• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP PASCA TAMBANG NIKEL PT INCO

SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA DI SOROWAKO

KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

NUR CAHYANI SYAHARUDDIN

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NUR CAHYANI S. Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW.

Kegiatan pertambangan selain berdampak positif menjadi sumber suplai energi, juga mempunyai dampak negatif diantaranya adalah terjadi perubahan lingkungan terutama degradasi lahan sehingga diperlukan perencanaan total sejak tahap awal sampai pasca tambang. Penelitian yang dilaksanakan di Bukit Butoh lahan pasca tambang nikel PT INCO Sorowako ini bertujuan merencanakan lanskap pasca tambang nikel sebagai kawasan ekowisata yang fungsional dan estetik melalui deskripsi dan analisis kondisi biofisik sumber daya kawasan pasca tambang serta deskripsi dan analisis kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan pertambangan. Penelitian ini menghasilkan perencanaan kawasan ekowisata dengan berbagai aktivitas, sarana, dan prasarana dengan memperhatikan daya dukung tapak, konservasi, pendidikan, budaya lokal, serta peningkatan kesejahteraan penduduk setempat.

Kata kunci: ekowisata, lanskap pasca tambang, perencanaan lanskap

ABSTRACT

NUR CAHYANI S. Landscape Planning of PT INCO Post-Nickel Mining for Ecotourism Area in Sorowako Luwu Timur, South Sulawesi. Supervised by AFRA DN MAKALEW.

Mining activity have a positive impact, such as a source of energy supply but on the other hand it causes degradation of the environmental quality so there must be total planning since pre-mining until post-mining. This research was purposed to formulate the post- nickel mining landscape plan into functional and aesthetic ecotourism area through the description and analysis of the biophysical resources and description and analysis of the socio-economic the public around. This research to develop ecotourism. The consept of this research focused on the result of this planning process developing an ecotourism area wich the spatial, tourism activity, facility, carrying capacity plan, conservation, local wisdom, and improve the welfare of the public around.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

PERENCANAAN LANSKAP PASCA TAMBANG NIKEL PT INCO

SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA DI SOROWAKO

KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

NUR CAHYANI SYAHARUDDIN

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

(7)
(8)

Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan

Nama : Nur Cahyani S.

NIM : A44070013

Disetujui oleh,

Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc Pembimbing

Diketahui oleh,

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas beragam anugerah yang selalu datang dengan cara yang tak terduga termasuk dalam penyelesaian skripsi ini yang berjudul Perencanaan Lanskap Pasca Tambang Nikel PT INCO sebagai Kawasan Ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang secara langsung banyak membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan permohonan maaf dan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua, saudara, dan keluarga tercinta yang telah memberi dukungan moril dan materil,

2. Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc selaku dosen akademik sekaligus dosen pembimbing yang telah memberi banyak masukan, bimbingan, dukungan, dan waktu selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi,

3. Teman-teman Departemen Arsitektur Lanskap atas dukungan yang telah diberikan,

4. Bapak Aris Prio Ambodo selaku Manager Mine Rehabilitation INCO atas bimbingannya,

5. Ibu Erlin Harry selaku Supervisor Mine Nursery atas kesabarannya membantu penulis selama di lokasi,

6. Bapak Yohan Lawang atas bantuan dan informasinya,

7. Mine Nursery Crew: Om Mansyur, Kak Serlin, Kak Yul, Kak Eko, Kak Syarif, Kak Hamrun, Kak Risal, Kak Sukma, Kak Ismul, Kak Irfan, Pak Harun, Kak Dira, atas bantuan, kebersamaan, kekeluargaan, dan pengalaman yang berharga selama penulis di lokasi,

8. Bu Netty yang semangatnya tak pernah pudar dalam menuntut ilmu atas dukungan semangat, saran, dan doanya,

9. Suryarisman Pratama, Susi Nurohmi, Lely Rahma, The Tower Group, Katalis Group,

10.Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penulisan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis sangat berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi para pembaca agar dapat memberikan yang terbaik untuk masyarakat. Terima kasih.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Lanskap 3

Lanskap Pasca Tambang 3

Penambangan Nikel 4

Perencanaan Lanskap dan Proses Perencanaan Lanskap 5

Kawasan Ekowisata 7

METODE 9

Tempat dan Waktu 9

Metode 10

Batasan Studi 12

Bahan dan Alat 12

Kerangka Pikir 12

KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 13

Geografis dan Administrasi 13

Aksesibilitas 17

Kependudukan 19

HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Aspek Biofisik 20

Lokasi dan Aksesibilitas 20

Jenis dan Karakteristik Tanah 21

Topografi dan Kemiringan Lahan 22

Hidrologi 27

Iklim 27

(11)

Visual dan Akustik 31

Aspek Non Fisik 33

Kondisi Kependudukan dan Sosial Ekonomi 33

Preferensi Masyarakat 35

Hasil Analisis dan Sintesis 37

Konsep Perencanaan 43

Konsep Dasar 43

Konsep Pengembangan Lanskap 43

Konsep Tata Ruang 43

Konsep Wisata 44

Konsep Fasilitas 44

Konsep Tata Hijau 45

Konsep Sirkulasi 45

Perencanaan Lanskap 47

Rencana Tata Ruang 47

Rencana Aktivitas dan Fasilitas Wisata 51

Rencana Tata Hijau 54

Rencana Sirkulasi 55

Rencana Lanskap 57

SIMPULAN DAN SARAN 64

Simpulan 64

Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 65

LAMPIRAN 64

(12)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Jenis, sumber, dan cara pengambilan data 10

2. Jumlah penduduk Kecamatan Nuha 19

3. Mata pencaharian masyarakat Sorowako 19

4. Kondisi kesesuaian tanah pada tapak (Hardjowigeno, 2003) 22 5. Luas area tiap persentase (%) kemiringan lereng 23 6. Curah hujan tahunan (mm) di areal pertambangan PT INCO 28 7. Jenis tanaman pioneer dan tanaman lokal yang terdapat di lokasi 30

8. Persepsi dan preferensi masyarakat 36

9. Hasil analisis dan sintesis 38

10.Kebutuhan ruang berdasarkan fungsi, aktivitas, dan fasilitas 47 11.Alokasi penggunaan ruang dan kapasitas (Daya Dukung) 49

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Tahapan proses penambangan bijih nikel 5

2. Lokasi penelitian 9

3. Kerangka pemikiran penelitian 12

4. Area konsesi PT INCO 13

5. Peta batas tapak 15

6. Peta eksisting tapak 16

7. Jalur aksesibilitas 17

8. Peta aksesibilitas 18

9. Kondisi jalanan dari lokasi tambang dan dari pusat kota 20

10. Kondisi tanah dan topografi pada tapak 22

11. Peta klasifikasi kemiringan lereng 24

12. Peta kontur 25

13. Peta analisis kemiringan lahan untuk wisata 26

14. Danau Langolia 27

15. Vegetasi sebagai pengontrol radiasi cahaya matahari 29 16. Good view (1) Vegetasi kantong semar di tebing-tebing tapak (2)

Good view ke arah Danau Matano di sebelah utara tapak 31

17. Peta analisis visual 32

18. Kiri: Meoupudi, tradisi penduduk asli Sorowako yaitu menangkap

ikan menggunakan janur. Kanan: Tari Dero 34

19. Data identitas responden berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat

pendidikan, dan pekerjaan (Survei 2011) 35

20. Block plan 42

21. Konsep ruang pada tapak 44

22. Konsep sirkulasi 46

23. Matriks hubungan antar ruang 48

24. Rencana ruang 50

25. Rencana wisata 53

26. Rencana vegetasi 56

27. Site plan 58

28. Site Plan (Blow Up 1) 59

29. Site Plan (Blow Up 2) 60

30. Site Plan (Blow Up 3) 61

31. Ilustrasi museum tambang 62

32. Ilustrasi display alat tambang di taman tambang 62

33. Ilustrasi wisata interpretasi satwa 63

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha jangka panjang yang sangat kompleks, rumit dan sarat risiko. Kegiatan ini membutuhkan modal dan teknologi tinggi serta aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor. Selain itu, kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar. Balkau dan Parson (1999) menggolongkan beberapa dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan, di antaranya adalah perubahan lanskap, kehilangan fungsi lahan, kerusakan habitat dan biodiversitas serta perubahan iklim.

Salah satu ruang lingkup kegiatan pertambangan adalah kegiatan ekstraksi. Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstraksi bahan mineral di dunia dilakukan dengan pertambangan terbuka (Karliansyah 2001), termasuk ekstraksi nikel. Teknik tambang terbuka ini menyebabkan terpotongnya puncak gunung yang berakibat pula pada ketidakseimbangan ekosistem yang ada di dalamnya. Mengacu kepada perubahan lanskap tersebut maka diperlukan perencanaan matang sejak tahap awal sampai pasca tambang. Hal ini bertujuan agar tercapai keseimbangan ekosistem dan ekologi yang berkelanjutan dan menjadi kawasan yang memiliki nilai guna lebih.

