• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi Parasit Pada Famili Arcidae Sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Kekerangan Di Karangantu Dan Labuan, Banten.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Inventarisasi Parasit Pada Famili Arcidae Sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Kekerangan Di Karangantu Dan Labuan, Banten."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI PARASIT PADA FAMILI ARCIDAE

SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA

KEKERANGAN DI KARANGANTU DAN LABUAN, BANTEN

OTO PRASADI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Inventarisasi Parasit pada Famili Arcidae sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Kekerangan di Karangantu dan Labuan, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

OTO PRASADI. Inventarisasi Parasit pada Famili Arcidae sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Kekerangan di Karangantu dan Labuan, Banten. Dibimbing oleh ISDRADJAD SETYOBUDIANDI, NURLISA A. BUTET dan SRI NURYATI.

Kekerangan adalah organisme laut yang kosmopolit, mendiami substrat perairan dan bersifat sedenter, sehingga organisme tersebut sangat rentan terpengaruh oleh perubahan lingkungan. Di Perairan Indonesia terdapat beberapa jenis kekerangan. Salah satunya pusat penyebaran dan penangkapan kekerangan di Indonesia adalah Perairan Karangantu dan Perairan Labuan, Provinsi Banten. Jenis kekerangan yang dominan di perairan tersebut adalah Famili Arcidae.

Lingkungan perairan yang buruk dapat memicu munculnya parasit, jamur, bakteri dan virus. Parasit pada organisme akuatik menyebabkan kerugian investasi dan juga berdampak negatif pada perkembangan budidaya perikanan dan dapat mengganggu kestabilan stok alam organisme akuatik tersebut. Tingginya pengaruh antropogenik di Karangantu dan Labuan dapat memperburuk kondisi biologis kekerangan yang dipicu oleh adanya parasit. Jenis dan tingkat infeksi pada kekerangan, baik yang disebabkan oleh parasit, jamur, bakteri maupun virus, belum banyak dilaporkan dari perairan pesisir Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi jenis parasit yang terdapat pada Famili Arcidae di Perairan Karangantu dan Labuan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif komparatif dengan teknik survei. Lokasi penelitian yang dipilih yaitu Perairan Karangantu dan Perairan Labuan, masing-masing dua stasiun. Setiap stasiun memiliki karakteristik kondisi lingkungan yang berbeda-beda, seperti daerah Muara Sungai dan daerah industri. Sampel kerang diambil dengan metode sapuan menggunakan alat tangkap kerang (garuk). Sampel dari setiap spesies ditangkap sebanyak 25 individu/stasiun untuk analisis morfologi, tiga individu/stasiun untuk analisis parasit dan dua individu/stasiun dengan dua organ yang digunakan yaitu kaki dan mantel untuk analisis histologi.

Potensi sumberdaya kekerangan di Perairan Karangantu yaitu A. granosa dan A. antiquata, sedangkan di Perairan Labuan yaitu A. granosa, A. scapha dan B. barbata. Jenis parasit di Perairan Karangantu berjumlah lima jenis yaitu Microsporidian, Gyrodactylus sp., S. stercoralis, Cirripedia dan Copepoda. Jenis parasit yang teridentifikasi di Perairan Labuan berjumlah tujuh jenis yaitu Microsporidian, Mitraspora, C. lanceolata, Gyrodactylus sp., S. stercoralis, Cirripedia dan Copepoda. Parasit yang mendominasi dari dua perairan tersebut yaitu Cirripedia. Tiga jenis parasit ditemukan menggunakan metode histologi yaitu S. stercoralis, Gyrodactylus sp., dan Copepoda pada kaki maupun mantel.

Strategi Pengelolaan yang dapat diterapkan di Perairan Karangantu dan Labuan dilihat dari kondisi kerang yaitu dengan monitoring status keberadaan spesies kekerangan, baik keragaman populasi, ukuran maupun jenis parasit dan kondisi perairan dengan memaksimalkan pengaturan perijinan alih fungsi lahan dan aktivitas di sekitar perairan serta pengawasaan pembuangan limbah.

(5)

SUMMARY

OTO PRASADI. An Inventarization of Parasites in the Family Arcidae as a Basic on Oyster Resource Management in Karangantu and Labuan, Banten. Supervised by ISDRADJAD SETYOBUDIANDI, NURLISA A. BUTET dan SRI NURYATI.

Bivalves are marine organisms inhabiting aquatic substrates. As a cosmopolit an sedentary organism, the are vulnerable to environmental changes. The are varieties of bivalves in habit Indonesian coastal waters. Distribution points and fishing grounds in Indonesia are Karangantu and Labuan, Banten Province. Bivalve dominating the areas is Family Arcidae.

Fair or bad aquatic environment may drive the prevalent existence of parasite, fungi, bacteria and virus in the living organisms. Parasites in aquatic organisms give disadvantage on investment, as well as, marine culture and natural stock instability. High antropogenic impact in the aquatic environment of Karangantu and Labuan may harm biological condition of the bivalves. Types and levels of infection in bivalves of Banten coastal waters by parasites, fungi, bacteria and virus, have not yet reported. This research was aimed to identifying types of parasites in Famliy Arcidae in coastal waters of Karangantu and Labuan. Research method applied was comparative descriptive using survey technique. Two stations were each selected from Karangantu and Labuan. Each station occuptes specific characteristics of environmental condition, i.e., downstream of the river and industrial area. Bivalve samples were caught using swept area method by garuk. 25 individuals were caught and morphologically analyzed from each stations, three individuals per station were analyzed for parasites, while two individuals each two organs, i.e., foot and mantle were histologically analyzed.

There were two dominant spesies in Karangantu, i.e., Anadara granosa and Anadara antiquata, while in Labuan, there were three dominant spesies, i.e., Anadara granosa, Anadara scapha and Barbatia barbata. Five types of parasites were found in Karangantu, i.e., Microsporidian, Gyrodactylus sp., S. stercoralis, Cirripedia and Copepoda. In Labuan, there were seven types of parasites found, i.e., Microsporidian, Mitraspora, C. lanceolata, Gyrodactylus sp., S. stercoralis, Cirripedia and Copepoda. There were type dominant parasite in Karangantu and Labuan is Cirripedia. Three types of parasites were found in foot and mantle with histologically method, i.e., S. stercoralis, Gyrodactylus sp., and Copepoda.

Management strategies are applied in Karangantu and Labuan can from the condition of bivalves, i.e., monitoring the presence of the bivalves, the diversity of the population, the size, and types of parasites bivalve and condition of both coastal waters with maximize permission settings and activity around the coastal waters as well as the supervision of waste disposal.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

INVENTARISASI PARASIT PADA FAMILI ARCIDAE

SABAGAI DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA

KEKERANGAN DI KARANGANTU DAN LABUAN, BANTEN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini ialah Parasit, dengan judul Inventarisasi Parasit pada Famili Arcidae sebagai Dasar Pengelolaan Sumberdaya Kekerangan di Karangantu dan Labuan, Banten.

Pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah menyediakan berbagai fasilitas sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

2. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi SDP untuk tahun studi 2014-2017 yang telah membantu tahapan penyelesaian studi dan penelitian. 3. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc, Dr Ir Nurlisa A. Butet, MSc dan Dr Sri

Nuryati, SPi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan kepada Penulis dari tahap awal pelaksanaan penelitian sampai pada tahap akhir penulisan karya ilmiah ini.

4. Dr Ir Etty Riani, MS selaku dosen penguji dari program studi yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini.

5. Seluruh keluarga, terutama kepada ibu, bapak dan adik atas doa dan dukungan yang tidak pernah putus sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan. 6. Seluruh rekan SDP 2012, SDP 2013, SDP 2014 serta teman-teman lainnya

atas dukungan yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

Hipotesis 3

METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Alat dan Bahan Penelitian 6

Alat Tangkap Kerang (Garuk) 6

Pengambilan Sampel Kerang 7

Pengambilan Sampel Air 7

Identifikasi Parasit 8

Karakteristik Morfologi 8

Analisis Hubungan Panjang Bobot 9

Analisis Parasit 10

Histologi 11

HASIL 12

Analisis Diskriminan 12

Perhitungan Panjang Bobot 15

Analisis Parasit Kerang 16

PEMBAHASAN 19

Kerang dan Lingkungan Perairan 19

Parasit dan Kerang 21

Parasit dan Lingkungan Perairan 24

Karakteristik Parasit Teridentifikasi 26

Strategi Pengelolaan Sumberdaya Kekerangan 27

KESIMPULAN DAN SARAN 29

Kesimpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 34

(12)

