• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan efektivitas terapi kombinasi salep 2-4 dan sabun sulfur 10% dengan salep 2-4 tunggal sebagai pengobatan skabies di Pondok Pesantren Bait Qur’ani Ciputat, Tangerang Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan efektivitas terapi kombinasi salep 2-4 dan sabun sulfur 10% dengan salep 2-4 tunggal sebagai pengobatan skabies di Pondok Pesantren Bait Qur’ani Ciputat, Tangerang Selatan"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

SALEP 2-4 DAN SABUN SULFUR 10% DENGAN SALEP 2-4

TUNGGAL SEBAGAI PENGOBATAN SKABIES DI

PONDOK PESANTREN BAIT QUR’ANI CIPUTAT,

TANGERANG SELATAN

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

Firda Fakhrena

NIM : 1112103000006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

(2)
(3)
(4)
(5)

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita.

Shalawat serta salam tak lupa kami junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah

membawa kita dari zaman jahiliyyah ke zaman yang terang benderang ini. Alhamdulillah

berkat rahmatnya, saya dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Perbandingan

Efektivitas Terapi Kombinasi Salep 2-4 dan Sabun Sulfur 10% dengan Salep 2-4

Tunggal Sebagai Pengobatan Skabies di Pondok Pesantren Bait Qur’ani Ciputat,

Tangerang Selatan.”

Penyusunan laporan penelitian ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Keseharatan UIN Jakarta,

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter

beserta segenap dosen prodi ini yang selalu membimbing dan memberikan ilmu

kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Pendidikan

Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Nouval Shahab, SpU, PhD, FICS, FACS selaku Penanggung Jawab Modul

Riset Program Studi Pendidikan Dokter 2012.

4. dr. Meizi Fachrizal Achmad, M.Biomed selaku pembimbing pertama yang selalu

memberikan masukan dan arahannya dalam menyusun penelitian ini, memberikan

semangat dan motivasi di setiap bimbingannya sehingga saya dapat

menyelesaikan penelitian ini.

5. dr. Rahmatina, Sp.KK selaku pembimbing kedua saya yang selalu memberikan

(6)

Nurlianah, S.Pd, M.Pd, yang selalu mendukung dan mendoakan saya demi

kelancaran penelitian ini.

7. dr. Faris El Haq dan dr. Arini Retno Palupi, kedua kakak saya yang turut

berkontribusi dalam penelitian saya sebagai dokter yang memeriksa seluruh santri

di Pondok Pesantren Bait Qur’ani dan sebagai orang yang merekomendasikan

pesantren ini sebagai sarana penelitian.

8. Ibu Nurul, Ibu Azizah dan Ibu Aisyah yang telah membantu kelancaran

pengobatan sebagai ketua koordinasi pengawas pemakaian obat skabies untuk

santri di Pondok Pesantren Bait Qur’ani.

9. Teman seperjuangan penelitian, Hana Qonita, Atina Nabila dan Irwana Arif yang

telah menyemangati, membantu, dan berjuang bersama di dalam penelitian ini.

Teman- teman PSPD 2012 untuk waktu yang telah dilalui bersama selama masa

pendidikan saya di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10.Semua pihak yang telah memberi dukungan dan doa kepada saya yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu

Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Kritik dan saran yang

membangun sangat membantu demi terwujudnya laporan penelitian yang lebih baik dan

bermanfaat untuk masyarakat. Akhir kata, semoga segala bantuan yang diberikan dalam

penelitian ini akan mendapat balasan, barokah dan ridho dari Allah SWT. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Ciputat, 15 September 2015

(7)

Firda Fakhrena. Program Studi Pendidikan Dokter. Perbandingan Efektivitas Terapi Kombinasi Salep 2-4 dan Sabun Sulfur 10% dengan Salep 2-4 Tunggal

Sebagai Pengobatan Skabies di Pondok Pesantren Bait Qur’ani Ciputat, Tangerang

Selatan.

Berbagai macam pengobatan direkomendasikan untuk penyakit skabies, salah satunya adalah salep 2-4 dan sabun sulfur 10%. Tujuan Penelitian : Mengetahui perbandingan efektivitas sembuh secara klinis penggunaan kombinasi Salep 2-4 dan sabun sulfur 10% dengan Salep 2-4 tunggal terhadap penyakit skabies. Metode Penelitian : Penelitian ini adalah uji klinis yang dilakukan selama 3 minggu dan di

follow up tiap minggunya. Populasi penelitian adalah santri dari Pondok

Pesantren Bait Qur’ani, Ciputat. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara

consecutive sampling. Hasil penelitian ini dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact

Test. Hasil Penelitian : Terdapat perbedaan jumlah yang sembuh secara klinis dari

kelompok penelitian yang menggunakan salep 2-4 dan sabun sulfur 10% dengan salep 2-4 dan sabun non-sulfur, non-antiseptik namun perbedaan jumlah tersebut tidak bermakna secara statistik yaitu pada minggu pertama (p=0,177), minggu kedua

(p=0,528) dan minggu ketiga (p=0,677) Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan

bermakna kombinasi salep 2-4 dan sabun sulfur 10% dibandingkan dengan salep 2-4 tunggal dalam pengobatan skabies.

Kata Kunci : Skabies, Salep 2-4, Sabun Sulfur 10%, Kesembuhan Klinis.

ABSTRACT

Firda Fakhrena. Medical Education Program. Effectiveness Comparation of Combination Therapy of Ointment 2-4 and 10% Sulfur Soap Compared to Ointment 2-4 only For Scabies Treatment in Bait Qur'ani Ciputat Boarding School.

Various treatments are recommended for scabies disease, one of which is ointment 2-4 and 10% sulfur soap. Objective: To determine the effectiveness comparison of clinical cure by applying the combination of Ointment 2-4 and 10% sulfur soap compared to ointment 2-4 only against scabies disease. Methods: This study is a clinical trial study done for 3 weeks and was followed up in every week . The study population are students of Bait Qur'ani Boarding School, Ciputat. Sampling was taken by consecutive sampling. The results of this study were analyzed using Fisher's Exact Test. Results: There were differences in numbers who were cured clinically from the research group using the ointment 2-4 and 10% sulfur soap compared to ointment 2-4 and non-sulfur soap, non-antiseptic. The different amount is not significant statistically in first week

(p=0,177), second week (p=0,528) and third week (p = 0.677). Conclusions: There were

(8)
(9)

2.1.8 Pembantu Diagnosis... 19 13 2.1.9 Diagnosis Banding...21 14 2.1.10 Pengobatan Skabies... 21 14 2.1.10.1 Obat Skabies yang Direkomendasikan...22 14 2.1.11 Pengobatan Topikal dalam Dermatologi...23 18 2.1.11.1 Prinsip Pengobatan Topikal...24 18 2.1.12 Penilaian Setelah Pengobatan...23 24 2.1.13 Perhatian Khusus untuk Lingkungan...23 28 2.1.13.1 Selimut dan Seprai... 23 28 2.1.13.2 Pakaian dan Barang Pribadi... 23 28 2.1.13.3 Perabotan dan Lingkungan Hidup...23 29 2.1.14 Edukasi Skabies...23 29 2.1.15 Identifikasi Wabah...23 30 2.1.15.1 Protokol untuk Investigasi Kasus Skabies ... 23 31 2.1.16 Evaluasi Tindakan Pengendalian Skabies...23 32 2.1.16.1 Kegagalan dalam Pengendalian Skabies...23 32 2.1.17 Langkah-langkah untuk Mencegah Skabies...23 33 2.1.17.1 Penilaian Kulit...23 33 2.1.18 Populasi Anak...23 35 2.1.18.1 Tanggung Jawab Fasilitas...23 35 2.1.18.2 Pengendalian Penularan... 23 36 2.1.18.3 Edukasi untuk Pengaturan Populasi Anak...23 36 2.2 Kerangka Teori... 23 37 2.3 Kerangka Konsep... 23 38 2.4 Definisi Operasional...23 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 23 41

(10)

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi...23 43 3.3.3.3 KriteriaDrop Out (DO)...23 43 3.3.3.4 Variabel...23 43 3.3.3.5 Alat dan Bahan... 23 43 3.4 Cara Kerja Penelitian...23 44 3.4.1 Alur Penelitian...23 45 3.5 Manajemen Data...23 46 3.5.1 Pengumpulan Data... 23 46 3.5.2 Pengolahan Data...23 46 3.5.3 Analisa Data... 23 46 3.5.4 Rencana Penyajian Data...23 46 3.5.5 Etika Penelitian... 23 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...23 47

4.1 Prevalensi Skabies... 23 47 4.2 Karakteristik Penderita... 23 48 4.3 Hasil Pengobatan... 23 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 23 56

5.1 Kesimpulan...23 56 5.2 Saran... 23 56

(11)

