PEMEKARAN DAERAH SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN
DAERAH OTONOM
(STUDI KASUS KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat –Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
OLEH
DEARMA SINAGA 070200376
DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS HUKUM
PEMEKARAN DAERAH SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN
DAERAH OTONOM
(STUDI KASUS KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA)
SKRIPSI
OLEH DEARMA SINAGA
070200376
DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA
Disetujui
Ketua Departemen Hukum Tata Negara
( Armansyah, SH, M.H ) NIP. 195810071986011002
Pembimbing I, Pembimbing II
( Armansyah, SH, M.H ) ( Edy Murya, SH) NIP. 195810071986011002 NIP. 195908131989031002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS HUKUM
MEDAN
*) Armansyah, SH, M.H
**) Edy Murya, SH
***) Dearma Sinaga
ABSTRAKSI
Pemekaran daerah adalah pembagian kabupaten menjadi dua daerah atau lebih. Pemekaran daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semangat otonomi daerah dan fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah di Indonesia untuk membentuk daerah otonom baru melalui pemekaran daerah juga terasa dan menjadi aspirasi masyarakat Batubara. Pada tanggal 15 Juni 2007, DPR-RI mensyahkan Undang – undang No. 5 Tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Batubara di Provinsi Sumatera Utara.
Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan bahan – bahan dari buku, majalah, internet, peraturan perundang – undangan dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud tujuan penyusunan karya ilmiah ini serta penelitian lapangan (field research), melalui turun ke daerah Kabupaten Asahan dan Batubara.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberi kekuatan jasmani dan rohani, kesabaran serta ketabahan dan atas karunia
yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini, dan tak lupa juga kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
menyelamatkan kita dari alam kebodohan hingga alam penuh ilmu pengetahuan.
Pembuatan skripsi ini adalah sebagai suatu persyaratan untuk kelak
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Departemen Hukum Tata Negara Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
Oleh karena itu, guna memenuhi persyaratan tersebut, penulis membuat
skripsi dengan judul “ Pemekaran Daerah Sebagai Upaya Pembentukan Daerah
Otonom ( Studi Kasus Kabupaten Asahan dan Batubara)”
Disini penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa terhadap penulisan
dan pembahasan skripsi ini masih banyak dijumpai berbagai kekurangan disana
sini, baik itu dalam segi penyusunan bahasanya ataupun substansi isinya. Oleh
sebab itu, penulis dengan kerendahan hati sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran-saran guna mendukung terwujudnya suatu kesempurnaan tulisan ini.
Selanjutnya dalam rangka penyelesaian tugas skripsi ini penulis tidak lupa
mengucapkan ucapan terima kasih kepada :
1. Orang tua Penulis Ayahanda H.Ramlan Sinaga dan Ibunda Hj.Asliana
waktu, serta memberikan bantuan kepada penulis baik dari segi moril
maupun materil. Thanx my parents.
2. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof.
Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum.
3. PD I Prof.Dr,Budiman Ginting, SH, M.Hum, PD II Syafrudin Hasibuan
SH, DFM, PD III Muhammad Husni, SH, M.Hum
4. Bapak Armansyah, SH, M.H dosen pembimbing I penulis, selaku Ketua
Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum USU Medan dan
Bapak Edy Murya, SH, selaku dosen pembimbing II penulis, yang mana
telah memberikan saran-saran serta pengarahan kepada penulis disaat
melakukan penulisan skripsi ini, dan yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi.
5. Bapak DR.Pendastaren Tarigan,SH, M.S selaku dosen penasehat akademik
penulis, yang penulis anggap sebagai orang tua penulis selama berada di
fakultas hukum. yang selalu memotifasi penulis dalam dunia akademik.
6. Abang dan kakak penulis Bripka Jupi Darmansah Sianaga, Eva Sagita
Sinaga,SP, Jutawan Sinaga,SSTP, MAP, Rica Aslilan,S.Psi, Jakaria
Sinaga,S,Ked, dan kakak ipar / abang ipar penulis Mereka yang selalu
memberikan semangat kepada penulis.
7. Semua dosen-dosen Fakultas Hukum USU yang dengan ikhlas
8. Semua Pegawai bagian Pendidikan dan Bagian Kemahasiswaan yang
selalu membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan kampus dan
administrasi penulis.
9. Semua Pegawai Perpustakaan Hukum.
10.Pemerintah Kabupaten Asahan dan Pemerintah Kabupaten Batubara,
terima kasih aas data – data yang diberikan
11.Teman-teman ku Donny Irawan, Fadhillah Astrid Sitompul, Ananda
Jakaria, Yudi Trianatha, M.Suhaji Utama, Fajar Soefany yang selalu
berbagi informasi dan sangat membantu penulis, serta teman seperjuangan
tempat berbagi suka dan duka selama di Fakultas Hukum.
12.Putri Nesia Dahlius,SH yang selalu menghibur, menemani, mengingatkan,
membantu, dan mendukung penulis untuk segera menyelesaikan skripsi
ini. Dan yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah penulis. Terima
kasih sayang. (you are my spirit).
13.Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FH-USU,
ketum (2009-2010) Achmad Sandri Nasution, ketum (2010-2011) Bin Ars
Lubis, Pengurus Presidium maupun Departemen ayo teman – teman
seperjuangan semangat terus, jangan lelah, teruslah berjuang untuk ummat.
YAKUSA
14.Teman – teman penulis sewaktu masa – masa kuliah grup F maupun grup
lain dan teman – teman Departemen Hukum Tata Negara
15.Bocah – bocah keponakan penulis Rendy Ardiansah Sinaga, Jafif Sauma
16.Semua keluarga besar penulis, dan orang-orang yang telah membantu
penulis.
Medan, 12 Mei 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………i
DAFTAR ISI……….v
ABSTRAKSI………....………..viii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….1
B. Perumusan Masalah………...……...6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……….6
D. Keaslian Penulisan………...8
E. Tinjauan Kepustakaan………..9
F. Metode Penelitian………20
G. Sistematika Penulisan………..21
BAB II. KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH A. Asas - asas Pemerintahan Daerah………...24
B. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah………...32
BAB III. PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN / KOTA DAN
PENGATURANNYA BERDASARKAN PP NO.78 TAHUN 2007
A. Latar Belakang dan Dampak Dari Pemekaran atau Pembentukan
Daerah………...49
B. Syarat – Syarat dan Tata Cara Pemekaran Kabupaten / Kota
Berdasarkan PP No.78 Tahun 2007………...54
BAB IV PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN MENJADI
KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA SEBAGAI UPAYA
PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM
A. Gambaran Umum Kabupaten Asahan……….…71
B. Sejarah dan Perkembangan Kabupaten Asahan………...84
C. Wacana dan Aspirasi Masyarakat Asahan Atas Pembentukan
1 (satu) Daerah Baru………....86
D. Batu Bara Sebagai Daerah Otonom Baru………....98
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………102
B. Saran ……….103
LAMPIRAN……….
*) Armansyah, SH, M.H
**) Edy Murya, SH
***) Dearma Sinaga
ABSTRAKSI
Pemekaran daerah adalah pembagian kabupaten menjadi dua daerah atau lebih. Pemekaran daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semangat otonomi daerah dan fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah di Indonesia untuk membentuk daerah otonom baru melalui pemekaran daerah juga terasa dan menjadi aspirasi masyarakat Batubara. Pada tanggal 15 Juni 2007, DPR-RI mensyahkan Undang – undang No. 5 Tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Batubara di Provinsi Sumatera Utara.
Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan bahan – bahan dari buku, majalah, internet, peraturan perundang – undangan dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud tujuan penyusunan karya ilmiah ini serta penelitian lapangan (field research), melalui turun ke daerah Kabupaten Asahan dan Batubara.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era reformasi yang menggantikan Era Orde Baru mempunyai dampak positif
dan dampak negatif yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak
positif reformasi terlihat dalam kehidupan bernegara antara lain : semakin
transparannya penyelenggaraan pemerintah dipusat dan didaerah. Demikian pula
dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerah diberikan otonomi yang lebih luas
dan lebih nyata kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan urusan rumah
tangganya sendiri.
Sebagai konsekuensi kebijakan desentralisasi yang dianut dengan Undang –
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu dibentuk
daerah – daerah otonom dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal
ini sejalan dengan ketentuan pasal 18 aat (1),(2) Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
Fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk
daerah otonom baru (baik daerah Provinsi, daerah Kabupaten, maupun daerah
Kota) yang terpisah dari induknya akhir – akhir ini banyak muncul seiring dengan
dinamika masyarakat pada era reformasi.
Dinamika keinginan masyarakat di suatu wilayah untuk menjadikan daerahnya
semangat otonomi daerah yang secara resmi digulirkan pada bulan Januari 2001.
Undang – Undang Nomor 22 tahun 1999 yang disempurnakan menjadi Undang –
Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan sekarang telah disempurnakan menjadi
Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang
– Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan
bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Selanjutnya dinyatakan yang dimaksud dengan daerah otonom yang
selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas – batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semangat otonomi daerah dan Fenomena keinginan masyarakat pada berbagai
wilayah untuk membentuk daerah otonom baru yang terjadi di seluruh nusantara
juga terasa pada masyarakat Asahan. Masyarakat Asahan juga menghendaki
daerah Kabupaten Asahan saat ini dimekarkan lagi menjadi satu daerah otonom
baru, yakni Kabupaten Batubara. Tuntutan masyarakat yang sangat kuat di tingkat
bawah (grassroot) tersebut didorong oleh keinginan memperoleh pelayanan yang
lebih baik dari pemerintah daerah.
J.Kaloh mengatakan :
diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber – sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik.1
Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan
pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di
samping sebagai sarana pendidikan politik lokal.2
Perkembangan daerah dengan adanya otonomi menunjukkan semakin banyak
daerah yang terlihat lebih maju dan berkembang sejak diberikan otonomi yang
lebih besar terutama daerah yang memiliki sumber daya alam cukup besar.
Otonomi ternyata membeikan kepada daerah untuk mengembangkan daerahnya Seperti telah dikemukakan
sebelumnya, tujuan pembentukan suatu daerah otonom pada dasarnya adalah
untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan.
Namun pada sisi lain, harus diantisipasi pula bahwa kelahiran daerah atau
wilayah baru ternyata memunculkan pula persoalan – persoalan baru terutama
yang menyangkut dimensi sosial budaya berupa perasaan atau efek psikologis
sosial bagi komunitas atau kelompok masyarakat tertentu didaerah menjadi
termarjinalisasi dalam peranan, fungsi, dan kedudukannya dalam turut serta
mewarnai dinamika sosial budaya di daerah tersebut. Di samping dampak lain
baik dampak politik, ekonomi, kewilayahan, pertahanan dan keamanan dan lain
sebagainya
1
J.Kaloh, “Mencari Bentuk Otonomi Daerah” , Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm.194.
2
sesuai dengan kondisi sosial ekonomi, budaya, dan adat masing – masing daerah
untuk menunjukkan kebhinekaan.
Akan tetapi, perlu disadari pula daerah yang kurang berkembang setelah
diberikan otonomi. Hasil peneltian menunjukkan terdapat daerah yang terlihat
stagnan perkembangannya atau bahkan terdapat daerah yang kesulitan memenuhi
kebutuhannya sebagai daerah otonom.3
Oleh karena itu, pembentukan suatu daerah harus memperhatikan berbagai
aspek pendukung pengembangan daerah terutama aspek sumber daya alam atau
sumber ekonomi suatu daerah dan sumber daya manusia yang akan mengelolanya.
Apabila salah satu aspek tersebut tidak dimiliki akan menghambat tujuan utama
pembentukan daerah yaitu peningkatan kesejahteraan dan pelayanan yang lebih
baik bagi masyarakatnya.
Akhir – akhir ini terdapat kecendrungan terjadinya kehendak untuk
pembentukan daerah baru (khusunya melalui pemekaran). Kecendrungan tersebut
seringkali kurang memperhatikan berbagai aspek yang diperlukan untuk
kepentingan pembentukan daerah sekaligus dan kemungkinan perkembangan
dikemudian hari.
4
3
Hamdi Muchlis, Naskah Akademik Tentang Pembentukan dan Penghapusan Daerah, BPHN DEPKUMHAM RI, Jakarta,2008 hlm 1
4
Ibid hlm 3
Menurut J.Kaloh :
1. Dengan adanya dukungan formal melalui UU No.32 Tahun 2004 (saat ini telah diubah dengan UU No.12 Tahun 2008), muncul kecendrungan banyaknya daerah – daerah yang minta dimekarkan, padahal ditinjau khusunya dari syarat teknis (kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, dan hankam) tidaklah begitu mendukung
2. Berdasarkan data yang ada, dari 98 daerah pemekaran kabupaten / kota terdapat 70 daerah yang mengalami going-down (komisi II DPR-RI)
3. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah
tidaklah menjamin secara serta merta membawa pada perubahan yang diinginkan.
4. Hal ini disebabkan antara lain, inisiatif pemekaran dan pembentukan daerah tidaklah merupakan suara dari bagian terbesar masyarakat daerah yang bersangkutan, tetapi hanya inisiatif dari kelompok para elit politik maupun birokrat yang cenderung mengejar kekuasaan dengan mengusung “panji” dan corak perimordialisme.5
Kemungkinan adanya pembentukan daerah baru, pemekaran suatu daerah,
penghapusan dan atau penggabungan darah memerlukan penelitian yang
mendalam. Salah satu aspek yang harus dipertimbangkan adalah aspek hukumnya,
artinya pembentukan, pemekaran, penggabungan atau penghapusan suatu daerah
otonom harus mempunyai paying hukum untuk memperkuat legitimasinya.
Pengaturan mengenai hal tersebut harus mampu membuat persyaratan bahwa
adanya suatu daerah otonom memungkinkan kemajuan suatu daerah. Mengingat
salah satu tujuan hukum merupakan “ sarana pembaharuan masyarakat” yang
didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha
5
pembangunan atau pembaharuan itu, maka hukum merupakan suatu yang
diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak) perlu.6
Pemerintah telah mengeluarkan suatu Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Di dalam Peraturan ini diatur
bagaimana syarat serta ketentuan lain yang harus dipenuhi agar Pembentukan
serta Pemekaran Daerah mencapai tujuannya. Persyaratan pembentukan daerah
dimaksud agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu
menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik
yang optimal guna mempercepat terwujudnya keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
7
B. Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah :
1. Bagaimana Suatu Daerah Memenuhi Syarat Untuk Melakukan
Pemekaran?
2. Bagaimana Wacana dan Aspirasi Masyarakat Asahan Atas
Pembentukan Kabupaten Batubara Sebagai Daerah Baru?
