• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI DMBA"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG

DIINDUKSI 7,12–dimethylbenz(α)antrhacene (DMBA)

Oleh

FERI EKA SUPRATANDA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF GIVING ETHANOL EXTRACT OF SOURSOP LEAVES (Annona muricata Linn) AGAINST

DYMETHYLBENZ(α)ANTHRACENE (DMBA) INDUCED APPEARANCE OF HEPAR HISTHOPATOLOGY

By

FERI EKA SUPRATANDA

Leaves of the soursop (Annona muricata Linn) is a plant that has many benefits and also used as hepatoprotective. Soursop leaves contain flavonoids, alkaloids and acetogenis that can neutralize free radicals or ROS (reactive oxygen species) and also as a cytotoxic. This study aimed to investigate the effect of the leaves extract of soursop (Annonna muricata Linn) against liver cell damage rats (Rattus norvegicus) Sprague Dawley strain by DMBA-induced.

In this study, 25 rats were divided into 5 groups and treated for 30 days. GI (given only distilled water), GII (DMBA only given 75 mg/kg), GIII (DMBA were given 75 mg/kg soursop leaves extract 100 mg/kg), GIV (DMBA were given 75 mg/kg and soursop leaves extract 200 mg/kgBW), and GV (DMBA were given 75 mg/kg and extracts of soursop leaves extract 400 mg/kg).

The result showed that the mean number of liver cell damage are GI: 1.20±0.837; GII 13.20±0.837; GIII 11.80±0.837; GIV 10.80±1.643; GV 10.40±1.140. ANOVA test found a significant difference p value = 0.001 for all groups. In the Post Hoc LSD test found significant differences in GI or p value = <0.05, the GII compared with GIII and GIV was not significant compared with GV also not significant. But if be compared GII with GIV and GV was significant. These results indicate that the ethanol extract of leaves of the soursop can reduce cell damage DMBA-induced rat liver due to its antioxidant content.

(3)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI SEL HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG

DIINDUKSI DMBA

Oleh

FERI EKA SUPRATANDA

Daun sirsak (Annona muricata Linn) adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat dan juga digunakan hepatoprotektor. Daun sirsak mengandung flavonoid dan alkaloid dan acetogenis yang dapat menetralkan radikal bebas atau ROS (reactive oxygen species). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annonna muricata Linn) terhadap kerusakan sel hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA.

Pada penelitian ini, 25 tikus dibagi dalam 5 kelompok dan diberi perlakuan selama 30 hari. KI (hanya diberi aquades), KII (hanya diberi DMBA 75 mg/kgBB), KIII (diberi DMBA 75 mg/kgBB ekstrak Daun sirsak 100 mg/KgBB), KIV (diberi DMBA 75 mg/KgBB dan ekstrak daun sirsak 200 mg/KgBB) dan KV (diberi DMBA 75 mg/KgBB dan ekstrak ekstrak daun sirsak 400 mg/KgBB).

Uji ANOVA didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,000) terhadap semua kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rerata kerusakan sel hepar adalah KI: 1,20±0,837; KII: 13,20±0,837 ; KIII:11,80±0,837; KIV:10,80±1,643; K5:10,40±1,140. Pada uji Post Hoc LSD didapatkan perbedaan bermakna pada K I atau P<0,05, sedangkan pada K II dengan K III tidak bermakna dan K IV dengan K V juga tidak bermakna. Tetapi KII dibandingkan K IV dan K V bermakna. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun sirsak dapat menurunkan kerusakan sel hepar tikus yang diinduksi DMBA akibat kandungan antioksidannya.

(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Kerangka Teori... 7

1.6 Kerangka Konsep ... 11

1.7 Hipotesis ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Sirsak (Annona muricata Linn) ... 12

2.1.1 Deskripsi daun sirsak (Annona muricata Linn) ... 12

2.1.2 Kandungan kimia sirsak (Annona muricata Linn) ... 14

(6)

v

2.2 Hati ... 20

2.2.1 Anatomi Hati ... 20

2.2.2 Fisiologi Hati ... 22

2.2.3 Histologi Hati. ... 24

2.2.4 Histopatologi Hati. ... 27

2.3 Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA)... 31

2.3.1 Deskripsi Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA). ... 31

2.3.2 Mekanisme Aksi Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA). ... 32

2.5 Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley. ... 34

III. METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Desain Penelitian ... 37

3.2 Tempat dan Waktu ... 37

3.3 Populasi dan Sampel ... 37

3.4 Bahan dan Alat Penelitian ... 39

3.4.1 Bahan Penelitian. ... 39

3.4.2 Bahan Kimia . ... 39

3.4.3 Alat Penelitian. ... 40

3.5 Prosedur Penelitian... 41

3.5.1 Prosedur Pemberian Ekstrak Daun Sirsak ... 41

3.5.1.1 Metode Pembuatan Ekstrak Daun Sirsak ... 41

3.5.1.2 Prosedur Pemberian Ekstrak Daun Sirsak ... 41

3.5.2 Prosedur Pemberian Dosis DMBA ... ...42

3.5.2.1 Prosedur Pemeliharaan Hewan Coba. ... 43

3.5.2.2 Prosedur Penelitian ... 44

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional ... 50

3.6.1 Identifikasi Variabel ... 50

3.6.2 Definisi Operasional Variabel ... 50

3.7 Analisis Data ... 52

(7)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1. Hasil Penelitian ... 54

4.1.1. Gambaran histopatologi hepar tikus ... 54

4.1.2. Analisis histopatologi kerusakan hepar tikus ... 57

4.2. Pembahasan ... 60

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1Simpulan ... 70

5.2Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori ... 10

2. Kerangka Konsep ... 11

3. Tanaman Sirsak ... 16

4. Annonaceus Acetogenin ... 18

5. Gambaran makroskopik hati manusia dari anterior ... 24

6. Lobulus hepatik ... 26

7. Gambaran mikroskopik dengan perbesaran 30x hati manusia ... 27

8. Pembengkakan sel disertai vakuolisasi ... 28

9. Struktur kimia DMBA ... 31

10. Mekanisme kerja DMBA ... 34

11. Diagram alur penelitian ... 49

12. Gambar histopatologi hepar tikus . ... 55

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley…...35

2. Definisi Operasional... 51

3. Rerata kerusakan sel hepar tikus yang diberikan ekstrak daun sirsak. ... 57

4. Analisis Saphiro-Wilk gambaran kerusakan sel hepar pada ekstrak daun

sirsak... 59 5. Hasil uji statistik jumlah kerusakan sel hepar perbandingan antar kelompok

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Hasil Analisis Statistik Histopatologi Hepar Tikus. ... 78

B. Hasil Pengamatan ... 82

C. Gambaran Histopatologi Hepar Tikus. ... 83

D. Foto-Foto Penelitian. ... 85

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hati merupakan organ yang paling penting dalam pengaturan homeostasis

tubuh yang meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan

imunologi. Sel–sel hati atau hepatosit mempunyai regenarasi yang cepat. Oleh

karena itu hati akan dapat mempertahankan fungsinya apabila terjadi kerusakan

yang ringan, akan tetapi akan menjadi fatal jika kerusakan manjadi berat dan

serius. Penyebab tersering adalah akibat virus, efek toksik obat, racun, jamur

dan lain sebagainya. Di Indonesia prevalensi belum diketahui secara pasti,

tetapi menurut World Health Organization (WHO) penyakit hati ini menjadi

penyakit endemik di Indonesia dan menjadi penyebab kematianyang tergolong

tinggi (Depkes, 2007).

Berbagai macam mekanisme terlibat dalam kerusakan hepar, diantaranya

hilangnya antioksidan tubuh, mutasi gen, dan ketidakseimbangan proliferasi

dan apoptosis sel. Pada kanker, proliferasi terjadi lebih cepat dan tidak

terkontrol serta tidak berfungsinya agen proapoptotic. Sitokin yang paling

penting dalam menginduksi apoptosis hepatosit adalah golongan reseptor

(12)

2

necrosis factor-related apoptosis-inducing ligand (TRAIL) (Schattenberg et

al., 2011).

