• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN SUNTAN MARGA NGAMBUR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ADAT (studi di Pekon/desa Sumber Agung kecamatan Ngambur Kabupaten Lampung Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANAN SUNTAN MARGA NGAMBUR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ADAT (studi di Pekon/desa Sumber Agung kecamatan Ngambur Kabupaten Lampung Barat)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

THE ROLE OF “SUNTAN MARGA NGAMBUR” IN SETTLEMENT OF CUSTOMARY LAND DISPUTE

(A study in Sumber Agung “Pekon” or village in Ngambur district of West Lampung regency)

By Romi Gusman

Lampung society adopts patrilineal genealogy family relationship, which is divided into lineage society according to the origin “Poyang” that is called as “buay”. Every family according to the level of family has its own leader called as “penyeimbang” that contains of the oldest sons that inherited their fathers’

authority hereditary.

The research takes location of research purposively in Sumber Agung village of Ngambur district in West Lampung regency. The problem statement is to find out the roles of Suntan Marga Ngambur as custom’s “penyeimbang” or balancer of the families to settle the customary land dispute in their customary society. The research uses case study method with interpreting the qualitative data. The data is taken with deep interview, field, library and document studies.

(2)

accused I, II, III on their legal land owning in Liwa state court.

The conclusion shows that the winning of accused party cases emphasizes the role of customary authorities of “Suntan” is very accepted by the government and the

(3)

ABSTRAK

PERANAN SUNTAN MARGA NGAMBUR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ADAT

(studi di Pekon/desa Sumber Agung kecamatan Ngambur Kabupaten Lampung Barat)

Oleh Romi Gusman

Masyarakat Lampung merupakan masyarakat kekerabatan bertalian darah menurut garis keturunan ayah (Geneologis-Patrilinial), yang terbagi-bagi dalam masyarakat keturunan menurut Poyang asalnya masing-masing yang disebut "buay". Setiap kerabat menurut tingkatannya masing-masing mempunyai pemimpin yang disebut "penyimbang" yang terdiri dari anak tertua laki-laki yang mewarisi kekuasaan Ayah secara turun temurun.

(4)

pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan melakukan studi lapangan, studi kepustakaan dan studi dokumentasi.

Dari pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa proses penyelesaian sengketa tanah yang dilakukan oleh pemerintahan adat (Suntan) dan pemerintahan desa Sumber Agung melalui himpun/musyawarah adat yang memenangkan pihak tergugat I. II dan III dengan mengeluarkan Surat keterangan Kepemilikan tanah dari Kepala Desa dan diketahui oleh Saibatin/Suntan Penyimbang Adat Marga Ngambur merupakan salah satu pertimbangan Hakim yang menguatkan pihak tergugat I, II dan III mengenai kepemilikan tanah yang sah di Pengadilan Negeri Liwa.

(5)
(6)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia merupakan masarakat yang pluralistik, yaitu masyarakat yang terdiri dari bermacam-macam suku dan adat istiadat yang tersebar dari seluruh kepulauan di Indonesia. Setiap daerah mempunyai tradisi, bahasa serta adat istiadat yang tersendiri, baik yang menyangkut hukum waris adatnya, perkawinan adat, hukum kekerabatan maupun harta kekayaan adat.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 adat istiadat dan budaya diakui oleh Negara dan diberikan keleluasaan untuk mengembangkan diri sesuai dengan budaya dan adat istiadatnya masing-masing. Hal ini termuat dalam pasal 28C yang berbunyi :

1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.

(7)

Adat istiadat merupakan cerminan bangsa Indonesia dan merupakan identitas diri bangsa. Pengakuan ini termuat dalam Undang-undang 1945 pasal 28i yang berbunyi :

“ Identitas budaya dan hak masyarakat tradisonal dihormati selaras dengan

zaman dan peradaban”.

Adat istiadat ini juga termuat dalam PP No. 72 Tahun 2005 dimana dalam penjelasan umumnya menyatakan bahwa desa dapat membentuk lembaga-lembaga kemasyarakatan misalnya lembaga-lembaga adat. Lembaga kemasyarakatan bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra bagi lembaga pemerintah. Tokoh adat yang ada dalam suatu wilayah desa harus dilibatkan oleh pemerintahan desa dalam kegiatan-kegiatan pemerintah.

(8)

Masyarakat Lampung merupakan masyarakat kekerabatan bertalian darah menurut garis keturunan ayah (Geneologis-Patrilinial), yang terbagi-bagi dalam masyarakat keturunan menurut Poyang asalnya masing-masing yang disebut "buay", misalnya Buay Pernong, Buay Belunguh, Buay Bejalan di Way, Buay Nyerupa dan sebagainya. Setiap kebuayan itu terdiri dari berbagai "jurai" dari kebuwaian, yang terbagi-bagi pula dalam beberapa kerabat yang terikat pada satu kesatuan rumah asal (nuwou tubou, lamban tuha). Kemudian dari rumah asal itu terbagi lagi dalam beberapa rumah kerabat (nuwou balak, lamban gedung). Ada kalanya buay-buay itu bergabung dalam satu kesatuan yang disebut "paksi". Setiap kerabat menurut tingkatannya masing-masing mempunyai pemimpin yang disebut "penyimbang" yang terdiri dari anak tertua laki-laki yang mewarisi kekuasaan Ayah secara turun temurun.

Hubungan kekerabatan adat Lampung terdiri dari lima unsur yang merupakan lima kelompok yaitu :

1. Kelompok wari atau adik wari, yang terdiri dari semua saudara laki-laki yang bertalian darah menurut garis ayah, termasuk saudara angkat yang bertali darah.

2. Kelompok lebuklama yang terdiri dari saudara laki-laki dari nenek (ibu dari ayah) dan keturunannya dan saudara laki-laki dari ibu dan

keturunannya.

(9)

4. Kelompok kenubi yang terdiri dari saudara-saudara karena ibu bersaudara dan keturunannya.

5. Kelompok lakau-maru, yaitu para ipar pria dan wanita serta kerabatnya dan para saudara karena istri bersaudara dan kerabatnya.

Adat istiadat Lampung sama halnya dengan adat istiadat daerah lainnya dan merupakan kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Adat ini diwarisi secara turun temurun, di bina dan di kembangkan secara tradisi karena masyarakat Lampung khususnya yang beradat saibatin dalam menentukan penyimbang adat sifatnya sangat tertutup dan bersifat palrilineal geneologis (mengikuti garis keturunan laki-laki).

Masyarakat adat yang hidup secara turun temurun mempunyai tatanan kehidupan sesuai dengan norma-norma yang berlaku bagi masyarakat tersebut. Masyarakat adat sebagai pranata sosial mempunyai kehidupan sosial yang secara turun-temurun di jaga dan dikembangkan oleh mayarakat tersebut. Pranata sosial masyarakat adat yang masih terjaga dengan baik biasanya sangat sulit untuk di masuki oleh hal-hal yang bersifat negatif dan dianggap tidak sesuai dengan ketentuan adat istiadat.

(10)

kesatuan masyarakat adat berupa suku dan Jungku. Azas yang dianut Paksi Pak Sekala Bkhak adalah Saibatin Lulus Kawai, artinya apa yang dipakai oleh orang tuanya (gelar) secara otomatis diwariskan kepada anaknya yang tertua laki-laki, kecuali jika Suntan tidak mempunyai anak laki-laki maka jatuh pada anak tertua perempuan atau cucunya laki-laki (dari anak perempuan tersebut).

Tahun 1942-1998 telah terjadi perkembangan penduduk sehingga pada Raja dan Batin tersebut juga berkembang anak buah /keturunannya. Melihat hal tersebut Saibatin Buai Bejalan di Way, Sultan Jaya Kesuma II, pada tanggal 1 Agustus 1999 mengadakan evaluasi serta musyawarah adat di kembahang yang dihadiri para Dalom, Raja, Batin dan Suku-suku Marga. Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan dan dengan persetujuan dari para Dalom, Raja, Batin dan Suku-suku marga yang hadir dalam musyawarah adat tersebut maka ditetapkan oleh Saibatin adat bahwa dalam Paksi Buai Bejalan di Way terdapat empat Dalom, 12 Raja dibantu oleh 64 Batin dengan Radin Serta suku-suku dan jungku Buai Bejalan di Way sebagai pendukung, bawahan dan pembantu Saibatin Paksi. Jumlah Raja dan Batin diatas Masih tetap sampai sekarang. Secara umum tugas dan fungsi pejabat marga adalah : 1. Mengepalai Kepala Marga

(11)

2. Melaksanakan kekuasaan administrasi pemerintahan adat

Dalam melaksanakan kepemimpinannya Suntan mempunyai kekuasaan dalam bidang administarasi pemerintahan adat.

