PENGARUH KAPASITAS FISKAL TERHADAP INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA PADA PEMERINTAHAN KOTA
/ KABUPATEN DI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh:
GEMBIRA MARBUN
077017040/AKTSEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2011
SEK O LA H
P
A S
C
A S A RJA
N
Judul Penelitian : PENGARUH KAPASITAS FISKAL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PADA PEMERINTAHAN KOTA / KABUBATEN DI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : GEMBIRA MARBUN Nomor Pokok : 077017040
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
( Dr. Murni Daulay, M.Si ) (Drs. Rasdianto, MA,Ak
Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA,CPA) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah Diuji pada Tanggal : 15 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Murni Daulay,M.Si, Anggota : 1. Drs.Rasdianto, MA,Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA 3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa yang berjudul :
”PENGARUH KAPASITAS FISKAL TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PADA PEMERINTAHAN KOTA / KABUPATEN DI SUMATERA UTARA ”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, 15 Juni 2011
Yang membuat pernyataan
THE INFLUANCE OF THE FISCAL CAPACITY TO THE
HUMAN DEVELOPMENT INDEX IN LOCAL GOVERMENT
IN SUMATERA UTARA.
THESIS
By :
GEMBIRA MARBUN
077017040/AKTSEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2011
SEK O LA H
P
A S
C
A S A RJA
N
ABSTRAK
Gembira Marbun, 2011. Pengaruh Kapasitas Fiskal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Pemerintahan Kota / Pemerintahan Kabupaten di Sumatera Utara.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Kapasitas Fiskal (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil) berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
Populasi penelitian ini sejumlah 33 ( tiga puluh tiga ) pemerintahan Kabupatn dan Kota di Provinsi Sumatera utara dan yang memenuhi kriteria sebagai anggota sampel sejumlah 25 (dua puluh lima) Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara. Metode penarikan sampel menggunakan purposive sampling
dengan periode penelitian antara tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Untuk data variabel independen menggunakan data tahun 2005-2008, sedangkan variabel dependen IPM menggunakan data tahun 2006-2009. Metode analisis yang digunakan adalah Generalized Least Square (GLS) dengan metode estimasi random efek.
Secara simultan variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil (Pajak dan Bukan Pajak) berpengaruh Positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Secara parsial, hanya variabel Dana Alokasi Umum (DAU) yang berpengaruh terhadap IPM. Sedangkan variabel lain berupa variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil (Pajak dan Bukan Pajak) tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
ABSTRACT
Gembira Marbun, 2011. The Influance of The Fiscal Capacity to The Human Development Index in Local Goverment in Sumatera Utara.
This research aim to know influance of fiscal capacity (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum and Dana Bagi Hasil ) to the Human Development Index.
Scope of research are 33 ( thirty three) local government in Sumatera Utara. Comply with criteria for sampling source it 25 (twenty five) local government in Sumatera Utara Province. Sample taking with purposive method sampling with period of research between of 2005 up to year of 2009. The data using to independent variable of by 2005-2008, and HDI data used of 2006-2009. Analysis method the used is Generalized Least Square (GLS) with random effect model estimation.
The Simultanly of fiscal capacity variable (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum and Sharing Dana Bagi Hasil) influance to the Human Development Index. Partially shown that only of Dana Alokasi Umum variable significance to the Human Development Index variable. But, other variable of fiscal capacity variable (Pendapatan Asli Daerah and Dana Bagi Hasil ) not influance to the Human Development Index.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan Puji dan Syukur kepada Bapa di Surga atas berkat
rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan mulai dari
perkuliahan pada program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara, sampai dengan menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul ”
Pengaruh Kapasitas Fiskal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada
Pemerintahan Kota / Kabupaten di Sumatera Utara “
Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini penulis menyadari bahwa hal ini tidak
terlepas dari bantuan, semangat, serta saran dan pendapat dari berbagai pihak,
oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam menyelesaikan tesis ini
maupun selama mengikuti pendidikan yaitu kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara beserta seluruh stafnya.
2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Prof.Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, selaku Ketua Program Studi
Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
5. Dr. Murni Daulay, M.Si, Selaku Ketua Komisi Pembimbing dengan penuh
kearifan, kesabaran dan perhatian telah berkenan memberikan bimbingan
6. Drs.Rasdianto, MA,Ak, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan tuntunan dan pengarahan dalam menyelesaikan tesis ini.
7. Prof.Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, Drs. Zainul Bahri Torong,
M.Si,Ak, dan Dra. Tapi Anda Sari Lubis,M.Si,Ak selaku Pembanding yang
telah memberikan pengarahan dalam menyelesaikan tesis ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Sekretariat Program Studi Magister Ilmu
Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan pelayanan yang sangat baik.
9. Bapa Op.Ivana Doli St.P.Marbun dan Inang Op. Ivana Boru M.br Simbolon
yang member motivasi dukungan doa mulai studi sampai selesainya penulisan
tesis ini.
10. Mgr.A.G.P.Datubara, OFM.Cap, Inang Simatua Op. Laosma Veronika Boru
A.br Sihombing, dan Tunggane saya yang memberi motivasi, dukungan doa
mulai studi sampai selesainya penulisan tesis ini.
11. Teristimewa kepada Istriku tercinta Agnes Rohani Datubara, SP dan
Anak-anaku Ivana Romasi Pinondang Marbun, Joy Maria Impoan Marbun,
Tuagasan Mario Marbun, dengan setia mendampingi penulis dengan penuh
pengertian memberikan motivasi, dukungan doa dalam kehidupan sehari hari
dan juga mulai dari masa studi sampai selesainya penulisan tesis ini.
12. Yayasan ST.Thomas dan Civitas Akademika Unika ST.Thomas Sumatera
Utara.
Tak Lupa penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana USU, yang telah membantu baik
ini dan juga penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada
penulis baik moril maupun materil.
Sebagai manusia biasa yang tidak terlepas dari kekurangan dan
keterbatasan, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangan. Dalam rangka penyempurnaan tesis ini
penulis mengharapkan masukan dan kritik yang membangun dan dapat
dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut. Semoga Tuhan memberkati kita
semua Amen.
