KAJIAN PENYEBARAN AIR DI DAERAH PERAKARAN
PADA BEBERAPA JENIS TANAH DAN TANAMAN
DALAM SKALA LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH
HILMAN MURASAPROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
KAJIAN PENYEBARAN AIR DI DAERAH PERAKARAN
PADA BEBERAPA JENIS TANAH DAN TANAMAN
DALAM SKALA LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH :
HILMAN MURASA
100308052/KETEKNIKAN PERTANIAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana Di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015
Prof. Dr. Ir. Sumono, MS Ketua
ABSTRAK
HILMAN MURASA : Kajian Penyebaran Air di Daerah Perakaran Pada Beberapa Jenis Tanah Dan Tanaman Dalam Skala Laboratorium, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.
Mengetahui penyebaran air di daerah perakaran cukup penting sebagai salah satu pertimbangan dalam memberikan irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebaran air di daerah perakaran pada beberapa jenis tanah dan tanaman dalam skala Laboratorium. Parameter yang diamati adalah sifat fisik tanah, evapotranspirasi, perkolasi, efisiensi pemakaian air dan penyimpanan air, berat basah dan berat kering tanaman. Hasil penelitian menunjukkan tanah Inceptisol bertekstur Liat, tanah Latosol bertekstur Liat, dan tanah Andepts bertekstur Lempung Liat Berpasir. Evapotranspirasi tanaman sawi terbesar pada fase tengah sebesar 1,92 mm/hari dan tanaman kedelai juga pada fase tengah sebesar 1,84 mm/hari. Perkolasi terbesar untuk tanaman sawi adalah pada tanah Andepts sebesar 1,85 cm/hari dan perkolasi terbesar untuk tanaman kedelai adalah pada tanah Inceptisol sebesar 0,41 cm/hari. Efisiensi pemakaian terbesar tanaman sawi adalah pada tanah Latosol sebesar 100% baik fase tengah maupun fase akhir, efisiensi pemakaian terbesar tanaman kedelai adalah pada tanah Latosol sebesar 100% baik fase tengah maupun fase akhir. Efisiensi penyimpanan terbesar tanaman sawi adalah pada tanah Inceptisol dan Andepts sebesar 100% pada fase tengah, efisiensi penyimpanan terbesar tanaman kedelai adalah pada tanah Inceptisol dan Andepts sebesar 100%. Bobot tanaman sawi terbesar adalah pada tanah Inceptisol dengan berat basah sebesar 44,42 g berat kering sebesar 9,97 g. Bobot tanaman kedelai terbesar adalah pada tanah Inceptisol yaitu dengan berat basah sebesar 26,67 g berat kering sebesar 7,96 g.
Kata Kunci : Efisiensi, Penyebaran, Tanaman Sawi, Tanaman Kedelai Tanah Inceptisol, Tanah Latosol, Tanah Andepts
ABSTRACT
HILMAN MURASA : Inspect about water spreading in root area for variety of soil and plant with laboratory scale, supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.
We know about water spreading in root area important for one of our opinion to give the irrigation. This research purpose to inspect water spreading in root area for variety of soil and plant with laboratory scale. The parameters was observed about soil physics character, evapotranspiration, percolation, water efficiency, and water storage, wet weight and dry weight plant. The result of this research shawn Inceptisol soil clay textural, Latosol soil clay textural, and Andepts soil sand clay loam textural. The biggest evapotranspiration for mustard green plant in middle phase 1,92 mm/day and soya bean plant 1,84 mm/day. The biggest percolation for mustard green plant in Andepts soil 1,85 cm/day and the biggest percolation for soya bean plant in Inceptisol soil 0,41 cm/day. The biggest water use efficiency for mustard green plant in Latosol soil 100% that’s for middle and last phase, the biggest water use efficiency for soya bean plant in Latosol soil 100%, that’s for middle and last phase. The biggest water storage efficiency for mustard green plant in Inceptisol and Andepts soil 100% for middle phase, the biggest water storage efficiency for soya bean in Inceptisol and Andepts soil 100%. The biggest weight for mustard green plant in Inceptisol soil with weight 44,42 g and dry weight 9,97 g. The biggest weight for soya bean plant in Inceptisol with wet weight 26,67 g and dry weight 7,96 g.
RIWAYAT HIDUP
Hilman Murasa, dilahirkan di Medan pada tanggal 5 Januari 1992, dari
Ayah Karmali, SH dan Sakdah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Takengon dan pada tahun
2010 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur Mandiri.
Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Kepala Biro Bidang
Pengabdian Masyarakat Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA)
FP USU.
Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) selama satu
bulan di PT RAPALA (Raya Padang Langkat) Gebang, Sumatera Utara pada
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Adapun judul dari Skripsi ini yaitu “Kajian Penyebaran Air Di Daerah
Perakaran Pada Beberapa Jenis Tanah dan Tanaman Dalam Skala Laboratorium” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan kepada
Bapak Nazif Ichwan, STP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Skripsi ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Medan, Maret 2015
DAFTAR ISI
Daftar Lampiran ... vii
Pendahuluan Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Manfaat Penelitian ... 3
Tinjauan Pustaka Distribusi Air di Daerah Perakaran ... 4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Air Pada Daerah Perakaran Infitrasi ... 6
Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) ... 10
Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density) ... 11
Porositas Tanah ... 12
Bahan Organik ... 13
Perkolasi ... 13
Kadar Air Tanah ... 14
Kapasitas Lapang ... 16
Efisiensi Irigasi ... 16
Efisiensi pemakaian air ... 17
Efisiensi penyimpanan air ... 17
Botani Tanaman Sawi ... 18
Botani Tanaman Kedelai ... 19
Berat Kering Tanaman Sawi dan Kedelai ... 21
Bahan Dan Metode Waktu Dan Tempat Penelitian ... 22
Bahan Dan Alat Penelitian ... 22
Metode Penelitian ... 22
Prosedur Penelitian ... 22
Parameter Penelitian ... 24
Hasil Dan Pembahasan Sifat Fisik Tanah ... 26
Kadar Air Kapasitas Lapang ... 28
Evapotranspirasi ... 29
Perkolasi ... 31
Efisiensi Pemakaian Air ... 32
Efisiensi Penyimpanan Air ... 33
Kecukupan Air Irigasi ... 34
Berat Kering Tanaman Sawi Dan Kedelai ... 41
Kesimpulan Dan Saran ... 43
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1. Distribusi akar alfalfa dengan kedalaman air tanah yang dangkal
pada 75 cm di bawah permukaan tanah ... 5
2. Penggunaan air oleh alfalfa dari setiap meter tanah daerah akar
pada daerah tandus dengan permukaan air tanah yang dalam ... 6
3. Grafik evapotranspirasi (etc) pada fase tengah dan akhir
pertumbuhan tanaman sawi ... 29
4. Grafik evapotranspirasi (etc) pada fase tengah dan akhir
pertumbuhan tanaman kedelai ... 30
5. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan
tanaman sawi pada tanah Inceptisol ... 35
6. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan
tanaman sawi pada tanah Latosol ... 35
7. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan
tanaman sawi pada tanah Andepts ... 35
8. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan
tanaman kedelai pada tanah Inceptisol ... 37
9. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan
tanaman kedelai pada tanah Latosol ... 37
10.Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan
tanaman kedelai pada tanah Andepts ... 37
11. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Inceptisol
pada fase akhir pertumbuhan ... 39
12. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Latosol
pada fase akhir pertumbuhan ... 39
13. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Andepts
14. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah
Inceptisol pada fase akhir pertumbuhan ... 40
15. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah
Latosol pada fase akhir pertumbuhan ... 40
16. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
1. Kerapatan Partikel dari Berbagai Jenis Tanah ... 12
2. Laju Perkolasi pada Berbagai Jenis Aliran ... 14
3. Koefisien Tanaman (Kc) Tanaman Kedelai ... 20
4. Stadia Tumbuh Tanaman Kedelai ... . 21
5. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... . 26
6. Nilai Kerapatan Massa, Kerapatan Partikel dan Porositas ... . 27
7. Kadar Air Kapasitas Lapang Volumetrik dan Ketebalan ... . 28
8. Evapotranspirasi Pada Fase Tengah dan Fase Akhir Tanaman Sawi ... . 29
9. Evapotranspirasi Pada Fase Tengah dan Fase Akhir Tanaman Kedelai ... . 30
10.Perkolasi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi ... . 31
11.Perkolasi pada fase awal dan fase tengah pertumbuhan tanaman kedelai ... . 32
12.Nilai Efisiensi Pemakaian Air Tanaman Sawi dan Kedelai ... . 32
13.Nilai Efisiensi Penyimpanan Air Tanaman Sawi dan Kedelai ... . 33
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal
1. Flowchart penelitian ... 46
2. Data suhu harian rumah kaca ... 47
3. Kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas ... 48
4. Evaporasi sawi ... 49
5. Evapotranpirasi sawi ... 49
6. Evaporasi kedelai ... 50
7. Evapotranspirasi kedelai ... 50
8. Data kadar air tanah ... 51
9. Data kadar air kapasitas lapang ... 67
10. Kadar air kapasitas lapang volumetrik dan ketebalan ... 67
11. Perkolasi pada fase tengah pertumbuhan tanaman sawi ... 68
12. Perkolasi pada fase akhir pertumbuhan tanaman sawi ... 68
13. Perkolasi pada fase tengah pertumbuhan tanaman kedelai ... 69
14. Perkolasi pada fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai ... 69
15. Efisiensi pemakaian fase tengah tanaman sawi ... 70
16. Efisiensi Pemakaian Fase Akhir Tanaman Sawi ... 70
17. Efisiensi pemakaian fase tengah tanaman kedelai ... 71
18. Efisiensi pemakaian fase akhir tanaman kedelai ... 71
19. Efisiensi penyimpanan fase tengah tanaman sawi ... 72
20. Efisiensi penyimpanan fase akhir tanaman sawi ... 72
21. Efisiensi penyimpanan fase tengah kedelai ... 73
ABSTRAK
HILMAN MURASA : Kajian Penyebaran Air di Daerah Perakaran Pada Beberapa Jenis Tanah Dan Tanaman Dalam Skala Laboratorium, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.
Mengetahui penyebaran air di daerah perakaran cukup penting sebagai salah satu pertimbangan dalam memberikan irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebaran air di daerah perakaran pada beberapa jenis tanah dan tanaman dalam skala Laboratorium. Parameter yang diamati adalah sifat fisik tanah, evapotranspirasi, perkolasi, efisiensi pemakaian air dan penyimpanan air, berat basah dan berat kering tanaman. Hasil penelitian menunjukkan tanah Inceptisol bertekstur Liat, tanah Latosol bertekstur Liat, dan tanah Andepts bertekstur Lempung Liat Berpasir. Evapotranspirasi tanaman sawi terbesar pada fase tengah sebesar 1,92 mm/hari dan tanaman kedelai juga pada fase tengah sebesar 1,84 mm/hari. Perkolasi terbesar untuk tanaman sawi adalah pada tanah Andepts sebesar 1,85 cm/hari dan perkolasi terbesar untuk tanaman kedelai adalah pada tanah Inceptisol sebesar 0,41 cm/hari. Efisiensi pemakaian terbesar tanaman sawi adalah pada tanah Latosol sebesar 100% baik fase tengah maupun fase akhir, efisiensi pemakaian terbesar tanaman kedelai adalah pada tanah Latosol sebesar 100% baik fase tengah maupun fase akhir. Efisiensi penyimpanan terbesar tanaman sawi adalah pada tanah Inceptisol dan Andepts sebesar 100% pada fase tengah, efisiensi penyimpanan terbesar tanaman kedelai adalah pada tanah Inceptisol dan Andepts sebesar 100%. Bobot tanaman sawi terbesar adalah pada tanah Inceptisol dengan berat basah sebesar 44,42 g berat kering sebesar 9,97 g. Bobot tanaman kedelai terbesar adalah pada tanah Inceptisol yaitu dengan berat basah sebesar 26,67 g berat kering sebesar 7,96 g.
Kata Kunci : Efisiensi, Penyebaran, Tanaman Sawi, Tanaman Kedelai Tanah Inceptisol, Tanah Latosol, Tanah Andepts
ABSTRACT
HILMAN MURASA : Inspect about water spreading in root area for variety of soil and plant with laboratory scale, supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.
We know about water spreading in root area important for one of our opinion to give the irrigation. This research purpose to inspect water spreading in root area for variety of soil and plant with laboratory scale. The parameters was observed about soil physics character, evapotranspiration, percolation, water efficiency, and water storage, wet weight and dry weight plant. The result of this research shawn Inceptisol soil clay textural, Latosol soil clay textural, and Andepts soil sand clay loam textural. The biggest evapotranspiration for mustard green plant in middle phase 1,92 mm/day and soya bean plant 1,84 mm/day. The biggest percolation for mustard green plant in Andepts soil 1,85 cm/day and the biggest percolation for soya bean plant in Inceptisol soil 0,41 cm/day. The biggest water use efficiency for mustard green plant in Latosol soil 100% that’s for middle and last phase, the biggest water use efficiency for soya bean plant in Latosol soil 100%, that’s for middle and last phase. The biggest water storage efficiency for mustard green plant in Inceptisol and Andepts soil 100% for middle phase, the biggest water storage efficiency for soya bean in Inceptisol and Andepts soil 100%. The biggest weight for mustard green plant in Inceptisol soil with weight 44,42 g and dry weight 9,97 g. The biggest weight for soya bean plant in Inceptisol with wet weight 26,67 g and dry weight 7,96 g.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi makhluk hidup. Khususnya
bagi manusia, setiap hari harus tersedia air bersih dengan jumlah yang cukup
untuk berbagai keperluan, antara lain rumah tangga, pertanian dan hewan ternak.
Di beberapa daerah kebutuhan akan air ini bisa tercukupi dengan tersedianya
sumber-sumber air yang mudah didapat baik berupa sumur, sungai, kolam-kolam
maupun sumber mata air. Di daerah lainnya air hanya bisa didapat dari sumber air
yang terbatas sekali terutama waktu musim kemarau. Hal ini akan menimbulkan
masalah / kesulitan bagi lingkungan kehidupan manusia (Idkham, 2005).
Air yang dibutuhkan tanaman terdapat di dalam tanah, dimana tanah dapat
mempertahankan air untuk diserap oleh tanaman. Air yang terkandung
dalam tanah akan mengisi ruang pori-pori tanah yang akan membuat tanah itu
jenuh akan air. Air akan terus bergerak mengisi ruang pori-pori pada
tanah dan juga akan bergerak ke bawah karena dipengaruhi gaya gravitasi
(Kramer, 1972 dalam Hermantoro, 2011).
Dengan tanah yang berbeda, aliran pergerakan air yang masuk kedalam
tanah memiliki pola yang berbeda juga, hal ini dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik
tanah dan juga kerapatan dari pertumbuhan akar tanaman yang mengikat agregat
tanah tersebut (Hansen, dkk, 1992). Berbeda jenis tanamannya akan berbeda pula
pertumbuhan dan penyebaran perakarannya yang pada gilirannya akan
Di Indonesia, khususnya di sumatera utara berbagai jenis tanah digunakan
untuk budidaya pertanian, baik untuk tanaman semusim maupun tanaman
tahunan. Bagi tanaman sawi dan kedelai, jenis tanah yang banyak digunakan
antara lain adalah Inceptisol, Latosol dan Andepts
Tanaman sawi berasal dari wilayah timur mediterania. Tanaman
menghasilkan daun besar berwarna hijau tua yang aromanya lebih keras
ketimbang sawi yang lain. Tanaman yang tumbuh cepat dan tahan di suhu rendah
sebagian besar adalah setahun, tetapi ada juga yang dua tahunan. Selain daun yang
dapat dimakan, mahkota hipokotil yang membesar juga dikonsumsi segar atau
dibuat acar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (tinggi 70-150cm),
menyemak, berbulu halus, dengan sistem perakaran luas. Tanaman ini umumnya
dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, dan menyukai tanah yang
bertekstur ringan hingga sedang. Daunnya majemuk beranak daun tiga, berselang
seling (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Mengetahui penyebaran air di daerah perakaran cukup penting sebagai
salah satu pertimbangan dalam memberikan irigasi. Pentingnya mengetahui
penyebaran air di daerah perakaran tanaman adalah terkait dengan efisien irigasi.
Efisiensi irigasi dapat diketahui dengan meninjau pergerakan air di dalam tanah,
laju evapotranspirasi tanaman, pengaruh jenis tanaman dan jenis tanah, dan
perkolasi tanah.
Di lapangan, penyebaran air pada daerah perakaran tanaman sangat sulit
dilakukan, hal ini dikarenakan curah hujan yang tidak tentu datangnya, kemudian
perakaran. Maka dari itu perlu adanya dilakukan penelitian pendahuluan di
laboratorium untuk lebih rinci dalam menentukan penyebaran air di daerah
perakaran, dan diharapkan mendapat data yang lebih akurat. Oleh karena itu
menggunakan informasi yang lebih rinci sebagai pertimbangan dalam pemberian
air bagi tanaman sawi dan kedelai pada tanah Andepts, Latosol dan Inceptisol
perlu dikaji penyebaran air di daerah perakaran dalam upaya untuk menentukan
kebutuhan air tanaman dengan efisiensi tinggi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyebaran air di daerah
perakaran pada beberapa jenis tanah dan tanaman dalam skala Laboratorium.
Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan
syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Distribusi Air di Daerah Perakaran
Semua tanaman membutuhkan air dalam jumlah yang besar. Air
terkandung 80% atau lebih dari bagian tanaman. Air mengalirkan bahan-bahan
mentah dan menyelesaikan produk dari tanaman tersebut. Air mempertahankan
konsistensinya yang dibutuhkan waktu dan juga pentingnya tekanan bekerja pada
sel yang sedang tumbuh. Air juga penting bagi tanaman untuk mendapatkan
nutrisi dari tanah (Laverton, 1964 dalam Kusmawati, 2003).
Perlakuan pemberian air berdasarkan perhitungan kapasitas lapang yang
diberikan merupakan jumlah air yang mampu diserap dan tertahan oleh tanah, jadi
meskipun kondisi air cukup tersedia dalam media tanamnya belum tentu air
tersebut akan diserap semua oleh tanaman. Hal ini lah yang kemungkinan
menyebabkan pada masing-masing perlakuan yang diberikan menyebabkan tidak
berbedanya pertumbuhan tanaman (Hendriyani, 2009 dalam Hermantoro, 2011).
Air sangat berperan penting terhadap pertumbuhan tanaman, akan tetapi
air juga dapat membatasi pertumbuhan. Jika jumlah air terlalu banyak maka akan
menimbulkan cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit akan
menimbulkan cekaman kekeringan. Tanaman yang mengalami cekaman air
stomata daunnya menutup sebagai akibat menurunnya turgor sel daun sehingga
mengurangi jumlah CO2 yang berdifusi ke dalam daun. Selain itu, dengan
menutupnya stomata laju transpirasi menurun. Menurunya laju transpirasi akan
mengurangi suplai unsur hara dari tanah ke tanaman, karena transpirasi pada
dasarnya memfasilitasi laju aliran air dari tanah ke tanaman
Waktu pemberian air irigasi dan seberapa banyak penggunaannya sangat
dipengaruhi oleh di mana dan kapan air diambil dari tanah oleh akar-akar
tanaman. Tanaman yang berakar dangkal akan membutuhkan lebih sering
pemberian air irigasi daripada tanaman yang berakar dalam. Keadaan tanah yang
membatasi pertumbuhan akar akan sama mempengaruhi pemberian air irigasi.
Gambar 1 menunjukkan akar alfalfa yang dangkal yang dihasilkan dari
permukaan air tanah pada kedalaman 75 sentimeter yang berbeda mencolok
dengan gambar 2 yang menunjukkan bahwa lebih sedikit air diserap dari
kedalaman 25 sentimeter dari permukaan. Perbedaan ini dikarenakan dua faktor
yaitu : pertama, kedalaman sampai mana air yang digunakan merembes, dan
kedua, kadar kelembaban tanah selama masa pertumbuhan (Hansen, dkk, 1992).
Gambar 2. Penggunaan air oleh alfalfa dari setiap meter tanah daerah akar pada daerah tandus dengan permukaan air-tanah yang dalam (Hansen, dkk, 1992).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distribusi Air Pada Daerah Perakaran
a. Infitrasi
Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah.
Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun
dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran di sungai. Secara fisik
terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, yaitu :
1. Jenis tanah
2. Kepadatan tanah
3. Kelembaban tanah
4. Tutup tumbuhan
Jenis tanah berpasir umumnya cenderung laju infiltrasi tinggi, sebaliknya jenis
b. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi sangat erat berkaitan dengan kebutuhan air tanaman.
Kebutuhan air tanaman adalah sejumlah air yang dibutuhkan untuk mengganti air
yang hilang akibat penguapan. Penguapan dalam hal ini meliputi penguapan dari
permukaan air dan daun-daun tanaman. Bila kedua proses ini terjadi bersamaan,
maka terjadilah evapotranspirasi, yaitu gabungan dari proses penguapan disebut
evaporasi dan penguapan melalui tanaman disebut transpirasi (Limantara, 2010).
Salah satu perhitungan evapotranspirasi tanaman adalah metode Blaney
and Criddle yang telah diubah seperti berikut :
U = K.P(45,7t+813)
100 ... (1)
K = Kt x Kc ... (2)
Kt = 0,0311t + 0,240 ... (3)
dimana :
U = Evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan)
Kt = Koefisien suhu
Kc = Koefisien tanaman
P = Peresentase jam siang Lintang Utara (%)
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi
dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi. Beberapa
percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari
panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu
hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien
E = k x Ep ... (4)
dimana :
E = evaporasi dari badan air (mm/hari)
k = koefisien panci (0,8)
Ep= evaporasi dari panci (mm/hari)
koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6
sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7
(Triatmodjo, 2008 dalam Bunganaen, 2009).
Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran dilapangan atau
dengan rumus-rumus empirik. Untuk keperluan perhitugan kebutuhan air irigasi
dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Et0) yaitu evapotranspirasi terjadi
apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Et0 dikalikan
dengan suatu koefisien tanaman.
ET = kc x Et0 ... (5)
dimana :
ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Et0 = Evaporasi tetapan / tanaman acuan(mm/hari)
kc = Koefisien tanaman
(Limantara, 2010).
c. Tanah
Tanah Inceptisol
Menurut Puslittanak (2000) dalam Junaidi dkk (2011) yang menyatakan
bahwa Inceptisol merupakan tanah yang tersebar luas di Indonesia terutama di
oli. Tanah Inceptisol yang mengandung jenis mineral liat termasuk tanah
pertanian utama di Indonesia karena mempunyai sebaran yang sangat luas.
Luasannya sekitar 70,52 juta ha atau 37,5%.
Tanah tersebut mempunyai prospek yang cukup besar untuk
dikembangkan sebagai sentra produksi tanaman pangan terutama padi, jagung,
dan kedelai asal dibarengi dengan pengelolaan tanah dan tanaman yang tepat.
Apabila terjadi pencemaran oleh tumpahan minyak/oli yang mengandung
senyawa hidrokarbon sebagai bahan pencemar akan menjadi masalah terhadap
kesuburannya. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik untuk pemulihan
(Junaidi dkk, 2013).
Tanah Latosol
Tanah Latosol telah mengalami perkembangan atau terjadi diferensiasi
horizon, kedalaman tanah dalam, tekstur lempung, struktur remah sampai gumpal,
konsistensi gembur sampai agak teguh, warna cokelat, merah, sampai kuning.
Tanah ini terbentuk dari batuan gunung api kemudian mengalami proses
pelapukan lanjut. Tanah jenis ini terdapat di daerah beriklim basah, curah hujan
lebih dari 300 mm/tahun, dan ketinggian tempat berkisar 300–1.000 meter
(Damayanti, 2005).
Tanah Latosol mempunyai sifat kemantapan agregat tinggi, struktur remah
sampai gumpal, tekstur lempung sampai geluh dengan nilai SiO2 (sesquioksida)
fraksi lempung rendah. Di Indonesia, tanah Latosol umumnya berasal dari batuan
vulkanik, terdapat dari tepi pantai sampai ketinggian + 900 m di atas permukaan
Tanah Andepts
Tanah andosol atau andepst, mempunyai tekstur liat berlempung dan
struktur tanahnya termasuk granular halus. Tanah ini dibentuk dalam abu volkan
dan mempunyai horizon A. Adapun ciri tanah horizon A yaitu warna coklat tua,
tekstur liat, struktur granular sedang, lemah, agak pekat, batas horizon nyata dan
berombak (Soil survey manual 1993, dalam Hutabarat 2010).
Menurut Darmawijaya (1990) dalam Hutabarat (2010) Andepst
merupakan salah satu tanah yang dinilai cukup potensial dan tersebar pada
beberapa tempat di daerah tropika. Akhir-akhir ini Andepts mendapat perhatian
secara khusus. Tanah Andepts tanah yang berwarna hitam mengandung bahan
organik dan lempung amorf, serta sedikit silika yang terbentuk dari abu vulkanik
dan umumnya ditemukan di daerah dataran tinggi.
Tanah andosol atau Andepts terbentuk dari abu vulkanik muda dengan
bahan organik yang tinggi, tekstur lapisan tanah atas pasir berlempung, tekstur
lapisan bawah berliat, bersolum dalam sehingga kapasitas infiltrasi dan
pekolasinya tinggi (Utomo 1989 dalam Hutabarat 2010).
Kerapatan Massa Tanah
Menurut Islami dan Utomo (1995), bobot volume tanah “bulk density”
yaitu nisbah antara massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume total
tanah.
B�=Mp
Vt
... (6)
dimana :
B� = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3)
Mp = Massa padatan tanah (g)
Tanah-tanah yang tersusun dari partikel yang halus dan tersusun secara
tidak teratur, mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi sehingga bobot
volumenya rendah (sekitar 1,2 g/cm3). Tanah yang baru berkembang mengandung
bahan organik tinggi karena kepadatan jenis bahan organik rendah, maka bobot
volume tanah rendah, mempunyai bobot volume kurang dari 1,0 g/cm3
(Islami dan Utomo, 1995).
Bila dinyatakan dalam gram per centimeter kubik, kerapatan massa pada
permukaan tanah liat yang berbutir-butir biasanya berkisar dari 1,0 sampai 1,3.
Tanah permukaan yang bertekstur kasar biasanya akan berkisar dari 1,3 sampai
1,8. Perkembangan yang lebih besar dari struktur pada tanah permukaan yang
bertekstur halus menjadi penyebab lebih rendahnya kerapatan massa
dibandingkan dengan tanah yang lebih berpasir (Foth, 1994).
Kerapatan Partikel Tanah
Kerapatan partikel adalah nisbah antara massa padatan dengan volume
padatan tanah.
Pd=Mp
Vp ... (7)
dimana:
P� = Kerapatan partikel tanah (g/cm3)
Mp = Massa padatan tanah (g)
Vp = Volume tanah kering (cm3)
(Islami dan Utomo, 1995).
Menurut Hardiyatmo (1992) dalam Idkham (2005) nilai kerapatan partikel
Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3
sampai 2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan
kepadatan jenis partikel penyusun tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi
menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (particel density) rendah.
Tanah Andosol misalnya, nilai kerapatan partikel hanya 2,2 – 2,4 g/cm3
(Islami dan Utomo, 1995).
Tabel 1. Kerapatan partikel dari berbagai jenis tanah
Jenis tanah Kerapatan partikel (g/cm3)
Kerikil 2,65 - 2,68
Sumber : Hardiyatmo (1992).
Porositas Tanah
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga
merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poros berarti
tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk
keluar tanah secara leluasa, sebaliknya untuk tanah tidak poros (Hanafiah, 2005).
Untuk menghitung persentase ruang pori (θ) yaitu dengan membandingkan
nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:
Nilai porositas tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60 %, sedang
nilai rasio rongga dari 0,3 - 2,0. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan
struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40 %) dan tanah lempung
mempunyai porositas tinggi, jika struktunya baik dapat mempunyai porositas 60%
(Islami dan Utomo, 1995).
Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari
biomassa tanah dan biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora
dan fauna tanah hidup serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar).
Biomassa luar-tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup di luar tanah (daun,
batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji). Bahan organik dibuat dalam
organisme hidup dan tersusun atas banyak sekali senyawa karbon. Di dalam
tanah, bahan organik bercampur dengan bahan mineral. Bahan organik tanah
(BOT) memajukan kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian
memperbaiki aerasi, permeabilitas, dan daya tahan menyimpan air. BOT dapat
menambat air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri (Notohadiprawiro, 1998).
Tanah-tanah mineral pada umumnya mempunyai kandungan bahan
organik sekitar 3 % - 5 %. Kandungan bahan organik pada satu jenis tanah
berbeda menurut kedalamannya. Semakin dalam tanah, semakin berkurang
kandungan bahan organiknya, demikian pula dengan pengolahan tanah, semakin
sering tanah diolah, semakin berkurang kandungan bahan organik tanah tersebut
d. Perkolasi
Daya perkolasi p adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan,
yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang
terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak
mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field
capacity). Persamaan untuk perkolasi dengan rumus :
� = ℎ1−ℎ2
Laju perkolasi dapat diklasifikasikan oleh U.S. Soil Conseravation Service
sebagai berikut :
Tabel 2. Laju perkolasi pada berbagai jenis aliran
Jenis Laju perkolasi
In./hr mm/hr
Kadar air tanah menunjukkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah
yang biasanya dinyatakan sebagai perbandingan massa air terhadap massa tanah
air tanah dapat dinyatakan dengan persentase dari massa tanah (basis kering) atau
persentase volume (volumetrik) (Hillel, 1971).
Metode untuk mengukur kadar air tanah basis kering secara tradisional
adalah secara gravimetrik, yaitu dengan mengeringkan tanah yang diambil dari
lapangan setelah ditimbang terlebih dahulu ke dalam oven dengan suhu 105oc
hingga beratnya konstan. Lama pengeringan ini tergantung kepada jenis tanahnya,
namun sebagai acuan biasanya selama 24 jam. Setelah tanah dikeringkan,
kemudian ditimbang kembali dan dihitung kadar air basis kering (wmd) sebagai
berikut.
Wmd = ���−����
���� x 100% ... (10)
dimana :
BTA = Berat Tanah Awal (gram)
BTKO = Berat Tanah Kering Oven (gram)
Kadar air volumetrik dihitung dengan persamaan 11.
� = (����) Wmd ... (11)
Dimana :
� = Kadar air volumetrik (%)
ρb = kerapatan massa tanah (g/cm3)
ρw = kerapatan massa air (g/cm3)
Kapasitas tanah untuk menahan air dihubungkan baik dengan luas
permukaan maupun volume ruang pori, kapasitas menahan air karenanya
berhubungan dengan struktur dan tekstur. Tanah-tanah dengan tekstur halus
mempunyai maksimum kapasitas menahan air total maksimum, tetapi air tersedia
menunjukkan bahwa air tersedia pada beberapa tanah berhubungan erat dengan
kandungan debu dan pasir yang sangat halus (Foth, 1995).
Menurut Hardjowigeno (1993) bahwa tanah yang bertekstur kasar
mempunyai kemampuan menahan air yang kecil daripada tanah bertekstur halus.
Oleh karena itu tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah
kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau liat.
f. Kapasitas Lapang
Apabila air gravitasi telah habis, kadar kelembaban tanah disebut kapasitas
lapang. Kapasitas lapang tidak dapat ditentukan dengan cepat, sebab tidak
terputus pada kurva kadar kelembaban versus waktu. Meskipun demikian konsep
kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan jumlah air yang tersedia
dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman. Kebanyakan air gravitasi
mengering melalui tanah sebelum ia dapat dikonsumsi oleh tanaman
(Hansen, dkk, 1992).
Menurut Guslim (1997), kapasitas lapang adalah jumlah air yang ditahan
dalam tanah sesudah air yang berlebihan di drainase keluar dan kecepatan
bergerak kebawah telah sangat diperlambat. besarnya kapasitas lapang setiap jenis
tanah berbeda-beda dan dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan bahan
organik, keseragaman dan kedalaman lahan
Efisiensi Irigasi
Efisiensi irigasi dapat ditingkatkan dengan penjadwalan irigasi.
Penjadwalan irigasi berarti perencanaan waktu dan jumlah pemberian air irigasi
sesuai dengan kebutuhan air tanaman. Suplai air yang terbatas dapat menurunkan
produksi tanaman juga dapat meningkatkan jumlah air irigasi yang hilang dalam
bentuk perkolasi (Raes, 1987).
Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat
berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi.
Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau
yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan
dalam satuan persen (Lenka, 1991).
Efisiensi Pemakaian Air
Konsep efisiensi pemakaian air dikembangkan untuk mengukur dan
memusatkan perhatian terhadap efisiensi dimana air yang disalurkan sedang
ditampung pada daerah akar dari tanah yang dapat digunakan oleh
tumbuh-tumbuhan. Pada pelaksanaan pemberian air irigasi yang normal, aplikasi efisiensi
pemberian air irigasi permukaan adalah sekitar 60%, sedangkan sistem pemberian
air irigasi penyiraman (sprinkler irrigation) yang direncanakan dengan baik pada
umumnya dianggap mempunyai efisiensi kira-kira 75% (Hansen, dkk., 1992).
Efisiensi pemakaian air adalah rasio antara air yang tertampung di dalam
daerah perakaran tanaman selama pemberian air dengan air yang disalurkan ke
lahan. Efisiensi ini didapat dengan persamaan:
Ea = Ws
Wf x 100%...(12)
dimana:
Ea = Efisiensi pemakaian air(%)
Ws = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi
Wf = Air yang disalurkan ke lahan
Efisiensi Penyimpanan Air
Konsep efisiensi penyimpanan menunjukkan perhatian secara lengkap
bagaimana kebutuhan air tersebut disimpan pada daerah perakaran selama
pemberian air irigasi. Keadaan ini biasa terjadi karena harga air yang mahal
ataupun karena kelangkaan air.
Es = Ws
Wn x 100%...(13)
dimana:
Es = Efisiensi penyimpanan air irigasi (%)
Ws = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi
Wn = Air yang dibutuhkan pada daerah perakaran sebelum pemberian air
irigasi
Efisiensi penyimpanan air irigasi penting apabila air yang tidak memadai
disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi
(Hansen, dkk., 1992).
Botani Tanaman Sawi
Sawi adalah tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan. sehingga dia
dapat ditanam disepanjang tahun, asalkan pada saat musim kemarau, disediakan
air yang cukup untuk penyiraman. Sistematika tanaman sawi adalah termasuk
kedalam :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rhoeadales
Genus : Brassica
Spesies : Brassica juncea l.
(Haryanto, dkk, 2003).
Sawi berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara menyebar ke
semua arah disekitar permukaan tanah, perakarannya sangat dangkal pada
kedalaman sekitar 5 cm. Sawi tidak memiliki akar tunggang. Perakaran sawi dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur, tanah
mudah menyerap air, dan kedalaman tanah cukup dalam
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Menurut Allen, dkk (1998) dalam Simangunsong, dkk (2011), nilai
koefisien tanaman (Kc) untuk tanaman sawi pada periode awal pertumbuhan 0,3,
periode tengah pertumbuhan 1,2, dan periode akhir pertumbuhan 0,6. Sawi ini
ditanam pada polibag dengan ukuran diameter 24 cm dan luas permukaan 452,16
cm2.
Botani Tanaman Kedelai
Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu
Glycine soja dan soja max. Namun demikian, pada tahun 1948 telah dipastikan
bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max
(L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminosae
Spesies : Glycine max (L.) Merrill
Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar
misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah,
sedangkan kotiledon yang terdiri dari dua keping akan terangkat ke permukaan
tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari hipokotil. Sistem perakaran kedelai
terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang
tumbuh dari akar tunggang. Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh
kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan
unsur hara, serta ketersediaan air dalam tanah (Adisarwanto, 2005).
Menurut Doorenbos dan Kassam, (1979) dalam Handayaningsih, (2013)
menyatakan bahwa, setiap periode pertumbuhan tanaman bersifat spesifik
terhadap kebutuhan air yang dinyatakan dengan nilai Kc (Koefisien Tanaman)
yang berbeda - beda tergantung dari jenis periode pertumbuhan tanaman. Nilai Kc
untuk tanaman Kedelai tercantum pada Tabel 3 berikut ini
Tabel 3. Koefisien tanaman (Kc) kedelai
Stadia pertumbuhan kedelai Lama (hari) Kc
Stadia perkecambahan 20 0,30-0,40
Stadia pertumbuhan awal 20 0,70-0,80
Stadia medium/pembungaan 40 1,00-1,15
Stadia pengisian polong 20 0,70-0,80
Panen 0,40-0,50
sumber : Doorenbos dan Kassam (1979)
Menurut Handayaningsih (2013), pengairan dilakukan pada awal fase
pertumbuhan vegetatif (umur 15-21 hst), saat berbunga (umur 25-35 hst), dan
pada saat pengisian polong (umur 55-70 hst), pengairan dilakukan apabila curah
hujan tidak mencukupi. Berdasarkan perhitungan Kung dalam Somaatmadja dkk
(1985), kebutuhan air tanaman kedelai umur sedang (85 hari) pada setiap periode
Tabel 4. Stadia tumbuh tanaman kedelai
Stadia pertumbuhan kedelai Periode (hari) Kebutuhan air (mm/periode)
Pertumbuhan Awal 15 53-62
Vegetatif Aktif 15 53-62
Pembuahan-pengisian polong 35 124-143
Kematangan Biji 20 70-83
sumber : Kung dalam Somaatmadja (1985)
Air yang dapat diserap oleh tanaman tergantung dari yang tersedia didalam
tanah. Air yang tersedia ini berada dalam kisaran kapasitas lapang dan titik layu
permanen. Jumlah air yang berada dalam kisaran tersebut sangat beragam,
tergantung kadar bahan organik, tekstur dan tipe lempung suatu tanah. Kelebihan
dan kekurangan air di media tumbuh kedelai akan mempengaruhi pertumbuhan
dan hasil kedelai.
Berat Kering Tanaman Sawi dan Kedelai
Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman
tersebut. Setelah tanaman dicuci (dikontaminasi) selanjutnya diekringkan pada
oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan
menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim
tanamaan dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 600C hingga
800C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang
akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian dan
Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Adapun
waktu pelaksanaannya pada bulan Mei - Desember 2014.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman
sawi dan tanaman kedelai, polibag, air, tanah Inceptisol, tanah Latosol, dan tanah
Andepts.
Alat-alat yang harus digunakan dalam penelitian ini adalah ring sample,
oven, timbangan digital, erlenmeyer, gelas ukur, pisau cutter, penggaris, dan
evavopan Klas A.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen dan
observasi, berdasarkan lokasinya merupakan penelitian laboratorium.
Prosedur penelitian
Adapun prosedur penelitian ini adalah :
A. Persiapan perlakuan tanah
1. Mengayak tanah dengan ayakan ukuran 10 mesh untuk mendapatkan
keseragaman butiran tanah
2. Mengering anginkan tanah Inceptisol, Latosol dan Andepts yang telah
3. Menyiapkan polibag dengan ukuran diameter 24 cm tinggi 36 cm
sebanyak 57 polibag, dimana 16 polibag diisi tanah Inceptisol, 16 polibag
diisi tanah Latosol, dan 16 polibag diisi tanah Andepts.
B. Persiapan bibit tanaman sawi dan tanaman kedelai
1. Menyiapkan bibit tanaman sawi dan tanaman kedelai
2. Menanam bibit tanaman sawi dan tanaman kedelai
C. Efisiensi pemberian air tanaman
1. Memberi air irigasi pada setiap tanaman secara manual dengan volume air
yang sama yang bertujuan untuk memenuhi kapasitas lapang pada tanah
dan evapotranspirasi
2. Pemberian air dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan air
tanaman
D. Kehilangan air
1. Menghitung nilai evapotranspirasi dengan persamaan (1), (2), dan (3).
Evapotranspirasi juga ditentukan berdasarkan pengukuran nilai evaporasi
secara langsung dengan menggunakan evapopan Klas A dapat dilihat
pada persamaan (4), yang kemudian dikalikan dengan koefisien tanaman
yang dapat dilihat pada persamaan (5)
2. Menghitung laju perkolasi dengan menggunakan persamaan (9)
E. Analisis sifat fisik tanah
1. Mengambil sampel tanah pada masing-masing jenis tanah dengan
tanaman sawi dan tanaman kedelai menggunakan ring sampel
3. Mengukur volume tanah kering oven dengan menjenuhkan tanah tersebut
di dalam gelas erlenmeyer
4. Menghitung tanah kering oven dengan mengurangkan volume erlenmeyer
dengan volume air yang dipakai untuk penjenuhan
5. Melakukan analisis kerapatan massa tanah dengan menggunakan
persamaan (6), kerapatan partikel tanah dengan menggunakan persamaan
(7) dan porositas dengan menggunakan persamaan (8)
F. Analisis penyebaran air pada daerah perakaran
1. Menentukan fase pertumbuhan tanaman sebanyak 2 fase
2. Menentukan interval kedalaman tanah pada polibag setinggi 5 cm
3. Memotong tanah dan mengambil contoh tanah dengan menggunakan ring
sampel pada interval yang ditentukan pada setiap fase tanaman
4. Menentukan kadar air kapasitas lapang dengan cara mengambil sampel
sebanyak 4 kali pada setiap polibag berdasarkan pembagian lapisan tanah
per 5 cm.
5. Mengering anginkan sampel tanah selama 24 jam agar mencapai kondisi
kapasitas lapang kemudian ditentukan kadar air dengan menggunakan
merode gravimetrik
6. Mengolah data yang diperoleh dari hasil penelitian
Parameter Penelitian
1. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi dapat dihitung dengan persamaan (4) dan (5)
2. Kerapatan massa tanah (bulk density)
Kerapatan massa tanah dihitung dengan menggunakan persamaan (6)
Kerapatan partikel tanah dihitung dengan menggunakan persamaan (7)
4. Porositas
Porositas tanah dihitung dengan menggunakan persamaan (8)
5. Perkolasi
Perkolasi air tanah yang keluar dari bagian bawah polibag dihitung dengan
persamaan (9)
6. Kadar air kapasitas lapang
kadar air kapasitas lapang dihitung dengan persamaan (10)
7. Penyebaran air daerah perakaran
Penyebaran air di daerah perakaran dianalisis dengan perhitungan kadar air
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat fisik tanah
Analisis sifat fisik tanah Inceptisol, Latosol, dan Andepts meliputi tekstur
tanah, kerapatan massa, kerapatan partikel, dan porositas tanah. Hasil analisis
ketiga tanah tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisa tekstur tanah
Tekstur Satuan Inceptisol Latosol Andepts
Pasir % 35.28 23.28 49.28
Debu % 23.28 17.28 16.00
Liat % 41.44 59.44 34.72
Tekstur - Li Li Llip
C-Organik % 0.85 0.04 0.26
ket : Li = Liat
Llip = lempung liat berpasir
Tabel 5 menunjukkan bahwa berdasarkan perbandingan kandungan pasir,
debu, dan liat tanah Inceptisol bertekstur Liat, tanah Latosol bertekstur Liat, dan
tanah Andepst bertekstur Lempung liat berpasir. Hasil analisa ini dapat ditentukan
dengan segitiga USDA (United State Department of Agiculture).
Menurut Islami dan Utomo (1995) tekstur tanah akan mempengaruhi
kemampuan tanah untuk menyimpan, mengalirkan air, dan menyediakan hara
tanaman. Berdasarkan Tabel 5 tanah Inceptisol dan Latosol bertekstur liat yang
sulit meloloskan air untuk meresap lebih dalam, namun memiliki kemampuan
menyimpan air yang tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Foth (1994) yang
menyatakan bahwa tanah liat memiliki kemampuan menyimpan air yang tinggi,
tetapi sulit untuk meloloskan air. Sedangkan untuk tanah Andepts yang
berdasarkan Tabel 5 memiliki tekstur lempung liat berpasir cukup mudah
Hasil analisis sifat-sifat fisik tanah yaitu kerapatan massa (bulk density),
kerapatan partikel (particle density), serta porositas dapat dilihat pada Tabel 6
Tabel 6. Nilai kerapatan massa, kerapatan partikel dan porositas Tanah Kerapatan Massa
(g/cm3)
Kerapatan Partikel (g/cm3) Porositas (%)
Inceptisol 1.20 2.58 54
Latosol 1.04 2.57 59
Andepts 1.04 2.63 60
Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai kerapatan massa (bulk density) pada
tanah Inceptisol adalah sebesar 1,20 g/cm3 yang berarti bahwa dalam setiap 1 cm3
volume tanah Inceptisol total (termasuk pori-porinya) terdapat sekitar 1,20 g tanah
Inceptisol kering. Nilai kerapatan massa (bulk density) pada tanah Latosol dan
Andepts adalah sebesar 1,04 g/cm3 yang berarti bahwa dalam setiap 1 cm3 volume
tanah Latosol dan Andepts total (termasuk pori-porinya) terdapat sekitar 1,04 g
tanah Latosol dan Andepts. Hal ini sesuai dengan literatur Foth (1984) yang
menyatakan bahwa tanah yang bertekstur liat memiliki kepadatan tanah 1,0-1,35
g/cm3. Literatur Islami dan Utomo (1995) menyatakan bahwa besarnya kerapatan
massa tanah-tanah pertanian bervariasi dari sekitar 1,0 g/cm3 sampai 1,6 g/cm3.
Sedangkan nilai kerapatan partikel (particle density) pada tanah Inceptisol adalah
sebesar 2,58 g/cm3. Kerapatan partikel (particle density) pada tanah Latosol
adalah sebesar 2,57 g/cm3, dan pada tanah Andepts sebesar 2,63 g/cm3. Menurut
Sarief (1986) kerapatan partikel tanah (particle density) pada umumnya berkisar
antara 2,6-2,7 g/cm3. Ketiga tekstur tanah yang diteliti adalah menggambarkan
keadaan kerapatan partikel tanah pada umumnya.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai porositas pada tanah Inceptisol sebesar
54 %, porositas pada tanah Latosol sebesar 59 % dan porositas pada tanah
tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Sarief (1986) yang menyatakan bahwa nilai
porositas tanah biasanya berkisar antara 30 - 60 %. Tanah bertesktur halus akan
mempunyai nilai persentase ruang pori total lebih tinggi daripada tanah bertekstur
kasar.
Dari rumus porositas n = �1−ρb
Pp�x 100%, maka diketahui bahwa nilai
porositas ditentukan oleh nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel tanah. Jika
semakin besar perbedaan nilai kerapatan massa dengan nilai kerapatan partikel,
maka nilai porositas juga akan semakin besar.
Kadar Air Kapasitas Lapang
Nilai kadar air kapasitas lapang pada tanah Inceptisol, Latosol, dan
Andepst dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kadar air kapasitas lapang volumetrik dan ketebalan
Tanah
Kadar Air Kapasitas Lapang (%)
Basis kering Kadar air Volumetrik
Ketebalan (cm)
Inceptisol 44,49 53,38 10,67
Latosol 45,46 47,27 9,45
Andepts 44,01 45,77 9,15
Tabel 7 menunjukkan bahwa ketebalan air kapasitas lapang pada tanah
Inceptisol tinggi, hal ini disebabkan karena tanah Inceptisol mempunyai kerapatan
massa yang lebih besar (Tabel 6), sehingga tanah tersebut mempuyai kandungan
air volumetrik yang lebih tinggi. Nilai ini digunakan sebagai acuan (batas atas)
Evapotranspirasi
Pada fase awal pertumbuhan tanaman sawi tidak diukur nilai
evapotranspirasinya. Hal ini dikarenakan belum optimalnya pertumbuhan tanaman
sawi. Nilai evapotranspirasi pada fase tengah dan akhir tanaman dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Evapotranspirasi pada fase tengah dan akhir tanaman sawi
Fase
*) Sumber: Allen, dkk (1998) dalam Kumar, dkk (2011)
Gambar 3. Grafik evapotranspirasi (ETc) pada fase tengah dan akhir pertumbuhan tanaman sawi
Gambar 3 menunjukkan grafik evapotranspirasi (ETc) pada fase tengah
dan akhir pertumbuhan tanaman sawi yang didapat dari Tabel 8.
Berdasarkan Tabel 8 dan Gambar 3, dapat dilihat evapotranspirasi yang
terbesar pada tanaman sawi terdapat pada fase tengah pertumbuhan yaitu 1,92
mm/hari atau 86,81 ml/hari dan evapotranspirasi yang terkecil terdapat pada fase
akhir pertumbuhan yaitu 0,96 mm/hari atau 43,40 ml/hari. Pada fase tengah
pertumbuhan tanaman akan lebih banyak membutuhkan air dari pada fase akhir
pertumbuhan.
Nilai evapotranspirasi pada fase tengah dan fase akhir tanaman kedelai
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Evapotranspirasi pada fase tengah dan fase akhir tanaman kedelai
Fase
*) Sumber: Doorenbos dan Kassam (1979) dan Kung dalam Somaatmadja (1985)
Gambar 4. Grafik evapotranspirasi (ETc) pada fase tengah dan akhir pertumbuhan tanaman kedelai
Gambar 4 menunjukkan grafik evapotranspirasi (ETc) pada fase tengah
dan akhir pertumbuhan tanaman kedelai yang didapat dari Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 4, evapotranspirasi yang terbesar pada
tanaman kedelai terdapat pada fase tengah pertumbuhan yaitu 1,84 mm/hari atau
83,19 ml/hari dan evapotranspirasi yang terkecil terdapat pada fase akhir
pertumbuhan yaitu 1,12 mm/hari atau 50,64 ml/hari. Pada fase tengah
pertumbuhan tanaman akan lebih banyak membutuhkan air dari pada fase akhir
pertumbuhan. Bedasarkan nilai evapotranspirasi kedua jenis tanaman tersebut
bahwa pada fase tengah menunjukkan nilai yang lebih besar dari pada fase akhir.
Hal ini sesuai dengan literatur Islami dan Utomo (1995) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan vegetatif tanaman maksimal terjadi pada periode tengah
pertumbuhan. Selain itu luas permukaan tanaman pada periode ini sudah
mencapai maksimum sehingga penguapan lebih besar. Apabila dibandingkan nilai
evapotranspirasi tanaman sawi dan tanaman kedelai menunjukkan
evapotranspirasi tanaman sawi lebih besar. Hal ini disebabkan karena dari bentuk
daun tanaman sawi lebih lebar dari pada bentuk daun tanaman kedelai.
Perkolasi
Nilai perkolasi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Perkolasi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi
Tanah Perkolasi (cm/hari)
Fase tengah Fase akhir
Inceptisol 0,93 0
Latosol 0 0
Andepts 1,85 0
Pada fase tengah tanaman sawi nilai perkolasi tertinggi adalah pada tanah
Andepts, hal ini dikarenakan sifat fisik tanah Andepts yang banyak mengandung
pasir, sehingga mudah meloloskan air. Dan pada tanah Latosol tidak terjadi
perkolasi dikarenakan kandungan liat pada tanah tersebut tinggi, sehingga sukar
meloloskan air. Sedangkan tanah Inceptisol, Latosol dan tanah Andepts pada fase
akhir tanaman sawi tidak mengalami perkolasi (bernilai nol).
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa, nilai perkolasi terbesar pada fase
perkolasi terendah adalah 0 cm/hari pada fase tengah tanah Latosol, fase akhir
tanah Latosol dan tanah Inceptisol.
Hasil pengukuran perkolasi pada fase tengah pertumbuhan dan fase akhir
pertumbuhan tanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Perkolasi pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai
Tanah Perkolasi (cm/hari)
Fase tengah Fase akhir
Inceptisol 0,41 0
Latosol 0 0
Andepts 0,16 0
Penyebaran Air di Daerah Perakaran
Efisiensi Pemakaian Air
Nilai efisiensi pemakaian air pada tanah bertanaman sawi dan bertanaman
kedelai dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai efisiensi pemakaian air tanaman sawi dan kedelai Ea (%)
Tanah Sawi Kedelai
Fase tengah Fase akhir Fase tengah Fase akhir
Inceptisol 53,48 100 90,87 100
Latosol 100 100 100 100
Andepts 35,89 100 91,98 100
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa efisiensi pemakaian air pada tanah
Latosol baik untuk tanaman sawi maupun tanaman kedelai di setiap fasenya
memiliki nilai efisiensi yang tinggi dibandingkan dengan tanah lainnya. Hal ini
disebabkan karena tidak terjadinya perkolasi pada tanah tersebut (Tabel 10 dan
Tabel 11) dan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5 kandungan liat pada tanah
Latosol sangat tinggi, sehingga tanah Latosol cenderung sulit meloloskan air dan
air yang tersedia di dalam tanah diserap oleh akar tanaman sebelum terjadinya
Efisiensi Penyimpanan Air
Nilai efisiensi penyimpanan air pada tanah bertanaman sawi dan
bertanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai efisiensi penyimpanan air tanaman sawi dan kedelai Es (%)
Tanah Sawi Kedelai
Fase tengah Fase akhir Fase tengah Fase akhir
Inceptisol 100 51,34 100 69,74
Latosol 31,79 13,27 41,54 78,24
Andepts 100 9,16 100 25,97
Efisiensi penyimpanan air pada tanah bertanaman sawi dapat dilihat pada
Tabel 13. Nilai efisiensi penyimpanan air tanah Inceptisol bertanaman sawi pada
fase tengah dan fase akhir pertumbuhan memiliki nilai efisiensi penyimpanan air
yang tinggi daripada jenis tanah yang lain, demikian juga dengan nilai efisiensi
penyimpanan air tanah Inceptisol bertanaman kedelai pada fase tengah dan fase
akhir pertumbuhan. Efisiensi penyimpanan air pada tanah Inceptisol fase tengah
dan fase akhir dikategorikan baik. Hal ini menunjukan bahwa tanah pada fase
tengah dan fase akhir pertumbuhan sudah terpenuhi oleh air yang dibutuhkan oleh
perakaran hal ini sesuai dengan literatur Hansen, dkk. (1992) yang menyatakan
bahwa efisiensi penyimpanan air irigasi penting apabila air yang tidak memadai
disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi.
Kecukupan Air Irigasi
Efisiensi pemberian air pada tanaman sangat penting untuk diketahui,
dengan mengetahui nilai pemberian air yang tepat, maka air yang disalurkan tidak
akan ada yang sia-sia. Hal ini sesuai dengan literatur Hansen, dkk 1992 yang
menyatakan bahwa apabila pemakai air irigasi menggunakan air yang lebih
terbuang percuma. Konsep dari efisiensi pemberian air terdiri dari beberapa
perhitungan efisiensi, dan yang digunakan dalam penelitian ini adalah efisensi
pemakaian air dan efisiensi penyimpanan air. Menurut Hansen, dkk 1992 konsep
efisiensi adalah untuk menunjukkan dimana peningkatan dapat dilakukan yang
akan menghasilkan pemberian air irigasi yang lebih efisien.
Dari hasil efisiensi penyimpanan air dan efisiensi pemakaian air pada fase
tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi pada tanah
Andepts, Latosol, dan Inceptisol (nilai kadar air sebelum dan sesudah penyiraman
dan nilai kapasitas lapang) didapat nilai kecukupan air irigasi pada tanah
bertanaman sawi seperti dinyatakan pada Gambar 5, 6, dan 7.
Sebagai dasa menentukan kecukupan air irigasi adalah terpenuhinya
pemberian air dalam kondisi kapasitas lapang.
Gambar 5. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi pada tanah Inceptisol
Gambar 7. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman sawi pada tanah Andepts
Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah
Inceptisol pada fase tengah nilainya sama dengan nilai kapasitas lapang. Dan fase
akhir pertumbuhan nilainya dibawah nilai persentase kapasitas lapang.
Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai kecukupan air irigasi pada fase
tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan tanaman pada tanah Latosol
adalah dibawah nilai persentase kapasitas lapang.
Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah Andepts
pada fase tengah pertumbuhan pada semua lapisan nilainya sama dengan nilai
persentase kapasitas lapang. Untuk fase akhir pertumbuhan tanaman nilai
kecukupan irigasi pada semua lapisan nilainya di bawah nilai persentase kapasitas
lapang.
Dari hasil efisiensi penyimpanan air dan efisiensi pemakaian air pada fase
tengah pertumbuhan dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah
Andepts, Latosol, dan Inceptisol (nilai kadar air sebelum dan sesudah penyiraman
dan nilai kapasitas lapang) didapat nilai kecukupan air irigasi pada tanaman
Gambar 8. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Inceptisol
Gambar 9. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Latosol
Gambar 10. Kecukupan air irigasi fase tengah dan fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Andepts
Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi tanah Inceptisol
untuk fase tengah pada semua lapisan nilainya sama dengan nilai kapasitas
lapang,. Dan fase akhir pertumbuhan nilainya dibawah nilai persentase kapasitas
Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah Latosol
pada fase tengah dan fase akhir pertumbuhan nilainya dibawah nilai persentase
kapasitas lapang.
Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai kecukupan irigasi pada tanah
Andepts pada fase tengah pertumbuhan di lapisan 0 - 5 cm dan 6 - 10 cm nilainya
dibawah nilai persentase kapasitas lapang. Namun pada lapisan 11 - 15 cm dan
16 - 20 cm nilainya sama dengan nilai persentase kapasitas lapang. Hal ini
dikarenakan pada lapisan 0 - 5 cm dan 6 - 10 cm terdapat banyak akar tanaman
kedelai yang dengan cepat menyerap air . Untuk fase akhir pertumbuhan tanaman
nilai kecukupan irigasi pada semua lapisan nilainya sama dengan nilai persentase
kapasitas lapang.
Gambar 12. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Latosol pada fase akhir pertumbuhan
Gambar 13. Penyebaran akar tanaman sawi dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Andepts pada fase akhir pertumbuhan
Gambar 11, 12 dan 13 menunjukkan bahwa kadar air terendah pada tanah
Andepts dan Latosol pada fase akhir pertumbuhan tanaman sawi terdapat di
lapisan tanah 0 - 5 cm dan lapisan 6 - 10 cm. Hal ini dikarenakan terdapat banyak
perakaran pada lapisan tanah 0 - 5 cm dan lapisan 6 - 10 cm, sehingga banyak air
yang diserap pada lapisan tersebut dan mengakibatkan kadar air pada lapisan
tanah 0 -5 cm dan 6 - 10 cm menjadi lebih rendah daripada lapisan lainnya.
cm, hal ini karena akar serabut tanaman sawi lebih banyak pada lapisan 11 - 15
yang banyak menyerap air.
Gambar 14. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Inceptisol pada fase akhir pertumbuhan
Gambar 16. Penyebaran akar tanaman kedelai dengan kedalaman air tanah yang dangkal pada 20 sentimeter di bawah permukaan tanah Andepts pada fase akhir pertumbuhan
Gambar 14, 15 dan 16 menunjukkan bahwa kadar air terendah pada tanah
Andepts dan Latosol pada fase akhir pertumbuhan tanaman kedelai terdapat di
lapisan tanah 0 - 5 cm dan lapisan 6 - 10 cm. Sedangkan pada tanah Inceptisol
kadar air terendah terdapat pada lapisan 0 - 5 cm dan 16 - 20 cm.
Berat Kering Tanaman Sawi dan Kedelai
Berat basah dan berat kering tanaman sawi dan kedelai menunjukkan hasil
produksi tanaman yang diperoleh dengan menimbang berat keseluruhan tanaman
(daun, batang, dan akar) yang dipanen serta berat kering tanaman yang telah
dikeringovenkan. Hasil produksi tanaman sawi dan kedalai yang dibudidayakan
Tabel 14. Berat tanaman sawi dan kedelai
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa untuk tanaman sawi pada tanah
Inceptisol bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 44,42 g, bobot kering
tanaman yaitu 9,97 g. Pada tanah Latosol bobot basah rata-rata tanaman yaitu
sebesar 39,97 g, bobot kering tanaman yaitu 6,60 g. Pada tanah Andepts bobot
basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 33,72 g, bobot kering tanaman yaitu 5,86 g.
Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa berat tanaman sawi yang dihasilkan
belum maksimal. Menurut KEPMENTAN No 253/kpt/TP.240/5/2000 pada
kemasan benih, untuk jenis Tosakan berat pertanaman dapat mencapai 250 g. Hal
ini dikarenakan kondisi lingkungan pembudidayaan yaitu suhu rata-rata harian
rumah kaca, kondisi iklim dan penyinaran sinar matahari yang tertangkap oleh
rumah kaca dan kebutuhan fotosintesis tanaman tidak secara maksimal sehingga
tanaman tidak tumbuh optimal yang diketahui oleh berat kering tanaman caisim
yang sangat rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Rukmana (1994) yang
menyatakan bahwa kondisi penyinaran matahari dikehendaki untuk pertumbuhan
tanaman sawi adalah 10-13 jam per hari.
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa untuk tanaman kedelai pada
tanah Inceptisol bobot basah rata-rata tanaman yaitu sebesar 26,67 g, bobot kering
tanaman yaitu 7,96 g. Pada tanah Latosol bobot basah rata-rata tanaman yaitu
sebesar 8,86 g, bobot kering tanaman yaitu 2,73 g. Pada tanah Andepts bobot
Berdasarkan nilai kadar air tanamannya, kadar air tanaman sawi lebih
besar daripada nilai kadar air tanaman kedelai, hal ini dikarenakan pada batang
tanaman sawi banyak mengandung air dan penyerapan air pada tanaman sawi
lebih besar karena untuk memenuhi nilai evapotranspirasi yang juga besar
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tekstur tanah Inceptisol yang digunakan yaitu liat, tekstur tanah Latosol yang
digunakan yaitu liat dan tekstur tanah Andepts yang digunakan yaitu lempung
liat berpasir.
2. Besar evapotranspirasi (ETc) tanaman sawi adalah sebesar 1,92 mm/hari pada
fase tengah pertumbuhan, 1,53 mm/hari pada fase akhir pertumbuhan. Dan
besar evapotranspirasi (ETc) tanaman kedelai adalah sebesar 1,84 mm/hari
pada fase tengah pertumbuhan, 1,12 mm/hari pada fase akhir pertumbuhan.
3. Berat basah tanaman sawi pada tanah Inceptisol adalah sebesar 44,42 g dan
kadar air sebesar 77,55 %. Berat basah tanaman sawi pada tanah Latosol
adalah sebesar 39,97 g dan kadar air sebesar 83,48 %. Berat basah tanaman
sawi pada tanah Andepts adalah sebesar 33,72 g dan kadar air sebesar
82,62 %.
4. Berat basah tanaman kedelai pada tanah Inceptisol adalah sebesar 26,67 g dan
kadar air sebesar 70,15 %. Berat basah tanaman kedelai pada tanah Latosol
adalah sebesar 8,86 g dan kadar air sebesar 69,18 %. Berat basah tanaman
kedelai pada tanah Andepts adalah sebesar 9,20 g dan kadar air sebesar
76,30 %.
Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya memperhatikan kebocoran air hujan
yang berpengaruh pada nilai evapotranspirasi
2. Perlu dilakukan pengukuran evaporasi pada tanah.