Pertambangan nikel merupakan salah satu andalan perekonomian Kabupaten Luwu Timur di bawah kuasa pengelolaan PT INCO Tbk. Kegiatan pertambangan nikel berpusat di Sorowako, 60 km dari ibukota kabupaten. Selain dikenal sebagi penghasil nikel yang melimpah, Sorowako juga menyimpan banyak sumber daya hutan dan air. Wilayah yang berada di 400 mdpl dengan bentang alamnya yang berbukit dan berhutan, mendukung keberadaan keanekaragaman flora dan fauna. Selain itu didukung pula oleh letak biogeografis Sorowako yang berada di Pulau Sulawesi yang merupakan kawasan Wallacea. Hal ini menyebabkan flora dan faunanya bersifat endemis, yakni tidak dimiliki pulau-pulau besar lainnya.

Potensi kekayaan sumber daya alam tersebut menjadi nilai tambah terhadap perencanaan lanskap pasca tambang. Potensi tersebut diharapkan dapat mendukung tercapainya kembali keseimbangan ekosistem yang berkelanjutan dan bernilai guna. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut pada lahan pasca tambang adalah mengembangkan kawasan ekowisata. Ekowisata merupakan konsep wisata yang mengintegrasikan tujuan konservasi alam dengan tujuan pembangunan ekonomi. Ekowisata juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dengan melibatkan kerjasama berbagai pihak dalam perencanaan hingga pengelolaannya. Dalam hal ini, berarti ekowisata tidak hanya memelihara kelestarian sumber daya alam namun juga diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya lokal maupun regional.

Tujuan Penelitian

(17)

fungsional dan estetik dengan ikut melibatkan peran masyarakat lokal sehingga mampu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan khusus dari kegiatan penelitian ini antara lain:

1. mendeskripsikan dan menganalisis kondisi biofisik sumber daya kawasan pasca tambang,

2. mendeskripsikan dan menganalisis kondisi sosial budaya masyarakat sekitar kawasan pertambangan,

3. merencanakan lanskap pasca tambang nikel sebagai kawasan ekowisata yang fungsional dan estetik

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian secara umum adalah mengaplikasikan ilmu di bidang arsitektur lanskap yang telah diperoleh dalam penataan lanskap khusus yaitu lanskap pasca tambang nikel di Sorowako Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Manfaat khusus dari kegiatan penelitian ini antara lain:

1. menjadi bahan masukan bagi pemerintah Sulawesi Selatan dan PT INCO serta segenap instansi terkait dalam melakukan perumusan dan perencanaan pasca tambang,

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap

Lanskap adalah keseluruhan elemen fisik secara kompleks di suatu area atau daerah. Lanskap secara fisik merupakan hasil interaksi antara manusia dengan alam, baik secara individu maupun makhluk sosial, sebagai satu kesatuan proses. Suatu unit lanskap yang berupa sifat fisik dan ekologi, memberikan pengorganisasian informasi yang dapat digunakan untuk perencanaan, perancangan, dan manajemen (Eckbo, 1964).

Menurut Simonds (1983), lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati secara luas dan tidak terbatas oleh seluruh indera manusia. Lanskap alami yang ada pada bentang alam bumi ini memiiliki karakter yang rumit. Lanskap alami tersebut terdiri dari bukit pasir, padang rumput, gunung, danau, laut, bukit, jurang, hutan, sungai, kolam, rawa, lembah, dan padang pasir (Simonds, 2006). Oleh karena itu, diperlukan pemahaman lebih dalam mengenai suatu lanskap untuk menjaga elemen yang tidak boleh diganggu dan dipertahankan pada lanskap. Elemen lanskap mayor merupakan elemen lanskap yang sulit diubah, seperti pada lanskap alami berupa pegunungan, lembah, dan pantai. Sedangkan elemen lanskap minor merupakan elemen lanskap yang dapat dirubah, seperti semak belukar atau bukit (Simonds, 2006).

Lanskap merupakan fitur yang terlihat dari suatu area pada lahan termasuk elemen fisik seperti bentuk lahan, elemen hidup didalamnya seperti flora dan fauna, elemen abstrak, seperti pencahayaan dan kondisi cuaca dan unsur manusia, sebagai contoh aktivitas manusia atau lingkungan yang terbangun. Lanskap atau bentang darat merujuk pada susunan bentuk lahan dan representasi visualnya. Dalam hal fisik, istilah lanskap menyatakan penafsiran visual atas susunan bentuk lahan, karena ini adalah cara utama di mana lanskap dirasakan.

Lanskap terdiri atas beberapa kategori unsur utama, yaitu bentuk lahan, vegetasi dan unsur struktural buatan manusia, serta kedalaman dan luas pandangan. Lanskap bias termasuk juga: badan air, bentuk kehidupan lain, keberadaan manusia, representasi artistik buatan manusia, dan arah pencahayaan. Praktek mendesain lanskap untuk kepuasaan visual dan aspek fungsional lainnya adalah arsitektur lanskap, yang ahlinya disebut arsitek lanskap (Wikipedia Encyclopedia, 2009).

Lanskap Pasca Tambang

Penggunaan lahan yang cenderung hanya memikirkan nilai ekonomi daripada daya dukung lahan itu sendiri akan berdampak pada menurunnya kemampuan daya dukung lahan sehingga dalam beberapa waktu akan terjadi degradasi lingkungan yang bahkan bisa berpotensi menjadi daerah yang rawan bencana. Salah satu penggunaan lahan adalah kegiatan pertambangan yang mengambil bahan atau material dari tempat asalnya.

(19)

Sementara itu, kegiatan penambangan terbuka dapat mengakibatkan gangguan, seperti:

1. Menimbulkan lubang besar pada tanah

2. Penurunan muka tanah atau bentuk cadangan pada sisa bahan galian yang dikembangkan ke dalam lubang galian

3. Bahan galian tambang apabila ditumpuk atau disimpan dapat mengakibatkan bahaya longsor dan senyawa beracun dapat tercuci ke daerah hilir.

Dampak lingkungan akibat kegiatan pertambangan menurut Kusnoto dan Kusumodirjo (1995) dalam Saptaningrum (2001) antara lain berupa:

1. Penurunan produktivitas tanah 2. Pemadatan tanah

3. Terjadinya erosi dan sedimentasi

4. Terjadinya gerakan tanah dan longsoran 5. Terganggunya flora dan fauna

6. Perubahan iklim mikro

7. Perubahan keamanan dan kesehatan penduduk

Mengacu kepada perubahan tersebut maka perlu dilakukan upaya pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya. Ciri tanah yang sudah terganggu adalah horisonisasi tanah yang sudah tidak teratur, lapisan hitam dan lapisan-lapisan lainnya sudah terbalik-balik (Suwardi dan Hidayat, 1998). Peningkatan dan perbaikan sifat fisik dan kimia tanah dapat dilakukan dengan pemberian bahan amelioran yang lain seperti: kapur pertanian, dolomit, gypsum, bitumen, kompos, gambut, pupuk kandang, abu, terak baja atau ampas tebu, melapisi permukaan areal timbunan sisa galian tambang dengan tanah merah/ ultisol yang ada di sekitar (Tala’ohu et al., 1995).

Penambangan Nikel

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkatan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009).

Menurut Kartosudjono (1994) dalam Hermansyah (1999) proses penambangan merupakan salah satu mata rantai dari kegiatan penambangan yang berfungsi untuk menyediakan bahan baku. Agar penyediaan bahan baku tersebut dapat terjamin maka kegiatan penambangan harus ditangani secara baik dan sistematik.

Sistem penambangan nikel di Indonesia pada umumnya adalah sistem tambang terbuka yang merupakan kombinasi penggunaan excavator/ shovel dan truk. Deposit biji nikel berada pada batuan induk yang dalamnya antara 5-10 meter dari permukaan tanah. Dengan kondisi ini maka perusahaan tambang melakukan sistem penambangan terbuka yaitu menggali dan mengeluarkan lapisan permukaan tanah (top soil) sampai dengan lapisan batuan induk.

(20)

pada lahan yang sudah siap direklamasi (branch final). Apabila branch final belum tersedia, maka top soil tersebut harus dikumpulkan keluar batas daerah penimbunan atau diamankan ke tempat kumpulan top soil (stock top soil). Kemudian lapisan tanah penutup ditimbun di luar areal tambang dengan sistem terasering dan recountoring (Setyawan, 2004).

Operasi penambangan nikel PT. INCO di Sorowako digolongkan sebagai tambang terbuka dengan tahapan secara umum sebagai berikut:

1. Pengupasan lapisan tanah penutup dan limonit setebal 15 – 20 meter ditimbun di tempat tertentu atau digunakan langsung untuk menutupi daerah bekas penambangan.

