• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kara Benguk (Mucuna pruriens) terhadap Kualitas Karkas dan Sifat Fisikokimia Daging Sapi Sumba Ongole

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Kara Benguk (Mucuna pruriens) terhadap Kualitas Karkas dan Sifat Fisikokimia Daging Sapi Sumba Ongole"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KARA BENGUK

(

)

TERHADAP KUALITAS KARKAS DAN SIFAT FISIKOKIMIA

DAGING SAPI SUMBA ONGOLE

ALAMSYARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Kara Benguk (Mucuna pruriens) terhadap Kualitas Karkas dan Sifat Fisikokimia Daging Sapi Sumba Ongole adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)
(5)

RINGKASAN

ALAMSYARI. Evaluasi Kara Benguk (Mucuna pruriens) terhadap Kualitas Karkas dan Sifat Fisikokimia Daging Sapi Sumba Ongole. Dibimbing oleh Dwierra Evvyerrnie A dan Didid Diapari

Tanaman Mucuna pruriens di Indonesia dikenal sebagai kacang benguk, banyak digunakan sebagai pangan, sedangkan daunnya untuk pakan. Bidang farmasi Mucuna pruriens sebagai obat parkinson. Kandungan nutrien Mucuna pruriens segar terdiri atas protein kasar 30,63%, dan asam linoleat 2.44 %, asam linolenat 0.60%. Kandungan protein yang tinggi sangat penting untuk pertumbuhan, fungsi fisologis dan kebutuhan hidup pokok. Mucuna pruriens memiliki anti nutrisi senyawa fenolik, tanin, saponin, HCN dan lektin yang dapat menurunkan kecernaan, karena mengurangi aktivitas enzim amilase, tripsin, kimotripsin dan lipase. Pemberian secara langsung dapat merugikan ternak, untuk itu dilakukan proses fisik dan biologis. Proses fisik dengan cara perebusan, pengukusan dan autoklaf dapat menurunkan antinutrisi pakan. Pada proses biologis menggunakan jamur Rhizopus oryzae menghasilkan lipase yang berfungsi untuk mengurai lemak komplek menjadi trigleserida dan menghasilkan asam laktat yang sangat baik bagi pencernaan.

Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Juli sampai dengan Desember 2013, di Peternakan PT. Karya Anugrah Rumpin-Bogor, RPH Karawaci-Tanggerang. Laboratorium Ruminansia Besar Fakultas Peternakan dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan sampel berupa karkas dari 16 ekor sapi jantan Sumba Ongole hasil penggemukan selama 35 hari yang memiliki rataan bobot badan akhir 535 ± 42 kg, dengan mengkonsumsi ransum perlakuan berupa: T1= 15% jerami padi + konsentrat, T2= 15% jerami padi + konsentrat + 12% tepung kara benguk, T3= 15% jerami padi + konsentrat + 13,79% tempe kara benguk, dan T4= 15% jerami padi + konsentrat + Ractophamine HCl (200g/ekor/hari). Parameter yang diamati adalah bobot potong, karkas panas, persentase karkas, tebal lemak (subcutan), persentase lean, persentase lemak karkas, fisikokimia daging (pH, susut masak, keempukan dan daya ikat air). Analisis data menggunakan Analisis varian (ANOVA) dan uji kontras ortogonal.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan suplemen kara benguk tidak mempengaruhi semua parameter yang diukur kecuali terhadap susut masak daging perlakuan T2 menunjukkan penurunan yang nyata sebesar 20% dari control (P<0.05). Simpulan dari penelitian ini adalah penambahan growth promoter alami 12% tepung kara benguk atau 13.79% tempe kara benguk di dalam ransum memberikan efek yang sama dengan penambahan growth promoter sintetis (Ractophamine HCl) terhadap produksi dan kualitas karkas sapi Sumba Ongole jantan.

(6)

SUMMARY

ALAMSYARI. Effect of velvet bean (Mucuna pruriens) on the carcass and physicochemincal meat of Sumba Ongole. guided by dwierra evvyerrnie A and Didid Diapari

Mucuna pruriens in Indonesia known as velvet bean. It used as a food, while the leaves to feed. In the pharmaceutical field as a drug Mucuna pruriens Parkinson. Mucuna pruriens fresh nutrient content consists of crude protein 30.63%, lenoleat acid 2. 44% and acid linolenic 0.60%. High protein content is very important for growth, physiological functions and basic living needs. Mucuna pruriens has anti-nutritional phenolic compounds, tannins, saponins, HCN and lectins which can reduce digestibility, because it reduces the activity of the enzyme amylase, trypsin, chymotrypsin and lipase. Giving directly can harm livestock, for it carried out the physical and biological processes. The physical process by means of boiling, steaming and autoclaving can reduce antinutrition feed. In the biological process using fungi Rhizopus oryzae produces protease complex serves to break down fats into trigleserida and produce lactic acid which is very good for digestion.

This research was conducted during six months from July to December 2013, at PT. Karya Anugrah Rumpin-Bogor, RPH Karawaci-Tanggerang, Ruminants Laboratory Faculty of Animal husbandry and Research Center for Biological Resources and Biotechnology Bogor Agricultural University. This study used a randomize block design with a sample of carcasses of 16 Sumba Ongole bulls fattening for 35 days the which has the average slaugther weight 535 ± 40 kg, with a ration consuming treatments such as : T1 = 15% of rice straw + concentrate, T2 = 15% rice straw + concentrate + 12% velvet bean flour, T3 = 15% of rice straw + concentrate + 13.79% tempe velvet bean, and T4 = 15% of rice straw + concentrate + Ractopamine HCl (200g/head/day). Parameters measured were the slaugther weight, hot carcass, dressing percentage, fat thickness (subcutaneous), lean percentage, fat percentage carcass, physicochemical quality of the meat (pH, cooking loss, tenderness and water holding capacity). Analysis of the data using analysis of variance (ANOVA) and contrast orthogonal test.

The results showed that the addition of supplements velvet bean does not Affect all parameters measured, except for meat cooking loss treatment T2 Showed significant reduction of 20% of the control (P <0.05). The Conclusions of this study is the addition of a natural growth promoter velvet bean flour 12% and velvet bean tempe 13.79% in the ration of velvet bean give the same effect with the addition of synthetic growth promoters (Ractopamine HCl) on production and carcass quality of Sumba Ongole cattle bull.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

EVALUASI KARA BENGUK

(

MUCUNA PRURIENS

)

TERHADAP KUALITAS KARKAS DAN SIFAT FISIKOKIMIA

DAGING SAPI SUMBA ONGOLE

ALAMSYARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul tesis : Evaluasi Kara Benguk (Mucuna pruriens) terhadap Kualitas Karkas dan Sifat Fisikokimia Daging Sapi Sumba Ongole

Nama : Alamsyari NIM : D152114021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir.Dwierra Evvyernie A, MS., MSc. Ketua

Dr Ir Didid Diapari.,M.,Si. Anggota

Diketahui

Ketua Mayor

Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr.Ir.Dwierra Evvyernie A, MS.,MSc. Nip.196106021986032001

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Evaluasi Kara Benguk (Mucuna pruriens) terhadap Kualitas Karkas dan Sifat Fisikokimia Daging Sapi Sumba Ongole dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis dengan rasa hormat dan segala kerendahan hati menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr Ir Dwierra Evvyerrnie A, MS MSc dan Dr Ir Didid Diapari, MSi sebagai pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan serta motivasi dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Karnadi winaga.,S.T selaku Dirut operasional PT Karya Anugrah Rumpin atas beasiswa yang diberikan.

2. Sichi sebagai sebagai patner penelitian, pak Adi, kang Bobi, kang Hadian, pak Asmin, pak Tohir, Rudi, Adi, mas Nur, sarman beserta seluruh karyawan PT Karya anugrah rumpin.

3. Kang mansyur, kang wendri dan teman-teman mahasiswa pascasarjana Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan.

4. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan melalui bantuan dan penelitan dengan program Beasiswa BOPTN.

Akhirnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bak (alm) dan Umak yang telah banyak mendidik, mendoakan serta membantu baik secara moril maupun materil, Koyung dan put, kepada keluarga besar di palembang terimakasih atas dukungannya, dan kepada berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dimana telah banyak membantu selama ini penulis ucapkan terima kasih.

