• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI RANSUM PADA SAPI PEDAGING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI RANSUM PADA SAPI PEDAGING"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI

RANSUM PADA SAPI PEDAGING

Oleh Andra Neza

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan menentukan tingkat penggunaan mineral mikro organik dalam ransum terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan efisiensi ransum sapi pedaging Brahman cross. Penelitian ini dilaksanakan pada Juli—Oktober 2011, bertempat di kandang Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Analisis sampel ransum dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 4 ekor sapi pedaging dengan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL), 4 perlakuan dan 4 ulangan, data yang diperoleh diuji dengan analysis of variance (ANOVA), kemudian dilanjutkan dengan uji Polinomial ortogonal. Adapun perlakuan yang diberikan yaitu : R0 : Ransum basal (20%

hijauan + 80% konsentrat); R1 : Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu,

Se, dan Cr)* ½ kali; R2 : Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan

Cr)* 1 kali; R3 : Ransum basal + Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr)* 1½

kali rekomendasi NRC (1998).

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan penggemukan sapi potong adalah meningkatkan produktivitas ternak sehingga tercapainya bobot badan yang tinggi. Terdapat berbagai bangsa sapi potong yang ada di negara kita yang dapat digunakan sebagai sapi bakalan sapi potong. Pakan sapi potong terdiri dari hijauan sebagai pakan utama dan konsentrat sebagai pakan tambahan. Hijauan diartikan sebagai pakan yang mengandung serat kasar atau bahan yang memiliki tingkat kecernaan relatif lebih rendah dibanding konsentrat. Jenis pakan hijauan ini adalah rumput–rumputan, legume dan jerami, sedangkan konsentrat merupakan pakan yang mengandung kadar energi dan protein tinggi dan mengandung serat kasar yang rendah. Konsentrat dapat berupa biji–bijian dan atau limbah hasil proses industri pengolahan hasil–hasil pertanian (Akoso, 1996).

(3)

dengan teknologi pengolahan pakan, serta suplementasi bahan-bahan yang dapat memacu pertumbuhan ternak.

Usaha-usaha perbaikan pakan ternak ruminansia dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi pengolahan pakan antara lain : meningkatkan kecernaan struktural karbohidrat dengan perlakuan kimiawi (amoniasi), fisik, dan biologis (fermentasi). Teknologi pengolahan pakan perlu dipadukan dengan suplementasi mineral mikro organik untuk meningkatkan penyerapan mineral, bioproses dalam rumen dan pascarumen serta peningkatan metabolisme zat-zat makanan.

Bioproses dalam rumen dan pascarumen harus didukung oleh kecukupan mineral makro dan mikro. Mineral-mineral ini berperan dalam optimalisasi bioproses dalam rumen dan metabolisme zat-zat makanan. Mineral mikro dan makro di dalam alat pencernaan ternak dapat saling berinteraksi positif atau negatif dengan faktor lainnya seperti asam fitat, serat kasar, dan zat-zat lainnya yang dapat

menurunkan ketersediaan (availability) mineral. Pemberian mineral dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaan mineral sehingga dapat lebih tinggi yang diserap dalam tubuh ternak (Muhtarudin, 2003 dan Muhtarudin et al., 2003).

(4)

B. Tujuan Penelitian

Pelaksanaan Penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui pengaruh tingkat penggunaan mineral mikro organik dalam ransum terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan efisiensi ransum sapi pedaging.

2. menentukan tingkat penggunaan mineral mikro organik dalam ransum sapi pedaging.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat penggunaan mineral mikro organik (Zn-lisinat, Cu-lisinat,Cr-lisinat, dan Se-lisinat) dalam ransum terhadap produktivitas sapi pedaging.

D. Kerangka Pemikiran

Pakan yang baik secara kuantitas dan kualitas mampu menyediakan nutrien yang sesuai kebutuhan ternak, sehingga ternak sanggup melaksanakan proses

metabolisme dalam tubuh secara normal. Produktivitas ternak yang tinggi

(5)

Pemberian pakan ruminansia harus memenuhi kebutuhan nutrien ternak, menjaga kondisi optimum cairan rumen untuk proses fermentasi, dan mensuplai nutrien bagi pertumbuhan mikroba rumen. Nutrien yang cukup bagi pertumbuhan mikroba rumen mempengaruhi proses pencernaan di dalam rumen. Mineral berperan dalam optimalisasi bioproses dalam rumen dan pascarumen,

metabolisme zat-zat makanan, dan pertumbuhan mikroba rumen. Pemberian mineral dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaan mineral sehingga dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh ternak (Muhtarudin, 2003 dan Muhtarudin et al., 2003).

Mineral harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup, karena apabila terlalu banyak mineral akan membahayakan tubuh ternak (Anggorodi, 1994).

Penentuan jumlah penggunaan mineral mikro organik dalam ransum diharapkan dapat berimplikasi positif terhadap pertumbuhan ternak ruminansia. Pada penelitian sebelumnya menggunakan sapi ongole untuk mengetahui pengaruh pemberian mineral organik dan mineral anorganik dalam ransum.

E. Hipotesis

(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi Potong

Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah seperti berikut: tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi (Santosa, 1995). Menurut Abidin (2006), sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi

bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk dipotong.