DAFTAR TABEL

1 Koordinat lokasi pengambilan sampel 6

2 Parameter sampel kualitas air 7

3 Kriteria prevalensi parasit pada kekerangan 11

4 Kriteria intensitas serangan parasit pada kekerangan 11 5 Perbandingan nilai statistik panjang cangkang kerang di empat stasiun

dari dua lokasi 12

6 Perbandingan nilai statistik panjang cangkang kerang di Perairan

Karangantu dan Perairan Labuan 13

7 Prevalensi, intensitas dan dominasi parasit kerang di Perairan

Karangantu dan Perairan Labuan 19

8 Indikator parameter aspek ekobiologi dan pemanfaatan kerang di

Perairan Karangantu dan Labuan 28

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi pengambilan sampel di Perairan Karangantu 4

2 Lokasi pengambilan sampel di Perairan Labuan 5

3 Lokasi pengambilan sampel di Perairan Karangantu dan Labuan 5

4 Alat tangkap kerang 6

5 Karakteristik morfologi kerang 9

6 Grafik fungsi diskriminan karakter morfologi kerang 14 7 Grafik fungsi diskriminan karakter morfologi spesies kerang di Perairan

Karangantu dan Perairan Labuan 15

8 Hubungan panjang bobot spesies kerang A. granosa 15 9 Sebaran jenis parasit kerang berdasarkan tempat penangkapan kerang di

Karangantu dan Labuan 16

10 Sebaran jenis parasit kerang berdasarkan spesies kerang yang

tertangkap 17

11 Sebaran jenis parasit kerang berdasarkan ukuran kerang yang

tertangkap 17

12 Sebaran jenis parasit kerang berdasarkan habitat pada inangnya 18

13 Empat spesies kerang yang tertangkap 20

14 Cirripedia (Subphylum Crustacea) yang termasuk dalam Phylum

Arthopoda 23

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis karakteristik morfologi (KM) spesies kerang 34 2 Parameter kualitas perairan yang diamati di Perairan Karangantu dan

Perairan Labuan 35

3 Jenis-jenis parasit yang ditemukan pada spesies kerang di Perairan

Karangantu 35

4 Jenis-jenis parasit yang ditemukan pada spesies kerang di Perairan

Labuan 36

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Shellfish (kekerangan) merupakan salah satu organisme laut yang rentan terpengaruh oleh perubahan lingkungan, karena pergerakannya yang bersifat pasif atau bersifat sedenter. Setiap spesies dari kekerangan memiliki tingkat toleransi terhadap perubahan lingkungan yang berbeda-beda. Salah satunya yaitu kekerangan dari Famili Arcidae. Arcidae merupakan bivalvia yang bersifat filter feeder yang mendiami perairan intertidal dengan substrat lumpur berpasir pada kedalaman air antara dua sampai 20 m. Bivalvia memiliki peran ekologis dalam siklus rantai makanan, mempengaruhi struktur komunitas makrozoobentos dan sebagai bioindikator (Komala et al. 2011)

Arcidae terdiri dari sembilan genus yaitu Arca, Anadara, Bathyarca, Barbatia, Cucullaea, Litharca, Noetia, Senilia dan Trisidos. Arcidae banyak dimanfaatkan secara komersial oleh masyarakat sekitar, karena bernilai ekonomi dan merupakan salah satu sumber protein hewani diantaranya adalah kerang darah dan kerang bulu (Zahiruddin 1996). Permintaan yang terus meningkat menyebabkan kerang ini menjadi salah satu target utama dalam penangkapan. Hal ini menyebabkan harga kerang darah (Anadara granosa Linnaeus, 1758) dan kerang bulu (Anadara antiquata Linnaeus, 1758) relatif lebih tinggi dibandingkan jenis kerang lainnya seperti kerang gelatik (Anadara scapha Linnaeus, 1758) dan kerang mencos (Barbatia barbata Linnaeus, 1758) di daerah perairan sekitar Teluk Banten dan Teluk Lada.

Penyebaran geografis hewan ini meliputi Red Sea, New Caledonia, China, Jepang, Vietnam, Thailand, Filipina, Laut China Selatan, Indonesia, Perairan Pasifik bagian Barat, dan Australia (Nurdin et al. 2006). Menurut Tang et al. (2009) penyebaran di Perairan Indonesia meliputi Pesisir Sumatera bagian Barat, Selat Malaka, Pantai Utara Jawa, Pantai Timur Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua. Perairan Karangantu yang merupakan bagian dari Teluk Banten dan Labuan bagian dari Teluk Lada merupakan daerah yang potensial bagi perkembangan hidup kekerangan dari Famili Arcidae. Kekerangan dari Famili Arcidae di Karangantu maupun Labuan berperan dalam memenuhi kebutuhan sumberdaya kekerangan di Provinsi Banten, sehingga potensinya perlu ditingkatkan.

(16)

2

negatif. Salah satu dampak negatif dari kegiatan-kegiatan tersebut akan menimbulkan agen penyakit yang dapat mengganggu pertumbuhan organisme akuatik, khususnya yang bersifat sedenter (bivalvia). Salah satu sumber atau agen penyakit yang akan ditimbulkan yaitu parasit (Jasminandar 2011).

Parasit merupakan suatu mahluk hidup atau organisme yang mengadakan invasi untuk mendapatkan makanan, tempat tinggal, perlindungan dan kesempatan untuk berkembangbiak di dalam inangnya dan dapat menginfeksi inangnya. Studi tentang parasit dan penyakit yang mempengaruhi moluska memiliki nilai ekonomi yang sangat penting, baik dalam pengelolaan stok alam maupun budidaya, bahkan dapat membantu untuk mengevaluasi sanitasi untuk konsumsi manusia. Menurut Boehs et al. (2010) agen biologis utama yang dapat menyebabkan penyakit pada bivalvia laut umumnya melibatkan virus, bakteri, jamur, protista, trematoda, polychaeta dan copepoda. Parasit dapat menyebabkan beberapa gangguan, baik terhadap manusia maupun organisme yang diinvasinya. Parasit yang berdampak pada manusia (zoonosis) akan mengakibatkan gangguan terhadap sistem pencernaan, sedangkan dampak terhadap biotanya dapat menurunkan bobot tubuh, menurunkan ketahanan tubuh dan kualitas, bahkan dapat mengakibatkan kematian, sehingga mudah terinfeksi oleh patogen lain seperti jamur, bakteri, dan virus (Rosita 2012).

Penelitian mengenai observasi inventarisasi parasit pada moluska khususnya dari kelas bivalvia belum banyak dilakukan di Perairan Indonesia, namun telah banyak dilakukan di berbagai perairan di dunia, seperti studi histopathologi dari moluska yang terinfeksi Nematopsis sp. di Spanyol (Estevez et al. 1998), parasit dari tiga spesies bivalvia di Bahia, Brazil (Boehs et al. 2010), studi histopatologi Crassostrea rhizoporae dari Todos Os, Bahia, Brazil (Nascimento et al. 1986), observasi oosit Nematopsis sp. pada tujuh spesies dari bivalva, Teluk Thailand (Tuntiwaranuruk et al. 2004), pengamatan parasit protozoa Nematopsis pada Penaeus semisulcatus di Chonburi, Thailand (Nunoy et al. 2011) dan penyakit cangkang dari Pila glabosa di India (Ajesh dan Sreejith 2014).

Parasit pada organisme akuatik dapat mengakibatkan kerugian dan berdampak negatif terhadap investasi (skala budidaya) dan perkembangan budidaya perikanan, bahkan dapat mengganggu kestabilan stok alam di suatu daerah. Suatu organisme yang terserang oleh parasit akan lebih mudah terinfeksi oleh agen penyakit lainnya seperti jamur, bakteri dan virus, sehingga informasi mengenai inventarisasi parasit yang masih sedikit pada kekerangan merupakan langkah awal untuk meminimalisir terjadinya penurunan pada komoditas kerang baik kerusakan, perubahan struktur populasi bahkan dapat mencegah kematian pada organisme akuatik. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan dengan melakukan identifikasi sebagai informasi awal. Data mengenai parasit di suatu perairan seperti inventarisasi perlu diketahui sebagai informasi mengenai ekologi parasit dan inangnya di perairan.

Perumusan Masalah

(17)

3 organisme, karena akan memicu organisme tertentu yang bersifat negatif untuk tumbuh dan berkembangbiak, salah satunya yaitu parasit. Parasit merupakan salah satu sumber atau agen penyakit yang dapat menganggu pertumbuhan organisme lainnya (inangnnya).

Keberadaan parasit pada suatu organisme akuatik di pengaruhi oleh keadaan atau kesehatan dari organisme tersebut. Organisme yang terserang oleh parasit akan lebih mudah terserang oleh agen penyakit lainnya seperti virus, bakteri maupun jamur. Untuk mengetahui organisme terserang ektoparasit dapat diamati secara visual keberadaan organisme lain yang menginvasi inangnya dengan melihat perubahan atau gejala klinis yang terjadi, sedangkan organisme yang terserang endoparasit sangat jarang disadari karena tidak menunjukkan gejala klinis eksternal yang jelas, sehingga tidak dapat di ketahui dengan cepat. Infeksi baru terlihat jika organisme akuatik dibedah dan diamati organ tubuh bagian dalamnya.

