vital biasanya meningkat, dan klien mungkin tampak gelisah dan

tidak mampu untuk beristirahat atau berkonsentrasi. Indikator dapat timbul

sepanjang tahap stres. Durasi atau intensitas dari gejala secara langsung

berkaitan dengan durasi dan intensitas stresor yang diserap. Dampak

fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang

stres mencangkup pengumpulan data dari semua sistem (Potter & Perry,

2005).

Respon terhadap stres bervariasi, bergantung pada persepsi individu

terhadap peristiwa. Tanda fisiologis stres muncul akibat aktivitas sistem

simpatetik dan sistem neuroendokrin tubuh. Ada pun indikator stres secara

fisiologis menurut (Kozier, 2010), diantaranya :

a. Pupil dilatasi untuk meningkatkan persepsi visual ketika muncul

ancaman serius terhadap tubuh.

b. Produksi keringat (diaferesis) meningkat untuk mengendalikan

peningkatan panas tubuh akibat peningkatan metabolisme.

c. Frekuensi jantung dan curah jantung meningkat untuk transport nutrein

dan produk metabolisme secara lebih efesien.

d. Kulit pucat karena kontriksi pembuluh darah perifer yang merupakan

pengaruh norefinefrin.

e. Retensi natrium dan air meningkat akibat pelepasan mineralokortikoid

yang meningkatkan volume darah.

f. Kecepatan dan kedalaman respirasi meningkat karena dilatasi bronkiolus

yang meningkatkan hiperventilasi.

(23)

h. Mulut kering.

i. Peristalsis usus menurun, meningkatkan kemungkinan konstipasi dan

flatus.

j. Ketegangan otot meningkat untuk mempersiapkan pertahanan atau

aktivitas motorik yang cepat.

k. Gula darah meningkat karena pelepasan glukokortikoid dan

glukogenesis.

Menurut Nasir & Muhith (2011), menyatakan bahwa ada beberapa

indikator stres fisiologis yaitu :

a. Kenaikan tekanan darah.

b. Peningkatan ketegangan dileher, bahu, dan punggu.

c. Peningkatan denyut nadi dan pernafasan.

d. Telapak tangan berkeringat, tangan dan kaki dingin.

e. Postur tubuh yang tidak tegap.

f. Keletihan, sakit kepala, gangguan lambung.

g. Suara yang bernada tinggi.

h. Mual, muntah, dan diare.

i. Perubahan nafsu makan, perubahan berat badan.

j. Perubahan frekuensi berkemih.

k. Dilatasi pupil.

l. Gelisah, kesulitan untuk tidur, atau sering terbangun saat tidur.

2. Indikator psikologis

Indikator psikologis adalah suatu keadaan emosional seseorang yang

(24)

perilaku seseorang. Indikator psikologis mencangkup hubungan yang

kompleks diantara banyak faktor, maka reaksi yang berkepanjangan

ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor seseorang yang

terakhir, pengalaman terdahulu dengan stresor, mekanisme yang berhasil

dimasa lalu, fungsi peran, konsep diri, dan ketabahan yang merupakan

kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang diduga menjadi media

terhadap stres. ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa

kehidupan, komitmen terhadap kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang

berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk

pertumbuhan (Webe & Williams, 1992 dalam Nasir & Muhith, 2011).

Ada beberapa indikator psikologis menurut (Looker & Gregson,

2005), di antaranya yaitu :

a. Cemas, kecewa, menangis, rendah diri, merasa putus asa dan tanpa daya,

histeris, menarik diri, merasa tidak mampu mengatasi, gelisah, depresi.

b. Tidak sabar, mudah tersinggung dan berlebihan, marah, melawan, agesif.

c. Frustasi, bosan, merasa salah, terabaikan, merasa tidak aman, rentan

terhadap kecelakaan.

d. Kehilangan ketertarikan pada penampilan sendiri, kesehatan, makanan,

seks, harga diri rendah dan kehilangan ketertarikan pada orang lain.

e. Polifasis (mengerjakan banyak hal sekaligus), tergesa-gesa.

f. Gagal menyelesaikan tugas-tugas sebelum beralih ke tugas berikutnya.

g. Sulit dalam berfikir jernih, berkonsentrasi, dan membuat keputusan,

kurang kreatif, irasional, menunda-nunda pekerjaan, sulit memulai

(25)

h. Mudah lupa dan pikran buntu.

i. Kehilangan motivasi.

j. Rentan untuk melakukan kesalahan dan melakukan kecelakaan.

k. Punya banyak hal untuk dikerjakan dan tidak tahu dimana memulainya

sehingga mengakhiri segala sesuatunya tanpa hasil dan beralih dari satu

tugas ke tugas lain dan tidak menyelesaikan apa pun.

l. Hiperkritis, tidak fleksibel, tidak beralasan, over kreatif, tidak produktif,

efesiensi buruk.

1.1.4. Tingkatan Stres

Menurut Potter & Perry (2005), stres dapat dibagi menjadi tiga tingkatan

antara lain :

a. Stres ringan

Stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur, sepeti

banyak tidur, kemacetan lalulintas, kritikan dari atasan. Situasi ini bisaanya

berlangsung beberapa menit atau jam. Bagi mereka sendiri stresor ini bukan

resiko signifikan untuk timbulnya gejala. Namun demikian, stresor ringan

yang banyak dalam waktu singkat dapat meningkatkan resiko.

b. Stres sedang

Berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Minsalnya,

perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit,

atau ketidak hadiran yang lama dari anggota keluarga merupakan situasi stres

(26)

c. Stres berat

Stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu

sampai beberapa tahun, seperti selisih perkawinan terus menerus, kesulitan

finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin

sering dan makin lama situasi stres, maka tinggi resiko kesehatan yang

ditimbulkan.

