• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Perdagangan Alat-Alat Berat Dan Mekanisme Pembayaran Pada PT United Tractors, Tbk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelaksanaan Perdagangan Alat-Alat Berat Dan Mekanisme Pembayaran Pada PT United Tractors, Tbk"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

MEKANISME PEMBAYARAN PADA PT UNITED TRACTORS, Tbk.

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

MUSTIKA ANGGRIANI SIHOMBING

NIM : 060200081

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PELAKSANAAN PERDAGANGAN ALAT-ALAT BERAT DAN MEKANISME PEMBAYARAN PADA PT UNITED TRACTORS, Tbk.

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

MUSTIKA ANGGRIANI SIHOMBING NIM : 060200081

DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN : HUKUM DAGANG

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

(Prof.Dr.Tan Kamello S.H., M.S.) NIP.1962 0421 1988 03 1004

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof.Dr.Tan Kamello, S.H.,M.S.) (Rabiatul Syahriah, S.H.,M.Hum.) NIP.1962 0421 1988 03 1004 NIP.1959 0205 1986 01 2001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah dan

Juruselamat Penulis yang Mahabesar, Maha Pengasih dan Maha penyayang,

Mahadahsyat dan Mahamulia. Tidak terbatas kuasa-Mu Tuhan. Oleh karena kasih

karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini, yang mana

berjudul “PELAKSANAAN PERDAGANGAN ALAT-ALAT BERAT DAN MEKANISME PEMBAYARAN PADA PT UNITED TRACTORS, Tbk.”.

Judul ini diambil berdasarkan ketertarikan Penulis untuk memahami lebih jelas

tentang perdagangan alat berat di Indonesia.

PenulisanSkripsi ini adalah merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi

oleh Penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Walaupun Penulis telah

menyusun Skripsi ini dengan segala kemampuan yang ada, namun Penulis tetap

menyadari bahwa ini masih jauh dari sempurna, baik dalam penyusunan kalimat

maupun uraiannnya. Oleh karena itu, terlebih dahulu Penulis memohon maaf bila

terdapat kekurangan-kekurangan dalam Skripsi ini dan juga Penulis

mengharapkan saran, kritik, dan pendapat yang bersifat membangun dari pembaca

Skripsi ini. Penulis juga mengucap syukur karena atas anugerah-Nya, Penulis

dapat menyelesaikan rangkaian panjang perkuliahan di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, Medan ini dengan baik dan lancar.

Dengan segala kerendahan hati, Penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Keluarga Penulis, baik keluarga inti maupun keluarga besar (dimanapun

(4)

dan Saida Sianturi (my mom), terima kasih banyak atas dukungannya baik

secara moral maupun materi serta doa yang kalian panjatkan setiap waktu,

Herry Irvan Ronald Shombing (abang pertama), Jhon Pedro Estrada

Sihombing (abang kedua), Lidya Ruth Elisabeth, S.S. (kakak), Hellena

Sianturi, Olivia Sianturi, Merry Natalia Sianturi, dan Misela Sianturi (saudara

sepupu). Terima kasih banyak atas dukungan dan doa kalian semua yang

senantiasa menyertai Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi

ini.

2. Dosen Pembimbing I yaitu Bapak Prof.Dr.Tan Kamello, S.H., M.S. dan Dosen

Pembimbing II yaitu Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum. Terima kasih atas

bimbingan dan pengarahannya dalam penulisan Skripsi ini.

3. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof.Dr.Runtung

Sitepu, S.H., M.Hum; Pembantu Dekan I (PD I), Bapak Prof.Dr.Suhaidi, S.H.,

M.Hum.; PD II, Bapak Syafruddin S.Hasibuan, S.H., DFM, M.H.; dan PD III,

Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum.

4. Bapak Arica Irwanto Basuki selaku Administration Department Head (ADH)

atau Kepala Cabang PT United Tractors, Tbk., Medan dan Bapak Mahyudanil

selaku HRD (Human Resources Department), serta semua pihak dalam PT

United Tractors, Tbk. yang telah membantu Penulis dengan menerima

kehadiran Penulis di perusahaan tersebut, termasuk bapak-bapak security

(Satpam) PT United Tractors, Tbk. Medan yang telah melayani permohonan

Penulis dengan ramah dan baik.

5. Seluruh Pengajar (Dosen) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

(5)

menjalankan perkuliahan, khususnya Bapak Edy Ikhsan, S.H., M.A. yang

sangat membantu saya dalam menyusun skripsi ini. Beliau selalu dengan

rendah hati menjawab pertanyaan saya dan ketidaktahuan saya akan sesuatu

hal. Dan juga kepada Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum. yang selalu dengan

ramah dan rendah hati merangkul mahasiswanya. Luar biasa kedua dosen ini.

6. Bapak Kelelung Bukit, S.H. selaku Penasihat Akademik Penulis yang sangat

membantu Penulis dalam memberikan arahan dalam masa perkuliahan.

7. Para staf administrasi, khususnya Bapak Armenius Paranginangin (staf di

Departemen Hukum Keperdataan) yang telah sangat membantu saya dalam

mengajukan judul skripsi dan mendapatkan kemudahan dalam penentuan

judul yang mana sesuai dengan keinginan Penulis dan penentuan dosen

pembimbing dan abang Muhammad Dian yang telah sangat membantu Penulis

dalam membuat Surat Izin Riset, pegawai di yudisium (perpustakaan FH

USU), yaitu Kak Juli, Kak Yuni, termasuk para staf prianya, maupun pegawai

di perpustakaan USU yang telah memberikan pelayanan yang cukup baik

selama Penulis menjalani perkuliahan.

8. Teman-teman angkatan 2006, khususnya teman-teman dekat Penulis, antara

lain Puji Manurung, Ida Friska Nainggolan, Mei Hartini Zebua, Felicia Halim,

S.H., Linawaty, S.H., Yunita, S.H., Jeffry (Oriental), S.H., Agnes Gulo,

Jupendris, S.H., Verawaty Manalu, Gishela Agustina, Fitri Manurung, Dea

Laura Panjaitan, Putri Hafwany S.H., Hamdani Parinduri, Newy S., Henny

Sinaga, Prima Dendy, John Slow Silaban, dan masih banyak lagi pihak yang

tidak tersebutkan oleh Penulis, yang pastinya telah membantu Penulis melalui

(6)

9. Teman-teman Penulis (baik pada masa SMP maupun SMU) yang juga telah

memberikan dukungan dan doanya bagi Penulis, antara lain Riris Sinaga

(teman SMU), Yohannes Ulitua Benhard Iman Imanuel Gultom (teman SMP

dan SMU), Siska Dwi Putri Sipahutar, Ganda Nainggolan, Delila Anastasia

Pasaribu, David Bradhika (teman SMU), Yosephine (teman SMP), dan pihak

lainnya yang tidak tersebutkan oleh Penulis. Terima kasih banyak.

Sekali lagi Penulis ucapkan terima kasih banyak atas berkat, kekuatan,

kesanggupan, dan segala yang telah Yesus berikan kepada Penulis dalam

proses penulisan Skripsi ini.

Medan, 2010 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR--- i

DAFTAR ISI--- v

ABSTRAKSI--- vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang---1

B. Perumusan Masalah---3

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan---3

D. Keaslian Penulisan--- 5

E. Tinjauan Kepustakaan--- 6

F. Metode Penelitian--- 9

G. Sistematika Penulisan---13

BAB II KETENTUAN UMUM MENGENAI PERDAGANGAN A. Pengertian Perdagangan--- 15

B. Jenis Perdagangan dan Tugas Perdagangan---23

C. Syarat-Syarat Perdagangan---27

D. Pihak-Pihak dalam Perdagangan--- 38

BAB III MEKANISME PEMBAYARAN DALAM PERDAGANGAN A. Pengertian Mekanisme Pembayaran--- 55

B. Metode Pembayaran dalam Perdagangan--- 70

(8)

(dalam Negeri)---88

BAB IV PELAKSANAAN PERDAGANGAN ALAT-ALAT BERAT

DAN MEKANISME PEMBAYARAN PADA PT UNITED

TRACTORS, Tbk.

