commit to user
PERBEDAAN STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN
ANTARA ANAK BALITA DARI ORANG TUA LENGKAP
DENGAN ORANG TUA BERCERAI
Tesis
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pelayanan Kedokteran Keluarga
Yusuf Alam Romadhon S 520 908 013
PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KELUARGA PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERBEDAAN STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN
ANTARA ANAK BALITA DARI ORANG TUA LENGKAP
DENGAN ORANG TUA BERCERAI
Disusun oleh :
Yusuf Alam Romadhon
S 520 908 013
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Pada tanggal : ...
Nama Tanda tangan
Pembimbing I : Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr. MS ... NIP. 194811071973101003
Pembimbing II : dra. Suci Murti Karini, MSi ... NIP. 195405271980032001
Ketua Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga
commit to user
iii
PERBEDAAN STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN
ANTARA ANAK BALITA DARI ORANG TUA LENGKAP
DENGAN ORANG TUA BERCERAI
oleh :
Yusuf Alam Romadhon
S 520 908 013
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji
Pada tanggal : ...
Jabatan Nama Tanda tangan
Ketua Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr. MM. M.Kes. PAK ...
Sekretaris Prof Dr dr Harsono Salimo SpA (K) ...
Anggota Penguji
1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr. MS ...
2. dra. Suci Murti Karini, MSi ...
Surakarta, ...
Mengetahui Ketua Program Studi
Direktur PPs UNS Magister Kedokteran Keluarga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Yusuf Alam Romadhon
NIM : S 520 908 013
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Perbedaan Status Gizi
Dan Perkembangan Antara Anak Balita Dari Orang Tua Lengkap Dengan Orang
Tua Bercerai adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya
dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apablia dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik.
Surakarta, 13 Mei 2011
Yang membuat pernyataan
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, sholawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW. Saya
bersyukur kepada Allah SWT, karena dengan karunia-Nya tesis ini akhirnya dapat
diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan derajat Magister Kedokteran
Keluarga.
Banyak hambatan dan kesulitan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini,
namun atas kehendak Allah SWT dan bantuan yang tulus dan motivasi yang luar
biasa dari semua pihak, akhirnya hambatan dan kesulitan itu bisa teratasi. Dengan
selesainya penelitian dan penulisan tesis ini, penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada :
1. Rektor Universitas Sebelas Maret, Prof. Dr. Ravik Karsidi. M.S. yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti program Magister
di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Prof. drs. Suranto,
MSc.PhD yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti
program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
3. Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Prof. Dr. dr. Didik
Tamtomo, PAK, MM, MKK yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret.
4. Ketua Minat Utama Pelayanan Profesi Kedokteran, dr. Balgis MSc CMFM,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Magister Kedokteran Keluarga di Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret, atas dukungan, dorongan yang memotivasi. Dengan segala hormat
saya mengucapkan terimakasih.
5. Pembimbing I, Prof. Dr. dr. Ahmad Arman Subijanto, MS yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk memberikan konsultasi dan membimbing saya,
di antara padatnya waktu beliau dalam memimpin Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Dengan segala hormat saya mengucapkan terima
kasih atas bantuan dan kepeduliannya.
6. Pembimbing II, dra. Suci Murti Karini, Msi, yang telah membimbing saya
sehingga bisa lebih mendalami proses tumbuh kembang anak balita beserta
pengukurannya. Dengan segala hormat saya mengucapkan terimakasih atas
bantuan dan kepeduliannya.
7. Penguji tesis, Prof. Dr. dr. Harsono Salimo SpA (K), atas segala saran,
masukan dan kepeduliannya saya mengucapkan terimakasih.
8. dr. Putu Suriasa, MS, PKK, SpOK, atas segala saran, masukan, motivasi dan
kepeduliannya saya mengucapkan terima kasih.
9. Semua guru-guru saya di Program Studi Magister Kedokteran Keluarga,
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, terima kasih atas bekal ilmu yang telah diberikan, semoga
menjadi amal jariyah yang tiada terputus.
10. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang
telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program
commit to user
vii
11. Rekan-rekan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta, atas kebersamaan dan bantuannya selama
mengikuti program Magister di Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret
12. Kedua orang tua penulis yang telah berjuang berkorban dan mendidik,
membesarkan, memberikan kasih sayang dan membekali diri saya.
13. Keluarga saya, istri tercinta Yuni Prastyo Kurniati, atas dukungan, dorongan
dan doa kepada saya ntuk mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Kedua pangeranku yang gagah berani, Arrizqi Hafidh Abdussalaam dan
Syauqi Hanif Arrantissi memberikan inspirasi yang luar biasa dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini. Semoga kalian menjadi anak yang sholih
dan mampu memberikan kontribusi yang hebat bagi bangsa dan umat serta
yang lebih utama mendapatkan ridho dari Allah SWT. Amin.
14. Kepala Puskesmas Kartasura drg Prasetyo Nugroho MM yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayahnya,
serta fasilitas dan bantuan yang diberikan.
15. Ibu-ibu bidan yang telah membantu saya dalam mencari data, ibu Ismaya, ibu
Larni, ibu Mela, dan semua bidan desa, tanpa bantuan dari ibu-ibu
pelaksanaan penelitian ini akan lebih berat bagi saya.
16. Mbak Vinda, mas Ilham, mas Arya, mas Hidayat, mbak Dila, mbak Jayanti,
mas Brian, mbak Revina, terima kasih atas bantuannya dalam pelaksanaan
penelitian ini, tanpa dukungan kalian, pelaksanaan penelitian ini akan lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
17. Mbak Indri Hapsari, mas Endri, terimakasih atas segala bantuannya berupa
apapun serta dorongan semangat agar saya dapat menyelesaikan studi.
18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis yang tidak
mungkin dapat disebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi yang
berkepentingan pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak.
