TESIS OBGIN
Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin
pada Preeklamsia Berat
Early Onset
dan
Late Onset
Oleh :
M. Arief Siregar
PEMBIMBING :
1.
dr. Makmur Sitepu, M.Ked OG, SpOG (K)
2.
dr. Muara P. Lubis, M.Ked OG, SpOG
PENYANGGAH :
1.
dr. Jenius L. Tobing, SpOG
2.
dr. Yostoto B. Kaban, SpOG (K)
3.
Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG (K)
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur Saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai
manusia biasa Saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih
jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tesis ini dapat
bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :
“PERBANDINGAN KADAR SERUM SERULOPLASMIN PADA PREEKLAMSIA
BERAT EARLY ONSET DAN LATE ONSET”
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah Saya menyampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H
(CTM&H), SpA(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (KGEH), yang telah
memberikan kesempatan kepada Saya untuk mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan
2. Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Prof. dr. Delfi
Lutan, MSc, SpOG (K); Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi
FK-USU Medan, Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG (K); Ketua
Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, dr.
Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG),
SpOG (K); Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Djafar Siddik,
SpOG (K); Prof. Dr. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG (K); Prof. dr.
Hamonangan Hutapea, SpOG (K); Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG (K);
Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG (K);
Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K); Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG (K);
yang telah bersama-sama berkenan menerima Saya untuk mengikuti
pendidikan dokter spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.
3. Khususnya kepada Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG (K); yang telah memberi
Saya kesempatan untuk dapat menempuh Program Pendidikan Dokter
Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU. Saya ucapkan
Terimakasih yang tidak terhingga, semoga Allah SWT membalas kebaikan
beliau.
4. Ketua Divisi Onkologi Ginekologi Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) dan
Sekretaris Divisi Onkologi Ginekologi dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG(K)
yang telah mengizinkan Saya untuk melakukan penelitian tentang
“PERBANDINGAN KADAR SERUM SERULOPLASMIN PADA
PREEKLAMSIA BERAT EARLY ONSET DAN LATE ONSET”
5. dr. Makmur Sitepu, M.Ked(OG), SpOG(K) dan dr. Muara P. Lubis,
M.Ked(OG), SpOG selaku pembimbing tesis Saya, bersama dr. Jenius L.
Tobing, SpOG, dr. Yostoto B. Kaban, SpOG(K), dan Prof. dr. M. Fauzie Sahil,
SpOG(K), selaku pembanding dan nara sumber yang penuh dengan
kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk
6. Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG(K) selaku Bapak Angkat saya selama
menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan
memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam
pendidikan.
7. Kepada dr. Edy Ardiansyah, M.ked.(OG), SpOG(K) selaku pembimbing
minireferat Magister saya yang berjudul: “Prolapsus Puncak Vagina Paska
Histerektomi”, kepada dr. Johny Marpaung, M.Ked(OG), SpOG selaku
pembimbing minireferat Fetomaternal Saya yang berjudul: ”Serklase Servik
pada Inkompetensi Servik”. Kepada Dr. dr. Binarwan Halim, M.Ked(OG),
SpOG(K) selaku pembimbing minireferat Fertilitas Endokrinologi dan
Reproduksi Saya yang berjudul:” Perkembangan Embrio Pra-Implantasi”.
Kepada dr. Roy Yustin Simanjuntak, SpOG(K) selaku pembimbing minireferat
Onkologi Ginekologi Saya yang berjudul: “Kemoterapi Intraperitoneal
Hipertermik (HIPEC)”.
8. Seluruh Staf Pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan,
yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik Saya sejak
awal hingga akhir pendidikan. Semoga Allah SWT membalas budi baik
Guru-guru Saya tersebut.
9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, dr. Lukman Hakim Nst, SpKK yang
telah memberikan kesempatan dan sarana kepada Saya selama mengikuti
pendidikan di Departemen Obstetri dan Ginekologi.
10. Kepada dr. Surya Dharma sebagai pembimbing statistik yang telah
memberikan waktu dan tenaga dalam membantu dalam penyelesaian tesis
11. Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan, dr. Amran Lubis, SpJP; dan khususnya
Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Pirngadi Medan dr. Syamsul
Arifin Nasution, SpOG(K) ; Ketua koordinator PPDS Obgin RSUD dr. Pirngadi
Medan dr. Sanusi Piliang, SpOG; Ketua Komite Penelitian di RSUD dr.
Pirngadi Medan dr. Fadjrir, SpOG beserta staf yang telah memberikan
kesempatan dan sarana kepada Saya selama menempuh pendidikan di
Departemen Obstetri dan Ginekologi.
12. Kepada dr. Rushakim Lubis, SpOG terima kasih atas nasehat yang telah
diberikan kepada Saya selama menjalani masa pendidikan.
13. Kepada dr. John S. Khoman, SpOG (K), dr. Roy Yustin, SpOG.(K) terima
kasih banyak atas segala nasehat, arahan, dan bimbingannya kepada Saya
selama bertugas di Divisi Onkologi Ginekologi RSUD dr. Pirngadi Medan.
14. Direktur Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan Kepala SMF
Obstetri dan Ginekologi Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dr.
Yazim Yaqub, SpOG beserta staff yang telah memberi kesempatan dan
sarana serta bimbingan selama Saya bertugas di Rumah Sakit tersebut.
15. Direktur Rumah Sakit Umum PTPN II Tembakau Deli, dr. Sofyan Abdul Ilah,
SpOG dan dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG (K) beserta staf yang telah
memberikan kesempatan dan bimbingan selama Saya bertugas menjalani
pendidikan di Rumah Sakit tersebut.
16. Direktur RSU Haji Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Haji
Medan dr. Muslich Perangin-angin, SpOG beserta staf yang telah memberi
kesempatan dan sarana serta bimbingan kepada Saya selama bertugas di
17. Direktur RSU Sundari Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU
Sundari Medan dr. H. M. Haidir, MHA, SpOG dan Ibu Sundari, Am.Keb
beserta staf yang telah memberi kesempatan dan bimbingan selama Saya
bertugas di Rumah Sakit tersebut.
18. Direktur RSUD Sipirok, dr. M. Fauzi Fahmie beserta staf yang telah
memberikan kesempatan untuk bekerja dan memberikan bantuan moril
selama Saya bertugas di Rumah Sakit tersebut.
19. Ketua Departemen Anestesiologi dan Reanimasi FK-USU Medan beserta
staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama Saya
bertugas di Departemen tersebut.
20. Ketua Departemen Patologi Anatomi FK-USU Medan beserta staf, atas
kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama Saya bertugas di
Departemen tersebut.
21. Kepada senior-senior Saya, dr. Teuku Rahmat Iqbal, SpOG; dr. T.M. Rizki,
SpOG; dr. Mulda, SpOG, dr. Sim Romi, SpOG, dr. Simon P. Saing, SpOG, dr.
Sukhbir Singh, SpOG, dr. Ferry Simatupang, SpOG; dr. Dwi Faradina,
MKed(OG), SpOG; dr. Hj. Dessy Hasibuan, SpOG, dr. Rony P. Bangun,
SpOG, dr. Alim Sahid, SpOG, dr. Ilham Sejahtera L, SpOG, dr. Nur Aflah,
SpOG, dr. Yusmardi, SpOG, dr. Gorga IVW. Udjung, SpOG, dr. Siti S. Sylvia,
SpOG, dr. David Luther, SKM, MKed(OG), SpOG, dr. Anggia Melanie L,
SpOG, dr.Maya Hasmita SpOG, dr. Riza H. Nasution, SpOG, dr. Lili Kuswani,
SpOG;dr. M. Ikhwan, SpOG, dr. Edward Muldjadi, SpOG, dr. Ari
Abdurrahman Lubis, SpOG, dr. Zilliyadein R., SpOG, dr. Benny J, SpOG, dr.
M. Rizki Yaznil, M.Ked(OG), SpOG, dr. Yuri Andriansyah, SpOG, dr. T.
M. Jusuf Rahmatsyah, MKed(OG), SpOG; dr. Boy P. Siregar, SpOG, dr. Hedy
Tan, dr. Glugno Joshimin F,dr. Firman A, SpOG, dr. Aidil A., SpOG, dr. Rizka
H, SpOG, dr. Hatsari, SpOG, dr. Raynanta, dr. Andri P. Aswar, SpOG, dr.
Alfian ZS SpOG, dr. Errol, SpOG, dr. T. Johan A., M.Ked(OG) , SpOG; dr.
