EVALUASI BIJI KAPUK (
Ceiba petandra
Gaertn)
BERDASAR KECERNAAN, ENZIMATIK, GAMBARAN
DARAH, HISTOLOGI DAN KINERJA PERTUMBUHAN
SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU PAKAN IKAN MAS
(
Cyprinus carpio
L)
OTIE DYLAN SUBHAKTI HASAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Evaluasi biji kapuk (Ceiba petandra Gaertn) berdasar kecernaan, enzimatik, gambaran darah, histologi dan kinerja pertumbuhan sebagai alternatif bahan baku pakan ikan mas (Cyprinus carpio L)” adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2012
ABSTRACT
OTIE DYLAN SUBHAKTI HASAN. Evaluation of kapook seed (Ceiba petandra Gaertn) based on digestibility, enzimatic, blood parameter, histology and growth performance as alternatif of feed ingredient for Common carp, Cyprinus carpio L. Supervised by ENANG HARRIS, M. AGUS SUPRAYUDI, DEDI JUSADI and EDDY SUPRIYONO
This research was conducted to evaluate kapook seed (Ceiba petandra Gaertn) as plant feedstuff on digestibility, enzymatic activity, blood parameter, histology and growth performance of common carp, Cyprinus carpio L. This experiment was conducted at three stages. The first stage of the research was done to known the digestibility of kapook seed meal in vitro. Kapook seed meal (KSM) at the levels of 0%, 7%, 28%, 50%, 72%, 93% and 100% was used as substrates, and pure enzymes of protease 34.5 IU, lipase 10 IU, and amylase 14.4 IU were used as hydrolyzer. The substrate was incubated for one hour at the temperature of 37 oC. The results of in vitro experiment showed that the digestibilty rate of protein, lipid and carbohydrate was reach to a maximum level at the KSM concentration of 50%, and the digestibility rate of protein, lipid and carbohydrate was reduced to the level of 37.57%, 46.15%, and 65.78% when KSM concentration was increased from 50 to 100%. It is concluded that the maximum concentration of KSM without any reduction effect on digestibility rate was 50%.
The second experiment was conducted to evaluate the digestibility and enzyme activity of common carp fed diet containing different levels of kapook seed meal, either 0% , 10, 20, 30, 40, and 50% KSM, respectively. For indirect digestibilty measurement, 0.5% of Cr2O3 was used as a tracer.
The results showed that the digestibility of total, energy, protein, lipid and carbohydrate decreased along with the increasing of KSM levels in the diets. The activity of amylase was higher compared to protease and lipase activities in all KSM levels in the diets, but its rate was reduced along with the increasing of KSM levels in the diet.
The third experiment was conducted to evaluate the effect of different level of kapook seed on histology, blood parameters, accumulation anti nutritional factors in liver and kidney, and growth performance of common carp. All the methods of this experiment were the same as those on the second experiment. The result showed that the increasing of KSM levels in the diets increased the concentration of gossypol (FG) and cyclopropenic acid (ALS) in blood and organs increased as the KSM levels in the diet were increased. The desaturation of unsaturated fatty acid was found in all fish fed KSM diets. All growth performance indicators such as feed consumption, feed convertion ratio, protein and lipid retention, survival rates, and daily growth rate were decreased as a consequence of the inclusion of KSM in the diets.
It is concluded that KSM contained 0.32% of FG and 1.57% of ALS can not be used as raw materials for stomachless fish like common carp.
RINGKASAN
OTIE DYLAN SUBHAKTI HASAN. Evaluasi biji kapuk (Ceiba petandra
Gaertn) berdasar kecernaan, enzimatik, gambaran darah, histologi dan kinerja pertumbuhan sebagai alternatif bahan baku pakan ikan mas (Cyprinus carpio L). Dibimbing oleh ENANG HARRIS, M. AGUS SUPRAYUDI, DEDI JUSADI, dan EDDY SUPRIYONO.
Pakan ikan mas masih mengandalkan tepung ikan sebagai sumber protein hewani dan tepung kedelai sebagai sumber protein nabati yang merupakan bahan baku impor, sehingga harga pakan menjadi mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian alternatif sumber bahan baku pakan lokal yang berbasis hasil samping. Biji kapuk merupakan hasil samping industri pertanian yang berpotensi untuk dijadikan bahan baku pakan ikan sebagai sumber protein dan sumber asam lemak essensial. Namun demikian, biji kapuk juga mengandung zat anti-nutrisi berupa gossypol (FG) dan asam lemak siklopropenoat (ALS) yang dapat memberikan dampak negatif pada ikan budidaya. Walaupun mengandung zat anti nutrisi ternyata biji kapuk bisa digunakan sebagai pakan ikan berlambung seperti ikan bawal tawar di Blitang Sumatra Selatan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi biji kapuk (Ceiba petandra Gaertn) sebagai alternatif bahan baku pakan berdasar kecernaan, enzimatik, gambaran darah, histologi dan kinerja pertumbuhan ikan berlambung palsu seperti ikan mas (Cyprinus carpio L).
