SKRIPSI
Oleh : SETIA BUDI
131121082
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
NIM : 131121082
Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun : 2015
ABSTRAK
Gempa merupakan bencana yang mengakibatkan banyak masalah, salah satunya adalah terjadinya stres. Remaja merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami stres. Stres dapat dihindari atau ditangani bila remaja menggunakan mekanisme koping yang baik berupa mekanisme koping yang fokus pada masalah atau fokus pada emosi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi stres dan mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah. Responden dalam penelitian ini berjumlah 53 orang yang di tentukan menggunakan tehnik
Purposive sampling. Instrument dalam penelitian ini menggunakan kuesioner untuk menentukan stres dan mekanisme koping remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar remaja mengalami stres ringan yaitu 33 orang (62,3%), stres sedang 20 orang (37,3%), dan tidak ditemukan remaja dengan stres berat. Mekanisme koping yang digunakan remaja sebagian besar adalalah mekanisme koping yang fokus pada emosi yaitu 30 orang (56,5%), sedangkan mekanisme koping yang fokus pada masalah hanya 23 orang (43,4%). Oleh karena itu diharapkan pada remaja untuk selalu menggunakan mekanisme koping yang baik dalam menghadapi masalah yang terjadi akibat gempa. Bagi pihak yang terkait juga diharapkan agar selalu memperhatikan kesehatan remaja korban gempa tidak hanya fisik tapi juga psikologis remaja.
NIM : 131121082
Faculty : Nursing Studies Universitas Sumatera Utara Year : 2015
ABSTRACT
Earthquake is a disaster which caused many problems, one of which is stress to its victim. Teenagers are one of the many groups which are vulnerable to stress symptoms. Stress could be overcame and handled if the teenagers use appropriate coping mechanisms, such as problem-focused coping mechanism or emotion-focused coping mechanism. This research used a descriptive method to identify stress symptoms and coping mechanisms used by teenagers who were involved in the earthquake at Desa Cang Duri Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah. There are 53 respondents in this research, which are determined based on purposive sampling technique. The instrument used in this research is questionnaires as mean to determine the level of stress and the coping mechanisms used by the respondents. The result of this research showed that most of the respondents endured mild level of stress (33 respondents / 62,3%), average level of stress endured by 20 respondents (37,3%), and there were none who endured high level of stress. 30 respondents used emotion-focused coping mechanism (56,5%) and 23 respondents used problem-focused coping mechanism (43,5%). The teenagers are recommended to always use the appropriate coping mechanisms in dealing with their post-earthquake problems. It is also recommended to the authorities to always pay their attentions to the health of the teenagers, for the earthquake did not only affect their bodies, but also their psychological emotions.
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara Tahun 2015 dengan Judul “Stres Dan Mekanisme
Koping Remaja Pasca Gempa Di Desa Cang Duri Kecamatan Ketol Kabupaten
Aceh Tengah Tahun 2014”
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ibu Mahnum
Lailan Nasution, S.Kep. Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dan memberikan pengarahan serta pemikiran sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan. Penelitian ini terlaksana karena arahan, masukan, dukungan dan
koreksi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan USU.
3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Keperawatan USU.
4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Keperawatan USU
5. Ibu Yesi Ariani, S.Kep. Ns, M.Kep selaku dosen penguji I.
8. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda tersayang serta
keluargaku tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan bantuan moril
maupun materil dalam menyelesaikan penelitianl ini.
9. Teman-teman sejawat S1 Ekstensi Keperawatan 2013, atas bantuan dan
semangatnya selama ini.
Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penulisan maupun tata bahasa, maka dengan
kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik serta masukan dari semua
pihak demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih dan harapan penulis semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 2015 Penulis
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
ABSTRAK ... iii
2.2.2. Penggolongan Mekanisme Koping ... 14
2.2.3. Jenis-jenis Mekanisme Koping ... 15
2.2.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping ... 17
2.3. Tumbuh Kembang remaja ... 18
2.3.1. Pengertian Tumbuh Kembang Remaja ... 18
2.3.2. Ciri-ciri Remaja ... 19
2.3.3. Bahaya Fisik Pada Remaja ... 21
2.3.4. Bahaya Psikoligis Pada Remaja ... 21
2.3.5. Tugas Perkembangan Remaja ... 23
2.4. Defenisi Gempa ... 23
2.4.1. Pengertian Gempa Bumi ... 23
2.4.2. Dampak Gempa Secara Fisik ... 24
BAB IV METODE PENELITIAN ... 28
4.1. Desain Penelitian ... 28
4.2. Populasi Dan Sampel ... 28
4.2.1. Populasi ... 28
4.2.2. Sampel dan tehnik sampling ... 28
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29
4.4. Pertimbangan Etik ... 29
4.5. Instrumen Penelitian ... 30
4.6. Validitas Dan Reliabilitas ... 32
4.7. Proses Pengumpulan Data ... 33
4.8. Metode Pengolahan Data ... 34
4.9. Analisa Data ... 35
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36
5.1. Hasil Penelitian ... 36
5.1.1. Karakteristik Responden ... 36
5.1.2. Distriburi Frekuensi Stres Remaja ... 38
5.1.3. Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping Remaja ... 38
5.2. Pembahasan ... 40
5.2.1. Stres Pada Remaja ... 40
5.2.2. Mekanisme Koping Remaja ... 42
BAB VI PENUTUP ... 46
6.1. Kesimpulan ... 46
6.2. Saran ... 46
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 37
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Stres Remaja ... 38
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ... 53
Lampiran 3 Tabel Statistik Hasil Penelitian ... 56
Lampiran 4 Tabel Statistik Hasil Uji Reliabilitas ... 59
Lampiran 5 Tabel Hasil Distribusi Persentase Jawaban Responden ... 61
Lampiran 6 Master Tabel Hasil Penelitian ... 64
Lampiran 7 Surat Izin Uji Reliabilitas Dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ... 66
Lampiran 8 Surat Selesai Uji Reliabilitas dari Kepala Desa Simpang Juli Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah ... 67
Lampiran 9 Surat Komisi Etik Penelitian Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ... 68
Lampiran 10 Surat Izin Penelitian Dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara ... 69
Lampiran 11 Surat Selesai Penelitian Dari Kepala Desa Cang Duri Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah ... 70
Lampiran 12 Jadwal Sidang ... 71
Lampiran 13 Taksiran Dana ... 72
NIM : 131121082
Fakultas : Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun : 2015
ABSTRAK
Gempa merupakan bencana yang mengakibatkan banyak masalah, salah satunya adalah terjadinya stres. Remaja merupakan salah satu kelompok yang rentan mengalami stres. Stres dapat dihindari atau ditangani bila remaja menggunakan mekanisme koping yang baik berupa mekanisme koping yang fokus pada masalah atau fokus pada emosi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi stres dan mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah. Responden dalam penelitian ini berjumlah 53 orang yang di tentukan menggunakan tehnik
Purposive sampling. Instrument dalam penelitian ini menggunakan kuesioner untuk menentukan stres dan mekanisme koping remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar remaja mengalami stres ringan yaitu 33 orang (62,3%), stres sedang 20 orang (37,3%), dan tidak ditemukan remaja dengan stres berat. Mekanisme koping yang digunakan remaja sebagian besar adalalah mekanisme koping yang fokus pada emosi yaitu 30 orang (56,5%), sedangkan mekanisme koping yang fokus pada masalah hanya 23 orang (43,4%). Oleh karena itu diharapkan pada remaja untuk selalu menggunakan mekanisme koping yang baik dalam menghadapi masalah yang terjadi akibat gempa. Bagi pihak yang terkait juga diharapkan agar selalu memperhatikan kesehatan remaja korban gempa tidak hanya fisik tapi juga psikologis remaja.