A. Prosedur dalam Melaksanakan Perdagangan Alat-alat

Berat pada PT United Tractors, Tbk.---108

B. Cara Pembayaran dalam Perdagangan Alat-alat Berat

pada PT United Tractors, Tbk.--- 116

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perdagangan

Alat-alat Berat pada PT United Tractors, Tbk.--- 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan---132

B. Saran--- 133

DAFTAR PUSTAKA--- 135

(9)

ABSTRAKSI

Bisnis alat-alat berat di Indonesia sejak tiga tahun terakhir ini kembali bergairah sejalan dengan makin bergairahnya pasar dalam negeri sebagai dampak dari makin meningkatnya permintaan akan alat-alat berat oleh sektor pertambangan, agroindustri dan sektor konstruksi. Menurut perkiraan pemerintah, setiap tahunnya Indonesia membutuhkan sekitar 15.000 unit alat-alat berat dari berbagai jenis, yang sebagian masih harus diimpor karena produsen lokal baru mampu memenuhi sekitar 65%-nya saja. Oleh karena itu, sampai dengan akhir tahun 2008 ini, pemerintah masih mengijinkan impor alat-alat berat bekas.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Skripsi ini adalah gabungan antara metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Teknik penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundangan dan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Ini dilakukan demi memperoleh data sekunder, yakni data diperoleh dari studi kepustakaan melalui hasil tulisan para ahli hukum atau buku-buku hukum dan peraturan hukum yang menyangkut topik pembahasan. Sedangkan pendekatan secara empiris dilakukan demi memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan wawancara (interview) langsung kepada Bapak Arica Irwanto Basuki selaku ADH (Administration Department Head)/Kepala Cabang PT United Tractors, Tbk. Medan dan Bapak Mahyudanil selaku HRD (Human Resources Department), personalia (PGA-Personal General Affair), tax & A/P (Account Payable), serta memperoleh data yang terkait yang diberikan Bapak Mahyudanil. Penulis menggunakan analisis empiris-kuantitatif, yang lebih menekankan pada langkah-langkah observasi maupun wawancara, serta metode analisis deskriptif yakni mengumpulkan data, menggolongkan, menganalisis dan menginterpretasikan data sehingga memberikan gambaran/keterangan yang lengkap tentang topik yang dibahas. Sedangkan, analisis normatif-kualitatif bagi penelitian hukum normatif, yaitu lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum, baik yang berasal dari peraturan perundangan, buku-buku, dan sebagainya.

(10)

ABSTRAKSI

Bisnis alat-alat berat di Indonesia sejak tiga tahun terakhir ini kembali bergairah sejalan dengan makin bergairahnya pasar dalam negeri sebagai dampak dari makin meningkatnya permintaan akan alat-alat berat oleh sektor pertambangan, agroindustri dan sektor konstruksi. Menurut perkiraan pemerintah, setiap tahunnya Indonesia membutuhkan sekitar 15.000 unit alat-alat berat dari berbagai jenis, yang sebagian masih harus diimpor karena produsen lokal baru mampu memenuhi sekitar 65%-nya saja. Oleh karena itu, sampai dengan akhir tahun 2008 ini, pemerintah masih mengijinkan impor alat-alat berat bekas.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Skripsi ini adalah gabungan antara metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Teknik penelitian hukum normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundangan dan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Ini dilakukan demi memperoleh data sekunder, yakni data diperoleh dari studi kepustakaan melalui hasil tulisan para ahli hukum atau buku-buku hukum dan peraturan hukum yang menyangkut topik pembahasan. Sedangkan pendekatan secara empiris dilakukan demi memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan wawancara (interview) langsung kepada Bapak Arica Irwanto Basuki selaku ADH (Administration Department Head)/Kepala Cabang PT United Tractors, Tbk. Medan dan Bapak Mahyudanil selaku HRD (Human Resources Department), personalia (PGA-Personal General Affair), tax & A/P (Account Payable), serta memperoleh data yang terkait yang diberikan Bapak Mahyudanil. Penulis menggunakan analisis empiris-kuantitatif, yang lebih menekankan pada langkah-langkah observasi maupun wawancara, serta metode analisis deskriptif yakni mengumpulkan data, menggolongkan, menganalisis dan menginterpretasikan data sehingga memberikan gambaran/keterangan yang lengkap tentang topik yang dibahas. Sedangkan, analisis normatif-kualitatif bagi penelitian hukum normatif, yaitu lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum, baik yang berasal dari peraturan perundangan, buku-buku, dan sebagainya.

(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bisnis alat-alat berat di Indonesia sejak tiga tahun terakhir ini kembali

bergairah sejalan dengan makin bergairahnya pasar dalam negeri sebagai

dampak dari makin meningkatnya permintaan akan alat-alat berat oleh sektor

pertambangan, agroindustri, dan sektor konstruksi. Untuk sektor

pertambangan, dipicu oleh pertumbuhan produksi pertambangan batubara,

untuk sektor agroindustri dipicu oleh sub-sektor perkebunan terutama

perkebunan kelapa sawit, sedangkan untuk sektor konstruksi sebagai akibat

dari meningkatnya kegiatan pembangunan di sub-sektor infrastruktur.

Menurut perkiraan pemerintah, setiap tahunnya Indonesia membutuhkan

sekitar 15.000 unit alat-alat berat dari berbagai jenis yang sebagian masih

harus diimpor karena produsen lokal baru mampu memenuhi sekitar 65 %-nya

saja. Oleh karena itu, sampai dengan akhir tahun 2008 ini, pemerintah masih

mengijinkan impor alat-alat berat bekas.1

Pada PT United Tractors, Tbk., terjadinya peningkatan penjualan di

seluruh sektor pengguna alat berat di Indonesia, antara lain pada sektor

perkebunan, ledakan permintaan dipicu oleh meroketnya harga minyak kelapa

sawit (crude palm oil/CPO)yang mendorong pelanggan di sektor ini

memperluas area perkebunan. Pada sektor pertambangan, pelanggan berlomba

melakukan ekspansi operasi akibat tingginya kebutuhan komoditi tambang. Di

sektor kehutanan industri, alat berat mengalami peningkatan permintaan untuk

1

(12)

pengolahan Hutan Tanaman Industri (HTI) guna memenuhi peningkatan

kebutuhan industri bubur kertas.2

Metty memperkirakan, UNTR berpeluang menjual alat berat 3.000 unit

pada tahun ini. Tahun lalu, United Tractors menjual alat berat sebanyak 4.345

unit.3 Namun, tanda kejatuhan permintaan alat berat sudah terlihat sejak awal

2009. Pada Februari lalu, penjualan alat berat domestik turun 53 % dari 885

unit pada Januari menjadi 417 unit. “Itu karena harga komoditas primer

pertanian turun dan proyek konstruksi tertunda,” kata Pratjojo Dewo, Ketua

Umum Hinapi (Himpunan Industri Alat Berat Indonesia), kemarin (7/4).

Bahkan, Chanty Triharso, Direktur Industri Mesin Direktorat Logam Mesin

Tekstil dan Aneka Departemen Perindustrian (Depperin) melihat penurunan

pasar alat berat domestik sudah terasa sejak akhir kuartal IV-2008 lalu. 4

Meskipun belakangan ini perdagangan alat berat menurun, akan tetapi

perdagangan alat berat pernah mengalami perkembangan pesat sepanjang

tahun 2007, sehingga mencatat penjualan terbesar alat berat baik dari sisi

jumlah maupun nilai penjualan sepanjang sejarah berdirinya UT di Indonesia,

yakni total nilai penjualan bersih mencapai angka Rp 8,7 triliun (setelah

eliminasi).5

Dari segi perdagangannya, penjualan alat berat dapat menghasilkan

pendapatan yang tinggi bagi perusahaan yang menjualnya, karena harga alat

berat itu sendiri bernilai tinggi. Pendapatan (income) itu pastinya dinikmati

2

Artikel dari homepage PT United Tractors, Tbk., http://www.unitedtractors.com/

3

Kontan-Online.com, Rabu, 04 November 2009 | 07:42,

http://www.kontan.co.id/index.php/investasi/news/24461/United-Tractors-Tak-Hanya-Lihai-Berjualan-Traktor

4

http://www.kontan.co.id/index.php/Bisnis/news/11487/Perakitan_Alat_Berat_Nasional_Anjlok_T ajam

5

(13)

juga oleh para karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut. Dan oleh

karena perdagangan alat berat ini berada dalam ruang lingkup harga yang

bernilai tinggi, baik dari sisi penjualan maupun dari sisi pendapatannya, maka

ini membuat penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana sebenarnya

perdagangan alat berat itu dilakukan dan bagaimana mekanisme pembayaran

dalam perdagangan tersebut (karena perdagangan tidak akan terlepas dari yang

namanya pembayaran). Makanya Penulis ingin membuat suatu catatan

mengenai pelaksanaan perdagangan alat-alat berat dan mekanisme

pembayarannya, sehingga terciptalah sebuah Skripsi yang membahas tentang

kedua hal tersebut.

B. Perumusan Masalah

Adapun permasalahan yang dikemukakan dalam Skripsi ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan perdagangan alat-alat berat pada PT.United

Tractors, Tbk?

2. Bagaimana mekanisme pembayaran dalam perdagangan alat-alat berat

pada PT.United Tractors, Tbk?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan Penulisan

Sesuai dengan judul Skripsi maupun permasalahan yang dikemukakan

(14)

1. untuk lebih mengetahui bagaimana pelaksanaan perdagangan alat-alat

berat itu dilakukan atau bagaimana prosedur perdagangan alat-alat berat

tersebut, sehingga diharapkan dapat memberikan pengetahuan maupun

wawasan bagi pihak-pihak yang tertarik untuk memiliki kegiatan usaha di

bidang penjualan alat-alat berat atau pihak-pihak yang membutuhkan alat

berat dalam melaksanakan kegiatan usahanya (misalnya perusahaan

pertambangan, perkebunan yang membutuhkan alat berat dalam

menjalankan usahanya).