Keseluruhan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kecernaan biji kapuk secara in vitro. Enam macam perlakukan dan setiap perlakuan diulang 3 kali digunakan dalam penelitian ini. Enam konsentrasi tepung biji kapuk (TBK) dalam aquades yakni 0%, 7%, 28%, 50%, 72%, 93% dan 100% yang mengandung gossypol dan asam lemak seklopropenat masing-masing sebesar 226 dan 1.100 ppm, 910 dan 4.400 ppm, 1.618 dan 7.857 ppm, 2.330 dan 11.315 ppm, 3.010 dan 1.4615 serta 3.235 dan 15.315 ppm dijadikan sebagai substrat. Tiga macam enzim murni yakni protease (34,5 IU/mg/menit), amylase (14,4 IU/mg/menit), lipase (10 IU/mg/menit) digunakan sebagai penghidrolisa. Setelah substrat dicampur dengan enzim, kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 oC, pH 7 dan hasil hidrolisa di analisa sebagai dasar perhitungan kecernaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laju kecernaan protein, lemak dan karbohidrat meningkat dengan meningkatnya substrat sampai pada konsentrasi tertentu kemudian turun kembali. Laju kecernaan untuk protein, lipid dan karbohidrat mencapai tingkat maksimum pada saat konsentrasi sebesar 50% TBK. Laju kecernaan dari protein, lipid dan karbohidrat berkurang menjadi 37,57%, 46,15%, dan 65,78% pada saat konsentrasi TBK dinaikkan dari 50 menjadi 100%. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi TBK yang memberikan laju kecernaan maksimum adalah 50% TBK.
sebanyak 0,5% dimasukkan dalam pakan sebagai indikator kecernaan. Ikan yang digunakan adalah benih ikan mas Cyprinus carpio L. dengan berat rata-rata berkisar antara 5-6 g/ekor. Ikan sebanyak 500 ekor ditampung dalam bak fiber bervolume 1.000 L dan dilengkapi dengan sistem resirkulasi. Ikan dipelihara selama 7 hari untuk diadaptasikan dengan kondisi labolatorium. Setelah ikan teradaptasi, ikan ditimbang dan dimasukan ke dalam akuarium yang berukuran 80x50x40 cm dengan kepadatan 20 ekor/akuarium. Setiap akuarium dilengkapi dengan aerasi. Ikan dipelihara dengan sistem resirkulasi. Ikan diadaptasikan dengan pakan penelitian selama 7 hari. Pakan diberikan secara at satiation
(sekenyang-kenyangnya) dengan frekuensi sebanyak 3 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00 WIB. Setelah 7 hari, mulai dilakukan pengumpulan feses. Feses ikan diambil 2 jam setelah pemberian pakan. Feses tersebut disipon dari bagian dasar akuarium kemudian feses ditampung dalam botol film. Untuk menghindari tercampurnya feses dan pakan, 30 menit setelah pemberian pakan dilakukan penyiponan untuk mengeluarkan sisa pakan. Feses dikumpulkan selama 21 hari. Feses yang terkumpul kemudian disimpan dalam freezer sampai digunakan untuk analisis nutrien dan Cr2O3. Pada akhir penelitian, sejumlah ikan
diambil dari akuarium untuk keperluan analisis enzim. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecernaan protein, lemak dan karbohidrat menurun dengan meningkatnya kadar TBK dalam pakan. Pada ikan yang diberi pakan sampai dengan kadar 50% TBK tingkat kecernaan protein dan lemak masih diatas 70%, namun tingkat kecernaan karbohidrat 68% pada ikan yang diberi pakan dengan kadar 10% TBK dan turun menjadi 40% pada kadar 50% TBK dalam pakan. Kecernaan karbohidrat dalam biji kapuk lebih rendah dibandingkan dengan kecernaan protein dan lemak. Aktifitas enzim amilase pada ikan mas yang diberi pakan perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas enzim protease dan lipase. Laju aktifitas ke tiga enzim tersebut menurun dengan meningkatnya kandungan TBK dalam pakan. Diantara ke tiga enzim dalam saluran pencernaan, aktivitas amilase lebih sensitif terhadap kandungan TBK dalam pakan dibandingkan dengan aktiftas protease dan lipase.
Tahap ke tiga dari penelitian ini dilakukan untuk mengkaji efek dari berbagai level TBK dalam pakan terhadap gambaran darah, akumulasi zat anti nutrisi dalam hati dan ginjal, histologi dan kinerja pertumbuhan benih ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk (TBK) berbeda. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian ke dua. Setelah pengumpulan feses selesai selama 1 bulan, maka ikan ditimbang untuk selanjutnya dipelihara kembali selama satu bulan. Adapun pakan perlakuan pada penelitian ke tiga ini adalah sama seperti pada penelitian ke dua yakni dengan kadar TBK 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dalam pakan, namun tanpa menggunakan Cr2O3. Ikan dipelihara selam 30
Sebaliknya jumlah limfosit, monosit dan bilirubin darah meningkat sejalan dengan peningkatan kadar TBK pakan.
Hasil pengamatan histologi pada hati dan ginjal menunjukkan terjadinya kerusakan organ tersebut seperti adanya nekrosis, infiltrasi, dan peradangan pada semua ikan yang diberi pakan yang mengandung TBK. Kinerja pertumbuhan seperti konversi pakan, retensi protein dan lemak, dan laju pertumbuhan harian menurun dengan meningkatnya kadar TBK pakan. Berdasarkan kajian ini biji kapuk tidak dapat dijadikan bahan baku pakan sebagai sumber protein dan asam lemak essensial pada ikan yang berlambung palsu seperti ikan mas.