Surakarta, 13 Mei 2011
commit to user
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN TESIS... iii
LEMBAR PERNYATAAN... iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
ABSTRAK... xvi
ABSTRACT... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
1. Tujuan Umum ... 4
2. Tujuan Khusus ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
1. Manfaat Teoritis ... 5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ... 8
c. Penilaian status gizi ... 8
d. Klasifikasi status gizi ... 10
2. Perkembangan Anak ... 10
a. Definisi perkembangan anak ... 10
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak ... 11
c. Kebutuhan dasar anak untuk perkembangannya ... 12
d. Tahap-tahap perkembangan anak ... 12
e. Penilaian perkembangan anak ... 15
f. Interpretasi dan kesimpulan pemeriksaan Denver II ... 17
3. Anak Balita ... 17
4. Perceraian ... 19
a. Definisi perceraian ... 19
b. Penyebab perceraian ... 20
c. Dampak perceraian ... 20
5. Perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai ... 24
commit to user
xi
B. Kerangka Pemikiran ... 29
C. Hipotesis ... 30
BAB III METODE PENELITIAN... 32
A. Jenis Penelitian ... 32
B. Subyek Penelitian ... 32
C. Besar Sampel... 32
D. Teknik Pengambilan Sampel... 32
E. Identifikasi Variabel ... 33
F. Definisi Operasional Variabel ... 33
1. Status perkawinan orang tua anak balita... 33
2. Status gizi anak balita... 33
3. Status perkembangan anak balita... 34
G. Sumber Data ... 35
H. Instrumen Penelitian ... 36
I. Alur Penelitian ... 36
J. Analisis Statistik ... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 38
A. Diskripsi Hasil Penelitian ... 38
1. Karakteristik Responden... 39
2. Hasil Analisis Perbedaan Variabel-variabel Penelitian ... 49
B. Pembahasan ... 51
1. Pembahasan Teoretis... 51
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
C. Keterbatasan Penelitian ... 55
D. Kelebihan Penelitian ... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 57
A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 59
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan kelompok usia 39
Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan status gizi berat badan (BB/U) 40
Tabel 3 Distribusi responden berdasar status gizi tinggi badan (TB/U) 41
Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan status perkembangan umum 42
Tabel 5 Distribusi responden berdasarkan status perkembangan
personal sosial
43
Tabel 6 Distribusi Responden Berdasar Perkembangan Motorik Halus 44
Tabel 7 Distribusi Responden Berdasar Perkembangan Bahasa 45
Tabel 8 Distribusi responden berdasar status perkembangan motorik
kasar
46
Tabel 9 Distribusi responden berdasarkan pendapatan orang tua 47
Tabel 10 Uji normalitas berdasarkan two – sample Klomogorov –
Smirnov test
48
Tabel 11 Hasil Uji Statistik Non Parametrik untuk menguji kemaknaan
statistik perbedaan variabel pendapatan orang tua antara
kelompok orang tua lengkap dan cerai
49
Tabel 12 Hasil uji t untuk menguji kemaknaan statistik perbedaan
variabel status gizi tinggi badan (TB/U), status gizi berat badan
(BB/U), status perkembangan umum, status personal sosial,
motorik halus, bahasa dan motorik kasar anak balita antara
kelompok orang tua lengkap dan bercerai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kerangka pemikiran perbedaan status gizi dan
perkembangan antara anak balita dari keluarga lengkap
dengan keluarga bercerai
29
Gambar 3.1. Alur penelitian perbedaan status gizi dan perkembangan
antara anak balita dari keluarga lengkap dengan keluarga
bercerai
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Instrumen Penilaian Perkembangan Denver II
Lampiran 3 Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Perkembangan Denver II
Lampiran 4 Data Dasar Hasil Penelitian
Lampiran 5 Hasil Pengolahan Data Dengan Menggunakan SPSS versi 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi ABSTRAK
Yusuf Alam Romadhon, S 520 908 013. Perbedaan Status Gizi Dan
Perkembangan Antara Anak Balita Dari Orang Tua Lengkap Dengan Orang Tua
Bercerai. Pembimbing I : Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr. MS, Pembimbing II : dra.
Suci Murti Karini, Msi. Tesis untuk Program Magister Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011
Secara global mulai bertambah jumlah anak yang dibesarkan oleh orang tua yang bercerai. Di Amerika lebih dari 1 juta anak mengalami peristiwa perceraian orang tua mereka. Di Indonesia data anak yang mengalami peristiwa perceraian orang tua belum ada, laju angka perceraian meningkat 10 kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. Sejauh ini masih terbatas jumlah penelitian yang mengkaji perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari kelompok orangtua bercerai dengan kelompok orang tua lengkap.
Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan comparative study. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah pada bulan Januari 2011 sampai dengan Februari 2011. Populasi penelitian adalah anak balita yang menjadi anggota posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kartasura Sukoharjo, sebanyak 10.165 anak balita (N) yang tersebar di duabelas desa. Sampel sebanyak 58 anak balita (n) terdiri dari 29 anak balita dari kelompok orang tua bercerai dan 29 anak balita dari orang tua lengkap. Data dianalisis menggunakan software SPSS versi 16, analisis perbedaan dengan memakai Mann Whitney untuk variabel pendapatan orang tua (non parametrik), memakai uji t untuk variabel status gizi berat badan (BB/U), status tinggi badan (TB/U), status perkembangan umum, perkembangan personal sosial, status perkembangan motorik halus, status perkembangan bahasa, dan status perkembangan motorik kasar (parametrik).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan signifikan terdapat pada status gizi berat badan (BB/U) [p = 0,014], status perkembangan umum [p = 0,011], status perkembangan personal sosial [p = 0,007], status perkembangan motorik halus [p = 0,044], status perkembangan bahasa [p = 0,016], dan pendapatan keluarga dibanding UMK [p = 0,001].
commit to user
xvii ABSTRACT
Yusuf Alam Romadhon, 2011, S 520 908 013. The difference of nutritional and developmental status between children before five year from complete and divorce parent. First Supervisor : Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr. MS, Second supervisor : dra. Suci Murti Karini, Msi. Thesis : Masters Program in Family Medicine, Post-Graduate Programe, Sebelas Maret University.
Globally, there are growing number children lived with divorce parent. In US more than 1 milion children experience divorce of their parents. In Indonesia, no available data about number of children lived with divorce parent, the divorce rate increase 10 time in recent decade. Until recent, restricted study that explore the difference of nutritional and developmental status between children before five year from complete and divorce parent.
Study design is analytic using comparative study approach. The study was conducted in Kartasura, Sukoharjo, Central Java, between January and February 2011. The population study is children under five year that regristered as member of comprehensive care station (posyandu) in Center of Community Health Care (Puskesmas) Kartasura district, 10.165 children (N) distribute in tweleve villages. 58 children included as sample (n) in this study, comprise 29 children from divorce parent group and 29 children from complete parent group. The statistical significant difference variables were analyzed by use of Mann Whitney for parent income variable (non parametric) and use of t test for weight status (weight-for-age), height status (height-for-(weight-for-age), general development status, social personal developmental status, fine motoric developemental status, language developental status, gross motoric developmental status. All analysis employing SPSS version 16 software.
Results of the study show, there are significant difference in nutritional status (weight-for-age) [p = 0,014], general developmental status [p = 0,011], social personal developmental status [p = 0,007], fine motoric developmental status [p = 0,044], language developmental status [p = 0,016], and family income compare with regional minimum salary [p = 0,001].
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Periode penting tumbuh kembang anak adalah masa balita. Pada masa
ini terjadi pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan
perkembangan anak selanjutnya. Perkembangan anak akan optimal bila
interaksi sosial berjalan sesuai dengan kebutuhan anak pada setiap tahap
perkembangannya (Soetjiningsih, 1998). Idealnya proses tumbuh kembang
anak balita didampingi oleh kedua orang tuanya secara utuh bersama. Keluarga
yang stabil dan berfungsi baik, terdiri dari dua orang tua beserta anak,
berpotensi memberikan keamanan dan dukungan dalam menciptakan
lingkungan pengasuhan yang optimal bagi tumbuh kembang anak (American
Academic of Pediatric, 2003; Thomas et al, 2007).
Dalam perkembangan di masyarakat terakhir, muncul fenomena baru
yaitu mulai bertambahnya jumlah anak yang dibesarkan oleh orang tua yang
bercerai (Fergusson et al, 2007; Kliegman et al, 2007). Di Amerika Serikat
setiap tahun, terdapat lebih dari 1 juta anak mengalami perceraian orang tua
mereka. Di tahun 1995, kurang dari 60% anak-anak Amerika hidup dengan
kedua orang tua biologis, hampir 25% tinggal dengan ibu, sekitar 4 % tinggal
bersama ayah dan sisanya tinggal bersama keluarga sambung, keluarga adopsi,
commit to user
tahun 1979 – 1981 pada angka 5,3 per 1000 orang, turun pada tahun 1995
mencapai 4,4 per 1000 orang (Cohen, 2002). Separoh lebih pernikahan pertama
maupun kedua berakhir dengan perceraian (Cohen, 2002; Kliegman et al,
2007; Grable et al, 2007). Di tahun 2005 angka perceraian di Amerika Serikat
mencapai 3,6 per seribu penduduk (sekitar 1,07 juta perceraian), merupakan
salah satu tertinggi di dunia, walaupun turun di beberapa tahun terakhir
(Roustit et al, 2007; Amato & Marriot, 2007). Sedangkan di Kanada dalam 40
tahun terakhir, perubahan struktur keluarga berpengaruh signifikan terhadap
kesehatan jiwa populasi remaja dan kesehatan masyarakat. Setelah diterimanya
Undang-undang Perceraian tahun 1968, angka perceraian meningkat lima kali
dari akhir 1960an sampai pertengahan tahun 1980an; dan di akhir tahun
1980an terdapat hampir 74.000 anak dari perceraian (Roustit et al, 2007).
