• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCABUTAN WASIAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENCABUTAN WASIAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENCABUTAN WASIAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM

Oleh:

RAHMI YUNIARTI

Wasiat merupakan salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan. Pengaturan mengenai wasiat terdapat pada Kompilasi Hukum Islam. Selain mengatur mengenai syarat pelaksanaan wasiat, terdapat juga pengaturan mengenai pencabutan wasiat yang dapat dilakukan secara lisan, tertulis, dan dengan akta otentik. Pencabutan wasiat secara lisan memiliki perbedaan cara dengan pencabutan wasiat tertulis dan wasiat dengan akta otentik dimana pelaksanaannya bisa dilakukan secara lisan, tertulis dan dengan akta otentik. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah ketentuan-ketentuan pewasiat dan penerima wasiat menurut Kompilasi Hukum Islam dan pelaksanaan pencabutan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam.

(2)

Rahmi Yuniarti

Selanjutnya, Pasal 199 Kompilasi Hukum Islam yang menguraikan tentang cara pencabutan terhadap wasiat yang dibuat secara lisan, tertulis, dan dengan akta otentik. Terdapat perbedaan dalam pencabutan wasiat secara lisan yang dapat dilaksanakan secara lisan, tulisan dan dengan akta otentik. Apabila pencabutan wasiat secara lisan dilakukan tanpa perlu adanya bukti tertulis dari si pemberi wasiat, sedangkan untuk pencabutan wasiat secara tertulis dan akta otentik memerlukan adanya bukti tertulis. Akta dibawah tangan sebagai bukti tertulis untuk pencabutan wasiat yang dibuat secara tertulis, selanjutnya akta otentik yang dibuat oleh pejabat berwenang yaitu Notaris yang berfungsi sebagai bukti dalam pelaksanaan pencabutan wasiat yang dibuat dengan akta otentik.

(3)

PENCABUTAN WASIAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM

Oleh

RAHMI YUNIARTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Rahmi Yuniarti, penulis dilahirkan pada tanggal 10 Juni 1994 di Bandarlampung. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Ir. Zaki Saleh dan Rosnelly Roesdi, S.E., M.Si.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK PTPN VII Bandarlampung pada tahun 2000, Sekolah Dasar di SD Negeri 2 RawaLaut pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bandarlampung pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Xaverius Pahoman Bandar lampung pada tahun 2012.

(7)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa puji dan syukur Kehadirat Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan kepada :

Untuk kedua orangtuaku tercinta Papa (Alm) Ir. Zaki Saleh dan Mama Rosnelly Roesdi, S.E., M.Si. yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh cinta dan kasih sayang, yang setia mendengarkan keluh kesah serta memberikan nasihat

dan dukungan kepadaku untuk menggapai cita-cita dan masa depan yang cerah, serta selalu mendo’akanku agar senantiasa diberikan kemudahan dan kelancaran

dalam setiap langkahku dalam menggapai cita-citaku.

Saudaraku tersayang Kamilia Amirah dan M. Irfan Zaki yang senantiasa mendo’akanku, mendukungku dan memberikan motivasi serta semangat. Tanpa

kalian aku tidak akan pernah meraih semua ini.

Serta Bapak/Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya dosen bagian hukum keperdataan dengan segenap ketulusan dan keikhlasan untuk

mencurahkan ilmu yang bermanfaat dan senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan do’a untuk kesuksesanku.

(8)

MOTO

Sesungguhnya Allah telah memberikan setiap orang masing-masing haknya.

Maka tidak boleh harta itu diwasiatkan kepada ahli waris.

(HR. At-Tirmizi)

Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena

sesungguhnya engkau tidak akan menembus bumi dan tidak akan dapat

menjulang setinggi gunung

(9)

SANWACANA

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala keberkahan, nikmat, rahmat dan taufik serta hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “PENCABUTAN WASIAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan ilmu pengetahuan, bimbingan, dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum. selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(10)

4. Ibu Dewi Septiana, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan motivasi dan masukan yang membangun serta mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;

5. Ibu Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan masukan-masukan yang bermanfaat, saran serta pengarahan dalam penulisan skripsi ini;

6. Bapak Muhamad Zulfikar, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang juga telah memberikan masukan-masukan yang bermanfaat, saran serta pengarahan dalam penulisan skripsi ini;

7. Bapak M. Iwan Satriawan, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

8. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H., yang telah memberikan banyak ilmu, masukan, motivasi, bimbingan dan nasihat kepada penulis dalam menjalankan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

9. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung, khusunya Bapak/Ibu Dosen Bagian Hukum Keperdataan Sumber Mata Air Ilmu yang penuh ketulusan, dedikasi untuk memberikan ilmu yang bermanfaat dan motivasi bagi penulis, serta segala kemudahan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan studi;

(11)