6
L.Sumartini. Peranan dan Fungsi Rencana Legislasi Nasional Dalam Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. BPHN Departemen Kehakiman RI, Jakarta 1999, hlm 3 7
A. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan tulisan ini adalah :
Penulisan skripsi ini bertujuan memberikan gambaran bagaimana
pengaturan mengenai pemekaran daerah, khususnya mengenai pemekaran
kabupaten dan kota di Indonesia saat ini, faktor – faktor apa yang melatar
belakangi munculnya aspirasi masyarakat dalam pemekaran Kabupaten Asahan ,
bagaimana keadaan Kabupaten Asahan sebagai daerah induk dan Kabupaten
Batubara sebagai daerah baru dalam memenuhi aturan hukum mengenai
pemekaran daerah yang saat ini.
Manfaat yang diperoleh dari penulisan ini ilmiah ini adalah :
1. Secara Teoritis
a. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sedikit sumbangan
pengetahuan dan pemikiran sebagai salah satu referensi perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen
Hukum Tata Negara
b. Bagi Penulis sendiri , tulisan ini bermanfaat dalam memenuhi
persyaratan guna menyelesaikan studi dan meraih gelar kesarjanaan
program Strata Satu (S-1) di Departemen Hukum Tata Negara Fakultas
2. Secara Praktis
a. Dapat digunakan pemerintah sebagai rujukan dalam membuat
kebijakan mengenai pemerintashan daerah, khususnya mengenai
pemekaran daerah.
b. Bagi pemerintahan daerah, yakni Pemerintahan Kabupaten Asahan dan
Kabupaten Batubara, penelitian ini dapat menjadi suatu saran atau
masukan di dalam membangun serta meningkatkan pelayanan bagi
masyarakat.
c. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi masukan serta menambah
wawasan masyarakat akan pemekaran daerah, terutama bagi
masyarakat Asahan dan Batubara yang saat ini mengalami pemekaran
daerah yang nantinya diharapkan dapat mengawasi atau mengadakan
proses kontroling bagi proses pemekaran daerah yang sedang
berlangsung di wilayah tersebut.
B. Keaslian Penulisan
Bahwa skripsi ini yang berjudul “PEMEKARAN DAERAH SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM (STUDI KASUS KABUPATEN ASAHAN dan BATUBARA)”. Merupakan hasil karya dan ide sendiri dari penulis. Skripsi ini belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan
ataupun merekayasa dan meniru dari skripsi yang pernah ada. Penulis
menuangkan segala pemikiran dan jerih payahnya untuk kelayakan didalam
penulisan skripsi ini dan menjamin bahwa skripsi dengan judul seperti yang telah
disebutkan di atas belum pernah dibuat.
Kalaupun ada pendapat dan kutipan lain yang berkaitan dengan dengan tulisan
ini, semata – mata adalah faktor pendukung dan pelengkap dalam usaha
penyusunan dan menyelesaikan skripsi ini, karena hal tersebut sangat dibutuhkan
dalam penyusunan skripsi ini.
C. Tinjauan Kepustakaan
1. Konsep Kedaulatan Rakyat (Demokrasi)
Istilah kedaulatan rakyat merupakan perpaduan antara dua kata, yaitu
“kedaulatan” dan kata “rakyat”, dimana masing – masing kata tersebut memiliki
arti yang berbeda. Dari segi kaidah bahasa Indonesia kata kedaulatan berasal dari
suku kata “daulat” yang bermakna kekuasaan pemerintahan.8 Kemudian, kata
tersebut mendapat imbuhan awalan “ke” dan akhiran “an” (kedaulatan) sehingga
mempunyai suatu pengertian kekuasaan tertinggi atas pemerintahan Negara.9
8
Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1988, hlm.188. 9
Selanjutnya kata “rakyat” berarti segenap penduduk suatu Negara (sebagai
imbangan pemerintahan).10
Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi sebagai atribut bagi organisasi masyarakat yang paling besar dan rakyat adalah tempat yang melahirkan kekuasaan yang tertinggi itu. Dengan demikian, kedaulatan rakyat adalah kekuasaan tertinggi dalam Negara yang terletak di tangan rakyat.
Edy Purnama mengatakan :
11
Secara teoritik dan normatif, rakyat sering disebut sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi atau pemegang mutlak kekuasaan sebuah Negara. Karenanya,
Paham kedaulatan rakyat telah tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan
masyarakat, terutama di pedesaan. Paham dimaksud terbatas pada hak tertinggi
rakyat pedesaan untuk menyelenggarakan urusan mereka sendiri, seperti
menetapkan dan memilih kepala desa, kepala kampung atau kepala persekutuan
hukum lainnya, seperti kepala marga, dan lain sebagainya.
Prinsip kedaulatan rakyat di dalam UUD 1945 dimuat baik di dalam
Pembukaan (pada aline keempat) juga di dalam batang tubuh UUD 1945. Pasal 1
ayat (2) UUD 1945 menetapkan “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Kemudian
ketentuan tersebut dalam amandemen ketiga pada tahun 2001 mengalami
perubahan sehingga ketentuan dimaksud berbunyi “Kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”.
10 Ibid. 11
rakyat senatiasa konsisten sebagai pihak yang mempercayakan (untuk
menyerahkan kekuasaan) kepada Negara.
Makmur Amir dan Reni Dwi Purnomowati mengatakan :
Dibanyak Negara di dunia saat ini di dalam konstitusinya tertulis bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, yang berarti bahwa Negara tersebut menganut asas kedaulatan rakyat. Dengan demikian menganut asas asas kedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan pemerintah bersumber pada kedaulatan rakyat. Prinsip dasar inilah yang kemudian dikenal sebagai prinsip demokrasi.12
2. Negara Kesatuan
Dalam teori pemerintahan, secara garis besar dikenal ada dua bentuk / susunan
Negara yaitu Negara federal dan Negara kesatuan. Secara etimologis, kata
“federal” berasal dari bahasa latin yaitu feodus, artinya liga, Liga Negara – Negara kota yang otonom pada zaman Yunani kuno dapat dipandang sebagai Negara
federal yang mula – mula. Bentuk pemerintahan federal berasal dari pengalaman
konstitusional Amerika Serikat.
Bentuk Negara federal berangkat dari satu asumsi dasar bahwa Negara federal
dibentuk oleh sejumlah Negara atau wilayah yang independen, yang sejak awal
memiliki kedaulatan atau semacam kedaulatan pada dirinya masing – masing.
Negara atau wilayah – wilayah itu kemudian bersepakat membentuk sebuah
federal. Negara dan wilayah pendiri federal itu kemudian berganti status menjadi
12
Negara bagian atau wilayah administrasi dengan nama tertentu dalam lingkungan
federal.
Biasanya, pemerintah federal diberi kekuasaan penuh di bidang moneter,
pertahanan, peradilan, dan hubungan luar negeri, kesatuan lainnya cenderung
tetap dipertahankan oleh Negara bagian atau wilayah administrasi. Kekuasaan
Negara bagian biasanya sangat menonjol dalam urusan – urusan domestik, seperti
pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan keamanan masyarakat.
Beberapa segi positif dari konsep Negara federal antara lain: pertama,
federalisasi merupakan strategi yang palin tepat untuk membuka kekuasaan yang
pada masa lalu amat tertutup. Masyarakat pada umumnya mendambakan
keterbukaan. Banyak mekanisme dan lembaga demokrasi yang dikembangkan
dalam rangka membuka kekuasaan itu, contohnya adalah perwakilan politik.