NIM : 131121082
Faculty : Nursing Studies Universitas Sumatera Utara Year : 2015
ABSTRACT
Earthquake is a disaster which caused many problems, one of which is stress to its victim. Teenagers are one of the many groups which are vulnerable to stress symptoms. Stress could be overcame and handled if the teenagers use appropriate coping mechanisms, such as problem-focused coping mechanism or emotion-focused coping mechanism. This research used a descriptive method to identify stress symptoms and coping mechanisms used by teenagers who were involved in the earthquake at Desa Cang Duri Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah. There are 53 respondents in this research, which are determined based on purposive sampling technique. The instrument used in this research is questionnaires as mean to determine the level of stress and the coping mechanisms used by the respondents. The result of this research showed that most of the respondents endured mild level of stress (33 respondents / 62,3%), average level of stress endured by 20 respondents (37,3%), and there were none who endured high level of stress. 30 respondents used emotion-focused coping mechanism (56,5%) and 23 respondents used problem-focused coping mechanism (43,5%). The teenagers are recommended to always use the appropriate coping mechanisms in dealing with their post-earthquake problems. It is also recommended to the authorities to always pay their attentions to the health of the teenagers, for the earthquake did not only affect their bodies, but also their psychological emotions.
1.1 Latar Belakang
Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah
penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam
maupun akibat dari ulah manusia. Bencana seperti gempa bumi, tanah longsor,
banjir, angin topan, letusan gunung merapi, kebakaran hutan dan lahan,
kecelakaan transportasi, dan kecelakaan industri sering kali menjadi ancaman
yang serius bagi peduduk Indonesia. Ancaman bencana dapat menyebabkan
korban jiwa dan kerusakan harta benda (BNPB, 2011).
Pada bulan Januari sampai Juli 2013 tercatat 757 kejadian bencana di
Indonesia dengan jumlah korban 486 jiwa meninggal dan hilang, serta 767.894
jiwa menderita dan mengungsi (BNPB, 2013). Gempa bumi merupakan salah
satu bentuk bencana yang sering terjadi di Indonesia, dengan frekuensi 363
kejadian yang tersebar di seluruh Indonesia, tercatat 74 kali kejadian gempa
bumi dengan kekuatan 5,0 SR dan 55 kali gempa bumi dengan kekuatan 5,1
SR. Gempa dengan kekuatan yang begitu hebat dapat mengakibatkan dampak
yang buruk dan mengancam hidup masyarakat baik fisik maupun non fisik
(Saut, P, 2012).
Salah satu daerah yang sering mengalami gempa di Indonesia adalah
Aceh, tercatat gempa yang paling hebat terjadi pada 26 Desember 2004 dengan
kekuatan 8,9 SR yang menimbulkan tsunami dan menelan banyak korban,
236.116 jiwa meninggal dunia dan 74.000 dinyatakan hilang. Selain itu,
kehilangan tempat tinggal serta memberikan trauma yang berat bagi korban
yang selamat (Hartini, 2010).
Pada tanggal 2 juli 2013 gempa berkekuatan 6,2 skala ricther kembali
mengguncang Aceh tepatnya di wilayah Aceh Tengah dan Bener Meriah yang
berpusat di kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah. Gempa yang terjadi
menimbulkan korban jiwa 35 orang meninggal dunia dan 275 luka ringan dan
berat. Gempa tersebut juga menghancurkan 4.291 rumah dan 83 fasilitas
umum seperti sarana ibadah, sarana kesehatan dan sekolah-sekolah di 232 desa
(BNPB, 2013).
Berdasarkan data dari kepala desa Cang Duri (2013), desa Cang Duri
merupakan salah satu desa yang terkena dampak gempa paling parah di
kecamatan ketol dengan jumlah korban 1 orang meninggal dunia, 4 orang luka
berat akibat tertindih reruntuhan rumah dan lebih dari 12 orang mengalami
luka ringan. Selain itu, dampak yang paling parah dari gempa tersebut adalah
menghancurkan 90% rumah-rumah warga dan infrasrtuktur lainya seperti
puskesmas, sekolah, dan tempat-tempat ibadah seperti menasah dan masjid
serta longsornya lahan-lahan pertanian yang merupakan sumber penghasilan
utama masyarakat.
Bencana yang menelan banyak korban dan menghancurkan sarana dan
prasarana yang ada di masyarakat tentu saja menimbulkan stres dan trauma
bagi masayarakat baik anak-anak, remaja, dewasa dan lansia akan mengalami
tekanan yang berat akibat dampak gempa yang terjadi. Dampak gempa tidak
hanya menyebabkan kerugian secara fisik tetapi juga menimbulkan kerugian
Duri berupa kerusakan sarana dan prasarana yang di timbulkan, sedangkan
dampak psikis berkaitan dengan kondisi kejiwaan masyarakat korban bencana
seperti traumatik, jiwa terancam, hilangnya rasa aman dan nyama serta
timbulnya masalah sosial lainya seperti menyebabkan orang yang terkena
bencana mengalami kemiskinan atau semakin bertambah miskin. Akibat lebih
jauh, masyarakat kehilangan kesempatan hidup secara layak dan bahkan
sebagian menderita putus harapan. Kondisi itulah yang berpotensial
menimbulkan dampak psikologis bagi masyarakat sehingga dapat mengalami
stres dan traumatik (Asnayanti, dkk, 2013).
Diantara kelompok masyarakat korban bencana, remaja merupakan
salah satu kelompok yang sangat rentan terhadap terjadinya gangguan
psikologis atau traumatik. Karena, masa remaja merupakan masa peralihan
dari kanak-kanak ke dewasa yang merupakan masa terjadinya perubahan yang
sangat pesat, masa mencari identitas diri, masa yang menimbulkan kekuatan,
masa remaja adalah masa yang banyak masalah, serta masa yang penuh
tekanan (Sumiati, dkk, 2009). Di satu sisi mereka harus berkembang mengikuti
tahap-tahap perkembangannya, tapi di sisi lain mereka di tutuntut untuk belajar
mengatasi dan berdaptasi terhadap kejadian bencana yang mereka alami untuk
dapat menjadi individu yang kompeten, dengan demikian tekanan yang
dialami remaja korban bencana menjadi lebih berat. Dan apabila masa-masa
perkembangan remaja itu terganggu akan sangat berdampak buruk terhadap
perkembangannya baik fisik maupun pikologisnya(Munawarah & Retnowati,
Berdasarkan survey dan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap
beberapa remaja di desa Cang Duri, yang membuat remaja tertekan secara
psikologis dan membuat beberapa remaja mengalami perubahan sikap menjadi
pendiam dan menarik diri dari pergaulan setelah kejadian gempa adalah
hilangnya rumah dan harta benda mereka, berubahnya keadaan lingkungan
yang remaja rasakan, hancurnya sarana dan prasarana seperti sekolah, tempat
bermain bagi anak-anak dan remaja. Dan untuk saat ini mereka harus tinggal di
rumah sementara yang terbuat dari sisa-sisa rumah mereka yang hancur, serta
masih seringnya terjadi gempa susulan yang membuat berkurangnya rasa aman
dan nyaman yang remaja rasakan sekarang.
Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa gempa yang terjadi
di Aceh Tengah kecamatan Ketol dapat menimbulkan dampak psikologis yang
berat, khususnya pada remaja korban bencana. Masalah psikologis yang di
alami ini pada gilirannya akan membawa dampak yang merugikan bagi
perkembangan dan masa depan remaja yang bersangkutan. Hal ini menjadi
penting untuk diperhatikan karena remaja merupakan generasi penerus bangsa
yang sangat berperan untuk kemajuan bangsa dan negara dimasa yang akan
datang. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Stres
dan mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana stres dan mekanisme koping remaja pasca
gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stres dan mekanisme
koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten
Aceh Tengah.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan
perpustakaan guna memberikan pemahaman dan memperluas pengetahuan
mahasiswa tentang stres dan mekanisme koping pada remaja korban gempa.
1.4.2 Bagi pelayanan kesehatan
Agar dapat memberikan pelayanan yang komperhensif, pada remaja
korban gempa agar dapat mengaplikasikan mekanisme koping yang adaptif
dalam mengangani stres akibat gempa.