11. Untuk sahabat-sabahatku tercinta Fero, Ratu, Made, Ria, Zyra, Ratna, Denty, Oca, Katherine, Danny, Putri, Riky, Ulan, Retno, Wenny, Manda, Fariz, Venny, Disha, dan Arif yang selalu memberikan do’a untuk kesuksesanku; 12. Untuk sahabat-sahabat penulis di BKBH FH UNILA, Rita, Batinta, Ghani

dan Mutia terimakasih atas dukungan serta kebersamaan selama ini;

13. Untuk saudara-saudara penulis di HIMA PERDATA, terimakasih atas kebersamaan selama ini;

14. Untuk Masyarakat Kampung Banjar Dewa Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang dan teman-teman KKN : Dwi, Eko, Maya, dan Bang Dian, Pak Parlan, Ibu Inem, Rezky, Reza, Rizka, Mba Nur, Mba Nyoman Resmiati, dan Ibu Griya. Terimakasih atas kebersamaan selama 40 Hari semoga persaudaraan kita akan tetap terjaga;

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas semua do’a, motivasi, bantuan, dan dukungannya;

16. Almamater Tercinta.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemuliaan dan Barokah, dunia dan akhirat khususnya bagi sumber mata air ilmuku, serta dilipat gandakan atas segala kebaikannya yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, 2016 Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ... RIWAYAT HIDUP ... MOTO ... PERSEMBAHAN ... SANWACANA ... DAFTAR ISI ...

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 6

II. Tinjauan Pustaka A. Pengertian dan Pengaturan Wasiat ... 7

B. Pemberi Wasiat ... 13

C. Penerima Wasiat... 14

D. Pelaksanaan Pemberian Wasiat ... 16

E. Batalnya Wasiat ... 19

F. Pencabutan Wasiat ... 21

(13)

III. Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian ... 25

B. Tipe Penilitian ... 25

C. Pendekatan Masalah ... 26

D. Data dan Sumber Data ... 27

E. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 28

F. Analisa Data ... 28

IV. Pembahasan A. Ketentuan-ketentuan Pemberi dan Penerima Wasiat menurut Kompilasi Hukum Islam ... 30

B. Pelaksanaan Pencabutan Wasiat menurut Kompilasi Hukum Islam... 54

1. Pencabutan Wasiat secara Lisan ... 70

2. Pencabutan Wasiat secara Tertulis ... 72

3. Pencabutan Wasiat dengan Akta Otentik ... 73

V. Penutup ... 77

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan salah satu diantaranya adalah wasiat, yaitu pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa benda, piutang, maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang berlaku setelah wafatnya orang yang berwasiat.1 Pengertian lain dari wasiat adalah

tasharruf (pelepasan) terhadap harta peninggalan yang dilaksanakan sesudah

meninggal dunia seseorang.2 Menurut asal hukum, wasiat adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan kemauan hati dalam keadaan apa pun. Karenanya tidak ada dalam syariat Islam suatu wasiat yang wajib dilakukan dengan jalan putusan hakim.3

Sistem kewarisan yang berlaku bagi warga Negara Indonesia masih beragam, sebab selain sistem Hukum Kewarisan Islam yang berlaku, juga masih berlaku sistem hukum waris adat dan sistem hukum waris perdata, yang masing-masing dari sistem tersebut memiliki ketentuan. Berlakunya ketiga sistem hukum kewarisan di Indonesia

1

Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, 2014, PT RajaGrafindo Persada : Jakarta, hlm. 107.

2

Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, 2011, Sinar Grafika: Jakarta, hlm. 145.

3

(15)

2

tersebut, akibatnya masih berpengaruh terhadap penyelesaian sengketa kewarisan, sebab anggota keluarga yang bersengketa dapat memilih salah satu dari ketiga sistem hukum tersebut. Namun, saat ini kedudukan hukum kewarisan Islam, Pemerintah Republik Indonesia telah melembagakan berbagai kaidah hukum yang berlaku secara positif, dalam bentuk peraturan perundang-undangan berupa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, dan dibentuk suatu lembaga yang khusus untuk penegakannya, dalam peraturan perundang-undangan tersebut yaitu peradilan agama.4 Bagi setiap muslim memiliki kewajiban baginya untuk melaksanakan kaidah-kaidah atau aturan-aturan hukum Islam termasuk dalam hal membagikan harta peninggalan miliknya.

Menurut ketentuan hukum Islam, bahwa bagi seseorang yang merasa telah dekat ajalnya dan ia meninggalkan harta yang cukup maka diwajibkan kepadanya untuk membuat wasiat terutama sekali apabila ia telah pula dapat memperkirakan bahwa harta mereka (kedua orang tuanya dan kerabat lainnya) tidak cukup untuk keperluan mereka. Wasiat sebagai salah satu bentuk pemberian kekayaan yang dilakukan oleh seseorang yang baru dapat dilakukan setelah kematiannya yang diberikan kepada pihak tertentu dan dengan bagian tertentu pula sesuai dengan keinginan disertai dengan pertimbangan yang dilakukan.