Hasil penelusuran literatur, ternyata belum banyak penelitian mengenai inventarisasi parasit pada moluska khususnya dari kelas bivalvia di Perairan Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya observasi mengenai inventarisasi parasit pada Famili Arcidae sebagai dasar pengelolaan sumberdaya kekerangan di Perairan Karangantu dan Labuan, Banten.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi jenis parasit yang terdapat pada famili Arcidae di Perairan Karangantu dan Perairan Labuan, Banten. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberadaan spesies kekerangan dan jenis parasit yang terdapat pada famili Arcidae di Perairan Karangantu dan Labuan, Banten.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dari penelitian ini adalah perbedaan lokasi dan ukuran pada kekerangan dari Famili Arcidae mempengaruhi keberadaan dan jenis parasit di Perairan Karangantu dan Labuan, Banten.

(18)

4

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – April 2015. Lokasi penelitian di Perairan Karangantu yang berada di Teluk Banten dan Perairan Labuan yang berada di Teluk Lada. Setiap lokasi terdiri dari dua stasiun seperti yang disajikan pada Gambar 1, 2 dan 3. Setiap perairan memiliki karakteristik kondisi lingkungan yang berbeda-beda, seperti kualitas air, substrat dan kegiatan industri di sekitar perairan. Kegiatan industri dan antropogenik di sekitar Perairan Karangantu yaitu pabrik plastik, industri perakitan kapal, industri kerajinan dan Muara Sungai Karangantu. Di Perairan Labuan terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), perkebunan kelapa dan Muara Sungai Bama. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif dengan teknik survei, teknik pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu (purposive sampling). Identifikasi dan analisis di lakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (Proling/MSP), Laboratorium Biologi Makro (BIMA/MSP), Laboratorium Biologi Mikro (BIMI/MSP) dan Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI/BDP) FPIK IPB. Tabel 1 menunjukkan koordinat lokasi pengambilan sampel di dua perairan.

(19)

5

Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel di Perairan Labuan

(20)

6

Tabel 1. Koordinat lokasi pengambilan sampel

Lokasi Sampling Stasiun Sampling Koordinat Perairan Karangantu Stasiun 1 (Muara) 6

001’02.1” S; 106009’56.8” E

Stasiun 2 (Industri) 6000’23.9” S; 106008’12.5” E Perairan Labuan Stasiun 3 (PLTU) 6

024’04.3” S; 105048’44.5” E

Stasiun 4 (Muara) 6026’05.8” S; 105048’39.0” E

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan selama penelitian adalah alat tangkap kerang (garuk), alat bedah, termometer, kertas pH universal, hand refraktosalinometer, mikroskop, jangka sorong, timbangan digital, botol sampel, coolbox, kertas milimeter blok, plastik dan buku identifikasi kerang dan parasit. Bahan yang digunakan selama penelitian adalah spesies kerang, Buffer Netral Formalin 10% (BNF), larutan fisiologis (NaCl 0,85%), alkohol bertingkat (80, 90, 95 dan 100%), xylol, paraffin dan Hematoxylin-Eosin (HE).

Alat Tangkap Kerang (Garuk)

Pada prinsipnya alat tangkap kerang (garuk) berbentuk kantong jaring yang dilengkapi dengan kisi berupa barisan gigi-gigi dari besi yang dipasang di bagian bawah mulut kantong jaring tersebut. Gambar 4 menunjukkan alat tangkap kerang yang digunakan pada saat melakukan penangkapan di dua lokasi.

(21)

7 Pada saat operasi, garuk ditarik menyusur di atas dasar perairan seperti jaring trawl dasar. Gigi-gigi kisi menggaruk kerang yang ada di dasar air, sebagian akan tergaruk dan masuk ke dalam kantong dan sebagian lainnya lolos (Nashimoto 1983).

Pengambilan Sampel Kerang

Sampel kerang diambil pada setiap stasiun pengamatan dengan metode sapuan (Swept Area) menggunakan alat tangkap kerang (garuk). Sampel dari setiap spesies ditangkap sebanyak 25 individu/stasiun (total 100 individu/spesies) untuk dilakukan analisis secara morfologi (morfometri dan meristik), tiga individu/stasiun (total 12 individu/spesies berdasarkan ukuran kecil, sedang dan besar) untuk analisis parasit dan dua individu/stasiun (total empat individu/spesies) dengan dua organ yang digunakan yaitu kaki dan mantel untuk analisis histologi (jumlah tangkapan menyesuaikan dengan potensi setiap spesies kerang dari setiap lokasi). Sampel yang didapat kemudian disortir, dibersihkan untuk dilakukan identifikasi dan analisis berdasarkan kebutuhan. Semua spesies kerang dimasukan dalam kantong plastik serta diberi label, kemudian disimpan dalam coolbox untuk diidentifikasi lanjut. Dari hasil yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan mengacu pada buku “Compendium of Seashells” (Abbot dan Dance 1998).

Pengambilan Sampel Air

Pengambilan dan pengukuran kualitas perairan meliputi parameter fisika (suhu, salinitas, kedalaman dan substrat) dan kimia (pH dan klorin) dari setiap stasiun dilakukan secara insitu (suhu, salinitas, pH dan kedalaman) dan secara

exsitu (klorin dan substrat) dengan mengacu kepada metode baku APHA 2012.

Tabel 2 menunjukkan parameter kualitas perairan yang diamati dari masing-masing stasiun.

Tabel 2. Parameter sampel kualitas air

No Parameter Satuan Metode/Alat Sumber

1. Suhu oC Pemuaian/ Termometer APHA, 2012

2. Salinitas mg/L Refraksi cahaya/

Refraktosalinometer APHA, 2012

3. Kedalaman m Handsounder APHA, 2012

4. Substrat - Pipet (Tekstur 3F) APHA, 2012

5. pH - Visual/Kertas pH APHA, 2012

(22)

8

Identifikasi Parasit

Kekerangan dari Famili Arcidae yang didapat terlebih dahulu dikelompokkan menjadi tiga individu yang berbeda (berdasarkan perbedaan ukuran kecil, sedang dan besar). Kemudian pemeriksaan parasit dimulai dengan mengamati secara visual bagian tubuh kerang untuk memeriksa ada atau tidaknya parasit yang teramati secara eksternal yaitu dengan mengamati makroinvertebrata yang menempel pada cangkang kerang dan mengerik bagian cangkang untuk mengamati mikroinvertebrata, sedangkan secara internal yaitu dengan memeriksa bagian organ dalam yang akan diamati (mantel dan kaki) secara manual menggunakan alat bantu mikroskop untuk mengamati makroinvertebrata dan dengan menggunakan metode histologi untuk mengamati mikroinvertebrata. Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap bagian shell mapun organnya, terlebih dahulu disiapkan gelas objek, cawan perti dan alat bedah. Untuk pemeriksaan mikroinvertebrata pada cangkang (shell) dengan cara mengerik bagian cangkang dari umbo sampai bagian tepi rib radial bawah menggunakan pisau scalpel, baik pada bagian atas ataupun bawah. Hasil kerikan yang didapat, dioleskan pada gelas objek, kemudian diteteskan larutan fisiologis secukupnya menggunakan syringe, lalu ditutup dengan cover glass, sedangkan pemeriksaan untuk mantel dan kaki, diletakkan pada cawan petri dan diteteskan larutan fisiologis secukupnya (pengamatan secara manual) dan pembuatan preparat histologi (pengamatan menggunakan metode histologi). Pengamatan parasit dilakukan menggunakan mikroskop binokuler dan mikroskop stereo, kemudian dicatat jenis parasit yang ditemukan pada tabel parasit yang telah disediakan. Jenis parasit yang teridentifikasi kemudian dicocokkan dengan mengacu pada buku “The Biology of Animal Parasites” (Noble et al. 1989).

Karakteristik Morfologi

(23)

9

Gambar 5. Karakteristik morfologi kerang (Dokumentasi pribadi).

Analisis diskriminan dilakukan untuk mengelompokkan data berdasarkan variabel-variabel kuantitatif. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengelompokkan antara spesies atau untuk mendeskripsikan pola pusat sebaran, sehingga dapat diketahui hubungan pengelompokkan atau pusat sebaran terhadap jenis dan jumlah parasit yang teridentifikasi dari setiap daerah berdasarkan delapan karakter morfologi yang dirasiokan terhadap panjang cangkang. Analisis diskriminan menggunakan delapan variabel morfologi dari Famili Arcidae yang berperan sebagai variabel independen secara bersama-sama (simultan) yang mampu dengan baik membedakan dan memprediksi pola keanekaragaman morfologi dan populasi dari Famili Arcidae yang didapat di Perairan Karangantu dan Labuan. Analisis diskriminan dilakukan berdasarkan metode stepwise menggunakan software SPSS Versi 17 dan Microsoft Excell for windows.