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
EVALUASI BIJI KAPUK (
Ceiba petandra
Gaertn)
BERDASAR KECERNAAN, ENZIMATIK, GAMBARAN
DARAH, HISTOLOGI DAN KINERJA PERTUMBUHAN
SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU PAKAN IKAN MAS
(
Cyprinus carpio
L)
OTIE DYLAN SUBHAKTI HASAN
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup:
1. Dr. Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB 2. Dr. Widanarni
Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:
1. Dr. Zapril Imran Azwar
Peneliti Utama pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Budidaya Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan 2. Dr. Mia Setiawati
Judul Penelitian : Evaluasi biji kapuk (Ceiba petandra Gaertn) berdasar kecernaan, enzimatik, gambaran darah, histologi dan kinerja pertumbuhan sebagai alternatif bahan baku pakan ikan mas (Cyprinus carpio L)
Nama : Otie Dylan Subhakti Hasan
NRP : C161070081
Program Studi : Ilmu Akuakultur
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Enang Harris Ketua
Dr. M. Agus Suprayudi Anggota
Dr. Dedi Jusadi Anggota
Dr. Eddy Supriyono Anggota
Mengetahui Ketua Program Studi,
Prof. Dr. Enang Harris
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Dahrul Syah
PRAKATA
Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia, taufik dan hidayahNya, sehingga penulisan disertasi berjudul ”Evaluasi biji kapuk (Ceiba petandra Gaertn) berdasar kecernaan, enzimatik, gambaran darah, histologi dan kinerja pertumbuhan sebagai alternatif bahan baku pakan ikan mas (Cyprinus carpio L)” dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Akuakulur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan penulisan disertasi ini tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Enang Harris, Bapak Dr. M. Agus Suprayudi, Bapak Dr. Dedi Jusadi, dan Bapak Dr. Eddy Supriyono, sebagai komisi pembimbing atas curahan waktu, tuntunan, kesabaran, semangat, dan keikhlasan dalam membimbing dan memberi arahan yang sangat berarti kepada penulis mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan disertasi ini.
2. Ibu Dr. Dinar Tri Sulistyowati dan Ibu Dr. Widanarni atas kesediaannya selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup, serta Bapak Dr. Zafril Imran Azwar dan Ibu Dr. Mia Setiawati selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka, atas saran, perbaikan, wawasan dan semangat yang diberikan.
3. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Badan Pengembangan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan, dan Kepala Pusat Pendidikan Perikanan Kelautan dan Perikanan beserta seluruh jajarannya atas kesempatan dan penyediaan beasiswa sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan pada progran S3 di Institut Pertanian Bogor.
4. Ketua STP Jakarta beserta jajarannya atas kesempatan dan dukungannya kepada penulis untuk melanjutkan studi pada program S3.
pegawai dan teknisi di hatchery, laboratorium (khususnya Mad Soleh, Anjar, Fitri dan Alvi Yudistira) atas dukungan tenaga, moril, dan materil kepada penulis.
6. Rekan-rekan mahasiswa S3, khususnya Akuakultur 2007 (Usman, Ahmad Gufron Mustofa, Andi Parenrengi, Hesti Wahyuningsih, Yulintin, Ilmiah, RR.Sri Sinarni dan Mulyana) atas segala dukungan, kebersamaan dan semangat dalam mengikuti dan menyelesaikan pendidikan S3 di Institut Pertanian Bogor.
7. Isteri tercinta Dra. Ani Leilani, M.Si, dan anak-anak, mantu serta cucuku terkasih: Yusi Yolanda Bhakti, Yoga Hasya Bhakti, Yudha Fatrya Bhakti, Luthfi Mayang Suren dan Aura Siti Latifah serta seluruh keluarga besar Ayahanda A. Hasan (Alm) dan Ibunda Hj. Enok (Alm), Bapak/Ibu mertua H.M. Saleh dan Hj. Saeni, Kaka, adik dan Ipar atas segala doa, kasih sayang, dorongan semangat dan dukungan moril dan materil kepada penulis.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis mampu menyelesaikan program S3 di Institut Pertanian Bogor.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, masukan, dan kritikan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan teknologi akuakultur di Indonesia untuk mewujudkan masyarakat perikanan dan kelautan yang lebih maju dan sejahtera.