Medan , Juni 2011
RIWAYAT HIDUP
1. N a m a : Gembira Marbun
2. Tempat/Tanggal lahir : 18 Juni 1973
3. Pekerjaan : Dosen Unika ST.Thomas Sumatera Utara
4. Agama : Katolik
5. Orang tua
a. Ayah : St. P.Marbun
b. Ibu : M br Simbolon
6. Isteri : Agnes Rohani Datubara, SP
7. Anak : 1. Ivana Romasi Pinondang Marbun
2. Joy Maria Impoan Marbun
3. Tuagasan Mario Marbun
8. Alamat : Jl. Pinus 3 No.45 Perumnas Simalingkar Medan
9. Pendidikan
a. SD : SD Negeri 030319 Sumbul Karo, Tamat 1978
b. SLTP : SMP Negeri Bakal Julu, Tamat 1990
c. SMU : SMU Negeri 1 Sidikalang , Tamat 1993
d. Universitas/Fakultas : Fakultas Ekonomi Unika ST.Thomas Tamat 1998
e. Sekolah Pascasarjana Magister Akuntansi Ilmu Ekonomi USU, Tamat
DAFTAR ISI
ABSTRAK……….…..i
ABSTRACT………ii
KATA PENGANTAR………...iii
RIWAYATHIDUP……….vi
DAFTARISI………..vii
DAFTARTABEL...………..x
DAFTARGAMBAR....……….xi
DAFTARLAMPIRAN……….xii
BAB 1 PENDAHULUAN……….1
1.1 Latar Belakang ………….……….…1
1.2 Rumusan Masalah ………..….6
1.3 TujuanPenelitian………6
1.4 Manfaat Penelitian ………6
1.5 Originalitas Penelitian……...………...7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..8
2.1 Landasan Teoritis………..8
2.1.1 Kapasitas Fiskal……….. ………8
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah………... ……….….11
2.1.3 Dana Alokasi Umum….. ………...……...15
2.1.5 Indeks Pembangunan Manusia……….……...28
2.1.5.1 Defenisi Indeks Pembangunan Manusia ( IPM )...30
2.1.5.2 Tahapan Penghitungan IPM dan Penentuan Status IPM………..33
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu………..…………...35
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ………….. …………...39
3.1 Kerangka Konseptual………....39
3.2 Hipotesa Penelitian ………...40
BAB IV METODE PENELITIAN ………...….…...41
4.1 Jenis Penelitian ……….………....41
4.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian………...……..41
4.3 Populasi dan Sampel ………...42
4.4 Metode Pengumpulan Data ………...……….44
4.5 Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ..…....44
4.5.1 Defenisi Operasional ………....………..44
4.5.2 Metode Pengukuran Variabel ………..…...45
4.6 Metode Analisis Data ………...46
4.6.1 Metode Analisis Data Panel………..………..46
4.6.2 Pengujian Model ………..………...49
4.6.2.1 Uji Hausman.……….……….…...49
BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN………....………....51
5.1 Deskripsi Data Penelitian………...……….51
5.2 Analisis Data……….………....52
5.2.1 Uji Hausman………...………...52
5.3 Hasil Analisis………....54
5.4 Model Uji Hipotesis………...59
5.4.1 Uji Signifikan Simultan (Uji F)………...……...59
5.4.2 Uji Signifikan Parsial (Uji t)……….…...60
5.5 Pembahasan……….………..…...61
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………...…74
6.1 Kesimpulan………...……….………...74
6.2 Keterbatasan Penelitian………...………...74
6.3 Saran………...……….….75
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Nilai Maksimun dan Minimun Indikator Komponen IPM……...…...34
2.2 Penelitian Terdahulu ………....38
4.1 Populasi dan Sampel Penelitian ……….…. ..43
4.2 Operasionalisasi Variabel ………...46
5.1 Statistik Deskriptif………...51
5.2 Uji Hausman ………..………53
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. DATA IPM, PAD, PAD, DAU & DBH TAHUN 2005…...……….…. 80
2. DATA IPM, PAD, DAU & DBH TAHUN 2006………...….………... 81
3. DATA IPM, PAD, DAU & DBH TAHUN 2007…...………... 82
4. DATA IPM, PAD, DAU & DBH TAHUN 2008………... 83
5. DATA IPM TAHUN 2009………...………. 84
6. STATISTIK DESKRIPTIV……….……….……… 85
7. HAUSMAN TEST……….……… 85
ABSTRAK
Gembira Marbun, 2011. Pengaruh Kapasitas Fiskal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Pemerintahan Kota / Pemerintahan Kabupaten di Sumatera Utara.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Kapasitas Fiskal (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil) berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
Populasi penelitian ini sejumlah 33 ( tiga puluh tiga ) pemerintahan Kabupatn dan Kota di Provinsi Sumatera utara dan yang memenuhi kriteria sebagai anggota sampel sejumlah 25 (dua puluh lima) Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara. Metode penarikan sampel menggunakan purposive sampling
dengan periode penelitian antara tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Untuk data variabel independen menggunakan data tahun 2005-2008, sedangkan variabel dependen IPM menggunakan data tahun 2006-2009. Metode analisis yang digunakan adalah Generalized Least Square (GLS) dengan metode estimasi random efek.
Secara simultan variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil (Pajak dan Bukan Pajak) berpengaruh Positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Secara parsial, hanya variabel Dana Alokasi Umum (DAU) yang berpengaruh terhadap IPM. Sedangkan variabel lain berupa variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil (Pajak dan Bukan Pajak) tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
ABSTRACT
Gembira Marbun, 2011. The Influance of The Fiscal Capacity to The Human Development Index in Local Goverment in Sumatera Utara.
This research aim to know influance of fiscal capacity (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum and Dana Bagi Hasil ) to the Human Development Index.
Scope of research are 33 ( thirty three) local government in Sumatera Utara. Comply with criteria for sampling source it 25 (twenty five) local government in Sumatera Utara Province. Sample taking with purposive method sampling with period of research between of 2005 up to year of 2009. The data using to independent variable of by 2005-2008, and HDI data used of 2006-2009. Analysis method the used is Generalized Least Square (GLS) with random effect model estimation.
The Simultanly of fiscal capacity variable (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum and Sharing Dana Bagi Hasil) influance to the Human Development Index. Partially shown that only of Dana Alokasi Umum variable significance to the Human Development Index variable. But, other variable of fiscal capacity variable (Pendapatan Asli Daerah and Dana Bagi Hasil ) not influance to the Human Development Index.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Penelitian
Beberapa ahli menganjurkan bahwa pembangunan suatu daerah haruslah
mencakup 3 ( tiga ) inti nilai ( Kuncoro, 2000) yaitu :
1. Ketahanan ( Sustenance ) : Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok
(pangan, papan, kesehatan dan proteksi) untuk mempertahankan hidup.
2. Harga diri ( Self Esteem ) Pembangunan haruslah memanusiakan orang. Dalam
arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan kebanggaan
sebagai manusia yang berada di daerah itu.
3. Freedom from Servitude yaitu kebebasan bagi setiap individu satu negara untuk
berpikir, berkembang, berperilaku dan berusaha untuk berpartisipasi dalam
pembangunan.
Kebijakan otonomi daerah merupakan pendelegasian kewenangan yang
disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana dan
sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Beberapa
manfaat melaksanakan desentralisasi adalah untuk meningkatkan kinerja
pemerintah lokal, meningkatkan ketertanggapan permerintah terhadap kebutuhan
– kebutuhan masyarakat, terutama kebutuhan dasar yang ditunjukkan dengan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau
disebut juga dengan Human Development Index (HDI) adalah indeks komposit
untuk mengukur pencapaian kualitas pembangunan manusia untuk dapat hidup
secara lebih berkualitas, baik dari aspek kesehatan, pendidikan, maupun aspek
ekonomi. IPM juga digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara
adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk
mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup (UNDP,
1996). IPM mulai digunakan oleh UNDP sejak tahun 1990 untuk mengukur upaya
pencapaian pembangunan manusia suatu negara. IPM merupakan indikator
komposit tunggal yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan
manusia yang telah dilakukan di suatu wilayah (UNDP, 2004). Walaupun tidak
dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan, namun mampu mengukur
dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status
kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. IPM merupakan gabungan dari
tiga unsur utama pembangunan manusia, yaitu lamanya hidup (longevity),
pengetahuan (knowledge) yang diukur oleh tingkat melek orang dewasa (dengan
timbangan dua pertiga) serta rata-rata tahun bersekolah (timbangan : satu pertiga),
standar hidup layak (standard of living) yang diukur oleh PDB per kapita setelah
disesuaikan dengan paritas daya beli (purchasing power parity /PPP).
Pembangunan manusia yang dimaksudkan dalam IPM tidak sama dengan
pengembangan sumber daya manusia yang biasanya dimaksudkan dalam teori
ekonomi. Sumber daya manusia menunjuk pada manusia sebagai salah satu faktor
produksi, yaitu sebagai tenaga kerja yang produktivitasnya harus ditingkatkan.
Dalam hal ini manusia hanya sebagai alat (input) untuk mencapai tujuan yaitu
peningkatan output barang dan jasa. Sedangkan manusia di dalam IPM lebih
diartikan sebagai tujuan pembangunan yang berorientasi akhirnya pada
peningkatan kesejahteraan manusia (Gevisioner, 2004). Salah satu ukuran IPM
(Kuncoro, 2004). Konsekuensi penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah mengakibatkan perlunya perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah yang menyebabkan terjadinya transfer yang cukup
signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan
pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana tersebut untuk
memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain
yang mungkin tidak penting. Hakekat pembangunan pada dasarnya adalah
pembangunan manusia(Suyanto,2009). Secara umum kapasitas fiskal ( fiscal
capacity ) adalah kemampuan pemerintah daerah untuk menghimpun pendapatan
berdasarkan sumber-sumber yang dimiliki.
Kapasitas Fiskal menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
224/PMK.07/2008 adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah
yang dicerminkan melalui penerimaan Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama dan
penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai
dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin.
Unsur Kapasitias Fiskal menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
224/PMK.07/2008 dari sisi Penerimaan Anggaran Pendapatan Adalah :
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil
(DBH) dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran
sektor publik pemerintah daerah sebenarnya merupakan output pengalokasian
mendasar dalam penganggaran sektor publik. Keterbatasan sumberdaya sebagai
akar masalah utama dalam pengalokasian anggaran sektor publik dapat diatasi
dengan pendekatan ilmu ekonomi melalui berbagai teori. Tuntutan untuk
mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah - daerah
yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001).
Dampak pelaksanaan otonomi daerah adalah tuntutan terhadap
pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan
mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi. Lingkup anggaran menjadi
relevan dan penting di lingkungan pemerintah daerah karena terkait dengan
dampak anggaran terhadap kinerja pemerintah, sehubungan dengan fungsi
pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) akan mengawasi kinerja pemerintah
melalui anggaran.
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan asli daerah yang terdiri dari
hasil pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dari laba perusahaan daerah dan
lain-lain pendapatan yang sah. Menurut Mardiasmo (2002) saat ini masih banyak
masalah yang dihadapi pemerintah daerah terkait dengan upaya meningkatkan
penerimaan daerah. Keterbatasan infrastruktur seperti sarana dan prasarana yang
tidak mendukung untuk investasi menimbulkan pertanyaan bagaimana sebenarnya
alokasi PAD terhadap kualitas manusia yang ditunjukkan Indek Pembangunan
Manusia, Apakah karena PAD yang rendah atau alokasi yang kurang tepat?
DAU sebagai salah satu bagian dari dana perimbangan ditujukan
untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar Pemerintah Daerah. Selain itu,
ketimpangan keuangan karena adanya dana bagi hasil yang diperoleh
daerah. Kapasitas fiskal daerah diukur berdasarkan Pendapatan Asli
Daerah
dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluarannya didalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Pembangunan harus memberikan dampak terhadap peningkatan
kualitas hidup manusia secara menyeluruh, baik menyangkut pemenuhan
kebutuhan fisik maupunnon fisik. Untuk meningkatkan IPM khususnya
dalam bidang pendidikan, caranya dengan memberantas buta aksara. Hal
ini akan menjadikan masyarakat menjadi melek aksara. Untuk menjamin
tercapainya tujuan pembangunan manusia terdapat empat hal pokok yang
perlu diperhatikan, yaitu produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan
pemberdayaan. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti
pengaruruh dari unsur - unsur kapasitas fiskal terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Pemko dan Pemkab di provinsi Sumatera
Utara.
1. 2. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka
permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Apakah Kapasitas Fiskal (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
1. 3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis “Apakah
Kapasitas Fiskal (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi
Hasil) berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia ”
1. 4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintahan Kota / Pemerintahan Kabupaten
di Propinsi Sumatera Utara dalam kebijakan pengalokasian anggaran untuk
pembangunan daerah.
2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain tentang Kapasitas Fiskal (
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil ) dan Indeks
Pembangunan Manusia.
3. Bagi Peneliti untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan Khususnya
mengenai Indeks Pembangunan Manusia di Privinsi Sumatera Utara.
1.5. Originalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian relasional yang akan menguji pengaruh
Kapasitas Fiskal ( PAD, DAU dan Dana Bagi Hasil ) terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Pemerintahan Kota / Pemerintahan Kabupaten di
Provinsi Sumatera Utara dan merupakan replikasi variable dari penelitian yang
dilakukan oleh Hadi Sofian (2008). Perbedaan penelitian ini dengan yang
1. Meneliti di Kabupaten dan Kota di provinsi Jawa Timur, tahun data yang
digunakan tahun 2000 sampai dengan 2004, Variabel bebas : PAD,
DAU, Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak dengan
Variabel terikatnya adalah Indeks Pembangunan Manusia.
2. Sedangkan Penelitian ini dilakukan di wilayah yang berbeda yaitu di
Kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara dengan Variabel Bebas
Kapasitas Fiskal dengan 3 ( tiga ) variabel yaitu PAD, DAU dan Dana
Bagi Hasil. Variabel terikat Indeks Pembangunan Manusia, tahun data
yang digunakan tahun 2005 samapi tahun 2009. Data Kapasitas Fiskal
tahun 2005 sampai tahun 2008 sedangkan Data Indeks Pembangunan
Manusia tahun 2006 sampai tahun 2009. Metode analisis data yaitu
Data Panel dengan penaksir yang digunakan Generalized Least Square (
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teoritis
Dalam Bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai Kapasitas Fiskal
(Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil dan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) serta menjabarkan teori - teori yang melandasi
penelitian ini dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan
selama penelitian.
2.1.1. Kapasitas Fiskal
Defenisi Kapasitas Fiskal menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
224/PMK.07/2008 adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah
yang dicerminkan melalui penerimaan Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama dan
penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran
tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai
dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Mengacu pada Peraturan Menteri
Keuangan tersebut maka komponen Kapasitas fiscal adalah : Pendapatan Asli
Daerah ( PAD ), Dana Alokasi Umum ( DAU ) dan Dana Bagi Hasil.
Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 28 ayat 4 menyebutkan kapasitas fiskal daerah
merupakan pendanaan yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Menurut
Sidik ada empat kriteria untuk menjamin sistem hubungan keuangan pusat-daerah
yang baik. Pertama, harus memberikan kewenangan yang rasional dariberbagai
tingkat pemerintahan mengenai penggalian sumber dana pemerintah dan
kewenangan penggunaannya; kedua, menyajikan suatu bagian yang memadai dari
sumber-sumber dana masyarakat secara keseluruhan untuk membiayai
pelaksanaan fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang
diselenggarakan pemerintah daerah; ketiga, sejauh mungkin membagi
pengeluaran pemerintah secara adil di antara daerah-daerah, atau
sekurang-kurangnya memberikan prioritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan dasar
tertentu; dan keempat, pajak dan retribusi yang dikenakan pemerintah daerah
harus sejalan dengan distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran
pemerintah dalam masyarakat. Sumber-sumber penerimaan daerah dalam
pelaksanaan desentralisasi menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah ;
pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pembiayaan, dan lain-lain pendapatan.
Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk
mendukung fungsi atau tugas pemerintahan yang dilimpahkan. Desentralisasi
fiskal merupakan konsekuensi logis dari diterapkan kebijakan otonomi daerah.
Prinsip dasar yang harus diperhatikan adalah money follow functions, artinya
penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintah membawa konsekuensi
anggaran yang diperlukan untuk 4 melaksanakan kewenangan tersebut.
Perimbangan keuangan dilakukan melalui mekanisme dana perimbangan, yaitu
pembagian penerimaan antar tingkatan pemerintahan guna menjalankan
anggaran menjadi masalah serius karena banyak pemerintah pusat tidak
mengijinkan pemerintah daerah untuk melakukan utang kepada publik. Dalam
pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat menggunakan pendekatan expenditure
assignment dan revenue assigment. Pendekatan expenditure assigment
menyatakan bahwa terjadi perubahan tanggung jawab pelayanan publik dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah, sehingga peran local public goods
meningkat. Kebijakan ini dapat dilakukan melalui dua tahap: Pertama;
Menentukan secara umum batasan urusan pemerintah pusat dan daerah. Kedua;
Membagi secara tegas urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara
spesifik untuk urusan yang bersifat “grey area”. Pendekatan ini mensyaratkan
penentuan Standar Pelayanan Minimum (SPM) setiap urusan yang dilimpahkan
ke pemerintah daerah sudah terindentifikasi, sehingga besarnya standar
pengeluaran minimum (Standard Spending Assesement = SSA) untuk setiap
penyediaan barang publik yang didaerahkan dapat diketahui. Ciri utama
pendekatan revenue assigment yaitu memberikan peningkatan kemampuan
keuangan, melalui alih sumber pembiayaan pusat kepada daerah, dalam rangka
membiayai fungsi yang didesentralisasikan (Mahi, 2002 (c); Lewis, 2001 dan
2003, LPEM FE-UI, 2001). Penentuan sumber-sumber pembiayaan ke daerah
dapat dilakukan dengan berpegangan pada tax assigment. Lima prinsip utama
dalam menjalankan tax assigment dapat diuraikan sebagai berikut: Satu;
Progressive redistributive taxes should be centralize, pajak untuk kepentingan
redistribusi pendapatan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat Dua: Taxes
suitable for economic stabilization should be centralized, pajak untuk kepentingan
Unequal tax bases among jurisdictions should be centralized. Misalnya
pembebanan pajak terhadap deposit sumber daya alam menjadi tanggungjawab
pemerintah pusat untuk menghindari geographical inequities dan menjaga
allocative distortions. Empat;Taxes on mobile factors of production should be
centralized. Objek pajak yang relatif tidak bergerak akan menjadi tanggungjawab
pemerintah daerah. Artinya bahwa pemerintah pada level yang lebih rendah akan
menghindari objek pajak yang mudah berpindah, karena pajak tersebut dapat
mendistrosi aktivitas perekonomian. Lima; Residence-based taxes, such as excise,
should be levied by local authorities. Hal ini dimungkinkan karena tidak ada
potensi perpindahan antar daerah (Musgrave, Mahi, 2005).
2.1.2. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu sumber penerimaan yang harus
selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya. Dalam otonomi daerah ini
kemandirian pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan
daerah dan pelayaan kepada masyarakat. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi di
pemerintah kabupaten dan kota di Sumatera Utara perlu diprioritaskan karena
diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian
regional.
Menurut Halim (2004: 67), "Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi
asli daerah.
Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah,
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.
Menurut Undang-undang No. 33 tahun 2004 pasal 1, “Pendapatan Asli
Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam
daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah
merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan
untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan
usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Menurut Abdul Halim (2007:96) kelompok Pendapatan Asli Daerah
dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan :
a. Pajak Daerah.
Sesuai UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/
kota terdiri dari :
1) Pajak hotel
2) Pajak restoran
4) Pajak reklame
5) Pajak penerangan jalan
6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C
7) Pajak Parkir
b. Retribusi Daerah.
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi.
Terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis Pendapatan retribusi untuk
kabupaten/kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 29 objek.
c. Hasil Pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan.
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang
mencakup :
1)Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.
2)Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMD.
3)Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
d. Lain-lain PAD yang sah.
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik
Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah
selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan
berikut :
1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan.
3) Pendapatan bunga.
4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.
5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.
6) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing.
7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.
8) Pendapatan denda pajak.
9) Pendapatan denda retribusi.
10) Pendapatan eksekusi atas jaminan.
11) Pendapatan dari pengembalian.
12) Fasilitas sosial dan umum.
13) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap
belanja atau pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan
tersebut akan dialokasikan dalam belanja.
Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah
berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara
keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 10% dari total
pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar,
terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis (Abdullah, 2004).