2. Penggalian lapisan tanah ketiga yang berkadar nikel tinggi (bijih nikel) setebal 7 – 10 meter diangkut ke stasiun penyaring.

3. Pemisahan bijih di stasiun penyaring berdasarkan ukurannya.

4. Penyimpanan bijih yang telah disaring ditimbun di tempat tertentu untuk pengeringan dan penyaringan ulang di pabrik.

5. Penghijauan (revegetasi) lahan-lahan daerah bekas tambang (purna tambang), mulai dari penimbunan material, pembuatan terasering dan penanaman kembali (Hutamadi, 2006).

Secara umum proses penambangn nikel di PT INCO dapat dilihat pada Gambar 1.

Perencanaan Lanskap dan Proses Perencanaan Lanskap

Menurut Knudson (1980) perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah, dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Perencanaan merupakan proses yang rasional untuk mencapai

(21)

tujuan dan sasaran di masa mendatang berdasarkan kemampuan sumber daya alam yang ada serta pemanfaatannya secara efektif dan efisien (Sujarto, 1985).

Nurisjah (2004) menyatakan bahwa perencanaan lanskap adalah salah satu kegiatan utama dalam arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap merupakan kegiatan penataan yang berbasis lahan (land base planning) melalui kegiatan pemecahan masalah dan merupakan proses pengambilan keputusan jangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap yang fungsional, estetik dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraannya.

Dalam merencanakan suatu lanskap, sebuah prinsip yang biasa digunakan adalah dengan mengeleminasi atau memperbaiki elemen-elemen yang buruk dan menonjolkan elemen-elemen yang baik. Dalam lanskap, karakter tapak yang menarik harus diciptakan atau dipertahankan sehingga semua elemen dalam tapak menjadi suatu kesatuan yang harmonis (Simonds 1983).

Perencanaan yang baik merupakan proses yang dinamis, saling terkait dan saling menunjang satu sama lain. Proses ini merupakan alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan tapak pada saat awal, keadaan yang diinginkan, serta cara dan model terbaik yang diinginkan pada tapak.

Simonds dan Starke (2006) menambahkan bahwa proses perencanaan merupakan suatu alat yang sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Hal-hal yang harus dilestarikan antara lain pemandangan dari suatu lanskap, ekosistem serta unsur-unsur yang langka untuk mencapai penggunaan terbaik dari suatu lanskap.

Adapun tahapan dalam proses perencanaan lanskap menurut Simonds dan Starke (2006) terdiri atas tahap commissions, research, analysis, synthesis, construction, dan operation. Tahapan commission adalah tahap pertemuan antara pelaksana dengan klien, merupakan tahap awal dalam memulai studi dengan mengetahui keinginan klien dan gambaran pengembangan. Tahap research adalah pengumpulan data. Data berupa data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data fisik dan sumber daya tapak, yang diperoleh dari survei tapak, wawancara, dan penyebaran kuisioner kepada responden dari instansi-instansi terkait dan masyarakat. Data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka. Pada tahap analysis dilakukan analisis tapak untuk mengetahui potensi sumber daya pada tapak dan kemungkinan pengembangannya dengan mempertimbangkan peraturan dan kebijakan pemerintah. Kemudian dalam tahap synthesis dilakukan studi skematik untuk memperoleh alternatif program pengembangan ruang, kemudian program yang terpilih dikembangkan menjadi rencana pengembangan awal lanskap dalam bentuk plan concept dan rencana anggaran biaya.

Perencanaan dan perancangan memerlukan suatu pendekatan terhadap kebutuhan tertentu dari suatu kelompok sosial atau lahan. Pendekatan perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980) adalah :

1. Pendekatan sumber daya

(22)

2. Pendekatan aktivitas

Aktivitas yang telah ada pada tapak menentukan jenis dan jumlah aktivitas yang akan dikembangkan kemudian. Dalam hal ini, faktor sosial lebih diutamakan daripada faktor alam.

3. Pendekatan ekonomi

Fokus perencanaan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Penawaran dan permintaan dimanipulasi oleh harga, aktivitas dan nilai tukar fasilitas yang akan dikembangkan.

4. Pendekatan perilaku

Perilaku manusia dan waktu luangnya menentukan pemilihan tempat, waktu dan pengalaman aktivitas rekreasinya, serta dampak aktivitas itu terhadap seseorang. Perencanaan ditentukan oleh permintaan.

5. Kombinasi dari pendekatan

Dalam hal ini perencanaan menghubungkan aspek-aspek positif dari masing-masing pendekatan untuk mengakomodasi semua kebutuhan.

Untuk dapat memanfaatkan, mempertahankan dan melestarikan keberadaan berbagai sumberdaya lanskap hutan ini maka terlebih dahulu haruslah diketahui bentuk, ciri dan karakter, potensi dan kendala, serta berbagai bahaya (hazards, danger signals) yang potensial atau mungkin ditimbulkan dari lahan pascatambang ini. Disamping berbagai hal ini, maka sifat-sifat yang penting dari kelestarian dan estetika yaitu sifat fisik, kimia dan biologis tanah harus juga diketahui dimana ketiganya dapat merupakan indikator utama dan penentu dari rencana pemanfaatan dan penataan (perencanaan dan perancangan) lanskap yang terkait dengan ini secara biofisik, termasuk juga rencana pengendalian dan pengelolaannya.

Kawasan Ekowisata

Kata ekowisata merupakan gabungan dari dua kata, yaitu ekologi dan wisata, dipopulerkan oleh wisatawan-wisatawan Eropa dan Amerika di awal 1980-an untuk menjelaskan paket-paket wisata yang melakukan kegiatan wisata sambil memperhatikan fenomena-fenomena alami di tempat tujuan wisata. Ekowisata dikembangkan dengan tujuan mengintegrasikan tujuan konservasi alam dengan tujuan pembangunan ekonomi (Adhikerana 1999). David Western dalam Linberg (1995) mengemukakan bahwa ekowisata adalah perjalanan bertanggung jawab ke wilayah-wilayah alami dengan tujuan melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Lebih jauh dijelaskan ekowisata menciptakan suatu keinginan alam dan eksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan dengan mencegah dampak negatif terhadap ekologi, kebudayaan dan keindahan, dalam hal ini mengajak pengunjung/ wisatawan lebih peka terhadap lingkungan. Blangy and Wood dalam Linberg (1995) memberi batasan ekowisata sebagai perjalanan ke daerah-daerah yang masih alami yang dapat mengkonservasi dan memelihara kesejahteraan masyarakat setempat.

Menurut Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (2000), terdapat lima karakteristik dasar dari suatu kegiatan ekowisata, yaitu

(23)

2. ecologically sustainable, pelaksanaan dan manajemen yang berkelanjutan secara ekologis dengan tetap memberi manfaat ekonomi;

3. environmentally educative, pendidikan lingkungan bagi pengelola dan pengunjung;

4. bermanfaat untuk masyarakat lokal secara ekonomi dengan tetap menghargai potensi sumberdaya lokal dan mencegah perubahan tatanan sosial budaya masyarakat;

5. memberikan kepuasan kepada wisatawan.

Prinsip 1, 2, dan 3 adalah untuk memenuhi karakteristik suatu wisata alam (spesifik) dan prinsip 4, 5 adalah untuk suatu tuntutan pariwisata umum.

Daya tarik utama bagi wisatawan yang mendorong kehadiran mereka di suatu objek wisata dan menetukan keberhasilan kawasan ekowisata adalah objek dan atraksi wisata. Menurut Nurisjah (2004), objek wisata adalah andalan utama bagi pengembangan kawasan wisata, dan didefinisikan sebagai suatu keadaan alam dan perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya, serta sejarah dan tempat yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Atraksi wisata adalah segala perwujudan dan sajian alam serta kebudayaan, yang dapat dikunkungi, disaksikan, serta dinikmati wisatawan di suatu kawasan wisata.

(24)

METODE

Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian berpusat di Nursery, Mining Department PT INCO Sorowako. PT International Nickel Indonesia (PT INCO) merupakan salah satu perseroan yang didirikan berdasarkan undang-undang RI yang dipercayakan untuk mengeksplorasi nikel di Sorowako. Sorowako merupakan wilayah penghasil nikel terbesar di dunia. Sorowako terletak di Kabupaten Luwu Timur yang berjarak 500 km dari Makassar, Sulawesi Selatan.