Sapi Brahman merupakan Bos indicus yang berasal dari India yang terkenal karena kemampuannya yang baik dalam beradaptasi terhadap suhu panas, pakan yang berkualitas rendah, dan tahan terhadap gigitan caplak. Sedangkan sapi Shorthorn, Hereford, Aberden Angus, Limousine, atau Santa Gentrudis

(7)

berkualitas. Menurut Anonimus (2006), sapi Brahman Cross merupakan

persilangan antara Bos taurus dan Bos indicus. Menurut Blakely dan Bade (1991), persilangan antarbangsa sapi menghasilkan keturunan tingkat hibrid vigor yang tinggi, ketahanan terhadap kondisi tatalaksana yang minimal, toleran terhadap panas, serta tahan terhadap penyakit dan parasit.

Kriteria pemilihan sapi potong yang baik adalah : sapi dengan jenis kelamin jantan atau jantan kastrasi, umur sebaiknya 1,5—2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan dalam, temperamen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan genetik yang baik (Ngadiyono, 2007).

B. Mineral Mikro Organik

Tubuh hewan memerlukan mineral untuk membentuk jaringan tulang dan urat, untuk memproduksi dan mengganti mineral dalam tubuh yang hilang, serta untuk memelihara kesehatan (Sugeng, 1998). Lebih kurang 4% tubuh ternak terdiri atas mineral (Maynard dan Loosli, 1969). Beberapa mineral merupakan elemen

(8)

makro merupakan mineral yang diperlukan dalam jumlah banyak dan dinyatakan dalam persen dari pakan, sedangkan mineral yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit disebut mineral mikro (trace) dan dinyatakan dalam ppm (part per million) atau milligram per kilogram.

Kebutuhan mineral untuk ternak ruminansia dapat dibagi kedalam dua kelompok yaitu mineral makro terdiri dari 7 jenis yaitu: calsium (Ca), phosphor (P),

potasium (K), Magnesium (Mg), sulfur (S), natrium (Na) dan Chlorida (Cl). dan mineral mikro terdiri dari 8 jenis yaitu : cobalt (Co) , cooper (Cu), Iodine (I), besi (Fe), mangan (Mg), selenium (Se), cobalt (Co) dan zink (Zn). Mineral berfungsi untuk bahan pembentuk tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan yang keras dan kuat, memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh, sebagai aktivator sistem enzim tertentu, sebagai komponen dari suatu sistem enzim (Tillman et al., 1991). Mineral harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup, karena apabila terlalu banyak mineral akan membahayakan tubuh ternak (Anggorodi, 1994).

(9)

a) Seng ( Zn )

Zn terdapat pada semua jaringan tubuh, tetapi sebagian besar terdapat dalam tulang. Jumlah yang besar juga terdapat dalam kulit, rambut, dan bulu hewan (Tillman et al., 1998). Zn berperan penting pada sintesis DNA serta metabolisme protein sehingga sistem tubuh akan terganggu jika defisien Zn (Underwood, 1981). Zn juga berperan penting dalam metabolisme karbohidrat dan lemak serta pembentukkan sistem kekebalan tubuh (Perry et al., 2003). Menurut Linder (1992) Zn merupakan mikromineral yang tersebar didalam jaringan hewan, manusia, dan tumbu han serta terlibat dalam fungsi metabolisme. Zn berperan juga dalam fungsi berbagai enzim, meningkatkan nafsu makan, produksi telur, daya tetas telur dan pertumbuhan tulang dan bulu pada ayam petelur.

Pada ternak ruminansia Zn diabsorpsi didalam rumen dan usus halus. Absorpsi Zn melibatkan transfer Zn dari lumen usus halus menuju mukosa sel. Transpor ini diatur oleh metabolisme, sintesis metallothonein dipengaruhi oleh level Zn dalam ransum dan konsentrasi Zn dalam plasma, sehingga senyawa tersebut dapat mengatur homeostatis Zn didalam tubuh (McDowell, 1992). Indikasi defisien Zn adalah kadar Zn dalam serum atau plasma menurun dari level normal 0,08—0,12 mg/100ml menjadi 0,015—0,02 mg/100ml (Miller et al, 1988).

Seng (Zn) dibutuhkan dalam jumlah yang cukup tinggi sekitar 130 sampai 220 ppm (Hungate, 1966). Sementara kebutuhan Zn pada ternak adalah sapi perah 40 ppm, sapi potong pada masa pertumbuhan dan finishing 20 sampai 30 ppm, domba 35 sampai 50 ppm (NRC, 1980). Little (1986) melaporkan bahwa

(10)

kering. Hal ini menunjukkan bahwa sumber Zn dari pakan belum dapat

memenuhi kebutuhan mineral seng ternak maupun mikroba rumen. Pemberian mineral mikro Zn dapat memacu pertumbuhan mikroba rumen (Putra, 1999, Muhtarudin, et at., 2003). Zn dalam bentuk Zn-organik meningkatkan

metabolisme zat-zat makanan hal ini diindikasikan dengan meningkatnya retensi nitrogen (Fathul et al., 2003). Pemberian Zn dalam bentuk Zn-organik

meningkatkan jumlah Zn yang terserap dan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai panjang memberikan pengaruh positif pada ternak.

b) Tembaga ( Cu )