Dalam pengaturan keuangan menurut UU Nomor 25 tahun 1999
adalah provisi berupa transfer antar pemerintah dari pusat ke kabupaten
dan kota yang disebut dengan dana alokasi umum dan dana alokasi
khusus. Dana Alokasi Umum adalah merupakan transfer yang bersifat
umum (block grant) yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota
untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan
fiskalnya dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-pinsip
tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan
terbelakang harus menerima lebih banyak dari pada daerah kaya. Dengan
kata lain tujuan alokasi DAU adalah dalam rangka pemerataan
kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemda di Indonesia
(Kuncoro, 2004)
Secara definisi DAU dapat diartikan sebagai berikut :
1. Salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang
pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal yaitu
selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapital fiskal.
2. Instrumen untuk mengatasi horizontal balance yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dan
penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.
Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai
3. Equalization grant berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan
kemampuan keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil Pajak dan
kebutuhan pengeluarannya didalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan
dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut
merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan
didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah
daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi
pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang
tidak penting.
DAU merupakan salah satu alat bagi pemerintah pusat untuk pemerataan
pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam
kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara Pusat dan Daerah telah
diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah (dengan
kebijakan bagi hasil dan DAU minimal sebesar 25% dari Penerimaan Dalam
Negeri). Dengan perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan
kepastian bagi Daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk
membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini
sesuai dengan prinsip fiscal gap yang dirumuskan oleh Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yang sejalan dengan Sesuai
dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu Daerah
(Propinsi, Kabupaten dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan
konsep fiscal gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan oleh
kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan
kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. Berdasarkan
konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki
kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang
mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang
relatif besar. Dengan konsep ini beberapa daerah, khususnya daerah yang kaya
sumber daya alam dapat memperoleh DAU yang negatif.
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Holtz-Eakin et. al.
(1985) dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat
erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah untuk
meningkatkan kesejateraan masyarakat.
2.1.4. Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil bersumber dari Pajak dan Penerimaan dari Sumber Daya
Alam. Batasan mengenai definisi pajak dikemukakan oleh : (Munawir,2000),
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang yang
dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (tagen presties) yang
langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
(publieke uitgiven). Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang
dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa dalam mencapai kesejahteraan umum. Pajak
adalah kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada Negara
disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang
Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Dari beberapa
definisi tentang pajak tersebut,dapat disimpulkan pajak adalah merupakan iuran
atau kewajiban yang ditarik pemerintah yang dapat dipaksakan dimana tidak ada
imbal jasa secara langsung kepada pembayarnya untuk memelihara kesejahteraan
umum.
Unsur adalah sesuatu yang harus ada supaya sesuatu itu ada. Ciri adalah
apa yang tampak dari luar kepada kita melalui panca indera.maka dapat
disebutkan unsur-unsur dan ciri-ciri pajak adalah (Rochmat Soemitro, 2000)
Unsur-unsur pajak adalah :
1.Adanya penguasaan pemungut pajak
2.Adanya subjek pajak
3.Adanya objek pajak
4.Adanya masyarakat atau kepentingan umum
5.Adanya surat ketetapan pajak (SKP)
6.Adanya Undang-Undang pajak yang mendasari
Ciri-ciri pajak adalah :
1.Pajak merupakan peralihan kekayaan dari perseorangan atau badan ke dalam kas
negara.
2.Tanpa imbalan langsung yang dapat ditujukan dalam pembayaran pajak secara
individu
3.Dapat dipaksakan
5.Digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah baik pengeluaran rutin
maupun pengeluaran pembangunan
6.Pemungutannya dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
7.Dapat digunakan sebagai alat pendorong atau penghambat
8.Sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan, termasuk
kebijakan yang lazimnya disebut kebijakan fiscal.
9.Untuk dimasukan ke dalam kas Negara.
Dalam hukum pajak terdapat pembagian jenis-jenis pajak yang dibagi dalam
berbagai kelompok pajak. Cara pengelompokan pajak didasarkan atas sifat-sifat
tertentu yang terdapat dalam masingmasing pajak atau didasarkan pada ciri-ciri
tertentu pada setiap pajak. Sifat atau ciri-ciri tertentu yang bersamaan dari setiap
pajak dimasukan dalam suatu kelompok sehingga terjadilah pengelompokan atau
pembagian (Munawir, 2000).
1. Pengelompokan pajak menurut golongannya
a. Pajak Langsung. Yaitu pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain, atau
menurut pengertian administrasif pajak yang dikenaan secara periodik/
berkala dengan menggunakan kohir. Kohir adalah surat ketetapan pajak
dimana wajib pajak tercatat sebagai pembayar pajak dengan jumlah
pajaknya yang terhutang, yang merupakan dasar dari penagihan. Misalnya :
pajak penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung. Yaitu pajak yang oleh si penanggung dapat
dilimpahkan kepada orang lain, atau menurut pengertian administratif pajak
langsung periodik tergantung ada tidaknya peristiwa atau hal yang
menyebabkan dikenakannya pajak, misalnya : pajak penjualan, pajak
pertambahan nilai barang dan jasa.
2. Pengelompokan pajak menurut sifat-sifatnya
a. Pajak Subjektif. Adalah wajib pajak yang memperhatikan pribadi wajib
pajak, pemungutannya berpengaruh pada subjeknya, keadaan pribadi wajib
pajak dapat mempengaruhi besar kecilnya pajak yang harus dibayar.
b. Pajak Objektif. Adalah pajak yang tidak memperhatikan wajib pajak, tidak
memandang siapa pemilik atau keadaan wajib pajak, yang dikenaan atas
objeknya.
3. Pengelompokan pajak menurut wewenang pemungutannya
a. Pajak Pusat. Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang
penyelenggaraannya di daerah dilakukan oleh inspeksi pajak setempat dan
hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya
Yang termasuk dalam pajak yang dipungut oleh Pemerintah pusat adalah:
1) Pajak yang dikelola oleh inspektorat jendral pajak, misalnya: Pajak
Penghasilan, pajak kekayaan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa,
pajak penjualan barang mewah, bea materai, IPEDA, bea lelang.
2) Pajak yang dikelola direktorat moneter, misalnya : pajak minyak bumi.
3) Pajak yang dikelola direktorat jendral bea cukai, misalnya : bea masuk,
pajak eksport.
b. Pajak Daerah. Adalah pajak yang dipungut oleh Daerah beradasarkan
peraturanperaturan pajak yang ditetapkan oleh Daerah untuk kepentingan
tontonan.Fungsi pajak pada umumnya dibagi menjadi 2 yaitu : (Munawir,
2000) a. Fungsi Budgeter (penerimaan negara) Fungsi Budgeter dari pajak
berarti bahwa pungutan pajak oleh Negara dilakukan untuk menutup
pembiayaan penyelenggaraan pemerintah baik rutin maupun pembangunan.
Sesuai dengan anggaran pengeluaran rutin dan pembangunan setiap tahun,
maka biaya tersebut sedapat mungkin bisa ditutup dengan penerimaan pajak
yang dikumpulkan dari masyarakat berdasarkan peraturan perundangundang
yang berlaku.
Fungsi Regulereend (pengatur). Menurut fungsi ini pajak digunakan
sebagai alat pengatur kebijakan ekonomidan sosial misalnya tingginya tingkat
inflasi akan dapat ditekan Pemerintah dengan menaikan pajak penghasilan.
Dalam pengenaan pajak Adam Smith telah mengajukan beberapa prinsip, yang
dikenal dengan Smith Canon’s yaitu : (Suparmoko, 2000).
a. Prinsip kesamaan /keadilan (Equity). Artinya pajak harus disesuaikan dengan
kemampuan relatif dari setiap wajib pajak. Perbedaan dalam tingkat
penghasilan harus digunakan sebagai dasar distribusi pembenaan pajak,
sehingga bukan pajak dalam arti uang tetapi beban riil dalam arti kepuasan
yang hilang.
b. Prinsip kepastian (Certanty). Artinya pajak hendaknya tegas, jelas dan pasti
bagi setiap wajib pajak sehingga mudah dimengerti dan memudahkan
administrasi sendiri.
c. Prinsip kecocokan (Convenience).Artinya pajak jangan sampai terlalu menekan
wajib pajak, sehingga wajib pajak akan dengan suka rela dan senang hati
d. Prinsip ekonomi (Economy). Artinya pajak hendaknya menimbulkan kerugian
yang minimal dalam arti jangan sampai biaya pemungutannya lebih besar dari
pada jumlah penerimaan pajak.
Smith Canon’s ini masih dilengkapi oleh sarjana lain dengan prinsip satu lagi
yaitua prinsip ketepatan (adequase) artinya pajak hendaknya dipungut tepat pada
waktunya atau jangan sampai mempersulit posisi anggaran belanja pemerinta.
Agar pemungutan pajak negara maupun pajak daerah tidak menimbulkan
hambatan atau perlawanan maka pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut : (Munawir, 2000)
a. Syarat keadilan. Adil yang dimaksud adalah adil yang bersifat horizontal dan
adil yang bersifat vertikal. Adil yang bersifat horisontal adalah orang atau
wajib pajak yang kondisinya sama haruslah memikul beban pajak yang sama
pula. Sedangkan adil yang bersifat vertikal adalah orang atau wajib pajak yang
kondisinya berbeda haruslah memikul beban pajak yang berbeda pula.
b. Syarat yuridis (berdasarkan Undang-Undang). Pengungutan pajak haruslah
mengacu pada hukum pajak yang berlaku sehingga dapat memberikan jaminan
atau kepastian hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik
untuk negara atau untuk warga negaranya. Seperti yang diatur dalam UUD
1945 pasal 23 ayat 2 yang menyatakan bahwa : “ pengenaan pajak dan
pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai ) untuk keperluan negara hanya
boleh terjadi berdasarkan Undang-Undang “.
c. Syarat ekonomi. Pemungutan pajak dan kebijakasanaan pajak diusahakan
dengan adanya pajak maka perekoomian harus menjadi lebih baik. Hal ini tidak
terlepas dari fungsi pajak sebagai pengatur perekonomian.
d. Syarat finansial. Pemungutan pajak sedapat mungkin cukup untuk menutup
sebagian dari pengeluaran-pengeluaran negara sesuai dengan fungsinya yaitu
sebagai sumber keuangan negara (fungsi budgetair). Oleh karena itu untuk
melaksanakan pemungutan pajak hendaknya tidak memakan biaya pemungutan
yang besar.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Untuk mencapai efisiensi
pemungutan pajak serta untuk memudahkan wajib pajak dalam menghitung
dan memperhitungkan pajaknya maka harus diterapkan sistem pemungutan
pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan sehingga masyarakat tidak
terganggu dengan permasalahan pajak yang sulit.
Dana Bagi Hasil Pajak terdiri dari :
a. PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan )
1. Sebesar 90% untuk Daerah dengan rincian: 16,2% untuk provinsi; 64,8%
untuk kabupaten/kota; 9% untuk biaya pemungutan.
2. Sebesar 10% bagian Pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada
seluruh daerah kabupaten dan kota didasarkan atas realisasi penerimaan
PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan: 65% dibagikan secara
merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota; dan 35% dibagikan
sebagai insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun
b. BPHTB ( Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan )
Sebesar 80% dengan rincian: 16% untuk provinsi; 64% untuk kabupaten dan
kota penghasil; 20% bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB dibagikan
dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.
c. PPh Pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal
21. Sebesar 20% dibagi dengan imbangan 60% untuk kabupaten/kota dan 40%
untuk provinsi.
Sedangkan Dana Bagi Hasil yang diperoleh dari Penerimaan Sumber
Daya Alam (SDA) yang terdiri dari :
a. Kehutanan
1. Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan
(PSDH) dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk
Daerah yang dibagi dengan rincian: 16% untuk provinsi; 32% untuk
kabupaten/kota penghasil; dan 32% dibagikan dengan porsi yang sama
besar untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan
2. Dana Reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% untuk Pemerintah
dan 40% untuk Daerah. 60% bagian Pemerintah digunakan untuk
rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional; dan 40% bagian daerah
digunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di kabupaten/kota
penghasil
b. Pertambangan umum
Sebesar 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk Daerah. Penerimaan
Pertambangan Umum terdiri atas: Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent); dan
dari Penerimaan Negara Iuran Tetap (Land-rent) yang menjadi bagian Daerah
dibagi dengan rincian: 16% untuk provinsi; dan 64% untuk kabupaten/kota
penghasil. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Eksplorasi dan Iuran
Eksploitasi (Royalti) yang menjadi bagian Daerah dibagi dengan rincian: 16%
untuk provinsi; 32% untuk kabupaten/kota penghasil; dan 32% untuk
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
c. Perikanan
Sebesar 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk seluruh kabupaten/kota.
Penerimaan Perikanan terdiri atas: Penerimaan Pungutan Pengusahaan
Perikanan; dan Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan
d. Pertambangan minyak bumi
Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah
yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 84,5%
untuk Pemerintah; dan 15,5% untuk Daerah. Dana Bagi Hasil dari
Pertambangan Minyak Bumi untuk Daerah sebesar 15% dibagi dengan rincian:
3% dibagikan untuk provinsi; 6% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil;
dan 6% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkutan. Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas
Bumi untuk Daerah sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran
pendidikan dasar dengan rincian: 0,1% dibagikan untuk provinsi; 0,2% untuk
kabupaten/ kota penghasil; dan 0,2% untuk kabupaten/ kota lainnya dalam
provinsi yang bersangkutan
Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah
yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 69,5%
untuk Pemerintah; dan 30,5% untuk Daerah. Dana Bagi Hasil dari
Pertambangan Gas Bumi untuk Daerah sebesar 30% dibagi dengan rincian: 6%
dibagikan untuk provinsi; 12% untuk kabupaten/kota penghasil; dan 12% untuk
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi bersangkutan. Dana Bagi Hasil dari
Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Daerah sebesar 0,5%
dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar dengan rincian:
0,1% dibagikan untuk provinsi; 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil; dan
0,2% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkutan.
f. Pertambangan panas bumi
Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang
bersangkutan yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak, dibagi
dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk Daerah yang terdiri
atas: Setoran Bagian Pemerintah; dan Iuran tetap dan iuran produksi. Dana
Bagi Hasil dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang dibagikan kepada
Daerah dibagi dengan rincian: 16% untuk provinsi; 32% untuk kabupaten/kota
penghasil; dan 32% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkutan.