4

(16)

3

Ketentuan-ketentuan ini merupakan garis hukum Islam berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Al-Qur’an dan hadits diantaranya sebagai berikut5: 1. Al-Qur’an antara lain : 

Surat Al-Baqarah ayat 180 , yang artinya sebagai berikut:

Yang artinya : "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (inilah) kewajiban atas orang yang bertaqwa". (Q.S. Al-Baqarah : 180).

Dalam surat Al-Maidah ayat 106 , Allah berfirman :

Yang artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila salah seorang (di antara) kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan (agama) dengan kamu. Jika kamu dalam perjalanan di bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian, hendaklah kamu tahan kedua saksi itu setelah salat, agar keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu, "Demi Allah kami tidak akan mengambil keuntungan dengan sumpah ini, walaupun dia karib kerabat, dan kami tidak menyembunyikan kesaksian Allah; sesungguhnya jika demikian tentu kami termasuk orang-orang yang berdosa." (Q.S. Al-Maidah: 106).

Dalam Surat An-Nisa’ ayat 11, yang artinya sebagai berikut :

“... (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat

atau (dan) sesudah dibayar hutangnya...”. (Q.S. An-Nisa’ : 11).

2. Hadis

Hadis Rasulullah SAW. yang artinya: “Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar R.A. dia berkata, “Rasulullah SAW. bersabda,hak bagi orang

5

(17)

4

muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak di wariskan, sesudah bermalam selama dua malam, tiada lain wasiatnya itu tertulis pada amal kebajikanya.” Ibnu Umar berkata, “tidak berlalu bagi ku satu malam pun sejak aku mendengar Rasulullah SAW. mengucapkan hadis itu, kecuali wasiatku selalu berada di

sisiku.” (HR Bukhori, Muslim).

Sehubungan dengan pewaris, hal yang penting dipermasalahkan adalah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia6. Perbuatan pewaris ini disebut wasiat. Berdasarkan Pasal 195 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa wasiat dapat dilakukan secara lisan atau tertulis7. Apabila pewaris meninggalkan wasiat, wasiat tersebut berisi pernyataan mengenai apa yang di kehendaki pewaris setelah meninggal dunia. Mengingat wasiat merupakan pernyataan sepihak dari pewaris maka, sebuah wasiat dapat dicabut kembali. Kadangkala karena sesuatu hal seseorang dapat saja mencabut kembali wasiat yang telah ia buat.

Di dalam Kompilasi Hukum Islam pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuannya atau sudah menyatakan persetujuaannya tetapi kemudian menarik kembali. Terdapat perbedaan cara melakukan pencabutan wasiat apabila wasiat tersebut dibuat secara lisan, pencabutan dapat dilakukan secara lisan, tertulis, dan dengan akta otentik. Namun, sebaliknya pencabutan wasiat yang dilakukan secara tertulis atau berdasarkan akta Notaris tidak dapat dilakukan pencabutan secara lisan.

6

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, 2010, PT Citra Aditya Bakti: Bandung, hlm. 207.

7

(18)

5

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai masalah pencabutan wasiat tersebut. Maka dari itu dalam rangka

penyusuan skripsi ini penulis memilih judul : “PENCABUTAN WASIAT

MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM.”

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas terdapat beberapa rumusan masalah yang ingin penulis ajukan, yaitu :

1. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan pewasiat dan penerima wasiat menurut Kompilasi Hukum Islam ?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pencabutan wasiat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam ?

Adapun ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu dan ruang lingkup pembahasan :

1. Ruang lingkup bidang ilmu

Bidang ilmu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bidang hukum keperdataan khususnya Hukum Waris Islam.

2. Ruang lingkup pembahasan

(19)

6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan pewasiat dan penerima wasiat menurut Kompilasi Hukum Islam.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pencabutan wasiat berdasarkan Kompilasi Hukum Islam.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis penelitian ini adalah sebagai pemikiran dan pengembangan di bidang hukum keperdataan khususnya hukum Islam, mengenai Pencabutan Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam.

2. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis penelitian ini adalah :

a. Memperluas pengetahuan penulis dalam bidang hukum khususnya hukum waris Islam ;

b. Sebagai informasi awal bagi penelitian lanjutan dan referensi alternatif bacaan terhadap pihak- pihak yang menerapkan hukum waris Islam ;

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Pengaturan Wasiat 1. Pengertian Wasiat

Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati kematiannya, dapat berupa pesan tentang apa yang harus dilaksanakan para penerima wasiat terhadap harta peninggalannya atau pesan lain di luar harta peninggalannya. Pengertian lain dari wasiat adalah tasharruf (pelepasan) terhadap harta peninggalan yang dilaksanakan sesudah meninggal dunia seseorang. Menurut asal hukum, wasiat adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan kemauan hati dalam keadaan apapun. Karenanya tidak ada dalam syariat Islam suatu wasiat yang wajib dilakukan dengan jalan putusan hakim8. Wasiat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) secara umum masih sesuai dengan fikih Islam dalam beberapa ketentuan. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan KHI Pasal 171 huruf f yang menyatakan sebagai berikut :

“Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau

lembaga yang akan berlaku, setelah pewaris meninggal dunia.”