Lahan yang dijadikan sebagai area penelitian terletak di Bukit Butoh dan Bukit Konde, yaitu area pasca tambang nikel PT INCO yang telah direklamasi. Secara geografis Bukit Butoh dan Bukit Konde terletak pada 2o31’26” – 2o32’7”LS dan 121o20’6” - 121o21’5”BT. Waktu penelitian kurang lebih dua bulan yaitu pada Juni sampai dengan Agustus 2011. Gambar lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Lokasi penelitian

Peta Lokasi Tambang PT INCO Blok Barat (Sumber: PT INCO 2005) Peta Kab. Luwu Timur (Sumber: Bappeda 2009)

Peta Lokasi Bukit Butoh dan Bukit Konde (Sumber: PT INCO 2011) Bukit Butoh

(25)

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti proses perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980) dengan pendekatan sumberdaya dan perilaku masyarakat. Metode survei dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi tapak meliputi pengamatan visual, pengamatan tingkah laku, pengambilan foto, pengambilan data biofisik, pencatatan, wawancara, dan lainnya.

Tahapan-tahapan untuk perencanaan lanskap pasca tambang sebagai kawasan ekowisata di Sorowako Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Awal

Pada tahap persiapan dilakukan penetapan tujuan perencanaan dan informasi tentang program dari instansi yang terkait, yang berhubungan dengan perencanaan pasca tambang di kawasan tersebut.

2. Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengambilan data awal dan kunjungan lapang. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan teknik survei yaitu melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian dan melakukan interview. Interview dilakukan kepada 30 responden dari masyarakat sekitar. Adapun data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis, sumber, dan cara pengambilan data

No Jenis Sumber Cara Pengambilan

Data Aspek Biofisik

1 Letak geografis, letak

administrasi, aksesibilitas

PT INCO dan survei lapang

Studi pustaka dan survei

2 Topografi dan kemiringan

lahan

PT INCO dan survei lapang

Studi pustaka dan survei

3 Jenis dan karakteristik

tanah

6 Vegetasi dan satwa, Survei lapang Studi pustaka dan

survei

7 Kualitas visual dan akustik PT INCO dan

survei lapang

Studi pustaka dan survei

Aspek Non Fisik

1 Kependudukan (demografi) Pemda Studi pustaka

2 Karakteristik, persepsi dan

preferensi masyarakat.

Masyarakat, Survei lapang

(26)

3. Analisis

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis spasial. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik tapak, potensi tapak, kendala, amenity, danger signal tapak, keterkaitannya dengan aspek biofisik dan sosial. Adapun data yang dianalisis adalah data biofisik dan non fisik (karakteristik tanah, vegetasi, satwa, kenyamanan iklim tapak, data sosial budaya) dalam hal kaitannya dengan kesesuaian untuk area rekreasi dan wisata kemudian menganalisis daya dukung kawasan tersebut berdasarkan rataan dalam m2/ orang.

Rumus analisis Temperature Humidity Index menurut Nieuwolt (2005):

Rumus analisis daya dukung kawasan menurut Boullon (2004):

Keterangan:

DD : Daya dukung

AW : Area untuk wisatawan (m2)

SI : Standar individu untuk aktivitas tertentu (m2 / individu) KR : Koefisien rotasi

TJ : Total jam kunjung di satu area dalam satu hari (jam) RD : Rata-rata durasi kunjungan (jam)

TP : Total pengunjung dalam satu hari (daya dukung total) Selain analisis deskriptif, dilakukan pula analisis spasial terhadap kemiringan lereng dan visual. Analisis spasial terhadap kemiringan lereng ini bertujuan untuk mengklasifikasikan area yang aman dikembangkan atau tidak layak dikembangkan sebagai area wisata. Analisis spasial terhadap visual bertujuan untuk mengklasifikasikan area yang potensial indah dan menarik untuk dikembangkan sebagai area wisata.

Hasil dari seluruh tahap analisis diperoleh hasil olahan data berupa data spasial (peta) dan data tabular.

4. Sintesis

Pada tahap ini hal-hal yang negatif dicarikan jalan keluar melalui alternatif yang terbaik, sedangkan hal-hal positif dikembangkan untuk mencapai tujuan, hasilnya berupa suatu konsep perencanaan. Adapun konsep yang direncakan adalah konsep ruang, konsep sirkulasi, konsep vegetasi, konsep wisata, dan fasilitas. Hasil dari tahap ini berupa gambar alternatif ruang. 5. Perencanaan Lanskap

(27)

Batasan Studi

Penelitian ini dibatasi hingga tahap perencanaan tapak dan diwujudkan berupa gambar site plan dan beberapa gambar penunjang lainnya.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan berupa peta dan kuisioner. Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini antara lain: kamera digital, alat gambar, Global Positioning System dan peralatan teknis lainnya. Jenis software pembantu untuk menunjang pengolahan data antara lain Microsoft Office Word 2007, Microsoft Excel 2007, AutoCAD 2007, Adobe Photoshop CS4, Corel Draw Graphics Suite X3, Arc View, Google Sketch Up, dan lainnya.

Kerangka Pikir

Kerangka pikir dari penelitian ini didasarkan pada konsep ekowisata dalam perencanaan kawasan lanskap pasca tambang yang pernah terganggu fisik dan ekologinya agar menjadi kawasan ekowisata yang estetik dan lebih fungsional.

Daya Dukung Kawasan dan Kebijakan/ Peraturan Lanskap Pasca Tambang

Persiapan Pasca Tambang

Perencanaan Lanskap untuk Ekowisata Perencanaan Lanskap Pasca

Tambang

Inventarisasi dan Identifikasi

Analisis

Sintesis

Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Sekitar Kawasan Kondisi Fisik dan Biofisik

Kawasan

Keterangan: referensi untuk analisis

(28)

KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN

Geografis dan Administrasi

Pusat lokasi penambangan PT INCO terletak di daerah Sorowako, Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Propinsi Sulawesi Selatan. Secara administratif lokasi konsesi awal PT INCO terletak di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara, yang secara geografis berada pada posisi 120o45'–123o30' BT (Sua-Sua s/d Torokulu) dan 6o30' – 5o30' LS (Kolonedale s/d Malapulu). Secara umum, wilayah kontrak karya PT INCO pada wilayah Sorowako (Sorowako Project Area) memiliki luas daerah sekitar 10.010,22 ha.

Lokasi penelitian yang terletak di Bukit Butoh dan Bukit Konde merupakan salah satu lahan pasca tambang nikel PT INCO yang telah tutup tambang sejak tahun 1984. Secara geografis Bukit Butoh dan Bukit Konde terletak di Sorowako pada 2o31’26” – 2o32’7”LS dan 121o20’6” - 121o21’5”BT. Lokasi penelitian merupakan bagian dari lanskap buatan pasca tambang yang telah mengalami proses recontouring dan penyebaran top soil sejak tahun 1988 serta telah mengalami proses reklamasi dan hingga saat ini masih terus mengalami proses perbaikan reklamasi.

Sumber: Div. Mine Rehabilitation PT.INCO

(29)

Lokasi penelitian ini memiliki luas total 170,88 Ha dengan luas perairan (danau bekas tambang) 3,88 Ha dan berada pada ketinggian maksimum 530 mdpl. Secara administrasi, sebelah utara kawasan ini berbatasan dengan Pemukiman Sorowako dan Danau Matano, sebelah selatan berbatasan dengan hutan sekunder, sebelah barat bersebelahan dengan Bukit Nill dan Pemukiman Pontada, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Bandara Sorowako. Peta Batas Tapak dapat dilihat pada Gambar 5.

Kondisi tapak memiliki topografi buatan yang beragam mulai dari datar hingga curam. Secara umum lokasi ini sudah 80% tertutupi oleh vegetasi terutama di Bukit Butoh, sedangkan Bukit Konde masih ada beberapa area berupa tanah terbuka. Meski demikian, penataan dan sebaran vegetasinya belum tertata. Komposisi tumbuhan yang ditanam adalah jenis vegetasi pioner seperti sengon (Paraserianthes falcataria), eukaliptus (Eucalytus eurograndis), sengon buto (Enterolobium macrocarpum) serta jenis vegetasi lokal seperti trema (Melochia umbellata), sandro (Sandoricum kacappeae) dan uru (Elmerelia sp). Revegetasi di PT INCO pada beberapa aspek telah memenuhi kriteria dan indikator yang ditetapkan pemerintah, tetapi belum membentuk kembali struktur dan fungsi semula yaitu hutan lindung.

Keadaan lahan di lokasi ini terdiri dari lahan terbuka, semak belukar, kebun produksi, dan beberapa area terbangun. Di kaki Bukit Butoh dan kaki Bukit Konde masing-masing telah dibangun jalan overburden sebagai akses utama. Lebar jalanan tersebut sekitar 5 meter.

