• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUDUL INDONESIA: MANFAAT SERTIFIKASI RAINFOREST ALLIANCE (RA) DALAM MENGEMBANGKAN USAHATANI KOPI YANG BERKELANJUTAN DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS JUDUL INGGRIS: THE BENEFITS OF RAINFOREST ALLIANCE (RA) CERTIFIED IN DEVELOPING THE SUSTAIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "JUDUL INDONESIA: MANFAAT SERTIFIKASI RAINFOREST ALLIANCE (RA) DALAM MENGEMBANGKAN USAHATANI KOPI YANG BERKELANJUTAN DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS JUDUL INGGRIS: THE BENEFITS OF RAINFOREST ALLIANCE (RA) CERTIFIED IN DEVELOPING THE SUSTAIN"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

MANFAAT SERTIFIKASI RAINFOREST ALLIANCE (RA) DALAM

MENGEMBANGKAN USAHATANI KOPI YANG BERKELANJUTAN DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Nita Oktami

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji manfaat sertifikasi Rainforest Alliance

(2)

ABSTRACT

THE BENEFITS OF RAINFOREST ALLIANCE (RA) CERTIFIED IN DEVELOPING THE SUSTAINABILITY OF COFFEE FARMING

IN PULAU PANGGUNG SUB DISTRICT TANGGAMUS DISTRICT

BY

Nita Oktami

This research purposes to study the benefits of Rainforest Alliance (RA) certificate in developing the sustainability of coffee farming from the aspects of economy, environmental, social and to analyze the factors that effect farmers to adopt sustainable coffee farming. The study was conducted in Pulau Panggung Sub Districts of Tanggamus Regency. This study compares the coffee farm management of certified farmers and noncertified farmers. There are 39 farmers chosen from each of coffee farming types. The benefits of RA certified for sustainability of coffee farming based on the increasing productivity, cost efficiency, and income of farmers were analyzed by t-test. The different test of Mann-Whitney U test is used to analyze the assessment of coffee farming management. The Logit analysis method is used to analyze the factors that influence the farmers’ decisions. The research results showed that from the economy aspect, RA certification had benefits in terms of farmers management practices to increase the quality and cost control of coffee, but it had not yet benefit to increase the income, productivity and cost efficiency of coffee farming. Similarly, RA certification had benefits in terms of environmental and social, in which the results of the assessment of sustainable coffee farm management by certified farmers were significantly higher. Farmers' income and participation in RA certification program had positive effect on farmers to implement sustainable coffee farming.

(3)

MANFAAT SERTIFIKASI RAINFOREST ALLIANCE (RA) DALAM MENGEMBANGKAN USAHATANI KOPI YANG BERKELANJUTAN DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

NITA OKTAMI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Kalirejo, pada tanggal 31 Oktober 1991. Penulis adalah anak bungsu dari pasangan Bapak Sutiman dan Ibu Sutimah. Penulis menyelesaikan studi tingkat sekolah dasar (SD) pada Tahun 2004 di SDN 01

Bungamayang, Lampung Utara, tingkat sekolah menengah pertama (SMP) pada Tahun 2007 di SMP YP PG Bungamayang, Lampung Utara, dan tingkat

menengah atas (SMA) pada Tahun 2010 di SMAN 2 Kotabumi. Penulis melanjutkan studi di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan

Agribisnis. Penulis masuk Universitas Lampung melalui jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) 2010.

(7)

Tahun 2013 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Banjit, Kabupaten Way Kanan. Pada Tahun 2013 juga, penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT Medco Ethanol Lampung pada Department Human Resource. Penulis juga memiliki pengalaman organisasi di Himaseperta pada tahun 2011/2012 sebagai Anggota Bidang I, yaitu Akademik dan

(8)

SANWACANA

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manfaat Sertifikasi Rainforest Alliance (RA) dalam

Mengembangkan Usahatani Kopi yang Berkelanjutan di Kecamatan Pulau

Panggung Kabupaten Tanggamus’’. Pada kesempatan ini, penulis

mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak yang telah

memberikan sumbangsih, bantuan, nasehat, serta saran-saran yang membangun, yaitu:

1. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S. selaku Pembimbing Pertama, sekaligus Ketua Jurusan Agribisnis yang senantiasa memberikan bimbingan, nasihat, motivasi, dan kesabaran selama membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Novi Rosanti, SP.,M.S. selaku Pembimbing Kedua yang telah memberikan bimbingan, nasihat, motivasi, dan kesabaran yang telah diberikan selama membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.

(9)

4. Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P. selaku Dosen Penguji Skripsi dan Reviewer

Jurnal Ilmiah atas bimbingan, nasihat, motivasi, dan inspirasi yang telah diberikan.

5. Ir. Suriyati Situmorang, M.Si., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan dorongan, saran, dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Dr. Ir. Yaktiworo Indriani, M.Sc sebagai Ketua Panitia Jurnal Ilmu-Ilmu

Agribisnis (JIIA) atas saran dan bantuan yang diberikan.

7. Dr. Ir. Tubagus Hasanuddin, M.S. selaku Reviewer Jurnal Ilmiah atas saran dan arahan yang telah diberikan.

8. Seluruh Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian atas semua ilmu, saran, dan bimbingan yang telah diberikan selama Penulis menjadi mahasiswi di

Universitas Lampung.

9. Karyawan-karyawan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Mba Iin, Mba Ai, Mas Boim, Mas Sukardi, dan Mas Bukhari atas semua bantuan dan

pengertian yang telah diberikan.

10. Treader kopi RA, Bapak Sarijan yang telah memberikan informasi serta tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian di Tanggamus.

(10)

lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang senantiasa memberikan semangat, doa, dan kebersamaan selama ini.

12. Kakak-kakak angakatan 2008 dan 2009 serta adik-adik angkatan 2012 dan 2013 yang telah memberikan semangat selama ini.

13. Saudara seperjuangan di Nata Kos, Mbak Dewi Yayu Arfilia, ST., Mbak Sugiyarti, SPd.,Mbak Idhar Trisnani, S.Ked.,Eva, S.Sos, Mbk De, Widi, Tia, Litha, Ismi, Rizky, Anni, Yeni, Leny, dan Maya yang memberikan bantuan, doa, semangat, dan dukungan selama ini.

14. Semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Tuhan penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN .... ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penelitian ... 11

D.Kegunaan Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... 13

A.Tinjauan Pustaka ... 13

1. Usahatani Kopi ... 13

2. Pertanian Berkelanjutan ... 15

a. Dimensi Ekonomi .. ... 17

b. Dimensi Lingkungan ... ... 18

c. Dimensi Sosial .... ... 19

3. Usahatani Kopi Yang Berkelanjutan ... 19

4. Sertifikasi Kopi ... 22

5. Sertifikasi Rainforest Alliance ... 24

6. Teori Keputusan .. ... 27

7. Pendapatan Usahatani ... ... 32

8. Penelitian Terdahulu... ... 33

B. Kerangka Pemikiran ... 38

C.Hipotesis ... .... 40

III. METODE PENELITIAN ... 43

A.Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 43

B Lokasi Penelitian, Responden dan Waktu Penelitian ... 47

C.Jenis dan Metode Pengambilan Data ... 50

D.Metode Analisis Data ... 51

1. Metode Analisis Data Tujuan Pertama ... 51

a. Produktivitas Usahatani.. ... 52

(12)

ii

c. Pendapatan Lahan .. ... 55

d. Peningkatan Kualitas dan Pengontrolan Biaya Usahatani .. .. 57

2. Metode Analisis Data Tujuan Kedua ... 62

3. Metode Analisis Data Tujuan Ketiga .. ... 67

4. Metode Analisis Data Tujuan Keempat ... 71

IV. GAMBARAN UMUM . ... 77

A.Gambaran Umum Daerah Penelitian .. ... 77

1. Kabupaten Tanggamus . ... 77

a. Perkembangan Sektor Pertanian ... ... 78

b. Perkembangan Tanaman Kopi di Kabupaten Tanggamus .. .. 79

2. Kecamatan Pulau Panggung ... ... 81

B.Gambaran Umum Serifikasi Rainforest Alliance (RA) ... ... 82

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ... 85

A.Keadaan Umum Responden . ... 85

1. Umur ... ... 85

2. Tingkat Pendidikan Petani ... ... 86

3. Pengalaman Berusahatani ... ... 88

4. Pekerjaan Sampingan .. ... 89

5. Luas Lahan .. ... 91

6. Status Kepemilikan Lahan .... ... 92

7. Umur Tanaman ... ... 93

8. Tanaman Naungan dan Tanaman Tumpang Sari .. ... 94

B.Analisis Usahatani .. ... 96

1. Penggunaan Sarana Produksi dan Biaya Usahatani ... ... 96

a. Penggunaan Pupuk .. ... 97

b. Penggunaan Obat-obatan... ... 98

c. Penggunaan Tenaga Kerja ... ... 99

d. Biaya Lainnya ... ... 101

2. Produksi dan Penerimaan ... ... 103

a. Produksi Kopi .. ... 103

b. Penerimaan Tanaman Naungan ... ... 104

c. Penerimaan Tanaman Tumpang Sari ... ... 106

3. Pendapatan Lahan .. ... 108

C.Manfaat Sertifikasi Rainforest Alliance dalam Mengembangkan Usahatani Kopi yang Berkelanjutan .... ... 110