1.4.3 Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan menggali kemampuan peneliti dalam
yang adaptif, serta dapat menjadi pengalaman dalam melakukan penelitian
1.1. Konsep Stres
1.1.1. Pengertian Stres
Stres adalah suatu kondisi ketika individu berespon terhadap perubahan
dalam status keseimbangan moral (Kozier, 2010). Stres adalah reaksi dari tubuh
(respon) terhadap lingkungan yang dapat memproteksi diri kita yang juga
merupakan bagian dari sistem pertahanan yang membuat kita tetap hidup. Stres
adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana adanya tuntutan dalam suatu
situasi sebagai beban atau diluar batas kemampuan individu untuk memenuhi
tuntutan tersebut sehingga mengharuskan seorang individu untuk berespon atau
melakukan tindakan ( Patel, 1996 dalam Nasir & Muhith, 2011).
Stres adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan
seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan. Respon atau
tindakan ini termasuk respon fisiologis dan psikologis. Stres dapat
menyebabkan respon negatif atau berlawanan dengan apa yang di inginkan atau
mengancam kesejahteraan emosional (Potter & Perry, 2005).
Dengan demikian, bisa diartikan bahwa stres merupakan suatu sistem
pertahanan tubuh di mana ada sesuatu yang mengusik integritas diri, sehingga
mengganggu ketentraman yang dimaknai sebagai tuntutan yang harus di
selesaikan. Sehingga individu akan bereaksi baik secara fisiologis maupun
1.1.2. Sumber Stres
Menurut Kozier (2010), secara luas sumber stres dapat di klasifikasikan
kedalam tiga stresor yaitu :
a. Stresor internal yaitu stresor yang berasal dari dalam diri seseorang. Sebagai
contoh perasaan depresi.
b. Stresor eksternal yaitu stresor yang berasal dari luar individu yang dapat
disebapkan oleh banyak faktor. Contohnya bencana yang mengakibatkan
perubahan lingkungan, kematian orang terdekat, tekanan dari teman sebaya,
perpindahan tempat tinggal.
c. Stresor perkembangan yaitu terjadi pada waktu yang dapat di perkirakan
sepanjang hidup individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas tertentu
harus tercapai untuk mencegah atau mengurangi stres. contohnya tugas
perkembangan pada remaja diantaranya menemukan identitas diri, mencapai
kemandirian, memilih karir, menerima perubahan fisik, dan mengembangkan
hubungan yang melibatkan ketertarikan seksual.
1.1.3. Indikator dan Tanda-tanda Stres
Menurut Kozier (2010), indikator stres dapat dibagi kedalam indikator
fisiologis dan psikologis.
1. Indikator fisiologis
Indikator fisiologis dari stres adalah objektif, lebih mudah di
idetifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian
indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang
Tanda vital biasanya meningkat, dan klien mungkin tampak gelisah dan
tidak mampu untuk beristirahat atau berkonsentrasi. Indikator dapat timbul
sepanjang tahap stres. Durasi atau intensitas dari gejala secara langsung
berkaitan dengan durasi dan intensitas stresor yang diserap. Dampak
fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang
stres mencangkup pengumpulan data dari semua sistem (Potter & Perry,
2005).
Respon terhadap stres bervariasi, bergantung pada persepsi individu
terhadap peristiwa. Tanda fisiologis stres muncul akibat aktivitas sistem
simpatetik dan sistem neuroendokrin tubuh. Ada pun indikator stres secara
fisiologis menurut (Kozier, 2010), diantaranya :
a. Pupil dilatasi untuk meningkatkan persepsi visual ketika muncul
ancaman serius terhadap tubuh.
b. Produksi keringat (diaferesis) meningkat untuk mengendalikan
peningkatan panas tubuh akibat peningkatan metabolisme.
c. Frekuensi jantung dan curah jantung meningkat untuk transport nutrein
dan produk metabolisme secara lebih efesien.
d. Kulit pucat karena kontriksi pembuluh darah perifer yang merupakan
pengaruh norefinefrin.
e. Retensi natrium dan air meningkat akibat pelepasan mineralokortikoid
yang meningkatkan volume darah.
f. Kecepatan dan kedalaman respirasi meningkat karena dilatasi bronkiolus
yang meningkatkan hiperventilasi.
h. Mulut kering.
i. Peristalsis usus menurun, meningkatkan kemungkinan konstipasi dan
flatus.
j. Ketegangan otot meningkat untuk mempersiapkan pertahanan atau
aktivitas motorik yang cepat.
k. Gula darah meningkat karena pelepasan glukokortikoid dan
glukogenesis.
Menurut Nasir & Muhith (2011), menyatakan bahwa ada beberapa
indikator stres fisiologis yaitu :
a. Kenaikan tekanan darah.
b. Peningkatan ketegangan dileher, bahu, dan punggu.
c. Peningkatan denyut nadi dan pernafasan.
d. Telapak tangan berkeringat, tangan dan kaki dingin.
e. Postur tubuh yang tidak tegap.
f. Keletihan, sakit kepala, gangguan lambung.
g. Suara yang bernada tinggi.
h. Mual, muntah, dan diare.
i. Perubahan nafsu makan, perubahan berat badan.
j. Perubahan frekuensi berkemih.
k. Dilatasi pupil.
l. Gelisah, kesulitan untuk tidur, atau sering terbangun saat tidur.
2. Indikator psikologis
Indikator psikologis adalah suatu keadaan emosional seseorang yang
perilaku seseorang. Indikator psikologis mencangkup hubungan yang
kompleks diantara banyak faktor, maka reaksi yang berkepanjangan
ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan stresor seseorang yang
terakhir, pengalaman terdahulu dengan stresor, mekanisme yang berhasil
dimasa lalu, fungsi peran, konsep diri, dan ketabahan yang merupakan
kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang diduga menjadi media
terhadap stres. ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol terhadap peristiwa
kehidupan, komitmen terhadap kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang
berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk
pertumbuhan (Webe & Williams, 1992 dalam Nasir & Muhith, 2011).
Ada beberapa indikator psikologis menurut (Looker & Gregson,
2005), di antaranya yaitu :
a. Cemas, kecewa, menangis, rendah diri, merasa putus asa dan tanpa daya,
histeris, menarik diri, merasa tidak mampu mengatasi, gelisah, depresi.
b. Tidak sabar, mudah tersinggung dan berlebihan, marah, melawan, agesif.
c. Frustasi, bosan, merasa salah, terabaikan, merasa tidak aman, rentan
terhadap kecelakaan.
d. Kehilangan ketertarikan pada penampilan sendiri, kesehatan, makanan,
seks, harga diri rendah dan kehilangan ketertarikan pada orang lain.
e. Polifasis (mengerjakan banyak hal sekaligus), tergesa-gesa.
f. Gagal menyelesaikan tugas-tugas sebelum beralih ke tugas berikutnya.
g. Sulit dalam berfikir jernih, berkonsentrasi, dan membuat keputusan,
kurang kreatif, irasional, menunda-nunda pekerjaan, sulit memulai
h. Mudah lupa dan pikran buntu.
i. Kehilangan motivasi.
j. Rentan untuk melakukan kesalahan dan melakukan kecelakaan.
k. Punya banyak hal untuk dikerjakan dan tidak tahu dimana memulainya
sehingga mengakhiri segala sesuatunya tanpa hasil dan beralih dari satu
tugas ke tugas lain dan tidak menyelesaikan apa pun.
l. Hiperkritis, tidak fleksibel, tidak beralasan, over kreatif, tidak produktif,
efesiensi buruk.
1.1.4. Tingkatan Stres
Menurut Potter & Perry (2005), stres dapat dibagi menjadi tiga tingkatan
antara lain :
a. Stres ringan
Stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang secara teratur, sepeti
banyak tidur, kemacetan lalulintas, kritikan dari atasan. Situasi ini bisaanya
berlangsung beberapa menit atau jam. Bagi mereka sendiri stresor ini bukan
resiko signifikan untuk timbulnya gejala. Namun demikian, stresor ringan
yang banyak dalam waktu singkat dapat meningkatkan resiko.
b. Stres sedang
Berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Minsalnya,
perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit,
atau ketidak hadiran yang lama dari anggota keluarga merupakan situasi stres
c. Stres berat
Stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu
sampai beberapa tahun, seperti selisih perkawinan terus menerus, kesulitan
finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin
sering dan makin lama situasi stres, maka tinggi resiko kesehatan yang
ditimbulkan.