Kedua, federalisme di pandang sebagai usaha menyeimbangkan kekuatan budaya
daerah, suku, atau etnis yang ada dalam suatu Negara. Ketiga, di dalam sistem
federal, ada unsur – unsur yang dapat membantu menghindari kecendrungan ke
arah intensifikasi ketimpangan ekonomi dan konflik – konflik politik budaya
menyertai.
Bentuk Negara kesatuan, asumsi dasarnya berbeda secara diametric dari
Negara federal. Formasi Negara kesatuan dideklarasikan sejak kemerdekaan oleh
para pendiri Negara dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai bagian dari
satu Negara. Tidak ada kesepakatan para pengusaha daerah, apalagi Negara –
bukanlah bagian – bagian wilayah yang bersifat independent. Atas dasar itu,
Negara membentuk daerah – daerah atau wilayah – wilayah yang kemudian diberi
kekuasaan atau wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengurus berbagai
kepentingan masyarakatnya. Hal ini diasumsikan bahwa negaralah yang menjadi
sumber kekuasaan.
Dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194513,
dinyatakan dengan tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang
berbentuk republik14
13
Selanjutnya disebut UUD NRI 1945. 14
Pasal 1 ayat (1) UD NRI 1945.
. Prinsip Negara kesatuan ialah pemegang tampuk keuasaan
tertinggi atas segenap urusan Negara adalah pemerintah pusat tanpa ada suatu
delegasi atau pelimpahan kekuasaan kepada pemerintah daerah. Dalam Negara
kesatuan terdapat asas bahwa segenap urusan Negara tidak dibagi antara
pemerintah pusat (central government) dengan pemerintah lokal ( lokal government) sedemikian rupa, sehingga urusan – urusan Negara dalam Negara kesatuan tetap merupakan suatu kebulatan dan bahwa pemegang kekuasaan
tertinggi di Negara itu adalah pemerintah pusat. Di dalam Negara kesatuan ,
tanggung jawab pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan pada dasarnya tetap
berada di tangan pemeintah pusat.
Dalam konteks Negara Indonesia, Negara Indonesia adalah Negara kesatuan.
Sebagai Negara kesatuan maka kedaulatan Negara adalah tunggal, tidak tersebar
Pembentukan organisasi – organisasi pemerintah di daerah atau pemerintah
daerah dalam Negara kesatuan tidak sama dengan pembentukan Negara bagian
seperti dalam Negara federal. Kedudukan pemerintah daerah dalam sistem Negara
kesatauan adalah subdivisi pemerintah nasional. Pemerintah daerah tidak memiliki
kedaulatan sendiri sebagaimana Negara bagian dalam sistem Negara federal.
Hubungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah dependent dan sub-ordinat sedangkan hubungan Negara bagian dengan Negara federal / pusat dalam Negara federal adalah independent dan koordinatif.
Bentuk Negara kesatuan disebut juga dengan negara unitaris, Negara yang
bersusunan tunggal. Negara itu berdiri sendiri, tidak dibentuk atas susunan Negara
kesatuan. Negara ini berdiri sendiri, tidak dibentuk atas susunan beberapa Negara.
Di dalam Negara hanya ada satu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan
dan wewenangya, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Sistem sentralisasi adalah
sistem yang tidak menyelenggarakan pembagian daerah. Pembagian daerah yang
dilakukan hanya dalam bentuk daerah – daerah administrasi.
Dalam sistem desentralisasi, Negara kesatuan tersebut menyelenggarakan
pembagian daerah yang masing – masing daerah berhak mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri, seperti Indonesia. Setiap daerah mempunyai
pemerintahan sendiri yang disebut pemerintah daerah. Pemerintahan daerah
tersebut tidak mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam bidang
Meskipun suatu pemerintahan menganut sistem desentralsasi, dapat saja dalam
pelaksanaan pemerintahan sehari – hari mempraktikkan sistem sentralisasi.
Contoh nyata dari kondisi ini dapat dilihat dalam penyelenggaraan pemerintah di
Indonesia selama ini. Meskipun secara tertulis melalui perundang – undangan dan
merupakan perintah UUD NRI 1945 untuk menjalankan sistem pemerintahan
desentralisasi, dalam implementasinya, praktik – praktik sentralisasi yang
dominan dilaksanakan.
Bentuk Negara kesatuan membawa implikasi kepada sistem pemeintahan
suatu Negara apakah akan mengambil sistem pemerintahan sentralisasi ataukah
sitem pemerintahan desentralisasi. Suatu sitem pemerintahan sentralisasi memiliki
karakteristik sebagai berikut :
1. Dominasi pemerintahan pusat sangat besar terhadap daerah
2. Segala kebijaksanaan diatur secara terpusat, daerah hanya melaksanakan
tanpa ada kewenangan apapun
3. Sistem ini menjadi kurang popular karena ketidakmampuan aparat pusat
memahami secara tepat nilai – nilai daerah atau aspirasi daerah.15
Misalnya dalam bidang penddidikan saja, segala sesuatu yang menyangkut
masalah pendidikan ditentukan oleh pusat mulai dari kurikulum, anggaran, sistem
evaluasi,pengangkatan, dan pembinaan karir guru (selain SD). Masyarakat dan
15
pemerintah daerah tidak diberi kewenangan untuk menentukan tujuan pendidikan
dan penyelesaian masalah – masalah pendidikannya sendiri.
Sedangkan bentuk Negara kesatuan yang mengambil sistem pemerintahan sentralisasi memiliki karakteristik :
1. Terjadi transfer kewenangan atau otoritas pusat kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan aspirasi daerah dan masyrakat di daerah.
2. Sistem lebih demokratis karena lebih mengikut sertakan rakyat dalam mengambil keputusan.
3. Implementasi sistem pemerintahan desentralisasi adalah terbentuknya daerah otonomi seperti kabupaten dan kota.
4. Memberi keleluasaan desentralisasi dan otonom kepada daerah tidak akan menimbulkan disintergrasi dan tidak akan menurunkan derajat / wibawa pemerintah pusat, bahkan sebaliknya akan menimbulkan respek daerah pada pemerintah pusat sehingga memperkuat pelaksanaan pemerintahan.16
Jerry M. Silverman dan Dennis A. Rondinelli dan Jhon R. Nellis menyatakan bahwa suatu Negara kesatuan yang mengambil sistem pemerintahan yang desentralisasi dapat mengambil bentuk :
1. Deconsentration, yaitu pelimpahan wewenang administratif dari pemerintah pusat kepada pejabat (kantor) daerah untuk melaksanakan tugas pemerintah pusat di daerah (desentralisasi fungsi)
2. Delegation, yaitu pemindahan (penyerahan) tugas dan tanggung jawab manajerial kepada pejabat / pemerintah di luar struktur pemerintah pusat untuk melaksanakan tugas tertentu. Pemerintah hanya melakukan pengawasan secara tidak langsung.
3. Devolution, yaitu pemerintah pusat membentuk unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dan menyerahkan tugas termasuk wewenang pembuatan keputusan secara mandiri (otonomi – independen). Pemerintah pusat tidak melakukan secara langsung. Unit pemerintahan tersebut mempunyai batas wilayah yang jelas dan legal (desentralisasi politik).