1. Manfaat Sertifikasi RA dari Aspek Ekonomi .. ... 110

a. Manfaat dalam Peningkatan Produktivitas, Efisiensi Biaya, dan Pendapatan Usahatani ... ... 111

b. Manfaat dalam Peningkatan Kualitas dan Pengontrolan Biaya Usahatani Kopi. ... 116

2. Manfaat Sertifikasi RA dari Aspek Lingkungan ... ... 121

3. Manfaat Sertifikasi RA dari Aspek Sosial .. ... 129

(13)

iii

(14)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Konsumsi kopi dunia tahun 2008-2012 ... 1

2. Perbandingan volume dan nilai ekspor kopi Provinsi Lampung dan Indonesia Tahun 2003-2011 ... 3

3. Luas areal perkebunan kopi rakyat di Propinsi Lampung... 5

4. Perbandingan harga jual kopi sertifikasi 4C dan non sertifikasi di Kabupaten Tanggamus ... 9

5. Perbedaan sifat beberapa jenis sertifikasi kopi... 23

6. Penelitian Terdahulu... 34

7. Kategori status keberlanjutan usahatani kopi... 47

8. Luas lahan, produksi, dan produktivitas perkebunan kopi di Kabupaten Tanggamus Tahun 2012... 48

9. Indikator praktik pengelolaan petani untuk peningkatan kualitas dan pengontrolan biaya usahatani kopi .. ... 58

10. Indikator praktik pengelolaan usahatani dari aspek lingkungan .. ... 63

11. Indikator praktik pengelolaan usahatani dari aspek sosial .... ... 68

12. Produksi dan luas lahan tanaman pangan dan perkebunan di Kabupaten Tanggamus Tahun 2010-2011 .. ... 79

13. Sebaran petani kopi menurut umur di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014 .. ... 86

(15)

v

16. Sebaran petani kopi menurut jenis pekerjaan sampingan di

Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014... 89 17. Pendapatan rumah tangga petani kopi di Kecamatan Pulau

Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014.. ... 90 18. Sebaran petani kopi menurut luas lahan di Kecamatan Pulau

Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014.. ... 91 19. Sebaran petani kopi menurut status kepemilikan lahan di

Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014.. ... 92 20. Sebaran petani kopi menurut umur tanaman di Kecamatan

Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014.. ... 93 21. Rata-rata jumlah tanaman naungan dan tanaman tumpang sari

di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus 2014... ... 95 22. Rata-rata penggunaan pupuk kimia dan pupuk kandang pada

usahatani kopi di Kecamatan Panggung Kabupaten Tanggamus,

2014.. ... 98 23. Rata-rata biaya penggunaan obat-obatan kimia pada usahatani kopi

di Kecamatan Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014.. ... 99 24. Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahatani kopi di

Kecamatan Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014... 101 25. Rata-rata total biaya lainnya pada usahatani kopi di Kecamatan Pulau

Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014 ... 102 26. Rata-rata penerimaan dari produksi kopi di Kecamatan Pulau

Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014... 104 27. Rata-rata penerimaan tanaman naungan di Kecamatan Pulau

Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014... 105 28. Rata-rata produksi dan harga tanaman tumpang sari patani

kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014 106 29. Rata-rata penerimaan dari tanaman tumpang sari di Kecamatan

Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014 ... 107 30. Rata-rata pendapatan lahan petani sertifikasi dan non sertifikasi

(16)

vi

31. Rata-rata produktivitas, harga, efisiensi biaya, pendapatanlahan dan kopi pada usahatani kopi di Kecamatan Panggung Kabupaten

Tanggamus, 2014... ... 112 32. Hasil uji validitas dan reliabilitas standar peningkatan kualitas dan

pengontrolan biaya usahatani kopi . ... 116 33. Rata-rata skor penilaian praktik pengelolaan usahatani dari

peningkatan kualitas dan pengontrolan biaya usahatani kopi di

Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus. ... 117 34. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator aspek lingkungan . ... 122 35. Rata-rata skor penilaian praktik pengelolaan usahatani kopi

terhadap manfaat sertifikasi RA dari aspek lingkungan. ... 124 36. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator dalam aspek sosial. ... 130 37. Rata-rata skor penilaian praktik pengelolaan usahatani terhadap

Manfaat sertifikasi RA dari aspek sosial ... 132 38. Hasil pengukuran status berkelanjutan usahatani kopi di Kecamatan

Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus, 2014... 137 39. Hasil pengukuran status keberlanjutan usahatani per petani

di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus . ... 138 40. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Harga kopi robusta pasar internasional dan FOB espor Lampung .. 4 2. Biaya dan keuntungan usahatani kopi di kawasan hutan lindung

Kabupaten Lampung Barat ... 15 3. Unsur-unsur pembangunan pertanian berkelanjutan ... 17 4. Alur kerangka pikir analisis manfaat sertifikasi kopi dalam

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok komoditas ekspor unggulan di Indonesia. Komoditas kopi berperan dalam meningkatkan devisa negara dan pendapatan petani, serta dapat menyediakan lapangan pekerjaan, pembangunan wilayah, dan konservasi lingkungan. Kontribusi nilai ekspor kopi terhadap nilai ekpor perkebunan pada tahun 2011 mencapai 23,59% (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013a). Besarnya kontribusi nilai ekspor kopi mencerminkan bahwa komoditas kopi layak untuk menjadi komoditas andalan Indonesia.

Indonesia adalah produsen kopi terbesar keempat setelah Brazil, Vietnam, dan Columbia. Sebagai salah satu negara pengekspor kopi dunia, Indonesia memiliki peluang untuk lebih meningkatkan volume ekspor kopi. Mengingat konsumsi kopi dunia yang terus meningkat seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsumsi kopi dunia tahun 2008-2012

Tahun Konsumsi (Kg) Perkembangan (%)

2008 2.311.620.000 -

2009 2.419.500.000 4,67

2010 2.512.380.000 3,84

2011 2.564.700.000 2,08

2012 2.621.640.000 2,22

Rata-rata 2.485.968.000 3,20

(19)

Perkembangan konsumsi kopi dunia dari tahun 2010-2012 mencapai 3,20 % seperti yang terlihat pada Tabel 1. Peningkatan konsumsi kopi dunia terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu mencapai 4,67 %, sedangkan tahun berikutnya peningkatan konsumsi kopi dunia cenderung lebih rendah hanya 2,08 %. Namun, perkembangan tersebut tetap menjadi peluang bagi negara produsen kopi

termasuk Indonesia, karena konsumsi kopi dunia tetap meningkat setiap tahunnya.

Peluang Indonesia dalam meningkatkan volume ekspor kopi didukung oleh luas lahan kopi yang mencapai 1.292.965 ha pada tahun 2011, yang terdiri dari tanaman belum menghasilkan (TBM) sebesar 944.118 ha dan tanaman telah menghasilkan (TTM) sebesar 152.902 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012). Namun, lahan kopi di Indonesia belum mampu menghasilkan produktivitas kopi yang maksimal. Produktivitas kopi Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara produsen kopi lainnya, rata-rata hanya sebesar 980 kg/ha/tahun atau 66% dari potensi produktivitasnya, sedangkan produktivitas negara Vietnam rata-rata telah mencapai 2.000 kg/ha/tahun, Columbia rata-rata mencapai 1.220 kg/ha/tahun, dan Brazil rata-rata mencapai 1.500 kg/ha/tahun (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2013).

(20)

3

share volume dan nilai ekspor kopi Provinsi Lampung dan Indonesia disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan volume dan nilai ekspor kopi Provinsi Lampung dan Indonesia tahun 2003-2011

Tahun

Lampung Indonesia Share Lampung Volume

(Ton)

Nilai (US $ 000)

Volume (Ton)

Nilai (US $ 000)

% Volume % Nilai

2003 220.242 139.639 237.635 223.869 93,00 62,00 2004 287.399 175.306 341.452 340.384 84,00 52,00 2005 334.844 290.050 424.276 579.754 79,99 50,00 2006 230.635 264.879 307.883 497.615 75,00 53,00 2007 183.070 301.883 312.083 622.601 58,60 48,00 2008 303.680 586.561 421.784 923.524 72,00 64,00 2009 343.658 476.018 478.026 801.666 71,80 59,38 2010 261.970 392.620 447.494 846.542 58,54 46,38 2011 197.104 414.647 352.007 1.064.369 55,99 38,96 Rata-Rata 232.178 337.956

Sumber: BPD AEKI Lampung, 2012a

Share volume ekspor kopi Lampung terhadap volume ekspor Indonesia semakin menurun, hal ini disebabkan menurunnya volume ekspor kopi dari Lampung, sedangkan volume ekspor kopi Indonesia cenderung stabil setiap tahunnya. Penurunan volume ekspor kopi Provinsi Lampung merupakan akibat dari penurunan produksi kopi Lampung dan provinsi lain yang mengirim produksi kopinya melalui Pelabuhan Panjang di Lampung.

(21)

Negara Eropa, Amerika, Asia, Timur Tengah, China, Rusia, dan Jepang (BPD AEKI Lampung, 2012).

