• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemekaran Daerah Sebagai Upaya Pembentukan Daerah Otonom ( Studi Kasus Kabupaten Asahan dan Batubara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemekaran Daerah Sebagai Upaya Pembentukan Daerah Otonom ( Studi Kasus Kabupaten Asahan dan Batubara)"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PEMEKARAN DAERAH SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN

DAERAH OTONOM

(STUDI KASUS KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat –Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

OLEH

DEARMA SINAGA 070200376

DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

(2)

PEMEKARAN DAERAH SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN

DAERAH OTONOM

(STUDI KASUS KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA)

SKRIPSI

OLEH DEARMA SINAGA

070200376

DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA

Disetujui

Ketua Departemen Hukum Tata Negara

( Armansyah, SH, M.H ) NIP. 195810071986011002

Pembimbing I, Pembimbing II

( Armansyah, SH, M.H ) ( Edy Murya, SH) NIP. 195810071986011002 NIP. 195908131989031002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

MEDAN

(3)

*) Armansyah, SH, M.H

**) Edy Murya, SH

***) Dearma Sinaga

ABSTRAKSI

Pemekaran daerah adalah pembagian kabupaten menjadi dua daerah atau lebih. Pemekaran daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semangat otonomi daerah dan fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah di Indonesia untuk membentuk daerah otonom baru melalui pemekaran daerah juga terasa dan menjadi aspirasi masyarakat Batubara. Pada tanggal 15 Juni 2007, DPR-RI mensyahkan Undang – undang No. 5 Tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Batubara di Provinsi Sumatera Utara.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan bahan – bahan dari buku, majalah, internet, peraturan perundang – undangan dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud tujuan penyusunan karya ilmiah ini serta penelitian lapangan (field research), melalui turun ke daerah Kabupaten Asahan dan Batubara.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah

memberi kekuatan jasmani dan rohani, kesabaran serta ketabahan dan atas karunia

yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi

ini, dan tak lupa juga kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah

menyelamatkan kita dari alam kebodohan hingga alam penuh ilmu pengetahuan.

Pembuatan skripsi ini adalah sebagai suatu persyaratan untuk kelak

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Departemen Hukum Tata Negara Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

Oleh karena itu, guna memenuhi persyaratan tersebut, penulis membuat

skripsi dengan judul “ Pemekaran Daerah Sebagai Upaya Pembentukan Daerah

Otonom ( Studi Kasus Kabupaten Asahan dan Batubara)”

Disini penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa terhadap penulisan

dan pembahasan skripsi ini masih banyak dijumpai berbagai kekurangan disana

sini, baik itu dalam segi penyusunan bahasanya ataupun substansi isinya. Oleh

sebab itu, penulis dengan kerendahan hati sangat mengharapkan adanya kritik dan

saran-saran guna mendukung terwujudnya suatu kesempurnaan tulisan ini.

Selanjutnya dalam rangka penyelesaian tugas skripsi ini penulis tidak lupa

mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Orang tua Penulis Ayahanda H.Ramlan Sinaga dan Ibunda Hj.Asliana

(5)

waktu, serta memberikan bantuan kepada penulis baik dari segi moril

maupun materil. Thanx my parents.

2. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof.

Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum.

3. PD I Prof.Dr,Budiman Ginting, SH, M.Hum, PD II Syafrudin Hasibuan

SH, DFM, PD III Muhammad Husni, SH, M.Hum

4. Bapak Armansyah, SH, M.H dosen pembimbing I penulis, selaku Ketua

Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum USU Medan dan

Bapak Edy Murya, SH, selaku dosen pembimbing II penulis, yang mana

telah memberikan saran-saran serta pengarahan kepada penulis disaat

melakukan penulisan skripsi ini, dan yang telah membimbing penulis

dalam menyelesaikan skripsi.

5. Bapak DR.Pendastaren Tarigan,SH, M.S selaku dosen penasehat akademik

penulis, yang penulis anggap sebagai orang tua penulis selama berada di

fakultas hukum. yang selalu memotifasi penulis dalam dunia akademik.

6. Abang dan kakak penulis Bripka Jupi Darmansah Sianaga, Eva Sagita

Sinaga,SP, Jutawan Sinaga,SSTP, MAP, Rica Aslilan,S.Psi, Jakaria

Sinaga,S,Ked, dan kakak ipar / abang ipar penulis Mereka yang selalu

memberikan semangat kepada penulis.

7. Semua dosen-dosen Fakultas Hukum USU yang dengan ikhlas

(6)

8. Semua Pegawai bagian Pendidikan dan Bagian Kemahasiswaan yang

selalu membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan kampus dan

administrasi penulis.

9. Semua Pegawai Perpustakaan Hukum.

10.Pemerintah Kabupaten Asahan dan Pemerintah Kabupaten Batubara,

terima kasih aas data – data yang diberikan

11.Teman-teman ku Donny Irawan, Fadhillah Astrid Sitompul, Ananda

Jakaria, Yudi Trianatha, M.Suhaji Utama, Fajar Soefany yang selalu

berbagi informasi dan sangat membantu penulis, serta teman seperjuangan

tempat berbagi suka dan duka selama di Fakultas Hukum.

12.Putri Nesia Dahlius,SH yang selalu menghibur, menemani, mengingatkan,

membantu, dan mendukung penulis untuk segera menyelesaikan skripsi

ini. Dan yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah penulis. Terima

kasih sayang. (you are my spirit).

13.Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FH-USU,

ketum (2009-2010) Achmad Sandri Nasution, ketum (2010-2011) Bin Ars

Lubis, Pengurus Presidium maupun Departemen ayo teman – teman

seperjuangan semangat terus, jangan lelah, teruslah berjuang untuk ummat.

YAKUSA

14.Teman – teman penulis sewaktu masa – masa kuliah grup F maupun grup

lain dan teman – teman Departemen Hukum Tata Negara

15.Bocah – bocah keponakan penulis Rendy Ardiansah Sinaga, Jafif Sauma

(7)

16.Semua keluarga besar penulis, dan orang-orang yang telah membantu

penulis.

Medan, 12 Mei 2011

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI……….v

ABSTRAKSI………....………..viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….1

B. Perumusan Masalah………...……...6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……….6

D. Keaslian Penulisan………...8

E. Tinjauan Kepustakaan………..9

F. Metode Penelitian………20

G. Sistematika Penulisan………..21

BAB II. KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH A. Asas - asas Pemerintahan Daerah………...24

B. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah………...32

(9)

BAB III. PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN / KOTA DAN

PENGATURANNYA BERDASARKAN PP NO.78 TAHUN 2007

A. Latar Belakang dan Dampak Dari Pemekaran atau Pembentukan

Daerah………...49

B. Syarat – Syarat dan Tata Cara Pemekaran Kabupaten / Kota

Berdasarkan PP No.78 Tahun 2007………...54

BAB IV PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN MENJADI

KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA SEBAGAI UPAYA

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM

A. Gambaran Umum Kabupaten Asahan……….…71

B. Sejarah dan Perkembangan Kabupaten Asahan………...84

C. Wacana dan Aspirasi Masyarakat Asahan Atas Pembentukan

1 (satu) Daerah Baru………....86

D. Batu Bara Sebagai Daerah Otonom Baru………....98

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………102

B. Saran ……….103

(10)

LAMPIRAN……….