8

(21)

8

2. Dasar Hukum Wasiat

Dasar hukum wasiat ialah Qur'an surat Baqarah ayat 180 dan surat Al-Maidah ayat 106 arti kedua ayat tersebut ialah9 :

Al-Qur'an, yaitu terdapat dalam beberapa surat berikut Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 180 :

Yang artinya : "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (inilah) kewajiban atas orang yang bertaqwa". (Q.S. Al-Baqarah : 180).

Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 106 :

Yang artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila salah seorang (di antara) kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan (agama) dengan kamu. Jika kamu dalam perjalanan di bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian, hendaklah kamu tahan kedua saksi itu setelah salat, agar keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu, "Demi Allah kami tidak akan mengambil keuntungan dengan sumpah ini, walaupun dia karib kerabat, dan kami tidak menyembunyikan kesaksian Allah; sesungguhnya jika demikian tentu kami termasuk orang-orang yang berdosa." (Q.S. Al-Maidah: 106).

B) As-Sunnah, misalnya yaitu 10 :10

1. Dalam Sunah Nabi Muhammad SAW. Dasar ketentuan hukum antara lain dapat dijumpai dalam sebuah Hadis yang artinya berbunyi sebagai berikut :

"Telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar RA., telah bersabda Rasulullah Saw.,: "Hak bagi orang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak di wasiatkan itu tertulis pada aural kebajikannya". Lebih lanjut Ibnu Umar berkata: "Tidak berlalu bagiku satu malam pun sejak aku mendengan Rasullulah SAW. Mengucapkan hadis kecuali wasiat selalu berada disisiku". (HR Bukhori, Muslim).

9

Wati Rahmi Ria, Hukum Waris Islam, 2011, Lembaga Penelitian Universitas Larnpung, Bandar Lampung. hlm. 89.

10

(22)

9

2. Sunnah Nabi Muhammad SAW., dijumpai dalam sebuah Hadis yang artinya berbunyi sebagai berikut:

"Dari Sa'ad bin Abu Waqas, "Rasulullah SAW. datang mengunjungi saya pada haji wads' di waktu saya menderita sakit keras, lalu saya bertanya. "Ya Rasulullah. Saya sedang menderita sakit keras. Bagaimana pendapat engkau, saya ini orang kaya, dan tidak ada orang yang mewarisi harta saya kecuali seorang anak perempuan. Apakah sebaiknya saya mewasiatkan dua pertiga harta saya itu ?". "Jangan" jawab Rasulullah, "Separuh ya Rasulullah ?", sambungku. "Jangan" jawab Rasulullah. "Sepertiga", sambungku lagi. Rasulullah menjawab : Sepertiga. Sebab sepertiga itu pun sudah banyak dan besar, karena jika kamu meninggalkan ahli waris dalam keadaan yang cukup adalah lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang banyak". (HR Bukhari-Muslim).

Dari Ibnu R.A., Rasulullah SAW. bersabda : "Bukanlah hak seorang Muslim yang mempunyai sesuatu yang ingin diwasiatkan bermalarn (diperlambat) selama dua malam, kecuali wasiatnya telah dicatat di sisi-Nya". (HR Bukhari-Muslim).

C) Ar Ro’yu

Masa hidupnya, pernah Nabi Muhammad SAW. bertanya pada Muadz bin Jabal, yang diangkat sebagai gubernur di Yaman, mengenai kebijakan apa yang akan

diambil dalam menghadapi masalah umat, kalau ternyata Qur’an maupun sunah

tidak secara eksplisit memberi jawaban. “Dengan ini”, jawab Muadz sambil menunjuk kepalanya kepada Rasul, yang kemudian dibenarkannya. Itulah kemudian disebut Ijtihad11. Selanjutnya para ulama beranggapan bahwa ijtihad merupakan sumber ketiga ajaran Islam. Ijtihad bisa dilakukan secara individual mampu secara kelompok yang disebut sebagai ijtihad jama’i. Hasil ijtihad jama’i itu diberlakukan pula sebagai keputusan hukum. Setiap kurun waktu maupun

11

(23)

10

setiap daerah kemungkinan besar memiliki kekhasan masalah, yang tidak pernah terjadi di masa Rasul. Untuk menghadapi masalah itu para ulama melakukan ijma dengan mencari analogi dengan yang terjadi di masa Rasul, yang dalam bahasa Arab disebut qiyas. Proses pencarian keputusan hukum lewat prosedur analogi atau qiyas itu kemudian dianggap sebagai sumber hukum pula. Dari berbagai pendekatan yang telah dikemukakan maka disimpulkan bahwa sumber-sumber hukum Islam ada 3 (tiga) yaitu : Al-Qur’an, sebagai sumber yang pertama dan

utama, Hadits atau Sunnah Rasul, dan Ar Ro’yu (akal) dalam hal ini Ijtihad

dengan berbagai metode istimbatnya.