1.1.5. Dampak Stres
Menurut Nasir & Muhith (2011), stres yang di alami individu dapat
berdampak terhadap beberapa aspek di antaranya yaitu :
a. Dampak fisiologis, minsalnya: curah jantung meninggkat, sakit kepala, muka
pucat, mulut kering, dan berkeringat.
b. Dampak psikologis, minsalnya: Pada remaja korban bencana, kejadian
traumatis akan menyebabkan berkurangnya ketertarikan dalam aktifitas
sosial dan sekolah, anak menjadi pemberontak, gangguan makan, gangguan
tidur, kurang konsentrasi, dan mengalami PTSD dan dalam resiko yang besar
terkena penyalahgunaan alkohol ataupun prostitusi.
c. Dampak terhadap kehidupan berorganiasasi baik di keluarga maupun di
masyarakt, minsalnya: menurunnya produktivitas, ketidakpuasan kerja, dan
1.2. Mekanisme Koping 1.2.1. Pengertian
Mekanisme koping atau mekanisme pertahanan diri dapat diartikan
sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai
sebagai suatu tantangan atau ancaman. Jadi koping lebih mengarah pada apa
yang individu lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan
atau membangkitkan emosi. Dengan kata lain, mekanisme koping adalah
bagaimana reaksi orang menghadapi stres/tekanan (Siswanto, 2007).
Menurut (Stuart, 2007 dalam Mutoharoh, 2009), mekanisme koping
adalah tiap upaya yang ditunjukan untuk penatalaksanaan stres, termasuk
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk pertahanan diri. Jadi dapat disimpulkan bahwa mekanisme koping
merupakan suatu tindakan atau upaya yang dilakukan individu terhadap tekanan
baik fisik maupun psikologis yang berasal dari luar maupun dari dalam untuk
mempertahankan diri.
1.2.2. Penggolongan Mekanisme Koping
Berdasarkan penggolongannya mekanisme koping dibedakan menjadi 2
yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung
fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya
adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif,
2. Mekanisme koping maladaptif adalah mekanisme koping yang menghambat
fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan
cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah makan berlebihan/
tidak makan, bekerja berlebihan, menghindar (Mustikasari, 2006).
1.1.3. Jenis-jenis Mekanisme Koping
Menurut (Lazarus dan Flokman, 1984 dalam Nasir & Muhith, 2011),
dalam melakukan koping ada dua mekanisme koping yang bisa dilakukan yaitu:
1. Koping yang fokus pada masalah (Problem focused coping mechanisme).
Yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah
masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan
terjadinya tekanan. Problem focused coping mechanisme ditujukan untuk
mengurangi demands dari situasi yang penuh dengan stres atau memperluas
sumber untuk mengatasinya. Seseorang cenderung menggunakan metode
Problem focused coping mechanisme apabila mereka percaya bahwa sumber
atau demands dari situasi dapat diubah.
Menurut (Stuart, 2005 dalam Yanti, A, 2012), mekanisme koping yang
dipakai dalam Problem focused coping mechanisme antara lain sebagai berikut :
a. Confrontative coping: usah untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi,
dan pengambilan resiko.
b. Seeking social support: usaha untuk mendapatkan kenyamanan dan
c. Planful problem solving: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara hati-hati, bertahap, dan analitis.
2. Koping yang fokus pada emosi (Emotion focused coping mechanisme).
Yaitu usaha untuk mengatasi stres denga cara mengatur respon
emosional dalam rangka penyesuaian diri dengan dampak yang akan
ditimbulkan oleh suatu kondisi dan situasi yang dianggap penuh tekanan.
Emotion focused coping mechanisme ditujukan untuk mengontrol respon
emosional tehadap situasi stres. seseorang dapat mengatur respon
emosionalnya melalui pendekatan dan penilaian kognitif.
Adapun bagian dari mekanisme koping Emotion focused coping mechanisme menurut (Stuart, 2005 dalam Yanti, A, 2012), diantaranya : a. Denial, melakukan bloking atau menolak terhadap kenyataan yang ada
dirasa mengancam integritas individu yang bersangkutan.
b. Rasionalisasi, menggunakan alasan yang diterima oleh akal dan diterima
oleh orang lain untuk menutupi ketidakmampuannya. Dengan
rasionalisasi kita tidak hanya dapat membenarkan apa yang kita lakukan,
tetapi juga sudah selayaknya berbuta demikian secara adil.
c. Kompensasi, menunjukan tingkah laku untuk menutupi ketidakmampuan
dengan menonjolkan sifat yang baik, karena frustasi di suatu bidang maka
mencari kepuasan di bidang yang lain. Kompensasi muncul karena adanya
perasaan kurang mampu.
d. Represi, yaitu dengan melupakan masa-masa yang tidak menyenangkan
e. Sublimasi, yaitu mengekspresikan atau menyalurkan perasaan, bakat atau
kemampuan dengan sikap yang positif.
f. Identifikasi, yaitu meniru cara berfikir, ide dan tingkah laku orang lain.
g. Regresi, yaitu sikap seseorang yang kembali kemasa lalu atau bersikap
seperti anak kecil.
h. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain atas kesulitan sendiri atau
melampiaskan kesalahannya kepada orang lain.
i. Konversi, yaitu mentransper raksi psikologi ke gejala fisik.
j. Displacement, yaitu reaksi emosi terhadap seseorang kemudian diarahkan
kepada orang lain.
1.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan cara individu menangani situasi yang
mengandung tekanan. Ada enam faktor yang mempengaruhi meliputi (Muhtadin,
2002) :
a. Kesehatan fisik, kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena dalam
usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengarahkan tenaga yang
cukup besar.
b. Keyakinan atau pandangan yang positif, keyakinan menjadi sumber daya
psikologi yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib mengarahkan
individu pada penilaian ketidak berdayaan yang akan menurunkan
kemampuan strategi koping tipe problem-solving focused coping.
c. Keterampilan memecahkan masalah, keterampilan ini meliputi kemampuan
dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian
mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin
dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu
tindakan yang tepat.
d. Sosial, keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang
berlaku di masyarakat.
e. Dukungan masyarakat sosial, dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan
informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua,
keluarga, teman dan lingkungan.
f. Materi, dukungan ini meliputi daya berupa uang, barang-barang atau layanan
yang bisa dibeli oleh individu untuk mengatasi masalah dan memecahkan
masalah guna memaksimalkan kondisi pasien baik dari segi fisik dan
psikologis.
1.2. Tumbuh Kembang Remaja
1.2.3. Pengertian Tumbuh Kembang Remaja
Merupakan masa dimana terjadi transisi masa anak-anak ke dewasa,
menurut (Monks, 1999 dalam Sumiati, 2009), usia remaja adalah masa usia
antara 12-21 tahun dengan perincian 12- 15 tahun masa remaja awal, 16-18
tahun masa remaja pertengahan, dan 19-21 tahun masa remaja akhir. Seorang
disebut remaja apabila dia telah berkembang kearah kematangan seksual
persiapan diri menghadapi tugas, menentukan masa depannya, dan berakhir
saat mencapai usia matang secara hukum.
1.2.4. Ciri-ciri Masa Remaja
Menurut (Pieter dan Lubis, 2010), ada beberapa ciri-ciri masa remaja :
a. Sebagai priode peralihan
Peralihan adalah proses perkembangan dari satu tahap ke tahap berikutnya.