(11)

*) Armansyah, SH, M.H

**) Edy Murya, SH

***) Dearma Sinaga

ABSTRAKSI

Pemekaran daerah adalah pembagian kabupaten menjadi dua daerah atau lebih. Pemekaran daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semangat otonomi daerah dan fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah di Indonesia untuk membentuk daerah otonom baru melalui pemekaran daerah juga terasa dan menjadi aspirasi masyarakat Batubara. Pada tanggal 15 Juni 2007, DPR-RI mensyahkan Undang – undang No. 5 Tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Batubara di Provinsi Sumatera Utara.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan bahan – bahan dari buku, majalah, internet, peraturan perundang – undangan dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud tujuan penyusunan karya ilmiah ini serta penelitian lapangan (field research), melalui turun ke daerah Kabupaten Asahan dan Batubara.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era reformasi yang menggantikan Era Orde Baru mempunyai dampak positif

dan dampak negatif yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak

positif reformasi terlihat dalam kehidupan bernegara antara lain : semakin

transparannya penyelenggaraan pemerintah dipusat dan didaerah. Demikian pula

dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerah diberikan otonomi yang lebih luas

dan lebih nyata kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan urusan rumah

tangganya sendiri.

Sebagai konsekuensi kebijakan desentralisasi yang dianut dengan Undang –

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu dibentuk

daerah – daerah otonom dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal

ini sejalan dengan ketentuan pasal 18 aat (1),(2) Undang – Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

Fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk

daerah otonom baru (baik daerah Provinsi, daerah Kabupaten, maupun daerah

Kota) yang terpisah dari induknya akhir – akhir ini banyak muncul seiring dengan

dinamika masyarakat pada era reformasi.

Dinamika keinginan masyarakat di suatu wilayah untuk menjadikan daerahnya

(13)

semangat otonomi daerah yang secara resmi digulirkan pada bulan Januari 2001.

Undang – Undang Nomor 22 tahun 1999 yang disempurnakan menjadi Undang –

Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan sekarang telah disempurnakan menjadi

Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang

– Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan

bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.

Selanjutnya dinyatakan yang dimaksud dengan daerah otonom yang

selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas – batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semangat otonomi daerah dan Fenomena keinginan masyarakat pada berbagai

wilayah untuk membentuk daerah otonom baru yang terjadi di seluruh nusantara

juga terasa pada masyarakat Asahan. Masyarakat Asahan juga menghendaki

daerah Kabupaten Asahan saat ini dimekarkan lagi menjadi satu daerah otonom

baru, yakni Kabupaten Batubara. Tuntutan masyarakat yang sangat kuat di tingkat

bawah (grassroot) tersebut didorong oleh keinginan memperoleh pelayanan yang

lebih baik dari pemerintah daerah.

J.Kaloh mengatakan :

(14)

diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber – sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik.1

Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan

pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di

samping sebagai sarana pendidikan politik lokal.2

Perkembangan daerah dengan adanya otonomi menunjukkan semakin banyak

daerah yang terlihat lebih maju dan berkembang sejak diberikan otonomi yang

lebih besar terutama daerah yang memiliki sumber daya alam cukup besar.

Otonomi ternyata membeikan kepada daerah untuk mengembangkan daerahnya Seperti telah dikemukakan

sebelumnya, tujuan pembentukan suatu daerah otonom pada dasarnya adalah

untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan.

Namun pada sisi lain, harus diantisipasi pula bahwa kelahiran daerah atau

wilayah baru ternyata memunculkan pula persoalan – persoalan baru terutama

yang menyangkut dimensi sosial budaya berupa perasaan atau efek psikologis

sosial bagi komunitas atau kelompok masyarakat tertentu didaerah menjadi

termarjinalisasi dalam peranan, fungsi, dan kedudukannya dalam turut serta

mewarnai dinamika sosial budaya di daerah tersebut. Di samping dampak lain

baik dampak politik, ekonomi, kewilayahan, pertahanan dan keamanan dan lain

sebagainya

1

J.Kaloh, “Mencari Bentuk Otonomi Daerah” , Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm.194.

2

(15)

sesuai dengan kondisi sosial ekonomi, budaya, dan adat masing – masing daerah

untuk menunjukkan kebhinekaan.

Akan tetapi, perlu disadari pula daerah yang kurang berkembang setelah

diberikan otonomi. Hasil peneltian menunjukkan terdapat daerah yang terlihat

stagnan perkembangannya atau bahkan terdapat daerah yang kesulitan memenuhi

kebutuhannya sebagai daerah otonom.3

Oleh karena itu, pembentukan suatu daerah harus memperhatikan berbagai

aspek pendukung pengembangan daerah terutama aspek sumber daya alam atau

sumber ekonomi suatu daerah dan sumber daya manusia yang akan mengelolanya.

Apabila salah satu aspek tersebut tidak dimiliki akan menghambat tujuan utama

pembentukan daerah yaitu peningkatan kesejahteraan dan pelayanan yang lebih

baik bagi masyarakatnya.

Akhir – akhir ini terdapat kecendrungan terjadinya kehendak untuk

pembentukan daerah baru (khusunya melalui pemekaran). Kecendrungan tersebut

seringkali kurang memperhatikan berbagai aspek yang diperlukan untuk

kepentingan pembentukan daerah sekaligus dan kemungkinan perkembangan

dikemudian hari.

4

3

Hamdi Muchlis, Naskah Akademik Tentang Pembentukan dan Penghapusan Daerah, BPHN DEPKUMHAM RI, Jakarta,2008 hlm 1

4

Ibid hlm 3

Menurut J.Kaloh :

(16)

1. Dengan adanya dukungan formal melalui UU No.32 Tahun 2004 (saat ini telah diubah dengan UU No.12 Tahun 2008), muncul kecendrungan banyaknya daerah – daerah yang minta dimekarkan, padahal ditinjau khusunya dari syarat teknis (kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, dan hankam) tidaklah begitu mendukung

2. Berdasarkan data yang ada, dari 98 daerah pemekaran kabupaten / kota terdapat 70 daerah yang mengalami going-down (komisi II DPR-RI)

3. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah

tidaklah menjamin secara serta merta membawa pada perubahan yang diinginkan.

4. Hal ini disebabkan antara lain, inisiatif pemekaran dan pembentukan daerah tidaklah merupakan suara dari bagian terbesar masyarakat daerah yang bersangkutan, tetapi hanya inisiatif dari kelompok para elit politik maupun birokrat yang cenderung mengejar kekuasaan dengan mengusung “panji” dan corak perimordialisme.5

Kemungkinan adanya pembentukan daerah baru, pemekaran suatu daerah,

penghapusan dan atau penggabungan darah memerlukan penelitian yang

mendalam. Salah satu aspek yang harus dipertimbangkan adalah aspek hukumnya,

artinya pembentukan, pemekaran, penggabungan atau penghapusan suatu daerah

otonom harus mempunyai paying hukum untuk memperkuat legitimasinya.

Pengaturan mengenai hal tersebut harus mampu membuat persyaratan bahwa

adanya suatu daerah otonom memungkinkan kemajuan suatu daerah. Mengingat

salah satu tujuan hukum merupakan “ sarana pembaharuan masyarakat” yang

didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha

5

(17)

pembangunan atau pembaharuan itu, maka hukum merupakan suatu yang

diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak) perlu.6

Pemerintah telah mengeluarkan suatu Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan

Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan,

Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Di dalam Peraturan ini diatur

bagaimana syarat serta ketentuan lain yang harus dipenuhi agar Pembentukan

serta Pemekaran Daerah mencapai tujuannya. Persyaratan pembentukan daerah

dimaksud agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu

menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik

yang optimal guna mempercepat terwujudnya keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

7

B. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana Suatu Daerah Memenuhi Syarat Untuk Melakukan

Pemekaran?

2. Bagaimana Wacana dan Aspirasi Masyarakat Asahan Atas

Pembentukan Kabupaten Batubara Sebagai Daerah Baru?

6

L.Sumartini. Peranan dan Fungsi Rencana Legislasi Nasional Dalam Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. BPHN Departemen Kehakiman RI, Jakarta 1999, hlm 3 7

(18)

A. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan tulisan ini adalah :

Penulisan skripsi ini bertujuan memberikan gambaran bagaimana

pengaturan mengenai pemekaran daerah, khususnya mengenai pemekaran

kabupaten dan kota di Indonesia saat ini, faktor – faktor apa yang melatar

belakangi munculnya aspirasi masyarakat dalam pemekaran Kabupaten Asahan ,

bagaimana keadaan Kabupaten Asahan sebagai daerah induk dan Kabupaten

Batubara sebagai daerah baru dalam memenuhi aturan hukum mengenai

pemekaran daerah yang saat ini.

Manfaat yang diperoleh dari penulisan ini ilmiah ini adalah :

1. Secara Teoritis

a. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sedikit sumbangan

pengetahuan dan pemikiran sebagai salah satu referensi perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen

Hukum Tata Negara

b. Bagi Penulis sendiri , tulisan ini bermanfaat dalam memenuhi

persyaratan guna menyelesaikan studi dan meraih gelar kesarjanaan

program Strata Satu (S-1) di Departemen Hukum Tata Negara Fakultas

(19)

2. Secara Praktis

a. Dapat digunakan pemerintah sebagai rujukan dalam membuat

kebijakan mengenai pemerintashan daerah, khususnya mengenai

pemekaran daerah.

b. Bagi pemerintahan daerah, yakni Pemerintahan Kabupaten Asahan dan

Kabupaten Batubara, penelitian ini dapat menjadi suatu saran atau

masukan di dalam membangun serta meningkatkan pelayanan bagi

masyarakat.

c. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi masukan serta menambah

wawasan masyarakat akan pemekaran daerah, terutama bagi

masyarakat Asahan dan Batubara yang saat ini mengalami pemekaran

daerah yang nantinya diharapkan dapat mengawasi atau mengadakan

proses kontroling bagi proses pemekaran daerah yang sedang

berlangsung di wilayah tersebut.

B. Keaslian Penulisan

Bahwa skripsi ini yang berjudul “PEMEKARAN DAERAH SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM (STUDI KASUS KABUPATEN ASAHAN dan BATUBARA)”. Merupakan hasil karya dan ide sendiri dari penulis. Skripsi ini belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan

(20)

ataupun merekayasa dan meniru dari skripsi yang pernah ada. Penulis

menuangkan segala pemikiran dan jerih payahnya untuk kelayakan didalam

penulisan skripsi ini dan menjamin bahwa skripsi dengan judul seperti yang telah

disebutkan di atas belum pernah dibuat.

Kalaupun ada pendapat dan kutipan lain yang berkaitan dengan dengan tulisan

ini, semata – mata adalah faktor pendukung dan pelengkap dalam usaha

penyusunan dan menyelesaikan skripsi ini, karena hal tersebut sangat dibutuhkan

dalam penyusunan skripsi ini.

C. Tinjauan Kepustakaan

1. Konsep Kedaulatan Rakyat (Demokrasi)

Istilah kedaulatan rakyat merupakan perpaduan antara dua kata, yaitu

“kedaulatan” dan kata “rakyat”, dimana masing – masing kata tersebut memiliki

arti yang berbeda. Dari segi kaidah bahasa Indonesia kata kedaulatan berasal dari

suku kata “daulat” yang bermakna kekuasaan pemerintahan.8 Kemudian, kata

tersebut mendapat imbuhan awalan “ke” dan akhiran “an” (kedaulatan) sehingga

mempunyai suatu pengertian kekuasaan tertinggi atas pemerintahan Negara.9

8

Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1988, hlm.188. 9

(21)

Selanjutnya kata “rakyat” berarti segenap penduduk suatu Negara (sebagai

imbangan pemerintahan).10

Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi sebagai atribut bagi organisasi masyarakat yang paling besar dan rakyat adalah tempat yang melahirkan kekuasaan yang tertinggi itu. Dengan demikian, kedaulatan rakyat adalah kekuasaan tertinggi dalam Negara yang terletak di tangan rakyat.

Edy Purnama mengatakan :

11

Secara teoritik dan normatif, rakyat sering disebut sebagai pemegang

kedaulatan tertinggi atau pemegang mutlak kekuasaan sebuah Negara. Karenanya,

Paham kedaulatan rakyat telah tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan

masyarakat, terutama di pedesaan. Paham dimaksud terbatas pada hak tertinggi

rakyat pedesaan untuk menyelenggarakan urusan mereka sendiri, seperti

menetapkan dan memilih kepala desa, kepala kampung atau kepala persekutuan

hukum lainnya, seperti kepala marga, dan lain sebagainya.

Prinsip kedaulatan rakyat di dalam UUD 1945 dimuat baik di dalam

Pembukaan (pada aline keempat) juga di dalam batang tubuh UUD 1945. Pasal 1

ayat (2) UUD 1945 menetapkan “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan

dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Kemudian

ketentuan tersebut dalam amandemen ketiga pada tahun 2001 mengalami

perubahan sehingga ketentuan dimaksud berbunyi “Kedaulatan berada di tangan

rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”.

10 Ibid. 11

(22)

rakyat senatiasa konsisten sebagai pihak yang mempercayakan (untuk

menyerahkan kekuasaan) kepada Negara.

Makmur Amir dan Reni Dwi Purnomowati mengatakan :

Dibanyak Negara di dunia saat ini di dalam konstitusinya tertulis bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, yang berarti bahwa Negara tersebut menganut asas kedaulatan rakyat. Dengan demikian menganut asas asas kedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan pemerintah bersumber pada kedaulatan rakyat. Prinsip dasar inilah yang kemudian dikenal sebagai prinsip demokrasi.12

2. Negara Kesatuan

Dalam teori pemerintahan, secara garis besar dikenal ada dua bentuk / susunan

Negara yaitu Negara federal dan Negara kesatuan. Secara etimologis, kata

“federal” berasal dari bahasa latin yaitu feodus, artinya liga, Liga Negara – Negara kota yang otonom pada zaman Yunani kuno dapat dipandang sebagai Negara

federal yang mula – mula. Bentuk pemerintahan federal berasal dari pengalaman

konstitusional Amerika Serikat.

Bentuk Negara federal berangkat dari satu asumsi dasar bahwa Negara federal

dibentuk oleh sejumlah Negara atau wilayah yang independen, yang sejak awal

memiliki kedaulatan atau semacam kedaulatan pada dirinya masing – masing.

Negara atau wilayah – wilayah itu kemudian bersepakat membentuk sebuah

federal. Negara dan wilayah pendiri federal itu kemudian berganti status menjadi

12

(23)

Negara bagian atau wilayah administrasi dengan nama tertentu dalam lingkungan

federal.

Biasanya, pemerintah federal diberi kekuasaan penuh di bidang moneter,

pertahanan, peradilan, dan hubungan luar negeri, kesatuan lainnya cenderung

tetap dipertahankan oleh Negara bagian atau wilayah administrasi. Kekuasaan

Negara bagian biasanya sangat menonjol dalam urusan – urusan domestik, seperti

pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan keamanan masyarakat.

Beberapa segi positif dari konsep Negara federal antara lain: pertama,

federalisasi merupakan strategi yang palin tepat untuk membuka kekuasaan yang

pada masa lalu amat tertutup. Masyarakat pada umumnya mendambakan

keterbukaan. Banyak mekanisme dan lembaga demokrasi yang dikembangkan

dalam rangka membuka kekuasaan itu, contohnya adalah perwakilan politik.

Kedua, federalisme di pandang sebagai usaha menyeimbangkan kekuatan budaya

daerah, suku, atau etnis yang ada dalam suatu Negara. Ketiga, di dalam sistem

federal, ada unsur – unsur yang dapat membantu menghindari kecendrungan ke

arah intensifikasi ketimpangan ekonomi dan konflik – konflik politik budaya

menyertai.

