Poppy Anjelisa Z. Hasibuan dan Marline Nainggolan JURNAL PENELITIAN MIPA Volume 1, Nomor 1 Desember 2007
20
PENENTUAN SIFAT KIMIA FISIKA SENYAWA ALKALOID HASIL
ISOLASI DARI DAUN BANDOTAN
(Ageratum conyzoides
Linn.
)
Poppy Anjelisa Z. Hasibuan dan Marline Nainggolan
Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi USU
Abstract
Extraction, isolation and identification of alkaloid from bandotan’s leaf (Ageratum conyzoides Linn.) has been carried out. Extraction was done by maceration method by using methanol. Isolation has been carried out by adding acid base to give crude alkaloid. The isolation followed by column chromatography by using chloroform-methanol-amonia as mobile phase (85-15-1) and silica gel 60 (mesh 70-230 ASTM) as statis phase. The result of column chromatography has get one white crystal alkaloid shaped as needle (Rf 0,62). From ultraviolet spectrophotometry has showed maximum absorbtion at 246,6 nm, 276,4 nm and 284,4 nm. From infra red spectrophotometry showed OH, C=O, O, H of CH2 and C-H of CC-H3.
Keywords: Daun bandotan, alkaloid, column chromatography, maseration
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia telah menggunakan obat tradisional sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan jauh sebelum layanan kesehatan formal dengan obat-obat modernnya menyentuh masyarakat. Untuk menggali dan meningkatkan potensi tumbuh-tumbuhan sebagai obat dan sumber bahan aktif biologis perlu dilakukan penelitian terhadap tumbuhan yang berkhasiat obat. Salah satu alternatif dalam mencari senyawa baru adalah dengan melakukan penelitian secara fitokimia yang sekaligus sebagai langkah awal untuk mengetahui kandungan aktif biologis yang berasal dari tumbuhan obat.
Tumbuhan bandotan (Ageratum conyzoides
Linn.), familia Asteraceae merupakan tumbuhan herba dan gulma yang telah lama dipergunakan oleh kelompok masyarakat untuk pengobatan, seperti obat sakit dada, obat mata yang terasa panas, sakit perut dan luka infeksi (Heyne, 1987). Selain itu Perry (1980) menyebutkan daun bandotan digunakan untuk obat diare, gonorhoe dan luka infeksi serta obat bisul. Daun bandotan ini juga berkhasiat sebagai obat demam, luka berdarah, muntah dan diare (Wijayakusuma, 1994). Kandungan senyawa daun tumbuhan ini adalah minyak atsiri, alkaloid dan kumarin (Heyne, 1987).
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa alkaloid dari daun bandotan yang merupakan senyawa metabolit sekunder dengan prospek aktif biologis yang cukup besar terutama pada susunan saraf pusat. Di sampng itu dapat
digunakan sebagai antibakteri dan antiamuba (Bruneton, 1995). Senyawa alkaloid diekstraksi dengan cara maserasi dengan pelarut metanol kemudian dilakukan ektraksi cair-cair secara asam basa, selanjutnya alkaloid kasar yang diperoleh dipisahkan dengan kromatografi lapisan tipis (KLT) dan kromatografi kolom. Terhadap senyawa hasil isolasi dilakukan uji kemurnian KLT dua arah dan isolat yang diperoleh diidentifikasi dengan alat spektrofotometer ultraungu dan inframerah.
BAHAN DAN METODE
Alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, neraca kasar (Ohaus), neraca listrik (Libror ED-200), oven listrik (Fisher scientifio), rotary evaporator (Buchi 461), lampu ultra violet (Dessaga), seperangkat alat kromatografi lapisan tipis dan kromatografi kolom. Spektrofotometer ultraviolet (Shimadzu 160) dan spektrofotometer inframerah (Shimadzu 420). Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun bandotan (Ageratum conyzoides Linn.), bahan kimia berderajat pro analisis dan akuades.
Pengambilan sampel
Poppy Anjelisa Z. Hasibuan dan Marline Nainggolan JURNAL PENELITIAN MIPA Volume 1, Nomor 1 Desember 2007
21 membandingkan dengan tempat tumbuh di daerah
lain.
Pembuatan serbuk daun
Daun bandotan yang baru dipetik dibersihkan dari pengotoran, dicuci dengan air sampai bersih, ditiriskan, dikeringkan di udara terbuka (diangin-anginkan) terhindar dari pengaruh cahaya matahari langsung, kemudian dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur ± 400 C kemudian diserbuk.
Pemeriksaan senyawa alkaloid
Serbuk daun bandotan ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml akuades, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan disaring. Pada filtrat masing-masing ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, Bouchardat dan Dragendorf. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan, paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas (Harborne, 1987).
Pembuatan ekstrak
Sebanyak 750 g serbuk bahan dimaserasi dengan pelarut metanol selama 24 jam, kemudian dipisahkan, sisa serbuk (residu) dimaserasi kembali dengan pelarut metanol sampai jernih. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator pada temperatur tidak lebih dari 400 C hingga diperoleh ekstrak kental (Samuelsson, 1999).