Untuk memperjelas pengertian wasiat dalam hukum kewarisan Islam, perlu perbandingan dengan pengertian wasiat menurut KUHPdt. Pengertian wasiat dalam Pasal 875, yakni :

Surah wasiat atau testament adaah suatu akta yang memuat pernyataan sescorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali lagi.

Kalau hendak ditarik kesamaannya, antara wasiat dalam hukum kewarisan Islam dalam KUHPdt adalah berlakunya kehendak itu setelah pewasiat meninggal dunia.

D) Kompilasi Hukum Islam

(24)

11

dengan judul Hukum Kewarisan, buku ini terdiri dari 6 bab dengan 44 pasal. Pengaturan mengenai wasiat terdapat pada Bab V (Pasal 194 sampai dengan Pasal 214)12 . Pengaturan mengenai wasiat secara lisan diatur pada Pasal 195 Kompilasi Hukum Islam dinyatakan bahwa wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi atau dihadapan Notaris. Pada Pasal 171 huruf f KHI yang menyatakan sebagai berikut :

"Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia."

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam wasiat dibagi menjadi 3 (tiga) bentuk diantaranya adalah wasiat secara lisan, wasiat secara tertulis, dan wasiat wajibah. Wasiat artinya pesan dari orang yang hidup kepada orang lain yang hidup tentang sesuatu yang harus dilaksanakan olehnya setelah pemberi pesan itu meninggal dunia. Wasiat telah sah disampaikan oleh seseorang, meskipun hanya secara lisan tanpa tulisan karena hukum dasar perwasiatan memang dengan lisan. Sedangkan pengertian wasiat wajibah adalah suatu wasiat yang diperuntukan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan syara.13 Istilah wasiat wajibah pertama kali diperkenalkan oleh Ibn Hazm yang menyatakan wajib bagi tiap-tiap orang yang akan meninggal dan memiliki harta kekayaan, tertutama kepada kerabat yang tidak memperoleh bagian warisan, karena kedudukan sebagai hamba,

12

Suhrawardi K. Lubis, dkk., Hukum Kewarisan Islam, 2013, Sinar Grafika : Jakarta, hlm. 19.

13

(25)

12

kekafirannya, atau ada hal yang menghalangi mereka dari hak kewarisan atau karena memang tidak berhak atas warisan.14

Pengaturannya dalam Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut : Pasal 195 KHI

Ayat (1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi atau dihadapan Notaris.

Ayat (2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui

Ayat (3) Wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.

Ayat (4) Pernyataan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan dihadapan dua orang saksi atau tertulis dihadapan dua orang saksi atau dihadapan notaris.

Pasa1 209 KHI

Ayat (1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal-pasal 176 sampai dengan 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyak 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.

Ayat (2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

14

(26)

13

B. Pemberi Wasiat

Ketentuan-ketentuan mengenai kecakapan untuk memberi dan menerima wasiat terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam diantaranya :

Pemberi Wasiat Pasal 194 KHI

Ayat (1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat, dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.

Ayat (2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat. Ayat (3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal

ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.

Berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata kriteria pemberi wasiat diantaranya, pewaris pembuat surat wasiat harus berakal sehat (Pasal 856 KUHPdt), artinya tidak sakit berat yang mengakibatkan tidak dapat berpikir secara wajar. Jika surat wasiat memuat syarat-syarat yang tidak dapat dimengerti atau tidak mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan, hal yang demikian itu harus dianggap tidak tertulis. Surat wasiat tidak boleh memuat ketentuan yang mengurangi bagian mutlak para ahli waris (Pasal 913 KUHPdt).15

15

(27)

14

C. Penerima Wasiat

Wasiat sebagai salah satu bentuk pengalihan hak dalam pembagian harta waris dalam Islam, apabila wasiat diberikan kepada ahli waris adapun syarat-syarat ahli waris sebagai berikut 16 :

a. Hubungan pemasaban dari pernikahan yang sah secara Islam.

b. Hubungan pernikahan yang sah secara Islam dan masih berlangsung, termasuk nikah sirri.

c. Kesamaan agama Islam dan bukan aliran yang sesat dari ajaran Islam.

Dengan dasar tersebut, siapa pun yang memiliki syarat di atas akan berhak mendapatkan harta waris.

Penerima wasiat dianggap tidak cakap untuk menerima wasiat apabila memenuhi kriteria dalam Pasal 197 KHI, secara lengkap akan diuraikan sebagai berikut : Pasal 197 KHI

Ayat (1) Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena :

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewasiat;

b. Dipersalahkan secara menfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan suatu kejahatan yang diancam

16

(28)

15

dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat;

c. Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau mengubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;

d. Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari pewasiat

Ayat (2) Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu

a. Tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat;

b. Mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;

c. Mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.

D. Pelaksanaan Pemberian Wasiat Ketentuan dalam pelaksanaan Wasiat 1. Pemberi Wasiat

(29)

16

2. Penerima Wasiat

Wasiat dapat ditujukan kepada orang tertentu, baik kepada ahli waris maupun kepada bukan ahli waris.17

3. Harta atau Barang yang Diwasiatkan

Harta atau barang yang diwasiatkan diisyaratkan sebagai harta yang dapat diserahterimakan hak pemilikannya dari pemberi wasiat kepada penerima wasiat.