Perkembangan harga kopi di Lampung juga mengalami peningkatan lima tahun terakhir. Peningkatan harga FOB ekspor kopi Lampung disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Harga kopi robusta pasar internasional dan FOB ekspor Lampung Sumber : indexmundi.com, 2012

Harga FOB ekspor kopi Lampung meningkat dari tahun 2009 sampai 2011, setelah sempat menurun pada tahun 2007-2008. Salah satu ciri bahwa suatu barang merupakan barang ekspor atau barang yang diperdagangkan secara Internasional yaitu jika harga FOB barang tersebut lebih tinggi dari biaya produksi dalam negeri (Kadariah, 2001). Peningkatan harga FOB kopi di Lampung menunjukan komoditas kopi semakin menguntungkan untuk diperdagangkan di pasar Internasional.

Perkebunan kopi di Provinsi Lampung didominasi oleh perkebunan rakyat. Pada tahun 2011 total produksi kopi di Provinsi Lampung melibatkan petani kopi

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

U

SD

/

K

g

Tahun

Harga Pasar Internasional (USD/kg)

(22)

5

sebanyak 231.917 KK dengan kepemilikan lahan rata-rata sebesar 0,70 hektar per KK (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2013).

Tabel 3. Luas areal perkebunan kopi rakyat di Propinsi Lampung

Tahun

Luas Areal (ha) Share Perkebunan Rakyat Lampung

(%) Perkebunan Rakyat

Lampung

Total Perkebunan Nasional

2006 163.837 1.263.203 12,97

2007 163.893 1.475.911 11,10

2008 162.830 1.295.110 12,57

2009 162.954 1.266.235 12,87

2010 163.123 1.268.476 12,86

Sumber: BPS, 2011

Perkebunan kopi yang dibudidayakan oleh petani kecil sebagian besar memiliki produksi dan kualitas yang rendah. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan biaya dan pengetahuan petani dalam pemeliharaan tanaman, panen, dan pasca panen. Di lain sisi, negara konsumen kopi mulai meningkatkan tuntutan terhadap produk kopi yang berkualitas. Tuntutan tersebut didasarkan pada kesadaran negara konsumen akan pentingnya keamanan produk, mutu produk, serta tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial.

Negara konsumen kopi menginginkan produk kopi yang dikonsumsi berasal dari praktik pertanian yang berkelanjutan. Untuk memenuhi tuntutan konsumen kopi global, pengembangan kopi nasional diarahkan pada pengembangan usahatani kopi yang berkelanjutan. Pengembangan kopi yang berkelanjutan perlu

(23)

sumber daya alam, dan meningkatkan penggunaan proses-proses biologi seperti fiksasi biologi untuk N, pemanfaatan siklus nutrisi, dan manajemen hama terpadu (Sopandie, Poerwanto, dan Sobir, 2012).

Negara konsumen kopi dunia juga telah mewujudkan tuntutannya dalam bentuk sertifikasi, dengan melakukan verifikasi yang dilakukan oleh lembaga yang telah ditunjuk, antara lain Sertifikasi Utz Kapek, Sertifikasi Kopi Organik, Sertifikasi

Fair Trade And Shadegrower, Bird Friendly, Rainforest Alliance (RA), Starbuck CAFE, dan Sustainable Agriculture Information (SAI) Platform (BPD AEKI Lampung, 2012a).

Salah satu lembaga sertifikasi kopi yang digunakan di Provinsi Lampung adalah

Rainforest Alliance (RA). Kelebihan dari Rainforest Alliance dibandingkan dengan sertifikasi lainnya terlihat dari elemen pokok yang ada dalam sertifikasi RA, yaitu meningkatkan manajemen, keuntungan komunitas, ekosistem, UU tenaga kerja, dan konservasi lingkungan untuk mengembangkan usahatani kopi yang berkelanjutan, sedangkan untuk sertifikasi lain elemen pokok yang

digunakan terpaku pada aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Selain elemen pokok, sertifikasi RA memberikan perbedaaan harga dengan petani non sertifikasi dan memberikan harga premium yang diwujudkan dengan membantu melakukan efisiensi, meningkatkan kualitas, dan mengontrol biaya produksi.

Petani kopi di Provinsi Lampung yang telah terserifikasi oleh Rainforest Alliance

(24)

7

bekerjasama dengan petani kopi dalam melaksanakan program kopi lestari adalah PT Nedcofee Indonesia Makmur Jaya. PT Nedcoffee Indonesia Makmur Jaya merupakan salah satu perusahaan eksportir kopi di Indonesia. Volume kopi yang diekspor oleh PT Nedcoffee sebagian besar berasal Provinsi Lampung. Sejak November 2006, PT Nedcoffee Indonesia Makmur Jaya telah bekerjasama dengan petani kopi di Tanggamus. Pihak eksportir dan petani berharap dengan

tersertifikasinya kopi asal Lampung akan meningkatkan daya saing di Pasar Internasional.

B.Rumusan Masalah

Program kopi lestari (Sustainable Coffee Program) merupakan skema verifikasi yang menilai kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan serta praktik-praktik pertanian yang baik di sektor kopi. Pelaksanaan program kopi lestari merujuk pada Sustainable Agricultural Network (SAN). SAN mempromosikan pertanian yang efisien, konservasi keanekaragaman hayati, dan pengembangan masyarakat yang lestari dengan menciptakan standar sosial dan lingkungan. SAN mendorong pengembangan praktik pengelolaan terbaik di seluruh rantai nilai pertanian dengan mendorong petani untuk mematuhi standar SAN dan memotivasi pedagang dan konsumen untuk mendukung keberlanjutan (SAN, 2010).

(25)

pertanian dan akses ke pasar premium. Dengan menerapkan sistem pertanian berkelanjutan standar SAN, petani dapat mengontrol biaya, mendapatkan efisiensi, dan meningkatkan kualitas tanaman (Rainforest Alliance, 2013).

Standar SAN terdiri dari sepuluh prinsip, yaitu sistem manajemen sosial dan lingkungan, konservasi lingkungan, perlindungan satwa liar, konservasi air, perlakuan yang adil dan kondisi kerja yang baik untuk pekerja, keselamatan dan kesehatan kerja, hubungan kemasyarakatan, pengelolaan tanaman terpadu, pengelolaan dan konservasi tanah, serta pengelolaan limbah terpadu. Untuk mempertahankan sertifikat RA, maka petani harus mematuhi minimal 50% dari masing-masing prinsip dan 80% dari total kriteria dalam standar pertanian lestari. Standar ini didasarkan pada pada perhatian terhadap kelestarian lingkungan, keadilan sosial dan kesejahteraan ekonomi (SAN,2010).

Setelah memenuhi standar, maka produk kopi yang bersertifikat RA akan

memiliki harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan produk kopi non sertifikasi, karena produk sertifikasi dapat diterima oleh konsumen kopi dunia. Berdasarkan informasi dari AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia) kopi bersertifikat

memiliki harga lebih kurang USD 300/Metrik Ton (MT) FOB lebih tinggi dari biji kopi biasa (BPD AEKI Lampung, 2012b). Jika dilihat dari kualitas kopi, tentu produk dari kopi sertifikasi lebih baik daripada kopi non sertifikasi, karena dibudidayakan secara lestari. Kopi dari petani sertifikasi juga dapat

bertanggungjawab terhadap lingkungan dan sosial masyarakat sekitar. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Juwita (2013), bahwa kopi tersertifikasi

(26)

9

sertifikasi. Perbandingan harga jual kopi sertifikasi dan non sertifikasi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan harga jual kopi sertifikasi 4C dan non sertifikasi di Kabupaten Tanggamus

Tahun Harga kopi sertifikasi (Rp/kg)

Harga kopi non sertifikasi (Rp/kg)

Selisih Harga (%)

2011 15.000 14.500 3,33

2012 16.000 15.000 6,25

2013 17.500 16.500 6,25

Sumber: Juwita, 2013

Selisih harga kopi sertifikasi 4C dan non sertifikasi di Kabupaten Tanggamus mencapai 6,25 % per kg pada tahun 2012 dan 2013. Selisih harga tersebut diterima oleh petani sertifikasi sebagai premium fee, karena telah melakukan usahatani kopi dengan tetap melindungi lingkungan. Premium fee tersebut akan diterima seluruh petani kopi yang telah tersertifikasi, termasuk dalam program sertifikasi Rainforest Alliance. Menurut Ardiyani dan Erdiansyah (2012),

premium fee dalam sertifikasi RA diwujudkan dengan membantu petani melakukan efisiensi, meningkatkan kualitas, dan mengontrol biaya produksi.

(27)

aspek ekonomi yang dilihat dari analisis pendapatan usahatani. Selain tanaman kopi, terdapat tanaman lain yang ditanaman di kebun kopi, yaitu tanaman naungan dan tanaman tumpang sari, penerimaan tanaman tersebut juga diperhitungkan dalam pendapatan usahatani kopi. Oleh karena itu, pendapatan usahatani kopi dalam penelitian ini disebut sebagai pendapatan lahan.

Untuk melihat manfaat keseluruhan dari program sertifikasi kopi Rainforest Alliance dalam meningkatkan usahatani kopi yang berkelanjutan, maka perlu dilihat praktik pengelolaan usahatani kopi yang dilakukan oleh petani sertifikasi sebagai pelaku usahatani dalam meningkatkan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial. Sistem keberlanjutan pada usahatani kopi tersertifikasi akan lebih terlihat jelas, jika ada kelompok lain untuk dijadikan perbandingan. Oleh karena itu, praktik pengelolaan usahatani kopi non sertifikasi juga dikaji lebih lanjut.

