• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Masyarakat Terhadap Utilisasi Puskesmas Di Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Masyarakat Terhadap Utilisasi Puskesmas Di Kabupaten Bireuen Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK MASYARAKAT TERHADAP

UTILISASI PUSKESMAS DI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TAHUN 2007

T E S I S

Oleh

AMIR ADDANI

047012002/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK MASYARAKAT TERHADAP

UTILISASI PUSKESMAS DI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TAHUN 2007

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

AMIR ADDANI 047012002/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh

Karakteristik Masyarakat Terhadap Utilisasi Puskesmas Di Kabupaten Bireuen

Tahun 2007”.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan,

dukungan dan do’a dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini ucapan terima

kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada yang terhormat :

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Surya Utama, MS, Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS,MBA, Ak selaku ketua pembimbing

dalam penulisan tesis ini.

5. dr. Masroel Siregar, SKM selaku anggota komisi pembimbing dalam

penulisan tesis ini atas bimbingan, masukan dan dukungan yang diberikan

dalam penyempurnaan penulisan ini.

6. dr. Fauzi, SKM selaku anggota komisi pembimbing, atas bimbingan, masukan

yang diberikan dalam penyempurnaan penulisan ini.

7. Dr. Dra. Ida Yustina MSi, selaku Dosen Pembanding yang banyak

memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis ini.

8. Dr. Surya Darma MPH, selaku Dosen Pembanding yang banyak memberikan

masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis ini.

9. Seluruh staf dosen program studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

(4)

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pelajaran selama penulis

mengikuti pendidikan.

10.Untuk seluruh keluargaistimewa buat Ibunda tercinta Hj. Syarifah Ranyek

yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil selama dalam

mengikuti proses pendidikan.

11.Untuk Istri tercinta Nurlina Harun, S.Ag, yang senantiasa dengan penuh

pengertian dan doa sehingga memotivasi saya untuk menyelesaikan tesis ini.

12.Rekan-rekan mahasiswa program studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Kosentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara angkatan 2002/2003 atas kerja sama, persahabatan

dan persaudaraan selama masa pendidikan.

13.Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen yang telah memberikan bantuan dalam

penyelesaian tesis ini.

14.Bapak dr. Amren Rahim, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Kab. Bireuen

beserta staf, atas izin dan bantuan data hingga selesainya penelitian ini.

15.Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya penulis mengharapkan kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan Ilmu Manajemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Medan,

(5)

ABSTRAK

Puskesmas adalah satu kesatuan organisasi fungsional yang berlangsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan. Pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat sangat dipengaruhi oleh lokasi dan tempat, tenaga dan fasilitas yang disediakan. Program kerja di Puskesmas Bireuen 3 tahun terakhir dalam pemanfaatannya oleh masyarakat, menurun berkisar 20 – 30 %.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa pengaruh karakteristik masyarakat (pengetahuan, akses, pengeluaran biaya dan rasa aman) terhadap utilisasi Puskesmas di Kabupaten Bireuen.

Jenis penelitian ini adalah rancangan cross sectional study yang dilakukan selama 3 bulan dan mengumpulkan data melalui kuesioner yang di distribusikan kepada 200 responden yaitu 100 responden yang berkunjung ke Puskesmas dan 100 responden tidak berkunjung ke Puskesmas.

Hasil pengujian hipotesa analisis Regresi Logistik dengan tingkat signifikan < 0,05, (variabel pengetahuan akses, pengeluaran biaya dan rasa aman). Hasil koefisien regresi variabel karakteristik terhadap utilisasi Puskesmas yang memiliki pengaruh; variabel pengetahuan (B = 3.750), akses (B = 2.517), rasa aman (B = 2.096), yang tidak memiliki pengaruh variabel pengeluaran biaya (B = -3.478).

Disarankan untuk meningkatkan utilisasi Puskesmas hendaknya pihak Puskesmas melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengobatan gratis serta meningkatkan pengetahuan responden melalui penyuluhan yang disesuaikan dengan latar belakang pendidikan.

(6)

ABSTRACT

Puskesmas (community health center) is a unit of fuction organization that provided an overall service to the community in a specified work area in the form of health action. The utilization of Puskesmas by the community is extremely influenced by location, human resources, facilities available and work program. The utilization of Puskesmas Bireuen by the community ini the past 3 (three) years decreased abaout 20 to 30%. The purpose of this study is to examine the influence of the characteristics of community in terms of knowledge, access, expenses ad feeling of security on the utilization of Puskesmas in Bireuen district. This explanatory research with cross-sectional design was conducted for 3 (three) mounths. The data needed for this study were obtained through questionnaires distributed to 200 respondents – 100 respondent were those who visited Puskesmas and the other 100 responden were who did visit Puskesmas. The result of logistic regression analysis with significant level of < 0.05 (the variables of knowledge, access, expenses and feeling of security) shows that the regression coefficient of characteristic variable that has an influence on Puskesmas utilization are the variable of knowledge (B = 3.750), access (B = 2.517), feeling of security (B = 2.096) and the variable that has no influence is the of expenses (B = -3.478). To improve the utilization of Puskesmas, it is suggested that the management of Puskesmas socialize the free medical treatment program to the community and improve the knowledge of respondents of respondent through providing extension based on the respondents’ education background.

(7)

DAFTAR ISI

Karakteristik Masyarakat dalam Pemanfaatan Puskesmas ... 6

Pengetahuan, Akses ... 7

Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian ... 22

Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

Populasi ... 22

Sampel ... 23

Metode Pengumpulan Data ... 25

Pengujian Validitas dan Realibilitas ... 25

Variabel dan Definisi Operasional ... 28

Aspek Pengukuran ... 30

Metode Analisis Data ... 31

(8)

Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32

Geografi ... 32

Demografi ... 32

Data Responden ... 33

Analisa Deskriptif ... 34

Variabel Pengetahuan ... 34

Variabel Akses ... 35

Variabel Pengeluaran Biaya ... 35

Variabel Rasa Aman ... 36

Uji Hipotesis ... 37

Analisa Multivariat ... 42

PEMBAHASAN ... 45

Identitas Responden ... 45

Karakteristik Responden ……….. ... 46

Keterbatasan Peneliti ……….... 49

KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

Kesimpulan ... 50

Saran ... 51

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Distribusi pemanfaatan masyarakat terhadap puskesmas ... 4

2 Distribusi Proposi Sampel yang Diambil pada Setiap Puskesmas Dikabupaten Bireuen ... 24

3 Uji Validitas Variabel Pengetahuan ... 26

4 Uji Validitas Variabel Akses ... 26

5 Uji Validitas Variabel Biaya ... 27

6 Uji Validitas Variabel Rasa Aman ... 27

7 Uji Validitas Variabel Utilisasi Puskesmas ... 27

8 Uji Reliabilitas ... 28

9 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 29

10 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 ... 33

11 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas menurut Tingkat Pendidikan Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 ... 34

12 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 ... 35

13 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Akses Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 ... 35

14 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Pengeluaran Biaya Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006 ... 36

(10)

16 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari Aspek Pengetahuan terhadap Utilisasi

Puskesmas ... 38

17 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari Aspek Akses terhadap Utilisasi Puskesmas ... 39

18 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari Aspek Pengeluran Biaya terhadap Utilisasi

Puskesmas ... 41

19 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari Aspek Rasa Aman terhadap Utilisasi Puskesmas ... 42

20 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat terhadap

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 55

2 Kuesioner Pembanding ... 62

3 Tabel Skor ... 69

4 Hasil Uji Asumsi Klasik... 70

5 Hasil Uji Normalitas... 72

6 Hasil Output Univariat ... 76

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah salah satu faktor penentu derajat kesehatan

masyarakat. Salah satu sasarannya adalah Pusat Kesehatan Masyarakat atau sering

dikenal Puskesmas. Visi Puskesmas secara umum adalah mewujudkan kecamatan

sehat melalui pelayanan kesehatan yang sesuai dengan masalah kesehatan lokal

yang ada, termasuk masalah kesehatan nasional yang sedang dihadapi (Ditjen

Kesehatan Masyarakat, 2002). Dengan demikian, Puskesmas diharapkan menjadi

pusat pelayanan kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat dan mampu

memberikan pelayanan proaktif dan responsif.

Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang

merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran

serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan

terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan

kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Depkes.RI, 2005).

Utilisasi adalah pemanfaatan oleh masyarakat terhadap puskesmas

hasilnya baik, nilai utilisasi sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat dan

kegiatan sumber daya manusia. Adapaun kegunaan utilisasi dari pada Puskesmas

adalah membantu masayarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

(14)

berbagai macam faktor, baik itu faktor masyarakat sebagai penguna pelayanan

kesehatan maupun faktor Puskesmas itu sendiri sebagai penyedia pelayanan

kesehatan.

Azwar (1996) mengatakan bahwa Puskesmas merupakan suatu kesatuan

organisasi kesehatan fungsional masyarakat yang merupakan pusat pengembangan

kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping

memberi pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat diwilayah

kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Wilayah kerja Puskesmas dapat merupakan satu Kecamatan atau sebagian

dari Kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi dan

keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan

wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat pemerintah

kabupaten, Sehingga pembagian wilayah kerja Puskesmas di tetapkan oleh Bupati

KDH, mendengar saran tehnis dari kepala kantor Departemen Kesehatan

Kabupaten/ Kota yang telah disetujui oleh kepala kantor wilayah kerja Puskesmas.

(Depkes RI, 2005)

Sejak konsep puskesmas diperkenalkan pada tahun 1968, jumlahnya

terus bertambah. Selama periode 1987-2002, misalnya, jumlah puskesmas

meningkat dari 5.524 menjadi 7.243. Peningkatan ini belum termasuk jumlah

sarana kesehatan primer lainnya seperti Puskesmas pembantu (Pustu) yang

mencapai 21.856 di tahun 2006, Puskesmas keliling (pusling), penempatan bidan

di desa (bides), dan kegiatan Pos pelayanan terpadu (Posyandu). Menurut

(15)

enam kegiatan pokok diantaranya upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan

lingkungan, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan pemberantasan

penyakit menular dan upaya pengobatan. Kesemuanya merupakan sarana

kesehatan penunjang Puskesmas yang dijalankan pemerintah secara menyeluruh,

berjenjang dan terpadu bersama Puskesmas. Ini dapat dilakukan karena lokasi

puskesmas tersebar di hampir semua kecamatan dan Kota Madya.

Kebijakan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui Instruksi

Gubernur No. 1 INT/2003 tentang Program Askeskin oleh Departermen

Kesehatan Republik Indonesia tentang kebijakan tersebut diikuti juga dengan

penyediaan sarana dan prasarana berupa pembangunan fisik, peskesmas keliling,

askes serta alat penunjang lain melalui bantuan dana alokasi khusus anggaran

APBD Kabupaten. Penyediaan sumber daya manusia serta kebijakan persiapan

tenaga dipersiapkan tenaga kesehatan melalui peningkatan tenaga honor melalui

buku putih guna untuk mencapai pelayanan terhadap masyarakat.

Pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat sangat dipengaruhi oleh lokasi

dan tempat keberadaan Puskesmas, tenaga pelayanan kesehatan dan fasilitas

yangdisediakan. Diketahui bahwa program kerja di Puskesmas Bireun bahwa

untuk 3 tahun terakhir pemanfaatan masyarakat terhadap Puskesmas menurun.

Dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1.1 Pemanfaatan Masyarakat terhadap Puskesmas di Kabupaten Bireuen

No Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005

(16)

Maslow dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa kebutuhan

manusia secara hierarki ada dua kategori yaitu kebutuhan tingkat dasar dan

kebutuhan tingkat tinggi. Salah satu kebutuhan adalah kebutuhan akan rasa aman

yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan

yang optimal. Sedangkan menurut Blum (1974) dalam Notoatmodjo (2005),

lingkungan merupakan faktor yang paling mempengaruhi kesehatan baik

individual maupun kelompok. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan

sosial budaya, politik dan ekonomi.

Berdasarkan data kunjungan Puskesmas di Kabupaten Bireuen dalam tiga

tahun terakhir yang terus menurun dari tahun 2003 (353.094 jiwa), tahun 2004

(274.318 jiwa) dan tahun 2005 (221.839 jiwa) (Dinas kesehatan Kabupaten

Bireuen, 2005). Angka penurunan ini terjadi disebabkan beberapa faktor

diantaranya yang berkaitan dengan karakteristik masyarakat seperti pengetahuan

masyarakat akan pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas, akses menuju

ke puskesmas yang jaraknya terlalu jauh, sedangkan untuk pengeluaran biaya

yang harus dikeluarkan pada saat akan ke puskesmas relatif masih mahal yang

dikarenakan biaya transportasi yang tinggi serta rasa aman pada saat akan

berkunjung ke Puskesmas.

1.2 Permasalahan

Belum diketahuinya apakah ada pengaruh karakteristik masyarakat

(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisa pengaruh karakteristik masyarakat berupa

pengetahuan, akses kepelayanan kesehatan, pengeluaran biaya dan rasa aman

masyarakat) terhadap utilisasi Puskesmas di Kabupaten Bireuen tahun 2006.

1.4 Hipotesis

Terdapat pengaruh karakteristik masyarakat (pengetahuan, akses,

pengeluaran biaya dan rasa aman) terhadap utilisasi Puskesmas di Kabupaten

Bireuen tahun 2006.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Merupakan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bireuen, sebagai

strategi meningkatkan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas.

2. Bagi peneliti lain, sebagai bahan perbandingan dalam melakukan

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Masyarakat Dalam Pemanfaatan Puskesmas 2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai hal atau

sesuatu. Pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut Syarif

dalam Notoadmodjo (1997) pengetahuan adalah kesan dari pikiran manusia

sebagai hasil panca indra. Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan

perubahan perilaku, pengetahuan tertentu tentang kesehatan mungkin penting

sebelum suatu tindakan kesehatan terjadi, tetapi tindakan kesehatan yang

diharapkan mungkin tidak akan terjadi kecuali apabila seseorang mendapat isyarat

yang cukup kuat untuk memotivasinya bertindak atas dasar pengetahuan yang

dimilikinya. Pengetahuan merupakan faktor penting dalam menghasilkan

perubahan namun tidak memadai dalam perubahan perilaku kesehatan (Azwar,

1996).

Notoatmodjo (1996) menjelaskan bahwa pengetahuan dapat diperoleh

melalui pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengetahuan mempunyai 6

tingkatan meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Tahu

diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, yang

termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

(19)

untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar, misalnya dapat menjelaskan

mengapa harus makan makanan yang bergizi. Aplikasi (Aplication) diartikan

sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi

atau kondisi real/sebenarnya. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di

dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Sintesis (Syntesis) menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan

evaluasi (evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melalukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek (Notoatjmodjo, 1996).

2.1.2. Akses

Akses terhadap pelayanan kesehatan dapat berarti akses geografis (ketidak

terjangkauan dari segi jarak terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan). Akses

sosial (karena keterbatasan dari segi sosial, rumah sakit misi cenderung enggan

dikunjungi oleh masyarakat dari latar belakang sosial yang berbeda). Prosentase

dari masyarakat yang mengunjungi fasilitas pelayanan kesehatan formal (milik

swasta maupun pemerintah) menurun menjadi 53% pada Susenas, 2001,

diperkirakan 30% yang memanfaatkan Puskesmas dan Pustu. (SKN, 2004).

Kecenderungan yang terjadi ini menunjukkan bahwa hampir 50% dari

masyarakat yang mempunyai keluhan sakit sama sekali tidak memanfaatkan

(20)

melakukan pengobatan sendiri, sedangkan sisanya berobat ke dukun atau bahkan

sama sekali tidak berobat.

Hak untuk kesehatan di Indonesia telah diakui secara formal sejak tahun

1960 dengan adanya Undang-Undang Pokok Kesehatan dan diperbaharui oleh

Undang-Undang No.23 tahun 1992. Health for all sebagai suatu tujuan

ditetapkan berdasarkan prinsip dasar dari equity, keadilan sosial dan solidaritas

(equity, sosial justice and solidarity). Sebutan for all sudah jelas mengandung arti

equity. Upaya pemerataan pelayanan kesehatan dengan pendekatan melalui

Puskesmas Public Health Care (PHC) juga telah membuka kesempatan cakupan

pelayanan kesehatan kepada semua lapisan masyarakat terutama menyediakan

pelayanan kesehatan yang tidak disediakan system pelayanan kesehatan lain.

Meskipun telah menyediakan pelayanan lebih meluas secara geografis dan

mencapai berbagai lapisan masyarakat. Kenyataannya responsitivitasnya masih

kurang adekuat. Fokus utama pelayanan PHC masih diasumsikan menjawab

kebutuhan (needs) dari pada permintaan (demands). (Depkes. RI, 2004)

Access to health care dapat diartikan sebagai selalu adanya kemungkinan

memperoleh pelayanan kesehatan disaat kapanpun dibutuhkan. Kesehatan

masyarakat harus dipandang dari perspektif yang luas. Tidak hanya sebagai

preventive, promotive, curative and rehabilitative,tetapi juga cakupan pelayanan

kesehatan yang diselenggarakan pemerintah atau institusi pelayanan kesehatan

lainnya. Pendekatan terbaru WHO dalam mengukur performans pelayanan

(21)

health status), responsiveness dan dalam penyelenggaraan pembiayaannya

(financing of health care).

Mill, et all (2001) menjelaskan secara umum Equity, Equality dan Access

dapat diartikan sebagai berikut :

a. Equity diartikan sebagai suatu keadilan dalam mengalokasikan

sumberdaya pada berbagai individu atau kelompok (Fairness in the

allocation of resources or treatment among different individuals or

group); merupakan suatu konsep etika yang biasanya dikaitkan dengan

standar atau norma keadilan. Sinonimnya serupa sosial justice dan

fairness, yang pengertiannya dapat berbeda pada orang dan waktu.

Misalnya, bila disuatu daerah disediakan pelayanan yang murah untuk

semua orang dan dapat menyelamatkan 100 orang. Disediakan juga

pelayanan yang relative lebih mahal tetapi hanya mencakup setengah

populasi didaerah yang sama dan jumlah biaya yang sama menyelamatkan

110 orang. Masyarakat akan melihat bahwa pilihan pertama (untuk semua

orang), lebih equitable. Dokter akan lebih memilih pilihan kedua karena

lebih efektif untuk biaya yang sama menyelamatkan hidup lebih banyak.

b. Equality, equality harus dibedakan dari equity. Equality tidak terkait

terhadap biaya tetapi lebih kepada kesetaraan, sedangkan equity lebih

kepada keadilan. Equity in health: WHO secara operasional

mendefinisikannya sebagai “Minimizing avoidable disparities in health

and its determinants including but not limited to health care between

(22)

Definisi “equity in health” WHO ini mengandung dua pengertian: 1)

Equity in health (health status) berarti mencapai derajat kesehatan fisik,

psikologik dan sosial setinggi-tingginya. 2) Equity in health care berarti

bahwa sumber daya kesehatan dialokasikan berdasarkan need; pelayanan

kesehatan diarahkan untuk memenuhi harapan masyarakat dan

pembayaran biaya pelayanan kesehatan dilakukan sesuai kemampuan

membayar (the ability to pay).

c. Access merupakan suatu equity in health care dalam bentuk komitmen

untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan yang tinggi sesuai need untuk

semua orang. Access dapat juga diartikan secara arti maupun potensinya

seperti potential access, realized access, equitable access, effective access

and efficient access.

Potential access adalah situasi dimana karakteristik dan sumberdaya

system pelayanan kesehatan menentukan pemanfaatan pelayanan

kesehatan.

Realized access adalah situasi dimana pelayanan kesehatan yang tersedia

telah benar-benar dimanfaatkan.

Equitable access merupakan penyebaran pelayanan kesehatan

dilaksanakan berdasarkan karakteristik sosial, ekonomi, demografik dan

needs.

Effective access adalah kondisi dimana pelayanan kesehatan telah mampu

(23)

Efficient access adalah kondisi dimana pelayanan kesehatan ada pada

biaya minimal dengan status pelayanan dan kepuasan yang maksimal.

2.1.3. Pengeluaran biaya

Keadaan pendapatan penduduk juga ikut memberi andil dalam sulitnya

mengupayakan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Penduduk desa yang

umumnya berpenghasilan dari sektor pertanian memang lemah kondisi

ekonominya. Walaupun ada ketentuan yang memperbolehkan mereka yang tidak

mampu untuk tidak membayar restribusi di Puskesmas, namun kenyataannya

orang-orang yang demikian justru enggan datang ke Puskesmas. Disini petugas

Puskesmas diharapkan tidak membedakan pelayanan kepada mereka yang tidak

mampu agar tidak timbul perasaan dianaktirikan, yang pada akhirnya membuat

mereka enggan untuk datang ke Puskesmas (Tjiptoherijanto, 1993 ).

Tingkat ekonomi keluarga yang mapan memungkinkan anggota keluarga

untuk memperoleh kebutuhan yang lebih misalnya dibidang pendidikan,

kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula sebaliknya jika

ekonomi lemah maka menjadi hambatan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan

terhadap pelayanan kesehatan. Keadaan sosial ekonomi (kemiskinan, orang tua

yang tidak bekerja atau berpenghasilan rendah) yang memegang peranan penting

dalam meningkatnya status kesehatan keluarga. Jenis pekerjaan orang tua erat

kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, dimana bila

penghasilan tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan

(24)

berdampak pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal

pemeliharaan kesehatan karena kurangnya daya beli obat maupun biaya

transportasi dalam hal mengunjungi pusat pelayanan kesehatan. Dalam mencari

pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan pengobatan gratis yaitu biaya yang

dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Pusekmas (Notoadmodjo,

2005).

2.1.4. Rasa Aman

Maslow membagi kebutuhan menjadi 5 tingkatan yaitu (1) kebutuhan

fisiologis seperti kebutuhan makan dan minum, tidur dan seks. (2) kebutuhan akan

rasa aman dalam hal ini setiap manusia selalu ingin mendapatkan lingkungan

hidup yang aman (kebutuhan primer). (3) kebutuhan mencintai dan mencintai,

kebutuhan ini mencerminkan bahwa manusia adalah makhuk sosial dimana setiap

manusia ingin hidup berkelompok. (4) Kebutuhan untuk dihargai yaitu kebutuhan

diakui oleh lingkungannya. (5) Kebutuhan aktualisasi diri, kondisi dimana

seseorang merasa telah mampu yaitu perasaan bahwa ia telah memahami poteni

dirinya dan telah mengembangkannya dengan cara yang unik, namun kebutuhan

ini sulit untuk dipenuhi.

Walaupun hierarki dari kebutuhan ini sering kali gagal dilaksanakan sesuai

dengan teori yang banyak dikenal di Indonesia, hal ini disebabkan kebutuhan

fisiologis dan kebutuhan rasa aman dimana kedua kebutuhan ini masih belum

(25)

2.2 Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai

misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan yang melaksanakan

pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk

masyarakat yang tinggal disuatu wilayah kerja tertentu (Muninjaya, 1999).

Menurut Dep.Kes RI (2002) Puskesmas dibedakan atas 4 macam, yaitu :

1. Puskesmas tingkat desa

2. Puskesmas tingkat kecamatan

3. Puskesmas tingkat kewedanan

4. Puskesmas tingkat kabupaten

Pada raker kesnas ke II tahun 1969, pembagian Puskesmas dibagi menjadi

3 kategori, yaitu :

1. Puskesmas tipe A, dipimpin oleh dokter penuh

2. Puskesmas tipe B, dipimpin dokter tidak penuh

3. Puskesmas tipe C, dipimpin oleh tenaga paramedik

Pada tahun 1970 ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional

dirasakan pembagian Puskesmas berdasarkan kategori tenaga ini kurang sesuai

karena untuk puskesmas tipe B dan tipe C tidak dipimpin oleh dokter penuh atau

sama sekali tidak ada tenaga dokternya, sehingga dirasakan sulit untuk

mengembangkannya. Sehingga mulai tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam

puskesmas dengan wilayah kerja tingkat kecamatan atau pada suatu daerah

dengan jumlah penduduk antara 30.000 sampai 50.000 jiwa. Konsep berdasrkan

(26)

1979 yang lalu, dan ini yang lebih dikenal dengan konsep wilayah (Dep.Kes RI,

2002).

Sesuai dengan perkembangan dan kemampuan pemerintah dan

dikeluarkannya Inpres Kesehatan Nomor 5 tahun 1974, Nomor. 7 tahun 1975 dan

Nomor. 4 tahun 1976, telah berhasil mendirikan serta menempatkan tenaga dokter

di semua wilayah tingkat kecamatan diseluruh pelosok tanah air, maka sejak

Repelita III konsep wilayah diperkecil yang mencakup suatu wilayah dengan

penduduk sekitar 30.000 jiwa (Dep.Kes RI, 2002).

Sejak tahun 1979 mulai dirintis pembangunan Puskesmas di daerah-daerah

tingkat kelurahan atau desa yang memiliki jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa.

Untuk mengkoordinir kegiatan-kegiatan yang berada di suatu kecamatan, maka

salah satu puskesmas tersebut ditunjuk sebagai penanggung jawab dan disebut

dengan nama Puskesmas tingkat kecamatan atau Puskesmas pembina.

Puskesmas-Puskesmas yang ada ditingkat kelurahan atau desa disebut Puskesmas-Puskesmas kelurahan

atau yang lebih dikenal dengan puskesmas pembantu, dan sejak itu puskesmas

dibagi dalam 2 kategori yaitu:

1. Puskesmas kecamatan (Puskesmas pembina)

2. Puskesmas Kelurahan/desa (Puskesmas pembantu) (Dep.Kes RI, 2002).

Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilakukan dengan cara:

1. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan

kegiatan dalam rangka menolong mereka sendiri.

2. Memberi petunjuk kepada masyarakat bagaimana menggali dan

(27)

3. Memberikan bantuan-bantuan yang bersifat bimbingan teknis

materi dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada

masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan

ketergantungan.

4. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.

5. Bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam

melaksanakan program Puskesmas (Dep.Kes RI, 2002).

2.2.1. Utilisasi Puskesmas (Pemanfaatan Puskesmas)

Pandangan Beberapa Orang Ahli Mengenai Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan Mckinlay (1972), mengidentifikasikan 6 (enam) pendekatan utama

mengenai pemanfaatan pelayanan kesehatan, yaitu dari sudut ekonomi,

sosiodemografi, psikologi sosial, sosial budaya, dan organisasional. Banyak

penelitian tentang kesehatan, penyakit dan perilaku sakit, masing-masing melihat

dari salah satu perspektif pendekatan tersebut (Marshall, dalam Muzaham, 1995).

Pemanfaatan fasilitas kesehatan Puskesmas oleh masyarakat dapat dilihat

dari beberapa indikator yang antara lain sebagai berikut :

1) Rata-rata kunjungan per hari buka Puskesmas

2) Frekwensi kunjungan Puskesmas

Rendahnya angka kunjungan rata – rata ke Puskesmas tersebut dapat

disebabkan oleh berbagai macam faktor, baik itu faktor masyarakat sebagai

(28)

penyedia pelayanan kesehatan. Adapun faktor–faktor tersebut beberapa

diantaranya akan dibahas berikut ini.

Menurut Anderson (1968) sekuensi determinan individu terhadap

pemanfaatan pelayanan kesehatan tergantung pada: (1) predisposisi keluarga

untuk pemanfaatan pelayanan kesehatan, (2) kemampuan mereka untuk

melaksanakannya, dan (3) kebutuhan mereka terhadap jasa pelayanan tersebut.

Masing-masing komponen mencakup beberapa dimensi “sub komponen” yang

menghasilkan defenisi teoritis dan operasional dari model tersebut (Marshall, dkk

dalam Muzaham, 1995).

2.2.2. Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas adalah

mendukung tercapainya pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang

bertempat tinggal diwilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat 2010

(Dep.Kes RI, 2002).

2.2.3. Upaya Kesehatan di Puskesmas (Dep.Kes RI, 2002)

Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui Puskesmas yakni

terwujudnya kecamatan sehat menuju Indonesia sehat, Puskesmas bertanggung

jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan

(29)

merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut yakni

:

Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan

berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya

ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan

wajib ini harus dilaksanakan oleh setiap Puskesmas yang ada di wilayah

Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah : (Kepmenkes, 2004).

1. Upaya promosi kesehatan

2. Upaya kesehatan lingkungan

3. Upaya perbaikan gizi masyarakat

4. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

5. Upaya pengobatan

Berdasarkan Buku Pedoman Kerja Puskesmas yang terbaru terdapat 20

usaha pokok kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas, hal ini sangat tergantung

kepada faktor tenaga, sarana dan prasarana serta biaya yang tersedia. Kegiatan

pokok puskesmas tersebut antara lain:

1. Upaya kesehatan ibu dan anak

2. Upaya keluarga berencana

3. Upaya Peningkatan gizi

4. Upaya kesehatan lingkungan

5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

6. Upaya pengobatan termasuk pelayanan gawat darurat karena kecelakaan

(30)

8. Upaya kesehatan sekolah

9. Upaya kesehatan olah raga

10. Upaya perawatan kesehatan masyarakat

11. Upaya kesehatan kerja

12. Upaya kesehatan gigi dan mulut

13. Upaya kesehatan jiwa

14. Upaya kesehatan mata

15. Upaya laboratorium sederhana

16. Upaya pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan

17. Upaya kesehatan usia lanjut

18. Upaya pembinaan pengobatan tradisional

19. Upaya kesehatan remaja

20. Dana sehat

Pelaksanaan kegiatan pokok diarahkan kepada keluarga sebagai satuan

masyarakat terkecil. Oleh karena itu kegiatan pokok Puskesmas ditujukan untuk

kepentingan keluarga sebagai bagian dari masyarakat diwilayah kerjanya

(Effendy, 1998).

2.2.4. Wilayah Kerja Puskesmas

Puskesmas harus bertanggung jawab untuk setiap masalah kesehatan yang

terdiri dari wilayah kerjanya, meskipun masalah tersebut lokasinya berkilo-kilo

meter dari Puskesmas. Azas inilah puskesmas dituntut untuk lebih mengutamakan

(31)

sehingga dengan demikian puskesmas harus secara aktif terjun ke masyarakat dan

bukan menantikan masyarakat datang ke puskesmas (Dep.Kes RI, 2002).

Wilayah kerja Puskesmas, bisa kecamatan, faktor kepadatan penduduk,

luas daerah, keadaan geografis dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan

faktor pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas

merupakan perangkat Pemerintah Kabupaten, sehingga pembagian wilayah kerja

puskesmas ditetapkan oleh Bupati, mendengar saran teknis dari Kantor Dinas

Kesehatan Provinsi.

Untuk kota besar wilayah kerja puskesmas bisa satu kelurahan, sedangkan

Puskesmas di ibu kota kecamatan merupakan puskesmas rujukan, yang berfungsi

sebagai pusat rujukan dari puskesmas kelurahan yang juga mempunyai fungí

koordinasi. Sasaran penduduk yang dilaksankan oleh sebuah puskesmas rata-rata

30.000 penduduk. Luas wilayah yang masih efektif untuk sebuah puskesmas di

daerah pedesaan adalah suatu area dengan jari-jari 5 km, sedangkan luas wilayah

kerjanya yang dipandang optimal adalah dengan radius 3 km (Effendy, 1998).

2.2.5. Kedudukan Puskesmas

a. Kedudukan dalam bidang administrasi

Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II dan

bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan Dati II.

(32)

Dalam urutan hirarki pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan

Nasional (SKN) maka puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas

kesehatan pertama.

2.3 Landasan Teori

Djoko (1997), megemukakan bahwa Pemanfaatan fasilitas pelayanan

kesehatan bagi masyarakat tidak terlepas dari dua faktor utama yaitu :

Predispossing Factors dan Enabling factors.

Predisposing factors, merupakan faktor berpengaruh yang dapat

menambah secara positif terhadap kebutuhan (demands) masyarakat, yang sudah

tampak yang akan diarahkan melalui peningkatan program kesehatan itu sendiri.

Faktor tersebut meliputi faktor demografi, faktor sosial ekonomi (tingkat

pendapatan rata-rata masyarakat) dan faktor Psikologi sosial (pendidikan, sikap,

kecocokan dalam pelayanan).

Sedangkan Enabling factors, merupakan factor pengaruh yang secara

mutlak pada keadaan permulaan memang harus ada sebagai syarat yang mutlak

dibutuhkan. Faktor tersebut meliputi pengetahuan, pendidikan, dan pekerjaan.

Jangkauan pusat-pusat pelayanan kesehatan (availability) dihubungkan dengan

jarak tempat tinggal konsumen (perkotaan atau pedesaan), fasilitas yang tersedia,

sistem pelayanan, organisasi dan management serta administrasi, kualitas

pelayanan (secara medis dan kecepatan pelayanan) dan jangkauan tarif.

Sedangkan Andersen (1968), mengemukakan bahwa tiga faktor yang

(33)

pelayanan, adanya faktor-faktor yang mendiami terhadap pelayanan kesehatan

yang ada dan adanya kebutuhan akan pelayanan kesehatan.

2.4 Kerangka Konsep

Karakteristik Masyarakat - Pengetahuan

- Akses

- Pengeluaran Biaya - Rasa Aman

Utilisasi Puskesmas

Pandangan tentang Kebijakan Pengobatan

Gratis

(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Kuantitatif dengan rancangan Cross

Sectional Study yaitu mencari pengaruh karakteristik masyarakat antara variabel

independen dan variabel dependen dengan melakukan pengukuran dalam waktu

yang bersamaam (simultan) (Notoadmodjo, 2005).

3.2 Lokasi Penelitian Dan Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung selama 8 (delapan) bulan ini telah dilaksanakan dari bulan

Oktober sampai dengan Mei 2007 dengan mengambil tempat di puskesmas dalam

wilayah Kabupaten Bireuen.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien baik laki-laki maupun

perempuan yang berumur > 15 tahun yang mendapatkan pelayanan kesehatan dan

yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, kriteria ini untuk memudahkan

peneliti dalam melakukan wawancara dan pada umur tersebut responden yang

berkunjung untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ke Puskesmas-puskesmas di

wilayah Kabupaten Bireuen dengan jumlah keseluruhan kunjungan rata-rata dari

(35)

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

rumus penentuan jumlah sampel dari Notoatmodjo (2002) sebagai berikut:

Perhitungan besar sampel untuk masing-masing Puskesmas diambil

berdasarkan rata-rata angka kunjungan perbulan pada tahun 2005, sehingga

ditetapkan sampel penelitian sebagai berikut:

100

Untuk menentukan sampel yang akan diambil pada setiap Puskesmas,

maka digunakanlah Proportional Random Sampling. Berikut ini adalah Tabel

yang menjukkan proporsi sampel yang diambil pada setiap Puskesmas disaat

(36)

Tabel 3.1 Distribusi Proporsi Sampel yang Diambil pada Setiap Puskesmas Di Kabupaten Bireuen

No Puskesmas Jumlah Kunjungan Gratis Tahun 2005

Rata-rata

Kumjungan

perbulan

Proporsi

Sampling Pembanding

1 Samalanga 36984 3.082 17 17

2 Simpang

Mamplam 28234 2.353 13 13

3 Cot Glungku 4930 411 2 2

4 Jeunib 17068 1.422 8 8

5 Peudada 3813 318 2 2

6 Jeumpa 17654 1.471 8 8

7 Juli Tp Mane 9953 829 4 4

8 Peusangan 18842 1.570 8 8

9 Ulee Jalan 11775 981 5 5

10 Lueng Daneum 12270 1.023 6 6

11 Makmur 5220 435 2 2

12 Kuta Blang 9374 781 4 4

13 Gandapura 23749 1.979 11 11

14 Jangka 21973 1.831 10 10

Total 221839 18.487 100 100

Total Rata-rata Kunjungan perbulan 1.320

3.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data diambil melalui :

1. Data primer, dikumpul dengan cara wawancara langsung kepada

responden dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuisioner.

(37)

3.4.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Pengujian Validitas

Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen

sebagai alat ukur penelian yang dapat mengukur apa yang diinginkan atau dapat

mengungkap data dari variabel yang diteliti secara cepat. Koefisien korelasi

dikatakan baik atau Valid apabila lebih besar dari 0.30. (Arikunto, 2002)

Pengujian Reliabilitas

Pengujian reliabilitas menunjukkan suatu pengertian bahwa instrumen

cukup dapat dipercaya untuk alat pengumpulan data, reabilitas yang dapat

diterima apabila nilai Reability Coeficients lebih atau sama dengan 0.60.

(Arikunto, 2002)

3.4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Tabel 3.2 Uji Validitas Variabel Pengetahuan

No.Perta nyaan

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

p1 21.0667 15.306 .637 .864

p2 20.8333 16.351 .384 .887

p3 20.9333 16.685 .490 .874

p4 21.1667 15.937 .599 .866

p5 20.5667 16.047 .762 .858

p6 20.9333 16.685 .490 .874

p7 20.5667 16.047 .762 .858

p8 20.7000 14.148 .662 .865

p9 20.5667 16.047 .762 .858

(38)

Tabel 3.3 Uji Validitas Variabel Akses

No.Perta nyaan

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Tabel 3.4 Uji Validitas Variabel Biaya

No.Perta nyaan

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Tabel 3.5 Uji Validitas Variabel Rasa Aman

No.Perta nyaan

Scale Mean if Item Deleted

(39)

Tabel 3.6 Uji Validitas Variabel Utilisasi Puskesmas

No.Perta nyaan

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Berdasarkan hasil uji validitas tabel-tabel diatas maka nilai validitas yang

terdapat pada kolom Corrected Item Total Correlation dari variabel pengetahuan,

akses, pengeluaran biaya, rasa aman dan utilisasi puskesmas seluruhnya lebih

besar dari 0.30. dengan demikian maka seluruh butir pertanyaan dapat dinyatakan

Valid.

Tabel 3.7 Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach's

Alpha N of Items

Independen Pengetahuan .878 10

Akses .904 10

Pengeluaran Biaya .835 5

Rasa Aman .784 5

Dependen Utilisasi Puskesmas .919 10

Berdasarkan hasil uji Reliabilitas tabel-tabel diatas maka nilai reliability

(40)

utilisasi puskesmas seluruhnya lebih besar dari 0.60. Dengan demikian maka

seluruh butir pertanyaan dapat dinyatakan Reliabel.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Menurut Singarimbun dan Effendi (1989) defenisi operasional adalah

unsur penelitian yang memberitahukan cara mengukur suatu variabel, atau

semacam pentunjuk pelaksanaan mengukur variabel. Defenisi operasional

memberi batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus

dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel. Berikut merupakan defenisi

operasional dan pengukuran variabel penelitian, yakni Karakteristik masyarakat

(Pengetahuan, akses, pengeluaran biaya, dan rasa aman) dan utilisasi puskesmas

sebagai varibel dependen.

Tabel. 3.8 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel

Karakte ristik Masyar

akat

Defenisi Alat Ukur Kriteria Bobot Skala

Independen Pengeta huan

Segala sesuatu yang diketahui

masyarakat dan pemahaman

masyarakat tentang puskesmas yang berkaitan dengan fungsi sebagai tempat pelayanan kesehatan dasar.

Kuesioner Baik Kurang

> 20 < 20

Ordinal

Independen Akses Kemampuan masyarakat dalam menjangkau

puskesmas untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan yang meliputi jarak

Kuesioner Terjangkau Tidak terjangkau

> 20 < 20

(41)

Independen Pengelu aran Biaya

Besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat pada saat hendak mengunjungi

puskesmas.

Kuesioner Tinggi Rendah

> 10 < 10

Ordinal

Independen Rasa Aman

Situasi dan kondisi lingkungan yang berkaitan dengan keamanan untuk memperoleh

pelayanan kesehatan dipuskesmas.

Kuesioner Aman Tidak aman

> 20 < 20

Ordinal

Dependen Utilisasi Puskesm

as

Pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas

Kuesioner Dimanfaatkan Tidak

dimanfaatkan

> 20 < 20

Ordinal

3.6 Aspek Pengukuran

Untuk mengukur pengetahuan, akses, pengeluaran biaya, rasa aman dan

utilisasi puskesmas dengan menggunakan kuisioner dalam bentuk pertanyaan

terbuka dengan kategori :

1. Pengetahuan, dapat diukur dengan memberi skor terhadap kuisioner yang

telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan ada 10 total skor 30 dengan kriteria sebagai

berikut :

Baik jika skor > 20

Tidak Baik jika skor < 20

2. Akses, dapat diukur dengan memberi skor terhadap kuisioner yang telah

diberi bobot. Jumlah pertanyaan ada 10 total skor 30 dengan kriteria sebagai

berikut :

Terjangkau jika skor > 20

(42)

3. Pengeluaran Biaya, dapat diukur dengan memberi skor terhadap kuisioner

yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan ada 5 total skor 15 dengan kriteria

sebagai berikut :

Tinggi jika skor > 10

Rendah jika skor < 10

4. Rasa Aman, dapat diukur dengan memberi skor terhadap kuisioner yang

telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan ada 5 total skor 15 dengan kriteria sebagai

berikut :

Aman jika skor > 10

Kurang Aman jika skor < 10

5. Utilisasi, dapat diukur dengan memberi skor terhadap kuisioner yang telah

diberi bobot.

Dimanfaatkan jika skor > 20

Tidak Dimanfaatkan jika skor < 20

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji statistik

Regresi Logistic yaitu melihat asosiasi variabel independen karakteristik

masyarakat (pengetahuan, akses, pengeluaran biaya, rasa aman) dengan variabel

(43)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Geografi

Kabupaten Bireun merupakan salah satu dari 28 Kabupaten yang ada di

Provinsi NAD yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara melalui

UU No. 48 tahun 1999 tanggal 12 Oktober 1999 dengan luas wilayah 1.901,21

km2 (190.21 Ha) yang terdiri dari 17 Kecamatan, 69 Kemukiman dan 552

gampong atau desa.

Kabupaten Bireuen terletak pada garis 4o – 54o.18o Lintang Utara dan

96o.20o – 97o.21o Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah:

Sebelah Utara dengan Selat Malaka.

Sebelah Selatan dengan Kabupaten Bener Meriah.

Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Utara

Sebelah Barat dengan Kabupaten Pidie.

4.1.2 Demografi

Jumlah penduduk Kabupaten Bireuen tahun 2005 adalah 351.835 jiwa

yang terdiri dari 169.365 laki-laki dan 182.470 perempuan. Laju pertumbuhan

penduduk Kabupaten Bireun tahun 2005 yaitu 2,07%, sedangkan laju

pertumbuhan tahun 2004 juga mencapai 2,06%. Disini terlihat jelas bahwa pada

(44)

4.2 Data Umum Responden.

Berdasarkan tabel 4.1, terlihat bahwa pengguna lebih banyak perempuan

memanfaatkan/utilisasi pelayanan puskesmas (52,0%) dibandingkan dengan

laki-laki (48,0%). Demikian juga yang tidak memanfaatkan lebih banyak perempuan

dari pada laki-laki.

Tabel 4.1 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Bireuen Tahun 2006

Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 4.2, terlihat bahwa pengguna lebih banyak pada

masyarakat yang berpendidikan SLTP (40,0%), sedangkan yang tidak

memanfaatkan adalah masyarakat yang berpendidikan SLTA (38,0%).

Tabel 4.2 Distribusi Responden tentang Utilisasi Puskesmas MenurutTingkat Pendidikan Di Kabupaten Bireuen Tahun 2006

Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Pendidikan

f % f %

1 2 3 4

Tidak sekolah SLTP

SLTA

Akademi/ PT

(45)

4.3 Analisis Deskriptif

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas dalam wilayah

Kabupaten Bireuen, maka didapatkan hasil penelitian sebagai berikut :

4.3.1 Variabel Pengetahuan

Berdasarkan Tabel 4.3, terlihat bahwa dari 100 responden yang

memanfaatkan Puskesmas paling banyak adalah responden yang mempenyai

pengetahuan baik (74,0%), dan yang berpengetahun kurang baik (26,0%),

sedangkan yang tidak memanfaaatkan Puskesmas paling banyak adalah

respondendengan dengan tingkat pengetahuan yang kurang baik (73,0%).

Tabel 4.3 Distribusi Responden Utilisasi Puskesmas Menurut Tingkat Pengetahuan di Kabupaten Bireuen Tahun 2006

Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Pengetahuan

f % F % 1

2

Baik Kurang

74 26

74,0 26,0

27 73

27,0 73,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

4.3.2 Variabel Akses

Dari tabel 4.4, terllihat bahwa pengguna puskesmas adalah masyarakat

yang mempunyai akses terjangkau 85% dibandingkan masyarakat dengan akses

yang tidak terjangkau hanya 15%. Sedangkan masyarakat yang tidak

memanfaatkan puskesmas adalah mereka masyarakat dengan akses yang tidak

(46)

Tabel 4.4 Distribusi Responden Tentang Utilisasi Puskesmas Berdasarkan Akses

di Kabupaten Bireuen Tahun 2006

Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Akses

f % f % 1

2

Terjangkau Tidak Terjangkau

85

4.3.3 Variabel Pengeluaran Biaya

Berdasarkan tabel 4.5, terlihat bahwa pengguna lebih banyak masyarakat

yang mengeluarkan biaya yang tinggi (58%) dibandingkan dengan biaya rendah

hanya 43%. Sedangkan pada masyarakat yang tidak memanfaatkan puskesmas

adalah mereka yang mengeluarkan biaya yang rendah (81%).

Tabel 4.5 Distribusi Responden Tentang Utiliisasi Puskesmas Berdasarkan Pengeluaran Biaya di Kabupaten Bireuen Tahun 2006

Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Pengeluaran Biaya

f % f %

4.3.4 Variabel Rasa Aman

Dari tabel 4.6, terlihat bahwa responden yang memanfaatkan puskesmas

adalah masyarakat yang merasa aman (77%) demikian juga dengan masyarakat

(47)

Tabel 4.6 Distribusi Responden yang Berkunjung ke Puskesmas Berdasarkan

Rasa Aman di Kabupaten Bireuen Tahun 2007

Utilisasi Puskesmas

Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan

No Rasa Aman

f % f % 1

2

Aman

Kurang aman

77 23

77,0 23,0

78 22

78,0 22,0

Jumlah 100 100,0 100 100,0

4.4 Uji Statistik

Untuk mengetahui masing-masing variabel bebas yang terdiri dari

Pengetahuan, akses, Pengeluaran Biaya dan Rasa aman terhadap utilisasi

puskesmas di Kabupaten Biereun dapat dilakukan dengan persamaan regresi

logistik memakai metode stepwise berupa :

a. Pengaruh Pengetahuan terhadap Utilisassi Puskesmas

Berdasarkan Tabel 4.7 terlihat bahwa persamaan regresi logistik untuk

pengaruh pengetahuan masyarakat terhadap utilisasi puskesmas sebagai berikut :

Y = -4,666 + 3,750 X1.

Dari persamaan di atas diketahui bahwa koefisien regresi pengetahuan

memiliki tanda positif (3,750), hal ini menunjukkan karakteristik masyarakat yang

memanfaatkan puskesmas dari aspek pengetahuan mempunyai pengaruh yang

searah dengan utilisasi puskesmas. Dengan demikian apabila pengetahuan

masyarakat ditingkatkan akan meningkatkan utilisasi puskesmas di Kabupaten

Bireuen.

(48)

hipotesis H0 (tidak terdapat pengaruh pengetahuan terhadap utilisasi puskemas)

ditolak sedangkan H1 diterima. Hal ini memberi arti bahwa aspek pengetahuan

masyarakat mempunyai pengaruh terhadap tingkat utilisasi masyarakat.

Nilai Exp (B) untuk variabel pengetahuan pada kelompok masyarakat

yang memanfaatkan puskesmas adalah 42.500, hal ini memberikan makna bahwa

aspek pengetahuan masyarakat berpengaruh terhadap utilisasi puskesmas, dimana

masyarakat yang memanfaatkan puskesmas lebih dari dua kali, kemungkinan akan

berkunjung 42.500 kali lebih besar pada masyarakat yang pengetahuannya lebih

baik dalam memanfaatkan puskesmas dibandingkan dengan pengetahuan

masyarakat yang rendah.

Tabel 4.7 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari aspek Pengetahuan terhadap Utilisasi Puskesmas

Yang Memanfaatkan Puskesmas

B S.E Wald df Sig. Exp (B) Sumber : Hasil pengolahan data

b. Pengaruh Akses Terhadap Utilisassi Puskesmas

Berdasarkan Tabel 4.8 terlihat bahwa persamaan regresi logistik untuk

pengaruh akses masyarakat yang memanfaatkan puskesmas sebagai berikut :

Y = -2,777 + 2,517 X2.

Dari persamaan di atas diketahui bahwa koefisien regresi akses pada

responden yang memanfaatkan puskesmas memiliki tanda positif (2,517), hal ini

menunjukkan karakteristik masyarakat yang memanfaatkan puskesmas dari aspek

(49)

yang searah dengan utilisasi puskesmas. Dengan demikian apabila semakin baik

akses masyarakat ke puskesmas akan meningkatkan utilisasi puskesmas di

Kabupaten Biereun.

Berdasarkan Tabel 4.8 di atas juga terlihat bawa nilai signifikansi untuk

variabel akses (X2) pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan (0,000) dan

maka hipotesis H0 (tidak terdapat pengaruh akses terhadap utilisasi puskemas

ditolak sedangkan H1 diterima. Hal ini memberi makna bahwa aspek akses

masyarakat mempunyai pengaruh terhadap tingkat utilisasi masyarakat.

Nilai Exp (B) untuk variabel akses pada kelompok masyarakat yang

memanfaatkan puskesmas adalah 12,389, hal ini memberikan makna bahwa akses

ke puskesmas berpengaruh terhadap utilisasi puskesmas, dimana masyarakat yang

memanfaatkan puskesmas lebih dari dua kali, kemungkinan akan berkunjung

12,389 kali lebih besar pada masyarakat yang memiliki akses terjangkau

dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki akses kurang terjangkau.

Tabel 4.8 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari aspek Akses terhadap Utilisasi Puskesmas

Yang Memanfaatkan Puskesmas

B S.E Wald df Sig. Exp (B)

Step 1a

K1 Constan

2.517 -2.777

.388 .589

42.162 22.236

1 1

.000 .000

(50)

c. Pengaruh Pengeluaran Biaya Terhadap Utilisassi Puskesmas

Berdasarkan Tabel 4.9 terlihat bahwa persamaan regresi logistik untuk

pengaruh pengeluaran biaya pada kelompok masyarakat puskesmas terhadap

utilisasi puskesmas sebagai berikut : Y (Utilisasi) = 6,515 -3,478 X3 (biaya).

Dari persamaan di atas diketahui bahwa koefisien regresi pengeluaran

biaya untuk responden yang memanfaatkan puskesmas memiliki tanda negatif

(-3,478), hal ini menunjukkan karakteristik masyarakat yang memanfaatkan

puskesmas dari aspek pengeluran biaya pada kelompok masyarakat yang

memanfaatkan puskesmas mempunyai pengaruh yang berlawanan arah terhadap

utilisasi puskesmas. Dengan demikian apabila semakin tinggi biaya yang

dikeluarkan untuk memanfaatkan puskesmas akan menurunkan tingkat utilisasi

puskesmas.

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas juga terlihat bawa nilai signifikansi untuk

variabel pengeluaran biaya (X3) pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan

(0,000) maka hipotesis H0 tidak terdapat pengaruh akses terhadap utilisasi

pukemas ditolak sedangkan H1 diterima. Hal ini memberi arti bahwa pengeluaran

biaya untuk memanfaatkan pelayanan puskesmas mempunyai pengaruh terhadap

tingkat utilisasi masyarakat.

Nilai Exp (B) untuk variabel pengeluaran biaya pada kelompok

masyarakat yang memanfaatkan puskesmas adalah 0,031, hal ini memberikan

makna bahwa pengeluaran biaya berpengaruh terhadap utilisasi puskesmas,

(51)

kemungkinan akan berkunjung 0,031 kali lebih banyak jika biaya yang

dibutuhkan kecil dibandingkan dengan pengeluaran biaya yang lebih besar.

Tabel 4.9 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari aspek Pengeluaran Biaya terhadap Utilisasi Puskesmas

Yang Memanfaatkan Puskesmas

B S.E Wald df Sig. Exp (B)

Step 1a

K1 Constan

- 3.478 6.515

.485 .871

51.374 55.884

1 1

.000 .000

.031 675.151 Sumber : Hasil pengolahan data

d. Pengaruh Rasa Aman Terhadap Utilisassi Puskesmas

Berdasarkan Tabel 4.10 terlihat bahwa persamaan regresi logistik untuk

pengaruh rasa aman pada kelompok masyarakat terhadap utilisasi yang

memanfaatkan puskesmas sebagai berikut : Y = -2,161 + 2,096 X4.

Dari persamaan di atas diketahui bahwa koefisien regresi rasa aman untuk

responden yang memanfaatkan puskesmas memiliki tanda positif (2,096), hal ini

menunjukkan karakteristik masyarakat yang memanfaatkan puskesmas dari aspek

rasa aman pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan puskesmas

mempunyai pengaruh yang searah dengan utilisasi puskesmas. Dengan demikian

apabila kondisi lingkungan yang berkaitan dengan keamanan untuk mendapatkan

pelayanan di puskesmas semangkin baik, maka peningkatan utilisasi puskesmas

akan baik pula.

Berdasarkan Tabel 4.10 juga terlihat bawa nilai signifikansi untuk variabel

rasa aman (X4) pada kelompok masyarakat yang memanfaatkan (0,000) maka

(52)

ditolak sedangkan H1 diterima. Hal ini memberi arti bahwa rasa aman untuk

kelompok masyarakat yang memanfaatkan pelayanan puskesmas mempunyai

pengaruh terhadap tingkat utilisasi masyarakat.

Nilai Exp (B) untuk variabel rasa aman pada kelompok masyarakat yang

memanfaatkan puskesmas adalah 8,133, hal ini memberikan makna bahwa rasa

aman berpengaruh terhadap utilisasi puskesmas, dimana masyarakat yang

memanfaatkan puskesmas lebih dari dua kali, kemungkinan akan berkunjung

8,133 kali lebih banyak jika rasa aman lebih baik dibandingkan dengan rasa aman

yang kurang baik.

Tabel 4.10 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat dilihat dari aspek Rasa Aman terhadap Utilisasi Puskesmas

Yang Memanfaatkan Puskesmas

B S.E Wald df Sig. Exp (B)

Step 1a

K1 Constan

2.096 -2.161

.368 .574

32.474 14.187

1 1

.000 .000

8.133 .115 Sumber : Hasil pengolahan data

4.4.1 Analisis Multivariat

Berdasarkan Tabel 4.11 terlihat bahwa persamaan regresi logistik

multivariat pengaruh karakteristik masyarakat terhadap utilisasi puskesmas di

Kabupaten Bereun dilihat dari aspek pengetahuan, akses, biaya dan rasa aman

terhadap utilisasi puskesmas dalam penelitian ini sebagai berikut ;

(53)

Berdasarkan persamaan di atas diketahui bahwa koefisien regresi variabel

karakteristik masyarakat yaitu pengetahuan, akses dan rasa aman mempunyai

pengaruh yang searah dengan utilisasi puskesmas sedangkan biaya mempunyai

pengaruh yang berlawanan arah dengan utilisasi.

Nilai signifikansi keempat variabel karakteristik masyarakat tersebut

menunjukkan nilai yang lebih kecil dari 0,005 yang berarti hipotesis H0 ditolak

sedang H1 diterima. Hal ini memberi makna bahwa keempat aspek karakteristik

masyarakat mempengaruhi utilisasi puskesmas.

Dari semua variabel karakteristik masyarakat yang berpengaruh terhadap

utilisasi puskesmas, yang paling besar pengaruhnya adalah variabel pengetahuan

(22.242) disusul variabel rasa aman (8.839) kemudian akses (6.504), sedangkan

biaya paling kecil pengaruhnya (0.043).

Adapun makna dari pengaruh pengetahuan yang besarnya mencapai

(22.242) tersebut terhadap utilisasi Puskesmas berupa masyarakat yang frekuensi

utilisasi puskesmas lebih dari dua kali, kemungkinan akan berkunjung 22.242 kali

lebih banyak jika dibandingkan dengan tingkat pengetahuan masyarakat yang

lebih rendah. Demikian juga tiga variabel lainnya, yakni variabel akses (6.504)

(54)

Tabel 4.11 Hasil Regresi Logistik Karakteristik Masyarakat terhadap Utilisasi Puskesmas

(55)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Identitas Responden

Berdasarkan jenis kelamin responden yang paling banyak adalah

perempuan (52%), hal ini terjadi karena secara umum angka morbiditas

perempuan lebih tinggi dan lebih merasakan sakit dibandingkan laki-laki serta

sering mengalami keluhan kualitas hidup (Situmorang, 2004). Menurut Lumenta

(1998), bahwa pasien jenis kelamin laki-laki memiliki harapan atau tuntutan yang

lebih besar serta cenderung lebih puas terhadap pelayanan kesehatan, hal ini

menyebabkan tingkat utilisasi laki-laki lebih sedikit dibandinkan perempuan.

Berdasarkan pendidikan responden yang paling banyak

memanfaatkan/utilisasi puskesmas adalah yang berpendidikan SLTP (40%), hal

ini menunjukkan masyarakat yang tingkat pendidikannya lebih rendah

mempunyai tingkat pengetahuan rendah pula tentang pentingnya arti kesehatan

dibandingkan yang berpendidikan lebih tinggi.

Secara teoritis Notoatmodjo (1997) mengatakan bahwa pendidikan formal

seseorang beepengaruh terhadap pengetahuan, orang yang berpendidikan formal

lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik dari

orang yang mempunyai tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan

lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya nilai kesehatan dan

(56)

5.2 Karakteristik Responden

Penelitian ini yang di pilih menjadi karaktristik responden yang di duga

mempunyai pengaruh adalah pengetahuan, akses, pengeluaran biaya dan rasa

aman. Dari hasil Uji Regresi Logistik, keempat variabel karakteristik responden

secara keseluruhan mempunyai pengaruh terhadap utilisasi Puskesmas. Diketahui

nilai P = < dari 0.05, secara berturut-turut pengetahuan (P = 0.000), akses (P =

0.003), biaya (P = 0.000), rasa aman (P = 0.001). Jika ditinjau berdasarkan hasil

uji regresi logistik masing-masing variabel mempunyai nilai positif misalnya,

pengetahuan (B = 3.750), akses (B = 2.517), rasa aman (B = 2.096). Hal ini

menunjukan bahwa karakteristik masyarakat yang memanfaatkan Puskesmas dari

aspek pengetahauan, akses dan rasa aman mempunyai pengaruh yang searah

dengan utilisasi Puskesmas. Dengan demikian apabila pengetahuan masyarakat

ditingkatkan, akses masyarakat ke Puskesmas pada umumnya terjangkau

masyarakat memiliki jaminan keamanan lingkungannya pada saat mencapai

puskesmas maka hal ini secara ketiga variabel tersebut di atas akan meningkatkan

utilisasi Puskesmas di Kabupaten Bireun.

Notoatmodjo (1997) mengatakan, pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behavior). Namun

sesuai dengan penelitian Festinger (Robbins, 2003), mengatakan bisa saja terjadi

perbedaan antara pengetahuan dengan prilaku seseorang. Pengetahuan akan

mempengaruhi prilaku masyarakat terhadap utilisasi Puskesmas.

Akses yang memiliki pengaruh yang searah dimana utilasi akan

(57)

menjangkau tempat pelayanan kesehatan dalam hal ini Puskesmas maka jumlah

kunjungan masyarakat sangat kecil, oleh sebab itu utilisasi Puskesmas tiudak baik.

Walaupun pihak Puskesmas telah memberikan pengobatan secara cuma-Cuma

(gratis).

Penelitian ini di perkuat juga oleh hasil penelitian yang dilakukan Afrizal

(2003) menyebutkan bahwa transportasi merupakan salah satu faktor pendukung

bagi masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Dari hasil penelitian

didapatkan 85% mudah dijangkau dan tersedianya angkutan umum yang dilalui

oleh masyarakat. Pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau

oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud disini terutama dari

sudut lokasi dan memperoleh pelayanan kesehatan masyarakat umumnya mencari

yang lebih dekat karena dianggap selain ditinjau dari sudut ekonomis misalnya

ongkos, masyarakat juga memperhitungkan tenaga dan waktu yang habis untuk

memperoleh pelayanan kesehatan.

Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang

baik, maka pengaruh distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.

Pelayanan kesehatan yang selalu terkonsentrasi didaerah perkotaan saja, dan

sementara disitu tidak ditemukan masalah seperti didaerah pedesaan, bukanlah

pelayanan kesehatan yang baik (Azwar, 1996).

Faktor keamanan merupakan faktor utama yang harus dihadapi oleh masyarakat

dalam mencari pelayanan kesehatan. Hal ini diakibatkan karena konflik yang

berkepanjangan di NAD yang membuat penurunan angka kunjungan ke palayanan

(58)

Regresi Logistik, rasa aman yang diperoleh masyarakat untuk berkunjung ke

Puskesmas memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pemanfatan

pengobatan gratis di Kabupaten Bireun.

Seperti yang diungkapkan oleh Maslow dan Blum, walupun kebutuhan

fisiologis telah terpenuhi, namun kebutuhan akan rasa aman dan lingkungan sosial

budaya, politik dan ekonomi belum terpenuhi maka individu belum dapat

dikatakan telah terpenuhi kebutuhan dasar, walaupun petugas kesehatan telah

hadir lebih awal, namun masyarakat pencari pelayanan kesehatan tidak dapat

menuju ke Puskesmas.

Adapun variabel karakteristik dari hasil uji regresi logistik yang mempunyai nilai

negatif adalah pengeluyaran biaya (B = -3.478), berarti pengaruh pengeluaran

biaya terhadap utilisasi berlawanan arah, jadi semangkin tinggi biaya yang akan

dikeluarkan oleh masyarakat untuk memanfaatkan puskesmas maka akan

menurunkan tingkat utilisasi puskesmas, walaupun diketahui masyarakat bahwa

pengobatan gratis dilaksanakan oleh pihak puskesmas.

Hasil penelitian yang dilakukan Siregar (2005) menyatakan bahwa

penghasilan yang diperoleh masyarakat masih sangat minim untuk mencari

pelayanan kesehatan, hal ini disebabkan karena pendapatan yang diperoleh

dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP).

Senada dengan uraian dalam UNCTAD (1999) yang menyatakan salah

satu efek krisis ekonomi di Indonesia dengan status kesehatan adalah

kecenderungan mencari pelayanan lebih murah, artinya masyarakat yang sebelum

Gambar

Tabel Skor ....................................................................................
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1  Distribusi Proporsi Sampel yang Diambil pada Setiap Puskesmas  Di Kabupaten Bireuen
Tabel 3.2 Uji Validitas Variabel Pengetahuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Capaian Program Meningkatnya Kualitas dan Kuantitas Sarana dan Prasarana Aparatur. 5

The SCANSITES 3D ® is based on the combination of the SCANSITES ® method, an advanced tool which provides numeric defect inspection of large structures, a new wide ranged

Lampiran 4 : Result in Chart Pump Capacity Lampiran 5 : Result in Chart Pump Delivery Side Lampiran 6 : Result in Chart Pump Discharge Lampiran 7 : Result in Chart

Perbandingan numerik diperoleh dengan menggunakan metode Traub (MT) pada persamaan (12), metode Newton-Secant (MNS) pada persamaan (13), metode Traub- Ostrowski (MTO) pada

Dapat diamati bahwa karbon aktif yang disintesis dari kulit jeruk memiliki lus permukaan yang relatif besar, dan memiliki nilai luas permukaan yang kurang

hasil pelaksanaan kegiatan adalah : (1) kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pelatihan menyusun asessmen secara online menggunakan aplikasi google form,

Dari hasil pengujian pada penelitian ini dan didukung dengan penelitian terdahulu memberikan indikasi bahwa bank syariah masih kurang berhati-hati dalam penyalurkan