Secara nasional di Indonesia, perceraian meningkat 10 kali lipat dalam
sepuluh tahun terakhir. Di tahun 1998 rata-rata angka perceraian mencapai
20.000 kasus setiap tahunnya, melonjak tajam menjadi 200.000 kasus pada
tahun 2008 (Umar, 2009). Di antara negara Islam, angka perceraian setiap
tahun di Indonesia berada di peringkat tertinggi. Setiap tahun ada 2 juta
perkawinan, tetapi setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangan bercerai,
sebagian besar baru berumah tangga (Umar, 2007). Perceraian di kabupaten
Sukoharjo, dengan penduduk lebih dari 800 ribu dengan 12 kecamatan, dalam
periode 6 bulan terakhir rata-rata 100 kasus per bulannya (Pengadilan Agama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Dari kepustakaan lebih banyak didapatkan penelitian yang mengaitkan
perceraian dengan aspek yang bersifat psikologis dan perilaku pada anak yang
telah menginjak fase perkembangan remaja dan dewasa awal.
Penelitian-penelitian tersebut menyebutkan bahwa, perceraian membuat anak berisiko
menjadi perokok dan peminum dini sebelum usia 14 tahun (Anda et al, 1999;
Kestila et al, 2006; Rothman et al, 2008), mengalami depresi dan gangguan
psikiatri lainnya (Gilman et al, 2003; Schilling et al, 2007), melakukan
percobaan bunuh diri (Dube et al, 2001), menderita ADHD (Strohschein,
2007), menunjukkan perilaku rivalry dengan saudara kandung (Setiawati &
Zulkaida, 2007), melakukan aktivitas sex pranikah (Wong et al, 2009),
mendertia DM tipe 1 autoimun (Sepa et al, 2005), menderita sindrom
metabolik (Thomas et al, 2008). Sedangkan penelitian yang menunjukkan
pengaruh perceraian terhadap tumbuh kembang anak balita masih terbatas dan
sebagian hasilnya saling bertentangan. Diantaranya meliputi, pengaruh
perceraian terhadap tumbuh kembang anak balita tidak jelas pada
perkembangan motorik halus maupun kasar (Sacker et al, 2006) maupun
terhadap kejadian wasting dan stunting saat diare (Engebretsen et al, 2008).
Perceraian mempunyai pengaruh signifikan terhadap perkembangan kognitif
(Grable et al, 2007) dan tinggi badan anak laki-laki saat berusia pra remaja (Li
et al, 2004; Richards & Wadsworth, 2004). Sebagian peneliti menganggap
perceraian sebagai faktor risiko gagal tumbuh (Block et al, 2005), sedangkan
commit to user
Sejauh ini penelitian yang membahas mengenai pengaruh perceraian
terhadap status gizi dan perkembangan anak balita masih terbatas. Berdasarkan
hal tersebut maka peneliti berkeinginan untuk mengadakan penelitian
mengenai perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari
orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di Kecamatan Kartasura.
B. Perumusan Masalah
Apakah ada perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita
dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di Kecamatan Kartasura?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan status gizi dan perkembangan
antara anak balita dari orang tua lengkap dan orang tua bercerai di Kecamatan
Kartasura Kabupaten Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk membandingkan berat badan menurut umur anak balita dari orang
tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten
Sukoharjo.
b. Untuk membandingkan tinggi badan menurut umur anak balita dari orang
tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten
Sukoharjo.
c. Untuk membandingkan perkembangan umum anak balita dari orang tua
lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
d. Untuk membandingkan perkembangan kepribadian / tingkah laku sosial
anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan
Kartasura kabupaten Sukoharjo.
e. Untuk membandingkan perkembangan gerakan motorik halus anak balita
dari orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura
kabupaten Sukoharjo.
f. Untuk membandingkan perkembangan bahasa anak balita dari orang tua
lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten
Sukoharjo.
g. Untuk membandingkan perkembangan motorik kasar anak balita dari
orang tua lengkap dengan orang tua bercerai di kecamatan Kartasura kabupaten
Sukoharjo.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Dapat memberikan informasi dan data mengenai perbedaan status gizi dan
perkembangan antara anak balita dari orang tua lengkap dengan orang tua
bercerai di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo
b. Sebagai pelengkap penelitian-penelitian sebelumnya mengenai perbedaan
status gizi dan perkembangan antara anak balita dari orang tua lengkap dengan
orang tua bercerai.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat digunakan sebagai bahan informasi mengenai faktor-faktor yang
commit to user
b. Sebagai masukan kepada semua pihak terkait agar dapat memberikan
perhatian terhadap status gizi dan perkembangan anak balita baik dari orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Status Gizi
a. Definisi status gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan yang menggambarkan seberapa
baik kebutuhan nutrisi esensial tubuh bisa terpenuhi dari berbagai macam
makanan yang dikonsumsi dan bagaimana penggunaannya secara optimal
(McLaren & Frigg, 2001; Supariasa et al, 2002; Almatsier, 2003; Schlenker &
Long, 2007; Wardlaw & Smith, 2009). Dibedakan menjadi status gizi buruk,
kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2003; Schlenker & Long, 2007; Wardlaw &
Smith, 2009). Status gizi baik atau status gizi optimal, terjadi bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang,
terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial.
Status gizi lebih, terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah
berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan (Almatsier,
commit to user b. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu 1) konsumsi makanan,
dipengaruhi oleh : a) pendapatan, lapangan kerja, pendidikan dan kemampuan
sosial, b) kemampuan keluarga dalam mengolah makanan, c) keterlibatan
bahan makanan dan kemudahan dalam memperoleh bahan makanan tersebut
(Graham, 2005) 2) tingkat kesehatan, dipengaruhi oleh : a) faktor pejamu,
meliputi faktor genetik, tinggi badan ibu (Subramanian et al, 2009), umur, jenis
kelamin, kelompok etnis, fisiologis, imunologis dan kebiasaan seseorang
(misalnya kebersihan, makanan, kontak perorangan, pekerjaan, rekreasi,
pemanfaatan pelayanan kesehatan), b) faktor sumber penyakit, meliputi faktor
gizi, zat kimia dari luar tubuh, zat kimia yang dihasilkan oleh tubuh, faktor
faali dalam kondisi tertentu, genetik, psikis, tenaga dan kekuatan fisik serta
faktor biologis dan parasit, c) faktor lingkungan, meliputi lingkungan fisik,
lingkungan biologis dan lingkungan sosial ekonomi (Supariasa et al, 2002;
Graham, 2005; Bawdekar & Ladusingh, 2008).
c. Penilaian status gizi
Penilaian status gizi didasarkan pada 1) data antropometri, 2)
pengamatan klinis, 3) pemeriksaan biokimia dan 4) evaluasi diet (Supariasa et
al, 2002; Almatsier, 2003; Schlenker & Long, 2007; Wardlaw & Smith, 2009).
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Data
antropometri dapat melihat ketidakseimbangan asupan energi dan protein, yang
tercermin dari proporsi jaringan tubuh (Supariasa et al, 2002; Fatimah et al,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
badan, lingkar dan ketebalan dari bagian tubuh (Wardlaw & Smith, 2009).