Di sebelah utara tapak tepatnya di kaki Bukit Butoh, sudah ada area terbangun seluas 22 ha. Area terbangun tersebut terdiri dari kantor nurseri, area pembibitan dan benih, serta area Taman Tambang. Nurseri PT INCO merupakan bagian dari Mine Rehabilitation Departmen PT INCO. Di area ini dilakukan perbanyakan tanaman lokal dan tanaman pioner. Bibit-bibit tanaman yang belum siap tanam di lahan, dipajang di area display. Taman Tambang merupakan taman pendidikan outdoor dengan menampilkan display alat tambang seperti loader, front shovel, buldozer, backhoe, dan excavator. Secara fisik alat-alat tambang tersebut masih bagus namun mesinnya sudah tidak berfungsi Oleh karena itu, alat-alat tersebut sengaja diletakkan di taman sesuai dengan ukuran aslinya agar pengunjung taman tambang bisa mengetahui ukuran, bentuk, dan fungsi alat tersebut dengan jelas.

(30)
(31)
(32)

Aksesibilitas

Sorowako terletak ±60 km dari Malili, ibu kota Kabupaten Luwu Timur dan ±500 km dari Makassar, ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan. Sorowako yang terletak di perbatasan Sulawesi Tengah tergolong kota kecil namun berpotensi dikembangkan untuk tujuan wisata terutama wisata alam. Infrastruktur berupa jaringan jalan menuju Sorowako dapat melalui jalur darat, perairan, maupun udara menggunakan pesawat, bus, dan perahu khas Sorowako yaitu katinting yang telah memiliki jadwal perjalanan khusus. Sorowako dapat dicapai dari ibu kota Sulawesi Selatan selama 12 jam perjalanan menggunakan bus antarkota atau selama 1,5 jam perjalanan menggunakan pesawat perusahaan, dan 45 menit dari Sulawesi Tengah menggunakan perahu katinting (Gambar 7). Secara umum aksesibilitas tapak dapat dilihat pada Gambar 8.

Sementara keberadaan lokasi Bukit Butoh dan Bukit Konde dapat dijangkau langsung dari dalam area tambang maupun melalui pusat kota Sorowako. Sarana jalan di Sorowako terdiri atas jalan besar (aspal) dengan kondisi baik, jalan kecil dengan konstruksi batu kerikil, dan ada pula trotoar. Jalur menuju kawasan Butoh Bukit ini dihubungkan oleh jalan beraspal dari pusat kota Sorowako dengan jarak tempuh sekitar dua kilometer menggunakan kendaraan pribadi, ojeg, atau berjalan kaki. Selain jalanan beraspal, ada pula trotoar di sepanjang jalan utama kota menuju kawasan. Di Sorowako hanya ada ojek sebagai kendaraan umum. Adapun dari pusat industri tambang sekitar tujuh kilometer dapat ditempuh menggunakan kendaraan perusahaan.

(33)
(34)

Kependudukan

Sebelum kedatangan PT INCO, Sorowako adalah kampung kecil yang terletak di tepi Danau Matano. Dalam perkembangannya, secara administratif, kampung Sorowako disebut sebagai Desa Nikkel. Penduduk kampung ini dikenal sebagai orang Sorowako dengan bahasa aslinya adalah Padoe.

Setelah PT INCO hadir, Sorowako menjadi nama desa baru, yakni Desa Sorowako, yang merupakan pemekaran dari Desa Nikkel. Istilah Sorowako pun menjadi lebih terkenal sebagai nama kawasan permukiman dan pusat operasional PT INCO. Padahal yang dimaksud Sorowako meliputi tiga desa sekaligus yakni Desa Sorowako, Desa Magani, dan Desa Nikkel. Adapun dusun yang ada di sekitarnya antara lain: Pontada, Salonsa, Lawewu, Old Camp dan Sumasang.

Keberadaan perusahaan PT INCO menjadikan Sorowako yang dulunya berpenduduk sedikit, berkembang menjadi kota ramai penduduk. Hingga 70% penduduk di Sorowako adalah pendatang dari luar Sorowako. Berdasarkan data Pemerintah Kecamatan Nuha pada bulan Januari 2009, luas dan jumlah penduduk desa tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Sebagian besar masyarakat Sorowako bekerja sebagai karyawan PT INCO atau kontraktornya. Wiraswasta menjadi urutan kedua terbesar sebagai mata

pencaharian masyarakat. Sebagian lainnya menggantungkan hidup dari hasil

pertanian dan perkebunan atau PNS (Tabel 3). Industri tambang PT INCO telah membuat Sorowako berkembang dari desa kecil menjadi kota industri yang semi modern.

Selain suku asli Sorowako, Sorowako juga didiami oleh berbagai etnis dari seluruh pelosok tanah air, seperti Bugis, Makassar, Toraja, Jawa, Batak, Papua, Bali dan lain-lain. Selain itu sejumlah ekspatriat juga ada di sana seperti asal Kanada, Brazil, Australia, Selandia Baru, Afrika dan lain-lain.

Tabel 2 Jumlah penduduk Kecamatan Nuha

Desa Luas (km2) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk

(per km2)

Tabel 3 Mata pencaharian masyarakat Sorowako

No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Karyawan 11270 79,14

2 Wiraswasta 1475 10,36

3 PNS 567 3,99

4 Petani 627 4,4

5 Dll 301 2,11

(35)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Biofisik

Lokasi dan Aksesibilitas

Lokasi penelitian terletak di Sorowako Kabupaten Luwu Timur. Sorowako yang terletak di perbatasan Sulawesi Tengah tergolong kota kecil namun berpotensi dikembangkan untuk tujuan wisata. Aksesibilitas seperti jaringan jalan pun cukup menunjang. Sarana jalan terdiri atas jalan besar (aspal) dengan kondisi baik, jalan kecil dengan konstruksi batu kerikil, dan trotoar. Infrastruktur berupa jaringan jalan menuju Sorowako sudah cukup menunjang, baik itu melalui jalur darat, perairan, maupun udara sehingga mudah bagi pengunjung yang ingin datang berlibur dengan menggunakan pesawat, bus, dan perahu khas Sorowako yaitu katinting yang telah memiliki jadwal perjalanan khusus. Selain letak yang stategis, Sorowako juga memiliki berbagai potensi alam yang dapat dijadikan objek wisata lainnya. Wisata utama yang telah ditonjolkan saat ini adalah wisata danau dengan aktivitas olahraga berenang, menyelam, lomba perahu, viewing, dan lain-lain.

Keberadaan lokasi penelitian yaitu Bukit Butoh dan Bukit Konde dapat dijangkau langsung dari dalam area tambang maupun melalui pusat kota Sorowako. Posisi kawasan yang sangat dekat dengan pemukiman penduduk yaitu 2 km membuat lokasi ini mudah dijangkau oleh penduduk sekitar ±5 menit dengan berkendara, lokasi sudah dapat diakses. Hal ini menjadi nilai tambah untuk kawasan yang akan direncanakan menjadi kawasan ekowisata karena mudah untuk diakses. Selain jaraknya yang dekat, jalur dari pusat kota Sorowako menuju kawasan Bukit Butoh ini juga dihubungkan oleh jalan beraspal dengan kondisi jalan yang baik sehingga perjalanan akan sangat mudah dan nyaman. Keberadaan trotoar di sepanjang jalan utama pun membuat para penduduk lebih nyaman memilih untuk berjalan kaki daripada berkendaraan.

Sementara itu, untuk akses dari dalam area tambang sampai saat ini kondisi jalan masih belum teratur dan belum didukung oleh kondisi jalan yang baik. Jalanan area tambang ini masih berupa tanah dan kombinasi batuan. Namun kondisi jalan seperti ini tidak akan mempengaruhi perencanaan kawasan nantinya karena akses menuju kawasan pasca tambang akan direncanakan masuk melalui pusat kota. Jadi tidak perlu adanya perbaikan kondisi dan pengembangan jalan. Kalaupun ada, hal ini tidak akan bersinggungan langsung dengan kawasan ini nantinya. Gambar kondisi jalan menuju kawasan dapat dilihat pada Gambar 9.

(36)

Jenis dan Karakteristik Tanah

Karakter tanah pada pada area penelitian cukup beragam. Hal ini disebabkan karena tanah pada kawasan pasca tambang yang telah mengalami proses recontouring dan penimbunan ini bukan lagi penampang asli dimana telah terjadi pencampuran antara top soil dengan overburden. Diperkirakan lapisan overburden bagian bawah menjadi berada di bagian atas, sehingga kemungkinan kandungan bahan organik pada lapisan tanah bagian bawah lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan atas, begitupun sebaliknya.

Namun secara umum, berdasarkan hasil klasifikasi tanah menurut Sistem Soil Taksonomi USDA, jenis tanah di kawasan pasca tambang Bukit Butoh dan Bukit Konde didominasi oleh tanah entisol (PT INCO, 2005). Tanah entisol merupakan tanah yang baru berkembang. Beberapa macam proses pembentukan tanah mungkin mulai berjalan tetapi belum dapat menghasilkan horison penciri tertentu yang dapat digolongkan ke dalam ordo tanah lain selain entisol. Proses tersebut baru dapat menghasilkan epipedon okhrik akibat pembentukan struktur dan pencampuran bahan organik dengan mineral di lapisan atas.