Apa yang tertinggal pada tahap sebelumnya akan memberikan dampak
pada tahap berikutnya.
b. Periode mencari identitas diri
Remaja selalu mencari identitas diri guna menjelaskan dirinya dan
perannya. Mencari identitas dan mengangkat harga diri akam membuat
remaja memakai symbol atau status harga diri. Oleh karena ini remaja
sering bereksperimen dalam menjalankan peran sesuai waktu dan situasi
untuk mendapatkan rasa bahagia.
c. Usia bermasalah
Dikatakan usia bermasalah karena tindakan-tindakan remaja selalu
mengarah kepada keinginan untuk menyendiri, berkurangnya keinginan
untuk bekerja, kurangnya koordinasi fungsi-fungsi tubuh, kejemuan,
kegelisahan, penentang sosial, kepekaan terhadap perasaan, kurang percaya
diri, timbul minat seks, kepekaan terhadap asusila, kekuasaan berhayal.
d. Usia menakutkan
Dikatakan usia menakutkan karena adanya stereotip yang berdampak
kurang simpatik dan tidak mampu berkerjasama dengan orang tua atau
orang dewasa, tidak rapi, tidak dapat dipercayai, dan berperilaku merusak.
e. Masa tidak realistik
Remaja melihat kehidupan ini menurut pandangan dan penilaian
pribadinya, bukan melihat menurut fakta. Sehingga apabila tidak realistik
sesuai pandangannya maka mudah marah, sakit hati, dan frustasi.
f. Merupakan ambang batas dengan masa dewasa
Semakin mendekati usia kematangan, remaja menjadi gelisah
meninggalkan sterotip yang di bawa dari tahun-tahun sebelumnya.
Sementara untuk melakukan tindakan seperti orang dewasa belum cukup.
Oleh karena itu remaja memutuskan perilakunya yang selaran dengan
status orang dewasa, seperti dia mulai merokok, minuman keras, narkoba,
dan perilaku seks bebas.
g. Perubahan sikap dan perilaku
Faktor perubahan sikap dan perilaku yaitu perubahan nilai-nilai. Apa yang
perna terjadi di masa kanak-kanak akan terjadi pula dimasa remaja. Yang
membedakan yaitu pola hubungan sosial dan tidak hanya mencari
popularitas, namun pada kualitas.
h. Perubahan ambivalen
Dikatakan priode ambivalen karena remaja menginginkan kebebasan,
tetapi di sisi lain dia masih takut bertanggung jawab dan ragu-ragu. Semasa
1.2.5. Bahaya Fisik Pada Remaja
Bahaya-bahaya fisik pada remaja biasanya timbul akibat reaksi
bahaya-bahaya psikologis. Minsal, kegemukan bukan lagi di anggap sebagai bahaya-bahaya
fisik semata, namum sudah mengarah pada hambatan perilaku dan
penyesuaian sosial, seperti timbulnya sikap permusuhan terhadap temannya
penampilan fisiknya yang gemuk. Dia dianggap bodoh, rakus, dan sebagainya.
Adapun bahaya fisik yang sering terjadi pada remaja diantaranya yaitu
kematian, bunuh diri, cacat fisik, kecanggungan dan kekakuan (Pieter dan
Lubis, 2010).
1.2.6. Bahaya psikologis pada remaja
Menurut (Pieter dan Lubis, 2010), ada beberapa bahaya psikologis pada
remaja diantaranya :
a. Kesulitan belajar
Adapun faktor-faktor penyebab kesulitan belajar remaja adalah kondisi
fisiologis, kepribadian, daya intelektual, aktivitas remaja dan sisio-ekonomi.
Adapun dampak buruk dari kesulitan belajar adalah Under achieve, ialah
berprestasi dibawah potensi, prestasi belajar menurun, kurang teliti, dan
sulit berkonsentrasi.
b. Kesulitan bergaul
Sebenarnya, pergaulan ialah media kesuksesan. Akibat buruk kesulitan
bergaul yaitu sulit berorientasi pikiran sempit dan tidak objektif, sulit
berprasangka buruk, menarik diri dan kurang berpartisipasi dalam kegiatan
sosial.
c. Kesulitan hubungan keluarga
Hubungan keluarga yang buruk dapat dilihat dari frekuensi pertengkaran
sesama keluarga, mengkritik, dan komentar yang merendahkan. Hubungan
keluarga yang buruk dapat berkembang keluar rumah, seperti maladaptasi.
d. Kesulitan dalam perilaku sosial
Ciri-ciri ketidakmampuan remaja membina hubungan sosial yaitu suka
membuat diskriminasi, membuat nilai standar tertentu dalam kelompok,
senang mencari perhatian, suka menggunakan pakaian mencolok,
menggunakan kata-kata yang tidak lazim, sombong, agresif, dan anti
sosial.
e. Perilaku seksual
Faktor-faktor penyebab ketidakmampuan remaja dalam membina
hubungan dan perilaku seksual yaitu merasa kurang, menarik di hadapan
lawan jenis, merasa tidak senang dengan lawan jenis, terputusnya
hubungan sosial, menolak peran seksual yang telah diakui masyarakat, dan
senang membahas masalah-masalah seksual.
f. Perilaku moral
Remaja meletakkan standar perilaku yang kurang realistik bagi diri sendiri
akan merasa bersalah apabila mereka tidak mampu mencapai standar yang
telah ditetapkan. Hal ini dapat menyebabkan terputusnya hubungan
1.2.7. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja
Pieter dan Lubis (2010), mengemukankan ada beberapa tugas
perkembangan remaja yang harus dicapai remaja diantaranya :
a. Menerima keadaan jasmani dan memanfaatkannya
b. Memperoleh hubungan baru dan lebih matang dengan teman-teman sebaya
antara dua jenis kelamin.
c. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua.
d. Mendapatkan perangkat nilai hidup dan falsafah hidup.
e. Memiliki citra-diri yang realistis.
f. Meminta, menerima dan mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara
sosial.
1.3. Defenisi Gempa
1.3.3. Pengertian Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran atau pergeseran tiba-tiba yang terjadi
dibawah permukaan bumi. Gempa bumi biasanya disebapkan pergeseran kerak
bumi atau lempeng bumi. Bumi walaupun pada selalu bergerak, dan gempa
bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu
besar untuk dapat ditahan.
Gempa bumi atau dalam bahasa inggrisnya earthquakes merupakan bencana alam terbesar bagi umat manusia, di samaping bencana alam lainnya
seperti letusan gunung merapi dan banjir. Berbeda sekali dengan bencana
lainnya sperti letusam gunung merapi selalu di dahului dengan tanda-tanda dan
mendadak secara mengejutkan, sehingga menimbulkan kepanikan umum yang
luar biasa, sifat mendadak tersebut yang mengakibatkan tidak seorangpun
sempat mempersiapkan diri (Don & Florence, 2006 dalam Baroroh, A, 2008).
1.3.4. Dampak Gempa Secara Fisik
Akibat langsung yang dapat terjadi setelah gempa bumi adalah
kerusakan pada bangunan. Kerusakan itu bisa berupa kerusakan bangunan
berupa rumah, gedung-gedung perkantoran, jalan raya, rel kereta api dan lain
sebagainya. Seringkali kerusakan ini disertai dengan timbulnya korban akibat
terperangkap di dalamya (Don & Florence, 2006 dalam Baroroh, A, 2008).
1.3.5. Dampak Gempa Terhadap Trauma Psikologis
Dampak trauma mental yang dialami lebih besar dibandingkan dengan
dampak secara fisik, tidak saja kehilangan harta benda, tetapi juga kehilangan
pendidikan, teman, saudara, kehilangan keceriaan, kehilangan lingkungan dan
komunitasnya, dan yang paling mencemaskan adalah kehilangan masa depan.
Ada beberapa dampak yang diakibatkan oleh bencana gempa terhadap
psikologis diantaranya yaitu dapat mengakibatkan trauma, rasa takut dan
kecemasan, terjadinya gangguan fisik dan psikis, serta gangguan kepribadian
3.1. Kerangka Penelitian
Kerangka penelitian ini menggunakan kerangka penelitian berdasarkan
proses sistem yaitu: masukan (input), proses, keluaran (output) yang
menggambarkan stres dan mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang
Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.
Bencana gempa merupakan suatu stresor yang dialami remaja, dimana
stres tersebut dapat meliputi stres ringan, sedang, dan berat. Sementara untuk
menyelesaikan masalah yang disebabkan stresor tersebut menggunakan
mekanisme koping yang fokus pada masalah dan fokus pada emosi.