Indeks antropometri dinyatakan dengan berat badan banding umur (BB/U),
tinggi/panjang badan banding umur (TB/U) atau berat badan banding
tinggi/panjang badan (BB/TB), kemudian dibandingkan dengan standar median
(World Health Organization, 2010).
Status gizi dapat dilihat dari pengamatan klinis, pemeriksaan fisik,
melihat kemungkinan adanya tanda-tanda malnutrisi serta mengaitkannya
dengan tanda-tanda vital dan pemeriksaan medis dan keperawatan (Supariasa
et al, 2002; Schlenker &Long, 2007).
Pengukuran biokimia mengukur fungsi-fungsi biokimiawi yang terkait
dengan fungsi suatu zat gizi, misalnya mengukur konsentrasi zat gizi melalui
produknya maupun aktivitas enzimnya di dalam darah dan jaringan tubuh
lainnya (Supariasa, 2002; Wardlaw & Smith, 2009). Dengan demikian
pemeriksaan biokimia dapat mengetahui keadaan malnutrisi yang belum
tampak secara klinis (subklinis) (Tanumihardjo, 2004; Graebner et al, 2007).
Pemeriksaan biokimia meliputi pemeriksaan protein dalam plasma darah
seperti albumin serum, prealbumin, hemoglobin, thyroxin binding protein,
transferin serum, atau total iron binding capacity (TIBC). Pemeriksaan lain
yakni pemeriksaan metabolisme protein dengan menggunakan pemeriksaan
urin 24 jam untuk mengukur kadar kreatinin urin dan urea nitrogen (Schlenker
& Long, 2007).
Penilaian status gizi lewat evaluasi diet dilakukan dengan cara
commit to user
sebelumnya (Supariasa et al, 2002; Almatsier, 2003; Schlenker & Long, 2007;
Wardlaw & Smith, 2009).
d. Klasifikasi status gizi
Di Indonesia, ukuran baku hasil pengukuran status gizi belum ada
(Supariasa, 2002). Sehingga, klasifikasi status gizi dalam penelitian ini
mengacu nilai z – score BB/U atau TB/U pada baku rujukan WHO 2005, yaitu
sebagai berikut : 1) status gizi lebih, dengan kriteria: z – score lebih dari 2 SD,
2) status gizi normal, dengan kriteria: z – score antara – 2 SD dan 2 SD, 3)
status gizi kurang, dengan kriteria: z – score antara – 3 SD dan – 2 SD, 4)
status gizi buruk, dengan kriteria: z –score kurang dari – 3 SD (World Health
Organization, 2006).
Untuk memudahkan penghitungan z – score ini dapat menggunakan
suatu program aplikasi komputer yang dinamakan software WHO
anthroversion 2.02 (World Health Organization, 2005).
2. Perkembangan Anak
a. Definisi perkembangan anak
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan. Proses ini melibatkan aspek
biologis, yakni proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ-organ dan sistem organ-organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga aspek perkembangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
lingkungannya (Soetjiningsih, 1998; Departemen Kesehatan RI dan Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2005; Kliegman et al, 2007; Narendra et al, 2008).
Perkembangan anak merupakan suatu proses dinamik yang terkadang
sulit untuk diukur (Sandler et al, 2001; Gupte, 2004). Aspek perkembangan ini
beraneka ragam, saling berhubungan satu sama lain dan sangatlah kompleks,
meliputi kemampuan motorik halus, motorik kasar, bahasa, kognitif dan
penyesuaian sikap (Sandler et al, 2001; Departemen Kesehatan RI dan Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2005).
Perkembangan adalah suatu ukuran kematangan fungsi. Hal ini ditandai
dengan dicapainya kemampuan mental dan kemampuan sosial (Mansjoer et al,
2000; Gupte, 2004).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak yaitu : 1) faktor genetik
atau keturunan atau bawaan, yang merupakan modal dasar dalam mencapai
hasil akhir proses tumbuh kembang anak, misalnya berbagai faktor bawaan
yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa
(Soetjiningsih, 1998; Departemen Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2005; Kliegman et al, 2007; Stutzman et al, 2009), 2) faktor
lingkungan, dimana lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan
tercapai atau tidaknya potensi bawaan, mencakup lingkungan
bio-fisiko-psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai
akhir hayatnya (Soetjiningsih, 1998; Departemen Kesehatan RI dan Ikatan
commit to user
c. Kebutuhan dasar anak untuk perkembangannya
Kebutuhan dasar anak untuk perkembangannya meliputi : 1) kebutuhan fisik
biomedis (asuh); yang terdiri dari nutrisi, perawatan kesehatan dasar,
pemukiman yang layak, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang,
kesegaran jasmani, rekreasi, bermain, dan sebagainya, 2) kebutuhan emosi atau
kasih sayang (asih); yang meliputi perhatian, kasih sayang, rasa aman,
dilindungi, dibantu dan dihargai, yang akan menciptakan ikatan yang erat dan
kepercayaan dasar, 3) kebutuhan akan stimulasi mental (asah); meliputi
stimulasi dini pada semua indera (pendengaran, penglihatan, sentuhan,
pembau, pengecap), sistem motorik kasar dan halus, komunikasi, emosi –
sosial dan rangsangan untuk berpikir. Stimulasi mental ini merupakan cikal
bakal dalam proses belajar pada anak yang berpengaruh terhadap
perkembangan kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama,
kepribadian, moral – etika, produktivitas dan sebagainya (Soetjiningsih, 1998;
Departemen Kesehatan RI, Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005).