DAFTAR TABEL

4.1 Prevalensi Penderita Skabies pada Pondok Pesantren Bait Qur’ani...47

4.2 Distribusi Penderita Skabies menurut Jenis Kelamin...48

4.3 Distribusi Penderita Skabies Berdasarkan Usia...49

4.4 Diagram Distribusi Penderita Skabies Berdasarkan Usia...49

4.5 Uji Perbedaan Kesembuhan pada Dua Kelompok Penelitian...51

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus Hidup...3

Gambar 2. A. Papul Eritema dan Gatal pada Axilla Orang Dewasa...5

B. Papul Eritema dan Gatal pada Anak...5

Gambar 3. Distribusi Penyakit SkabiesBerdasarkan Lokasi di Tubuh...6

Gambar 4. Bagan Vehikulum...19

Gambar 5. Pilihan Terapi untuk Pengobatan Skabies...25

Gambar 6. Pengobatan Skabies yang Disarankan Untuk Populasi Khusus...26

Gambar 7. Bagan Alur Skabies...27

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Komisi Etik... 59

Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden Penelitian…... 60

Lampiran 3. Alat dan Bahan Penelitian ... 40

Lampiran 4. Proses Penelitian ... 64

Lampiran 5. Daftar Pengawasan Pemakaian Obat...66

Lampiran 6. Analisis Statistik... 68

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia berada di dalam daerah tropik basah atau daerah hangat dan lembab, hal ini

ditandai dengan kelembaban udara yang tinggi (>90%), curah hujan tinggi, suhu rata-rata

diatas 18oC (sekitar 23oC dan dapat mencapai 38oC pada musim kemarau). Perbedaan yang

signifikan antara musim hampir tidak ada.1

Keadaan iklim tropik ini sangat mendukung pertumbuhan parasit dan infeksi lain di

Indonesia.1 Sampai sekarang, penyakit parasit di Indonesia masih menempati posisi yang

tinggi. Arthropoda merupakan salah satu parasit yang sering menimbulkan masalah

kesehatan di Indonesia baik berupa sengatan racun atau gigitannya, maupun sebagai vektor

penyakit baik penyakit yang ditimbulkan bakteri, virus, jamur, maupun cacing dan protozoa.

Selain sebagai vektor penyakit, beberapa arthropoda lainnya dapat menimbulkan masalah

kesehatan oleh karena infestasinya ke tubuh manusia, salah satunya adalah penyakit skabies

yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei var. hominis. Penyakit scabies sekarang

sudah tak dapat dianggap lagi sebagai penyakit yang diderita oleh golongan tingkat sosial

ekonomi yang rendah saja, namun sudah menjadi penyakit kosmopolit yang menyerang

semua tingkat sosial.2

Dibeberapa negara berkembang, prevalensinya berkisar antara 6-27% dari populasi

umum dan puncaknya pada usia sekolah dan remaja. Prevalensi skabies telah meningkat di

beberapa daerah di Indonesia, khususnya di tempat dengan sanitasi yang buruk dan hidup

berkelompok seperti di asrama, rumah tahanan, barak tentara, pesantren, maupun panti

asuhan dan panti jompo.3,4 Data pola 10 penyakit tersering di kota Medan tahun 2010

menunjukkan bahwa skabies menduduki urutan kelima setelah penyakit infeksi akut lain

pada saluran napas atas, hipertensi, penyakit pada sistem musculoskeletal dan penyakit lain

pada saluran napas atas.3

Pada bulan Januari 2012, dilaporkan bahwa terdapat 26 dari 137 orang penghuni rumah

tahanan kelas II B Pacitan, Jawa Timur yang terjangkit penyakit skabies.4 Pada survei

pendahuluan yang dilakukan, warga binaan yang tinggal di dalam setiap ruangan tahanan

(15)

jumlah warga binaan pemasyarakatan sebanyak 111.357 orang dan dengan begitu terdapat

kelebihan penghuni sebesar 65,6%.5 Kelebihan kapasitas tersebut dapat mengganggu

ketersediaan sanitasi lingkungan seperti air bersih dan luas ruangan tahanan yang tersedia

sehingga penghuni tahanan memiliki keterbatasan untuk menjaga kebersihan diri dan

memudahkan penularan skabies dalam lingkungan tersebut.5

Di bagian Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus

skabies yang merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Prevalensi skabies pada 12

pondok pesantren di Kabupaten Lamongan pada tahun 2003 adalah 48,8 % dan pada

tahun 2008, di Pondok Pesantren An-Najach Magelang adalah 43%.6 Penelitian tahun

2014 di Pondok Pesantren daerah Jakarta Timur adalah sebesar 51,6%, dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti jenis kelamin dan tingkat pendidikan.6

Santri maupun para penderita skabies di kelompok lingkungan lain yang menderita

penyakit skabies akan terganggu kualitas hidupnya karena keluhan gatal yang cukup

hebat dan infeksi sekunder yang dialaminya.7,8 Maka dari itu, pengobatan scabies harus

dilakukan sedini mungkin bahkan sebelum timbulnya gejala. Hal ini karena, infestasi

Sarcoptes scabiei dapat terjadi beberapa minggu sebelum manifestasi klinis timbul.8

Berbagai macam pengobatan direkomendasikan untuk scabies seperti permethrin,

ivermectin, lindane, benzyl benzoat, crotamiton, sulfur dan decamethrin.8,9 Obat tersebut

adalah obat topikal dalam bentuk cream dan salep. Namun untuk pemilihan obat

penggunaannya perlu dipertimbangkan berbagai macam faktor, yaitu efektivitas,

toksisitas, efek samping, harga, kepraktisan, dan kenyamanan pemakaian.10

Obat skabies yang masih digunakan di puskesmas adalah salep 2-4 yang

mengandung Asam Salisilat 2% dan sulfur 4%. Salep 2-4 masih efektif untuk membunuh

tungau dan larva, namun tidak efektif untuk membunuh stadium telur.7 Dalam

penelitiannya, Moh Amer dkk (1981) memakai salep sulfur 5% didapatkan angka

kesembuhan sebesar 81,8%.6,8 Irma Binarso, pada penelitiannya membandingkan salep

2-4 dan gameksan 1% didapatkan hasil kesembuhan salep 2-4 sebesar 69,05%.6 Dalam

(16)

Pengobatan skabies dengan krim permethrin 5% lebih praktis namun harga lebih

mahal. Sedangkan pengobatan skabies dengan salep 2-4 lebih murah tetapi compliance

penderita menurun.9

Alebiosu dkk pada tahun 2003 meneliti efektivitas salep yang mengandung sulfur

dan sabun untuk penyakit kulit yang sering terjadi seperti infeksi jamur, infestasi skabies,

infeksi bakteri, acne vulgaris dan ketombe. Dari hasil penelitian tersebut, penggunakan

salep yang mengandung sulfur dengan sabun memiliki tingkat keberhasilan yang lebih

baik dibandingkan dengan pengobatan dengan salep sulfur saja untuk penyakit kulit

diatas.10,11

Dari data tersebut, peneliti tertarik untuk mencari informasi dan melakukan

penelitian mengenai perbedaan kecepatan sembuh penggunaan kombinasi Salep 2-4

dengan sabun sulfur dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal di Pondok Pesantren Bait

Qur’ani, Ciputat tahun 2015.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terapi kombinasi Salep 2-4 dengan sabun sulfur 10% lebih efektif mengobati

penyakit skabies dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal di Pondok Pesantren Bait

Qur’ani, Ciputat?

1.3 Hipotesis

Kombinasi Salep 2-4 dengan sabun sulfur 10% lebih efektif mengobati penyakit

skabies dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal di Pondok Pesantren Bait Qur’ani,

(17)

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan efektivitas sembuh secara klinis penggunaan kombinasi Salep

2-4 dengan sabun sulfur 10% dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal terhadap penyakit

skabies pada santriwan - santriwati di Pondok Pesantren Bait Qur’ani sehingga dapat

digunakan sebagai pengobatan yang direkomendasikan untuk mengobati penyakit skabies

dan dapat mempercepat angka kesembuhannya.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui prevalensi penyakit skabies

b. Untuk mengetahui penyebaran penyakit skabies berdasarkan usia

c. Untuk mengetahui penyebaran penyakit skabies berdasarkan jenis kelamin

d. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan kombinasi Salep 2-4 dan sabun sulfur

10% dibandingkan dengan salep 2-4 tunggal terhadap penyakit skabies pada

santriwan dan santriwati di Pondok Pesantren Bait Qur’ani

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi subjek penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

efektivitas penggunaan kombinasi Salep 2-4 dengan sabun sulfur 10%

dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal kepada santriwan dan santriwati

Pondok Pesantren Bait Qur’ani

(18)

3. Peneliti

a. Menambah pengetahuan peneliti mengenai penyakit skabies

b. Menambah pengetahuan peneliti tentang efektivitas kombinasi Salep 2-4

dengan sabun sulfur 10% dibandingkan dengan Salep 2-4 tunggal

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Sinonim

The itch, gudik, budukan, gatal agogo.7

2.1.2 Definisi Skabies

Scabies adalah infestasi dan sensitisasi ke dalam kulit yang disebabkan oleh tungau

manusia, Sarcoptes scabiei var. Hominis.7

2.1.3 Cara Penularan atau Transmisi

Penularannya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang oleh

bentuk larva.7 Selain Sarcoptes scabiei var. Hominis, dikenal pula Sarcoptes scabiei var.

Animalis yang kadang-kadang dapat menularkan manusia yang banyak memelihara

binatang peliharaan seperti anjing.7

1. Kontak langsung

Yaitu kontak kulit dengan kulit. Contoh : berjabat tangan, tidur bersama, dan

hubungan seksual.7

2. Kontak tak langsung

Yaitu kontak melalui benda. Contoh : handuk, sprei, pakaian, bantal, dan lain-lain.7

2.1.4 Biologi Tungau Skabies

(20)

betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih

kecil, yaitu 200-240 mikron x 150-200 mikron.7Tungau dewasa memiliki 4 pasang kaki.1

2 Pasang kaki paling depan berfungsi untuk melekat, 2 pasang kaki belakang berakhir

dengan rambut pada betina, pada jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan

pasangan kaki keempat terdapat alat perekat.7

Infestasi dimulai ketika satu atau beberapa tungau betina yang telah dibuahi

berpindah dari kulit manusia yang sudah terinfestasi oleh tungau tersebut, ke kulit orang

lain yang belum terinfestasi.7,12 Setelah berpindah dari kulit orang yang telah terinfestasi,

atau, lebih jarang dari tungau ke kulit orang yang belum terinfestasi, tungau betina

dewasa berjalan di permukaan kulit, 1 inchi per menit mencari tempat untuk

bersembunyi.7,12

Setelah menemukan lokasi yang cocok, tungau betina akan menggali lubang atau

terowongan dalam stratum korneum dan membentuk terowongan sempit dengan

kecepatan 2-3 mm sehari dimana tungau tersebut menyimpan 2 - 4 telur per hari sampai

40 atau 50 butir telur selama 4 - 6 minggu rentang hidupnya.7,12 Telur akan

menetas biasanya dalam waktu 3-5 hari dan berkembang menjadi larva yang memiliki 3

pasang kaki.7,12 Larva dapat tinggal diterowongan atau bisa juga di luar.7,12 Setelah

itu, larva berubah menjadi nimfa setelah 2-3 hari kemudian.7,12 Nimfa mempunyai 2

bentuk yaitu jantan dan betina, sudah memiliki 4 pasang kaki.7,12 Nimfa akhirnya

berkembang hingga menjadi tungau dewasa, dan seluruh siklus hidupnya mulai dari telur

hingga dewasa memerlukan waktu 8-12 hari.7 Tungau dewasa migrasi ke permukaan

kulit dan kawin disana. Tungau jantan mati dengan cepat, kadang masih dapat hidup

beberapa hari di terowongan dan tungau betina penetrasi di kulit, mengulangi siklus.7,12

Tungau ini butuh manusia untuk melengkapi siklusnya dan tidak dapat bertahan di suhu

(21)

Gambar 1 : Siklus hidup Sarcoptes scabiei12

2.1.5 Gejala Klinis

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal, sebagai berikut :

a. Pruritus nokturia7

Aktivitas tungau skabies meningkat karena tungau ini suka dengan suhu yang lebih

lembab dan panas pada malam hari.7

b. Penyakit skabies menyerang manusia yang hidup berkelompok.7

Contoh : dalam sebuah keluarga, seluruh anggota keluarga terkena skabies, dalam sebuah

daerah dengan pada penduduk, sebagian tetangga yang berdekatan akan terserang

penyakit ini.7 Seluruh anggota keluarga terkena namun tidak menimbulkan gejala

disebut juga hiposensitisasi.1 Penderita yang mengalami hal ini bersifat sebagai

pembawa atau carrier.7

c. Terdapat terowongan atau kunikulus pada tempat predileksi seperti sela-sela jari

tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,

areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut

(22)

bentuk lurus atau berkelok, pada ujung terowongan dapat ditemukan papul atau

vesikel.7 Jika sudah terjadi infeksi sekunder, ruam kulitnya menjadi polimorf

(ekskoriasi, pustul, dll).7

d. Ditemukan tungau.7

Dapat menemukan satu bahkan lebih stadium tungau ini. Hal ini merupakan yang

paling diagnostik.7

2.1.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis skabies pada orang yang belum pernah terpapar sebelumnya oleh

tungau ini biasanya 4-6 minggu, atau paling cepat satu minggu dan paling lama satu

tahun.12 Pada orang yang sudah tersensitisasi atau sudah pernah terpapar pada skabies

sebelumnya, manifestasi klinis akan muncul dalam waktu 1-4 hari setelah terpapar

kembali.12 Infestasi skabies dapat bermanifestasi dalam 3 bentuk, yaitu manifestasi klasik,

atypical dan skabies norwegia (skabies berkrusta).12

2.1.6.1 Manifestasi klasik

Manifestasi klinis ini adalah yang paling umum terjadi pada orang dengan penyakit

skabies.12

 Gejala primer dari skabies adalah gatal terus menerus yang semakin memberat pada

malam hari atau setelah mandi dengan air hangat.12 Gatal tersebut bukan merupakan

penyebab langsung dari tungau skabies tetapi sebagai hasil dari reaksi alergi sistemik

(23)

Gambar 2. A. Papul eritema dan gatal pada axilla orang dewasa, B. Papul eritema dan

gatal pada punggung anak.12

 Gejala lainnya adalah eritema (ruam merah), papul, pustul dan nodul.12

 Intensitas gatal tidak berhubungan dengan jumlah tungau yang berinfestasi di host.12  papulovesikular 2-3 mm, bulat, dan simetris dapat kita lihat pada tubuh penderita.12  Biasanya terdapat 3-15 mm terowongan iregular berbentuk halus, dan berwarna,

yang sulit untuk dilihat.12

 Area tubuh yang biasa terkena adalah kulit dengan lapisan yang tipis dan area lipatan

seperti : fleksor pergelangan tangan (bagian volar), sela jari tangan, mammae, areola,

umbilicus, sepanjang diameter umbilicus, abdomen, intergluteal (celah pantat),

pantat, paha, penis, scrotum, siku, kaki, ankle, lipatan ketiak.12

 Area yang dapat terkena pada pekerja kesehatan yang terpapar termasuk bahu depan,

(24)

Gambar 3. Distribusi penyakit skabies berdasarkan lokasi di tubuh.12

Pasien ini biasanya mempunyai hanya 10-15 tungau betina dewasa yang hidup di

tubuh manusia pada waktu tertentu. Biasanya, hanya 1 atau 2 tungau, seringnya tidak ada,

yang dapat dilihat dari kerokan kulit.12

Kulit kepala dan wajah jarang mengenai orang dewasa, tetapi bisa terjadi pada

anak-anak dengan skabies.12

2.1.6.2 Atypical skabies

Atypical skabies jarang terjadi. Manifestasi klasik seperti yang dijelaskan pada point

2.1.6.1 skabies seringkali turut serta pada tanda dan gejala atypical.12

 Pasien dengan manifestasi klinis atypical adalah penderita dengan umur yang sangat

muda, usia lanjut, lemah, dan orang dengan imunocompromised.12

 Gejalanya berupa hiperpigmentasi luas, eritema, berskuama, dan pyoderma12  Gatal tidak muncul.12

(25)

leher, palmar, dan telapak kaki.12

 Pada usia lanjut dapat mengalami gejala di kulit kepala dimana rambutnya menipis.12  Pada orang dengan usia lanjut, dimana kekebalan tubuhnya sudah menurun, dapat

mengalami penurunan respon inflamasi atau sensitisasi terhadap infestasi tungau

ini.12 Sistem imunnya tidak mengenal keberadaan tungau skabies sehingga tidak

muncul reaksi imun terhadap tungau tersebut.12

2.1.6.3 Skabies Norwegia (Skabies berkrusta)

Skabies berkrusta adalah meluasnya infestasi dengan jutaan tungau dalam tubuh. Skabies

berkrusta jarang terjadi.12 Ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan

kaki, kuku distrofik, skuama generalisata.12

 Tungau dalam jumlah besar (berjuta-juta), kulit mengalami penebalan karena ledakan

populasi tungau Sarcoptes scabiei yang berada dalam tubuh.12

 Pengobatan topical kurang efektif karena sudah tidak dapat berpenetrasi ke dalam

kulit.12

 Usia lanjut, retardasi mental, kelemahan fisik, psikosis dan orang dengan

immune-compromised adalah yang paling sering terjangkit penyakit ini.12

 Eritema, hiperkeratosis, alopecia, hiperpigmentasi, pyoderma, dan eosinofilia

(peningkatan sel darah putih yang biasa terjadi akibat respon alergi terhadap suatu

infeksi parasit) mungkin akan muncul.12

 Manifestasi klinis dapat mulai terjadi di bawah dan di sekeliling bantalan kuku.12  Ruam luas atau ruam lokal muncul.12

 Lingkungan sekitar pasien merupakan lingkungan dengan kontaminasi yang tinggi

oleh tungau. Bentuk ini sangat menular.12

 Kondisi ini dapat menjadi penyebab oleh besarnya prevalensi skabies dalam

(26)

2.1.7 Komplikasi

2.1.7.1 Infeksi Sekunder

Kelainan kulit tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies tapi juga akibat garukan.