Petani sertifikasi harus memenuhi seluruh prinsip yang terdapat pada standar SAN, artinya petani sertifikasi mempunyai kewajiban untuk melakukan

pengelolaan usahatani yang berkelanjutan. Disisi lain, petani non sertifikasi tidak memiliki kewajiban dan tidak menerima pembinaan tentang pelaksanaan

usahatani kopi yang berkelanjutan. Namun, dalam praktiknya tidak menutup kemungkinan bahwa petani non sertifikasi juga melaksanakan pengelolaan

(28)

11

Permasalahan yang timbul dari indentifikasi masalah diatas adalah:

(1) Apakah program sertifikasi kopi Rainforest Alliance dapat memberikan manfaat dalam mengembangkan usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek ekonomi, ditinjau dari peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, pendapatan, dan praktik pengelolaan petani untuk peningkatan kualitas dan pengontrolan biaya usahatani kopi?

(2) Apakah program sertifikasi kopi Rainforest Alliance dapat memberikan manfaat dalam mengembangkan praktik pengelolaan usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek lingkungan ?

(3) Apakah program sertifikasi kopi Rainforest Alliance dapat memberikan manfaat dalam mengembangkan praktik pengelolaan usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek sosial?

(4) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi petani dalam melakukan praktik pengelolaan usahatani kopi yang berkelanjutan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

(1) Mengkaji manfaat program sertifikasi kopi Rainforest Alliance dalam

mengembangkan usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek ekonomi yang dilihat dari peningkatan produktivitas, efesiensi biaya, pendapatan, dan

(29)

(2) Mengkaji manfaat program sertifikasi kopi Rainforest Alliance dalam

mengembangkan praktik pengelolaan usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek lingkungan.

(3) Mengkaji manfaat program sertifikasi kopi Rainforest Alliance dalam

mengembangkan praktik pengelolaan usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek sosial.

(4) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam melakukan praktik pengelolaan kopi yang berkelanjutan.

D.Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

(1) Petani, sebagai bahan masukan dalam mengembangkan usahatani kopi yang berkelanjutan.

(2) Pemerintah, sebagai pemangku kebijakan, untuk menentukan kebijakan dalam mengembangakan perkebunan kopi yang berkelanjutan.

(30)

II.TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A.Tinjauan Pustaka

1. Usahatani Kopi

Kopi merupakan komoditas perkebunan yang menjadi salah satu komoditas unggulan di Indonesia. Kopi mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1969 dengan jenis kopi arabika, sedangkan kopi robusta mulai masuk sekitar tahun 1990. Kopi robusta mulai dikenal di Indonesia pada saat kopi arabika mengalami penurunan produksi yang sangat tajam akibat penyakit tumbuhan. Kopi robusta lebih tahan terhadap hama dan penyakit (Najiyati dan Danarti, 2004).

Prasmatiwi, Irham, Suryantini, dan Jamhari (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tanaman kopi mulai belajar berproduksi pada tahun ke-3, dengan hasil produksi yang belum tinggi. Pada tahun ke-4 dan ke-5, produksi kopi mencapai produksi yang tinggi atau sering disebut “ngagung”. Petani kopi dapat memperoleh hasil produksi hingga umur tanaman lebih dari 25 tahun. Selama umur produksi, produktivitas kopi dapat mencapai 1.000-2.800 kg per hektar.

(31)

sinar matahari langsung dalam jumlah banyak, terutama pada akhir musim

kemarau atau awal musim hujan, sehingga tanaman kopi membutuhkan naungan. Tanaman naungan dan tanaman pencampur yang biasa ditanam di lahan kopi adalah jengkol, petai, durian, lada, pisang, dan cengkeh. Manfaat dari tanaman naungan dan tanaman pencampur dapat menutupi sebagian dari biaya investasi usahatani kopi sebelum tanaman kopi menghasilkan.

Biaya yang dibutuhkan dalam usahatani kopi berupa biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan petani pada awal penanaman kopi sampai tanaman kopi belum menghasilkan, terdiri dari biaya untuk mendapatkan lahan dan pembukaan lahan, biaya memperoleh peralatan, bibit tanaman kopi, naungan, dan pencampur, serta biaya untuk pemeliharaan tanaman kopi sebelum menghasilkan seperti pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Menurut Prasmatiwi et al. (2010), pada tahun ke-1 petani mengeluarkan biaya lahan dan peralatan yang tinggi, dan tahun ke-2, biaya usahatani kopi adalah paling kecil dan kemudian naik lagi pada tahun ke-3 dan ke-4. Setelah tanaman kopi menghasilkan, umumnya biaya yang dikeluarkan petani untuk pengelolaan usahatani kopi sama setiap tahunnya. Perbedaan biaya akan terjadi pada kegiatan panen dan penggilingan hasil, dimana kebutuhan tenaga kerja pada kegiatan ini bergantung pada produksi kopi yang dihasilkan.

(32)

15

[image:32.595.106.549.148.349.2]

produksi, seperti biaya pembelian pupuk, obat-obatan, dan karung. Biaya dan keuntungan tanaman kopi dari umur 1-25 tahun dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Biaya dan keuntungan usahatani kopi di kawasan hutan lindung

Kabupaten Lampung Barat

Sumber: Prasmatiwi et al, 2010

Biaya usahatani kopi cenderung sama dari tahun ke-3 sampai tahun ke-25, yaitu saat tanaman kopi menghasilkan. Biaya tertinggi pada saat tahun pertama tanaman kopi ditanam. Manfaat kopi dimulai dari tahun ke-3 dan meningkat ditahun ke-4. Dari tahun ke-4 sampai tahun ke-25 perkembangan hasil kopi naik turun bergantung pada cuaca dan pemeliharaan tanaman kopi.

2. Pertanian Berkelanjutan

Pertanian berkelanjutan dinilai sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan lingkungan dan sosial yang selama ini terabaikan dengan kepentingan ekonomi dari pihak yang tidak bertanggungjawab. Keberlanjutan dalam pertanian bersandar pada prinsip bahwa hendaknya pemenuhan kebutuhan pada saat ini 5000

15000 20000

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25

Biaya

Manfaat

(33)

tidak mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia memiliki tingkat kepentingan yang sama (Sopandie et al., 2012).

Sejalan dengan konsep pertanian berkelanjutan yang dikemukakan oleh Sopandie

et al. (2012), Basuni (2012) mengungkapkan bahwa pengelolaan sumber daya alam hayati secara berkelanjutan adalah upaya untuk mempertahankan manfaat sumber daya alam hayati sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kerusakan dan menjadi beban bagi orang lain. Prinsip dasar pengelolaan sumber daya alam hayati secara berkelanjutan adalah konservasi sumber daya alam hayati, yaitu pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaanya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati dan nilainya.

Untuk lebih memperjelas makna dari pertanian berkelanjutan, terdapat beberapa definisi dari pertanian berkelanjutan. Namun, tidak ada kesepakatan untuk mendefinisikan pertanian berkelanjutan secara pasti, setiap negara bahkan setiap kelompok masyarakat memiliki definisi yang berbeda tentang pertanian

berkelanjutan. Youngberg dan Harwood (1989) dalam buku Merevolusi Revolusi Hijau mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai suatu cara meningkatkan pangan yang sehat bagi konsumen dan pakan bagi ternak, tidak membahayakan lingkungan, sangat manusiawi bagi pekerja/petani, memperlakukan hewan ternak secara bermartabat, memberikan pendapatan yang adil bagi petani, dan

(34)

17

[image:34.595.110.528.171.415.2]

Pada prinsipnya pertanian berkelanjutan memiliki tujuan untuk mengintegrasikan tiga dimensi, yaitu kelayakan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan keadilan sosial bagi masyarakat.

Gambar 3. Unsur-unsur pembangunan pertanian berkelanjutan Sumber: Basuni, 2012

a. Dimensi ekonomi

Dimensi ekonomi dalam sistem budidaya kopi yang berkelanjutan mengacu pada perhitungan untung rugi, baik untuk petani ataupun orang lain, untuk jangka pendek dan jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem ekologi atau diluar sistem ekologi. Alasan peningkatan ekonomi tidak cukup menjadi alasan untuk mengeksploitasi sumber daya alam. Eksploitasi sumber daya alam hanya akan menguntungkan dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang dampak ekonomi dan ekologis akan merugikan.

 Pertumbuhan  Efisiensi  Stabilitas

EKONOMI

SOSIAL  Pemberdayaan  Inklusi/konsultasi  governance

LINGKUNGAN  Resiliensi/biodiversity

 Sumber daya alam  Polusi

Keadlian intergenerasi Nilai/ budaya

Kemiskinan Keadilan Keberlanjutan Perubahan iklim

 Keadilan intergenerasi  Kebutuhan dasar

 Valuasi/ internalisasi  Munculnya dampak EKONOMI

(35)

Keberlanjutan ekonomi yang diharapkan adalah dengan memaksimumkan aliran

income yang dapat dihasilkan dengan paling sedikit mempertahankan cadangan aset (modal) yang menghasilkan onput bermanfaat. Aset-aset yang perlu dipertahankan dan dijaga keberlanjutannya antara lain manufaktur, alam, modal manusia dan sosial. Aset-aset yang dipertahankan tersebut akan menjamin stabilitas dan pertumbuhan output dalam jangka panjang pada usahatani yang berkelanjutan.

b. Dimensi lingkungan

Pembangunan dalam pengertian lingkungan merupakan perhatian baru yang berhubungan dengan kebutuhan untuk mengelola sumber daya alam langka secara bijaksana. Dimensi lingkungan seringkali diabaikan untuk kepentingan ekonomi. Seiring dengan pengetahuan manusia, lingkungan mulai diperhatikan

keberlanjutannya. Karena kesejahteraan manusia pada akhirnya bergantung pada jasa-jasa ekologis. Mengabaikan jasa ekologis akan merusak prospek

pembangunan jangka panjang.