Berdasarkan sifat morfologinya, warna tanah pada tapak adalah coklat tua kemerahan dan ada juga yang kuning kecoklatan. Struktur tanah pada lahan adalah gumpal bersudut dengan tekstur lempung berdebu (agak kasar). Dalam kondisi tanah yang lembab, konsistensi tanah tergolong lepas, yaitu tanah tidak melekat satu sama lain sedangkan dalam kondisi tanah basah, konsistensi tanah tergolong tidak lekat, yaitu tidak melekat pada jari tangan atau benda lain.

Kondisi pada permukaan tanah khususnya kondisi kerikil dan kerakal serta batuan lepas pada tapak termasuk kategori sedikit begitupun dengan fragmen batuan, sehingga kesesuaian untuk berbagai aktivitas dan mendirikan bangunan tergolong baik. Secara umum kondisi drainase tanah baik. Hal ini dipengaruhi oleh ruang pori mikro dan makro porositas tanah yang cukup seimbang serta penutupan lahan yang baik oleh vegetasi. Meskipun masih ada beberapa lahan yang belum bervegetasi dan beberapa permukaan yang kadang tergenang karena ada kondisi permukaan yang tidak porous.

Pada pH tanah bernilai 6,3 (agak masam) namun kondisi ini masih bisa ditolerir karena pada umumnya unsur hara mudah diserap oleh akar tanaman pada pH tanah 6-7. Pada pH 6-7 sebagian besar unsur hara mudah larut dalam air dan bakteri jamur pengurai organik dapat berkembang dengan baik. Namun demikian tingkat keasaman tanah ini perlu dikondisikan juga dengan jenis tanaman yang akan ditanam karena setiap jenis tanaman memiliki kesesuaian pH yang berbeda-beda.

(37)

keberhasilan proses reklamasi yang mana vegetasi tumbuh secara normal dan toleran. Gambar kondisi tanah dan topografi tapak dapat dilihat pada Gambar 10.

Sifat-sifat dan karakteristik tanah diperlukan untuk mengetahui kesesuaian lahan dan daya dukung lahan sebagai salah satu pedoman yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tataguna lahan. Kondisi kesesuaian tanah pada tapak dapat dilihat pada Tabel 4.

Topografi dan Kemiringan Lahan

Kemiringan tapak yaitu 0-45% dengan ketinggian maksimal 530 mdpl dan topografi tapak sangat beragam. Corak umum dari kemiringan tanah berkisar antara datar hingga curam. Kondisi topografi yang beragam menciptakan bentukan lahan yang baik secara visual. Perbedaan sudut lereng topografi Tabel 4 Kondisi kesesuaian tanah pada tapak (analisis berdasarkan USDA, 1968

dalam Hardjowigeno, 2003)

No Parameter Klasifikasi Kepekaan Kesesuaian

Rekreasi Konservasi Bangunan

1 Jenis tanah Entisol - Sedang Baik Sedang

2 Tekstur tanah Liat berdebu Sedang Baik Sedang Sedang

3 Drainase Baik Baik Baik Baik Baik

4 Erosi Tidak potensial Baik Baik Baik Baik

5 Kerikil&kerakal Sedikit Sedang Baik Baik Baik

6 Batuan lepas Sedikit Sedang Baik Baik Baik

7 Banjir Tidak pernah Baik Baik Baik Baik

(38)

mempengaruhi kemampuan lahan untuk menampung aktivitas dan fasilitas sedangkan adanya variasi topografi terbentuk lahan yang memberi ciri bagi tapak dan memberi efek visual.

Kemiringan lereng pada tapak diklasifikasikan menjadi lima kelas berdasarkan pedoman penyusunan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yaitu datar (0-8%), landai (8-15%), agak curam (15-30%), curam (30-45%), dan sangat curam (>45%). Tingkat kemiringan pada tapak beragam dimana kemiringan datar (0-8%) memiliki persentase luas terbesar. Pada bukit buatan pasca tambang ini tidak terdapat kemiringan sangat curam (>45%). Kemiringan tapak yang bervariasi mampu memberi kesan dinamis dan tidak membosankan. Namun untuk kemiringan yang curam perlu adanya perhatian lebih karena rawan bahaya erosi. Perlindungan dari bahaya tersebut perlu direncanakan seperti meminimalisir rencana aktivitas dan fasilitas di tapak tersebut. Luas tapak berdasarkan tingkat kemiringan lerengnya dapat dilihat pada Tabel 5 dan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 11.

Kemiringan datar memudahkan dalam pengembangan tapak. Tapak seperti ini potensial dijadikan tempat fasilitas dan aktivitas pengunjung. Kemiringan landai (8-15%) dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tapak, yaitu dijadikan tempat fasilitas dan aktivitas pengunjung. Sementara kemiringan agak curam (15-30%) masih dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tapak seperti dijadikan tempat beraktivitas tetapi dengan perlakuan yang lebih mengutamakan aspek keamanan. Sedangkan kemiringan curam potensial dijadikan area konservasi. Hal ini berarti bahwa kemiringan 0-15% merupakan area yang baik dan sesuai untuk pengembangan wisata, area dengan kemiringan 15-30% merupakan area yang sedang atau cukup sesuai untuk pengembangan wisata, sedangkan kemiringan lebih dari 30% merupakan area yang buruk atau tidak sesuai untuk pengembangan wisata. Peta analisis kemiringan lereng dapat dilihat pada Gambar 13.

Menurut Hardjowigeno dan Widyatmaka (2007) kesesuaian lahan untuk wisata ditentukan oleh drainase tanah, bahaya banjir, permeabilitas, lereng, tekstur tanah, kerikil dan kerakal, batu serta batuan. Pada studi ini parameter yang diambil yaitu kesesuaian lahan untuk kegiatan wisata berdasarkan kemiringan lereng karena aspek lain kondisinya cenderung homogen. Hasil dari analisis kemiringan lereng ini akan dikembangkan beserta hasil analisis data tabular lainnya dalam bentuk block plan.

Tabel 5 Luas area tiap persentase (%) kemiringan lereng

(39)

Gambar 11 Peta klasifikasi kemiringan lereng

(40)

25

(41)

Gambar 13 Peta analisis kemiringan lahan untuk wisata

(42)

Hidrologi

Aliran drainase dalam tapak mengikuti topografi lahan. Salah satu sumber air di tapak ini adalah Danau Langolia. Danau yang terbentuk dari bekas kubangan tambang ini memiliki luas 3,88 Ha. Secara fisik, kualitas air pada danau ini cukup baik. Namun sampai saat ini belum ada penelitian lebih lanjut terhadap kualitas air untuk kelayakan budidaya ikan. Perlu dilakukan peninjauan lebih lanjut terhadap kualitas air di danau ini baik kualitas fisik maupun kimia agar sumber air ini dapat termanfaatkan secara optimal untuk pengembangan kawasan ekowisata.

Ada pula anak sungai yang mengalir dari sumber air bukit, yaitu Sungai Pontada dan Sungai Tompano. Kondisi hidrologis pada tapak yang alami merupakan salah satu faktor yang menunjang konsep pengembangan kawasan ini Iklim

Suhu udara dan kelembaban merupakan dua unsur iklim yang sangat mempengaruhi kenyamanan manusia. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson daerah Sorowako termasuk tipe iklim A dengan curah hujan yang cukup tingi. Curah hujan berlangsung sepanjang tahun. Dari data curah hujan 10 tahun terakhir (1996-2006) diketahui nilai curah hujan di Sorowako cukup tinggi yaitu hampir mencapai 3000 mm/ tahun. Rata-rata curah hujan tinggi pada bulan Desember-Mei dimana bulan April paling tinggi curah hujannya yaitu 381 mm (Tabel 6). Curah hujan turut mempengaruhi aktivitas pada tapak. Curah hujan pada tapak yang terus menerus sepanjang tahun terutama pada bulan Desember sampai Mei dapat mempengaruhi aktivitas pengunjung.

Pemahaman mengenai curah hujan tersebut diperlukan untuk perencanaan aktivitas dan fasilitas pada lokasi. Pada bulan yang memiliki curah hujan rendah dapat direncanakan aktivitas indoor maupun outdoor. Namun pada bulan yang memiliki curah hujan tinggi seperti pada bulan Desember sampai Mei, aktivitas outdoor lebih diminimalisir. Selain perencanaan aktivitas dilakukan pula perencanaan fasilitas seperti pembuatan shelter atau gazebo semi permanen sebagai tempat istirahat sekaligus berteduh, pergola sebagai peneduh alami dan

(43)

pencipta iklim mikro, atau penataan vegetasi. Fasilitas tersebut selain sebagai peneduh pada saat hujan, juga dapat dipakai pada saat panas terik di siang hari.