Tigor P. H., M.Ked(OG), SpOG; dr. Elvira M.S., M.Ked(OG), SpOG; dr.
Hendry AS, Mked(OG), SpOG, dr. Heika NS, M.Ked(OG), SpOG; dr. Riske
E.P. dr. Ali Akbar, M.Ked(OG), SpOG; dr. Arjuna S, M.Ked(OG), SpOG; dr.
Janwar S, M.Ked(OG), SpOG; dr. Irwansyah P, M.Ked(OG), SpOG; dr.Ulfah
W.K., M.Ked(OG), SpOG, dr. Ismail Usman, M.Ked(OG), SpOG, dan dr.
Aries M. dr.Hendri Ginting, M.Ked(OG), SpOG, dr.Robby Pakpahan, dr.Meity
Elvina, M.Ked(OG), SpOG, dr.M. Yusuf, M.Ked(OG), SpOG, dr.Dany Aryani,
M.Ked(OG), SpOG, dr.Fatin Atifa, M.Ked(OG), SpOG Saya berterima kasih
atas segala bimbingan, bantuan dan dukungannya yang telah diberikan
selama ini.
22. Kepada sahabat-sahabat saya sejawat satu angkatan: dr.Pantas S Siburian;
dr. Morel Sembiring, dr. Eka Handayani, M. Ked(OG), dr.Sri Damayana Hrp,
M. Ked(OG), dr. Liza Marosa; dr. M Rizki Pratama Yudha, dr Ferdiansyah P
Hrp, M. Ked(OG), dr. Yudha Sudewo, M. Ked(OG); dr. Henry Gunawan terima
kasih untuk kebersamaan dan kerjasamanya selama pendidikan hingga saat
ini.
23. Teman sejawat yang pernah bekerjasama dengan saya dalam tim jaga dr.
Hiro H Nst, dr. Edi Rizaldi, dr. Ivo F Canitry M.Ked(OG), dr. Anindita,
M.Ked(OG), dr. Dezarino M.ked(OG), dr. Renny Anggraini, M.ked(OG), dr.
Johan Ricardo, dr. Masithah Taharudin, dr. Hamima M.Ked(OG), dr. Servin P
Simatupang, dr Renny Junitasari, dr. Dalmy Iskandar, dr. Irliyan Syahputra,
dr. Luthfi Aditiarahman, dr. Citra L Hasibuan, dr. Iman Saputra, dr. Anisya
Friskasari Hasibuan, dr. Zulkarnain T, dr. Dyah Nurvita, dr. Isnayu, dr Qisthi
Aufa Lbs terima kasih atas kebersamaan kita selama ini, kenangan indah
akan Saya ingat selamanya.
24. Rekan-rekan PPDS yang sangat baik: dr. Abdur Rohim M.Ked(OG), dr. Kiko
M, M.Ked(OG), dr. Wahyu Wibowo, M.Ked(OG), dr. Erwin Harahap, dr. Ray
Christy Barus M.Ked(OG), dr. Edward SM, M.Ked(OG), dr. Ika S, dr. Ricca
PR, M.Ked(OG), dr. Fifianti, dr. Nureliani, dr. Hotbin Purba, dr. Novrial, dr.
Rizal Sangadji, dr. Julita, dr. M. Faisal Fahmi, dr. Chandran FS, dr. Hilma
Putri Lbs, dr. Apriza, dr. Arvitamuriany, dr. Indra Setiawan, dr. Bandini, dr.
Dina Kusuma W, dr. Wahyu Utomo, dr. Daniel Simbolon, dr. Adrian Sinuhaji,
dr. Tri Sugeng H, dr. Eva M, dr. Eunike, dr. Donny, dr. Adrian OS, dr. Mario M
T Hutagalung, dr. Ratih Puty Hariandy, dr. Ade Ayu C, dr. Yusrizal, dr. M.
Irsyat Syafardi, dr. Ahmad Syafiq, dr. Azano Syahriza S, dr. Tony Simarmata,
dr. Imron Porkas Lubis, dr. Titi Amalia, dr. Sofwatul Mardiah, dr. Irfan Hamidi,
dr. Titi Amalia, dr.Henri KD Silaen, dr. Irvan Arifianto, dr. Tri Ebta Mayniar, dr.
Muhar Yunan Tanjung, dr. Marissa Jentri LT, dr. Dahler Sandana Srg, dr.
Devi Meliana Syam, dr. Ahmad Syauki, dr. Ria Suci, dan almh. dr. Kartika
Sari, dr. Nutrisia, dr. Rizky, dr. Wardy, dr. Fakhrurrazi, dr. Mervina, dr. Rina,
dr. Vivi, dan dr. RA Dewi Utari. Terima kasih atas kebersamaan, dorongan
semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.
25. Kepada almh. Ibu Hj. Asnawati Hsb, Ibu Hj. Sosmalawaty, Ibu Zubaedah,
Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan terima kasih atas bantuan dan
dukungannya.
26. Dokter muda, Bidan, Paramedis, karyawan/karyawati, serta para pasien di
Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik,RSUD
dr. Pirngadi Medan, RS. Haji Medan, RSU. Sundari. RSU Tembakau Deli
yang dari padanya Saya banyak memperoleh pengetahuan baru, terima kasih
atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan kepada Saya sehingga
dapat sampai pada akhir program pendidikan ini.
27. Tiada kata yang dapat Saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT
dan sembah sujud serta terima kasih yang tidak terhingga Saya sampaikan
kepada kedua orangtua Saya yang sangat Saya cintai, Ayahanda dr. H.
Anwar Siregar, SpOG dan ibunda Hj. Nazliah Nasution yang telah
membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik Saya dengan
penuh kesabaran dan kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi
contoh yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi dan
semangat kepada Saya selama mengikuti pendidikan ini. Kepada ketiga
saudara kandung Saya, Kakanda: Masita Sari Siregar, SE.Ak, Abangda: M.
Andri Siregar, ST, dan Adinda: Maulida Sari Siregar, terima kasih atas
bantuan, dorongan semangat dan doa kepada Saya selama menjalani
pendidikan
28. Kepada Istri tercinta, dr. Marlina dan buah hati kami, M. Arkan Rifki Siregar,
yang merupakan inspirasi dan pendorong motivasi Saya dalam
menyelesaikan pendidikan saya selama ini. Semoga ilmu yang saya peroleh
29. Akhirnnya kepada seluruh keluarga handai taulan yang tidak dapat Saya
sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang telah banyakmemberikan bantuan, baik moril maupun materil,
Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin
Ya Rabbal ‘Alamin.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
ABSTRACT ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia ... 5
2.1.1. Definisi ... 5
2.1.2. Faktor Resiko ... 6
2.1.3. Klasifikasi ... 7
2.1.4. Patofisiologi ... 9
2.2. Stres Oksidatif dan Preeklamsia ... 10
2.3. Early Onset Preeklamsia...12
2.4. Seruloplasmin ... 13
2.5. Seruloplasmin Pada Kehamilan Dengan Preeklamsia...19
2.6. Kerangka Teori ... 22
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.8. Batasan Operasional ... 27
3.9. Cara Penelitian ... 30
3.10. Etika Penelitian ... 31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 32
4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 32
4.1.2.Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin antara Kehamilan dengan Preeklamsia Berat Early Onset dan Kehamilan dengan Preeklamsia Berat Late Onset... 33
4.1.3. Korelasi antara Kadar Serum Seruloplasmin dengan Usia Kehamilan Ibu dengan Preeklamsia Berat Early Onset ... .34
4.1.4. Korelasi antara Kadar Serum Seruloplasmin dengan Usia Kehamilan Ibu dengan Preeklamsia Berat Late Onset... ... .35
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 37
5.2. Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur kimia Seruloplasmin ... 14
Gambar 2. Seruloplasmin merupakan multicopper oksidase yang disintesa
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kadar Seruloplasmin ... 16
Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian ... 32
Tabel 3. Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin antara Kehamilan Dengan Preeklampsia Berat Early Onset dan Kehamilan dengan
Preeklampsia Berat Late Onset...33 Tabel 4. Korelasi antara Kadar Serum Seruloplasmin dengan Usia Ibu dengan
Preeklamsia Berat Early Onset ... 34 Tabel 5. Korelasi antara Kadar Serum Seruloplasmin dengan Usia Kehamilan Ibu
DAFTAR SINGKATAN
PE –E : Preeklamsia – Eklamsia
PEB : Preeklamsia Berat
DIC : Disseminated Intravascular Coagulation
NIH : National Institutes of Health
SLE : Systemic Lupus Erythematosus
HELLP : Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet Count
DNA : Deoxyribo Nucleic Acid
SOD : Superoksida Dismutase
ROS : Reactive Oxygen Species
ISSHP : International Society for the Study of Hypertension in
Pregnancy
CP : Ceruloplasmin
ATP : Adenosin Triphosphate
Ig : Imunoglobulin
C3 : Complement 3
KB : Keluarga Berencana
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
TNF : Tumor Necrotizing Factor
Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin Pada
Preeklamsia Berat Early Onset Dan Late Onset
Siregar MA, Sitepu M, Lubis MP
Abstrak
Tujuan : Mengetahui perbandingan antara kadar serum seruloplasmin pada pasien
preeklamsia berat early dan late onset.
Metode : Penelitian ini menggunakan studi analitik komparatif dengan desain cross
sectional. Subjek penelitian adalah semua ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya di klinik kebidanan dan ruang gawat darurat Rumah Sakit H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU serta memenuhi kriteria inklusi. Didapatkan 40
sampel, dengan 20 kasus wanita hamil dengan preeklamsia berat early onset dan 20
kasus wanita hamil dengan preeklamsia berat late onset.
Hasil : Dari 40 subjek penelitian, didapatkan hasil kadar rata-rata serum
seruloplasmin yang lebih tinggi pada penderita preeklamsia berat early onset (0,899
g/L) dibandingkan late onset (0,663 g/L) dengan p-value < 0,05. Dari uji korelasi
pearson didapati adanya korelasi terbalik yang lemah (- 0,668) antara usia
kehamilan ibu dengan preeklamsia berat early onset dengan kadar serum
seruloplasmin (p-value 0,001) serta korelasi terbalik yang kuat (- 0,802) antara usia
kehamilan ibu dengan preeklamsia berat late onset dengan kadar serum
seruloplasmin. (p-value < 0,05).
Kesimpulan : Kadar rata-rata serum seruloplasmin pada preeklamsia berat early onset lebih tinggi dibandingkan dengan late onset (p-value < 0,05). Terdapat korelasi
terbalik yang kuat antara usia kehamilan dengan preeklamsia berat baik yang early
onset maupun yang late onset dengan kadar serum seruloplasmin (p-value < 0,05).
Dengan semakin meningkatnya usia kehamilan maka kadar seruloplasmin akan semakin rendah.
Comparison of Ceruloplasmin Serum Level In Early Onset And Late Onset
Severe Preeclampsia
Siregar MA, Sitepu M, Lubis MP
Abstract
Objective : To find the difference in ceruloplasmin serum level between patient with
early and late onset severe preeclampsia.
Method : this is a comparative analytic study with cross sectional design. Study
subjects were pregnant women admitted to obstetric ward and emergency room of H. Adam Malik General Hospital and USU Medical Faculty satellite hospitals, who fulfilled the inclusion criteria. 40 subjects were obtained, with 20 cases of early onset severe preeclampsia and 20 cases of late onset severe preeclampsia.
Result : From 40 subjects obtained, the average ceruloplasmin serum level was
higher in subjects with early onset severe preeclampsia (0,899 g/L) compared to late
onset severe preeclampsia (0,663 g/L) with p-value <0.05. From Pearson correlation
test, a weak inverted correlation (- 0,668) between gestational age of subjects with early onset severe preeclampsia and ceruloplasmin serum level (p-value 0,001), and a strong inverted correlation (- 0,802) between gestational age of subjects with late onset severe preeclampsia and ceruloplasmin serum level (p-value < 0,05) were found.
Conclusion : Average serum level of ceruloplasmin is higher in subjects with early
onset severe preeclampsia compared to late onset severe preeclampsia (p-value
<0.05). There’s a strong inverted correlation between gestational age, whether in
early or late onset severe preeclampsia with ceruloplasmin serum level. With the increase of gestational age, the level of ceruloplasmin will decrease.
Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin Pada
Preeklamsia Berat Early Onset Dan Late Onset
Siregar MA, Sitepu M, Lubis MP
Abstrak
Tujuan : Mengetahui perbandingan antara kadar serum seruloplasmin pada pasien
preeklamsia berat early dan late onset.
Metode : Penelitian ini menggunakan studi analitik komparatif dengan desain cross
sectional. Subjek penelitian adalah semua ibu hamil yang memeriksakan
kehamilannya di klinik kebidanan dan ruang gawat darurat Rumah Sakit H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU serta memenuhi kriteria inklusi. Didapatkan 40
sampel, dengan 20 kasus wanita hamil dengan preeklamsia berat early onset dan 20
kasus wanita hamil dengan preeklamsia berat late onset.
Hasil : Dari 40 subjek penelitian, didapatkan hasil kadar rata-rata serum
seruloplasmin yang lebih tinggi pada penderita preeklamsia berat early onset (0,899
g/L) dibandingkan late onset (0,663 g/L) dengan p-value < 0,05. Dari uji korelasi
pearson didapati adanya korelasi terbalik yang lemah (- 0,668) antara usia
kehamilan ibu dengan preeklamsia berat early onset dengan kadar serum
seruloplasmin (p-value 0,001) serta korelasi terbalik yang kuat (- 0,802) antara usia
kehamilan ibu dengan preeklamsia berat late onset dengan kadar serum
seruloplasmin. (p-value < 0,05).
Kesimpulan : Kadar rata-rata serum seruloplasmin pada preeklamsia berat early onset lebih tinggi dibandingkan dengan late onset (p-value < 0,05). Terdapat korelasi
terbalik yang kuat antara usia kehamilan dengan preeklamsia berat baik yang early
onset maupun yang late onset dengan kadar serum seruloplasmin (p-value < 0,05).
Dengan semakin meningkatnya usia kehamilan maka kadar seruloplasmin akan semakin rendah.
Comparison of Ceruloplasmin Serum Level In Early Onset And Late Onset
Severe Preeclampsia
Siregar MA, Sitepu M, Lubis MP
Abstract
Objective : To find the difference in ceruloplasmin serum level between patient with
early and late onset severe preeclampsia.
Method : this is a comparative analytic study with cross sectional design. Study
subjects were pregnant women admitted to obstetric ward and emergency room of H. Adam Malik General Hospital and USU Medical Faculty satellite hospitals, who fulfilled the inclusion criteria. 40 subjects were obtained, with 20 cases of early onset severe preeclampsia and 20 cases of late onset severe preeclampsia.
Result : From 40 subjects obtained, the average ceruloplasmin serum level was
higher in subjects with early onset severe preeclampsia (0,899 g/L) compared to late
onset severe preeclampsia (0,663 g/L) with p-value <0.05. From Pearson correlation
test, a weak inverted correlation (- 0,668) between gestational age of subjects with early onset severe preeclampsia and ceruloplasmin serum level (p-value 0,001), and a strong inverted correlation (- 0,802) between gestational age of subjects with late onset severe preeclampsia and ceruloplasmin serum level (p-value < 0,05) were found.
Conclusion : Average serum level of ceruloplasmin is higher in subjects with early
onset severe preeclampsia compared to late onset severe preeclampsia (p-value
<0.05). There’s a strong inverted correlation between gestational age, whether in
early or late onset severe preeclampsia with ceruloplasmin serum level. With the increase of gestational age, the level of ceruloplasmin will decrease.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Preeklamsia – eklamsia (PE-E) hingga saat ini masih merupakan salah satu
penyakit dan sering ditemukan pada seorang ibu baik pada masa kehamilan,
persalinan maupun masa nifas. Karena pengaruh yang ditimbulkannya merupakan
masalah yang banyak menentukan keselamatan / kesejahteraan ibu dan janin yang
dikandungnya. Walaupun kemajuan di bidang perawatan antenatal dan neonatal
telah dicapai, namun PE-E masih menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas ibu
dan janinnya. 1,2,3
Preeklamsia adalah sindrom yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria
yang terjadi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Hal ini dapat menyebabkan
disseminated intravascular coagulation (DIC), vasospasme, retensi sodium, dan
kejang ; terjadinya kejang pada wanita preeklamsia menandai timbulnya eklamsia.
Preeklamsia merupakan penyebab utama tingginya angka morbiditas dan mortalitas
ibu di seluruh dunia, 4 terjadi 5% sampai 7% pada kehamilan pertama dan 13%
sampai 18% berulang pada kehamilan berikutnya.5,6 Meskipun angka mortalitas dari
preeklamsia dan eklamsia tertinggi di negara- negara yang belum berkembang,
beban penyakit dan kematian di negara maju masih cukup besar. Di Amerika
Serikat, hampir 20% dari kematian setelah usia kehamilan 20 minggu berhubungan
dengan komplikasi dari preeklamsia dan eklamsia.
Pada penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Simanjuntak selama lima
tahun (1993-1997), didapat hasil 5-10% kematian ibu pada kasus preeklamsia
berat.
7
prevalensi penderita preeklamsia berat dengan usia kehamilan di bawah 34 minggu
adalah 50% dari jumlah kehamilan dengan preeklamsia berat. 9,10
Etiologi dan patogenesis preeklamsia masih sulit dimengerti. Preeklamsia
ditandai dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan
penurunan perfusi organ. Terdapat beberapa bukti yang menyatakan bahwa
manifestasi preeklamsia yang bermacam-macam, termasuk perubahan reaktivitas
vaskular, vasospasme, dan kelainan berbagai sistem organ, berasal dari perubahan
patologis pada endotel vaskuler maternal.
Hipotesa yang mendapat banyak perhatian saat ini yaitu reaksi radikal bebas
yang mengakibatkan suatu kejadian yang membahayakan fungsi pertahanan
endotel vaskuler pada preeklamsia. Bila terdapat radikal bebas melebihi kapasitas
mekanisme pertahanan antioksidan terjadi stres oksidasi. 11,12
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Ruder dkk (2009), Wruch dkk
(2009), serta Talaulikar dan Manyonda (2009) mengemukakan bahwa stres
oksidasi mungkin merupakan faktor utama penyebab preeklamsia. Atamer dkk
(2005) dan Fainaru dkk (2003) melaporkan bahwa terjadi peningkatan kadar serum
hidroperoksida yang berhubungan dengan tingginya stres oksidasi. 11,12,13,14,15
16 Sidabutar E
(2005) mengemukakan bahwa terdapat penurunan kadar enzim antioksidan yaitu
enzim superoksida dismutase pada pasien preeklamsia.
Penelitian lain menunjukkan adanya peningkatan kadar serum seruloplasmin
pada pasien preeklamsia (Guller dkk, 2008; Engin-Ustȕn dkk, 2005; Orhan dkk,
2001). Kesimpulan ini didasarkan pada beberapa eksperimen (Guller dkk, 2008;
Hellman dan Gitlin, 2002; Patel dkk, 2002)bahwa kadar seruloplasmin plasenta,
protein dengan kelengkapan antioksidan meningkat dengan jelas pada pasien
kehamilan yang sama Kemungkinan adanya hipoksia plasenta yang berhubungan
dengan preeklamsia meningkatkan ekspresi seruloplasmin plasenta pada makrofag
dan monosit (Redman and Sargent, 2005; Kaufmann dkk, 2003, Sarkar dkk,
2003).16
Atas dasar ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
membandingkan kadar serum seruloplasmin plasma antara penderita preeklamsia
berat early onset dengan penderita preeklamsia berat late onset untuk mengetahui
apakah kadar serum seruloplasmin plasma penderita preeklamsia berat early onset
berbeda bermakna dibandingkan dengan penderita preeklamsia berat late onset.
1.2. Rumusan Masalah
Preeklamsia sebagai salah satu penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas
maternal di dunia memiliki kaitan yang erat dengan stres oksidatif. Serum
seruloplasmin merupakan salah satu marker dari stres oksidasi.
Belum ada penelitian di Indonesia yang membandingkan kadar serum
seruloplasmin pada penderita preeklamsia berat early onset dan late onset.
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut :
- Bagaimana kadar seruloplasmin pada penderita preeklamsia early onset - Bagaimana kadar seruloplasmin pada penderita preeklamsia late onset
1.3. Hipotesis
Bahwa kadar serum seruloplasmin pada preeklamsia berat early onset lebih
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan kadar serum seruloplasmin pada kehamilan
dengan preeklamsia berat early onset dan late onset.
1.4.2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui karakteristik antara penderita preeklamsia berat early
onset dan late onset.
b) Untuk mengetahui perbandingan kadar serum seruloplasmin antara
kehamilan dengan preeklamsia berat early onset dan kehamilan dengan
preeklamsia berat late onset
c) Untuk mengetahui korelasi antara kadar serum seruloplasmin dengan usia
kehamilan ibu dengan preeklamsia berat early onset
d) Untuk mengetahui korelasi antara kadar serum seruloplasmin dengan usia
kehamilan ibu dengan preeklamsia berat late onset
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya
agar kadar serum seruloplasmin dapat digunakan sebagai prognosis dari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Preeklamsia
2.1.1. Definisi
Preeklamsia adalah suatu keadaan dimana terdapatnya peningkatan tekanan
darah, proteinuria yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu.18-25
Peningkatan tekanan darah pada preeklamsia dimana tekanan darah diastolik
minimal 90 mmHg dan tekanan darah sistolik minimal 140 mmHg atau terjadi
peningkatan tekanan darah diastolik minimal 15 mmHg atau peningkatan tekanan
sistolik minimal sebesar 30 mmHg.
Disebut hipertensi yaitu bila kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan
kenaikan darah diastolik ≥ 15 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
atau tekanan sistolik ≥ 140 mmHg. Tekanan darah diastolik penting sebagai
indikator dalam pengelolaan preeklamsia oleh karena tekanan diastolik mengukur
tahanan perifer dan tidak tergantung keadaan emosional pasien. 18-25
Proteinuria yang menyertai gejala preeklamsia didefinisikan sebagai keadaan
terdapatnya 300 mg atau lebih protein di dalam urin selama 24 jam atau ≥ 100
mg/dL pada sekurang-kurangnya dua contoh urin yang diambil dengan selang waktu
6 jam.
2,3,4
Preeklamsia merupakan sindroma penurunan perfusi organ akibat
vasospasme dan aktivasi endotel yang spesifik pada kehamilan. Klasifikasi
gangguan hipertensi pada kehamilan yang direkomendasikan oleh National
Institutes of Health (NIH) Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy menyatakan kriteria diagnosis untuk preeklamsia adalah keadaan hipertensi dalam
kehamilan yang didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan disertai dengan
proteinuria. Pada preeklamsia tanda proteinuria yang sangat penting.
Edema sekarang tidak lagi menjadi tanda yang sahih untuk menegakkan
preeklamsia, karena edema bisa dijumpai pada wanita hamil. Sepertiga wanita hamil
timbul edema pada usia kehamilan 38 minggu dan tidak ada korelasi statistik antara
edema dan hipertensi.
2,3,4
2,3,4
2.1.2. Faktor Risiko
Preeklamsia adalah gangguan utama pada kehamilan pertama (primigravida).
Faktor risiko lainnya termasuk multiple pregnancy, riwayat preeklamsia pada
kehamilan sebelumnya, hipertensi kronik, diabetes pregestasional, penyakit vaskular
dan jaringan ikat, nefropati, antiphospholipid antibody syndrome, obesitas, umur ≥
35 tahun, ras Amerika-Afrika,26 mola hidatidosa, dan hidrops fetalis.27,28,29 Rata-rata
40-50% wanita multipara dengan diagnosa preeklamsia memiliki riwayat
preeklamsia pada kehamilan sebelumnya.
Wanita yang memiliki risiko sedang terjadinya preeklamsia adalah yang
memiliki salah satu dari kriteria di bawah ini : 30
a. Primigravida
31,32,33,34
b. Umur ≥ 40 tahun
c. Interval kehamilan ≥ 10 tahun
Interval kehamilan yang panjang, lebih dari 7 tahun, berhubungan dengan
peningkatan risiko preeklamsia dua kali lipat.
d. BMI saat kunjungan pertama ≥ 35 kg/m
35
e. Riwayat keluarga preeklamsia
2
Wanita yang memiliki risiko tinggi terjadinya preeklamsia adalah yang memiliki
salah satu dari kriteria di bawah ini :
a. Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya. 31,32,33,34
b. Penyakit ginjal kronik.
c. Penyakit autoimun seperti Systemic lupus erythematosus
d. Diabetes Tipe 1 atau Tipe 2.
(SLE) atau Sindrom
Antifosfolipid.
e. Hipertensi kronik.
Park dan Brewster (2007) mengemukakan bahwa paternal-specific antigen, peningkatan kadar testosteron, dan peningkatan kadar homosistein darah juga
merupakan faktor risiko terjadinya preeklamsia.25
2.1.3. Klasifikasi
Preeklamsia dapat diklasifikasikan menjadi : 26,32,36
a. Preeklamsia ringan
Diagnosa preeklamsia ringan ditegakkan dengan kriteria :
1) Hipertensi : sistolik antara 140-160 mmHg dan diastolik antara 90-110 mmHg
2) Proteinuria minimal: ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik (<2 g/L/24 jam)
3) Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklamsia, kecuali
edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.
b. Preeklamsia berat
29,37
Preeklamsia berat ditandai oleh satu atau lebih kriteria berikut :
1) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg pada saat
dua pemeriksaan setidaknya berjarak 6 jam saat pasien berisitirahat di tempat
2) Proteinuria > 5 gr dalam spesimen urin 24 jam atau > +3 pada dua kali
pemeriksaan urin sewaktu.
3) Oliguria kurang dari 500 ml dalam 24 jam.
4) Gangguan penglihatan dan serebral.
5) Edema paru dan sianosis.
6) Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran atas abdomen.
7) Gangguan fungsi hati.
8) Trombositopenia.
9) Pertumbuhan janin terganggu.
10) Hemolisis mikroangiopatik.
11) Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3
12) Sindrom HELLP
atau penurunan trombosit dengan
cepat.
Jika terjadi tanda-tanda preeklamsia yang lebih berat dan disertai dengan
adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklamsia.
Preeklamsia berat dibagi menjadi:
a) Preeklamsia berat tanpa impending eklamsia
8,29
b) Preeklamsia berat dengan impending eklamsia
Disebut impending eklamsia bila preeklamsia berat disertai dengan
gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
2.1.4. Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklamsia hingga kini
hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap
mutlak benar. Oleh karena banyaknya teori yang diajukan untuk mencari etiologi dan
patofisiologi maka oleh Chesley (1978) penyakit ini disebut dengan the disease of
theories .
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah : 2,3,4
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
28,38,39
b. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
d. Teori adaptasi kardiovaskularori genetik
e. Teori defisiensi gizi
f. Teori inflamasi
Etiologi preeklamsia dan eklamsia masih belum jelas. Salah satu teori yang
dianut sebagai penyebab preeklamsia adalah teori iskemia plasenta, radikal bebas,
dan disfungsi endotel.40,41 Disfungsi sel endotel tampak sebagai fitur sentral dalam
patogenesis-fisiologi preeklamsia.42,43 Kenaikan dari penanda stres oksidatif telah
terlibat merusak endotel pembuluh darah ibu yang memicu terjadinya kenaikan
tekanan diastolik yang selanjutnya memperburuk kondisi pasien preeklamsia.42,44,45
Ketidakseimbangan antara kerusakan oksidatif dan pertahanan antioksidan dalam
preeklamsia menyebabkan disfungsi sel endotel.42,46 Radikal bebas menyebabkan
terjadinya cedera seluler dikarenakan oleh peroksidase lemak, inaktivasi enzim,
kerusakan DNA dan degradasi dari protein struktural.
Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, yang mengakibatkan plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan yang biasa dikenal
dengan radikal bebas.
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau
atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu
oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang
sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena
oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil
dalam darah mungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam
darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan
merusak membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi
dengan produksi antioksidan.40,41
2.2. Stres Oksidatif dan Preeklamsia
Stres oksidatif disebut sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan
antara prooksidan dengan anti oksidan. Kehamilan normal dikatakan sebagai kondisi
stres oksidatif dikarenakan meningkatnya tingkat sirkulasi oksidasi low-density
lipoprotein dan menurunnya kapasitas antioksidan total pada ibu hamil dibandingkan
dengan wanita yang tidak hamil.43
Ada beberapa jenis mekanisme proteksi endogen terhadap radikal bebas ini
yaitu :
1) Mekanisme enzimatik
a. Sitokrom oksidase pada mitokondria. Sistem sitokrom oksidase mitokondria
mengkonsumsi hampir seluruh oksigen yang terdapat dalam sel, Sehingga
mencegah 95 % hingga 99 % molekul oksigen dari pembentukan metabolit
toksik.
b. Superoksidase Dismutase (SOD). Enzim ini mengkatalisa dismutasi radikal
bebas anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan molekul oksigen,
sehingga tidak tersedia anion superoksida yang dapat bereaksi dengan
hidrogen peroksida untuk membentuk radikal hidroksil.
c. Enzim katalase. Enzim ini mengkatalisa perubahan hidrogen peroksida yang
toksik menjadi H2
d. Glutation peroksidase. Enzim ini bekerja mengoksidasi glutation menjadi
glutation disulfida, dan pada saat yang bersamaan karena adanya reaksi
redoks, terjadi perubahan hidroperoksida menjadi H
O sehingga mencegah pembentukan sekunder zat antara
yang toksik seperti radikal hidroksil.
2
e. Mekanisme antioksidan non enzimatik
O dan alkohol.
Antioksidan non enzimatik ada yang larut dalam lemak, adapula yang larut
dalam air. Beta karoten dan vitamin E adalah antioksidan yang larut dalam
lemak sedangkan asam askorbat, asam urat dan glutation larut dalam air.
Antioksidan non enzimatik bekerja langsung berikatan dengan radikal bebas
sehingga mengurangi reaktifitasnya.
Kehamilan juga berhubungan dengan respon inflamasi sistemik yang ditandai
dengan aktivasi granulosit perifer, monosit dan limfosit selama trimester ketiga, yang
semuanya menghasilkan ROS (Reactive Oxygen Species).
13,14,15,16,17
44 Kesemuanya itu jelas
Stres oksidatif dan respon inflamasi sistemik diamati pada tingkat keparahan
dalam preeklamsia.45 Ada bukti yang tidak terbantahkan dari stres oksidatif plasenta
pada kasus dini preeklamsia, termasuk peningkatan konsentrasi protein karbonil,
peroksida lipid, residu nitrotryosine, dan oksidasi DNA.46,47
Secara khusus, segmen miometrium dari arteri terkena.
Penyebab stres oksidatif
dianggap pembuluh darah, karena onset dini dari preeklamsia berhubungan dengan
kurangnya konversi dari arteri spiralis.
48-50 Paparan terhadap
hal tersebut mengakibatkan perubahan oksigenasi menyebabkan masuknya ROS
dalam trofoblas dan sel endotel, seperti yang ditunjukkan oleh penanda fluoresen
dan pembentukan residu nitrotyrosine yang terlihat dalam plasenta pasien
preeklamsia. Selanjutnya, plasenta terkena episode berulang dari iskemia-reperfusi,
menyebabkan tingginya tingkat stres oksidatif.51 Hal ini dikaitkan dengan aktivitas
xanthine oxidase yang meningkat,54 dan perubahan dalam ekspresi gen yang terlihat
pada preeklamsia.51
2.3. Early Onset Preeklamsia
Usia gestasi tidak dimasukkan dalam sistem klasifikasi yang ada saat ini, dan
hal ini menjadi masalah besar. Usia gestasi merupakan variabel klinis terpenting
dalam memprediksi keluaran maternal dan perinatal. Early-onset preeklamsia
merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan risiko maternal, dengan mortalitas
maternal meningkat 20 kali lipat pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu
dibandingkan preeklamsia yang terjadi saat aterm. Sebagai tambahan, data
mengindikasikan bahwa early onset preeklamsia merupakan suatu penyakit yang
berbeda secara kualitatif. Hal ini didukung oleh pengamatan bahwa terdapat
kadar sitokin. Selain itu, terdapat bukti epidemiologis yang meyakinkan bahwa early
onset preeklamsia (dengan onset didefinisikan <28 minggu) dihubungkan dengan
risiko rekurensi lebih tinggi pada kehamilan selanjutnya, dan peningkatan risiko
penyakit kardiovaskular di kemudian hari bahkan kematian.
Definisi early onset preeklamsia berdasarkan usia kehamilannya bervariasi
antara 28-37 minggu. Untuk mendapatkan panduan yang jelas mengenai hal
tersebut International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP)
membuat suatu konsensus mengenai definisi preeklamsia. Konsensus para ahli dari
International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP)
memberikan pernyataan early onset preeklamsia adalah preeklamsia yang dialami
pada kehamilan dibawah 34 minggu sedangkan late onset preeklamsia adalah
preeklamsia yang dialami pada kehamilan ≥ 34 minggu.
52
53
2.4. Seruloplasmin
Seruloplasmin adalah suatu glycoprotein α2 serum yang dibentuk di hati.
Seruloplasmin merupakan suatu protein fase akut dan copper-binding protein yang
disintesis pada organ hati.
Pada kondisi Wilson disease, defisiensi sintesis seruloplasmin dapat
mengakibatkan deposisi tembaga yang berlebihan pada organ hati, otak, kornea,
ginjal, dan beberapa organ lainnya di dalam tubuh. Konsentrasi seruloplasmin dalam
darah dapat menurun pada 75% pasien Wilson disease, dan juga menurun pada
pasien Menkes syndrome; dan konsentrasinya akan meningkat pada kondisi
neoplastik dan inflamasi, kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral yang
Enzim dengan zat tembaga yang berfungsi sebagai katalisator pada reaksi
organik :
4 Fe2+ + 4 H+ + O2 <=> 4 Fe3+ + 2 H2O
Gambar 1. Struktur kimia Seruloplasmin
Rasio seruloplasmin yang rendah mungkin merupakan indikasi sindrom
Menkes, sindrom Wilson; sedangkan rasio yang melebihi rentang normal dapat
merupakan indikasi kehamilan, limfoma, infeksi akut atau kronis, dan reumatoid
arthritis. Seruloplasmin adalah ferroxidase plasma yang mengandung tembaga yang
memainkan peran penting dalam homeostasis besi pada mamalia 54
5
Warisan hilangnya fungsi seruloplasmin pada manusia adalah hasil dari
penyakit neurodegeneratif progresif yang disebabkan oleh besi yang berlebihan . Protein ini
adalah anggota dari keluarga oksidase multicopper dari enzim, memanfaatkan kimia
elektron ion tembaga terikat terhadap oksidasi besi pasangan dengan pengurangan
terakumulasi dalam ganglia basal.Seruloplasmin disintesis di hepatosit dan disekresi
ke plasma setelah penggabungan enam atom tembaga dalam jalur sekresi.10,11
Gambar 2. Seruloplasmin merupakan multicopper oksidase yang disintesa dan
disekresikan oleh hati ke dalam plasma54
Tembaga tidak mempengaruhi laju sintesis atau sekresi seruloplasmin,
namun kegagalan untuk menggabungkan logam selama hasil sintesis dalam sekresi
dari apoprotein tidak stabil yang tanpa aktivitas oksidasi, cepat terdegradasi dalam
plasma.10,11 Pada penyakit Wilson ketiadaan atau gangguan fungsi dari ATP-ase
dalam transportasi tembaga mengganggu gerakan tembaga ke jalur sekresi,
sehingga seruloplasmin serum menurun.11
Killingworth menemukan bahwa pada kehamilan IgG, IgA, dan IgM menurun,
namun kadar a1 antitripsin, a2 makroglobulin, seruloplasmin dan transferin
meningkat, sedangkan komplemen C3 dan haptoglobin tidak berubah.
Perubahan-perubahan ini kembali normal setelah 1 minggu pasca persalinan.
Obat-obat yang dapat meningkatkan nilai
seruloplasmin antara lain : karbamazepin, produk-produk estrogen, kontrasepsi oral,
Tabel 1. Kadar Seruloplasmin
Satuan
16
Tidak Hamil Wanita
Dewasa
Trimester
Pertama Trimester Kedua
Trimester Ketiga
mg/dL 25-63 30-49 40-53 43-78 25-63
g/L 0,25-0,63 0,30-0,49 0,40-0,53 0,43-0,78 0,25-0,63
Seruloplasmin ditandai dengan adanya tiga jenis situs tembaga spektroskopis
berbeda. Tiga tipe I situs tembaga menghasilkan penyerapan yang kuat pada 600
nm, memberikan warna biru yang kuat untuk protein ini. Suatu jenis tembaga II
tunggal dikoordinasikan oleh empat nitrogen imidazol dan di dekat untuk dua ion
jenis antiferromagnetically ditambah tembaga III yang menyerap pada 330 nm. Pada
tipe II dan III jenis tembaga ini membentuk sebuah cluster tembaga trinuclear yang
mengikat situs oksigen selama siklus katalitik. Resolusi struktur seruloplasmin
manusia dengan kristalografi sinar-x telah mengkonfirmasi kehadiran ini, cluster
trinuclear, serta identitas masing-masing ligan tembaga asam amino.
Seruloplasmin adalah protein pembawa utama tembaga dalam darah yang
juga berperan dalam metabolisme besi. Ini pertama kali dijelaskan pada 1948.
Protein lainnya, hephaestin, terkenal karena homolog dengan seruloplasmin, dan
juga berpartisipasi dalam besi dan mungkin metabolisme tembaga. Enzim (EC
1.16.3.1) disintesis dalam hati yang mengandung 6 atom tembaga dalam
strukturnya.
Seruloplasmin membawa sekitar 70% dari tembaga total pada plasma
manusia sementara albumin mengangkut sekitar 15%. Sisanya dilakukan oleh
makroglobulins. Albumin memiliki peran lebih penting sebagai pembawa tembaga
Seruloplasmin merupakan tembaga yang tergantung aktivitas oksidase, yang
kemungkinan berhubungan dengan oksidasi Fe2 + (besi ferro) menjadi Fe3 + (ferri
besi), oleh karena itu membantu dalam transportasi di plasma berkaitan dengan
transferin, yang dapat membawa besi hanya dalam bentuk ferri . Berat molekul
seruloplasmin manusia dilaporkan 151 kDa.
Seruloplasmin pertama kali diidentifikasi pada tahun 1948 oleh Holmberg dan
Laurell sebagai plasma protein dan diberi nama ini karena warnanya yang biru
langit. Serum seruloplasmin disekresikan oleh hati dan sangat berlimpah, hadir di
tingkat 300-450 ~ g / ml. Hanya beberapa protein lainnya, seperti albumin dan
transferin, ditemukan pada konsentrasi tinggi di serum.
Glikoprotein ini, yang sekitar 135 kDa, membawa 90% - 95% dari tembaga
dalam serum. Seruloplasmin memiliki sejarah evolusi yang panjang, dan ditemukan
dalam mamalia, burung, dan reptil. Selain itu, berbagai oksidase di prokariot dan
eukariot telah terbukti memiliki kesamaan struktural dengan seruloplasmin.
Beberapa fungsi telah dikaitkan dengan seruloplasmin berdasarkan baik
dalam data in vitro dan in vivo. Ini termasuk perannya dalam transportasi tembaga,
pertahanan antioksidan, dan metabolisme besi. Namun, temuan terakhir pada
pasien dengan kekurangan seruloplasmin (aceruloplasminemia), menunjukkan
bahwa peran utama in vivo adalah dalam metabolisme besi dan mencegah
pembentukan radikal bebas.
Tidak adanya seruloplasmin mengarah ke derajat yang signifikan dari
deposisi besi pada berbagai jaringan, dan perubahan neuropatologi yang parah.
Temuan ini menunjukkan bahwa fungsi utama dari seruloplasmin adalah untuk
mengoksidasi bentuk ferrous besi (Fe (II)) ke bentuk ferri (Fe (III)) seperti yang
diusulkan oleh Frieden dan rekan lebih dari tiga dekade lalu.
2.5. Seruloplasmin Pada Kehamilan Dengan Preeklamsia
Seruloplasmin adalah protein untuk transport besi mengandung tembaga dan
memiliki kemampuan antioksidan ferroksidase, pertama kali di deskripsikan sebagai
anggota kelompok enzim oksidase tembaga tetapi seruloplasmin tidak terlibat dalam
transport atau metabolisme tembaga.15,16 Seruloplasmin juga merupakan suatu
feroksidase dengan fungsi yang penting karena besi, bahkan dalam jumlah yang
sangat kecil akan memproduksi radikal hidroksil melalui reaksi fenton yang dapat
menghancurkan arsitektur seluler. Aktifitas ferooksidase seruloplasmin dapat
toksik, sehingga kerusakan oksidatif terhadap protein dan DNA menjadi berkurang.16
Seruloplasmin merupakan reaktan fase akut dan konsentrasinya di serum
mengalami “upregulation” saat infeksi, inflamasi, dan trauma jaringan, dimediasi oleh
sitokin inflamasi. Ekspresinya juga mengalami peningkatan dalam kondisi hipoksia.
Kadar serum plasma yang tinggi pada preeklamsia onset lambat, menunjukkan
adanya pemecahan katekolamin yang meningkat sebagai respon terhadap stres.
Ghaseminejad et al dalam sebuah penelitian case control menemukan kadar
rata-rata serum seruloplasmin lebih tinggi pada wanita dengan preeklamsia
dibandingkan kelompok kontrol. Mereka juga menemukan kadar seruloplasmin yang
lebih tinggi pada wanita dengan preeklamsia berat dibandingkan preeklamsia ringan,
dan kadar yang lebih tinggi pada early onset preeklamsia dibandingkan late onset
preeklamsia.
16
Sebuah penelitian oleh Perveen et al (2002) menemukan berkurangnya kadar
serum seruloplasmin seiring dengan meningkatnya usia gestasi. Hal ini dapat
dijelaskan sehubungan dengan hipercupremia dalam kehamilan terutama pada
wanita-wanita yang melahirkan secara prematur. Hal ini konsisten dengan gradien
menurun tembaga (copper) plasma dari ibu ke bayi, yang lebih jelas terlihat pada
bayi baru lahir dengan usia gestasi 24-28 minggu dibandingkan bayi yang lebih
matur. Kesemua hal tersebut mengindikasikan pentingnya seruloplasmin maternal
selama kehamilan sebagai pengangkut tembaga untuk transpor plasenta. 60
61
Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa stres oksidatif memiliki peran penting
dalam etiologi preeklamsia berat (Ruder et al, 2009, Wruch et al, Talaulikar and
peningkatan radikal bebas di unit feto plasental dengan perfusi yang buruk. (Acikgoz
et al, 2006, Atamer et al, 2005)
Menarik untuk diperhatikan adalah potensi dari peranan peningkatan
seruloplasmin pada preeklamsia berat. Kelainan ini memiliki karakteristik
peningkatan ekspresi ROS pada plasenta, peroksidase lemak dan kerusakan pada
arsitektur vili (Walsh et al,2000, Myatt and Cui 2004, Myatt et al 1996). Sebuah
penelitian menunjukkan kadar seruloplasmin serum dan plasenta mengalami
peningkatan pada kehamilan dengan preeklamsia berat ( Guller et al, 2008, Engin
Ustun et al 2005, Orhan et al 2001) Wang dan Walsh (1996) serta Kenyer et al
(1999) menyatakan bahwa peningkatan ekspresi enzim antioksidan pada plasenta
dapat memberikan mekanisme protektif/adaptif untuk membatasi kerusakan oksidatif
pada preeklamsia.
16
Peningkatan kadar seruloplasmin di plasenta pada preeklamsia dapat
berakibat meningkatnya aktivitas feroksidase di jaringan yang akan mengoksidasi
kelebihan besi dalam bentuk ferrous menjadi bentuk ferri yang kurang toksik (Guller
et al, 2008). Terdapat konsensus bahwa preeklamsia memiliki hubungan yang kuat
dengan kegagalan konversi arteri spiralis endometrium di placental bed (Redmann
and Sargent, 2005, Kaufmann et all, 2003). Jaringan plasenta yang iskemik mungkin
menjadi sumber utama agen yang berpotensi toksik pada preeklamsia dan
pelepasan spesies besi akan berkontribusi terhadap etiologi dan akan
mengeksaserbasi peroksidase lipid dan cedera sel endotel, hal ini dapat diringankan
dengan suplementasi antioksidan. Seruloplasmin plasenta yang diinduksi oleh
hipoksia berhubungan dengan preeklamsia berat mungkin berperan penting dalam
sel endotel untuk mengurangi efek merugikan berupa cedera reperfusi di lokasi ini.
(Guller et al, 2008). 16
2.6. Kerangka Teori
Iskemia plasenta
Agen toksik (ferrous)
Cedera endotel
Peroxidase Lipid
Preeklamsia
Early Onset
Seruloplasmin ↑
Late Onset
Seruloplasmin ↑
Disfungsi Plasenta Perkembangan
Plasenta Abnormal
2.7. Kerangka Konsep
Keterangan : : Faktor yang diamati
Mekanisme lain
Disfungsi Endotel
Kriteria Inklusi
Kelompok PEB late onset
Pemeriksaan kadar Serum seruloplasmin
Kelompok PEB early onset
Pemeriksaan kadar Serum seruloplasmin
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi analitik komparatif yaitu membandingkan
antara kelompok kehamilan dengan preeklamsia berat yang early onset dan
kehamilan dengan preeklamsia berat yang late onset dengan menggunakan desain
potong lintang (cross sectional).
3.2. Alur Penelitian
3.3. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUP
H. Adam Malik Medan dan rumah sakit jejaring pendidikan FK USU, yaitu RS.
Sundari Medan, Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan, RS. Haji Mina
Medan. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Juli hingga Oktober 2013.
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian
Kelompok ibu hamil penderita preeklamsia berat early onset yang memenuhi
kriteria penerimaan. Kelompok ibu hamil penderita preeklamsia berat late onset yang
memenuhi kriteria penerimaan.. Besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus
untuk menguji dua rata-rata yaitu :
n1 = n2 = 2 (Zα + Zβ) S 2 = 2 (1,96 + 1,28) x 2,22
(X
2
1 – X2
) 2,5
= 16,55 17 Sampel
n = jumlah sampel
α = tingkat kemaknaan
Pada penelitian ini dipakai tingkat kemaknaan sebesar 0,05 dan interval
kepercayaan 95%. Dari tabel ini diperoleh Z= 1,96
S = simpangan baku seruloplasmin = 2,22
Β = 1 – power penelitian
Pada penelitian ini dipakai power 90% maka = 0,1 Zβ = 1,282.
Berdasarkan rumus diatas, besar sampel yang diperlukan adalah 17 pasien
pada setiap kelompok.
3.5. Subjek Penelitian
Adalah semua ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di klinik kebidanan
dan ruang gawat darurat Rumah Sakit H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU
dengan ketentuan sebagai berikut :
3.5.1. Kriteria Inklusi
a) Hamil dengan preeklamsia berat early onset
b) Hamil dengan preeklamsia berat late onset
c) Primigravida maupun multigravida
d) Bersedia ikut dalam penelitian
3.5.2. Kriteria Eksklusi
Pasien yang berdasarkan anamnese memiliki riwayat :
a) Kehamilan dengan penyakit hati
b) Penyakit Wilson
c) Penyakit Menkes
d) Lymphoma
3.6. Bahan Penelitian
Bahan untuk penelitian adalah darah pasien hamil penderita preeklamsia berat
early onset serta darah pasien hamil penderita preeklamsia berat late onset yang
memenuhi kriteria penerimaan yang datang ke RSUP H. Adam Malik serta rumah
3.7. Alat yang digunakan :
a. Tensi meter
b. Stetoskop
c. Vacutainer 2,5 cc
d. Vacutainer 10 cc
e. Venoject
f. MININEPH™ HUMAN CAERULOPLASMIN KIT
3.8. Batasan Operasional
• Preeklamsia berat
Definisi : merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil di atas 20
minggu, bersalin, dan dalam masa nifas yang ditandai dengan adanya:
hipertensi dan proteinuria (Tekanan Darah > 160/110 mmHg dan proteinuria 5
gr/24 jam atau dipstick > 3 +) .
Alat ukur : Diagnosis Preeklamsia berat adalah preeklamsia berat yang
ditandai oleh salah satu atau lebih gejala-gejala klinis tertentu.
Cara Ukur :
Tekanan darah dalam keadaan istirahat, sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik
≥ 110 mmHg setelah usia kehamilan > 20 minggu.
Pengukuran tekanan darah dilakukan setiap 4 jam.
Proteinuriaadalah proteinuri ≥ 5 gram / jumlah urine selama 24 jam atau
dengan pemeriksaan dipstick > 3+.
Skala Ukur : Preeklamsia berat (PEB)
(Skala nominal/Variabel kategorik)
Definisi : preeklamsia berat yang terjadi pada usia kehamilan antara 20
minggu – 34 minggu.53
• Late onset preeklamsia berat
Definisi : preeklamsia berat yang terjadi pada usia kehamilan ≥ 34 minggu.