Keberlanjutan lingkungan berfokus pada viabilitas dan fungsi normal dari sistem-sistem alam. Untuk sisitem-sistem-sistem ekologi, keberlanjutan ditentukan oleh

resiliensi, kekuatan, dan organisasi ekositem. Kegiatan usahatani yang

mengabaikan lingkungan akan menimbulkan degradasi sumber daya alam, polusi, dan kehilangan biodiversitas yang dapat mengganggu karena menambah

(36)

19

c. Dimensi sosial

Keberlanjutan sosial sejajar dengan keberlanjutan lingkungan. Mengurangi kerentanan dan mempertahankan kemampuan sistem-sistem sosio-budaya untuk bertahan terhadap terpaan-terpaan dampak dari kesenjangan hasil usaha

merupakan hal yang penting. Peningkatan modal manusia (melalui pendidikan) dan penguatan nilai-nilai sosial, kelembagaan-kelembagaan, dan tata kelola merupakan aspek kunci.

Kehidupan sosial petani sangat erat jika dilihat dari budaya yang ada di daerah pedesaan, sebagai tempat tinggal petani. Keberlanjutan sosial disini berusaha mempertahankan hubungan sosial antar petani, dan petani dengan masyarakat luas. Kesenjanganan yang akan terjadi dengan melakukan pemberdayaan, inklusi, keadilan, dan pemerataan governance.

3. Usahatani Kopi yang Berkelanjutan

Tanaman kopi merupakan jenis tanaman perkebunan yang memiliki umur ekonomis yang lama dan membutuhkan unsur hara yang banyak dari lahan. Untuk menanam kopi, ada biaya lingkungan yang harus dikorbankan, seperti unsur hara, organisme alami, dan beberapa spesies pohon asli yang ada di lahan. Untuk tetap menjaga keseimbangan lingkungan, usahatani kopi harus

dilaksanakan dengan sistem berkelanjutan.

(37)

dipertanggungjawabkan secara lingkungan dan sosial. Konsumen kopi dunia menginginkan produk kopi yang dikonsumsinya bebas dari bahan kimia

berbahaya, tidak berasal dari usahatani yang menyiksa hewan dan memperbudak tenaga kerja.

Usahatani kopi yang berkelanjutan mengusahakan agar kebun kopinya dapat memberikan manfaat secara ekonomi juga dapat memberikan manfaat secara ekologis dan secara sosial dapat diterima oleh masyarakat sekitar (Prasmatiwi et al., 2010). Dari aspek ekonomi, usahatani kopi telah menyumbang devisa negara dan penghasilan bagi petani. Usahatani kopi juga dapat membuka lapangan pekerjaan dan membantu meningkatkan pendapatan bagi masyarakat sekitar untuk mengurangi kesenjangan sosial. Sedangkan dari aspek lingkungan, kebun kopi mematuhi larangan praktik pertanian yang dapat mengurangi kelestarian lingkungan seperti penggunaan obat-obatan kimia yang dilarang, penebangan pohon, dan penangkapan hewan liar.

Petani kopi harus memperhatikan aspek lingkungan dan sosial disetiap kegiatan usahataninya, dari penyediaan sarana produksi sampai pemasaran hasil. Kegiatan usahatani kopi meliputi persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemupukan, pemangkasan, penyambungan dan penyetekan, pengendalian hama dan penyakit, pemanenan, penggilingan, penjemuran, dan pemasaran (Syakir, 2010).

(38)

21

lingkungan. Pengendalian hama dan penyakit di kebun kopi juga harus

mengurangi penggunaan bahan aktif yang telah dilarang oleh pihak nasional atau internasional. World Health Organization (WHO) adalah organisasi kesehatan dunia yang telah menetapkan bahan aktif pestisida kelas Ia, Ib, dan II sebagai bahan aktif pestisida yang berbahaya (SAN, 2010).

Selain lingkungan, kesehatan dan hubungan sosial masyarakat harus diperhatikan dalam melaksanakan kegiatan usahatani kopi. Tenaga kerja yang melakukan kegiatan berbahaya seperti penyemprotan bahan aktif kelas Ia, Ib, dan II harus menggunakan alat pelindung diri. Kebun kopi juga tidak boleh mempekerjakan anak dibawah umur dan mempekerjakan buruh melebihi standar jam kerja yang telah ditetapkan. Pembayaran upah pekerja juga harus tepat waktu sesuai dengan perjanjian antara pemilik kebun dan buruh.

Peraturan dalam usahatani kopi tersebut dilakukan atas dasar untuk membangun usahatani kopi yang berkelanjutan. Petani kopi harus mengetahui cara melakukan usahatani yang memperhatikan lingkungan dan sosial masyarakat selain untuk meningkatkan pendapatan. Karena sebagian besar kebun kopi diusahakan oleh petani kecil, maka perlu adanya lembaga yang membina petani dalam

(39)

4. Sertifikasi Kopi

Sejumlah negara telah menetapkan berbagai ketentuan terhadap kopi yang masuk ke wilayah negaranya. Seperti Amerika telah mensyaratkan UU Food

Safety, Jepang melalui Kementerian Kesehatan menerapkan batas maksimum

Residu Chamical, Eropa telah lama menerapkan atas maksimum kandungan

Ochratoxin A pada produk kopi, pada Tahun 2015 negara yang tergabung dalam European Union menerapkan bahwa seluruh komoditas yang masuk ke negaranya harus bersertifikat (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013c).

Lembaga yang menerbitkan sertifikat kopi yang diakui oleh negara konsumen kopi saat ini antara lain Organic,UTZ, Rainforest Alliance, Fair Trade, Bird Friendly Coffee dan 4C. Jenis-jenis sertifikasi kopi tersebut memiliki sistem dan standar yang berbeda-beda, seperti pada pemberian harga premium, keanggotaan sertifikasi dan elemen pokok yang mempengaruhi. Perbedaan sifat beberapa jenis sertifkasi dapat dilihat pada tabel 5.

(40)
[image:40.842.84.842.138.478.2]

11

Tabel 5 . Perbedaan sifat beberapa jenis sertifikasi kopi

Keterangan Organic Fair Trade Rainforet Alliance Birtd Friendly UTZ Certified 4C

Elemen pokok dalam sertifikasi Lingkungan, produktivitas, dan standar proses Sosial, ekonomi, lingkungan, organisasi Manajemen, konservasi

lingkungan, ekosistem, UU tenaga kerja, keuntungan komunitas

Biofisik kriteria (naungan) Sosial, lingkungan, ekonomi, keamanan pangan Ekonomi, sosial, lingkungan Keanggotaan dalam sertifikasi Semua pihak kecuali yang tidak berhubungan dengan proses dan penjualan

Semua pihak yang sudah terdaftar dalam sertifikasi

Semua pihak dari produsen hingga penjual

Semua pihak yang sudah terdaftar dalam sertifikasi

Semua pihak yang sudah terdaftar dalam sertifikasi Semua pihak yang sudah terdaftar dalam sertifikasi Ketelusuran sistem sertifikasi Dijamin dari pembeli hingga produsen Dijamin dari pembeli hingga produsen

Dijamin dari pembeli hingga produsen Dijamin dari pembeli hingga produsen Dijamin dari pembeli hingga produsen Dijamin dari pembeli hingga produsen Perbedaan harga

dengan petani non sertifikasi

Ada Ada Ada Ada Ada Tidak

Harga Premium USD 0,255/pon USD 1,25-0,1/pon Diwujudkan dengan membantu melakukan efisiensi,

meningkatkan kualitas dan mengkontrol biaya produksi

USD 0,05-0,1/pon USD 0,05/pon Tidak memiliki

Biaya yang dikeluarkan produsen Biaya inspeksi (biasanya ditanggung negara)

Biaya proses audit Biaya audit Akomodasi

inspektor, biaya penggunaan logo

Biaya (fee) auditor Biaya keanggotaan

Biaya yang dikeluarkan pembeli

Sekitar USD 700-3000/ tahun

Tidak dikenakan biaya tetapi harus membayar dengan harga premium

USD 1,5/pon kopi beras USD 100/ tahun USD 0,012/pon Tergantung pada posisi

keanggotaan dalam sertifikasi

Sumber: Ardiyani dan Erdiansyah, 2012

(41)

Salah satu lembaga sertifikasi yang dijalankan di Indonesia adalah sertifikasi

Rainforets Alliance (RA). Sertifikasi RA juga telah dijalankan di Kabupaten Tanggamus, Lampung selama kurang lebih 3 tahun (Nedcoffee, 2013). Lembaga sertifikasi Rainforets Alliance (RA) memiliki perbedaan dengan lembaga

sertifikasi lainnya, yaitu berisi tentang manajemen, konservasi lingkungan, ekosistem, UU tenaga kerja, keuntungan komunitas. Elemen pokok dalam sertifikasi RA disusun untuk mendukung usahatani kopi yang berkelanjutan.