Curah hujan juga perlu diketahui sebagai dasar dalam perencanaan konstruksi pembangunan jalan atau daerah terbangun. Pada bulan yang memiliki curah hujan paling tinggi, dilakukan pengukuran ketinggian maksimum air tergenang di lokasi yang akan dibangun. Ketinggian air tergenang ini menjadi acuan untuk melakukan penimbunan urugan. Timbunan urugan harus lebih tinggi dari ketinggian maksimum air tergenang pada bulan yang curah hujannya paling tinggi. Hal ini dilakukan agar meminimalisir fasilitas wisata terkena genangan air hujan yang dapat menyebabkan fasilitas menjadi mudah rusak.

Suhu udara di Sorowako berkisar antara 25oC-26oC dengan kelembaban rata-rata 80%. Kelembaban udara rata-rata pada tapak dikategorikan kurang nyaman karena kelembaban ideal bagi manusia untuk melakukan aktivitas dengan baik yaitu antara 40%-75% (Laurie, 1986). Kondisi ini dapat menghambat aktivitas manusia. Hal ini dapat diperbaiki dengan pengaturan vegetasi dengan pengontrolan radiasi matahari dan angin pada lokasi-lokasi yang akan dikembangkan dan dimanfaatkan bagi aktivitas manusia, terutama aktivitas di ruang terbuka. Namun secara keseluruhan, iklim pada tapak umumnya dikategorikan nyaman. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan rata-rata nilai THI (Temperature Humidity Index) pada tapak yaitu 24,9.

Temperature Humidity Index atau dikenal juga dengan indeks kelembaban panas merupakan metode yang digunakan untuk mengkaji tingkat kenyamanan di suatu daerah. Metode ini menghasilkan suatu indeks untuk menetapkan efek dari kondisi panas pada kenyamanan manusia yang mengkombinasikan suhu dan kelembaban (Encyclopedia 2003). Menurut hasil penelitian yang dilakukan Tabel 6 Curah hujan tahunan (mm) di areal pertambangan PT INCO

Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

(44)

Mulyana, et al (2003), didapatkan bahwa indeks kenyamanan pada suatu kondisi yang nyaman berkisar dengan nilai THI 20-26.

Pengaturan vegetasi pada tapak memperhatikan vegetasi yang telah ada dan tetap dipertahankan sedangkan penanaman vegetasi yang baru memperhatikan fungsi ekologi dan estetikanya. Vegetasi yang ditanam disesuaikan dengan vegetasi ekosistem dataran tinggi dari jenis penutup tanah, semak, perdu, dan pohon. Vegetasi ini memiliki fungsi sebagai pengontrol suhu, pengontrol angin, dan pengontrol radiasi matahari. Pemilihan dan penempatan vegetasi dapat memberikan efek teduh. Efek tersebut dapat ditimbulkan karena daun-daun yang padat (kanopi) dari tanaman dapat menghalangi radiasi sinar matahari, sedangkan pada tumbuhan dengan kanopi yang kurang padat dapat menyaring radiasi matahari. Oleh karena itu penempatan vegetasi harus memperhatikan arah penyinaran matahari (Gambar 15). Pemilihan vegetasi pada areal rekreasi disamping memperhatikan fungsi ekologi, juga memperhatikan fungsi estetikanya dengan pemilihan vegetasi yang memiliki nilai keindahan dari bentuk tajuk, tekstur daun, warna bunga, dan lain-lain.

Vegetasi dan Satwa

Kawasan hutan yang dipinjam pakai oleh PT INCO merupakan hutan hujan tropis dataran rendah yng secara umum sama dengan formasi hutan hujan dataran rendah di Indonesia. Jenis vegetasi yang ditanam di area yang telah direklamasi ini merupakan jenis tanaman pioner dan tanaman lokal Sorowako (Tabel 7).

Vegetasi pada tapak umumnya berfungsi sebagai peneduh, pembatas ruang, penahan air untuk mencegah erosi, pencegah tanah longsor, pembentukan iklim mikro, penahan kecepatan angin, pengontrol kebisingan, penyerap karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2), penyaring polusi, pendidikan, estetika, dan lain-lain. Dalam perencanaan penanaman vegetasi sebaiknya dibuatkan matriks rencana vegetasi berdasarkan fungsinya pada tapak serta penyebaran penanamannya.

Sumber: Chiara dan Koppelman (1994)

(45)

Tabel 7 Jenis tanaman pioneer dan tanaman lokal yang terdapat di lokasi (sumber: Nursery PT INCO)

No Nama Indonesia Nama Latin Nama Lokal

1 Anggrung Trema orientalis Kole

2 Balau Parashorea spp Anggelam

3 Balau Merah Shorea spp Putang

4 Betao Calophyllum soulatri Betao

5 Bintangor Batu Calophyllum teysmannii Bintangur

6 Bintangur Callophyllum pulcherrimum Nyamplung

7 Bisbul Diospyros blancoi Arang-arang

8 Cemara Laut Casuarina equisetifolia Cemara

9 Damar Agathis spp Damar

10 Dongi Dillenia serrata Thunb. Dengen

11 Eboni Bergaris Diospyros celebica Kayu Iram

12 Gaharu Aquilaria malaccensis Gaharu

13 Gaharu Buaya/ Ramin Gonystylus spp Medang Keladi/ Ramin

14 Manggis Garcinia spp Cina-cina

15 Jambu-jambu Eugenia spp (pck merah) Jambu-jambu

16 Jambu-jambu Eugenia spp (pck coklat) Jambu-jambu

17 Jambu-jambu Eugenia spp (pck ungu) Jambu-jambu

18 Kalapia Kalapia celebica Kalapi

19 Kayu Cina Podocarpus spp Blumei

20 Kayu Manis Cinamomum zeylanicum Alinge daun kecil

21 Kayu Manis Cinamomum burmannii Alinge daun lebar

22 Kenari Canarium spp Tapi-tapi

23 Keranji Diallum spp Keranji

24 Ki Merak Weinmannia blumei Buri

25 Kolaka Parinari corymbosa Kolaka

26 Makaranga/ Mahang Macaranga hypoleuca Macaranga

27 Mangga kuda Mangifera foetida Mangga hutan

28 Melinjo Gnetum gnemon Melinjo hutan

29 Mengkulang Heriteria sp Taluyang/ mengkulang

30 Menzai/ Buah Kanis Carallia brachiata Kolouju

31 Meranti putih Shorea bracteolata Temungku

32 Merawan Hopea spp Merawan

33 Nato Elaeocarpus culminicola Nato merah

34 Nato Elaeocarpus culminicola Nato putih

35 Nyatoh Madhuca spp Nyatoh betis

36 Nyatoh Palaquium spp Balam

37 Pule Alstonia macrophylla Kayu tanduk

38 Sassuwar Vitex coffasus Reinw. Bitti

39 Sawo Kecik Manikara celebica Kumea/ Sawo

40 Secang/ Sepang Caesalpinia sappan Kayu merah

41 Sukun Artocarpus altilis Sukun

42 Tembesu Fragraea fragrans Kulaki

(46)

Jenis satwa yang terdapat di kawasan ini sangat beragam. Satwa pada kawasan meliputi satwa liar dan satwa endemik yang sengaja dipelihara oleh perusahaan. Satwa liar meliputi ular, berbagai macam burung, reptile, dan serangga. Satwa endemik yang dipelihara dan sengaja dikembangbiakkan oleh perusahaan berupa rusa dan anoa. Saat ini perusahaan juga mulai menginisiasi habitat untuk kupu-kupu. Keberadaan satwa-satwa tersebut akan menjadi nilai tambah dalam perencanaan kawsan menjadi kawasan ekowisata.

Visual dan Akustik

Nilai estetika lingkungan suatu tapak dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu secara visual dan akustik. Aspek-aspek tersebut dapat menentukan amenity suatu tapak.

Pemandangan dalam tapak didominasi oleh pepohonan sehingga terkesan sangat alami, meski belum teratur dan masih banyak bagian tapak yang masih gundul berupa tebing dan tanah kosong berkontur. Good view dapat dilihat dari beberapa titik seperti good view ke arah Bukit Butoh, Danau Matano, dan hutan sekunder yang terlihat dari daerah tebing.

Bunyi yang terdengar dalam tapak merupakan potensi yang dapat dikembangkan. Bunyi tersebut di antaranya adalah bunyi alami dan non alami. Bunyi alami berasal dari suara satwa, suara angin berbisik, dan bunyi air dari anak sungai. Bunyi alami tidak mengganggu kenyamanan manusia, bahkan sangat

(47)

32

(48)

diharapkan. Pengunjung yang datang ingin menikmati alam karena memberi kesan kesegaran dan kebebasan. Bunyi satwa yang sangat dominan adalah kicau burung dan serangga. Suara burung merupakan suara alam yang dapat dinikmati pengunjung. Oleh karena itu habitat burung-burung dan serangga tersebut harus dipertahankan dan dikembangkan.