Analisis Hubungan Panjang Bobot

Analisis hubungan panjang bobot dilakukan untuk mengetahui hubungan panjang bobot dari setiap spesies kekerangan dengan jenis dan jumlah parasit yang teridentifikasi dari setiap stasiun, karena keberadaan parasit pada suatu organisme akan mempengaruhi pertumbuhan pada biota yang di infeksinya seperti bobot tubuh. Perhitungan pola pertumbuhan yang dilakukan pada setiap spesies dari Famili Arcidae hanya pada spesies dengan jumlah penangkapan yang memenuhi target dari masing-masing lokasi perairan (dapat mewakili). Model hubungan panjang bobot mengikuti pola hukum kubik dari dua parameter yang dianalisis. Asumsi hukum kubik ini adalah bahwa idealnya setiap pertambahan panjang akan menyebabkan pertambahan berat, sehingga untuk menganalisis hubungan panjang bobot setiap spesies dari Famili Arcidae yang tertangkap menggunakan pendugaan sebagai berikut (Smith 1996):

a b

W adalah bobot total (g), L adalah panjang cangkang (mm), a adalah intersep, dan b adalah penduga pola pertumbuhan (koefisien regresi) setiap spesies yang tertangkap dari Famili Arcidae.

(24)

10

Nilai b = 3, menunjukkan pola pertumbuhan isometrik Nilai b ≠ 3, menunjukkan pola pertumbuhan allometrik:

Jika b>3, pola pertumbuhan allometrik positif (pertumbuhan berat dominan) Jika b<3, pola pertumbuhan allometrik negatif (pertumbuhan panjang dominan).

Kemudian dilakukan uji t untuk lebih menguatkan pengujian hipotesis berdasarkan Walpole (1992) dengan rumus sebagai berikut:

thit b1 Sb b0 1

Keterangan:

Sb1 = Simpangan baku b1 b0 = Intercept

b1 = Slope Dengan hipotesis:

H0 : b = 3 (isometrik) H1 : b ≠ 3 (allometrik)

Nilai thitung akan dibandingkan dengan nilai ttabel sehingga keputusan yang akan diambil adalah sebagai berikut:

thitung > ttabel, maka Tolak H0

thitung < ttabel, maka Gagal Tolak H0, Terima H1

Keeratan hubungan panjang-bobot spesies kekerangan dari Famili Arcidae ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r). Nilai r yang mendekati satu (r>0,7) menggambarkan hubungan yang erat antar keduanya, sedangkan nilai r yang mendekati nol atau menjauhi satu (r<0,7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antar keduanya (Walpole 1992).

Analisis Parasit

Parasit yang didapat dari penelitian ini akan dihitung dengan menggunakan rumus prevalensi, intensitas, dan dominasi dengan rumus sebagai berikut:

Prevalensi = kerang terserang parasit

kerang ang diperiksa 100

Intensitas = total parasit ang menginfeksi kerang

kerang ang terserang parasit x 100%

Dominasi = total parasit A ang menginfeksi

(25)

11 Hasil dari perhitungan prevalensi dan intensitas serangan parasit yang didapat dari penelitian ini akan dibandingkan dengan kriteria prevalensi parasit yang disajikan pada Tabel 3 dan kriteria intensitas serangan parasit yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3. Kriteria prevalensi parasit pada kekerangan

No Nilai Kategori

1 <0.01% Hampir tidak ada (Almost never) 2 0.01-0.1% Sangat jarang (Very rarely)

3 0.1-1% Jarang (Rarely)

4 1-9% Kadang-kadang (Occasionally)

5 10-29% Sering (Often)

6 30-49% Umumnya (Commonly)

7 50-69% Sering sekali (Frequently)

8 70-89% Biasanya (Usually)

9 90-98% Hampir selalu (Almost always) 10 99-100% Selalu (Always)

Sumber : Nandlal dan Pickering (2004)

Tabel 4. Kriteria intensitas serangan parasit pada kekerangan

Intensitas serangan Tingkat Serangan

Sumber : Pusat Karantina Ikan (2005).

Histologi

(26)

12

HASIL

Analisis Diskriminan

Spesies kerang yang tertangkap di Perairan Karangantu dan Perairan Labuan sebanyak empat spesies (Anadara granosa, Anadara antiquata, Anadara scapha dan Barbatia barbata) dengan jumlah tangkapan yang berbeda-beda. Perbedaan jumlah dan ukuran tangkapan dari setiap spesies di setiap lokasi disebabkan karena setiap lokasi pengambilan sampel memiliki karakteristik dan kondisi lingkungan yang berbeda, seperti kualitas air, substrat dan kegiatan industri. Stasiun satu cenderung dipengaruhi oleh Muara Sungai Karangantu, stasiun dua dipengaruhi oleh kegiatan industri seperti pabrik plastik dan industri kerajinan, stasiun tiga cenderung dipengaruhi oleh kegiatan industri seperti Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan perkebunan kelapa dan stasiun empat dipengaruhi oleh Muara Sungai Bama. Potensi sumberdaya kekerangan dari setiap lokasi perairan dapat dilihat dari jumlah tangkapan yaitu 25 individu/stasiun. Potensi sumberdaya kekerangan di Perairan Karangantu terdiri dari dua spesies yaitu A. granosa dan A. antiquata, sedangkan di Perairan Labuan terdiri dari tiga spesies yaitu A. granosa, A. scapha dan B. barbata. Tabel 5 menunjukkan perbandingan rataan ukuran cangkang kerang dari setiap stasiun.

Tabel 5. Perbandingan nilai statistik panjang cangkang kerang di empat stasiun dari dua lokasi.

(27)

13 penangkapan yaitu 50 individu/spesies dari setiap lokasi penangkapan, hanya spesies A. granosa yang jumlah tangkapannya memenuhi target. Menunjukkan bahwa A. granosa memiliki potensi sumberdaya kekerangan di Provinsi Banten dan Perairan Labuan memiliki ukuran cangkang terbesar dari spesies A. granosa. Perbedaan jumlah, ukuran tangkapan dan jenis spesies dari setiap lokasi disebabkan karena kondisi perairan yang berbeda. Setiap perairan memiliki karakteristik, kualitas air dan aktivitas manusia disekitar perairan yang berbeda. Tabel 6 menunjukkan perbandingan rataan ukuran cangkang kerang dari setiap lokasi perairan.

Tabel 6. Perbandingan nilai statistik panjang cangkang kerang di Perairan Karangantu dan Perairan Labuan.

(28)

14

Gambar 6. Grafik fungsi diskriminan karakter morfologi kerang a. A. granosa, b. A. antiquata di Perairan Karangantu dan c. A. granosa, d. A. scapha, e. B. barbata di Perairan Labuan.

Spesies kekerangan yang tertangkap dari dua lokasi yang berbeda yaitu Perairan Karangantu dan Perairan Labuan, dilihat dari jumlah tangkapan kerang, spesies yang memenuhi target penangkapan yaitu hanya A. granosa, sehingga spesies ini dapat digunakan untuk mengetahui sebaran A. granosa dari setiap lokasi, apakah ada kesamaan antara Perairan Karangantu dan Perairan Labuan dari hasil analisis diskriminan.

Berdasarkan hasil analisis diskriminan karakter morfologi A. granosa, didapatkan perbedaan pusat sebaran di setiap lokasinya. Pusat sebaran A. granosa di Perairan Karangantu berada pada koordinat (-1.038) dan Perairan Labuan berada pada koordinat (1.038) dengan jumlah spesies n=9 individu yang mendekati Perairan Karangantu dan n=8 individu yang mendekati Perairan Labuan. Adanya kesamaan ciri morfologi pada spesies A. granosa antara Karangantu dan Labuan. Gambar 7 menunjukkan sebaran A. granosa di Karangantu dan Labuan yang di gambarkan dalam grafik fungsi diskriminan.

(29)

15

Gambar 7. Grafik fungsi diskriminan karakter morfologi spesies kerang di Perairan Karangantu dan Perairan Labuan.

Perhitungan Panjang Bobot

Perhitungan hubungan panjang bobot spesies dari Famili Arcidae yang tertangkap dari dua lokasi dilihat dari jumlah tangkapan kerang, spesies yang memenuhi target penangkapan yaitu hanya A. granosa dari tiga spesies lainnya yang dapat dilakukan perhitungan hubungan panjang bobot, karena individu yang tertangkap dapat mewakili daerah tangkapan. Gambar 8 menunjukkan hubungan panjang bobot A. granosa di Karangantu dan Labuan yang di gambarkan dalam grafik.

Gambar 8. Hubungan panjang bobot spesies kerang A. granosa, (a) Perairan

Karangantu dan (b) Perairan Labuan.

Perhitungan hubungan panjang bobot antara spesies A. granosa dari dua lokasi penangkapan, nilai koefisiennya memiliki hubungan korelasi yang sangat erat dari masing-masing perairan, hal ini terlihat dari nilai korelasi yang mendekati satu dan memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif, dimana pertumbuhan panjang cangkang lebih cepat dibandingkan dengan bobot totalnya.