Skema 3.1. Kerangka Penelitian
a. Ringan
b. Sedang
c. Berat
Mekanisme koping yang fokus pada masalah
Mekanisme Koping Remaja
Stres Remaja
3.2. Definisi Konseptual
Stres adalah reaksi dari tubuh (respon) terhadap lingkungan yang dapat
memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang
membuat kita tetap hidup. Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan
dimana adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau diluar batas
kemampuan individu untuk memenuhi tuntutan tersebut sehingga
mengharuskan seorang individu untuk berespon atau melakukan tindakan
(Patel, 1996 dalam Nasir & Muhith, 2011).
Mekanisme koping atau mekanisme pertahanan diri dapat diartikan
sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai
sebagai suatu tantangan atau ancaman. Jadi koping lebih mengarah pada apa
yang individu lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan
atau membangkitkan emosi. Atau dengan kata lain, koping adalah bagaimana
3.3. Definisi Operasional
Untuk lebih mudah memahami pengertian dari variabel-variabel yang
akan diteliti, maka dapat diperhatikan pada tabel definisi operasional berikut
ini:
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel Penelitian
Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
yang bertujuan untuk mengidentifikasi stres dan mekanisme koping remaja
pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.
4.2. Populasi Dan Sempel Penelitian
4.2.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh remaja desa Cang Duri
korban gempa yang berusia 12-21 tahun (Monks, 1999 dalam Sumiati, dkk,
2009), yang berjumlah 114 orang pada tahun 2014.
4.2.2. Sampel
Dalam menentukan sampel penulis menggunakan teknik pengambilan
sampel Purposive sampling dimana sampel yang diambil atau dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri berdasarkan ciri-ciri atau sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya Nursalam (2013).
Untuk menentukan besar sampel penulis menggunakan rumus Slovin
dalam Nursalam (2013), sebagai berikut :
n = N
1+N(d)2
Keterangan :
n = besar sampel
d = tingkat kepercayaan yang di inginkan (10%=0,1)
n = N
1+ N (
n = 114
1+ 114
n = 114
2,14
= 53,27
= 53,27 dibulatkan menjadi 53 orang
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah:
1. Remaja desa Cang Duri korban gempa yang berusia 12-21 tahun dan belum
menikah.
2. Remaja yang bersedia menjadi responden.
3. Remaja yang dapat membaca.
4. Remaja yang dapat berkomunikasi dengan baik.
4.3. Lokasi Dan Waktu penelitian
Penelitian ini di lakukan pada tanggal 12 Desember sampai 14
Desember 2014 di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah
yang merupakan salah satu desa yang terkena dampak gempa paling parah di
Aceh Tengah tanggal 2 juli 2013.
4.4. Pertimbangan Etik
Terlebih dahulu peneliti mendapantkan izin dari Fakultas Keperawatan
mendapatkan izin peneliti mengajukan surat ke kepala desa Cang Duri
kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah untuk melakukan penelitian. Setelah
mendapatkan izin, peneliti menemui responden dengan cara memperkenalkan
diri terlebih dahulu serta menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada
responden. Jika reponden bersedia, maka terlebih dahulu menandatangani
lembar persetujuan (informed consent) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu
oleh peneliti. Responden berhak menolak atau pun mengundurkan diri selama
proses penelitian tanpa andanya tekanan. Peneliti tidak akan memaksa dan
tetap menghormati haknya sebagai responden.
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti menggunakan inisial
nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) dan menggunakan
nomor urut pada kuesioner yang diisi oleh peneliti. Kerahasiaan informasi yang
diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti dan hanya digunakan dalam
penelitian.
4.5. Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini di buat dalam bentuk
kuesioner. Pada bagian pertama instrument penelitian berisi data demografi
yang meliputi nomor responden, inisial, umur, agama, jenis kelamin,
pendidikan terakhir, dan suku.
Bagian kedua instrumen berisi pernyataan untuk mengidentifikasi stres
pada remaja pasca gempa. Kuesioner ini dibuat oleh peneliti berdasarkan
tinjauan pustaka yang terdiri dari 15 pernyataan berdasarkan indikator
pernyataan negatif. Pernyataan positif terdiri dari nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9,
10,11, 12, 14, 15. Sedangkan penyataan negatif terdiri dari nomor 4, 13.
Pernyataan ini disajikan dalam bentuk skala likert dengan empat pilihan
alternatif. Jawaban terdiri dari tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan sangat
sering. Bobot nilai yang diberikan untuk pernyataan positif, tidak pernah (TP)
= 1, kadang-kadang (KK)= 2, sering (S)= 3, sangat sering (SS)= 4. Sedangkan
bobot nilai untuk pernyataan negatif, tidak pernah (TP) = 4, kadang-kadang
(KK)= 3, sering (S)= 2, sangat sering (SS)= 1. Dengan total skor tertinggi 60
dan skor terendah 15. Untuk menentukan tingkat stres digunakan rumus
panjang kelas menurut Sudjana (2002), yaitu:
Panjang kelas = Rentang kelas
Banyak kelas
Maka dapat dikatagorikan tingkat stres sebagai berikut :
Stres tingkat ringan : Bernilai antara 15-30
Stres tingkat sedang : Bernilai antara 31-45
Stres tingkat berat : Bernilai antara 46-60
Bagian ketiga dari bagian berisi tentang pernyataan yang bertujuan
mengidentifikasi mekanisme koping remaja pasca gempa. Kuesioner ini dibuat
sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka yang terdiri dari 12
pernyataan yang berorientasi pada mekanisme koping fokus pada masalah dan
mekanisme koping fokus pada emosi, dimana pernyataan terdiri atas
pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan positif terdiri dari
nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 12, dan penyataan negatif terdiri dari nomor 6,
alternatif. Jawaban terdiri dari tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan sangat
sering. Bobot nilai yang diberikan untuk pernyataan positif, tidak pernah (TP)
= 1, kadang-kadang (KK)= 2, sering (S)= 3, sangat sering (SS)= 4. Sedangkan
bobot nilai untuk pernyataan negatif, tidak pernah (TP) = 4, kadang-kadang
(KK)= 3, sering (S)= 2, sangat sering (SS)= 1. Dengan total skor tertinggi 48
dan skor terendah 12. Untuk menentukannya digunakan rumus panjang kelas
menurut Sudjana (2002).
Maka mekanisme koping dapat dikatagorikan sebagai berikut :
Mekanisme koping fokus pada masalah : 12-30
Mekanisme koping fokus pada emosi : 31-48
4.6. Validitas Dan Reliabialitas
4.6.1. Validitas
Validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrumen
untuk mengukur apa yang diukur. Suatu instrument yang valid atau sahih
mempunyai validitas yang tinggi dan sebaliknya instrumen yang kurang valid
berarti memiliki validitas rendah (Arikounto, 2010). Uji validitas instrumen
penelitian di uji oleh ibu Wardiah Daulay, S.Kep. NS, M.Kep dosen jiwa
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara berupa validitas isi untuk
memperbaiki kata-kata instrument agar lebih singkat dan mengubah
pernyataan instrument menjadi lebih mudah dimengerti.
4.6.2. Reliabialitas
Uji reliabialitas bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau
ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila
digunakan beberapa kali pada sekelompok sampel, dan dikatakan reliable jika
reliabilitasnya 0,70 (Arikounto, 2010). Uji reliabialitas instrumen ini dilakukan
pada tanggal 14 November sampai 16 November yang dilakukan di desa
Simpang Juli kecamatan ketol kabupaten Aceh Tengah yang juga merupakan
wilayah yang terkena dampak gempa 2 juli 2013. Sempel pada uji relib
berjumlah 15 orang yang kriterianya sesuai dengan sempel penelitian. Hasil uji
reliabilitas kuesioner stress yaitu 0,882 dan kuesioner mekanisme koping yaitu
0,761. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kuesioner stres dan
mekanisme koping sudah reliabel yang dihitung menggunakan program SPSS
dengan analisis Crombach Alpha.