5. Sertifikasi Rainforest Alliance (RA)

Rainforest Alliance (RA) adalah sekretariat dari sustainable agricultural network

(SAN) yang mengurus tentang sistem sertifikasi. Kebun petani dapat disertifikasi dan menggunakan label Rainforest Alliance jika telah memenuhi standar dari SAN. Sustainable agricultural network (SAN) merupakan sebuah koalisi dari organisasi konservasi nirlaba independen, nirlaba yang mempromosikan kegiatan pertanian yang berkelanjutan baik secara sosial dan lingkungan dengan

mengembangkan standar (SAN, 2010).

Standar SAN mengacu pada sepuluh prinsip (SAN, 2010), yaitu:

a. Sistem manajemen sosial dan lingkungan, yaitu seperangkat kebijakan dan prosedur manajemen yang dikelola oleh pemilik kebun (petani) untuk

(42)

25

b. Konservasi ekosistem, yaitu upaya yang dilakukan untuk melindungi ekosistem alami seperti tangkapan karbon, penyerbukan tanaman, pengendalian hama, keanekaragaman hayati, serta konservasi tanah dan air. Kebun bersertifikat akan melindungi ekosistem alami dan melakukan kegiatan untuk memulihkan ekositem yang rusak. Penekanan ditempatkan pada pemulihan ekosistem di wilayah yang tidak cocok untuk pertanian, seperti hutan kritis sebagai penyangga air.

c. Perlindungan satwa liar, yaitu kebun yang bersertifikat menjadi tempat

pengungsian bagi satwa liar lokal maupun yang sedang migrasi terutama untuk spesies yang terancam atau hampir punah. Kebun juga melakukan program untuk regenerasi dan pemulihan ekosistem penting untuk satwa liar. d. Konservasi air, kebun yang bersertifikat melakukan kegiatan untuk

melestarikan air dan menghindari pemborosan air. Kebun mencegah

kontaminasi pada air permukaan dan air bawah tanah dengan pemulihan dan pemantauan air limbah.

e. Perlakuan yang adil dan kondisi kerja yang baik untuk pekerja, kebun

bersertifikat memiliki kewajiban untuk membayar upah dan memberi jam kerja yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kebun tidak membeda-bedakan dan tidak menggunakan pekerja paksa atau pekerja dibawah umur, sebaliknya, kebun menawarkan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar.

(43)

g. Hubungan kemasyarakatan, kebun yang tersertifikasi adalah tetangga yang baik. Petani berhubungan baik dengan tetangga, komunitas sekitar, dan kelompok-kelompok kepentingan lokal.

h. Pengelolaan tanaman terpadu, kebun tersertifikasi berkontribusi untuk menghapus produk-produk kimia yang memiliki dampak negatif melalui pengelolaan tanaman yang terpadu untuk mengurangi resiko penyebaran hama penyakit. Untuk mengurangi penggunaan secara berlebihan dan limbah agrokimia, kebun yang disertifikasi memiliki prosedur dan peralatan untuk mencampur produk kimia dan merawat serta mengkalibrasi peralatan yang digunakan untuk aplikasi agrokimia.

i. Pengelolaan dan konservasi tanah, kebun tersertifikasi melakukan kegiatan yang mencegah atau mengendalikan erosi tanah dan dengan demikian mengurangi hilangnya kandungan hara tanah dan dampak negatif terhadap badan air.

j. Pengelolaan limbah terpadu, kebun yang tersertifikasi bersih dan rapih. Tempat pembuangan akhir dari limbah kebun dikelola dan dirancang untuk meminimalisir kemungkinan adanya dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.

Tujuan standar ini adalah mendorong perkebunan untuk menganalisa dan melakukan tindakan agar mengurangi risiko lingkungan dan sosial yang disebabkan oleh kegiatan pertanian melalui proses yang mendorong perbaikan yang berkesinambungan. Standar ini didasarkan pada perhatian terhadap

(44)

27

Untuk mencapai sertifikasi Rainforest Alliance, standar minimal yang harus dicapai oleh petani adalah memenuhi 80% dari semua kriteria (terdapat 99 kriteria), memenuhi 50% dari masing-masing prinsip (terdapat 10 prinsip), dan memenuhi semua kriteria wajib (terdapat 15 kriteria wajib).

Sertifikasi Rainforest Alliance bermanfaat untuk membantu petani menanggung perubahan yang tidak menentu di pasar global. Sertifikasi Rainforest Alliance membantu untuk perbaikan manajemen pertanian, negosiasi leverage, dan akses ke pasar premium. Dengan menerapkan sistem pertanian berkelanjutan

manajemen SAN melalui lembaga sertifikasi RA, petani dapat mengontrol biaya, mendapatkan efisiensi, dan meningkatkan kualitas tanaman.

Selanjutnya, manfaat yang ditimbulkan dari sertifikasi RA adalah manfaat ekologis. Sertifikasi Rainforest Alliance mendorong petani untuk menanam tanaman dan mengelola kebun tersertifikasi secara berkelanjutan. Karena sistem sertifikasi RA dibangun di atas tiga pilar keberlanjutan, yaitu perlindungan lingkungan, keadilan sosial dan kelangsungan hidup ekonomi, keberhasilan jangka panjang tidak dapat didukung oleh satu pilar. Sertifikasi RA membantu petani menjalankan ketiga pilar tersebut. Pada akhirnya petani sertifikasi dan masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya dan melindungi lingkungan sekitar.

6. Teori Keputusan

Keputusan adalah proses penilaian akan suatu masalah yang kemudian

(45)

proses pemilihan yang didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin. Petani adalah seseorang yang memiliki peranan penting dalam pengambilan keputusan untuk usahatani yang dikelolanya. Petani sebagai pemilik usahatani, yang mengambil keputusan akan perubahan atau inovasi yang

disarankan untuk usahataninya.

Menurut Mosher (1997), kebanyakan ketentuan mengenai pertanian dibuat oleh petani sebagai individu, namun petani mengambil keputusan dalam hubungan keanggotaannya dalam suatu keluarga. Lebih lanjut, Mosher (1997)

mengungkapkan bahwa petani membuat suatu keputusan atas dasar demi kepentingan keluarganya dan dalam pengaruh anggota keluarganya terhadap dirinya, karena ketergantungan keluarga pada hasil usahatani, maka anggota keluarga mungkin mendesak petani untuk mengambil keputusan tertentu atau melakukan teknik tertentu. Hal ini menunjukan bahwa dalam proses pengambilan keputusan petani tidak dilakukan oleh pemikiran sendiri, melainkan terdapat faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut.

Faktor pengambilan keputusan didukung oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal dan eksternl tersebut antara lain (Nasution ,1996):

1. Faktor pribadi

- Kontak dengan sumber sumber informasi di luar masyarakatnya. - Keaktifan mencari sumber informasi.

(46)

29

2. Faktor lingkungan

- Tersedianya media komunikasi. - Adanya sumber informasi secara rinci. - Pengaruh pengalaman dari petani lain. - Faktor faktor alam.

- Tujuan dan minat keluarga.

Selain faktor tersebut, Mardikanto (1996) mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan berupa faktor sosial, yaitu meliputi faktor umur, tingkat pendidikan, tingkat mobilitas, tingkat partisipasi dalam kelompok atau organisasi, sikap kekeluargaan, sikap terhadap penguasa, kosmopolitan, pengalaman

usahatani, luas lahan, tingkat pendidikan , dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik sosial ekonomi petani tersebut mempengaruhi petani dalam

mengidentifikasi suatu masalah atau inovasi, mencari dan menilai alternatif, dan kemudian memutuskan. Mengacu pada hasil penelitian Hindarti, Muhaimin, dan Soemarno (2012), bahwa karakteristik sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani adalah luas lahan, pengalaman dan pendapatan. Sedangkan hasil penelitian Cahyono, (2011) faktor umur dan tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap keputusan petani. Sehingga, faktor-faktor yang digunakan untuk mengukur pengambilan keputusan petani adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani, luas lahan dan pendapatan.

(47)

menyikapi perubahan terhadap inovasi teknologi, berbeda halnya dengan petani muda. Petani yang berusaia sekitar 50 tahun ke atas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja, dan cara hidupnya. Petani tersebut bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru dan inovaso, semakin muda umur petani, maka semakin tinggi semangatnya mengetahui hal baru, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk cepat melakukan adopsi meskipun mereka masih belum berpengalaman soal adopsi tersebut (Kartasapoetra, 1994).

Tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melaksanakan adopsi inovasi. Tingkat pendidikan yang dimiliki petani akan menunjukan tingkat pengetahuan dan wawasan yang luas agar petani dapat menerapkan apa yang diperoleh untuk peningkatan usahataninya. Pendidikan yang rendah

mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia (Kartasapoetra, 1994).

Faktor lainnya yang mempengaruhi keputusan petani adalah lamanya berusahatani. Menurut Soekartawi (2001), pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula atau petani baru. Petani yang sudah lama berusahatani akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan dimikian pula dengan penerapan teknologi.

(48)

31

sehingga mengusahakan kebunnya secara tradisional, kemampuan permodalannya juga terbatas dan bekerja dengan alat sederhana. Sehingga, petani dengan luas lahan besar cenderung akan menerima inovasi dengan cepat.