(30)

16

Analisis Parasit Kerang

Perbandingan jenis parasit yang teridentifikasi pada kerang dari dua lokasi (Perairan Karangantu dan Perairan Labuan) memiliki jumlah dan jenis parasit yang berbeda. Jenis parasit yang ditemukan di Perairan Karangantu berjumlah lima jenis, sedangkan di Perairan Labuan berjumlah tujuh jenis dengan masing-masing di dominasi oleh Cirripedia. Jenis dari Mitraspora dan C. lanceolata hanya ditemukan di Perairan Labuan. Jenis parasit yang bersifaat zoonosis pada manusia yaitu S. stercoralis dan yang merugikan pada kerang yaitu Cirripedia yang dominan teridentifikasi di Perairan Labuan. Perbedaan jumlah dan jenis parasit yang teridentifikasi pada spesies kerang dari setiap lokasi disebabkan karena setiap perairan memiliki karakteristik dan kondisi lingkungan yang berbeda-beda, seperti kualitas air, substrat dan kegiatan industri di sekitar perairan. Gambar 9 menunjukkan sebaran jenis parasit kerang yang teridentifikasi berdasarkan tempat penangkapan.

Gambar 9. Sebaran jenis parasit kerang berdasarkan tempat penangkapan kerang di Karangantu dan Labuan.

(31)

17

Gambar 10. Sebaran jenis parasit kerang berdasarkan spesies kerang yang tertangkap.

Perbandingan jenis parasit yang teridentifikasi berdasarkan pengelompokkan cangkang kerang ukuran kecil, sedang dan besar, memiliki jumlah dan jenis parasit yang berbeda. Jenis parasit yang teridentifikasi dari ukuran kecil terdiri dari lima jenis parasit dengan di dominasi oleh Microsporidian, ukuran sedang terdiri dari lima jenis parasit dengan di dominasi oleh Cirripedia dan ukuran besar terdiri dari enam jenis parasit dengan di dominasi oleh S. stercoralis. Jenis parasit yang bersifaat zoonosis pada manusia yaitu S. stercoralis dan yang merugikan kerang yaitu Cirripedia yang dominan teridentifikasi pada ukuran besar. Perbedaan jumlah dan jenis parasit yang teridentifikasi dari setiap ukuran disebabkan karena setiap jenis parasit memiliki kecenderungan menginfeksi berdasarkan ukuran dan kesehatan pada inangnya. Gambar 11 menunjukkan sebaran jenis parasit kerang yang teridentifikasi berdasarkan ukuran kerang.

(32)

18

Perbandingan jenis parasit yang teridentifikasi pada kerang berdasarkan tempat parasit ditemukan pada inangnya yaitu ektoparasit maupun endoparasit. Jenis parasit yang teridentifikasi yang termasuk kedalam golongan ektoparasit berjumlah enam jenis dengan di dominasi oleh Cirripedia, sedangkan jenis parasit yang teridentifikasi yang termasuk kedalam golongan endoparasit berjumlah tiga jenis parasit dengan di dominasi oleh S. stercoralis. Jenis dari Copepoda hanya ditemukan pada golongan endoparasit. Perbedaan jumlah dan jenis parasit yang teridentifikasi disebabkan karena setiap jenis parasit yang ditemukan memiliki kebiasaan atau tempat hidup pada inangnya masing-masing. Gambar 12 menunjukkan sebaran jenis parasit kerang yang teridentifikasi berdasarkan tempat ditemukan di dalam inangnya.

Gambar 12. Sebaran jenis parasit kekerangan berdasarkan habitat pada inangnya. Nilai prevalensi pada stasiun satu dan stasiun dua yaitu kategori frequently. Stasiun tiga kategori frequently dan stasiun empat kategori usually. Nilai prevalensi di perairan yang dipengaruhi secara vertikal oleh muara (stasiun satu dan empat) lebih besar dibandingkan dengan perairan yang dipengaruhi kegiatan industri (stasiun dua dan tiga). Nilai prevalensi di Perairan Karangantu (stasiun satu dan dua) masuk dalam kategori frequently dan Perairan Labuan (stasiun tiga dan empat) masuk dalam kategori usually. Tingkat serangan parasit pada stasiun satu yaitu kategori sedang, stasiun dua yaitu kategori berat, stasiun tiga yaitu kategori berat dan stasiun empat yaitu kategori sedang. Intensitas serangan parasit di perairan yang dipengaruhi secara vertikal oleh muara yaitu kategori sedang dan perairan yang dipengaruhi kegiatan industri yaitu kategori berat. Intensitas serangan parasit di Perairan Karangantu dan Perairan Labuan yaitu intensitas serangan parasitnya sedang. Parasit yang mendominasi pada stasiun satu yaitu Microsporidian dan Cirripedia, stasiun dua yaitu Cirripedia, stasiun tiga yaitu Strongyloides stercoralis dan stasiun empat yaitu Cirripedia. Jenis parasit yang mendominasi di perairan yang dipengaruhi secara vertikal oleh muara yaitu Cirripedia dan Microsporidian dan di perairan yang dipengaruhi kegiatan industri yaitu Cirripedia dan Strongyloides stercoralis. Jenis parasit yang mendominasi di

(33)

19 Perairan Karangantu dan Perairan Labuan yaitu Cirripedia. Tabel 7 menunjukkan nilai prevalensi, intensitas dan dominasi parasit kerang di setiap lokasi penelitian. Tabel 7. Prevalensi, Intensitas dan Dominasi parasit kerang di Perairan

Karangantu dan Perairan Labuan.

No Jenis Parasit

Karangantu Labuan Karangantu Labuan Karangantu Labuan

Prevalensi (%) Intensitas (%) Dominasi (%)

S.1 S.2 S.3 S.4 S.1 S.2 S.3 S.4 S.1 S.2 S.3 S.4

Status suatu biota disuatu perairan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi lingkungan perairan di habitatnya. Perubahan kondisi lingkungan di suatu perairan akan memicu organisme tertentu yang bersifat negatif untuk tumbuh dan berkembangbiak, salah satunya yaitu agen penyakit berupa parasit yang akan menganggu pertumbuhan organisme pada inangnya. Kerang merupakan suatu organisme yang pergerakannya bersifat pasif, sehingga perubahan kondisi lingkungan perairan yang terjadi akan sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan kerang. Semua spesies kerang dari Famili Arcidae yang tertangkap dari dua lokasi yang berbeda yaitu Perairan Karangantu dan Labuan berpotensi terserang agen penyakit karena kekerangan (bivalvia) bersifat pasif (sedenter) dan filter feeder. Menurut Jauhari (2006) bivalvia merupakan salah satu organisme akuatik yang bersifat sedenter dan filter feeder, dimana terjadi proses penyaringan padatan tersuspensi dan partikel makanan dari air, biasanya dengan melewatkan air melalui struktur penyaring khusus, sehingga ada kemungkinan organisme yang bersifat negatif maupun organisme perantara organisme negatif termakan.

(34)

20

spesies A. granosa dengan rataan ukuran panjang cangkang 3.279 cm dan bobot total 10.188 gram, sedangkan Perairan Karangantu panjang cangkang 3.053 cm dan bobot total 6.784 gram. Menurut Butet (2013) rataan ukuran cangkang dan bobot total kerang darah Bojonegara (Teluk Banten) lebih besar 3.211 cm dan 12.251 gram dari 351 individu dibandingkan kerang darah Panimbang (Teluk Lada) 2.493 cm dan 6.827 gram dari 162 individu. Adanya perbedaan jumlah penangkapan individu/lokasi dan lamanya sampling dapat menyebabkan beberapa perbedaan. Keragaman morfologi tersebut dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu plastisitas fenotip dan keragaman genetik. Perubahan ukuran cangkang kerang dari besar menjadi kecil maupun kecil menjadi besar dapat disebabkan oleh adanya tekanan baik dari kegiatan industri maupun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dioperasikan secara resmi sejak tahun 2009. Kerang darah masih tetap dapat bertahan hidup di daerah yang terkontaminasi bahan pencemar dengan mengembangkan plastisitas fenotip, cangkang yang tebal merupakan salah satu indikator pertahanan diri terhadap tekanan lingkungan (Butet 2013).

Kekerangan banyak dimanfaatkan secara komersial oleh masyarakat sekitar karena memiliki nilai yang ekonomis diantaranya kerang darah (A. granosa) dan kerang bulu (A. antiquata), selain memiliki ukuran yang lebih besar dan daging yang lebih banyak kerang darah dan kerang bulu merupakan salah satu sumber protein hewani (Zahiruddin 1996). Kerang darah memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan kerang bulu (Komala et al. 2011), begitu juga dengan kerang gelatik yang ukurannya paling kecil, sedangkan kerang mencos memiliki morfologi tubuh yang memanjang dengan ketebalan cangkang lebih kecil dari tiga jenis kerang sebelumnya. Kerang darah dan kerang bulu setelah dipanen masih bisa hidup beberapa hari walaupun tanpa air, berbeda dengan kerang gelatik dan kerang mencos yang lebih rentan mati. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika pedagang menjual kerang dalam keadaan hidup dengan ciri cangkang tertutup rapat bila terkena sentuhan, sedangkan kerang yang mati cangkangnya agak terbuka (Nurjanah et al. 2005). Gambar 13 menunjukkan empat spesies kerang dari Famili Arcidae yang tertangkap di Perairan Karangantu dan Perairan Labuan.