• Serum Seruloplasmin
Definisi : suatu protein fase akut dan copper-binding protein yang disintesis
pada organ hati. Kadar seruloplasmin serum normal adalah 0,204 – 0,407
g/L..
Alat Ukur : MININEPH™ HUMAN CAERULOPLASMIN KIT
Bahan Pemeriksaan : Bahan pemeriksaan berupa spesimen darah yang
diambil dari vena mediana cubiti (darah sewaktu) sebanyak 5 cc. Contoh
darah yang diambil dengan zat anti pembekuan darah. Bila tidak segera
diperiksa, contoh darah tersebut setelah dipisahkan dari bekuan darah,
serumnya disimpan dalam lemari pendingin. Contoh darah yang diambil
segera dikirim ke Laboratorium Prodia untuk pemeriksaan.
Cara Kerja : sebanyak 40 µl sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke
dalam MINIPEPH cuvette yang telah diberi label sesuai dengan identitas
pasien. Pada masing-masing cuvette ditambahkan reagensia MINIPEPH
Caeruloplasmin Buffer 400 µl dan MINIPEPH Hu Caeruloplasmin Antiserum,
kemudian dicampur selama 10 detik. Hasil akan keluar secara otomatis
setelah 180 detik.
• Umur
Definisi : Usia dalam tahun dihitung berdasarkan tahun kelahiran.
Alat ukur : Kalender dalam hitungan tahun.
Cara ukur : Menghitung jumlah tahun dari sejak tahun kelahiran
Skala ukur : Umur 19-35 tahun dan > 35 tahun (Skala nominal/variabel
kategorik)
• Usia Kehamilan
Definisi : Usia kehamilan dalam satuan minggu ditentukan berdasarkan hari
pertama haid terakhir (HPHT) dinyatakan dalam minggu.
Alat ukur : Kalender dalam satuan minggu
Cara ukur : Menghitung usia kehamilan dari HPHT dengan rumus Naegele
Skala ukur : Usia kehamilan dalam satuan minggu dengan pembulatan ke
bawah sesuai dengan definisi (skala ratio/skala numerik)
• Gravida
Definisi : jumlah kehamilan yang pernah dialami, termasuk kehamilan yang
sekarang.
Alat ukur: Anamnesis jumlah kehamilan yang pernah dialami. Cara ukur : mengetahui jumlahkehamilan dari anamnesis.
Skala ukur : (skala ratio/variabel numerik)
• Paritas
Alat ukur: Anamnesis jumlah anak yang dilahirkan dalam usia viable.
Cara ukur : mengetahui jumlah anak yang dilahirkan dalam usia viable dari
anamnesis riwayat persalinan.
Skala ukur : (skala ratio/variabel numerik)
3.9. Cara Penelitian
• Semua pasien yang datang ke RSUP H. Adam Malik Medan dan Rumah
Sakit Jejaring FK USU dan telah didiagnosa dengan preeklamsia berat
ditentukan usia kehamilannya berdasarkan Hari Pertama Haid Terakhir
menggunakan Rumus Naegele. Pasien dengan usia kehamilan <34 minggu
dimasukkan ke dalam kelompok early onset dan pasien dengan usia
kehamilan ≥ 34 minggu dimasukkan ke dalam kelompok late onset.
• Pasien dari kedua kelompok, baik early onset maupun late onset yang
memenuhi syarat penerimaan sampel diberi penjelasan mengenai penelitian
yang akan dilakukan dan penderita menandatangani surat persetujuan jika
bersedia.
• Dilakukan pengambilan darah vena sebanyak 5 cc dengan cara bebas kuman
menggunakan alat sekali pakai dan oleh tenaga kesehatan terlatih.
• Sampel darah disimpan dalam wadah khusus, diberi kode label selanjutnya
dikirim ke laboratorium Prodia dalam waktu + 60 menit.
• Data mengenai subjek diambil sesuai variabel yang diperlukan.
3.10. Etika Penelitian
Semua peserta diberikan penjelasan mengenai tujuan dan cara yang
sukarela dari masing-masing peserta dengan menandatangani surat pernyataan
persetujuan (informed concent).
Setiap peserta berhak mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dilakukan penelitian kadar serum Seruloplasmin pada wanita hamil dengan
preeklamsia berat early onset dan wanita hamil dengan preeklamsia berat late onset
di Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan Rumah Sakit Jejaring
FK USU dari bulan Juli sampai Oktober 2013. Dari penelitian ini di dapat jumlah
sampel sebanyak 40 orang dengan rincian 20 kasus wanita hamil dengan
preeklamsia berat early onset dan 20 kasus wanita hamil dengan preeklamsia berat
late onset.
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian
Dari hasil penelitian ini didapatkan karakteristik dari penderita preeklamsia
berat early onset dan late onset di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan
dan Rumah Sakit Jejaring FK USU. Dari karakteristik umur didapati sebagian besar
penderita preeklamsia berat baik early onset (95%) maupun late onset (75%)berasal
dari kelompok umur 19-35 tahun. Berdasarkan gravida didapati sebagian besar
penderita preeklamsia berat baik early onset (55%) maupun late onset (50%)berasal
dari primigravida. Berdasarkan tingkat pendidikan didapati sebagian besar penderita
preeklamsia berat baik early onset (75%) maupun late onset (70%) memiliki
pendidikan terakhir SMU.
Berdasarkan uji statistik, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia
ibu dengan onset terjadinya preklampsia (p-value > 0,05). Berdasarkan gravida juga
tingkat tidak ditemukan adanya hubungan demikian juga dengan tingkat pendidikan
(p-value > 0,05).
4.1.2. Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin antara Kehamilan dengan
Preeklamsia Berat Early Onset dan Kehamilan dengan Preeklamsia
Berat Late Onset
Tabel 3. Perbandingan Kadar Serum Seruloplasmin antara Kehamilan dengan
Preeklamsia Berat Early Onset dan Kehamilan dengan Preeklamsia Berat Late
Dari hasil penelitian ini didapati hasil kadar rata-rata serum seruloplasmin
pada penderita preeklamsia berat early onset lebih tinggi (0,899 g/L) dibandingkan
dengan preeklamsia berat late onset (0,663 g/L) dengan p-value < 0,05.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Ghaseminejad et al (2009),
dalam sebuah penelitian case control menemukan kadar serum rata-rata
seruloplasmin lebih tinggi pada wanita dengan preeklamsia dibandingkan kelompok
kontrol. Mereka juga menemukan kadar seruloplasmin yang lebih tinggi pada wanita
dengan preeklamsia berat dibandingkan preeklamsia ringan, dan kadar yang lebih
tinggi pada early onset preeklamsia dibandingkan late onset preeklamsia.
4.1.3. Korelasi antara Kadar Serum Seruloplasmin dengan Usia Kehamilan Ibu dengan Preeklamsia Berat Early Onset
60
Tabel 4. Korelasi antara Kadar Serum Seruloplasmin dengan Usia Kehamilan Ibu
dengan Preeklamsia Berat Early Onset
Kadar
Seruloplasmin (g/L)
Usia Kehamilan (minggu)
Kadar Seruloplasmin (g/L) Pearson Correlation
Dari uji korelasi pearson didapati adanya korelasi terbalik yang lemah (- 0,668)
antara usia kehamilan ibu dengan preeklamsia berat early onset dengan kadar
kadar serum seruloplasmin akan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan temuan
Perveen et al (2002) yang menemukan berkurangnya kadar serum seruloplasmin
seiring dengan meningkatnya usia gestasi.61
4.1.4. Korelasi antara Kadar Serum Seruloplasmin dengan Usia Kehamilan Ibu dengan Preeklamsia Berat Late Onset
Tabel 5. Korelasi antara Kadar Serum Seruloplasmin dengan Usia Kehamilan Ibu
dengan Preeklamsia Berat Late Onset
Kadar Seruloplasmin
(g/L)
Usia Kehamilan (minggu)
Kadar Seruloplasmin (g/L) Pearson Correlation
Dari uji korelasi pearson didapati adanya korelasi terbalik yang kuat (- 0,802)
antara usia kehamilan ibu dengan preeklamsia berat late onset dengan kadar serum
seruloplasmin. (p-value < 0,05). Dengan meningkatnya usia gestasi, maka kadar
serum seruloplasmin akan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan temuan
Perveen et al (2002) yang menemukan berkurangnya kadar serum seruloplasmin