4. Ijab-Qabul

Ijab Qabul adalah serah terima antara pemberi wasiat dengan penerima wasiat yang status pemilikannya berlaku sesudah pewasiat wafat dan diisyaratkan melalui lafal yang jelas mengenai barang atau harta yang menjadi objek wasiat, baik secara tertulis maupun secara lisan, yang kemudian disaksikan oleh dua orang saksi sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-quran Surah An-Nisa' ayat 282.

Mekanisme pemberian wasiat, memiliki beberapa kesamaan terhadap ketentuan syarat-syarat kewarisan dalam Islam, diantaranya :

Ada tiga syarat kewarisan, yaitu (1) meninggal dunianya pewaris, (2) hidupnya ahli waris, dan (3) mengetahui status kewarisan.18

a. Meninggal dunianya pewaris

Yang dimaksud meninggal dunia disini ialah baik meninggal dunia hakiki (sejati), meninggal dunia hukmi (menurut putusan hakim) dan meninggal dunia taqdiri

17

Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, 2010, Sinar Grafika : Jakarta , hlm. 23.

18

(30)

17

(menurut dugaan). Tanpa ada kepastian bahwa ahli waris meninggal dunia, warisan tidak boleh dibagi-bagikan kepada ahli waris.

b. Hidup ahli waris

Hidupnya ahli waris harus jelas pada saat pewaris meninggal dunia. Ahli waris merupakan pengganti untuk menguasai warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Perpindahan harta tersebut diperoleh melalui jalan kewarisan. Oleh karena itu, sesudah pewaris meninggal dunia, ahli warisnya harus benar-benar hidup.

c. Mengetahui Status Kewarisan

Agar seseorang dapat mewarisi harta orang yang meninggal dunia, haruslah jelas hubungan antara keduanya. Misalnya, hubungan suami-istri, hubungan orang tua anak dan hubungan saudara, baik sekandung sebapak maupun seibu.

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Indonesia dalam Buku 11 Bab IV Pasal 194 dan 195 menyebutkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan perwasiatan tersebut adalah sebagai berikut :

Pasal 194 KHI

Ayat (1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.

(31)

18

Ayat (3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.

Pasal 195 KHI

Ayat (1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi atau dihadapan Notaris.

Ayat (2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui

Ayat (3) Wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.

Ayat (4) Pernyataan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan dihadapan dua orang saksi atau tertulis dihadapan dua orang saksi atau dihadapan notaris.

Pasal 196 KHI

Dalam wasiat baik secara tertulis maupun secara lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa atau siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.

E. Batalnya Wasiat Pasal 197 KHI

(32)

19

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewasiat;

b. Dipersalahkan secara menfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat;

c. Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau mengubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;

d. Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari pewasiat

Ayat (2) Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu

a. Tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat;

b. Mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;

(33)

20

Dalam hal pewarisan adapun yang menjadi sebab seseorang itu tidak mendapat warisan (hilangnya hak kewarisan/penghalang mempusakai) adalah disebabkan secara garis besar dapat diklasifikasikan kepada.19

a. Karena halangan kewarisan

Dalam hal hukum kewarisan Islam, yang menjadi penghalang bagi seseorang ahli waris untuk mendapatkan warisan disebabkan karena hal-hal berikut :

1) Pembunuhan,

i. Pembunuhan secara hak dan tidak melawan hukum. ii. Pembunuhan secara tidak hak dan melawan hukum. 2) Karena Perbedaan/Berlainan Agama

b. Kelompok Keutamaan dan Hijab

Hukum waris Islam juga mengenal pengelompokan ahli waris kepada beberapa kelompok keutamaan, kelompok keutamaan ini juga dapat disebabkan kuatnya hubungan kekerabatan. Dengan adanya kelompok keutamaan di antara para ahli waris ini dengan sendirinya menimbulkan akibat adanya pihak keluarga yang tertutup (terdinding atau terhijab) oleh ahli waris lain, dengan demikian di dalam hukum waris Islam dikenalah "Lembaga Hijab".

19

(34)

21

F. Pencabutan Wasiat

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 199 menyatakan bahwa20 :

1) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuannya atau sudah menyatakan persetujuannya tetapi kemudian menarik kembali.

2) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.

3) Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta Notaris.

4) Bila wasiat dibuat berdasarkan akta notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan akta Notaris.

Pengertian akta otentik merupakan salah satu alai bukti tulisan di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat/pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat di mana akta dibuatnya, sebagaimana bunyi ketentuan Pasal 1867 dan 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.21

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak mengenai wasiat yang dilakukan secara lisan, hanya terdapat wasiat yang dibuat secara tertulis yaitu Surat Wasiat (Testament). Apabila pewaris meninggalkan wasiat, menurut

20

Lihat Abdurrahman, Op. Cit., hlm. 162.