Gambar 13. Empat spesies kerang yang tertangkap, a. A. granosa, b. A. antiquata,

c. B. barbata, d. A. scapha.

(35)

21 Spesies yang tertangkap dari setiap stasiun dilakukan analisis diskriminan untuk mengetahui pengelompokkan atau pusat sebaran antara spesies berdasarkan stasiun penangkapan maupun antara lokasi penangkapan dengan jenis dan jumlah parasit yang teridentifikasi. Berdasarkan hasil penangkapan, spesies yang dapat dilakukan analisis ini hanya spesies yang jumlah tangkapannya memenuhi target (spesies kekerangan yang menjadi potensi di setiap daerah). Spesies kekerangan di Perairan Karangantu terdapat lima sampai tujuh individu yang memiliki kesamaan ciri morfologi antara stasiun satu dan stasiun dua, sedangkan spesies kekerangan di Perairan Labuan terdapat lima sampai sembilan individu yang memiliki kesamaan ciri morfologi antara stasiun tiga dan stasiun empat, sedangkan spesies A. granosa di Perairan Karangantu terdapat sembilan individu yang memiliki kesamaan ciri morfologi dengan Perairan Labuan dan delapan individu yang memiliki kesamaan dengan Perairan Karangantu. Kesamaan ciri morfologi baik dari setiap stasiun maupun setiap lokasi perairan menandakan adanya hubungan antara lokasi satu dengan lokasi lainnya. Kerang darah Bojonegara (Teluk Banten) dan Panimbang (Teluk Lada) berasal dari sumber genetik yang sama (Butet 2013). Adanya hubungan antara spesies ini mempengaruhi jenis parasit yang teridentifikasi, parasit yang teridentifikasi akan lebih dominan sama antara lokasi satu dengan lokasi lainnya. Berdasarkan tujuh jenis parasit yang teridentifikasi dari dua perairan, dua jenis parasit yaitu Mitraspora dan C. Lanceolata hanya ditemukan di Perairan Labuan. Menurut Dharma (1992) trocophore merupakan stadium larva setelah telur menetas pada sebagian besar siput dan kerang yang hidup di air dan memiliki kemampuan untuk berenang sendiri dan ada beberapa jenis yang dari katupnya keluar larva panjang dan hidup sebagai parasit pada hewan lain, misalnya ikan.

Parasit dan Kerang

(36)

22

tertangkap dan jenis parasit yang teridentifikasi di Perairan Labuan lebih banyak. Menurut Wahyudewantoro (2013) perbedaan nilai b juga dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah dan variasi biota yang diamati.

Jenis parasit yang teridentifikasi berdasarkan spesies kerang yang tertangkap memiliki perbedaan jenis dan jumlah parasit. A. granosa terdiri dari enam jenis parasit. A. scapha terdiri dari tiga jenis parasit. B. barbata terdiri dari empat jenis parasit dan A. antiquata terdiri dari tujuh jenis parasit. Setiap spesies yang tertangkap memiliki tingkat toleransi terhadap perubahan lingkungan dan kemampuan bertahan hidup yang berbeda-beda. A. granosa dan A. antiquata merupakan spesies kerang yang memiliki ukuran morfologi dan daya tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan yang lebih baik dibandingkan dengan spesies A. scapha dan B. barbata (Komala et al. 2011). Perbedaan ukuran, daya tahan dan ciri khas cangkang (keberadaan rambut halus sekitar cangkang) mempengaruhi jenis parasit yang teridentifikasi. Menurut Lovich et al. (1996) cangkang merupakan alat perlindungan bagi biota yang tubuhnya bersifat lunak baik dari predator maupun dari serangan penyakit.

Jenis parasit yang teridentifikasi berdasarkan ukuran kerang yang tertangkap memiliki perbedaan jenis dan jumlah parasit. Jenis parasit yang teridentifikasi dari ukuran kecil dan sedang terdiri dari lima jenis parasit dan ukuran besar enam jenis parasit. Kerang yang berukuran kecil atau masih dalam tahap pertumbuhan lebih cenderung teridentifikasi dari jenis parasit yang berpotensi seperti Microsporidian, Mitraspora, S. stercoralis, C. lanceolata, dan Gyrodactylus sp. yang masih dalam fase telur maupun larva. Jenis parasit yang teridentifikasi dari setiap stasiun beragam. Jenis parasait yang memiliki keragaman tinggi yaitu pada ukuran cangkang terbesar. Menurut Akinsanya et al. (2007) pada organisme akuatik yang berukuran kecil, lebih sering terinfeksi parasit dibandingkan dengan organisme akuatik yang berukuran besar, sedangkan kerang yang berukuran besar lebih cenderung teridentifikasi dari jenis parasit seperti teritip yang dapat merusak jaringan cangkang pada kerang. Menurut Dezfuli et al. (2003) adanya kecenderungan akumulasi parasit pada inang dari waktu ke waktu, sehingga parasit sering ditemukan pada inang yang lebih besar dari pada inang yang lebih kecil.

Jenis parasit yang teridentifikasi berdasarkan inangnya yang termasuk dalam golongan ektoparasit berjumlah enam jenis, endoparasit berjumlah satu jenis dan yang teridentifikasi baik secara ektoparasit maupun endoparasit berjumlah dua jenis. Menurut Winaruddin dan Eliawardani (2007) umumnya ektoparasit pada organisme akuatik adalah golongan crustacea, cacing (trematoda, nematoda dan cestoda) dan protozoa. Ektoparasit ini menginfeksi bagian sirip, sisik, operkulum dan insang pada ikan. Menurut Jauhari (2006) bivalvia merupakan salah satu organisme akuatik yang bersifat filter feeder, sehingga ada kemungkinan organisme yang bersifat negatif maupun organisme perantara organisme negatif termakan.

(37)

23 endoparasit sangat jarang disadari karena tidak menunjukkan gejala klinis eksternal yang jelas (misalnya luka pada tubuh dan adanya kista), sehingga tidak terdeteksi dengan cepat. Infeksi tanpa menimbulkan gejala klinis (infeksi subklinis/inapparent infection). Reaksi inang (host) terhadap infeksi tersebut tidak dapat di deteksi secara klinis, meskipun tidak menyebabkan gejala penyakit infeksi subklinis tersebut memberikan derajat immunitas yang sama sebagai infeksi nyata (Said dan Marsidi 2005). Infeksi baru terlihat jika kerang dibedah dan diamati organ tubuh bagian dalamnya (Rokhmani et al. 2010). Menurut Sumiati dan Aryati (2010) migrasi parasit dapat menyebabkan terjadinya kerusakan mekanik pada jaringan dan juga memicu terjadinya proliferasi pada jaringan inang. Gambar 14 menunjukkan kerusakan cangkang pada lapisan periostrakum yang di akibatkan oleh Cirripedia.

Gambar 14. Cirripedia (Subphylum Crustacea) yang termasuk dalam Phylum Arthopoda, a. Cirripedia yang menempel pada kerang, b. kerang yang terinfeksi (lapisan periostrakum yang rusak), c. Cirripedia. Nilai prevalensi, intensitas serangan parasit dan nilai dominasi dari masing-masing kerang yang teridentifikasi secara tidak langsung dapat menggambarkan keadaan sumberdaya kekerangan baik dari dua perairan yang berbeda (Perairan Karangantu dan Perairan Labuan) maupun dari karakteristik yang mempengaruhi perairan (muara dan industri). Sumberdaya kerang di Perairan Karangantu keadaannya lebih baik di bandingkan dengan Perairan Labuan dilihat dari nilai prevalensi dan jumlah jenis parasit yang bersifat zoonosi dan merusak cangkang. Prevalensi kerang di Perairan Karangantu masuk dalam kategori frequently dan Perairan Labuan kategori usually artinya jumlah kerang yang terserang parasit pada Perairan Labuan lebih banyak dengan intensitas serangan parasitnya sedang pada setiap perairan dengan jenis parasit yang mendominasi yaitu Cirripedia. Perairan yang dipengaruhi oleh muara memiliki nilai prevalensi yang lebih besar dengan intensitas parasit yang lebih kecil atau tingkat serangan parasitnya sedang dan didominasi oleh jenis parasit dari Cirripedia dan Microsporidian dibandingkan dengan perairan yang dipengaruhi oleh kegiatan industri yang didominasi oleh jenis parasit dari Cirripedia dan S. stercoralis. Menurut Rosita (2012) tingkat mortalitas yang tinggi pada suatu organisme akuatik salah satunya disebabkan oleh kualitas air dan intervensi patogen dengan keanekaragaman, prevalensi dan virulensi tinggi.