Bunyi non alami berasal dari hiruk pikuk kendaraan bermotor, aktivitas pabrik, kendaraan tambang, dan lain-lain. Bunyi non alami umumnya tidak diharapkan karena mengganggu kenyamanan pengunjung nantinya, sehingga harus diminimalisir. Usaha-usaha untuk mengendalikan suara kebisingan dilakukan dengan cara penempatan penyangga berupa vegetasi. Kombinasi dari pepohonan, perdu rendah, dan ground cover akan memberikan pelemahan kebisingan, apabila massa vegetasi penyerap yang dilibatkan cukup banyak. Apabila penyangga tipis, berperan efektif sebagai penyangga visual atau pelindung cahaya matahari saja.

Aspek Non Fisik

Kondisi Kependudukan dan Sosial Ekonomi

Sorowako yang dulunya berpenduduk sedikit, berkembang menjadi kota ramai penduduk. Hingga 70% penduduk di Sorowako adalah pendatang (dari luar Sorowako) berasal dari berbagai propinsi dalam negeri dan sebagian berasal dari luar negeri. Berbaurnya manusia dari berbagai wilayah dan negara yang membawa tata kebiasan mereka masing-masing membuat Sorowako menjadi perpaduan berbagai budaya/ kebiasaan yang unik namun budaya daerah tetap dipertahankan. Meski masyarakatnya berlatar belakang agama dan suku yang berbeda-beda namun mereka tetap hidup rukun dan damai.

Kondisi masyarakat yang heterogen dan lokasi yang jauh dari ibu kota provinsi, perusahaan melakukan pembangunan infrastruktur dengan segala fasilitas dan tunjangan agar karyawannya betah bekerja dan menetap di sana serta masyarakat pribumi pun nyaman dan merasa tidak dirugikan dengan adanya perusahaan tersebut. Bisa dikatakan bahwa struktur atau area di Sorowako yang dinamis dan solid muncul karena adanya suatu kesamaan investasi emosional yaitu kesamaan senasib sepenanggungan sebagai pendatang (imigran) dan pekerja di perusahaan sehingga menciptakan suatu kenyamanan dan kebetahan untuk tinggal di dalamnya serta adanya kesinergisan bermasyarakat antara imigran dengan masyarakat lokal. Selain itu, karena pengaturan tata kota juga menjadikan masyarakatnya tetap dapat bersosialisasi meski berada dalam suatu kompleks ketetanggaan yang unit.

Mengenai kehidupan sosial tentunya tidak lepas dari eksistensi adat istiadat daerah tersebut. Adat istiadat merupakan identitas dari suatu daerah. Sorowako selain dikenal sebagai daerah penghasil nikel, juga dikenal sebagai daerah yang memiliki pesona alam yang indah dan tradisi dan adat istiadat yang unik. Hal ini dapat menjadi potensi yang menjadi daya tarik bagi para pelancong dan penikmat alam. Ada beberapa tradisi dan adat istiadat yang sering dilakukan oleh penduduk asli Sorowako, diantaranya sebagai berikut :

(49)

khas dari pesta panen adalah nasi bambu atau peong yang dibagikan kepada masyarakat sekitar.

2. Dero, yaitu kegiatan yang diselenggarakan setiap ada hajatan dengan menari bersama membuat lingkaran sambil diiringi musik dengan gerakan-gerakan khusus.

3. Meopudi, yaitu kegiatan menangkap ikan di Danau Matano yang dilakukan oleh beberapa ibu rumah tangga dengan alat sederhana yaitu janur atau bambu dan jaring yang digerak-gerakkan secara bersamaan sambil bernyanyi. 4. Lomba dayung di Danau Matano, panjat pinang, dan lari maraton. Yang

merupakan tradisi penduduk asli Sorowako setiap 17 agustus.

5. Tarian-tarian khas Sorowako yaitu Monsado, Tumbuk lesung, dan Mounre.

Berbagai tradisi dan adat istiadat tersebut merupakan jati diri daerah Sorowako. Seiring dengan berdirinya perusahaan tambang tersebut sehingga banyaknya pendatang yang berdomisili di Sorowako dari berbagai suku dan etnis tidak membuat tradisi dan adat istiadat daerah Sorowako luntur ataupun menghilang.

Eksistensi tradisi dan adat istiadatnya hingga saat ini masih terus berlangsung bahkan dinikmati oleh masyarakat Sorowako secara luas. Terlihat dari pastisipasi masyarakat Sorowako yang pada umumnya telah berbaur dari berbagai suku dan etnis, termasuk dalam acara-acara yang sering diadakan oleh perusahaan PT INCO, juga sering menampilkan pertunjukan adat istiadat Sorowako. Sesuai dengan kontrak karya yang telah disepakati dalam pasal 11 ayat (3) UU No.22 tahun 2001 tentang minyak bumi dan gas bumi memuat 17 ketentuan pokok yang harus dicantumkan dalam kontrak kerja sama. Salah satu kewajiban perusahaan adalah pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan masyarakat adat. Pengembangan masyarakat sekitar lingkaran tambang dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan tetap memberikan mayarakat melaksanakan nilai-nilai adat yang hidup dan berkembang dalam mayarakat tersebut (Salim, 2004).

Sumber: http://welcometosorowako.wordpress.com

(50)

Preferensi Masyarakat

Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap perencanaan pengembangan kawasan pasca tambang dilakukan penyebaran kuisioner secara acak kepada 30 responden, maka diperoleh informasi yang dibagi berdasarkan identitas, persepsi dan preferensi yang diinginkan masyarakat terhadap lokasi penelitian. Data mengenai identitas para responden dapat dilihat pada Gambar 18. Responden laki-laki berjumlah 19 orang (63%) sedangkan perempuan berjumlah 11 orang (37%). Persepsi dan preferensi masyarakat dapat dilihat pada Tabel 8.

Ekowisata (wisata alam) merupakan alternatif yang lebih baik untuk pengembangan ekonomi masyarakat lokal tanpa merusak kekayaan alam, tetapi sebaliknya memberikan apresiasi terhadap nilai-nilai dari alam dan kehidupan tradisional yang memberi sumbangan kepada kearifan manusia. Selain nilai unik dan keindahannya, wisata alam dapat ditunjang dengan nilai-nilai kultural pada sumberdaya manusia (adat-istiadat). Hal ini terutama jika aktivitas penambangan di Sorowako telah berakhir, ekowisata bisa menjadi salah satu alternatif

(51)

pengembangan ekonomi. Dari data survey diperoleh hasil 100% responden apresiatif terhadap perencanaan Sorowako sebagai pusat wisata di Kabupaten Luwu Timur, khususnya tapak sebagai kawasan ekowisata.

Tabel 8 (Lanjutan)

Tabel 8 Persepsi dan preferensi masyarakat

No Variabel Persentase (%)

1 Tujuan melakukan wisata

a. Mengisi waktu luang

2 Harapan tehadap perencanaan kawasan agar

dikembangkan menjadi kawasan ekowisata

3 Harapan terhadap kawasan yang akan dikembangkan

untuk kawasan ekowisata

a. Adanya kepedulian terhadap lingkungan

b. Adanya program wisata yang lengkap

c. Adanya kualitas fasilitas wisata yang menunjang

d. Adanya kualitas pelayanan yang menunjang

27.6 37.9 27.6 6.9

4 Bentuk kegiatan wisata yang diinginkan

a. Wisata individu

5 Aktivitas yang diinginkan

a. Bersepeda

6 Fasilitas yang diinginkan

Gambar

Gambar 5 Peta batas tapak
Gambar 6 Peta eksisting tapak
Gambar 8 Peta aksesibilitas
Gambar 10 Kondisi tanah dan topografi pada tapak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Laporan Perubahan Posisi Keuangan Jurnal penutup merupakan jurnal yang dibuat pada akhir periode akuntansi untuk menutup akun-akun sementara yaiu pendapatan dan beban yang

Gethuk yang sudah dikembangkan oleh penerus Mbah

[r]

Mas Bambang menukar 20 dolar pada tanggal 2 dan menukar 40 dolar pada tanggal 4, maka jumlah uang yang diterima Mas Bambang dalam rupiah

komitmen organisasi dengan 6 item pertanyaan yang diadopsi dari Andini, 2006 (dalam Yustiana, 2014), budaya organisasi dengan 5 item pertanyan yang diadopsi dari Kim Wai, 1998

Daerah dekat dengan sungai dengan tebing yang curam akan mempunyai tingkat bahaya yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang jauh dari sungai dengan ketinggian tebing yang

Penulis juga memberikan saran untuk keluarga Bapak I Nyoman Murah untuk. mengatur pemasukan dan pengeluaran keuangan keluarga, serta

sampel, panci stainless untuk merebus infusa bangle. Kompor gas rinnai untuk proses merebus infusa bangle, sterilisasi dan pembuatan medium. Kain flanel