1.1.5. Dampak Stres

Menurut Nasir & Muhith (2011), stres yang di alami individu dapat

berdampak terhadap beberapa aspek di antaranya yaitu :

a. Dampak fisiologis, minsalnya: curah jantung meninggkat, sakit kepala, muka

pucat, mulut kering, dan berkeringat.

b. Dampak psikologis, minsalnya: Pada remaja korban bencana, kejadian

traumatis akan menyebabkan berkurangnya ketertarikan dalam aktifitas

sosial dan sekolah, anak menjadi pemberontak, gangguan makan, gangguan

tidur, kurang konsentrasi, dan mengalami PTSD dan dalam resiko yang besar

terkena penyalahgunaan alkohol ataupun prostitusi.

c. Dampak terhadap kehidupan berorganiasasi baik di keluarga maupun di

masyarakt, minsalnya: menurunnya produktivitas, ketidakpuasan kerja, dan

(27)

1.2. Mekanisme Koping 1.2.1. Pengertian

Mekanisme koping atau mekanisme pertahanan diri dapat diartikan

sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai

sebagai suatu tantangan atau ancaman. Jadi koping lebih mengarah pada apa

yang individu lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan

atau membangkitkan emosi. Dengan kata lain, mekanisme koping adalah

bagaimana reaksi orang menghadapi stres/tekanan (Siswanto, 2007).

Menurut (Stuart, 2007 dalam Mutoharoh, 2009), mekanisme koping

adalah tiap upaya yang ditunjukan untuk penatalaksanaan stres, termasuk

penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan

untuk pertahanan diri. Jadi dapat disimpulkan bahwa mekanisme koping

merupakan suatu tindakan atau upaya yang dilakukan individu terhadap tekanan

baik fisik maupun psikologis yang berasal dari luar maupun dari dalam untuk

mempertahankan diri.

1.2.2. Penggolongan Mekanisme Koping

Berdasarkan penggolongannya mekanisme koping dibedakan menjadi 2

yaitu :

1. Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung

fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya

adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif,

(28)

2. Mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme koping yang menghambat

fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan

cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan/

tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar (Mustikasari, 2006).

1.1.3. Jenis-jenis Mekanisme Koping

Menurut (Lazarus dan Flokman, 1984 dalam Nasir & Muhith, 2011),

dalam melakukan koping ada dua mekanisme koping yang bisa dilakukan yaitu:

1. Koping yang fokus pada masalah (Problem focused coping mechanisme).

Yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah

masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan

terjadinya tekanan. Problem focused coping mechanisme ditujukan untuk

mengurangi demands dari situasi yang penuh dengan stres atau memperluas

sumber untuk mengatasinya. Seseorang cenderung menggunakan metode

Problem focused coping mechanisme apabila mereka percaya bahwa sumber

atau demands dari situasi dapat diubah.

Menurut (Stuart, 2005 dalam Yanti, A, 2012), mekanisme koping yang

dipakai dalam Problem focused coping mechanisme antara lain sebagai berikut :

a. Confrontative coping: usah untuk mengubah keadaan yang dianggap

menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi,

dan pengambilan resiko.

b. Seeking social support: usaha untuk mendapatkan kenyamanan dan

(29)

c. Planful problem solving: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap

menekan dengan cara hati-hati, bertahap, dan analitis.

2. Koping yang fokus pada emosi (Emotion focused coping mechanisme).

Yaitu usaha untuk mengatasi stres denga cara mengatur respon

emosional dalam rangka penyesuaian diri dengan dampak yang akan

ditimbulkan oleh suatu kondisi dan situasi yang dianggap penuh tekanan.

Emotion focused coping mechanisme ditujukan untuk mengontrol respon

emosional tehadap situasi stres. seseorang dapat mengatur respon

emosionalnya melalui pendekatan dan penilaian kognitif.

Adapun bagian dari mekanisme koping Emotion focused coping mechanisme menurut (Stuart, 2005 dalam Yanti, A, 2012), diantaranya : a. Denial, melakukan bloking atau menolak terhadap kenyataan yang ada

dirasa mengancam integritas individu yang bersangkutan.

b. Rasionalisasi, menggunakan alasan yang diterima oleh akal dan diterima

oleh orang lain untuk menutupi ketidakmampuannya. Dengan

rasionalisasi kita tidak hanya dapat membenarkan apa yang kita lakukan,

tetapi juga sudah selayaknya berbuta demikian secara adil.

c. Kompensasi, menunjukan tingkah laku untuk menutupi ketidakmampuan

dengan menonjolkan sifat yang baik, karena frustasi di suatu bidang maka

mencari kepuasan di bidang yang lain. Kompensasi muncul karena adanya

perasaan kurang mampu.

d. Represi, yaitu dengan melupakan masa-masa yang tidak menyenangkan

(30)

e. Sublimasi, yaitu mengekspresikan atau menyalurkan perasaan, bakat atau

kemampuan dengan sikap yang positif.

f. Identifikasi, yaitu meniru cara berfikir, ide dan tingkah laku orang lain.

g. Regresi, yaitu sikap seseorang yang kembali kemasa lalu atau bersikap

seperti anak kecil.

h. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain atas kesulitan sendiri atau

melampiaskan kesalahannya kepada orang lain.

i. Konversi, yaitu mentransper raksi psikologi ke gejala fisik.

j. Displacement, yaitu reaksi emosi terhadap seseorang kemudian diarahkan

kepada orang lain.

1.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping

Mekanisme koping merupakan cara individu menangani situasi yang

mengandung tekanan. Ada enam faktor yang mempengaruhi meliputi (Muhtadin,

2002) :

a. Kesehatan fisik, kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena dalam

usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengarahkan tenaga yang

cukup besar.

b. Keyakinan atau pandangan yang positif, keyakinan menjadi sumber daya

psikologi yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib mengarahkan

individu pada penilaian ketidak berdayaan yang akan menurunkan

kemampuan strategi koping tipe problem-solving focused coping.

c. Keterampilan memecahkan masalah, keterampilan ini meliputi kemampuan

(31)

dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian

mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin

dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu

tindakan yang tepat.

d. Sosial, keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan

bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang

berlaku di masyarakat.

e. Dukungan masyarakat sosial, dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan

informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua,

keluarga, teman dan lingkungan.

f. Materi, dukungan ini meliputi daya berupa uang, barang-barang atau layanan

yang bisa dibeli oleh individu untuk mengatasi masalah dan memecahkan

masalah guna memaksimalkan kondisi pasien baik dari segi fisik dan

psikologis.