Organisme yang terinfeksi oleh parasit akan memberikan dampak atau merespon dengan cara yang berbeda-beda. Tergantung dari lamannya organisme tersebut terinfeksi dan jumlah organisme yang menginfeksi. Apabila organisme

c b

(38)

24

yang menginfeksi dalam waktu dan jumlah yang banyak akan menyebabkan gangguan baik secara morfologi maupun fisiologi, sehingga dapat mengurangi berat tubuh bahkan sampai pada kematian. Menurut Handayani et al. (2014) semakin tinggi kepadatan suatu biota pada suatu tempat tertentu, maka semakin besar kemungkinan gesekan yang dapat terjadi antara biota tersebut yang dapat menularkan parasit secara langsung atau menimbulkan penyakit lainnya. Timbulnya serangan penyakit pada ikan seperti ektoparasit merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme penyakit. Akibat dari interaksi yang tidak serasi tersebut dapat menimbulkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit (Afrianto dan Liviawaty 1992). Menurut Ramadan et al. (2012) kerugian akibat investasi parasit memang tidak sebesar kerugian akibat infeksi organisme patogen lain seperti virus dan bakteri, namun investasi parasit dapat menjadi salah satu faktor predisposisi bagi infeksi organisme patogen yang lebih berbahaya. Kerugian non lethal lain dapat berupa kerusakan organ luar yaitu kulit dan insang, pertumbuhan lambat dan penurunan nilai jual pada ikan.

Parasit dan Lingkungan Perairan

Kondisi lingkungan perairan dapat mempengaruhi baik aktivitas suatu patogen maupun kesehatan pada suatu organisme akuatik. Parasit dapat hidup dalam kondisi perairan yang bersih maupun kondisi perairan yang buruk, tetapi pada saat kondisi perairannya bersih atau baik, maka parasit yang berada di perairan tersebut tidak dapat menginvasi inangnya, karena kondisi imun pada inangnya dalam keadaan stabil, berbeda jika kondisi perairannya sedang buruk, maka akan mempengaruhi kesehatan pada inangnya, sehingga akan lebih mudah bagi parasit untuk menginvasi dan menginfeksinya. Suatu organisme yang mempunyai daya toleransi tinggi mampu bertahan hidup pada kualitas lingkungan buruk, akan tetapi untuk organisme yang daya toleransinya rendah kemungkinan besar populasinya akan menurun. Hal ini menyebabkan jumlahnya melimpah atau penuruanan ketahanan tubuh inang dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh kualitas air lingkungan (Rokhmani et al. 2010).

(39)

25 Perbedaan substrat menyebakan sumber makanan untuk hewan bentik berbeda yang menyebabkan potensi sumberdaya kekerangan dan jenis parasit yang teridentifikasi di setiap lokasi berbeda. Perairan Labuan yang memiliki substrat lumpur berpasir mengindikasikan bahwa perairan tersebut masuk dalam kondisi perairan yang subur, karena banyak terdapat sumber nutrien, sehingga terjadinya siklus rantai makanan dalam perairan tersebut (Riniatsih dan Widianingsih 2007). Nilai suhu dan klorin pada dua lokasi perairan yang berbeda masih tergolong baik. Pada lokasi yang dekat dengan PLTU nilai klorin dan suhunya masih stabil, karena pemakaian klorin yang digunakan sebagai pengontrol biological fouling. Bidang perikanan seperti usaha pemeliharaan ikan ataupun usaha pembibitan ikan, klorin biasanya digunakan untuk membersihkan kolam dengan tujuan membasmi bakteri maupun agen penyakit lainnya sekaligus melepaskan kotoran yang menempel di sekitar wadah pemeliharaan. Klorin adalah oksidan kuat dan dianggap sebagai antibakteri yang sangat efektif karena dapat menghentikan aktivitas enzim dalam sel bakteri secara irreversible. Prinsip kerja klorin adalah oksidasi gugus sulphydryl group (SH) terutama pada enzim-enzim esensial sehingga mematikan sel (Armansyah et al. 2014).

Berbagai industri yang menggunakan klorin dalam proses kegiatannya akan menghasilkan limbah yang mengandung klorin. Limbah tersebut dapat berbentuk padat, cair maupun gas. Industri yang menggunakan klorin antara lain industri plastik, pelarut semen, pulp dan kertas, pestisida, metal, pembangkit listrik dan industri kimia lainnya. Limbah yang mengandung klorin tersebut dapat mencemari lingkungan apabila tidak dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan. Sifat klorin yang sangat reaktif akan sangat mudah bagi klorin bereaksi dengan senyawa lain dan membentuk senyawa-senyawa baru seperti senyawa organoklorin yang merupakan senyawa toksik dan dapat menimbulkan efek karsinogen bagi manusia (Hasan 2006). Menurut Fidyandini et al. (2012) ada beberapa parasit yang akan memproduksi telur lebih banyak pada saat suhu perairan tinggi dan pada saat suhu perairan rendah proses perkembangan parasit lebih lambat, sedangkan klorinasi sendiri bertujuan untuk mengurangi dan membunuh mikroorganisme patogen yang ada di dalam air limbah. Menurut Rosyidi (2010) konsentrasi klorin sebesar 0.2-0.4 dapat mengganggu indra pembau pada manusia dalam beberapa waktu, sedangkan ada beberapa biota air yang dapat mentoleransi keberadaan klorin dalam bentuk lain seperti hipoklorit di dalam medium kultur in vitro.

(40)

26

Karakteristik Parasit Teridentifikasi

Setiap jenis parasit memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Jenis parasit yang teridentifikasi berjumlah tujuh jenis yang terdiri dari empat jenis ditemukan pada cangkang kerang, satu jenis ditemukan hanya pada organ dalam kerang dan dua jenis ditemukan baik pada cangkang maupun pada organ dalam kerang. Tujuh jenis parasit yang teridentifikasi diantaranya yaitu Microsporidian (Phylum Microspora), Mitraspora (Phylum Myxozoa) dan C. lanceolata (Phylum Zoomastigina) yang termasuk dalam Kingdom Protista. Gyrodactylus sp. (Class Trematoda) yang termasuk dalam Phylum Platyhelminthes. S. stercoralis (Ordo Rhabdiasoidea) yang termasuk dalam Phylum Nematoda. Cirripedia dan Copepoda (Subphylum Crustacea) yang termasuk dalam Phylum Arthopoda (Noble et al. 1989).

Jenis parasit yang teridentifikasi di Perairan Karangantu terdiri dari tiga jenis ektoprasit, satu jenis endoparasit dan satu jenis yang ditemukan baik ektoparasit maupun endoparasit. Tiga jenis ektoparasit terdiri dari dua jenis mikroinvertebrata yaitu Microsporidian dan Gyrodactylus sp., sedangkan satu jenis makroinvertebrata yaitu Cirripedia. Satu jenis endoparasit yang ditemukan yaitu Copepoda, baik ditemukan pada bagian kaki maupun mantel kerang, sedangkan satu jenis parasit yang ditemukan baik ektoparasit maupun endoparasit yaitu S. stercoralis yang ditemukan pada cangkang serta bagian kaki maupun mantel, sedangkan jenis parasit yang teridentifikasi di Perairan Labuan terdiri dari empat jenis ektoprasit, satu jenis endoparasit dan dua jenis yang ditemukan baik ektoparasit maupun endoparasit. Empat jenis ektoparasit terdiri dari tiga jenis mikroinvertebrata yaitu Microsporidian, Mitraspora dan C. lanceolata, sedangkan satu jenis makroinvertebrata yaitu Cirripedia. Satu jenis endoparasit yang ditemukan yaitu Copepoda pada bagian mantel, sedangkan dua jenis parasit yang ditemukan baik ektoparasit maupun endoparasit yaitu S. stercoralis dan Gyrodactylus sp. yang ditemukan pada cangkang serta bagian kaki maupun mantel kerang. Gambar 15 menunjukkan contoh jenis parasit yang teridentifikasi baik pengamatan secara manual maupun menggunakan metode histologi.

Gambar 15. Jenis parasit, a. S. stercoralis (Ektoparasit/ pengamatan secara manual), b. S. stercoralis (Endoparasit/ pengamatan dengan metode histologi pada jaringan mantel dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin), c. Copepoda (Endoparasit/ pengamatan metode histologi pada jaringn kaki dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin).