d. Tahap-tahap perkembangan anak
Tahap perkembangan anak balita adalah sebagai berikut (Skala Yaumil
Mimi cit Soetjiningsih, 1998; Kliegman et al, 2007) : 1) usia 0 – 3 bulan, pada
usia ini anak balita menunjukkan kemampuan : a) belajar mengangkat kepala,
b) belajar mengikuti obyek dengan matanya, c) melihat ke muka orang dengan
tersenyum, d) bereaksi terhadap suara atau bunyi, e) mengenal ibunya dengan
penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak, f) menahan barang yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
6 bulan, pada usia ini anak balita menunjukkan kemampuan : a) mengangkat
kepala sembilan puluh derajat dan mengangkat dada dengan bertopang tangan,
b) mulai belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau di luar
jangkauannya, c) menaruh benda-benda di mulutnya, d) berusaha memperluas
lapangan pandangan, e) tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak
bermain, g) mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang; 3) usia 6 – 9
bulan, pada usia ini anak balita menunjukkan kemampuan: a) dapat duduk
tanpa dibantu, b) dapat tengkurap dan berbalik sendiri, c) dapat merangkak
meraih benda atau mendekati seseorang, d) memindahkan benda dari satu
tangan ke tangan yang lain, e) memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari
telunjuk, f) bergembira dengan melempar benda-benda, g) mengeluarkan
kata-kata yang tanpa arti, h) mengenal muka anggota-anggota keluarga dan takut
kepada orang asing / orang lain, i) mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk
tangan dan sembunyi-sembunyian; 4) usia 9 – 12 bulan, pada usia ini anak
menunjukkan kemampuan: a) dapat berdiri sendiri tanpa dibantu, b) dapat
berjalan dengan dituntun, c) menirukan suara, d) mengulang bunyi yang
didengarnya, d) belajar menyatakan satu atau dua kata, e) mengerti perintah
sederhana dan larangan, f) memperhatikan minat yang besar dalam
mengeksplorasi sekitarnya, ingin menyentuh apa saja dan memasukkan
benda-benda ke mulutnya, g) berpartisipasi dalam permainan; 5) usia 12 – 18 bulan,
pada usia ini anak menunjukkan kemampuan: a) berjalan dan mengeksplorasi
rumah serta sekeliling rumah, b) menyusun dua atau tiga kotak, c) dapat
commit to user
bersaing; 6) usia 18 – 24 bulan, pada usia ini anak menunjukkan kemampuan:
a) naik turun tangga, b) menyusun enam kotak, c) menunjuk mata dan
hidungnya, d) menyusun dua kata, e) belajar makan sendiri, f) menggambar
garis di kertas atau pasir, g) mulai belajar mengontrol buang air besar dan
kencing, h) menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang yang lebih
besar, i) memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain dengan mereka;
7) usia 2 – 3 tahun, pada usia ini anak menunjukkan kemampuan: a) belajar
meloncat, memanjat, dan melompat dengan satu kaki, b) membuat jembatan
dengan tiga kotak, c) mampu menyusun kalimat, d) mempergunakan kata-kata
saya, bertanya, mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya, e) menggambar
lingkaran, f) bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya
lingkungan lain di luar lingkungannya; 8) usia 3 – 4 tahun, pada usia ini anak
menunjukkan kemampuan : a) berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga, b)
berjalan pada jari kaki, c) belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri, d)
menggambar garis silang, e) menggambar orang terdiri dari kepala dan badan,
f) mengenal dua atau tiga warna, g) berbicara dengan baik, h) menyebut nama,
jenis kelamin, dan umurnya, i) banyak bertanya, j) bertanya bagaimana anak
dilahirkan, k) mengenal sisi atas, bawah, depan dan belakang, l) mendengarkan
cerita-cerita, m) bermain dengan anak lain, n) menunjukkan rasa sayang
kepada saudara-saudaranya, o) dapat melakukan tugas-tugas sederhana; 9) usia
4 – 5 tahun, pada usia ini anak menunjukkan kemampuan: a) melompat dan
menari, b) menggambar orang yang terdiri dari kepala, lengan dan badan, c)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
menghitung jari-jarinya, f) dapat menyebutkan hari-hari dalam seminggu, g)
mendengar dan mengulang hal-hal penting dan bercerita, h) minat pada
kata-kata baru dan artinya, i) memprotes bila dilarang apa yang diinginkannya, j)
mengenal 4 warna, k) memperkirakan bentuk dan besarnya benda, l) menaruh
minat kepada kegiatan orang dewasa (Soetjiningsih, 1998; Mansjoer et al,
2000; Departemen Kesehatan RI, Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005).
Dengan mengetahui tahap-tahap perkembangan ini, maka akan
memudahkan dalam menilai perkembangan seorang anak balita (Soetjiningsih,
1998). Perhatian orang tua terhadap perkembangan anaknya sangat diperlukan
dalam deteksi dini gangguan perkembangan (American Academic of Pediatric,
2001; Theeranate et al, 2005).
e. Penilaian perkembangan anak
Uji skrining untuk deteksi dini gangguan perkembangan anak ada
bermacam-maam. Uji skrining ini sangat berguna dalam menegakkan diagnosis
dan terapi gangguan tumbuh kembang anak sehingga dapat kembali optimal
(Soetjiningsih, 1998; American Academic of Pediatrics, 2003). Adapun uji
skrining perkembangan anak yang paling sering digunakan adalah tes Denver
II. Dinamakan Denver karena tes skrining ini dibuat di kota Denver, Amerika
Serikat (Soetjiningsih, 1998). Tes Denver II ini merupakan hasil revisi dari
DDST (Denver Developmental Screening Test). Tes ini diperuntukkan untuk
anak-anak usia satu sampai enam tahun (Soetjiningsih, 1998; Frankenburg &
commit to user
Tes Denver II ini memenuhi semua persyaratan yang diperlukan
sebagai metoda skrining yang baik. Tes ini mudah dilakukan dan hanya
memerlukan waktu tiga puluh sampai empat puluh lima menit. Tes ini dapat
mendeteksi gangguan neurologis, misalnya kelumpuhan serebral (cerebral
palsy) pada neonatus dan gangguan-gangguan perkembangan lainnya pada
anak-anak (Halpern et al, 2000; Needlmen, 2000).
Tes Denver II terdiri dari 125 item yang dibagi menjadi empat bagian
sebagai berikut: 1) kepribadian / tingkah laku sosial (personal social); meliputi
aspek-aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi,
dan berinteraksi dengan lingkungannya; 2) gerakan motorik halus (fine motor
adaptive), meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan
koordinasi yang cermat. Misalnya, kemampuan untuk menggambar, memegang
suatu benda, dan lain-lain; 3) bahasa (language), meliputi kemampuan untuk
memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan;
4) perkembangan motorik kasar (gross motor adaptive); meliputi aspek-aspek
yang berhubungan dengan pergerakan umum otot besar dan sikap tubuh,
misalnya duduk, berjalan dan melompat (Soetjiningsih, 1998; Halpen et al,
2000, Denver Developmental Materials Inc, 2006; Departemen Kesehatan RI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
f. Interpretasi dan kesimpulan pemeriksaan Denver II
Interpretasi dan kesimpulan pemeriksaan Denver II (Frankenburg & Dodds,
2004). Interpretasi dari penilaian meliputi: 1) “lebih” bila anak “lulus” pada
tugas perkembangan tes yang terletak di kanan garis umur, dinyatakan
perkembangan anak lebih pada tes tersebut, karena anak “lulus” pada tes
dimana kebanyakan anak tidak lulus sampai umurnya lebih tua, 2) “normal”,
dimana tugas perkembangan yang gagal atau ditolak tidak menunjukkan
keterlambatan dalam perkembangan, yang dikarenakan hanya 25 % anak-anak
pada sampel baku tidak dapat “lewat” sampai umurnya lebih tua, 3)
“peringatan” bila anak “gagal” atau “menolak” melakukan tugas
perkembangan tes dimana garis umur terletak pada atau antara 75% dan 90%,
yang menunjukkan lebih dari 75% anak lebih muda dapat “lewat”
dibandingkan usia anak yang sedang dites, 4) “terlambat” bila anak “gagal”
atau “menolak” melakukan tugas perkembangan tes yang terletak jelas berada
di sebelah kiri garis umur, 5) “tidak ada kesempatan” bila anak tidak ada
kesempatan untuk melakukan tugas perkembangan.
Kesimpulan tes Denver II meliputi : 1) normal, bila tidak ada “terlambat” dan
sedikitnya satu “peringatan”, 2) diduga ada keterlambatan, bila terdapat ³ dua
“peringatan” dan atau ³ satu “terlambat” setelah diulang satu sampai dua
minggu tetap menunjukkan hasil yang sama.
3. Anak Balita
Teori-teori klasik psikologi seperti psikoanalisa dari Freud, psikososial
commit to user
perkembangan anak meliputi : 1) bayi berusia 0 – 1 tahun, 2) toddlerhood
berusia 2 – 3 tahun, 3) prasekolah berusia 3 – 6 tahun, 4) masa sekolah berusia
6 – 12 tahun dan 5) remaja berusia 12 – 20 tahun (Kliegman et al, 2007).
Standar-standar pertumbuhan yang dikeluarkan oleh WHO untuk kelompok
anak (child) menunjukkan suatu kelompok usia dari 0 bulan sampai 5 tahun
(World Health Organization, 2006). Demikian juga KMS (kartu menuju sehat)
yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI mengikuti WHO hanya
memuat usia anak dari 0 – 60 bulan (0 – 5 tahun) (Departemen Kesehatan RI,
2009).
Alasan pengelompokan anak balita (bawah lima tahun) menjadi
kelompok tersendiri dan memerlukan perhatian yang lebih khusus, karena
perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional
dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan
berikutnya. Pada usia ini juga dibentuk perkembangan moral serta dasar-dasar
kepribadian. Sehingga, setiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun
apabila tidak terdeteksi apalagi tidak tertangani dengan baik akan mengurangi
kualitas sumber daya manusia di kemudian hari (Soetjiningsih, 1998).
Pada penelitian ini, pengolompokkan usia anak dengan mengacu dari
WHO dan Departemen Kesehatan RI yaitu anak balita (bawah lima tahun)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
4. Perceraian
a. Definisi perceraian
Secara hukum perceraian didefinisikan sebagai penghapusan
perkawinan dengan putusan hakim atas tuntutan salah satu pihak dalam
perkawinan itu setelah gagal dalam usaha mendamaikan kedua belah pihak
(Achmad, 1990). Dari kepustakaan, selain pernikahan yang mendahului
perceraian dalam definisi hukum perceraian tersebut, juga ada istilah kohabitasi
yang merujuk pada bentuk lain keluarga yang hubungan suami istrinya tanpa
adanya status hukum yang sah (Ono & Yeilding, 2009; Bradatan & Kulcsar,
2008). Hubungan kohabitasi bisa pula berakhir perceraian (Ono & Yeilding,
2009), dengan risiko yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pernikahan
resmi (Wilson, 2004).
Secara umum, perceraian adalah berakhirnya unit keluarga, merupakan
peristiwa yang menyakitkan biasanya diikuti dengan penyesuaian psikologis,
sosial dan keuangan (Atwater, 1983; Cohen, 2002). Banyak pernikahan yang
tidak mendatangkan kebahagiaan tetapi tidak diakhiri dengan perceraian karena
pernikahan tersebut didasari oleh pertimbangan agama, moral, kondisi ekonomi
dan alasan lainnya, tetapi banyak juga pernikahan yang diakhiri dengan
perpisahan dan pembatalan secara hukum maupun dengan diam-diam dan ada
juga yang salah satu (suami/istri) meninggalkan keluarga (Amato & Marriott,
commit to user b. Penyebab perceraian
Perceraian diawali dengan ketidakharmonisan pernikahan (Murtagh, 1998;
Amato & Cheadle, 2008). Penyebab ketidakharmonisan (Murtagh, 1998)
meliputi : 1) mementingkan diri sendiri, 2) harapan yang tidak realistik, 3)
masalah keuangan (Grabel et al, 2007), 4) tidak saling dengar satu sama
lainnya, 5) adanya penyakit (yang berlarut-larut seperti depresi), 6) kecanduan
obat atau alkohol, (Amato & Cheadle, 2008) 7) cemburu, terutama pada pria,
8) cerewet (tidak toleran terhadap kesalahan-kesalahan kecil), 8) “ada main”
satu sama lain, 9) dorongan ambisi, 10) tidak matang (Grabel et al, 2007;
Amato & Marriott, 2007), 11) komunikasi yang buruk.
c. Dampak perceraian
Peristiwa perceraian akan diikuti dengan keadaan-keadaan yang tidak
menguntungkan bagi anak yakni, transisi perkawinan seperti tidak hadirnya
orang tua yang tidak memiliki hak asuh (ayah) tanpa alasan yang sejelas
kematian, berlanjutnya perselisihan orang tua, menurunnya standar kehidupan,
anak berhadapan dengan orang tua sambung dan berubahnya pola hubungan
anggota keluarga besar. Keseluruhan keadaan ini merupakan peristiwa yang
menegangkan bagi anak dan juga orang tua (Nelson & Israel, 2006; Amato &
Cheadle, 2007).
Dampak perceraian bagi anak-anak secara umum adalah anak-anak berisiko
tinggi dengan permasalahan emosional dan perilaku (depresi dan prestasi
akademik yang menurun di sekolah) karena ketidakmampuan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Perceraian merupakan pengalaman menegangkan bagi anak dan kedua orang
tuanya (Bryner, 2001; Cohen, 2002). Lebih lanjut dampak perceraian meliputi
4 reaksi atau dampak. 1) Reaksi segera anak; manifestasi klinik perceraian
pada anak tergantung pada beberapa variabel, meliputi usia anak, tingkat fungsi
psikososial keluarga, kemampuan orang tua dalam mengendalikan kemarahan,
kehilangan dan ketidaknyamanan serta memusatkan perhatian pada perasaan
dan kebutuhan anak dan kecocokan temperamen antara orang tua dan anak
(Bryner, 2001; Cohen, 2002; Nelson & Israel, 2006). Bayi dan anak yang
berusia kurang dari 3 tahun akan berbeda reaksinya dengan anak yang berusia
4 – 5 tahun, demikian juga dengan anak usia sekolah dan remaja. Bayi berumur
3 tahun mengalami regresi perkembangan, sementara anak umur 4 – 5 tahun
menjadi keras kepala, pada anak usia sekolah menunjukkan penurunan prestasi
belajar, sedangkan pada remaja menunjukkan perilaku asusila dan sebagainya.
Secara umum anak cenderung merasa bersalah dan bertanggung jawab
terhadap perpisahan dan merasa bahwa mereka harus mencoba memulihkan
perkawinan (orang tuanya) (Cohen, 2002; Amato &Cheadle, 2007). 2) Reaksi
segera orang tua; orang tua menderita efek merusak akibat dari perceraian dan
berwujud pada bermacam reaksi yang negatif dan tidak nyaman. Ibu cenderung
reaktif terhadap stresor harian dan peristiwa-peristiwa besar yang tidak
diinginkan dengan mengonsumsi lebih banyak alkohol, lebih banyak
memanfaatkan layanan kesehatan untuk depresi, kecemasan, atau perasaan
terhina; dan merasa sangat terbebani dan kurang mampu berperan sebagai
commit to user
penerimaan oleh anak-anaknya, dan juga bisa menderita depresi, kecemasan,
dan penyalahgunaan zat. Kakek dan nenek juga sering menerima penurunan
kualitas hubungan dengan cucu-cucu mereka, tetapi dengan pengaturan
pemeliharaan akan lebih punya pengaruh saat jadwal kunjungan walaupun
dengan jarak geografis jauh (Cohen, 2002). 3) Terjadinya hambatan peran
orang tua pada perceraian; dari aspek teoretis dalam menjelaskan kaitan antara
perceraian dengan hasil yang negatif pada anak didasarkan pada 2 komponen
dasar tumbuh kembang anak : fungsi keluarga dan lingkungan sosioekonomis.
Dari perspektif keluarga menekankan asumsi bahwa kompetensi menjadi orang
tua harus bisa berkompromi dengan distress psikologis orang tua sebagai akibat
perpisahan dalam perkawinan atau kesulitan keuangan, sedangkan dari
perspektif investasi berpendapat bahwa kesejahteraan anak akan menurun
dengan kemungkinan penurunan yang drastis dibandingkan standar hidup
(setempat) dari orang tua yang mendapatkan hak asuh, setelah terjadinya
perceraian (Cohen, 2002). Di tahun 1990 sekitar 10% anak-anak di
Skandinavia tinggal dengan keluarga ibu tunggal dengan kondisi rumah tangga
yang memrihatinkan, dimana gambaran yang serupa di Amerika Serikat terjadi
sebesar sekitar 60% (Roustit et al, 2007). Orang tua dapat memberikan bantuan
pada saat perceraian dengan menyiapkan anak-anak mereka mengenai apa
yang terjadi. Penyiapan harus sesuai usia dan tingkat perkembangan si anak.
Orang tua harus menunjukkan komitmen yang kuat pada anak-anak mereka.
Anak-anak akan melakukan coping lebih bagus pada perceraian bila orang tua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
anak kita walaupun kita berpisah” (Cohen, 2002). 4) Dampak perceraian pada
masing-masing anggota keluarga yakni a) suami; beresiko menjadi sakit,
perokok, pecandu obat dan alkohol, pola makan tidak sehat (Ikeda et al, 2007;
Fukuda et al, 2005; Fukuda et al, 2005; Eng et al, 2005); b) istri; beresiko
menjadi sakit, perokok, pecandu obat dan alkohol, penurunan status finansial,
dukungan jejaring sosial, harapan sehat (Weitoft et al, 2002; Ikeda et al, 2007;
Fukuda et al, 2005; Fukuda et al, 2005; Lee et al, 2005); c) Anak; beresiko
menjadi perokok dan peminum dini sebelum usia 14 tahun (Anda et al, 1999;
Kestila et al, 2006; Rothman et al, 2008), alami depresi dan gangguan psikiatri
lain (Gilman et al, 2003; Schilling et al, 2007), lakukan percobaan bunuh diri
(Dube et al, 2001), menderita ADHD (Strohschein, 2007), menunjukkan
perilaku rivalry dengan saudara kandung (Setiawati & Zulkaida, 2007),
lakukan aktivitas sex pranikah (Wong et al, 2009), mendertia DM tipe 1
autoimun (Sepa et al, 2005), menderita sindrom metabolik (Thomas et al,
2008). Tidak jelas pengaruh pada perkembangan motorik halus maupun kasar
(Sacker et al, 2006) maupun pada kejadian wasting dan stunting saat diare
(Engebretsen et al, 2008). Adanya pengaruh bermakna pada perkembangan
kognitif dan tinggi badan anak laki-laki saat berusia pra remaja (Li et al, 2004;
Richards & Wadsworth, 2004). Sebagai faktor risiko gagal tumbuh (Block et
al, 2005), sedangkan yang lain tidak (Blair et al, 2004). d) Ibu menyusui; tidak
commit to user
5. Perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari orang tua
lengkap dengan orang tua bercerai.
Dari kepustakaan didapatkan bahwa faktor lingkungan biopsikososial
berpengaruh pada status gizi (Supariasa et al, 2002; Graham, 2005; Bawdekar
& Ladusingh, 2008) dan perkembangan anak (Soetjiningsih, 1998; Departemen
Kesehatan RI dan Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005; Kliegman et al, 2007;
Stutzman et al, 2009). Sedangkan peristiwa perceraian merupakan peristiwa
yang didahului dengan ketidakharmonisan keluarga, konflik, dan ketegangan,
(Murtagh, 1998; Amato & Cheadle, 2008) dilanjutkan dengan proses-proses
penyesuaian yang melibatkan aspek emosional, psikologis, sosial dan ekonomi
keluarga adalah peristiwa yang menegangkan bagi semua anggota keluarga.
(Nelson & Israel, 2006; Amato & Cheadle, 2007). Pada saat yang sama anak
sedang menjalani proses tumbuh kembang (Stutzman, 2009).
Penelitian-penelitian yang mengaitkan perceraian dengan status tumbuh
kembang anak relatif lebih sedikit dijumpai ketimbang yang mengaitkannya
dengan aspek perilaku dan psikologis anak (Stutzman, 2009).
Richard dan Wadsworth (2004) melakukan penelitian yang
menghubungkan perceraian dengan perkembangan kognitif anak di Inggris.
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa anak-anak yang orang tuanya bercerai,
skor kemampuan kognitifnya pada usia 8 tahun lebih rendah. Sedangkan pada
anak-anak yang orang tuanya bercerai antara usia 8 – 15 tahun secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Masih dari negara Inggris, Li et al (2004), melakukan penelitian
longitudinal pada keluarga yang orang tuanya bercerai saat anak berusia dini,
secara signifikan berhubungan dengan tinggi badan saat anak-anak. Dalam
penelitian ini didapatkan anak laki-laki yang orang tuanya bercerai pada usia
antara 4 – 7 tahun, secara signifikan lebih pendek daripada anak laki-laki
seusianya. Mereka yang orang tuanya bercerai sebelum usia 4 tahun tidak
berbeda tinggi badannya dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya
tidak bercerai. Anak perempuan tidak menunjukkan adanya hubungan dengan
perbedaan tinggi badan.
Engebresten et al (2008) di Uganda, telah melakukan penelitian
cross-sectional di Kabupaten Mbale, Uganda Timur pada 723 ibu yang memiliki bayi
yang berusia di bawah 1 tahun. Engebresten et al bermaksud meneliti
faktor-faktor determinan yang mempengaruhi pertumbuhan anak-anak di bawah 1
tahun, dengan menggunakan pengukuran berat badan dibanding panjang badan
(WLZ), berat badan dibandingkan umur (WAZ) serta tinggi atau panjang
badan berbanding umur (LAZ) dan dinilai kesesuaiannya dengan Baku
Pertumbuhan WHO. Kriteria wasting dalam penelitian ini bila WLZ < - 2 dan
stunting bila LAZ < -2. Secara umum disimpulkan bahwa kejadian wasting
lebih berkaitan dengan faktor diare itu sendiri. Anak laki-laki lebih mudah
mengalami stunting daripada anak perempuan, memiliki saudara perempuan
atau laki-laki bagi anak merupakan faktor protektif terhadap stunting dan
wasting. Makanan pengganti ASI bukan merupakan faktor protektif. Faktor
commit to user
Walaupun status orang tua tunggal, cerai atau menjanda sudah dimasukkan
dalam penelitian ini, ternyata secara statistik tidak bermakna sebagai faktor
yang mempengaruhi kejadian wasting atau stunting (wasting OR 0,33 ; CI 95%
0,04 – 2,60 pada stunting OR 1,91 ; CI 95% 0,99 – 3,66).
Blair et al (2004) melakukan penelitian kohor longitudinal pada orang
tua dan anak dengan melibatkan 11.718 bayi yang lahir aterm di tahun 1991 –
1992. Penelitian ini menghubungkan antara gagal tumbuh dengan faktor
sosioekonomi dan prenatal. Kriteria gagal tumbuh yang digunakan yakni, berat
badan di bawah persentil 5 dengan mengacu rujukan negara Inggris atau z –
score dibawah –1,645 dalam dua periode waktu pengukuran; lahir sampai 6 –
8 minggu, 6 – 8 minggu sampai 9 bulan. Dari penelitian ini didapatkan bahwa
faktor prenatal dan faktor sosio ekonomi (termasuk perceraian) tidak
mempunyai pengaruh terhadap gagal tumbuh. Pengaruh signifikan berasal dari
aspek fisik seperti tinggi orang tua dan pada paritas keempat atau lebih.