Bogor, Juli 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut, pada tanggal 30 September 1959 sebagai anak ke-7 dari 13 bersaudara dari Ayahanda A. Hasan dan Ibunda Hj. Enok. Pendidikan kejuruan ditempuh pada SUPM Bogor, lulus tahun 1978 dan Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian pada Program Diploma 3 Fakultas Politeknik IPB, lulus tahun 1985. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Djuanda, Bogor, lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1996, penulis diterima di Program Studi Ilmu Perairan (S2), Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dan lulus pada tahun 2000. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa untuk program doktor diperoleh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada SPP-SUPM Bogor sejak tahun 1980 sampai saat ini instititusi tersebut telah berkembang menjadi Jurusan Penyuluhan Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta. Bidang pendidikan yang menjadi tanggungjawab penulis adalah Budidaya Perairan. Menikah dengan Dra. Ani Leilani, M.Si pada tahun 1985 dan telah dikaruniai anak: satu orang putri bernama Yusi Yolanda Bhakti dan dua orang putra bernama Yoga Hasya Bhakti dan Yudha Fatria Bhakti. Anak mantu: Lutfi Mayang Suren, serta cucu Aura Siti Latifah.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... xxi
DAFTAR GAMBAR ... xxiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Perumusan Masalah ... 3
Tujuan dan Manfaat ... 4
Tingkat Kebaruan (Novelty) ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Kebutuhan Nutrisi Ikan Mas ... 5
Protein ... 5
Lemak ... 5
Karbohidrat ... 6
Bahan Baku Pakan Ikan ... 8
Tepung Ikan (TI) ... 9
Tepung Biji Kapuk (TBK) ... 10
Pemanfaatan Biji Kapuk dan Kapas pada Ikan ... 11
Fungsi Lambung Pada Ikan... 12
Asam Lemak Siklopropenoat ... 12
Gossypol ... 14
Dampak Negatif Gossypol ... 15
Darah Ikan ... 16
METODE PENELITIAN ... 21
Tahap 1. Kajian keberadaan gossypol (FG) dan asam lemak siklopropenoat (ALS) dalam tepung biji kapuk terhadap aktivitas enzim protease, lipase dan karbohidrase secara in vitro ... 21
Prosedur Percobaan ... 21
Analisis Kimia ... 21
Parameter yang dievaluasi ... 22
Analisis Data ... 22
Tahap 2. Kajian kecernaan dan enzimatik benih ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda ... 22
Pakan Uji ... 22
Prosedur Percobaan ... 23
Analisis Kimia ... 24
Parameter yang Dievaluasi ... 25
Analisis Data ... 25
Tahap 3. Kajian gambaran darah, histologi, akumulasi gossypol (FG) dan asam lemak siklopropenoat (ALS) pada organ dan kinerja pertumbuhan benih ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk (TBK) berbeda ... 26
Prosedur Percobaan ... 27 Analisis kimia ... 27 Parameter yang dievaluasi ... 29 Analisis Data ... 30 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
Tahap 1. Kajian keberadaan gossypol (FG) dan Asam lemak siklopropenoat (ALS) dalam tepung biji kapuk (TBK) pada
kecernaan protein, lemak dan karbohidrat secara in vitro ... 31 Hasil... 31 Pembahasan ... 32 Simpulan ... 33 Tahap 2. Kajian kecernaan dan enzimatik benih ikan mas yang
diberi pakan berupa tepung biji kapuk berbeda ... 33 Hasil... 33 Pembahasan ... 35 Simpulan ... 36 Tahap 3. Kajian gambaran darah, histologi, dan kinerja
pertumbuhan benih ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
DAFTAR TABEL
1 Kebutuhan makronutrien ikan mas, Cyprinus carpio (Webster dan
Lim 2002) ... 8 2 Daya cerna dan faktor-faktor pembatas berbagai jenis bahan baku
pakan (Hertrampf & Felicitas 2000) ... 9 3 Komposisi bahan dan proksimat pakan penelitian (% bobot
kering) ... 24 4 Komposisi bahan dan proksimat pakan penelitian (% bobot
kering) ... 26 5 Laju kecernaan protease, lipase dan amilase pada konsentrasi
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur senyawa asam siklopropenoat (Halver dan Hardi 2002) ... 13 2 Struktur gossypol (polyphenol) (Cai et al. 2004) ... 14 3 Nilai kecernaan protein, lemak dan karbohidrat pada persentase
subtrat tepung biji kapuk berbeda secara in vitro ... 31 4 Analisis kecernaan (%) protein, lemak, karbohidrat, total dan
energi dari setiap perlakuan ... 34 5 Aktivitas enzim protease, lipase, dan amylase dalam saluran
pencernaan ikan mas pada setiap perlakuan ... 34 6 Kandungan ALS dalam hati, ginjal dan darah ikan mas yang
diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda pada akhir penelitian
(60 hari) ... 36 7 Kandungan gossypol dalam hati, ginjal dan darah ikan mas yang
diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda pada akhir penelitian
(selama 60 hari) ... 37 8 Rataan kandungan eritrosit dan leukosit dalam darah benih ikan
mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda pada akhir
penelitian (selama 60 hari) ... 38 9 Rataan persentase kandungan limfosit, neurotropil dan monosit
dalam darah benih ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda pada akhir penelitian (selama 60 hari) ... 39 10 Rataan kandungan haemotokrit dan haemoglobin dalam darah
benih ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda
selama 60 hari ... 41 11 Rataan kandungan bilirubin dalam darah benih ikan mas yang
diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda selama 60 hari ... 42 12 Rataan kandungan glukosa darah benih ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama 60 hari ... 42 13 Rataan kandungan glikogen hati dan otot benih ikan mas yang
diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda selama 60 hari ... 43 14 Histologi hati ikan yang diberi pakan yang mengandung TBK
berbeda ... 44 15 Histologi ginjal ikan yang diberi pakan yang mengandung TBK
berbeda ... 45 16 Indeks somatik hati benih ikan mas yang diberi pakan bertepung
biji kapuk berbeda selama 60 hari ... 46 17 Indeks somatik ginjal benih ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama 60 hari... 47 18 Komposisi asam lemak tubuh (ALT) benih ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda ... 48 19 Total pakan yang dikonsumsi ikan mas dari setiap perlakuan
pemberian pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian... 49 20 Retensi protein dan lemak pada tubuh benih ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda ... 50 21 Laju pertumbuhan harian benih ikan mas yang diberi pakan
22 Efisiensi pakan pada benih ikan mas yang diberi pakan bertepung
biji kapuk berbeda ... 52 23 Rataan tingkat kelangsungan hidup benih ikan mas yang diberi
DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur analisis kecernaan protein dan karbohidrat secara in
vitro (Muchtadi 1989) ... 73 2 Prosedur percobaan pengukuran kecernaan lemak dalam biji
kapuk secara in vitro (AOAC 1995) ... 75 3 Prosedur analisis proksimat (kadar air, protein, lemak, serat kasar,
dan abu) menurut metode Takeuchi (1988) ... 75 4 Prosedur analisis gossypol (AOAC 1995) dan analisis kadar asam
lemak siklopropenoat dalam sampel (Zahirma1986) ... 78 5 Prosedur analisis kadar kromium oksida (Takeuchi 1988) ... 80 6 Prosedur pengukuran kualitas air ... 81 7 Prosedur analisis aktivitas enzim protease, amilase (Bregmeyer &
Grassi 1983) dan lipase (Tietz & Friedreck dalam Barlongan
1990) ... 85 8 Prosedur analisis gambaran darah pada ikan (morfologi sel,
haemoglobin, dan haematokrit) ... 87 9 Prosedur analisis glukosa terlarut dalam darah (Wedmeyer &
Yasutake 1977) ... 89 10 Prosedur analisis bilirubin (Jendrassik dan Gróf 2011) ... 90 11 Prosedur analisis glikogen dalam hati dan otot (Wedemeyer dan
Yasutake 1977) ... 91 12 Prosedur analisis histologi hati dan ginjal (Ligtner 1996 dalam
Hamzah 2004) ... 92 13 Prosedur analisis asam lemak dalam tubuh ikan (Watanabe 1988;
Apriyantono et al. 1989) ... 96 14 Hasil analisis proksimat, antinutrisi gossypol, asam lemak
siklopropenat, asam amino, dan asam lemak dalam tepung biji
kapuk, minyak biji kapuk, dan tepung bungkil biji kapuk ... 97 15 Hasil kecernaan protein, lemak dan karbohidrat secara in vitro
(%) ... 97 16 Bobot gram ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk
berbeda pada awal penelitian (gram) ... 98 17 Analisis ragam bobot ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda pada awal penelitian ... 98 18 Bobot ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda
pada hari ke-30 (gram) ... 99 19 Analisis ragam bobot ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda pada hari ke-30 ... 99 20 Bobot ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda
pada hari ke-60 (gram) ... 100 21 Analisis ragam bobot ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda pada hari ke-60 ... 100 22 Kecernaan pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian
tahap kedua (%) ... 101 23 Analisis ragam kecernaan protein pada pakan bertepung biji
24 Analisis ragam kecernaan lemak pada pakan bertepung biji kapuk
berbeda selama penelitian... 102 25 Analisis ragam kecernaan karbohidrat pada pakan bertepung biji
kapuk berbeda selama penelitian ... 102 26 Analisis ragam kecernaan energi pada pakan bertepung biji kapuk
berbeda selama penelitian... 103 27 Analisis ragam kecernaan total pada pakan bertepung biji kapuk
berbeda selama penelitian... 103 28 Aktivitas enzim pada ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda selama penelitian (IU/ml.menit) ... 104 29 Analisis ragam aktivitas enzim protease pada ikan mas yang
diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian... 104 30 Analisis ragam aktivitas enzim lipase pada ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 105 31 Analisis ragam aktivitas enzim amilase pada ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 105 32 Kadar asam siklopropenat dalam hati ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian (ppm) ... 106 33 Analisis ragam asam siklopropenat dalam hati ikan mas yang
diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian... 106 34 Kadar asam siklopropenat dalam ginjal ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian (ppm) ... 106 35 Analisis ragam asam siklopropenat dalam ginjal ikan mas yang
diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian... 107 36 Kadar asam siklopropenat dalam darah ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian (ppm) ... 107 37 Analisis ragam asam siklopropenat dalam darah ikan mas yang
diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian... 107 38 Kadar gossypol dalam hati ikan mas yang diberi pakan bertepung
biji kapuk berbeda selama penelitian (ppm) ... 108 39 Analisis ragam gossypol dalam hati ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 108 40 Kadar gossypol dalam ginjal ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian (ppm) ... 109 41 Analisis ragam gossypol dalam ginjal ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 109 42 Kadar gossypol dalam darah ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian (ppm) ... 109 43 Analisis ragam gossypol dalam darah ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 110 44 Gambaran darah ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk
berbeda selama penelitian... 111 45 Analisis ragam total eritrosit dalam darah ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 111 46 Analisis ragam total leukosit dalam darah ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 111 47 Analisis ragam limposit dalam darah ikan mas yang diberi pakan