4. Privatization, yaitu penyerahan (pemindahan) tugas kepada institusi nonpemerintah (non governmental institution) untuk melaksanakan pengelolaan suatu bentuk tugas secara mandiri baik bersifat bisnis maupun non bisnis.17
3. Konsep Pemerintahan Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia
Undang – Undang Dasar telah mengatur secara rinci hal – hal yeng berkaitan
dengan penyelenggara pemerintahan di daerah, seperti yang telah tertulis dalam
ketentuan pasal 18, 18 A, dan pasal 18 B UUD NRI 1945.
Pembagian wilayah daerah menurut ketentuan pasal 18 UUD 1945 (sebelum
amandemen) menyatakan :
“Pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang – undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara, hak asal – usul dalm daerah – daerah yang bersifat istimewa”
Pada tanggal 18 agustus 2000, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
melalui sidang tahunan menyetujui untuk melakukan perubahan kedua terhadap
UUD 1945 dengan mengubah dan / atau menambah Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal
18B. Perubahan UUD 1945 merupakan salah satu tuntutan yang paling mendasar
dari gerakan reformasi yang berujung pada runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada
tahun 1998. Tuntutan perubahan UUD 1945 menjadi kenyataan dengan
17
dilakukannya perubahan UUD 1945 oleh Majelis Permusyarakatan Rakyat
(MPR).18
(1)Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupten dan kota, dan tiap – tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang – undang.
Ketentuan di dalam pasal 18 diubah dan ditambah menjadi berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 18
(2)Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3)Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Daerah yang anggota – anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4)Gubernur, Bupati, dan Walikota masing – masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
(5)Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas – luasnya, kecuali urusan pemeintahan yang oleh undang – undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
(6)Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan – peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7)Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang – undang.
Pasal 18A
18
(1)Hubungan wewenang antara pemerintah pusat degan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang – undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(2)Hubungan keuangan, pelayanan umum. Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang – undang.
Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat isimewa yang diatur dengan undang – undang.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena terjadi perubahan terhadap pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan
UUD 1945 yang selama ini juga menjadi acuan dalam mengatur Pemerintahan
Daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu – satunya sumber konstitusional
Pemerintah Daerah adalah Pasal 18, 18A, dan Pasal 18B. selain meniadakan
kerancuan, penghapusan Penjelasan Pasal 18 sekaligus juga sebagai penaatan
UUD. Selain tak lazim UUD mempunyai penjelasan, selama ini penjelasan
dianggap sebagai sumber hukum disamping (bukan sederajat dengan) ketentuan
batang tubuh UUD.
Perubahan pasal 18 (yang baru) ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas
pembagian daerah ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi
Ketentuan pasal 18 ayat (1) ini mempunyai keterkaitan erat dengan ketentuan
pasal 25A mengenai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 25A
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah dan batas – batas dan hak – haknya ditetapkan dengan undang – undang.
Istilah “dibagi atas” (bukan “terdiri atas”) dalam ketentuan pasal 18 ayat (1)
bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan. Istilah ini langsung
menjelaskan bahwa Negara kita adalah Negara kesatuan dimana kedaulatan
Negara berada di tangan pusat. Hal ini konsiten dengan kesepakatan untuk tetap
mempertahankan bentuk Negara kesatuan. Berbeda dengan istilah “terdiri atas”
yang lebih menunjukkan substansi federalism karena istilah itu menunjukkan
kedaulatan berada di tangan Negara – Negara bagian.
Prinsip – prinsip yang terkandung dalam pasal – pasal baru, yaitu pasal 18
Amandemen II UUD 1945 adalah sebagai berikut :
1. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan (pasal 18 ayat (2))
2. Prinsip menjalankan otonomi seluas – luasnya (pasal 18 ayat (5))
3. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah (pasal 18 ayat (1))
4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta
5. Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat
khusus dan istimewa (pasal 18 ayat (2))
6. Prinsip hubungan pusat dan daerah dan harus dilaksanakan secara selaras dan
adil (pasal 18 ayat (2)).19
Otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan memberikan
kewenangan yang luas supaya daerah dapat mengoptimalkan dan sebagai upaya
untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan
kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat. Pemberian otonomi daerah akan
mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan professional.
D. Metode Penulisan
Didalam proses pencapaian tujuan sebuah karya tulis, yaitu suatu tulisan yang
baik dan benar baik itu dari segi bobot ilmiahnya maupun dari segi isinya yang
terarah, dalam hal ini penulis berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan yang ada.
Sebagai bagian dari realisasi dalam pencapaian tujuan seperti yang disebutkan
di atas, penulis telah mencoba menempuh beberapa langkah – langkah yang
dianggap baik dalam pengumpulan data dan bahan tulisan, yaitu :
1. Penelitian Lapangan
19
Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian di lokasi yang menjadi objek
bahan skripsi ini, yaitu Kabupaten Asahan. Melalui penelitian tersebut ,
penulis mengadakan pengamatan (observasi) keadaan Kabupaten Asahan dalam memenuhi syarat serta keadaan masyarakat Asahan dalam menghadapi
pemekaran daerah.
2. Penelitian Kepustakaan
Penulisan skripsi ini terwujud tidsak terlepas dari bahan – bahan tertulis,
baik itu buku – buku yang penulis peroleh di lingkungan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara ataupun tempat lain, media massa, data – data
tertulis dilingkungan kantor pemerintah kabupaten Asahan, dan peraturan
perundang – undangan yang menyangkut pemerintahan daerah, serta karya
ilmiah dan bimbingan perkuliahan yang penulis peroleh selama ini, menjadi
sumber yang sangat penting artinya dalam menyajikan skripsi.
E. Sitematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami materi skripsi ini dalam upaya ke arah
pemahaman masalah, penulis menguraikan secara garis besar sistematikanya yang
bertujuan agar tidak terjadi kesimpang siuran pemikiran / penafsiran dalam
menguraikan lebih lanjut. Pada bagian ini penulis membuat ringkasan garis besar
dari lima BAB, yang dimulai dengan kata pengantar dan dilanjutkan dengan daftar
Setiap BAB akan terdiri dari beberapa sub BAB yang akan mendukung
keutuhan topic dari setiap BAB.
BAB I PENDAHULUAN
Yang terdiri dari Latar belakang penulisan, Perumusan masalah, Tujuan dan
manfaat penulisan, Keaslian penulisan, Tinjauan kepustakaan, Metode penulisan,
dan Sistematika penulisan adalah bab pendahuluan yang memberikan gambaran
secara singkat ke arah mana skripsi ini mau diangkat dan metode – metode atau
cara – cara yang digunakan penuluis dalam menulis skripsi ini.
BAB II KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH
Asas – asas Pemerintahan Daerah, Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
dan Kewenangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN / KOTA DAN PENGATURANNYA BERDASARKAN PP NOMOR 78 TAHUN 2007
Yang terdiri dari Latar belakang dan Dampak dari Pemekaran /
pembentukan daerah, Syarat – syarat dan tata cara pemekaran kabupaten /
BAB IV PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN
MENJADI KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA
SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM
Yang terdiri dari Gambaran Umum tentang Kabupaten Asahan, Sejarah
dan perkembangan Kabupaten Asahan, Wacana dan aspirasi masyarakat
asahan atas pembentukan satu (1) daerah baru, dan Batubara sebagai daerah
baru.
BAB V PENUTUP
Bab ini terdiri dari Kesimpulan dan Saran sebagai penutup dari skripsi ini.