3. Memimpin wilayah marga yang memiliki otonomi secara terbatas.

Sebagai seorang pimpinan dalam marga Suntan mempunyai wilayah yang dipimpinnya.wilayah ini mencakup wilayah yang didiami oleh masyarakat adatnya sampai pada tingkat Raja Bah Mekon.

Menurut Hadikusuma (1989:21).Kewenangan dan tugas penyimbang adat marga yang merupakan tugas Suntan adalah sebagai berikut :

1. Membawahi suku-suku marga yang ada pada wilayah marga

2. Mengurus, dan bertanggung jawab terhadap kegiatan adat-istiadat terkait upacara-upacara adat.

3. Berwenang melakukan penyelesaian terhadap persoalan (sengketa) yang terjadi pada masyarakat adat yang dipimpinnya.

(12)

Hasil wawancara Mizwar gelar Radin Idaman Gedung di desa Negeri Ratu Ngambur Lampung Barat pukul 20.00 Wib, menurutnya masyarakat adat terutama saibatin mempunyai sistem pemerintahan yang tidak jauh berbeda dengan pemerintahan formal. Kepemimpinan adat dalam pranata sosial Marga disebut Penyimbang Adat Marga. Penyimbang Adat Marga merupakan keturunan lurus dari Lamban Gedung (rumah adat) dimana dalam struktur adat Penyimbang Marga terdiri dari Suntan (anak tertua laki-laki), Pangeran (anak kedua laki-laki) dan Dalom (anak ketiga laki-laki).

Kedudukan tertinggi dalam pemerintahan adat Saibatin adalah Suntan dimana Suntan merupakan orang yang mendiami Lamban Gedung. Sementara Pangeran dan Dalom jika sudah berkeluarga menempati rumah sendiri disebut Lamban punyikhan (rumah pangeran) dan Lamban Dalom (rumah Dalom). Selain itu, dalam tatanan pemerintahan marga Ngambur yang masih dalam keturunan Penyimbang Marga terdapat Khaja Lamban Gedung.

Dalam marga selain isi lamban gedung pada tingkat suku yang mendiami pekon terdapat suku saibatin, suku marga dan suku bah mekon (desa). Suku bah mekon mempunyai tatanan pemerintahan tersendiri yang dipimpin oleh khadin serta bawahan khadin yang disebut cepong.

(13)

adat tidak terdapat kemungkinan untuk membeli pangkat adat, baik dengan naik Pepadun atau dengan cara-cara lainnya terutama. Nama atau gelar adat harus mengikuti strata yang telah di tetapkan dan tidak boleh dipakai oleh pihak lain meskipun keturunan langsung penyimbang. Misalnya, Suntan hanya boleh diwariskan atau dipakai pada anak laki-laki pertama dan jika anak laki-laki pertama meninggal dunia, maka nama Suntan tidak boleh diwariskan pada anak kedua meskipun dia sebagai pengganti Suntan dan yang akan menjalankan pemerintahan adat di marga. Nama yang dipakai jika anak kedua tetap nama yang berhak disandangnya yaitu Pangeran. Nama Suntan baru bisa dipakai kepada anak laki-laki pertama dari pangeran, begitupun untuk selanjutnya. Marga Ngambur dalam menjalankan pemerintahan adat dipimpin oleh seorang Suntan bernama Suntan Baginda Ratu Riyanda.

Tugas pokok Penyimbang Adat Marga secara umum adalah mengayomi dan bertanggung jawab terhadap masyarakat adat marga secara menyeluruh. Salah satunya adalah melakukan penyelesaian sengketa tanah bagi masyarakatnya berdasarkan ketentuan hukum adat. Penyelesaian sengketa ini dilakukan dengan Himpun Muakhi (rapat saudara) dengan melibatkan dalom, pengeran, suku saibatin, dan suku bah pamekon serta para pihak yang bersengketa.

(14)

Kasus sengketa ini mulai diperdebatkan oleh tergugat pada tanggal I, II , III pada tanggal 7 April 2008, yaitu melapor kepada peratin Sumber Agung, Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Lampung Barat, Bahwa tanah yang dikuasai oleh M. Ali Anwar adalah milik orang tua mereka sejak zaman Jepang sekitar tahun 1966 yang telah diiwariskan kepada tergugat I, II dan III.

Proses penyelesaian sengketa tanah ini awalnya diselesaikan melalui pemerintahan Pekon Sumber Agung yaitu oleh peratin Sumber Agung dan dilanjutkan melalui adat setempat yaitu oleh kepala adat Marga Ngambur Suntan Baginda Ratu Riyanda. Dari hasil musyawarah antara aparat pemerintah desa Sumber Agung dan Kepala Adat Marga Ngambur membenarkan dan memutuskan bahwa tanah tersebut adalah milik Ahmad Syahbuddin Bin Sarbini (Tergugat I), Rusdi Bin Arpan (tergugat II) dan Majisin Ahya (tergugat III). Karena menurut yang mereka ketahui tanah tersebut adalah tanah bukaan Orang Tua mereka sejak jaman jepang sekitar tahun1966. Dari keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa klaim M. Ali Anwar atas tanah tersebut adalah tidak benar.

(15)

Adapun alasan dari para pihak tergugat I, II, III membiarkan tanah tersebut dikuasai oleh M. Ali Anwar (Penggugat) pada saat itu adalah :

1. Pada saat M. Ali Anwar membuka tanah tersebut saat itu masih dalam era orde baru dimana ABRI sangat ditakuti masyarakat, sedangkan M. Ali Anwar Sendiri pada saat itu menjabat sebagai komandan koramil.

2. Tanah tersebut hanya ditanami saja dan tidak dijual kepada pihak lain.

Pembukaan dan penguasaan tanah oleh M. Ali Anwar pada tahun 1971 hanya bersifat izin pembukaan lahan dari Kepala Kampung Sumber Agung. Pemberian izin pembukaan lahan tersebut di dasari oleh tekanan dari pihak M. Ali Anwar mengingat kewenangan M. Ali Anwar sebagai Danramil Kecamatan Pesisir. Selatan.

(16)

Pemerintahan Pekon Sumber Agung, Ahmad Syahbuddin Bin Sarbini serta keluarga besarnya berhak atas tanah yang di klaim oleh M. Ali Anwar.

Keputusan Pemerintahan Pekon Sumber Agung dan Suntan Adat Marga Ngambur yang memenangkan pihak Ahmad Syahbudin dan keluarga sebagai pemilik tanah yang sah, dianggap merugikan M. Ali Anwar. Maka M Ali Anwar yang diwakili oleh kuasanya Ujang Monalisa meneruskan sengketa tanah ini pada pengadilan negeri Liwa.

Setelah gugatan dilakukan M.Ali Anwar pada Pengadilan Negeri Liwa, pihak tergugat melakukan sanggahan dengan menunjukkan surat keterangan dari Pemerintahan Pekon Sumber Agung serta Suntan Kepala Adat Marga Ngambur.

Dengan adanya surat pernyataan dari pemerintah desa Sumber Agung dan Kepala adat Marga Ngambur atas kepemelikan tanah tesebut, maka surat tersebut merupakan salah satu bukti otentik dari pihak tergugat dalam melakukan sanggahan atas gugatan dari penggugat.

(17)

tersirat peranan Suntan belum mampu menyelesaikan sengketa secara tuntas. Peranan suntan pada kasus diatas, tetap terlihat mengingat pada tingkat pengadilan pihak tergugat dimenangkan oleh pengadilan dengan diktum pertimbangan putusan adalah adat melalui surat pengakuan atas tanah yang dikeluarkan penyimbang adat mengakui secara sah kepemilikan tanah sengketa adalah pihak tergugat.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Peranan Suntan Marga Ngambur selaku penyimbang adat marga dalam melakukan penyelesaian terhadap sengketa tanah adat pada masyarakat adatnya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian yang dilakukan bertujuan :

Untuk mengetahui peranan Suntan Marga Ngambur dalam melakukan penyelesaian terhadap sengketa tanah adat.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

(18)

kekurangan-kekuarangan yang terjadi terhadap peranan Suntan dalam melakukan tugas-tugas adat marga.