1.2. Tumbuh Kembang Remaja

1.2.3. Pengertian Tumbuh Kembang Remaja

Merupakan masa dimana terjadi transisi masa anak-anak ke dewasa,

menurut (Monks, 1999 dalam Sumiati, 2009), usia remaja adalah masa usia

antara 12-21 tahun dengan perincian 12- 15 tahun masa remaja awal, 16-18

tahun masa remaja pertengahan, dan 19-21 tahun masa remaja akhir. Seorang

disebut remaja apabila dia telah berkembang kearah kematangan seksual

(32)

persiapan diri menghadapi tugas, menentukan masa depannya, dan berakhir

saat mencapai usia matang secara hukum.

1.2.4. Ciri-ciri Masa Remaja

Menurut (Pieter dan Lubis, 2010), ada beberapa ciri-ciri masa remaja :

a. Sebagai priode peralihan

Peralihan adalah proses perkembangan dari satu tahap ke tahap berikutnya.

Apa yang tertinggal pada tahap sebelumnya akan memberikan dampak

pada tahap berikutnya.

b. Periode mencari identitas diri

Remaja selalu mencari identitas diri guna menjelaskan dirinya dan

perannya. Mencari identitas dan mengangkat harga diri akam membuat

remaja memakai symbol atau status harga diri. Oleh karena ini remaja

sering bereksperimen dalam menjalankan peran sesuai waktu dan situasi

untuk mendapatkan rasa bahagia.

c. Usia bermasalah

Dikatakan usia bermasalah karena tindakan-tindakan remaja selalu

mengarah kepada keinginan untuk menyendiri, berkurangnya keinginan

untuk bekerja, kurangnya koordinasi fungsi-fungsi tubuh, kejemuan,

kegelisahan, penentang sosial, kepekaan terhadap perasaan, kurang percaya

diri, timbul minat seks, kepekaan terhadap asusila, kekuasaan berhayal.

d. Usia menakutkan

Dikatakan usia menakutkan karena adanya stereotip yang berdampak

(33)

kurang simpatik dan tidak mampu berkerjasama dengan orang tua atau

orang dewasa, tidak rapi, tidak dapat dipercayai, dan berperilaku merusak.

e. Masa tidak realistik

Remaja melihat kehidupan ini menurut pandangan dan penilaian

pribadinya, bukan melihat menurut fakta. Sehingga apabila tidak realistik

sesuai pandangannya maka mudah marah, sakit hati, dan frustasi.

f. Merupakan ambang batas dengan masa dewasa

Semakin mendekati usia kematangan, remaja menjadi gelisah

meninggalkan sterotip yang di bawa dari tahun-tahun sebelumnya.

Sementara untuk melakukan tindakan seperti orang dewasa belum cukup.

Oleh karena itu remaja memutuskan perilakunya yang selaran dengan

status orang dewasa, seperti dia mulai merokok, minuman keras, narkoba,

dan perilaku seks bebas.

g. Perubahan sikap dan perilaku

Faktor perubahan sikap dan perilaku yaitu perubahan nilai-nilai. Apa yang

perna terjadi di masa kanak-kanak akan terjadi pula dimasa remaja. Yang

membedakan yaitu pola hubungan sosial dan tidak hanya mencari

popularitas, namun pada kualitas.

h. Perubahan ambivalen

Dikatakan priode ambivalen karena remaja menginginkan kebebasan,

tetapi di sisi lain dia masih takut bertanggung jawab dan ragu-ragu. Semasa

(34)

1.2.5. Bahaya Fisik Pada Remaja

Bahaya-bahaya fisik pada remaja biasanya timbul akibat reaksi

bahaya-bahaya psikologis. Minsal, kegemukan bukan lagi di anggap sebagai bahaya-bahaya

fisik semata, namum sudah mengarah pada hambatan perilaku dan

penyesuaian sosial, seperti timbulnya sikap permusuhan terhadap temannya

penampilan fisiknya yang gemuk. Dia dianggap bodoh, rakus, dan sebagainya.

Adapun bahaya fisik yang sering terjadi pada remaja diantaranya yaitu

kematian, bunuh diri, cacat fisik, kecanggungan dan kekakuan (Pieter dan

Lubis, 2010).

1.2.6. Bahaya psikologis pada remaja

Menurut (Pieter dan Lubis, 2010), ada beberapa bahaya psikologis pada

remaja diantaranya :

a. Kesulitan belajar

Adapun faktor-faktor penyebab kesulitan belajar remaja adalah kondisi

fisiologis, kepribadian, daya intelektual, aktivitas remaja dan sisio-ekonomi.

Adapun dampak buruk dari kesulitan belajar adalah Under achieve, ialah

berprestasi dibawah potensi, prestasi belajar menurun, kurang teliti, dan

sulit berkonsentrasi.

b. Kesulitan bergaul

Sebenarnya, pergaulan ialah media kesuksesan. Akibat buruk kesulitan

bergaul yaitu sulit berorientasi pikiran sempit dan tidak objektif, sulit

(35)

berprasangka buruk, menarik diri dan kurang berpartisipasi dalam kegiatan

sosial.

c. Kesulitan hubungan keluarga

Hubungan keluarga yang buruk dapat dilihat dari frekuensi pertengkaran

sesama keluarga, mengkritik, dan komentar yang merendahkan. Hubungan

keluarga yang buruk dapat berkembang keluar rumah, seperti maladaptasi.

d. Kesulitan dalam perilaku sosial

Ciri-ciri ketidakmampuan remaja membina hubungan sosial yaitu suka

membuat diskriminasi, membuat nilai standar tertentu dalam kelompok,

senang mencari perhatian, suka menggunakan pakaian mencolok,

menggunakan kata-kata yang tidak lazim, sombong, agresif, dan anti

sosial.