4.7. Proses Pengumpulan Data
Tahap awal dalam pengumpulan data penelitian dilakukan melalui
prosedur administrasi dengan cara mendapatkan izin dari komite etik
keperawatan dan dari institusi Fakultas Keperawatan Univesitas Sumatera
Utara. Kemudian permohonan izin penelitian yang diperoleh diajukan ke
kepala desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah untuk
mendapatkan izin penelitian. Setelah mendapatkan izin, peneliti menemui
calon responden yang sesuai dengan kriteria sampel penelitian dan
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada calon responden. Setelah
calon responden menyetujui menjadi responden maka peneliti meminta
Setelah kuesioner selesai di isi, peneliti memeriksa semua kelengkapan
kuesioner terlebih dahulu sebelum dikumpulkan. Setelah semua selesai,
kemudian peneliti mengadakan terminasi dengan mengucapkan terima kasih
secara lisan kepada responden atas kesediaannya menjadi responden dalam
penelitian ini.
Setelah data semua terkumpul dan penelitian sudah selesai dilakukan,
peneliti melaporkan kembali ke kepala desa Cang Duri kecamatan Ketol
kabupaten Aceh Tengah untuk mendapatkan surat keterangan selasai
melakukan penelitian.
4.8. Metode Pengolahan Data
Setelah data di dapatkan maka peneliti melakukan pengolahan data dengan
langkah-langkah sebagai berikut (Notoadmojdo, 2010) :
1. Editing adalah kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa kembali
kesalahan atau kekurangan dalam pengisian atau pengambilan identitas
responden, mengecek kelengkapan data. Pada tahap ini data yang telah
dikumpulkan dilakukan pengecekan identitas responden, mengecek
kelengkapan data dengan memeriksa isi instrumen pengumpul data dari
setiap variabel dan subvariabel sehingga terisi semuanya.
2. Coding adalah memberi kode tertentu secara berurutan dalam kategori
yang sama pada masing masing lembaran yang diberikan pada responden
3. Transferring adalah data yang diberi kode disusun secara berurutan mulai
dari responden pertama hingga responden yang terakhir untuk dimasukkan
kedalam tabel.
4. Tabulating adalah bagian terakhir dari pengolahan data dengan
mengelompokkan jawaban yang serupa dengan teliti dan teratur kemudian
dihitung berapa banyak item yang termasuk dalam kategori yang sama.
4.9. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisa data
melalui beberapa tahap. Pertama, memeriksa kelengkapan identitas, data
responden dan memastikan bahwa semua jawaban telah terisi. Kemudian data
yang sesuai diberi kode untuk memudahkan peneliti melakukan analisa data.
Kemudian data dimasukan kedalam komputer dan dilakukan pengolahan data
dengan menggunakan program komputer untuk uji statistik deskriptif, data
demografi, stres, dan mekanisme koping yang disajikan dalam bentuk tabel
5.1. Hasil Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada tanggal 12
Desember sampai dengan 14 Desember 2014 di desa Cang Duri kecamatan Ketol
kabupaten Aceh Tengah dengan jumlah responden 53 orang dengan kriteria
sampel yang telah di tetapkan dengan menggunakan alat ukur berbentuk kuesioner
dalam bentuk skala likert, dan aspek yang diteliti adalah stres dan mekanisme
koping remaja pasca gempa. Penyajian hasil penelitian meliputi karateristik
responden, stres, dan mekanisme kipong remaja pasca gempa di desa Cang Duri
kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah. Maka diperoleh hasil sebagai berikut:
5.1.1. Karakteristik responden
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tentang karakteristik
responden yang terdiri dari usia, agama, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi karakteristik responden (n=53)
Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%) Usia
Berdasarkan hasil penelitian dari 53 responden menunjukan bahwa
sebagian besar responden berusia remaja akhir 19-21 tahun yaitu 29 orang
(54,7%), dan semua responden beragama islam yaitu 53 orang (100%), sebagian
besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 37 orang (68,9%), dan sebagian
besar tingkat pendidikan terakhir responden adalah SMA yaitu 28 orang (82,8%),
5.1.2. Distribusi frekuensi stres remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tentang stres remaja pasca
gempa di dessa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah didapatkan
hasil sebagai berikut:
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi stres remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah (n=53)
Dapat dilihat dari tabel 5.2, hasil penelitian diperoleh bahwa stres remaja
pasca gempa di desa Cang Duri sebagian besar responden berada pada katagori
stres ringan yaitu 33 orang (62,3%), dan stres sedang 20 orang (37,7%), dan tidak
di temukan remaja yang mengalami stres dengan katagori berat atau (0%).
5.1.3. Distribusi frekuensi mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tentang mekanisme koping
remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah
didapatkan hasil sebagai berikut:
Stres Frekuensi (f) Persentase (%)
Ringan 33 62.3
Sedang 20 37.7
Berat 0 0
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah (n=53)
Dapat dilihat dari tabel 5.3, hasil penelitian diperoleh bahwa mekanisme
koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh
Tengah sebagian besar menggunakan mekanisme koping yang fokus pada emosi
dengan frekuensi 30 orang (56,6%), dan mekanisme koping yang fokus pada
masalah yaitu 23 orang (43,4%).
Mekanisme Koping Frekuensi (f) Persentase (%)
Fokus Pada Emosi 30 56.6
Fokus Pada Masalah 23 43.4
5.2. Pembahasan
5.2.1. Stres pada remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar remaja pasca gempa
di desa Cang Duri mengalami stres dengan katagori ringan yaitu 33 orang (62,3%)
dan selebihnya stres yang dialami remaja desa Cang Duri berada pada katagori
sedang yaitu 20 orang (37,7%). Hal ini sesuai dengan pendapat (Nasir & Muhith,
2011), mengatakan bahwa lingkungan yang berhubungan dengan individu dapat
menjadi stresor atau pemicu terjadinya stres seperti gempa bumi, topan, badai,
kondisi cuaca, dan lain-lain, meskipun tidak dikemukakan katagori atau tingkatan
stres yang dapat di alami.
Sebagian besar remaja desa Cang Duri mengalami stres dengan katagori
ringan 33 orang (62,3%), hai ini di mungkinkan karena penelitian yang dilakukan
terhadap remaja desa Cang Duri setelah setahun kejadian gempa, sehingga remaja
desa Cang Duri sudah mulai beradaptasi dengan keadaan lingkungan yang terjadi
akibat gempa, sehingga stres yang dialami remaja berada pada katagori ringan.
Hal ini didukung oleh pendapat (Tedeschi dalam Sulistyaningsih, W, 2009),
menyatakan bahwa semakin lama seseorang beradaptasi terhadap stres dapat
mendorong peningkatan pertumbuhan pribadi atau perbaikan diri, sehingga stres
justru mendorong seseorang untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan
baru, memperoleh kekuatan-kekuatan baru. Dengan kata lain, proses adaptasi
yang diawali dengan stres ternyata membuka kemungkinan untuk terjadinya
Stres remaja yang sebagian besar berada pada katagori ringan juga dapat
dikaitkan dengan usia dan tingkat pendidikan responden, dimana dalam penelitian
ini sebagian besar remaja desa Cang Duri berada pada uisa remaja akhir (19-21)
yaitu 29 orang (54,7%), dimana remaja akhir sudah mendekati kematangan
menuju dewasa awal dimana semakin dewasa seseorang maka semakin matang
pula cara berpikir dalam menghadapi masalah. Begitu pula dengan tingkat
pendidikan dimana dalam penelitian ini sebagian besar tingkat pendidikan terakhir
remaja desa Cang Duri berada pada tingkat SMA yaitu 28 orang (82,8%), dimana
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin semakin banyak informasi
yang didapat sehingga mudah dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Hal ini
sesuai dengan pendapat (Siswanto, 2007), yang menyatakan bahwa usia dan
tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi stres atau tidaknya seseorang.
Dimana usia berhubungan dengan tolenransi terhadap stres dan jenis stresor yang
paling mengganggu. Semakin dewasa seseorang biasanya lebih mampu
mengontrol stres dibanding dengan usia anak-anak dan usia lanjut. Dengan kata
lain, semakin dewasa seseorang biasanya mempunyai toleransi terhadap stresor
yang lebih baik. Begitu pula dengan tingkat pendidikan, tingkat pendidikan juga
dapat mempengaruhi seseorang mudah terkena stres atau tidak. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, toleransi dan pengontrolan terhadap stresor
biasanya akan lebih baik.