2.1.5. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India
oleh
pembangunan
menggambarkan indeks ini sebagai "pengukuran vulgar" oleh karena
batasannya. Indeks ini lebih berfokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan
berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini
digunakan. Indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang
serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan
pembangunan manusianya.
IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3
dimensi dasar pembangunan manusia:
a. hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur deng
saat kelahiran.
b. Pengetahuan yang diukur dengan angka
dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar,
menengah, at
c. standard kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari
Manusia adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar
pembangunan. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan
yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati hidup sehat, umur panjang
Untuk mewujudkan tercapainya ketiga unsur tersebut dilakukan upaya
konkrit dan berkesinambungan. Misalnya untuk mencapai umur panjang (Angka
Harapan Hidup) yang tinggi, harus didukung oleh tingkat kesehatan yang baik,
status gizi baik dan semua prasarana kesehatan lingkungan yang baik. Untuk
memiliki pengetahuan dan keterampilan, manusia harus meningkatkan kualitas
pendidikannya, pembangunan pendidikan harus diutamakan dimana angka melek
huruf ditingkatkan. Untuk itu rata-rata lama bersekolah harus diatas 12 tahun atau
setingkat tamat SLTA. Disamping itu penduduk harus mempunyai kesempatan
untuk merealisasikan pengetahuan dan keterampilannya dengan tersedianya
lapangan pekerjaan, sehingga dapat direfleksikannya dalam kegiatan produktif
yang menghasilkan pendapatan bagi manusia. Dengan pendapatan tersebut dapat
memenuhi kebutuhannya dengan cara meningkatnya daya beli. Akhirnya dengan
ketiga unsur tersebut diatas diharapkan masyarakat dapat meningkatkan kualitas
hidupnya dan mencapai standar hidup layak.
Selain itu secara umum pembangunan manusia dalam pengertian luas
mengandung konsep teori pembangunan ekonomi, yang konvensional termasuk
modal pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia (SDM),
pendekatan kesejahteraan dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia.
Modal pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan pembangunan SDM
menempatkan manusia terutama sebagai input pendekatan kesejahteraan melihat
manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai objek perubahan dasar
memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup. Dalam Human
Development Report pertama tahun 1990, UNDP mengingatkan, tujuan utama
kemajuan tidak hanya dengan pendapatan perkapita, tetapi harus mencapai
pembangunan manusia. Maka kebijakan-kebijakan pemerintahan yang diambil
merupakan kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia. Berhasilnya pembangunan di suatu daerah maupun suatu
negara dapat dilihat di wilayah itu. Oleh sebab itu perlu dibuat suatu ukuran
tingkat keberhasilan pembangunan manusia melalui konkrit kenikmatan yang
dicapai oleh manusia itu sendiri, upaya untuk membuat ukuran/tingkat pencapaian
pembangunan manusia pada suatu daerah harus mampu memberikan gambaran
tentang kesejahteraan penduduk dan sekaligus besaran tingkat capaian terhadap
sasaran ideal pada waktu tertentu. Indeks Pembangunan Manusia/IPM (Human
Development Index/HDI) merupakan indikator komposit tunggal pembangunan
manusia, tetapi telah memperhatikan tiga hal yang paling penting yaitu angka
harapan hidup waktu lahir, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah sebagai
ukuran pencapaian pendidikan serta pengeluaran konsumsi yang mencerminkan
kemampuan dayabeli.
2.1.5.1 Defenisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI) merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang
pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup
(longetivity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living).
Secara umum metode penghitungan IPM yang disajikan dalam penelitian ini
sesuai dengan metode yang digunakan The United Nations Development
Komponen-komponen Indeks Pembanguan Manusia menurut The United Nations
Development Programme (UNDP)
Setiap tahun sejak 1990, Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) telah
menerbitkan indeks pembangunan manusia (human development index - HDI) yang mengartikan
definisi kesejahteraan secara lebih luas dari sekedar pendapatan domestik bruto (PDB). HDI
memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur
dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat
kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi)
dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/ PPP, penghasilan). Indeks
tersebut bukanlah suatu ukuran yang menyeluruh tentang pembangunan manusia. Sebagai contoh,
ia tidak menyertakan indikator-indikator penting seperti misalnya ketidaksetaraan dan sulit
mengukur indikator-indikator seperti penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan
politik. Indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih luas untuk menilai kemajuan manusia
serta meninjau hubungan yang rumit antara penghasilan dan kesejahteraan.
dalam Laporan Pembangunan Manusia (Human
Development Report) setiap tahun sejak tahun 1990 telah menerbitkan indeks pembangunan
manusia (human development index - HDI) terdiri dari :
a. Usia Hidup
Usia hidup diukur dengan angka hidup waktu lahir (life expectancy at birth)
yang biasa dinotasikan dengan e
0. Karena Indonesia tidak memiliki sistem vital
registrasi yang baik maka e
0 dihitung dengan metode tidak langsung. Metode
ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan
hidup (live-births) dan rata-rata anak yang masih hidup (still living) per wanita
usia 15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahunan. Penghitungan e0
dilakukan dengan menggunakan sofware mortpak life. Angka e
dengen metode tidak langsung ini merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun
survei.
b. Pengetahuan
Seperti halnya UNDP komponen IPM pengetahuan diukur dengan dua
indikator yaitu angka melek huruf (literacy rate) penduduk 10 tahun
keatas dan rata-rata lama sekolah (mean-yearsof schooling). Sebagai
catatan, UNDP dalam publikasi tahunan HDR sejak 1995 mengganti
rata lama sekolah dengan partisipasi sejak 1995 mengganti
rata-rata lama sekolah dengan partisipasi sekolah dasar, menengah, dan
tinggi karena alasan kesulitan memperoleh datanya sekalipun diakui
bahwa indikator yang kedua kurang sesuai dengan indikator dampak.
Angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan
menulis, sedangkan rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan tiga
variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang
sedang/pernah dijalani, dan jenjang pendidikan tertinggi yang
ditamatkan.
c. Standar Hidup Layak
Berbeda dengan UNDP yang menggunakan indikator GDP per kapita
riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai
indikator standar hidup layak. Penulisan ini menggunakan indikator
”rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan” (adjusted real
per capita expenditure). Sumber data yang digunakan adalah Susenas
2.1.5.2. Tahapan Penghitungan IPM dan Penentuan Status IPM
Tahapan penghitungan IPM yaitu: Tahap pertama penghitungan
IPM adalah menghitung indeks masing-masing komponen IPM (e0
Indek = (Xi) = (Xi - Xmin)/(Xmaks-Xmin
,
Pengetahuan dan Standard Hidup Layak) dengan hubungan matematis
sebagai berikut :
Xi = Indikator Komponen IPM ke – i (i = 1,2,3)
Xmin = Nilai minimum Xi
Xmaks = Nilai Maksimum Xi
Persamaan diatas akan menghasilkan nilai 0 < Xi < 1, untuk
mempermudah cara membaca skala dinyatakan dalam 100 persen
sehingga interval nilai menjadi 0 < Xi <
Tahapan kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata
sederharan dari masing-masing indeks Xi dengan hubungan matematis 100
IPM = 1/3 Xi = 1/3 (X (1) + X (2) + X (3)) dimana :
X(1) = Indeks Angka Harapan Hidup
X(2) = 2/3 (Indeks Melek Huruf) + 1/3 (Indeks Rata-rata lama sekolah)
[image:51.595.126.493.616.743.2]X(3) = Indeks Konsumsi per Kapita yang disesuaikan
Tabel 2.1. Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Komponen IPM Indikator Nilai
Maksimum
Nilai Minimum
Keterangan
(1) (2) (3) (4)
Angka Harapan Hidup
85 25 Sesuai standar global (UNDP)
Angka Melek Huruf
Rata-rata lama sekolah
15 0 Sesuai standar global (UNDP)
Konsumsi per kapita yang disesuaikan (Rp.000)
859,3 421,6 UNDP menggunakan GDP per kapita riil yang disesuaikan
Sumber : Biro Pusat Statistik 200
Untuk melihat perkembangan tingkatan status IPM
dikabupaten/kota, dibedakan 4 kriteria dimana status menengah dipecah
menjadi dua seperti dibawah ini:
1. Rendah dengan nilai IPM kurang dari 50
2. Menengah Bawah dengan nilai IPM berada diantara 50 sampai kurang
dari 66
3. Menengah Atas dengan nilai IPM berada antara 66 sampai kurang dari
80
4. Tinggi dengan nilai IPM lebih atau sama dengan 80
Jika status pembangunan manusia masih berada pada kriteria
rendah hal ini berarti kinerja pembangunan manusia daerah tersebut
masih memerlukan perhatian khusus untuk mengejar ketinggalannya.
Begitu juga jika status pembangunan manusia masih berada pada kriteria
menengah hal ini berarti pembangunan manusia masih perlu ditingkatkan.
Jika daerah tersebut mempunyai status pembangunan manusia
tinggi hal ini berarti kinerja pembangunan manusia daerah tersebut sudah
baik/optimal maka perlu dipertahankan supaya kualiatas sumber daya
manusia tersebut lebih produktif sehingga memiliki produktivitas yang
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini
diantaranya. Hadi Sofyan (2008) meneliti pengaruh Pendapatan Asli Daerah (
PAD ), Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi
Umum ( DAU) berpengaruh signifikan terhadap terhadap Indeks Pembangunan
Manusia ( IPM ).
Andrea (2009) meneliti DAU berpengaruh positif terhadap belanja modal,
Belanja Modal berpengaruh terhadap Kualitas Pembangunan Manusia.
Brata (2004), dalam penelitiannya tentang “Hubungan Timbal-Balik
Antara Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Kabupaten/kota di
Indonesia. Dengan menggunakan metode regressi berganda, beliau
menemukan variabel pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan
kesehatan memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan manusia.
Semakin besar alokasi pengeluaran bidang pendidikan dan kesehatan
semakin baik pula IPM dicapai. Variabel investasi swasta berpengaruh
negatif terhadap IPM. Hal ini dimungkinkan karena karakteristik investasi
swasta tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembangunan
manusia. Variabel IG berpengaruh positif terhadap IPM, artinya semakin
merata distribusi pendapatan semakin baik pula pembangunan manusia.
Variabel lagIG menunjukkan pengaruh negatif yang berarti pada jangka
panjang akan semakin sulit meningkatkan kualitas SDM melalui distribusi
pendapatan.
Hendrik (2009) dalam penelitiannya : Analisis Pengaruh Kapasitas
digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode
Ordinary Least Square (OLS). Hasil estimasi menunjukan bahwa Hasil
estimasi menunjukan bahwa nilai (R2) sebesar 0,954 menunjukkan bahwa
variabel independen yaitu Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BH), Dana
Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan PDRBt-1 mampu
menjelaskan variasi perkembangan PDRB sebesar 95,4%, sedangkan
sisanya sebesar 4,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan
dalam model estimasi. Berdasarkan uji t-statistik (hitung) diketahui bahwa
ada 3 variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap PDRB di
Kabupaten Dairi, ketiga variabel tersebut yaitu PDRBt-1 prob sebesar 0,0001
< 0,05, kemudian Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak pada prob 0,042 < o,o5,
dan PAD sebesar 0,074 < 0,10. Sedangkan variabel Dana Alokasi Umum
(DAU) tidak signifikan mempengaruhi PDRB di kabupaten Dairi.Berdasarkan
Uji Asumsi Klasik bahwa model terlepas dari masalah linieritas,
multikolinearitas dan autokorelasi.Berdasarkan nilai F-statistik (hitung)
sebesar 119,20 yang signifikan pada tingkat keyakinan 95% (α = 5%) bila
dibandingkan dengan angka F tabel = 3,94, ini menunjukkan bahwa secara
bersama-sama (serempak) yaitu variabel Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
(BH), Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
PDRBt-1 mampu mempengaruhi secara signifikan variabel PDRB di
Kabupaten Dairi.
Maiharyanti ( 2010), dalam penelitiannya tentang “ Pengaruh
Pendapatan Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Dan
Belanja Modal sebagai Variabel Intervening Pada Pemerintah Kabupaten
PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, hasil koefisien jalur
DAU tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Belanja Modal
sedangkan PAD berpengaruh secara parsial, Belanja Modal berpengaruh
secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Model alisis data
yang digunakan adalah Path analisis model Trimming.
Beberapa penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai pedoman
Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu Nama Peneliti /Tahun Judul Penelitian Variabel yang digunakan Metode Analisis
Data Hasil Penelitian
Hadi Sofyan
(2008)
Pengaruh PAD, Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, DAU terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM ) Kabupaten / Kota Propinsi Jawa Timur Tahun 2000 – 2004
PAD, Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, DAU, IPM
Metode Analisis Data Panel, Model Estimasi Random Effect Model.