Gatal hebat yang disebabkan oleh sekreta dan ekskreta tungau memerlukan waktu

kira-kira sebulan setelah infestasi.7 Kelainan kulit yang terjadi menyerupai dermatitis

dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain.7 Kulit yang sudah digaruk

mengalami erosi, ekskoriasi, krusta, dan akan terinfeksi oleh mikroorganisme lain.7

Bakteri yang biasa menginfeksi adalah Staphylococcus aureus dan Streptococcus

epidermidis.7,12

2.1.8 Pembantu Diagnosis

Cara menemukan tungau :

a. Mula-mula cari terowongan, kemudian papul dan vesikel di ujung terowongan

dicongkel dengan jarum dan diletakkan disebuah kaca objek lalu ditutup dengan kaca

penutup dan dilihat dibawah mikroskop cahaya.7

b. Menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan dilihat

dengan kaca pembesar.7

c. Dengan membuat biopsi irisan. Yaitu dengan mengiris tipis lesi yang dijepit dengan

dua jari. Diiris dengan menggunakan pisau dan diperiksa dibawah mikroskop

cahaya.7

d. Biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE.7

Kerokan kulit harus diperoleh dari minimal 1 penderita yang bergejala.7 Spesimen

(27)

2.1.9 Diagnosis Banding

Penyakit skabies merupakan the great immitator karena banyak sekali penyakit kulit

yang menyerupai dengan keluhan gatal.7 Berikut ini mempunyai tanda dan gejala yang

mirip dengan skabies, yaitu prurigo, pediculosis corporis, acute urtikaria, dermatitis.7,12

2.1.10 Pengobatan Skabies

Pengobatan skabies harus dilakukan menyeluruh kepada semua anggota keluarga

termasuk penderita yang hiposensitisasi.7

Syarat obat yang ideal :

a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.7

b. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.7

c. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mengotori pakaian.7

d. Mudah diperoleh dan harganya murah.7

Pengobatan yang cepat diperlukan untuk penderita yang sudah terdiagnosis skabies.

Untuk yang telah terdiagnosis skabies dan yang telah kontak lama dengan penderita harus

diberikan pengobatan.12

Kontak yang dimaksud antara lain petugas kesehatan, pengunjung, teman kamar dan

teman yang sering berkontak dengan penderita.2 Jika kontak hanya minimal, seperti

penjual makanan, penjual koran, penjual bunga, dan lain-lain, tidak diperlukan

pengobatan.12

2.1.10.1 Obat skabies yang direkomendasikan antara lain :

(28)

mematikan tungau skabies.12,13,14 Insektisida golongan piretroid sintetik merupakan

bahan sintetik kimia dari racun yang terdapat dalam tanaman piretrum.12,13,14 Piretroid

sintetik mempunyai spektrum yang luas mulai dari ulat, kupu, kumbang, tungau, belalang,

sampai udang.12,13,14 Piretroid sintetik sangat disukai karena mempunyai efek knokdown

(jatuhnya hama setelah terkena pestisida) yang sangat cepat.12,13,14

Selain mempunyai beberapa kelebihan, piretroid sintetik juga mempunyai

kelamahan.2,3 Racun pada piretroid sintetik hanya bersifat kontak sehingga jika dalam

aplikasi pestisida tidak mengenai hama, dipastikan hama tersebut tidak mati.12,13,14

Pasien harus diberitahu gatal-gatal, rasa panas dapat terjadi setelah permethrin

diaplikasikan ke kulit.12,13,14 Tetapi, gejala yang muncul tersebut bukan pertanda dari

pengobatan yang gagal.12

Efektivitas permethrin >90% jika pemakaiannya sudah benar.12 Berikut ini

langkah-langkah yang harus diikuti dalam pemakaian permethrin:

a. Semua penderita yang terdiagnosis skabies dan orang yang kontak dengannya harus

diberikan pengobatan secara serentak dalam waktu 24 jam.12

b. Mandikan dan keringkan penderita. Cuci rambut dan potong/bersihkan kuku di

tangan dan kuku di kaki. Pastikan kuku tangan dan kaki.12

c. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan dan baju tahan air sekali pakai

selama memandikan dan membantu mengoleskan permethrin.12 Lengan pakaian

harus berada dibawah sarung tangan.12

d. Oleskan krim di seluruh permukaan tubuh dari leher sampai telapak kaki.12

Perlu perhatian khusus pada lipatan kulit, jempol tangan dan jempol kaki.12 Oleskan

krim dibawah kuku jari tangan dan jari kaki dengan menggunakan sikat halus seperti

sikat gigi, jika diperlukan.12

e. Lepaskan sarung tangan dan baju anti air sekali pakai yang digunakan setelah

pengolesan obat selesai.12 Masukan ke dalam kantung plastik dan dibuang

seperti biasa.12

f. Cuci tangan, pergelangan tangan, dan lengan bawah dengan menggunakan sabun dan

air mengalir.12

g. Biarkan krim meresap pada penderita skabies selama 8-14 jam.12

(29)

yang dapat menghapus krim sebelum waktu yang telah ditentukan.12

i. Hapus krim pada tubuh penderita dengan mandi setelah waktu pemakaian selesai.12

j. Periksa pasien tiap minggu selama 3-4 minggu untuk memantau kesembuhan.2

Ulangi pengobatan satu minggu kemudian jika gejala belum mereda.12,19

Catatan : kemerahan akan timbul beberapa minggu setelah pengobatan tetapi gejala harus

hilang.12

2. Ivermectin (Stromectol)

Ivermectin merupakan agen anti parasitik yang diindikasikan untuk infeksi yang

disebabkan oleh parasit.12 Ivermectin belum mendapatkan persetujuan dari United State

Food and Drug Administration untuk penggunaannya dalam penyakit skabies.12 Tetapi,

berdasarkan penelitian baru-baru ini menyatakan ivermectin efektif 90-95% oral dengan

dosis tunggal (200ug/kg) atau 0,2 mg/kg 2-3 dosis setiap 1-2 minggu.12,19

Penggunaan dosis ivermectin harus sesuai dengan anjuran dokter.2 Ivermectin dikonsumsi

secara oral, satu jam sebelum makan pagi.12 Efektivitas ivermectin meningkat sampai

95% dengan dosis dua kali untuk skabies jenis atypical.12

Gatal dan ruam kemerahan dapat memburuk di hari pertama pemakaian ivermectin.2

Reaksi lokal atau bahkan sistemik dapat terjadi sebagai efek samping dari ivermectin.2

Penggunaan ivermectin direkomendasikan hanya bila tubuh penderita tidak dapat

dioleskan oleh krim atau salep (contoh : pasien dengan ventilator, pasien yang mengalami

kontraktur berat, dan/atau luka terbuka, dan/atau terdapat lesi jaringan lunak.12

Dosis tunggal ivermectin dapat diberikan bersama dengan agen keratolitik untuk

pengobatan krusta skabies.12 Dosis tambahan dengan rentang waktu 2 minggu dapat

diberikan untuk pasien dengan immunocompromised dan menderita krusta skabies.12

(30)

5 kali per hari.12 Lotion dapat dihapuskan setelah 48 jam pemakaian.12 Efek samping

crotamiton adalah iritasi kulit, gatal, dan rasa panas.2 Keamanan dan efektivitas pada

anak-anak belum terbukti.12

Crotamiton sebaiknya tidak digunakan pada kulit yang sedang mengalami inflamasi

akut dan luka terbuka.12Belum terbukti keamanannya untuk wanita hamil.12

4. Lindane 1% (Kwell)

Lindane dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam.21Dapat diulang setelah satu

minggu.22Tidak boleh digunakan pada bayi, anak dan wanita hamil.21Lindane sudah tidak

direkomendasikan untuk pengobatan skabies karena banyak terjadi resistensi, neurotoksik,

dan berujung pada kematian.12,22

5. Salep Sulfur 4-20%

Digunakan tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif pada stadium telur.

Salep dihapus setelah 8 jam.23 Salep sulfur dapat digunakan sebagai pengobatan skabies

jika pengobatan lain tidak dapat digunakan.2 Efek samping yang dapat terjadi adalah kulit

kering dan iritasi.23 Penderita yang memiliki hipersensitivitas pada sulfonamid sebaiknya

tidak boleh menggunakan salep ini.24

6. Benzyl Benzoate

Benzyl benzoate 20-25% adalah krim topikal yang diaplikasikan selama 24 jam 3

hari berturut-turut.25 Setelah pengobatan selama 24 jam, krim harus dihapus dengan

sabun dan air.25Untuk infestasi yang berat, krim tersebut dapat di ulang pengaplikasiannya

24 jam setelah pemakaian pertama.25 Pemakaian ulang harus dilakukan dalam 5 hari

(31)

2.1.11 PENGOBATAN TOPIKAL DALAM DERMATOLOGI

Ada dua pedoman pengobatan topikal :

1. A. Basah dan basah

Jika dermatosis (kelainan kulit) basah (eksudatif) diobati dengan kompres

terbuka.16 Tetapi, prinsip ini tidak mutlak, kompres terbuka juga digunakan pada

dermatosis dengan peradangan yang hebat, misalnya erisipelas.16

B. Kering dengan kering

Dermatosis kering diobati dengan vehikulum yang kering, misalnya salep.16

2. Makin akut suatu dermatosis, makin lemah bahan aktif yang dipakai

Pada dermatosis akut jangan diberi terapi dengan bahan aktif yang kuat yakni

dengan konsentrasi yang tinggi karena akan menghebat.16 Misalnya pada

tinea korporis yang akut jangan diobati dengan asam benzoik 12% melainkan 6%.16

2.1.11.1 Prinsip Pengobatan Topikal

Prinsip pengobatan topikal dibagi menjadi 2 bagian :

1. Vehikulum16

2. Bahan aktif.16

(32)

pendingin.16

Cairan Bedak kocok bedak

Krim Pasta pendingin pasta berlemak

Gambar 4. Bagan Vehikulum.16

Salep

a. Cairan

Jika bahan pelarutnya akua disebut solusio.16 Kalau bahan pelarutnya alkohol,

eter, atau kloroform dinamakan tingtur.16 Solusio dapat dipakai untuk mandi, rendam,

atau kompres.16 Yang tersering dilakukan ialah kompres.16 Contoh mandi ialah dengan

membubuhi sedikit bubuk permanganas kalikus ke dalam satu ember air sampai

warnanya keunguan untuk pasien varisela.16

Cara mengompres ada 2 macam :

1. Kompres terbuka.16

2. Kompres tertutup 16

b. Krim

Krim ialah campuran lemak dan cairan, biasanya akua, agar dapat bercampur

diperlukan emulgator, yang dapat mengikat baik air maupun lemak.16

(33)

Bahan

Bahan krim tersebut sebagian telah dijelaskan pada bab “salep” ialah cera alba,

oleum olivarum, dan oleum sesami.6 Yang belum dijelaskan ialah cetaceum dan cera

lanett N.16

Cetaceum

Cetaceum atau spermatici merupakan lemak murni padat diperoleh dari lemak ikan

paus, berupa kristal putih terutama terdiri atas cetylester dan asam palmitat, titik cairnya

43-47°C.16 Bila dicampur dengan lemak dan minyak memberikan konsistensi yang

baik dan halus berwarna putih.16

Cera lanette N

Juga merupakan lemak murni padat, terdiri atas cetyl alcohol yang ditambahkan ester

asam sulfat dari fatty alcohol.16

Khasiat

Krim mempunyai efek mendinginkan efek mendinginkan dan sebagai emolien.16 Efek

pendingin vanishing cream besar daripada cold cream, sebaliknya daya emolien cold

cream lebih besar daripada vanishing cream.16

Kedua krim tersebut dapat dpakai sebagai bahan dasar untuk berbagai bahan aktif,

tetapi ada obat-obat yang dapat memisahkan emulsi sehingga tidak dapat dicampur

dengan krim, misalnya resorsin dan fenol.16

Indikasi

Krim dipakai pada kelainan yang agak eksudatif atau kering, tetapi superfisial yang

biasanya terdapat pada dermatosis akut atau subakut.16 Dibandingkan salep,

(34)

penetrasinya kurang sehingga tidak dipakai pada kelainan kulit yang kronik dan tebal

seperti pada pemakaian salep.16 Meskipun demikian krim mempunyai kelebihan

dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai didaerah lipatan dan kulit yang

berambut.16 Contoh penggunaan krim ialah pada dermatitis akut yang telah tidak

eksudatif lagi setelah dikompres terbuka.16

Dalam apotek, biasanyang apotek tidak bersedia membuat krim karena tidak tersedia

alat emulgator dan pembuatannya lebih sulit dibandingkan dengan salep.16 Jika hendak

membuat resep krim, dan membubuhi bahan aktif dapat dipakai krim yang sudah jadi

misalnya biocream.16

c. Salep

Salep ialah bahan lemak atau mirip lemak yang pada suhu kamar mempunyai

konsistensi seperti mentega.16 Bahan dasar terdiri atas lemak mineral dan lemak murni.

Bahan yang tersering dipakai ialah vaselin (petrolatum).16

Bahan

a. Lemak mineral

Contoh ialah vaselinum album, vaselinum flavum dan paraffinum liquidum. Yang

terakhir ini tidak akan diuraikan karena jarang dipakai disebabkan oleh

konsistensinya yang terlalu lunak.16

i. Vaselinum album

Diperoleh dari minyak bumi. Titik cair sekitar 10-50°C.16 Dapat

mengikat kira-kira 30% air, tidak berbau, transparan, tidak pernah menjadi tengik,

konsistensi lunak.16 Dipakai untuk dasar salep, juga dalam krim, pasta, dan pasta

pendingin.16

ii. Vaselinum flavum

(35)

b. Lemak Murni

i. Adeps lanae

Adeps lanae adalah lemak bulu domba murni, keras, dan lekat sehingga sukar

dioleskan pada kulit, mudah mengikat air.16 Adeps lanae hydrosue atau disebut juga

lanolin ialah adeps lanae dengan akua 25-27%.16 Banyak digunakan sebagai salep,

dipakai dengan konsentrasi 10% dalam vaselin sebagai emolien.16

ii. Cera alba

Lilin lebah berwarna putih, konsistensinya padat pada suhu kamar.16

Dipakai untuk membuat konsistensi obat menjadi lebih keras.16 Juga dipakai sebagai

emulgator.16

iii. Cera flava

Lilin lebah berwarna kuning, pemakaiannya sama dengan cera alba.16

c. Minyak

Terdapat berbagai macam minyak, diantaranya :

 Oleum olivarum (minyak zaitun)  Oleum sesami (minyak wijen)  Oleum arachidis (minyak kacang)  Oleum cocos (minyak kelapa)  Oleum ricini (minyak jarak).16

Salap dengan bahan dasar minyak, konsistensinya lebih lunak (terlalu cair) daripada

(36)

Baik.16 Contohnya : hiperkeratosis palmaris et plantaris, dermatosis atipik bentuk

dewasa, dan neurodermatitis sirkumskripta.16 Demikian pula pada dermatosis yang

berkrusta.6 Juga pada ulkus yang telah bersih, kalau masih kotor dikompres terbuka.16

Kontraindikasi

Kontraindikasinya ialah pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif karena

salep tidak dapat melekat.16 Juga tidak nyaman bila dipakai pada daerah berambut karena

menyebabkan perlekatan.16 Demikian pula bila dipakai pada daerah lipatan.16 Pada

kelainan kulit yang akut dan kering lebih baik digunakan krim daripada salap karena jika

diberi salap sering kulitnya meradang lagi (intoleransi).16

2. Bahan Aktif

Memilih obat topikal selain faktor vehikulum, juga faktor bahan aktif yang

dimasukkan ke dalam vehikulum yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk

pengobatan topikal.16 Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisikokimia

permukaan kulit, disamping komposisi formulasi zat yang dipakai.16

Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk

konsentrasi obat, kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan efek

vehikulum terhadap kulit.16

Bahan aktif dalam salep 2-4 : A. Asam salisilat

Berupa kristal putih, mudah larut dalam alkohol (1:4), sukar larut dalam akua (1:650),

agak larut dalam oleum ricini (1:10).16

Khasiatnya desinfektan, anti pruritik , antimikotik, dan antiinflamasi.16 Digunakan

dalam solusio, bedak, bedak kocok, dan salep.16,17 Jika dipakai dalam bedak kocok harus

dibubuhi alkohol karena daya larut dalam air rendah.16 Bila dikombinasikan dengan sulfur,

(37)

untuk merangsang epitel pada ulkus yang telah bersih.16,17 Pada konsentrasi 3-20%

bersifat keratolitik digunakan pada dermatosis yang hiperkeratotik.16,17 Pada

konsentrasi tinggi 30-60% bersifat destruktif digunakan sebagai pengobatan kalus dan

veruka.16,17 Solusio 1% dipakai sebagai kompres, berwarna jernih sehingga tidak

mengotori pakaian dan seprai seperti larutan permanganas kalikus dan rivanol.16

Contoh pemakaian pada dermatitis yang eksudatif.16,19 Jika asam salisilat bercampur

dengan oydum zincicum menjadi tak aktif karena terbentuk salycilicum zincicum.16 Asam

salisilat 3-5% juga bersifat mempertinggi absorbsi perkutan bahan-bahan aktif, misalnya

dicampur dengan preparat ter untuk pengobatan psoriasis.16

Pemakaian pada daerah yang luas hendaknya berhati-hati karena akan diabsorbsi dan

bersifat toksik.16 Gejalanya sama dengan intoksikasi salisilat yakni : tinitus dengan

gangguan mental, kematian pernah di laporkan.16

B. Sulfur

Bersifat antiseboroik, anti akne, anti skabies, anti bakteri positif-Gram, dan anti

jamur.16 Yang digunakan ialah sulfur yang terhalus, yaitu sulfur presipitatum (belerang

endap) berupa bubuk kuning kehijauan.16 Biasanya dipakai dalam konsentrasi

4-20%.7,16

Dapat digunakan dalam pasta, krim, salap, dan bedak kocok.16 Contoh dalam salep ialah

salep 2-4 yang mengandung asam salisilat 2% dan sulfur presipitatum 4%.14,16Sedangkan

contoh dalam bedak kocok ialah losio Kummerfeldi dipakai untuk akne.6

Farmakokinetik obat topikal menggambarkan perubahan konsentrasi obat setelah

aplikasinya pada permukaan kulit, perjalanannya menembus sawar kulit dan jaringan

dibawahnya, dan distribusinya ke dalam sirkulasi sistemik.15

2.1.12 Penilaian setelah pengobatan

Symptom dapat bertahan walaupun pengobatan telah selesai sebagai reaksi

(38)

Berikut merupakan beberapa penyebab terjadinya kegagalan pengobatan skabies :

a. Pemakaian krim yang tidak rutin.12

b. Gagal mengidentifikasi dan mengobati semua kasus skabies (termasuk penderita,

pekerja kesehatan, keluarga, pengunjung, kerabat).12

c. Paparan terus menerus pada penderita skabies lain.12

d. Kebersihan lingkungan yang kurang terjaga.12

e. Kurangnya pengawasan terhadap kasus skabies setelah dilakukan pengobatan.12

f. Respon terhadap skabisid minimal karena penderita memiliki imunitas yang rendah.12

g. Penggunaan steroid topikal saat pengobatan.12

h. Resisten terhadap skabisid.12

(39)

Gambar 5. Pilihan terapi untuk pengobatan skabies12

Pengobatan Skabies yang disarankan untuk populasi khusus

Penggunaan Lindane tidak direkomendasikan karena telah terjadi resistensi dan efek

samping neurotoksik.12

(40)

Bagan Alur Skabies

Terapi dengan antibiotik yang sesuai

Terapi untuk pasien dan semua

Apakah terjadi perbaikan terhadap rasa gatal & lesi kulit atau lewat mikroskopis ?

(41)

2.1.13 Perhatian khusus untuk Lingkungan

Kebersihan lingkungan adalah kunci untuk kontrol penyakit skabies.12 Tungau

skabies dapat bertahan hidup di luar tubuh hostnya hanya 2-5 hari.12,18 Oleh sebab itu,

desinfeksi lingkungan sekitar pada kasus skabies membantu mencegah reinfestasi dan

transmisi.12

Ketika sedang membersihkan lingkungan penderita, harus selalu diberitahukan untuk

memanaskan atau merendam pakaian dan sarung tangan yang digunakan dengan air

panas.12

2.1.13.1 Selimut dan Seprai

a. Semua seprai, termasuk sarung bantal, selimut harus diganti dan dicuci selama atau

secepatnya selama pengobatan skabies dilakukan.12,18

b. Semua handuk dan pakaian harus dicuci dengan air panas.12,18

c. Ulangi hal diatas setelah pengobatan skabies telah selesai dilakukan.12,18

2.1.13.2 Pakaian dan Barang Pribadi

a. Semua pakaian dan barang pribadi penderita harus segera dicuci. Jika penderita

tinggal di sebuah asrama dan memulangkan pakaiannya ke rumah, disarankan untuk

memisahkan pakaian yang dicuci dengan anggota keluarga yang lain dan sebaiknya

menggunakan sarung tangan saat mencuci (disposable gloves). Suhu air untuk

mencuci sebaiknya 120°F atau 50°C (pengaturan sepanas mungkin) selama 10

menit.12

b. Pakaian dan barang pribadi yang disimpan dalam lemari atau laci dan belum

tersentuh oleh barang lain yang sudah terkontaminasi penderita tidak perlu dicuci

(42)

barang pada sebuah kantung dan bekukan pada -20°C selama 12 jam.12

d. Simpan semua kosmetik dalam kantung plastik dalam 2 minggu pada suhu ruangan

atau lebih panas sebelum digunakan lagi.12

2.1.13.3 Perabotan dan Lingkungan Hidup

Gunakan pembersih perabotan dan produk desinfeksi sesuai dengan arahan pabrik.

a. Semua peralatan yang dapat dicuci sebaiknya dibersihkan sebelum di desinfeksi.12,18

b. Kasur, sarung bantal, tirai, seluruh peralatan kasur, lantai keramik yang terpapar oleh

penderita skabies harus dibersihkan setelah skabisida dihapus.12,18

c. Vakum lantai karpet dan perabotan jika berada di dalam ruangan penderita atau

ruangan terdekat yang dikunjungi oleh pasien. Selama pengobatan skabies, beberapa

perabotan yang digunakan pasien, sebaiknya dilapisi.12,18

d. Perabotan sebaiknya di vakum dan dilapisi dengan plastik selama 7 hari.12,18

2.1.14 Edukasi Skabies

Semua rencana kontrol penyakit skabies memerlukan pengetahuan dan pelatihan

kepada semua staff kesehatan (seperti suster, dokter, dan mahasiswa di bidang kesehatan).

Informasi umum juga harus diberikan untuk warga sekitar, keluarga, pengunjung,

dan lain-lain. Pengetahuan yang adekuat dan akurat tentang pengobatan dan kontrol

skabies akan memperbaiki pemahaman, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan

penanggulangan wabah.12,18

Selama skabies mewabah, informasi sebaiknya diberikan kepada semua individu

termasuk staff, pasien, keluarga dan pengunjung. Mempersiapkan informasi

sebanyak mungkin sebelum wabah terjadi, akan menghemat waktu berharga jika

wabah terjadi dan dapat dikontrol dengan baik. Pertanyaan yang sering diajukan :

1. Apa itu skabies?

2. Bagaimana penularan skabies?

3. Apakah cakupan terjadinya wabah?

(43)

5. Metode apa yang digunakan untuk kontrol wabah?

6. Pengobatan apa yang digunakan untuk mengobati wabah?

7. Siapa yang bisa dihubungi untuk menggali informasi mengenai wabah ini?

8. Kepada siapa seharusnya kasus skabies dilaporkan?

2.1.15 Identifikasi Wabah

Definisi wabah adalah terjadinya peningkatan yang tidak biasa suatu penyakit dalam

populasi dalam waktu dan lokasi tertentu. Angka yang diharapkan untuk kasus skabies

yang adalah 0.12

Tujuan identifikasi wabah skabies adalah pertama untuk menentukan dan konfirmasi

agen yang menjadi penyebab wabah tersebut; menerapkan langkah-langkah

pengendalian; identifikasi pengukuran untuk mencegah wabah di masa yang akan

(44)

2.1.15.1. Protokol untuk Investigasi Kasus Skabies

Apakah pasien memiliki symptom penyakit skabies?

Tentukan

(45)

2.1.16 Evaluasi Tindakan Pengendalian Skabies

Penderita, pekerja kesehatan, dan pengasuh yang terinfestasi skabies, harus diperiksa

ulang tiap minggu untuk menilai apakah pengobatan berhasil atau tidak. Pengobatan

tambahan perlu dipertimbangkan jika gejala tidak membaik.12,18

Gatal dan ruam membaik 7-14 hari setelah pengobatan. Pengobatan gagal atau

reinfestasi perlu dipikirkan jika tanda dan gejala skabies bertahan atau memburuk setelah

periode waktu tersebut.12,18

2.1.16.1 Kegagalan dalam Pengendalian Skabies

Berikut ini alasan-alasan yang mungkin berpengaruh pada kegagalan pada kontrol skabies.

1. Pengobatan yang tidak adekuat, termasuk gagal mengaplikasikan ulang obat setelah

terhapus selama periode pengobatan, gagal mematuhi petunjuk pemakaian obat,

menggunakan steroid topikal selama periode pengobatan, gagal mengaplikasikan

obat ke seluruh tubuh.12

2. Paparan terus menerus pada orang yang terinfestasi akibat kegagalan

mengidentifikasi kasus.12

3. Paparan terus menerus pada barang-barang yang kontak seperti selimut, pakaian, dan

lain-lain.12

4. Resistensi obat.12

5. Reinfestasi pada petugas kesehatan, dan pengunjung, akibat paparan keluarga

penderita, dan teman kamar yang terinfestasi.12

6. Penderita dengan immunocompromised.12

7. Gagal mengidentifikasi dan melaporkan penderita yang memiliki gejala skabies.12

8. Gagal mengidentifikasi dan mengawasi yang kontak dekat dengan penderita.12

(46)

2.1.17 Langkah-langkah untuk Mencegah Skabies

Kebijakan pencegahan skabies, prosedur dan protokol harus dikembangkan dan

dimanfaatkan oleh lembaga pelayanan kesehatan untuk mengatasi dan mencegah infestasi

skabies.12 Rencana pencegahan skabies harus mencakup pendekatan sebagai berikut :

2.1.17.1 Penilaian Kulit

Saat masuk

Pemeriksaan menyeluruh dari kulit kepala-kulit kaki apakah terdapat tanda dan

gejala skabies terutama yang melibatkan sela-sela jari, tangan, pergelangan tangan, sikut,

harus dilakukan dalam 24 jam untuk semua pasien.12

Berkala

Pemeriksaan kulit yang menyeluruh, seperti yang dijelaskan diatas, harus dipenuhi

dan didokumentasikan tiap minggu. Semua tanda dan gejala harus dilaporkan segera

kepada petugas kesehatan. Pencegahan umum harus dilakukan oleh setiap pasien dengan

gejala yang dicurigai sampai diketahui penyebab gejala tersebut. Pencegahan umum

tersebut adalah menggunakan perlengkapan proteksi pribadi untuk semua kontak dengan

kulit pasien, cairan tubuh, dan/atau pakaian.12

Pencegahan Umum (Universal)

Perlengkapan proteksi pribadi seperti sarung tangan harus digunakan oleh setiap

orang yang berkontak langsung dengan kulit pasien yang menunjukan efloresensi skabies.

Cara mencuci tangan yang baik harus dilakukan sebelum dan sesudah menggunakan

sarung tangan dan diantara kontak dengan semua pasien. Penggunaan hand sanitizer

diperbolehkan jika tangan tidak terlihat kotor. Buanglah sarung tangan setiap habis

(47)

Perawatan Pasien Rutin

Mandi harus dilakukan secara rutin. Pakaian harus diganti setiap habis mandi.

Melakukan penilaian kulit pada saat mandi dianjurkan. Kuku jari tangan dan kuku jari

kaki harus selalu pendek dan bersih.12

Pertimbangan Kebersihan

Kegiatan membersihkan lingkungan secara rutin dan terjadwal harus dikembangkan,

diterapkan dan dipelihara. Mengganti seprai harus dilakukan setidaknya setiap minggu

dan lebih sering jika diperlukan. Barang pribadi pasien harus dicuci dan didesinfeksi.12

Edukasi Staff

Semua karyawan harus secara berkala menerima informasi tentang skabies. Minimal,

dalam pelatihan atau seminar edukasi tersebut menyampaikan informasi mengenai

biologi, periode inkubasi, transmisi, tanda dan gejala, pengobatan, pencegahan, dan

bagaimana mendokumentasikan dan melaporkan kasus skabies.12

Mengikuti satu kasus atau wabah skabies, menyediakan karyawan dengan “review

setelah tindakan” dan rencana aksi (kegiatan peningkatan kerja) intuk menurunkan resiko

kejadian berulang.12

Pertimbangan Tambahan

Petugas kesehatan harus diberitahukan untuk melaporkan paparan skabies di rumah

atau komunitas segera. Ketika dicurigai skabies, harus dilakukan pencarian langsung

untuk kasus tambahan. Pergantian shift karyawan harus diminimalisir untuk menurunkan

resiko penularan penyakit.12

(48)

2.1.18 Populasi Anak

Tempat penitipan anak, sekolah, dan tempat aktivitas anak lainnya sering memiliki

kesulitan dalam kontrol skabies. Anak-anak lebih sering melakukan kontak satu sama lain,

yang dapat meningkatkan kesempatan penularan selama di tempat tersebut. Kepanikan

masal dapat mudah terjadi jika terdapat kasus seperti ini. Informasi berikut ini

dimaksudkan untuk membantu dalam kontrol skabies di populasi anak-anak.12

2.1.18.1 Tanggung Jawab Fasilitas

a. Setiap anak yang memiliki tanda dan gejala skabies harus segera diperiksa ke dokter

untuk evaluasi dan diagnosis. Skabies harus bisa di curigai ketika anak memiliki

ruam yang menyebabkan gatal hebat, terutama saat malam.12

b. Anak-anak yang dicurigai memiliki penyakit skabies yang terletak di area tubuh yang

tidak ditutupi oleh pakaian harus di hindari dari kontak dengan yang lain sampai

selesai dievaluasi oleh dokter. Anak-anak yang dicurigai memiliki penyakit skabies

yang terletak di area tubuh yang ditutupi oleh pakaian, dapat dipulangkan ke rumah.

Anak-anak yang menetap di sekolah, harus di isolasi dari kegiatan, contohnya

kegiatan ekstrakulikular untuk mencegah penularan langsung kulit dengan kulit.12

c. Anak yang sudah terdiagnosis dengan skabies harus diisolasi dari sekolah dan

kegiatan ekstrakurikular sampai pengobatan telah selesai dilakukan. Jika topikal krim

skabies telah digunakan (yang digunakan semalaman), anak-anak dapat kembali ke

sekolah hari berikutnya setelah pengobatan selesai.12

d. Laporkan tiap wabah ( satu atau lebih anak yang memiliki gejala) kepada pelayanan

kesehatan setempat.12

e. Anggota staff yang ditunjuk harus mencatat daftar yang kontak pada kasus skabies.

Daftar tersebut harus termasuk anak di tingkat berapa, umur, gejala, kapan orangtua

atau pengasuh menyadari munculnya gejala tersebut, apakah sudah dibawa berobat

ke dokter.12

f. Fasilitas atau sekolah harus memberikan edukasi kepada orangtua pasien atau

(49)

dengan penderita skabies bahwa gejala skabies akan muncul, paling lambat 6 minggu

setelah paparan. Pada saat memberikan informasi, tidak perlu disertakan nama anak

yang terinfestasi oleh skabies tersebut.12

g. Pertemuan umum dengan orang tua atau pengasuh untuk membahas masalah apa

yang sedang dihadapi dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mencegah

penyebaran di masa yang akan datang dapat membantu mencegah kepanikan masal

di kalangan orangtua.12

2.1.18.2 Pengendalian Penularan

a. Berkoordinasi dengan pelayanan kesehatan setempat untuk mengidentifikasi dan

menerapkan langkah-langkah yang tepat untuk mencegah penularan skabies.12

b. Kasus skabies harus mendapatkan pengobatan dengan skabisida dan harus

diikuti sampai gejala hilang dan tidak ada lesi baru yang muncul. Jika

pengobatan skabies berhasil, intensitas gatal dan ruam akan membaik selama

periode 7-14 hari.12,18

c. Jika tanda dan gejala bertahan, lebih intensif, atau terdapat lesi baru dalam 7-14

hari, kegagalan pengobatan atau diagnosis banding harus dipertimbangkan.

Bawa anak-anak ke dokter untuk di evaluasi ulang.12,18

d. Gagal untuk benar-benar mengobati kontak erat dengan kasus dan anggota

keluarga dapat menyebabkan terjadinya reinfestasi. Kegiatan surveilans untuk

kasus skabies harus dilakukan jika telah terjadi reinfestasi.12,18

2.1.18.3 Edukasi untuk Pengaturan Populasi Anak

a. Edukasi untuk guru, petugas kesehatan, dan staff tentang penyakit ini termasuk

gejala, pengobatan, dan metode pencegahan dapat menurunkan resiko penularan

(50)

ajaran baru saat anak pertama kali masuk, beberapa fakta mengenai tanda dan gejala

penyakit skabies, orang yang harus dilaporkan dalam yayasan tersebut jika menemukan

kasus ini, dan evaluasi yang tepat oleh dokter.12,18

2.2 Kerangka Teori

Anamnesis :

1. Pasien mengeluh gatal terutama malam hari 2. Terdapat keluhan serupa pada kerabat

atau keluarga

3. Tinggal bersama dengan kerabat atau keluarga yang mengalami keluhan serupa

Pemeriksaan Fisik :

Lokasi lesi : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan

bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah

Jenis lesi : papul, vesikel, terdapat kunikulus, pustul

Diagnosis skabies memenuhi 2 dari

Ulangi pengobatan 1 minggu kemudian jika diperlukan. Kontrol tiap minggu Tidak muncul lesi baru dalam

(51)

2.3 Kerangka Konsep

Sembuh Tidak sembuh

 Gejala hilang setelah 2 minggu

 Tidak timbul lesi baru dalam 2 minggu, papul dan vesikel hilang 80%

 Gejala bertahan atau memburuk setelah 2 minggu

 Timbul lesi baru dalam 2 minggu, papul dan vesikel hilang <80% Anamnesis Pemeriksaan Fisik

Diagnosis presumtif

1. Lesi kulit pada daerah predileksi 2. Pruritus nokturia

3. Riwayat serupa dengan kontak erat

skabies

Terapi topikal serentak

Salep 2-4 tunggal Salep 2-4 dengan

(52)

2.4 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat

(53)
(54)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian pada penelitian ini adalah uji klinis untuk mengetahui

perbandingan efektivitas terapi kombinasi salep 2-4 dan sabun sulfur 10%

dibandingkan dengan terapi salep 2-4 tunggal terhadap angka kesembuhan

skabies.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 3 minggu pada bulan Februari dan Maret

dimulai dari tanggal 28 Februari - 20 Maret 2015 di Pondok Pesantren Bait

Qur’ani, Ciputat.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah santri dari Pondok Pesantren Bait Qur’ani,

Ciputat. Sampel yang diambil sebanyak jumlah perhitungan sampel.

3.3.1 Jumlah Sampel

Rumus besar sampel yang digunakan adalah berdasarkan jenis pertanyaan

pada penelitian ini yaitu analitis kategorik tidak berpasangan dengan kontrol

negatif dan kontrol positif masing-masing satu orang.

N1 = N2 = (Zα√2PQ + Zβ√P1Q1 + P2Q2)2

(P1-P2)2

1,64 √2 x 0,79 x 0,21 + 0,84 √0,89 x 0,11 + 0,69 x 0,31

(0,89 - 0,69)2

(55)

Keterangan:

N = jumlah sampel setiap kelompok perlakuan

Zα = derivat baku alfa = 95% = 1,64

Zβ = derivat baku beta = 20% = 20% = 0,84

P2= proporsi kesembuhan salep standard menurut pustaka = 0,69

Q2= 1 – P2 = 1 – 0,69 = 0,31

P1 – P2 = selisih proporsi minimal = 0,2

P1= proporsi kesembuhan obat yang diuji = P2 + 0,2 = 0,6 + 0,2 = 0,89

Q1= 1 – P1 = 1 – 0,8 9= 0,11

P = P1+P2 = 0,89 + 0,69 = 0,79

2 2

Q = 1 – P = 1 – 0,79 = 0,21

3.3.2 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling sehingga

semua subjek yang memenuhi syarat penelitian akan direkrut.

3.3.3 Kriteria Sampel

3.3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Seluruh santri Pondok Pesantren Bait Qur’ani Ciputat dan bersedia mengikuti

peneilitian.

2. Santri yang tinggal serta menginap di Pondok Pesantren Bait Qur’ani Ciputat.

3. Santri yang memenuhi kriteria diagnosis skabies.

(56)

3.3.3.2 Kriteria Ekslusi

1. Santri dengan komplikasi infeksi sekunder

2. Santri yang menunjukkan gejala-gejala klinis penyakit kulit lain.

3. Santri yang sudah mendapatkan pengobatan skabies atau dalam masa

pengobatan.

4. Santri yang mempunyai riwayat hipersensitivitas terhadap komponen obat

yang diuji.

3.3.3.3 Kriteria Drop Out (DO)

1. Santri yang tidak mengikuti pengobatan sesuai yang diarahkan sebagai sampel

penelitian.

2. Santri yang tidak selesai menjalankan pengobatan skabies

3. Santri yang mengundurkan diri dari sampel penelitian.

4. Santri yang berobat ke tempat pengobatan lain.

3.3.3.4 Variabel

Variabel Bebas

Salep 2-4 dan sabun sulfur 10 %

;

Salep 2-4 tunggal

Variabel terikat

Kesembuhan skabies

3.3.3.5 Alat dan Bahan

Bahan

1. Salep 2 - 4

(57)

3.Sabun non - sulfur dan non - antiseptik

Alat

1. Kaca pembesar

2. Senter

3. Catatan pemakaian harian obat

4. Sarung tangan

3.4 Cara Kerja Penelitian

 Penelitian ini dimulai dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk

menegakkan diagnosis skabies berdasarkan gejala klinis.

 Semua subjek yang memenuhi kriteria direkrut sampai besar sampel minimal

terpenuhi (consecutive samping).

 Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi 2 kelompok dengan

menggunakan simpel randomization.

 Satu kelompok sampel diberikan pengobatan kombinasi salep 2-4 dan sabun sulfur

10%.. Sabun sulfur yang digunakan pada penelitian ini adalah sabun JF sulfur®

 Kelompok yang ke -2 diberikan pengobatan dengan menggunakan salep 2-4 dan

sabun non - sulfur dan non - antiseptik. Pada penelitian ini sabun non-sulfur dan

non-antiseptik yang digunakan adalah sabun Giv®

 Pengobatan salep 2-4 dilakukan selama 3 hari berturut-turut tiap malam, mulai pukul

20.00 WIB hingga pukul 0 4.00 WIB. Salep diaplikasikan ulang jika terhapus dan

dipantau dengan catatan harian pemakaian obat tiap santri

 Pengobatan dengan sabun JF sulfur® dan sabun Giv® dilakukan dua kali sehari selama

3 minggu. Setiap kali mandi, sabun didiamkan selama 5 menit.

 Selanjutnya dilakukan observasi dan penilaian kesembuhan dengan anamnesis dan

(58)

3.4.1 Alur Penelitian

Semua santri di Pondok

Pesantren Bait Qur’ani yang

menginap

Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk diagnosis skabies selama 3 hari berturut-turut tiap malam. Mulai pukul 20.00-04.00 WIB untuk salep 2-4. Dan untuk sabun sulfur dan sabun non-antiseptik&non-sulfur dipakai tiap mandi pagi dan sore selama 3 minggu, didiamkan selama 5 menit.

Observasi dan penilaian kesembuhan hari ke - 7

(59)

3.5 Manajemen Data

3.5.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan

fisik untuk menegakkan diagnosis skabies.

3.5.2 Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan SPSS 21.

3.5.3 Analisa Data

Analisa perbedaan efektivitas obat dilakukan dengan uji Chi-Square Test. Namun

karena syarat uji Chi-Square Test yaitu nilai Expected <5 dan maksimal 20%

dari jumlah sel tidak terpenuhi, maka digunakan uji alternatif yaitu dengan uji

Fisher’s Exact Test.

3.5.4 Rencana Penyajian Data

Data hasil penelitian secara deskriptif dan analitik dalam bentuk tabel dan

gambar.

3.5.5 Etika Penelitian

a. Mendapat persetujuan untuk melakukan penelitian dari Kaprodi Pendidikan

Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

b. Mendapat persetujuan untuk melakukan penelitian dari pihak Pondok

Pesantren Baitul Qur’an Ciputat.

c. Semua subjek penelitian akan diberikan penjelasan secara lisan dan tertulis

Gambar

Gambar 2. A. Papul Eritema dan Gatal pada Axilla Orang Dewasa....................................5
Gambar 1 : Siklus hidup Sarcoptes scabiei12
Gambar 2. A. Papul eritema dan gatal pada axilla orang dewasa, B. Papul eritema dan
Gambar 3. Distribusi penyakit skabies berdasarkan lokasi di tubuh.12
+7

Referensi

Dokumen terkait

Satu lagi aktor yang menempatkan uang menjadi faktor sebagai dorongan yang sangat menentukan pilihan pemilih dalam Kepala Desa adalah Bandar atau pemain judi. Mereka

0,005 maka hal ini menunjukkan signifikansi, artinya hipotesis yang diterima dalam penelitian ini adalah Ha (hipotesis alternatif), yaitu terdapat hubungan antara

Sedangkan subjek dengan perilaku baik terbanyak pada rentang usia Disarankan bagi pasien yang menggunakan gigi tiruan lepasan agar lebih memperhatikan kebersihan gigi.. tiruannya

Hasil ekstraksi ciri sinyal ECG dengan menggunakan metode Shank menghasilkan pola-pola sinyal ECG yang stabil karena secara visual perbedaan

Hal ini sesuai dengan pendapat Carrol (1990) yang menyatakan bahwa jamur endofit adalah jamur yang hidup pada bagian dalam jaringan tanaman sehat tanpa menimbulkan

Pada uji Dissolved Oxygen (DO) dan uji Biological Oxygen Demand (BOD) perlakuan awal yang dilakukan ialah memasukkan sampel ke dalam botol winkler yang bertutup dengan cara

Hasil uji beda menunjukkan nilai signifikansi (2-tailed) post-test hasil belajar peserta didik sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,005 (0,000&lt;0,005) sehingga

Minat yang baik pada praktikum IPA yang selama ini diketahui oleh guru IPA merupakan modal yang cukup untuk melaksanakan kegiatan praktikum, sebab hal ini sudah mengindikasikan