Mineral Cu adalah salah satu mineral yang seiring dilaporkan defisien pada ternak ruminansia. Menurut McDowell (1992), defisien Cu dapat menyebabkan mencret, pertumbuhan terhambat, perubahan warna pada rambut dan rapuh serta mudah patahnya tulang-tulang panjang. Defisiensi sekunder mineral mikro sering dialami oleh ternak ruminansia walaupun ternak diberi suplemen mineral dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan (Kardaya et al., 2001). Unsur Cu diabsorpsi kurang baik oleh ruminansia dalam metabolisme tubuh (Kardaya, 2000). Meskipun Cu bukan merupakan bagian dari molekul haemoglobin, akan tetapi Cu ini adalah komponen yang sangat penting untuk pembentukkan sel darah merah dan menjaga aktivitasnya dalam sirkulasi (Nugroho, 1986). Unsur Cu terdapat dalam plasma darah, kandungan Cu secara normal dalam plasma darah adalah 0,6 Cu/ml (Underwood, 1981).

(11)

pada ternak ruminansia hanya 1%—3% (McDowell, 1992). Toleransi spesies pada toksisitas Cu berbeda. Ruminansia sangat sensitif pada toksisitas Cu, sedangkan nonruminansia sangat toleran pada Cu. Sapi toleran terhadap Cu hingga level 100 ppm dan domba 25 ppm (NRC, 1980).

c) Selenium (Se)

Selenium (Se) adalah bagian integral dari enzim glutation peroksidase yang berfungsi sebagai pereduksi peroksida, sehingga Se merupakan salah satu unsur pertahanan tubuh. Selenium diperlukan sebagai catalysing penghancuran racun molekul oksigen yang dihasilkan selama metabolisme, sehingga melindungi sel dari kerusakan dan membantu dengan penyerapan lemak, termasuk vitamin A dan vitamin E, dan di pembentukan sperma yang tepat. Defisiensi Se dapat

menghambat pertumbuhan dan terjadinya gangguan terhadap respon imun tubuh sehingga ternak lebih rentan terhadap penyakit.

Selenium kurang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia, karena selenit direduksi menjadi senyawa yang tidak larut dalam rumen. Kebutuhan Se untuk ternak belum diketahui secara pasti. Namun, kemungkinan kebutuhan Se ternak ruminansia mulai 0,05—0,3 ppm, kebutuhan Se sapi perah adalah 0,3 ppm (NRC, 1989).

d) Kromium (Cr)

Kromium (Cr) menjadi unsur mikro yang esensial karena berhubungan dengan kerja insulin. Bentuk kompleks Cr antara insulin dan reseptor insulin

(12)

bervalensi Cr3+ sulit diserap, sedangkan Cr6+ mudah larut dan mudah diserap tetapi bersifat racun (toksik). Mengingat keadaan ini, satu-satunya bentuk pasokan Cr3+ ke dalam tubuh ternak ialah dalam bentuk ikatan organic ligand (Sutardi, 2002). Meskipun konsentrasi Cr dalam tubuh sapi relatif kecil,

toleransinya dalam pakan cukup besar, yaitu 3000 ppm dalam bentuk oksida dan 1000 ppm dalam bentuk klorida (NRC, 2001). Level suplementasi Cr organik terbaik adalah 1 ppm sedangkan level suplementasi Cr anorganik terbaik adalah 4 ppm (Jayanegara, 2006). Mowat (1994) menambahkan dari hasil penelitiannya yang dilakukan di University of Guelph melaporkan penambahan kromium organik memberi perbaikan yang signifikan dalam tingkat pertumbuhan, efisiensi konversi pakan dan fungsi kekebalan tubuh serta mengurangi gangguan penyakit pada sapi. Ada bukti bahwa suplementasi kromium mungkin bermanfaat dalam preconditioning dan konsumsi ransum, terutama pada sapi yang mengalami stress.

C. Konsumsi Ransum

Tujuan ternak mengonsumsi pakan adalah untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan (protein, lemak, energi, mineral, dan vitamin) yang dibutuhkan tubuh, dalam hal ini kebutuhan tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan nutrien untuk memenuhi proses-proses hidup saja tanpa adanya suatu kegiatan dan produksi, sedangkan kebutuhan produksi adalah kebutuhan nutrien untuk

(13)

tergantung pada tingkat dan tujuan produksi, semakin tinggi produksi yang dihasilkan maka semakin tinggi pula nutrien yang diperlukan (Siregar, 1994).

Tabel 1. Kebutuhan zat gizi untuk sapi Brahman Cross

Bobot Badan

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2008)

Jumlah zat-zat makanan yang dibutuhkan ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : jenis ternak, jenis kelamin, fase pertumbuhan, bobot tubuh, tujuan pemeliharaan, dan kondisi fisiologi ternak. Tillman et al. (1991)

berpendapat zat-zat pakan dalam ransum hendaknya tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang sebab keseimbangan zat-zat pakan dalam ransum sangat berpengaruh terhadap daya cerna.

(14)

oleh makanan pada berbagai jenis ternak ditentukan oleh konsumsi (60%),

kecernaan (25%), dan konversi hasil pencernaan produk (15%) (Parakkasi, 1995). Peningkatan konsumsi sejalan dengan besarnya ukuran ternak. Bentuk ransum yang ringkas dan tidak berdebu sangat disukai ternak, sedangkan kandungan serat kasar yang tinggi akan menurunkan tingkat konsumsi ransum. Demikian pula makanan yang voluminous dan kecernaannya rendah akan menurunkan konsumsi (Parakkasi, 1983).