TNF‒α adalah sitokin proinflamasi yang berperan dalam proses proliferasi,

kematian sel dan perbaikan massa hati fungsional dengan cara proliferasi dan

regenerasi hepatosit. TNF‒α dapat mengaktifkan NF‒κB yang berperan

penting dalam perkembangan dan progresi kerusakan hati melalui hambatan

terhadap proses apoptosis. Meskipun TNF‒α awalnya diidentifikasi sebagai

faktor yang dapat menginduksi kematian sel pada sarkoma dan polimorfisme

gen TNF‒α berhubungan dengan keparahan kanker hati, peranan TNF‒α

dalam hepatokarsinogenesis masih belum jelas dan membutuhkan penelitian

lebih lanjut (Muriel, 2008).

Terapi karusakan hati didasarkan pada penyebab penyakit. Pengobatan yang

dilakukan bila telah mencapai tahap akhir atau end stage adalah pembedahan,

kemoterapi, radioterapi, dan transplantasi hati. Kemoterapi adalah pemberian

anti tumor pada penderita kanker untuk memperpanjang umur. Dilakukan

dengan memberikan obat anti kanker ke dalam arteri hepatika sehingga obat

secara langsung masuk sel‒sel kanker pada hati. Obat tersebut akan

mengecilkan tumor. Obat kemoterapi yang banyak digunakan adalah 5

Fluorourasil dan Adriamisin (Christian et al., 2009). Namun, terapi tersebut

masih banyak menimbulkan berbagai efek samping dan tidak menjamin akan

terjadinya kesembuhan total dan kemungkinan terjadinya reccurence (El–Serag

(13)

Radioterapi dan kemoterapi memiliki beberapa keterbatasan. Kemampuan sinar

yang digunakan untuk terapi mengalami peneurunan efektifitas karena ukuran

kanker yang semakin besar. Karena penanambahan dosis yang ditambahkan

juga melebihi dosis batas toksik pada organ normal manusia. Penggunaan obat

kimia seperti kemoterapi tidak hanya membunuh sel tumor namun juga

merusak sel darah yang menyebabkan penurunan fungsi imun atau bahkan

kematian yang disebabkan dari komplikasi akibat efek samping obat yang

serius (Li et al., 2008).

Akhir‒akhir ini masyarakat lebih memilih pengobatan tradisional dengan

menggunakan bahan baku tanaman herbal sebagai obat untuk mencegah

maupun menanggulangi berbagai keluhan dan penyakit. Salah satunya adalah

pemanfaatan daun sirsak (Annona muricata Linn) sebagai pengobatan kanker

(Zuhud, 2011).

Daun sirsak banyak mengandung zat aktif yang berkhasiat, di antaranya

annocatalin, annohexocin, annonacin, annomuricin, annomurine, anonol,

caclourine, gentisic acid, gigantetronin, linoleic acid, dan muricapentocin.

Selama ini daun sirsak diketahui khasiatnya secara tradisional yang berkhasiat

untuk mengobati berbagai penyakit (Ersi & Nila, 2011).

Kandungan kimia dari suku Annonaceae terdiri dari dua golongan yaitu non

alkaloid dan alkaloid. Golongan non alkaloid yang telah diketahui adalah

sukrosa, glukosa, fruktosa yang terdapat pada “pulp” serta gliserides yang

(14)

4

ditemukan pada tanaman ini meliputi beberapa senyawa dari golongan

benzil‒tetrahidro‒isoquinolin dan salah satunya adalah liriodin yang bersifat

antitumor, antibakteri dan antijamur. Kandungan kimia dari sirsak adalah

saponin, flavonoid, tanin, kalsium, fosfor, hidrat arang, vitamin (A, B, dan C),

fitosterol, Ca‒oksalat dan alkaloid murisine (Mangan, 2009).

Dari sekian banyak kandungan senyawa bioaktif fitokimia yang ditemukan

dalam tanaman sirsak (Annonna muricata Linn), annonaceous acetogenins

adalah salah satu komponen yang paling penting dan sangat bermanfaat.

Penelitian pertama mengenai sifat sitotoksik acetogenin dilakukan oleh

Universitas Purdue, di West Lafayette, Indiana, Amerika Serikat. Penelitian

lain yang membuktikan khasiat kandungan acetogenin di berbagai negara

dibiayai oleh Lembaga Institut Kanker Nasional, Amerika Serikat. Dari

penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa sebanyak 20 tes laboratorium

menemukan bahwa daun dan batang Annona muricata memiliki sitotoksitas

terhadap sel kanker (Zuhud, 2011).

Pada penelitian kali ini digunakan 7,12–dimethylbenz(α)antrhacene (DMBA)

yang merupakan senyawa prokarsinogen dan bertindak sebagai karsinogen

potensial dengan menghasilkan berbagai zat metabolik reaktif yang

menyebabkan stres oksidatif dan kerusakan jaringan. Zat ini juga menyebabkan

terjadinya hepatoksisitas yang ditandai dengan kerusakan sel hepar, dilatasi

vakuol vena sentralis dan sinusoid, fokal nekrosis,TN‒α, kemokin dan sitokin

(15)

Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui

efek pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap

gambaran histopatologi sel hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague

dawley yang diinduksi DMBA.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

A. Apakah pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annonna muricata Linn)

dapat menurunkan tingkat kerusakan sel hepar tikus putih (Rattus

norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA?

B.Apakah peningkatan dosis ekstrak etanol daun sirsak (Annonna muricata

Linn) dapat menurunkan tingkat kerusakan sel hepar tikus putih (Rattus

(16)

6

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

A. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian

ekstrak daun sirsak (Annonna muricata Linn) dalam menghambat

kerusakan sel hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley

yang diinduksi DMBA.

B. Mengetahui pengaruh peningkatan dosis ekstrak etanol daun sirsak

(Annonna muricata Linn) terhadap kerusakan sel hepar tikus putih

(Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat bagi peneliti

Penelitian ini sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari

sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai

efek daun sirsak (Annona muricata Linn).

3. Manfaat bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek

(17)

4. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila)

Meningkatkan iklim penelitian dibidang agromedicine sehingga dapat

menunjang pencapaian visi FK Unila 2025 sebagai Fakultas Kedokteran

Sepuluh Terbaik di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan

agromedicine.

5. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan bahan acuan untuk dilakukannya penelitian yang serupa yang

berkaitan dengan efek daun sirsak (Annona muricata Linn).

1.5 Kerangka Teori

Daun sirsak banyak mengandung bahan–bahan yang bermanfaat bagi tubuh.

Daun sirsak (Annona muricata Linn) memiliki kandungan adalah sebagai

berikut seperti alkaloid, non–alkaloid, flavanoid, saponin, tanin, kalsium,

fosfor, hidrat arang, vitamin (A, B, dan C), fitosterol, Ca‒oksalat dan

alkaloid murisine atau senyawa acetogenin yang akan menimbulkan efek

hepatoprotektif terhadap tubuh (Mangan, 2009).

Daun sirsak mengandung sejumlah kandungan kimia yaitu acetogenin.

Acetogenin adalah senyawa poliketida dengan struktur C‒34 atau C‒37

rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus 2‒propanol pada C‒2

untuk membentuk suatu lakton. Senyawa ini memiliki 350 senyawa turunan

(18)

8

di dalam sirsak. Acetogenin telah terbukti sebagai senyawa sitotoksik terbesar

dalam membunuh sel kanker. Bahkan, annonaceous acetogenin sering

disebut sebagai inhibitor I atau penghambat pertumbuhan sel kanker paling

kuat dan selektif (Zuhud, 2011).

Akibatnya sel kehilangan energi dan pernafasan sel akan terhenti. Annonacin

acetogenin mampu memblokir mitokondria kompleks I

(NADH‒dehidrogenase), yang bertanggung jawab untuk konversi dari

nikotinamida adenosine dinukleotida hidrogen (NADH) ke NAD dan

membangun gradien proton melalui membran dalam mitokondria. Hal ini

secara efektif menonaktifkan kemampuan sel untuk menghasilkan

adenotrifosfat (ATP) melalui jalur oksidatif. Akhirnya memaksa sel ke

apoptosis atau nekrosis. Apoptosis adalah proses kematian sel terprogram dan

nekrosis adalah kematian sel prematur, inilah yang menyebabkan kematian

sel kanker (Amelia et al., 2012).