Penelitian yang dilakukan pada remaja desa Cang Duri juga di jumpai
stres pada remaja dengan katagori stres sedang yaitu 20 orang (37,7%), hal ini di
adalah laki-laki yaitu 37 orang (68,9%), dimana laki-laki biasanya lebih tahan
terhadapat stres dalam menghadapi masalah yang terjadi. Hal ini didukung hasil
penelitian (Mila, Herwina, 2006 dalam Fitri, Dkk, 2012), yang menyatakan bahwa
remaja perempuan lebih rentan tahan terhadap stres dibandingkan dengan remaja
laki-laki, karena laki-laki lebih kuat terhadap stres dalam menghadapi masalah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tidak dijumpai remaja yang
mengalami stres dengan katagori stres berat. Hal ini di mungkinkan kaerena
pengalaman remaja desa Cang Duri tentang gempa yang sering terjadi
sebelumnya. dimana letak desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh
Tengah merupakan salah satu wilayah Aceh yang sering mengalami gempa
(BNPB, 2013). Sehingga gempa yang terjadi pada tanggal 2 juli 2013 bukan lagi
menjadi hal yang baru bagi remaja desa Cang Duri alami, sehingga masalah yang
timbul akibat gempa yang terjadi remaja desa Cang Duri sudah memiliki sedikit
pengalaman dalam menghadapi masalah gempa yang terjadi saat ini sehingga
stres yang di alami remaja hanya berada pada katagori ringan dan sedang. Hal ini
sesuia dengan penelitian (Asnayanti, 2013), yang menyatakan bahwa suatu
keadaan yang berulangkali dialami akan memberikan pelajaran untuk menghadapi
masalah yang sama di masa yang akan datang. Hal ini juga di dukung oleh
pendapat (Notoatmojdo, 2010), yang menyatakan bahwa pengalaman merupakan
suatu sumber ilmu sehingga pengalaman dapat memeberikan pelajaran untuk
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan masalah. Sehingga remaja desa Cang Duri belajar
yang dialami saat ini sehingga remaja desa Cang Duri tidak ada yang mengalami
stres dengan katagori berat.
5.2.2. Mekanisme koping remaja pasca gempa di desa Cang Duri kecamatan Ketol kabupaten Aceh Tengah.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar remaja desa Cang Duri
menggunakan mekanisme koping yang fokus pada emosi yaitu 30 orang (56,6%),
dalam hal ini remaja lebih menggunakan mekanisme koping yang fokus pada
emosi dikarenakan remaja lebih mengutamakan emosinya dalam menghadapi
masalah untuk meringankan beban yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan penelitian
(Sari, P, 2013), yang menyatakan bahwa remaja lebih banyak menggunakan
mekanisme koping yang fokus pada emosi dari pada mekanisme koping yang
fokus pada masalah yaitu dari 168 remaja didapatkan 90 remaja atau (53,89%)
remaja menggunakan mekanisme koping fokus pada emosi.
Remaja yang menggunakan mekanisme koping yang fokus pada emosi
dapat dikaitkan dengan karakteristik remaja yang seluruhnya beragama Islam atau
53 orang (100%), hal ini sesuai dengan pendapat (Broom dan Selznick, 1981
dalam Sari, P, 2013) yang menyatakan bahwa agama berperan penting dalam
memberikan dorongan psikologis dan membantu individu yang mengalami
kesulitan serta memberikan jawaban mengenai berbagai masalah. Pada umumnya,
para pemeluk agama Islam telah diajarkan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
seperti sholat, puasa, membaca Al-Quran, berdoa ketika menghadapi masalah.
yang terjadi merupakan ujian dari Tuhan yaitu (47,2%) menjawab sangat sering
dan remaja merasa tenang dengan berzikir dan berdoa’ dalam menghadapi
masalah yaitu (47,2%) menjawab sering. Hal ini juga di jelaskan didalam
Al-Qur’an (Surat Al-Baqarah: ayat 153) yang artinya “Hai orang-orang yang beriman
mintalah pertolongan pada Allah dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar”. Adapun maksud ayat tersebut, bahwa semua
orang-orang yang beriman yang sedang menghadapi kesulitan maka mintalah
pertolongan kepada Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Sebagian besar remaja yang menggunakan mekanisme koping yang fokus
pada emosi dapat juga dikaitkan dengan usia responden, dimana responden
penelitian ini adalah usia remaja. Usia remaja merupakn usia yang mengalami
banyak perubahan, masa transisi ke usia dewasa, dimana pada masa usia remaja
sebagian besar cenderung mengedepankan keadaan emosinya. Hal ini dapat
dilihat dari jawaban responden dimana remaja lebih memilih bermain dengan
teman-temannya untuk melupakan masalah yang dialami yaitu (41,5%) menjawab
sering. Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa remaja lebih memilih mencari
ketenangan emosi dalam menghadapi masalah yang terjadi agar masalah yang di
alami tidak menjadi beban yang berat untuk diselesaikan. Karena mekanisme
koping yang fokus pada emosi merupakan suatu usaha untuk mengatur emosi
seseorang dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan
diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.
Penelitian ini dijumpai juga remaja yang menggunakan mekanisme koping
pada masalah merupakan mekanisme koping yang mengacu pada pemecahan
masalah yang dihadapi, dalam penelitian ini sebagian remaja yang mengunakan
mekanisme koping yang fokus pada masalah dengan cara remaja mencari
informasi sebanyak-banyaknya tentang masalah yang di hadapi yaitu (39,6%)
menjawab sering dan remaja memilih curhat dengan keluarga atau teman untuk
mendapatkan solusi tentang masalah yang dihadapi yaitu (34%) menjawab sering.
Hal ini didukung oleh pendapat (Widyarini, 2006 dalam Yundahari, 2007),
menyatakan bahwa berbagi cerita dengan orang lain mengenai diri atau persoalan
yang dihadapi dapat memberikan kondisi psikologis yang meringankan juga
menemukan jalan keluar dari masalah yang kita hadapi, membuat stres berkurang,
kecemasan berkurang, serta berpengaruh positif terhadap kesehatan fisik dan
emosi.
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 12 Desember
sampai dengan 14 Desember 2014 tentang stres dan mekanisme koping remaja
pasca gempa di desa Cang Duri kecamtan Ketol kabupaten Aceh tengah, dapat
disimpulkan bahwa stres yang di alami remaja pasca gempa di desa Cang Duri
sebagian besar berada pada katagori stres ringan dengan frekuensi yaitu 33 orang
(62,3%), stres sedang 20 orang (37,7%), dan tidak ada remaja desa Cang Duri
yang mengalami stres berat, dimana hal ini dapat di pengaruhi oleh usia, tingkat
pendidikan, dan jenis kelamin responden. Sedangkan mekanisme koping yang
digunakan remaja pasca gempa di desa Cang Duri sebagian besar adalah
mekanisme koping yang fokus pada emosi dengan frekuensi yaitu 30 orang
(56,6%), dan mekanisme koping yang fokus pada masalah yaitu 23 orang
(43,4%), dimana hal ini dapat pengaruhi oleh agama, jenis kelamin, dan usia
responden yang masih remaja sehingga remaja lebih mengutamakan keadaan
emosinya.
6.2. Saran
6.2.1. Bagi pelayanan kesehatan
Bagi pelayanan kesehatan khususnya di daerah yang mengalami bencana
agar memberikan pelayanan kesehatan yang optimal tidak hanya memberikan
karena masyarakat yang terkena bencana tidak hanya memerlukan pengobatan
yang bersifat fisik tapi juga memerlukan penanganan psikologis yang serius agar
tidak memberikan dampak yang negatif bagi masyarakat yang mengalami bencana
seperti stress, depresi, trauma dan masalah psikoligis lainnya.
6.2.2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang berminat tentang stres dan mekanisme
koping remaja pasca gempa diharapkan agar dapat mengembangkan penelitian