Menurut Nasional Research Coursil (1988), jumlah bahan kering ransum yang dikonsumsi dipengaruhi oleh bobot tubuh, tingkat produksi, kondisi tubuh,

kondisi lingkungan, dan jenis pakan. Selain itu, penambahan N pada bahan pakan yang rendah proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan pakan tersebut. Konsumsi bahan kering pakan kasar (roughage) pada sapi dewasa adalah sebesar 1,4% dari bobot hidupnya. Sedangkan pada sapi jantan muda sebesar 3%.

Konsumsi bahan kering ransum biasanya semakin menurun dengan meningkatnya zat-zat pakan yang dapat dicerna. Menurut Tillman, et al. (1989) kebutuhan bahan kering pakan yang disarankan untuk sapi pedaging adalah 2,5—3% bobot badan.

D. Pertumbuhan

Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi berat hidup, bentuk ukuran, dan komposisi tubuh. Hal ini dapat digambarkan terhadap

(15)

Parakkasi (1983) menjelaskan bahwa proses pertumbuhan dari kehidupan sehari-hari pada ternak dapat diartikan sebagai pertambahan bobot tubuh absolut (antara berat hidup akhir dan awal persatuan waktu) dan pertambahan bobot relatif (selisih antara bobot hidup akhir dan awal dibagi bobot tubuh). Devandra dan Burn (1989) menambahkan bahwa tinggi rendahnya bobot akhir tergantung pada kenaikan bobot tubuh.

Menurut Suparno (1994), periode pertumbuhan dan perkembangan dibedakan menjadi dua yaitu periode prenatal (sebelum lahir) dan prasapih (sebelum sapih) dan periode pasca sapih (setelah sapih). Dewasa kelamin merupakan suatu fase mulai difungsikannya organ-organ reproduksi untuk menghasilkan keturunan. Laju pertumbuhan tertinggi ternak akan tercapai pada saat dewasa kelamin dan akan menurun setelah dewasa tubuh.

Pertumbuhan dapat terjadi karena adanya pertambahan jumlah sel (hyperplasi) dan penambahan ukuran sel (hypertropi). Pertumbuhan mempunyai dua tahap, yaitu tahap cepat terjadi selama pubertas dan tahap lambat terjadi setelah dewasa tubuh tercapai (Anggorodi, 1994). Semua jenis ternak saat awal pertumbuhan akan berlangsung lambat, kemudian cepat, dan akan melambat kembali sampai akhirnya berhenti (Bowker et al., 1978).

(16)

menurun secara gradual (Edey, 1983). Adapun kurva pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva pertumbuhan ruminansia. Sumber : Bowker, et al. (1978).

Pertumbuhan dipengaruhi oleh tingkat kandungan nutrisi ransum. Ransum yang tingkat kandungan nutrisinya tinggi akan mempercepat pertumbuhan dan ternak akan mencapai bobot tubuh tertentu lebih cepat. Sebaliknya, ransum yang

mengandung energi dan protein rendah akan mengakibatkan efek yang merugikan seperti penurunan bobot tubuh (Mc. Donald, et al., 1988). Pertumbuhan otot dan tulang memengaruhi pertambahan bobot tubuh ternak dan merupakan komponen untuk karkas yang diinginkan konsumen.

E. Efisiensi Ransum

Efisiensi pakan didefinisikan sebagai perbandingan jumlah unit produk yang dihasilkan (pertambahan bobot badan) dengan jumlah unit konsumsi pakan dalam satuan waktu yang sama (Santosa, 1995). Efisiensi ransum adalah rasio antara pertambahan bobot tubuh dan konsumsi ransum kemudian dikalikan 100%.

Semakin besar angka efisiensi yang didapat maka semakin baik (Budiarto, 1880). Keterangan :

(17)

Apabila kualitas ransum semakin baik maka nilai konversi ransumakan menurun atau efisiensi ransum semakin meningkat (Nurdin, 1991).

(18)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. penambahan mineral mikro organik dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan efisiensi ransum sapi pedaging; namun memiliki nilai positif karena pada setiap perlakuan cenderung meningkatkan rata-rata konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan efisiensi ransum sapi pedaging.

2. penggunaan mineral mikro organik dalam ransum dengan dosis yang

meningkat ( 0, ½, 1, 1½) menghasilkan nilai rata-rata konsumsi ransum, PBB, dan ER yang meningkat pula pada sapi perlakuan.

B. Saran

(19)

PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI

RANSUM PADA SAPI PEDAGING (Skripsi)

Oleh Andra Neza

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(20)

PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN EFISIENSI RANSUM

PADA SAPI PEDAGING

Oleh Andra Neza

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN

pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(21)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL MIKRO ORGANIK TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI RANSUM PADA SAPI PEDAGING

Nama : Andra Neza

NPM : 0614061017

Jurusan : Peternakan Fakultas : Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. Ir. Liman, M.Si.

NIP 19610307 198503 1 006 NIP 19670422 199402 1 001

2. Ketua Jurusan Peternakan

(22)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. ….……..

Sekretaris : Ir. Liman, M. Si. ....……...