Flavonoid merupakan antioksidan yang kuat karena aktivitasnya sebagai

antioksidan dan antiinflamasi. Antioksidan akan menyebabkan terjadinya

penghambatan radikal bebas dengan cara menetralkan radikal bebas sehingga

mencegah kerusakan oksidatif pada sebagian besar biomolekul dan

menghasilkan proteksi terhadap kerusakan oksidatif secara signifikan

(Sreelatha & Padma, 2009). Antioksidan juga akan menstabilkan radikal

bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas,

(19)

yang dapat menimbulkan stres oksidatif sehingga pembentukan radikal bebas

dapat ditekan atau dihambat (Waji & Sugrani, 2009).

DMBA adalah senyawa radikal bebas yang banyak terdapat pada asap rokok,

asap kendaraan bermotor, dan asap pabrik, pembakaran yang tidak sempurna

dan juga asap dapur rumah tangga yang sering dijumpai. DMBA merupakan

(prokarsinogen) sehingga harus mengalami biotransformasi untuk

menghasilkan karsinogen aktif. Proses metabolisme menghasilkan DMBA

menjadi senyawa yang lebih toksik. Akibat peningkatan DMBA akan

menstimulasi terjadinya inflamsi kronis akibat penimbunan makrofag

sehingga mengakibatkan NF‒kB teraktivasi (Gao et al., 2007).

Semakin tinggi paparan radikal bebas terhadap tubuh maka tubuh akan

merespon terhadap paparan radikal bebas akibat DMBA ini, salah satunya

akan terjadi di organ hati. Maka dari itu, DMBA akan dimetabolisme di hati

dan akan menjadi senyawa yang reaktif setelah mengalami metabolisme, hal

ini memungkinkan dapat menyebabkan kerusakan hati (Sari, 2008).

Stres oksidatif juga berperan dalam mekanisme umum terjadinya

perkembangan kerusakan hati dalam berbagai gangguan hati. Kadar Aspartate

Transaminase (AST), Alanine Transaminase (ALT), dan Alkaline

Phosphatase (ALP) yang terdapat dalam sel hati merupakan indikasi dari

kerusakan hepatoseluler yang ditemukan menurun pada tikus yang diinduksi

(20)

10

Gambar 1. Kerangka teori pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap induksi DMBA

Stress oksidatif Memediasi inflamasi

kronis

Daun Sirsak

Flavonoid

Saponin

Alkaloid Tanin

Acetogenin

DMBA

Aktivasi NF-kB

Regulasi ekspresi gen

Kerusakan hepatosit Kerusakan DNA Memediasi

inflamasi kronis

Akumulasi ROS

Aktivasi onkogen

Keterangan:

: memicu

(21)

1.6Kerangka Konsep

1.7Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

A. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

muricata Linn) terhadap gambaran histopatologi sel hepar tikus putih

(Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA.

B. Pemberian perbedaan dosis ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata

Linn) dapat menurunkan tingkat kerusakan sel hepar tikus putih (Rattus

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Sirsak (Annona muricata Linn)

2.1.1 Deskripsi Sirsak (Annona muricata Linn)

Sirsak (Annona muricata Linn) merupakan tumbuhan yang

berasal dari Karibia, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan.

Tumbuhan ini banyak tumbuh di Negara tropis seperti Angola,

Brazil, Columbia, Costa Rica, Cuba, Jamaica, India, Mexico,

Panama, Peru, Porto Rico, Venezuela, dan Indonesia. Paling baik

ditanam di daerah yang cukup berair dan ketinggian di atas 1000

meter dari permukaan laut. Kebanyakan masyarakat menanam

tanaman ini untuk diambil daging buahnya. Buah sirsak

mengandung banyak karbohidrat, terutama fruktosa. Kandungan

gizi lainnya adalah vitamin C, vitamin B1 dan vitamin B2 yang

cukup banyak. Bijinya dapat digunakan sebagai insektisida alami

(23)

Sistematika tanaman Sirsak (Annona muricata Linn):

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Polycarpiceae

Suku : Annonaceae

Marga : Annona

Jenis : Annona muricata Linn (Sunarjono, 2006).

Sirsak (Annona Muricata Linn) berasal dari Karibia, Amerika

Tengah dan Amerika Selatan. Buah sirsak rasanya manis agak

asam sehingga sering dipakai sebagai bahan jus buah. Daging

buahnya kaya akan serat. Setiap 100 g buah yang dapat dimakan

mengandung 3,3 g serat sehingga dapat memenuhi 13%

kebutuhan serat per hari. Selain itu, daging buahnya mengandung

banyak karbohidrat (terutama fruktosa), vitamin C (20 mg/100 g),

B1 dan B2 (Sunarjono, 2006).

Annona muricata Linn (Sirsak) banyak ditemukan di sekitar

pekarangan rumah dan di ladang–ladang. Tumbuhan ini di

berbagai daerah Indonesia dikenal sebagai nangka sebrang,

nangka landa (Jawa), nangka walanda, sirsak (Sunda), nangka

(24)

14

durio ulondro (Nias), durian betawi (Minangkabau), serta jambu

landa (di Lampung) (Sunarjono, 2006).

Sirsak juga memiliki manfaat yang besar bagi kehidupan

manusia, yaitu sebagai buah yang syarat dengan gizi dan

merupakan bahan obat tradisional yang memiliki multi khasiat.

Dalam industri makanan, sirsak dapat diolah menjadi selai buah

dan sari buah, sirup dan dodol sirsak (Jannah, 2010).

2.1.2 Kandungan Kimia Sirsak

Dalam daun sirsak (Annona muricata Linn) terdapat senyawa

Acetogenin. Acetogenin adalah senyawa sitotoksik dimana

senyawa ini ialah senyawa polyketides dengan struktur 30–32

rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus

5methyl2furanone. Rantai furanone dalam gugus

hydrofuranone pada C23 memiliki aktivitas sitotoksik.

Acetogenin merupakan kumpulan senyawa aktif yang berada

hampir pada setiap bagian tanaman sirsak (Li et al., 2008).

Dari penelitian acetogenin yang terkandung didalam sirsak bisa

digunakan untuk menghantam kanker usus, pankreas, ovarium,

usus besar, payudara, liver, dan serviks. Annonaceous acetogenin

bekerja dengan menghambat produksi ATP dengan mengganggu

(25)

Sel kanker membutuhkan banyak energi sehingga membutuhkan

banyak ATP. Acetogenin masuk dan menempel di reseptor

dinding sel dan merusak ATP di dinding mitokondria.

Dampaknya produksi energi di dalam sel kanker pun berhenti dan

akhirnya sel kanker mati. Hebatnya, acetogenin sangat selektif

dan hanya menyerang sel kanker yang memiliki kelebihan ATP

saja sehingga tidak merusak sel normal (Muliyah, 2013).

Terdapat data mengenai nilai kekuatan sitotoksik beberapa

tanaman buah keluarga Annonaceae yang berada di Colombia.

Aktivitas sitotoksisitas diklasifikasikan menjadi empat, yaitu

aktivitas tinggi (LC50<10 µg/ml), aktif (10<LC50<50 µg/ml), aktif

sedang (50<LC50<100 µg/ml) dan tidak aktif (LC50>100 µg/ml).

Nilai LC50 yang rendah justru memiliki kemampuan sitotoksik

yang tinggi karena ekstrak yang digunakan untuk membunuh sel

kanker dan menjadi bersifat toksik bagi tubuh jumlahnya sedikit

(Osorio et al., 2007).

Nilai LC50 pada daun sirsak yang rendah menunjukkan kekuatan

sitotoksik acetogenin yang tinggi sudah tidak diragukan lagi

dalam menyerap radikal bebas di dalam tubuh dengan cepat.

