• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Tuberkulosis dengan Pemberian Imunisasi BCG pada Anak di Puskesmas Ciputat Timur Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Tuberkulosis dengan Pemberian Imunisasi BCG pada Anak di Puskesmas Ciputat Timur Tahun 2012"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PADA ANAK DI PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR TAHUN 2012

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH: Alvin Rifqy 109103000039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini penyusun menyatakan bahwa :

1. Penelitian ini merupakan hasil karya asli penyusun yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang penyusun gunakan dalam penulisan ini telah

dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

penyusun atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, penyusun

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ciputat, 12 September 2012

(3)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG TUBERKULOSIS DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG PADA

ANAK DI PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR TAHUN 2012

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S. Ked)

Oleh: Alvin Rifqy

NIM : 109103000039

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Yanti Susianti, Sp.A dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU

TENTANG TUBERKULOSIS DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG PADA ANAK DI PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR TAHUN 2012 yang diajukan oleh Alvin Rifqy (NIM: 109103000039), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 21 September 2012. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 21 September 2012

DEWAN PENGUJI Ketua Sidang

dr. Yanti Susianti, Sp.A

Pembimbing 1

dr. Yanti Susianti, Sp.A

Pembimbing 2

dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS

Penguji 1

dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, PhD

Penguji 2

dr. Risahmawati, PhD

PIMPINAN FAKULTAS

DEKAN FKIK UIN

Prof. Dr(hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And

KAPRODI PSPD FKIK UIN

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat

Pengetahuan Ibu tentang Tuberkulosis dengan Pemberian Imunisasi BCG pada Anak di Puskesmas Ciputat Timur Tahun 2012” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa bantuan dari berbagai pihak sangat berperan dalam penyelesaian laporan penelitian ini. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, Sp.And dan dr. Djauhari Widjajakusumah

AIF, PFK selaku Dekan dan Pembantu Dekan I Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR selaku Kaprodi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Pembimbing riset penulis, dr. Yanti Susianti, Sp.A dan dr. Mukhtar

Ikhsan, Sp.P(K), MARS yang telah mengarahkan dan memberi perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset

Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2009.

5. Orang tua penulis, Ayahanda Drs. Ahmad Riyadi, M.Si, M.Pd dan Ibunda

Dra. Noor Ainah, M.Fil.I yang selalu memberi semangat dan mendukung penulis dalam menempuh pendidikan di kedokteran.

(6)

vi

7. Sahabat dan teman-teman seperjuangan PSPD 2009 beserta seluruh staf

pengajar dari Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ikut membantu dan memberi dukungan dalam penelitian ini.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi adik-adik penulis selanjutnya serta dapat menambah pengetahuan kita semua.

Ciputat, 12 September 2012

(7)

vii

ABSTRAK

Alvin Rifqy. Program Studi Pendidikan Dokter. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Tuberkulosis dengan Pemberian Imunisasi BCG Pada Anak Di Puskesmas Ciputat Timur Tahun 2012

Tuberkulosis (TB) hingga tahun 2011 masih menjadi masalah kesehatan dunia disebabkan perannya sebagai penyakit infeksi dengan jumlah korban terbesar kedua setelah AIDS. Oleh karena itu, diperlukan tindakan pencegahan,

salah satunya dengan imunisasi Bacille Calmette Guerin (BCG). Menurut BPS

(2010), cakupan imunisasi BCG di Indonesia sebesar 92,73%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit TB terhadap pemberian imunisasi BCG kepada anak di Puskesmas Ciputat Timur tahun 2012. Metode penelitian ini adalah deskriptif-analitik

menggunakan desain cross-sectional dengan sampel 106 orang. Didapatkan

sebagian besar ibu berusia >30 tahun (53.8%), mempunyai ≤2 anak (76.4%), berpendidikan terakhir SMA (44.3%), tidak bekerja (84%) dan berpendapatan

dibawah Upah Minimum Kota/Kabupaten (39.6%). Sebagian besar

berpengetahuan tinggi tentang penyakit TB (48.1%), berpengetahuan tinggi tentang imunisasi BCG (79.2%) dan mengaku bahwa anaknya telah diimunisasi BCG (98.1%). Tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang

tuberkulosis dengan pemberian imunisasi BCG pada anak dengan nilai (p 1,000).

(8)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

1.4. Tujuan Penelitian ... 2

1.4.1. Tujuan Umum ... 2

1.4.2. Tujuan Khusus ... 2

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

1.5.1. Bagi Responden ... 3

1.5.2. Bagi Puskesmas Ciputat Timur... 3

1.5.3. Bagi Peneliti ... 3

1.5.4. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 3

BAB 2 ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Landasan Teori ... 4

2.1.1. Definisi Tuberkulosis ... 4

2.1.2. Epidemiologi Tuberkulosis ... 4

2.1.3. Patogenesis Tuberkulosis ... 5

2.1.4. Klasifikasi Tuberkulosis ... 8

2.1.5. Gejala Klinis Tuberkulosis ... 9

(9)

ix

2.1.7. Preventif Tuberkulosis ... 14

2.2 Kerangka Konsep ... 15

BAB 3 ... 16

METODE PENELITIAN ... 16

3.1. Desain Penelitian ... 16

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 16

3.3.1. Populasi dan Sampel yang Diteliti ... 16

3.3.2. Jumlah Sampel ... 16

3.3.3. Cara Pengambilan Sampel ... 17

3.3.4. Kriteria Sampel ... 17

3.3.4.1. Kriteria Inklusi ... 17

3.3.4.2. Kriteria Eksklusi ... 17

3.4. Cara Kerja Penelitian ... 17

3.4.1. Pemilihan Subyek Penelitian ... 17

3.4.2. Teknis Pelaksanaan ... 18

3.5. Manajemen Data ... 18

3.5.1. Instrumen Penelitian ... 18

3.5.2. Pengumpulan Data ... 18

3.5.3. Pengolahan Data ... 19

3.5.4. Analisis dan Penyajian Data ... 20

3.6. Definisi Operasional ... 20

BAB 4 ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1. Analisis Univariat ... 23

4.1.1. Data Karakteristik Responden ... 23

4.1.2. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik tentang TB .. 26

4.1.3. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang TB ... 28

4.1.4. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik tentang Imunisasi BCG ... 29

(10)

x

4.1.6. Sebaran Responden Berdasarkan Perilaku Pemberian Imunisasi

BCG... ... 31

4.2. Analisis Bivariat ... 32

4.2.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan TB dengan Pemberian Imunisasi BCG ... 32

4.3. Keterbatasan Penelitian ... 33

BAB V ... 34

SIMPULAN DAN SARAN ... 34

5.1 Simpulan ... 34

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Regimen Pengobatan Tuberkulosis... 13

Tabel 2.2. Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia... 13

Tabel 2.3. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis... 14

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian... 20

Tabel 4.1. Data karakteristik Responden... 23

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik Tentang TB... 26

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang TB... 28

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik tentang Imunisasi BCG... 29

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Imunisasi BCG... 30

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Pemberian Imunisasi BCG... 31

(12)

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) hingga tahun 2011 masih menjadi perhatian masalah kesehatan dunia. Sebagai penyakit infeksi, TB adalah pembunuh kedua terbesar di dunia setelah HIV/AIDS. Perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan 8,8 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB di tahun 2010 dan sekitar 1,4 juta penduduk meninggal. Hal ini setara dengan 3.800 jiwa meninggal dunia karena TB per hari. Insiden di Indonesia tahun 2010 sebanyak 450.000 kasus, atau sekitar 189 dari 100.000 orang telah terinfeksi

Mycobacterium tuberculosis.1,2

Salah satu tindakan untuk mencegah penularan TB adalah dengan imunisasi. Pencegahan dengan imunisasi atau vaksinasi adalah tindakan untuk memberikan ketahanan sistem imun yang lebih baik sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman dari luar.

Imunisasi terhadap penyakit tuberkulosis adalah imunisasi Bacille

Calmette-Guérin (BCG) yang telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1956. Sejak tahun 1977 di Indonesia diadakan Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1611/MENKES/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, pemberian imunisasi BCG merupakan salah satu upaya pencegahan penularan terhadap Penyakit yang Dapat

Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), diantaranya adalah tuberkulosis (TB).3

Pemberian imunisasi BCG dapat dilakukan di Institusi Pelayanan Kesehatan milik pemerintah maupun swasta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dari

hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1995–2010

cakupan imunisasi BCG sebesar 92.73% pada tahun 2010.4 Untuk wilayah

(13)

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang TB dengan pemberian imunisasi BCG pada anak di Puskesmas Ciputat Timur sebagai langkah pencegahan penyakit tuberkulosis.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu di Puskesmas Ciputat Timur terhadap pemberian imunisasi BCG kepada anak di tahun 2012?

1.3. Hipotesis

Tingkat pengetahuan ibu mengenai tuberkulosis (TB) mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian imunisasi BCG pada anak. Semakin tinggi pengetahuan ibu, semakin tinggi angka imunisasi BCG yang diberikan kepada anak.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu di Puskesmas Ciputat Timur terhadap pemberian imunisasi BCG kepada anak di tahun 2012.

1.4.2. Tujuan Khusus

(14)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Responden

Memberi pendidikan tentang manfaat imunisasi BCG terhadap pencegahan penyakit tuberkulosis. Selain itu, peneliti dapat memberi pendidikan tentang penyakit TB secara umum kepada responden.

1.5.2. Bagi Puskesmas Ciputat Timur

Memberikan gambaran pengetahuan ibu-ibu di Puskesmas Ciputat Timur mengenai manfaat imunisasi BCG terhadap pencegahan penyakit TB.

1.5.3. Bagi Peneliti

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu di Puskesmas Ciputat Timur mengenai tuberkulosis (TB) terhadap pemberian imunisasi BCG kepada anak mereka sebagai tindakan pencegahan penyakit tuberkulosis (TB).

1.5.4. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(15)

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular pada manusia dan hewan

yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan

tuberkel dan nekrosis kaseosa (perkijuan) pada jaringan-jaringan. Spesies

Mycobacterium penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis dan

Mycobacterium bovis. Manifestasi tuberkulosis bervariasi dan mempunyai kecenderungan besar menjadi kronis. Penyakit ini menular melalui udara sehingga bakteri ini sebagian besar menyerang paru, tetapi juga dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Paru adalah pintu gerbang masuknya infeksi untuk mencapai organ lainnya. Bakteri yang diidentifikasi tahun 1882 oleh Robert Koch ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati jika terkena sinar matahari langsung, tetapi mampu bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Bakteri ini jika berada di dalam jaringan tubuh

manusia, maka kuman ini dapat dorman selama bertahun-tahun.6-8

2.1.2. Epidemiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) menjangkiti sebagian besar orang dewasa muda di tahun-tahun mereka yang paling produktif. Sekitar 95% kematian akibat TB berada di negara berkembang. Jumlah orang yang sakit TB turun menjadi 8,8 juta pada tahun 2010, termasuk 1,1 juta kasus TB-HIV. Jumlah tersebut menurun sejak tahun 2005.1,2

(16)

menjadi 1,4 juta pada tahun 2010, termasuk 350.000 orang dengan HIV, sama dengan sekitar 3.800 kematian per hari.1,2

TB termasuk di dalam tiga penyebab terbesar kematian pada wanita berusia 15-44 tahun, sejumlah 320.000 perempuan meninggal karena TB pada tahun 2010. Angka kematian akibat TB telah menurun 40% sejak tahun 1990, dan jumlah kematian juga menurun. Secara global, persentase penderita TB yang berhasil diobati mencapai level tertinggi pada 87% pada tahun 2009. Sejak tahun 1995, sekitar 46 juta orang telah berhasil diobati dan 6,8 juta jiwa diselamatkan

melalui DOTS dan strategi Stop TB.1,2

Di antara 22 negara dengan angka TB tertinggi, Brazil dan China menunjukkan penurunan berkelanjutan dalam kasus TB selama 20 tahun terakhir. China telah membuat kemajuan dramatis melalui investasi domestik dan kerjasama internasional atas penyakit TB. Antara tahun 1990 dan 2010, angka kematian TB turun hampir 80%, dengan kematian menurun dari 216.000 orang menjadi 55.000 orang.1,2

2.1.3. Patogenesis Tuberkulosis

2.1.3.1. Tuberkulosis Primer

Tuberkulosis primer terjadi ketika seseorang mendapatkan infeksi atau terpapar pertama kali dengan kuman TB. Kuman TB yang keluar saat batuk atau bersin berupa droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, maka akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru.

Ukuran droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga mampu melewati

sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran

partikel ≤5 mikrometer. Kuman akan dihadapi oleh neutrofil untuk pertama kali,

(17)

dibersihkan oleh makrofag dan keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dan sekretnya.7,8

Mycobacterium tuberculosis dapat menetap di jaringan paru dan

berkembangbiak di dalam sitoplasma makrofag. Mycobacterium tuberculosis

dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau (focus Ghon). Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian paru. Efusi pleura dapat terjadi jika kuman ini menjalar sampai ke pleura. Kuman dapat juga masuk ke saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru dan menjadi TB primer.7,8

Dari focus Ghon akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Selain terjadi peradangan di sana, kelenjar getah bening hilus juga akan membesar (limfadenitis regional). Jika ada sarang primer, limfangitis lokal, dan limfadenitis regional, maka ini disebut kompleks primer (Ranke). Keseluruhan proses ini memerlukan waktu tiga sampai delapan minggu.

Kompleks primer (Ranke) ini selanjutnya dapat menjadi:7

1. Sembuh total tanpa meninggalkan cacat. Hal ini yang banyak terjadi.

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan ± 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dorman.

3. Terjadi komplikasi dan menyebar secara: a) perkontinuitatum, yakni menyebar

(18)

2.1.3.2. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)

Tuberkulosis (TB) pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi primer. Kuman yang dorman pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi penyakit tuberculosis yang terlihat secara klinis. Tuberculosis post primer disebut juga TB pasca primer atau dengan nama lain TB sekunder. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, keganasan, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru.7

Sarang ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi:7

1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan sebukan

(19)

adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.

Meskipun lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat: a) meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura; b) memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan

kemudian menjadi mycetoma; c) bersih dan menyembuh, disebut open healed

cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil.

Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut, dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.7

2.1.4. Klasifikasi Tuberkulosis

Klasifikasi tuberkulosis yang banyak dipakai di Indonesia adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikro biologis:7

1. Tuberkulosis paru.

2. Bekas tuberkulosis paru.

3. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:

a) Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Sputum BTA

tidak ditemukan (negatif), tetapi tanda-tanda lain positif.

b) Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Sputum

BTA negatif dan tanda-tanda yang lain juga meragukan.

(20)

1) status bakteriologi,

2) mikroskopik sputum BTA (langsung),

3) biakan sputum BTA,

4) status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru, dan

5) status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti

tuberkulosis.

WHO pada tahun 1991 mengkategorikan penyakit tuberkulosis berdasarkan terapi ke dalam 4 kategori, yaitu:7

1. Kategori I, ditujukan terhadap:

a. Kasus baru dengan sputum positif

b. Kasus baru dengan bentuk TB berat

2. Kategori II, ditujukan terhadap:

a. Kasus kambuh

b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif

3. Kategori I, ditujukan terhadap:

a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas

b. Kasus TB ekstra paru selain yang disebut di dalam kategori I

4. Kategori I, ditujukan terhadap TB kronik

2.1.5. Gejala Klinis Tuberkulosis

Gejala yang dirasakan pasien oleh tuberkulosis dapat bermacam-macam. Bahkan banyak pasien TB yang ditemukan tanpa keluhan sama sekali dalam

pemeriksaan kesehatan. Gejala yang paling sering muncul adalah:7,10

1. Demam

Demam yang muncul biasanya subfebril menyerupai demam influenza.

Namun, kadang-kadang demam dapat mencapai suhu 40-41oC. Demam untuk

(21)

di antaranya daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman

tuberkulosis yang menyerang pasien.7

2. Batuk/Batuk Darah

Batuk adalah gejala yang timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan oleh pasien tuberkulosis. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Batuk ini umumnya terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini berfungsi untuk mengeluarkan produk-produk radang. Sifat batuk bermula dari batuk kering atau batuk non-produktif tanpa sputum, kemudian setelah timbul peradangan berlanjut menjadi batuk produktif atau batuk yang menghasilkan sputum. Sputum atau dahak pada awalnya bersifat mukoid dan jumlahnya masih sedikit, kemudian akan berubah menjadi kuning/purulen atau kuning hijau. Apabila telah terjadi perlunakan maka sputum akan berubah menjadi kental. Jika batuk terus dibiarkan maka batuk akan berlanjut menjadi batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Mayoritas batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.7

3. Sesak Napas

Sesak napas tidak akan dirasakan pada penyakit tuberkulosis ringan atau yang baru tumbuh. Gejala ini akan ditemukan jika penyakit telah kronis yang infiltrasinya telah meliputi setengah bagian paru.7

4. Nyeri dada

Nyeri dada pada pasien tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada muncul jika infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Nyeri muncul saat terjadi gesekan antara kedua pleura saat pasien menarik dan menghembuskan napas. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula, atau di tempat-tempat lain).7

5. Malaise

(22)

meriang, nyeri otot, sakit kepala, keringat malam hari meskipun tanpa aktivitas, dan lain-lain. Gejala malaise ini makin berat seiring waktu dan dapat hilang timbul secara tidak menentu.7

2.1.6. Pengobatan TB

Pengobatan tuberkulosis (TB) adalah salah satu dari empat misi untuk mencapai visi TB partnership, yaitu dunia bebas TB. Pengobatan TB secara umum bertujuan:9,10

1. Mengobati pasien dengan meminimalisir gangguan aktivitas hariannya.

2. Mencegah kematian atau komplikasi lanjut akibat penyakitnya.

3. Mencegah kekambuhan.

4. Mencegah munculnya resistensi obat.

5. Mencegah lingkungannya dari penularan.

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dapat diklasifikasi menjadi 2 jenis regimen, yaitu regimen obat lini pertama dan lini kedua. Kedua lini obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil dorman, dan pencegahan terjadinya resistensi. Obat-obatan lini pertama terdiri dari isoniazid (INH), rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat-obatan lini kedua mencakup rifabutin, etionamid, sikloserin, PAS (para amino salicylic acid), klofazimin, aminoglikosid di luar streptomisin dan quinolon.9,10

Isoniazid (INH) mempunyai kemampuan bakterisidal TB yang terkuat.

Mekanisme kerjanya adalah menghambat cell wall biosynthesis pathway. INH

dianggap sejenis obat yang aman. Efek samping utama dari isoniazid antara lain hepatitis dan neuropati perifer karena interferensi fungsi biologi vitamin B6 atau piridoksin. Untuk menekan efek samping tersebut, pasien TB dapat diberikan vitamin B6.9,10

Selain isoniazid, rifampisin juga merupakan obat anti TB yang ampuh.

Rifampisin bekerja dengan cara menghambat polymerase DNA dependent

ribonucleic acid (RNA) Mycobacterium tuberculosis. Efek samping yang sering

(23)

trombositopenia. Jika pasien TB sedang menggunakan kontrasepsi oral, maka dosis kontrasepsi oral harus ditingkatkan karena rifampisin meningkatkan metabolisme hepatik kontrasepsi oral.9,10

Pirazinamid adalah obat bakterisidal untuk organisme intraseluler dan agen anti tuberkulos ketiga yang juga cukup ampuh. Pirazinamid hanya diberikan untuk 2 bulan pertama pengobatan. Efek samping yang sering diakibatkan oleh pirazinamid adalah hepatotoksisitas dan hiperurisemia.9,10

Etambutol satu-satunya obat lapis pertama yang mempunyai efek bakteriostatik, tetapi bila dikombinasikan dengan isoniazid dan rifampisin terbukti bisa mencegah terjadinya resistensi obat. Etambutol memiliki efek samping yang mungkin muncul antara lain neutitis optika, nefrotoksik, dan skin rash atau dermatitis.9,10

Streptomisin merupakan salah satu obat anti tuberkulosis pertama yang ditemukan. Streptomisin adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang harus diberikan secara parenteral dan bekerja mencegah pertumbuhan organisme ekstraseluler. Kekurangan obat ini adalah efek samping toksik pada saraf kranial VIII yang dapat menyebabkan disfungsi vestibular dan atau hilangnya pendengaran.9,10

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang aman diberikan pada perempuan hamil adalah isoniazid, rifampisin, dan etambutol. Obat lapisan kedua

dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasus resisten multi obat.9,10

(24)

Tabel 2. 1 Regimen Pengobatan Tuberkulosis9

Kategori Pasien TB

Regimen Pengobatan*

Fase Awal Fase

Lanjutan 1 TB paru sputum BTA positif baru,

TB paru berat, TB ekstra paru (berat), TB paru BTA-negatif

2 SHRZ (EHRZ) 3 TB paru sputum BTA-negatif

TB ekstra-paru (menengah-berat) 4 Kasus kronis (masih BTA-positif

setelah pengobatan ulang yang disupervisi)

Tidak dapat diaplikasikan

(mempertimbangkan menggunakan obat-obatan lini kedua)

Singkatan: TB = TB; S = Streptomisin; H = Isoniazid; R = Rifampisin; Z = Pirazinamide; E = Etambutol

Membaca regimen, misalnya: 2 SHRZ (EHRZ) / 4 H3R3 menunjukkan sebuah regimen untuk 2 bulan di antara obat-obatan etambutol, isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid yang diberikan setiap hari, diikuti 4 bulan pemberian isoniazid dan rifampisin

Sumber tabel dari Amin Z, Bahar S. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam Sudoyo Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Halaman 2243

Tabel 2.2 Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia9

Nama Obat

Dosis Harian Dosis Berkala

3 x seminggu

(25)

Tabel 2.3 Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis9

Nama Obat Efek Samping Obat

Isoniazid Neuropati perifer dapat dicegah dengan pemberian B6, hepatotoksik Rifampisin Sindrom flu, hepatotoksik

Streptomisin Nefrotoksik, gangguan nervus VIII kranial Etambutol Neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/dermatitis Etionamid Hepatotoksik, gangguan pencernaan

PAS Hepatotoksik, gangguan pencernaan Cycloserin Seizure / kejang, depresi, psikosis

Sumber tabel dari Amin Z, Bahar S. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam Sudoyo Aru, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. Halaman 2245

2.1.7. Preventif Tuberkulosis

1. BCG

Untuk mencegah meluasnya TB, maka pada anak berusia 0-2

bulandiberikan imunisasi Bacille Calmette-Guérin (BCG). Dosis untuk bayi

sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan daerah insersi otot deltoid kanan. Bila BCG diberikan lebih dari 3 bulan sebaiknya dilakukan uji

tuberkulin (mantoux) terlebih dahulu. Insiden TBC anak yang mendapat TB

berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan intensitas pemaparan infeksi. BCG efektif terutama untuk mencegah TBC milier, meningitis, dan spondilitis TBC pada anak sedikitnya 75%. BCG ulangan tidak dianjurkan mengingat efektifitas perlindungannya hanya 40%, sekitar 70% TBC berat mempunyai parut BCG. BCG relatif aman, jarang ada efek samping serius, yang sering diketemukan ulserasi lokal dan limfadenitis dengan insidensi 0,1-1%. Kontraindikasi pemberian imunisasi BCG yaitu defisiensi imun, infeksi berat, dan luka bakar.11,12

2. Kemoprofilaksis

(26)

dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TBC menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi, serta anak yang belum pernah diimunisasi BCG (uji tuberkulin negatif). Obat dihentikan jika sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak terinfeksi (sesudah uji tuberkulin ulangan).11,12

Kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi sehingga anak tidak sakit, diberikan pada anak telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, klinis, dan radiologis normal. Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela, dan pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitotastik dan kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TBC paru, konversi uji tuberkulin dalam jangka waktu kurang dari 2 bulan.11,12

2.2. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat Pengetahuan TBC

Pemberian Imunisasi BCG

Karakteristik Ibu

 Umur

 Jumlah Anak

 Pendidikan

 Pekerjaan

 Pendidikan Suami

 Pendapatan

(27)

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitik dengan rancangan

cross sectional melalui kueisioner untuk menilai hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang TB berkaitan dengan pemberian imunisasi BCG pada anak.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2012.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi dan Sampel yang Diteliti

1. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

2. Populasi terjangkau adalah ibu yang mendatangi puskesmas dan posyandu.

3. Sampel adalah ibu yang mempunyai anak di wilayah kerja Puskesmas

Ciputat Timur.

3.3.2. Jumlah Sampel

Berdasarkan jenis penelitian, penghitungan jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini diambil menggunakan rumus berikut:

(28)

Keterangan :

α = 0,05 ; jadi Zα = 1,96

p = 50% L = 10% q = 1- p

Estimasi jumlah sampel minimal adalah 96 orang. Dengan perkiraan sampel drop out 10%, maka sampel yang dibutuhkan adalah 96 + 10%(96) = 106 orang.

3.3.3. Cara Pengambilan Sampel

Sampel diambil dengan menggunakan consecutive sampling. Semua ibu

yang memiliki anak di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur serta memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan sebagai sampel hingga jumlah sampel terpenuhi.

3.3.4. Kriteria Sampel

3.3.4.1. Kriteria Inklusi

1. Ibu di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur yang memiliki anak

kandung.

2. Ibu yang bersedia menjadi responden penelitian.

3.3.4.2. Kriteria Eksklusi

1. Ibu di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur yang menderita gangguan kejiwaan yang mengganggu fungsi nalar.

2. Ibu yang memiliki anak dengan infeksi HIV.

3.4. Cara Kerja Penelitian

3.4.1. Pemilihan SubyekPenelitian

(29)

3.4.2. Teknis Pelaksanaan

1. Pengambilan data dilakukan di Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang

Selatan sesuai dengan jumlah sampel.

2. Peneliti mendatangi responden, yang merupakan ibu-ibu di wilayah di

Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

3. Peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian ini, kemudian meminta

kesediaan responden untuk ikut dalam penelitian ini.

4. Peneliti memberikan lembar persetujuan ikut dalam penelitian kepada

responden untuk diisi.

5. Setelah selesai menandatangani persetujuan penelitian, peneliti melakukan

wawancara terpimpin (guidance interview) terhadap kuesioner.

3.5. Manajemen Data

3.5.1. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang dimodifikasi dari penelitian sebelumnya oleh Sari (2011) dan Lisana (2011) dan telah divalidasi.13,14 Data dikumpulkan langsung oleh peneliti dengan cara melakukan kunjungan ke Puskesmas Ciputat Timur.

3.5.2. Pengumpulan Data

Penelitian dilaksanakan jika responden telah mendapatkan informed

(30)

3.5.3. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

a) Menyunting data (data editing)

Editing dilakukan setiap kali responden selesai mengisi kuisioner. Bila ada kesalahan atau data tidak lengkap peneliti kembali menemui responden untuk klarifikasi. Editing ini dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan konsistensi pengisian setiap jawaban kuisioner.

b) Mengkode data (data coding)

Proses pemberian kode kepada setiap variabel yang telah dikumpulkan. Pemberian kode ini ditujukan untuk memudahkan dalam memasukkan data.

c) Memasukkan data (data entry)

Memasukkan data yang telah diberikan kode dalam program statistik.

Program komputer yang digunakan adalah software computer SPSS 16 for

windows.

d) Membersihkan data (data cleaning)

Setelah data dimasukkan dilakukan pengecekan kembali. Tujuan pengecekan ulang adalah untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.

e) Memberikan nilai data (data scoring)

(31)

3.5.4. Analisis dan Penyajian Data

Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari tiap variabel yang diteliti, akan digunakan analisis univariat, sedangkan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel dependen dan independen

digunakan analisis bivariat. Teknik analisis yang dilakukan yaitu dengan uji

Chi-Square (X2), untuk melakukan hubungan antara variabel kategorik dengan kategorik. Analisis ini bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok sampel, sehingga diketahui ada atau tidaknya suatu hubungan yang bermakna secara statistik. Jika tidak memenuhi syaratuji Chi-Square maka akan dilakukan penggabungan sel. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95% dengan α 5%, sehingga jika nilai p (p value) < 0,05 berarti terdapat hubungan bermakna (signifikan) antara variabel yang diteliti. Jika nilai p > 0,05 berarti tidak ada hubungan bermakna antara variabel yang diteliti. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.

3.6. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

(32)
(33)

Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian (lanjutan)

8. Pengetahuan

Segala sesuatu yang diketahui responden

mengenai TBC dan imunisasi BCG

Kuesioner Wawancara

1. Rendah, jika 0-5 dari skor maksimal 17 2. Sedang, jika

6-11dari skor maksimal 17 3. Tinggi, jika

12-17 dari skor maksimal 17

Ordinal

9.

Pemberian imunisasi BCG

Pemberian vaksin

BCG pada anak. Kuesioner Wawancara

1. Tidak diberikan

(34)

Hasil penelitian diambil dari 106 sampel yang telah didapat dengan

metode pengambilan sampel consecutive sampling. Penelitian ini dilakukan

dengan cara mengunjungi Puskesmas Ciputat Timur, posyandu-posyandu, serta rumah ibu-ibu yang mempunyai anak yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur pada bulan Agustus-September 2012.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang TBC dengan pemberian imunisasi BCG pada anak di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur, melalui kuesioner yang diisi dengan wawancara terpimpin. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sudah dilakukan uji validitas sebelumnya, dengan wawancara terpimpin terhadap 10 responden dan didapatkan hasil baik.

4.1. Analisis Univariat

4.1.1. Data Karakteristik Responden

Tabel 4.1. Data Karakteristik Responden

Variabel Karakteristik Jumlah Persentase

(%)

Pendidikan Tidak sekolah

Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

Tamat akademi / perguruan tinggi

1

Pekerjaan Tidak bekerja

Bekerja

89 17

(35)

Tabel 4.1. Data Karakteristik Responden (lanjutan)

Variabel Karakteristik Jumlah Persentase

(%)

Pendidikan Suami Tidak sekolah

Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

Tamat akademi / perguruan tinggi

0

Pekerjaan Suami Pegawai Negeri

Pegawai Swasta

Tabel 4.1. memperlihatkan sebaran berbagai karakteristik dari 106 responden. Pada penelitian ini responden dibagi menjadi dua kelompok umur, yaitu responden yang berumur ≤ 30 tahun dan > 30 tahun dengan rentang usia 19-55 tahun. Proporsi umur responden terbesar pada umur ≤ 30 tahun sebanyak 49 responden (46,2%). Sedangkan 57 responden sisanya berumur > 30 tahun dengan proporsi 53,8%. Hal ini berlawanan dengan penelitian Lisana (2011) mengenai hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi dasar pada bayi dan balita di RW 09 Kelurahan Cirendeu Kecamatan Ciputat Timur tahun 2011 bahwa proporsi ibu dengan usia ≤ 30 tahun lebih tinggi yaitu 69,4%.14

Berdasarkan jumlah anak dapat dilihat sebarannya dibagi menjadi dua kelompok, responden dengan jumlah anak ≤ 2 dan jumlah anak > 2. Proporsi

terbesar sebanyak 81 responden (76,4%) mempunyai anak berjumlah ≤ 2,

sedangkan 25 responden lainnya (23,6%) mempunyai anak berjumlah > 2. Hal ini

sesuai dengan penelitian Lisana (2011) bahwa ibu dengan jumlah anak ≤ 2 lebih

tinggi dengan proporsi 77,8%.14

(36)

sebanyak 17 orang (16,0%), tamat SD sebanyak 7 orang (6,6%), tidak tamat SD sebanyak 5 orang (4,7%), dan responden yang tidak bersekolah hanya 1 orang (0,9%). Sebaran pendidikan responden juga dikelompokkan menjadi dua kategori, responden dengan pendidikan rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP) dan responden dengan pendidikan tinggi (tamat SMA, tamat perguruan tinggi). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 64 (60,4%) berpendidikan tinggi, 42 responden lainnya (39,6%) berpendidikan rendah. Hal ini sesuai dengan Lisana (2011) bahwa ibu

dengan kategori pendidikan tinggi lebih banyak dengan proporsi 62,5%.14

Berdasarkan pekerjaan responden didapatkan bahwa sebesar 89 responden (84%) tidak bekerja, umumnya mereka sehari-hari berada di rumah sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan 17 responden lainnya (16%) bekerja. Hal ini sesuai dengan Lisana (2011), bahwa ibu yang tidak bekerja persentasinya lebih tinggi, yaitu 77,8%.14

Pendidikan suami responden dengan proporsi terbesar adalah tamat SMA sebanyak 61 orang (57,5%), kemudian secara berturut-turut jumlah responden yang tamat SMP sebanyak 18 orang (17,0%), lulus akademi atau perguruan tinggi sebanyak 15 orang (14,2%), tamat SD sebanyak 11 orang (10,4%), tidak tamat SD sebanyak 1 orang (1,9%), dan tidak ada suami responden yang tidak pernah bersekolah. Sebaran pendidikan suami responden juga dikelompokkan menjadi dua, pendidikan suami rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP) dan pendidikan suami tinggi (tamat SMA, tamat perguruan tinggi). Dari hasil penelitian didapat bahwa sebesar 76 orang suami responden berpendidikan tinggi (71,7%). Sedangkan 30 orang suami responden (28,3%) berpendidikan rendah. Hal ini juga sesuai dengan Lisana (2011) bahwa suami dengan pendidikan tinggi memiliki persentase lebih banyak, yaitu 80,6%.14

(37)

orang (10,4%). Hal ini pun sesuai dengan Lisana (2011) bahwa suami dengan

pekerjaan sebagai pegawai swasta meiliki persentasi lebih banyak, yaitu 55,6%.14

Dengan berbagai jenis pekerjaan yang sudah dipaparkan sebelumnya, dapat dilihat sebaran penghasilan keluarga responden per bulan. Sebaran penghasilan keluarga responden dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan ketentuan Upah Minimum Kota (UMK) Tangerang Selatan yang berlaku hingga saat penelitian ini berlangsung, bulan Agustus 2012, yaitu keluarga responden dengan penghasilan ≤ Rp 1.529.150, berpenghasilan Rp 1.529.150 dan > Rp 1.245.000. Sebanyak 42 keluarga (39,6%) berpenghasilan sebesar < Rp 1.529.150, keluarga yang berpenghasilan sesuai UMK yaitu Rp 1.529.150 sebanyak 26 keluarga (24,5%). Sedangkan 38 keluarga responden lainnya (35,8%) berpenghasilan > Rp 1.529.150. Hal ini berbeda dengan penelitian Lisana (2011),

bahwa penghasilan keluarga di atas upah minimum kota (UMK) sebanyak 54%.14

4.1.2. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik tentang TB

Pengukuran pengetahuan responden pada penelitian ini diukur menggunakan kuesioner dengan pertanyaan-pertanyaan spesifik tentang penyakit tuberkulosis. Pada tabel 4.2 dapat dilihat sebaran responden berdasarkan jawaban pertanyaan mengenai pengetahuan penyakit tuberkulosis.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik tentang TB

No Item Pertanyaan Benar Salah

n % N %

1. Mengetahui definisi penyakit tuberkulosis 91 85,8 15 14,2 2. Mengetahui penyebab penyakit tuberkulosis 47 44,3 59 55,7 3. Mengetahui tanda dan gejala penyakit tuberkulosis 88 83,0 18 17,0 4. Mengetahui cara penularan penyakit tuberkulosis 86 81,1 20 18,9 5. Mengetahui kebiasaan yang memperburuk penyakit

tuberkulosis 83 78,3 23 21,7

6. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk

menegakkan diagnosis tuberkulosis 55 51,9 51 48,1 7. Mengetahui penyebab kegagalan terapi penyakit

tuberkulosis 62 58,5 44 41,5

(38)

Pada tabel 4.2 terlihat bahwa 91 responden (85,8%) mengetahui definisi penyakit tuberkulosis. Untuk bakteri penyebab penyakit tuberkulosis hanya diketahui oleh 47 responden (44,3%) sedangkan yang tidak mengetahui penyebabnya berjumlah 59 responden (55,7%). Mayoritas responden sebanyak 88 orang (83,0%) mengetahui tanda dan gejala penyakit tuberkulosis. Cara penularan penyakit tuberkulosis dapat dijawab oleh 86 responden dengan benar (81,1%). Sebanyak 83 responden (78,8%) mengetahui kebiasaan-kebiasaan yang dapat memperburuk kondisi pasien tuberkulosis. Untuk penegakkan diagnosis, sebanyak 55 responden (51,9%) mengetahui beberapa pemeriksaan penunjang. Sebanyak 62 responden (58,5) mengetahui sebab kegagalan terapi pada pasien TB. Jumlah responden yang mengetahui lama masa terapi pada pasien TB sebanyak 71 orang (67,0%). Sebanyak 70 responden (66,0%) tidak mengetahui efek samping obat anti tuberkulosis.

Masih banyaknya responden yang tidak mengetahui penyebab penyakit tuberkulosis (55,7%) serta minimnya pengetahuan responden terhadap pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis tuberkulosis (48,1%) seharusnya mendapatkan perhatian dari pihak penyedia layanan kesehatan. Dalam hal ini puskesmas dan tenaga-tenaga kesehatan harus lebih giat dalam mengadakan penyuluhan dan edukasi penyakit tuberkulosis dan bahaya yang dapat ditimbulkannya.

Berdasarkan data pada tabel 4.2 maka sebaiknya tenaga kesehatan terutama di puskesmas lebih aktif untuk melakukan edukasi dan penyuluhan. Berdasarkan penelitian Niko (2011) tentang hubungan perilaku dan kondisi Sanitasi rumah dengan kejadian TB paru di Kota Solok tahun 2011 di Kota Solok, terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan TB dan angka kejadian TB. Responden dengan pengetahuan TB rendah berisiko 4,667 kali lebih tinggi

(39)

4.1.3. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang TB

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang TB

Pengetahuan TB Jumlah Persentase (%)

Rendah 24 22,6

Sedang 31 29,2

Tinggi 51 48,1

Total 106 100,0

Dari tabel 4.3 terlihat distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan mereka tentang penyakit tuberkulosis. Sebanyak 51 responden (48,1%) memiliki pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis yang tinggi. Responden yang memiliki pengetahuan tuberkulosis sedang sebanyak 31 responden (29,2%). Terakhir, sebanyak 24 responden (22,6%) memiliki pengetahuan tuberkulosis yang rendah. Hal ini berlawanan dengan penelitian Niko (2011) di Solok dengan distribusi frekuensi responden dengan tingkat

pengetahuan rendah lebih banyak, yaitu 63,6%.16

(40)

4.1.4. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik tentang Imunisasi BCG

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik tentang Imunisasi BCG

No Item Pertanyaan

Benar Salah

n % n %

1. Mengetahui tentang adanya program imunisasi 105 99,1 1 0,9 2. Mengetahui tujuan imunisasi secara umum 102 96,2 4 3,8 3. Mengetahui adanya imunisasi dasar 100 94,3 6 5,7 4. Mengetahui tujuan pemberian imunisasi BCG 51 48,1 55 51,9 5. Mengetahui jumlah pemberian imunisasi BCG 81 76,4 25 23,6 6. Mengetahui waktu pemberian imunisasi BCG 77 72,6 29 27,4 7. Mengetahui bahwa imunisasi BCG tidak perlu diulang 68 64,2 38 35,8 8. Mengetahui cara pemberian imunisasi BCG 89 84,0 17 16,0

Pada tabel 4.3 bahwa secara umum, responden memiliki pengetahuan tentang imunisasi yang cukup baik. Sebanyak 7 dari 8 pertanyaan memiliki frekuensi di atas 50%. Sebanyak 105 responden (99,1%) mengetahui tentang adanya program imunisasi. Jumlah responden yang mengetahui tujuan imunisasi secara umum berjumlah 102 orang (96,2%). Sebanyak 100 responden (94,3%) mengetahui adanya imunisasi dasar. Responden yang mengetahui jumlah pemberian imunisasi BCG sebanyak 81 orang (76,4%). Sebanyak 77 ibu (72,6%) mengetahui waktu pemberian imunisasi BCG. Responden yang menjawab benar bahwa imunisasi BCG tidak perlu diulang sebanyak 68 responden (64,2%). Sebanyak 89 responden (84,0%) mengetahui cara pemberian imunisasi BCG yaitu disuntikkan di lengan bayi. Namun terlihat pada tabel 4.3 bahwa hanya 51 responden (48,1%) yang mengetahui tujuan pemberian imunisasi BCG.

(41)

ibu akan lebih sadar untuk memberikan anaknya imunisasi BCG. Hal ini senada sesuai dengan penelitian Selvia (2011) yang menghubungkan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi BCG di Kelurahan Batang Arau

wilayah kerja Puskesmas Pemancungan Padang Tahun 2011 dengan nilai p 0,010

sehingga terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan ibu dengan pemberian

imunisasi BCG.17

4.1.5. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Imunisasi BCG

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Imunisasi BCG

Pengetahuan Imunisasi

BCG Jumlah Persentase (%)

Rendah 1 0,9

Sedang 21 19,8

Tinggi 84 79,2

Total 106 100,0

Dari tabel 4.5 terlihat distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan mereka tentang imunisasi BCG. Sebanyak 84 responden (79,2%) memiliki pengetahuan tentang imunisasi BCG yang tinggi. Responden yang memiliki pengetahuan imunisasi BCG sedang sebanyak 21 responden (19,8%). Terakhir, hanya 1 responden (0,9%) memiliki pengetahuan imunisasi BCG yang rendah. Dalam penelitian Irwansyah (2011) kategori terbanyak pada pengetahuan sedang, yaitu sebesar 61,6%.18

(42)

pengetahuan imunisasi tinggi diharapkan berbanding lurus dengan pemberian imunisasi BCG pada anaknya.

4.1.6. Sebaran Responden Berdasarkan Perilaku Pemberian Imunisasi BCG

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Pemberian Imunisasi BCG

Pemberian Imunisasi

BCG Jumlah Persentase (%)

Tidak Diberikan 2 1,9

Diberikan 104 98,1

Total 106 100,0

Tabel 4.6 menggambarkan angka pemberian imunisasi BCG yang baik. Dari total 106 responden, sebanyak 104 responden (98,1%) telah memberikan anaknya imunisasi BCG. Hanya 2 responden (1,9%) yang tidak memberikan anaknya imunisasi BCG. Hal ini lebih besar dari data di Puskesmas Ciputat Timur pada November 2011 sebesar 91,3% dan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes Depkes (2010) yang menyatakan bahwa cakupan imunisasi tertinggi adalah imunisasi BCG dengan proporsi sebesar 94,1% pada tahun 2007, turun menjadi 93,3% pada tahun 2008, lalu meningkat menjadi 93,8% pada tahun 2009.19 Menurut Erni dan Livana (2007) yang melakukan penelitian tentang hubungan pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Ambarawa tahun 2007 menemukan bahwa

terdapat hubungan antara pemberian BCG dengan TB paru.20

(43)

terdekat untuk diimunisasi BCG. Sedangkan 1 orang responden sisanya memang berpendidikan rendah serta memiliki pengetahuan tentang tuberkulosis dan pengetahuan imunisasi BCG yang rendah sehingga berakibat kedua anak responden tidak diberikan imunisasi BCG.

4.2. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel dependen dan independen dalam penelitian ini, dilakukan analisis bivariat. Analisis bivariat

yang dilakukan yaitu dengan uji statistik Chi-Square, untuk menentukan

hubungan antara variabel kategorik dengan kategorik. Melalui uji statistik ini akan diperoleh nilai p, dimana nilai p dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan bermakna jika

mempunyai nilai p≤ 0,05 yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima dan dikatakan

tidak bermakna jika mempunyai nilai p >0,05 yang berarti Ho diterima dan Ha ditolak.

4.2.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan TB dengan Pemberian Imunisasi BCG

Tabel 4.7. Hubungan Tingkat Pengetahuan TB dengan Pemberian Imunisasi BCG

menggunakan cross-tabs Chi-Square

Pengetahuan TB

Imunisasi BCG

Total p-value Tidak Diberikan Diberikan

N N N %

Dari tabel 4.7 terdapat penggabungan sel antara kategori pengetahuan TB rendah dan pengetahuan TB sedang, dengan alasan jumlah responden dengan pengetahuan TB rendah paling sedikit. Setelah dilakukan penggabungan sel maka

dilakukan uji Chi-Square. Namun karena ada 4 sel yang memiliki expected count

(44)

digunakan alternatif uji statistik Fisher untuk mencari p-value hubungan antara variabel kategorik dengan kategorik. Kemudian diperoleh p-value = 1,000 (p > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang tuberkulosis dengan pemberian imunisasi BCG pada anak.

Hasil penelitian ini tidak bermakna secara uji statistik mungkin karena disebabkan oleh variabel perilaku pemberian imunisasi BCG yang terlalu homogen serta persebarannya yang merata pada kategori pengetahuan TB rendah-sedang dan tinggi. Pada penelitian selanjutnya mungkin diperlukan populasi yang lebih besar untuk menghindari variabel yang terlalu homogen.

4.3. Keterbatasan Penelitian

1. Jumlah responden yang terbatas sehingga kurang mewakili populasi yang

lebih luas di masyarakat.

2. Data yang terlalu homogen diakibatkan karena pemilihan populasi

terjangkau di puskesmas dan posyandu.

3. Sampel tidak menyentuh populasi ibu sebagai berpendidikan tinggi,

wanita karir, dan sosial ekonomi tinggi.

4. Rancangan penelitian cross-sectional mempunyai kelemahan. Hubungan

(45)

5.1. Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 106 orang, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan karakteristik responden, 57 orang (53.8%) berusia di atas 30

tahun, 81 orang (76.4%) mempunyai anak kurang atau sama dengan 2 anak, 47 orang (44.3%) berpendidikan terakhir pada jenjang SMA, 89 orang (84%) tidak bekerja, 42 orang (39.6%) berpendapatan di bawah UMK Tangerang Selatan.

2. Sebanyak 51 orang (48,1%) memiliki pengetahuan tentang penyakit

tuberkulosis yang tinggi. Sebanyak 84 orang (79,2%) berpengetahuan tinggi tentang imunisasi BCG.

3. Berdasarkan perilaku pemberian imunisasi BCG, sebanyak 104 orang

(98,1%) telah memberikan anaknya imunisasi BCG dan ada 2 orang (1,9%) yang tidak memberikan anaknya imunisasi BCG.

(46)

5.2. Saran

1. Masyarakat

Masyarakat diharapkan untuk memahami bahaya penyakit tuberkulosis sehingga diharapkan angka kejadian TB dapat berkurang dengan pemberian imunisasi BCG pada anak. Jangan malu untuk bertanya jika ada informasi yang kurang jelas mengenai tuberkulosis ataupun pemberian imunisasi BCG.

2. Puskesmas

Puskesmas dan tenaga kesehatan melakukan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis dan imunisasi BCG. Puskesmas memberikan pelayanan yang terbaik, memberikan edukasi yang komunikatif serta meningkatkan pengetahuan para kader di kelurahan sehingga masyarakat mengerti tentang tuberkulosis dan menyadari pentingnya memberikan imunisasi BCG kepada anaknya.

3. Peneliti Selanjutnya

(47)

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Tuberculosis Control 2011. WHO report 2011. Geneva: World Health

Organization; 2011. Chapter 2, The burden of disease caused by TB; p.9-10.

2. Tuberculosis Global Facts 2011/2012. Geneva: World Health Organization;

2012. p.1.

3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1611/MENKES/SK/XI/2005 Tentang

Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.

4. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Indikator Kesehatan

tahun 1995–2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik (BPS); 2011.

5. Laporan Tahunan 2011. Tangerang Selatan: Puskesmas Ciputat Timur; 2011.

6. Kamus Kedokteran Dorland. Ed 29. Jakarta: EGC; 2002. p.2306

7. Amin Z., Bahar S., Tuberkulosis Paru. Dalam Sudoyo Aru, et al. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. p.2230-7.

8. Kathryn L.McCance, et al. Pathophysilogy: The Biologic Basis for Disease in

Adults and Children. 6th ed. Canada: Elsevier; 2010. p.1293-4.

9. Amin Z., Bahar S., Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Dalam Sudoyo Aru,

et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. p.2243-5.

10.Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Ed 8. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia; 2002. p.11-3.

11.Rahajoe, N.N, Basir, D., Makmuri, M.S., Kartasasmita C.B,. Pedoman

Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2007.

12.Carlos M. Perez-Velez, Ben J. Marais. Tuberculosis in Children. New

England Journal of Medicine. 2012 ;367:348-61.

13.Sari. Pengaruh Pengetahuan Penderita TB Paru, Faktor Pelayanan Kesehatan

(48)

14.Aliya Lisana S. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi dan Balita di RW 09 Kelurahan Cirendeu Kecamatan Ciputat Timur tahun 2011. [Skripsi Strata 1]. Jakarta: Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah; 2011.

15.Keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.1-Huk/2012 tahun 2012.

16.Putra Niko R. Hubungan Perilaku dan Kondisi Sanitasi Rumah dengan

Kejadian TB Paru di Kota Solok Tahun 2011. [Skripsi Strata 1]. Padang: Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas; 2011.

17.Selvia B. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu dengan

Pemberian Imunisasi BCG Di Kelurahan Batang Arau Wilayah Kerja Puskesmas Pemancungan Padang Tahun 2011. [Karya Tulis Ilmiah]. Padang: Politeknik Kesehatan Padang; 2011.

18.Irwansyah Miswan S. Gambaran Perilaku Ibu terhadap Pemberian Imunisasi

BCG di wilayah Puskesmas Tanjung Marulak Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi. [skripsi strata 1]. Tebing Tinggi: Akademi Keperawatan Bina Husada; 2011.

19.Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2010.

20.Livana, Erni M., Hubungan Pemberian Imunisasi BCG dengan Kejadian

(49)

LAMPIRAN

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

SURAT PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ………

Umur : ……… tahun

Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari penelitian tersebut di bawah ini yang berjudul :

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG TB DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG PADA ANAK DI PUSKESMAS CIPUTAT

TIMUR TAHUN 2012

dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini serta berhak untuk mengundurkan diri.

Tangerang Selatan, 2012

Mengetahui Yang menyetujui

Peneliti Responden

(50)

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG TB DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG PADA ANAK

DI PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR TAHUN 2012

6. Akademi / Perguruan Tinggi

Pekerjaan 1. Ibu rumah tangga

2. Pegawai Negeri

(51)

Isilah kolom di bawah ini dengan check list (v) atau silang (x) !

- Penyakit menular yang disebabkan oleh kuman/bakteri

2. Anda tahu penyebab penyakit TB Paru?

- Kuman Mycobacterium tuberculosis

3. Anda tahu apa tanda seseorang terkena penyakit TB

Paru?

- Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih, batuk bercampur darah, berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik.

4. Anda tahu bagaimana cara penularan penyakit TB

Paru?

- Penularan penyakit TB Paru dapat terjadi melalui batuk, bersin yang mengandung kuman TB yang terhirup orang lain.

5. Anda tahu kebiasaan yang memperburuk

kesehatan penderita TB Paru?

- Merokok, lingkungan dan kurang gizi.

6. Anda tahu bila tidak menelan obat sekali saja

pengobatan bisa gagal?

7. Anda tahu pemeriksaan apa yang dilakukan untuk

dapat menegakkan seseorang menderita TB Paru?

- Pemeriksaan dahak, rontgen dan laboratorium.

8. Anda tahu berapa lama seorang penderita TB Paru

harus minum obat?

- Minum obat selama 6 bulan dengan tahap awal (2 bulan) obat diminum setiap hari dan dilanjutkan dengan minum obat 3x seminggu selama 4 bulan.

9. Anda tahu kemungkinan efek samping yang

dapat ditimbulkan Obat Anti Tuberkulosis?

(52)

Lingkari (o) atau silang (x) jawaban yang menurut Anda benar, serta isilah jika terdapat pertanyaan isian!

PENGETAHUAN TENTANG IMUNISASI BCG

No Pertanyaan Jawaban

1. Apakah ibu pernah mendengar tentang imunisasi?

A. Pernah B. Tidak pernah

2 Menurut ibu, apa yang dimaksud

imunisasi?

A.Usaha menyembuhkan anak dari

suatu penyakit

B. Usaha untuk meningkatkan kekebalan

tubuh anak agar tidak mudah terkena imunisasi dasar yang wajib diberikan pada anak?

(Jawaban boleh lebih dari satu)

A. BCG

4 Apakah ibu tahu tujuan pemberian

imunisasi BCG?

A. Agar bayi sembuh dari penyakit

tuberkulosis (TB)

B. Mengurangi resiko terkena penyakit

tuberkulosis (TB) yang berat

C. Agar bayi tidak terkena penyakit

tuberkulosis (TB)

D. Tidak tahu

5 Berapa kali pemberian imunisasi

BCG?

A. Satu kali

B. Dua kali

C. Tiga kali

D. Tidak tahu

6. Pada usia berapa seorang bayi diberikan imunisasi BCG?

A.1 minggu

B. 2-3 bulan

C.9 bulan

D.Tidak tahu

7. Apakah pemberian imunisasi BCG perlu diulang?

A.Ya

B. Tidak

(53)

No Pertanyaan Jawaban 8. Bagaimana cara pemberian

imunisasi BCG?

A.Diteteskan di mulut

B.Disuntikkan di lengan bayi C.Disuntikkan di pantat bayi D.Tidak tahu

9. Apakah anak ibu diberikan

imunisasi BCG?

A. Sudah diberikan

B. Belum diberikan

C. Tidak diberikan D. Ragu-ragu

Jika tidak diberikan imunisasi BCG, mengapa?

Alasan :

(54)

No Nama Umur Jumlah

Anak Pendidikan Pekerjaan

(55)
(56)
(57)

95 Ya 32 1 4 1 5 2 2 1 0 0 1 1 0 1 1 0

96 Ii 25 2 4 1 4 4 2 1 0 1 1 1 1 0 1 0

97 Wa 37 3 3 1 3 4 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1

98 Sa 34 3 5 1 5 2 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1

99 Su 35 1 4 1 4 4 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1

100 Wi 32 2 5 1 5 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1

101 Yu 30 2 2 1 3 2 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0

102 Ii 35 2 2 1 3 3 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

103 An 30 2 4 1 3 3 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0

104 Uc 23 1 3 1 4 4 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0

105 Ma 50 7 6 1 5 3 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0

106 Ro 29 3 1 1 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Pengetahuan Tentang Imunisasi BCG

No Nama Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5 Soal 6 Soal 7 Soal 8 Soal 9

1 Na 1 1 1 1 1 1 1 1 2

2 Ha 1 1 1 1 1 1 1 1 2

3 vi 1 1 1 0 1 1 1 1 2

4 In 1 1 0 0 0 1 1 1 2

5 Am 1 1 1 0 0 1 1 1 2

6 Na 1 1 1 1 1 1 1 1 2

7 He 1 1 1 0 1 1 1 1 2

8 An 1 1 1 0 1 1 1 1 2

9 El 1 1 0 0 0 1 1 1 2

10 Tr 1 1 1 1 1 1 1 1 2

(58)
(59)
(60)

80 Jo 1 1 1 1 1 0 0 1 2

81 Fa 1 1 1 0 1 1 1 1 2

82 Ev 1 1 1 0 0 0 0 1 2

83 Di 1 1 1 0 1 0 1 1 2

84 Nu 1 1 1 0 1 0 1 1 2

85 En 1 1 1 1 0 0 1 1 2

86 Li 1 1 1 1 0 1 0 1 2

87 Ri 1 1 1 0 1 1 0 1 2

88 Ne 1 1 1 1 1 0 1 1 2

89 Eg 1 1 1 0 1 1 1 1 2

90 Ir 1 1 1 0 1 1 1 1 2

91 Ul 1 1 1 0 0 0 0 1 2

92 Li 1 1 1 1 0 1 1 1 2

93 Ca 1 1 1 0 1 0 0 0 2

94 Mi 1 1 1 1 1 1 0 0 2

95 Ya 1 1 1 1 1 1 0 0 2

96 Ii 1 1 1 0 0 0 1 1 2

97 Wa 1 1 1 1 1 1 1 1 2

98 Sa 1 0 1 1 0 0 0 1 2

99 Su 1 1 1 0 1 0 1 1 2

100 Wi 1 1 1 1 0 0 1 1 2

101 Yu 1 1 1 0 1 0 1 1 2

102 Ii 0 0 0 0 0 0 0 0 1

103 An 1 1 1 0 1 0 1 1 2

104 Uc 1 1 1 0 0 1 1 1 2

105 Ma 1 1 1 0 1 1 1 1 1

(61)

34

(62)

Pola Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Usia

(63)

Pola Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan

Pola Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan

(64)

Pola Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Suami

Pola Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan Suami

Pola Distribusi Responden berdasarkan Penghasilan Keluarga

(65)

Pola Distribusi Responden berdasarkan Perilaku Pemberian Imunisasi BCG

Pola Distribusi Responden berdasarkan Status Pengetahuan TB

(66)

Pola Distribusi Responden berdasarkan Perilaku Pemberian Imunisasi BCG

BIVARIAT

Gambar

Tabel 2.1.
Tabel 2.2 Dosis Obat yang Dipakai di Indonesia9
Tabel 2.3 Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis9
Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan adalah kedelai kuning varietas Anjasmoro didapat dari Balitkabi yang dikecambahkan, gula pasir, dan maltodekstrin. Untuk analisis kadar proksimat meliputi..

penelitian ini di tarik kesimpulan bahwa dari uji parsial ( uji T) di peroleh hasil bahwa faktor sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dipersepsikan

Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Responden dengan Tingkat Pengetahuan Mengenai Event “Mandi Busa” Melalui Publisitas di Ciputra Waterpark Surabaya.... Tabulasi Silang

Budiardjo secara umum mengartikan partisipasi politik sebagai suatu kegiatan seseorang atau sekelompok orang yang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan

Tujuan penelitian adalah (1) mengetahui dominasi komunikasi scientific pada pembelajaran biologi (2) mengetahui faktor penyebab dominasi komunikasi scientific pada

1) Peranan guru dalam mendampingi remaja selama berada di sekolah melalui bimbingan kerohanian tetap dipertahankan dan ditingkatkan sehingga remaja selaku peserta

 Lima dari tujuh kelompok pengeluaran yang ada mengalami kenaikan indeks, yakni berturut-turut: kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik 0,19 persen;

Model pembelajaran Snowball Throwing adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa dibentuk dalam beberapa kelompok yang heterogen kemudian dipilih