48 Analisis ragam neurotropil dalam darah ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 112 49 Analisis ragam monosit dalam darah ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 113 50 Analisis ragam hematokrit dalam darah ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 113 51 Analisis ragam haemoglobin dalam darah ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 114 52 Total bilirubin pada ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda selama penelitian (mg/dL) ... 114 53 Analisis ragam total bilirubin pada ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 115 54 Kadar glukosa darah ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda selama penelitian (mg/100mL) ... 115 55 Analisis ragam glukosa darah ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 115 56 Kadar glikogen hati ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda selama penelitian (mg/mL) ... 116 57 Analisis ragam glikogen hati ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 116 58 Kadar glikogen otot ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda selama penelitian (mg/mL) ... 117 59 Analisis ragam glikogen otot ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 117 60 Indeks somatik hati ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda selama penelitian (%) ... 118 61 Analisis ragam indeks somatik hati ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 118 62 Indeks somatik ginjal ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda selama penelitian (%) ... 119 63 Analisis ragam indeks somatik ginjal ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 119 64 Kadar asam lemak tubuh ikan mas yang diberi pakan bertepung
biji kapuk berbeda selama penelitian (mg/100 gr) ... 120 65 Analisis ragam asam lemak tubuh ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 120 66 Konsumsi pakan ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk
berbeda selama penelitian 0-30 hari (gram) ... 121 67 Analisis ragam konsumsi pakan ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian 0-30 hari ... 121 68 Konsumsi pakan ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk
berbeda selama penelitian 0-60 hari (gram) ... 121 69 Analisis ragam konsumsi pakan ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian 0-60 hari ... 122 70 Perhitungan retensi lemak dan retensi protein ikan mas yang
diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian (%) ... 123 71 Analisis ragam retensi protein ikan mas yang diberi pakan
72 Analisis ragam retensi lemak ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 124 73 Laju pertumbuhan harian ikan mas yang diberi pakan bertepung
biji kapuk berbeda selama penelitian 0-30 hari (%) ... 125 74 Analisis ragam laju pertumbuhan harian ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian 0-30 Hari ... 125 75 Laju pertumbuhan harian ikan mas yang diberi pakan bertepung
biji kapuk berbeda selama penelitian 0-60 hari (%) ... 126 76 Analisis ragam laju pertumbuhan harian ikan mas yang diberi
pakan bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian 0-60 hari ... 127 77 Efisiensi pakan pada ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda selama penelitian (%) ... 128 78 Analisis ragam efisiensi pakan pada ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian ... 128 79 Kelangsungan hidup ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda selama penelitian 0-30 hari (%) ... 129 80 Analisis ragam kelangsungan hidup ikan mas yang diberi pakan
bertepung biji kapuk berbeda selama penelitian 0-30 hari ... 130 81 Kelangsungan hidup ikan mas yang diberi pakan bertepung biji
kapuk berbeda selama penelitian 0-60 hari (%) ... 131 82 Analisis ragam kelangsungan hidup ikan mas yang diberi pakan
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pada budidaya ikan intensif pakan buatan berkontribusi sangat besar dalam struktur biaya produksi sekitar 40-89% (Suprayudi 2010). Pakan merupakan salah satu komponen input yang penting karena di samping dapat menentukan koefisien teknis budidaya seperti pertumbuhan (SGR), kelangsungan hidup (SR), konversi pakan (FCR), biomass dan waktu budidaya, pakan juga menentukan beban dalam lingkungan budidaya akibat limbah yang dihasilkan ikan baik berasal dari pakan yang tidak termakan, tidak dicerna maupun limbah metabolisme.
Saat ini hampir semua bahan baku pakan diimpor. Tepung ikan, tepung tulang dan daging, tepung ternak dan bungkil kedelai umumnya digunakan sebagai sumber protein hewani dan nabati. Bahan tersebut memiliki kadar protein yang tinggi di atas 20% dan memiliki profil asam amino dan asam lemak yang seimbang dengan yang dibutuhkan ikan dan mengandung sangat sedikit senyawa anti nutrisi (Allan et al. 2000). Namun ketersediaan tepung ikan bersifat fluktuatif dan harganya relatif mahal karena Indonesia masih mengimpor tepung ikan. Untuk tepung ikan sebagai contoh, pada tahun 2004-2009 impor tepung ikan meningkat dari 28.620,57 ton menjadi 47.518,97 ton (kenaikan sekitar 15,14%) dengan harga rata-rata per ton 916,12 U$D (KKP 2010). Demikian juga dengan tepung kedelai, penggunaannya bersaing dengan bahan pangan, dan masih diimpor, sehingga harganya pun mahal. Oleh karena itu perlu dicari sumber protein alternatif yang berbasis lokal, merupakan hasil samping, kontinuitas suplai terjamin, berkualitas dan harga yang kompetitif (Suprayudi 2010).
Tepung biji kapuk yang berasal dari buah kapuk merupakan hasil ikutan yang penting karena dua pertiga bagian berat buah kapuk adalah biji. Biji kapuk merupakan hasil sampingan pertanian yang cukup banyak di Indonesia terutama di Pulau jawa dan Sulawesi dengan potensi sekitar 114 ribu ton/tahun (BPTRO 2006). Biji kapuk mengandung protein kasar 28-34%, lemak 22-40% dan bahan ekstrak tanpa nitrogen 25-35% (Lubis 1963; Parakkasi 1983; Kardivel et al.
sebesar 5% (Allen et al. 1984). Berdasarkan karakteristik bahan tersebut maka biji kapuk dapat dijadikan bahan baku pakan sebagai sumber protein dan asam lemak. Namun demikian, biji kapuk juga mengandung zat anti nutrisi yakni gossypol (FG) dan asam lemak siklopropenoat (ALS). FG merupakan nama umum dari polyphenol yang terdapat dalam jaringan tanaman bergenus
Gossypium dan beberapa family Malvaceae seperti pada tanaman kapas dan kapuk. Asam-asam phenolic yang terdapat dalam gossypol dapat membentuk senyawa komplek dengan protein serta menghambat kerja enzim proteolitik seperti trypsin dan pepsin (Morgan 1989; Cai et al. 2004). ALS pada konsentrasi yang berlebih dapat menyebabkan nekrosis pada organ dan penurunan pertumbuhan (Muskita 2012; Li dan Robinson 2006; Yildirim et al. 2003; Herman 1970).
Informasi kajian ilmiah pemanfaatan biji kapuk pada hewan akuatik masih sangat jarang. Biji kapas merupakan bahan baku yang menyerupai biji kapuk baik dalam hal kandungan nutrient dan zat anti nutrisi. Pada udang putih (Lytopenaeus vannamei) dengan sistem peredaran darah terbuka, biji kapas dapat dimanfaatkan sampai 15% (Lim 1996). Muskita (2012) melaporkan bahwa bungkil biji kapuk hanya dapat dimanfaatkan sampai 5% dalam pakan. Jika dibandingkan antara hasil penelitian Lim (1996) dan Muskita (2012) terlihat bahwa zat anti nutrisi pada biji kapuk lebih berdampak negatif terhadap pertumbuhan dibanding biji kapas. Kajian ilmiah pemanafaatan biji kapas pada berbagai jenis hewan akuatik yang memiliki sistem peredaran darah tertutup, dilaporkan bahwa biji kapas dapat dimanfaatakan mulai dari 10-50% (Robinson & Brent 1989; Robinson & Lim 1994; Dabrowski et al. 2000) Selanjutnya Hertrampf & Felicitas (2000) menyatakan bahwa kecernaan biji kapas pada ikan lele (Ichtalurus sp) berkisar antar 71,2-90,6% dan pada ikan common carp (Cyprinus sp) antara 46,5-87,3%. Terlihat bahwa ikan lele lebih mampu mencerna biji kapas dibanding ikan common carp. Hal ini diduga kemampuan cerna tersebut terkait dengan perbedaan sistem pencernaan, ikan lele memiliki lambung dan common carp
pakan 100% biji kapuk atau kombinasi antara biji kapuk dan pelet masing-masing sebesar 93% dan 7%, atau 72% dan 28%. Ikan dengan bobot rata-rata awal 10-12,5 g menjadi 100-125 g/ekor setelah dipelihara selama 2-3 bulan dengan konversi pakan berkisar 2,5-3,5.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dalam penelitian ini dilakukan evaluasi penggunaan tepung biji kapuk sebagai bahan baku pakan ikan yang memiliki lambung palsu. Dalam studi ini digunakan ikan mas, Cyprinus carpio L.
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengkaji secara in vitro, kecernaan protein, lemak dan karbohidrat dari tepung biji kapuk sebagai bahan baku pakan ikan mas.
2. Mengkaji kecernaan dan kinerja enzimatik ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk.
3. Mengkaji gambaran darah, histologis dan kinerja pertumbuhan ikan mas yang diberi pakan dengan protein bersumber dari tepung biji kapuk.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah informasi tentang bahan baku sebagai sumber protein nabati yang mudah diperoleh, harga murah dan nutrien sesuai kebutuhan ikan, sehingga dapat meningkatkan produksi ikan mas secara efisien. Disamping itu, penelitian ini diharapkan juga dapat dijadikan model untuk pengkajian bahan baku lokal lainnya.
Perumusan Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian seperti tersebut di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah :
Jika biji kapuk dapat digunakan dalam pakan sampai tingkat tertentu tanpa mengganggu kecernaan, menimbulkan kerusakan organ, abnormalitas darah dan kinerja pertumbuhan, maka biji kapuk dapat digunakan sebagai bahan baku pakan, sehingga produksi ikan mas dan efisiensi pakan akan tinggi.
Tingkat Kebaruan (Novelty)
Kajian pemberian biji kapuk dalam pakan terhadap palatabilitas, enzimatik, kecernaan, gambaran darah, histologi, asam lemak tubuh dan kinerja pertumbuhan pada ikan berlambung palsu seperti ikan mas.
TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Ikan Mas
Dalam pakan ikan mas, makro dan mikro nutrien seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral harus terpenuhi agar ikan dapat tumbuh dan hidup sehat (Halver & Hardy 2002).
Protein
Protein diperlukan ikan untuk pertumbuhan, memperbaiki dan membangun jaringan tubuh, pembentukan enzim, hormon, dan antibodi dalam tubuh (Millamena et al. 2002). Protein merupakan suatu molekul kompleks yang terdiri dari asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial harus diberikan dari luar tubuh ikan melalui pakan karena tubuh ikan tidak dapat mensintesis sendiri, sedangkan asam amino non-esensial dapat disintesis oleh tubuh ikan. Kandungan kedua asam amino tersebut akan mendukung pertumbuhan ikan secara maksimal (Lovell 1989).
Kebutuhan protein setiap spesies ikan berbeda. Faktor yang menyebabkan perbedaan kebutuhan protein pakan adalah spesies ikan, ukuran ikan, umur ikan, kandungan energi pakan, kecernaan sumber protein, kualitas protein atau komposisi asam amino, tingkat pemberian pakan, suhu air, dan padat penebaran (Millamena et al. 2002; NRC 1993). Secara umum ikan membutuhkan protein sekitar 35–50% dalam pakannya (Hepher 1990). Ikan pada stadia awal membutuhkan protein yang lebih tinggi dibandingkan stadia dewasa pada jenis ikan yang sama. Kebutuhan protein optimal untuk ikan mas adalah 30-35% jika dalam pakan tersedia cukup energi yang dapat dicerna (Watanabe 1988; Webster & Lim 2002).