Penguji Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc. .………..

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001

(23)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kurva pertumbuhan ruminansia. ... 15 2. Rata-rata KBK ransum sapi Brahman Cross ... 24 3. Rata-rata PBB pada sapi Brahman Cross ... 27 4. Rata-rata ER pada sapi Brahman Cross ... 38 5. Tataletak rancangan percobaan ... 34 6. Sapi perlakuan ... 43 7. Mineral Zn, Cu, Cr, Se, dan lisin sebelum dicampurkan ... 43 8. Pembuatan mineral mikro organik di Laboratorium Nutrisi dan Makanan

(24)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Kegunaan Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 3

E. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Sapi Potong ... 5

B. Mineral Mikro Organik ... 6

a) Seng (Zn) ... 7

b) Tembaga (Cu) ... 9

c) Selenium (Se) ... 10

d) Kromium (Cr) ... 10

C. Konsumsi Ransum ... 11

D. Pertumbuhan ... 13

(25)

III. BAHAN DAN METODE ... 17

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 17

C. Metode Penelitian ... 17

D. Peubah yang Diamati ... 19

1) Konsumsi ransum ... 19

2) Pertambahan bobot badan (PBB) ... 19

3) Efisiensi ransum ... 20

E. Pelaksanaan Penelitian ... 20

1) Persiapan bahan ransum ... 20

a) Pembuatan ransum basal ... 20

b) Pembuatan mineral Zn, Cu, Se, dan Cr ... 21

2) Persiapan penelitian ... 22

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Sapi ... 23

B. Pengaruh Perlakuan terhadap PBB Sapi ... 26

C. Pengaruh Perlakuan terhadap Efisiensi Ransum Sapi ... 29

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 32

(26)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kebutuhan zat gizi untuk sapi Brahman Cross ... 12

2. Dosis mineral mikro organik di dalam ransum perlakuan ... 18

3. Komposisi dan kandungan zat makanan pakan penyusun ransum basal ... 18

4. Komposisi pakan penyusun ransum konsentrat ... 19

5. Rata-rata KBK ransum pada sapi Brahman Cross ... 23

6. Rata-rata PBB pada sapi Brahman Cross... 26

7. Rata-rata ER pada sapi Brahman Cross... 29

8. Analisis ragam KBK ransum pada sapi Brahman Cross ... 39

9. Analisis ragam PBB pada sapi Brahman Cross ... 39

10. Analisis ragam ER pada sapi Brahman Cross ... 39

11. Uji lanjut polinomial orthogonal KBK ransum ... 39

12. Uji lanjut polinomial orthogonal PBB ... 40

13. Uji lanjut polinomial orthogonal ER ... 40

14. Konsumsi ransum harian pada sapi perlakuan (kg/ekor/hari) ... 41

15. Pertambahan bobot badan kg/periode ... 42

(27)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kurva pertumbuhan ruminansia. ... 15

2. Rata-rata KBK ransum sapi Brahman Cross ... 24

3. Rata-rata PBB pada sapi Brahman Cross ... 27

4. Rata-rata ER pada sapi Brahman Cross ... 38

5. Tataletak rancangan percobaan ... 34

6. Sapi perlakuan ... 43

7. Mineral Zn, Cu, Cr, Se, dan lisin sebelum dicampurkan ... 43

8. Pembuatan mineral mikro organik di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan ... 44

9. Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr) ... 44

10. Menyiapkan minerak organik masing-masing perlakuan ... 45

11. Penyusunan ransum perlakuan ... 45

12. Penimbangan dan pemberian pakan sapi perlakuan ... 46

13. Pemberian pakan hijauan sapi perlakuan ... 46

14. Kegiatan sanitasi di kandang ... 47

15. Pemasangan timbangan elektrik ... 47

16. Timbangan elektrik yang digunakan dalam penimbangan sapi ... 48

(28)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Kegunaan Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 3

E. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Sapi Potong ... 5

B. Mineral Mikro Organik ... 6

a) Seng (Zn) ... 7

b) Tembaga (Cu) ... 9

c) Selenium (Se) ... 10

d) Kromium (Cr) ... 10

C. Konsumsi Ransum ... 11

D. Pertumbuhan ... 13

(29)

III. BAHAN DAN METODE ... 17

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 17

C. Metode Penelitian ... 17

D. Peubah yang Diamati ... 19

1) Konsumsi ransum ... 19

2) Pertambahan bobot badan (PBB) ... 19

3) Efisiensi ransum ... 20

E. Pelaksanaan Penelitian ... 20

1) Persiapan bahan ransum ... 20

a) Pembuatan ransum basal ... 20

b) Pembuatan mineral Zn, Cu, Se, dan Cr ... 21

2) Persiapan penelitian ... 22

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Sapi ... 23

B. Pengaruh Perlakuan terhadap PBB Sapi ... 26

C. Pengaruh Perlakuan terhadap Efisiensi Ransum Sapi ... 29

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 32

(30)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kebutuhan zat gizi untuk sapi Brahman Cross ... 12