e. Perilaku seksual

Faktor-faktor penyebab ketidakmampuan remaja dalam membina

hubungan dan perilaku seksual yaitu merasa kurang, menarik di hadapan

lawan jenis, merasa tidak senang dengan lawan jenis, terputusnya

hubungan sosial, menolak peran seksual yang telah diakui masyarakat, dan

senang membahas masalah-masalah seksual.

f. Perilaku moral

Remaja meletakkan standar perilaku yang kurang realistik bagi diri sendiri

akan merasa bersalah apabila mereka tidak mampu mencapai standar yang

telah ditetapkan. Hal ini dapat menyebabkan terputusnya hubungan

(36)

1.2.7. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja

Pieter dan Lubis (2010), mengemukankan ada beberapa tugas

perkembangan remaja yang harus dicapai remaja diantaranya :

a. Menerima keadaan jasmani dan memanfaatkannya

b. Memperoleh hubungan baru dan lebih matang dengan teman-teman sebaya

antara dua jenis kelamin.

c. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua.

d. Mendapatkan perangkat nilai hidup dan falsafah hidup.

e. Memiliki citra-diri yang realistis.

f. Meminta, menerima dan mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara

sosial.

1.3. Defenisi Gempa

1.3.3. Pengertian Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran atau pergeseran tiba-tiba yang terjadi

dibawah permukaan bumi. Gempa bumi biasanya disebapkan pergeseran kerak

bumi atau lempeng bumi. Bumi walaupun pada selalu bergerak, dan gempa

bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu

besar untuk dapat ditahan.

Gempa bumi atau dalam bahasa inggrisnya earthquakes merupakan bencana alam terbesar bagi umat manusia, di samaping bencana alam lainnya

seperti letusan gunung merapi dan banjir. Berbeda sekali dengan bencana

lainnya sperti letusam gunung merapi selalu di dahului dengan tanda-tanda dan

(37)

mendadak secara mengejutkan, sehingga menimbulkan kepanikan umum yang

luar biasa, sifat mendadak tersebut yang mengakibatkan tidak seorangpun

sempat mempersiapkan diri (Don & Florence, 2006 dalam Baroroh, A, 2008).

1.3.4. Dampak Gempa Secara Fisik

Akibat langsung yang dapat terjadi setelah gempa bumi adalah

kerusakan pada bangunan. Kerusakan itu bisa berupa kerusakan bangunan

berupa rumah, gedung-gedung perkantoran, jalan raya, rel kereta api dan lain

sebagainya. Seringkali kerusakan ini disertai dengan timbulnya korban akibat

terperangkap di dalamya (Don & Florence, 2006 dalam Baroroh, A, 2008).

1.3.5. Dampak Gempa Terhadap Trauma Psikologis

Dampak trauma mental yang dialami lebih besar dibandingkan dengan

dampak secara fisik, tidak saja kehilangan harta benda, tetapi juga kehilangan

pendidikan, teman, saudara, kehilangan keceriaan, kehilangan lingkungan dan

komunitasnya, dan yang paling mencemaskan adalah kehilangan masa depan.

Ada beberapa dampak yang diakibatkan oleh bencana gempa terhadap

psikologis diantaranya yaitu dapat mengakibatkan trauma, rasa takut dan

kecemasan, terjadinya gangguan fisik dan psikis, serta gangguan kepribadian

(38)

3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini menggunakan kerangka penelitian berdasarkan

proses sistem yaitu: masukan (input), proses, keluaran (output) yang

menggambarkan stres dan mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang

Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.

Bencana gempa merupakan suatu stresor yang dialami remaja, dimana

stres tersebut dapat meliputi stres ringan, sedang, dan berat. Sementara untuk

menyelesaikan masalah yang disebabkan stresor tersebut menggunakan

mekanisme koping yang fokus pada masalah dan fokus pada emosi.

Skema 3.1. Kerangka Penelitian

a. Ringan

b. Sedang

c. Berat

Mekanisme koping yang fokus pada masalah

Mekanisme Koping Remaja

 

Stres Remaja

(39)

3.2. Definisi Konseptual

Stres adalah reaksi dari tubuh (respon) terhadap lingkungan yang dapat

memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang

membuat kita tetap hidup. Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan

dimana adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau diluar batas

kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan tersebut sehingga

mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan

(Patel, 1996 dalam Nasir & Muhith, 2011).

Mekanisme koping atau mekanisme pertahanan diri dapat diartikan

sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai

sebagai suatu tantangan atau ancaman. Jadi koping lebih mengarah pada apa

yang individu lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan

atau membangkitkan emosi. Atau dengan kata lain, koping adalah bagaimana

(40)

3.3. Definisi Operasional

Untuk lebih mudah memahami pengertian dari variabel-variabel yang

akan diteliti, maka dapat diperhatikan pada tabel definisi operasional berikut

ini:

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Penelitian

Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

(41)

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

yang bertujuan untuk mengidentifikasi stres dan mekanisme koping remaja

pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.

4.2. Populasi Dan Sempel Penelitian

4.2.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh remaja desa Cang Duri

korban gempa yang berusia 12-21 tahun (Monks, 1999 dalam Sumiati, dkk,

2009), yang berjumlah 114 orang pada tahun 2014.

4.2.2. Sampel

Dalam menentukan sampel penulis menggunakan teknik pengambilan

sampel Purposive sampling dimana sampel yang diambil atau dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri berdasarkan ciri-ciri atau sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya Nursalam (2013).

Untuk menentukan besar sampel penulis menggunakan rumus Slovin

dalam Nursalam (2013), sebagai berikut :

n = N

1+N(d)2

Keterangan :

n = besar sampel

(42)

d = tingkat kepercayaan yang di inginkan (10%=0,1)

n = N

1+ N (

n = 114

1+ 114

n = 114

2,14

= 53,27

= 53,27 dibulatkan menjadi 53 orang

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Remaja desa Cang Duri korban gempa yang berusia 12-21 tahun dan belum

menikah.

2. Remaja yang bersedia menjadi responden.

3. Remaja yang dapat membaca.

4. Remaja yang dapat berkomunikasi dengan baik.

4.3. Lokasi Dan Waktu penelitian

Penelitian ini di lakukan pada tanggal 12 Desember sampai 14

Desember 2014 di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah

yang merupakan salah satu desa yang terkena dampak gempa paling parah di

Aceh Tengah tanggal 2 juli 2013.

4.4. Pertimbangan Etik

Terlebih dahulu peneliti mendapantkan izin dari Fakultas Keperawatan

(43)

mendapatkan izin peneliti mengajukan surat ke kepala desa Cang Duri

kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah untuk melakukan penelitian. Setelah

mendapatkan izin, peneliti menemui responden dengan cara memperkenalkan

diri terlebih dahulu serta menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada

responden. Jika reponden bersedia, maka terlebih dahulu menandatangani

lembar persetujuan (informed consent) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu

oleh peneliti. Responden berhak menolak atau pun mengundurkan diri selama

proses penelitian tanpa andanya tekanan. Peneliti tidak akan memaksa dan

tetap menghormati haknya sebagai responden.

Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti menggunakan inisial

nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) dan menggunakan

nomor urut pada kuesioner yang diisi oleh peneliti. Kerahasiaan informasi yang

diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti dan hanya digunakan dalam

penelitian.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini di buat dalam bentuk

kuesioner. Pada bagian pertama instrument penelitian berisi data demografi

yang meliputi nomor responden, inisial, umur, agama, jenis kelamin,

pendidikan terakhir, dan suku.

Bagian kedua instrumen berisi pernyataan untuk mengidentifikasi stres

pada remaja pasca gempa. Kuesioner ini dibuat oleh peneliti berdasarkan

tinjauan pustaka yang terdiri dari 15 pernyataan berdasarkan indikator

(44)

pernyataan negatif. Pernyataan positif terdiri dari nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9,

10,11, 12, 14, 15. Sedangkan penyataan negatif terdiri dari nomor 4, 13.

Pernyataan ini disajikan dalam bentuk skala likert dengan empat pilihan

alternatif. Jawaban terdiri dari tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan sangat

sering. Bobot nilai yang diberikan untuk pernyataan positif, tidak pernah (TP)

= 1, kadang-kadang (KK)= 2, sering (S)= 3, sangat sering (SS)= 4. Sedangkan

bobot nilai untuk pernyataan negatif, tidak pernah (TP) = 4, kadang-kadang

(KK)= 3, sering (S)= 2, sangat sering (SS)= 1. Dengan total skor tertinggi 60

dan skor terendah 15. Untuk menentukan tingkat stres digunakan rumus

panjang kelas menurut Sudjana (2002), yaitu:

Panjang kelas = Rentang kelas

Banyak kelas

Maka dapat dikatagorikan tingkat stres sebagai berikut :

Stres tingkat ringan : Bernilai antara 15-30

Stres tingkat sedang : Bernilai antara 31-45

Stres tingkat berat : Bernilai antara 46-60

Bagian ketiga dari bagian berisi tentang pernyataan yang bertujuan

mengidentifikasi mekanisme koping remaja pasca gempa. Kuesioner ini dibuat

sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka yang terdiri dari 12

pernyataan yang berorientasi pada mekanisme koping fokus pada masalah dan

mekanisme koping fokus pada emosi, dimana pernyataan terdiri atas

pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan positif terdiri dari

nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 12, dan penyataan negatif terdiri dari nomor 6,

(45)

alternatif. Jawaban terdiri dari tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan sangat

sering. Bobot nilai yang diberikan untuk pernyataan positif, tidak pernah (TP)

= 1, kadang-kadang (KK)= 2, sering (S)= 3, sangat sering (SS)= 4. Sedangkan

bobot nilai untuk pernyataan negatif, tidak pernah (TP) = 4, kadang-kadang

(KK)= 3, sering (S)= 2, sangat sering (SS)= 1. Dengan total skor tertinggi 48

dan skor terendah 12. Untuk menentukannya digunakan rumus panjang kelas

menurut Sudjana (2002).

Maka mekanisme koping dapat dikatagorikan sebagai berikut :

Mekanisme koping fokus pada masalah : 12-30

Mekanisme koping fokus pada emosi : 31-48

4.6. Validitas Dan Reliabialitas

4.6.1. Validitas

Validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen

untuk mengukur apa yang diukur. Suatu instrument yang valid atau sahih

mempunyai validitas yang tinggi dan sebaliknya instrumen yang kurang valid

berarti memiliki validitas rendah (Arikounto, 2010). Uji validitas instrumen

penelitian di uji oleh ibu Wardiah Daulay, S.Kep. NS, M.Kep dosen jiwa

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara berupa validitas isi untuk

memperbaiki kata-kata instrument agar lebih singkat dan mengubah

pernyataan instrument menjadi lebih mudah dimengerti.

4.6.2. Reliabialitas

Uji reliabialitas bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau

(46)

ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila

digunakan beberapa kali pada sekelompok sampel, dan dikatakan reliable jika

reliabilitasnya 0,70 (Arikounto, 2010). Uji reliabialitas instrumen ini dilakukan

pada tanggal 14 November sampai 16 November yang dilakukan di desa

Simpang Juli kecamatan ketol kabupaten Aceh Tengah yang juga merupakan

wilayah yang terkena dampak gempa 2 juli 2013. Sempel pada uji relib

berjumlah 15 orang yang kriterianya sesuai dengan sempel penelitian. Hasil uji

reliabilitas kuesioner stress yaitu 0,882 dan kuesioner mekanisme koping yaitu

0,761. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kuesioner stres dan

mekanisme koping sudah reliabel yang dihitung menggunakan program SPSS

dengan analisis Crombach Alpha.

4.7. Proses Pengumpulan Data

Tahap awal dalam pengumpulan data penelitian dilakukan melalui

prosedur administrasi dengan cara mendapatkan izin dari komite etik

keperawatan dan dari institusi Fakultas Keperawatan Univesitas Sumatera

Utara. Kemudian permohonan izin penelitian yang diperoleh diajukan ke

kepala desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah untuk

mendapatkan izin penelitian. Setelah mendapatkan izin, peneliti menemui

calon responden yang sesuai dengan kriteria sampel penelitian dan

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada calon responden. Setelah

calon responden menyetujui menjadi responden maka peneliti meminta

(47)

Setelah kuesioner selesai di isi, peneliti memeriksa semua kelengkapan

kuesioner terlebih dahulu sebelum dikumpulkan. Setelah semua selesai,

kemudian peneliti mengadakan terminasi dengan mengucapkan terima kasih

secara lisan kepada responden atas kesediaannya menjadi responden dalam

penelitian ini.

Setelah data semua terkumpul dan penelitian sudah selesai dilakukan,

peneliti melaporkan kembali ke kepala desa Cang Duri kecamatan Ketol

kabupaten Aceh Tengah untuk mendapatkan surat keterangan selasai

melakukan penelitian.

4.8. Metode Pengolahan Data

Setelah data di dapatkan maka peneliti melakukan pengolahan data dengan

langkah-langkah sebagai berikut (Notoadmojdo, 2010) :

1. Editing adalah kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa kembali

kesalahan atau kekurangan dalam pengisian atau pengambilan identitas

responden, mengecek kelengkapan data. Pada tahap ini data yang telah

dikumpulkan dilakukan pengecekan identitas responden, mengecek

kelengkapan data dengan memeriksa isi instrumen pengumpul data dari

setiap variabel dan subvariabel sehingga terisi semuanya.

2. Coding adalah memberi kode tertentu secara berurutan dalam kategori

yang sama pada masing masing lembaran yang diberikan pada responden

(48)

3. Transferring adalah data yang diberi kode disusun secara berurutan mulai

dari responden pertama hingga responden yang terakhir untuk dimasukkan

kedalam tabel.

4. Tabulating adalah bagian terakhir dari pengolahan data dengan

mengelompokkan jawaban yang serupa dengan teliti dan teratur kemudian

dihitung berapa banyak item yang termasuk dalam kategori yang sama.

4.9. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data

melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas, data

responden dan memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Kemudian data

yang sesuai diberi kode untuk memudahkan peneliti melakukan analisa data.

Kemudian data dimasukan kedalam komputer dan dilakukan pengolahan data

dengan menggunakan program komputer untuk uji statistik deskriptif, data

demografi, stres, dan mekanisme koping yang disajikan dalam bentuk tabel

(49)

5.1. Hasil Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada tanggal 12

Desember sampai dengan 14 Desember 2014 di desa Cang Duri kecamatan Ketol

kabupaten Aceh Tengah dengan jumlah responden 53 orang dengan kriteria

sampel yang telah di tetapkan dengan menggunakan alat ukur berbentuk kuesioner

dalam bentuk skala likert, dan aspek yang diteliti adalah stres dan mekanisme

koping remaja pasca gempa. Penyajian hasil penelitian meliputi karateristik

responden, stres, dan mekanisme kipong remaja pasca gempa di desa Cang Duri

kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah. Maka diperoleh hasil sebagai berikut:

5.1.1. Karakteristik responden

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tentang karakteristik

responden yang terdiri dari usia, agama, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan

(50)

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi karakteristik responden (n=53)

Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%) Usia

Berdasarkan hasil penelitian dari 53 responden menunjukan bahwa

sebagian besar responden berusia remaja akhir 19-21 tahun yaitu 29 orang

(54,7%), dan semua responden beragama islam yaitu 53 orang (100%), sebagian

besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 37 orang (68,9%), dan sebagian

besar tingkat pendidikan terakhir responden adalah SMA yaitu 28 orang (82,8%),

(51)

5.1.2. Distribusi frekuensi stres remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tentang stres remaja pasca

gempa di dessa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah didapatkan

hasil sebagai berikut:

Tabel 5.2

Distribusi frekuensi stres remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah (n=53)

Dapat dilihat dari tabel 5.2, hasil penelitian diperoleh bahwa stres remaja

pasca gempa di desa Cang Duri sebagian besar responden berada pada katagori

stres ringan yaitu 33 orang (62,3%), dan stres sedang 20 orang (37,7%), dan tidak

di temukan remaja yang mengalami stres dengan katagori berat atau (0%).

5.1.3. Distribusi frekuensi mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tentang mekanisme koping

remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah

didapatkan hasil sebagai berikut:

Stres Frekuensi (f) Persentase (%)

Ringan 33 62.3

Sedang 20 37.7

Berat 0 0

(52)

Tabel 5.3

Distribusi frekuensi mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah (n=53)

Dapat dilihat dari tabel 5.3, hasil penelitian diperoleh bahwa mekanisme

koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh

Tengah sebagian besar menggunakan mekanisme koping yang fokus pada emosi

dengan frekuensi 30 orang (56,6%), dan mekanisme koping yang fokus pada

masalah yaitu 23 orang (43,4%).

Mekanisme Koping Frekuensi (f) Persentase (%)

Fokus Pada Emosi 30 56.6

Fokus Pada Masalah 23 43.4

(53)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Stres pada remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar remaja pasca gempa

di desa Cang Duri mengalami stres dengan katagori ringan yaitu 33 orang (62,3%)

dan selebihnya stres yang dialami remaja desa Cang Duri berada pada katagori

sedang yaitu 20 orang (37,7%). Hal ini sesuai dengan pendapat (Nasir & Muhith,

2011), mengatakan bahwa lingkungan yang berhubungan dengan individu dapat

menjadi stresor atau pemicu terjadinya stres seperti gempa bumi, topan, badai,

kondisi cuaca, dan lain-lain, meskipun tidak dikemukakan katagori atau tingkatan

stres yang dapat di alami.

Sebagian besar remaja desa Cang Duri mengalami stres dengan katagori

ringan 33 orang (62,3%), hai ini di mungkinkan karena penelitian yang dilakukan

terhadap remaja desa Cang Duri setelah setahun kejadian gempa, sehingga remaja

desa Cang Duri sudah mulai beradaptasi dengan keadaan lingkungan yang terjadi

akibat gempa, sehingga stres yang dialami remaja berada pada katagori ringan.

Hal ini didukung oleh pendapat (Tedeschi dalam Sulistyaningsih, W, 2009),

menyatakan bahwa semakin lama seseorang beradaptasi terhadap stres dapat

mendorong peningkatan pertumbuhan pribadi atau perbaikan diri, sehingga stres

justru mendorong seseorang untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan

baru, memperoleh kekuatan-kekuatan baru. Dengan kata lain, proses adaptasi

yang diawali dengan stres ternyata membuka kemungkinan untuk terjadinya

(54)

Stres remaja yang sebagian besar berada pada katagori ringan juga dapat

dikaitkan dengan usia dan tingkat pendidikan responden, dimana dalam penelitian

ini sebagian besar remaja desa Cang Duri berada pada uisa remaja akhir (19-21)

yaitu 29 orang (54,7%), dimana remaja akhir sudah mendekati kematangan

menuju dewasa awal dimana semakin dewasa seseorang maka semakin matang

pula cara berpikir dalam menghadapi masalah. Begitu pula dengan tingkat

pendidikan dimana dalam penelitian ini sebagian besar tingkat pendidikan terakhir

remaja desa Cang Duri berada pada tingkat SMA yaitu 28 orang (82,8%), dimana

semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin semakin banyak informasi

yang didapat sehingga mudah dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Hal ini

sesuai dengan pendapat (Siswanto, 2007), yang menyatakan bahwa usia dan

tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi stres atau tidaknya seseorang.

Dimana usia berhubungan dengan tolenransi terhadap stres dan jenis stresor yang

paling mengganggu. Semakin dewasa seseorang biasanya lebih mampu

mengontrol stres dibanding dengan usia anak-anak dan usia lanjut. Dengan kata

lain, semakin dewasa seseorang biasanya mempunyai toleransi terhadap stresor

yang lebih baik. Begitu pula dengan tingkat pendidikan, tingkat pendidikan juga

dapat mempengaruhi seseorang mudah terkena stres atau tidak. Semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang, toleransi dan pengontrolan terhadap stresor

biasanya akan lebih baik.

Penelitian yang dilakukan pada remaja desa Cang Duri juga di jumpai

stres pada remaja dengan katagori stres sedang yaitu 20 orang (37,7%), hal ini di

(55)

adalah laki-laki yaitu 37 orang (68,9%), dimana laki-laki biasanya lebih tahan

terhadapat stres dalam menghadapi masalah yang terjadi. Hal ini didukung hasil

penelitian (Mila, Herwina, 2006 dalam Fitri, Dkk, 2012), yang menyatakan bahwa

remaja perempuan lebih rentan tahan terhadap stres dibandingkan dengan remaja

laki-laki, karena laki-laki lebih kuat terhadap stres dalam menghadapi masalah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tidak dijumpai remaja yang

mengalami stres dengan katagori stres berat. Hal ini di mungkinkan kaerena

pengalaman remaja desa Cang Duri tentang gempa yang sering terjadi

sebelumnya. dimana letak desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh

Tengah merupakan salah satu wilayah Aceh yang sering mengalami gempa

(BNPB, 2013). Sehingga gempa yang terjadi pada tanggal 2 juli 2013 bukan lagi

menjadi hal yang baru bagi remaja desa Cang Duri alami, sehingga masalah yang

timbul akibat gempa yang terjadi remaja desa Cang Duri sudah memiliki sedikit

pengalaman dalam menghadapi masalah gempa yang terjadi saat ini sehingga

stres yang di alami remaja hanya berada pada katagori ringan dan sedang. Hal ini

sesuia dengan penelitian (Asnayanti, 2013), yang menyatakan bahwa suatu

keadaan yang berulangkali dialami akan memberikan pelajaran untuk menghadapi

masalah yang sama di masa yang akan datang. Hal ini juga di dukung oleh

pendapat (Notoatmojdo, 2010), yang menyatakan bahwa pengalaman merupakan

suatu sumber ilmu sehingga pengalaman dapat memeberikan pelajaran untuk

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan masalah. Sehingga remaja desa Cang Duri belajar

(56)

yang dialami saat ini sehingga remaja desa Cang Duri tidak ada yang mengalami

stres dengan katagori berat.

5.2.2. Mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar remaja desa Cang Duri

menggunakan mekanisme koping yang fokus pada emosi yaitu 30 orang (56,6%),

dalam hal ini remaja lebih menggunakan mekanisme koping yang fokus pada

emosi dikarenakan remaja lebih mengutamakan emosinya dalam menghadapi

masalah untuk meringankan beban yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan penelitian

(Sari, P, 2013), yang menyatakan bahwa remaja lebih banyak menggunakan

mekanisme koping yang fokus pada emosi dari pada mekanisme koping yang

fokus pada masalah yaitu dari 168 remaja didapatkan 90 remaja atau (53,89%)

remaja menggunakan mekanisme koping fokus pada emosi.

Remaja yang menggunakan mekanisme koping yang fokus pada emosi

dapat dikaitkan dengan karakteristik remaja yang seluruhnya beragama Islam atau

53 orang (100%), hal ini sesuai dengan pendapat (Broom dan Selznick, 1981

dalam Sari, P, 2013) yang menyatakan bahwa agama berperan penting dalam

memberikan dorongan psikologis dan membantu individu yang mengalami

kesulitan serta memberikan jawaban mengenai berbagai masalah. Pada umumnya,

para pemeluk agama Islam telah diajarkan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan

seperti sholat, puasa, membaca Al-Quran, berdoa ketika menghadapi masalah.

(57)

yang terjadi merupakan ujian dari Tuhan yaitu (47,2%) menjawab sangat sering

dan remaja merasa tenang dengan berzikir dan berdoa’ dalam menghadapi

masalah yaitu (47,2%) menjawab sering. Hal ini juga di jelaskan didalam

Al-Qur’an (Surat Al-Baqarah: ayat 153) yang artinya “Hai orang-orang yang beriman

mintalah pertolongan pada Allah dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah

beserta orang-orang yang sabar”. Adapun maksud ayat tersebut, bahwa semua

orang-orang yang beriman yang sedang menghadapi kesulitan maka mintalah

pertolongan kepada Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Sebagian besar remaja yang menggunakan mekanisme koping yang fokus

pada emosi dapat juga dikaitkan dengan usia responden, dimana responden

penelitian ini adalah usia remaja. Usia remaja merupakn usia yang mengalami

banyak perubahan, masa transisi ke usia dewasa, dimana pada masa usia remaja

sebagian besar cenderung mengedepankan keadaan emosinya. Hal ini dapat

dilihat dari jawaban responden dimana remaja lebih memilih bermain dengan

teman-temannya untuk melupakan masalah yang dialami yaitu (41,5%) menjawab

sering. Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa remaja lebih memilih mencari

ketenangan emosi dalam menghadapi masalah yang terjadi agar masalah yang di

alami tidak menjadi beban yang berat untuk diselesaikan. Karena mekanisme

koping yang fokus pada emosi merupakan suatu usaha untuk mengatur emosi

seseorang dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan

diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.

Penelitian ini dijumpai juga remaja yang menggunakan mekanisme koping

(58)

pada masalah merupakan mekanisme koping yang mengacu pada pemecahan

masalah yang dihadapi, dalam penelitian ini sebagian remaja yang mengunakan

mekanisme koping yang fokus pada masalah dengan cara remaja mencari

informasi sebanyak-banyaknya tentang masalah yang di hadapi yaitu (39,6%)

menjawab sering dan remaja memilih curhat dengan keluarga atau teman untuk

mendapatkan solusi tentang masalah yang dihadapi yaitu (34%) menjawab sering.

Hal ini didukung oleh pendapat (Widyarini, 2006 dalam Yundahari, 2007),

menyatakan bahwa berbagi cerita dengan orang lain mengenai diri atau persoalan

yang dihadapi dapat memberikan kondisi psikologis yang meringankan juga

menemukan jalan keluar dari masalah yang kita hadapi, membuat stres berkurang,

kecemasan berkurang, serta berpengaruh positif terhadap kesehatan fisik dan

emosi.

(59)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 12 Desember

sampai dengan 14 Desember 2014 tentang stres dan mekanisme koping remaja

pasca gempa di desa Cang Duri kecamtan Ketol kabupaten Aceh tengah, dapat

disimpulkan bahwa stres yang di alami remaja pasca gempa di desa Cang Duri

sebagian besar berada pada katagori stres ringan dengan frekuensi yaitu 33 orang

(62,3%), stres sedang 20 orang (37,7%), dan tidak ada remaja desa Cang Duri

yang mengalami stres berat, dimana hal ini dapat di pengaruhi oleh usia, tingkat

pendidikan, dan jenis kelamin responden. Sedangkan mekanisme koping yang

digunakan remaja pasca gempa di desa Cang Duri sebagian besar adalah

mekanisme koping yang fokus pada emosi dengan frekuensi yaitu 30 orang

(56,6%), dan mekanisme koping yang fokus pada masalah yaitu 23 orang

(43,4%), dimana hal ini dapat pengaruhi oleh agama, jenis kelamin, dan usia

responden yang masih remaja sehingga remaja lebih mengutamakan keadaan

emosinya.

6.2. Saran

6.2.1. Bagi pelayanan kesehatan

Bagi pelayanan kesehatan khususnya di daerah yang mengalami bencana

agar memberikan pelayanan kesehatan yang optimal tidak hanya memberikan

(60)

karena masyarakat yang terkena bencana tidak hanya memerlukan pengobatan

yang bersifat fisik tapi juga memerlukan penanganan psikologis yang serius agar

tidak memberikan dampak yang negatif bagi masyarakat yang mengalami bencana

seperti stress, depresi, trauma dan masalah psikoligis lainnya.

6.2.2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang berminat tentang stres dan mekanisme

koping remaja pasca gempa diharapkan agar dapat mengembangkan penelitian

Gambar

Tabel Statistik Hasil Penelitian ............................................
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Tabel 5.1
Tabel 5.2
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor perumahan di wilayah yang terkena dampak bencana gempa bumi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah dilaksanakan dengan

HUBUNGAN MEKANISME KOPING DENGAN TINGKAT STRES PADA PASIEN KANKER DI UNIT RADIOTERAPI. RSUP DR.M.DJAMIL

Hasil analisa univariat didapatkan 43,5% mengalami stres ringan, 54,3% menggunakan mekanisme koping maladaptif didapatkan hubungan yang bermakna antara mekanisme koping

Mengetahui hubungan mekanisme koping dengan tingkat stres pada pasien yang mengalami kanker di Unit Radioterapi RSUP Dr.M.Djamil Padang Tahun 2014...

Disarankan kepada perawat untuk dapat memperhatikan manifestasi klinis stres dan pasien kanker yang menggunakan mekanisme koping maladaptif, untuk dapat

1.3 Distribusi frekuensi dan persentase tingkat stres remaja .53 1.4 Distribusi pernyataan kuesioner mekanisme koping remaja ...54. 1.5 Distribusi frekuensi dan persentase

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 21 April 2017 sampai dengan 2 Mei 2017 terhadap 70 orang remajatentang stres dan mekanisme koping remaja korban erupsi

Mengidentifikasi Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada remaja Teluk Dalam pasca 8 tahun bencana gempa bumi di Pulau Nias. Mengidentifikasi PTSD berdasarkan