2. untuk mengetahui bagaimana mekanisme (cara) pembayaran yang berlaku

dalam perdagangan alat berat tersebut, sehingga diharapkan dapat

mempermudah hubungan perdagangan antara penjual dan pembeli serta

menghindari risiko yang akan atau mungkin terjadi dalam hal pembayaran.

Dengan demikian, kerjasama antara para pihak akan tetap terjalin dengan

baik dan lancar tanpa ada yang merasa dirugikan.

Manfaat Penulisan

a. Secara Teoretis

Untuk memberikan manfaat di bidang pengetahuan, baik melalui

penambahan dan pengembangan wawasan maupun pemikiran mahasiswa

atau kalangan akademis serta masyarakat.

Pembahasan terhadap masalah-masalah yang akan dibahas berikut ini

diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pandangan baru di dalam

melaksanakan perdagangan alat-alat berat. Oleh karena itu, para pihak

yang tertarik untuk menjalankan usahanya di bidang perdagangan alat-alat

(15)

ketentuan-ketentuan yang ada yang berhubungan dengan perdagangan

tersebut.

b. Secara Praktis

Pembahasan ini dapat membantu para pihak yang terlibat dalam

perdagangan (alat-alat berat), mahasiswa, serta masyarakat untuk dapat

lebih mengerti bagaimana melaksanakan perdagangan (alat berat) tersebut

maupun mekanisme atau cara-cara pembayaran yang dilakukan dalam

perdagangan tersebut.

Penulisan ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

Medan.

D. Keaslian Penulisan

Judul Skripsi ini adalah mengenai “Pelaksanaan Perdagangan Alat-Alat

Berat dan Mekanisme Pembayaran pada PT United Tractors, Tbk. Setelah

Penulis melakukan pemeriksaan mengenai judul-judul Skripsi yang ada di

perpustakaan (yudisium) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH

USU) Medan, maka dapat disampaikan bahwa tidak (belum) ada seorang pun

yang mengambil judul seperti di atas untuk dijadikan judul Skripsinya. Oleh

karena itu, dapat dinyatakan bahwa karya ilmiah (Skripsi) ini adalah asli yang

ditulis oleh Penulis sendiri berdasarkan pencarian materi (pembahasan)

melalui buku-buku (yang berkaitan dengan judul), artikel-artikel dari media

internet, pengumpulan data, menganalisis data, maupun penelitian di lapangan

(16)

E. Tinjauan Kepustakaan

Judul yang dikemukakan adalah “Pelaksanaan Perdagangan Alat-Alat

Berat dan Mekanisme Pembayaran pada PT United Tractors, Tbk.”

Perdagangan adalah kegiatan jual-beli barang dan/atau jasa yang dilakukan

secara terus-menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan/atau

dengan disertai imbalan atau kompensasi.6 Dalam zaman yang modern ini,

perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen

untuk menjualkan dan membelikan barang-barang, yang mana memudahkan

dan memajukan penjualan dan pembelian.7

Land mengemukakan: “Het is eene overeenkomst: wat voor de eene partij

koop is, is voor de andere verkoop”

Oleh karena perdagangan itu merupakan kegiatan jual-beli, maka ada

beberapa pendapat mengenai jual-beli, antara lain:

8

Wirjono Prodjodikoro dalam Rancangan Undang-Undang tentang Peraturan

Hukum Perjanjian, mengemukakan (Majalah Hukum dan Pengetahuan

Masyarakat, nomor-Kongres I, pasal 16), sebagai berikut: “Jual beli suatu

barang adalah suatu penyerahan barang oleh penjual kepada pembeli dengan . Artinya: “Hanya ada satu persetujuan,

apa yang menjadi persetujuan beli bagi satu pihak, merupakan persetujuan jual

bagi pihak lawannya.”

6

Pasal 1 butir 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan

7

C.S.T.Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia-Buku Kesatu Hukum Dagang Menurut KUHD dan KUHPer, Jakarta, Sinar Grafika, 1994, hal.1

8

(17)

maksud memindahkan hak milik atas barang itu dan dengan syarat

pembayaran harga tertentu berupa uang oleh pembeli kepada penjual.”9

Pertukaran antara kebutuhan dengan uang kita namakan dengan jual beli. Jual beli merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dihindari, baik oleh setiap individu dengan tujuan pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari yang paling sederhana, hingga setiap badan usaha (baik berbentuk badan hukum atau tidak berbentuk badan hukum) yang mempergunakan jual beli sebagai sarana untuk “menguasai” dunia.

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi mengatakan:

10

Jual beli membawa dua aspek penting dalam hukum perdata. Pertama

adalah kegiatan menjual, yang secara sederhana menunjukkan pada suatu

proses atau kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi jumlah harta kekayaan

seseorang, pada satu sisi, yang merupakan suatu bentuk kewajiban, prestasi

atau utang yang harus dipenuhi. Kedua, kegiatan membeli tersebut melahirkan

suatu bentuk tagihan atau hak yang merupakan kebendaan tidak berwujud

yang bergerak, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 511 angka 3 KUH

Perdata. Jadi, dalam jual beli terjadi dua sisi hukum perdata, yaitu hukum

kebendaan dan hukum perikatan secara bersama-sama.

11

Pada sisi hukum

kebendaan, jual beli melahirkan hak bagi kedua belah pihak atas tagihan yang

berupa penyerahan kebendaan pada satu pihak dan pembayaran harga jual

pada pihak lainnya. Sedangkan dari sisi perikatan, jual beli merupakan suatu

bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan

kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli kepada

penjual.12

9

H.NY.Basrah, Ibid., hal.4

10

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2003, hal.3

11

Ibid., hal.4

12

Ibid., hal.7

(18)

Ketentuan Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan: “Jual-beli adalah suatu

persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga

barang yang telah dijanjikan”

Pembayaran berarti setiap pelaksanaan atau pemenuhan perjanjian secara

sukarela, misalnya pembayaran sejumlah uang, melaksanakan pekerjaan oleh

seorang buruh, dan sebagainya. Dalam perjanjian jual beli, pembayaran yang

harus dilakukan oleh seorang pembeli harus berupa sejumlah uang tertentu,

sebab kalau tidak berupa sejumlah uang tertentu, maka perjanjian tersebut

bukan merupakan perjanjian jual beli lagi, melainkan merupakan perjanjian

jenis lain, misalnya perjanjian tukar menukar, dan sebagainya.13

Dengan demikian, maka waktu dan tempat pembayaran dapat ditentukan

atau diatur oleh para pihak dengan perjanjian, sehingga hal itu dapat

menimbulkan cara pembayaran yang dilakukan pada, sebelum, atau sesudah

saat terjadinya penyerahan barang, tergantung dari perjanjian para pihak. Cara

pembayaran yang dilakukan pada saat terjadinya penyerahan barang dikenal

dengan cara pembayaran tunai, sedangkan cara pembayaran yang dilakukan

sebelum saat terjadinya penyerahan barang dikenal dengan cara pembayaran

kredit. Adapun cara pembayaran yang dilakukan sesudah saat terjadinya

penyerahan barang, maka dapat berupa cara pembayaran dengan wesel inkaso

atau cara pembayaran dengan Kredit Berdokumen (L/C). Dan cara

pembayaran yang paling sederhana ialah cara pembayaran secara tunai (cash

payment) dan cara demikian sering terjadi dan dilakukan dalam jual beli,

13

(19)

dimana antara penjual dan pembeli terletak pada suatu negara atau tempat

yang sama.14

1. Jenis Penelitian

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penulisan Skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan

dapat dipertanggungjawabkan, maka metode penelitian yang digunakan adalah

metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris yang

dapat diuraikan sebagai berikut:

Dalam penulisan Skripsi ini, digabungkan penelitian hukum empiris

dan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum empiris dilakukan untuk

memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan wawancara langsung

kepada Bapak Arica Irwanto Basuki selaku ADH (Administration

Department Head) PT United Tractors, Tbk. Medan dan Bapak

Mahyudanil selaku HRD (Human Resources Department), personalia

(PGA-Personal General Affair), tax & A/P (Account Payable), serta

memperoleh data tertulis yang berhubungan dengan perdagangan alat-alat

berat yang diberikan oleh Bapak Mahyudanil. Sedangkan penelitian

hukum normatif, umumnya lebih mengutamakan data sekunder, khususnya

bahan hukum primer, dilakukan melalui kajian terhadap peraturan

perundang-undangan, teori-teori mengenai perdagangan maupun mengenai

pembayaran yang terdapat dalam buku pelajaran, khususnya

14

(20)

buku di bidang hukum dan bahan-bahan lain yang berkaitan dengan topik

pembahasan.