(19)
(20)

II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Teori 1. Definisi Peranan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:854) peranan diartikan sebagai tindakan seseorang dalam suatu peristiwa. Sedangkan menurut Margono Slamet (2000:14) peranan mencakup tindakan atau perilaku yang perlu dilaksanakan oleh seseorang yang menempati suatu posisi didalam suatu sistem sosial.

Anton Moelyono dalam Onong U (2002:7) Peranan merupakan sesuatu yang diartikan memiliki arti positif yang diharapkan akan memberikan sesuatu yang berdaya guna dalam memperoleh hasil yang lebih baik serta dapat mempengaruhi sesuatu hal lain.

Margono Slamet (1985:15) mendefinisikan peranan sebagai sesuatu yang mencakup tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati suatu posisi dalam status sosial.

(21)

hak-hak dan kewajibannya sesuaian dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Dalam hal ini peranan mencakup tiga hal yaitu :

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan sengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu

dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Teori peran (Role Theori) secara prinsif memberikan definisi terhadap peranan dari berbagai sudut pandang dimana peranan itu terjadi tergantung pada disiplin ilmu dan orientasi yang akan dicapai pemberi teori. Biddle dan Thomas dalam Sarlito Wirawan Sarwono (1998:209) membagi peristilahan dalam teori peran pada 4 (empat) golongan. Istilah-istilah tersebut dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial

Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi menjadi :

a. Aktor/pelaku yaitu orang yang sedang berprilaku menuruti suatu peran tertentu.

(22)

c. Target/sasaran atau orang lain yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan aktor atau prilakunya.

2. Perilku yang muncul dalam interaksi tersebut

Biddle dan Thomas memberikan 5 (lima) istilah dalam tentang perilaku yang berkaitan dengan peran yaitu:

a. Harapan (Expectation)

Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain pada umumnya tentang perilaku yang pantas, yang seyogyanya ditunjukkan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.

b. Norma

Norma hanya merupakan salah satu bentuk harapan. Jenis-jenis harapan menurut Secord dan Bacman adalah sebagai berikut :

1. Harapan yang bersifat meramalkan ( acticipatory) yaitu harapan tentang suatu perilaku yang akan terjadi

2. Harapan normatif merupakan keharusan yang menyertai suatu peran. Harapan normatif ini menurut Biddle dan Thomas dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu :

a. Harapan yang terselubung yaitu harapan itu tetap ada walaupun tidak diucapkan.

b. Harapan yang terbuka yaitu harapan-harapan yang diucapkan. c. Wujud perilaku (Performance)

(23)

d. Penilaian dan Sanksi (Evaluation and Sanction)

Penilaian dan sanksi dapat datang dari orang lain maupun dari dalam diri sendiri. Jika penilaian dan sanksi datang dari orang lain berarti penilaian dan sanksi itu ditentukan oleh perilaku orang lain. Jika penilaian dan sanksi datang dari dalam diri pribadi, maka pelaku sendirilah yang memberi penilaian dan sanksi berdasarkan pengetahuannya tentang harapan-harapan dan norma-norma yang berlaku pada masyarakat.

Berdasarkan beberapa definisi dan batasan mengenai peranan Suntan diatas maka dapat simpulkan bahwa peranan adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu posisi dan melaksanakan hak-hak dan kewaijibannya sesuai dengan kedudukannya. Dengan kata lain peranan adalah sesuatu yang penting dan diharapkan dari seseorang yang memiliki tugas utama dalam kegiatan. Jika seseorang menjalankan kegiatan tersebut dengan baik maka dengan sendirinya akan berharap bahwa apa yang dijalankan sesuai dengan keinginan dari lingkungannya.

2. Definisi Marga

(24)

ikatan persamaan keturunan, artinya anggota-anggota kelompok tersebut terikat karena mereka berasal dari nene moyang yang sama.

Menurut Kiay Paksi (1995:15) marga adalah suatu pemerintahan yang sifatnya kekerabatan. Marga berusaha memiliki tanah yang ada disekeliling wilayahnya. Tanah-tanah ini sifatnya merupakan hutan cadangan untuk lahan pertanian sampai anak cucu.Dengan demikian, marga adalah suatu bentuk pemerintahan adat yang sifatnya kekerabatan dikarenakan anggota-anggotanya terikat pada suatu ikatan persamaan keturunannya yaitu berasal dari nenek moyang yang sama.

Marga Ngambur merupakan salah satu paksi yang merupakan keturunan lurus dari paksi buay bejalan di way dari paksi pak sekala berak. Marga Ngambur merupakan marga yang ada di sebelah selatan pesisir krui. Dalam tatanan pemerintahan adat marga ngambur mempunyai pimpinan adat yang disebut Suntan. Penentuan penyimbang adat sesuai dengan ketentuan keturunan dari paksi buay bejalan di way.

3. Definisi Suntan

(25)

memberikan tampuk kekuasaan adat kepada pewarisnya yaitu anak laki-laki tertua dari pun penyimbang adat. Anak laki-laki tertua tersebut disebut Suntan atau Suttan. Jadi Suntan atau Suttan adalah anak laki-laki tertua dari pun penyimbang adat sebagi pewaris langsung pemerintahan adat pada marga berkedudukan sebagai ”pandia” bagi keluarga besarnya.

1). Peranan Suntan Marga Ngambur

Perkembangan peranan pemerintahan selalu mengalami pergeseran, pergeseran tersebut yang terahir yaitu peran pemerintah dari Government ke Governance. Penggantian istilah Government menjadi Governance yang menunjukan penggunaan otorita politik, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah kenegaraan. Dalam bahasa Indonesia kata Governance diterjemahkan menjadi “tata pemerintahan” ada pula yang menerjemahkan menjadi “kepemerintahan”. Istilah ini secara khusus

menggambarkan perubahan peranan pemerintah dari pemberi pelayanan (provider) kepada fasilitator dan perubahan kepemilikan yaitu dari milik Negara menjadi milik rakyat.

(26)

Suntan juga berperan dibidang politik pemerintahan, misalnya saja saat penjajahan sampai prakemerdekaan, Suntan membantu pemerintah memulihkan krisis nasionalisme dalam masyarakat yang hampir luntur akibat pemberontakan dan penjajahan dari orang-orang yang ingin berkuasa dan suntan berperan sebagai Pembina kehidupan masyarakat adat serta suntan berperan menjaga kelestarian adat istiadat yang merupakan keturunannya.

Suntan penyimbang adat marga Ngambur tidak berperan sebagai pemegang kekuasaan penuh atau memilki otoritas mutlak. Dalam menjalankan sistem pemerintahan adat suntan melibatkan masyarakat dan tokoh adat lainnya (Dalom, Raja, Batin dan lainnya). Suntan tidak lagi sebagai pemberi pelayan kepada masyarakat secara keseluruhan, suntan dapat dikatakan sebagai fasilitator bagi masyarakat adat dalam menjalankan kehidupan masyarakat.

(27)

Berhasilnya tidaknya seseorang menjadi pemimpin ditentukan oleh bagaimana seseorang pemimpin tersebut berperan sebagai pimpinan, artinya bagaimana peranan kepemimpinannya. Kepemimpinan memegang peranan yang penting dalam manajemen suatu lembaga. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki ciri-ciri ideal seorang pemimpin.

2). Fungsi Suntan Marga Ngambur

Sejarah pertumbuhan pemerintahan yang ada di Indonesia menunjukan bahwa perkembangan pemerintahan tidak dapat dilepaskan dari perkembangan sejarah terbentuknya masyarakat. Ketika beberapa orang hidup berkelompok secara permanen dan membentuk suatu masyarakat, pada saat itu pula terbentuk embrio pemerintahan, yakni suatu kelompok, bagian kelompok atau institusi yang mengatur dan mengurus kehidupan masyarakat agar dapat bertahan terhadap serangan dari luar kelompok. Hal itu terjadi pada kelompok masyarakat kecil sampai pada masyarakat warga Negara.

(28)

kewenangan kepadanya, seiring perjalanan waktu pemerintah menjadi berkuasa dan menguasai masyarakat yang membentuknya.