2. Dosis mineral mikro organik di dalam ransum perlakuan ... 18

3. Komposisi dan kandungan zat makanan pakan penyusun ransum basal ... 18

4. Komposisi pakan penyusun ransum konsentrat ... 19

5. Rata-rata KBK ransum pada sapi Brahman Cross ... 23

6. Rata-rata PBB pada sapi Brahman Cross... 26

7. Rata-rata ER pada sapi Brahman Cross... 29

8. Analisis ragam KBK ransum pada sapi Brahman Cross ... 39

9. Analisis ragam PBB pada sapi Brahman Cross ... 39

10. Analisis ragam ER pada sapi Brahman Cross ... 39

11. Uji lanjut polinomial orthogonal KBK ransum ... 39

12. Uji lanjut polinomial orthogonal PBB ... 40

13. Uji lanjut polinomial orthogonal ER ... 40

14. Konsumsi ransum harian pada sapi perlakuan (kg/ekor/hari) ... 41

15. Pertambahan bobot badan kg/periode ... 42

(31)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kurva pertumbuhan ruminansia. ... 15

2. Rata-rata KBK ransum sapi Brahman Cross ... 24

3. Rata-rata PBB pada sapi Brahman Cross ... 27

4. Rata-rata ER pada sapi Brahman Cross ... 38

5. Tataletak rancangan percobaan ... 34

6. Sapi perlakuan ... 43

7. Mineral Zn, Cu, Cr, Se, dan lisin sebelum dicampurkan ... 43

8. Pembuatan mineral mikro organik di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan ... 44

9. Mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr) ... 44

10. Menyiapkan minerak organik masing-masing perlakuan ... 45

11. Penyusunan ransum perlakuan ... 45

12. Penimbangan dan pemberian pakan sapi perlakuan ... 46

13. Pemberian pakan hijauan sapi perlakuan ... 46

14. Kegiatan sanitasi di kandang ... 47

15. Pemasangan timbangan elektrik ... 47

16. Timbangan elektrik yang digunakan dalam penimbangan sapi ... 48

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta. Akoso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Amin, M. 1997. “Pengaruh Pengunaan Probiotik Saccharomyses serevisiae dan Aspergillus oryzae dalam Ransum pada Populasi Mikroba, Aktivitas Fermentasi

Rumen, Kecernaan, dan Pertumbuhan Sapi Perah Dara’. Tesis. Program Pascasarjana. Istitut Pertanian Bogor. Bogor.

Arora, S.D. 1989. Pencernaan Mikoroba Rumen pada Ruminansia.

Diterjemahkan oleh M. Retno. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Bamualim, A. 1988. Prosedur dan Parameter dalam Penelitian Makanan Ternak Rumunansia dalam Prinsip Produksi dan Penelitian Peternakan. Kupang.

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh B. Srigandono).

Bowker, W.A.T., R.G. Dumsday, J.E. Frisch, R.A. Swan, and N.M. Tulloh. 1978. Beef Cattle Management and Economic. Australian Vice Chancellours’

Committhe. Academy Pres Pty Ltd. Brisbane.

Budiarto. 1980. “Pengaruh Pemanasan, Perendaman, dan Pemberian Ferro Sulfat

pada Daun Petai Cina (Leucaena leucecophala Lam de WIT) dalam Ransum

Ayam Pedaging”. Tesis. Fakultas Peternakan. Institud Pertanian Bogor. Bogor.

Darmono. 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta. Davies, H.L. 1982. Nutrition and Growth. Hedges and belly Pty. Ltd. Melbaurne. Devandra, C. and M. Burn. 1989. “Comparative aspect of didestive physiology

(33)

Edey, T.N. 1983. Lactation, Growth and Body Composition in Tropical Sheep and Goat Production. Australia Vice Commithtee. AUIDP.

Fathul, F., Muhtarudin, Liman, Y. Widodo. 2003. “Pengaruh perbedaan Zn organik dan anorganik terhadap ketersediaan seng dan pertumbuhan kambing kacang”. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Vol. III (4); 253—258. Hungate, R.E. 1966. Rumen and Its Microbes. Academic Press, New York. Jayanegara, A., A. S. Tjakradidjaja, dan T. Sutardi. 2006. “Fermentabilitas dan Kecernaan in Vitro Ransum Limbah Agroindustri yang Disuplementasi Kromium Anorganik dan Organik”. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Kardaya, D. 2000. Pengaruh Suplementasi Mineral Organik (Zn-Proteinat, Cu-Proteinat) dan Amonium Molibdat terhadap Performans Domba Lokal. Tesis. Program PascaSarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kardaya, D., Supriyati, Suryahadi, dan T. Toharmat. 2001. “Pengaruh suplementasi Zn-Proteinat, Cu-Proteinat dan amonium molibdat terhadap performans domba lokal”. Media Peternakan, 24 (11) : 1-9.

Kirchgessner, M., F.J. Schwarz, and G.I. Stangi. 1998. “Growth performance of beef cattle fed com silage-based rations without Cu, Zn, Mn, Co, and Se

supplementation”. Journal of Animal Physiology and Animal Nutrition. 78 (3) : 141-153.

Little, D.A. 1986. ”The mineral content of rumniant feeds and potential for mineral supplementation in South-East Asia with particular reference to

Indonesia”. In : R.M. Dixon (Ed.). Ruminant Feeding Systems Utilizing Fibrous Agricultural Residues. IDP, Canberra.

Lyons. 1993. “Protected minerals, an expensive luxcury or a cost effective excessity in: Bioteknology use scientifically proven Natural product to increase

practical value”. Procceding Asia Pasific Tecture of Altech. August 16-26 .