2. Data

Dalam penyusunan Skripsi ini, data yang dikumpulkan meliputi data

primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari

penelitian hukum empiris, yakni dari wawancara langsung dengan Bapak

Arica dan Bapak Mahyudanil, serta data tertulis berhubungan dengan

perdagangan alat-alat berat maupun data terkait lainnya yang diberikan,

misalnya kontrak penjualan (sales contract)/perjanjian jual-beli dalam

perdagangan alat berat tersebut, dan lain sebagainya yang diperlukan

dalam penulisan Skripsi ini. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari

penelitian hukum normatif yang terbagi atas 3 (tiga) bagian, yaitu:15

a. Bahan hukum primer, yakni bahan-bahan hukum yang mengikat,

terdiri dari:

1) norma atau kaidah dasar, yakni Undang-Undang Dasar 1945 (UUD

1945);

2) ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3) peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang (UU) dan

peraturan yang setaraf, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan

Presiden (Perpres), Peraturan Menteri (Permen),

peraturan-peraturan daerah;

15

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Silabus Perkuliahan-Metode Penelitian Hukum, Medan, Fakultas Hukum-Universitas Sumatera Utara, hal.52

(21)

4) bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat dan

kebiasaan;

5) yurisprudensi;

6) traktat;

7) bahan-bahan hukum peninggalan penjajah yang sampai sekarang

masih dipergunakan, seperti Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUHPer), dan sebagainya.

b. Bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang menjelaskan bahan

hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan tulisan para ahli

hukum, rancangan undang-undang (RUU), dan sebagainya.

c. Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang dapat memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan Skripsi ini digunakan 2 (dua) teknik pengumpulan

data, yakni:

a. Studi Pustaka atau Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca, mempelajari,

dan menganalisis secara sistematis berbagai sumber bacaan atau bahan

tulisan, seperti buku-buku, peraturan perundang-undangan, karya

ilmiah, makalah, dan sumber bacaan lainnya yang berhubungan

dengan topik pembahasan dalam Skripsi ini untuk mendapatkan data

yang diperlukan. Selain itu juga menggunakan fasilitas teknologi,

(22)

berkenaan dengan topik yang dibahas, termasuk dengan membaca dan

menganalisis beberapa artikel yang terkait di dalamnya yang ditulis

oleh orang-orang yang ahli di bidang tersebut atau yang memiliki

pengetahuan akan hal itu. Ini dilakukan guna melengkapi data yang

diperlukan.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Yaitu penelitian dengan cara mensurvei langsung ke tempat tujuan

yang telah ditentukan yakni PT United Tractors, Tbk. Medan, serta

melakukan wawancara (interview) secara langsung dengan Bapak

Arica dan Bapak Mahyudanil, yakni dengan mengajukan beberapa

pertanyaan yang berhubungan dengan data yang diperlukan

(wawancara ini adalah merupakan wawancara terstruktur yang bersifat

terbuka dengan membuat beberapa pertanyaan secara tertulis, namun

dengan kemungkinan adanya pertanyaan yang timbul selama dalam

proses tanya jawab berlangsung).

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data, digunakan analisis empiris-kuantitatif yang

lebih menekankan pada langkah-langkah observasi maupun wawancara,

serta menggunakan metode analisis deskriptif yakni mengumpulkan data,

menggolongkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data, sehingga

memberikan gambaran atau keterangan yang lengkap tentang topik yang

dibahas. Sedangkan, analisis normatif-kualitatif bagi penelitian hukum

(23)

bahan-bahan hukum, baik yang berasal dari peraturan

perundang-undangan, buku-buku yang berhubungan, dan sebagainya.

5. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT United Tractors, Tbk. Medan yang

beralamat di Jalan Raya Tanjung Morawa Km.10 Medan, Sumatera Utara,

20148- Indonesia.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dan mendapatkan gambaran umum mengenai Skripsi

ini, maka dalam sistematika penulisan ini akan diuraikan isi Skripsi yang

mana terbagi atas 5 (lima) Bab, yaitu:

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang membahas mengenai

isi Skripsi secara garis besar. Bab ini menguraikan tentang latar

belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,

keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, serta

sistematika penulisan.

BAB II : Bab ini membahas tentang Ketentuan Umum mengenai

Perdagangan yang menguraikan tentang pengertian perdagangan,

jenis perdagangan dan tugas perdagangan, syarat-syarat

perdagangan, serta pihak-pihak dalam perdagangan.

BAB III : Bab ini membahas tentang Mekanisme Pembayaran dalam

Perdagangan, yang menguraikan tentang pengertian mekanisme

pembayaran, metode pembayaran dalam perdagangan, dan

mekanisme pembayaran dalam perdagangan nasional (dalam

(24)

BAB IV : Bab ini membahas tentang Pelaksanaan Perdagangan Alat-Alat

Berat dan Mekanisme Pembayaran pada PT United Tractors,

Tbk., yang menguraikan tentang prosedur dalam melaksanakan

perdagangan alat-alat berat pada PT United Tractors, Tbk., cara

pembayaran dalam perdagangan alat-alat berat pada PT United

Tractors, Tbk., serta hak dan kewajiban para pihak dalam

perdagangan alat-alat berat pada PT United Tractors, Tbk.

BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang menguraikan tentang

kesimpulan dan saran dari topik pembahasan dalam Skripsi ini.

(25)

BAB II

KETENTUAN UMUM MENGENAI PERDAGANGAN

E. Pengertian Perdagangan

1. Sumber-Sumber Hukum Dagang

Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia

yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya memperoleh

keuntungan. Dapat juga dikatakan, hukum dagang ialah hukum yang

mengatur hubungan hukum antara manusia-manusia dan badan-badan

hukum satu sama lain dalam lapangan perdagangan.16

Hukum dagang Indonesia terutama bersumber pada:17

a. Hukum Tertulis yang dikodifikasikan:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van

Koophandel (W.v.K) Indonesia.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau Burgerlijk

Wetboek (BW) Indonesia.

b. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturan

perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan

dengan perdagangan.

Dengan kata lain, ketentuan-ketentuan yang mengatur perdagangan ada

dua (2) rupa, yakni:18

1. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh negara (Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, dan sebagainya).

16

C.S.T.Kansil, Op.Cit., hal.7

17

Ibid.

18

(26)

2. Peraturan-peraturan yang tumbuh dan berkembang dalam perdagangan

itu sendiri, sehingga menjadi kebiasaan, baik secara lokal maupun

internasional.

2. Arti Perdagangan

Sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Perindustrian

dan Perdagangan (Kepmenperindag), pengertian perdagangan dirumuskan

sebagai berikut: “Perdagangan adalah kegiatan jual-beli barang dan/atau

jasa yang dilakukan secara terus-menerus dengan tujuan pengalihan hak

atas barang dan/atau dengan disertai imbalan atau kompensasi.”19 Selain

itu, dirumuskan juga pengertian pedagang, yakni: “Pedagang adalah

perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan

perniagaan/perdagangan secara terus-menerus dengan tujuan memperoleh

laba.”20 Pengertian pedagang ini dapat dikaitkan juga dengan orang yang

menjalankan perusahaan (bedrijf), sehingga menjadi pengertian yang lebih

luas.21

Pada umumnya, perdagangan atau perniagaan ialah pekerjaan membeli

barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di

tempat lain atau pada suatu waktu dengan maksud untuk memperoleh

keuntungan. Dalam zaman yang modern ini, perdagangan adalah

pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk menjualkan

19

Pasal 1 butir 1 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan

20

Pasal 1 butir 2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan

21

(27)

dan membelikan barang-barang, yang mana memudahkan dan memajukan

penjualan dan pembelian.22

Perdagangan ada yang bersifat nasional dan ada yang bersifat

internasional. Dikatakan bersifat nasional, apabila terjadi antara penjual

dan pembeli dalam wilayah negara yang sama. Dikatakan bersifat

internasional, apabila terjadi antara penjual dan pembeli yang bertempat

tinggal di dalam wilayah negara yang berlainan (antarnegara).23

Adapun pemberian perantaraan itu meliputi berbagai macam

pekerjaan, seperti:24

a. pekerjaan orang-orang perantara, misalnya makelar, komisioner,

pedagang keliling, dsb.

b. pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), seperti: Perseroan

Terbatas (PT) atau Naamloze Vennootschap (NV), Firma (Fa) atau

Vennootschap Onder Firma (VOF), Perseroan Komanditer atau

Commanditaire Vennootschap (CV), dsb guna memajukan

perdagangan.

c. pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas niaga, baik darat, laut,

maupun udara.

d. pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan,

supaya pedagang dapat menutup risiko pengangkutan dengan asuransi.

e. peraturan bankir untuk membelanjai atau membiayai perdagangan.

22

C.S.T.Kansil, Op.Cit., hal.1

23

C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, Modul Hukum Dagang, Jakarta, Djambatan, 2001, hal.157

24

(28)

f. mempergunakan surat perniagaan, seperti wesel25, cek, aksep26

3. Objek Dagang (Handelszaak)

Benda perdagangan adalah hal-hal yang dapat dijadikan objek bagi

badan-badan usaha, baik badan usaha perdagangan maupun badan usaha

dalam bidang perekonomian secara umum.

untuk

melakukan pembayaran dengan cara yang mudah guna memperoleh

kredit.

Pengertian yang paling luas dari perkataan “benda (zaak)” ialah segala

sesuatu yang dapat dihaki oleh orang, sedangkan dalam arti yang sempit,

benda itu sebagai barang yang dapat dilihat saja. Undang-undang membagi

benda-benda dalam beberapa macam:27

a. benda yang dapat diganti (contoh: uang) dan yang tidak dapat diganti

(contoh: seekor kuda)

b. benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat

diperdagangkan) dan yang tidak dapat diperdagangkan atau di luar

perdagangan (contoh: jalan-jalan, lapangan umum)

c. benda yang dapat dibagi (contoh: beras) dan yang tidak dapat dibagi

(contoh: seekor kuda)

d. benda yang bergerak (contoh: perabot rumah) dan yang tidak bergerak

(contoh: tanah)

25

Wissel: surat berharga yang berisi perintah dari si penarik kepada si wajib bayar untuk membayar sejumlah uang tertentu yang disebutkan jumlahnya dalam surat itu kepada orang yang ditunjuknya/ordernya, J.C.T.Simorangkir, Drs. Rudy T. Erwin, J.T.Prasetyo, Kamus Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, hal.188

26

Aksep atau Promes: suatu surat yang memuat janji pembayaran sejumlah uang yang tertentu kepada orang yang tertentu atau wakilnya di tempat dan pada waktu yang tertentu pula, C.S.T.Kansil (1994), Op.Cit., hal.182

27

(29)

Dari pembagian di atas, yang paling penting ialah yang terakhir, yaitu

mengenai benda bergerak dan benda tidak bergerak, sebab pembagian ini

mempunyai akibat-akibat yang sangat penting dalam hukum.28

Mengenai benda-benda bergerak ditetapkan dalam Pasal 1977 ayat (1)

KUHPer, bahwa bezit

29

berlaku sebagai titel yang sempurna. Tentang arti

dan maksud peraturan ini, diterangkan sebagai berikut (menurut

“Legitimatie-Theorie dari Mr.Paul Scholten”)30

Oleh Mr.Paul Scholten juga diajarkan suatu pelembutan hukum

(rechtsverfijning) bahwa perlindungan yang diberikan oleh Pasal 1977

ayat (1) KUHPer hanya berlaku terhadap perbuatan-perbuatan dalam

kalangan perdagangan (handelsdaden).

:

Pada umumnya, hak milik atas suatu barang hanya dapat berpindah secara sah jika seseorang memperolehnya dari orang yang berhak memindahkan hak milik atas barang tersebut, yaitu pemiliknya. Akan tetapi, dapat dimengerti bahwa kelancaran dalam lalu lintas hukum akan sangat terganggu, jika dalam tiap jual-beli barang bergerak, si pembeli harus menyelidiki dahulu apakah si penjual sungguh-sungguh mempunyai hak milik atas barang yang dijualnya. Untuk kepentingan lau lintas hukum itulah, Pasal 1977 KUHPer menetapkan mengenai barang bergerak. Si penjual dianggap sudah cukup membuktikan hak miliknya dengan menunjukkan bahwa ia menguasai barang itu seperti seorang pemilik, yaitu bahwa menurut keadaan yang nampak keluar, barang itu seperti kepunyaannya sendiri (bezit).

31

Selanjutunya, Pasal 1347 KUHPer menetapkan bahwa hak-hak atau

kewajiban-kewajiban yang sudah lazim diperjanjikan dalam suatu

perjanjian (“gebruikelijk beding”), meskipun pada suatu waktu tidak

dimasukkan dalam surat perjanjian, harus juga dianggap tercantum dalam

28

Ibid.

29

Bezit ialah suatu keadaan lahir, di mana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang oleh hukum diperlindungi dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa, Ibid., hal.63

30

Ibid., hal.67

31

(30)

perjanjian. Oleh karena apa yang dinamakan “gebruikelijk beding” ini

menurut undang-undang harus dianggap sebagai dicantumkan dalam

perjanjian, akibatnya ia dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang

yang tergolong hukum pelengkap (aanvullend recht). Misalnya, jika

ternyata dalam suatu kalangan perdagangan tentang suatu macam barang

yang sudah lazim diperjanjikan, bahwa risiko terhadap barang dipikul oleh

si penjual sampai pada saat penyerahan kepada si pembeli. Meskipun Pasal

1460 KUHPer menetapkan risiko terhadap barang yang tertentu harus

dipikul oleh si pembeli, karena pasal-pasal perihal risiko ini tergolong

hukum pelengkap.32 Menurut Pasal 1460 KUHPer tersebut, dalam hal

suatu perjanjian jual-beli mengenai suatu barang yang sudah ditentukan

sejak saat ditutupnya, perjanjian barang itu sudah menjadi tanggungan si

pembeli, meskipun belum diserahkan dan masih berada di tangan si

penjual. Dengan demikian, jika barang itu hapus bukan karena salahnya si

penjual, si penjual masih tetap berhak untuk menagih harga yang belum

dibayar.33

Dalam praktik, pengertian objek dagang ini dihubungkan dengan “isi”

dari pengertian perusahaan dan secara umum yang dimaksudkan dengan

“isi” perusahaan itu dapat disebut antara lain: benda-benda perdagangan

termasuk yang berada dalam persediaan, inventaris perusahaan baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud seperti utang-utang, juga nama

dagang, merek dagang, cap dagang, serta oktroi

34

32

Ibid., hal.140-141

33

Ibid., hal.145

34

J.C.T.Simorangkir, dkk, Op.Cit., hal.110

, bahkan juga termasuk

(31)

merupakan bagian dari usaha perniagaan atau bagian dari perusahaan

untuk mempertinggi nilai dari perusahaan itu sebagai kesatuan, misalnya

pesawat telepon, letak perusahaan, dsb35

Perdagangan dalam negeri berperan penting dalam pembangunan

ekonomi nasional karena dapat mendorong pertumbuhan produksi dengan

menjamin pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil produksi,

disamping itu juga dapat melindungi konsumen dengan pengadaan dan

penyaluran barang dan jasa dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik dan

harga yang stabil. Selanjutnya, berkembangnya kegiatan perdagangan

dalam negeri pada tingkat harga yang sepadan dengan pertumbuhan

produksi dapat mendorong perluasan kesempatan kerja dan peningkatan

pendapatan rakyat.

).

4. Perdagangan Dalam Negeri

36

Kegiatan sinkronisasi perdagangan dalam negeri, meskipun diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan, namun dipandang masih sangat penting dan strategis dalam rangka mewujudkan persamaan persepsi dan pemahaman dalam penyusunan dan pelaksanaan program perdagangan dalam negeri, baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam pertemuan yang rencananya akan berlangsung dari tanggal 22-24 April 2009 tersebut, akan dibahas mengenai kebijakan teknis di bidang perdagangan dalam negeri yang akan disampaikan para direktur di lingkungan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, evaluasi pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi di bidang perdagangan dalam negeri, rencana kegiatan dekonsentrasi untuk tahun 2010, serta isu aktual dan permasalahan di bidang perdagangan dalam negeri.

Sekretaris Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Gunaryo mengatakan:

37

35

C.S.T.Kansil (1994), Op.Cit., hal.5

36

37

(32)

Masalah perdagangan juga kelihatannya semakin banyak dikaitkan dengan

masalah-masalah lain, misalnya perdagangan jasa, seperti angkutan,

perbankan, asuransi, pariwisata, dan sebagainya sudah masuk dalam satu

paket dengan perdagangan barang atau komoditi.38

Pembangunan perdagangan diarahkan untuk menunjang peningkatan

produksi sesuai dengan perkembangan kebutuhan pembangunan serta

perkembangan ekonomi dunia. Pembangunan perdagangan ditujukan pula

untuk meningkatkan pendapatan produsen dan sekaligus menjamin

kepentingan konsumen, meningkatkan penerimaan devisa, memperluas

lapangan kerja dan lebih memeratakan kesempatan berusaha. Guna

menunjang peningkatan produksi tersebut, perlu ditingkatkan perdagangan

dalam negeri dan luar negeri.39 Agar peningkatan perdagangan sekaligus

dapat meningkatkan pendapatan produsen dan menjamin kepentingan

konsumen, kebijaksanaan perdagangan perlu diarahkan untuk menciptakan

keadaan dan perkembangan harga yang layak dan bersaing melalui

peningkatan efisiensi perdagangan dalam dan luar negeri. Peningkatan

efisiensi perdagangan diharapkan dapat menurunkan biaya pemasaran

serta memperlancar arus barang dan jasa sehingga tercipta kemantapan

harga.40

Perdagangan Dalam Negeri 2009, Jum'at, 24 April 2009 (08:54 WIB), Mataram, PAB-Online,

38

Kata Pengantar dari Suhadi Mangkusuwondo, hal.x, dalam buku: J.Soedradjad Djiwandono,

Perdagangan dan Pembangunan: Tantangan, Peluang, dan Kebijaksanaan Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Jakarta, LP3ES, 1992.

39

Ibid., hal.43

40

(33)

Makin meluas dan berfungsinya sarana dan prasarana penunjang

perdagangan (perbankan, asuransi, transportasi,

surveyor41,telekomunikasi, periklanan, arbitrase, bursa komoditi, kawasan

berikat (bonded zone), dan sebagainya), dapat meningkatkan efisiensi

perdagangan. Hal ini dilakukan melalui upaya memperluas dan mendorong

berkembangnya usaha di bidang jasa penunjang perdagangan, serta

meningkatkan keterpaduan dan koordinasi kebijakan dan langkah dengan

instansi-instansi pembina jasa penunjang perdagangan.42

F. Jenis Perdagangan dan Tugas Perdagangan

1. Jenis Perdagangan

Dalam perdagangan, barang-barang yang akan diekspor kadang-kadang disebut komoditi; barang yang dibeli dan didatangkan dari luar

negeri disebut barang impor; barang yang dititipkan kepada pedagang lain,

disuruh jual olehnya, disebut barang konsinyasi; sedangkan yang diterima

dari pihak lain (dipercayakan untuk dijual) disebut barang komisi, yang

artinya barang amanat orang. 43

Perdagangan bisa dikelompokkan dengan dilihat dari berbagai segi:44

a. Menurut cara menjual barang

Perdagangan besar (orangnya disebut pedagang besar), yaitu yang

menjual barang semata-mata kepada pedagang lagi (distributor, dealer,

dan pedagang eceran), tidak langsung kepada konsumen (pemakai).

41

Surveyor adalah seseorang yang melakukan pemeriksaan atau mengawasi dan mengamati suatu pekerjaan lainnya, yang tujuannya untuk memastikan apakah kelengkapan kapal telah terpenuhi,

42

J.Soedradjad Djiwandono, Op.Cit., hal.55-56

43

Iting P., Op.Cit., hal.7

44

(34)

Perdagangan kecil(orangnya disebut pedagang kecil atau pedagang

eceran), yaitu yang menjual barang langsung kepada konsumen.

Diantara kedua macam perdagangan di atas, ada perdagangan yang

menjual barang dengan tidak ada ketentuan khusus, kadang-kadang

langsung kepada konsumen dan kadang kepada pedagang yang lain

lagi, dan ini dianggap sebagai perdagangan menengah.

Importir yang membeli barang dari luar negeri, kemudian

menjualnya semata-mata hanya kepada “distributor” saja, tidak

termasuk pedagang kecil, walaupun hanya mengimpor satu macam

barang saja. Dia merupakan pedagang besar yang perusahaannya kecil.

b. Menurut batas-batas tempat berdagang

Perdagangan lokal, yakni pedagang yang hanya berdagang dalam

satu pulau atau satu bagian dari pulau.

Perdagangan inter-insuler, yakni yang melakukan perdagangan

antarpulau (dalam wilayah Indonesia).

Perdagangan lokal dan perdagangan inter-insuler disebut

perdagangan dalam negeri.

Perdagangan luar negeri, meliputi:

- Perdagangan impor (pedagangnya disebut importir), yakni

perdagangan yang membeli barang dari luar negeri.

- Perdagangan ekspor (pedagangnya disebut eksportir), yakni

perdagangan yang menjual barang ke luar negeri.

- Perdagangan transito, yaitu perdagangan yang mendatangkan

(35)

c. Perdagangan dengan tenggang waktu

Perdagangan Op Levering (Perdagangan dengan penyerahan), yang

mana dapat dilihat pada contoh berikut ini: Pengusaha pabrik minyak

kelapa menutup perjanjian dengan penghasil kopra. Di dalam

perjanjian disebutkan bahwa penghasil kopra akan menyerahkan

kopranya sekian ton kepada pengusaha pabrik setiap minggu.

d. Dengan mengikuti cara memperoleh dan menyebarkan barangnya

Terbagi dalam dua golongan, yaitu perdagangan mengumpul

(collecterend) dan perdagangan menyebarkan (distribuerend).

Perdagangan mengumpul ialah perdagangan yang membeli barang

secara berangsur-angsur, mengumpulkan, dan menyediakan. Di

Indonesia, perdagangan ini terutama di lingkungan eksportir yang

membeli barang dari tengkulak atau langsung dari penghasil, lalu

dikumpul dan diekspor dalam partai besar atau dijual kepada pedagang

di kota besar. Sedangkan, perdagangan menyebarkan adalah

perdagangan yang menjual barang kepada konsumen setelah melalui

pengangkutan dan penyebaran.

e. Menurut barangnya

Perdagangan barang, seperti: perdagangan kopi, perdagangan

kapok, perdagangan beras, dan sebagainya. Perdagangan surat

berharga, seperti: perdagangan wesel, perdagangan efek, perdagangan

(36)

Pembagian perdagangan juga dapat digambarkan secara singkat seperti di

bawah ini:45

a. Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang:

1) perdagangan mengumpulkan (produsen-tengkulak-pedagang

besar-eksportir)

2) perdagangan menyebarkan (importir-pedagang besar-pedagang

menengah-konsumen)

b. Menurut jenis barang yang diperdagangkan:

1) perdagangan barang, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

jasmani manusia (hasil pertanian, pertambangan, pabrik)

2) perdagangan buku, musik, dan kesenian

3) perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)

c. Menurut daerah, tempat perdagangan itu dijalankan:

1) perdagangan dalam negeri

2) perdagangan luar negeri (perdagangan internasional), meliputi:

perdagangan ekspor, perdagangan impor, perdagangan meneruskan

(transito)

2. Tugas Perdagangan

Pada pokoknya, perdagangan mempunyai tugas untuk:46

a. membawa atau memindahkan barang-barang dari tempat yang

berkelebihan (surplus) ke tempat yang berkekurangan (minus).

b. memindahkan barang-barang dari produsen ke konsumen.

45

C.S.T. Kansil (1994), Op.Cit., hal.3

46

(37)

c. menimbun dan menyimpan barang-barang dalam masa yang

berkelebihan sampai mengancam bahaya kekurangan.

G. Syarat-Syarat Perdagangan

Jika dilihat secara sepintas, tampaknya dalam transaksi perdagangan,

hubungan antara pembeli dan penjual cukup sederhana, yakni pembeli

membayar atas barang yang diinginkannya yang diterimanya dari penjual dan

penjual menerima pembayaran tersebut atas barang yang ditawarkannya

kepada pembeli. Namun, apakah memang sesederhana itu? Jawabannya

adalah mungkin ada yang berpendapat ya dan ini memang ada benarnya bila

dilihat dari sudut pandang yang sederhana pula, yakni hubungan antara

penjual dan pembeli masih dalam satu tempat dan objek yang diperdagangkan

belum (tidak) begitu besar, sehingga para pihak dapat memeriksa satu per satu

barang yang menjadi objek perdagangan. Namun sebaliknya, bagaimana jika

objek perdagangan itu dalam jumlah yang besar dan penyerahannya dilakukan

di kemudian hari, sementara para pihak belum saling kenal karena berbeda

tempat atau bahkan sampai melintasi batas negara (antarnegara)? Tentunya,

ini tidak akan menjadi sederhana lagi. Oleh karena itu, dalam hal ini para ahli

berpendapat perlu dibedakan antara perdagangan lokal dengan perdagangan

luar negeri.47

Para pihak yang terlibat dalam transaksi perdagangan, jika tidak ingin

dirugikan oleh pihak lainnya, maka ia harus mengetahui seluk beluk dunia

perdagangan itu sendiri, di samping aturan-aturan hukum yang berlaku,

47

(38)

terlebih lagi apabila transaksinya antarnegara.48 Dengan demikian, dalam

transaksi perdagangan ada diatur mengenai syarat-syarat perdagangan.

Syarat-syarat perdagangan ini dapat dilihat dalam kontrak dagangnya (sales contract)

yang diuraikan dalam bentuk klausul atau pasal dalam perjanjian perdagangan.

Syarat-syarat perdagangan tersebut, antara lain:49

1. Loco

Maksud dari klausul ini adalah pembeli menerima penyerahan barang di

gudang penjual. Risiko dan hak milik beralih kepada pembeli mulai saat

barang diangkut keluar dari gudang penjual, serta segala biaya

pengangkutan sejak dari gudang penjual sampai tempat tujuan ditanggung

oleh pembeli.

2. Free Alongside Ship (FAS)

Maksud dari klausul ini adalah penjual menyerahkan barang di samping

kapal yang disediakan oleh pembeli. Pembeli berkewajiban memikul

segala biaya pengangkutan mulai dari gudang penjual sampai ke

pelabuhan tujuan. Pembeli menanggung biaya pemuatan ke dalam kapal,

premi asuransi, uang angkutan, biaya pembongkaran dan ongkos-ongkos

lain sampai di gudang pembeli.

3. Free On Board (FOB)

Sebenarnya hampir sama dengan klausul FAS. Hanya dalam syarat FOB,

penjual menyerahkan barang di atas kapal yang disediakan pembeli di

pelabuhan pemuatan. Hal ini berarti, penjual dibebani biaya muat ke atas

kapal. Biaya-biaya pengangkutan dan ongkos-ongkos lain sampai di atas

48

Ibid.

49

(39)

kapal menjadi tanggungan penjual, sedangkan pembeli, bebas (free) dari

biaya tersebut.

4. Cost, Insurance, and Freight (CIF)

Dalam syarat ini, penjual menanggung semua biaya dan ongkos-ongkos

mengangkut barang sampai pelabuhan tujuan pembeli. Yang menjadi

tanggungan penjual adalah uang angkutan, premi asuransi, dan

ongkos-ongkos lainnya.

5. Cost and Freight (C & F)

Hampir sama dengan CIF, hanya dalam C&F biaya asuransi (premi

asuransi) dibayar/ditanggung oleh pembeli.

6. Franco

Dalam hal ini, penjual harus menyerahkan barang di gudang pembeli.

Untuk itu, segala biaya yang mungkin timbul menjadi tanggungan penjual.

Biaya yang sudah pasti ada yakni biaya pengangkutan, asuransi, muat dan

bongkar barang. Selain itu, biaya mungkin timbul berkaitan dengan

pajak/bea masuk jika barang masuk ke suatu negara/daerah tertentu.

Syarat Franco dapat merupakan syarat pembiayaan atau syarat

penyerahan. Sebagai syarat pembiayaan, syarat Franco ini membuat

pembeli bebas dari segala macam pembiayaan dalam pengangkutan barang

sampai di tempat yang disebut di belakang kata Franco, tetapi menjadi

beban penjual. Misalnya, syarat ‘Franco Jakarta’, maka pembeli bebas dari

segala macam pembiayaan dan ongkos-ongkos sampai di Jakarta dan pada

umumnya, pembiayaan pembongkaran ini menjadi beban penjual. Syarat

(40)

barang-barang yang dijual itu kepada pembeli di kota yang tercantum di

belakang kata Franco. Dalam hal contoh tersebut, maka penjual akan

menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli di Jakarta. Jakarta di sini

sebagai kota pelabuhan pembongkaran. Di sini, pembeli tidak hanya bebas

dari pembebanan ongkos-ongkos dan biaya-biaya pengangkutan, tetapi

juga risiko. Ini berarti bahwa risiko sampai di tempat tujuan menjadi beban

penjual.

Di sini terlihat ada kekhususan dalam jual-beli dagang (transaksi

perdagangan) dibandingkan dengan jual-beli biasa, yakni:50

a. perbuatan dilakukan atas nama perusahaan

b. salah satu atau para pihak adalah pengusaha

c. barang yang dibeli dijual kembali

d. diperlukan sarana transportasi dan asuransi

e. diperlukan sejumlah dokumen

Pada umumnya, transaksi perdagangan dibuat secara tertulis yang

kadang-kadang bentuknya sudah distandardisasi, artinya bagi pihak yang posisi

tawarnya (bargaining position) kuat, maka dialah yang akan menentukan

syarat-syarat yang diinginkan.51

50

Ibid., hal.136-137

51

Ibid., hal.137

Sementara itu, pihak lainnya (partner

usahanya) hanya menyetujui. Akan tetapi, apabila belum ada standard kontrak,

(41)

tentunya kedudukan para pihak adalah sama.52 Ini dapat dilihat dalam jual-beli

biasa, sebagaimana yang terdapat dalam KUHPer.53

Incoterms merupakan seperangkat peraturan internasional yang mengatur

mengenai syarat-syarat perdagangan guna memberikan kepastian tentang

rumusan risiko dan tanggung jawab hukum masing-masing pihak dalam

transaksi perdagangan (jual-beli) secara sederhana dan aman. Untuk pertama

kalinya Incoterms diadakan pada tahun 1936 yang selanjutnya disempurnakan

terus-menerus secara berkala mulai dari tahun 1953, 1967, 1976, 1980, 1990,

dan terakhir 2000 yang dikenal dengan nama Incoterms 2000.

Dalam transaksi perdagangan internasional, syarat-syarat perdagangan itu

diatur dalam Incoterms yang merupakan produk dari International Chamber of

Commerce (Kamar Dagang Internasional). Berikut ini akan dijelaskan lebih

lanjut.

Incoterms (International Commercial Terms)

54

Ruang lingkup Incoterms dibatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan

hak dan kewajiban dari pihak-pihak dalam kontrak penjualan atau

perdagangan mengenai pengiriman dari barang-barang yang dijual (‘yang

berwujud (tangibles)’, tidak termasuk ‘yang tidak berwujud (intangibles)’

seperti software komputer). Incoterms selalu ditujukan untuk digunakan bagi

barang-barang yang dijual dan diangkut melewati batas-batas suatu negara.

52

Ibid.

53

Pasal 1457 KUHPerdata: Jual-beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga barang yang telah dijanjikan;

Pasal 1458 KUHPerdata: Jual-beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.

54

(42)

Namun, dalam praktiknya kadang-kadang juga digunakan dalam kontrak

perdagangan barang-barang dalam pasar domestik. Jika ini terjadi, maka ada

klausula-klausula dan ketetapan lain yang berkaitan dengan ekspor dan impor

dalam Incoterms menjadi tidak berguna.55

Struktur Incoterms56

1. Syarat Perdagangan Kelompok “E”

Istilah-istilah dalam Incoterms dikelompokkan dalam 4 kategori dasar

yang berbeda, yang penamaannya didasarkan pada saat penentuan risiko atas

kebendaan yang beralih yang terjadi dalam perdagangan.

Ex Works berarti bahwa penjual tidak lagi menanggung risiko atas

barang yang dijual, manakala ia telah menyediakan barang-barang

bersangkutan di tempatnya sendiri atau tempat lainnya (yaitu tempat kerja,

pabrik, gudang, dll) untuk keperluan pembeli. Dalam transaksi

perdagangan internasional yang bersifat lintas negara, biasanya syarat ini

sangat jarang digunakan karena tidak disukai oleh pembeli, oleh karena

pembeli tidak mengetahui secara pasti mengenai persyaratan pabean yang

diperlukan (Pabean adalah instansi (jawatan, kantor) yang mengawasi,

memungut, dan mengurus bea masuk (impor) dan bea keluar (ekspor),

baik melalui darat, laut, maupun udara57

55

Ibid., hal.142 dan 143

56

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Op.Cit., hal.104-113

57

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), edisi ketiga, cetakan ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, Balai Pustaka, 2005, hal.807

). Namun, dalam perdagangan

dalam negeri yang tidak memerlukan transportasi lain selain transportasi

(43)

Syarat ini membebankan tanggung jawab yang paling ringan (minimal)

bagi penjual, sedangkan pembeli memikul semua biaya dan risiko yang

berhubungan dengan barang-barang yang dibeli sejak barang berada di

tempat penjual.

2. Syarat Perdagangan Kelompok “F”

a. Free Carrier (FCA)

FCA berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang (yang

sudah mendapat izin ekspor) kepada pengangkut yang ditunjuk

pembeli pada suatu tempat tertentu. Harus dicatat bahwa pemilihan

tempat penyerahan mempunyai dampak pada kewajiban pemuatan dan

pembongkaran barang-barang di tempat itu. Jika ditentukan bahwa

penjual berkewajiban untuk menyediakan barang di tempat penjual,

maka penjual bertanggung jawab atas risiko barang hingga dimuat,

sedangkan jika penjual diwajibkan untuk menyediakan barang pada

tempat lain, maka penjual tidak bertanggung jawab atas risiko

pembongkaran barang dari pengangkut yang ditunjuk oleh penjual

kepada pengangkut yang ditunjuk oleh pembeli.

b. Free Alongside Ship (FAS)

FAS berarti bahwa penjual menyediakan barang-barang dengan

menempatkan barang-barang tersebut di samping (alongside) kapal di

pelabuhan pengapalan yang disebut. Artinya pembeli wajib memikul

semua biaya dan risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang

mulai saat itu. Dalam transaksi perdagangan internasional, penjual

(44)

c. Free On Board (FOB)

FOB berarti bahwa penjual menyediakan barang-barang yang

dijual di atas kapal di pelabuhan yang disebut. Ini berarti bahwa

pembeli wajib memikul semua biaya dan risiko atas kehilangan atau

kerusakan barang-barang mulai dari titik itu. Syarat ini juga menuntut

penjual untuk mengurus formalitas ekspor.

3. Syarat Perdagangan Kelompok “C”

a. Cost and Freight (C&F/CFR)

Dalam CFR, penjual menyediakan barang-barang yang dijual di

atas kapal pada pelabuhan pengapalan yang disebut. Penjual masih

diwajibkan untuk membayar biaya-biaya dan ongkos angkut yang

perlu untuk mengangkut barang-barang sampai ke pelabuhan tujuan.

Tetapi risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang telah

berpindah dari penjual kepada pembeli pada saat barang-barang yang

dijual telah disediakan oleh penjual di atas kapal pada pelabuhan

pengapalan yang disebut. Penjual dituntut untuk mengurus formalitas

ekspor.

b. Cost, Insurance and Freight (CIF)

Dalam CIF, peralihan risiko dari penjual kepada pembeli atas

barang-barang yang dijual juga dianggap terjadi pada saat penjual

menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal pada pelabuhan

pengapalan yang ditunjuk. Penjual wajib membayar semua biaya dan

ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang sampai ke

(45)

Tetapi, risiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang telah

berpindah dari penjual kepada pembeli pada saat penjual menyediakan

barang-barang yang dijual di atas kapal pada pelabuhan pengapalan

yang disebut. Meskipun penjual wajib menutup asuransi angkutan laut

terhadap risiko rugi atau kerusakan barang-barang yang dijual, namun

pihak yang menjadi beneficiary (penikmat) terhadap asuransi tersebut

adalah pembeli, karena pihak pembelilah yang menanggung semua

risiko dari barang-barang yang dibeli olehnya selama barang dalam

perjalanan. Syarat ini menuntut penjual untuk mengurus formalitas

ekspor.

c. Carrier Paid To (CPT)

Dalam CPT, peralihan risiko dari penjual kepada pembeli atas

barang-barang yang dijual terjadi pada saat penjual menyediakan

barang-barang yang dijual pada pelabuhan pengapalan yang disebut.

Penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang-barang kepada

pengangkut yang ditunjuknya sendiri dan membayar ongkos angkut

yang perlu untuk mengangkut barang-barang sampai ke tempat tujuan,

meskipun risiko atas barang-barang telah beralih kepada pembeli.

Penjual diwajibkan mengurus formalitas ekspor.

d. Carriage and Insurance Paid to (CIP)

Dalam CIP, peralihan risiko dari penjual kepada pembeli atas

barang-barang yang dijual terjadi pada saat penjual menyediakan

barang-barang yang dijual pada pelabuhan pengapalan yang disebut.

(46)

kerugian dan kerusakan atas barang yang menimpa pembeli selama

barang dalam perjalanan serta diwajibkan juga untuk mengurus

formalitas ekspor.

4. Syarat Perdagangan Kelompok “D”

a. Delivered at Frontier (DAF)

DAF berarti bahwa kewajiban penjual untuk menanggung risiko

atas barang-barang yang dijual berakhir jika ia telah menyediakan

barang-barang yang dijual ke dalam kewenangan pembeli pada saat

datangnya alat angkut yang ditunjuk oleh pembeli, namun belum

dibongkar tetapi sudah diurus formalitas ekspornya, sedangkan

formalitas impornya belum diurus, di tempat atau pada titik yang

disebut di wilayah perbatasan, tetapi belum memasuki wilayah pabean

dari negara yang bertetangga.

b. Delivered Ex Ship (DES)

DES berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah

menyediakan barang-barang yang dijual di atas kapal, yang belum

diurus formalitas impornya di pelabuhan tujuan yang disebut. Penjual

wajib memikul semua biaya dan risiko yang terkait dengan

pengangkutan barang-barang sampai ke pelabuhan tujuan yang disebut

sebelum dibongkar.

c. Delivered Ex Quay (DEQ)

DEQ berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah

menyediakan barang-barang yang dijual di atas dermaga, di pelabuhan

(47)

wajib memikul semua biaya dan risiko yang terkait dengan

pengangkutan barang-barang sampai ke pelabuhan tujuan dan

membongkar barang-barang di atas dermaga. Pembeli dituntut untuk

mengurus formalitas impor dan membayar semua biaya resmi, bea

masuk, pajak, dan biaya lain yang dipungut atas impor.

d. Delivered Duty Unpaid (DDU)

DDU berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah

menyediakan barang-barang yang dijual di atas alat angkut yang baru

datang di tempat tujuan yang disebut, tetapi belum diurus formalitas

impornya. Penjual wajib memikul semua biaya dan risiko yang terkait

dengan pengangkutan barang-barang sampai ke sana, kecuali bea

masuk (termasuk tanggung jawab mengurus formalitas pabean,

pembayaran biaya resmi (formalitas), bea masuk, pajak, dan biaya

lainnya) yang diperlukan di negara tujuan. Bea masuk tersebut harus

dipikul oleh pembeli, termasuk semua biaya dan risiko yang

disebabkan oleh kegagalannya mengurus formalitas impor pada

waktunya.

e. Delivered Duty Paid (DDP)

DDP berarti bahwa risiko penjual baru berakhir jika ia telah

menyediakan barang-barang yang dijual di suatu tempat tertentu,

namun belum dibongkar dari atas alat angkut dan belum diurus

formalitas impornya. Penjual wajib memikul semua biaya dan risiko

yang terkait dengan pengangkutan barang itu sampai ke sana, termasuk

(48)

pembayaran biaya resmi (formalitas), bea masuk, pajak, dan biaya

lainnya) yang diperlukan di negara tujuan. Ini menunjukkan adanya

tanggung jawab yang maksimal dari penjual.

H. Pihak-Pihak dalam Perdagangan

Dalam perdagangan, ada beberapa pihak yang terkait yakni penjual dan

pembeli yang berbeda tempat dan kedudukannya maupun pihak-pihak lain

yang berkepentingan. Seorang pedagang, terutama seorang yang menjalankan

perusahaan yang besar, biasanya tidak dapat bekerja seorang diri dalam

menjalankan perusahaannya, maka diperlukan bantuan orang-orang yang

bekerja padanya sebagai orang bawahan ataupun orang yang berdiri sendiri

dan mempunyai perusahaan sendiri (yang mempunyai perhubungan tetap atau

tidak dengan dia).58

Sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan yang demikian pesat,

pengusaha-pengusaha kebanyakan tidak lagi berusaha seorang diri, melainkan

bersatu dalam persekutuan-persekutuan atau perseroan-perseroan.59 Yang

termasuk dalam golongan pekerja-pekerja perniagaan di dalam lingkungan

perusahaan, yakni: pemimpin perusahaan (manager), pemegang-prokurasi

(procuratie-houder atau general agent), dan pedagang berkeliling

(commercial traveller).60

1. Pihak Penjual

Berikut ini akan diuraikan satu per satu pihak-pihak dalam perdagangan.

58

C.S.T.Kansil (1994), Op.Cit., hal.32-33

59

Ibid., hal.33

60

(49)

Pihak penjual, yaitu pihak yang menyerahkan benda dan hak milik atas

benda. Penjual dapat berstatus pengusaha atau bukan pengusaha yang

mewakili kepentingan diri sendiri atau pihak lain atau kepentingan badan

hukum.. Pengusaha adalah penjual yang menjalankan perusahaan.

Kewajiban penjual:

a. Penyerahan Benda61

Ada dua kewajiban utama penjual, yaitu penyerahan benda dan

penjaminan benda. Penyerahan ialah pengalihan benda yang telah

dijual ke dalam kekuasaan dan menjadi milik pembeli. Penyerahan

benda mungkin mengeluarkan atau tidak mengeluarkan biaya. Jika

mengeluarkan biaya, menurut Pasal 1476 KUHPer, biaya penyerahan

menjadi beban penjual, sedangkan biaya pengambilan menjadi beban

pembeli, kecuali jika diperjanjikan lain.

Dalam Pasal 1477 KUHPer ditentukan bahwa p

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pasal 1601 a KUH Perdata yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu (buruh) mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak lain

Sumber dan modal utama perusahaan berasal dari laba yang belum ditentukan penggunaannya yang digunakan untuk membiayai pembelian aset tetap, renovasi bangunan sewa, serta aset

Perjanjian antara seorang “buruh” dengan seorang “majikan”, perjanjian mana ditandai oleh cirri-ciri;adanay suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu upah

Entitas mengadakan perjanjian sewa menyewa dengan PT Semestanustra Distrindo atas bangunan yang terletak di Medan seluas 438 m2 untuk jangka waktu 2 (dua) tahun yang berakhir

2 Tahun 1992, Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,

Perjanjian kerjasama yang dilakukan antara Bank dengan Pedagang (Merchant) dalam hal penyediaan electronic data capture (EDC) adalah perjanjian sewa-menyewa yang

Menurut Pasal 1 Sub 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan

penganggaran modal yang diterapkan PT United Tractors Tbk pada. tools dan equipment , mulai dari awal penyusunan