Hal ini bertolak belakang dengan apa yang dikemukakan oleh Block et
al (2005) bahwa faktor psiko sosial perlu diperhatikan oleh dokter terhadap
kemungkinan terjadinya gagal tumbuh. Selengkapnya seperti yang Block et al
tulis: Faktor-faktor resiko yang harus diperhatikan oleh dokter anak terhadap
kemungkinan pengabaian pada anak sebagai penyebab dari gagal tumbuh
(failure to thrive) yaitu : a) orang tua depresi, stress, percekcokan perkawinan,
perceraian, b) riwayat kekerasan pada anak di keluarga, c) orang tua menderita
retardasi mental dan kelainan psikologis, d) ibu muda dan tunggal tanpa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dan alkohol, g) kekerasan pada anak sebelumnya dalam keluarga, h) isolasi
sosial dan / atau kemiskinan, i) orang tua yang skill sosial dan adaptasinya
tidak adekuat, j) orang tua yang terlalu fokus pada karier dan / atau aktivitas di
luar rumah, k) gagal untuk mendapatkan bantuan-bantuan medis, l) kekurang
Lestari (2006) melakukan penelitian yang menghubungkan antara status
gizi dengan skor perkembangan psikomotor pada anak berusia enam bulan
sampai dengan duapuluh empat bulan di kecamatan Kartasura. Dari penelitian
tersebut didapatkan bahwa faktor yang memungkinkan peningkatan
perkembangan psikomotor adalah tingkat pendidikan ibu, dimana tingkat
pendidikan SLTP/SMA dan perguruan tinggi mempunyai peluang lebih baik
pencapaian skor perkembangan psikomotor pada anak baduta mereka.
Trimanto (2006) melakukan penelitian yang menghubungkan antara
tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga dan modal sosial dengan status
gizi anak balita di kabupaten Sragen. Penelitian tersebut mendapatkan
kesimpulan bahwa tingkat pendidikan ibu berpengaruh pada status gizi anak
balita. Semakin tinggi pendidikan ibu, semakin baik status gizi anak balita
mereka. Demikian juga pada pendapatan keluarga, semakin tinggi pendapatan
commit to user
modal sosial tinggi juga berpengaruh dalam meningkatkan status gizi anak
balita.
Ariani (2009) meneliti korelasi pola hubungan orangtua – anak dan
keberfungsian keluarga dengan perkembangan anak usia prasekolah di
Jombang Jawa Timur. Dari penelitian ini didapatkan bahwa, semakin baik pola
hubungan orangtua – anak dan keberfungsian keluarga, semakin baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1. Kerangka pemikiran perbedaan status gizi dan perkembangan antara anak balita dari keluarga lengkap dengan keluarga bercerai
Penjelasan kerangka pemikiran
Perceraian didahului dengan permusuhan pasangan dan ketidakharmonisan
keluarga. Setelah terjadinya perceraian ada anggota keluarga yang tidak lagi Reaksi
Gangguan pada pola asah, asih dan asuh Transisi fungsi keluarga
Perubahan psiko – sosio – emosional Konflik dan
commit to user
bersama (terutama ayah), mengakibatkan perubahan pada aspek psikologis,
aspek sosial dalam hal ini keluarga besar, teman, relasi, dan jaringan sosial,
juga aspek emosional. Peristiwa yang menegangkan ini menimbulkan
berbagaimacam jenis reaksi baik pada pasangan pria, wanita maupun pada
anak sendiri sesuai dengan usia, tahap pertumbuhan dan perkembangannya dan
kepribadian masing-masing. Reaksi anggota keluarga pasca perceraian
ditambah dengan sisa rasa permusuhan yang terus berlangsung berakibat
terjadinya perubahan besar dalam pola asah, asih dan asuh dalam pengasuhan
anak balita. Kemungkinan ini akan berpengaruh besar pada status gizi,
perkembangan anak balita, dan kesehatan baik fisik, perilaku dan
psikososialnya pula.
C. Hipotesis
a. Status gizi berat badan anak balita pada orang tua bercerai lebih buruk
dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.
b. Status gizi tinggi badan anak balita pada orang tua bercerai lebih buruk
dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.
c. Status perkembangan umum anak balita pada orang tua bercerai lebih
buruk dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.
d. Status perkembangan personal sosial anak balita pada orang tua bercerai
lebih buruk dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.
e. Status perkembangan motorik halus anak balita pada orang tua bercerai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
f. Status perkembangan bahasa anak balita pada orang tua bercerai lebih
buruk dibandingkan anak balita dari orang tua lengkap.
g. Status perkembangan motorik kasar anak balita pada orang tua bercerai
commit to user
32 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan
pendekatan studi comparative.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah anak balita dari orang tua bercerai dan
orangtua lengkap yang menjadi anggota posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Kartasura Sukoharjo.
C. Besar Sampel
Besar sampel ditentukan dari banyaknya anak balita yang bisa
dikumpulkan dari orang tua bercerai di kecamatan Kartasura selama periode
penelitian, ditambah dengan kelompok anak balita dari orang tua lengkap
dalam jumlah yang sama dengan jumlah anak balita dari orang tua bercerai
tersebut.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Secara umum teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik convenience sampling. Seluruh anak balita dari
orang tua bercerai yang berhasil dikumpulkan selama periode waktu penelitian
dan bersedia mengikuti penelitian dijadikan sebagai sampel untuk kelompok
anak balita dari orang tua bercerai. Sedangkan kelompok anak balita dari orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
dua desa yang mewakili desa rural dan urban, kemudian masing-masing desa
yang terpilih diambil satu posyandu secara random, di masing-masing
posyandu ini dipilih secara random hingga mencapai jumlah yang sama dengan
anak balita dari kelompok orang tua bercerai.
E. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas : status perkawinan orang tua anak balita.
2. Variabel terikat : status gizi dan perkembangan anak balita.
F. Definisi Operasional Variabel
1. Status perkawinan orang tua anak balita
Status perkawinan orang tua anak balita adalah status hukum perkawinan atau
perceraian orang tua anak balita. Ada dua macam status perkawinan dalam
penelitian ini, yaitu a) status kawin bila masih berstatus menikah secara
hukum, b) status bercerai bila sudah ada putusan cerai dari pengadilan agama
atau pengadilan negeri atau bila tidak serumah lagi dengan pasangannya lebih
dari 2 tahun.
Skala pengukurannya adalah nominal, dengan rincian a) status kawin diberi
label k, b) status bercerai diberi label c.
2. Status gizi anak balita
Status gizi anak balita adalah indeks antropometri yang menunjukkan
kecukupan gizi dari anak balita setelah dibandingkan dengan baku rujukan
WHO 2005.
Indeks antropometri yang digunakan dalam penelitian ini adalah berat
commit to user
diklasifikasikan dalam kategori sebagai berikut: a) status gizi lebih, dengan
kriteria : z-score BB/U atau TB/U lebih dari 1 SD, b) status gizi normal,
dengan kriteria : z-score BB/U atau TB/U antara – 2 SD dan 2 SD, c) status
gizi kurang, dengan kriteria : z-score BB/U atau TB/U antara – 3 SD dan – 2
SD, d) status gizi buruk, dengan kriteria : z-score BB/U atau TB/U kurang dari
– 3 SD (World Health Organization, 2006).
Skala pengukurannya adalah ordinal, dengan pemberian label sebagai
berikut: a) status gizi lebih; diberikan label = 3, b) status gizi normal; diberikan
label = 2, c) status gizi kurang; diberikan label = 1, d) status gizi buruk;
diberikan label = 0.
3. Status perkembangan anak balita
Status perkembangan anak balita adalah kemampuan perkembangan
yang dicapai anak balita dengan berdasar Tes Denver II.
Pada penelitian ini perkembangan anak balita yang dinilai, mengacu
pada Tes Denver II meliputi kemampuan personal sosial, gerak motorik halus,
bahasa dan gerak motorik kasar. Interpretasi dari penilaian meliputi: a) “lebih”
bila anak “lulus” pada tugas perkembangan tes yang terletak di kanan garis
umur, b) “normal”, bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba
di sebelah kanan garis umur, c) “peringatan” bila anak “gagal” atau “menolak”
melakukan tugas perkembangan tes dimana garis umur terletak pada atau
antara 75% dan 90%, d) “terlambat” bila anak “gagal” atau “menolak”