(41)

27 Protozoa memiliki ciri-ciri berdasarkan alat gerak yang dimiliki atau berdasarkan pada keberadaan spora. Menurut Ramadan et al. (2012) protozoa merupakan jenis parasit yang umum ditemukan pada biota air. Protozoa merupakan hewan bersel tunggal, berukuran mikroskopis, hidup soliter atau koloni dan merupakan anggota terkecil dalam dunia hewan. Parasit yang umum ditemukan dari Phylum Platyhelminthes atau cacing pipih yaitu Gyrodactylus sp., parasit ini memiliki mulut bagian tengah dan pengait (anchors) pada bagian opisthaptor. Gyrodactylus sp. merupakan cacing parasit ikan yang menempel pada tubuh inang (Handayani et al. 2014). Parasit yang umum ditemukan dari Phylum Nematoda atau cacing gilig yaitu S. stercoralis. Karakteristik Nematoda adalah mempunyai saluran usus dan rongga badan, berbentuk bulat tidak bersegmen, tubuhnya dilapisi oleh kutikula. Ciri lain ditandai dengan adanya sebuah mulut pada ujung anterior, mulut dikelilingi oleh bibir (Herbowo dan Firmansyah 2003). Crustacea merupakan salah satu induk kelas dari phylum Arthropoda. Menurut Widyastuti (2002) crustacea yang hidupnya sebagai parasit atau semiparasit diketahui ada 3000 jenis, yang dapat hidup sebagai parasit pada biota darat dan biota laut. Crustacea yang hidup sebagai parasit berasal dari lima kelompok, yaitu Cirripedia, Amphipoda, Branchiura, Copepoda dan Isopoda.

Jenis parasit yang teridentifikasi dari total tujuh jenis, jenis parasit yang bersifat zoonosis pada manusia hanya jenis cacing nematode atau cacing gilig. Penularan pada manusia terjadi apabila manusia memakan kerang yang kurang matang atau mentah yang mengandung larva dari jenis cacing nematoda dalam dagingnya dapat mengakibatkan diare, gangguan pencernaan berupa terganggunya proses penyerapan sari makanan dan pada ususnya terjadi keadaan granuloma eosinofilik yang parah (Rokhmani et al. 2010). Infeksi nyata pada manusia hanya akan terjadi jika organisme yang terinfeksi parasit dikonsumsi oleh manusia tidak melalui pemanasan yang optimal maka akan terjadi gangguan pada sistem pencernaan seperti diare. Menurut Herbowo dan Firmansyah (2003) jenis cacing parasit yang dapat menyebabkan diare salah satunya yaitu cacing gilig (Strongyloides stercoralis).

Untuk memonitor populasi suatu parasit pada suatu organisme dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi parasit yaitu dengan cara menghitung prevalensi dan derajat infeksi. Prevalensi adalah presentasi biota yang terserang parasit atau proporsi dari organisme-organisme dalam keseluruhan populasi yang ditemukan terjadi pada ikan pada waktu tertentu dengan mengabaikan kapan mereka terjangkit, sedangkan derajat infeksi adalah jumlah rata-rata parasit/biota yang terinfeksi dinyatakan dalam parasit/ekor (Ramli dan Rifa’i 2010).

Strategi Pengelolaan Sumberdaya Kekerangan

(42)

Tabel 8. Indikator parameter aspek ekobiologi dan pemanfaatan kerang di Perairan Karangantu dan Labuan

No Indikator Karangantu Labuan Keterangan

1 Jenis Kerang 2 Spesies 3 Spesies Potensi Sumberdaya Kekerangan

A. granosa √ √ Cangkang kasar, besar, membulat dan Tidak berambut A. scapha √ Cangkang halus, kecil, membulat dan berambut B. barbata √ Cangkang halus, sedang, memanjang dan berambut A. antiquate √ Cangkang halus, besar, membulat dan berambut

2 Jenis Parasit 5 Jenis 7 Jenis Teridentifikasi

Microsporidian √ √ Berpotensi merusak jaringan dan ektoparasit Mitraspora √ Berpotensi merusak jaringan dan ektoparasit C. lanceolata √ Berpotensi merusak jaringan dan ektoparasit

Gyrodactylus sp. √ √ Berpotensi merusak jaringan, ektoparasit dan endoparasit S. stercoralis √ √ Bersifat zoonosis, ektoparasit dan endoparasit

Cirripedia √ √ Merusak jaringan cangkang terluar dan ektoparasit

Copepoda √ √ Berpotensi merusak jaringan dan endoparasit

3 Analisis Parasit Prevalensi Frequently Usually Kategori Prevalensi Karangantu lebih baik dibandingkan Labuan Intensitas Sedang Sedang Tingkat serangan parasitnya sedang dari dua lokasi

Dominasi Cirripedia Cirripedia Jenis yang mendominasi dari setiap lokasi

4 Strategi Kondisi kerang Baik Kurang Nilai Prevalensi dan jenis parasit yang bersifat zoonosi dan merusak cangkang lebih banyak Kondisi Perairan Kurang Baik Jumlah spesies kerang tertangkap dan jenis parasit teridentifikasi

(43)

29 Mengacu pada hasil penelitian, baik dari jenis kerang yang tertangkap maupun jenis parasit yang teridentifikasi pada Perairan Karangantu dan Labuan, maka akan mengarahkan pada strategi pengelolaan sumberdaya kekerangan yang akan diterapkan di Perairan Karangantu dan Labuan.

1. Kondisi kerang

Nelayan yang masih bergantung pada hasil tangkapan di alam akan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan perairan yang baik akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme yang hidup di perairan tersebut. Perairan Karangantu dan Perairan Labuan memiliki kondisi dan karakteristik perairan yang berbeda-beda, sehingga menyebabkan potensi sumberdaya kekerangan di setiap perairan berbeda. Kondisi kerang di Karangantu lebih baik dibandingkan dengan Labuan, dilihat dari nilai prevalensi dan jenis parasit yang bersifat zoonosi dan merusak cangkang lebih banyak. Spesies tertentu yang dapat hidup dan berkembang biak dengan baik pada kondisi lingkunga tertentu. Upaya yang dapat dilakukan dari dua lokasi yang berbeda yaitu dengan monitoring status keberadaan parasit pada inangnya secara berkala dan monitoring kerang baik dilihat dari keragaman populasi maupun ukuran.

2. Kondisi Perairan

Kondisi lingkungan perairan yang semakin buruk, baik yang disebabkan oleh faktor alam (cuaca ekstrim) maupun faktor antropogenik (alih fungsi lahan dan limbah) akan sangat mempengaruhi keberadaan suatu biota yang bergantung pada lingkungan tersebut. Kondisi perairan di Labuan lebih baik dibandingkan dengan Karangantu dilihat dari jumlah spesies kerang yang tertangkap dan jenis parasit yang teridentifikasi. Semakin baik kondisi lingkungan perairan di suatu daerah maka makan umumnya akan semakin banyak organisme yang hidup didalamnya. Upaya yang dapat dilakukan dari dua lokasi yang berbeda yaitu dengan memaksimalkan pengaturan perijinan alih fungsi lahan dan aktivitas di sekitar perairan serta pengawasaan pembuangan limbah.

Strategi ini membutuhkan dukungan dari nelayan, masyarakat pengguna serta instansi terkait disekitar perairan. Dalam hal ini dibutuhkan kesadaran yang tinggi untuk keberlanjutan sumberdaya kerang, sehingga nelayan sangat perlu diberikan pemahaman yang jelas tentang konservasi sumberdaya perikanan. Penyuluhan atau kegiatan sejenisnya merupakan alternatif dalam mengenalkan kesadaran dalam usaha konservasi perikanan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Gambar

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di Perairan Karangantu
Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel di Perairan Labuan
Tabel 1. Koordinat lokasi pengambilan sampel
Tabel 2. Parameter sampel kualitas air
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Contohnya ketika kita membuat gambar-gambar yang berbeda- beda gerakannya pada sebuah tepian buku kemudian kita buka buku tersebut dengan menggunakan jempol secara

yang dipilih ialah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan desain penelitian Elliot. Penelitian ini terdiri dari 3 siklus yang setiap siklusnya terdiri dari 3

Simpulan dari penelitian pengembangan ini adalah: (1) dihasil- kan multimedia interaktif berbasis pendekatan saintifik pada materi Cahaya menggunakan macromedia flash ; (2) hasil

Arca Harihara lebih lazim ditemukan di Kamboja, dari sekitar abad ke-7 hingga abad ke-8, tepatnya pada masa Pra-Angkor, sehingga sangat dimungkinkan bahwa

asper jantan di kawasan Universitas Riau yang memiliki korelasi sedang adalah Pab, PJ1KD dan korelasi lemah pada PJ3KD sedangkan di Desa Bencah Kelubi yang memiliki

Fokus kami adalah membantu perusahaan tentang rencana penyusunan dan pelaksanaan kegiatan pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja (MCU) serta Pemeriksaan dan Pengujian

• Pada generasi berikutnya banyaknya transistor yang terdapat dalam sebuah microprocessor semakin banyak hal ini dikarenakan penggunaan teknologi yang semakin berkembang, sebagai

Dari 12 Orang yang diberikan kuisioner didapat hasil yaitu status pendidikan masyarakat nelayan Desa Sepempang, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 14. Ini membuktikan bagi