Manika, W., M. A. Djajanegara, S. Gardiner, T. R. Wiradarya dan I. M. Mastika, 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

McDonald, P., R.A. Edwards, and J.E.D. Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition. 4th Ed. John willey and Sons Inc. New York.

McDowel, L.R. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. Academic Press, London.

(34)

Mowat, D.N. 1994. “Kromium organik di nutrisi hewan”. Prosiding Kuliah Tour Asia Pasifik. Alltech Lexington Kentucky Inc.

Muhtarudin. 2002. “Pengaruh Amoniasi, Hidrolisa Bulu Ayam, Daun Singkong, dan Campuran Lisin-Zn-Minyak Lemuru terhadap Penggunaan Pakan pada

Ruminansia”. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

_________. 2003. “Pembuatan dan penggunaan Zn-Proteinat dalam ransum untuk meningkatkan nilai hayati dedak gandum dan optimalisasi bioproses dalam

pencernaan ternak kambing”. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Vol. III (5): 385—393.

Muhtarudin, Liman, dan Y. Widodo. 2003. “Penggunaan Seng Organik dan Polyunsaturated Fatty Acid dalam Upaya Meningkatkan Ketersediaan Seng, Pertumbuhan, serta Kualitas Daging Kambing”. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi.

Musliani. 2005. “Pengaruh Level Penggunaan Mineral Mikro Organik terhadap KCBK, KCBO, Produksi VFA dan Kadar NH3 Cairan Rumen secara in vitro”.

Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

National Reseach Council (NRC). 1980. Mineral Tolerance of Domestic Animals. National Academy Press, Washington, D.C.

___________________________. 1989. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 6th Revised edit. National Academy Press, Washington, D.C.

___________________________. 2001. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 7th Revised edit. National Academy Press, Washington, D.C.

Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Pratama, Yogyakarta. Nugroho. 1986. Penyakit Kekurangan Mineral pada Sapi. Penerbit Eka Offset. Semarang.

Nurdin, E. 1991. “Pengaruh perubahan Intensitas Pemberian Ransum terhadap Tumbuh Kembang Saluran Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Bahan Makanan

pada Kambing Kacang”. Tesis. Program Pascasarjana. Institud Pertanian Bogor. Bogor.

Ott, E.A., W.H. Smith., R.B. Harrington, and W.M. Beeston. 1996. “Zinc toxicity

in ruminants I: effect of hight levels of dietary zinc on gains, feed consumption

and feed efficiency of lambs”. Jurnal of Animal Science 2:414.

(35)

___________. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogarstrik. Vol IB. Direkt orat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

__________. 1995. Ilmu Gizi Ruminansia. IPB Press. Bogor.

__________. 1999. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas indonesia. Jakarta.

Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sari, M. 2002. “Pengaruh Penggunaan Zn-Proteinat dalam Ransum terhadap Performans Feedlot Kambing PE”. Skripsi. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. __________. 2001. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sudirman. 2006. “Pengaruh Penambahan Hidrolisis Bulu Ayam dan Mineral Organik Dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Kambing Jantan Peranakan

Etawa”. Skripsi. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sukaesih, N. 1999. “Pengaruh Suplementasi Mineral Organik (Zn dan Se)

terhadap Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi, dan Konversi Ransum pada

Domba Lokal”. Skripsi. Jurusan Peternakan. Fakultas Pertanian. Universitas Djuanda. Bogor.

Supriati, A. Suparyanto, dan Murtiyeni. 1999. “Suplementasi Mineral Makro

dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Domba”. Balai Penelitian Ternak Bogor. Bogor.

Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(36)

Sutrisno, C.I. 1983. “Pengaruh Minyak Nabati dalam Mengatasi Defisiensi Zn pada Sapi yang Memperoleh Ransum Berbahan Dasar Jerami Padi”. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tillman, A. D., S, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, H. Hartadi, dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

______. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press. Yogyakarta. Underwood, E. J. 1981. The Mineral Nutrition of Livestock. Second Edition. Commonweath Agricultural Bureaux, London.

Vandergrift, B. 1992. “The theory and practice of mineral proteinates in the

animal feed industry”. Jurnal of Animal Science 131:146.

(37)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, 25 Oktober 1987, sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Nukman Azhari, SE dan Ibu Sunaipah.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 3 Way Urang Kalianda pada 1999, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP N 1 Kalianda pada 2002, sekolah lanjutan tingkat atas di SMKN N 2 Kalianda pada 2005, pendidikan bersertifikat Komputer Perkantoran di Dian Cipta Cendikia (DCC) Cabang Antasari pada 2005. Penulis diterima sebagai Mahasiswa Universitas Lampung pada Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negri (UMPTN) pada 2006.

Pada Juli sampai Agustus 2010, penulis melakukan Praktik Umum di Koprasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung, Jawa Barat. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dibeberapa Organisasi Kemahasiswaan—Himpunan Mahasiswa Peternakan (Himapet) sebagai anggota Bidang Penelitian dan

(38)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa selama penelitian dan penyusunan skripsi tidak terlepas dari petunjuk, bimbingan, dan bantuan yang tulus dari banyak pihak. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus penulis mengucapkan trimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.—selaku Pembimbing Utama sekaligus Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung—atas bimbingan, petunjuk, arahan, dan nasehatnya dalam penyusunan skripsi; 2. Bapak Ir. Liman, M.Si.—selaku Pembimbing Anggota—atas bimbingan,

petunjuk, arahan, dan nasehatnya dalam penyusunan skripsi;

3. Ibu Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc.—selaku Pembahas—atas bimbingan, petunjuk, arahan, dan nasehatnya dalam penyusunan skripsi;

4. Bapak drh. H. Madi Hartono, M.P.—selaku pembimbing akademik—atas bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan;

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abas Zakaria, M.S.—selaku Dekan Fakultas

(39)

mengerti serta peduli akan keadaaan mahasiswa;

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis;

8. Papa dan Mamaku atas do’a, kasih sayang, dan dukungan baik moril maupun materil; kakakku Alan Fahri; adikku Rinai Ayu Amelia; keponakanku

tersayang Marcelia (Acel) merupakan keinginanku untuk membahagiakan kalian;

9. Eliya Wati S.Pd., M.Pd. (Ibung Eli) beserta keluarga yang selalu mensuport penulis baik moril dan materil;

10. Tim penelitianku Lay Jepron, Andik (cah jowo), Anggi (kecenk), dan Alek atas kerjasama, kebersamaan, dan pengertian selama penelitian;

11. Cindy Okta Amelia atas do’a, semangat, dan motivasi yang telah diberikan; 12. Abang-abangku Mang Hadi, Turbo, Mas Bankrenk, Ucit, Lay, Dodo, dan

Angif atas motivasi yang selalu diberikan;

13. Ivan (Donk”), Erika (Butet), Ferdian (Igun), Doni, Zaki, Dekil, Made, Dugem, Priyo, Andre, Tedonk dan seluruh angkatan ’06—atas persahabatan dan hangatnya suasana kekeluargaan yang telah terjalin bersama; adinda-adindaku (Dani, Tegar, Yayu, Lina, Ucok, Poronk, Tri, Nano, Dewa, Fauzan, Fajar, Kendi, Mamid) dan angkatan ‘07, ’08, ’09, dan ’10;

(40)

Yurika dan Kanda/Yunda serta Adinda-adinda yang tidak mungkin

disebutkan satu persatu “Yakusa”.

Penulis berdo’a dan berharap semoga bantuan yang telah diberikan mendapat

balasan dari Allah SWT. Amin.

Bandar Lampung, Penulis

(41)

Dengan senantiasa mengucapkan puji syukur kehadirat

“Allah SWT”

Kupersembahkan karya kecil ini sebagai ungkapan bakti dan kasihku

kepada: “Papa dan Mama tersayang”

Kakakku Alan Fahri dan adikku Rinai Ayu Amelia atas do’a, dukungan, dan

(42)

Semua ini adalah takdir sang Maha Kuasa Allah SWT; Rizki, kaya, miskin, jodoh,

Hidup, dan Mati.

Analogi

: Wisuda adalah surga, IPK adalah tingkatan surga

yang diperoleh, dan belajar adalah ibadah.

Semakin giat kita beribadah maka semakin tinggi tingkatan surga yang kita

peroleh kelak dan semakin cepat kita menuju surga Allah SWT.

Semakin giat kita belajar maka semakin tinggi tingkat prestasi nilai yang kita

peroleh dan semakin cepat kita menuju wisuda.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang

mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11

“Semua ditentukan oleh usaha yang kita lakukan untuk meraih

sebuah kenikmatan tersebut

(43)

Lakukan apa yang Anda bisa, dengan apa yang Anda miliki, di manapun

Anda berada. ~ Theodore Roosevelt

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan zat gizi untuk sapi Brahman Cross
Gambar 1. Kurva pertumbuhan ruminansia. Sumber : Bowker, et al. (1978).
Tabel                                                                                                           Halaman
Tabel                                                                                                           Halaman

Referensi

Dokumen terkait

EKSPEKTASI PELANGGAN LAYANAN YANG DIHARAPKAN PELANGGAN PENILAIAN PELANGGAN TERHADAP LAYANAN YANG DIBERIKAN TINGKATLAYANAN YANG DIBUTUHKAN UNTUK ME`MENUHI EKSPEKTASI

[r]

Namun oleh karena gejalanya yang sering sub klinis dan masa hidupnya yang cukup lama (interval 5 tahun, bahkan pernah dijumpai 1 kasus di mana cacing ini dapat parasitik pada

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa waktu pengaruh kombinasi pemberian pupuk nitrogen dan bobot mulsa jerami tidak berpengaruh nyata terhadap panjang

Hasil dari analisa fisik akan menentukan konsep pendekatan lansekap pada tapak agar sesuai dengan kondisi dan potensi tapak, sedangkan untuk analisa biologis tapak

Penelitian tentang perubahan ang- garan di Indonesia juga sudah mulai ban- yak diantaranya Abdullah dan Rona (2014) meneliti pengaruh sisa anggaran, pendapa- tan sendiri

Misi ke 4 : Meningkatkan pembangunan pelayanan perkotaan dengan pengembangan budaya daerah disertai dengan peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat

Menggunakan Activity Based Costing (ABC), perhitungan kos overhead menjadi lebih akurat karena sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas dilekatkan ke jasa