Bentuk Negara kesatuan, asumsi dasarnya berbeda secara diametric dari

Negara federal. Formasi Negara kesatuan dideklarasikan sejak kemerdekaan oleh

para pendiri Negara dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai bagian dari

satu Negara. Tidak ada kesepakatan para pengusaha daerah, apalagi Negara –

(24)

bukanlah bagian – bagian wilayah yang bersifat independent. Atas dasar itu,

Negara membentuk daerah – daerah atau wilayah – wilayah yang kemudian diberi

kekuasaan atau wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengurus berbagai

kepentingan masyarakatnya. Hal ini diasumsikan bahwa negaralah yang menjadi

sumber kekuasaan.

Dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194513,

dinyatakan dengan tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang

berbentuk republik14

13

Selanjutnya disebut UUD NRI 1945. 14

Pasal 1 ayat (1) UD NRI 1945.

. Prinsip Negara kesatuan ialah pemegang tampuk keuasaan

tertinggi atas segenap urusan Negara adalah pemerintah pusat tanpa ada suatu

delegasi atau pelimpahan kekuasaan kepada pemerintah daerah. Dalam Negara

kesatuan terdapat asas bahwa segenap urusan Negara tidak dibagi antara

pemerintah pusat (central government) dengan pemerintah lokal ( lokal government) sedemikian rupa, sehingga urusan – urusan Negara dalam Negara kesatuan tetap merupakan suatu kebulatan dan bahwa pemegang kekuasaan

tertinggi di Negara itu adalah pemerintah pusat. Di dalam Negara kesatuan ,

tanggung jawab pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan pada dasarnya tetap

berada di tangan pemeintah pusat.

Dalam konteks Negara Indonesia, Negara Indonesia adalah Negara kesatuan.

Sebagai Negara kesatuan maka kedaulatan Negara adalah tunggal, tidak tersebar

(25)

Pembentukan organisasi – organisasi pemerintah di daerah atau pemerintah

daerah dalam Negara kesatuan tidak sama dengan pembentukan Negara bagian

seperti dalam Negara federal. Kedudukan pemerintah daerah dalam sistem Negara

kesatauan adalah subdivisi pemerintah nasional. Pemerintah daerah tidak memiliki

kedaulatan sendiri sebagaimana Negara bagian dalam sistem Negara federal.

Hubungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah dependent dan sub-ordinat sedangkan hubungan Negara bagian dengan Negara federal / pusat dalam Negara federal adalah independent dan koordinatif.

Bentuk Negara kesatuan disebut juga dengan negara unitaris, Negara yang

bersusunan tunggal. Negara itu berdiri sendiri, tidak dibentuk atas susunan Negara

kesatuan. Negara ini berdiri sendiri, tidak dibentuk atas susunan beberapa Negara.

Di dalam Negara hanya ada satu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan

dan wewenangya, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Sistem sentralisasi adalah

sistem yang tidak menyelenggarakan pembagian daerah. Pembagian daerah yang

dilakukan hanya dalam bentuk daerah – daerah administrasi.

Dalam sistem desentralisasi, Negara kesatuan tersebut menyelenggarakan

pembagian daerah yang masing – masing daerah berhak mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri, seperti Indonesia. Setiap daerah mempunyai

pemerintahan sendiri yang disebut pemerintah daerah. Pemerintahan daerah

tersebut tidak mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam bidang

(26)

Meskipun suatu pemerintahan menganut sistem desentralsasi, dapat saja dalam

pelaksanaan pemerintahan sehari – hari mempraktikkan sistem sentralisasi.

Contoh nyata dari kondisi ini dapat dilihat dalam penyelenggaraan pemerintah di

Indonesia selama ini. Meskipun secara tertulis melalui perundang – undangan dan

merupakan perintah UUD NRI 1945 untuk menjalankan sistem pemerintahan

desentralisasi, dalam implementasinya, praktik – praktik sentralisasi yang

dominan dilaksanakan.

Bentuk Negara kesatuan membawa implikasi kepada sistem pemeintahan

suatu Negara apakah akan mengambil sistem pemerintahan sentralisasi ataukah

sitem pemerintahan desentralisasi. Suatu sitem pemerintahan sentralisasi memiliki

karakteristik sebagai berikut :

1. Dominasi pemerintahan pusat sangat besar terhadap daerah

2. Segala kebijaksanaan diatur secara terpusat, daerah hanya melaksanakan

tanpa ada kewenangan apapun

3. Sistem ini menjadi kurang popular karena ketidakmampuan aparat pusat

memahami secara tepat nilai – nilai daerah atau aspirasi daerah.15

Misalnya dalam bidang penddidikan saja, segala sesuatu yang menyangkut

masalah pendidikan ditentukan oleh pusat mulai dari kurikulum, anggaran, sistem

evaluasi,pengangkatan, dan pembinaan karir guru (selain SD). Masyarakat dan

15

(27)

pemerintah daerah tidak diberi kewenangan untuk menentukan tujuan pendidikan

dan penyelesaian masalah – masalah pendidikannya sendiri.

Sedangkan bentuk Negara kesatuan yang mengambil sistem pemerintahan sentralisasi memiliki karakteristik :

1. Terjadi transfer kewenangan atau otoritas pusat kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan aspirasi daerah dan masyrakat di daerah.

2. Sistem lebih demokratis karena lebih mengikut sertakan rakyat dalam mengambil keputusan.

3. Implementasi sistem pemerintahan desentralisasi adalah terbentuknya daerah otonomi seperti kabupaten dan kota.

4. Memberi keleluasaan desentralisasi dan otonom kepada daerah tidak akan menimbulkan disintergrasi dan tidak akan menurunkan derajat / wibawa pemerintah pusat, bahkan sebaliknya akan menimbulkan respek daerah pada pemerintah pusat sehingga memperkuat pelaksanaan pemerintahan.16

Jerry M. Silverman dan Dennis A. Rondinelli dan Jhon R. Nellis menyatakan bahwa suatu Negara kesatuan yang mengambil sistem pemerintahan yang desentralisasi dapat mengambil bentuk :

1. Deconsentration, yaitu pelimpahan wewenang administratif dari pemerintah pusat kepada pejabat (kantor) daerah untuk melaksanakan tugas pemerintah pusat di daerah (desentralisasi fungsi)

2. Delegation, yaitu pemindahan (penyerahan) tugas dan tanggung jawab manajerial kepada pejabat / pemerintah di luar struktur pemerintah pusat untuk melaksanakan tugas tertentu. Pemerintah hanya melakukan pengawasan secara tidak langsung.

3. Devolution, yaitu pemerintah pusat membentuk unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dan menyerahkan tugas termasuk wewenang pembuatan keputusan secara mandiri (otonomi – independen). Pemerintah pusat tidak melakukan secara langsung. Unit pemerintahan tersebut mempunyai batas wilayah yang jelas dan legal (desentralisasi politik).

(28)

4. Privatization, yaitu penyerahan (pemindahan) tugas kepada institusi nonpemerintah (non governmental institution) untuk melaksanakan pengelolaan suatu bentuk tugas secara mandiri baik bersifat bisnis maupun non bisnis.17

3. Konsep Pemerintahan Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia

Undang – Undang Dasar telah mengatur secara rinci hal – hal yeng berkaitan

dengan penyelenggara pemerintahan di daerah, seperti yang telah tertulis dalam

ketentuan pasal 18, 18 A, dan pasal 18 B UUD NRI 1945.

Pembagian wilayah daerah menurut ketentuan pasal 18 UUD 1945 (sebelum

amandemen) menyatakan :

“Pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang – undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara, hak asal – usul dalm daerah – daerah yang bersifat istimewa”

Pada tanggal 18 agustus 2000, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

melalui sidang tahunan menyetujui untuk melakukan perubahan kedua terhadap

UUD 1945 dengan mengubah dan / atau menambah Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal

18B. Perubahan UUD 1945 merupakan salah satu tuntutan yang paling mendasar

dari gerakan reformasi yang berujung pada runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada

tahun 1998. Tuntutan perubahan UUD 1945 menjadi kenyataan dengan

17

(29)

dilakukannya perubahan UUD 1945 oleh Majelis Permusyarakatan Rakyat

(MPR).18

(1)Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupten dan kota, dan tiap – tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang – undang.

Ketentuan di dalam pasal 18 diubah dan ditambah menjadi berbunyi sebagai

berikut :

Pasal 18

(2)Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3)Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Daerah yang anggota – anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

(4)Gubernur, Bupati, dan Walikota masing – masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

(5)Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas – luasnya, kecuali urusan pemeintahan yang oleh undang – undang ditentukan sebagai urusan pemerintah

(6)Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan – peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

(7)Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang – undang.

Pasal 18A

18

(30)

(1)Hubungan wewenang antara pemerintah pusat degan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang – undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2)Hubungan keuangan, pelayanan umum. Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang – undang.

Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat isimewa yang diatur dengan undang – undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Oleh karena terjadi perubahan terhadap pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan

UUD 1945 yang selama ini juga menjadi acuan dalam mengatur Pemerintahan

Daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu – satunya sumber konstitusional

Pemerintah Daerah adalah Pasal 18, 18A, dan Pasal 18B. selain meniadakan

kerancuan, penghapusan Penjelasan Pasal 18 sekaligus juga sebagai penaatan

UUD. Selain tak lazim UUD mempunyai penjelasan, selama ini penjelasan

dianggap sebagai sumber hukum disamping (bukan sederajat dengan) ketentuan

batang tubuh UUD.

Perubahan pasal 18 (yang baru) ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas

pembagian daerah ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi

(31)

Ketentuan pasal 18 ayat (1) ini mempunyai keterkaitan erat dengan ketentuan

pasal 25A mengenai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 25A

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah dan batas – batas dan hak – haknya ditetapkan dengan undang – undang.

Istilah “dibagi atas” (bukan “terdiri atas”) dalam ketentuan pasal 18 ayat (1)

bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan. Istilah ini langsung

menjelaskan bahwa Negara kita adalah Negara kesatuan dimana kedaulatan

Negara berada di tangan pusat. Hal ini konsiten dengan kesepakatan untuk tetap

mempertahankan bentuk Negara kesatuan. Berbeda dengan istilah “terdiri atas”

yang lebih menunjukkan substansi federalism karena istilah itu menunjukkan

kedaulatan berada di tangan Negara – Negara bagian.

Prinsip – prinsip yang terkandung dalam pasal – pasal baru, yaitu pasal 18

Amandemen II UUD 1945 adalah sebagai berikut :

1. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

asas otonomi dan tugas pembantuan (pasal 18 ayat (2))

2. Prinsip menjalankan otonomi seluas – luasnya (pasal 18 ayat (5))

3. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah (pasal 18 ayat (1))

4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta

(32)

5. Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat

khusus dan istimewa (pasal 18 ayat (2))

6. Prinsip hubungan pusat dan daerah dan harus dilaksanakan secara selaras dan

adil (pasal 18 ayat (2)).19

Otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan memberikan

kewenangan yang luas supaya daerah dapat mengoptimalkan dan sebagai upaya

untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan

kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat. Pemberian otonomi daerah akan

mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan professional.

D. Metode Penulisan

Didalam proses pencapaian tujuan sebuah karya tulis, yaitu suatu tulisan yang

baik dan benar baik itu dari segi bobot ilmiahnya maupun dari segi isinya yang

terarah, dalam hal ini penulis berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan

kemampuan yang ada.

Sebagai bagian dari realisasi dalam pencapaian tujuan seperti yang disebutkan

di atas, penulis telah mencoba menempuh beberapa langkah – langkah yang

dianggap baik dalam pengumpulan data dan bahan tulisan, yaitu :

1. Penelitian Lapangan

19

(33)

Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian di lokasi yang menjadi objek

bahan skripsi ini, yaitu Kabupaten Asahan. Melalui penelitian tersebut ,

penulis mengadakan pengamatan (observasi) keadaan Kabupaten Asahan dalam memenuhi syarat serta keadaan masyarakat Asahan dalam menghadapi

pemekaran daerah.

2. Penelitian Kepustakaan

Penulisan skripsi ini terwujud tidsak terlepas dari bahan – bahan tertulis,

baik itu buku – buku yang penulis peroleh di lingkungan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara ataupun tempat lain, media massa, data – data

tertulis dilingkungan kantor pemerintah kabupaten Asahan, dan peraturan

perundang – undangan yang menyangkut pemerintahan daerah, serta karya

ilmiah dan bimbingan perkuliahan yang penulis peroleh selama ini, menjadi

sumber yang sangat penting artinya dalam menyajikan skripsi.

E. Sitematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami materi skripsi ini dalam upaya ke arah

pemahaman masalah, penulis menguraikan secara garis besar sistematikanya yang

bertujuan agar tidak terjadi kesimpang siuran pemikiran / penafsiran dalam

menguraikan lebih lanjut. Pada bagian ini penulis membuat ringkasan garis besar

dari lima BAB, yang dimulai dengan kata pengantar dan dilanjutkan dengan daftar

(34)

Setiap BAB akan terdiri dari beberapa sub BAB yang akan mendukung

keutuhan topic dari setiap BAB.

BAB I PENDAHULUAN

Yang terdiri dari Latar belakang penulisan, Perumusan masalah, Tujuan dan

manfaat penulisan, Keaslian penulisan, Tinjauan kepustakaan, Metode penulisan,

dan Sistematika penulisan adalah bab pendahuluan yang memberikan gambaran

secara singkat ke arah mana skripsi ini mau diangkat dan metode – metode atau

cara – cara yang digunakan penuluis dalam menulis skripsi ini.

BAB II KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH

Asas – asas Pemerintahan Daerah, Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

dan Kewenangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN / KOTA DAN PENGATURANNYA BERDASARKAN PP NOMOR 78 TAHUN 2007

Yang terdiri dari Latar belakang dan Dampak dari Pemekaran /

pembentukan daerah, Syarat – syarat dan tata cara pemekaran kabupaten /

(35)

BAB IV PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

MENJADI KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA

SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM

Yang terdiri dari Gambaran Umum tentang Kabupaten Asahan, Sejarah

dan perkembangan Kabupaten Asahan, Wacana dan aspirasi masyarakat

asahan atas pembentukan satu (1) daerah baru, dan Batubara sebagai daerah

baru.

BAB V PENUTUP

Bab ini terdiri dari Kesimpulan dan Saran sebagai penutup dari skripsi ini.

Penulis merangkum intisari dari penulisan skripsi dan member saran terhadap

(36)

BAB II

KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH

A.

Asas – Asas Pemerintahan Daerah

Dalam penyelenggaran pemerintahan, ada beberapa prinsip daerah yang

menjadi pegangan oleh aparat pemerintahan dalam menggerakkan administrasi

pemerintahan atau manajemen pemerintahan. Prinsip – prinsip dasar tersebut

disebut dengan asas – asas pemerintahan. Sentralisasi, dekonsentrasi, dan

desentralisasi adalah konsep – konsep yang berhubungan dengan pengambilan

keputusan dalam organisasi termasuk dalam organisasi Negara.20

1. Desentralisasi.

Asas – asas kedaerahan adalah prinsip – prinsip dasar dalam pendelegasian

wewenang dan pelaksanaan tugas sesuai dengan sumber wewenang tersebut. Asas

tersebut ada tiga jenis, yaitu :

2. Dekonsentrasi.

3. Medebewind.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada

daerah dalam kerangka sistem kenegaraan. Dalam Negara kesatuan seperti

20

(37)

Indonesia, penyerahan wewenang dari pemerintah diserahkan kepada daerah

otonom. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas daerah tertentu serta berwenang mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

dalam ikatan Negara kesatuan (Pasal 1 angka 6 dan 7 UU No.32 Tahun 2004).

Adanya pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan desentralisasi.

Desentralisasi berasal dari bahasa latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum

yang berarti pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan demikian, desentralisasi bersarti melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak

putus sama sekali dengan pusat tapi hanya menjauh dari pusat.

Organisasi yang besar dan kompleks seperti Negara Indonesia tidak akan

efisien jika semua kewenangan politik dan administrasi diletakkan pada puncak

hirearki organisasi / pemerintah pusat, karena pemerintah pusat akan menanggung

beban yang berat. Juga tidak cukup hanya dilimpahkan secara dekonsentrasi

kepada pejabatnya yang berada di wilayah Negara. Agar kewenangan tersebut

dapat diimplementasikan secara efisien dan akuntabel, maka sebagian

kewenangan poltik dan administrasi pada organisasi yang lebih rendah disebut

desentralisasi.

Karena jenjang hierarki yang lebih rendah (pemerintah daerah) tersebut

diserahi wewenang penuh, baik politik maupun administrasi, maka pada jenjang

organisasi yang diberi penyerahan wewenang tersebut timbul otonomi. Otononi

(38)

mengatur dsan mengurus kepentingannya yang bersifat lokal, bukan yang bersifat

nasional. Karena itu , desentralisasi menimbulkan otonomi daerah, yaitu

kebebasan masyarakat yang tinggal di daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus kepentingannya yang bersifat lokal. Jadi, otonomi daerah adalah

konsekuensi logis penerapan asas desentralisasi pada pemerintahan daerah.

Henry Maddick menjelaskan, desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan

secara hukum untuk menangani bidang – bidang / fungsi – fungsi tertentu kepada

daerah otonom.21

Desentralisasi adalah penyerahan perencanaan, pembuatan keputusan, dan

kewenanan administratif dari pemerintah pusat kepada organisasi wilayah, satuan

administrasi daerah, organisasi semi otonom, pemrintah daerah, atau organisasi

non pemerintah / lembaga swadaya masyarakat.

Rodinelli seperti dikutip oleh Hanif Nurcholis mengatakan bahwa

22

1. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan

tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom.

Menurut smith, desentalisasi mempunyai cirri – cirri sebagai

berikut :

2. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci, atau merupakan fungsi yang

tersisa (residual function).

21

Hendry Maddick dan Hanif Nurcholis, “Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah”, Grasindo, Jakarta, 2007, hlm 10

22

(39)

3. Penerima wewenang adalah daerah otonom

4. Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan

melaksanakan kebijakan,wewenang mengatur dan mengurus (regeling en bestuur) kepentingan yang bersifat lokal.

5. Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma

hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak.

6. Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma

hukum yang bersifat individual dan konkrit (beschikking, acte administratif,verwaltungsakt)

7. Keberadaan daerah otonom adalah di luar hirearki organisasi

pemerintah pusat.

8. Menunjukkan pola hubungan antar organisasi.

9. Menciptakan political veriety dan diversity of structur dalam sistem politik.23

Bhenyamin hoessein menjelaskan dalam pidato pengukuhan Doktornya,

dalam rangka desentralisasi, daerah otonom berada di luar hirearki organisasi

pemerintah pusat. Sedangkan dalam rangka dekonsentrasi, wilayah administratif

(filed administration) berada dalam hirearki organisasi pemerintah pusat.24

23

Ibid, hlm. 15. 24

Ibid, hlm. 15.

(40)

sedangkan dekonsentrasi menunjukkan model hubungan kekuasaan intra

oganisasi.

J. Riwu Kaho, mengatakan Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

didesentralisasikan.25 Dan alasan diterapkannya asas desentralisasi adalah

pelaksanaan asas desentralisasi akan membawa efektifitas dalam pemeintahan,

sebab wilayah Negara itu pada umumnya terdiri pada pelbagai satuan daerah

yang masing – masing memilikki sifat khusus tersendiri yang disebabkan oleh

faktor – faktor geografis (keadaan tanah, iklim, flora, fauna, adat – istiadat,

kehidupan ekonomi, bahasa, tingkat pendidikan / pengajaran, dan sebagainya).

Pemerintahan dapat efektif kalau sesuai dan cocok dengan keadaan riil dalam

Negara.26

1. Desentralisasi dapat mencegah penumpukan kekuasaan pada

pemerintah pusat yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

Sehubungan dengan alasan penerapan asas desentralisasi tersebut, beberapa

pakar memberikan pendapatnya, seperti The Liang Gie yang dikutip oleh Hanif

Nurcholis, yang menjelaskan dianutnya desentralisasi adalah :

2. Desentralisasi dapat dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, yaitu

untuk ikut menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih

diri dalam pemerintahan dalam menggunakan hak – hak demokrasi.

3. Dilihat dari sudut teknik organisatoris, desentalisasi mampu

menciptakan pemerintahan yang efisien. Hal – hal yang lebih utama

untuk diurus oleh pemerintah setempatnya pengurusannya diserahkan

25

J. Riwu Kaho, “Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia”. Rajawali Pers, Jakarta, 1997, hlm 5.

26

(41)

kepada daerah. Hal – hal yang lebih tepat ditangani pusat tetap diurus

oleh pemerintah pusat.

4. Dilihat dari sudut cultural, desentralisasi perlu diadakan supaya

perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan pada kekhususan daerah,

seperti keadaan geografi, penduduk, kegiatan ekonomi, watak

kebudayaan, atau latar belakang sejarahnya.

5. Dilihat dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi

diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara

langsung membantu pembangunan tersebut.27

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada

daerah sebagai wakil pemerintah dan / atau perangkat pusat di daerah. Dalam

Negara kesatuan seperti Indonesia, pelimpahan wewenang tersebut adalah dari

pemerintah pusat kepada gubernur sebagi wakil pemerintah dan / atau perangkat

pusat di daerah disebut juga dengan instansi vertical, yaitu perangkat departemen

dan / atau lembaga pemerintah non departemen di daerah (Pasal 1 angka 8 UU

No.32 Tahun 2004).

Dekonsentrasi sebenarnya sentralisasi juga tapi lebih halus dari pada

sentralisasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari

pemeintah pusat kepada pejabatnya yang berada pada wilayah Negara di luar

kantor pusatnya. Dalam konteks ini yang dilimpahkan adalah wewenang

administrasi bukan wewenang politik tetap dipegang oleh pemerintah pusat.

27

(42)

Pejabat pemerintah pusat yang berada di wilayah Negara adalah pejabat yang

diangkat oleh pemerintah pusat, dan ditempatkan pada wilayah – wilayah tertentu

sebagai wilayah kerjanya.

Rondinelli menjelaskan bahwa dekonsentrasi adalah penyerahan sejumlah

kewenangan atau tanggung jawab administrasi kepada cabang departemen atau

badan pemerintah yang lebih rendah.28 Harold F. Aldefer menjelaskan,

pelimpahan wewenang dalam bentuk dekonsentrasi semata – mata menyusun unit

administrasi baik tunggal ataupun dalam hiearki, baik itu terpisah ataupun

tergabung, dengan perintah mengenai apa yang seharusnya mereka kerjakan atau

bagaimana mengerjakannya.29

1. Pelimpahan wewenang untuk melaksanakan fungsi – fungsi tertentu yang

dirinci dari pemrintah pusat kepada pejabat pemerintah pusat yang ada di

daerah.

Dalam dekonsentrasi tidak ada kebijakan yang

dibuat ditingkat lokal serta tidak ada keputusan fundamental yang diambil. Badan

– badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam dirinya sementara pejabat lokal

merupakan bawahan sepenuh – penuhnya dan mereka hanya menjalankan

perintah.

Menurut Smith dekonsentrasi mempunyai cirri – cirri sebagai berikut :

2. Penerima wewenang adalah pejabat pemerintah pusat yang ada di daerah.

28

Ibid, hlm.19. 29

(43)

3. Tidak mencakup kewenangan untuk menetapkan kebijakan dan wewenang

untuk mengatur.

4. Tidak menciptakan otonomi daerah dan daerah otonom tapi menciptakan

wilayah administrasi.

5. Keberadaan field administration berada dalam hiearki organisasi pemerintah pusat.

6. Menunjukkan pola hubungan kekuasaan intra organisasi.

7. Menciptakan keseragaman dalam struktur politik.30

Dalam dekonsentrasi yang dilimpahkan hanya kebijakan administrasi

(impelementasi kebijakan politik) sedangkan kebijakan politiknya tetap berada

pada pemerintah pusat. Oleh karena itu, pejabat yang diserahi pelimpahan

wewenang tersebut adalah pejabat yang mewakili pemerintah pusat, bukan dipilih

oleh rakyat yang dilayani. Karena itu, pejabat tersebut bertanggung jawab kepada

pejabat yang mengangkatnya yaitu pejabat pusat, bukan kepada rakyat yang

dilayani.

Medebewind (pembantuan) adalah penugaan pemerintah pusat kepada daerah

dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai

pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumer daya manusia dengan kewajiban

melaporkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan (Pasal 1 angka 9 UU No.32

Tahun 2004).

30

(44)

Menurut Bagir Manan tugas pembantuan diberikan oleh pemerintah pusat atau

pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah daerah di bawahnya berdasarkan

undang – undang.31

Kusumah atmadja mengartikan medebewind sebagai pemberian kemungkinan

dari pemrintah pusat / pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan

kepada pemerintah daerah / pemerintahan yang tingkatannya lebih rendah agar

menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga pemerintah / daerah yang

tingkatannya lebih atas.32

Dalam menjalankan medebewind tersebut urusan pusat / daerah yang lebih

atas, tidak beralih menjadi urusan daerah yang dimintai bantuan. Hanya saja cara

daerah otonom menyelenggarakan bantuan tersebut diserahkan sepenuhnya

kepada daerah itu sendiri. Daerah otonom ini tidak berada di bawah perintah, juga

tidak dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pemerintah pusat / daerah yang

lebih tinggi yang memberi tugas.

Karena hakekatnya urusan yang diperbantukan pada daerah otonom tersebut

adalah urusan pusat maka dalam sistem medebewind anggarannya berasal dari

APBN. Anggaran pusat ini lalu ditransfer langsung ke kas daerah. Anggaran ini

masuk ke rekening khusus yang pertanggunjawabannya terpisah dari APBD.

31

Ibid, hlm. 21. 32

(45)

Bagir Manan juga mengatakan :

Pada dasarnya, tugas pembantuan adalah tugas melaksanakan peraturan

perundang - undangan lebih tinggi (de uitvoering van hogere regelingen). Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang – undangan termasuk yang

diperintahkan atau diminta dalamr rangka tugas pembantuan.33

B.

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah, dan DPRD.

Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas

desentralisasi, tugas pembantuan, serta dekonsentrasi sesuai dengan peraturan

perundang – undangan yang berlaku. Sementara itu, pemerintah daerah dalam

menyelenggarakan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi dan tugas

pembantuan.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah daerah berpedoman pada

asas Umum penyelenggaraan Negara, yang di dalam Hukum Administrasi Negara

dikenal dengan “Asas – asas umum pemerintah yang layak”. Di negeri Belanda,

asas – asas umum pemerintahan yang layak ini sudah diterima sebagai norma

hukum tidak tertulis, yang harus ditaati oleh penyelenggara pemerintahan,

terutama Pejabat Tata Usaha Negara, dalam membuat keputusan Tata Usaha

33

(46)

Negara.34

1. Asas kepastian hukum;

Sebelumnya dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia,

asas – asas ini sudah mulai diterima, walaupun secara formal belum diakui

sebagai sesuatu norma hukum tidak tertulis yang harus ditaati oleh penyelenggara

pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Secara yuridis formal, hal

semacam ini baru diakui di Negara kita, dengan diundangkannya UU No. 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih, bebas dari Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme (KKN), ditambah asas efisiensi dan asas efektivitas.

Kemudian dalam Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa asas – asas

tersebut dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Asas dimaksud disebut dengan “Asas Umum Penyelenggara Negara”, yang dirinci

antara lain:

2. Asas tertib penyelenggaraan Negara;

3. Asas kepentingan umum;

4. Asas keterbukaan;

5. Asas proporsionalitas;

6. Asas profesionalitas;

7. Asas akuntabilitas;

34

(47)

8. Asas efisiensi;

9. Asas efektivitas.

Hal ini sekarang lebih dikenal dengan sebutan “good governance” (tata pemerintahan yang baik).35

1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya;

Dalam menyelenggarakan fungsi – fungsi pemerintahan, terutama dalam

penyelenggaraan otonomi, daerah dibekali dengan hak dan kewajiban tertentu.

Hak – hak daerah tersebut antara lain :

2. Memilih pemimpin daerah;

3. Mengelola aparatur daerah;

4. Mengelola kekayaan daerah;

5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber

daya lainnya yang berada di daerah;

7. Mendapatkan sumber – sumber pendapatan yang lain yang sah; dan

8. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang –

undangan.

35

(48)

Di samping hak – hak tersebut di atas, daerah juga dibebani beberapa

kewajiban, yaitu:

1. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan

nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

3. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;

5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;

8. Mengembangkan sistem jaminan sosial;

9. Menyusunan perancanaan dan tata ruang daerah;

10.Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;

11.Melestarikan lingkungan hidup;

12.Mengelola administrasi kependudukan;

13.Melestarikan nilai sosial budaya;

14.Membentuk dan menerapkan peraturan perundang – undangan sesuai

(49)

15.Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang – undangan.

Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja

pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja dan

pembiyaan daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.

Sesuai dengan asas – asas yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan

daerah dilakukan secara efisien , efektif, transparan, bertanggung jawab, tertib,

adil, patuh dan taat pada peraturan perundang – undangan.36

C.

Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Dalam penyelenggaraan otonomi luas, urusan pemerintahan yang diserahkan

kepada daerah, jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan urusan pemerintahan

yang tetap menjadi wewenang pemerintah pusat. Menurut UU No. 32 Tahun

2004, urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi kewenangan

pemerintah pusat adalah :

a. Politik luar negeri

b. Pertahanan

c. Keamanan

d. Yustisi

36

(50)

e. Moneter dan fiskal nasional; dan

f. Agama

Di dalam penjelasan UU No. 32 Tahun 2004, dijelaskan bahwa yang

dimaksud dengan urusan pemerintahan di bidang :

a. Politik luar negeri adalah urusan pengangkatan pejabat diplomatik dan

menunujuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga

internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian

dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan

sebagainya;

b. Pertahanan, adalah misalnya mendirikan atau membentuk angkatan

bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau

sebagian negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan

sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk

wajib militer, bela negara bagi setiap warga Negara, dan sebagainya;

c. Keamanan, adalah misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian

Negara , menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang

yang melanggar hukum Negara, menindak kelompok atau organisasi yang

kegiatannya mengganggu keamanan Negara, dan sebagainya;

d. Moneter dan fiskal nasional, adalah misalnya mencetak uang, menentukan

nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter / fiskal, mengendalikan

(51)

e. Yustisi, adalah misalnya mendirikan lembaga peradilan , mengangkat

hakim dan jaksa, mendirikan Lembaga Permasyarakatan, menetapkan

kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesty,

abolisi, membentuk undang – undang , peraturan pemerintah dan peraturan

lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya;

f. Agama, adalah misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku

secara nasional, memberi hak pengakuan terhadap keberadaan suatu

agama, menetapkan kebijakakan dalam penyelenggaraan kegidupan

keagamaan, dan sebagainya.

Di samping itu, bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya yang berskala

nasional, yang tidak diserahkan kepada daerah.

Selain enam urusan pemerintahan yang telah diuraikan di atas, sisanya

menjadi wewenang pemerintah daerah. Dengan demikian, urusan yang dimiliki

oleh pemerintah daerah menjadi tidak terbatas. Daerah dapat menyelenggarakan

urusan pemerintahan apa saja selain enam bidang yang telah dikemukakan di atas,

asal saja daerah mampu menyelenggarakannya, dan punya potensi untuk

dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dalam menyelenggrarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang

daerah, pemerintah daerah menyelenggarakan otonomi seluas – luasnya untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi

dan tugas pembantuan. Tugas pembantuan pada dasarnya merupakan

(52)

kuasa dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan

pemerintahan di bidang tertentu. Pemberian tugas pembantuan harus disertai

pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

Di samping itu. Terdapat bagian urusan pemerinahan yang bersifat concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang

tertentu, dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan ada bagian

urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada pula bagian urusan yang

diserahkan kepada kabupaten / kota. Untuk mewujudkan pembaian urusan yang

concurrent secara proporsional antara pemerintah pusat, daerah provinsi, daerah kabupaten / kota, disusunlah kriteria yang meliputi eksternalistis, akuntabilitas,

dan efisiensi, dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan

urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan37

a. Kriteria eksternalitas yaitu pendekatan dalam pembagian urusan

pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak / akibat yang

ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemmerintahan tersebut.

Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, urusan pemerintahan

tersebut menjadi wewenang provinsi, dan apabila nasional, menjadi

wewenang pemerintah pusat.

Selanjutnya dijelaskan kriteria – kriteria berikut ini :

37

(53)

b. Kriteria akuntabilitas yaitu pendekatan dalam pembagian urusan

pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang

menangani suatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang

menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih

langsung / dekat dengan dampak / akibat dari urusan yang ditangani

tersebut. Dengan demikian, akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan

pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.

c. Kriteria efisiensi yaitu pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan

dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personel, dana dan

peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian dan kecepatan hasil

yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya,

penanganan suatu bagian urusan dipastikan akan lebih berdaya guna dan

berhasil guna apabila dilaksanakan oleh daerah provinsi, dan / atau daerah

kabupaten / kota dibandingkan apabila ditangani oleh pemrintah pusat.

Oleh karena itu, bagian urusan tersebut diserahkan kepada daerah provinsi

dan / atau kabupaten / kota. Sebaliknya, apabila suatu bagian urusan akan

lebih berdaya guna bila ditangani oleh pemerintah pusat, bagian urusan

tersebut tetap ditangani oleh pemerintah pusat. Untuk pembagian bagian

urusan harus disesuaikan dengan memerhatikan ruang lingkup wilayah

beroperasinya bagian urusan pemerintahan tersebut. Ukuran daya dan hasil

guna tersebut didasari dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh

(54)

d. Keserasian hubungan adalah bahwa pengelolaan bagian urusan

pemerintahan yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda,

bersifat saling berhubungan (interkoneksi), saling tergantung

(interindependensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem

dengan mempehatikan cakupan kemanfaatan.

Pembagian urusan pemerintahan, sebagaimana diuraikan di atas, ditempuh

melalui mekanisme penyerahan atau pengakuan atas usul daerah terhadap bagian

urusan – urusan pemerintahan yang akan diatur dan diurusnya. Berdasarkan

usulan tersebut, pemerintah pusat melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum

memberi pengakuan atas bagian urusan – urusan yang akan dilaksanakan oleh

daerah. Sementara itu, terhadap bagian urusan yang saat ini masih menjadi urusan

pemerintah pusat, dengan kriteria tersebut dapat diserahkan kepada daerah.

Walaupun berdasarkan otonomi luas yang dimiliki oleh daerah, daerah dapat

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang apa pun di luar urusan yang

merupakan urusan pemerintah pusat. Namun, dalam pelaksanaannya harus

mendapat pengakuan dari pemrintah pusat terlebih dahulu. Pengakuan ini

diberikan oleh pemerintah pusat setelah melakukan verifikasi terhadap bagian

urusan yang diusulkan oleh daerah. Hal ini berbeda dengan undang – undang

sebelumnya, yaitu UU No. 22 Tahun 1999, di mana dalam undang – undang

tersebut dinyatakan bahwa penyerahan suatu urusan kepada daerah tidak

(55)

Mengingat begitu luasnya otonomi yang dimilki oleh suatu daerah dan begitu

banyak urusan yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah, UU No. 32

Tahun 2004 membagi semua urusan tersebut atas dua kelompok, yaitu urusan

wajib dan urusan pilihan.

a. Perlindungan hak konstitusional;

b. Perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat,

ketenteraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. Pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian

internasional.

Hal ini berkaitan dengan pelayanan dasar, seperti pendidikan dasar, kesehatan,

perumahan, kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Sementara itu,

urusan yang terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah. Dengan

demikian, urusan pemerintahan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di

daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai

dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah.

Menurut ketentuan pasal 13 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, urusan wajib

yang menjadi kewenangan pemerintahan provinsi merupakan urusan skala

provinsi yang meliputi :

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

(56)

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dak ketentraman masyarakat;

d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. Penanganan bidang kesehatan;

f. Penyelenggaraan pendidikan , dan alokasi sumber daya manusia potensial;

g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten / kota;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten / kota;

i. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah, termasuk

lintas kabupaten / kota;

j. pengendailan lingkungan hidup;

k. pelayanan petanahan termasuk lintas kabupaten / kota;

l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten /

kota;

o. penyelenggaraan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh

kabupaten / kota; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang –

Gambar

TABEL 01
Tabel 02
Tabel Rata – rata seluruh indikator bagi pembentukan kabupaten batubara

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : KONFLIK TAPAL BATAS DI DAERAH OTONOM BARU (STUDI KASUS PADA ENAM DESA DALAM PENYELESAIAN TAPAL BATAS DI DAERAH HALMAHERA BARAT DAN HALMAHERA UTARA DI

Berdasarkan analisis tersebut dapat diketahui bahwa alokasi belanja Kabupaten Pringsewu sebagai sebuah Daerah Otonom Baru (DOB) dalam pelaksanaan otonomi daerahnya masih

Kemungkinan lain, hal ini bisa juga disebabkan peningkatan kapasitas fiskal daerah menyebabkan daerah lebih bersikap optimistik dalam penganggaran pajak daerah maupun

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan kemampuan keuangan daerah antara kabupaten/kota induk dan kabupaten/kota pemekaran di Provinsi Jambi dan untuk

Prosedur ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dikatakan bahwa proses penggunaan barang milik daerah yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan

Para elit partai yang ikut dalam Pilkada Aceh Selatan tersebut baik sebagai calon kepala daerah (Bupati), anggota DPRK yang diusung oleh Partai bersangkutan

Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,

Kabupaten Tapanuli Tengah sebagai daerah otonom dipertegas oleh Pemerintah dengan Undang – Undang Nomor 7 Darurat Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten –