KESIAPAN PENSIUN KARYAWAN PELAKSANA
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III KANTOR DIREKSI MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
DINI ATIKA RAHMI 081301078
FAKULTAS PSIKOLOGI
KESIAPAN PENSIUN KARYAWAN PELAKSANA
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III KANTOR DIREKSI MEDAN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
DINI ATIKA RAHMI 081301078
FAKULTAS PSIKOLOGI
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :
Kesiapan Pensiun Karyawan Pelaksana PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan
adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Oktober 2012
Kesiapan Pensiun Karyawan Pelaksana PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan
Dini Atika Rahmi dan Ferry Novliadi
ABSTRAK
Individu yang bekerja sebagai karyawan di suatu instansi/perusahaan memiliki batas usia tertentu, hingga akan tiba waktunya ia harus pensiun. Batas usia pensiun di Indonesia berkisar antara 55 – 60 tahun, dimana pada rentang usia tersebut berada pada tahap perkembangan dewasa menengah dan dalam tugas perkembangannya tidak disebutkan untuk menghadapi masa pensiun. Peralihan kondisi dari seorang karyawan menjadi pensiunan adalah masa transisi yang rentan menimbulkan stress. Oleh karena itu diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang untuk menghadapinya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif, dan bertujuan untuk melihat tingkat kesiapan pensiun dalam diri karyawan yang sudah mendekati masa pensiun. Dalam penelitian ini terdapat tiga aspek yang diukur yakni; kesiapan finansial, fisik, dan mental emosional. Responden penelitian adalah seluruh karyawan PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang berusia 50-55 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan secara umum kesiapan pensiun karyawan berada di kategori Tinggi. Dilihat dari tiap aspek, kesiapan pensiun dalam aspek kesiapan fisik dan finansial berada pada kategori Tinggi, sedangkan aspek kesiapan mental dan emosional berada di kategori Sedang. Dari hasil penelitian ini diharapkan agar bisa menjadi saran untuk perusahaan untuk membuat program kesiapan pensiun yang berfokus pada kesiapan mental para karyawan untuk menghadapi pensiun, dan untuk karyawan agar lebih mempersiapkan diri menjelang datangnya pensiun.
Employee’s Retirement Readiness of PT. Perkebunan Nusantara III Head Office
Medan
Dini Atika Rahmi and Ferry Novliadi
ABSTRACT
A person who works as an employee in a company has an age-limit until at certain time s/he has to retire. In Indonesia, the retirement age is about 50 to 60 years old, which in developmental stage it is at middle adulthood, and based on developmental task the employee doesn’t have to prepare for retirement yet. The transition from an employee to a retired-person is susceptible to lead to stress. Therefore, a good preparation and planning is very crucial.
This study used a quantitative-descriptive, and aimed to find out the level of retirement readiness of the employee who will retire few years later. There are three aspects that were measured; financial readiness, physical, and mental-emotional. The respondents were all employee of PT. Perkebunan Nusantara III Head Office Medan who 50-55 years old.
The result showed that generally the retirement readiness of the employee was High. Furthermore to each aspect, financial and physical aspects were also High, and mental-emotional aspect was Middle. The result of this study is expected to be an input and suggestion for the company to make a retirement readiness program that concern about the mental condition of the employee, and for the employee to prepare themselves to face the retirement.
Keywords : Retirement, Employee
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah memberikan penulis kesempatan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan umat manusia.
Penyusunan skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi USU, dengan judul
Kesiapan Pensiun Karyawan Pelaksana PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan.
Penulis menyadari tanpa bimbingan, arahan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si, Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Ferry Novliadi, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini
3. Ibu Emmy Mariatin, Ph.D., MA, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik
4. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, MA, Psikolog dan Ibu Siti Zahreni, M.Psi, Psikolog selaku dosen penguji dan telah membantu dalam proses revisi skripsi ini
6. PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Perkebunan Nusantara IV. Terima kasih atas izin dan bantuan yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
7. Keluarga tercinta. Ummi, Hj. Suciati, Buya, H. Ihsanuddin, BA., dan adik Dinda Suci Sari Dewi. Penulis sangat bersyukur bisa berada dalam keluarga kecil yang berbahagia dan penuh kasih sayang ini.
8. Para sahabat dan teman yang menjadi keluarga kedua penulis. Mina Taniya, Erlyani Fachrosi, Mutia Maulidya, Sari Amanda, Nana Palsafah, Rahma Hayati, Nisha Yunica, Ajeng Eka Pratiwi, Rizki Febrianti, Dean Mayrisa, Fiqih hazriah, Husna astria, Dela Sari Harahap, Mirnawati, Jefri Sani, Alwi Kurnia, dan orang-orang yang dekat dengan penulis. Terima kasih atas bantuan, dukungan, dorongan, kebersamaan, dan segala suka duka yang telah terlewati selama ini. Saya sayang kalian.
9. Keluarga besar stambuk 2008. Sangat senang dan bersyukur menjadi bagian dari keluarga besar ini.
10.Seluruh pihak yang terlibat dengan penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini, yang namanya mungkin tidak sengaja terlewatkan oleh penulis, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, oleh karena itu penulis sangat terbuka atas kritik dan saran untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi di kemudian hari. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Sistematika Penulisan... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A. Kesiapan Pensiun ... 9
1. Pengertian Kesiapan Pensiun ... 9
2. Aspek-Aspek Kesiapan Pensiun ... 11
3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesiapan Pensiun .. 13
4. Tahapan Persiapan Masa Pensiun ... 15
5. Fase-Fase Pensiun ... 15
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 18
B. Definisi Operasional Variabel ... 18
C. Responden Penelitian ... 19
D. Metode Pengumpulan Data ... 19
1. Rancangan Alat Ukur ... 21
E. Validitas dan Reliabilitas ... 22
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 23
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 24
H. Metode Analisis Data ... 26
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 28
A. Analisa Data ... 28
1. Gambaran Responden Penelitian ... 28
B. Pembahasan ... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
A. Kesimpulan ... 38
B. Saran ... 38
1. Saran Metodologis ... 38
2. Saran Praktis ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 41
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1 Distribusi aitem Skala Kesiapan Pensiun sebelum uji
coba
21
Tabel 2 Hasil uji reliabilitas 23
Tabel 3 Distribusi aitem Skala Kesiapan Pensiun setelah uji coba 24
Tabel 4 Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin 28
Tabel 5 Sebaran responden berdasarkan divisi di perusahaan 29
Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan 30
Tabel 7 Hasil uji normalitas 30
Tabel 8 Statistik deskriptif data penelitian 31
Tabel 9 Perbandingan data hipotetik dengan data empirik 32
Tabel 10 Kriteria pengkategorisasian skor 32
Tabel 11 Kategorisasi data hasil penelitian 32
Tabel 12 Perbandingan data hipotetik dan empirik aspek fisik 33
Tabel 13 Kategorisasi berdasarkan aspek fisik 33
Tabel 14 Perbandingan data hipotetik dan empirik aspek finansial 34
Tabel 15 Kategorisasi berdasarkan aspek finansial 34
Tabel 16 Perbandingan data hipotetik dan empirik aspek mental dan emosional
34
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Rancangan Alat Ukur Skala Kesiapan Pensiun 44
Lampiran 2. Hasil Uji Reliabilitas Dan Daya Beda Aitem Skala Kesiapan Pensiun
47
Lampiran 3. Skala Kesiapan Pensiun 49
Kesiapan Pensiun Karyawan Pelaksana PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan
Dini Atika Rahmi dan Ferry Novliadi
ABSTRAK
Individu yang bekerja sebagai karyawan di suatu instansi/perusahaan memiliki batas usia tertentu, hingga akan tiba waktunya ia harus pensiun. Batas usia pensiun di Indonesia berkisar antara 55 – 60 tahun, dimana pada rentang usia tersebut berada pada tahap perkembangan dewasa menengah dan dalam tugas perkembangannya tidak disebutkan untuk menghadapi masa pensiun. Peralihan kondisi dari seorang karyawan menjadi pensiunan adalah masa transisi yang rentan menimbulkan stress. Oleh karena itu diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang untuk menghadapinya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif, dan bertujuan untuk melihat tingkat kesiapan pensiun dalam diri karyawan yang sudah mendekati masa pensiun. Dalam penelitian ini terdapat tiga aspek yang diukur yakni; kesiapan finansial, fisik, dan mental emosional. Responden penelitian adalah seluruh karyawan PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang berusia 50-55 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan secara umum kesiapan pensiun karyawan berada di kategori Tinggi. Dilihat dari tiap aspek, kesiapan pensiun dalam aspek kesiapan fisik dan finansial berada pada kategori Tinggi, sedangkan aspek kesiapan mental dan emosional berada di kategori Sedang. Dari hasil penelitian ini diharapkan agar bisa menjadi saran untuk perusahaan untuk membuat program kesiapan pensiun yang berfokus pada kesiapan mental para karyawan untuk menghadapi pensiun, dan untuk karyawan agar lebih mempersiapkan diri menjelang datangnya pensiun.
Employee’s Retirement Readiness of PT. Perkebunan Nusantara III Head Office
Medan
Dini Atika Rahmi and Ferry Novliadi
ABSTRACT
A person who works as an employee in a company has an age-limit until at certain time s/he has to retire. In Indonesia, the retirement age is about 50 to 60 years old, which in developmental stage it is at middle adulthood, and based on developmental task the employee doesn’t have to prepare for retirement yet. The transition from an employee to a retired-person is susceptible to lead to stress. Therefore, a good preparation and planning is very crucial.
This study used a quantitative-descriptive, and aimed to find out the level of retirement readiness of the employee who will retire few years later. There are three aspects that were measured; financial readiness, physical, and mental-emotional. The respondents were all employee of PT. Perkebunan Nusantara III Head Office Medan who 50-55 years old.
The result showed that generally the retirement readiness of the employee was High. Furthermore to each aspect, financial and physical aspects were also High, and mental-emotional aspect was Middle. The result of this study is expected to be an input and suggestion for the company to make a retirement readiness program that concern about the mental condition of the employee, and for the employee to prepare themselves to face the retirement.
Keywords : Retirement, Employee
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bekerja merupakan salah satu usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Adapun kebutuhan manusia yang dikemukakan oleh Abraham Maslow
meliputi kebutuhan fisiologis, rasa aman, memiliki-dimiliki dan kasih sayang,
harga diri, dan aktualisasi diri. Kelima kebutuhan tersebut bersifat hierarkis.
Pilihan pekerjaan yang dilakukan manusia sangat beraneka ragam, dan pekerjaan
yang dipilih merupakan salah satu alat pemenuh kebutuhan dalam tingkat yang
berbeda. Misalnya, ada seseorang yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis, ada juga yang memilih suatu pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri. Menurut Lemme (1995), bekerja atau pekerjaan memberikan
pemenuhan kebutuhan, seperti kebutuhan material, harga diri, penerimaan sosial,
status sosial dan penghormatan dari orang lain, kontak sosial, kedewasaan, dan
sumber dari tantangan, kemandirian, kepuasan, kesenangan, makna hidup, dan
sebagainya.
Namun manusia memiliki keterbatasan sehingga tidak selamanya bisa
bekerja. Semakin bertambahnya usia manusia akan mengalami penurunan
kemampuan khususnya dalam fungsi fisiologis sehingga tidak lagi mampu
melakukan pekerjaannya sebaik saat masih muda, hingga diharuskan untuk
berhenti bekerja. Tidak seperti individu yang memilih bekerja dengan
berwirausaha yang mengatur sendiri pekerjaannya, individu yang bekerja di
memiliki jam kerja, masa kerja, dan batasan usia tertentu. Saat pekerja tersebut
memasuki batas usia yang telah ditetapkan untuk tidak bekerja lagi, maka ia harus
meninggalkan pekerjaannya. Secara awam hal ini dikenal dengan istilah pensiun
(Tarigan, 2009).
Pekerjaan memberikan individu identitas diri, kegiatan rutin dan teratur,
dan rasa keterlibatan dalam suatu usaha bersama. Namun pensiun dipandang
sebagai sesuatu yang mengurangi hal-hal tersebut, bahkan bisa sampai
mengancam kesejahteraan psikologis individu (Newman, 2006). Pensiun juga
biasanya menimbulkan kecemasan tersendiri dalam diri pekerja. Ketika
menghadapi pensiun, setiap orang merasakan tekanan batin yang mengimpit
(Sutarto, 2008). Lemme (1995) mengemukakan Teori Krisis yang menyebutkan
bahwa terdapat pandangan tradisional tentang pensiun, dimana pensiun dianggap
sebagai sesuatu yang buruk yang dapat menimbulkan ancaman terhadap kesehatan
fisik dan psikologis. Teori ini memandang bahwa kehilangan pekerjaan dan peran
akan mengarahkan individu kepada harga diri dan status yang rendah, penolakan,
isolasi, dan mengurangi kepuasan hidup.
Di Indonesia, kebijakan yang mengatur tentang batas usia pensiun bagi
karyawan adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I Nomor: PER.02/MEN/1993
Tentang Usia Pensiun Normal Dan Batas Usia Pensiun Maksimum Bagi Peserta
Peraturan Dana Pensiun. Disebutkan dalam Pasal 2 ayat (i) Usia pensiun normal
bagi peserta ditetapkan 55 (lima puluh lima) tahun. Dan ayat (ii) Dalam hal
pekerja tetap dipekerjakan oleh Pengusaha setelah mencapai usia 55 (lima puluh
tahun. Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut dapat disimpulkan bahwa usia
pensiun pekerja di Indonesia berkisar antara 55 – 60 tahun. Namun kebijakan mengenai batas usia pensiun pekerja ini dapat disesuaikan oleh masing-masing
perusahaan dengan kondisi di dalam perusahaan itu sendiri. Ini berarti perusahaan
memiliki kewenangan untuk mengatur batas usia pensiun pekerjanya sendiri, yang
biasanya disepakati bersama dengan serikat pekerja perusahaan itu, dan
dicantumkan di dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara perusahaan dan
serikat pekerja di perusahaan itu.
Mengacu pada Peraturan Menteri mengenai batas usia pensiun pekerja
yang telah disebutkan sebelumnya, maka usia pensiun pekerja di Indonesia berada
pada tahapan perkembangan dewasa menengah, dimana menurut Papalia, Olds,
dan Feldman (2009) usia dewasa menengah adalah antara 40 – 65 tahun. Havighurst (dalam Papalia dkk., 2009) menyebutkan tugas perkembangan dalam
masa dewasa menengah ini secara garis besar adalah: 1) melakukan penerimaan
akan dan penyesuaian dengan berbagai perubahan fisik yang normal terjadi, 2)
mengembangkan minat pada waktu luang yang berorientasi pada kedewasaan dan
keluarga, 3) pemantapan dan pemeliharaan standar hidup yang relatif mapan, 4)
menyesuaikan diri dengan orang tua yang lanjut usia, dan membantu anak remaja
untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia. Dari paparan
tersebut tidak ditemukan tugas perkembangan untuk menghadapi masa pensiun.
Dengan kata lain, individu dalam usia dewasa menengah harusnya belum
menghadapi masa pensiun. Meskipun kekuatan fisik pada masa ini mulai
itu dalam bidang karir, pendidikan, hubungan interpersonal, dan mulai dipandang
sebagai seorang yang bijaksana. Pekerja yang lebih tua dapat menolong
perusahaan agar menjadi lebih produktif dengan memberikan keahlian dan
pengalaman mereka (Hoyer & Roodin, 2009). Menurut Papalia dkk. (2009)
karyawan yang lebih tua sering lebih produktif daripada karyawan yang lebih
muda. Faktor kuncinya adalah pengalaman, dimana karyawan yang lebih tua
menunjukkan performa kerja yang lebih baik, dimungkinkan karena mereka telah
melakukan pekerjaan tersebut dalam waktu yang lama. Kondisi ini menurut
Erikson (dalam Lemme, 1995) menunjukkan ciri Generativity dalam tahap perkembangan psikososial, dimana individu lebih fokus untuk memberi
kontribusi–dalam hal ini kepada pekerjaan dan perusahaan–daripada memikirkan imbalan yang mungkin didapat.
Pensiun dapat menjadi salah satu sumber stress dalam hidup individu
(Lemme, 1995). Dapat dipahami bahwa pada masa ini adalah masa transisi yang
penuh tantangan, terlebih bagi pensiunan yang masih harus membiayai anak-anak
mereka. Kondisi ini berarti mereka membutuhkan biaya yang tidak sedikit,
padahal dengan status pensiun pemasukan keuangan menjadi berkurang.
Salah satu kunci sukses dalam menjalani masa pensiun adalah persiapan
yang matang saat menjelang masa pensiun itu sendiri. Individu yang melakukan
persiapan sebelum pensiun cenderung lebih sukses dalam beradaptasi terhadap
kehidupan purna karyanya daripada yang tidak (Cavanaugh, 2006). Perencanaan
yang matang sebelum pensiun adalah suatu hal yang penting, karena pensiun
dapat mengubah banyak aspek lain dalam hidup, seperti transisi dalam kehidupan
lain, pensiun juga sering menyebabkan stress (Berk, 2007). Perencanaan sebelum
pensiun dapat meningkatkan kesuksesan penyesuaian keadaan saat masa pensiun
tersebut datang (Lemme, 1995).
PT. Perkebunan Nusantara III memiliki visi “Menjadi perusahaan agribisinis kelas dunia dengan kinerja prima dan melaksanakan tata kelola bisnis
terbaik.” merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang sedang menuju cakupan internasional, tempat bagi banyak individu
menyandarkan hidupnya dengan bekerja dan mengabdi pada perusahaan
(http://www.ptpn3.co.id). Karyawan merupakan komponen yang sangat penting
dalam berjalannya perusahaan. Untuk itu kesejahteraan karyawan sangat perlu
diperhatikan. Pentingnya memperhatikan kesejahteraan karyawan tidak hanya
pada saat ia dalam masa aktif bekerja saja, tetapi kesejahteraan karyawan yang
akan maupun sudah pensiun juga tidak kalah penting. Mengingat pengabdian dan
dedikasi yang telah diberikan karyawan kepada perusahaan dalam jangka waktu
yang tidak sebentar, maka karyawan pantas mendapatkan kesejahteraan di masa
purna karyanya.
PT. Perkebunan Nusantara III telah menyadari pentingnya memperhatikan
kesejahteraan karyawan yang akan pensiun. Maka dari itu PTPN III telah
membuat suatu program kesiapan Pensiun dalam bentuk pelatihan untuk
karyawan yang akan pensiun. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang
karyawan di bagian Sumber Daya Manusia (SDM), pelatihan kesiapan pensiun
Pelatihan diikuti oleh 85 orang karyawan pelaksana yang setahun lagi akan
memasuki masa pensiun dari seluruh kebun unit PTPN III. Dalam pelatihan
tersebut karyawan yang akan pensiun dibekali wawasan kewirausahaan.
Pelatihan kesiapan pensiun belum pernah dilaksanakan lagi sejak tahun
2010 lalu, dan pelatihan yang telah dilaksanakan tersebut tidak ada program
follow-up nya. Pada tahun 2012 ini sebenarnya perusahaan telah memiliki rencana untuk melaksanakan pelatihan kesiapan pensiun untuk karyawan pimpinan,
namun masih tertunda realisasinya hingga direncanakan akan dapat terealisasi
pada awal tahun 2013. Sedangkan untuk karyawan pelaksana, pelatihan kesiapan
pensiun belum dibuat programnya kembali. Di Kantor Direksi Medan karyawan
pelaksana yang sudah mendekati masa pensiun berjumlah sekitar 16 %. Dari
pemaparan di atas peneliti ingin melakukan penelitian dan ingin melihat secara
luas tentang gambaran umum tingkat kesiapan pensiun karyawan PT. Perkebunan
Nusantara III di Kantor Direksi Medan.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana kesiapan pensiun dalam diri karyawan PT. Perkebunan
Nusantara III Kantor Direksi Medan di saat menjelang pensiun?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat tingkat kesiapan pensiun
secara umum dan secara spesifik aspek-aspek kesiapan pensiun dalam diri
D. MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih dalam pengembangan ilmu
Psikologi, khususnya pada bidang Psikologi Industri dan Organisasi dalam
hal kesiapan pensiun karyawan di suatu perusahaan / organisasi.
b. Manfaat Praktis
i. Untuk peneliti lain
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk peneliti lain yang
penelitiannya berkaitan dengan kesiapan pensiun pada karyawan.
ii. Untuk perusahaan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi usulan/saran kepada
perusahaan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan psikologis
karyawan yang akan pensiun.
iii. Untuk karyawan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan untuk
karyawan yang akan pensiun, agar meningkatkan kesadaran akan
persiapan pensiun.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I : Pendahuluan berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
Bab II : Landasan teori berisi teori dan hasil penelitian yang digunakan
untuk menjadi landasan penelitian
Bab III : Metode penelitian berisi identifikasi variabel penelitian, definisi
operasional, subjek penelitian, metode penentuan sampel, alat ukur
yang akan digunakan, prosedur pelaksanaan penelitian, serta metode
analisa data yang akan digunakan.
Bab IV : Gambaran subjek penelitian, hasil utama penelitian, hasil tambahan
penelitian, dan pembahasan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KESIAPAN PENSIUN 1.Pengertian Kesiapan Pensiun
Pensiun adalah sebuah konsep sosial yang memiliki beragam pengertian
(Newman, 2006). Sebenarnya pensiun sulit untuk didefinisikan (Cavanaugh,
2006). Pensiun tidak hanya sekedar berhenti bekerja karena usia. Sebagai sebuah
istilah, pensiun kurang lebih bermakna purnabakti, tugas selesai, atau berhenti
(Sutarto, 2008). Parnes dan Nessel (dalam Corsini, 1987) mengatakan bahwa
pensiun adalah suatu kondisi dimana seorang individu berhenti bekerja dari suatu
pekerjaan yang biasa dilakukan. Menurut Floyd, dkk (dalam Newman, 2006)
pensiun juga mengacu kepada transisi psikologis, suatu perubahan yang
terprediksi dan normatif yang melibatkan persiapan, pengertian kembali tentang
peran dan peran perilaku, serta penyesuaian psikologis dari seorang pekerja yang
dibayar menjadi melakukan aktivitas yang lain.
Kondisi ini mengakibatkan transisi peran dari seorang pekerja menjadi
seorang pensiunan yang tidak bekerja lagi. Masa-masa ini cukup kritis dalam
perjalanan hidup seseorang, dan memengaruhi kesejahteraan hidupnya kelak.
Pandangan lain berpendapat bahwa pensiun bukanlah hanya sekedar
mengenai berhenti bekerja yang disebabkan oleh faktor usia, namun pensiun
adalah suatu fase dalam hidup manusia yang harus dilalui oleh semua individu.
Pandangan ini lebih menekankan aspek psikologis individu, dari seorang yang
Pola pikir yang positif seperti ini penting untuk ditanam dan
dikembangkan agar pensiun tidak lagi dianggap sebagai ancaman dalam hidup,
melainkan peluang besar yang harus dioptimalkan, sehingga individu bisa
memandang dan menerima masa pensiun dengan lebih baik. Sutarto dan
Ismulcokro (2008) menyatakan, sebaiknya membangun dan menciptakan
perspektif dan persepsi yang indah dan bahagia terlebih dahulu, barulah membuat
rencana-rencana untuk kehidupan di masa pensiun.
Salah satu elemen kunci untuk bisa menjalani masa pensiun dengan sukses
adalah persiapan. Orang yang telah membuat persiapan untuk masa pensiunnya
cenderung lebih sukses beradaptasi pada perubahan dalam hidupnya (Lo &
Brown, 1999; Sterns & Gray, 1999, dalam Cavanaugh, 2006). Menurut Lemme
(1995), salah satu komponen penting dalam kesuksesan menjalani masa pensiun
adalah menjaga agar pensiunan tetap beraktivitas. Higginbottom (dalam Lemme,
1995) menyebutkan bahwa menggunakan waktu secara konstruktif, membuat
kegiatan yang memiliki tujuan yang jelas, dan menjaga hubungan interpersonal
adalah hal yang utama dalam kepuasan pensiun. Berk (2007) menyatakan bahwa
merencanakan suatu kehidupan yang aktif memberi dampak yang lebih besar
dalam kebahagiaan di masa pensiun dibandingkan dengan persiapan finansial.
Sebuah Bank yang menyediakan jasa asuransi kesejahteraan hari tua
(SunTrust Bank Amerika) mendefinisikan kesiapan pensiun adalah suatu kondisi yang menunjukkan apakah pekerja memiliki uang yang cukup di masa pensiunnya
(nanti) untuk menikmati standar hidup yang seperti yang ia jalani saat sebelum
Tarigan (2009) menyatakan bahwa pada dasarnya kesadaran para
karyawan untuk siap pensiun masih sangat rendah sehingga persiapan dana
pensiun belum dianggap penting bagi sebagian besar karyawan. Jika mereka
memiliki dana pensiun, itu pun hanya mereka harapkan dana dari perusahaan
tempat mereka bekerja. Sutarto dan Ismulcokro (2008) menambahkan, bahwa
dalam persiapan dan kesiapan pensiun intinya adalah persiapan dan kesiapan fisik,
finansial, dan mental-emosional sejak awal.
Dalam penelitian ini akan digunakan pengertian kesiapan pensiun yaitu
sejauh mana tingkat kesiapan pensiun karyawan secara umum, dan lebih spesifik
dalam aspek fisik, finansial, dan mental.
2.Aspek-Aspek Kesiapan Pensiun
Sutanto dan IsmulCokro (2008) mengemukakan beberapa aspek persiapan
dan kesiapan yang merupakan kebutuhan utama untuk mempersiapkan masa
pensiun, yaitu : kesiapan materi finanasial, kesiapan fisik, kesiapan mental dan
emosi, dan kesiapan seluruh keluarga.
1) Kesiapan materi finansial.
Berupa ketersediaan sejumlah bekal pendukung berupa tabungan, asuransi,
simpanan asset, dan kegiatan usaha. Biasanya perusahaan menyediakan
program tabungan pensiun untuk pekerjanya. Salah satu contoh program yang
memfasilitasi pekerja untuk mempersipkan materi finansial adalah Dapenbun
2) Kesiapan fisik.
Semakin bertambahnya usia kemampuan fisik semakin menurun. Agar bisa
terus sehat di masa tua, maka harus dilakukan pemeliharaan kesehatan
semenjak masih berada di usia muda dengan menjalankan pola hidup sehat.
3) Kesiapan mental dan emosi.
Berupa kekuatan dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Kehilangan pekerjaan, perubahan status, dan kehilangan kemampuan tentunya
terasa cukup menyakitkan. Hal ini tidak dapat diatasi dengan limpahan materi.
Perlu tenggang waktu untuk meredam tekanan batin dan mengendalikan
emosi, karena di saat-saat seperti ini adalah saat yang sangant sensitif bagi
pensiunan.
4) Kesiapan seluruh keluarga.
Seluruh anggota keluarga turut perlu mempersiapkan diri agar dapat
menyesuaikan gaya hidup ketika seorang kepala keluarga pensiun.
Richards (2010) mengemukakan suatu inventori untuk mengukur kesiapan
pensiun pekerja. Inventori ini terdiri dari aspek-aspek yang menyusun konsep
kesiapan pensiun dalam bentuk tugas-tugas (tasks). Tugas-tugas ini yang menjadi indikator kesiapan pensiun. Tugas-tugas tersebut adalah :
1) Tugas yang terkait pendapatan dan kegiatan bermanfaat. Melakukan aktivitas
yang menghasilkan uang dan melakukan aktivitas yang bermanfaat. Hal ini
meliputi kemampuan menilai apakah pada saat pensiun mampu hidup dengan
pensiun, investasi, dan menentukan penggunaan bantuan pensiun (pesangon)
baik dari perusahaan maupun pemerintah.
2) Tugas terkait pekerjaan. Tugas ini terkait memutuskan apakah akan bekerja
paruh waktu setelah pensiun, atau sepenuhnya berhenti bekerja.
3) Tugas melakukan aktivitas yang menyenangkan, misalnya melakukan hobi di
waktu-waktu senggang saat menjalani masa pensiun.
4) Tugas melakukan hubungan dengan orang lain (sosial). Menentukan
kegiatan-kegiatan yang menghubungkan individu dengan orang lain dan dunia
sosial di sekitarnya.
5) Tugas mempersiapkan pensiun. Meliputi menentukan apa saja yang
diperlukan untuk menjalani pensiun yang menyenangkan, memuaskan,
mengidentifikasi rencana alternatif.
3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesiapan Pensiun
Ada pekerja yang telah memasuki batas usia untuk pensiun namun
memilih untuk tetap bekerja (tidak ingin pensiun) walaupun di perusahaan yang
berbeda dengan perusahaan tempat sebelumnya ia bekerja. Hoyer & Roodin
(2009) mengemukakan faktor-faktor yang memengaruhi kesiapan pensiun pekerja
(di Amerika) hingga memilih untuk tetap bekerja. Faktor-faktor tersebut adalah :
1) Kurangnya tabungan sehingga tidak mencukupi kebutuhan hidupnya dengan
layak jika ia pensiun.
2) Harapan hidup yang semakin tinggi membuat mereka berpikir lebih
membutuhkan sumber finansial.
4) Terlambat membuat persiapan keuangan.
5) Inflasi membuat uang yang mereka tabung selama ini berkurang nilainya.
Beberapa penelitian lain yang mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesiapan pensiun, di antaranya adalah sebagai berikut::
1) Kecerdasan emosional. Terdapat hubungan antara kecerdasan emosional
dengan kecemasan menghadapi pensiun, yang mana didapatkan hasil semakin
tinggi kecerdasan emosional maka akan semakin rendah kecemasan
menghadapi pensiun (Risbi, 2012). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
karyawan yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi memiliki
kecemasan yang lebih rendah, yang berarti pula memiliki kesiapan pensiun
aspek mental tinggi.
2) Dukungan keluarga dan religiusitas. Terdapat hubungan positif antara
dukungan keluarga dan religiusitas dengan kesiapan menghadapi masa
pensiun (Larasati, 2011). Hal ini berarti karyawan yang mendapat dukungan
dari keluarga dan memiliki religiusitas yang tinggi akan lebih siap
menghadapi masa pensiun.
3) Usaha/penghasilan sampingan. Terdapat perbedaan kesiapan pensiun yang
signifikan antara karyawan yang memiliki usaha/penghasilan sampingan
dengan yang tidak, dimana karyawan yang memiliki usaha/penghasilan
sampingan memiliki kesiapan pensiun yang lebih tinggi dari pada yang tidak
(Ratnasari, 2011).
4) Locus of control. Karyawan yang memiliki locus of control external memiliki
kesiapan pensiun yang lebih tinggi daripada karyawan dengan locus of control
4. Tahapan Persiapan Masa Pensiun
Thompson (1977) dalam Craig (1984) menyatakan bahwa persiapan
pensiun terdiri dari tiga bagian :
a. Pengurangan
Suatu awal melepaskan atau berangsur-angsur mengurangi tanggung jawab
pekerjaan untuk menghindarkan penurunan tiba-tiba dalam aktivitas di masa
pensiun. Dengan berkurangnya kemampuan beberapa fungsi fisik
mengharuskan pensiunan melakukan pengurangan aktivitas bekerja.
b. Program pensiun
Program pensiun berupa berhenti dari bekerja untuk memulai kehidupan baru
sebagai seorang pensiunan.
c. Kehidupan di masa pensiun
Suatu usaha mengatasi mengenai berhentinya dari bekerja dan pikiran
mengenai apa yang akan dikehendaki untuk hidup sebagai seorang pensiunan.
Mempersiapkan aktivitas yang memungkinkan untuk menikmati masa pensiun
dengan menggunakan waktu luang yang ada.
5. Fase-Fase Pensiun
Atchly (1983) dalam Hoyer & Roodin (2009) mengemukakan suatu model
mengenai fase-fase masa pensiun. Terdapat tujuh fase masa pensiun :
a. Remote
Pada fase ini sebagian besar pekerja secara kasat mata tidak menampakkan
semakin dekat dengan tibanya masa pensiun, mereka sering melakukan
penolakan (denial) bahwa sudah dekat masa untuk berhenti bekerja. b. Near
Pada fase ini pekerja mencapai tahap dimana mereka sudah mau mengikuti
program perencanaan menjelang pensiun. Program perencanaan menjelang
pensiun membantu pekerja dalam bertransisi dari masa bekerja ke masa
berhenti bekerja.
c. Honeymoon
Fase ini terjadi setelah pekerja memasuki masa pensiun. Pada tahap ini
pensiunan merasakan masa pensiun sebagai suatu masa yang menyenangkan,
mendapatkan kebebasan untuk mengisi waktunya dengan hal-hal yang
digemari. Fase ini juga biasanya membentuk suatu aktifitas kebiasaan rutin.
Jika rutinitasnya memuaskan, penyesuaian terhadap masa pensiun akan
berhasil.
d. Disenchantment
Tidak semua pensiunan melewati tahap ini. Hanya mereka yang tidak
mempersiapkan diri yang biasanya mengalami tahap ini. Setelah melewati fase
honeymoon kehidupan mulai terasa membosankan. Bayangan kehidupan di masa pensiun tidak seperti kenyataannya. Pada tahap ini banyak pensiunan
yang mengalami kekecewaan hidup, depressi, post power syndrome dan merasa tidak punya apa-apa lagi ditambah dengan lingkungan sosial yang
e. Reorientation
Pada fase ini pensiunan mulai mengadakan kaji ulang (reorientasi) dan
melakukan penyesuaian diri terhadap kehidupan yang baru. Sangat dibutuhkan
bantuan dari keluarga dan lingkungan sekitar dalam melewati fase ini.
f. Stability.
Pada fase ini, pensiunan mulai menyadari bahwa ia harus dapat menyesuaikan
dirinya dengan gaya hidup dan peran-peran yang baru. Pensiunan akan
melakukan rutinitas kegiatan yang baru.
g. Termination.
Tahap ini ditandai dengan semakin bertambahnya umur, kondisi fisik yang
semakin lemah. Kegiatan rutin dalam tahap stabilitas berkurang yang
BAB III
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan tujuan penelitian yakni untuk melihat gambaran kesiapan
pensiun dalam diri karyawan PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi
Medan, maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat
pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Jenis penelitian ini tidak mempersoalkan
jalinan hubungan antar variabel, dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Hasil
penelitiannya berupa deskripsi mengenai variabel-variabel tertentu dengan
menyajikan frekuensi, angka rata-rata atau kualifikasi lainnya untuk setiap
kategori di suatu variabel. Dalam pengolahan dan analisis data menggunakan
pengolahan statistik yang bersifat deskriptif (Suryabrata, 2009).
A. IDENTIFIKASI VARIABEL
Penelitian ini menggunakan satu variabel tunggal yaitu “kesiapan pensiun”.
B. DEFINISI OPERASIONAL
Kesiapan pensiun yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejauh mana
tingkat kesiapan pensiun karyawan secara umum, dan lebih spesifik dalam aspek
fisik, finansial, dan mental.
Data kondisi kesiapan pensiun ini akan diperoleh melalui skala kesiapan
pensiun yang disusun berdasarkan aspek kesiapan pensiun oleh Sutarto dan
C. RESPONDEN PENELITIAN
Dalam suatu penelitian masalah populasi dan sampel yang dipakai
merupakan satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah sejumlah
penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama. Sampel
adalah sebagian dari polulasi yang dikenakan dalam penelitian (Hadi, 2000).
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah karyawan
pelaksana PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan yang sudah
mendekati masa pensiun, berusia 50 – 55 tahun. Rentang usia diambil berdasarkan pertimbangan dimana usia pensiun di PT. Perkebunan Nusantara III adalah
maksimal 56 tahun, dengan Masa Bebas Tugas (MBT) selama 6 bulan sebelum
pensiun (Sumber: Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara Direksi PT. Perkebunan
Nusantara III dengan Serikat Pekerja Perkebunan PT. Perkebunan Nusantara III).
Keseluruhan populasi akan menjadi responden dalam penelitian ini.
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Dalam usaha mengumpulkan data penelitian diperlukan suatu metode.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pengambilan data dengan skala atau disebut dengan Metode skala.
Metode skala adalah suatu metode pengumpulan data penelitian yang
merupakan suatu daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis
(Hadi, 2000). Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi
yang merupakan alat ukur aspek afektif yang dapat menggambarkan kepribadian
dan perilaku individu. Skala sikap berisi pernyataan-pernyataan sikap, yaitu suatu
Metode skala dipilih sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian
ini karena memiliki kelebihan-kelebihan menurut Hadi (2000) sebagai berikut :
a. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri
b. Perkataan subjek adalah benar dan dapat dipercaya
c. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
Azwar (2004) menyatakan bahwa metode skala memiliki
kelebihan-kelebihan sebagai berikut :
a. Pernyataan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan
refleksi dari keadaan diri subjek yang tidak disadari.
b. Digunakan untuk mengungkap suatu atribut tunggal (undimensional) c. Subjek tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan
kesimpulan yang sesungguhnya diungkap oleh pertanyaan.
Alat ukur berupa skala yang akan digunakan adalah Skala Kesiapan
Pensiun, yang akan disusun berdasarkan aspek-aspek kesiapan pensiun yang
dikemukakan oleh Sutarto dan IsmulCokro (2008), yaitu aspek kesiapan materi
finanasial, fisik, mental dan emosi, dan kesiapan seluruh keluarga. Dari keempat
aspek tersebut hanya akan diambil tiga aspek saja yakni kesiapan materi finansial,
fisik, serta mental dan emosi saja yang akan diukur. Hal ini karena ketiga aspek
tersebut yang melekat secara langsung dalam diri responden, sedangkan aspek
keempat yaitu kesiapan seluruh keluarga terdapat dalam diri anggota keluarga
tersebut peneliti membuat indikator perilaku, dan kemudian membuat aitem-aitem
berdasarkan indikator perilaku dari ketiga aspek tersebut.
Aitem dibuat dalam dua jenis, yaitu favorable dan unfavorable. Akan terdapat lima kriteria respon jawaban, yaitu sangat tidak sesuai, tidak sesuai,
netral, sesuai, dan sangat sesuai. Untuk aitem favorable, respon sangat tidak sesuai mendapat skor 1, tidak sesuai mendapat skor 2, netral mendapat skor 3,
sesuai mendapat skor 4, dan sangat sesuai mendapat skor 5. Sebaliknya, untuk
aitem unfavorable respon jawaban sangat tidak sesuai mendapat skor 5, tidak sesuai mendapat skor 4, netral mendapat skor 3, sesuai mendapat skor 2, dan
sangat sesuai mendapat skor 1.
1. Rancangan Alat Ukur
Skala kesiapan pensiun mengukur tiga aspek. Aspek kesiapan finansial
terdapat 12 aitem, kesiapan fisik terdapat 11 aitem, kesiapan mental dan emosi
[image:34.595.108.491.524.644.2]terdapat 12 aitem. Total keseluruhan 35 aitem.
Tabel 1. Distribusi aitem-aitem skala kesiapan pensiun sebelum uji coba
No. Aspek Nomor aitem Jumlah aitem
1. Kesiapan materi finansial
A6, A8, B9, C5, D1, D4, D8, A3, B1, B3, C2, C9
12
2. Kesiapan fisik A2, B2, B7, B10, C1, C6,
C8, D5, D9, A7, D2
11
3. Kesiapan mental dan emosi
A5, A10, C7, C10, D3, A1, B4, B6, B8, C4, D6, D10
12
Total 35
Rancangan alat ukur yakni Skala Kesiapan Pensiun lengkapnya tercantum
E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Akurasi dan kecermatan data hasil pengukuran tergantung pada validitas
dan reliabilitas alat ukurnya (Azwar, 2004).
Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur
tersebut betul-betul mengukur apa yang hendak diukur (Azwar, 2004). Alat ukur
dapat dikatakan memiliki validitas tinggi apabila alat ukur tersebut dapat
memberikan hasil yang sesuai dengan besar kecilnya gejala atau bagian yang
diukur (Hadi, 2000). Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah
validitas isi (content validity), yaitu sejauh mana tes yang merupakan seperangkat soal, dilihat dari isinya benar-benar mengukur apa yang dimaksudkan untuk
diukur (Hadi, 2000). Validitas isi alat ukur yang digunakan diperoleh dari
pendapat profesional (professional judgement) melalui proses telaah aitem-aitem dalam skala. Kemudian akan dilakukan uji validitas berdasarkan daya beda aitem-aitem dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment melalui analisa data dengan menggunakan SPSS version 17.0 forwindows.
Konsep dari alat ukur adalah mencari dan mengetahui sejauh mana hasil
pengukuran dapat dipercaya. Reliabel dapat juga diartikan sebagai kepercayaan,
kehandalan, keajegan, stabil, konsisten (Azwar, 2004). Dalam penelitian ini
digunakan pendekatan reliabilitas konsistensi internal dimana skala psikologi
hanya diberikan satu kali saja pada kelompok subjek dengan tujuan untuk melihat
konsistensi antar item atau antar bagian dalam skala psikologi itu sendiri (Azwar,
2010). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien alpha dari
F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR
Uji coba alat ukur Skala Kesiapan Pensiun diberikan kepada 80 orang
responden, namun karena alasan pertimbangan kelengkapan data dan pengisian
hanya 60 orang saja yang bisa dipakai untuk dilakukan analisis. Hasil uji
[image:36.595.112.295.317.373.2]reliabilitas dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach untuk Skala Kesiapan Pensiun secara keseluruhan menunjunjukkan angka 0.772.
Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas Skala Kesiapan Pensiun Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.772 35
Azwar (2010) mengemukakan bahwa aitem yang memiliki korelasi
aitem-total lebih besar sama dengan 0.300 adalah aitem yang memiliki daya beda yang
memuaskan. Setelah dilakukan seleksi aitem hanya 19 aitem saja yang memiliki
skor korelasi aitem-total lebih besar dari 0.300, untuk aspek kesiapan fisik aitem
yang terseleksi sebanyak 8 buah, kesiapan finansial 7 buah, kesiapan mental
emosional 4 buah. Hasil uji reliabilitas selengkapnya tercantum di lampiran.
Terkhusus untuk aspek kesiapan mental emosional, aitem yang tersisa
sangat sedikit sehingga dianggap kurang representatif untuk menggambarkan
kondisi yang sebenarnya dalam diri responden. Untuk itu peneliti menurunkan
batas kriteria skor korelasi aitem-total menjadi 0.25. Hal ini dilakukan dengan
mengacu pada yang dikemukakan Azwar (2010) jika jumlah aitem yang lolos
seleksi tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, dapat mempertimbangkan untuk
jumlah aitem yang diinginkan tercapai. Namun menurunkan batas kriteria di
bawah 0.20 sangat tidak disarankan. Dengan menurunkan kriteria korelasi
aitem-total maka aitem yang lolos seleksi bertambah sebanyak 2 aitem untuk aspek
kesiapan mental emosional. Sedangkan untuk opini, peneliti tetap menyertakan
keseluruhan aitem yang berjumlah 5 buah. Dengan demikian, untuk mengambil
data yang sebenarnya terdapat 26 aitem yang dimasukkan ke dalam skala yang
[image:37.595.113.459.332.449.2]akan dibagikan kepada responden.
Tabel 3.Distribusi aitem-aitem skala kesiapan pensiun setelah uji coba
No. Aspek Nomor aitem Jumlah aitem
1. Kesiapan materi finansial
A2, A6, A8, A11, A13, B1, B6,
7
2. Kesiapan fisik A1, A5, A7, B4,
B7, B10, B11, B13
8
3. Kesiapan mental dan emosi
A3, A10, A12, B2, B9, B12,
6
Total 21
Skala Kesiapan Pensiun selengkapnya tercantum di Lampiran
G. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN
1. Tahap Persiapan
a. Preliminary research
Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan preliminary research
dengan melakukan wawancara secara informal kepada beberapa
karyawan di bagian Assessment Center PTPN III Medan. Dari wawancara tersebut didapat informasi mengenai isu yang sedang
menjadi masalah di dalam perusahaan. Kemudian sampailah pada satu
b. Permohonan izin
Setelah mendapat gambaran umum mengenai masalah yang ada di PT.
Perkebunan Nusantara III peneliti kemudian mengajukan surat izin untuk
melakukan penelitian di perusahaan secara resmi.
c. Mencari data pendukung
Tahapan selanjutnya adalah mencari data pendukung sebagai bukti untuk
lebih menguatkan fenomena yang ada. Pengambilan data pendukung
dilakukan dengan wawancara kepada bagian Sumber Daya Manusia
(SDM) mengenai program-program apa saja yang diberikan perusahaan
untuk membantu karyawan dalam mempersiapkan masa pensiunnya.
Selain wawancara juga dilakukan pengambilan data berupa daftar
nama-nama karyawan yang akan pensiun di seluruh PT. Perkebunan Nusantara
III.
d. Membuat alat ukur
Peneliti membuat alat ukur berupa skala psikologi dengan metode
analisis faktor berdasarkan teori-teori yang telah dijabarkan di bab
sebelumnya.
e. Uji coba alat ukur
Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 1 sampai 16 Agustus 2012
dengan membagikan skala kepada sekelompok individu yang memiliki
kriteria yang paling mendekati dengan kriteria sampel penelitian, di PT.
Perkebunan Nusantara IV Medan dan PT. Perkebunan Nusantara III
f. Revisi alat ukur
Setelah skala diujicobakan, maka dilakukan uji reliabilitas dan daya beda
item, kemudian memilih item-item yang memiliki reliabilitas dan daya
beda yang baik untuk disertakan dalam pengambilan data.
2. Tahap pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan di kantor PT. Perkebunan Nusantara III Kantor
Direksi Medan pada tanggal 3 – 7 September 2012 dengan membagikan skala kesiapan pensiun kepada responden penelitian.
3. Pengolahan data
Data yang telah diperoleh saat pelaksanaan penelitian kemudian diolah
dengan menggunakan statistik deskriptif pada SPSS version 17.0 for windows.
H. METODE ANALISA DATA
Hadi (2000) menyatakan bahwa penelitian deskriptif menganalisa dan
menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan
disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya sehingga
semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.
Data yang akan diperoleh yaitu skor minimum, skor maksimum, rata-rata
dan standar deviasi. Hadi (2000) menyatakan bahwa uraian kesimpulan dalam
penelitian deskriptif didasari oleh angka yang diolah tidak terlalu mendalam.
Sebelum melakukan pengolahan data, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi, yakni uji asumsi normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan analisa dan pembahasan data sesuai data yang
diperoleh saat proses pengambilan data penelitian.
A. ANALISA DATA
1. Gambaran Responden Penelitian
Responden penelitian adalah karyawan dan karyawati PT. Perkebunan
Nusantara III Kantor Direksi Medan yang sudah mendekati masa pensiun, dengan
rentang usia 50 - 55 tahun yang keseluruhannya berjumlah 105 orang. Namun
pada proses pengambilan data, peneliti hanya mendapatkan data dari 81 orang.
Kemudian dari 81 orang tersebut, hanya data dari 60 orang saja yang bisa dipakai
untuk dilakukan analisis penelitian dengan alasan pertimbangan kelengkapan data
dan pengisian. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diperoleh gambaran
responden berdasarkan jenis kelamin, bagian (divisi) di perusahaan, dan tingkat
pendidikan.
a. Gambaran responden penelitian berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan 60 orang responden, 47 orang (78.3 %) berjenis kelamin
laki-laki dan 13 orang (21.7 %) berjenis kelamin perempuan.
Tabel 4. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Lakilaki 47 78.3 78.3 78.3
Perempuan 13 21.7 21.7 100.0
b. Gambaran responden penelitian berdasarkan bagian (divisi) di perusahaan
PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan memiliki 15 bagian
(divisi) yang diberi kode mulai dari 3.00 sampai 3.15. Sebaran responden
[image:42.595.142.512.249.539.2]berdasarkan bagian dipaparkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Sebaran responden berdasarkan bagian (divisi) di perusahaan Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 3.00 4 6.7 6.7 6.7
3.01 7 11.7 11.7 18.3
3.02 6 10.0 10.0 28.3
3.03 8 13.3 13.3 41.7
3.04 2 3.3 3.3 45.0
3.05 5 8.3 8.3 53.3
3.06 2 3.3 3.3 56.7
3.07 5 8.3 8.3 65.0
3.08 2 3.3 3.3 68.3
3.09 3 5.0 5.0 73.3
3.10 5 8.3 8.3 81.7
3.11 2 3.3 3.3 85.0
3.12 2 3.3 3.3 88.3
3.13 2 3.3 3.3 91.7
3.14 2 3.3 3.3 95.0
3.15 3 5.0 5.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
c. Gambaran responden penelitian berdasarkan tingkat pendidikan
Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan dimulai dari rentang
SD sampai S1. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan tercantum
Tabel 6. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid S1 9 15.0 15.0 15.0
D3 5 8.3 8.3 23.3
SMA 44 73.3 73.3 96.7
SMP 1 1.7 1.7 98.3
SD 1 1.7 1.7 100.0
Total 60 100.0 100.0
2. Hasil Penelitian
a. Hasil uji asumsi
i. Uji asumsi normalitas
Uji asumsi normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahuai
apakah data penelitian tersebar secara normal. Pengujian menggunakan
uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS version 17.0 for windows.
Tabel 7. Hasil uji asumsi normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
uji normalitas
N 60
Normal Parametersa,,b Mean 82.1167
Std. Deviation 8.74709
Most Extreme Differences Absolute .079
Positive .079
Negative -.052
Kolmogorov-Smirnov Z .611
Asymp. Sig. (2-tailed) .849
[image:43.595.158.470.476.628.2]Tabel 7 menunjukkan bahwa sebaran data dalam penelitian ini terdistribusi
normal.
b. Hasil utama penelitian
Berdasarkan fase-fase pensiun yang dikemukakan oleh Atchly (1983)
[image:44.595.115.484.382.459.2]dalam Hoyer & Roodin (2009), responden penelitian dengan rentang usia 50 – 55 tahun berada pada fase yang berbeda, yakni fase remote (usia 50 – 52 tahun) dan fase near (53 – 55 tahun). Oleh karena itu dalam melihat hasil penelitian ini responden dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok A (fase near) berjumlah 27 orang, dan kelompok B (fase remote) berjumlah 33 orang.
Tabel 8. Statistik deskriptif data penelitian Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
A 27 63.00 95.00 81.3333 7.33799
B 33 63.00 103.00 82.7576 9.81717
Valid N (listwise) 27
Dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa data penelitian bahwa kelompok A
memiliki skor minimum 63.00, skor maksimum 95.00, mean 81.33, dan standar deviasi 7.34. Sedangkan kelompok B memiliki nilai skor minimum 63.00, skor
maksimum 103.00, mean 82.76, dan standar deviasi 9.82.
Pengkategorisasian skor dapat diperoleh dengan menguji signifikansi
Tabel 9. Perbandingan data hipotetik dengan data empiric
N Hipotetik Kel Empirik
Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD
60 21 105 63 14 A 63 95 81.33 7.34
B 63 103 82.76 9.82
Selanjutnya dapat dilakukan penggolongan skor dengan interpretasi tinggi,
[image:45.595.113.496.280.372.2]sedang, dan rendah, dengan rumusan :
Tabel 10. Kriteria pengkategorisasian skor
Variabel Kriteria kategorisasi Kategori
Kesiapan pensiun
X ≤ (µ-1.0σ)
X ≤ 49 Rendah
(µ-1.0σ) ≤ X < (µ+1.0σ)
49 ≤ X < 77 Sedang
(µ+1.0σ) ≤ X
77 ≤ X Tinggi
Kategorisasi dengan kriteria yang tercantum pada Tabel 10 menghasilkan
kategorisasi responden penelitian sebagai berikut:
Tabel 11. Kategorisasi data hasil penelitian
Variabel Kriteria
kategorisasi Kategori
N
Kel A Kel B
Kesiapan pensiun
X ≤ 49 Rendah 0 0
49 ≤ X < 77 Sedang 6 9
77 ≤ X Tinggi 21 24
Seperti yang telah tercantum pada Tabel 8, skor mean data empirik adalah 82.12, dan sesuai dengan kriteria kategorisasi yang tercantum pada Tabel 11 maka
skor mean data empirik tersebuat berada pada kategori Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kesiapan pensiun karyawan PT. Perkebunan
[image:45.595.110.462.469.543.2]Penelitian ini juga memberikan hasil berupa gambaran kondisi kesiapan
pensiun karyawan yang dilihat dari aspek-aspeknya, yakni aspek kesiapan fisik,
finansial, dan mental emosional.
Dari aspek kesiapan fisik, gambaran perbandingan antara dara hipotetik
[image:46.595.100.523.278.342.2]dengan data empirik tercantum pada Tabel 12.
Tabel 12. Perbandingan data hipotetik dan empirik aspek kesiapan fisik
N Hipotetik Kel Empirik
Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD
60 8 49 24 5.33 A 25 40 32.18 3.48
B 24 40 33.30 4.40
Kategorisasi responden berdasarkan aspek fisik dipaparkan dalam Tabel
13 berikut ini:
Tabel 13. Kategorisasi berdasarkan aspek kesiapan fisik
Variabel Kriteria kategorisasi Kategori N
Kel A Kel B
Kesiapan pensiun
X ≤ 18.67 Rendah 0 0
18.67 ≤ X < 29.33 Sedang 5 5
29.33 ≤ X Tinggi 22 28
Seperti yang telah tercantum pada Tabel 12, skor mean data empirik adalah 32.80, dan sesuai dengan kriteria kategorisasi yang tercantum pada Tabel
13 maka skor mean data empirik tersebuat berada pada kategori Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kesiapan pensiun karyawan PT. Perkebunan
Nusantara III Kantor Direksi Medan dalam aspek fisik adalah tinggi.
Untuk aspek kesiapan finansial, gambaran perbandingan antara data
[image:46.595.113.517.418.493.2]Tabel 14. Perbandingan data hipotetik dan empirik aspek kesiapan financial
N Hipotetik Kel Empirik
Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD
60 7 35 21 4.67 A 22 35 27.96 2.95
B 22 35 28.18 3.45
[image:47.595.109.510.283.356.2]Kategorisasi responden berdasarkan aspek finansial dipaparkan dalam
Tabel 15.
Tabel 15. Kategorisasi berdasarkan aspek kesiapan financial
Variabel Kriteria kategorisasi Kategori N
Kel A Kel B
Kesiapan pensiun
X ≤ 16.33 Rendah 0 0
16.33 ≤ X < 25.67 Sedang 5 8
25.67 ≤ X Tinggi 22 25
Seperti yang telah tercantum pada Tabel 14, skor mean data empirik adalah 28.08 dan sesuai dengan kriteria kategorisasi yang tercantum pada Tabel
15 maka skor mean data empirik tersebuat berada pada kategori Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kesiapan pensiun karyawan PT. Perkebunan
Nusantara III Kantor Direksi Medan dalam aspek finansial adalah tinggi.
Aspek yang terakhir yakni kesiapan mental dan emosional, gambaran
perbandingan antara dara hipotetik dengan data empiris tercantum pada Tabel 16.
Tabel 16. Perbandingan data hipotetik dan empirik aspek kesiapan mental dan emosional
N Hipotetik Kel Empirik
Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD
60 6 30 18 4 A 12 27 21.18 3.19
B 15 30 21.27 3.56
Kategorisasi responden berdasarkan aspek mental dan emosional
[image:47.595.108.516.604.667.2]Tabel 17. Kategorisasi berdasarkan aspek kesiapan mental dan emosional
Variabel Kriteria kategorisasi Kategori N
Kel A Kel B
Kesiapan pensiun
X ≤ 14 Rendah 1 0
14 ≤ X < 22 Sedang 13 18
22 ≤ X Tinggi 13 15
Seperti yang telah tercantum pada Tabel 16, skor mean data empirik adalah 17.43 dan sesuai dengan kriteria kategorisasi yang tercantum pada Tabel 17 maka
skor mean data empirik tersebuat berada pada kategori Sedang. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kesiapan pensiun karyawan PT. Perkebunan
Nusantara III Kantor Direksi Medan dalam aspek mental dan emosional adalah
sedang.
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil utama penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata
kesiapan pensiun karyawan PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan
berada pada kategori Tinggi.
Dilihat dari aspek kesiapan fisik, rata-rata responden berada pada kategori
Tinggi. Kesiapan fisik menurut Sutarto dan IsmulCokro (2008) adalah melakukan
pemeliharaan kesehatan semenjak masih berada di usia muda dengan menjalankan
pola hidup sehat. PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan memiliki
jadwal rutin setiap minggu untuk para karyawan berolahraga. Ini merupakan salah
satu contoh program yang memperdulikan kesehatan fisik para karyawan. Dengan
untuk karyawan yang akan pensiun, kebiasaan berolahraga akan membuat mereka
lebih siap secara fisik dalam menghadapi masa tua.
Dari aspek kesiapan finansial rata-rata responden berada pada kategori
Tinggi. Kesiapan finansial menurut Sutarto dan IsmulCokro (2008) adalah
ketersediaan sejumlah bekal pendukung berupa tabungan, asuransi, simpanan
asset, dan kegiatan usaha. Salah satu Program yang dimiliki PT. Perkebunan
Nusantara III dalam hal kesejahteraan finansial para karyawan yang akan pensiun
adalah Dana Pensiun Perkebunan (Dapenbun) yang akan diberikan kepada
karyawan begitu ia memasuki masa pensiun. Setelah pensiun karyawan juga
masih mendapatkan gaji dari perusahaan meskipun jumlahnya tidak sebesar yang
diterima saat masih bekerja. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kesiapan
pensiun karyawan dalam aspek finansial termasuk dalam kategori tinggi.
Sementara itu dari aspek mental dan emosional, rata-rata responden berada
dalam kategori Sedang. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh
Tarigan (2009), dimana pada dasarnya kesadaran para karyawan untuk siap
pensiun masih sangat rendah sehingga persiapan pensiun belum dianggap penting
bagi sebagian besar karyawan. Berk (2007) menyebutkan bahwa pensiun sering
menyebabkan stress pada individu. Newman (2006) mengemukakan bahwa
pensiun dianggap mengancam kesejahteraan psikologis individu, kemudian juga
diungkapkan bahwa melakukan persiapan secara psikologis–khususnya menyesuaikan diri dan beradaptasi–sebenarnya sangat penting namun karyawan belum memberikan perhatian yang mendalam pada aspek ini dan masih cukup
memperhatikan kesejahteraan psikologi karyawan yang akan pensiun. Sedangkan
para karyawan secara umum menginginkan adanya suatu program kesiapan
pensiun yang lebih memperhatikan kesejahteraan psikologis mereka. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa kesiapan pensiun karyawan dalam aspek mental
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian serta
saran-saran yang dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dengan topik yang
berkaitan.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data dapat diambil kesimpulan yaitu ;
a. Kesiapan pensiun karyawan PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi
Medan berada pada kategori Tinggi.
b. Dilihat dari ketiga aspek yang diukur, pada aspek kesiapan fisik karyawan
PT. Perkebunan Nusantara III Kantor Direksi Medan berada dalam
kategori tinggi. Pada aspek kesiapan finansial karyawan PT. Perkebunan
Nusantara III Kantor Direksi Medan berada pada kategori Tinggi.
Sedangkan aspek kesiapan mental emosional karyawan PT. Perkebunan
Nusantara III Kantor Direksi Medan berada pada kategori Sedang.
B. SARAN
1. Saran Metodologis
Bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian yang
berhubungan dengan topik kesiapan pensiun, baik melakukan penelitian sejenis
ataupun melakukan pengembangan dari penelitian ini, hendaknya lebih
a. Peneliti selanjutnya hendaknya lebih mengkoordinir dan mengawasi
penyebaran kuesioner saat proses pengambilan data dengan cara
mengumpulkan seluruh responden penelitian dalam suatu tempat untuk
mengisi kuesioner tersebut bersama-sama pada waktu yang sama pula. Hal
ini disebabkan karena banyak kuesioner yang tidak kembali dan banyak juga
aitem-aitem yang terlewatkan (tidak terisi).
b. Peneliti selanjutnya disarankan untuk melibatkan variabel bebas yang
mungkin mempengaruhi variabel penelitian ini, yakni kesiapan pensiun.
c. Peneliti selanjutnya disarankan untuk meminimalisir nilai social desirability
dengan cara membuat aitem-aitem yang lebih netral.
2. Saran Praktis
a. Dari hasil penelitian ini, peneliti menyarankan kepada perusahaan agar
mengadakan program kesiapan pensiun secara kontinu dan memiliki
program follow-up untuk karyawan yang akan memasuki masa pensiun. b. Melihat hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa kesiapan pensiun
karyawan pada aspek mental emosional berada pada kategori sedang,
peneliti menyarankan kepada para karyawan yang akan pensiun untuk
meningkatkan kesiapan diri dalam aspek mental emosional dengan cara
sebagai berikut (dirangkum dari pendapat beberapa tokoh yang dipakai
dalam referensi penelitian ini) :
i) Berpikir positif. Bahwa pensiun adalah suatu proses yang pasti dialami
oleh semua karyawan yang bekerja pada perusahaan. Hindari stress.
dengan pensiun berarti bebas dari ikatan dan tuntutan kerja, dan
memiliki lebih banyak waktu untuk keluarga, teman, dan hobi.
ii) Tekun beribadah. Dengan meningkatkan intensi aktivitas spiritual
akan menjadikan diri lebih sehat secara mental, ikhlas dalam menjalani
DAFTAR PUSTAKA
Aiken, L. R. (1982). Later Life 2nd edition. New York: CBS College Publishing. Allen, Jr., Everett J., et al. (1988). Pension Planning, sixth edition. Illionis: Irwin. Anoraga, P. (1995). Psikologi Industri dan Sosial, edisi I. Jakarta: Pustaka Jaya
Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakara: Pustaka Pelajar
______. (2004). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Berk, L. E. (2007). Development Through the Lifespan 4th edition. USA: Allyn and Bacon
Cascio, W. F. (2003). Managing Human Resources, sixth edition. New York: McGraw-Hill.
Cavanaugh, J. C. (2006). Adult Development and Aging. USA: Wadsworth Thomson Learning.
Corsini, R. J. (1987). The concise Encyclopedia of Psychology. Canada: John Willey & Sons
Craig, G. (1984). Human Development. 4th Edition. New Jersey: Prentice Hall. Dacey, J. S. (2004). Human Development Across the Lifespan, fifth edi