• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mehendi ( Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang India dan Perkembangannya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Mehendi ( Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang India dan Perkembangannya)"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

MEHENDI

(Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang India dan Perkembangannya)

Studi Etnografi : Tentang Tradisi Mehendi di Daerah Kampung Kubur, Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah, Kota-Medan

SKRIPSI

DIAJUKAN GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT

UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA (S-1) ILMU SOSIAL DAN

ILMU POLITIK

Disusun oleh:

ERIKA M NADEAK

060905023

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMUTERA UTARA

MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan

Oleh:

Nama : Erika M Nadeak

Nim : 060905023

Judul : MEHENDI ( Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang India dan Perkembangannya)

Pembimbing Ketua Departemen

( Dra. Nita Savitri, M.Hum ) (

NIP. 19641104 199103 1 002 NIP.19621220198903 1005 Dr. Fikarwin Zuska )

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

MEHENDI (Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang

India dan Perkembangannya)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya

nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan

gelar kesarjanaan saya.

Medan, November 201

(4)

ABSTRAKSI

Erika M Nadeak.2011. "Mehendi (Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang India dan Perkembangannya). Studi Etnografi Tentang Tradisi Mehendi di Daerah Kampung Kubur, Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah, Kota-Medan)”. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, halaman, tabel, foto dan beberapa lampiran yang terdiri dari surat penelitian, pedoman wawancara, angket dan gambar.

Tulisan ini menjelaskan bagaimana peranan tradisi Mehendi ini dalam pernikahan India yang kini dapat berkembang menjadi milik umum bukan hanya orang India saja bahkan sudah menjadi “trend” bagi kalangan dunia gaya masa kini yang mana tradisi Mehendi ini merupakan warisan budaya dari India yang sudah ada dan di jalankan sejak zaman nenek moyang mereka dulu dan tradisi ini masih berlanjut hingga saat ini.

Penelitian ini dikaji melalui pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian etnografi Pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan observasi tanpa partisipasi dan wawancara mendalam dengan informan kunci, biasa dan pangkal. Informan kunci ditujukan pada pelukis Mehendi, kepala lingkungan dan lurah dan juga beberapa para pelaku yang pernah menggunakan seni Mehendi ini. Observasi dilakukan untuk mengamati bagaimana cara pembuatan ukiran Mehendi ini, alat dan bahan apa saja yang digunakan serta siapa saja yang datang kepada para pelukis Mehendi yang ada di daerah Kampung Kubur. Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang dilengkapi foto, dan catatan lapangan. Pelukis Mehendi yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah seseorang yang dapat mengukirkan ukiran Mehendi pada bagian tubuh baik yang tradisional maupun yang kontemporer dan juga banyak mengetahui mengenai tradisi Mehendi.

Hasil penelitian menunjukkan, tradisi Mehendi merupakan salah satu dari beberapa rangkaian proses pernikahan orang India yang wajib dilakukan pada saat resepsi/acara pernikahan bagi perempuan India yang beragama Hindu, Budha, Islam ataupun Kristen yang mana proses melukiskan Mehendi dalam pernikahan masyarakat India dianggap sebuah tradisi yang diturunkan oleh para leluhur India dan proses ini mereka jadikan sampai saat ini sebagai warisan budaya dari para leluhur yang masih harus dijaga dan dipertahankan bagi masyarakat India di manapun berada karena pemakaian Mehendi dalam acara pernikahan dipercaya bahwa pada saat pernikahan akan terhindar dari segala pengaruh hal-hal yang jahat yang dapat mempengaruhi pesta pernikahan nantinya sehingga sampai saat ini mereka tetap melestarikannya tetapi kini tradisi Mehendi ini telah berkembang bukan hanya milik India saja tetapi sudah menjadi milk umum.

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam hal ini, penulis adalah seorang manusia biasa yang memiliki

keterbatasan dan kemampuan dimana selama masa penulisan membutuhkan

perhatian, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang turut memberikan

sumbangsih yang sangat berguna bagi penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Secara umum penulis mengucapkan banyak terima

kasih kepada seluruh jajaran civitas akademik USU, khususnya pada Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang kiranya telah banyak memberikan kontribusi

baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis. Pada saat ini penulis

bisa menuai atau merasakan buah kebaikan tersebut di penghujung masa studi

penulis di kampus USU, khususnya di Departemen Antropologi Sosial tercinta.

Petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan oleh Bapak dan Ibu Dosen FISIP –

USU, terutama di Departemen Antropologi Sosial, merupakan kenangan yang

tidak penulis lupakan dalam perjalanan hidup penulis, sekalipun di sana terdapat

pahit dan manis perjalanan proses belajar mengajar, akan tetapi penulis menikmati

masa-masa itu.

Dalam penyelesaian skripsi ini dari awal hingga selesai, penulis telah

melibatkan berbagai pihak, telah banyak menerima bimbingan, dorongan, nasehat,

bahkan bantuan secara moral dan material dari berbagai pihak. Pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof.

Dr. Badaruddin, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Fikarwin Zuska, sebagai Ketua

(6)

Sekretaris Departemen Antopologi FISIP USU dan sebagai ketua Penguji. Ibu

Dra. Sri Alem br. Sembiring, MSi sebagai dosen penasehat akademik yang telah

mendidik dan mengarahkan saya selama kuliah di Departemen Antropologi

Sosial. Ibu Dra. Nita Savitri, MHum sebagai dosen Pembimbing Utama, yang

telah bersedia membimbing penulis selama sebagai mahasiswa di Departemen

Antropologi Sosial dan juga telah membimbing penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini. Terima kasih juga karena Ibu telah banyak membantu penulis dalam

proses dari mulai penelitian di lapangan hingga penyelesaian skripsi ini. Ibu telah

membimbing penulis dengan baik dan penuh kesabaran. Bapak Drs. Nurman

Achmad, S.Sos M. Soc.Sc sebagai penguji.

Seluruh dosen FISIP USU khususnya di Departemen Antropologi Sosial

yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di Departemen Antropologi Sosial FISIP

USU. Bapak dan Ibu dosen dan staf Departemen FISIP USU tercinta yang dengan

ketulusan hati memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga

mampu menyelesaikan studi sampai menjadi seorang sarjana.

Rekan-rekan kerabatku mahasiswa Antropologi Sosial FISIP USU,

terkhususnya angkatan 2006: Sari Ariesta Ginting, S.Sos dan Inggrid Indrawati

Sihombing, S.Sos merupakan teman terbaik selama masa perkuliahan, begitu

banyak kenangan yang sudah kita lewati bersama-sama sedih, senang, terharu,

tertawa, menangis, bertengkar, selisih paham, tidak sependapat dan masih banyak

lagi kenangan yang mungkin tidak tersebutkan semuanya dan pasti semua itu

tidak akan terlupakan sampai seumur hidup. Berikut juga dengan kerabat lainnya

(7)

Alloynina Ayu Ning Putri Ginting, S.Sos, dan Hemalea Ginting ) Heksanta

Bangun, S.Sos; Helena Damanik, S.Sos; Rebecca, S.Sos; Sidriyani Handayani,

S.Sos; Gabriella Natalia, S.Sos; Lisnawati Tinendung, S.Sos; Mardiana Harahap,

S.Sos; Masridanur, S.Sos; Melda Elisyah Simanjuntak, S.Sos; Lasmi, S.Sos, Sri

Novika Putri, Desi, Kevin Ginting, S.Sos; Noprianto Tarigan, S.Sos; Danielly

Aros, S.Sos; Deny Nitra Silaen, Firman Januari Tambunan, Wilfrid Syahputra

Silitonga, Rikky Hermawan, Nanta, Umar, Hendra Gunadi, Badai, Alvian Azis,

Beny, S.Sos; Ucil dan Fadli Siambaton, S.Sos dan teman-teman yang lain di

Antropologi Sosial stambuk 2006, terima kasih telah menjadi teman seperjuangan

selam kuliah di FISIP USU ini. Terima kasih juga kepada senior-senior saya yang

telah membantu, memberikan dukungan serta motivasi dan perhatian kepada saya

selama di kampus FISIP USU, yaitu: Bang Kia, S.Sos; Bang Ales Turnip, S.Sos;

Bang Arnov, S.Sos; Bang Erwin, S.Sos; Bang Hariman, S.Sos; Bang Erold, S.Sos;

Bang Heri Sianturi, Bang Heri manurung, Bang Andri, Bang Daniel, S.sos; Kak

Tuti, S.sos; Kak Eva, S.sos; Kak Domi, S.sos; Naomi, S.Sos; Kak Tika, S.Sos;

Kak Vivian, S.Sos; Kak Rafika, S.Sos; Kak Ria, Kak Sukma, Kak Sri, S.Sos; Kak

Fera, S.Sos; dan senior-senior lainnya yang tidak dapat disebutkan semuanya dan

tidak ketinggalan juga para junior-junior yang selalu memberikan dukungan dan

motivasi kepada saya, yaitu Betrin, Duma, Ana, Santa, Ria, Febri, Putri, Helen,

Dea dan masih banyak lagi yang belum tersebutkan satu persatu oleh penulis.

Selain itu, tanpa bantuan dari para informan di lapangan, skripsi ini hanya

akan menjadi diskusi teoritis. Penulis juga berterima kasih kepada semua

informan yang telah memberikan semua informasi yang penulis butuhkan dan

(8)

penulis untuk melanjutkan penelitian di lapangan. Rasa terima kasih ini penulis

sampaikan yang sebesar-besarnya kepada mereka.

Tidak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Camat, yang telah mengizinkan peneliti untuk meneliti di

daerah tersebut. Terima kasih juga kepada Lurah dan Kepala Lingkungan yang

telah memberikan data (jumlah penduduk, distribusi penduduk berdasarkan umur,

distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin, distribusi penduduk berdasarkan

agama, distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian, distribusi penduduk

berdasarkan pendidikan, dan lain-lain) dan informasi tentang daerah Kampung

Kubur ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada terkhususnya kedua orang

tuaku yang tersayang. Kepada Bapakku tercinta B. Nadeak dan Ibundaku tercinta

T. Sitohang yang sangat begitu bararti di dalam hidupku yang telah memberikan

saya kesempatan dan membiayai perkuliahanku walau dengan berpeluh keringat

selama ini. Terima kasih juga buat Abangku J. Nadeak dan kakak iparku T. br

Situmorang yang telah memberikanku keponakan-keponakan yang lucu dan

manis-manis yaitu Ruth Damayanthi br. Nadeak, Resty Anggreani br. Nadeak,

Rouly Maria br. Nadeak, Reynaldo Christian Nadeak dan yang paling imut dan

baru saja lahir yaitu Rafael Nazar Yefta Nadeak dan buat Abangku T. L. Nadeak

dan kakak iparku R.br Siahaan semoga Tuhan memberikan rejeki kepada mereka

agar dapat memberikan keponakan yang lucu buatku, buat Abangku R.E. Nadeak

dan kakak iparku E. br Situmeang yang sebentar lagi akan memberikan

keponakan baru buatku semoga nanti persalinannya lancar yach, sudah tidak sabar

(9)

cepat pulang yach kami semua rindu kepadamu dan yang paling teristimewa buat

Abangku Charles Nadeak, S.Sos yang sangat banyak sekali membantu dalam

segala hal baik moril maupun materil dan juga buat calon kakak iparku Anita

Magdalena br. Rajagukguk, SH yang sebentar lagi akan melaksanakan

pernikahannya. Terima kasih buat pemberian doa, motivasi, dan semangat yang

mereka berikan, karena tanpa bantuan mereka penulis tidak akan dapat

menyelesaikan skripsi ini. Kiranya Tuhan selalu memberkati kalian dan selalu

memberikan rezeki yang berlimpah.

Semua kebaikan orang-orang yang membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini akan tetap penulis kenang selama-lamanya, hingga akhir

hayat penulis. Segala dukungan yang diberikan keluarga penulis baik dukungan

moral dan cinta kasih keluarga penulis, membuat penulis selalu bersemangat

untuk menyelesaikan studi ini. Saudara-saudara penulis dan teman-teman penulis

baik di kuliah, gereja, dan sebagainya, serta orang-orang yang tidak disebutkan

penulis ucapkan selain terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari tulisan ini jauh dari kesempurnaan, terdapat

kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis sangatlah berterima kasih

apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dalam

penyempurnaan tulisan ini.

Medan, November 2011

Hormat saya,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Erika M Nadeak, lahir pada tanggal 27 Maret 1987 di

Medan, beragama Kristen Protestan, anak keenam dari

enam bersaudara dari pasangan ayahanda B. Nadeak

dan Ibunda T.br Sitohang.

Pendidikan formal penulis: Sekolah Dasar Negeri

064983 Medan tamat pada tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Perguruan Kristen Free Methodist Medan tamat pada tahun 2002, Sekolah

Menengah Atas Perguruan Swasta Eka Prasetya Medan tamat pada tahun 2005.

Kemudian pada tahun 2006 mengikuti pendidikan di Universitas Sumatera Utara

(11)

0B

KATA PENGANTAR

Mehendi merupakan hasil dari seni melukis atau seni yang

mengaplikasikan pasta henna (bubuk pacar) ke permukaan kulit, maka berkas

noda akan tertinggal di kulit dan meninggalkan motif yang diinginkan. Perayaan

Mehendi merupakan salah satu dari beberapa rangkaian proses pernikahan orang

India yang wajib dilakukan pada saat resepsi / acara pernikahan bagi perempan

India yang beragama Hindu, Budha, Islam ataupun Kristen. Proses melukiskan

Mehendi dalam pernikahan masyarakat India dianggap sebuah tradisi yang

diturunkan oleh para leluhur India. Proses inilah yang mereka jadikan sampai saat

ini menjadi warisan budaya dari para leluhur yang masih dijaga dan dipertahankan

bagi masyarakat India dimanapun berada.

Tetapi dewasa ini seni tradisi Mehendi atau mentatokan henna semakin

diminati orang karena keunikan dan beragam motif yang bisa diterapkan. Seni

Mehendi telah berkembang dari fungsi aslinya yang dulu pada awalnya seni

Mehendi dipergunakan sebagai salah satu rangkaian tradisi dalam pernikahan

India kini seni Mehendi ini dapat dipergunakan oleh siapa saja dan kapan saja

bahkan bisa dikatakan populer atau menjadi trend bagi dunia fashion di seluruh

dunia karena telah banyak orang yang bukan asli India telah memakainya.

Semoga dengan tulisan ini dapat menjadi studi perbandingan bagi orang

yang masih mempertahankan adat istiadatnya. Selain itu penulis berharap skripsi

ini dapat berguna khususnya bagi mahasiswa antropologi untuk memperluas

(12)

Penulis sadar tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan maka penulis

berharap pembaca dapat memberi kritik dan masukan, agar skripsi ini dapat lebih

baik lagi. Atas kritik dan sarannya diucapkan terimakasih.

Medan, November 2011

Hormat saya,

Erika. M. Nadeak

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS

ABSTRAKSI ... i

1.2. Ruang Lingkup Permasalahan dan Lokasi Penelitian... 5

1.2.1.Ruang Lingkup Permasalahan... 5

1.2.2.Lokasi Penelitian ... 6

BAB II : GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Singkat Kedatangan Orang India Tamil di Kota Medan dan Kampung Kubur ... 28

2.1.1.Hubungan-hubungan Sosial yang dijalin oleh Orang India Tamil ... 29

2.1.2. Hubungan Sosial di Bidang Keagamaan ... 32

2.2. Lokasi-lokasi pemukiman orang Tamil di Kota Medan ... 36

2.3. Komunitas India Tamil di Kampung Kubur ... 38

2.4. Kependudukan dan Komposisi berdasarkan Suku bangsa, Agama, dan Pendidikan... 43

(14)

2.6. Sistem Kekerabatan... 50

2.7. Organisasi Kemasyarakatan ... 51

2.8. Sarana dan Prasarana... 51

BAB III : TRADISI MEHENDI DALAM PERNIKAHAN ORANG INDIA 3.1.Tradisi Mehendi sebagai Tradisi dalam Pernikahan ... 54

3.1.1.Peranan Mehendi dalam Pernikahan ... 58

3.1.2.Rangkaian Acara Pernikahan bagi Orang India ... 60

3.2. Pihak-pihak yang berhak menggunakan Mehendi ... 61

3.3. Tata-cara penggunaan Mehendi dalam Pernikahan ... 63

3.4. Makna-makna ukiran Mehendi... 66

3.4.1.Mehendi tradisional ... 69

3.4.2.Pelukis Mehendi tradisional ... 71

BAB IV : PERKEMBANGAN MEHENDI SEBAGAI TREN MASA KINI 4.1. Mehendi sebagai ”gaya hidup” masa kini ... 74

4. Life History Para Pelukis Mehendi

5. Peta Kelurahan Petisah Tengah dan daerah Kampung Kubur

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa (Etnik) ... 43

Tebel 2 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 44

Tabel 3 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin ... 45

Tabel 4 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan ... 46

Tabel 5 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 48

Tabel 6 : Sarana dan Prasarana Menurut Tempat Peribadatan ... 51

Tabel 7 : Sarana dan Prasarana Menurut Pendidikan ... 52

(16)

DAFTAR GAMBAR

Foto 1 : Pintu masuk mesjid Gaudiyah ... 38

Foto 2 : Lokasi pekuburan Kampung Kubur ... 38

Foto 3 : Salah satu pamflet yang ada di Kampung kubur ... 39

Foto 4 : Jalan masuk menuju Kampung Kubur ... 39

Foto 5 : Salah satu pamflet yang ada di Kampung Kubur. ... 41

Foto 6 : Cambride (salah satu gedung tinggi di Kampung Kubur)... 41

Foto 7 : Pemukiman daerah Kampung Kubur. ... 41

Foto 8 : Tangga menuju pemukiman Kampung Kubur. ... 41

Foto 9 : Pemukiman daerah Kampung Kubur. ... 42

Foto 10 : Fasilitas pemukiman Kampung Kubur... 42

Foto 11 : Jenis mata pencaharian warga Kampung Kubur... 49

Foto 15 : Salon yang ada di daerah Kampung Kubur. ... 50

Foto 17 : Daun pacar (inai) ... 64

Foto 18 : Bubuk henna. ... 65

Foto 19 : Ukiran Mehendi dengan desain gelap. ... 67

Foto 25 : Ukiran Mehendi dengan desain kurang gelap. ... 68

Foto 29 : Trend Mehendi saat ini. ... 75

Foto 31 : Alat melukis Mehendi ... 82

Foto 32 : Kegiatan melukis Tato ... 82

(17)

ABSTRAKSI

Erika M Nadeak.2011. "Mehendi (Tradisi Seni Hias Tubuh Dalam Pernikahan Orang India dan Perkembangannya). Studi Etnografi Tentang Tradisi Mehendi di Daerah Kampung Kubur, Kelurahan Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah, Kota-Medan)”. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, halaman, tabel, foto dan beberapa lampiran yang terdiri dari surat penelitian, pedoman wawancara, angket dan gambar.

Tulisan ini menjelaskan bagaimana peranan tradisi Mehendi ini dalam pernikahan India yang kini dapat berkembang menjadi milik umum bukan hanya orang India saja bahkan sudah menjadi “trend” bagi kalangan dunia gaya masa kini yang mana tradisi Mehendi ini merupakan warisan budaya dari India yang sudah ada dan di jalankan sejak zaman nenek moyang mereka dulu dan tradisi ini masih berlanjut hingga saat ini.

Penelitian ini dikaji melalui pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian etnografi Pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan observasi tanpa partisipasi dan wawancara mendalam dengan informan kunci, biasa dan pangkal. Informan kunci ditujukan pada pelukis Mehendi, kepala lingkungan dan lurah dan juga beberapa para pelaku yang pernah menggunakan seni Mehendi ini. Observasi dilakukan untuk mengamati bagaimana cara pembuatan ukiran Mehendi ini, alat dan bahan apa saja yang digunakan serta siapa saja yang datang kepada para pelukis Mehendi yang ada di daerah Kampung Kubur. Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan pedoman wawancara yang dilengkapi foto, dan catatan lapangan. Pelukis Mehendi yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah seseorang yang dapat mengukirkan ukiran Mehendi pada bagian tubuh baik yang tradisional maupun yang kontemporer dan juga banyak mengetahui mengenai tradisi Mehendi.

Hasil penelitian menunjukkan, tradisi Mehendi merupakan salah satu dari beberapa rangkaian proses pernikahan orang India yang wajib dilakukan pada saat resepsi/acara pernikahan bagi perempuan India yang beragama Hindu, Budha, Islam ataupun Kristen yang mana proses melukiskan Mehendi dalam pernikahan masyarakat India dianggap sebuah tradisi yang diturunkan oleh para leluhur India dan proses ini mereka jadikan sampai saat ini sebagai warisan budaya dari para leluhur yang masih harus dijaga dan dipertahankan bagi masyarakat India di manapun berada karena pemakaian Mehendi dalam acara pernikahan dipercaya bahwa pada saat pernikahan akan terhindar dari segala pengaruh hal-hal yang jahat yang dapat mempengaruhi pesta pernikahan nantinya sehingga sampai saat ini mereka tetap melestarikannya tetapi kini tradisi Mehendi ini telah berkembang bukan hanya milik India saja tetapi sudah menjadi milk umum.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Medan merupakan kota yang diwarnai dengan budaya berbagai etnis yang

menempatinya, tidak hanya etnis asli Indonesia, tetapi juga berbagai etnis

pendatang seperti India, Tionghoa, dan Arab yang telah bermukim di Indonesia.

Kemajemukan budaya yang terlihat di kota Medan, ditandai dengan adanya 13

etnis yang tinggal di kota Medan, yaitu : Melayu, Batak Toba, Batak Karo, Batak

Mandailing, Batak Simalungan, Batak Pak-Pak, Nias, Aceh, Jawa, Minangkabau,

Cina, Arab, dan India / Tamil.

Kedatangan orang-orang India / Tamil dalam jumlah besar dan hingga kini

sekarang menetap dan membentuk komunitas0F

1

di berbagai wilayah Sumatera

Timur dan khususnya Medan terjadi sejak pertengahan abad ke-19, yaitu sejak

dibukanya Industri perkebunan di Tanah Deli. Mereka ingin mengadu nasib

dengan menjadi kuli perkebunan. Menurut catatan Lukman Sinar (2001) pada

tahun 1874 dibuka 22 perkebunan dengan memakai kuli bangsa Cina sebanyak

4,476 orang, kuli Tamil 459 orang dan orang Jawa 316 orang.

Perkembangan jumlah kuli semakin meningkat pada tahun-tahun

berikutnya, yang terbanyak adalah kuli Cina (53.806 orang pada tahun 1890 dan

58.516 orang pada tahun 1900); dan kuli Jawa (14.847 orang pada tahun 1890 dan

25.224 orang pada tahun 1900); sementara kuli Tamil bertambah menjadi 2.460

orang pada tahun 1890 dan 3.270 orang pada 1900, inilah perjalan awal masuknya

1

(19)

suku bangsa Tamil di kota Medan1F

2

. Pada masa kolonial orang-orang Tamil

bermukim di sekitar lokasi-lokasi perkebunan yang ada di kota Medan, tetapi

setelah masa kemerdekaan mereka pada umumnya berdiam di sekitar kota.

Pemukiman mereka yang tertua di kota Medan terletak di suatu tempat yang

dikenal dengan nama Kampung Madras, tepatnya di sekitar kawasan Jl. Zainul

Arifin (dulu bernama Jalan Calcutta). Kawasan ini lebih dikenal dengan sebutan

Kampung Keling, lokasi perkampungan mereka terletak di pinggiran Sungai

Babura2F

3

. Sejauh ini tidak ada organisasi yang dapat menghimpun warga Tamil

yang berada di Kampung Kubur dalam satu kesatuan yang utuh. Mereka pada

umumnya lebih terikat oleh kesatuan berdasarkan kesamaan agama, terutama di

kalangan pengikut Hindu, Budha dan Katolik, tetapi walaupun begitu

kenyataannya mereka tetap dapat hidup berdampingan dengan rukun. Komunitas

India Tamil telah hadir dan menjadi bagian dalam perkembangan kebudayaan di

Nusantara sejak beberapa abad yang lalu. Banyak keunikan budaya yang dapat

dilihat dari komunitas ini, misalnya dari bentuk pakaian, bahasa, makanan khas

terlebih lagi adat-istiadatnya. Saat ini dapat ditemui nuansa khas India di kota

Medan, tepatnya di kawasan Jl. Zainul Arifin banyak ditemukan toko-toko

kepunyaan etnis India seperti Toko Bombay yang menjual aneka sari India, Toko

Kasturi yang menjual berbagai kebutuhan makanan India, Restoran Cahaya Baru,

De Deli Dar Bar, Restoran Bollywood dan juga toko-toko makanan kecil dan

2

Liha

3

(20)

manisan khas India, laundry dan ada juga penjahit orang India, serta yang paling

mendominasi yaitu warung kecil penjual martabak India.

Bentuk adat-istiadat komunitas India Tamil yang paling menarik dapat

dilihat dari acara pernikahannya. Dimana pesta pernikahan bagi masyarakat India

Tamil merupakan peristiwa yang sangat mulia dan penuh ritual sehingga pesta

pernikahan masyarakat India dirayakan selama beberapa hari dimana

menghadirkan kerabat, sahabat, kenalan atau relasi lainnya yang dapat berjumlah

sekitar 400 hingga 1000 orang. Dalam pesta pernikahan masyarakat India Tamil

pada umumnya dilakukan acara secara terstruktur, mulai dari pesta pra pernikahan

hingga pesta pernikahan.

Mehendi merupakan seni ukiran pada bagian tubuh atau yang biasa disebut

tato temporer, yang mana seni ukiran pada tubuh ini merupakan salah satu dari

rangkaian proses pernikahan orang India Tamil yang wajib dilakukan pada saat

resepsi / acara pernikahan bagi perempuan India Tamil baik yang beragama

Hindu, Budha, Islam ataupun Kristen. Proses melukiskan Mehendi dalam

pernikahan masyarakat India Tamil dianggap sebuah tradisi atau adat dalam

pernikahan yang harus dilakukan karena merupakan sebuah tradisi yang

diturunkun oleh para leluhur orang India pada zaman dahulu. Proses inilah yang

mereka jadikan sampai saat ini menjadi warisan budaya dari para leluhur yang

masih dijaga dan dipertahankan bagi masyarakat India dimanapun berada.

Belakangan ini Mehendi (tato temporer asal India) ini semakin banyak

digemari orang khususnya kaum hawa, bahkan saat ini seni Mehendi telah

menjadi fashion di kalangan kaum hawa. Pemakaian Mehendi tidak hanya dalam

(21)

remaja putri dan wanita dewasa yang menggunakannya yang bukan dari kalangan

orang India saja, bahkan ada juga ditemui orang tua yang sudah mengajak

putrinya yang masih balita untuk dilukis menggunakan seni Mehendi ini. Saat ini

sangat banyak ditemui hal-hal yang bersifat tradisi menjadi populer di kalangan

masyarakat pada umumnya, contohnya seperti perhiasan yang terbuat dari

batu-batuan, pakaian yang terbuat dari biji-bijian dan ada juga perlengkapan wanita

yang terbuat dari akar-akaran seperti tas wanita dan masih banyak lagi. Mehendi

merupakan salah satu warisan asli India tetapi mengapa saat ini menjadi trend

bagi perempuan yang bukan asli orang India dapat menggunakannya.

Menurut pengamat sosial dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,

Hatib Abdul Kadir, dalam bukunya, Tato (2006) mengatakan kehadiran tato di

Indonesia saat ini mencapai tahap yang makin terbuka dan bergerak cepat

sehingga menjadi trend fashion masyarakat perkotaan, meski prakteknya masih

dilakukan di tempat tertutup.

Mehendi menjadi mode di Barat pada akhir tahun 1990an, dimana mereka

menyebutnya dengan tato henna. Banyak musisi barat dan artis hollywood telah

mengadopsi dan mengubah tradisi Mehendi menjadi tato sementara, seperti aktris

Demi Moore adalah salah satu contoh selebritis yang pertama memakai Mehendi

kemudian Madonna, Naomi Campball dan disusul juga Drew Barrymore yang

tertarik dengan Mehendi3 F

4

Mehendi berbeda dengan tato pada umumnya, perbedaan ini terlihat dari

jenis bahan yang digunakan dan cara pembuatannya juga perbedaan ini terlihat

jelas dari waktu atau lama tato ini dapat bertahan di tubuh seseorang. Banyak

(22)

orang meminati Mehendi ini, bahkan bagi umat muslim ada juga yang memakai

seni Mehendi ini yang mana pada umumnya adalah umat muslim sangat rentan

terhadap tato karena dianggap takut menghalangi ibadah mereka (sholat).

Berdasarkan uraian tersebut, maka pentinglah kiranya mengkaji bagaimana suatu

tradisi asli India ini dapat bertahan dan berkembang sampai saat ini, yang mana

tradisi asli India ini kini telah menjadi trend bagi kaum hawa yang bukan asli

India.

1.2. Ruang Lingkup Permasalahan dan Lokasi Penelitian 1.2.1. Ruang Lingkup Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah melihat peranan Mehendi yang dipakai oleh

perempuan India yang akhirnya menjadi “trend” bagi perempuan yang bukan

India. Rumusan tersebut diuraikan juga ke dalam 3 (tiga) pertanyaan penelitian,

yakni :

1. Bagaimana peranan Mehendi dalam pernikahan yang merupakan

warisan budaya bagi perempuan India?

2. Bagaimana tradisi Mehendi berkembang menjadi milik umum bukan

hanya orang India saja?

3. Bagaimana Mehendi dapat menjadi “trend” bagi kalangan dunia gaya

(23)

1.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Jalan Haji Zainul Arifin atau biasa dikenal

dengan nama ( Kampung Kubur), Kecamatan Medan Petisah, Kelurahan Petisah

Tengah, Kota-Medan. Penentuan lokasi peneletian ini didasarkan atas

pertimbangan bahwa di lokasi ini merupakan salah satu tempat atau pemukiman

etnis India di kota Medan.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana suatu

kelompok masyarakat yang berbudaya dalam menjaga dan melestarikan

kebudayaannya menjadi suatu warisan budaya khususnya bagi orang India yang

berada di Kampung Kubur, Penelitian ini juga bertujuan dapat memberi masukan

khususnya bagi perempuan India agar lebih menghargai dan menjaga warisan

budayanya dan juga dalam dunia seni dapat memberikan suatu bentuk karya seni

baru khususnya seni grafis atau seni ukiran termasuk seni ukiran tubuh.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah diharapkan secara akademis dapat

bermanfaat untuk menambah wawasan keilmuan terutama dalam melihat realita

dan permasalahan di tengah masyarakat untuk dijadikan sebagai kajian dan

pembelajaran. Dalam hal ini tentu saja menambah khasanah keilmuan terutama

Antropologi dalam kaitannya dengan judul penelitian ini yakni menggambarkan

tentang kebudayaan atau sebuah tradisi dari India yang menjadi populer “trend”

(24)

memperoleh gelar sarjana dari Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara. Secara praktis penelitian ini

diharapkan dapat memberikan masukan-masukan terhadap masyarakat yang

terkait dalam melestarikan tadisi atau kebudayaan dari India ini secara arif dan

positif agar tradisi ini kedepannya dapat dilestarikan dengan baik sesuai dengan

makna atau arti dari tradisi Mehendi pada awalnya sehingga tidak merugikan bagi

orang India sebagai pemilik tradisi ini dan juga orang lain yang bukan orang India

yang ikut memakai tradisi ini.

1.4. Tinjauan Pustaka

Manusia dengan kemampuan akal dan budinya, telah mengembangkan

berbagai macam sistem tindakan demi keperluan hidupnya, sehingga ia menjadi

mahluk yang paling berkuasa di muka bumi ini. Namun demikian, berbagai sistem

tindakan tadi harus dibiasakan olehnya dengan belajar sejak ia lahir selama

seluruh jangka waktu hidupnya, sampai saat dia mati. Hal ini mengarah kepada

konsep “kebudayaan” yang menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem

gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat

yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Kesadaran manusia menurut para ahli psiklogi mengandung berbagai

perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengetahuannya, melainkan karena

sudah terkandung dalam organisasinya, dan khususnya dalam gennya sebagai

(25)

Koentjaraningrat (1986) membagi 7 (tujuh) macam dorongan naluri,

yaitu :

1. Dorongan untuk mempertahankan hidup

2. Dorongan sex

3. Dorongan untuk usaha mencari makan

4. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia

5. Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya

6. Dorongan untuk berbakti

7. Dorongan akan keindahan

Dari ke-7 macam dorongan ini, dorongan sex inilah yang timbul pad tiap

individu yang normal tanpa terkena pengaruh pengetahuan, dorongan

inilah yang menjadi landasan biologi yang mendorong mahluk manusia

untuk membentuk keturunan dengan jalan perkawinan.

Berbicara mengenai pernikahan, setiap suku bangsa di dunia memiliki

cerita dan keunikannya masing-masing. Seperti halnya suku bangsa India Tamil

yang memiliki beberapa ritual yang harus dijalani, yang mana ritual ini adalah

sebuah norma yang terbentuk di kalangan bangsa India Tamil. Norma tersebut

merupakan acuan hidup yang harus dijalani dan dilakukan oleh setiap orang India

Tamil yang ingin melaksanakan pernikahan menggunakan adat-istiadatnya, dan

ritual ini masih dipegang teguh oleh setiap orang India Tamil di belahan bumi ini,

termasuk orang India yang ada di kota Medan mereka sangat memegang teguh

adat-istiadatnya sehingga di manapun mereka berada, mereka tetap melaksanakan

(26)

J.J. Honigmann (Koentjaraningrat, 1986:186-187) membedakan adanya

tiga “gejala kebudayaan” yaitu (1) ideas, (2) activities, (3) artifacts. Ada 3 wujud

kebudayaan, yaitu:

1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,

nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan

berpola manusia dalam masyarakat.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Mehendi merupakan hasil karya dari wujud kebudayaan yang ke-3 yaitu

sebagai benda hasil karya manusia yang berupa seni yang dihasilkan sehingga

dapat dipakai dan dinikmati. Wujud ke-3 dari kebudayaan ini disebut kebudayaan

fisik, yang mana tercipta dari hasil aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam

masyarakat, maka sifatnya paling konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal

yang dapat diraba, dilihat dan difoto.

Menurut C.Kluckhon (Koentjaraningrat, 1986:203-204) berpendapat

bahwa ada 7 (tujuh) unsur kebudayaan yang dapat disebut sebagai isi pokok dari

tiap kebudayaan di dunia, antara lain adalah :

1. Bahasa

2. Sistem Pengetahuan

3. Organisasi Sosial

4. Sistem Peralatan hidup dan teknologi

5. Sistem Mata Pencaharian hidup

6. Sistem Religi

(27)

Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena

kebudayaan merupakan kompleks budi dan daya. Kesenian berasal dari kata

“sani” yang artinya jiwa yang luhur atau ketulusan jiwa. Dalam bahasa Eropa seni

merupakan “art” yang artinya karya seni dari sebuah kegiatan. Seni menurut

kamus New World, ialah :

1. Kemampuan manusia membuat atau melakukan sesuatu; keciptaan

manusia bukan dunia alam

2. Kepandaian (berkria)

3. Kecakapan khusus, atau terapannya (seni memperoleh kawan)

4. Kria, pakaya (seni pekasut, seni tabib)

5. Kerja cipta atau asas-asasnya yakni membuat atau melakukan apa saja

yang menampakkan wujud keindahan dan tanggapan seperti lukisan,

patung, bangunan, musik, sastra, drama, tari dan lain-lain.

6. Cabang kerja cipta apa saja terutama melukis, menggambar, atau kerja

dengan pelantar guris atau gayal apapun

7. Hasil kerja cipta; lukisan, patung dan lain-lain

8. Bahan gambar atau hiasan pendamping tulisan dalam koran, majalah, atau

iklan.

Pada awalnya seni diciptakan untuk kepentingan bersama atau milik

bersama. Contoh atau bukti dari seni pada zaman dahulu adalah artefak. Semua

bentuk kesenian pada zaman dahulu ditandai dengan kesadaran magis, yang

merupakan awal kebudayaan manusia. Saat ini manusia kebanyakan membuat

karya seni yang digunakan hanya untuk kepuasan pribadi dan menggambarkan

(28)

dimana manusia sebagai figure atau sosok yang ingin menemukan hal-hal yang

baru dan semakin lama semakin memiliki cara yang berpikir lebih luas sehingga

sering memunculkan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya, sehingga

kesenian dan kebudayaan juga dapat mengalami perubahan dan transformasi dari

masa ke masa, seperti Mehendi yang kini telah berkembang dari fungsi aslinya

yang dahulu Mehendi merupakan sebuah rangkaian tradisi dalam pernikahan

tetapi kini sudah menjadi sesuatu yang bukan berbentuk tradisi lagi karena telah

menjadi milik umum. Semakin meningkatnya apresiasi dan budaya telah

menunjukkan bahwa seni dan budaya merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan

dari kehidupan manusia. Seni adalah kreativitas yang telah ada (alamiah) maupun

dibuat manusia di berbagai macam hal di dunia yang termasuk di dalamnya hal

yang menarik dan membosankan tergantung pandangan masing-masing pribadi.

Lingkup seni sebagai hasil aktivitas artistik dapat meliputi seni suara, seni gerak

dan seni rupa sesuai dengan media aktivitasnya. Media adalah sebagai sarana

aktivitas seni yang dapat menghasilkan karya seni setelah melalui proses

penciptaan seniman atau orang yang menciptakan sebuah seni berdasarkan

pertimbangan artistik (nilai artistik). Jadi karya seni harus sesuai dengan media

yang dipakai meliputi jenisnya, contoh salah satunya adalah seni rupa (visual art).

Ruang lingkup seni rupa (visual art) sesuai dengan media aktivitas adalah :

1. Seni Murni

2. Seni Lukis

3. Seni Patung

(29)

Disain terdiri dari :

1. Disain Grafis (Komunikasi Visual)

2. Disain Interior

3. Disain Produk (Disain Industri)

Kria terdiri dari :

1. Kria Tekstil

2. Kria Kayu

3. Kria Keramik

4. Kria Gelas, dan lain-lain

Terkait mengenai kesenian, Mehendi merupakan hasil karya seni grafik

(gambar) atau ukiran pada bagian tubuh khususnya pada bagian tangan dan kaki,

yang mana seni ukiran pada bagin tubuh ini merupakan sesuatu hal yang menjadi

keharusan yang digunakan pada saat resepsi atau acara pernikahan bagi

perempuan India, tidak terlepas juga bagi perempuan India yang ada di kota

Medan khususnya perempuan India Tamil yang berada di Kampung Kubur yang

memakai Mehendi saat pernikahan. Tidak ada satu orang pun perempuan India

yang tidak memakai Mehendi pada saat akan menikah.

Nilai seni muncul sebagai sebuah entitas yang emosional, individualistik,

dan ekspresif. Seni menjadi entitas yang maknawi, dapat terlihat contohnya

seperti Mehendi atau tato temporer dari India ini, yang dapat dikategorikan

sebagai entitas seni karena selain merupakan wujud kasat mata berupa artefak

yang dapat dilihat, dirasakan, juga menyangkut nilai-nilai estetis, sederhana,

(30)

Dalam “General Anthropology” milik Melville Jacobs dan Bernhard J. Stern, tato

merupakan salah satu bentuk dari seni grafis (1952:260). Mehendi tergolong

kedalam bentuk seni grafis karena memiliki nilai-nilai estetis atau nilai-nilai

keindahan khususnya pada bagian tubuh.

Berbicara mengenai keindahan tubuh tidak terlepas dari konsep mengenai

body image atau biasa disebut citra tubuh. Menurut Roberta Honigman dan David

J. Castle, body image adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan

ukuran tubuhnya; bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian

atas apa yang dipikirkan dan dirasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan

atas bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya , apa

yang dipikirkan dan dirasakan belum tentu benar-benar merepresentasikan

keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif

Body image atau citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh,

baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap

yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi

tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan

orang lain (dalam Buku Ajar Fundamental Keperawatan, h.500).

Body image atau citra tubuh terbagi menjadi 2 kategori, ada yang positif

dan ada yang negatif.

Body image yang negatif, yaitu :

1. Suatu persepsi yang salah mengenai bentuk individu, perasaan yang

(31)

2. Individu merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh

dan ukuran tubuh individu adalah sebuah tanda kegagalan pribadi.

3. Individu merasakan malu, self-conscius, dan khawatir akan badannya

4. Individu merasakan canggung dan gelisah terhadap badannya.

Body image yang positif, yaitu :

1. Suatu persepsi yang benar tentang bentuk individu, individu melihat

tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

2. Individu menghargai badan atau tubuhnya yang alami dan individu

memahami bahwa penampilan fisik seseorang hanya berperan kecil

dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari seseorang.

3. Individu merasakan bangga dan menerima bentuk badannya yang unik

dan tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat

badan, dan kalori.

4. Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi badannya

2008).

Body image atau citra tubuh yang positif dapat menjelaskan bagaimana

orang-orang baik orang India Tamil ataupun orang biasa yang tertarik

menggunakan Mehendi ini, dimana dalam konsep body image atau citra tubuh

yang positif menjelaskan bahwa individu atau seseorang menghargai badan atau

tubuhnya, sehingga para pengantin wanita India memberikan beberapa bagian dari

tubuhnya untuk diukirkan Mehendi dimana mereka menganggap bahwa dengan

(32)

keindahan yang juga mengukirkan Mehendi sebelum hari pernikahan merupakan

bagian dari rangkaian tradisi bagi India Tamil , begitu juga bagi wanita biasa yang

bukan orang India yang tertarik untuk menggunakan Mehendi tersebut yang mana

mereka menganggap bahwa Mehendi juga memiliki suatu nilai keindahan. Bagian

tubuh yang diukir sebenarnya bisa dimana saja, namun yang biasanya adalah di

telapak tangan, punggung tangan, punggung kaki, hingga pergelangan, leher

bahkan sampai punggung. Sedangkan yang menjadi trend remaja saat ini adalah di

bagian tangan dan leher, sementara menurut pengantin wanita Tamil bagian

punggung yang diukirkan Mehendi biasanya untuk menyenangkan calon

suaminya.

Ada 3 (tiga) pandangan utama tentang tubuh yang berlaku di Yunani kuno.

Yang pertama, aliran yang didirikan oleh Cyrenaic, percaya bahwa “kebahagiaan

tubuh itu jauh lebih baik daripada kebahagiaan mental”. Aliran yang kedua,

didirikan oleh Epicurus, percaya bahwa “kebahagiaan tubuh memang bagus,

tetapi masih lebih bagus lagi kebahagiaan mental”. Aliran yang terakhir, sekaligus

yang paling tidak populer, didirikan oleh Orpheus, mengatakan bahwa “tubuh

adalah kuburan bagi jiwa” (the body is the tomb of the soul). Pemikiran Romawi

tidak memandang tubuh dengan negatif. Sebagian besar orang Romawi sangat

percaya dengan astrologi dan memandang tubuh dan jiwa adalah bagian dari

kosmis. Kemudian tibalah zaman Renaisans yang mengakiri ide dasar bahwa

“tubuh” adalah “musuh”, dan mulailah bergulir gagasan bahwa tubuh adalah

sesuatu yang indah, bagus, personal, privat, dan sekuler. Pada abad ke-20 dengan

berkembangnya ilmu kedokteran, antropologi, dan psikologi tubuh tidak dianggap

(33)

berbahaya dan selalu perlu diawasi, tetapi tubuh dianggap sebagai sesuatu untuk

dinikmati.

Tubuh manusia sudah menjadi topik penting dalam kajian antropologi

sejak awal abad ke-19. Ada 4 (empat) alasan yang bisa menjelaskan mengapa

tubuh menempati posisi penting dalam antropologi, 1) pembahasan antropologi

filsafat tentang tema ontologi manusia. Tema ini otomatis menempatkan

perwujudan bentuk manusia dalam posisi sentral, 2) asal-usul manusia berasal

dari spesies mamalia adalah pertanyaan penting dalam antropologi, 3) sejak masa

Victoria telah berkembang kajian evolusi dalam antropolgi (darwinisme sosial),

yang memberi kontribusi pada studi tubuh, 4) karena dalam masyarakat

pramodern tubuh adalah penanda penting bagi status sosial, posisi keluarga, umur,

gender, dan hal-hal yang bersifat religius. Pada abad yang baru, dengan

pandangan tentang tubuh yang baru membuat para antropolog berhenti untuk

melihat tubuh secara fisik dan mulai melihat tubuh sebagai alat untuk menganalisa

masyarakat .

Dalam hal ini Margaret Mead mengatakan bahwa pembedaan kepribadian

dan aturan-aturan dari dua jenis seks yang berbeda itu diproduksi secara sosial.

Robert Hertz (1970) percaya bahwa pola pikiran masyarakat terefleksi dalam

tubuh. Persoalan-persoalan kosmologi, gender, dan moralitas mewujud menjadi

persoalan-persoalan yang dialami tubuh. Tubuh fisik adalah juga tubuh sosial (the

physical body is also social). Menurut Marcel Mauss (1971) cara untuk

mengetahui peradaban manusia lain adalah dengan mengetahui bagaimana

masyarakat itu menggunakan tubuhnya. Tubuh adalah instrumen yang paling

(34)

dengan kultur atau budaya masing-masing, semakin berkembangnya zaman

semakin banyak para tokoh ilmuan ataupun orang-orang yang mengkonsepsikan

mengenai tubuh itu sendiri. Secara faktual fenomena ini dapat terlihat ketika

seseorang wanita India Tamil yang akan menikah dengan menggunakan ukiran

Mehendi pada bagian tubuhnya dimana para wanita India Tamil ini memiliki

konsep tersendiri mengenai tubuhnya. Begitu juga ketika seorang wanita biasa

yang menggunakan ukiran Mehendi ini pada bagian tubuhnya, wanita itu

memiliki konsep tersendiri mengenai tubuhnya misalnya dengan pertimbangan

alasan nilai estetis atau nilai-nilai keindahan.

Sistem nilai budaya merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling

abstrak dari adat-istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai budaya itu

merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam akal pikiran sebagian

besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai,

berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu

pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga

masyarakat tadi. Ini dapat menjelaskan bahwa nilai dari Mehendi tersebut

sangatlah penting dalam pesta pernikahan India Tamil sehingga mereka harus

dapat menjaga tradisi ini. Fenomena ini masih dapat terlihat ketika mengukirkan

Mehendi pada tubuh perempuan India Tamil pada saat pernikahan. Mehendi

adalah salah satu bentuk warisan budaya India Tamil yang masih dijaga dan

dipelihara keberadaannya sampai saat ini.

Fenomena saat ini memperlihatkan bahwa saat ini seni Mehendi telah

berkembang dari fungsi aslinya dulu pada awalnya seni Mehendi dipergunakan

(35)

dapat dipergunakan oleh siapa saja dan kapan saja dapat dipakai dan

dipergunakan, bahkan saat ini Mehendi bisa dikatakan populer bagi dunia fashion

di seluruh dunia. Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di

masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya yang mana Mehendi tersebar

menjadi budaya dunia atau (world culture).

Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari

perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini (Lucian W.

Pye. 1966)4F

5

. Fenomena yang terjadi terhadap fungsi Mehendi saat ini secara tidak

langsung karena pengaruh globalisasi, yang mana tersebarnya nilai-nilai dan

budaya tertentu ke seluruh dunia, ini dapat menjelaskan bahwa budaya seni

Mehendi telah menyebar di berbagai belahan dunia dan kini seni Mehendi telah

popular di kalangan dunia fashion.

Williams (Strinati, 2007:3) mengatakan bahwa populer dipandang dari

sudut pandang orang dan bukannya dari mereka yang mencari persetujuan atau

kekuasaan atas mereka. Sekalipun demikian, pengertian awal tidaklah mati.

Budaya populer bukan diidentifikasi oleh rakyat tetapi oleh orang lain. Konsep ini

dapat menjelaskan bahwa seni Mehendi menjadi populer bukan karena bangsa

India sebagai pemilik seni ini, tetapi dikatakan populer ketika orang-orang di luar

dari bangsa India dapat menerima kehadiran Mehendi ini sebagai sesuatu yang

indah yang dapat mereka nikmati.

5

(36)

Gambaran mengenai popular itu adalah sesuatu yang berkaitan dengan

orang kebanyakan atau manusia pada umumnya (common people). Konsep di atas

menunjukkan bahwa pengertian popular adalah sesuatu yang dapat diterima secara

luas ditengah-tengah masyarakat. Budaya merupakan produk atau hasil pemikiran

dan pemahaman manusia yang kemudian menjadi ways of life (gaya hidup) yang

bergulir dari generasi ke generasi selanjutnya seperti cara berprilaku, berpakaian,

berbahasa, beragama dan ritual-ritual (upacara) lainnya. Budaya merupakan hasil

pemikiran panjang manusia, maka di sana ada banyak budaya, karena bahwa

sejatinya pikiran manusia dengan kondisi dan lingkungan tertentu akan berbeda

dengan pikiran manusia lainnya dengan kondisi dan lingkungan yang juga punya

ciri khas tersendiri juga. Budaya populer lebih sering disebut dengan budaya pop

yaitu segala apapun yang terjadi di sekeliling hidup manusia setiap harinya, mulai

dari pakaian, film, musik, makanan, semuanya termasuk dalam bagian dari

kebudayaan populer.

Defenisi dari popular / populer adalah diterimanya oleh banyak orang,

disukai atau disetujuinya oleh masyarakat banyak. Sedangkan defenisi budaya

adalah satu pola yang merupakan kesatuan dari pengetahuan, kepercayaan serta

kebiasaan yang tergantung kepada kemampuan manusia untuk belajar dan

menyebarkannya ke generasi selanjutnya. Selain itu, budaya juga dapat diartikan

sebagai kebiasaan dari kepercayaan, tatanan sosial dan kebiasaan dari kelompok

ras, kepercayaan atau kelompok sosial. Jadi konsep kebudayaan populer adalah

satu kebiasaan yang diterima oleh kelompok-kelompok sosial yang terus berganti

/ berkembang di setiap generasi. Berkembangnya nilai dari seni Mehendi ini yang

(37)

India kini telah menjadi popular di kalangan dunia fashion merupakan salah satu

bentuk kebudayaan populer yang terjadi saat ini.

Fashion merupakan faktor yang paling mudah diterima oleh masyarakat

pada umumnya, karena dunia fashion adalah bidang yang paling sangat cepat

berkembang dari masa ke masa. Fashion dapat mudah diserap oleh setiap suku

bangsa yang ada di belahan bumi ini. Ini juga dapat menjelaskan Mehendi ini

begitu mudah juga untuk dapat diterima oleh masyaraakat dunia tidak terlebih

mayarakat Indonesia khususnya perempuan-perempuan yang ada di kota Medan.

1.5. Metode Penelitian

Metode yangdigunakan dalam penelitian ini adalah metode kulitatif yang

bersifat deskriptif. Dalam hal ini, peneliti akan mencoba mencari tahu lebih dalam

lagi tentang apa itu Mehendi bagi perempuan India Tamil di Kampung Kubur dan

bagaimana perkembangannyasaat ini. Dalam penelitian kualitatif, data-data yang

didapatkan di lapangan bisa berupa kata-kata maupun tindakan. Data yang berupa

kata-kata diperoleh melalui wawancara, sedangkan data yang berupa

tindakan-tindakan diperoleh melalui observasi. Adapun teknik penelitian yang digunakan

dalam pencaharian data-data di lapangan antara lain :

a. Teknik Observasi

Observasi merupakan salah satu metode yang digunakan dalam penelitian

ini. Observasi yang dilakukan peneliti sesuai dengan data yang dibutuhkan.

Hal-hal yang menjadi fokus observasi adalah bahan dan alat apa saja yang digunakan

(38)

Mehendi, dan seperti apa proses transaksi yang terjadi didalamnya, siapa saja

orang yang terlibat dalam proses pelukisan Mehendi ini.

b. Teknik Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara

mendalam (depth Interview). Wawancara mendalam akan terfokus kepada, 1) apa

saja yang diketahui perempuan India Tamil mengenai apa itu Mehendi, 2)

bagaimana fungsi dan kedudukan Mehendi dalam pernikahan perempuan India

Tamil serta tanggapan / asumsi tentang nilai guna Mehendi dalam kehidupan

perempuan India Tamil, 3) bagaimana mereka dapat menjaga dan

mempertahankan warisan budaya mereka ini kedepan. Pertanyaan ini berpedoman

pada interview guide sebagai acuan dalam wawancara.

c. Penentuan Informan

Informan dalam penelitian ini terdiri dari 3, yaitu : Informan pangkal,

Informan Kunci atau pokok dan Informan Biasa. Dalam hal ini peneliti

mengklasifikasikan beberapa informan kedalam kategori-kategori. Oleh karena

itu, yang menjadi kategori Informan Pangkal adalah Kepala Lingkungan gang

batik keris dan Kepala Lurah. Informan pokok atau kunci merupakan informan

yang dianggap mempunyai pengetahuan yang lebih mengenai Mehendi ini,

peneliti memilih berdasarkan kategori-kategori yang telah dibuat yaitu,

perempuan India yang telah menikah dan para pelukis Mehendi yang banyak

mengetahui tentang Mehendi ini dan juga perempuan biasa yang menggunakan

seni Mehendi ini, sedangkan yang menjadi informan yang menjadi Informan biasa

(39)

dengan pengetahuannya. Informan biasa dalam penelitian ini adalah perempuan

biasa atau yang bukan orang India asli.

1.6. Teknik Analisis Data

Peneliti bisa melakukan analisis data ketika sedang melakukan wawancara

dan observasi di lapangan. Hal ini berarti bahwa analisis data tidak hanya

dilakukan pada saat setelah pulang dari lapangan saja akan tetapi di lapangan

peneliti sudah mulai mengklasifikasikan data yang didapat.

Setelah pulang dari lapangan, peneliti akan menganalisa data yang sudah

didapat dari lapangan dengan mengumpulkan data yang sejenis kedalam

kategori-kategori yang telah ditentukan (mengklasifikasikan yang sejenis). Setelah itu,

peneliti akan memeriksa ulang data untuk kelengkapan data. Data yang diperoleh

dari lapangan kemudian dianalisis secara kualitatif. Data-data yang akan ditulis

diperkuat dengan data kepustakaan yang berupa teori-teori. Dalam menulis dan

menganalisis, peneliti juga menambahkan data-data berupa hasil observasi yang

peneliti dapat pada saat berada di lapangan sebagai penguat data hasil wawancara

(40)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Sejarah Singkat Kedatangan Orang India Tamil di Kota Medan dan Kampung Kubur.

Kedatangan orang-orang India dalam jumlah besar dan hingga sekarang

menetap dan membentuk komunitas di berbagai wilayah Sumatera Timur dan

khususnya Medan terjadi sejak pertengahan abad ke-14, yaitu sejak dibukanya

industri perkebunan di Tanah Deli, mereka ingin mengadu nasib dengan menjadi

kuli perkebunan. Menurut catatan Lukman Sinar (2001) pada tahun 1874 dibuka

22 perkebunan dengan memakai kuli bangsa Cina sebanyak 4.476, kuli Tamil 459

orang dan orang Jawa 316 orang. Pada tahun 1873 rombongan pertama orang

Tamil yang datang ke Medan sebanyak 25 orang, mereka dipekerjakan oleh

Nienhuys, seorang keturunan Belanda sebagai pengusaha perkebunan tembakau

yang dikenal sebagai tembakau Deli. Tembakau inilah yang membuat tanah deli

menjadi termasyur di dunia Internasional, yang mana pada akhirnya dikenal

sebagai “Tanah Sejuta Dollar”. Oleh sebab itu semakin banyak saja para buruh

dan tenaga-tenaga kerja yang didatangkan dari India untuk bekerja di Tanah Deli

baik sebagai buruh perkebunan, supir, penjaga malam serta buruh-buruh

bangunan atau kuli pembuat jalan serta penarik kereta lembu.

Kampung Kubur merupakan salah satu bagian dari deaerah Kampung

Keling yang saat ini telah berganti nama menjadi Kampung Madras yang letaknya

di sekitar kawasan Jl. Zainul Arifin (dulu bernama Jalan Calcuta). Daerah tersebut

(41)

di Kota Medan. Pada awalnya Kampung Kubur merupakan tanah wakaf atau

tanah pemberian dari Pemerintah Belanda bagi orang-orang keturunan India yang

beragama Islam (Muslim).

Daerah ini diberi nama Kampung Kubur oleh penduduk setempat karena

pada awalnya daerah ini merupakan sebuah lokasi pekuburan. Lokasi pekuburan

ini letaknya berada tepat di belakang Mesjid Gaudiyah. Mesjid ini terletak di jalan

Zainul Arifin yang dibangun oleh Perkumpulan Etnis India Selatan yang

beragama Islam (South India Muslims Foundation) pada tahun 1887. Masjid

Gaudiyah sangat terkenal dengan arsitekturnya bergaya India yang sangat kental,

sehingga dari gerbangnya saja orang-orang akan langsung menduga bahwa itu

adalah mesjid bergaya India. Dari sebuah tanah wakaf inilah warga India Tamil

membentuk sebuah pemukiman, sebab mereka merasa bahwa tanah ini merupakan

tanah pemberian yang diberikan pada mereka oleh pemerintah Belanda walaupun

hanya sebuah tanah perkuburan, sehingga pada akhirnya mereka menjadikan

sebagai sebuah pemukiman akibat tanah atau lahan yang ada di kota Medan telah

banyak dihuni atau ditempati oleh warga atau suku bangsa yang lainnya.

2.1.1. Hubungan-Hubungan Sosial yang Dijalin oleh orang India Tamil

Komunitas India Tamil telah hadir dan menjadi bagian yang signifikan

dalam perkembangan Kebudayaan di Nusantara sejak beberapa abad yang lalu,

terutama disebagian masyarakat yang ada di pulau Sumatera, interaksi mereka

sudah panjang dalam bilangan sejarah dengan komunitas masyarakat lokal di

Nusantara. Pengaruh kebudayaan India sangat kuat dalam kehidupan bangsa

Indonesia sudah menjadi pengetahuan awam dan tidak diragukan lagi, dan proses

(42)

Di Sumatera Utara kehadiran orang-orang India sudah terekam dalam sebuah

prasasti bertarik 1010 saka atau 1088M tentang perkumpulan pedagang Tamil di

Barus yang ditemukan pada tahun 1873 di Situs Lobu Tua (Barus), sebuah kota

purba di pinggir pantai Samudera Hindia.

Pada abad ke-11 Masehi sekumpulan orang Tamil telah tinggal di

Sumatera secara permanen atau semi permanen, mereka adalah para

tukang-tukang yang mahir mengukir prasasti. Keberadaan kaum pedagang Tamil pada

abab ke-11 di pantai barat Sumatera terdesak oleh kekuatan armada

pedagang-pedagang dari Arab/Mesir (Oragma Putrom, 1979). Orang India Tamil yang

terdesak dari Barus kemudian terasimilasi dengan Suku Karo yang tinggal di

Dataran Tinggi Tanah Karo, kemudian akhirnya adanya perkawinan campuran

antara orang India Tamil dengan Suku Karo hingga menjadi keturunan marga

(klen) Sembiring yang terbagi lagi menjadi sub yang lebih kecil seperti (Maha,

Meliala, Brahmana, Depari), Sinulingga, Pandia, Colia, Capah dan sebagainya.

Kehadiran India Tamil juga berada di Nanggroe Aceh Darussalam, kini

mereka telah menyatu sebagai warga Aceh tulen, berbahasa dan beradat istiadat

Aceh. Di daerah Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan keberadaan mereka dapat

dilihat dari peninggalan Candi di daerah Portibi, Saba Biara di Simangambat.

Dalam segi bahasa juga India Tamil dapat memberikan istilah seperti ‘banua

holing’, ‘tumbaga holing’ , ‘pijor holing’, dan lain sebagainya. Tetapi kedatangan

orang-orang India dalam jumlah besar hingga sekarang menetap dan membentuk

komunitas di Wilayah Sumatera khususnya medan sejak pertengahan abad ke-19,

(43)

datang untuk berdagang antara lain adalah orang-orang dari India Selatan (Tamil

Muslim) dan juga orang Bombay serta Punjabi.

Selain mereka yang didatangkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan

sebagai kuli, ada juga orang-orang India lain yang datang ke Medan untuk

berpartisipasi memajukan beberapa sektor usaha di Kota Medan, seperti kaum

Chehtiars atau Chethis (yang berprofesi sebagai pembunga uang, pedagang dan

pengusaha kecil), kaum Vellalars dan Mudaliars (Kasta petani yang juga terlibat

dalam usaha dagang), kaum Sikh dan orang-orang Uthar Pradesh. Selain itu juga

terdapat orang-orang Sindi, Telegu, Bamen, Bujarah, Meratti (maha Rasthra), dan

lain-lain (Lubis, 2009). Tetapi pada umumnya orang-orang Indonesia tidak dapat

mengenali secara pasti perbedaan-perbedaan dari orang-orang India. Orang

Indonesia lebih sering menyebut mereka sebagai orang Keling. Orang-orang

Punjabi yang beragama Sikh biasanya bekerja sebagai penjaga keamanan,

pengawal di Istana dan kantor-kantor, penjaga tokoh dan lain-lain. Sementara

orang Sikh yang bekerja di perkebunan juga bertugas sebagai penjaga malam dan

pengantar surat juga memelihara ternak sapi untuk memproduksi susu yang saat

ini kita ketahui orang Sikh lah yang menjual susu sapi di Kota Medan.

Ada banyak istilah yang digunakan untuk memanggil orang keturunan

India, ada yang memanggil dengan istilah Keling atau Hulia yang biasanya

digunakan untuk memanggil keturunan India Tamil, ada juga istilah Benggali

untuk menyebut mereka yang penganut Sikh. Saat ini, keturunan India yang ada di

kota Medan bukanlah mereka yang datang langsung dari India, tetapi mereka

adalah generasi yang ketiga atau keempat dari pendatang pada awalnya.

(44)

menganggap mereka sudah lahir di Indonesia dan menjadi warga Negara

Indonesia. Seperti menurut salah satu pengakuan informan ( Nirmala Rauter, 50

Tahun) mengatakan bahwa :

“Kebudayaan saya memang India, tapi saya orang Indonesia”.

Dari pernyataan salah seorang dari keturunan India dapat menjelaskan bahwa

mereka lebih mampu beradaptasi dengan penduduk pribumi dibandingkan warga

keturunan Cina. Dalam pandangan kaum awam, warga keturunan di Medan

cenderung eksklusif dan relatif kurang bergaul dengan penduduk pribumi.

Sementara pada awalnya orang-orang Cina yang datang ke Medan juga sebagai

kuli perkebunan, tetapi kemudian saat ini telah berkembang menjadi satu

kelompok yang menguasai perekonomian.

Sementara orang-orang keturunan India yang juga datang dalam kurun

waktu yang sama dan dengan status yang sama, tetapi tidak memperlihatkan

kemajuan penguasaan ekonomi semaju yang diraih orang Cina.

2.1.2. Hubungan Sosial di Bidang Keagamaan

Adaptasi yang dilakukan oleh warga Tamil pasti akan menimbulkan

hubungan sosial di tengah masyarakat di Kampung Kubur, hubungan sosial

tersebut diantaranya adanya hubungan di bidang keagamaan. Hubungan tersebut

dengan sendirinya akan muncul di tengah masyarakat akibat faktor kesamaan dari

agama yang mereka yakini. Tetapi sejauh ini tidak ada organisasi yang dapat

menghimpun warga Tamil dalam satu kesatuan. Mereka pada umumnya lebih

terikat oleh kesatuan berdasarkan agama, terutama dikalangan penganut Hindu,

(45)

cenderung melebur menjadi komunitas muslim dimana mereka tinggal atau

bermukim.

Adapun bentuk beradaptasi yang dilakukan warga Tamil di Kota Medan

dalam bidang keagamaan adalah bagi penganut agama Hindu mereka terhimpun

dalam satu wadah yaitu Kuil yang terdapat di Kota Medan. Semua penganut

Hindu yang juga bukan dari Warga Tamil saja secara kultural menyatu dalam

suatu perhimpunan Shri Mariamman Kuil. Shri Mariamman Kuil ini terletak di

daerah Kampung Madras dimana kuil ini dibangun pada tahun 1884. Kuil Shri

Mariamman merupakan sebuah payung atau tonggak bagi kuil-kuil lain yang

terdapat di Kota Medan.

Hampir semua kuil yang dibangun warga Tamil di Kota Medan

menggunakan nama Shri Mariamman, yang mana ini juga menghimpun

pemuda-pemudi yang aktif di kuil dalam sebuah perhimpunan muda-mudi kuil. Bagi

warga Tamil yang beragama Budha mereka terhimpun dalam suatu wadah yaitu

Vihara dan Organisasi yang disebut Adi-Dravida Sabah, sementara untuk kaum

remaja mereka tergolong kedalam sebuah organisasi bernama muda-mudi Budha

Tamil. Kaum Budha Tamil juga memiliki sejumlah Vihara sebagai tempat

beribadah, diantaranya adalah Vihara Badhi Gaya dan Vihara Lokasanti yang

berada di Kampung Anggrung serta Vihara Ashoka yang berada di Kawasan

Polonia, dan sejumlah Vihara di tempat-tempat lain. Kaum Budha Tamil secara

kelembagaan menyatu dalam suatu wadah Perwalian Umat Budha Indonesia

(46)

Warga Tamil Katolik memiliki sebuah gereja Katolik yang dibangun pada

tahun 1912, yang anggotanya sebagian besar tergolong Tamil Adi – Dravida.

Tengku Lukman Sinar (2001:76) menyebutkan bahwa sejak tahun 1912 telah ada

missionaris Katolik Khusus untuk orang-orang India Tamil di Medan ada juga

sebuah gereja lain yang dibangun pada tahun 1935 oleh seorang Pastor Reverend

Father James (Sami, 1980:83). Ada juga Warga Tamil Kristen dan Katolik yang

bermukim di sebuah lokasi yang disebut Kampung Kristen. Pastor James Bharata

Putra datang ke Indonesia pada tahun 1967 dan bertugas di Medan sejak 1972,

saat itu Pastor James Bharata Putra pernah mendirikan sekolah khusus untuk

orang-orang India Tamil yang miskin dengan nama Lembaga Sosial dan

Pendidikan Karya Dharma.

Namun saat ini sekolah itu telah di ambil oleh Yayasan Don Bosco, dan

menjadi sebuah sekolah dasar dengan St. Thomas, kemudian Pastor James

membeli sebidang tanah di kawasan Tanjung Selamat pada 1979 yang

direncanakan untuk tempat pemukiman baru bagi orang-orang Tamil Katolik yang

tinggal disekitar Jl. Hayam Wuruk. Pada tahun 2001 Pastor James juga

membangun sebuah Kapel untuk umat Tamil Katolik, yang kemudian diresmikan

oleh Uskup Agung Medan yaitu Mgr. A.G.P Batubara, OFM, Cap dan disebelah

banguan Kapel itu sekarang berdiri sebuah gedung yang dibangun dengan nama

Graha Bunda Man Annai Velangkani. Bagi warga Tamil beragama Islam atau

muslim sejak 1887 sudah memiliki sebuah Lembaga Sosial yang bernama South

Indian Moslem Foundation and Welfare Comitte pada zaman Kesultanan Deli

Warga Tamil yang beragama Islam (Muslim) mendapat 2 (dua) bidang tanah dari

(47)

membangun Mesjid dan perkuburan bagi warga Tamil Islam (Muslim) di Kota

Medan.

Sementara lembaga Sosial South Indian Moslem Foundation and Walfare

Comitter membangun 2 (dua) buah mesjid, satu terletak di Jalan Kejaksaan Kebun

Bunga dan satu lagi di Jl. Zainul Arifin. Tanah wakaf atau tanah perkuburan yang

diberikan oleh Sultan Deli tersebut berada dilokasi kebun bunga cukup luas

sekitar 4000 meter persegi sedangkan lokasi Mesjid Gaudiyah memiliki luas

sekitar 1000 meter persegi. Saat ini sebagian dari tanah wakaf yang berada di

mesjid Gaudiyah dimanfaatkan untuk lokasi pembangunan ruko yang disewakan

kepada orang lain dan kemudian uangnya digunakan untuk kemakmuran mesjid

dan meyantuni kaum Muslim Tamil yang miskin. Sampai sekarang yayasan yang

menaungi mesjid itu terus dilakukan dan saat ini telah di urus oleh oleh Keturunan

Tamil Muslim.

Pada tahun 1970-an setiap tahunnya dilakukan Perayaan hari besar

keagamaan yang menghadirkan orang-orang Tamil Muslim di seluruh kota Medan

bahkan warga Tamil yang tinggal di Tebing Tinggi hingga Pematang Siantar.

Kesempatan seperti ini juga sekaligus dijadikan sebagai forum silahturahmi bagi

warga Tamil Muslim. Namun perayaan seperti ini saat ini sudah tidak pernah lagi

berlangsung. Selain dalam hubungan sosial yang berbasis keagamaan yang

disebutkan di atas, tetapi pada tahun 1960-an terdapat sejumlah organisasi yang

bertujuan mempromosikan kebudayaan dan pendidikan Tamil, diantaranya

adalah The Deli Hindu Sabah, Adi-Dravida Hindu Sabah, Khrisna Sabah yang

(48)

Juga ada The Indian Boy Scout Movement, Indonesian Hindu Youth Organization,

dan North Sumatera Welfare Association dan lain-lan.

Pada masa sekarang ini hampir semua organisasi sosial tersebut sudah

tidak aktif lagi. Tetapi sampai saat ini masih bisa kita menemukan beberapa

Lembaga Pendidikan yang dikelola oleh orang Tamil di kota Medan, antara lain

Perguruan Raksana dan Lembaga Kursus Bahasa Inggris Harcourt International

yang memiliki 5 buah cabang di kota Medan. Tetapi sebuah keprihatinan muncul

di kalangan generasi tua Tamil saat ini melihat kenyataan bahwa semakin lama

warga Tamil kehilangan identitas kebudayaan Tamil. Sebagian besar generasi

muda Tamil tidak bisa berbahasa Tamil, bahkan orang tua juga banyak tidak

mampu lagi menggunakan bahasa Tamil di lingkungan keluarga. Pelaksanaan

peribadatan di kuil-kuil Hindu saat ini juga tidak lagi sepenuhnya dilakukan

menurut ketentuan penggunaan mantra-mantra yang berbahasa Tamil maupun

sansekerta, bahkan sebuah upacara penyucian kuil (Kumbhabisegam) yang

dilakukan di Shri Mariamman Kuil yang berada di Kampung Durian pada tanggal

13 Juli 2003 harus di pimpin oleh Pendeta yang khusus diundang dari Malaysia

(Lubis, 2009).

2.2. Lokasi-lokasi pemukiman orang Tamil di Kota Medan.

Pada masa Kolonial orang-orang Tamil bermukim di sekitar lokasi-lokasi

Perkebunan yang ada disekitar Kota Medan dan Sumatera Timur. Tetapi setelah

masa kemerdekaan, warga Tamil bediam disekitar kota, yaitu disekitar kota

Medan, Binjai, Lubuk Pakam dan Tebing Tinggi. Pemukiman warga Tamil yang

Gambar

Tabel Pemukiman Orang Tamil di Kota Medan dan Sekitarnya.
TABEL 1
TABEL 2
TABEL 3
+7

Referensi

Dokumen terkait