Karena itu, acetogenin sangat berkhasiat sebagai racun yang

menghambat pertumbuhan sel abnormal penyebab berbagai

(26)

16

Gambar 3. (a) Buah sirsak, (b) Bunga sirsak, (c) Daun sirsak (Botanical garden, 2007)

2.1.3 Manfaat Daun Sirsak

Ada beberapa manfaat daun sirsak yang sering digunakan untuk

obat tradisional:

1) Sebagai Antikanker

Hasil penelitian menemukan beberapa senyawa aktif yang termasuk

ke dalam annonaceous acetogenin. Beberapa senyawa turunan

(27)

muricatocins B, annonacin A, transisoannonacin,

annonacin10one, dan muricatocin. Senyawa‒senyawa aktif

tersebut ditemukan di dalam daun dan batang sirsak yang ternyata

mampu membunuh beragam sel kanker (Li et al., 2008).

Berikut fakta penghambatan senyawa acetogenin hasil di

Laboratorium Culture Cell, Pusat kanker Purdue, Amerika serikat,

menyatakan bahwa cisannonacin, salah satu senyawa acetogenin

dalam daun sirsak bersifat selektif mematikan sel‒sel kanker usus

besar dan memiliki kekuatan 10.000 kali lebih besar dibandingkan

dengan adriamycin sebagai obat kemotrapi (Zuhud, 2011).

Total sintesis murisolin menununjukkan aktivitas sitotoksik

terhadap sel‒sel tumor manusia sebesar 105–106 kali lebih kuat

dibandingkan dengan adriamycin. Sama halnya dengan sel kanker,

senyawa annonaceous acetogenin juga memiliki sifat sitotoksik

hanya pada sel tumor, sedangkan sel normal akan dibiarkan tetap

hidup. Murisolin adalah salah satu senyawa acetogenin untuk anti

(28)

18

Gambar 4 . Annonaceus Acetogenin

2) Sebagai Antiinflamasi

Inflamasi atau peradangan merupakan respon perlindungan yang

dilakukan oleh sel darah putih dan senyawa kimia lain di dalam

tubuh terhadap serangan virus dan bakteri akibat cedera atau

kerusakan jaringan. Annona muricata adalah salah satu tananam

yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Brazil dan Amerika Selatan

sebagai obat anti inflamasi (Lima et al., 2011).

Flavonoid merupakan antioksidan yang kuat karena aktivitasnya

sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Antioksidan ini mempunyai

aktivitas menetralkan radikal bebas sehingga mencegah kerusakan

oksidatif pada sebagian besar biomolekul dan menghasilkan

proteksi terhadap kerusakan oksidatif secara signifikan.

Antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi

kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat

terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang

(29)

3) Sebagai Antivirus

Para peneliti di Universitas Purdue, Amerika Serikat, pada tahun

1997 menyatakan bahwa NADH dehidrogenase di dalam ekstrak

daun sirsak sebagai penghambat inveksi virus Human

Imunodeficiency Virus (HIV). NADH dehidrogenase adalah enzim

di dalam protein yang terikat oleh membrane dari sistem transport

electron mitokondria. Selain itu, hasil penelitian yang tercantum

dalam review Laporan Ilmiah Skaggs tahun 1997 sampai 1998

menyatakan annonaceous acetogenin terutama yang berdekatan

dengan cincin bistetrahidrofuran (THF) berperan sebagai

sitotoksik terhadap aktivitas virus malaria dan imunospresif

(Zuhud, 2011).

4) Sebagai Antibakteri

Senyawa acetogenin dan beberapa alkaloid murisolin, cauxine,

couclamine, stepharine, dan reticulin di dalam daun sirsak mampu

bertindak sebagai antibakteri. Kandungan fitokimia annonaceous

acetogenin pada ekstrak daun sirsak merupakan agen aktif

antibakteri. Khasiat daun sirsak mampu mengatasi infeksi yang

disebabkan oleh bakteri, seperti diare, bisul, infeksi saluran kemih

(30)

20

5) Sebagai Penyembuhan Luka

Luka adalah keadaan terganggunya jaringan yang disebabkan oleh

sifat fisik, kimia, mikroba atau reaksi imunologi yang

menyebabkan rusaknya jaringan. Aktivitas penyembuhan luka

ekstrak alkohol batang dan kulit Annona muricata menunjukkan

pengurangan area luka yang diuji pada tikus albino Rattus

norvegicus yang terbukti dapat menyembuhkan jaringan yang luka

(Gajalakshmi et al., 2012).

6) Sebagai Penurun Tekanan Darah

Beberapa studi yang dilakukan oleh para peneliti yang berbeda

terhadap tikus dengan tekanan darah tinggi pada tahun 1941 dan

1962 menunjukkan hasil bahwa daun dan kulit batang sirsak

bermanfaat sebagai penurun tekanan darah, vasodilator (pelebaran

pembuluh darah), relaksan otot polos dan kegiatan

cardiodepressant (menekan aktivitas jantung) (Zuhud, 2011).

2.2Hati

2.2.1 Anatomi Hati

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia.

Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis,

di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian

(31)

bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak

bersentuhan di atas organ‒organ abdomen. hepar difiksasi secara

erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum

kecuali di daerah posterior‒superior yang berdekatan dengan

vena cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan

diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut

bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen

anterior, diafragma dan organ‒organ abdomen ke hepar berupa

ligamen (Snell, 2006).

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan

berat kurang lebih 1,5 kg. Hati merupakan tempat pengolahan dan

penyimpanan nutrien yang diserap dari usus halus untuk dipakai

oleh bagian tubuh lainya. Posisi hati dalam dalam sistem sirkulasi

adalah untuk menampung, mengubah dan mengumpulkan

metabolit serta menetralisasi zat toksik. Hati juga memiliki fungsi

untuk menghasilkan protein plasma, seperti albumin, dan protein

(Junqueira et al., 2007).

Hati pada manusia terletak pada kuadran atas cavum abdominis.

Hati terbagi menjadi 2 lobus yaitu lobus hepatis dextra dan lobus

hepatis sinistra. Lobus hepatis dextra dibatasi oleh fossa vesice

biliaris dan sulcus cavae pada fascies visceralis hepatis. Pada

(32)

22

quadratus. Hati menerima darah dari dua sumber yakni 30%

berasal dari arteri hepatika propria dan 70% dari vena porta

(Moore & Agur, 2012).

2.2.2 Fisiologi Hati

Hati adalah kelenjar besar berwarna merah gelap terletak di bagian

atas abdomen sisi kanan. Unit fungsional dasar hati adalah lobulus

hati, yang berbentuk silindris. Hati manusia berisi 50.000 sampai

100.000 lobulus. Lobulus sendiri dibentuk terurama dari banyak

lempeng sel hepar. Masing‒masing lempeng hepar tebalnya satu

sampai dua sel, dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanakuli

biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum

fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan (Guyton &

Hall, 2008).

Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi (1) fungsi vaskular untuk

menyimpan dan menyaring darah, (2) fungsi metabolisme yang

berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh, dan

(3) fungsi sekresi yang berperan membentuk empedu yang

mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan. Dalam

fungsi vaskularnya hati adalah sebuah tempat mengalir darah yang

besar. Hati juga dapat dijadikan tempat penimpanan sejumlah besar

darah. Aliran limfe dari hati juga sangat tinggi karena pori dalam

(33)

Kupffer (derivat sistem retikuloendotelial atau monosit–makrofag)

yang berfungsi untuk menyaring darah (Guyton & Hall, 2008).

Hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:

a. Metabolisme karbohidrat

Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan

glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan

fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk

banyak senyawa kimia yang penting dari hasil perantara

metabolisme karbohidrat (Guyton & Hall, 2008).

b. Metabolisme lemak

Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara

lain: mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi

fungsi tubuh yang lain, membentuk sebagian besar kolesterol,

fosfolipid dan lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan

karbohidrat (Guyton & Hall, 2008).

c. Metabolisme protein

Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam

amino, pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari

cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan interkonversi

beragam asam amino dan membentuk senyawa lain dari asam

(34)

24

d. Lain‒lain

Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat

penyimpanan vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi, hati

membentuk zat–zat untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak

dan hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat–obatan, hormon

[image:34.595.167.510.318.553.2]

dan zat lain (Guyton & Hall, 2008).

Gambar 5. Gambaran makroskopik hati manusia dari anterior (Putz & Pabst, 2007)

2.2.3 Histologi Hati

Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel,

(35)

penimbun lemak). Sel hepatosit berderet secara radier dalam

lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar 1‒2 sel serupa

dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian

lobulus ke pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk

struktur seperti labirin dan busa. Celah diantara lempeng_lempeng

ini mengandung kapiler yang disebut sinusoid hati (Junquiera et

al., 2007).

Sinusoid hati adalah saluran yang berliku–liku dan melebar,

diameternya tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkap yang

tidak utuh. Sinusoid dibatasi oleh 3 macam sel, yaitu sel endotel

(mayoritas) dengan inti pipih gelap, sel Kupffer yang fagositik

dengan inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau liposit hepatik

yang berfungsi untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi

matriks ekstraseluler serta kolagen. Aliran darah di sinusoid

berasal dari cabang terminal vena portal dan arteri hepatik,

membawa darah kaya nutrisi dari saluran pencernaan dan juga

kaya oksigen dari jantung (Eroschenko, 2010; Junqueira et al.,

2007).

Traktus portal terletak di sudut‒sudut heksagonal. Pada traktus

portal, darah yang berasal dari vena portal dan arteri hepatik

dialirkan ke vena sentralis. Traktus portal terdiri dari 3 struktur

(36)

26

venula portal terminal yang dibatasi oleh sel endotel pipih.

Terdapat arteriola dengan dinding yang tebal yang merupakan

cabang terminal dari arteri hepatik. Ketiga adalah duktus biliaris

yang mengalirkan empedu. Selain ketiga struktur itu, ditemukan

juga limfatik (Junqueira et al., 2007). Hati adalah organ viseral

[image:36.595.194.508.315.546.2]

terbesar dan terletak dibawah kerangka iga (Sloane, 2004).

Gambar 6. Lobulus hepatik (Junqueira et al., 2007)

Aliran darah di hati dibagi dalam unit struktural yang disebut

asinus hepatik.Asinus hepatik berbentuk seperti buah berry,

terletak di traktus portal. Asinus ini terletak di antara 2 atau lebih

venula hepatic terminal, dimana darah mengalir dari traktus

(37)

menjadi 3 zona, dengan zona 1 terletak paling dekat dengan

traktus portal sehingga paling banyak menerima darah kaya

oksigen, sedangkan zona 3 terletak paling jauh dan hanya

menerima sedikit oksigen. Zona 2 atau zona intermediet berada

diantara zona 1 dan 3. Zona 3 ini paling mudah terkena jejas

iskemik (Junqueira et al., 2007).

Gambar 7. Gambaran mikroskopik dengan perbesaran 30x hati manusia (Eroschenko, 2010)

2.2.4 Histopatologi Hati

Jejas sel dalam hati dapat bersifat reversibel atau ireversibel

[image:37.595.159.502.309.559.2]
(38)

28

a. Jejas reversibel

1) Pembengkakan Sel

Pembengkakan merupakan manifestasi pertama yang ada hampir

pada semua bentuk jejas sel, sebagai akibat pergeseran air

ekstraseluler ke dalam sel, akibat gangguan pengaturan ion dan

[image:38.595.188.510.306.538.2]

volume karena kehilangan ATP.

Gambar 8. Pembengkakan sel disertai vakuolisasi; Ket.: 1. Sel yang mengalami vakuolisasi, 2. Inti sel menggeser ke tepi (Robbins et al., 2007).

Bila air berlanjut tertimbun dalam sel, vakuol_vakuol kecil jernih

tampak dalam sitoplasma yang diduga merupakan retikulum

endoplasma yang melebar dan menonjol keluar atau segmen

pecahannya. Gambaran jejas nonletal ini kadang‒kadang disebut

degenerasi hidropik atau degenerasi vakuol. Selanjutnya hepatosit 1

(39)

yang membengkak juga akan tampak edematosa (degenerasi balon)

dengan sitoplasma ireguler bergumpal dan rongga‒rongga jernih

yang lebar (Robbins et al., 2007).

2) Perlemakan Hati

Perlemakan hati merupakan akumulasi trigliserida dalam sel‒sel

parenkim hati. Akumulasi timbul pada keadaan berikut:

a) Peningkatan mobilisasi lemak jaringan yang menyebabkan

peningkatan jumlah asam lemak yang sampai ke hati

b) Peningkatan kecepatan konversi dari asam lemak menjadi

trigliserida di dalam hati karena aktivitas enzim yang terlibat

meningkat

c) Penurunan oksidasi trigliserida menjadi asetil‒koA dan

penurunan bahan keton

d) Penurunan sintesis protein akseptor lipid

b. Jejas Ireversibel

1) Nekrosis

Nekrosis sel dapat terjadi langsung atau dapat mengikuti degenerasi

sel (jejas reversibel). Gambaran mikroskopik dari nekrosis dapat

berupa gambaran piknosis, karioreksis, dan kariolisis (Robbins et al.,

2007).

Berdasarkan lokasinya nekrosis terbagi menjadi tiga yaitu nekrosis

fokal, nekrosis zona, nekrosis submasif. Nekrosis sel hati fokal

(40)

30

sekelompok kecil sel pada seluruh daerah lobulus‒lobulus hati.

Nekrosis ini dikenali pada biopsi melalui badan asidofilik

(councilman) yang merupakan sel hati nekrotik dengan inti piknotik

atau lisis dan sitoplasma terkoagulasi berwarna merah muda. Selain

itu dapat dikenali juga pada daerah lisis sel hati yang dikelilingi oleh

kumpulan sel kupffer dan sel radang. Nekrosis zona sel hati adalah

nekrosis sel hati yang terjadi pada regio‒regio yang identik disemua

lobulus hati, sedangkan nekrosis submasif merupakan nekrosis sel

hati yang meluas hingga melewati batas lobulus, sering

menjembatani daerah portal dengan vena sentralis (bridging

necrosis) (Robbins et al., 2007).

2) Fibrosis

Fibrosis merupakan akumulasi matriks ekstraseluler yang merupakan

respon dari cedera akut atau kronik pada hati. Pada tahap awal,

fibrosis mungkin terbentuk di dalam atau di sekitar saluran porta

atau vena sentralis atau mungkin mengendap langsung didalam

sinusoid. Hal ini merupakan reaksi penyembuhan terhadap cedera.

Cedera pada hepatosit yang akan mengakibatkan pelepasan sitokin

dan faktor solubel lainnya oleh sel kupffer serta sel tipe lainnya pada

hati. Faktor‒faktor ini akan mengaktivasi sel stelat yang akan

mensintesis sejumlah besar komponen matriks ekstraseluler

(41)

2.3Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA)

2.3.1 Deskripsi Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA)

DMBA termasuk senyawa karsinogen golongan polisiklik

aromatik hidrokarbon (PAH), merupakan polutan lingkungan dan

produk pirolisis dari minyak dan material biologi, dihasilkan oleh

asap rokok, asap kendaraan, dan pembakaran tidak sempurna dari

bahan bakar batubara dan minyak bumi. Struktur kimia DMBA

memiliki 4 cincin aromatik yang berikatan, khas struktur PAH

dengan tiga atau lebih cincin aromatik dan 2 substituen metal

[image:41.595.186.508.436.586.2]

(Sharma et al., 2012).

Gambar 9. Struktur kimia DMBA (Sharma et al., 2012)

2.3.2 Mekanisme Aksi Dimetilbenz[a]antrasen (DMBA)

Stres oksidatif adalah mekanisme umum yang berkontribusi

(42)

32

berbagai gangguan hati. Kadar Aspartate Transaminase (AST),

Alanine Transaminase (ALT), dan Alkaline Phosphatase (ALP)

yang terdapat dalam sel hati merupakan indikasi dari kerusakan

hepatoseluler yang ditemukan menurun pada tikus yang diinduksi

DMBA (Sharma et al., 2012).

DMBA ini selanjutnya akan menyebabkan transformasi

neoplastik melalui kerusakan DNA, akumulasi reactive oxygen

species (ROS), dan memediasi inflamasi kronis. Kerusakan DNA

menyebabkan pengaktifan onkogen dan atau inaktivasi gen

supresi tumor dan berbagai epigenetik yang menyebabkan

progresi dari tumor (He & Karin, 2011). DMBA terbukti dapat

menginduksi produksi ROS yang mengakibatkan peroksidasi

lipid, kerusakan DNA, dan deplesi dari sel sistem pertahanan

antioksidan (Kasolo et al., 2010).