21

(35)

22

undang-undang, wasiat tersebut harus tertulis yang berisi pernyataan mengenai apa yang dikehendaki pewaris setelah dia meninggal. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 875 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan

Testament adalah suatu akta yang memuat penyataan seseorang yang tentang apa

yang dikehendakinya akan terjadi setelah dia meninggal dan yang olehnya dapat dicabut.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pencabutan wasiat dapat dilakukan dengan tegas dan dapat pula dengan diam-diam. Apabila wasiat dicabut dengan tegas, menurut ketentuan Pasal 922 KUHPdt pencabutan itu harus dengan surat wasiat baru atau dengan akta notaris khusus, di mana pewaris menyatakan kehendaknya akan mencabut wasiat itu seluruhnya atau untuk sebagian. Arti kata "khusus" dalam pasal ini adalah meliputi tidak hanya mengenai hal yang dicabut kembali, tetapi juga boleh memuat hal-hal yang mengulangi apa yang disebut dalam wasiat tersebut.

(36)

23

G. Kerangka Pikir

Pewasiat adalah seseorang yang memiliki harta kekayaan, dan hendak membagi hartanya kepada orang lain melalui wasiat. Wasiat dapat dilakukan secara lisan dan tertulis. Wasiat merupakan salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan. Pengaturan mengenai wasiat secara lisan diatur pada Kompilasi Hukum Islam. Di dalam Kompilasi Hukum Islam diatur mengenai ketentuan pemberi dan penerima wasiat. Sebagai suatu pernyataan sepihak dari pewaris, sebuah wasiat dapat dicabut kembali oleh si pembuat wasiat. Dalam Kompilasi Hukum Islam diatur mengenai ketentuan atau syarat mengenai pencabutan terhadap suatu wasiat beserta mekanismenya. Mekanisme pencabutan wasiat yaitu dengan cara lisan, tertulis, serta dengan akta notaris.

Wasiat Berdasarkan KHI

Ketentuan pemberi dan penerima wasiat

menurut KHI

Pelaksanaan Pencabutan Wasiat

Menurut KHI

Akta Notaris Tulisan

(37)

24

(38)

III. METODE PENELITIAN

Penelitian Hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.22

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah bersifat penelitian hukum normatif . Penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku bagi setiap orang. Penelitian ini memfokuskan pada Pencabutan Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Abdulkadir Muhammad, penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Bertujuan untuk

22

(39)

26

menggambarkan secara rinci, jelas, dan sistematis mengenai pencabutan wasiat secara lisan dalam pembagian harta waris. Penelitian ini akan menganalisis bagaimana Pencabutan Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam.

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian. Pada penelitian hukum normatif, tahap-tahap pendekatan masalah yang dapat ditentukan peneliti adalah sebagai berikut23 :

1. Penentuan pendekatan yang lebih sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.

2. Identifikasi pokok bahasan (topical subject) berdasarkan rumusan masalah penelitian.

3. Pembuatan rincian subpokok bahasan (subtopical subject) berdasarkan setiap pokok bahasan hasil identifikasi.

4. Pengumpulan, pengolahan, penganalisisan data, dan kesimpulan. 5. Laporan hasil penelitian (dapat dalam bentuk karya ilmiah).

Apabila peneliti menggunakan pendekatan normatif analitis substansi hukum

(approach of legal content analysis), ada 3 (tiga) gradasi pendekatan normatif analitis

yang dapat digunakan oleh peneliti, yaitu24:

23

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 112.

24

(40)

27

1) Penjelajahan hukum (legal exploration); 2) Tinjauan hukum (legal review);

3) Analisis hukum (legal analysis).

Penelitian ini akan menganalisis bagaimana Pencabutan Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam. Terkait dengan tinjauan hukum sering disebut juga tinjauan yuridis (legal review) adalah tingkatan kedua yang digunakan peneliti dalam kajian substansi hukum. Pada tipe tinjauan yuridis, peneliti membahas mengenai Pencabutan Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam.

D. Data dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Yang terdiri dari 1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari :

a. Al-Quran

b. Al-Hadist

c. Ar Ro’yu (akal)

d. Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

e. Kompilasi Hukum Islam

(41)

28

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yakni kamus hukum. Kamus Besar Bahasa Indonesia dan juga bahan-bahan dari internet yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

E. Pengumpulan dan Pengolaban Data

Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka yang meliputi sumber primer, yaitu perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan. Sumber sekunder, yaitu buku-buku literatur ilmu hukum beserta tulisan-tulisan hukum lainnya yang relevan dengan permasalahan.25 Studi pustaka dilakukan melalui tahap-tahap identifikasi pustaka sumber data, identifikasi bahan hukum yang diperlukan, dan inventarisasi bahan hukum (data) yang diperlukan tersebut. Data yang terkumpul kemudian diolah melalui tahap pemeriksaan (editing), penandaan (coding), penyusunan (reconstructing), sistematisasi berdasarkan pokok bahasan dan subpokok bahasan yang di identifikasi dari rumusan masalah (systematizing), yang berkaitan dengan pokok bahasan yang diteliti yaitu Pencabutan Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam.