Faktor-faktor pengambilan keputusan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Menurut Firdaus (2008), terdapat 4 tahap proses pengambilan keputusan, yaitu:

a. Mengidentifikasi masalah, tahap ini merupakan yang paling sulit, seiring dijumpai antara gejala dan masalah yang sesungguhnya terjadi kerancuan. Apabila masalah telah dapat dirumuskan secara jelas maka dapat ditangani secara mudah.

b. Merumuskan berbagai alternatif, seorang pengambil keputusan harus

menentukan berbagai alternatif penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi. Alternatif dapat dirumsukan dengan mempertimbangkan pengalaman di waktu yang lalu.

c. Menganalisis alternatif, yaitu mempertimbangkan mengenai laba rugi untuk setiap alternatif, karena menyangkut tujuan jangka panjang dan pendek subuah usaha.

(49)

7. Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah penerimaan dari hasil produksi yang telah dikurangi oleh biaya produksi dalam usahatani. Menurut Soekartawi (1995), biaya

usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam usahatani. Secara matematis untuk menghitung pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut:

π = Y. Py –Σ Xi.Pxi – BTT

Keterangan :

π : Pendapatan (Rp)

Y : Hasil produksi (Kg)

Py : Harga hasil produksi (Rp)

Xi : Faktor produksi (i = 1,2,3,….,n)

Pxi : Harga faktor produksi ke-i (Rp)

BTT : Biaya tetap total (Rp)

Usahatani kopi merupakan usahatani tanaman tahunan, sehingga biaya-biaya yang digunakan dalam usahatani kopi bersifat jangka panjang (long term), namun dalam penelitian ini biaya yang dihitung untuk pendapatan usahatani kopi hanya biaya yang dikeluarkan petani dalam satu tahun. Program sertifikasi Rainforest Alliance (RA) di daerah penelitian baru berjalan kurang dari tiga tahun, sehingga untuk melihat manfaat sertifikasi RA dalam meningkatkan pendapatan petani kopi sertifikasi diukur selama dua tahun terakhir.

(50)

33

dan biaya atau yang biasa disebut analisis R/C (Return Cost Ratio). Rumus untuk menghitung nisbah R/C adalah:

R/C = PT/ BT

dimana, R/C : nisbah penerimaan dan biaya PT : penerimaan total (Rp)

BT : biaya total (Rp)

Kriteria pengukuran pada R/C (Return Cost Ratio) adalah :

a. Jika R/C > 1, artinya usahatani yang dilakukan menguntungkan. b. Jika R/C < 1, artinya usahatani yang dilakukan merugikan.

c. Jika R/C = 1, artinya usahatani yang dilakukan berada pada titik impas (Break Even Point), yaitu tidak menguntungkan dan tidak pula merugikan.

8. Penelitian Terdahulu

Kajian penelitian terdahulu diperlukan sebagai bahan referensi dan penuntun dalam penentuan metode dalam menganalisis data penelitian. Penelitian ini mengkaji analisis produktivitas, efisiensi, pendapatan, dan peningkatan kualitas usahatani kopi. Selain itu, mengkaji manfaat dari program sertifikasi kopi dalam mengembangkan usahatani kopi yang berkelanjutan dipandang dari aspek

ekonomi, lingkungan, dan sosial, serta mengkaji faktor-faktor yang

(51)

Tabel 6. Penelitian terdahulu No Peneliti

(Tahun)

Judul Hasil penelitian Metode

1 Juwita (2013) Manfaat Pembinaan dan Verifikasi Kopi

dalam Upaya

Peningkatan Mutu Kopi (Studi Kasus: Program Verifikasi Binaan Pt Nestlé Indonesia Di Kabupaten Tanggamus)

1)Pembinaan dan verifikasi memberikan manfaat finansial kepada petani. Analisis kelayakan financial petani terverifikasi lebih tinggi dibandingkan petani non-verifikasi,

2)Menurut persepsi petani, program pembinaan dan verifikasi dapat memberikan manfaat dalam dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. 3) Menurut persepsi petani, program pembinaan dan verifikasi dapat memberikan manfaat terhadap peningkatan mutu kopi yang dihasilkan.

1) Analisis kelayakan finansial, 2) Analisis incremental, 3) Analisis sensitivitas

2 Chairawaty (2012)

Dampak Pelaksanaan Perlindungan

Lingkungan melalui Sertifikasi Fair Trade (Studi Kasus: Petani Kopi Anggota Koperasi Permata Gayo,

Kabupaten Bener Meriah, Naggroe Aceh Darussalam)

Setelah mendapatkan sertifikasi fair trade (FT) dampak yang dirasakan oleh petani kopi KPG cenderung lebih besar dirasakan pada dampak ekonomi, yaitu berkurangnya biaya pembelian input kimia. Instrumen ekonomi sangat efektif untuk membuat petani tergerak melakukan perlindungan lingkungan. Pemberian pemahaman kepada para petani akan prinsip keseimbangan dan peran dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam FT ini akan memakan waktu yang cukup lama, jika tidak diiringi dengan penerapan strategi komunikasi yang tepat.

Pendekatan kualitatif dengan metode survei berupa wawancara, snowbell, observasi, dan studi literatur.

(52)

33

3 Hindarti, et al (2012)

Analisis Respon Petani Apel Terhadap

Penerapan Sisitem Pertanian Organik Di Bumiaji, Batu

Berdasarkan hasil analisis menggunakan model logit menunjukkan bahwa luas lahan, jumlah anggota keluarga, pengalaman dan pendapatan berpengaruh terhadap keputusan petani apel untuk menerapkan sistem pertanian organik. Variabel yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap keputusan petani untuk menerapkan sistem pertanian organik adalah

pendapatan usahatani apel. Sedangkan variabel umur dan pendidikan petani tidak berpengaruh terhadap keputusan petani untuk menerapkan sistem pertanian organik.

Metode Analisis Logistik

4 Saragih (2012) Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Ekologi terhadap Produksi Kopi Arabika Spesialti dalam Pengembangan

Ekonomi Lokal di Kabupaten Simalungun

1) Simalungun menunjukan bahwa faktor ekologi memiliki peran penting dalam pengembangan kopi arabika spesialti di dataran tinggi Simalungun. Peningkatan penerapan variabel ekologi di tingkat usahatani akan berperan ganda dalam meningkatkan produktivitas, kualitas kopi serta mendukung keberlanjutan produksi kopi secara ekologis,

2) Produktivitas kopi arabika sertifikat lebih rendah (8%) dari produktivitas kopi arabika non-sertifikat. Sementara harga kopi sertifikat hanya sedikit lebih tinggi (3,57%) daripada harga kopi non-sertifikat. Diperlukan upaya untuk meningkatkan harga premium kopi menjadi 26% agar pendapatan petani kopi sertifikat lebih tinggi sebesar 25% dibandingkan dengan pendapatan petani non-sertifikat. Usahatani kopi arabika spesialti memberikan kontribusi 3,27% dalam pendapatan wilayah dan 8,29% dalam penyerapan tenaga kerja Kabupaten Simalungun.

1) Multi-stage cluster sampling (MSCS),

2) Teknik probabilityproportional- to-size (PPS),

3) Regresi linier berganda

(53)

5 Prasmatiwi et al.

(2010)

Analisis Keberlanjutan Usahatani Kopi di Kawasan Hutan Kabupaten Lampung Barat dengan

Pendekatan Nilai Ekonomi Lingkungan

Usahatani kopi di kawasan hutan di Lampung Barat layak untuk dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh petani kopi lebih besar dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan. NPV usahatani kopi di kawasan hutan sebesar Rp17.719.505/ha, BCR 1,86 dan IRR 24,96%. Usahatani kopi naungan kompleks multiguna paling menguntungkan yaitu memberikan nilai NPV paling tinggi sebesar

Rp18.759.216/ha. Usahatani kopi

di kawasan hutan menjadi tidak layak atau tidak berkelanjutan (NPV negatif) bila total biaya lingkungan dan biaya sosial mencapai lebih besar dari US$536/ha. Bila biaya ekster-nalitas US$458 maka besarnya NPV adalah Rp1.648.633/ha, BCR 1,04 dan IRR

26,88%.

Analisis finansial dan ekonomi Regresi logistik ordinal

6 Donaghue (2008)

Peran Informasi dalam Proses Sertifikasi Organik

Keterlibatan petani kecil dalam proses sertifikasi kopi organik dapat memberikan keuntungan baik langsung maupun tak langsung. Keuntungan sosial-ekonomis langsung yaitu price premium dan mengurangi pemakaian bahan kimia, yang biasanya sangat mahal bagi produsen kecil. Keuntungan tak langsung yang didapatkan petani kecil dalam proses sertifikasi ini adalah lebih banyaknya kesempatan bagi para

produsen untuk meningkatkan nilai tambah produknya, karena kemitraan di tingkat lokal dan internasional dapat meningkatkan akses pasar petani ke pasar baru selain informasi baru. Biasanya, petani kecil tidak

Deskriptif Kualitatif

(54)

35

6 Donaghue (2008)

Peran Informasi dalam Proses Sertifikasi Organik

mengetahui tentang pasar mereka, termasuk standar kualitas yang diinginkan oleh pasar, namun

keterlibatan produsen kecil dalam proses sertifikasi ini dapat menguntungkan karena informasi dari mitra-mitra yang lebih dulu tahu bisa diakses oleh petani itu.