Mediator inflamasi kronis biasanya dihasilkan oleh makrofag

yang teraktivasi akibat induksi DMBA, kemudian akan dapat

mengakibatkan NF-kB teraktivasi yang akan menyebabkan

aktifitas kerusakan sel hepar menjadi semakin berat. NF-kB akan

meregulasi ekspresi gen yang termasuk dalam beberapa proses

yang mempunyai peranan penting di dalam perkembangan dan

progresi dari kanker, yaitu proliferasi, migrasi, dan apoptosis

(43)

Proses metabolisme DMBA dilakukan oleh enzim-enzim

sitokrom P‒450 dan epoksidahidrolase, kemudian akan

menyebabkan terbentuknya proximate carcinogen (karsinogen

awal) dan selanjutnya berubah ultimate carcinogen (karsinogen

akhir) yang menyebabkan kerusakan DNA melalui pembentukan

epoksid dihidrodiol. Kemudian DNA adduct (kompleks yang

dibentuk oleh bagian DNA tertentu dengan senyawa mutagen

kimia dengan ikatan kovalen) akan terbentuk dan menyebabkan

mutasi sel yang membentuk sel–sel kanker. Dari metabolit aktif

inilah yang akan menjadi sel–sel kanker hepar dari induksi

DMBA (Fitricia et al., 2012).

Jalur metabolisme DMBA yang melalui aktivasi enzim sitokrom

P‒450 menjadi intermediate reaktif yang dapat merusak DNA,

yaitu terbentuknya epoksida dihidrodiol dan kation radikal.

Epoksida dihidrodiol akan mengikat gugus amino ekosiklik purin

DNA secara kovalen menjadi bentuk adduct stabil, sedangkan

kation radikal akan mengikat N7 atau C8 purin menjadi bentuk

adduct tak stabil yaitu depurinisasi menjadi tempat yang

(44)
[image:44.595.189.514.118.345.2]

34

Gambar 10. Mekanisme Kerja DMBA (Smith, 2006)

2.4Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley

Tikus merupkan hewan mamalia yang biasa digunakan sebagai hewan

coba dalam berbagai penelitian di laboratorium karena tikus memiliki

daya adaptasi yang sangat tinggi sehingga dapat melakukan perkawinan

pada berbagai macam kondisi iklim dan lingkungan (Narendra, 2007).

Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan hewan pengerat dan sering

digunakan sebagai hewan percobaan atau digunakan untuk penelitian,

dikarenakan tikus merupakan hewan yang mewakili dari kelas mamalia,

sehingga kelengkapan organ, kebutuhan nutrisi, metabolisme

biokimianya, sistem reproduksi, pernafasan, peredaran darah dan

(45)

adalah galur Sprague dawley berjenis kelamin betina berumur kurang

lebih 3 bulan (Kesenja, 2005).

Tabel 1. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley.

Sumber: Narendra, 2007

Terdapat beberapa galur atau varietas tikus yang memiliki kekhususan

tertentu antara lain galur Sprague dawley, Wistar, dan galur Long Evans.

Tikus galur Sprague dawley memiliki ciri-ciri albino putih, berkepala

kecil dengan ekor yang lebih panjang daripada badannya. Tikus galur

Wistar memiliki ciri-ciri bentuk kepala lebih besar dengan ekor yang

lebih pendek, sedangkan galur Long Evans memiliki ciri badan

berukuran lebih kecil dari tikus putih, berwarna hitam pada bagian kepala

dan tubuh bagian depan (Putra, 2009).

Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley merupakan tikus

yang paling sering digunakan untuk percobaan. Tikus ini memiliki

temperamen yang tenang sehingga mudah dalam penanganan. Rata-rata

KLASIFIKASI KETERANGAN

Kingdom Animalia

Filum Chordata

Kelas Mamalia

Ordo Rodentai

Subordo Sciurognathi

Familia Muridae

Genus Rattus

[image:45.595.164.479.216.406.2]
(46)

36

ukuran berat badan tikus Sprague dawley adalah 10,5 gram. Berat badan

dewasa adalah 250‒300 gram untuk betina, dan 450‒520 gram untuk

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang

menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post testonly

control group design. Sebanyak 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) galur

Sprague dawley berumur 10‒16 minggu yang dipilih secara acak dan dibagi

menjadi 5 kelompok, dengan pengulangan sebanyak 5 kali.

3.2.Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung untuk mengetahui gambaran mikroskopis hepar. Waktu

penelitian selama bulan Agustus‒September 2013.

3.3.Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur

Sprague dawley berumur 10-16 minggu yang diperoleh dari laboratorium

(48)

38

Sampel penelitian sebanyak 25 ekor yang dipilih secara acak yang dibagi

dalam 5 kelompok dengan pengulangan sebanyak 5 kali (n=5), sesuai dengan

rumus Frederer. Menurut Frederer, rumus penentuan sampel untuk uji

eksperimental adalah:

(n-1) (t-1) ≥ 15

Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah

pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini menggunakan

5 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi:

(n-1) (5-1)≥15

(n-1) 4≥15

(n-1)≥3,75

n≥4,75

Jadi sampel yang akan digunakan adalah berdasarkan perhitungan, yaitu

sejumlah 5 ekor tikus pada masing-masing kelompok percobaan dan jumlah

kelompok yang digunakan adalah 5 kelompok, sehingga untuk satu tanaman

herbal menggunakan 25 ekor tikus putih.

Kriteria inklusi:

1. Tidak tampak penampakan rambut kusam, rontok, atau botak, dan

bergerak aktif)

2. Memiliki berat badan sekitar 100‒200 gram

(49)

4. Drop out pada penelitian adalah 10% tiap kelompok

Kriteria eksklusi:

1. Tampak sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas

kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata,

mulut, anus, genital)

2. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi

dilaboratorium

3. Mati selama masa pemberian perlakuan

3.4.Bahan dan Alat Penelitian

3.4.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan ada dua yaitu DMBA dengan dosis

20 mg/kgBB, kemudian ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata

Linn) dengan dosis100 mg/KgBB, 200 mg/KgBB dan 400

mg/KgBB.

3.4.2 Bahan Kimia

Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi

dengan metode paraffin meliputi: larutan formalin 10% untuk

fiksasi, alkohol 70%, alkohol 96%, alkohol absolut, etanol, xylol,

(50)

40

3.4.3 Alat Penelitian 1) Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Neraca analitik Metler Toledo dengan tingkat ketelitian 0,01 g, untuk

menimbang berat tikus

2) Spuit oral 1 cc, 3 cc dan 5 cc

3) Minor set, membedah tikus untuk mengidentifikasi hepar

4) Kapas dan alkohol.

2) Alat pembuat preparat histologi

Alat pembuat preparat histopatologi yang digunakan adalah object

glass, deck glass, tissue cassette, rotarymicrotome, oven, water bath,

platening table, autochnicom processor, staining jar, staining rak,

(51)

3.5.Prosedur Penelitian

3.5.1 Prosedur Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn)

3.5.1.1Metode Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirsak

Daun sirsak yang telah dipetik, dicuci terlebih dahulu dengan

bilasan air dan dikeringkan selama 10 hari pada suhu ruangan

namun tidak terkena cahaya matahari langsung hingga daun

mengering. Daun sirsak yang telah kering kemudian diblender

sampai halus. Kemudian daun sirsak yang telah diblender

halus ditimbang sebanyak 20 gram. Daun yang telah

ditimbang, kemudian dimaserasi atau direndam dalam larutan

alkohol 95% sebanyak 450 mL selama 24 jam. Hasil

ekstraksi/maserasi kemudian disaring menggunakan kertas

saring Whattman hingga tidak tersisa residu atau padatan.

Setelah itu hasil filtrasi diuapkan pelarutnya hingga didapatkan

fraksi yang kental menggunakan rotary evaporator

(Hermawan & Laksono, 2012).