Bogor, Februari 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

BAB Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan penelitian ... 3

METODE PENELITIAN ... 3

Waktu dan Tempat ... 3

Materi ... 3

Prosedur ... 4

Analisis Data ... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Kualitas Karkas ... 9

Sifat Fisikokimia Daging ... 11

Kualitas Kimia Daging ... 14

Kesimpulan... 16

Ucapan Terima Kasih ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 16

LAMPIRAN ... 21

(16)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi Bahan Pakan dalam Konsentrat ... 6

2 Nilai Rataan Kualitas Karkas Sapi Sumba Ongole ... 9

3 Nilai Rataan Sifat fisikokimia Daging ... 12

4 Nilai Rataan Kualitas kimia Daging ... 14

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap bobot potong ... 21

Lampiran 2. Uji Kontras ortogonal terhadap bobot potong ... 21

Lampiran 3. ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap karkas panas... 21

Lampiran 4. Uji Kontras ortogonal terhadap karkas panas ... 21

Lampiran 5. ANOVA pengaruh perlakuan terhadap persentase karkas ... 22

Lampiran 6. Uji Kontras ortogonal terhadap persentase karkas ... 22

Lampiran 7. ANOVA pengaruh perlakuan terhadap tebal lemak karkas ... 22

Lampiran 8. Uji Kontras ortogonal terhadap tebal lemak karkas ... 22

Lampiran 9. ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap persentase lean karkas ... 23

Lampiran 10. Uji Kontras Ortogonal terhadap persentase lean karkas ... 23

Lampiran 11. ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap persentase lemak karkas ... 23

Lampiran 12. Uji Kontras Ortogonal terhadap persentase lemak karkas ... 23

Lampiran 13. ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap pH ... 24

Lampiran 14. Uji Kontras Ortogonal terhadap pH... 24

Lampiran 15. ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap keempukan ... 24

Lampiran 16. Uji Kontras Ortogonal terhadap keempukkan ... 24

Lampiran 17. ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap Susut Masak ... 25

Lampiran 18. Uji Kontras Ortogonal terhadap susut masak ... 25

Lampiran 19. ANOVA pengaruh perlakuan terhadap Daya Mengikat Air ... 25

Lampiran 20. Uji Kontras Ortogonal terhadap susut masak ... 25

Lampiran 21. ANOVA pengaruh perlakuan terhadap kadar air ... 26

Lampiran 22. Uji Kontras Ortogonal terhadap kadar air ... 26

Lampiran 23. ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap Protein ... 26

Lampiran 24. Uji Kontras Ortogonal terhadap protein ... 26

Lampiran 25 ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap lemak ... 27

Lampiran 26. Uji Kontras Ortogonal terhadap lemak ... 27

Lampiran 27. ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap abu ... 27

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secara nasional kebutuhan daging sapi 2013 untuk konsumsi dan industri sebanyak 500 ribu ton sedangkan ketersediaannya sebanyak 420 ribu ton (84%) yang dipenuhi dari sapi lokal, sehingga terdapat kekurangan penyediaan sebesar 80 ribu ton (16%). Alokasi kekurangan daging dipenuhi dari impor terdiri atas 9.6% impor dalam bentuk sapi bakalan sebanyak 267 ribu ekor atau setara 48 ribu ton dan 6.4% impor dalam bentuk daging seberat 32 ribu ton (Ditjennak dan Kesehatan Hewan, 2013). Daging sebagai salah satu kebutuhan protein saat ini perlu ditingkatkan produktivitasnya. Besarnya permintaan menyebabkan industri penggemukan sapi potong berupaya untuk meningkatkan produksi, baik kualitas maupun kuantitasnya. Pemilihan bibit ternak yang baik dalam manajemen penggemukan akan sangat menentukan nilai tambah bagi pengelolanya.

Salah satu ternak potong yang berpotensi untuk dioptimalkan pengembangannya adalah sapi sumba ongole. Sapi ongole merupakan sapi nellor yang berasal dari India tapi dibudidayakan di daerah pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Barat, memiliki rangka yang bagus, tahan terhadap parasit, hidup di daerah tropis dan ternak dapat melakukan pertumbuhan kompensasi (compensatory growth). Penelitian Maggioni (2009) mengatakan bahwa pemeliharaan secara intensif akan berdampak terhadap produktivitas karkas sapi ongole dengan persentase karkas 52,3%, daging 83,4% dan tulang 16,6%% (meat bone ratio 5,02%). Pada usaha feedlot peningkatan produksi daging sapi sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Strategi pemberian pakan yang disesuaikan dengan kebutuhannya akan membantu meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat gizi (nutrien) untuk pembentukan jaringan otot (daging). Salah satu usaha untuk mengefisienkan penggunaan pakan adalah dengan menambahkan feed suplemen atau senyawa pemacu pertumbuhan (growth promoter). Pada usaha penggemukan senyawa growth promoter sintetis seringkali digunakan untuk memacu pertumbuhan sehingga ada kekhawatiran adanya residu di dalam daging ternak. Penggunaan senyawa alami tentunya lebih baik dari pada senyawa kimia, untuk itu perlu dilakukan penggalian sumber-sumber yang dapat memberikan kenyamanan bagi konsumen. Di Indonesia banyak sekali tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber growth promoter alami salah satunya adalah kara benguk (Mucuna pruriens). Kara benguk merupakan kacang-kacangan menyerupai kacang kedelai dengan penampilan fisik yang lebih besar dengan salur-salur ungu kehitaman. Kala dan Mohan (2010) menyatakan bahwa kandungan nutrisi kara benguk segar adalah: protein kasar 30,63%, asam linoleat 2.44 %, dan asam linolenat 0.60%. Kandungan protein yang tinggi sangat penting untuk pertumbuhan, fungsi fisologis dan pemenuhan kebutuhan hidup pokok bagi ternak. Kara benguk memiliki senyawa fenolik anti nutrisi, tanin, saponin, HCN dan lektin yang dapat menurunkan kecernaan, karena mengurangi aktivitas enzim amylase, tripsin, kimotripsin dan lipase (Kala dan Mohan 2010). Untuk meningkatkan kecernaan bahan pakan dan tingkat palatable dilakukan pengolahan fisik dan biologis.

(18)

mudah tergedradasi didalam rumen dari 37.7% tanpa pengukusan sampai 64.8% dengan pengukusan (Aderibigbe et al.1997) serta tekanan seperti otoklaf sangat efektif menurunkan kadar lektin menjadi tidak terdeteksi (Wina. 2008). Pada proses biologis yang menggunakan jamur Rhizopus oryzae menghasilkan lipase yang berfungsi untuk mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida. Rhizopus oryzae juga menghasilkan enzim protease merombak senyawa protein menjadi asam amino (Margiono. 1992). Penggunaan Rhizopus oryzae juga menghasilkan asam laktat yang sangat baik bagi pencernaan (Purwono dan pramudyanti 2004). Penelitian Loyra-Tzab et al. (2013) melaporkan bahwa pemberian Mucuna pruriens 200 g/hari pada domba pelibeuy menunjukkan kecernaan energi 11.0 MJ/kg DM dan metabolime energi sebesar 9.7 MJ/kg DM. Selain itu pemberian mucuna pruriens 0-23% menggantikan bungkil kacang kedelai pada domba Rambouillet dengan PBBH sebesar 130-140 gram/hari, kondisi rumen baik dan tidak ada perbedaan terhadap komposisi karkas (Chikagwa-malunga et al. 2009a). Mucuna pruriens juga mengandung L- Dihydroxyphenylalanine (L-dopa) sebesar 7% (Kala dan Mohan 2010). Senyawa L-dopa di Mucuna pruriens berfungsi sebagai neurotransmiter epinefrin/adrenal yang merupakan katekolamin alami diproduksi oleh tirosin, melalui jalur L-dopa-dopamine-norepinefrin-epinefrin-adrenal (Ganong 2005). Pemberian pakan yang mengandung katekolamin alami dapat mengurangi lemak dan meningkatkan protein daging, sehingga ternak penggemukkan dapat dipersingkat karena deposisi protein atau otot.

Raktopamine adalah pakan aditif (β-agonis sintetik ) untuk meningkat masa daging tanpa lemak. Pada negara maju penggunaan raktopamine sudah banyak digunakan untuk mengefisienkan pakan, masa pemeliharaan ternak lebih singkat dan juga meningkatkan daging tanpa lemak. Raktopamine termasuk β -agonis sintetik memiliki sifat neurotransmiter terhadap norepinefrin dan epinefrin karena struktur yang mirip dengan katekolamin alami (Walker and Drouillard 2010). Katekolamin berfungsi pada membram plasma sel α dan β adrenergik reseptor (Greenstein dan Wood 2010). Pada mamalia banyak jenis sel hampir semuanya memiliki β-andrenergik reseptor (βAR). Mersmann (1998) menyatakan bahwa tiga βAR telah diidentifaksi β1, β2 dan β3, salah suatu subtipe βAR dalam tubuh bisa mencapai 40%-50%. βAR β1(raktopamine), β2(epinefrin) dan

β3(norepinefrin). Epinefrine melalui aktivitas βAR meningkatkan lipase di jaringan lemak, yang mempercepat pemecahan lemak kompleks menjadi trigliserida kemudian menjadi asam lemak dan gliserol. β adrenergik dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah melalui proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati dan otot (Sherwood 2001). ). Pemberian β-agonist (sebagai

growth promoter sintetis) dapat mengikat reseptor β adrenergik tertentu pada

jaringan lemak dan sel otot, sehingga meningkatkan lipolisis dan penurunan lipogenesis, penurunan degradasi protein, serta meningkatkan sintesis protein (Strydom et al. 2009).

(19)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan raktopamine dengan Kara Benguk (Mucuna Pruriens) sebagai pakan suplemen untuk meningkatkan produksi dan kualitas karkas sapi potong lokal Sumba Ongole.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Juli sampai dengan Desember 2013, di Peternakan PT. Karya Anugrah Rumpin-Bogor, RPH Karawaci-Tanggerang. Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Penelitian ini menggunakan sampel karkas dari 16 ekor sapi jantan Sumba Ongole (SO) dengan rataan bobot badan awal 488±37.08 kg dan rataan bobot plastik, dan sapu lidi. Alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan karkas adalah pisau, timbangan, penggaris, dan marbling score system dari AUS-MEAT. Alat-alat yang digunakan untuk pengujian kualitas sifat fisik daging meliputi planimeter, pH-meter, Warner bratzler shear, termometer bimetal.

Prosedur

Pembuatan pakan perlakuan dengan cara ekstraksi kara bengguk tetapi disetarakan menjadi tepung kara bengguk.

Proses ekstraksi yang dilakukan dimulai dari ekstraksi biji benguk menggunakan pelarut etanol. Sampel diekstraksi menggunakan pelarut etanol dan air dengan perbandingan 1:1 dan penambahan asam sitrat sampai pH menjadi 3. Teknik ekstraksi yang digunakan ialah ekstraksi cair-padat dengan menggunakan metode maserasi. Sampel direndam dalam pelarut selama 3 x 24 jam. Setiap 1 kali 24 jam masing-masing sampel disaring dan dimaserasi kembali dengan pelarut air:etanol (1:1) pH 3. sehingga diperoleh ekstrak cair. Kemudian masing-masing sampel diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary evaporator vacuum sehingga diperoleh ekstrak fraksi air dari setiap sampel. Ekstrak masing-masing sampel dinetralkan dengan larutan NaOH 1M dan diuapkan seluruh pelarutnya dengan bantuan alat freeze drier sampai tersisa ekstrak kering dari masing-masing sampel.

(20)

direndam dengan air dingin selama 24 jam, dijemur dengan sinar matahari selama 16 jam selanjutnya digiling untuk menjadi tepung. Penyetaraan dosis ekstrak menjadi tepung kara benguk dari 1000 g asfeed : menjadi ekstrak yaitu A : 350g; B: 325g ; C : 320g

Pembuatan tempe benguk melalui bioproses dengan menggunakan Rhizopus oryzae. Substrat tumbuh berupa biji bengukyang disterilisasi dalam autoklav pada tekanan 15 atm selama 20 menit. Selanjutnya diinokulasi dengan biakan Rhizopus oryzae dengan dosis 2% w/w, dan diinkubasi dalam fermentor selama lima hari pada temperatur kamar. Setelah proses fermentasi selesai selanjutnya dikeringkan dan dibuat tepung.

Pemeliharaan ternak sumba ongole diberi pakan jerami padi dan konsentrat. Komposisi konsentrat pada Tabel 1.

Pemotongan ternak dilakukan di RPH Karawaci Tanggerang. Sebelum ternak dipotong, ternak dipuasakan selama kurang lebih 24 jam dan hanya diberi air minum dengan tujuan untuk mengurangi isi saluran pencernaan sehingga memudahkan proses pemotongan. Sapi yang akan dipotong dimasukkan ke dalam ruang pemotongan, selanjutnya disembelih dan dilakukan pemisahan kepala, keempat kaki bagian bawah serta pengulitan. Setelah itu, dikeluarkan seluruh darahnya kemudian dilakukan pengeluaran jeroan (eviscerasi) sehingga diperoleh karkas. Setelah penyembelihan, dilakukan penimbangan karkas dengan tujuan untuk mengetahui berat karkas panasnya, persentase karkas. Pengukuran tebal lemak subcutan pada bagian otot longissimus dorsi. Selanjutnya pengambilan sampel hanging tender atau thick skirt (lantunan bagian dalam) sebesar 300 gram, untuk dilakukan pengujian kualitas fisik dan kualitas kimia daging.

Uji Fisikokimia Daging Meliputi : a. Nilai pH Daging

Pengukuran nilai pH daging dilakukan dengan pH-meter (Oxtoby 2001). Sampel daging 10 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam bekerglass dan diencerkan dengan aquades sebanyak 100 ml. Campuran kemudian dihomogenisasi dengan menggunakan blender selama satu menit. Sampel yang sudah tercampur rata diukur dengan pH-meter yang telah dikalibrasi pada pH empat dan tujuh. Pengukuran dilakukan secara duplo.

Rataan :

(21)

b. Keempukan Daging

Pengukuran keempukan daging dilakukan dengan menggunakan alat Warner Bratzler Shear (AMSA 1995). Sampel daging seberat 200 gram, dengan bentuk empat persegi panjang dan arah serabut otot yang jelas, ditancapkan termometer bimetal hingga menembus ke dalam bagian daging. Sampel dengan termometer bimetal kemudian dimasukkan ke dalam air mendidih hingga termometer menunjukkan angka 81°C, lalu diangkat dan didinginkan.

Sampel dicetak dengan alat pengebor (corer), dengan diameter 1.27 cm searah dengan serabut otot. Potongan-potongan daging yang didapat dinilai keempukannya dengan mengukur gaya tekanan potong pada kerja alat Warner Bratzler Shear yang dinyatakan dengan satuan kg/cm2.

c. Susut Masak

Susut masak adalah Perbedaan antara bobot daging sebelum dan sesudah dimasak disebut susut masak. Susut masak dinyatakan dalam persen (%). Sampel daging seberat 100 gram yang telah ditancapkan termometer bimetal hingga menembus ke dalam daging, dimasukkan ke dalam air mendidih hingga termometer menunjukkan angka 81°C. Sampel yang telah direbus didinginkan hingga mencapai berat yang konstan, kemudian ditimbang. Menurut Soeparno (2005) Persen susut masak diukur dengan menggunakan rumus:

% = − ℎ� × %

d. Daya Mengikat Air

Pengukuran daya mengikat air (DMA) daging dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran persen air bebas Soeparno (2005). Prinsipnya adalah dengan menghitung banyaknya air yang keluar dari daging setelah dilakukan pengepresan dengan beban seberat 35 kg terhadap 0,3 gram sampel daging pada suatu kertas saring diantara dua plat besi selama lima menit. Luas area tertutup sampel daging yang telah menjadi pipih, dan luas area basah di sekelilingnya ditandai setelah pengepresan selesai. Area basah diperoleh dengan mengurangkan area yang tertutup daging dari area total yang meliputi pula area basah pada kertas saring. Pengukuran luas area dilakukan dengan alat planimeter merek Hruden. Persentase air bebas dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(22)

Tabel 1 Komposisi bahan pakan dan Kandungan nutriens konsentrat

Keterangan: T1 = Konsentrat+Jerami padi, T2 = Konsentrat+Jerami padi +Tepung Kara Benguk, T3 = Konsentrat+Jerami padi+Tempe Kara Benguk, T4 = Konsentrat + Jerami padi +

Raktopamine. 1 Laboratorium Analisis Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati Dan

Bioteknologi (2013).

Uji Kimia Proksimat Kadar air (AOAC,1999)

Kadar air diukur dengan metode Gravitemtri secara pemanasan langsung, yaitu menghitung banyaknya air yang hilang dengan pemanasan ±105

oC menggunakan oven selama 4-6 jam. Terlebih dahulau botol timbang

dikeringkan kira-kira 1 jam dalam alat pengering pada suhu ±105 oC dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang (x) gram. Sejumlah daging ditimbang dengan teliti ±5 gram dalam botol sebagai (y) gram. Botol timbang dan sampel yang berada di dalamnya dimasukkan dalam alat pengering selama 4-6 jam pada suhu 105 oC. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Pekerjaan ini

(23)

Rumus Kadar air :

= − − × %

Kadar Protein Kasar (AOAC, 1999)

Kadar protein kasar dapat dihitung dengan metode kjeldahl yang secara garis besar terbagi tiga tahap, yaitu desrtruksi, destilasi dan titrasi. Jumlah protein didapat sebagai jumlah nirogen dalam bahan yang tertitrasi dengan faktor konversi protein (6,25)

Ditimbang ± 1 gram sampel daging dan 1 gram campuran selen dengan kertas saring lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl kering yang telah terisi batu didih. Ditambahkan 25 ml H2SO4 pekat mutu teknis dan dilakukan destruksi

dengan peningkatan suhu bertahap di dalam ruang asam hingga larutan jernih dan berwarna kuning kehijauan da kemudian didinginkan. Larutan yang yang terbentuk dimasukkan kedalam labu 100 ml dan diimpitkan. Dipipet 10 ml larutan dan dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan NaOh 0,3 N dan indikastor fenol ftalein (PP) hingga warna larutan menjadi merah muda. Destilat ditampung dengan erlenmeyer berisi 25 ml H2SO4 0,3 N. Proses penyulingan ini diteruskan

hingga semua alat tertangkap oleh H2SO4 yang ada di dalam erlenmeyer atau

bila2/3 dari cairan dalam labu penyulingan telah menyerap.

Hasil sulinganya diambil dan kelebihan H2SO4 dititar kembali

menggunkan larutan NaOh ),3 N. Proses titrasi dihentikan kembali setelah terjadi perubahan warna dari unggu menjadi hijau yang menandakan titik akhir titrasi. Setelah volume NaOH dicatat sebagi (z) ml dan dibandingkan dengan titar blanko (y) ml. Penentuan kadar protein kasar ditentukan dengan rumus :

% � = / − � � , × %

Kadar Lemak (AOAC, 1999)

Kadar Lemak ditetapkan dengan metode Soxhlet dimana lemak diekstraksi dengan pelarut nonpolar yang cocok pada suhu sedikit diatas titik didih pengekstrak (60-80 oC). Lemak daging yang terukur yaitu lemak yang

terekstrak oleh pelarut lemak non polar dan telah dipisahkan dari pelarutnya melalui evaporasi.

Ditimbang ±1 gram daging (x), dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring dan ditutup dengan kapas yang bebas lemak (hulls). Hulls dimasukkan ke dalam Soxhlet yang telah terhubung dengan labu lemak kering yang telah ditimbang berat kosong, (a) gram. Ditambahkan heksan sebagai pengekstrak dan dipanaskan dengan alat FATEX-S yang diatur suhunya pada 600

C, proses ekstraksi dilakukan sampai larutan di dalam Soxhlet sebening heksan murni atau selama ± 2 jam.

(24)

Rumus Kadar Lemak :

= − × %

Kadar abu (AOAC,1999)

Kadar abu sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sebelumnya telah diukur beratnya. Cawan berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu 400-600 c. Sampel akan terbakar habis menjadi abu. Sesudah abu menjadi putih seluruhnya, cawan diangkat dan didinginkan dengan cara memasukkan kedalam desikator ±1 jam. Lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan cara :

% = � �� � − � �� � �� ℎ� �× %

Rancangan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan empat kelompok sebagai ulangan. Pengelompokan sapi berdasarkan kelompok : bobot badan terkecil, sedang, besar dan sangat besar. Model linier rancangan acak kelompok, yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1991) sebagai berikut :

Yij = µ + τi + βj + ɛij Keterangan :

Yij : Produksi Karkas pada jenis pakan ke–i, Dosis pakan ke-j, ulangan ke-k µ : Rata-rata Umum

τi : Pengaruh perlakuan pakan ke – i

βj : Pengaruh kelompok ke-j

ɛij : Galat Umum

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Jika hasil analisis menunjukkan perbedaan, maka dilakukan uji kontras ortogonal.

Peubah yang Diamati

1. Bobot potong

Bobot potong ternak ditimbang sebelum dipotong 2. Bobot karkas panas

Bobot karkas diukur dengan cara menimbang berat karkas yaitu daging dan tulang, kecuali : darah, jeroan (viscera), kulit, kepala, kaki, dan ekor.

3. Persentase Karkas

Persentase karkas didapatkan dari berat karkas dibagi dengan bobot potong dikali dengan 100%.

4. Ketebalan lemak subcutan

(25)

longissimus dorsi diantara rusuk 12 dan 13 untuk diukur tebal lemak punggung (TLP).

Estimasi Komposisi karkas

Estimasi komposisi karkas yang diukur antara lain persentase lean dan persemtase lemak kerkas. Estimasi tersebut diukur dengan menggunakan persamaan berikut (Priyanto,1993)

Persentase lean (%) = 66,777-(0,0537 x FT 12)

Persentase lemak karkas (%) = 12,777 + (1,025 x FT 12)

Ket : FT 12 tebal lemak punggung rusuk antara ke 12 dan ke 13.

5. Uji fisikokimia daging (pH, Daya Mengikat Air, Susut Masak, Keempukan). 6. Uji Kimia (Proksimat) bahan segar (Kadar air, Protein kasar, dan lemak).

Perlakuan penelitian yaitu :

T1 = Konsentrat + Jerami padi

T2 = Konsentrat + Jerami padi + Tepung Kara Benguk 12% T3 = Konsentrat + Jerami padi + Tempe Kara Benguk 13,79% T4 = Konsentrat + Jerami padi + Raktopamine (200g/ekor/hari)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KUALITAS KARKAS

Rataan nilai kualitas karkas sapi sumba ongole (SO) yang meliputi : bobot potong, bobot karkas panas, persentase karkas, tebal lemak subkutan, persentase lean karkas, dan persentase lemak karkas. Dapat diliat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai Rataan Kualitas Karkas Sapi Sumba Ongole

Variabel Perlakuan Pakan

T1 T2 T3 T4

Bobot potong (Kg)

534.25±34.88 553±55.21 523.25±40.84 531±40.94

Bobot karkas panas (Kg)

294.75±24.19 288.25±27.63 284.25±25.66 300.75±11.53

Persentase karkas (%)

55.24 ± 4.35 52.24±3.73 54.29±1.08 56.79±2.9

Tebal lemak (subcutan) mm

8.555±1.047 7.565± 0.56 9.040± 1.48 9.242± 0.09

Persentase lean (%)

62.08±0.56 62.61±0.30 61.63± 0.79 61.71 ±0.47

Persentase lemak karkas (%)

21.54±1.07 20.53±0.57 22.24± 1.51 22.25±0.90

(26)

Hasil analisis statistik membuktikan bahwa perlakuan tepung kara benguk, tempe kara benguk dan raktopamine, pada sapi sumba ongole jantan tidak berpengaruh pada kelompok ternak terhadap bobot potong, karkas panas, persentase karkas, tebal lemak subcutan, persentase lean dan persentase lemak karkas. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata terhadap bobot potong (P>0.05). Perbedaan tidak nyata pada perlakuan kontrol, tepung, tempe dan raktopamine, karena pakan yang diberikan ke ternak mengandung zat makanan yang sama secara protein, serat kasar dan TDN (Tabel 1). Konsumsi protein dan energi yang tinggi akan menghasilkan pertumbuhan cepat, yang berdampak terhadap bobot potong ternak. Kemampuan ternak mengkonsumsi pakan berkaitan dengan kondisi saluran pencernaan dan kapasitas lambung. Perbedaan jenis pakan yang menyusun ransum dapat menimbulkan perbedaan palatabilitas dan kandungan nutrisi yang menyebabkan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak. Bobot potong berkorelasi terhadap karkas panas, yang menunjukkan berapa banyak pakan yang dikonsumsi untuk bisa menjadi daging, lemak dan tulang (Soeparno 2005).

Hasil analisis statistik pada Tabel 2, menunjukkan bahwa perlakuan kontrol, tepung kara benguk, tempe kara benguk dan raktopamine tidak mempengaruhi bobot karkas panas (P>0.05). Perbedaan yang tidak nyata ini karena pakan yang diberikan pada ternak kualitas pakannya sama. Jenis pakan, konsumsi dan komposisi kimia pakan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan. Konsumsi protein dan energi tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Soeparno 2005). Selain itu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antar lain genotif, jenis kelamin, hormon dan kastrasi. Tingginya bobot karkas panas sangat dipengaruhi bobot potong ternak sebelum dipotong, bobot potong yang optimal sangat berpengaruh terhadap bobot karkas panas dan persentase karkas. Penggunaan raktopamine terhadap bobot karkas panas tidak signifikan dibandingkan kontrol (Sachtleben et al. 2006)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi persentase karkas (P>0.05). Penggunaan jerami padi, konsentrat yang diberikan tepung kara benguk, tempe kara benguk, dan raktopamine menghasilkan bobot potong dan bobot karkas panas yang hampir sama sehingga persentase karkas tidak berbeda. Hasil penelitian persentase karkas T1 (55.24%), T2(52.24%), T3 (54.29%), dan T4 (56.79%), secara umum persentase karkas tersebut memiliki nilai lebih tinggi jika dibandingkan penelitian Ngadiono (1995) yaitu sebesar 52,69%. Menurut Soeparno (2005) bobot hidup berkorelasi dengan persentase lemak karkas, persentase karkas berkisar 50-60%. Pada penelitian Quinn et al. (2008) dan Winterholler et al. (2007) melaporkan bahwa penambahan raktopamine tidak signifikan pada persentase karkas.

(27)

tebal lemak karena aktivitas trigliserida pada ternak, kelebihan lemak disimpan pada jaringan adiposa dibawah kulit (subcutan) dan rongga perut (abdomen). Tebal lemak juga berkaitan erat dengan konsumsi pakan (Soeparno. 2005). Data konsumsi pakan kontrol (T1) 10,24a kg, tepung kara benguk (T2) 11,22b kg, tempe kara benguk (T3) 11,74b kg dan raktopamine (T4) 10,07a kg (Sichi. 2015,Unpublished). Pada perlakuan tepung kara benguk dilakukan proses dengan cara perebusan, penjemuran dan penggilingan. Cara perebusan menurunkan kadar L-dopa akan tetapi mekanisme lipolisis masih bekerja, yang menyebabkan tebal lemak lebih rendah dari kontrol. Selain itu tingginya konsumsi pakan dibandingkan kontrol karena patabelitas Mucuna pruriens dibandingkan kontrol. Penelitian Janardhanan et al. (2003) menyatakan bahwa kadar L-dopa sebelum perebusan mucuna pruriens berkisar 6,56% kemudian menjadi 3,67% setelah perebusan. Penelitian Chikagwa-malunga et al. (2009b) ternak yang mengkonsumsi hanya 1% L-dopa bisa menjadi neurotransmiter ke epinerin, yang berfungsi memacu lipolisis. Pada perlakuan tempe kara benguk dengan cara perebusan, pengukusan, otoklaf dan fermentasi mengakibatkan kadar L-dopa didalam pakan tidak ada. Pakan yang diberikan dengan tempe diduga penyerapan lebih cepat karena telah di rombak oleh Rhizopus oryzae yang menghasilkan lipase dan protease sehingga mengubah senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana seperti trigeserida dan asam amino. Ketersediaan asam amino menjadi lebih tinggi, sehingga banyak asam amino yang terserap memungkinkan terjadi liponeogenesis. Nilai konsumsi tinggi pada tempe karena aktivitas Rhizopus oryzae meningkatkan kandungan nutrisi pakan. Penelitian Aderibigbe et al. (1997) menyatakan pengukusan meningkatkan kadar nitrogen yang mudah terdegradasi didalam rumen, sebelum pengukusan 37.7% dengan pengukusan 64.8%, tekanan seperti otoklaf sangat efektif menurunkan antinutrisi pakan menjadi tidak terdeteksi (Areghore et al. 1998). Pada proses biologis yang menggunakan jamur Rhizopus oryzae menghasilkan lipase yang berfungsi untuk mengurai lemak kompleks menjadi trigliserida. Rhizopus oryzae juga menghasilkan enzim protease merombak senyawa protein menjadi asam amino (Margiono. 1992). Penggunaan Rhizopus oryzae juga menghasilkan asam laktat yang sangat baik bagi pencernaan (Purwono dan pramudyanti 2004). Pada perlakuan raktopamine ternak yang kebutuhan hijuannya terpenuhi dapat meningkatkan populasi bakteri dalam rumen sehingga sintesis protein berjalan optimal, sehingga terbentuk liponeogenesis (Walker et al., 2006). Konsumsi pakan T4 lebih rendah dibandingkan T3 dan T2 diduga pemberian pakan lebih efisien dalam pencernaan sapi. Raktopamine adalah beta agonis sintetik yang mirip dengan katekolamin alami, beta agonis sintetik mempengaruhi pertumbuhan mikroba rumen yang bertanggung jawab terhadap fermentasi pati, laktat dan asam lemak (Walker and Drouillard 2010).

SIFAT FISIKOKIMIA DAGING

(28)

kara benguk dan raktopamine, pada sapi sumba ongole jantan tidak berpengaruh pada kelompok ternak terhadap pH, keempukan, susut masak dan daya mengikat air.

Tabel 3 Nilai Rataan Sifat Fisikokimia Daging

Variabel Perlakuan Pakan

Susut masak (%) 43.38±1.94a 34.53±6.64b 39.37±3.19a 39.21±3.99a

DMA (%) 29.37±1.40 29.62±2.78 27.15±1.71 31.35±3.59

Keterangan: T1 = Konsentrat+Jerami padi, T2 = Konsentrat+Jerami padi +Tepung Kara Benguk, T3 = Konsentrat+Jerami padi+Tempe Kara Benguk, T4 = Konsentrat + Jerami padi + Raktopamine.

pH

Hasil analisis statistik pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pH daging (P>0.05). Pada penelitian ini penambahan tepung kara benguk, tempe kara benguk dan raktopamine tidak mempengaruhi pH. Menurut Soeparno (2005) pH normal berkisar 5,4-5,8, rataan nilai pH pada penelitian ini 6,1-6,25 lebih tinggi dari pH normal. Diduga pH lebih tinggi karena cadangan glikogen otot rendah saat pemotongan, rendahnya cadangan glikogen dapat terjadi karena stres sebelum pemotongan. Penelitian Silveira et al, (2006) menyatakan bahwa tingginya pH dipengaruhi tingginya tingkat stres sapi Bos indicus saat penyembelihan ternak. Penelitian Gardner et al. (2001), pengukuran pH bisa menjadi ukuran akurat untuk mengetahui stres sebelum pemotongan ternak. Tingkat stres tinggi sebelum pemotongan mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menghasilkan daging yang gelap dengan pH >5,9. pH diklasifikasikan normal ketika pH<6 dan dark firm dry (DFD) > 6 (Muchenje et al. 2009). Daging dark firm dry (DFD) adalah daging yang berwarna gelap, bertekstur kasar, kering, memiliki pH tinggi, dan daya mengikat air tinggi (Aberle et al. 2000). DFD biasanya terjadi pada sapi jantan yang tidak di kastrasi. Penelitian Avendano-reyes et al. (2006), pH daging sapi steer yang di beri raktopamine tidak signifikan dengan kontrol.

Keempukan

(29)

Blatzler, terdiri atas 4.08-5.40 kg/cm2 sedang, 5.9-7.1 kg/cm2 alot. Keempukkan

daging pada penelitian ini 4-5 kg termasuk dalam kategori sedang. Menurut Suryati (2004) semakin tinggi nilai daya putus Warner Blatzler berarti semakin banyak gaya yang diperlukan untuk memutus serabut daging persentimeter persegi, yang berarti daging semakin alot atau tingkat keempukan semakin rendah. Keempukan daging bervariasi diantara spesies, bangsa ternak, cara pemotongan ternak, serta umur ternak (Soeparno 1998). Penelitian Quinn et al. (2008) menyatakan bahwa pemberian sapi dara yang diberikan raktopamine 200 g/ekor/hari pada sapi dara tidak berpengaruh terhadap keempukan.

Susut Masak

Hasil analisis statistik pada perlakuan tepung kara benguk, tempe kara benguk dan raktopamine berpengaruh nyata terhadap susut masak (P<0.05). Nilai susut masak pada masing-masing perlakuan adalah T1 (43.38%), T2(34.53%), T3(39.38%), dan T4(39.21%). T2 lebih rendah jika dibandingkan T4, T3 dan T1. Persentase perlakuan tepung T2 dan kontrol T1 sebesar 20.40%, tempe T3 11.16% dan raktopamine T4 10.78%. Faktor yang mempengaruhi susut masak adalah kandungan lemak (Ueda et al., 2007). Diduga pada perlakuan tepung terdapat kandungan L-dopa yang menjadi neurotransmiter mengikat β adernergik reseptor (βAR) pada jaringan lemak, sehingga menghambat proses glukoneogenesis. Pada data lemak subcutan perlakuan tepung memiliki nilai yang lebih rendah. Pada kontrol walaupun nilai lemak subcutan rendah karena tidak ada senyawa L-dopa sehingga tidak mempengaruhi glukoneogenesis, yang berdampak terhadap nilai susut masak tinggi. Pada tempe kandungan L-dopa sudah hilang karena proses perebusan, otoklaf dan fermentasi. Fermentasi yang menggunakan Rhizopus oryzae mengubah senyawa komplek menjadi sederhana, sehingga ketersediaan asam amino tinggi memungkinkan terjadi liponeogenesis. Pada perlakuan raktopamine walaupun nilai lemak subcutan tinggi karena mengandung βAR sehingga terjadi proses menghambat glukoneogesis. Penelitian Walker dan Drouillard (2010) Pemberian pakan yang mirip katekolamine alami mengikat βAR tertentu pada jaringan lemak dan sel otot menurunkan glukoneogenesis. Daging dengan susut masak rendah mempunyai kualitas yang relatif baik dibandingkan dengan daging dengan susut masak besar, karena resiko kehilangan nutrien selama pemasakan akan lebih sedikit. Nilai susut masak daging sapi bervariasi antara 1.5-54.5% dengan kisaran 15–40% (Soeparno. 1994).

Daya Mengikat Air

(30)

kegagalan serabut otot menyerap kembali semua air yang mengalami translokasi atau keluar pada saat penyimpanan beku (Lawrie. 1979). Faktor lain yang berpengaruh terhadap penurunan daya ikat air dengan penuaan disebabkan oleh melemahnya protein myofibrillar dan intramuskular jaringan ikat melalui aktivitas enzim (Koohmaraie et al.,2002).

KUALITAS KIMIA DAGING

Rataan kualitas kimia daging sapi sumba ongole (SO) yang diamati meliputi kadar air, protein kasar, lemak kasar, abu, disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan tepung kara benguk, tempe kara benguk dan raktopamine, pada sapi sumba ongole jantan tidak berpengaruh pada kelompok ternak terhadap kadar air, protein, lemak dan abu.

Tabel 4. Nilai rataan Kualitas kimia Daging (%)

Variabel Perlakuan pakan

T1 T2 T3 T4

Kadar Air 73.53 ± 1.249 73.127 ± 2.250 72.187 ± 2.954 73.812 ± 1.092

Protein 18.442 ± 0.9488 19.05 ± 1.448 18.167 ± 0.6215 19.005 ± 1.003

Lemak 4.45 ± 2.455 4.3 ± 3.1612 5.42 ± 3.915 4.585 ± 1.367

Abu 0.78 ± 0,041 0.655 ± 0.164 0.732 ± 0.114 0.82 ± 0.204

Keterangan: T1 = Konsentrat+Jerami padi, T2 = Konsentrat+Jerami padi +Tepung Kara Benguk, T3 = Konsentrat+Jerami padi+Tempe Kara Benguk, T4 = Konsentrat + Jerami padi + Raktopamine.

Kadar air

(31)

Protein

Hasil analisis statistik pada perlakuan, menunjukkan hasil tidak berbeda nyata pada kadar protein (P>0,05). Diduga perbedaan tidak nyata pada perlakuan kandungan protein pakan penelitian yang berkisar 15,39-16,15%. Rataan protein setiap perlakuan T1 18,44±0,9%, T2 19,05±1,4%, T3 18,17±0,6% dan T4 19±1,0%. Penelitian Buckle et al. (2007), menyatakan bahwa protein daging sapi berkisar antara 16-22%. Kadar protein ini berada pada kisaran normal kandungan protein daging. Tingggi rendahnya protein daging berhubungan dengan kadar air dan kadar lemak, bahwa kandungan protein daging akan tinggi bila kadar lemak instramuscularnya rendah dan kadar airnya tinggi (Nusi 2011). Bila dibandingkan dengan penelitian Witsuba et al, (2006) rata-rata protein daging sapi Angus Crossbred kastrasi adalah 15,2%, rata-rata protein tersebut lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh berbedanya bangsa sapi yang digunakan berbeda.

Lemak

Hasil analisis statistik pada perlakuan menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap kadar lemak (P>0.05). Diduga tidak berbeda nyata perlakuan karena lemak kasar pakan penelitian tidak jauh berbeda. Pakan yang mengandung nutrien tinggi akan berpengaruh terhadap penumpukan lemak instramuskuler, kandungan lemak kasar pakan berkisar 3,83-4,53%. Pada data penelitian lemak instramuskuler berkisar 4,3-5,42 lebih tinggi dibandingkan penelitian Nusi (2011) sebesar 1,35%, tetapi tidak jauh berbeda menurut Soeparno (2011) sebesar 4,24% dan Guiroy et al, (2000) lemak instramuskuler sebesar 5%. Menurut Buckle et al, (2007) kandungan lemak sapi berkisar (0.5-13%), lemak pada penelitian berkisar normal. Kadar lemak daging dipengaruhi oleh bangsa, umur, spesies, lokasi otot, pakan, jenis kelamin, dan individu ternak (Judge et al. 1989). Penggunaan raktopamine tidak mempengaruhi lemak daging di intramuskuler (Dunshea 2005). Hilton et al. (2009) melaporkan bahwa pemberian raktopamine mengurangi lemak intramuskuler tetapi tidak signifikan dengan kontrol.

Abu

(32)

KESIMPULAN

Penambahan growth promoter alami 12% tepung kara benguk atau 13.79% tempe kara benguk di dalam ransum memberikan efek yang sama dengan penambahan growth promoter sintetis (Ractophamine HCl) terhadap produksi dan kualitas karkas sapi Sumba Ongole jantan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Bantuan dana penelitian dari Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi IPB (BOPTN) tahun 2013 SPK: No. 238/IT3.41.2/L2/SPK//2013. Program Beasiswa Unggulan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (BU-DIKTI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Aberle ED, Forrest JC, Hendrick HB, Judge MD, Merkel RA. 2000. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co. San Fransisco

Aderibigbe, A.O., C.O.L.E. Johanson, H.P.S. Makkar, K. Becker and N. Foidl. 1997. Chemical composition and effect of heat on organic matter and nitrogen degradability and some antinutrional components of Jatropha meal. Anim. Feed Sci. Tech. 67: 223 – 243.

[AMSA]. 1995. Research Guidelines for Cookery. Sensory Evaluation, and Instrumental Tenderness Measurements of Fresh Meat. Am. Meat Sci. Assoc. Chicago. IL

Aregheore, E.M., K. Becker and H.P.S. Makkar. 1998. Assessment of lectin activity in a toxic and a nontoxic variety of Jatropha curcas using latex and agglutination and haemagglutination methods and inactivation of lectin by heat treatments. J. Sci. Food Agric. 77: 349 – 352.

Avendaño-Reyes. L.V., F. J. Torres-Rodríguez, C. Meraz-Murillo., F. Pérez-Linares., P. H Figueroa-Saavedra and Robinson. 2006. Effects of two β -adrenergic agonists on finishing performance, carcass characteristics, and meat quality of feedlot steers. J. Animal. Science. v. 84. p. 3259-3265. Boles, J.A and P.J. Shand. 2008. Effect of muscle location, fiber direction, and

slice thickness on the processing characteristics and tenderness of beef stir-fry strips from the round and chuck. Meat Science. v.78. p.369 374.

Bressan, M.C., Rossato L.V., Rodrigues, E.C., Alves, S.P., Bessa, R.J.B. Ramos, E.M and Gama, L.T. 2011.Genotype × environment interactions for fatty acid profiles in Bos indicus and Bos taurus finished on pasture or grain. Journal of Animal Science. v.89. p.221-232.

(33)

Buckle, K.A., R. A. Edwards., G. H. Fleet and W. Wooton. 2007. Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo dan Adono. International Development Program of Australian Universities and Colleges, UI Pr.

Chikagwa-Malunga, S. K., Adesogan, A. T.,Szabo, N. J., Litell; R. C., Phatak, S. C., Kima, S. C., Arriola, K. G., Huisden, C. M., Dean, D. B., Krueger, N. A. 2009a. Nutritional characterization of Mucuna pruriens. 3. Effect of replacing soybean meal with Mucuna on intake, digestibility, N balance and microbial protein synthesis in sheep. Anim. Feed Sci. Technol. v.148.pp. 107-123.

Chikagwa-Malunga., S. K., Adesogan , A.T., Sollenberger, L. E., Phatak, S.C., Szabo, N.J., Kim, S.C., Huisden, C.M and Littell, R.C. 2009b. Nutritional characterization of Mucuna pruriens 4. Does replacing soybean meal with Mucuna pruriens in lamb diets affect ruminal, blood and tissue l-dopa concentrations. Animal Feed Science and Technology v.148 pp. 124–137 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan - Kementerian Pertanian

Republik Indonesia. 2013. Proses Penerbitan Rekomendasi Persetujuan Pemasukan (RPP) Daging Sapi. Kamis, 07 Februari 2013 - 22:52:49 WIB Dunshea, F.R., D.N. D’Souza., D.W. Pethick, G.S. Harper., and R.D. Warner.

2005. Effects of dietary factors and other metabolic modifiers on quality and nutritional value of meat. Meat Science. v. 71. p. 8–38.

Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hedrick, M.D. Judge and R.A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Company. San Francisco. Ganong WF. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 22. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta

Gardner, G.E., B.L. McIntyre, G. D. Tudor, D.W. Pethick. 2001.The impact of nutrition on bovine muscle glycogen metabolism following exercise. Australian. J. Agricultural. Research. v. 52. p .461–470.

Greenstein B, Wood D. 2010. The Endocrin SystemAt a Glance(3rd ed). Singapore: John Wiley and Sons (Asia) Pte Ltd.

Guiroy, P.J., D.G. Fox., D.H. Beermann., D. J. Ketchen. 2000. Performance and meat quality of beef steers fed corn-based or bread. J Animal. Science. v.78. p. 784 – 790.

Hafid, H. And R. Priyanto. 2006. Pertumbuhan dan distribusi potongan komersial karkas sapi Australian Commercial Cross dan Brahman Cross hasil penggemukan. Media Peternakan. vol.29. no. (2).p. 63-69.

Hilton, G. G., J. L. Montgomery, C. R. Krehbiel, J. Cranston, D. A. Yates, J. P. Hutcheson, W. T. Nichols, M. Streeter, J. R. Blanton Jr., and M. F. Miller. 2009. Dietary zilpaterol hydro-chloride. IV. Carcass cutability and meat palatability of beef cattle with and without monensin and tylosin. J. Animal. Science. v.87.p.1394–1406.

Janardhanan, K., P. Gurumoorthi and M. Pugalenthi. 2003. Nutritional potential of five accessions of a South indian tribal pulse, Mucuna pruriens var utilis. The effect of processing methods on the content of L-Dopa, phytic acid, and oligosaccharides.Tropical and Subtropical Agroecosystems. v.1.p.141 – 152.

(34)

Kala BK and Mohan VR. 2010. Chemical Composition and Nutritional

Lawrie, R. A. 1979. Meat Science, 3rd edition. Oxford: Pregamon Pr.Oxford. Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Edisi ke-5. Terjemah: A. Parakkasi. Penerbit.

Jakarta: Universitas Indonesia Pr.Jakarta.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan: Aminuddin Parakkasi. Penerbit. Jakarta: Universitas Indonesia Pr. Jakarta.

Leheska, J. M., J. L. Montogomery., C., R. Krehbiel., D. A. Yates., J. P. Hutcheson., W. T. Nichols., M. Streeter., J. R. Blanton Jr. and M. F. Miller. 2009. Dietary zilpaterol hydrochloride. II. Carcass composition and meat palatability of beef cattle. J. Animal. Science. v.87.p. 1384-1393.

Loyra-Tzab, E., Luis Armando, S.F., Carlos Alfredo, S.C., dan Ronald Herye, S. R. 2013. Nutrient digestibility and metabolizable energy conten of mucuna pruriens Whole Pods fed growing pelibuey lambs. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences v.26 no(7)pp :981-986.

Maggioni, D., J.A Marques, P.P Rotta , D. Perotto,T. Ducatti, J.V.Visentainer, I.N. Prado. 2009. Animal performance and meat quality of crossbred young bulls..Livestock Science v.127.no.(2-3).pp.176–182.

Margiono, S., Rahayu, Sutriswati Endang. 1992. Molekuler Genetika Mikroba. UGM Press. Yogyakarta.

Mersmann HJ. 1998. Overview of the effects of β-adrenergic receptor agonists on animal growth including mechanisms of action. J. Anim. Sci.76:160-172. Moody DE, Hancock DL, Anderson DB. 2000. Phenethanolamine repartitioning

agents. In: Page 65 in Farm Animal Metabolism and Nutrition. J. P. F.

D’Mello, ed. Wallingford: CABI Publishingwallingford. UK.

Muchenje V, Dzama K, Chimonyo M, Strydom PE, Raats JG. 2009. Relationship between pre-slaughter responsiveness and beef quality in three cattle breeds. Meat Sci. 81. 653-657.

Ngadiono. N. 1995. Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross yang dipelihara secara intensif pada berbagai bobot potong [Disertasi]. Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nusi, M., Ristianto, U dan Soeparno. 2011. Pengaruh penggunaan tongkol jagung dalam complete feed Dan suplementasi undegraded protein terhadap pertambahan bobot badan dan kualitas daging pada sapi peranakan ongole Buletin Peternakan Vol. 35.no. (3). pp.173-181.

Onyango, C.A., M. Izumimoto and P.M. Kutima. 1998. Comparison of Some Physical and Chemical Properties of Selected Game Meats. Meat Science v.49.p. 117 – 125.

Oxtoby D. 2001. Prinsip Kimia Modern. Jakarta: PT. Erlangga. Jakarta.

(35)

Priyanto. R. 1993. A Study of the growth and distribution of beef carcass tissues including their prediction, optimum beef productivity and marketing [Thesis]. Departement of Farm Animal Medicine and Production. The University of Queensland, Brisbane.

Purwoko, T. dan I. R. Pramudyanti. 2004. Pengaruh CaCO3 pada Fermentasi Asam Laktat oleh Rhizopus oryzae. Jurnal Mikrobiologi Indonesia v.9.p. 19-22.

Quinn, M. J., C. D. Reinhardt, E. R. Loe, B. E. Depenbusch, M. E. Corrigan, M. L. May and J. S. Drouillard. 2008. The effects of ractopamine–hydrogen chloride (optaflexx) on performance, carcass characteristics, and meat quality of finishing feedlot heifers. J. Animal. Scienci. v. 86.p. 902–908. Sachtleben S, Thomas E, Platter WJ, Schroeder A. 2006. Evaluation of feeding

ractopamine (Optaflexx®) with various levels of dietary crude protein on

growth performance in feedlot steers. J. Anim. Sci. 84(Suppl. 1):118. (Abstr.)

Schroeder, A. L., D. M. Polser, S. B. Laudert, and G. J. Vogel.2003. The effect of Optaflexx on growth performance and carcass traits of heifers. Optaflexx Exchange No. 2. Elanco Animal Health, Greenfield, IN.

Sherwood L. 2001. Human Physiology: From the cell to system (2th ed). Penerbit, B.U. 2001 (Alih Bahasa), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Silveira, I.D.B., V. Fischer., G.J.D. Soares. 2006. Relation between genotype and temperament of grazing steers on meat quality. Revista Brasileira de Zootecnia, v.35. p.519-526.

Soeparno.1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada.University Pr. Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada.University Pr. Yogyakarta.

Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Yogyakarta.

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika : Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B ; penerjemah. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari : Principle and Procedures of Statistics. A Biometrical Approach.

Strydom PE, Frylinck L, Montgomery JL, Smith MF. 2009. The comparison three

β-agonists for growth performance, carcass characteristics and met quality of feedlot cattle. Meat Science , 81 , 557-564.

Suryati,T., M. Astawan, & T. Wresdiyati. 2004. Sifat Fisik Daging Domba yang Diberi Perlakuan Stimulasi Listrik Voltase Rendah dan Injeksi Kalsium Klorida. Media Peternakan. Vol. 27.no. (3). p.101-106.

Ueda Y, Watanabe A, Higuchi M, Shingu H, Kushibiki S, Shinoda M. 2007. Effects of intramuscular fat deposition on the beef traits of Japanese Black steers (Wagyu). J. Animal. Science. v. 78. p.189–194.

(36)

Walker DK, Titgemeyer EC, Drouillard JS, Loe ER, Depenbusch BE, Webb AS. 2006. Effects of ractopamine and protein source on growth performance and carcass characteristics of feedlot heifers. J. Anim. Sci. 84:2795–2800.

Winterholler SJ, Parsons GL, Reinhardt CD, Hutcheson JP, Nichols WT, Yates DA, Swingle RS, Johnson BJ. 2007. Response to ractopamine-hydrogen chloride is similar in yearling steers across days on feed. J. Anim. Sci. 85:413-419.

Wistuba, T. J., E. B. Kegley And J. K. Apple. 2006. Influence of Fish Oil in Finishing Diets on Growth performance, Carcass Characteristics. J. Animal. Science. v.84.p.902-909..

Yantika SM, Evvyernie D, Diapari D, Winaga K. 2015. Utilization of Velvet Bean (Mucuna pruriens) as Potential Natural Growth Promoter for Drylot Feeding of Sumba Ongole Bull (Unpublished).

(37)

LAMPIRAN

Lampiran 1 ANOVA pengaruh perlakuan Bobot potong (kg)

Sumber

perlakuan 3 1912.25 637.4167 0.432791 3.862548

kelompok 3 9570.25 3190.083 2.165991 3.862548

galat 9 13255.250 1472.806

total 15 24737.750

Lampiran 2 Uji kontras ortogonal terhadap Bobot potong(kg)

Sumber Derajat

kelompok 3 9570.25 3190.083 2.165991 3.862548

galat 9 13255.25 1472.806

total 15 24737.75

Lampiran 3 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap karkas panas(kg)

Sumber Derajat

Lampiran 4 Uji kontras ortogonal terhadap karkas panas(kg)

(38)

Lampiran 5 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap persentase karkas (%)

Perlakuan 3 43.42321 14.4744 2.048055 3.862548

Kelompok 3 63.79895 21.26632 3.009077 3.862548

Galat 9 63.607 7.06739

Total 15 170.829

Lampiran 6 Uji kontras ortogonal terhadap persentase karkas (%)

Sumber Derajat kelompok 3 63.79895 21.26632 3.009077 3.862548

galat 9 63.60651 7.06739

total 15 170.8287

Lampiran 7 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap tebal lemak subcutan (mm)

Sumber Derajat perlakuan 3 8.387025 2.795675 2.380395 3.862548 2.264416 kelompok 3 2.573425 0.857808 0.730386 3.862548 2.264416

galat 9 10.570 1.174458

total 15 21.531

Lampiran 8 Uji kontras ortogonal terhadap tebal lemak subcutan (mm)

(39)

Lampiran 9 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap persentase lean karkas (%)

perlakuan 3 2.418558 0.806186 2.380395 3.862548 2.264416 kelompok 3 0.742096 0.247365 0.730386 3.862548 2.264416

galat 9 3.048 0.338677

total 15 6.209

Lampiran 10 Uji kontras ortogonal terhadap persentase lean karkas (%)

Sumber Derajat

Lampiran 11 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap persentase lemak karkas(%)

Sumber Derajat

perlakuan 3 8.811618 2.937206 2.380395 3.862548 3.862548 kelompok 3 2.703705 0.901235 0.730386 3.862548 3.862548

galat 9 11.105 1.233915

total 15 22.621

Lampiran 12 Uji kontras ortogonal terhadap persentase lemak karkas(%)

(40)

Lampiran 13 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap pH

perlakuan 3 0.049425 0.016475 0.534469 3.862548

kelompok 3 0.039925 0.013308 0.431738 3.862548

galat 9 0.277 0.030825

total 15 0.367

Lampiran 14 Uji kontras ortogonal terhadap pH

Sumber Derajat kelompok 3 0.039925 0.013308 0.431738 3.862548

galat 9 0.277425 0.030825

total 15 0.366775

Lampiran 15 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap keempukan (kg/cm2)

Sumber Derajat

perlakuan 3 1.945817 0.648606 0.926734 3.862548

kelompok 3 1.930539 0.643513 0.919457 3.862548

galat 9 6.299 0.699883

total 15 10.175

Lampiran 16 Uji kontras ortogonal terhadap keempukkan (kg/cm2)

Sumber Derajat

kelompok 3 1.930539 0.643513 0.919457 3.862548

galat 9 6.298951 0.699883

(41)

Lampiran 17 ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap Susut Masak (%)

perlakuan 3 157.2391 52.41302 4.458578 3.862548

kelompok 3 116.2374 38.74581 3.29596 3.862548

galat 9 105.800 11.75555

total 15 379.276

Lampiran 18 Uji Kontras Ortogonal terhadap susut masak (%)

Sumber Derajat kelompok 3 116.2374 38.74581 3.29596 3.862548

galat 9 105.7999 11.75555

total 15 379.2764

Lampiran 19 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap Daya Mengikat Air (%)

Sumber Derajat

perlakuan 3 35.56142 11.85381 2.076207 3.862548

kelompok 3 24.85824 8.286079 1.451316 3.862548

galat 9 51.384 5.709356

total 15 111.804

Lampiran 20 Uji Kontras Ortogonal terhadap Daya Mengikat Air (%)

Sumber Derajat kelompok 3 24.85824 8.286079 1.451316 3.862548

galat 9 51.38421 5.709356

(42)

Lampiran 21 ANOVA pengaruh perlakuan terhadap kadar air (%)

perlakuan 3 6.059675 2.019892 0.405295 3.862548

kelompok 3 4.792925 1.597642 0.32057 3.862548

galat 9 44.854 4.983753

total 15 55.706

Lampiran 22 Uji Kontras Ortogonal terhadap kadar air (%)

Sumber Derajat

kelompok 3 4.792925 1.597642 0.32057 3.862548

galat 9 44.85377 4.983753

total 15 55.70638

Lampiran 23 ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap Protein (%)

Sumber Derajat

perlakuan 3 2.243325 0.747775 0.673306 3.862548

kelompok 3 3.184425 1.061475 0.955765 3.862548

galat 9 9.995 1.110603

total 15 15.423

Lampiran 24 Uji Kontras Ortogonal terhadap protein (%)

Sumber Derajat kelompok 3 3.184425 1.061475 0.955765 3.862548

galat 9 9.995425 1.110603

(43)

Lampiran 25 ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap lemak (%)

perlakuan 3 3.0241 1.008033 0.131646 3.862548

kelompok 3 30.7594 10.25313 1.339026 3.862548

galat 9 68.914 7.657156

total 15 102.698

Lampiran 26Uji Kontras Ortogonal terhadap lemak (%)

Sumber Derajat

kelompok 3 30.7594 10.25313 1.339026 3.862548

galat 9 68.9144 7.657156

total 15 102.6979

Lampiran 27 ANOVA Pengaruh perlakuan terhadap abu (%)

Sumber Derajat

perlakuan 3 0.060369 0.020123 1.352485 3.862548

kelompok 3 0.117669 0.039223 2.636219 3.862548

galat 9 0.134 0.014878

total 15 0.312

Lampiran 28 Uji Kontras Ortogonal Terhadap abu (%)

Sumber Derajat kelompok 3 0.117669 0.039223 2.636219 3.862548

galat 9 0.133906 0.014878

(44)
(45)

RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Desa asampiat 22 januari 1988 Kab -Muba Sumatera selatan. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara, anak dari pasangan bapak Yusri (alm) dan Marmah. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar negeri 10 kayuagung, kemudian melanjutkan sekolah tingkat pertama di negeri 2 kayuagung lulus tahun 2003, pada tahun yang sama melanjutkan sekolah menegah atas negeri 1 kayuagung lulus pada tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan kuliah pada kampus Universitas

Padjadjaran “Impiannya saya tercapai ketika diterima di Fakultas Peternakan

Unpad melalui jalur SPMB, “Saya hanya orang kampung yang ingin mencari ilmu

ke kota. Mungkin karena basic-nya di kampung identik dengan petani, maka Fakultas Pertanian dan Fakultas Peternakan jadi pilihan saya,” lulus tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis bekerja pada perusahaan penggemukan sapi potong (feedlot) yang bernama PT Karya anugrah rumpin sampai sekarang. Pada tahun 2012 awal januari penulis di terima sebagai mahasiswa pasca sarjana Fakultas peternakan Institut pertanian bogor.

Gambar

Tabel 1 Komposisi bahan pakan dan Kandungan nutriens konsentrat penelitian.
Tabel 2 Nilai Rataan Kualitas Karkas Sapi Sumba Ongole
Tabel 3 Nilai Rataan Sifat Fisikokimia Daging
Tabel 4. Nilai rataan Kualitas kimia Daging (%)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan panjang badan dan lingkar dada dengan persentase karkas sapi Sumba Ongole.. Karya Anugerah Rumpin, Kabupaten

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan membandingkan aktivitas antioksidan dan kadar fitat pada setiap tahapan proses pembuatan tempe koro benguk dengan berbagai macam

Hal ini berarti bahwa penggunaan pakan suplemen yang mengandung bungkil kedelai terhadap kecernaan bahan kering pada sapi Peranakan Ongole jantan diantara perlakuan tidak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk bokashi feses Sapi Sumba Ongole dan daun Chromolaena odorata pada level yang berbeda terhadap pertumbuhan tinggi,