Penulis merangkum intisari dari penulisan skripsi dan member saran terhadap
BAB II
KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH
A.
Asas – Asas Pemerintahan DaerahDalam penyelenggaran pemerintahan, ada beberapa prinsip daerah yang
menjadi pegangan oleh aparat pemerintahan dalam menggerakkan administrasi
pemerintahan atau manajemen pemerintahan. Prinsip – prinsip dasar tersebut
disebut dengan asas – asas pemerintahan. Sentralisasi, dekonsentrasi, dan
desentralisasi adalah konsep – konsep yang berhubungan dengan pengambilan
keputusan dalam organisasi termasuk dalam organisasi Negara.20
1. Desentralisasi.
Asas – asas kedaerahan adalah prinsip – prinsip dasar dalam pendelegasian
wewenang dan pelaksanaan tugas sesuai dengan sumber wewenang tersebut. Asas
tersebut ada tiga jenis, yaitu :
2. Dekonsentrasi.
3. Medebewind.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada
daerah dalam kerangka sistem kenegaraan. Dalam Negara kesatuan seperti
20
Indonesia, penyerahan wewenang dari pemerintah diserahkan kepada daerah
otonom. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas daerah tertentu serta berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam ikatan Negara kesatuan (Pasal 1 angka 6 dan 7 UU No.32 Tahun 2004).
Adanya pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan desentralisasi.
Desentralisasi berasal dari bahasa latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum
yang berarti pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan demikian, desentralisasi bersarti melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak
putus sama sekali dengan pusat tapi hanya menjauh dari pusat.
Organisasi yang besar dan kompleks seperti Negara Indonesia tidak akan
efisien jika semua kewenangan politik dan administrasi diletakkan pada puncak
hirearki organisasi / pemerintah pusat, karena pemerintah pusat akan menanggung
beban yang berat. Juga tidak cukup hanya dilimpahkan secara dekonsentrasi
kepada pejabatnya yang berada di wilayah Negara. Agar kewenangan tersebut
dapat diimplementasikan secara efisien dan akuntabel, maka sebagian
kewenangan poltik dan administrasi pada organisasi yang lebih rendah disebut
desentralisasi.
Karena jenjang hierarki yang lebih rendah (pemerintah daerah) tersebut
diserahi wewenang penuh, baik politik maupun administrasi, maka pada jenjang
organisasi yang diberi penyerahan wewenang tersebut timbul otonomi. Otononi
mengatur dsan mengurus kepentingannya yang bersifat lokal, bukan yang bersifat
nasional. Karena itu , desentralisasi menimbulkan otonomi daerah, yaitu
kebebasan masyarakat yang tinggal di daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingannya yang bersifat lokal. Jadi, otonomi daerah adalah
konsekuensi logis penerapan asas desentralisasi pada pemerintahan daerah.
Henry Maddick menjelaskan, desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan
secara hukum untuk menangani bidang – bidang / fungsi – fungsi tertentu kepada
daerah otonom.21
Desentralisasi adalah penyerahan perencanaan, pembuatan keputusan, dan
kewenanan administratif dari pemerintah pusat kepada organisasi wilayah, satuan
administrasi daerah, organisasi semi otonom, pemrintah daerah, atau organisasi
non pemerintah / lembaga swadaya masyarakat.
Rodinelli seperti dikutip oleh Hanif Nurcholis mengatakan bahwa
22
1. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan
tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Menurut smith, desentalisasi mempunyai cirri – cirri sebagai
berikut :
2. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci, atau merupakan fungsi yang
tersisa (residual function).
21
Hendry Maddick dan Hanif Nurcholis, “Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah”, Grasindo, Jakarta, 2007, hlm 10
22
3. Penerima wewenang adalah daerah otonom
4. Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan,wewenang mengatur dan mengurus (regeling en bestuur) kepentingan yang bersifat lokal.
5. Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma
hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak.
6. Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma
hukum yang bersifat individual dan konkrit (beschikking, acte administratif,verwaltungsakt)
7. Keberadaan daerah otonom adalah di luar hirearki organisasi
pemerintah pusat.
8. Menunjukkan pola hubungan antar organisasi.
9. Menciptakan political veriety dan diversity of structur dalam sistem politik.23
Bhenyamin hoessein menjelaskan dalam pidato pengukuhan Doktornya,
dalam rangka desentralisasi, daerah otonom berada di luar hirearki organisasi
pemerintah pusat. Sedangkan dalam rangka dekonsentrasi, wilayah administratif
(filed administration) berada dalam hirearki organisasi pemerintah pusat.24
23
Ibid, hlm. 15. 24
Ibid, hlm. 15.
sedangkan dekonsentrasi menunjukkan model hubungan kekuasaan intra
oganisasi.
J. Riwu Kaho, mengatakan Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang
didesentralisasikan.25 Dan alasan diterapkannya asas desentralisasi adalah
pelaksanaan asas desentralisasi akan membawa efektifitas dalam pemeintahan,
sebab wilayah Negara itu pada umumnya terdiri pada pelbagai satuan daerah
yang masing – masing memilikki sifat khusus tersendiri yang disebabkan oleh
faktor – faktor geografis (keadaan tanah, iklim, flora, fauna, adat – istiadat,
kehidupan ekonomi, bahasa, tingkat pendidikan / pengajaran, dan sebagainya).
Pemerintahan dapat efektif kalau sesuai dan cocok dengan keadaan riil dalam
Negara.26
1. Desentralisasi dapat mencegah penumpukan kekuasaan pada
pemerintah pusat yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.
Sehubungan dengan alasan penerapan asas desentralisasi tersebut, beberapa
pakar memberikan pendapatnya, seperti The Liang Gie yang dikutip oleh Hanif
Nurcholis, yang menjelaskan dianutnya desentralisasi adalah :
2. Desentralisasi dapat dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, yaitu
untuk ikut menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih
diri dalam pemerintahan dalam menggunakan hak – hak demokrasi.
3. Dilihat dari sudut teknik organisatoris, desentalisasi mampu
menciptakan pemerintahan yang efisien. Hal – hal yang lebih utama
untuk diurus oleh pemerintah setempatnya pengurusannya diserahkan
25
J. Riwu Kaho, “Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia”. Rajawali Pers, Jakarta, 1997, hlm 5.
26
kepada daerah. Hal – hal yang lebih tepat ditangani pusat tetap diurus
oleh pemerintah pusat.
4. Dilihat dari sudut cultural, desentralisasi perlu diadakan supaya
perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan pada kekhususan daerah,
seperti keadaan geografi, penduduk, kegiatan ekonomi, watak
kebudayaan, atau latar belakang sejarahnya.
5. Dilihat dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi
diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara
langsung membantu pembangunan tersebut.27
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
daerah sebagai wakil pemerintah dan / atau perangkat pusat di daerah. Dalam
Negara kesatuan seperti Indonesia, pelimpahan wewenang tersebut adalah dari
pemerintah pusat kepada gubernur sebagi wakil pemerintah dan / atau perangkat
pusat di daerah disebut juga dengan instansi vertical, yaitu perangkat departemen
dan / atau lembaga pemerintah non departemen di daerah (Pasal 1 angka 8 UU
No.32 Tahun 2004).
Dekonsentrasi sebenarnya sentralisasi juga tapi lebih halus dari pada
sentralisasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari
pemeintah pusat kepada pejabatnya yang berada pada wilayah Negara di luar
kantor pusatnya. Dalam konteks ini yang dilimpahkan adalah wewenang
administrasi bukan wewenang politik tetap dipegang oleh pemerintah pusat.
27
Pejabat pemerintah pusat yang berada di wilayah Negara adalah pejabat yang
diangkat oleh pemerintah pusat, dan ditempatkan pada wilayah – wilayah tertentu
sebagai wilayah kerjanya.
Rondinelli menjelaskan bahwa dekonsentrasi adalah penyerahan sejumlah
kewenangan atau tanggung jawab administrasi kepada cabang departemen atau
badan pemerintah yang lebih rendah.28 Harold F. Aldefer menjelaskan,
pelimpahan wewenang dalam bentuk dekonsentrasi semata – mata menyusun unit
administrasi baik tunggal ataupun dalam hiearki, baik itu terpisah ataupun
tergabung, dengan perintah mengenai apa yang seharusnya mereka kerjakan atau
bagaimana mengerjakannya.29
1. Pelimpahan wewenang untuk melaksanakan fungsi – fungsi tertentu yang
dirinci dari pemrintah pusat kepada pejabat pemerintah pusat yang ada di
daerah.
Dalam dekonsentrasi tidak ada kebijakan yang
dibuat ditingkat lokal serta tidak ada keputusan fundamental yang diambil. Badan
– badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam dirinya sementara pejabat lokal
merupakan bawahan sepenuh – penuhnya dan mereka hanya menjalankan
perintah.
Menurut Smith dekonsentrasi mempunyai cirri – cirri sebagai berikut :
2. Penerima wewenang adalah pejabat pemerintah pusat yang ada di daerah.
28
Ibid, hlm.19. 29
3. Tidak mencakup kewenangan untuk menetapkan kebijakan dan wewenang
untuk mengatur.
4. Tidak menciptakan otonomi daerah dan daerah otonom tapi menciptakan
wilayah administrasi.
5. Keberadaan field administration berada dalam hiearki organisasi pemerintah pusat.
6. Menunjukkan pola hubungan kekuasaan intra organisasi.
7. Menciptakan keseragaman dalam struktur politik.30
Dalam dekonsentrasi yang dilimpahkan hanya kebijakan administrasi
(impelementasi kebijakan politik) sedangkan kebijakan politiknya tetap berada
pada pemerintah pusat. Oleh karena itu, pejabat yang diserahi pelimpahan
wewenang tersebut adalah pejabat yang mewakili pemerintah pusat, bukan dipilih
oleh rakyat yang dilayani. Karena itu, pejabat tersebut bertanggung jawab kepada
pejabat yang mengangkatnya yaitu pejabat pusat, bukan kepada rakyat yang
dilayani.
Medebewind (pembantuan) adalah penugaan pemerintah pusat kepada daerah
dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai
pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumer daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan (Pasal 1 angka 9 UU No.32
Tahun 2004).
30
Menurut Bagir Manan tugas pembantuan diberikan oleh pemerintah pusat atau
pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah daerah di bawahnya berdasarkan
undang – undang.31
Kusumah atmadja mengartikan medebewind sebagai pemberian kemungkinan
dari pemrintah pusat / pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan
kepada pemerintah daerah / pemerintahan yang tingkatannya lebih rendah agar
menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga pemerintah / daerah yang
tingkatannya lebih atas.32
Dalam menjalankan medebewind tersebut urusan pusat / daerah yang lebih
atas, tidak beralih menjadi urusan daerah yang dimintai bantuan. Hanya saja cara
daerah otonom menyelenggarakan bantuan tersebut diserahkan sepenuhnya
kepada daerah itu sendiri. Daerah otonom ini tidak berada di bawah perintah, juga
tidak dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pemerintah pusat / daerah yang
lebih tinggi yang memberi tugas.
Karena hakekatnya urusan yang diperbantukan pada daerah otonom tersebut
adalah urusan pusat maka dalam sistem medebewind anggarannya berasal dari
APBN. Anggaran pusat ini lalu ditransfer langsung ke kas daerah. Anggaran ini
masuk ke rekening khusus yang pertanggunjawabannya terpisah dari APBD.
31
Ibid, hlm. 21. 32
Bagir Manan juga mengatakan :
Pada dasarnya, tugas pembantuan adalah tugas melaksanakan peraturan
perundang - undangan lebih tinggi (de uitvoering van hogere regelingen). Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang – undangan termasuk yang
diperintahkan atau diminta dalamr rangka tugas pembantuan.33
B.
Penyelenggaraan Pemerintahan DaerahPenyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah, dan DPRD.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas
desentralisasi, tugas pembantuan, serta dekonsentrasi sesuai dengan peraturan
perundang – undangan yang berlaku. Sementara itu, pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi dan tugas
pembantuan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah daerah berpedoman pada
asas Umum penyelenggaraan Negara, yang di dalam Hukum Administrasi Negara
dikenal dengan “Asas – asas umum pemerintah yang layak”. Di negeri Belanda,
asas – asas umum pemerintahan yang layak ini sudah diterima sebagai norma
hukum tidak tertulis, yang harus ditaati oleh penyelenggara pemerintahan,
terutama Pejabat Tata Usaha Negara, dalam membuat keputusan Tata Usaha
33
Negara.34
1. Asas kepastian hukum;
Sebelumnya dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia,
asas – asas ini sudah mulai diterima, walaupun secara formal belum diakui
sebagai sesuatu norma hukum tidak tertulis yang harus ditaati oleh penyelenggara
pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Secara yuridis formal, hal
semacam ini baru diakui di Negara kita, dengan diundangkannya UU No. 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih, bebas dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN), ditambah asas efisiensi dan asas efektivitas.
Kemudian dalam Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa asas – asas
tersebut dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Asas dimaksud disebut dengan “Asas Umum Penyelenggara Negara”, yang dirinci
antara lain:
2. Asas tertib penyelenggaraan Negara;
3. Asas kepentingan umum;
4. Asas keterbukaan;
5. Asas proporsionalitas;
6. Asas profesionalitas;
7. Asas akuntabilitas;
34
8. Asas efisiensi;
9. Asas efektivitas.
Hal ini sekarang lebih dikenal dengan sebutan “good governance” (tata pemerintahan yang baik).35
1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya;
Dalam menyelenggarakan fungsi – fungsi pemerintahan, terutama dalam
penyelenggaraan otonomi, daerah dibekali dengan hak dan kewajiban tertentu.
Hak – hak daerah tersebut antara lain :
2. Memilih pemimpin daerah;
3. Mengelola aparatur daerah;
4. Mengelola kekayaan daerah;
5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya yang berada di daerah;
7. Mendapatkan sumber – sumber pendapatan yang lain yang sah; dan
8. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang –
undangan.
35
Di samping hak – hak tersebut di atas, daerah juga dibebani beberapa
kewajiban, yaitu:
1. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
3. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;
5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
8. Mengembangkan sistem jaminan sosial;
9. Menyusunan perancanaan dan tata ruang daerah;
10.Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
11.Melestarikan lingkungan hidup;
12.Mengelola administrasi kependudukan;
13.Melestarikan nilai sosial budaya;
14.Membentuk dan menerapkan peraturan perundang – undangan sesuai
15.Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang – undangan.
Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja
pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja dan
pembiyaan daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.
Sesuai dengan asas – asas yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan
daerah dilakukan secara efisien , efektif, transparan, bertanggung jawab, tertib,
adil, patuh dan taat pada peraturan perundang – undangan.36
C.
Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah DaerahDalam penyelenggaraan otonomi luas, urusan pemerintahan yang diserahkan
kepada daerah, jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan urusan pemerintahan
yang tetap menjadi wewenang pemerintah pusat. Menurut UU No. 32 Tahun
2004, urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi kewenangan
pemerintah pusat adalah :
a. Politik luar negeri
b. Pertahanan
c. Keamanan
d. Yustisi
36
e. Moneter dan fiskal nasional; dan
f. Agama
Di dalam penjelasan UU No. 32 Tahun 2004, dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan urusan pemerintahan di bidang :
a. Politik luar negeri adalah urusan pengangkatan pejabat diplomatik dan
menunujuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga
internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian
dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan
sebagainya;
b. Pertahanan, adalah misalnya mendirikan atau membentuk angkatan
bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau
sebagian negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan
sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk
wajib militer, bela negara bagi setiap warga Negara, dan sebagainya;
c. Keamanan, adalah misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian
Negara , menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang
yang melanggar hukum Negara, menindak kelompok atau organisasi yang
kegiatannya mengganggu keamanan Negara, dan sebagainya;
d. Moneter dan fiskal nasional, adalah misalnya mencetak uang, menentukan
nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter / fiskal, mengendalikan
e. Yustisi, adalah misalnya mendirikan lembaga peradilan , mengangkat
hakim dan jaksa, mendirikan Lembaga Permasyarakatan, menetapkan
kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesty,
abolisi, membentuk undang – undang , peraturan pemerintah dan peraturan
lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya;
f. Agama, adalah misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku
secara nasional, memberi hak pengakuan terhadap keberadaan suatu
agama, menetapkan kebijakakan dalam penyelenggaraan kegidupan
keagamaan, dan sebagainya.
Di samping itu, bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya yang berskala
nasional, yang tidak diserahkan kepada daerah.
Selain enam urusan pemerintahan yang telah diuraikan di atas, sisanya
menjadi wewenang pemerintah daerah. Dengan demikian, urusan yang dimiliki
oleh pemerintah daerah menjadi tidak terbatas. Daerah dapat menyelenggarakan
urusan pemerintahan apa saja selain enam bidang yang telah dikemukakan di atas,
asal saja daerah mampu menyelenggarakannya, dan punya potensi untuk
dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam menyelenggrarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang
daerah, pemerintah daerah menyelenggarakan otonomi seluas – luasnya untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi
dan tugas pembantuan. Tugas pembantuan pada dasarnya merupakan
kuasa dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan
pemerintahan di bidang tertentu. Pemberian tugas pembantuan harus disertai
pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.
Di samping itu. Terdapat bagian urusan pemerinahan yang bersifat concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang
tertentu, dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan ada bagian
urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada pula bagian urusan yang
diserahkan kepada kabupaten / kota. Untuk mewujudkan pembaian urusan yang
concurrent secara proporsional antara pemerintah pusat, daerah provinsi, daerah kabupaten / kota, disusunlah kriteria yang meliputi eksternalistis, akuntabilitas,
dan efisiensi, dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan
urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan37
a. Kriteria eksternalitas yaitu pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak / akibat yang
ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemmerintahan tersebut.
Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, urusan pemerintahan
tersebut menjadi wewenang provinsi, dan apabila nasional, menjadi
wewenang pemerintah pusat.
Selanjutnya dijelaskan kriteria – kriteria berikut ini :
37
b. Kriteria akuntabilitas yaitu pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang
menangani suatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang
menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih
langsung / dekat dengan dampak / akibat dari urusan yang ditangani
tersebut. Dengan demikian, akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan
pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.
c. Kriteria efisiensi yaitu pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan
dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personel, dana dan
peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian dan kecepatan hasil
yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya,
penanganan suatu bagian urusan dipastikan akan lebih berdaya guna dan
berhasil guna apabila dilaksanakan oleh daerah provinsi, dan / atau daerah
kabupaten / kota dibandingkan apabila ditangani oleh pemrintah pusat.
Oleh karena itu, bagian urusan tersebut diserahkan kepada daerah provinsi
dan / atau kabupaten / kota. Sebaliknya, apabila suatu bagian urusan akan
lebih berdaya guna bila ditangani oleh pemerintah pusat, bagian urusan
tersebut tetap ditangani oleh pemerintah pusat. Untuk pembagian bagian
urusan harus disesuaikan dengan memerhatikan ruang lingkup wilayah
beroperasinya bagian urusan pemerintahan tersebut. Ukuran daya dan hasil
guna tersebut didasari dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh
d. Keserasian hubungan adalah bahwa pengelolaan bagian urusan
pemerintahan yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda,
bersifat saling berhubungan (interkoneksi), saling tergantung
(interindependensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem
dengan mempehatikan cakupan kemanfaatan.
Pembagian urusan pemerintahan, sebagaimana diuraikan di atas, ditempuh
melalui mekanisme penyerahan atau pengakuan atas usul daerah terhadap bagian
urusan – urusan pemerintahan yang akan diatur dan diurusnya. Berdasarkan
usulan tersebut, pemerintah pusat melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum
memberi pengakuan atas bagian urusan – urusan yang akan dilaksanakan oleh
daerah. Sementara itu, terhadap bagian urusan yang saat ini masih menjadi urusan
pemerintah pusat, dengan kriteria tersebut dapat diserahkan kepada daerah.
Walaupun berdasarkan otonomi luas yang dimiliki oleh daerah, daerah dapat
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang apa pun di luar urusan yang
merupakan urusan pemerintah pusat. Namun, dalam pelaksanaannya harus
mendapat pengakuan dari pemrintah pusat terlebih dahulu. Pengakuan ini
diberikan oleh pemerintah pusat setelah melakukan verifikasi terhadap bagian
urusan yang diusulkan oleh daerah. Hal ini berbeda dengan undang – undang
sebelumnya, yaitu UU No. 22 Tahun 1999, di mana dalam undang – undang
tersebut dinyatakan bahwa penyerahan suatu urusan kepada daerah tidak
Mengingat begitu luasnya otonomi yang dimilki oleh suatu daerah dan begitu
banyak urusan yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah, UU No. 32
Tahun 2004 membagi semua urusan tersebut atas dua kelompok, yaitu urusan
wajib dan urusan pilihan.
a. Perlindungan hak konstitusional;
b. Perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat,
ketenteraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian
internasional.
Hal ini berkaitan dengan pelayanan dasar, seperti pendidikan dasar, kesehatan,
perumahan, kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Sementara itu,
urusan yang terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah. Dengan
demikian, urusan pemerintahan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di
daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah.
Menurut ketentuan pasal 13 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, urusan wajib
yang menjadi kewenangan pemerintahan provinsi merupakan urusan skala
provinsi yang meliputi :
a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
c. Penyelenggaraan ketertiban umum dak ketentraman masyarakat;
d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. Penanganan bidang kesehatan;
f. Penyelenggaraan pendidikan , dan alokasi sumber daya manusia potensial;
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten / kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten / kota;
i. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah, termasuk
lintas kabupaten / kota;
j. pengendailan lingkungan hidup;
k. pelayanan petanahan termasuk lintas kabupaten / kota;
l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten /
kota;
o. penyelenggaraan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh
kabupaten / kota; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang –