ANALISIS RASIO KEUANGAN MODEL ALTMAN
DAN MODEL SPRINGATE SEBAGAI EARLY WARNING
SYSTEM TERHADAP PREDIKSI KONDISI BERMASALAH
PADA BANK GO PUBLIC
Disusun Oleh :
Nur Hasanah
106081002473
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kesulitan keuangan bank. Faktor-faktor-faktor yang diuji dalam penentuan kondisi keuangan bank adalah rasio keuangan model Altman dan model Springate.
Sampel penelitian terdiri dari 5 bank sehat dan 2 bank yang mengalami kondisi kesulitan keuangan. Metode statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah analisis diskriminan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan model Altman dan model Springate memiliki daya klasifikasi atau daya prediksi untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan. Dalam penelitian ini juga memberikan bukti bahwa rasio WCTA, RETA dan MVEBVD pada model Altman serta rasio WCTA pada model Springate secara statistik berbeda untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan dengan bank yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris bahwa hanya rasio keuangan WCTA dan MVEBVD pada model Altman serta rasio keuangan WCTA pada model Springate yang secara statistik signifikan untuk memprediksi kondisi kesulitan keuangan pada sektor perbankan.
ABSTRACT
This study aimed to provide empirical evidence about the factors that affect bank financial distress. The tested factors in determining the financial condition of banks is a financial ratio model of Altman and Springate models. The sample consisted of five healthy banks and two banks experiencing financial distress. The statistical methods used to test the research hypothesis is discriminant analysis.
The results of this study show that financial ratios Altman model and Springate models have classification power to predict that banks experiencing financial difficulties. In this study also provides evidence that the ratio WCTA, RETA and MVEBVD Altman model and the ratio WCTA of Springate model is statistically different for the condition of the bank with the financially troubled bank is not experiencing financial difficulties. This study also provides empirical evidence that only the financial ratios and WCTA, MVEBVD of the Altman model financial ratios and only WCTA for Springate models that statistically significant for predicting financial distress in the banking sector.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan begitu banyak curahan rahmat dan kasih sayangnya serta
nikmatnya yang tidak dapat dihitung dan dinilai selain dengan sebuah kesyukuran,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Rasio
Keuangan Model Altman dan Model Springate Sebagai Early Warning System Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Bank Go Public” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Shalawat serta salam tak lupa penulis sanjungkan kepada junjungan Nabi
besar Muhammad SAW yang telah membawa kita ummatnya sekalian dari zaman
kegelapan hingga kepada zaman yang terang benderang pada saat ini, yang penuh
dengan ilmu pengetahuan dan penerangan cahaya dikala kegelapan.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program
studi Ekonomi Strata Satu (S1), Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial (FEIS), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
berkenan memberikan bantuan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini,
antara lain kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Universitas Islam Negeri Jakarta yang telah menyetujui dan
memberikan izin kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
2. Indo Yama Nasarudin, SE, MAB, Ketua Jurusan Manajemen yang telah
memberikan persetujuan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, masukan, dan motivasi sehingga penulis dapat
4. Ela Patriana, MM, AAAIJ, Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, motivasi, serta bantuan dalam menyelesaikan
kesulitan selama penyusunan skripsi ini.
5. My Luvly Mom, yang terus memberikan doa restu, kasih sayang, kerja
keras dan perjuangannya untuk membiayai kuliah, semoga kelulusan ini
menjadi kado termahal dan terindah yang pernah aku berikan.
6. Kakak-kakak dan Adikku tersayang Ahmad Ma’mun, Huria, Muhammad
Rafi, Ahmad Zarkasi, Ka Fitri, Ka Diana, dan keluarga besar yang selalu
memberi masukan, dukungan, semangat, dan doanya.
7. Teman-teman D’TROC Masay (Muhammad Suyuthi), Arifin (Muhammad
Arifin), Bunda Ila (Rihlah), Vitri (Nurfitri Bisyria), Nha (Nresna Iqlima),
Nun (Nurul Janah), Nury (Nuryana Sari), Ryo (Roswan Ryo), Ijank
(Muhammad Miftahurrohman), dan semua teman-teman D’Troc lain yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu, tapi sukses selalu buat semuanya…
8. Manajemen Perbankan ’06 B buat Kasna (Kasnawati), Maya (Maya
Fitriani), Irna (Irna Astriana), Ilman (Ilman Radhiyat), Milah (Milah
Mailani), dan semua teman-teman Perbankan B yang telah mendukung,
memberi semangat serta doanya, dan membantu menyelesaikan kesulitan
dalam penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman Manjemen Keuangan, Perbankan dan Pemasaran 2006, yang
selalu memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Teman-teman MVSC 25 buat Indah Wahdaniah, Rahmaningsih Fenny,
Nurul Wulandari, Ita Lestari, Mey Minarti, yang selalu memberikan
semangat serta doa dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini masih kurang sempurna,
sehingga penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkan.
NUR HASANAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Nur Hasanah
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Maret 1989
Usia : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kalibata Tengah Rt. 009/07 No. 53
Jakarta Selatan 12740
Nomor Telepon : 021 95653774 / 0857 113 00 424
II. PENDIDIKAN
1. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, September 2006 – Juni 2010.
2. SMKN 25 Jakarta, Lulus tahun 2006.
3. SLTPN 1 Jakarta, Lulus tahun 2003.
4. SDI Bait Al Rahman, Lulus tahun 2000.
III.PENGALAMAN KERJA
1. 01 Juli – 31 Juli 2009, Kuliah Kerja Sosial (KKS) di KJKS BMT Ta’awun.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR SKRIPSI ... ii
LEMBAR KOMPREHENSIF ... iii
SURAT PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ...vi
KATA PENGANTAR ...vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Perumusan masalah ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ... 9
1. Definisi Financial Distress ... 9
2. Penyebab Financial Distress ... 12
5. Prediksi Financial Distress ... 14
6. Definisi Kebangkrutan ... 14
7. Penyebab Kebangkrutan ... 15
8. Tahap dan Berbagai Indikator Kebangkrutan ... 17
9. Rasio Keuangan Model Altman ... 18
10. Rasio Keuangan Model Springate ... 21
11. Manfat Rasio Keuangan ... 22
B. Penelitian Terdahulu ………... 23
C. Kerangka Pemikiran ………... 27
D. Hipotesis ………... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 31
B. Metode Penentuan Sampel ………... 31
C. Metode Pengumpulan Data ... 34
D. Operasional Variabel Penelitian ... 34
1. Discriminant Analysis ... 38
2. Metode Estimasi Discriminant Analysis ... 41
3. Tahap Penghitungan Akurasi ... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 45
B. Hasil dan Pembahasan ... 49
1. Uraian Data ... 49
2. Penentuan Kategori Sampel Bank ... 51
3. Pengujian Hipotesis 1 ... 52
4. Pengujian Hipotesis 2 ... 56
5. Pengujian Hipotesis 3 ... 61
C. Interpretasi Hasil Penelitian ... 69
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ... 73
B. Implikasi ... 73
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Penelitian terdahulu untuk kondisi bermasalah 27
4.1 Descriptive Statistics model Altman 49
4.2 Descriptive Statistics model Springate 50
4.3 Net operating income masing-masing Bank 52
4.4 Analysis Case Processing Summary model Altman 53
4.5 Analysis Case Processing Summary model Springate 53
4.6 Test of Equality of Group Means model Altman 54
4.7 Test of Equality of Group Means model Springate 55
4.8 Variable Entered/Removed Model Altman 56
4.9 Wilk’s Lambda Model Altman 57
4.10 Variable in The Analysis Model Altman 58
4.11 Eigenvalues Model Altman 58
4.12 Variable Entered/Removed Model Springate 59
4.14 Variable in The Analysis Model Springate 60
4.15 Eigenvalues Model Springate 60
4.16 Canonical Discriminant Function Coefficient Model Altman 62
4.17 Functions at Group Centroids 62
4.18 Classification Result Model Altman 65
4.19 Canonical Discriminant Function Coefficient Model Springte 65
4.20 Functions at Group Centroids 66
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan
1 Output SPSS Model Altman
2 Output SPSS Model Springate
3 Variabel X1 Model Altman dan Model Springate
4 Variabel X2 Model Altman
5 Variabel X3 Model Altman dan Model Springate
6 Variabel X4 Model Altman
7 Variabel X5 Model Altman dan Model Springate
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Di Amerika Serikat, fenomena kepailitan perusahaan telah menjadi obyek
penelitian yang intensif. Salah satu area penelitian yang terkait yang telah
berkembang selama ini telah menghasilkan kajian atas asosiasi informasi laporan
keuangan terhadap kemungkinan perusahaan mampu dengan sukses
mempertahankan bisnisnya atau harus dinyatakan bermasalah karena gagal secara
ekonomi dan keuangan. Penelitian mengenai kepailitan diawali oleh Beaver
(1966), kemudian diteruskan oleh Altman (1968), Springate (1978), Ohlson
(1980) dan Gilber, et al. (1990). Upaya penelitian ini bahkan telah menjadi
landasan bagi Zeta Inc. (USA) untuk menghasilkan informasi tentang indeks
“Zeta” bagi perusahaan-perusahaan di AS, sehingga dapat dievaluasi probabilitas
tingkat keberhasilan masing-masing perusahaan di masa datang. Penerapan riset
semacam ini di indonesia tampaknya baru mulai dirasakan, terutama setelah
munculnya perusahaan-perusahaan bermasalah akibat krisis ekonomi. (Liza
Angelina, 2004:462).
Krisis moneter dan perbankan yang melanda Indonesia pada pertengahan
tahun 1997 telah menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya stabilitas pasar
keuangan dan kesehatan lembaga-lembaga keuangan yang membentuk sistem
yang selanjutnya mampu meredam krisis merupakan interaksi dari beberapa
resiko yang harus selalu dikelola dengan baik (Haddad, et all. 2003:2).
Salah satu risiko yang harus dikelola dengan baik adalah kegagalan
perusahaan di sektor riil untuk mengembalikan pinjaman yang dapat
menyebabkan ketidakstabilan pasar keuangan yang mengakibatkan kesehatan
lembaga keuangan terganggu dan pada akhirnya menyebabkan krisis. Kegagalan
perusahaan dalam mengembalikan pinjaman dapat dikategorikan bahwa
perusahaan mengalami corporate failure. (Haddad, et all. 2003:2)
Kesan yang muncul dalam krisis ekonomi adalah krisis moneter dapat
terjadi mendadak yang kemudian dengan cepat menjalar menjadi krisis ekonomi,
padahal sebenarnya tidak demikian. Peristiwa buruk perekonomian yang tidak
disebabkan oleh terjadinya bencana alam tidaklah pernah terjadi secara mendadak.
Kebanyakan masalah ekonomi yang akhirnya menjadi krisis adalah
masalah-masalah yang pada awalnya tidak ditangani secara serius. Padahal gejala-gejala
umumnya sudah dapat diketahui beberapa tahun bahkan lebih dari sepuluh tahun
sebelumnya. (Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, 2004:355).
Krisis ini menarik para pelaku ekonomi untuk meneliti dan
menekankannya pada psikologi pasar. Hal inilah yang mendorong timbulnya
berbagai macam penelitian mengenai model kebangkrutan sebagai early warning
system (EWS) bagi para regulator, legislator, pembuat kebijakan, auditor, pemilik
perusahaan, pemegang obligasi atau investasi, dan bahkan masyarakat umum
Dalam lingkungan yang semakin turbulen, sistem dan sub-sistem
organisasi menjadi makin terbuka dan tingkat persaingan semakin ketat dan tajam,
bahkan semakin tidak menentu arah perubahannya. Secara eksplisit turbulensi
dalam sistem keuangan dapat menciptakan berbagai ancaman yang dapat
melemahkan daya saing perusahaan maupun perbankan. Kondisi ini semakin
parah dengan kerapuhan sektor keuangan khususnya perbankan, seperti adanya
kecenderungan keuntungan yang semakin menurun dan semakin meningkatnya
risiko usaha yang melanda bank disebabkan banyak perusahaan yang mengalami
kesulitan keuangan (financial distress) yang bahkan cenderung mengarah pada
kebangkrutan, sehingga tidak dapat membayar kewajiban yang sudah jatuh tempo
kepada bank (Endri, 2009:35)
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup dalam sistem keuangan yang
turbulen, suatu bank harus dapat berkompetisi dengan bank lainnya sebagai
kompetitor dan sebagai mitra unit lainnya yang juga memberikan produk atau
layanan yang sama. Suatu bank berhasil memenangkan kompetisi bisnisnya jika ia
mampu memberikan produk atau jasa layanan lebih baik daripada kompetitornya,
sekaligus mampu beradaptasi dengan setiap perubahan lingkungan. Dengan
kemampuan manajerial yang dimiliki, para manajer perusahaan diharapkan
mampu mengubah ancaman lingkungan yang turbulen menjadi berbagai peluang
usaha yang menguntungkan. Manajemen bank yang kreatif dan inovatif selalu
berusaha menciptakan berbagai produk atau layanan yang prospektif dan
menguntungkan tanpa mengabaikan prinsip asset liability management (ALMA),
Bank-bank yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) akan
lebih tertekan jika sudah mengarah pada kebangkrutan karena adanya biaya-biaya
tambahan. Dalam upaya menekan biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan,
para regulator dan para manajer perusahaan berupaya bertindak cepat mencegah
kebangkrutan atau menurunkan biaya kegagalan tersebut, yaitu dengan
mengembangkan metode early warning system (EWS) untuk memprediksi
permasalahan potensial yang terjadi pada perusahaan. Namun, teknik statistik
yang paling sering digunakan untuk menganalisis kebangkrutan adalah analisis
parametrik, yaitu model logit dan MDA (Multivariate discriminant analysis),
sedangkan model non parametrik baru sering digunakan akhir-akhir ini seperti
model trait recognition dan artificial neural network (ANN) (Endri, 2009).
Munculnya berbagai model prediksi kebangkrutan merupakan antisipasi
dan sistem peringatan dini terhadap financial distress karena model tersebut dapat
digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan memperbaiki kondisi
sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan. Hal lain yang mendorong
perlunya peringatan dini adalah munculnya problematika keuangan yang
mengancam operasional perusahaan. Faktor modal dan risiko keuangan ditengarai
mempunyai peran penting dalam menjelaskan fenomena kepailitan atau tekanan
keuangan perusahaan tersebut. Dengan terdeteksinya lebih awal kondisi
perusahaan, sangat memungkinkan bagi perusahaan, investor dan para kreditur
(lembaga keuangan) serta pemerintah melakukan langkah-langkah antisipatif
Penelitian mengenai kebangkrutan bank di Indonesia, antara lain
dilakukan oleh : Wilopo (2001), Rahmat (2002), Muliaman dkk (2004), Luciana
dan Winny (2005). Wilopo (2001) meneliti tentang prediksi kebangkrutan bank
dengan menggunakan metode CAMEL. Rahmat (2002) mengenai penerapan
Z-Score untuk memprediksi kesulitan dan kebangkrutan pada perbankan
Indonesia. Muliaman dkk (2004) mengenai prediksi kepailitan bank umum di
Indonesia, sementara itu Penelitian lainnya dilakukan oleh Luciana dan Winny
(2005) yaitu analisis rasio CAMEL terhadap prediksi kondisi bermasalah pada
lembaga perbankan periode 200-2002 dan Sarwanih (2007) meneliti tentang
perbandingan model Altman dan Shumway dalam memprediksi kondisi financial
distress perusahaan. Perbedaan antara penelitian penulis dengan penelitian
terdahulu adalah penelitian ini menggunakan dua model prediksi kondisi
bermasalah yakni model Altman dan model Springate.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis ingin mengetahui bagaimana
peran rasio keuangan Altman dan Springate dalam memprediksi kondisi
bermasalah pada lembaga perbankan periode Maret 2007-September 2009.
Penelitian ini terfokus untuk memprediksi kondisi bermasalah pada lembaga
perbankan. Maksud dari kondisi bermasalah tersebut adalah bank-bank yang
mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif selama dua tahun
berturut-turut. (Whitaker, 1999 dalam Luciana & Kristijadi, 2003, tentang kriteria
perusahaan yang distress), bank-bank yang mengalami kerugian lebih dari 75%
modal disetor (KUHD pasal 47 ayat 2 tentang kriteria perusahaan yang
berjudul “Analisis Rasio Keuangan Model Altman dan Model Springate
Sebagai Early Warning System Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada
Bank Go Public.”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan penelitian terdahulu yang dikemukakan
sebelumnya terlihat sangat banyak rasio-rasio keuangan yang dapat digunakan
untuk memprediksi kondisi financial distress suatu bank. Dalam penelitian ini
penulis ingin menemukan bukti empiris bahwa rasio-rasio keuangan model
Altman (1968) dan Springate (1978) dapat digunakan untuk memprediksi kondisi
bermasalah pada bank yang terdapat di BEI periode Maret 2007-September 2009.
Maka dirumuskan permasalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara bank yang bermasalah
dengan bank yang tidak bermasalah pada model Altman dan model
Springate ?
2. Variabel prediktor mana yang mempunyai discriminating power dengan
metode stepwise untuk membedakan kedua kelompok bank tersebut pada
model Altman dan model Springate ?
3. Apakah model Altman dan model Springate memiliki ketepatan dalam
memprediksi kondisi bermasalah suatu bank berdasarkan classification
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk memberikan bukti empiris tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kondisi kesulitan keuangan bank.
2. Untuk melakukan prediksi kondisi bermasalah pada bank go public
dengan menggunakan pendekatan Discriminant Analysis (DA) dengan
model Altman dan model Springate.
3. Mendapatkan bukti empiris dari kedua model tersebut model manakah
yang lebih cocok untuk digunakan dalam memprediksi kondisi bermasalah
bank go public.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis
Untuk mengetahui secara jelas mengenai hal-hal apa saja yang
mempengaruhi kondisi bermasalah bank dan dapat membandingkan antara
teori-teori yang diperoleh pada waktu perkuliahan dengan praktek
langsung dalam perusahaan.
2. Bagi dunia ilmu pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran sebagai
bahan pertimbangan bagi pihak lain yang membutuhkan informasi
3. Bagi perbankan
Untuk memberikan sumbangan pikiran berupa bahasan dan saran-saran
dari penulis kepada bank-bank mengenai prediksi kondisi bermasalah pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Definisi Financial Distress
financial distress adalah tahap kondisi keuangan yang terjadi sebelum
kebangkrutan ataupun likuidasi (Luciana, 2006:1). Endri (2009:37)
mengumpamakan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi dari perusahaan
yang mengalami laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun.
Sayangnya tidak dijelaskan secara detail berapa tahun yang dimaksud dalam
penelitian tersebut. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Luciana (2004)
mendefinisikan kondisi financial distress sebagai suatu kondisi di mana
perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif
berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di merger. Sementara penelitian
Endri (2009:37), mengkategorikan kondisi financial distress berdasarkan kriteria
debt default, yaitu terjadinya kegagalan membayar utang atau terdapat indikasi
kegagalan membayar utang (debt default) dengan melakukan negosiasi ulang
dengan kreditur atau institusi keuangan lainnya, dimana informasi mengenai debt
default dan indikasi debt default diambil dari informasi Wall Street Journal Index
(WSJI).
Ross dan Westerfield (2007) dalam Andree Boy (2008:30) mendefinisikan
“financial distress is a situation where a firm's operating cash flow are not
and the firm is forced to take corrective action. Financial distress may lead a firm
to default on a contract, and it may involve financial restructuring between a firm,
its creditors and its equity investors. Usually the firm is forced to take actions that
it would not have taken if it had sufficient cash flow. Kondisi financial distress
adalah suatu situasi dimana cash flow operasi perusahaan tidak mampu menutupi
atau mencukupi kewajiban perusahaan saat ini, seperti Letter of Credit (L/C) atau
biaya bunga, sehingga perusahaan dipaksa untuk melakukan suatu tindakan
korektif. Financial distress dapat membawa suatu perusahaan mengalami default
pada kontraknya, yang akhirnya harus dilakukan restrukturisasi financial pada
perusahaan, kreditur-kreditur dan investor-investor modal (equity investors)
perusahaan tersebut.
Kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi
jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa
perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya. Ada
beberapa definisi kesulitan keuangan sesuai tipenya yaitu economic failure,
business failure, technical insolvency, insolvency in bankruptcy dan legal
bankruptcy (Khaira Amalia Fachrudin, 2008:2) Berikut adalah penjelasannya :
a. Economic Failure
Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana
pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost of
capitalnya. Bisnis ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur
mau menyediakan modal dan pemiliknya mau menerima tingkat
suntikan modal baru saat asset tua sudah harus diganti, perusahaan dapat
juga menjadi sehat secara ekonomi.
b. Business Failure
Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi
dengan akibat kerugian kepada kreditur.
c. Technical Insolvency
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika
tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo.
Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukkan
kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi waktu,
perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan survive. Di sisi lain,
jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini
mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencana keuangan (financial
disaster).
d. Insolvency in bankruptcy
Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan insolvent in bankruptcy jika
nilai buku hutang melebihi nilai pasar asset. Kondisi ini lebih serius
daripada technical insolvency karena, umumnya ini adalah tanda economic
failure, dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis. Perusahaan yang
dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan
e. Legal Bankruptcy
Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan secara
resmi dengan undang-undang.
2. Penyebab Financial Distress
Lizal (2002) dalam Khaira Amalia Fachrudin (2008:6) mengelompokkan
penyebab-penyebab kesulitan keuangan dan menamainya dengan Model Dasar
Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. Ada tiga alasan yang
menyebabkan perusahaan menjadi bangkrut, yaitu :
a. Neoclassical Model
Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat.
Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika kebangkrutan mempunyai campuran
asset yang salah. Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca
dan laporan laba rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur
profitabilitas) dan liabilities/assets.
b. Financial Model
Campuran asset benar tapi struktur keuangan salah dengan liquidity
constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti bahwa walaupun
perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus
bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang
tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama
kasus ini. Tidak dapat secara terang-terangan ditentukan apakah dalam
mengestimasi kesulitan dengan indicator keuangan atau indicator kinerja
seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA, ROE, profit
margin, stock turnover, receivables turnover, cash flow/total equity, debt
ratio, cash flow (liabilities-reserves), current ratio, acid test, current
liquidity, short term assets/daily operating expenses, gearing ratio,
turnover per employee, coverage of fixed assets, working capital, total
equity per share, EPS ratio dan sebagainya.
c. Corporate Governance Model
Kebangkrutan mempunyai campuran asset dan struktur keuangan yang
benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong
perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah
dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan.
Terdapat beberapa indikator atau sumber informasi mengenai
kemungkinan dari kesulitan keuangan yakni (Luciana & Kristijadi, 2003:189) :
a. Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan datang.
b. Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan pesaing potensial,
struktur biaya relatif, perluasan rencana dalam industri, kemampuan
perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya kualitas manajemen dan lain
sebagainya.
c. Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya dengan
perusahaan lain. Analsisis ini dapat berfokus pada suatu variabel keuangan
tunggal atau suatu kombinasi dari variabelkeuangan.
3. Prediksi Financial Distress
Kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress
adalah (Rasenda K. Brahmana, 2005:3):
a. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah
sebelum terjadinya kebangkrutan.
b. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger/take over agar
perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang dan mengelola
perusahaan dengan lebih baik.
c. Memberikan tanda peringatan dini/awal adanya kebangkrutan pada masa
yang akan datang.
4. Definisi Kebangkrutan
Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam
menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga
sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas.
Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti, yaitu
kegagalan ekonomi dan kegagalan keuangan. Kegagalan dalam arti ekonomi
(economic failure) biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau
pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya
lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih
kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan
berarti bahwa tingkat pendapatan atau biaya historis dari investasinya lebih kecil
daripada biaya modal perusahaan. (Adnan & Kurniasih, 2000:137).
5. Penyebab Kebangkrutan
Factor-faktor penyebab kebangkrutan dapat dibagi menjadi tiga
(Agung Gemah Permana, 2009:42) yaitu :
a. Faktor Umum
1) Sektor ekonomi, dimana berasal dari gejala inflasi dan deflasi dalam
harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi
atau revaluasi dengan mata uang asing.
2) Sektor Sosial, dimana yang sangat berpengaruh adalah adanya
perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan
terhadap produk dan jasa ataupun yang berhubungan dengan
karyawan.
3) Sektor Teknologi, dimana penggunaan teknologi memerlukan biaya
yang ditanggung perusahaan terutama untuk pemeliharaan dan
implementasi.
4) Sektor Pemerintah, dimana kebijakan pemerintah terhadap pencabutan
subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tariff ekspor dan
impor bisa berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan
b. Faktor Eksternal Perusahaan
1) Sektor pelanggan/nasabah, dimana untuk menghindari kehilangan
nasabah bank harus melakukan identifikasi terhadap sifat nasabah
atau konsumen juga menciptakan peluang untuk mendapatkan
nasabah baru.
2) Sektor Kreditur, dimana kekuatannya terletak pada pemberian
pinjaman dan menetapkan jangka waktu pengembalian hutang
piutang yang tergantung pada kepercayaan kreditor terhadap
kelikuditan suatu bank.
3) Sektor pesaing/bank lain, dimana merupakan hal yang harus
diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pinjaman
kepada nasabah.
c. Faktor Internal Perusahaan
1) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga
menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai
akhirnya tidak dapat membayar.
2) Manajemen yang tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya
kemampuan, pengalaman, keterampilan, sikap adaptif dan inisiatif dari
manajemen.
3) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan-kecurangan, dimana
sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun
yang sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan
6. Tahap-tahap dan Berbagai Indikator Kebangkrutan
Dalam kaitannya dengan faktor-faktor internal, kebangkrutan yang
menimpa suatu perusahaan tidak terjadi secara tiba-tiba tanpa dapat diramalkan
sebelumnya. Kebangkrutan merupakan klimaks dari perbagai tahap atau proses
dari situasi kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan. Sebelum suatu
perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya ditandai oleh berbagai situasi atau
keadaan khususnya berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasinya.
Kesulitan-kesulitan keuangan yang menuju kearah terjadinya kebangkrutan dapat
dianalisa dan dapat diidentifikasikan melalui tahap-tahap yang tercakup dalam
proses perjalanan yang berakhir ada keadaan kebangkrutan tersebut. Adapun
tahap-tahap itu adalah (Hernanto, 1984:426) :
a. Tahap permulaan atau tahap awal
b. Tahap dimana perusahaan mengalami kekurangan kas dan alat-alat likuid
lainnya/tahap kesulitan likuiditas.
c. Tahap dimana perusahaan tidak solvabel dalam kegiatan komersial dan
keuangan.
d. Bangkrut secara total.
Dalam industri perbankan, setiap badan usaha bank wajib menyampaikan
kepada Bank Sentral Indonesia segala keterangan dan penjelasan mengenai
usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Sentral Indonesia. Dalam
hal ini apabila suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar
a. Pemegang saham menambah modal
b. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank.
c. Bank menghapus buku kan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan
modalnya.
d. Bank melakukan merger/konsolidasi dengan bank lain.
e. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh
kewajiban.
f. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank
kepada pihak lain.
g. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada
pihak lain.
Apabila berbagai tindakan yang dilakukan BI tersebut belum dapat
mengatasi kesulitan yang dihadapi atau bahkan keadaan bank tersebut menjadi
lebih buruk dan dapat membahayakan sistem perbankan secara keseluruhan, maka
BI dapat mencabut izin usaha bank dan meminta kepada direksi untuk
menyelenggarakan RUPS dengan tujuan membubarkan badan hukum bank
dimaksud dan membentuk tim likuidasi (Herman Darmawi, 2006:41).
7. Rasio Keuangan Model Altman (1968)
Penelitian ini menggunakan metode analisis multivariate dalam
pengolahan datanya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini mencakup 66
perusahaan yang sehat dan tidak sehat dalam kurun waktu 1954 sampai 1964.
masing-masing terdiri dari 33 perusahaan. Kelompok pertama merupakan kelompok
perusahaan yang telah dinyatakan bangkrut oleh Chapter X of National
Bankruptcy Act pada periode 1949 sampai dengan 1965. pengolahan data
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan multivariate discriminant analysis
(MDA). Dari penelitian ini didapat suatu persamaan yang dapat digunakan untuk
mengukur kemungkinan kegagalan suatu perusahaan. Angka index ini dikenal
dengan istilah Altman Z-Score, formulanya dapat dituliskan sebagai berikut :
5
3. X2 = Retained Earnings to Total Assets (RE/TA)
4. X3 = Earnings Before Interest and Tax to Total Assets (EBIT/TA)
5. X4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt (MVE/BVD)
6. X5 = Sales to Total Assets (S/TA)
Altman membagi perusahaan berdasarkan nilai dari Z-Score
masing-masing perusahaan menjadi 3 kategori yakni :
a. Jika Z > 2,67 maka perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan yang
sehat dan memiliki kemungkinan bangkrut yang rendah.
b. Jika 1,81 < Z < 2,67 maka perusahaan memiliki kemungkinan bangkrut
c. Jika Z < 1,81 maka dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak sehat dan
mengalami masalah keuangan yang besar dan resiko bangkrut dari
perusahaan sangat besar.
Pada tahun 1984, Altman kembali melakukan penelitian di berbagai
Negara. Penelitian ini memasukkan dimensi internasional, sehingga Z-Scorenya
diubah menjadi formula :
5
Altman membagi perusahaan berdasarkan nilai dari Z-Score
masing-masing perusahaan menjadi 3 kategori yakni :
a. Jika Z > 2,99 maka perusahaan dikategorikan sebagai perusahaan yang
sehat dan memiliki kemungkinan bangkrut yang rendah.
b. Jika 1,81 < Z < 2,99 maka perusahaan memiliki kemungkinan bangkrut
yang cukup besar.
c. Jika Z < 1,81 maka dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak sehat dan
mengalami masalah keuangan yang besar dan resiko bangkrut dari
perusahaan sangat besar.
Tingkat akurasi dari model Altman Z-Score ini mencapai 90% dari
kejadian yang sebenarnya, dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa
semakin dekat dengan saat terjadinya kebangkrutan, maka semakin besar tingkat
8. Rasio Keuangan Model Springate (1978)
Springate membuat model prediksi financial distress pada tahun 1978.
dalam pembuatannya Springate menggunakan metode yang sama dengan Altman
(1968) yaitu MDA. Seperti Beaver (1966) dan Altman (1968), pada awalnya
Springate mengumpulkan rasio-rasio keuangan popular yang bias dipakai untuk
memprediksi financial distress. Jumlah rasio awalnya yaitu 19 rasio, setelah
melalui uji yang sama dengan yang dilakukan Altman, Springate memilih 4 rasio
yang dipercaya bisa membedakan antara perusahaan yang mengalami distress dan
tidak distress. Sampel yang digunakan berjumlah 40 perusahaan yang berlokasi di
Kanada. Model yang dihasilkan Springate adalah sebagai berikut :
5
2. X3 = Net Profit Before Interest Taxes / Total Assets
3. X6 = Net Profit Before Taxes / Current Liability
4. X5 = Sales / Total Assets
Springate mengemukakan nilai cut-off yang berlaku untuk model ini
adalah 0.862 menunjukkan bahwa perusahaan tersebut diprediksi akan mengalami
financial distress. Model ini memiliki akurasi 92.5% dalam tes yang dilakukan
Springate. Beberapa orang juga telah menguji model ini dan menemukan tingkat
akurasi yang berbeda-beda. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan sampel
perusahaan yang berbeda-beda pula nilai asset nya. Botheras (1979) menguji
menemukan tingkat akurasi 88%. Sands (1980) menguji model ini pada 24
perusahaan yang rata-rata asset nya US$ 63.4 Juta dan menemukan tingkat
akurasi 83.3%.
9. Manfaat Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kebangkrutan
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji manfat yang bisa
dipetik dari rasio keuangan seperti Altman (1968) dalam Luciana dan Kristijadi
(2003), merupakan penelitian awal yang mengkaji pemanfaatan analisis rasio
keuangan sebagai alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Dengan
menggunakan analisis diskriminan, fungsi diskriminan akhir yang digunakan
untuk mempediksi kebangkrutan perusahaan memasukkan rasio keuangan berikut:
Working Capital / Total Assets, Retained Earnings / Total Assets, Earnings Before
Interest and Taxes / Total Assets, Market Value Equity / Book Value of total debt,
Sales / Total Assets.
Secara umum disimpulkan bahwa rasio-rasio keuangan tersebut bisa
digunakan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan pendekatan
multivariat. Dengan kata lain, pendekatan multivariat rasio keuangan bisa
memberikan hasil yang lebih memuaskan.
Thomson (1991) dalam Luciana dan Winny (2005) yang menguji manfaat
rasio CAMEL dalam memprediksi kegagalan bank di USA pada tahun 1980an
dengan menggunakan alat statistik regresi logit, Whalen dan Thomson (1988)
dalam Luciana dan Winny (2005) menemukan bahwa rasio keuangan CAMEL
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Haryati (2002) dalam Luciana (2006)
berusaha untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan bermakna kinerja
keuangan yang diukur dari rasio cadangan penghapusan kredit terhadap kredit,
ROA, efisiensi dan LDR antar bank kelompok kategori A, B, dan C. Hasil dari
penelitian ini adalah empat rasio keuangan yang digunakan ternyata rasio ROA,
efisiensi, dan LDR mempunyai perbedaan yang signifikan diantara bank-bank
dalam kategori A, B dan C
Luciana (2006) meneliti rasio keuangan yang berasal dari laporan laba
rugi, neraca dan laporan arus kas untuk memprediksi kondisi financial distress
pada perusahaan, adapun rasio keuangan yang berasal dari laporan laba rugi dan
neraca yang digunakan adalah : profit margin, likuiditas, efisiensi, profitabilitas,
financial leverage, posisi kas dan pertumbuhan. Sedangkan rasio keuangan yang
berasal dari laporan arus kas adalah yang berasal dari aktivitas operasi, aktivitas
investasi dan aktivitas pendanaan.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan kebangkrutan bank di
Indonesia dilakukan oleh Etty M. Nasser dan Titik Aryati (2000) menyimpulkan
bahwa dengan uji univariat ada dua jenis rasio yang signifikan yang membedakan
bank sehat dan bank gagal yaitu rasio EATAR dan OPM. Untuk rasio keuangan
yang dominan mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan bank adalah EATAR
dan PBTA melalui analisis Stepwise Statistic, dan dengan analisis Casewise
Statistic dapat diketahui tingkat keberhasilan keseluruhan dari fungsi diskriminan
menggunakan bank go public sebagai sampel. Variabel bebas yang digunakan
adalah beberapa rasio-rasio keuangan model CAMEL yaitu CAR1, CAR2, ETA,
RORA, ALR, NPM, OPM, ROA, ROE, BOPO, PBTA, EATAR, dan LDR.
Sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah financial distress dengan dua
alternatif yaitu bank sehat dan bank gagal.
Adnan dan Taufiq (2001), menguji model Altman dengan menggunakan
sampel sebanyak 50 bank di Indonesia yang terdiri atas 25 bank yang terlikuidasi
dan 25 bank yang tidak terlikuidasi. Dan disimpulkan bahwa model Altman dapat
digunakan dalam memprediksi kebangkrutan dunia perbankan di Indonesia.
Hadad, dkk (2004) melakukan penelitian untuk membentuk model
prediksi kepailitan bank umum di Indonesia baik secara umum maupun untuk
masing-masing kelompok bank umum di Indonesia berdasarkan laporan keuangan
bank yang bersangkutan. Metode yang digunakan adalah analisis faktor dan
regresi logistik. Data yang digunakan merupakan data bulanan periode Januari
1995 sampa dengan Desember 2000 sebagai populasi desain dan periode Januari
2001 sampai dengan Desember 2003 sebagai populasi validasi. Karena kepailitan
bank tidak terjadi secara tiba-tiba, model prediksi yang dibangun meliputi model
prediksi 3 bulan (MP3), 6 bulan (MP6), dan 12 bulan (MP12) sebelum pailit. Uji
goodness of fit dilakukan berdasarkan Chi-square Hosmer and Lemeshow test
sedangkan uji signifikansi koefisien regresi tidak dilakukan mengingat penelitian
ini menggunakan data populasi bukan sampel. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari ketiga model prediksi yang berhasil dibangun ternyata hanya MP3
Indonesia. Pada tataran permodelan, MP3 memiliki akurasi klasifikasi 94,9 persen
(default cut-off = 0,5) atau 94,2 persen (spesifikasi cut-off = 0,939), sedangkan
pada tataran validasi model memiliki akurasi klasifikasi 82,6% (default cut-off =
0,5) atau 89,8 persen (spesifikasi cut – off = 0,939). Model prediksi kepailitan
untuk masing-masing kelompok bank juga dibangun dengan formula MP3 melalui
substitusi dummy kelompok bank.
Studi Luciana dan Winny (2005) dengan sampel penelitian yang terdiri
atas 16 bank sehat, 2 bank yang mengalami kebangkrutan dan 6 bank yang
mengalami kondisi kesulitan keuangan. Model statistik yang digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian adalah regresi logistik. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa rasio keuangan CAMEL memiliki daya klasifikasi atau daa
prediksi untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan bank yang
mengalami kebangkrutan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa rasio CAR,
APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM dan BOPO secara statistik berbeda untuk
kondisi bank bangkrut dan mengalami kesulitan keuangan. Penelitian ini juga
memberikan bukti empiris bahwa hanya rasio keuangan CAR dan BOPO secara
statistik berbeda untuk kondisi bank bangkrut dan mengalami kesulitan keuangan
dengan bank yang tidak bangkrut dan tidak mengalami kondisi kesulitan
keuangan. Penelitian ini juga memberikan bukti empiris bahwa hanya rasio
keuangan CAR dan BOPO yang secara statistik signifikan memprediksi kondisi
kebangkrutan dan kesulitan keuangan pada sektor perbankan.
Robert Cristhian Santoso (2006), melakukan penelitian yang bertujuan
model Altman, model Springate, model Internal Growth Rate, model Grover
terhadap kebijakan Bank Indonesia, studi kasus pada bank-bank yang dilikuidasi
tahun 1999. Penelitian tersebut membuktikan bahwa keempat model tersebut
dapat digunakan untuk menganalisa keadaan bank-bank di Indonesia.
Ryan Ariafinanda (2006), melakukan penelitian kebangkrutan terhadap
sektor perbankan tahun 1998 dan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan
menggunakan model Altman, hasilnya membuktikan bahwa model Altman tepat
dalam memprediksi kondisi kebangkrutan bank di Indonesia.
Siti Eros Rosidah (2009), melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan kondisi ekonomi terhadap kinerja
keuangan dalam bentuk integrasi rasio keuangan model Altman. Sampel
penelitian yang digunakan adalah sebanyak 19 bank yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia, dan hasilnya membuktikan bahwa model Altman tepat digunakan
dalam memprediksi kebangkrutan bank di Indonesia dengan tingkat ketepatan
sebesar 84,6%.
Endri (2009), melakukan penelitian tentang prediksi kebangkrutan
bank-bank syariah di Indonesia yakni Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah
Mandiri, dan Bank Mega Syariah Indonesia periode 2005-2007 dengan
menggunakan model Altman Z-Score. Hasil penelitian membuktikan bahwa
semua sampel bank syariah tersebut diprediksi akan bangkrut. Untuk lebih jelas,
penelitian-penelitian terdahulu tentang kebangkrutan dapat dilihat pada tabel
Tabel 2.1
Daftar Penelitan Terdahulu Untuk Kondisi Bermasalah Tahun Nama Peneliti Masalah yang Diteliti
1966 Beaver Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan enam kelompok rasio keuangan yang dianalisis dengan menggunakan metode univariat
1968 Altman Prediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode MDA (Z-Score).
1980 Ohlson Prediksi kebangkrutan menggunakan model analisa logit kondisional untuk menghilangkan masalah MDA
1984 Altman Meneliti ulang prediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode MDA dengan memasukkan dimensi internasional, yang mengubah formula Z-Score.
2001 Adnan dan Taufiq
Prediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan model Altman Z-Score.
2003 Haddad, dkk. Meneliti indicator kepailitan di Indonesia sebagai EWS pada stabilitas system keuangan dengan menggunakan teknik penelitian logit dan diskriminan analisis.
2004 Liza Angelina Perbandingan EWS untuk memprediksi kebangkrutan bank umum di Indonesia dengan membandingkan model logit, MDA, dan trait recognition.
2004 Margaretta Fanny & Sylvia
Saputra
Meneliti tentang opini audit going concern, kajian berdasarkan model prediksi kebangkrutan Altman, Springate, Zmijewski.
2007 Arga Fajar Santosa & Linda
Kususmaning Wedari
Meneliti tentang factor-faktor yang mempengaruhi kecendrungan opini audit going concern dengan model prediksi kebangkrutan Zmijewski, Altman, Revisi Altman, dan Springate.
2007 J. Efrim Boritz, dkk.
Penelitian tentang prediksi kegagalan bisnis di Kanada dengan menggunakan model Altman, Ohlson, Springate, Legault & Veronneau.
2009 Endri Meneliti tentang prediksi kebangkrutan bank-bank syariah di Indonesia dengan menggunakan model Altman Z-Score.
Sumber : Diolah dari berbagai jurnal dan hasil penelitian.
C. Kerangka Pemikiran
Untuk dapat mengetahui terjadinya kondisi bermasalah pada bank dapat
variabel yakni Working Capital to Total Assets, Retained Earnings to Total
Assets, Earnings Before Interest Tax to Total Assets, Market Value of Equity to
Book Value of Debt, dan Sales to Total Assets. Kemudian analisa metode Altman
dilakukan dengan menggunakan data kelima variable tersebut, hasil analisa dari
metode Altman dapat dibagi dalam beberapa kategori yakni bank yang
dikategorikan bermasalah dan bank yang sehat. Sehingga dengan menggunakan
analisis terhadap bank dengan menggunakan metode Altman Z-Score dapat
diketahui apakah bank tersebut bermasalah atau tidak.
Selanjutnya menggunakan metode Springate dengan DA yang terdiri atas
empat variabel yakni, Working Capital to Total Assets, Net Profit Before Interest
and Taxes to Total Assets, Net Profit Before Taxes to Current Liability dan Sales
To Total Assets. Kemudian analisa metode Springate dilakukan dengan
menggunakan data keempat variabel tersebut, hasil analisa dari metode Springate
dapat dibagi dalam beberapa kategori yakni bank yang dikategorikan bermasalah
dan bank yang sehat. Sehingga dengan menggunakan analisis terhadap bank
dengan menggunakan metode Springate dapat diketahui apakah bank tersebut
bermasalah atau tidak.
Langkah berikutnya adalah menguji hasil metode Altman dan Springate
yang telah dilakukan dengan menggunakan uji DA dapat diketahui variabel apa
saja pada metode Altman dan Springate yang memiliki pengaruh cukup besar
terhadap kebangkrutan perusahaan, sehingga perusahaan lebih memperhatikan
dari hasil pengujian kedua model tersebut model manakah yang memberikan
prediksi yang lebih tepat untuk kondisi bermasalah bank.
Rasio Keuangan
Penelitian Model Altman
Bank Bermasalah Bank Sehat
Uji Discriminant Analysis
Hasil Model Altman Hasil Model Springate Uji Discriminant Analysis Bank Bermasalah Bank Sehat
Penelitian Model Springate Laporan Keuangan Bank Go Public yang Mengalami Kondisi
Bermasalah dan Bank yang Sehat
Interpretasi
Gambar 2.1
D. Hipotesis
Penelitian ini berusaha menguji apakah terdapat perbedaan rasio keuangan
antara bank yang mengalami kodisi bermasalah dan bank yang tidak mengalami
kondisi bermasalah pada model Altman dan model Springate. Penelitian ini juga
bertujuan untuk menguji kembali rasio keuangan Altman dan rasio keuangan
Springate dapat digunakan untuk menilai kinerja bank yang mengalami kondisi
bermasalah dan bank yang sehat. Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian dan
tujuan penelitian maka hipotesis penelitian dinyatakan sebagai berikut :
1. Hipotesis I : Terdapat perbedaan yang signifikan antara bank yang
bermasalah dengan bank yang tidak bermasalah pada model Altman dan
model Springate.
2. Hipotesis II : Terdapat variabel prediktor yang mempunyai discriminating
power untuk membedakan kedua kelompok bank tersebut pada model
Altman dan model Springate dengan menggunakan metode stepwise.
3. Hipotesis III : Model Altman dan Model Springate memiliki tingkat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan laporan keuangan triwulanan bank
yang go public selama periode Maret 2007- September 2009 yang dipublikasikan
di Bursa Efek Indonesia dan telah diaudit oleh auditor independen. Adapun
laporan-laporan keuangan pada penelitian ini diambil dari neraca dan laporan laba
rugi yang akan diubah menjadi rasio-rasio keuangan untuk memprediksi potensi
kondisi bermasalah yakni financial distress dan kebangkrutan pada bank go
public.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini yaitu bank-bank umum swasta nasional yang
terdaftar dalam direktori Bank Indonesia. Dari populasi yang ada akan diambil
sejumlah tertentu sebagai anggota sampelnya yaitu bank umum swasta nasional
periode triwulanan Maret 2007- September 2009, total aktiva yang dimiliki
sebesar 1 Trilyun – 30 Trilyun Rupiah per September 2009, bank yang dijadikan
sampel terbagi menjadi dua kelompok yaitu bank bermasalah dan tidak
bermasalah.