7 Budidarsono dan Wijaya (2004)

Praktek Konservasi dalam Budidaya Kopi Robusta dan

Keuntungan Petani

Praktek budidaya kopi multistrata yang dipercaya dapat memiliki fungsi lindung bagi daerah aliran sungai, secara finansial ternyata mampu memberikan keuntungan bagi petani dan sekaligus menyediakan lapangan pekerjaan di pedesaan secara berkelanjutan.

Matrix Analisis

Kebijakan atau Policy Analysis Matrix (PAM)

8 Evayanti, Rusmadi, dan Ratina (2004) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Mengusahakan Usahtani Nenas di Desa Sungai Merdeka

1)Pendapatan yang diperoleh dari usahatani nenas dan usahatani non nenas terdapat perbedaan nyata.

2)Keputusan petani mengusahakan usahatani nenas di Desa Sungai Merdeka dipengaruhi

sangat nyata oleh faktor pendapatan dan harga di tingkat petani.

3)Faktor luas lahan dan tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh nyata terhadap keputusan petani

untuk mengusahakanusahatani nenas.

(55)

B.Kerangka Pemikiran

Konsumsi kopi telah meningkat pada lima tahun terakhir dipasar dunia. Bagi negara konsumen, budaya minum kopi telah menjadi ciri khas di masing-masing negara. Kopi yang berkualitas akan lebih menambah cita rasa dari kopi tersebut. Kualitas kopi yang baik dihasilkan oleh usahatani yang dikelola dengan baik pula. Pengelolaan usahatani kopi yang baik akan menjauhkan unsur kimia, kriminalitas tenaga kerja, dan kesenjangan masyarakat dalam pengelolaannya.

Usahatani kopi di Provinsi Lampung masih banyak dikelola oleh petani kecil. Usahatani kopi yang dikelola oleh petani kecil memerlukan pembinaan dan sertifikasi untuk membantu petani dalam menjamin harga dan kualitas kopi agar diterima oleh negara konsumen. Dalam upaya peningkatan harga dan kualitas kopi, sertifikasi Rainforest Alliance (RA) membantu membina petani dalam melakukan usahatani kopi. Selain itu, petani kopi yang telah memperoleh sertifikat RA dapat menggunakan lambang RA pada produknya untuk meningkatkan harga produk, terutama kopi.

(56)

39

Standar SAN menjadi persyaratan untuk petani kopi memperoleh sertifikat RA. Standar SAN tertuang dalam 10 prinsip dengan total 99 kriteria. Melalui program sertifikasi RA, diharapkan akan memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan

lingkungan bagi petani kopi, masyarakat, dan lingkungan sekitar. Standar SAN akan membuat penggunaan input, proses pemeliharaan, panen, dan pasca panen yang dilakukan petani sertifikasi berbeda dengan petani non sertifikasi. Dimana petani sertifikasi akan lebih memperhatikan aspek lingkungan dan sosial tanpa mengabaikan aspek ekonomi dibandingkan dengan petani non sertifikasi dalam proses usahatani kopi.

Secara umum program sertifikasi ini melibatkan petani, pedagang, dan konsumen. Namun, secara nyata dilapangan, pihak yang paling berperan dalam program sertifikasi ini adalah petani sebagai produsen. Agar produk kopi memperoleh sertifikat RA petani harus mengubah cara budidayanya sesuai standar SAN, sehingga ada kemungkinan produksinya akan menurun dalam jangka pendek. Kopi sertifikasi memiliki harga yang lebih tinggi, tetapi dengan penurunan produksi tersebut akan tetap mempengaruhi penerimaan petani sertifikasi,

sehingga perlu dikaji pendapatan petani kopi sertifikasi dan dibandingkan dengan pendapatan petani non sertifikasi.

Selain itu, manfaat keseluruhan dari program sertifikasi RA dalam

(57)

sertifikasi sebagai perbandingan. Dalam melaksanakan usahatani kopi yang berkelanjutan, petani sertifikasi memiliki kewajiban untuk melaksanakan

usahatani kopi yang berkelanjutan karena petani sertifikasi telah bersepakat untuk mengembangkan usahatani kopi lestari. Namun, dalam praktiknya terdapat kemungkinan petani sertifikasi belum sepenuhnya melaksanakan pengelolaan usahatani kopi yang berkelanjutan. Sebaliknya, petani non sertifikasi juga memiliki kemungkinan untuk melaksanakan usahatani kopi yang berkelanjutan, meskipun petani non sertifikasi tidak memiliki kewajiban dalam melaksanakan pertanian berkelanjutan. Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam melaksanakan usahatani kopi yang berkelanjutan perlu dikaji lebih lanjut. Kerangka pikir analisis manfaat sertifikasi kopi dalam mengembangkan usahatani kopi yang berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 4.

C. Hipotesis

Untuk menjawab tujuan penelitian ini, telah disusun hipotesis, yaitu:

(1) Diduga, program sertifikasi Rainforest Alliance dapat mengembangkan usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek ekonomi, yang dilihat dari: a. Produktivitas kopi petani sertifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan

produktivitas kopi petani non sertifikasi.

b. Produktivitas lahan petani sertifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas lahan petani non sertifikasi.

(58)

41

d. Penggunaan biaya pengelolaan lahan petani sertifikasi lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan biaya pengelolaan lahan petani non sertifikasi.

e. Pendapatan lahan petani sertifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan lahan petani non sertifikasi.

f. Praktik pengelolaan petani untuk peningkatan kualitas dan pengontrolan biaya usahatani kopi petani sertifikasi dari lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan kualitas dan pengontrolan biaya kopi petani non sertifikasi.

(2) Diduga, program sertifikasi Rainforest Alliance memberikan manfaat dalam mengembangkan praktik usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek lingkungan.

(3) Diduga, program sertifikasi Rainforest Alliance memberikan manfaat dalam mengembangkan praktik usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek sosial. (4) Diduga umur, pengalaman, luas lahan, pendapatan, jumlah tanggungan,

(59)
[image:59.595.114.555.77.693.2]

Gambar 4. Alur kerangka pikir analisis manfaat sertifikasi kopi dalam meningkatkan usahatani kopi yang berkelanjutan

Usahatani Kopi sertifikasi Usahatani Kopi Non Sertifikasi Sustainable Agricultural Standards Usahatani Kopi Program Sertifikasi Output Proses Input -Faktor Produksi -SDM

-Pemeliharaan -Produk Kopi

Keberlanjutan Usahatani Kopi

Aspek Ekonomi

-Produktivitas Efisiensi Biaya -Pendapatan Lahan

kopi -Praktik

pengelolaan petani untuk peningkatan Kualitas Kopi dan Pengontrolan Biaya Aspek Lingkungan -Praktik pengelolaan usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek lingkungan Aspek Sosial -Praktik pengelolaan usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek sosial

Pengembangan Usahatani Kopi yang

Berkelanjutan

Faktor yang

(60)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

Sertifikasi kopi adalah kegiatan untuk membina petani tentang budidaya kopi yang baik dan benar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan untuk

meningkatkan mutu kopi dan mengajak petani peduli terhadap lingkungan dan keadaan sosial, sehingga usahatani yang dilakukan dapat berkelanjutan.

Manfaat sertifikasi adalah peningkatan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial usahatani kopi, sehingga dapat mengembangkan usahatani kopi yang

berkelanjutan. Manfaat aspek ekonomi dilihat dari peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, pendapatan, dan praktik pengelolaan untuk peningkatan kualitas dan pengontrolan biaya usahatani kopi, sedangkan untuk aspek lingkungan dan sosial dilihat dari praktik pengelolaan usahtani kopi yang berkelanjutan.

Gambar

Tabel 1. Konsumsi kopi dunia tahun 2008-2012
Tabel 2.  Perbandingan volume dan nilai ekspor kopi Provinsi Lampung dan                     Indonesia tahun 2003-2011
Gambar 1.  Harga kopi robusta pasar internasional dan FOB ekspor Lampung
Tabel 3. Luas areal perkebunan kopi rakyat di Propinsi Lampung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peta Jenis Tanah Kecamatan Pancur BatuKabupaten

Biochar diterapkan di tanah sebagai sarana pembenah tanah, meningkatkan produktivitas, menyimpan karbon di dalam tanah, meresap air tanah dan berbagai tujuan

FORMAT LAPORAN MINGGUAN / BULANAN TENAGA PENDAMPING KEGIATAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT PECINTA SENI DAN BUDAYA.. PROGRAM PENGEMBANGAN

Pengambilan data dari dua protokol dapat diperoleh hasil dari setiap parameter QoS meliputi throughput, delay, jitter dan packet loss, kemudian dilakukan

Pada tahap ini juga dilakukan desain tahapan pembelajaran yang akan diterapkan di kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diwujudkan dalam Rencana Pelaksanaan

Persentase Perilaku Harian Anakan Kuntul Kerbau ( Bubulcus ibis ) Pada Tiga Waktu Yang didapatkan dikawasan Hutan Mangrove Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei

Untuk menyamakan persepsi tersebut, pihak Direktur Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Al Furqon Banjarmasin dan Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Cabang Banjarmasin 3

Pengoptimalisasian waktu pengambilan gambar/foto agar waktu yang dipakai dari pengambilan gambar sampai dengan penerimaan device user dapat dipersingkat lagi. Dalam