3.5.1.2Prosedur Pemberian Dosis Ekstrak Etanol Daun Sirsak

Dosis pertengahan yang akan digunakan dalam penelitian ini

berdasar pada penelitian yang dilakukan oleh Vianandra

(2011) adalah 200 mg/kg BB yang merupakan dosis efektif

(52)

42

sirsak (Annona muricata Linn) diambil dari setengah dosis

pertengahan tikus, sedangkan dosis kedua diambil dari hasil

pengalian 2x dosis pertama dan dosis ketiga diambil dari hasil

pengalian 4x dari dosis pertama atau 2x dari dosis kedua.

a. Dosis untuk tiap tikus pada kelompok 3

100 mg/kg BB X 0,2 kg (berat badan tikus)=20 mg

b. Dosis untuk tiap tikus pada kelompok 4

200 mg/kg BB X 0,2 kg (berat badan tikus)=40 mg

c. Dosis untuk tiap tikus pada kelompok 5

400 mg/kg BB X 0,2 kg (berat badan tikus)=80 mg

Volume ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata)

diberikan secara oral sebanyak 1 ml yang merupakan volume

yang boleh diberikan berdasarkan pada volume normal

lambung tikus yaitu 3‒5 ml. Jika volume ekstrak melebihi

volume lambung, dapat berakibat dilatasi lambung secara akut

yang kemudian akan dapat menyebabkan robeknya saluran

cerna pada tikus (Ngatidjan, 2006).

3.5.2 Prosedur Pemberian Dosis DMBA

Dosis DMBA yang diberikan adalah 75 mg/kgBB selama 2 kali

pemberian dengan jangka waktu 1 minggu secara intraperitoneal. Cara

(53)

tikus adalah 200 g, dosis DMBA yang akan diberikan adalah 75 mg/kg

BB dan volume maksimal DMBA yang dapat dipajankan pada tikus

adalah 1 ml, maka jumlah DMBA yang dibutuhkan adalah: Konsentrasi

DMBA=Dosis x Berat Badan / volume pajanan=0,075 mg/gr BB x 200

g/1 ml=15 mg/ml. Maka DMBA yang dibutuhkan untuk membuat 1 ml

larutan DMBA dengan dosis 75 mg/kgBB adalah 15 mg.

3.5.2.1Prosedur Pemeliharaan Hewan Coba

a. Pemeliharaan hewan coba sebelum intervensi

Pada pemeliharaan hewan sebelum intervensi dilakukan

adaptasi terlebih dahulu selam 3 hari dan diberikan diet standar

ad libitium dan akuades. Di dalam ruangan pemeliharaan

diatur sirkulasi udara dengan memberikan kipas angin,

pembersihan kandang dan juga cahaya yang cukup.

b. Pemeliharaan hewan selama intervensi

Tikus dibagi menjadi 5 kelompok dengan 5 ekor/kelompok.

Dalam 1 kandang terdapat 5 ekor tikus yang dibagi sebagai

berikut:

 Kelompok I (kontrol negatif)=pemberian aquades + diet

standar ad libitium

 Kelompok II (kontrol positif)=pemberian DMBA 20

(54)

44

 Kelompok III (perlakuan coba)=pemberian ekstrak etanol daun

sirsak 20mg/200gBB + DMBA 20mg/200gBB

 Kelompok IV (perlakuan coba)=pemberian ekstrak etanol daun

sirsak 40mg/200gBB + DMBA 20mg/200gBB.

 Kelompok V (perlakuan coba)=pemberian ekstrak etanol daun

sirsak 80mg/200gBB + DMBA 20mg/200gBB.

c. Pemeliharaan hewan coba setelah intervensi

Hewan coba setelah perlakuan selama 4 minggu akan

dilakukan terminasi dengan cara dianastesi terlebih dahulu

menggunkan eter dan juga dilakukan servical dislocation.

3.5.2.2Prosedur Penelitian

Tikus yang akan dijadikan sampel, dibagi ke dalam 5 kelompok,

dimana setiap kelompok berisi 5 ekor tikus. Setiap kelompok

kemudian diberi perlakuan sebagai berikut:

a. Kelompok 1 merupakan kelompok kontrol negatif dengan

perlakuan pemberian aquadest dan makanan pelet, satu kali

sehari selama 8 minggu.

b. Kelompok 2 merupakan kelompok kontrol positif dengan

perlakuan DMBA, yang dibuat model kanker hepar dengan

pemberian DMBA dalam minyak zaitun dosis 75 mg/kgBB

(55)

c. Kelompok 3 merupakan kelompok perlakuan yang diberi

ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn) dengan dosis

pemberian 100 mg/kg berat badan selama 4 minggu setelah

pemberian DMBA.

d. Kelompok 4 merupakan kelompok perlakuan yang diberi

ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn) dengan dosis

pemberian 200 mg/kg berat badan selama 4 minggu setelah

pemberian DMBA.

e. Kelompok 5 merupakan kelompok perlakuan yang diberi

ekstrak dan sirsak (Annona muricata Linn) dengan dosis

pemberian 400 mg/kg berat badan selama 4 minggu setelah

pemberian DMBA.

Setelah pemberian DMBA yang terakhir, semua tikus diberi

pakan kontrol saja hingga akhir pengamatan atau selama 4

minggu. Setelah itu, tikus pada kelompok 3, 4 dan 5 diberi

ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata Linn) sesuai dosis

yang dilarutkan dengan aquadest setiap pagi selama 4 minggu.

Sementara kelompok kontrol negatif (kelompok 1) maupun

kontrol positif (kelompok 2) hanya diberi pakan kontrol dan

akuades.

Setelah minggu ke‒9, pengamatan dihentikan kemudian tikus

(56)

46

Selanjutnya dilakukan pembuatan preparat histopatologi hepar

dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE).

Cara pembuatan sediaan histopatologi yang dilakukan di

Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Lampung adalah

sebagai berikut :

1) Fixation

Spesimen berupa potongan organ hepar yang telah dipotong

secara representatif kemudian segera difiksasi dengan formalin

10% selama 24 jam, kemudian potongan dicuci dengan air

mengalir sebanyak 3‒5 kali.

2) Trimming

Potongan kelenjar yang telah terfiksasi dikecilkan hingga ukuran

±3 mm.

3) Dehidrasi

Dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan air yang terdapat di

dalam jaringan. Potongan organ hepar berturut‒turut direndam

dalam alkohol 70% selama 0,5 jam, alkohol 96% selama 0,5 jam

(2 kali), alkohol absolut selama 1 jam (3 kali).

4) Clearing

Clearing bertujuan untuk membersihkan sisa alkohol yang

terdapat dalam jaringan. Clearing dilakukan dengan memasukan

jaringan kedalam larutan xylol I dan II, masing‒masing selama

(57)

5) Impregnasi

Impregnasi dilakukan menggunakan paraffin selama 1 jam

dalam oven suhu 650 C.

6) Embedding

Sisa paraffin yang ada pada base mole dibersihkan dengan

memanaskan beberapa saat di atas api dan diusap dengan kapas.

Paraffin cair disiapkan dengan memasukkan paraffin ke dalam

cangkir logam dan dimasukkan dalam oven dengan suhu diatas

580C. Kemudian Paraffin cair dituangkan ke dalam base mole.

Jaringan yang telah diimpreg dipindahkan satu persatu dari

tissue cassette ke dasar base mole dengan mengatur jarak yang

satu dengan yang lainnya. Biarkan membeku kemudian lepaskan

tissue cassette dari base mole. Blok parafin telah siap dipotong

dengan mikrotom.

7) Cutting

Sebelum dipotong, blok didinginkan terlebih dahulu di lemari

es. Dilakukan pemotongan kasar, lalu dilanjutkan dengan

pemotongan halus dengan ketebalan 4‒5 mikron. Pemotongan

dilakukan menggunakan rotary microtome dengan disposable

knife. Kemudian dipilih lembaran potongan yang paling baik,

diapungkan pada air, dan dihilangkan kerutannya dengan cara

menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung

(58)

48

Lembaran jaringan dipindahkan ke dalam water bath pada suhu

600C selama beberapa detik sampai mengembang sempurna.

Dengan gerakan menyendok, lembaran jaringan tersebut diambil

dengan slide bersih dan ditempatkan di tengah atau pada

sepertiga atas atau bawah. Slide yang berisi jaringan

ditempatkan pada inkubator (suhu 370C) selama 24 jam sampai

jaringan melekat sempurna.