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian adalah metode purpossive
sampling. Yaitu sampel ditarik sejumlah tertentu dari populasi emiten dengan
& Winny Herdyningtyas, 2003). Kriteria pemilihan sampel yang akan diteliti
sebagai berikut :
1. Bank-bank umum swasta nasional yang mempublikasikan laporan
keuangan triwulanan periode Maret 2007- September 2009.
2. Total aktiva yang dimiliki bank-bank tersebut sebesar 1 Trilyun – 64
Trilyun periode tahun 2009.
3. Bank yang dijadikan sampel terbagi menjadi dua kategori yaitu :
a. Bank tidak bermasalah, yaitu :
(i) Bank-bank yang tidak masuk program penyehatan
perbankan dan tidak dalam pengawasan khusus.
Bank-bank tersebut masih beroperasi sampai tahun 2009.
(ii) Bank-bank tersebut tidak mengalami kerugian pada
tahun 2007-2009.
b. Bank bermasalah, yaitu :
(i) Bank-bank yang mengalami laba bersih operasi (net
operating income) negatif selama dua tahun
berturut-turut. (Whitaker, 1999 dalam Luciana & Kristijadi,
2003, tentang kriteria perusahaan yang distress).
(ii) Bank-bank yang mengalami kerugian lebih dari 75%
modal disetor selama dua tahun berturut-turut. (KUHD
Data laporan keuangan triwulanan periode Maret 2007- September 2009
digunakan sebagai pedoman penentuan apakah suatu perusahaan mengalami
kondisi bermasalah atau tidak. Jumlah sampel akhir yang terpilih sebanyak 7 bank
umum swasta nasional yang terdaftar di direktori Bank Indonesia dalam kurun
waktu Maret 2007- September 2009 yang terdiri dari 5 bank tidak bermasalah dan
2 bank bermasalah.
Tabel 3.1
Daftar Bank-bank yang Dijadikan Sampel
No Kode Bank Nama Bank Kategori
1. BCIC PT. Bank Mutiara, Tbk. 1
2. BEKS PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk. 1
3. MAYA PT. Bank Mayapada Internasional, Tbk. 0
4. BABP PT. Bank Bumiputera Indonesia, Tbk. 0
5. PNBN PT. Bank PAN Indonesia, Tbk. 0
6. MEGA PT. Bank Mega, Tbk 0
7. NISP PT. Bank OCBC NISP, Tbk. 0
Keterangan :
0 = Bank Tidak Bermasalah
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu
data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka). Dalam penelitian ini
menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga
pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data
sekunder berupa laporan keuangan triwulanan dari bank-bank umum swasta
nasional periode Maret 2007- September 2009 yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
D. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kondisi
bermasalah suatu bank yang merupakan variabel kategori, 0 untuk bank
tidak bermasalah dan 1 untuk bank bermasalah.
2. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio
keuangan Altman yaitu :
a. Variabel Working Capital to Total Assets (WC/TA)
Variabel ini merupakan rasio keuangan yang merupakan ukuran
relatif nilai bersih dari asset lancar terhadap jumlah capital
perusahaan keseluruhan. Rasio ini menggambarkan tingkat
likuiditas suatu perusahaan. Secara sederhana dapat diartikan
sebagai ukuran kuantitatif dari seberapa cepat perusahaan dapat
mengkonversikan asset yang dimilikinya dan proporsinya terhadap
total asset perusahaan yang terdiri dari asset lancar dan tetap.
dari selisih asset lancar perusahaan dengan kewajiban lancar
perusahaan. Dengan demikian working capital dapat
diinterpretasikan sebagai kemampuan perusahaan untuk dapat
memenuhi kewajiban jangka pendek dari perusahaan pada saat
jatuh tempo.
WCTA = Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar Total Asset
b. Variable Retained Earnings to Total Assets (RE/TA)
Variabel retained earnings yang menjadi salah satu komponen
penting dalam rasio keuangan diatas merupakan suatu akun yang
menggambarkan jumlah keseluruhan dari pendapatan perusahaan
yang diinvestasikan ke dalam perusahaan. Akun ini juga
merepresentasikan besarnya surplus yang dihasilkan perusahaan
dari kegiatan operasionalnya serta peluang pertumbuhan
perusahaan kedepannya.
Dengan demikian, secara sederhana dapat diartikan bahwa rasio
RE/TA ini merupakan ukuran kumulatif keuntungan yang
dihasilkan perusahaan. Rasio ini juga memberikan informasi
mengenai usia perusahaan secara implisit. Pada umumnya
perusahaan baru memiliki nilai rasio RE/TA yang relatif lebih
rendah karena waktu yang digunakannya dalam mengumpulkan
laba masih belum terlalu lama. Selain itu, rasio ini juga mengukur
proporsi asset dari perusahaan yang dibiayai dengan menggunakan
laba yang dihasilkannya sendiri tanpa menggunakan hutang.
RETA = Laba Ditahan Total Asset
c. Variabel Earning Before Interest and Tax to Total Assets(EBIT/TA)
Rasio EBIT/TA yang menjadi variabel independen berikutnya
merupakan rasio keuangan yang mengukur produktivitas dari asset
perusahaan. EBIT yang menjadi numerator dari rasio adalah
keuntungan yang dihasilkan perusahaan dengan mengeluarkan
faktor bunga pinjaman dan pajak dari perhitungan. EBIT
merupakan ukuran dari pendapatan perusahaan yang dihasilkan
dari kegiatan operasional inti perusahaan. Sehingga, nilai dari rasio
akan menggambarkan besarnya keuntungan yang asset perusahaan
secara keseluruhan. Semakin besar nilai rasio maka tingkat
produktivitas asset dalam menghasilkan pendapatan bagi
perusahaan semakin meningkat.
EBITTA = EBIT
Total Asset
d. Variabel Market Value of Equity to Book Value of Debt
(MVE/BVD)
Rasio keuangan MVE/BVD menunjukkan besarnya penurunan
nilai dari asset perusahaan yang masih dapat terjadi pada
perusahaan baik berupa common stock maupun preferred stock.
Sedangkan liabilities merupakan kumulatif dari kewajiban jangka
panjang dan kewajiban jangka pendek perusahaan. Semakin besar
nilai dari rasio MVE/BVD menggambarkan semakin besar batas
toleransi penurunan nilai dari asset perusahaan. Artinya perusahaan
yang memiliki nilai rasio yang besar relatif lebih aman
dibandingkan dengan nilai rasio yang lebih kecil. Hal ini
dikarenakan penurunan nilai asset yang sedikit saja pada
perusahaan dengan rasio MVE/BVD yang rendah akan
mengakibatkan nilai wajar asset perusahaan menjadi lebih kecil
dari nilai kewajiban perusahaan dan mengakibatkan perusahaan
mengalami kebangkrutan.
MVEBVD = EPS x Jumlah Saham yang Beredar Total Liabilities
e. Variabel Sales to Total Assets
Variabel bebas berikut dikenal dengan sebutan capital turnover
rasio dan merupakan rasio keuangan standar yang sering dilakukan
untuk menggambarkan kemampuan dari asset perusahaan dalam
menciptakan penjualan. Dari rasio ini dapat diketahui kapasitas
manajemen dalam mengelola asset yang dimiliki dalam
menghadapi kompetisi yang ada. Semakin besar nilai dari rasio
S/TA menggambarkan efektifitas manajemen dalam pengelolaan
STA = Sales Total Asset
f. Variabel Net Profit Before Taxes to Current Liablility (EBT/CL)
Variabel bebas ini merupakan pembagian antara laba sebelum
pajak dengan hutang lancar.
EBTCL = EBT
Current Liabilities
E. Metode Analisis
1. Discriminant Analysis
Pada penelitian ini menggunakan alat analisis diskriminan sebagai teknik
statistik untuk pengolahan datanya, analisis diskriminan dipilih dan digunakan
dalam penelitian ini karena variabel dependen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah variabel kategori dan variabel independennya merupakan bentuk
multivariate normal distribution sehingga cocok untuk menggunakan analisis
diskriminan. Serta Altman dan Springate pada penelitian terdahulu juga
menggunakan analisis diskriminan untuk pengolahan datanya sehingga penulis
tertarik untuk menggunakan analisis diskriminan.
Black Hair Anderson (1995) dalam Sofyan Yamin dan Heri Kurniawan
(2009:221) mendefinisikan “Discriminant analysis is useful in situation where the
total sample can be divided into group based on a dependent variable
characterizing several known cases. The primary objectives of multiple
likelihood that an entity (individual or object) will belong to a particular class or
group based on several metric independent variable.” Analisis diskriminan
berguna pada situasi dimana sampel total dapat dibagi menjadi
kelompok-kelompok berdasarkan karakteristik variabel yang diketahui dari beberapa kasus.
Tujuan utama dari analisis diskriminan adalah untuk mengklasifikasikan suatu
individu atau objek kedalam satu dari beberapa kelompok yang telah diketahui
sebelumnya dengan cara menemukan suatu pembatas yang mampu
memaksimalkan rasio perbedaan (variability) antar kelompok dan di dalam
kelompok itu sendiri.
Wawan Hermawan dan Tari Lestari (2007) mengemukakan bahwa dalam
analisis diskriminan, sebelum melakukan pengklasifikasian peneliti harus
mengetahui terlebih dahulu objek-objek mana yang masuk ke dalam kelompok 1,
kelompok 2 dan seterusnya bergantung pada banyaknya kelompok. Tujuan lain
analisis diskriminan yaitu :
1. Menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata skore
dari dua atau lebih kelompok.
2. Menentukan prosedur-prosedur untuk mengelompokkan individu-individu
atau objek-objek ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan skore-skore
variabel.
3. Menentukan variabel prediktor mana yang mempunyai discriminating
power atau daya beda yang besar untuk membedakan dua atau lebih
Penelitian ini mengadopsikan model Altman dan model Springate dalam
pengukuran probabilitas default bank sebagai berikut : Teknik statistik yang
digunakan Altman dan Springate dalam pengolahan adalah Discriminant Analysis
(DA). Analisis diskriminan ini tidak jauh berbeda dengan analisis regresi. Ciri
khusus yang membedakan keduanya adalah pada variabel dependennya, variabel
dependen pada analisis regresi harus merupakan data rasio, sebaliknya pada
analisis diskriminan variabel dependen yang digunakan merupakan data kategori
dengan variabel independen yang berupa data non kategori. Pengolahan data yang
dilakukan bertujuan untuk mendapatkan nilai koefisien dari tiap variabel
independen yang sesuai dengan data yang digunakan di Indonesia. Pengolahan
data dengan model ini akan dilakukan dengan memanfaatkan program software
SPSS, hasil pengolahan digunakan untuk menyusun persamaan diskriminan
seperti pada persamaan Altman.
Persamaan Model Altman
5
X1 = Net Working Capital to Total Assets (WC/TA)
X2 = Retained Earnings to Total Assets (RE/TA)
X3 = Earnings Before Interest and Tax to Total Assets (EBIT/TA)
X4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt (MVE/BVD)
Persamaan Model Springate
X1 = Working Capital / Total Assets (WC/TA)
X3 = Earnings Before Interest and Tax to Total Assets (EBIT/TA)
X6 = Earnings Before Taxes / Current Liability (EBT/CL)
X5 = Sales / Total Assets (S/TA)
2. Metode Estimasi Discriminant Analysis
Metode yang sering digunakan untuk menyelesaikan persamaan
diskriminan adalah metode simultan dan metode stepwise. Metode simultan
menyelesaikan persamaan persamaan dengan cara memasukkan seluruh variabel
secara bersama-sama ke dalam fungsi diskriminan tanpa melihat terlebih dahulu
kemampuan diskriminat masing-masing variabel tersebut. Metode ini kemudian
memilih variabel-variabel yang memiliki kemampuan diskriminat terbaik.
Sedangkan proses metode stepwise dimulai dengan memilih variabel independen
yang memiliki kemampuan diskriminat terbaik. Kemudian persamaan tersebut
disandingkan dengan variabel independen lain yang memiliki kemampuan
diskriminat terbaik sampai kemudian kombinasi variabel tersebut menunjukkan
peningkatan kemampuan diskriminat.
Langkah-langkah analisis dalam diskriminan adalah sebagai berikut :
a. Memisahkan variabel ke dalam variabel dependent dan variabel
b. Analysis Case Processing Summary, tabel yang menyatakan bahwa semua
responden (jumlah kasus atau baris SPSS) semuanya valid (sah) untuk di
proses dan dapat mengetahui data yang hilang (missing).
c. Group Statistics, tabel yang menunjukkan jumlah bank yang masuk dalam
kategori bank tidak bermasalah dan bank bermasalah.
d. Test of Equality of Group Means, tabel yang menunjukkan apakah terdapat
perbedaan signifikan pada dua kelompok bank tersebut berdasarkan uji F.
e. Variabel Entered/Removed, tabel yang menyajikan dari kelima variabel
yang dianalisis untuk model Altman serta keempat variabel untuk model
Springate, variabel mana yang dapat dimasukkan (entered) dalam
persamaan diskriminan.
f. Variable in The Analysis, tabel yang berisi rangkaian proses tahap
sebelumnya, mengenai pemilihan variabel satu per satu yang dimasukkan
ke dalam model.
g. Variable not In The Analysis, tabel ini berisi kebalikan dari tabel variable
ini the analysis, yang memuat variabel yang akan dikeluarkan satu per satu
dari model.
h. Eigenvalues, interpretasi dari pengelompokkan variabel ke dalam satu atau
lebih faktor.
i. Wilk’s Lambda, mengindikasikan perbedaan yang signifikan antara kedua
kelompok dalam model diskriminan berdasarkan angka chi-square.
j. Structure Matrix, menunjukkan variabel yang paling membedakan
k. Casewise Statistic, tabel yang menunjukkan rincian tiap kasus,
penempatannya dalam model diskriminan serta perbandingan apakah
penempatan (predicted) telah sesuai dengan kenyataan atau tidak.
l. Classification Result, menujukkan angka ketepatan prediksi dari model
diskriminan. Pada umumnya ketepatan diatas 50% dianggap memadai atau
valid.
3. Tahap Penghitungan Akurasi
Penghitungan akurasi dilakukan dengan menggunakan data-data keuangan
sampel. Informasi tersebut akan menghasilkan rasio-rasio yang menjadi variabel
dalam model prediksi, variabel kemudian dihitung berdasarkan model yang ada.
Setelah dihitung, skor yang didapat kemudian dibandingkan dengan nilai cut-off
yang dimiliki setiap model. Dari hasil perbandingan tersebut dapat diketahui
apakah sampel diprediksi mengalami distress atau tidak.
Hasil prediksi kemudian dibandingkan dengan kategori sampel pada
awalnya, sebagai contoh jika sebuah sampel dari kategori 1 diprediksi mengalami
distress oleh Altman, maka prediksi tersebut benar. Dan sebaliknya jika sampel
tersebut diprediksi tidak mengalami distress oleh Model Altman maka prediksi
tersebut salah.
Perbandingan antara prediksi dan kategori sampel dilakukan pada seluruh
sampel yang ada. Setelah semua sampel selesai dihitung, maka diperoleh haril
rekapitulasi prediksi yang benar dan yang salah. Dari rekapitulasi prediksi