Isolasi alkaloid dari ekstrak metanol
Ekstrak metanol dibasakan dengan amonium hidroksida (pH 9-10) kemudian diekstraksi dengan kloroform (diulangi 3 kali), dipekatkan dan ditambah asam klorida 1 N sampai pH 2-3, kocok kemudian sari asam dipisahkan (ulangi sebanyak 3 kali). Selanjutnya sari asam diuapkan dan dibasakan dengan larutan ammonia sampai alkalis (pH 9-10) lalu diekstraksi dengan kloroform sampai semua tersari sempurna. Lapisan kloroform dikumpulkan dan dipekatkan dengan bantuan rotary evaporator pada temperatur tidak lebih dari 400 C sehingga diperoleh ekstrak alkaloid kasar (Bruneton, 1995).
Pemisahan alkaloid secara kromatografi kolom
Ekstrak alkaloid kasar dianalisis dengan KLT menggunaka fase diam silika gel F 254 dan fase gerak campuran kloroform-metanol-amonia (85-15-1) dan sebagai penampak noda Dragendorf. Hasilnya diamati dan catat harga Rf.
Komponen alkaloid kasar dipisahkan dengan kromatografi kolom, sebagai fase diam digunakan silika gel 60 (mesh 70-230 ASTM), fase gerak adalah campuran kloroform-metanol-amonia (85-15-1). Fraksi-fraksi yang keluar masing-masing ditampung lebih kurang 5 ml kemudian hasilnya dipantau dengan KLT menggunakan fase gerak yang sama dan sebagai penampak bercak Dragendorf, untuk pola kromatogram yang sama digabung menjadi satu (Gritter, dkk., 1991).
Uji kemurnian alkaloid dengan KLT dua dimensi
Kristal yang diperoleh dari hasil isolasi dilakukan uji kemurnian secara KLT dua dimensi menggunakan fase gerak I: kloroform-metanol-amonia (85-15-1) dan fase gerak II kloroform-etil asetat (60-40), sebagai fase diam adalah silika gel F 254 dan penampak bercak Dragendorf.
Identifikasi alkaloid dengan spektrofotometer ultraungu
Kristal hasil isolasi dilarutkan dalam pelarut metanol kemudian diukur absorbansi pada panjang gelombang 200-400 nm.
Identifikasi alkaloid dengan spektrofotometer inframerah
Kristal hasil isolasi dilarutkan dalam kloroform, kemudian diteteskan diantara dua lempeng (disk) NaCl lalu diukur pada daerah frekuensi 4000-650 cm-1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Poppy Anjelisa Z. Hasibuan dan Marline Nainggolan JURNAL PENELITIAN MIPA Volume 1, Nomor 1 Desember 2007
22
Gambar 1. Spektrum ultraviolet kristal alkaloid
Penafsiran spektrum inframerah mempunyai pita lebar dengan kekuatan sedang pada daerah 3400 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus OH, ini diperkuat dengan munculnya pita lemah pada daerah 1070 cm-1 yang berasal dari ikatan C-O. Pita tajam dan kuat pada daerah 1670 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O dan pita kuat pada daerah 2975 cm-1 adanya ikatan C-H alifatis yang diperkuat dengan munculnya pita berkekuatan sedang pada daerah 1450 cm-1 yang diberikan oleh ikatan C-H dari CH2 (metilen) dan pita lemah pada daerah 1380
cm-1 oleh ikatan C-H dari CH3 (metal), hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2. Spektrum inframerah kristal alkaloid
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil isolasi senyawa alkaloid dari ektrak metanol daun bandotan (Ageratum conyzoides
Linn.), diperoleh kristal berbentuk jarum berwarna putih (Rf 0,62) dengan fase gerak kloroform-metanol-amonia (85-15-1), dan hasil spektrum ultraviolet mempunyai panjang gelombang 246,6; 276,4; dan 284,4 nm dan hasil spektrum inframerah menunjukkan adanya gugus OH, gugus C=O, ikatan C-H dari CH2 (metilen), ikatan C-H dari CH3 (meti)
dan ikatan C=O.
Saran
Disarankan pada peneliti lebih lanjut untuk menentukan struktur alkaloid yang diperoleh dan mengisolasi senyawa lain serta uji aktivitas farmakologinya.
DAFTAR PUSTAKA
Bruneton, J. (1995). Pharmacognosy Phytochemistry Medicinal Plants. Paris: Lavoisier Publishing. hal 527-528, 538.
Gritter, R.J. Bobbit, J.M. dan Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi. Terbitan kedua. Bandung: Penerbit ITB. hal 130-141. Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun
Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan II. Bandung: ITB Press.
Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Litbang Departemen Kehutanan.
Perry, L.M. (1980). Medical Plants of East and Southeast Asia and Uses. Cambridge, Massachusetts and London England: The MIT Press.
Samuelsson, G. (1999). Grugs Natural Origin. Fourth revised edition. Swedia: Swedish Pharmaceutical Press. hal 46-49.