F. Analisis Data

Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif26, yang artinya hasil penelitian ini di deskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat-kalimat yang mudah dimengerti, menginterpretasikan atau

25

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 192.

26

(42)

29

(43)

V. PENUTUP

Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan mengenai pembahasan masalah yang merupakan inti dari penulisan hukum yang disusun ini dengan judul Pencabutan Wasiat Menurut Kompilasi Hukum Islam, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketentuan-ketentuan pemberi dan penerima wasiat menurut Kompilasi Hukum Islam yang diatur pada Pasal 194 dan 197 yang menguraikan bahwa pemberi wasiat harus berusia sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat, dan tanpa paksaan dalam membuat suatu wasiat, sedangkan untuk penerima wasiat memiliki kriteria tidak pernah dihukum dengan putusan hakim dikarenakan melakukan suatu kejahatan terhadap di pemberi wasiat serta diharuskan memiliki sikap terhadap wasiat yang ditujukan kepadanya.

(44)

78

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdullah, Sulaiman. 1995. Sumber Hukum Islam Permasalahan dan

Fleksibilitas. Sinar Grafika : Jakarta.

Abdurrahman. 2007. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Akademika Pressindo: Jakarta.

Ali, Zainuddin. 2010. Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.

Budiono, Herlien. 2013. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang

Kenotariatan Buku Kedua. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Junaidi, Ahmad. 2013. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang

Kenotariatan Buku Kedua. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Lubis, Suhrawadi K., dkk. 2013. Hukum Waris Islam (Lengkap dan Praktis). Jakarta : Sinar Grafika.

Mardani. 2014. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Muhammad, Abdulkadir. 2010. Hukum Perdata Indonesia. PT Citra Aditya Bakti: Bandung.

Muhibbin. 2009. Hukum Kewarisan Islam sebagai Pembaruan Hukum Positif

(46)

Muthiah, Aulia, dkk. 2015. Hukum Waris Islam Cara Mudah dan Praktis

Memahami dan Menghitung Warisan. Yogyakarta : Pustaka Yustisia.

Wati Rahmi Ria. 2007. Islamologi Suatu Pengantar Ilmu Hukum Islam. Universitas Lampung : Bandung.

Ria, Wati Rahmi. 2011. Hukum Waris Islam. Bandar Lampung : Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Saebani, Beni. 2011. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Bandung : CV Pustaka Setia.

Salihima, Syamsulbahri. 2015. Perkembangan Pembagian Warisan dalam

Hukum Islam dan Implementasinya pada Pengadilan Agama. Jakarta :

Prenamedia Group.

Salim, Oemar . 2011. Hukum Kontrak Teori don Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar Grafika : Jakarta.

Sasongko, Wahyu. 2011. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Universitas Lampung : Bandar Lampung.

Shomad, Abd. 2010. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum

Indonesia. Prenada Media Group : Jakarta.

Syakur, Ahmad Bisyri. 2015. Panduan Lengkap Mudah Memahami Hukum

Waris Islam Dilengkapi Hibah dan Wasiat. Jakarta : Visimedia Pustaka.

Usman Rachmadi. 2009. Hukum Kewarisan Islam dalam Dimensi Kompilasi

Hukum Islam. Bandung : Mandar Maju.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

(47)

Website

http://muh-maskur89.blogspot.co.id, Diakses pada tanggal 21 September 2015, Pukul 20.20 WIB.

http://hasyimsoska.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 23 Oktober 2015, Pukul 19.22 WIB.

http://kerinci.kemenag.go.id, Diakses pada tanggal 19 Desember 2015, Pukul 13.17 WIB.

http://irmadevita.com, Diakses pada tanggal 20 December 2015, Pukul 06.08 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

Batasan dalam suatu wasiat terletak dalam pasal 931 BW yaitu tentang legitime portie yang menyatakan bahwa legitime portie atau bagian mutlak adalah semua

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Saluran pemasaran dan margin pemasaran komoditas kopi di Desa Latimojong Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang.. Teknik untuk

yang diproduksi secara massal pada keenam perlakuan tersebut menghasilkan jumlah konidia yang sama (tidak berbeda nyata), maka keenam perlakuan tersebut berpotensi

Dengan segala puji dan syukur kepada Allah SWT dan junjungan kepada baginda Rosul Nabi Muhammad SAW yang telah menentukan segala sesuatu berada ditangan-Nya, serta

Data dianalisa menggunakan regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Untuk membedakan teknologi produksi digunakan dummy variable pada

Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat dilihat dari 51 responden, yang terdiri dari 26 responden siswa kelas XI IPS dan 25 responden siswa kelas XI IPA bahwa

Berdasarkan grafik index Top Brand untuk kategori pembalut wanita pada gambar di atas Laurier menempati urutan pertama pada tahun 2011. Akan tetapi, keunggulan Laurier dalam

Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa kesulitan skill Dalam pokok bahasan integral pada siswa kelas siswa kelas XII.IPA.1 SMA Negeri 10 Jeneponto, tahun