Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu dalam
Pemberian ASI Eksklusif
di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan
Tahun 2011
Oleh :
VISHALINI SREETHARAN
080100435
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Prevalensi pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2006 cakupan ASI Eksklusif di Sumatera Utara cumaan 33.92%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei bersifat observasional analitik dengan desain Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini seluruh Ibu yang memiliki anak berusia antara 6 hingga 12 bulan di Kelurahan Padang Bulan. Jumlah sampel yang dibutuhkan ialah 100 orang ibu .
Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji chi square. Dari hasil analisis univariat menunjukkan bahwa proporsi prevalens pemberian ASI eksklusif 10%. Karakteristik umur ibu terbanyak pada usia 20-30 tahun 63%, pendidikan ibu terbanyak SMP/SMA 50%, dan ibu yang tidak bekerja (IRT) 55%.
Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat tiga variabel yang mempunyai hubungan asosiasi yang bermakna dengan pemberian ASI eksklusif adalah faktor pekerjaan, tingkat pengetahuan dan sikap ibu yang memberikan nilai p<0.05.
Rendahnya prevalensi pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Padang Bulan sehingga disarankan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Padang Bulan dan masyarakat agar lebih aktif dalam mendukung kepenting pemberian ASI eksklusif secara efektif.
ABSTRACT
Based on the data from the District Health North Sumatera 2006 the prevalence of Exclusive Breastfeeding in Indonesia is still at stake which is only 33.92%. The knowledge, attitude and practice regarding exclusive breastfeeding of 100 mothers in Puskesmas Padang Bulan, Medan were investigated using a questionnaire. The research done was an analytical cross sectional design which is targeted on mothers with child of 6 to 12 months old.
The results of the univariate analyse shows that the prevalence of Exclusive Breastfeeding among mothers is 50% and the majority age of mothers in this analysis is among 20-30 years old (63%). Besides, it is also learned that 50 % of mothers received moderate level of education where they mostly completed their SMP or SMA. The majority respondants from this research are housewives (55%)
The outcome of bivariate results from this research indicates 3 factors to influence the practice of Exclusive Breastfeeding which is the mother's occupation, knowledge and attitude with a p-value of less than 0.05.
It is recommended that Padang Bulan District of Health, to increase the campaign on Exclusive Breastfeeding in order to increase the people who realize and to socialize on benefits of Exclusive Breastfeeding practice and to do futher counceling, monitoring, and evaluating in hope to boost the effectiveness and implementation of Exclusive Breastfeeding.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga enulis dapat memyenlesaikan karya tulis ilmiah
ini, sebagai sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedoteran Universitas Sumatera Utara.
Karya Tulis ilmiah ini berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan Ibu dalam Pemberian Asi Eksklusif di wilayah Kerja Puskesmas Padang
Bulan Tahun 2011. Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis
telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar,Sp.PD-KGEH, selaku dekan FK
USU.
2. dr. Zulkarnain Rangkuti, Msi, selaku dosen pembimbing, yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah
ini dpaat diselesaikan dengan baik. Juga kepada dr. Mega Sari Sitorus, M.Kes
dan dr. Vita Camellia, Sp.KJ selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.
3. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedoketeran Universitas Sumatera Utara yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama masa pendidikan
4. Orang tua dan ahli keluarga lain yang mendoakan serta memberikan semangat
kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikannya.
5. Teman sejawat Endah Galih Harina atas masukan dan bantuannya dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
6. Teman sejawat Nova Susanti atas masukan dan bantuannya dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
7. Serta semua pihak baik langsung maupun tidak langsung yang telah
Kepada semua pihak tersebut, penulis ucapkan terima kasih. Semoga
Tuhan selalu membalas semua kebaikkan yang selama ini diberikan kepada
penulis dan melimpahkan rahmat-Nya.
Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru
dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis dalam
melaksanakan penelitian yang berjudul "Hubungan Tingkat Pengetahuan,
Sikap dan Tindakan Ibu dalam Pemberian Asi Eksklusif di wilayah Kerja
Puskesmas Padang Bulan Tahun 2011" ini. Harapan penulis semoga penelitian
ini mendapat persetujuan untuk pelaksanaan demi memberikan sumbangan
bagi perkembangan ilmi pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ilmiah ini
berguna bagi kita semua.
Medan, 13 Desember 2011
Halaman
1.1.Latar Belakang ………..
1.2.Rumusan Masalah ………... 1.3.Tujuan Penelitian ………... 1.4.Manfaat Penelitian………...
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………...
2.1. Perilaku………... 2.1.1 Konsep Perilaku ... 2.1.2 Domain Perilaku... 2.2. Pengertian Air Susu Ibu (ASI)...
2.3. Keunggulan ASI dan Menyusui... 2.4. Produksi ASI... 2.8. Faktor Yang Mempengaruhi Produksi ASI... 2.8.1 Makanan Ibu... 2.8.2 Ketenteraman Jiwa dan Pikiran Ibu...
7
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…….
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 4.4. Metode Pengumpulan Data... 4.4.1. Data Primer dan Data Sekunder... 4.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas... 4.5. Pengolahan dan Analisis Data...
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil...
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan...
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Komposisi Kolostrum, ASI dan Susu Sapi untuk setiap 100
ml... 20
3.1. Aspek Pengukuran Variable Penelitian... 28
4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner... 35
5.1. Distribusi Responden Mengikut Tingkat Pendidikan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan 2011... 40
5.2. Distribusi Bilangan dan Persentasi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang ASI eksklusif di Wilayah Kerja
Puskesmas Padang Bulan, 2011... 41
5.3. Distribusi Bilangan dan Persentasi Pengetahuan
Responden Bagi Tiap Pertanyaan Pengetahuan Tentang
ASI eksklusif... 42
5.4. Distribusi Bilangan dan Persentasi Sikap Responden Tentang ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Padang Bulan, 2011... 43
5.5. Distribusi Bilangan dan Persentasi Sikap Responden Bagi
Tiap Pertanyaan Sikap Tentang ASI Eksklusif... 44
5.6. Distribusi Bilangan dan Persentasi Tingkat Pemberian ASI Eksklusif oleh Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan, 2011...
44
5.7. Distribusi Bilangan dan Persentasi Tindakan Responden
Bagi Tiap Pertanyaan Tindakan Pemberian ASI eksklusif... 45
5.8. Pengaruh Umur Responden Terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan,
2011... 46
Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Padang Bulan, 2011... 47
5.10. Pengaruh PekerjaanRespondem Terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian... 26
5.1. Distribusi Kelompok Umur Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Tahun 2011...
39
5.2. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Padang
Bulan Tahun 2011... 40
5.3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Tahun 2011...
49
5.4. Hubungan Sikap Terhadap Tindakan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Informed Concern Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Lampiran 5 Hasil Penelitian SPSS
ABSTRAK
Prevalensi pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2006 cakupan ASI Eksklusif di Sumatera Utara cumaan 33.92%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan tahun 2011. Jenis penelitian ini adalah penelitian survei bersifat observasional analitik dengan desain Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini seluruh Ibu yang memiliki anak berusia antara 6 hingga 12 bulan di Kelurahan Padang Bulan. Jumlah sampel yang dibutuhkan ialah 100 orang ibu .
Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji chi square. Dari hasil analisis univariat menunjukkan bahwa proporsi prevalens pemberian ASI eksklusif 10%. Karakteristik umur ibu terbanyak pada usia 20-30 tahun 63%, pendidikan ibu terbanyak SMP/SMA 50%, dan ibu yang tidak bekerja (IRT) 55%.
Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat tiga variabel yang mempunyai hubungan asosiasi yang bermakna dengan pemberian ASI eksklusif adalah faktor pekerjaan, tingkat pengetahuan dan sikap ibu yang memberikan nilai p<0.05.
Rendahnya prevalensi pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Padang Bulan sehingga disarankan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas Padang Bulan dan masyarakat agar lebih aktif dalam mendukung kepenting pemberian ASI eksklusif secara efektif.
ABSTRACT
Based on the data from the District Health North Sumatera 2006 the prevalence of Exclusive Breastfeeding in Indonesia is still at stake which is only 33.92%. The knowledge, attitude and practice regarding exclusive breastfeeding of 100 mothers in Puskesmas Padang Bulan, Medan were investigated using a questionnaire. The research done was an analytical cross sectional design which is targeted on mothers with child of 6 to 12 months old.
The results of the univariate analyse shows that the prevalence of Exclusive Breastfeeding among mothers is 50% and the majority age of mothers in this analysis is among 20-30 years old (63%). Besides, it is also learned that 50 % of mothers received moderate level of education where they mostly completed their SMP or SMA. The majority respondants from this research are housewives (55%)
The outcome of bivariate results from this research indicates 3 factors to influence the practice of Exclusive Breastfeeding which is the mother's occupation, knowledge and attitude with a p-value of less than 0.05.
It is recommended that Padang Bulan District of Health, to increase the campaign on Exclusive Breastfeeding in order to increase the people who realize and to socialize on benefits of Exclusive Breastfeeding practice and to do futher counceling, monitoring, and evaluating in hope to boost the effectiveness and implementation of Exclusive Breastfeeding.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pemberian ASI ekslusif sehingga 6 bulan pertama kehidupan merupakan
suatu misi primer dalam program kesehatan masyarakat sedunia yang
direkomendasikan oleh World Health Organisation (WHO). Menurut WHO ASI
ekslusif berarti pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada
bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air putih tidak diberikan dalam
tahap ASI eksklusif ini. Pada tahun 2001
hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya (bahwa
ASI eksklusif itu cukup empat bulan) sudah tidak berlaku lagi.
Pemberian ASI memainkan peran penting dalam survival anak di
negara-negara berkembang dimana ia menyumbang dalam system imunitas dan
meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Pemberian ASI bukan hanya
memanfaat bagi si bayi malah turut member manfaat dalam kesehatan ibu.
Manfaat kesehatan adalah seperti ibu mengalami laktasi amenorrhea,
pengembalian uterus ke ukuran asalnya, pencegahanan perdarahan postpartum.
Pemberian ASI oleh ibu-ibu juga akan mengurangkan resiko ibu untuk menghidap
kanker payudara dan ovarium serta berkurangnya resiko ibu terhadap
osteoporosis di kemuadian hari. Pemberian ASI juga dapat membantu dalam
kepuasaan dan kestabilan emosi postpartum (Ampeire, 2007).
Menurut laporan WHO tahun 2000, lebih kurang 1,5 juta anak meninggal
karena pemberian makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi di seluruh
dunia diberi ASI eksklusif selama 4 bulan dan seringkali pemberian makanan
pendamping ASI tidak sesuai dan tidak aman. Hampir 90% kematian anak balita
infeksi saluran pernapasan akut, penyakit yang dapat dicegah dengan ASI
eksklusif (Anonim, 2004).
Dari hasil penelitian United Nation Child’s Fund (UNICEF) dari tahun
2003 hingga 2008 didapati peratus bayi Indonesia yang mendapat ASI ekslusif
selama 6 bulan pertama ialah sebanyak 32% dan didapati 50% anak diberikan asi
ekslusif sehingga usia 23 bulan. Tetapi bila dibandingakan dengan negara
berkembang lain seperti Bangladesh didapati 43% anak diberikan asi eksklusif
selama 6 bulan dan 91% anak mendapat ASI sehingga usia 23 bulan(UNICEF,
2008).
Pengetahuan ibu tentang menyusui berkaitan dengan tingkat pendidikan.
Ibu yang mendapatkan informasi tentang menyusui dari seseorang, dokter,
tetangga, televisi, majalah dan buku lebih banyak yang melanjutkan menyusui
daripada ibu yang tidak mendapatkan informasi (Ludvigsson, 2003).
Penelitian deskriptif terhadap ibu-ibu yang melahirkan di RS Maldives
didapatkan hasil bahwa kelompok yang memberikan ASI eksklusif memiliki
pengetahuan yang adekuat dibanding yang tidak dan bermakna secara statistik.
Kelompok ini juga memiliki sikap yang positif dan dukungan keluarga yang lebih
tinggi dibandingkan kelompok yang tidak memberikan ASI secara eksklusif tapi
hubungan ini tidak bermakna secara statistik (Shafeeq, 2000). Perbedaan
penelitian Shafeeq (2000) dengan penelitian ini adalah pada pemilihan sampel
penelitian karena penelitian tersebut membatasi responden dengan kriteria
primigravida. Penelitian cross sectional terhadap wanita umur 15 – 49 tahun oleh
Hizel et al. (2001) di Turki didapatkan hasil 60.6% ibu memiliki pengetahuan
yang baik tentang menyusui eksklusif tapi hanya 13.5% yang memiliki sikap
positif. Umur ibu, pekerjaan, pendidikan dan keyakinan tradisional tidak memiliki
pengaruh yang bermakna terhadap pemberian makanan tambahan (Hizel et al,
2001).
Air susu ibu sudah terbukti sangat bermanfaat tapi pada kenyataannya
cakupan pemberian ASI eksklusif sampai saat ini masih rendah (Santo et al.,
2007). Hasil Survey Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI) tahun 1991
yaitu baru mencapai 53,7% dan hasil SKDI tahun 1994 turun menjadi 47,3%
sedangkan SKDI tahun 1997 cakupan ASI eksklusif dilaporkan sebesar 52%.
SKDI tahun 2002-2003 didapatkan data jumlah pemberian ASI eksklusif pada
bayi di bawah usia 2 bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada.
Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi yakni 46%
pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-5 bulan. Seiring menurunnya
cakupan ASI eksklusif secara otomatis pemakaian susu formula meningkat 3 kali
lipat antara tahun 1997-2002 (Anonim,2005).
Stimuli yang diterima melalui pendidikan kesehatan dan adanya
kebijakan pemerintah yang mendukung terjadinya perubahan perilaku ini
merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan. Pengetahuan menimbulkan
respon batin dalam bentuk sikap. Sikap akan menimbulkan respon lebih jauh lagi
yaitu berupa tindakan terhadap stimulus tadi (Notoatmodjo, 1997). Perubahan
sikap akan tergantung pada sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, dipahami
dan diterima. Pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan salah satu
komponen yang dapat mempengaruhi sikap (Iin Dwi, 2008). Pembentukan sikap
juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap
penting, media massa, institusi atau lembaga tertentu serta faktor emosi dalam diri
individu yang bersangkutan (Azwar, 2003).
Walaupun pendidikan kesehatan terhadap ibu telah dilakukan dalam
program promosi kesehatan namun perilaku pemberian ASI eksklusif ternyata
masih rendah. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk
melihat hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan tindakan pemberian
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
Mencari hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dengan tindakan
pemberian ASI eksklusif.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang dapat diharapkan dan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1.3.1. Tujuan umum:
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu dalam
pembentukan tindakan pemberian ASI eksklusif sehingga dapat diupayakan
adanya pendidikan kesehatan yang lebih efektif dalam meningkatkan perilaku
yang positif.
1.3.2. Tujuan khusus:
1. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang pemberian ASI eksklusif.
2. Untuk mengetahui sikap ibu dalam pemberian ASI eksklusif
3. Untuk mengetahui hubungan umur, pekerjaan dan tingkat pendidikan ibu
dalam pemberian ASI eksklusif.
4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pemberian ASI eksklusif.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Praktis
a. Untuk pengelola program KIA di puskesmas
Penelitian ini dapat menambah wawasan tentang hubungan antara
pengetahuan dan sikap ibu dengan perilaku pemberian ASI eksklusif sehingga
dapat dijadikan sebagai bahan rujukan referensi dalam melakukan upaya
promotif-preventif bidang kesehatan khususnya dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian bayi dan anak.
b. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten
Merupakan bahan masukan dalam rangka penyusunan dan pengambilan
sebagai salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian
bayi dan anak.
1.4.2. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan kajian dalam pengembangan program kesehatan bayi dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
2.1.1. Konsep Perilaku
Perilaku berdasarkan pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan
atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada
hakikatnya adalah suatu aktivitias dari pada manusia itu sendiri. Dengan begitu
perilaku manusia adalah bentangan yang sangat luas, mencakup : berjalan,
berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, perilaku
manusia adalah segala kegiatan manusia itu sendiri, baik ynag dapat diamati
secara langsung, maupun yang tidak dapat diamati secara langsung (Notoatmodjo,
2003).
Perilaku terbentuk dari dua faktor utama, yaitu faktor eksternal (stimulus)
yang berasal dari luar diri manusia, dan faktor internal (respon) yang berasal dari
dalam diri manusia itu sendiri. Faktor eksternal didapatkan dari lingkugan, seperti
social, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Faktor internal menentukan
respon seseorang terhadap stimulus yang ia terima, seperti perhatian, pengamatan,
persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya (Iin Dwi, 2008).
Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2003), membagi perilaku
dalam 3 domain (ranah/kawasan), yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective),
psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanhutnya oleh para ahli
pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain
diukur sebagai berikut :
a) Pengetahuan (knowledge)
b) Sikap (attitude)
2.1.2. Domain Perilaku
2.1.2.1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obejek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai masalah yang dihadapinya.
Pengetahuan tersebut diperoleh dari pengalaman langsung maupun melalui
pengalaman orang lain (Azwar, 2003).
Menurut Rogers (1974) dalam buku Notoatmodjo (2003), mengunkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut
terjadi proses beururutan, yakni :
a) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b) Interest (merasa tertarik ) terhadap stimulus atau objek tersebut.
c) Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap bail dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden suudah lebih baik
lagi.
d) Trial (percobaan), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.
e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.
2.1.2.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Hasan (2009), pengetahuan yang cukup dalam dominan kognitif
mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
Tahu diartikan sebagai mengingatkan suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkatan ini adalah
mengingatkan kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar mengenai objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi secara benar, orang yang telah paham terhadap objek yang
dipelajari.
c) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
d) Analisis (analysis)
Kemampuan untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu peristiwa
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya untuk menjabarkan suatu
materi dalam struktur organisasi.
e) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian didalm suatu keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi yang ada.
f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini
berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
2.1.2.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Tingkat pengetahuan setiap orang bervariasi karena dipengaruhi oleh
faktor-faktor, antara lain :
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada orang lain
terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat di
pungkirin bahwa makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah
pula mereka menerima informasi dan pada akhirnya makin banyak pila
pengetahuan dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingajat
pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang
terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru di perkenalkan
(Hasan, 2009).
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak
langsung (Notoatmodjo, 1997).
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang, akan terjadi perubahan pada aspek
fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar
ada 4 kategori yaitu pertama perubahan ukuran, kedua perubahan proposi,
ketiga hilangnya cirri-ciri lama, keempat timbulnya cirri-ciri baru. Ini
terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek piskologis atau mental
taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa (Hasan, 2009).
4. Minat
Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu
hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam (Anita,
2010).
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang
kurang bail seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika
pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan maka secara
psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam
emosi kejiwaan dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam
kehidupannya (Hasan, 2009).
6. Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaaan di mana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah
mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sanagat
mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu selalu
menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh
dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang (Notoatmodjo,
2005).
7. Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu
mempercepatkan seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
(Notoadmodjo, 2005).
2.1.2.4. Cara memperoleh Pengetahuan
Pengetahuan memungkinkan seseorang memechakan masalah yang
dihadapinya. Menurut Notoadmodjo (2005), cara yang digunakan untuk
memperoleh pengetahuan dapat dilakukan dengan cara tradisional dan cara
moden. Cara tradisional dapat diperoleh mulai cara coba salah (trial and error)
dimana cara ini telah banyak dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan
mungkin sebelumnya adanya peradaban, cara kekuasaan atau otoritas yaitu cara
memperoleh pengetahuan melalui jalan pikiran dimana cara ini sejalan dengan
Sedangkan cara moden yanitu cara baru dalam memperoleh pengetahuan
ini lebih sistematik, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian atau
lebih popular disebut metodologi penelitian (Notoadmodjo, 2005).
2.1.2.5.Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Notoadmodjo, 2003).
2.1.2.6.Variable-variable Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Umur
Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun.
Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak
langsung. Bekerja bagi orang tua akan mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan keluarga (Notoadmodjo, 2005)
Sumber informasi
Sumber informasi adalah semua bentuk infomasi yang dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang. Sumber informasi kesehatan
biasanya berasal dari petugas kesehatan, media ceta, media elektronik,
keluarga maupun masyarakat sekitar. Sumber informasi kesehatan yang
tepat mempunyai peranan besar dalam meningkatkan pengetahuan
individu atau seseorang untuk menerapkan informasi yang ada dalam
kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2005).
2.1.3.1. Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek.(Azwar, 2003).
Menurut Campbell (1950) dalam Notoatmodjo(2005), sikap merupakan
kumpulan dari gejala dalam merespons suatu stimulus sehingga melibatkan
Menurut Newcob dalam Notoatmodjo (2003), sikap merupakan kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanan motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan atau perilaku. (Notoatmodjo, 2003).
Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sikap
mempunyai 3 komponen pokok, yakni :
a) Kepercayaan(keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
b) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
c) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude).
Menurut Notoatmodjo (2003), sikap terdiri daro berbagai tingakatan,
seperti yang dimiliki oleh pengetahuan, yaitu :
1. Menerima (receiving)
Menerima, diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima dan
memperhatikan stimulus yang diberikan oleh suatu subjek.
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segera resiko adalah sikap yang paling tinggi.
2.1.4.1. Tindakan Atau Praktik
Berdasarkan kualitasnya, Notoatmodjo (2003) membagi tingkatan
tindakan atau praktik dibedakan menjadi 4, yaitu :
Persepsi merupakan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil adalah praktek tingkat pertama.
b) Respon terpimpin (guided responce)
Respon terpimpin merupakan sesuatu yang sesuai dengan urutan yang
benar sesuai dengan contoh, merupakan indicator praktek tingkat dua.
c) Mekanisme (mechanism)
Seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan praktek tingkat ketiga.
d) Adaptasi (adaptation)
Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya
tindakan sudah dimodfikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari,
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung,
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,
2007).
2.2. Pengertian Air Susu Ibu (ASI)
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan
protein,laktosa dan garam anorganik yang disekresi oleh kalenjar mamae ibu yang
sangat penting sebagai makanan optimum bagi bayinya ( Arifin, 2004). Menurut
WHO Global Bank Data (1996), pemberian ASI dapat dibagikan kepada beberapa
kategori yang didefinisikan sebagai berikutnya iaitu :
a) ASI eksklusif berarti si bayi hanya menerima air susu ibu dari ibunya atau
air susu yang telah diekspresi dan tidak menerima sama sekali makanan
atau cairan yang lain kecuali syrup yang mengandungi vitamin, mineral
atau obat selama enam bulan pertama kehidupan.
b) ASI predominan berarti sumber nutrisi utama bayi adalah air susu ibu.
Malah bayi juga menerima air dan minuman lain (yang berperisa seperti
yang berbentuk cairan selain minuman jus buah dan air glukosa, tidak
tergolong dibawah definisi ini.
c) ASI Penuh berarti bayi menerima ASI eksklusif serta ASI predominant
bersamaan.
d) ASI Komplementari membawa maksud bayi menerima air susu ibu serta
makanan yang solid atau semi solid.
2.3. Keunggulan ASI dan Menyusui
ASI sebagai makanan bayi mempunyai kebaikan alamiah secara
semulajadi untuk bayi, serta ASI juga praktis, ekonomis, dan mudah dicerna. ASI
memiliki komposisi, zat gizi yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
pencernaan bayi. ASI mengandung laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan
susu formulir dan bagi bayi, dikarenakan ususnya belum cukup sempurna maka
laktosa dalam air susu ibu akan dipermentasi menjadi asam laktat yang
bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen. Selain
itu ASI juga merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menghasilkan
asam organik dan mensintesa beberapa jenis vitamin serta memudahkan
terjadinya pengendapan calsium-cassienat. Tambahan pula, ASI memudahkan
penyerahan berbagai jenis mineral, seperti calsium,magnesium dan ASI
mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi selama 5-6
bulan pertama, seperti: Immunoglobin, Lysozyme, Complemen C3 dan C4, dan
merupakan pemancu system imun bayi dimana ASI bertindak sebagai anti infeksi
terutama terhadap infeksi stapiloccocus, lactobacillus, Bifidus, Lactoferrin. ASI
tidak mengandung beta-lactoglobulin yang dapat menyebabkan alergi pada bayi
(Siregar, 2004).
Proses pemberian ASI dapat mengeratkan hubungan psikologis antara ibu
dan bayi. Selain memberikan kebaikan bagi bayi, ASI juga dapat mempengaruhi
sifat emosi ibu yaitu dengan menimbulkan suatu rasa kebanggaan dari ibu, bahwa
ia dapat memberikan “kehidupan” kepada bayinya serta terjalinnya hubungan
yang lebih erat karena secara alamiah terjadi kontak kulit antara ibu dan anak
(Anonim, 2005). Tambahan pula, dengan menyusui ,rahim ibu akan berkontraksi
dengan lebih cepat dan dapat menyebabkan pengembalian keukuran rahim
sebelum hamil. Ibu-ibu yang menyusui juga mendapat manfaat dari segi
mempercepat berhentinya pendarahan post partum dan juga kesuburan ibu
menjadi berkurang untuk bebeberapa bulan dengan tujuan boleh menjarangkan
suatu kehamilan dengan yang berikutnya. ASI juga dapat mengurangi
kemungkinan kanker payudara serta kanker rahim di masa depan kelak bagi
ibu-ibu (Siregar, 2004).
2.4. Produksi ASI
Proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang oleh
isapan mulut bayi pada puting susu ibu. Gerakan tersebut merangsang kelenjar
Pituitary Anterior untuk memproduksi sejumlah prolaktin, hormon utama yang
mengandalkan pengeluaran air susu. Proses pengeluaran air susu juga tergantung
pada Let Down Replex, dimana hisapan puting dapat merangsang kelenjar
pituitary posterior untuk menghasilkan hormon oksitoksin, yang dapat
merangsang serabut otot halus di dalam dinding saluran susu agar membiarkan
susu dapat mengalir secara lancar. Kegagalan dalam perkembangan payudara
secara fisiologis untuk menampung air susu sangat jarang terjadi (Barnes, 1997).
Payudara secara fisiologis merupakan tenunan aktif yang tersusun seperti pohon
tumbuh di dalam puting dengan cabang yang menjadi ranting semakin
mengecil.Susu diproduksi pada akhir ranting dan mengalir kedalam
cabang-cabang besar menuju saluran ke dalam putting. Secara visual payudara dapat di
gambarkan sebagai setangkai buah anggur, mewakili tenunan kelenjar yang
mengsekresi dimana setiap selnya mampu memproduksi susu, bila sel-sel
myoepithelial di dalam dinding alveoli berkontraksi, anggur tersebut terpencet
dan mengeluarkan susu ke dalam ranting yang mengalir ke cabang-cabang lebih
besar, yang secara perlahan-lahan bertemu di dalam aerola dan membentuk sinus
lactiterous (Arora, 2000). Pusat dari areda (bagan yang berpigmen) adalah
putingnya,yang tidak kaku letaknya dan dengan mudah dihisap (masuk kedalam)
mulut bayi. Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
mamae yang mengandung tissue debris dan redual material yang terdapat dalam
alveoli dan ductus dari kelenjar mamae sebelum dan segera sesudah melahirkan
anak. Disekresi oleh kelenjar mamae dari hari pertama sampai hari ketiga atau
keempat, dari masa laktasi (Barnes,1997). Komposisi kolostrum dari hari ke hari
berubah. Merupakan cairan kental yang ideal yang berwarna kekuning-kuningan,
lebih kuning dibandingkan ASI Matur. Merupakan suatu laxanif yang ideal untuk
membersihkan meconeum usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran
pencernaan bayi untuk menerima makanan selanjutnya. Kolostrum lebih banyak
mengandung protein dibandingkan ASI Mature (Pisacane, 2005). Protein ASI
Matur yang utama adalah globulin dan pada kolostrum protein yang utama
adalah casein, sehingga dapat memberikan daya perlindungan tubuh terhadap
infeksi. Lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI Mature yang dapat
memberikan perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan pertama. Kolustrum
mempunyai kadar karbohidrat dan lemaknya yang lebih rendah dibandingkan
dengan ASI Mature.Total energi lebih rendah dibandingkan ASI Mature yaitu 58
kalori/100 ml colostrum. Vitamin larut lemak lebih tinggi. Sedangkan Kolostrum
mengandung vitamin larut dalam air dapat lebih tinggi atau lebih rendah. Didapati
bila kolustrum dipanaskan ia menggumpal, manakala ASI Mature tidak dan pH
kolustrum lebih alkalis dibandingkan ASI Mature (Kusumawati, 2010).
Disamping itu, kolustrum mengandung lemak yang tinggi yaitu cholestrol dan
lecitin di bandingkan ASI Mature. Kolostrum mengandung trypsin inhibitor,
sehingga hidrolisa protein di dalam usus bayi menjadi kurang sempurna, dan ini
menambahkan kepada kadar antibodi pada bayi. Volume kolostrum berkisar
150-300 ml/24 jam (Siregar, 2004).
Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi),merupakan ASI peralihan dari
colostrum menjadi ASI Mature. Disekresi dari hari ke 4 – hari ke 10 dari masa
laktasi, tetapi ada pula yang berpendapat bahwa ASI Mature baru akan terjadi
pada minggu ke 3– ke 5 (Li Y, 1999). Kadar protein semakin rendah, sedangkan
kadar lemak dan karbohidrat semakin tinggi beserta volumenya juga semakin
Menurut Siregar (2004), Air Susu Mature, yang disekresi pada hari ke 10
dan seterusnya, dikatakan komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang
mengatakan bahwa dari minggu ke 3 sampai ke 5 komposisi ASI baru
konstan.ASI Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi dan merupakan
satu-satunya makanan yang harus diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi.
ASI merupakan makanan yang mudah di dapat, selalu tersedia, siap diberikan
pada bayi tanpa persiapan yang khusus dengan temperatur yang sesuai untuk bayi
(Kusumawati, 2010). Dari penelitian Kusumawati (2010), dunyatakan air susu
matur merupakan cairan putih kekuning-kuningan, karena mengandung
casienat,riboflaum dan karotin. Air susu matur tidak menggumpal bila dipanaskan
dan volume yang disekresi adalah sekitar 300 – 850 ml/24 jam dan terdapat anti
microbaterial factor, yaitu:
• Antibodi terhadap bakteri dan virus.
• Cell (phagocyle, granulocyle, macrophag, lymhocycle type T)
• Enzim (lysozime, lactoperoxidese)
• Protein (lactoferrin, B12 Ginding Protein)
• Faktor resisten terhadap staphylococcus.
• Complement ( C3 dan C4)
2.4.1. Volume Produksi ASI
Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat ASI
mulai menghasilkan ASI. Apabila tidak ada kelainan, pada hari pertama sejak
bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-100 ml sehari dari jumlah ini akan terus
bertambah sehingga mencapai sekitar 400-450 ml pada waktu bayi mencapai usia
minggu kedua. Jumlah tersebut dapat dicapai dengan menysusui bayinya selama
4 – 6 bulan pertama (Kusumawati, 2010). Karena itu selama kurun waktu tersebut
ASI mampu memenuhi lkebutuhan gizinya. Setelah 6 bulan volume pengeluaran
dipenuhi oleh ASI saja dan harus mendapat makanan tambahan. Dalam keadaan
produksi ASI telah normal, volume susu terbanyak yang dapat diperoleh adalah 5
menit pertama. Penyedotan/penghisapan oleh bayi biasanya berlangsung selama
15-25 menit .Selama beberapa bulan berikutnya bayi yang sehat akan
mengkonsumsi sekitar 700-800 ml ASI setiap hari ( Rossita, 2000). Akan tetapi
penelitian yang dilakukan pada beberpa kelompok ibu dan bayi menunjukkan
terdapatnya variasi dimana seseorang bayi dapat mengkonsumsi sampai 1 liter
selama 24 jam, meskipun kedua anak tersebut tumbuh dengan kecepatan yang
sama. Konsumsi ASI selama satu kali menysui atau jumlahnya selama sehari
penuh sangat bervariasi. Ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan volume
air susu yang diproduksi, meskipun umumnya payudara yang berukuran sangat
kecil, terutama yang ukurannya tidak berubah selama masa kehamilan hanya
memproduksi sejumlah kecil ASI (Rossita, 2000).
Pada ibu-ibu yang mengalami kekurangan gizi, jumlah air susunya dalam
sehari sekitar 500-700 ml selama 6 bulan pertama, 400-600 ml dalam 6 bulan
kedua, dan 300-500 ml dalamtahun kedua kehidupan bayi. Penyebabnya mungkin
dapat ditelusuri pada masa kehamilan dimana jumlah pangan yang dikonsumsi
ibu tidak memungkinkan untuk menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya,
yang kelak akan digunakan sebagai salah satu komponen ASI dan sebagai
sumber energi selama menyusui. Akan tetapi kadang-kadang terjadi bahwa
peningkatan jumlah produksi konsumsi pangan ibu tidak selalu dapat
meningkatkan produksi air susunya (Dias, 2007). Produksi ASI dari ibu yang
kekurangan gizi seringkali menurun jumlahnya dan akhirnya berhenti, dengan
akibat yang fatal bagi bayi yang masih sangat muda. Di daerah-daerah dimana
ibu-ibu sangat kekurangan gizi seringkali ditemukan “marasmus” pada bayi-bayi
berumur sampai enam bulan yang hanya diberi ASI (Siregar, 2004).
2.5. Komposisi ASI
Kandungan kolostrum berbeda dengan air susu yang mature karena
kolostrum mengandungi lebih banyak imunoglobin A (IgA), laktoterin dan sel-sel
darah putih, dan kesemuanya sangat penting untuk pertahanan tubuh bayi.
dan mineral-mineral sepeerti natrium (Na) dan seng (Zn) yang lebih banyak
(Roelis, 2008). Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein, dan sisanya
berupa protein whey yang larut. Kandungan kasein yang tinggi akan membentuk
gumpalan yang relatif keras dalam lambung bay (Rossita, 2000). Walaupun
kandungan total protein ASI lebih sedikit berbanding susu sapi, namun bagian
protein ‘whey’-nya lebih banyak, sehingga akan membetuk gumpalan yang lunak
dan lebih mudah dicerna serta diserap oleh usus bayi. Sekitar setengah dari energi
yang terkandung dalam ASI berasal dari lemak, yang lebih mudah dicerna dan
diserap oleh bayi dibandingkan dengan lemak susu sapi, sebab ASI mengandung
lebih banyak enzim pemecah lemak (lipase) (Barnes, 1997). Kandungan total
lemak sangat bervariasi dari satu ibu ke ibu lainnya, dari satu fase laktasi air susu
yang pertama kali keluar hanya mengandung sekitar 1 – 2% lemak dan terlihat
encer. Air susu yang encer ini akan membantu memuaskan rasa haus bayi waktu
mulai menyusui (Santo, 2007). Air susu berikutnya disebut ‘hind milk’,
mengandung sedikitnya tiga sampai empat kali lebih banyak lemak. Ini akan
memberikan sebagian besar energi yang dibutuhkan oleh bayi, sehingga penting
diperhatikan agar bayi, banyak memperoleh air susu ini. Laktosa (gula susu)
merupakan satu-satunya karbohidrat yang terdapat dalam air susu murni.
Jumlahnya dalam ASI tak terlalu bervariasi dan erdapat lebih banyak
dibandingkan dengan susu sapi (Siregar, 2004).
Disamping fungsinya sebagai sumber energi, juga didalam usus sebagian
laktosa akan diubah menjadi asam laktat. Didalam usus asam laktat tersebut
membantu mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan juga
membantu penyerapan kalsium serta mineral-mineral lain. ASI mengandung lebih
sedikit kalsium daripada susu sapi tetapi lebih mudah diserap, jumlah ini akan
mencukupi kebutuhan untuk bahan-bahan pertama kehidupannya ASI juga
mengandung lebih sedikit natrium, kalium, fosfor dan chlor dibandingkan dengan
susu sapi, tetapi dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi. Apabila makanan
yang dikonsumsi ibu memadai, semua vitamin yang diperlukan bayi selama empat
sampai enam bulan pertama kehidupannya dapat diperoleh dari ASI. Hanya
pada anak yang diberi ASI, bila kulitnya sering terkena sinar matahari (Nagib,
1998). Vitamin D yang terlarut dalam air telah ditemukan terdapat dalam susu,
meskipun fungsi vitamin ini merupakan tambahan terhadap vitamin D yang
terlarut lemak (Siregar, 2004).
Tabel 2.1 Komposisi Kolostrum, ASI dan Susu Sapi untuk setiap 100 ml
Zat-zat Gizi Kolostrum ASI Susu Sapi
Energi (K Cal) Protein (g) - Kasein/whey - Kasein (mg)
2.6. Manajemen Laktasi
Manajemen laktasi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk menunjang
keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama dimulai pada masa
kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa menyusui selanjutnya.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut :
2.6.1. Pada masa Kehamilan (antenatal)
Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang manfaat dan keunggulan
ASI, manfaat menyusui baik bagi ibu maupun bayinya, disamping bahaya
pemberian susu botol. Turut dilakukan pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan
payudara serta keadaan puting susu untuk menilai apakah ada kelainan atau tidak.
Disamping itu perlu dipantau kenaikan berat badan ibu hamil. Perawatan
payudara mulai kehamilan umur enam bulan agar ibu mampu memproduksi dan
memberikan ASI yang cukup. Memperhatikan gizi atau makanan juga ditambah
mulai dari kehamilan trisemester kedua sebanyak 1 1/3 kali dari makanan pada
saat belum hamil. Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Dalam hal
ini perlu diperhatikan keluarga terutama suami kepada istri yang sedang hamil
untuk memberikan dukungan dan membesarkan hatinya ( Kong, 1999).
2.6.2. Pada masa segera setelah persalinan (prenatal)
Ibu dibantu menyusui 30 menit setelah kelahiran dan ditunjukkan cara
menyusui yang baik dan benar, yakni: tentang posisi dan cara melekatkan bayi
pada payudara ibu. Tambahan pula, kontak langsung antara bayi-ibu selama 24
jam sehari agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal. Ibu nifas diberikan
kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000S1) dalam waktu dua minggu setelah
melahirkan (Rossita, 2000).
2.6.3. Pada masa menyusui selanjutnya (post-natal)
Menyusui dilanjutkan secara ekslusif selama 4 bulan pertama usia bayi,
yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa makanan/minuman lainnya. Perhatikan
gizi/makanan ibu menyusui, perlu makanan 1 ½ kali lebih banyak dari biasa dan
ketenangan pikiran dan menghindarkan kelelahan yang berlebihan agar produksi
ASI tidak terhambat (Roelis, 2002). Pengertian dan dukungan keluarga terutama
suami penting untuk menunjang keberhasilan menyusui. Rujuk ke Posyandu atau
Puskesmas atau petugas kesehatan apabila ada permasalahan menysusui seperti
payudara banyak disertai demam. Menghubungi kelompk pendukung ASI
terdekat untuk meminta pengalaman dari ibu-ibu lain yang sukses menyusui bagi
mereka. Memperhatikan gizi/makanan anak, terutama mulai bayi 4 bulan, berikan
MP ASDI yang cukup baik kuantitas maupun kualitas (Nordiati, 1997).
2.7. Makanan Bayi Berusia 0-6 bulan
Ibu-ibu seharusnya bersyukur bila payudaranya, ternyata dapat
memproduksi air susu yang berlimpah, karena anugerah tuhan ini tidak dimiliki
oleh semua ibu. Meskipun demikian, diperkirakan 80% dari jumlah ibu yang
melahirkan ternyata mampu menghasilkan air susu dalm jumlah yang cukup untuk
keperluan bayinya, secara penuh tanpa makanan tambahan selama enam bulan
pertama. Bahkan ibu yang gizinya kurang baikpun sering dapat menghasilkan ASI
cukup tanpa makanan tambahan selama 3 bulan pertama (Winarho, 1990).
Dalam usia 0-6 bulan bayi sepenuhnya mendapat makanan berupa ASI dan
tidak perlu di beri makanan lain, kecuali jka ada tanda-tanda produksi ASI tidak
mencukupi.Keadaan gizi anak pada waktu lahir sangat dipengaruhi oleh keadaan
gizi semasa hamil (Suharyono, 1989). Ibu yang semasa hamilnya menderita
gangguan gizi selain akan melahirkan anak yang gizinya tidak baik, juga
kemungkinan dapat melahirkan anak dengan berbagai kelainan dalam
pertumbuhannya, atau mungkin anak akan lahir mati (Scott, 2005). Hanya
makanan yang memenuhi syarat gizi bagi anak dan bagi ibunya yang dapat
membantu syarat gizi bagi wanita hamil dan pengaturan makanan anak yang
sesuai merupakan masalah pokok yang perlu dihayati oleh para ibu.
Menyusui adalah cara makan bayi yang tradisional dan ideal, yang
biasanya sanggup memenuhi kebutuhan gizi seseorang bayi untuk masa hidup
empat sampai enam bulan pertama. Bahkan setelah diperkenankan bahan
makanan tambahan yang utama, ASI masih tetap merupakan sumber utama yang
makanan yang paling utama. Pemberian ASI masa ini memberikan beberpa
keuntungan (Scott, 2005). Betapa pun tingginya dan baiknya mutu ASI sebagai
makanan bayi, manfaatnya bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi sangat
ditentukan oleh jumlah ASI yang dapat diberikan oleh ibu jika kebaikan dan mutu
ASI yang dapat dihasilkan oleh ibu tidak sesuai dengan kebutuhan bayi, dan
akibatnya bayi akan menderita gangguan gizi (Iin Dwi, 2008). ASI sebagai
makanan tunggal harus diberikan sampai bayi berumur 6 bulan. Hal ini sesuai
dengan kebijaksanaan PP-ASI yaitu ASI diberikan selama 2 tahun dan baru pada
usia 4 bulan bayi mulai di beri makanan pendamping ASI, paling lambat usia 6
bulan karena ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi pada 4 bulan pertama. Adapun
makanan bayi umur 0-6 bulan adalah seperti susui bayi segera 30 menit setelah
lahir.Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI. Pada period
ini ASI saja sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, karena ASI adalah
makanan terbaik untuk bayi. Menyusui sangat baik untuk bayi dan ibu. Dengan
menysusui akan terjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan anak. Juga
dianjurkan supaya memberikan kolostrum kepada bayi (Scott, 2005). Selain itu,
juga haruslah berikan ASI dari kedua payudara, kiri dan kanan secara
bergantian, tiap kali sampai payudara terasa kosong. Payudara yang dihisap
sampai kosong merangsang produksi ASI yang cukup.Berikan ASI setiap kali
meminta/menangis tanpa jadwal dan ASI diberi 0-10 kali setiap hari, termasuk
pada malam hari (Soenarto, 1999).
2.8. Faktor-faktor yang memperoleh Produksi ASI
Adapun hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI antara lain adalah:
2..1. Makanan Ibu
Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui
tidak secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang
dihasilkan. Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat gizi yang dapat
digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan. Akan tetapi jika makanan ibu terus
menerus tidak mengandung cukup zat gizi yang diperlukan tentu pada akhirnya
kelenjar-kelenjar pembuat air susu dalam buah dada ibu tidak akan dapat bekerja
gizi dalam 1 liter ASI setara dengan unsur gizi yang terdapat dalam 2 piring nasi
ditambah 1 butir telur. Jadi diperlukan kalori yang setara dengan jumlah kalori
yang diberikan 1 piring nasi untuk membuat 1 liter ASI. Agar Ibu menghasilkan 1
liter ASI diperlukan makanan tambahan disamping untuk keperluan dirinya
sendiri, yaitu setara dengan 3 piring nasi dan 1 butir telur. Apabila ibu yang
sedang menyusui bayinya tidak mendapat tambahan makanan, maka akan terjadi
kemunduran dalam pembuatan ASI. Terlebih jika pada masa kehamilan ibu juga
mengalami kekurangan gizi. Karena itu tambahan makanan bagi seorang ibu yang
sedang menyusui anaknya mutlak diperlukan. Dan walaupun tidak jelas pengaruh
jumlah air minum dalam jumlah yang cukup.Dianjurkan disamping bahan
makanan sumber protein seperti ikan, telur dan kacang-kacangan, bahan makanan
sumber vitamin juga diperlukan untuk menjamin kadar berbagai vitamin dalam
ASI (Siregar, 2004).
• Ketentraman Jiwa dan Pikiran
Pembuahan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang
selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai
bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya.
Pada ibu ada 2 macam, reflek yang menentukan keberhasilan dalam menyusui
bayinya, reflek tersebut adalah:
• Reflek Prolaktin
Reflek ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi
menghisap payudara ibu, terjadi rangsangan neurohormonal pada puting susu dan
aerola ibu. Rangsangan ini diteruskan ke hypophyse melalui nervus vagus, terus
ke lobus anterior. Dari lobus ini akan mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke
peredaran darah dan sampai pada kelenjar -kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini
akan terangsang untuk menghasilkan ASI (Siregar, 2004).
• Let-down Reflex (Milk Ejection Reflex)
Refleks ini membuat memancarkan ASI keluar. Bila bayi didekatkan pada
payudara ibu, maka bayi akan memutar kepalanya kearah payudara ibu. Refleks
menoleh). Bayi secara otomatis menghisap putting susu ibu dengan bantuan
lidahnya. Let-down reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada ibu yang
mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran. Gangguan
terhadap let down reflex mengakibatkan ASI tidak keluar. Bayi tidak cukup
mendapat ASI dan akan menangis.Tangisan bayi ini justru membuat ibu lebih
gelisah dan semakin mengganggu let down reflex (Rossita, 2000).
• Pengaruh persalinan dan klinik bersalin
Banyak ahli mengemukakan adanya pengaruh yang kurang baik terhadap
kebiasaan memberikan ASI pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit atau
klinik bersalin lebih menitik beratkan upaya agar persalinan dapat berlangsung
dengan baik, ibu dan anak berada dalam keadaan selamat dan sehat. Masalah
pemebrian ASI kurang mendapat perhatian. Sering makanan pertama yang
diberikan justru susu buatan atau susu sapi (Arora, 2000). Hal ini memberikan
kesan yang tidak mendidik pada ibu, dan ibu selalu beranggapan bahwa susu sapi
lebih dari ASI. Pengaruh itu akan semakin buruk apabila disekeliling kamar
bersalin dipasang gambar-gambar atau poster yang memuji penggunaan susu
buatan (Kusumawati, 2010).
• Penggunaan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesteron. Bagi ibu yang dalam masa menyusui tidak dianjurkan menggunakan
kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen, karena hal ini dapat
mengurangi jumlah produksi ASI bahkan dapat menghentikan produksi ASI
secara keseluruhan oleh karena itu alat kontrasepsi yang paling tepat digunakan
adalah alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yaitu IUD (Intra-Urethral
Device)atau spiral. Karena AKDR dapat merangsang uterus ibu sehingga secara
tidak langsung dapat meningkatkan kadar hormon oxitoksin, yaitu hormon yang
dapat merangsang produksi ASI (Siregar, 2004).
Perilaku pemberian ASI eksklusif sangat dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti tersebut di atas tapi karena adanya keterbatasan waktu, biaya dan
kemampuan peneliti, maka hanya faktor pengetahuan dan sikap ibu terhadap
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. KERANGKA KONSEP
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian 3.2. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL
a) Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui ibu yang mempunyai
bayi umur 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan yang
terkait dengan pengertian ASI eksklusif, cara pemberian, umur bayi yang
akan diberikan ASI eksklusif, serta manfaat diberikannya ASI eksklusif.
b) Sikap adalah segala sesuatu yang dianut oleh ibu yang mempunyai bayi
umur 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan yang menjadi
pengarah tingkah laku dalam mencapai tujuan yang diinginkan dalam
pemberian ASI eksklusif.
c) Tindakah pemberian ASI eksklusif adalah tindakan atau perbuatan ibu
yang mempunyai bayi umur 6-12 bulan dalam pemberian ASI eksklusif. VARIABEL DEPENDEN VARIABEL INDEPENDEN
Pengetahuan Ibu
Sikap Ibu
3.2.1. Variabel Independen
Variabel pengetahuan dan sikap diukur dengan menggunakan dengan
skala pengukuran berdasarkan Pratomo (1990) sebagai berikut :
1. Pengetahuan responden tentang ASI eksklusif menggunakan skala ordinal dikategorikan atas :
1. Baik apabila nilai yang diperoleh >50% dari nilai tertinggi
2. Kurang apabila nilai yang diperoleh <50% dari nilai tertinggi
2. Sikap responden terhadap ASI eksklusif menggunakan skala ordinal dikategorikan atas :
1. Baik apabila nilai yang diperoleh >50% dari nilai tertinggi
2. Kurang apabila nilai yang diperoleh <50% dari nilai tertinggi
3.2.2. Variable dependen
Tindakan pemberian ASI eksklusif diukur dari kualitas pemberian ASI
eksklusif menggunakan skala ordinal, dikategorikan atas :
1. Baik apabila nilai yang diperoleh >50% dari nilai tertinggi
Table 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian.
Hipotesis adalah sebuah pernyataan tentang hubungan yang diharapkan
antara dua variable atau lebih yang dapat diuji secara empiris (Notoatmodjo,
2002). Dalam penelitian ini dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :
Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu tentang ASI eksklusif
dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Kecamatan Padang
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian cross-sectional melalui survei
dengan menggunakan pendekatan explainatory research yaitu yang menjelaskan
pengaruh antara faktor-faktor atau variable-variabel melalui pengujian hipotesa.
4.2. Waktu Dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas kecamatan Padang
Bulan, Medan dengan pertimbangan di kecamatan tersebut cakupan pemberian
ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan yang masih rendah.
Penelitan dimulai dengan penulusuran kepustakaan, survey awal,
konsultasi judul, penyusunana proposal, pengolahan data dan penyusunan hasil
penelitian serta seminar hasil penelitian selama dua semester yaitu dari bulan
Februari sampai dengan November 2011.
4.3. Populasi Dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi target dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai
anak usia 6-12 bulan, sedangkan yang menjadi populasi terjangkau adalah semua
ibu yang mempunyai anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Kecamatan Padang
Bulan.
4.3.2. Sampel
Yang menjadi sampel dalam peneliian ini adalah ibu yang mempunyai
anak usia 6-12 bulan di Puskesmas Kecamatan Padang Bulan, Kota Medan dan
memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.
4.3.2.1 Kriteria Inklusi
1. Bertempat tinggal di Kelurahan Padang Bulan, Kota Medan
2. Bersedia menjadi sampel penelitan dengan menandatangani lembar
persetujuan setelah penjelasan (informed consent)
3. Ibu yang mempunyai anak usia 0-12 bulan
4.3.2.2 Kriteria Eksklusi
1. Bayi yang mempunyai kontraindikasi untuk menerima ASI.
2. Ibu yang mempunyai kontraindikasi untuk menyusui bayinya.
3. Responden yang tidak melengkapkan formulir kuesioner
selengkapnya.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling
dimana semua sampel yang didapat dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuh (Ardinata,
2010). Namun apabila besar populasi (N) tidak diketahui atau (N-n)/(N-1)=1
maka besar sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Yang bisa diringkaskan kepada:
Keterangan :
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
α = derajat kepercayaan
q = 1-p (proposi ibu yang tidak memberi ASI secara eksklusif)
d = limit dari error atau presisi absolute
Jika ditetapkan = 0,05 atau = 1,96 atau = atau
dibulatkan menjadi 4. Jika tidak diketemukan nilai p dari penerlitian atau
literature lain, maka dapat dilakukan maximal estimation dengan p=0,5. Jika ingin
teliti maka nilai d diobah sekitar 2,5% (0.025) atau lebih kecil lagi.
Makanya, jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebesar :
Makanya, besar sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 97 orang.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
4.4.1. Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer
dan data sekunder.
4.4.1.1. Data primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara kepada
responden, berpedoman pada kuesioner penelitian tentang karakteristik
responden, tingkat pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif, sikap ibu mengenai
ASI eksklusif dan tindakan pemberian ASI eksklusif.
4.4.1.2. Data sekunder
Diperoleh dari Kantor Camat Padang Bulan, dan Puskesmas Padang
Bulan, tentang data geografis wilayah, demografi, sarana kesehatan, serta
data-data pendukung lainnya.
4.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menunjukkan sejauh mana skor/ nilai/ ukuran yang diperoleh
benar-benar menyatakan hasil pengukuran/ pengamatan yang ingin diukur.
Validitas pada umumnya dipermasalahkan berkaitan dengan hasil pengukuran
psikologis atau non fisik. Berkaitan dengan karakteristik psikologis, hasil
pengukuran yang diperoleh sebenarnya diharapkan dapat menggambarkan atau
memberikan skor/ nilai suatu karakteristik lain yang menjadi perhatian utama.
Macam validitas umumnya digolongkan dalam tiga kategori besar, yaitu validitas
isi (content validity), validitas berdasarkan kriteria (criterion-related validity) dan
validitas konstruk. Pada penelitian ini akan dibahas hal menyangkut validitas
untuk menguji apakah pertanyaanpertanyaan itu telah mengukur aspek yang
sama. Untuk itu dipergunakanlah validitas konstruk. Uji validitas dilakukan
dengan mengukur korelasi antara variabel/ item dengan skor total variabel. Cara
mengukur validitas konstruk yaitu dengan mencari korelasi antara masing-masing
pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi product
moment, sebagai berikut :
dimana r : koefisien korelasi product moment
X : skor tiap pertanyaan/ item
Y : skor total
N : jumlah responden
Setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total diperoleh, nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai kritik. Selanjutnya, jika nilai koefisien korelasi product moment dari suatu pertanyaan tersebut berada diatas nilai tabel kritik, maka pertanyaan tersebut signifikan.
4.4.2.2.Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan .Setiap alat pengukur seharusnya
waktu ke waktu. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas
yaitu dengan teknik belah dua. Teknik ini diperoleh dengan membagi item-item
yang sudah valid secara acak menjadi dua bagian. Skor untuk masing-masing item
pada tiap belahan dijumlahkan, sehingga diperoleh skor total untuk masingmasing
item belahan. Selanjutnya skor total belahan pertama dan belahan kedua dicari
korelasinya dengan menggunakan teknik korelasi product moment. Angka
korelasi yang dihasilkan lebih rendah daripada angka korelasi yang diperoleh jika
alat ukur tersebut tidak dibelah. Cara mencari reliabilitas untuk keseluruhan item
adalah dengan mengkoreksi angka korelasi yang diperoleh menggunakan rumus :
dimana ,
: reliabilitas internal seluruh instrumen
: korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua
Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan
reabilitas dengan mengunakan program SPSS. Sampel yang digunakan dalam uji
validitas ini memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian.
Jumlah sampel dalam uji validitas dan reabilitas ini adalah sebanyak 20 orang.
Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner Penelitian
Variabel Nomor
Pertanyaan
Total
Pearson
Correlation
Status
Valid
Alpha Status
Reabilitas
Pengetahuan 1 0.698 Valid 0.869 Reable
2 0.504 Valid Reable
3 0.733 Valid Reable
4 0.631 Valid Reable
5 0.647 Valid Reable
6 0.698 Valid Reable
7 0.504 Valid Reable
8 0.733 Valid Reable
9 0.631 Valid Reable
10 0.647 Valid Reable
Sikap 1 0.477 Valid 0.605 Reable
2 0.448 Valid Reable
3 0.474 Valid Reable
4 0.555 Valid Reable
5 0.467 Valid Reable
Tindakan 1 0.728 Valid 0.705 Reable
2 0.576 Valid Reable
3 0.677 Valid Reable
4 0.576 Valid Reable
4.5. Pengolahan Dan Analisa Data
Data yang telah dikumpul, diedit dan dikoding secara manual. Teknik
analisa data dilakukan dengan menggunakan uji statistic regresi berganda pada
tingkat kepercayaan 95% (α=0,05), untuk menjelaskan hubungan tingakat
pengetahuan dan sikap ibu mengenai ASI eksklusif terhadap tindakan pemberian
ASI eksklusif (Santoso, 2000).
4.5.1. Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian diolah yang meliputi:
1) Editing dilakukan untuk meneliti kembali setiap daftar pertanyaan
yang sudah diisi. Editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan
pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban.
2) Coding, setiap data diteliti, selanjutnya adalah memberikan kode
pada jawaban ditepi kanan lembar pertanyaan. Pengisian
berdasarkan jawaban responden.
3) Scoring, setelah dilakukan pengkodean kemudian pemberian nilai
sesuai dengan skor yang ditentukan. Bila jawaban benar diberi skor
2, salah diberi skor 1 dan tidak tahu diberi skor 0.
4) Tabulasi data adalah kelanjutan dari pengkodean pada proses
pengolahan data. Hal ini dilakukan agar lebih mudah penyajian data
dalam bentuk distribusi frekuensi.
5) Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
deskriptif. Setelah data diolah dianalisis dengan komputer dengan
analisis Chi Square Test untuk membuktikan hipotesis ada
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, selanjutnya
untuk mengetahui tingkat kekuatan hubungan yang ada dilanjutkan