8) Staining (pewarnaan)

9) Mounting dengan entelan dan tutup dengan deck glass

Pemeriksaan mikroskopis pada pewarnaan Hematoksilin‒Eosin

dilakukan dengan mengamati degenerasi bengkak keruh yang

merupakan hasil efek kemopreventif ekstrak pada slide pada

hepar. Degenarasi bengkak keruh pada organ hepar tikus dilihat

dengan melakukan pengamatan sediaan histopatologi

menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x.

10) Pembacaan Slide dengan mikroskop

(59)

Timbang berat badan tikus

K1 K2 K3 K4 K5

Tikus diadaptasi selama 3 hari

I.P I.P I.P I.P

DMBA 75mg/KgBB DMBA 75mg/KgBB DMBA 75mg/KgBB DMBA 75mg/KgBB

Cekok Cekok Cekok Cekok Cekok

Aquadest Aquadest DS 100 mg/KgBB DS 200 mg/KgBB DS 400 mg/KgBB

1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari 1x sehari

Tikus di narkosis dengan eter

Lakukan laparotomi lalu hepar tikus di ambil

Sampel hepar difiksasi dengan formalin 10%

Sample hepar dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk pembuatan sediaan histopatologi

Pengamatan sediaan histopatologi dengan mikroskop

[image:59.595.107.509.106.564.2]

Interpretasi hasil pengamatan

Gambar 11. Diagram Alur Penelitian.

Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak (DS) hingga minggu ke– 8

DMBA 1x/minggu selama 2 minggu

(60)

50

3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.6.1 Identifikasi Variabel

Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu:

a. Variabel Independen

Variabel independen adalah dosis ekstrak etanol daun

sirsak (Annona muricata Linn) 20 mg, 40 mg , dan 80 mg.

b. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah gambaran histopatologi hepar

(degenerasi bengkak keruh).

3.6.2 Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan penelitian dan agar penelitian tidak

menjadi terlalu luas, maka dibuat definisi operasional sebagai

(61)
[image:61.595.114.531.106.734.2]

Tabel 2. Definisi Operasional.

Variabel Definisi Skala

Dosis ekstrak etanol daun sirsak.

Dosis efektif daun sirsak adalah 200 mg/kg BB (Vianandra, 2011).

 Kelompok I (kontrol negatif ) = pemberian aquades

 Kelompok II (kontrol positif) = pemberian DMBA 20 mg/200gBB

 Kelompok III (perlakuan coba) = pemberian ekstrak etanol daun sirsak 20mg/200gBB + DMBA 20mg/200gBB

 Kelompok IV (perlakuan coba) = pemberian ekstrak etanol daun sirsak 40mg/200gBB + DMBA 20mg/200gBB.

 Kelompok V (perlakuan coba) = pemberian ekstrak etanol daun sirsak 80mg/200gBB + DMBA 20mg/200gBB.

Numerik

Gambaran histopatologi sel hepar tikus

Gambaran kerusakan hepatosit tikus dilihat

dengan melakukan pengamatan sediaan

histopatologi menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x pada 5 lapangan pandang dimana setiap lapangan pandang diamati berupa degenerasi bengkak keruh yang terjadi pada hepatosit. Skala degenerasi bengkak keruh kemudian dihitung secara semikuantitatif dalam 5 lapang pandang berbeda. Skala penilaian Kawasaki (2009) dengan modifikasi:

 Skor 0 = tidak ada hepatosit yang mengalami degenerasi bengkak keruh

 Skor 1 = <10% hepatosit yang mengalami degenerasi bengkak keruh;

 Skor 2 = 10–33% hepatosit yang mengalami degenerasi bengkak keruh;

 Skor 3 = 34–66% hepatosit yang mengalami degenerasi bengkak keruh;

 Skor 4 = >66–100% hepatosit yang mengalami degenerasi bengkak keruh

(62)

52

3.7 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan histopatologi di bawah

mikroskop diuji analisis statistik menggunakan software statistik. Hasil

penelitian dianalisis apakah memiliki distribusi normal atau tidak secara

statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel ≤50.

Kemudian, dilakukan uji Levene untuk menyetahui apakah dua atau

lebih kelompok data memiliki varians yang sama atau tidak. Jika

varians data berdistribusi normal dan homogen, dilanjutkan dengan

metode uji parametrik one way ANOVA. Bila tidak memenuhi syarat

uji parametrik, digunakan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Hipotesis

dianggap bermakna bila p<0,050. Jika pada uji ANOVA atau

Kruskal-Wallis menghasilkan nilai p<0,050, maka dilanjutkan dengan

melakukan analisis Post-Hoc LSD untuk melihat perbedaan antar

kelompok perlakuan.

3.8 Etika Penelitian

Implikasi etik pada hewan, pengelolaan binatang coba pada penelitian ini

mengikuti animal ethics. Hal yang perlu dilaksanakan sesuai dengan etik

antara lain megikuti prinsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu:

replacement, reduction, dan refinement (Ridwan, 2013). Replacement

adalah keperluan memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan

(63)

menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk

hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Dalam hal ini, peneliti tetap

menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur Spargue

Dawley dan tidak digantikan dengan hewan coba lainnya. Reduction

diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit

mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Dalam penelitian

ini, peneliti menghitung jumlah minimum menggunakan rumus Frederer

yaitu (n-1) (t-1)>15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan

t adalah jumlah kelompok perlakuan. Refinement adalah memperlakukan

hewan percobaan secara manusiawi (humane), memelihara hewan

dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan

yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai

akhir penelitian. Pada dasarnya prinsip refinement berarti membebaskan

hewan coba dari beberapa kondisi. Yang pertama adalah bebas dari rasa

lapar dan haus, dengan memberikan akses makanan dan air minum yang

sesuai dengan jumlah yang memadai baik jumlah dan komposisi nutrisi

(64)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 . Simpulan

1. Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

muricata Linn) terhadap gambaran histopatologi sel hepar tikus putih

(Rattus norvegicus) galur Sprague dawley yang diinduksi DMBA.

2. Pemberian perbedaan dosis ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata

Linn) 20 mg, 40 mg, dan 80 mg berpengaruh terhadap gambaran

histopatologi hepar tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley

yang diinduksi DMBA yaitu semakin meningkatnya dosis, rerata jumlah

hepatosit yang mengalami bengkak keruh mengalami penurunan walaupun

belum mencapai pada kondisi normal.

5.2 . Saran

Peneliti lain disaran untuk:

1. Menguji lebih lanjut toks

Gambar

Gambar 1. Kerangka teori pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata Linn) terhadap induksi DMBA
Gambar 3. (a) Buah sirsak, (b) Bunga sirsak, (c) Daun sirsak (Botanical garden, 2007)
Gambar 4 . Annonaceus Acetogenin
Gambar 5. Gambaran makroskopik hati manusia dari anterior (Putz & Pabst, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh input (tebu, jam tenaga kerja, dan jam mesin) terhadap jumlah gula pasir yang dihasilkan, besarnya tingkat elastisitas input

Penelitian ini menggunakan model pembelajaran Advance Organizer berbantu media Ular Tangga yang nantinya akan membuat siswa ikut aktif berpartisipasi dalam proses

Analisis Penerimaan Aplikasi Sistem Informasi dengan Menggunakan Technology Acceptance Model (Studi Kasus pada Sistem.. Informasi Terpadu KRS Online Universitas

Karakteristik distress spiritual berdasarkan aspek hubungan dengan diri sendiri paling banyak berada pada karakteristik kurangnya makna hidup (51,7%), berdasarkan aspek

“Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Banguntapan Dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika

Kelas eksperimen dan kontrol diberi tes/soal untuk mengukur penguasaan konsep siswa (pretes).Kemudian,kelas eksperimen (VII B ) diberi perlakuan dengan pembelajaran menggunakan

Penelitian yang dilakukan yaitu berupa survei volume lalu lintas (LHR) untuk melihat tingkat kepadatan kendaraan, kemudian survei kecepatan kendaraan dan survey

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chayati (2011) bahwa variasi pencampuran ubi jalar kuning pada pembuatan roti manis mempengaruhi tingk at kesukaan serta