Pada abad ke-XIX kehidupan Negara di dasarkan pada ide Negara kepolisian (police state). Dalam konsepsi ini, aktifitas pemerintahan sangat terbatas, hanya pada aspek kehidupan masyarakat yaitu aktifitas hanya terbatas pada pemeliharaan keamanan dan ketertiban kehidupan masyarakat. Pemerintah bersifat pasif (negative state) karena hanya berperan sebagai wasit, penjaga garis (night watcham) saja. Artinya sepanjang tidak terjadi ketidak amanan atau ketidak tertiban pemerintah tidak berbuat banyak.

Pada abad ke-XX konsep pada abad ke-XIX tersebut berubah menjadi konsep Negara kesejahteraan (walfare state). Pemerintah tidak lagi bersifat pasif (negatif). Akan tetapi secara positip, aktip berusaha mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan rakyatnya dalam segala aspek kehidupan. Dalam Negara kesejahteraan pemerintah harus melakukan fungsi mengsejahterakan.

Fungsi pemerintahan yang dirumuskan dalam klasifikasi Irving Swerdlow (dalam buku ajar Syarief Makhya 2004:54) yaitu :

(29)

2. Pengawasan langsung (direct control), yaitu penggunaan perizinan, lisensi (untuk kredit, kegiatan ekonomi dll), penjatahan dan lain-lain. Ini dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah yang “action laden” (yang berwenang dalam berbagai perizinan, alokasi, tariff, dan lain-lain) atau kalau tidak menjadi action laden.

3. Pengawasan tidak langsung (indirect control) yakni dengan memberi pengaturan dan syarat-syarat, misalanya pengaturan penggunaan dana devisa tertentu diperbolehkan asal untuk barang-barang tertentu. 4. Pengaruh langsung (direct influence), yang maksudnya dengan

persuasi dan nasehat, ,misalnya saja supaya golongan masyarakat tertentu dapat turut menggabungkan diri dalam koorporasi tertentu atau ikut program lain yang dicanangkan pemerintah negara.

5. Pengaruh tidak langsung (Inderect influence), yang merupakan bentuk

keterlibatan kebijaksanaan ringan. Hal ini misalnya bentuk pemberian imformasi, penjelasan kebijaksanaan, pemberian tauladan, serta penyuluhan dan pembinaan agar masyarakat bersedia menerima hak-hak baru

(30)

Suntan marga Ngambur dalam pemerintahan adat berfungsi menjaga ketertiban dan keamanan warga adatnya, membantu kesejahteraan masyarakat umumnya dan warga adat pada khususnya. Suntan juga befungsi sebagai penentu siapa saja yang akan ikut berunding dalam acara musyawarah adat. Namun kenyataan yang ada sekarang, sering kali yang ikut dalam musyawarah adat bukanlah orang yang semestinya yang telah ditunjuk oleh suntan. Artinya jika diadakan musyawarah adat untuk membentuk hirarki pemerintah adat atau orang-orang yang ikut dalam musyawarah tersebut tidaklah semua merupakan orang-orang yang ditunjuk suntan.

(31)

4. Defini Sistem Pemerintahan Adat a.Pengertian Sistem

Menurut Webster’s New Colligiate Dictionari (2002:33) sistem terdiri atas kata ”syn” dan Bistanai (greek) yang artinya menempatkan bersama yaitu

suatu kumpulan pendapat-pendapat, prinsip-prinsip yang membentuk satu kesatuan dan hubungan satu sama yang lainnya. Di dalamnya ada tiga unsur yaitu Faktor-faktor yang dihubunkan, hubungan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk satu kesatuan.

Menurut (Pamudji, 1982:9) sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir atau suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau utuh.

Menurut (Syafe’i, 1993:14) sistem adalah satu kesatuan yang utuh dari

sesuatu rangkaian yang terkait mengenai satu sama lain, bagian atau anak cabang dari suatu sistem menjadi induk sistem dari rangkaian selanjutnya, begitulah seterusnya sampai pada bagian yang terkecil. Rusaknya salah satu bagian akan mengganggu kesetabilan sistem itu sendiri.

(32)

dengan yang lainnya, dan digunakan sebagai pola untuk mencapai tujuan bersama.

b. Pengertian Pemerintahan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis pengertian pemerintahan berasal dari kata pemerintah, sedangkan pemerintah berasal dari kata perintah. Kata perintah menurut kamus adalah perkataan yang bermaksud menyuruh sesuatu. Kata pemerintah adalah kekuasaan memerintah suatu negara atau suatu wilayah tertentu.

Menurut Taliziduhu Ndraha (2005:57), mendefinisikan pemerintahan adalah kegiatan pemerintah saja, sehingga apa yang dilakukan pemerintah, itulah pemerintahan.

Pemerintahan menurut Syafe’i (1998:15) berarti badan organ elit yang melakukan pekerjaan mengatur dan mengurus suatu negara atau wilayah. Sedangkan pemerintahan menurut R. Maciver seperti yang dikutif dalam Inu Kencana Syafe’i dalam manajemen pemerintahan (1998) bahwa

pemerintahan itu adalah sebagai suatu organisasi dari orang-orang yang memiliki kekuasaan dan bagaimana Manusia itu bisa diperintah.

Menurut Rias Rasyid (1998”139) adalah pemberian pelayanan kepada

(33)

melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitas demi teraapainya tujuan bersama.

Jadi menurut penjelasan beberapa definisi diatas, maka dapat dikatakan bahwa pemerintahan adalah orang yng berkuasa dan berfungsi sebagai pelayanan bagi masyarakat untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat dan negara.

C. Pengertian Adat

Menurut Drs. Sudjarwo (1986:81), Adat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam dalam kehidupan masyarakat baik berupa tradisi, adat upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilau warga masyarakat dengan perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting.

(34)

keras yang kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya pada masyarakat yang melarang terjadinya perceraian apabila terjadi suatu perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan sanksi atau menjadi tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan masyarakatnya.

Menurut uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa adat adalah aturan/norma yang tidak tertulis, atau kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya.

(35)

5. Definisi Sengketa

a. Pengertian Sengketa/konflik

Menurut Seri Inis XLI, (2003:27).Sengketa atau Konflik berasal dari kata Confligare conflitm yang bermakna saling berbenturan. Arti kata ini menunjuk pada makna bentuk benturan, tabrakan, ketidak sesuaian, pertentangan, interaksi yang antagonis. Sengketa/konflik merupakan bagian dari hidup manusia yang tidak pernah dapat teratasi sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil untuk menghilangkan sengketa dimuka bumi ini. Berbagai macam keinginan seseorang dan tidak dapat terpenuhinya keinginan tersebut dapat juga berakhir dengan sengketa.

Adapun menurut Usman, (2003:1).Dalam kosa kata Inggris terdapat dua istlah, yakni ”conflict” dan ”dispute” yang kedua-duanya mengandung arti tentang adanya perbedaan kepentingan antara kedua pihak atau lebih, tetapi keduanya dapat dibedakan. Conflict di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai ”sengketa” sedangkan dispute sebagai ”sengketa”. Sebuah sengketa dapat berkembang menjadi sengketa apabila pihak yang dirugikan merasa tidak puas, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagi penyebab kurugian atau kepada pihak lain.

(36)

Menurut Coffey et al dalam Pace dan Faules, (2003:374) menyatakan bahwa :

”Sengketa atau sengketa baik dalam kontek pertentangan antar kelompok atau pertentangan antar pribadi adalah kritikan, percekcokan, sindiran dan prilaku mengabaikan orang lain dan dengan sengaja adalah indikator yang jelas dari hubungan yang sulit sebagaimana kebalikannya menunjukkan hubungan yang memuaskan.”

Sengketa adalah aspek intrinsik dan tidak mungkin dihindari dalam perubahan sosial. Konflk adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai dan keyakinan yang muncul sebagai formasi baru yang ditimbulkan oleh perbuatan sosial yang muncul bertentangan dengan hambatan yang diwariskan.

(37)

b. Tahap-tahap Terjadinya Sengketa

Proses terjadinya sengketa menurut Bloonfield et al, dalam Fauzi, (2002:74-75) menyebutkan bahwa sengketa terbagi dalam 4 tahapan yaitu : 1. Tahapan diskusi. Dalam tahap ini terdapat perbedaaan pendapat antara

pihak-pihak, namun cukup dekat untuk bekerja sama. Komunikasi diharapkan berupa perdebatan langsung dari diskusi antara kedua belah pihak. Hubungan anatara kedua belah pihak diwarnai dengan kepercayaan dan saling menghargai. Isu-isu yang ditekankan dalam pertikaian adalah isu substantive dan obyektif. Kemungkinan hasilnya diasumsikan mampu memuaskan kedua belah pihak.

(38)

3. Tahap Segregasi. Kedua belah pihak menjauh dari pihak lawannya. Komunikasi terbatas pada ancaman. Persepsi telah menguat menjadi gambaran ”kita sebagai yang baik dan mereka sebagai yang jahat”.

Hubungan diwarnai berbagai ketidak percayaan dan saling tidak menghargai. Isu yang ditekankan pada pertikaian adalah kepentingan dan nilai utama setiap kelompok, taruhannya ditingkatkan pada tahap ini. Hasilnya dianggap sebagai perhitungan zero sum (situasi kalah menang secara sederhana). Metodelogi yang dipilih untuk mengelola situasi adalah kompetisi dentensif, ketika masing-masing pihak berusaha melindungi kepentingannya sendiri sejauh mungkin, sambil berusaha untuk lebih cerdik dari pada lawannya.

(39)

Menurut Emirzon (2001, 21-23) faktor-faktor yang mendorong timbulnya bentuk sengketa yaitu :

1. Sengketa Data (Data Conflict)

Sengketa data terjadi karena kekurangan informasi (Lock at information), kesalahan informasi (miss information), adanya perbedaan pandangan, adanya perbedaan interpretasi terhadap data, adanya penapsiran terhadap prosedur.

2. Sengketa Kepentingan (Interes conflict)

Dalam pelaksanaan kegiatan, setiap pihak memilki kepentingan. Tanpa adanya kepentingan antar pihak tidak akan dapat mengadakan kerjasama. Timbulnya sengketa kepentingan ini adalah karena adanya beberapa hal sebagai berikut :

a. Ada perasaan atau tindakan bersaing b. Ada kepentingan substansi

c. Ada kepentingan prosedural d. Ada kepentingan psikologi

3. Sengketa Hubungan (Relationship conflict)

Sengketa hubungan dapat terjai oleh adanya kadar emosi yang kuat (strong emotion), karena adanya kesalahan persepsi, miskin komunikasi (poor comunication) dan tingkah laku negatif yang berulang-ulang (repetitive negative behaviour).

4. Sengketa Struktur (structural conflict)

(40)

geografi, psikologi yang tidak sama atau faktor-faktor lingkungan yang menghalangi kerjasama serta waktu yang sedikit.

5. Sengketa/Sengketa Nilai (Value Conflict)

Sengketa nilai terjadi karena adanya perbedaan kriteria evaluasi pendapat atau perilaku disebabkan adanya pandangan hidup, ideologi atau agama, adanya penilaian sujektif tanpa memperhatikan orang lain.

c. Jenis-Jenis Sengketa

Menurut Soekanto dalam Wahyu dan Akdan (2005:29), jenis-jenis Sengketa dibedakan sebagai berikut :

a. Sengketa Pribadi

Sengketa pribadi timbul karena berbagai faktor antara lain : faktor pembawaan dan lingkungan sebagai komponen utama bagi terbentuknya kepribadian

b. Sengketa rasial

Sengketa rasial terjadi bukan hanya karena kepentingan, tujuan maupun kegagalan dalam komunikasi akan tetapi perbedaan kebudayaan dan ciri-ciri badaniah dapat menjadi latar belakang timbulnya sengketa

c. Sengketa antar kelas sosial

(41)

e. Sengketa antar golongan masyarakat

Sengketa ini terjadi manakala sub-sub sistem di masyarakat tidak menjalankan fungsinya secara adil dan profesional sehingga kelompok masyarakat tertentu merasa terabaikan.

f. Sengketa berskala internasional antar negara

Sengketa antar dua negara atau lebih yang disebabkan oleh faktor-faktor kenegaraan atau sudah memasuki tanggung jawab negara.

d. Penyebab Terjadinya Sengketa/Konflik

Sengketa tidak terjadi serta-merta dan mendadak tanpa adanya sebab dan proses yang jelas. Terjadinya sengketa/sengketa melalui tahapan-tahapan tertentu. Menurut Hendrariks dalam Wahyudi dan Akdan (2005:18), proses terjadinya sengketa/sengketa ada tiga tahap yaitu : peristiwa sehari-hari yang menyebabkan ketidakpuasan antar seseorang atau kelompok, adanya pertentangan dan timbulnya pertentangan.

Bagi masyarakat pedesaan yang masih memegang teguh adat istiadat dan kebiasaan, sengketa/sengketa yang sangat rentan terjadi adalah sengketa/sengketa tanah antar individu masyarakat maupun secara kolektif dengan orang lain atau lembaga lain di luar lembaga adat. Faktor-faktor penyebab sengketa tanah yaitu :

(42)

b. Proses ganti rugi (sewa tanah) yang tidak transparan dan adil

c. Tidak terpenuhinya kesepakatan antar pihak-pihak yang berkepentingan d. Proses sertifikasi tanah yang berbelt-belit akibat administrasi tanah yang

kacau

e. Menurut Fauzi, (2002:71).Hak ulayat dan hukum adat terkadang diabaikan bahkan tidak diakui.

Salah satu faktor penyebab utama yang menjadi dasar timbulnya sengketa/sengketa tanah adalah kebijakan pemerintah dalam bidang pertanahan yang dijalankan beriringan dengan kebijakan lain seperti penanaman modal yang semuanya mempunyai konsekuensi yaitu pembebasan tanah rakyat untuk kepentingan pembangunan.

Menurut Emirzon (2001:15).Penyelesaian sengketa merupakan kesepakatan antara pihak-pihak yang bertikai dengan dibantu oleh orang lain sehingga para pihak yang bersengketa merasa tidak ada yang dirugikan. Penanganan sengketa/sengketa dapat dilakukan dengan mekanisme antara lain : pengaduan, penelitian, pencegahan mutasi, muasyawarah dan penyelesaian melaui pengadilan

(43)

apabila seseorang merasa mempunyai hak atas suatu tanah dan menuntut penyelesaian secara administratif kepada pihak yang berwenang.

B. Kerangka Pikir

Masyarakat adat saibatin pada tingkat marga dipimpin oleh seorang penyimbang adat yang disebut Suntan/Suttan. Seorang suntan merupakan penentu keluarganya akan tetapi bukan mengepalai wilayah. Kedudukannya hanya sebagai ”pandia” yaitu orang yang bergelar adat karena keturunannya.

Tugas, fungsi dan kewenangan suntan dewasa ini hampir terabaikan oleh masyarakat mengingat banyaknya masyarakat pendatang yang secara tidak langsung akan mempengaruhi adat istiadat serta tatanan budaya yang ada. Salah satu tugas Suntan yang sangat potensial adalah penyelesaian sengketa tanah masyarakat atau tanah dalam wilayah adat. Penyelesaian sengketa tanah melalui musyawarah dalam tatanan masyarakat adat dianggap sangat efektif karena Suntan sebagai pimpinan adat di marga masih sangat dihormati dan dihargai oleh masyarakat. Selain itu pendekatan penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Suntan bersifat kekeluargaan dan menjunjung tinggi kepentingan pihak-pihak yang bersengketa. Peyelesaian sengketa tanah adat melalui Suntan bersifat terbuka bagi kalangan masyarakat adat, sehingga proses demokratisasi berjalan sesuai dengan kehendak masyarakat.

(44)
(45)
(46)

DAFTAR ISI

4. Definisi Sistem Pemerintahan Adat ... 25 5. Definisi Sengketa/Konflik ... 29 B. Kerangka Pikir .. ………... 37

A.Sejarah Singkat Marga Ngambur Buay Bejalan di Way ... 59 B. Gambaran Lokasi Penelitian ... 65 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Sistem Pemerintahan Adat Marga Ngambur Buay Bejalan

(47)

C.Peraturan Adat Tentang Sengketa Tanah ... 83 D.Fungsi dan Peranan Suntan Marga Ngambur ... 85 E. Musyawarah Adat ... 93 F. Proses Penyelesaian Tanah Melalui Pemerintahan Adat dan

Pemerintahan Pekon/Desa ... 94 G.Sebab di Gugat Kembali ke Pengadilan ... 101 H.Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Melalui Pengadilan

Negeri Liwa ... 103 IV. SIMPULAN DAN SARAN

(48)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Batas Wilayah ... 65 2. Luas Wilayah Menurut Penggunaan ... 65 3. Tanah Swah, Tanah Kering dan Tanah Basah ... 66 4. Tanah Perkebunan ... 66 5. Pemilikan Lahan Pertanian Tanaman Pangan ... 66 6. Luas Tanaman Pangan Mnurut Komoditas Tahun Ini ... 67 7. Jenis Komoditas yang di budidayakan ... 67 8. Tanaman Apotik Hidup dan Sejenisnya ... 68 9. Pemilikan Lahan Perkebunan ... 68 10. Luas dan Hasil Perkebunan Jenis Komoditas ... 69 11. Jenis Populasi Ternak ... 69 12. Jenis dan Alat Produksi Budidaya Ikan Laut dan Payau... 70 13. Jenis dan Sarana Produksi Budidaya Ikan Air Tawar ... 70 14. Jumlah Penduduk ... 71 21. Ketidak cocokan antara perbatasan tanah yang di akui oleh

(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Setiap penelitian dapat menghasilkan penelitian yang maksimal haruslah direncanakan, untuk itu diperlikan desain penelitian. Desaian penelitian merupakan rencana tentang cara mengumpulkan dan menaganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta serasi dengan penelitian itu. Dengan demikian, desain penelitian sangatlah penting untuk membimbing peneliti dalam mengumpulkan dan menganalisis data secara akurat.

(50)

kasus deskriptif yang memberikan gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai peran suntan marga ngambur dalam penyelesaian sengketa tanah adat.

Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematis dan akurat fakta dan karekteristik mengenai populasi atau bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi atau kejadian mengenai data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi maupun mempelajari implikasi (Saifuddin Azwar: 1997:9).

Metode diskriptif adalah metode penelitian dengan cara menganalisis data dan menyajikan data secara sistematis sehingga lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktanya sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. Uraian kesimpulan didasari oleh angka yang diolah tidak secara terlalu dalam. Kebanyakan pengolahan datanya didasarkan pada analisis persentase dan analisis kecenderungan (ternd) (Saifuddin Azwar, 1997:6).

(51)

informasi-informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa melainkan hanya mendiskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variable-variabel yang diteliti.

Menurut Kirk dan Miller (1986:9) Metode penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara pundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalm peristilahannya.

Metode kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan (versten). Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku dalam situasi tertentu menurut perspektif sendiri (Lexi.J.Meleong 2001:4).

(52)

Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud penelitian deskriptif kualitatif dalam skripsi ini adalah metode penelitian untuk merumuskan sebuah gambaran yang tersusun secara sistematis, faktual dan akurat mengenai peranan Suntan Marga Ngambur dalam penyelesaian sengketa tanah adat yaitu dengan cara melakukan himpun lunik (rapat kecil) yang dihadiri pihak yang berkepentingan serta suku saibatin (suku dibawah Suntan Marga) sesuai dengan kapasitas dari setiap suku marga dengan melihat bagian dari suku siapa yang bersengketa.

Dalam laporan penelitian ini data yang penulis sajikan berupa naskah wawancara, penerapan dilapangan dan dukumen resmi lainnya. Sedangkan untuk pengolahan dan penyajian data, peneliti mengguanakan metode kualitatif.

Dengan mengunakan metode ini, maka peneliti berusaha untuk menjelaskan dan menafsirkan tentang peran Suntan Marga Ngambur dalam penyelesaiaan sengketa tanah adat.

B. Fokus Penelitian

(53)

adanya peran Suntan Marga Ngambur dalam penyelesaian sengketa tanah adat. Oleh karena itu, pada prinsipnya fokus penelitian bertujuan untuk dapat membantu peneliti melakukan penelitian dalam mengetahui peran Suntan secara luas dan mendalam.

Dalam hal ini variabel yang akan ditelti adalah mengenai peran, Suntan Marga Ngambur dan penyelesaian sengketa tanah adat, dan yang menjadi fokus masalahnya adalah :

1. Peranan, Fungsi, dan wewenang Suntan/kepala adat dalam pemerintahan adat saibatin Marga Ngambur.

2. Peranan, fungsi dan wewenang Suntan/kepala adat dalam penyelesaian sengketa tanah adat.

Peranan Suntan dalam pemerintahan adalah sebagai mitra kerja bagi pemerintahan desa (pekon) sekaligus secara tersurat merupakan penasehat kepala desa (peratin). Sedangkan fungsi Suntan dalam pemerintahan secara kelembagaan adat adalah melakukan pengawasan terhadap kinerja aparatur pemerintahan desa akan tetapi pengawasannya hanya bersifat preventif.

(54)

C. Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian merupakan cara baik yang ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori subtantif dan menjajaki lapangan mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan, sementara itu keterbatasan geografis dan praktis, seperti waktu, biaya dan tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.(Lexy J.Moleong 2004:86)

Lokasi yang diambil dalam penelitian ini ditentukan dengan cara sengaja (Purposive) yaitu desa Sumber Agung kecamatan Ngambur kabupaten Lampung Barat. Berdasarkan dari informasi dari masyarakat dan tokoh adat mengenai peran suntan marga Ngambur dalam penyelesaian sengketa tanah adat di daerah tersebut.

D. Jenis Data

(55)

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari dua jenis, yaitu : a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan. Data primer dalam penulisan skripsi ini diproleh dengan mengadakan wawancara mendalam dengan responden dalam hal ini suntan, raja dan tokoh adat lainnya.

b. Data Skunder

Data skunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen (data tidak langsung) melalui buku-buku, dan media elektronik (Internet, televise dll).

E. Sumber Data

1. Dokumentasi

Terkecuali untuk penelitian untuk masayarakat yang belum mengenal baca-tulis, informasi informasi dokumenter tentunya relevan untuk setiap topik studi kasus. Tipe informasi ini bisa menggunakan berbagai bentuk dan hendaknya menjadi objek rencana-rencana pengumpulan data yang eksplisit. Sebagai contoh, pertimbangkan jenis dokumen-dokumen berikut ini :

 Surat, memorandum dan pengumuman resmi;

 Agenda, kesimpulan-kesimpulan pertemuan dan laporan-laporan peristiwa lainnya;

(56)

 Penelitian-penelian atau evaluasi-evaluasi resmi pada “situs” yang sama, dan

 Kliping-kliping baru dan artikel-artikel lain yang muncul di media massa.

Manfaat dari tipe-tipe dokumen ini dan yang lain tidaklah selalu disandarkan pada keakurataan atau kekurangan biasannya. Memang dokumen perlu digunakan hati-hati dan tidak asal diterima sebagaimana adanya dari tempat pengambilannya. Untuk studi kasus, penggunaan dokumen yang paling penting adalah mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber lain. Pertama, dokumen membantu penverifikasia ejaan desain judul atau nama yang benar dari organisasi-organisasi yang telah disinggung dalam wawancara. Kedua, dokumen dapat menambah rincian spesifik lainnya guna mendukung informasi dari sumber-sumber lain, jika bukti documenter bertentangan dan bukan mendukung, peneliti mempunyai alasan untuk meneliti lebih jauh topik yang bersangkutan. Ketiga, Inferensi dapat dibuat dari dokumen-dokumen. Namun begitu , inferensi-inferensi ini harus diperlakukan hanya sebagai rambu-rambu bagi penelitian selanjutnya dan bukan sebagai temuan definitif, sebab inferensi ini suatu saat bisa menghasilkan arah yang keliru.

(57)

dialokasikan waktu untuk penggunaan perpustakaan setempat dan pusat-pusat referensi lainnya.

Pada saat yang sama, banyak orang yang kritis terhadap ketergantungan studi kasus kepada dokumen. Hal ini karena peneliti studi kasus salah anggapan terhadap jenis dokumen tertentu seperti proposal untuk proyek atau program-seolah-olah dokumen tersebut pasti berisi kebenaran dan tak dapat diragukan. Dalam kenyataannya, masih perlu dilakukan tinjauan terhadap dokumen yang ada guna memahami bahwa dokumen itu ditulis untuk beberapa tujuan dan audiens yang spesifik. Dalam kaitan ini peneliti studi kasus merupakan pengamat untuk kepentingan orang lain, dan bukti dokumenternya mencerminkan komunikasi antar kelompok yang berupaya mencapai beberapa tujuan. Dengan mencoba secara tekun mengindentifikasi kondisi-kondisi ini, peneliti akan terhindar dari kesalahan arah oleh bukti dokumenter dan akan lebih kritis dalam menginterpretasi kandungan-kandungan bukti semacam itu.

2. Rekaman Arsip

Pada banyak studi kasus rekaman arsip seringkali dalam bentuk komputerisasi –bisa merupakan hal yang relevan. Ini meliputi :

 Rekaman layanan, seperti jumlah klien yang dilayani dalam suatu periode tertentu;

 Rekaman Keorganisasian, seperti bagan dan anggaran organisasi pada periode waktu tertentu;

(58)

 Data survey, seperti rekaman atau adata sensus yang terkumpul sebelumnya disekitar “situs”; dan

 Rekaman-rekaman pribadi, seperti buku harian, kalender dan daftar nomor telepon.

Rekaman-rekaman arsip ini dan lainnya dapat digunakan bersama-sama dengan sumber-sumber informasi yang lain dalam pelaksanaan studi kasus. Namun demikian, tak seperti bukti dokumenter, kegunaan rekaman arsip akan berpariasi pada satu studi kasus dan lainnya. Pada beberapa penelitian, rekaman tersebut begitu penting sehingga bisa menjadi objek perolehan kembali dan begitu luas. Pada penelitian-penelitian lainnya, rekaman mungkin hanya sepintas relevansinya.

(59)

3. Wawancara

Salah satu sumber informasi studi kasus yang sangt penting ialah wawancara. Konklusi semacam ini mungkin mengejutkan, karena adanya asosiasi yang sudah terbiasa antara wawancara dan metodelogi survei. Namun demikian, wawancara memang merupakan sumber informasi yang esensial bagi studi kasus.

Wawancara bisa mengambil beberapa bentuk. Yang paling umum, wawancara bertipe open-ended, dimana peneliti dapat bertanya kepada reponden kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa di samping opini mereka mengenai peristiwa yang ada. Pada beberapa situasi, peneliti bisa meminta responden untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa tertentu dan bisa menggunakan proposisi tersebut sebagai dasar penelitian selanjutnya.

Makin besar bantuan responden dalam penggunaan cara yang disebut diatas, makin besar perannya sebagai “informan”. informan-informan kunci sering

(60)

bukti dari sejarah situasi yang bersangkutan, agar peneliti yang bersangkutan memiliki kesiapan untuk mengindentifikasi sumber-sumber bukti relevan lainnya. Namun demikian, wawancara tersebut harus selalu dipandang sebagai laporan verbal. Laporan tersebut cenderung mencakup masalah-masalah yang bias, ingatan yang lemah dan artikulasi yang tidak akurat. Sekali lagi, Pendekatan yang beralasan adalah mendukung data wawancara dengan informasi dari sumber-sumber lain.

4. Observasi Langsung

(61)

Bukti observasi sering kali bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan tentang tofik yang akan diteliti. Demikian pula, observasi suatu lingkungan sosial atau unit organisasi akan menambah dimensi-dimensi baru untuk pemahaman konteks maupun fenomena yang akan diteliti. Observasi tersebut bisa begitu berharga sehingga peneliti bisa mengambil poto-poto pada situs studi kasus. Paling kurang poto-poto ini akan mebantu memuat karekteristik-karekteristik penting bagi pengamat luat (lihat Dabbs, 1982 dalam Robert K.Yin :113).

Untuk meningkatkan reabilitas bukti observasi , prosedur yang umumnya adalah memiliki lebih dari satu pengamat dalam membuat jenis observasi forman ataupun kausal. Karenanya, jika sumber yang ada menungkinkan, penyelidikan studi kasus hendaknya memungkinkan pengguanaan multi pengamat.

5. Observasi Partisipan

(62)

F. Sumber Informan

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber informasi adalah tokoh adat, pemerintahan desa dan masyarakat yang dianggap penulis kompeten dan mempunyai relevansi dengan penelitian ini. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah adalah :

1). Aryanda gelar Suntan Baginda Ratu 2). Mat Azani ( Peratin Sumber Agung) 3). Rusdi Arpan Pihak Tergugat

4). Ahmad Sahbuddin pihak tergugat 5). Damran gelar Raja Mahkota Batin 6). Mizwar gelar Radin Idaman Gedung

7). Darmansyah Yusi, SH gelar Pangeran Kapitan Marga (Saibatin Marga Pugung/Ketua HKJS)

G. Teknik Pengumpulan Data

(63)

Sesuai dengan metode penelitian maka untuk memperoleh data-data maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan :

1. Studi Lapangan

Dilakukan untuk memperoleh data primer. Studi lapangan dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan menggunakan pedoman secara tertulis dilakukan secara langsung dengan tatap muka antara si pencari data (peneliti) dengan informan (Suntan)

2. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu studi yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan mengajarkan teori-teori, serta peraturan-peraturan dan informasi lain yang diperoleh dari buku-buku literature lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi digunakan untuk mendukung dua teknik pengumpulan data di atas. Peneliti melakukan studi dokumentasi, yaitu dengan cara mempelajari bahan-bahan tulisan yang berhubungan dengan peran Suntan Marga Ngambur dalam penyelesaian sengketa tanah adat.

H. Teknik Pengolahan Data

(64)

1. Editing

Cara yang diguakan untuk meneliti kembali data yng telah diproleh dilapangan baik yang diproleh melalui wawancara maupun dukumentasi guna menghindari kekeliruan dan kesalahan. Editing dalam penelitian ini digunakan pada penyajian hasil wawancara berupa kalimat-kalimat yang kurang baku disajikan dengan menggunakan kalimat baku dan bahasa yang mudah dimengerti.

2. Interpretasi

Memberikan penafsiran atau penjabaran atas hasil penelitian untuk dicari makna yang lebih luas dengan menghubungkan jawaban yang diproleh dengan data lain.Interpretasi dalam penelitian ini yaitu, menafsirkan atau menjabarkan kesimpulan hasil wawancara dengan menghubungkan kesimpulan yang diperoleh sehingga diperoleh makna yang lebih luas.

(65)

I. Teknik Analisis Data

Patton (dalam Lexy J. Moleong, 2004:280) mendefinisikan analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori dan urutan dasar.

Sedangkan Bogdan dan Taylor (dalam Lexy J. Moleong 2004:280) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menentukan tema dan rumusan hipotesis (ide), seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantauan pada tema dan hipotesis itu.

Berdasarkan definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa analisi data adalah proses mengatur urutan data, kategori sehingga dapat dijadikan pola yang memiliki relevansi dengan teori-teori yang digunakan dalam penelitian, yang kemudian dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

(66)

adat lampoon pepepadun. Penelitian kualitatif adalahpenggambaran suatu penomena atau permasalahan tampa melakukan pengukuran atau memperolh data yang brupa angka.

Menurut Mettew Miles dan A. Michael Haberman (1992:16) pada tiga komponen analisis data kualitatif yaitu:

1. Reduksi Data

Data yang di proleh di lapangan dituangkan dalam laporan atau uraian yang lengkap dan terperinci. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasikan sedemikian rupa, sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diferivikasi. Hasil wawancara dan dokumentasi digolongkan dalam fokus-fokus kajian penelitian.

2. Penyajian (display) Data

Penyajian data ini dimaksudkan untuk memudahkan penelit melihat data secara keseluruhan dan bagian-bagian penting. Bentuk penyajian data yang digunakan pada data kualitatif adalah bentuk teks naratif, oleh karena itu informasi yang dikompleks akan disederhanakan kedalam bentuk tabulasi yang selektif dan mudah dipahami. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dengan memilih data yang lebih relevan dengan konteks penelitian, disajikan dalam kalimat baku dan mudah dimengerti.

3. Verifikasi Data (menarik kesimpulan)

(67)

sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama penelitian berlangsung, dalam hal ini dilaksanakan dengan cara penambahan data baru.

(68)

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong Ujang, Prof. 2002. Ilmu,Teori dan Filsafat komunikasi. PT. Cipta Aitya, Bandung.

Fauzi, N. 2002. Tanah Lampung : Sengketa Pertanahan dan Perjuangan Rakyat Tani Lampung. PUSSbik. Bandar Lampung.

Hadikusuma, Hilman. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Mandar Maju. Bandung.

Harsono, Boedi. 2007. Hukum Agraria Indonesia. Djambatan. Jakarta.

Kartini, Kartono. 2004. Pemimpin dan Kepemimpinan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kiay Paksi, Sayuti Ibrahim. 1995. Mengenal Adat Lampung. Gunung Pesagi. Bandar Lampung.

Makhya Syarief. 2004. Ilmu Pemerintahan Telaah Awal.Bataranila Haji Mena. Moleong, LJ. 2004. Metode Penelitian Kuantitaif. PT. Remaja Persada Karya.

Bandung.

Ndraha Taliziduhu.2005. Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan. Rineka Cipta. Jakarta.

Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Lampung. 1995/1996. Pembinaan Budaya dalam Lingkungan Keluarga di Daeah Lampung. Depdikbud. Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005

Rasyid Ryaas. 1998. Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi Di Indonesia. PT. Pustaka.LP3ES. Jakarta.

(69)

Soekanto, Soerjono. 1982. Memperkenalkan Sosiologi. Rajawali Pers. Jakarta. ---. 2006. Sosiologi.Suatu Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta. Soehadi, R. 2002. Penyelesaian Sengketa Tentang Tanah Sesudah Berlakunya

Undang-Undang Pokok Agraria. Karya Anda. Surabaya.

Sudjarwo. 1986. Dampak Sosial Budaya Akibat Menyempitnya Lahan Pertanian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Lampung. Teluk Betung.

Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta. Bandung.

Suharyadi, Fachruddin. 2003. Peranan Nilai-Nilai Tradisional Masyarakat Lampung Dalam Melestarikan Lingkungan Hidup. CV. Gunung Pesagi. Lampung.

Syafe’I, Kencana Inu. 1993. Sistem Pemerintahan Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.

Thoha, Miftah. 1993. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Tunggal, Amin W. 1993. Manajemen Suatu Pengantar. Rineka Cipta. Jakarta. Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Usman, R. 2003. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Wahyu dan Akdon, H. 2005.Manajemen Konflik Dalam Organisasi. Alfabeta. Bandung.

W.J.S, Poerwadarmita. 1995. Kamus Umum Bahasa Indonesia.P.N. Balai Pustaka. Jakarta.

XLI, Inis Seri. 2003. Konflik Komunal di Indonesia Saat Ini.Inis dan PBB. Leiden-Jakarta.

(70)

Ulayat Masyarakat Hukum Adat

 Putusan Pengadilan Negeri Liwa No. 04/Pdt.G/2008/PN.LW

 Surat Izin Pembukaan Tanah Kepala Kampung No. 10/DS/1971 Tertanggal 23 September 1971.

 Surat Putusan dan Pernyataan Lingkungan Dari Pemerintahan adat dan Pemerintahan Desa Sumber Agung.

 UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(71)

PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ADAT (Studi di Desa Sumber Agung Kecamatan Ngambur Kabupaten Lampung Barat)

Nama Mahasiswa : Romi Gusman No. Pokok Mahasiswa : 0646021058 Jurusan : Ilmu Pemerintahan

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Drs. Yana Ekana P.S, M.Si NIP. 196108171990031004

2. Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan

(72)

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Yana Ekana P.S, M.Si ………..

Penguji Utama : Drs. Abdul Syani, M.IP ………..

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(73)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Sarjana), baik di Universitas Lampung maupun diperguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang di peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 16 Juli 2010 Yang Membuat Pernyataan,

(74)

Penulis dilahirkan di Way Redak Krui Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat, pada tanggal 22 Agustus 1986. Anak pertama dari empat bersaudara. Dari pasangan Bapak Darmansyah dan Ibu Rahma Lena. Penulis memulai pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri 1 Sumber Agung Lampung Barat dari tahun 1993-1999. Kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bengkunat Sumber Agung Lampung Barat dari tahun 1999-2002. Setelah itu tahun 2002-2005 penulis melanjutkan ke SMA Negeri 1 Pesisir Selatan Biha Lampung Barat.

(75)

MOTTO

Pintu kebahagian terbesar adalah do’a kedua orang tua.

Berusahalah mendapatkan do’a itu dengan berbakti kepada

mereka berdua agar do’a mereka menjadi benteng yang kuat

yang menjagamu dari semua hal yang tidak kita sukai.

(76)

Karya tulis ini aku persembahkan

Kepada Engkau yang memberikan aku Nafas kehidupan

Kepada bangsaku yang sedang prihatin

1. Mak dan Bak tercinta yang disetiap tarikan nafas dan

sujudnya selalu mendo’akan keberhasilanku dan telah

mengenalkan aku kepada dunia dan tiada pernah lelah

memberikan segala kasih sayangnya.

2. Adikku Dian Oktaria, Tri Melda Lena dan Ardi Yasindo

(Alm) yang selalu menanti keberhasilan Udo’

3. Q..Sayang yang selalu memberikan pengertian, kasih sayang

dan kesabaran dalam untuk menyelasaikan Skripsi ini,

semoga kita dapat bersama selamanya.

4. Dan semua yang telah memberikan aku Tongkat untuk bisa

meneruskan Estafet kehidupan dengan penuh Bahagia.

(77)

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas karunia dan rahmat-nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Peranan Suntan Marga Ngambur Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Adat (Studi di desa Sumber Agung Kecamatan Ngambur Kabupaten Lampung Barat)

Skripsi ini terselesaikan berkat motifasi, bantuan, bimbingan, arahan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Aman Toto Dwijono, M.H, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan.

3. Bapak Drs. Yana Ekana P.S, M.Si, selaku pembimbing utama meskipun dalam kesibukannya dapat meluangkan waktu dalam membimbing dan memberi masukan yang sangat berharga guna penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Drs. Abdul Syani, M.IP, selaku dosen penguji yang telah banyak

memberi masukan berupa kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si, selaku Seketaris Jurusan Ilmu

(78)

penyimbang adat Marga Ngambur.

8. Bapak M. Zani selaku peratin/kepala desa Sumber Agung.

9. Bapak Rusdi, Majisin Ahya dan bapak M. Sahbuddin selaku pihak yang bersengketa tanah.

10.Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membantu penulis selama di Kampus Hijau.

11.Karyawan Taman Budaya Bandar Lampung yang telah meminjamkan buku tentang adat budaya Lampug.

12.Mak dan Bak “Maapkanlah ananda’’ tanpa kesabaran, kasih sayang dan pengertian Mak dan Bak ananda tidak pernah akan menjadi seperti yang sekarang.

13.Ketiga adikku Dian Oktaria, Tri Melda Lena dan Ardi Yasindo (Alm) yang senantiasa memberikan dukungan dan menanti keberhasilan Udo. 14. Sayang Q yang telah memberikan semangat dan do’a, makasih atas segala

bentuk curahan kasih sayang dan perhatianmu selama ini, semoga kita dapat bersama selamanya.

15.Muhrozi, Sugianto (buyung) dan Ruspandi makasih telah banyak membantu pada pelaksanaan seminar 1 dan 2.

Referensi

Dokumen terkait

“Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan

Dalam perspektif ini, perlawanan fisik terhadap pemerintah kolonial seperti yang dilakukan Raden Rangga (1810) pada masa pemerintahan Sultan HB II, Pangeran Diponegoro (putra Sultan

Diberitahukan dengan hormat, bahwa skripsi saudara : Iip Kuswandi, NIM : 211010 dengan judul “ Hak Waris Orang Tua Bersama Anak (Studi Komparasi Hukum Islam

Buku Ajar Boedhi-Darmojo : Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. The Pittsburgh Sleep Quality Index : A new Instrument for Psychiatric

Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang relevan untuk memahami fenomena sosial (tindakan manusia) 13 dimana data hasil penelitian tidak diolah melalui

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menguasai bahasa Madura lisan dan tulis, reseptif Menilai penggunaan bahasa Madura pada Tingkat keilmuan yang mendukung mata

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI MAT.A.NG TENTANG PEMBERHENTIAN DAN PENGANGKATAN PANITIA PELAKSANA PROJECT IMPLEMENTATION UNIT ISLAMIC DEWLOPMENT BANK (PIU-IDB)

Jelaskan hubungan yang terdapat antara Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.. Jelaskan latar belakang dan pengertian