Lemak
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan, sumber steroid untuk menjaga sistem membran, transport lemak, dan sebagai prekusor hormon steroid. Lemak juga membantu dalam penyerapan vitamin yang larut lemak (vitamin A, D, E, K) (Millamena et al. 2002).
Lemak memegang peranan yang penting sebagai sumber energi dalam pakan ikan karnivora karena kemampuan menggunakan energi dari karbohidrat rendah. Berbeda dengan jenis ikan omnivora, seperti ikan mas mampu memanfaatkan lemak dan karbohidrat secara efektif sebagai sumber energi (Watanabe 1988). Millamena et al. (2002) menjelaskan bahwa ikan membutuhkan asam lemak ω3 dan ω6, berupa asam linolenat (18:3ω3), asam linoleat (18:2ω6), asam eicosapentaenoic (EPA, 20:5ω3), dan decosahexaenoic (DHA, 20:6ω3). Takeuchi et al. (2002) menyebutkan bahwa kebutuhan lemak dalam formulasi pakan ikan mas berkisar 5-15%, dengan kandungan asam linolenat (18:3ω3) dan asam linoleat (18:2ω6) masing-masing 1%. Pernyataan tersebut juga mendukung hasil penelitian Watanabe (1988) yang menyatakan bahwa ikan mas tumbuh dengan baik dan konversi pakan baik pada penambahan
18:3ω3 dan 18:2ω6 masing-masing 1% dalam formulasi pakan.
Karbohidrat
Karbohidrat terbentuk dari komponen yang mengandung unsur C, H, dan O. Karbohidrat tersedia berlimpah di alam dan bersumber dari tumbuhan yang biasa menyimpan energinya pada biji, akar, dan umbi (Tucker & Hargreaves 2004). Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan dapat menggantikan sumber energi yang mahal dari protein. Protein sparring effect dari karbohidrat menjadi sumber energi yang ekonomis, banyak karbohidrat yang dapat dicerna, digunakan dalam formulasi pakan ikan. Sumber karbohidrat seperti pati dapat digunakan sebagai perekat dalam pakan ikan dan udang untuk meningkatkan ketahanan pakan di air (Millamena et al. 2002).
dari hidrolisis karbohidrat komplek dalam proses pencernaan (Millamena et al. 2002). Dalam sel, glukosa dioksidasi untuk menghasilkan energi dan disimpan dalam hati dan otot sebagai glikogen (Tucker & Hargreaves 2004).
Ikan menggunakan karbohidarat sebagai sumber energi. Studi mengenai pemanfaatan karbohidrat pada ikan cukup banyak dilakukan. Informasi yang didapatkan bahwa kemampuan ikan dalam memanfaatkan karbohidrat lebih rendah dibandingkan hewan darat, dan setiap jenis ikan berbeda pula dalam kemampuan memanfaatkannya. Karbohidrat merupakan sumber energi yang murah dan berlimpah di alam, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai pakan ikan (Watanabe 1988). Jenis ikan omnivora seperti nila dan mas lebih dapat mencerna pati (strach) daripada jenis ikan karnivora. Hal tersebut dikarenakan kemampuan enzim amilase untuk menghidrolisis pati pada usus jenis ikan omnivora lebih baik (Furuichi & Yone 1982).
Banyak penelitian melaporkan bahwa pakan yang mengandung karbohidrat tinggi berdampak rendahnya pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan. Terdapat kesulitan untuk menentukan tingkat karbohidrat yang optimum bagi ikan karena protein dan lemak mendahului fungsi karbohidrat sebagai sumber energi (Furuichi 1988), dan kegunaan karbohidrat kemungkinan dipengaruhi oleh tingkat protein dan lemak. Berdasarkan hal tersebut ditentukan tingkat optimum kebutuhan karbohidrat berkisar 30-40% pada ikan omnivora dan 10-20% pada ikan karnivora. Takeuchi et al. (2002) menyebutkan kebutuhan karbohidrat pada ikan mas berkisar 30-40%.
amilopektin, semakin besar rasio amilosa dan amilopektin maka kecernaannya akan semakin baik (Cruz-suarez 2001).
[image:38.595.75.487.28.823.2]Secara umum kebutuhan nutrien ikan mas dijabarkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Kebutuhan makro nutrien ikan mas, Cyprinus carpio (Webster & Lim
2002)
Kandungan Nutrien Kebutuhan
Protein 30-35 %
Lemak 5-15%
Lemak essensial :
Linoleat (18:2ω6) 1%
Linolenat (18:3ω3) 1%
Karbohidrat 30-40%
Energi dapat dicerna (DE) 13-15 MJ/kg (3100-3600 kal/g)
Rasio energi/protein 10,33 kkal/g
Bahan Baku Pakan Ikan
et al. 2002). Beberapa bahan baku yang dapat digunakan sebagai sumber protein pakan mempunyai kelebihan dan kekurangan nutrien dan anti nutrisi seperti terlihat pada Tabel 2.
Tepung Ikan (TI)
Tepung ikan merupakan bahan pakan yang memiliki kualitas protein tinggi. Komposisi kimia terutama kandungan proteinnya sangat bervariasi dan tergantung pada spesies ikan yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan, musim dan kondisi dimana ikan tersebut ditangkap. Selain itu, tepung ikan merupakan sumber asam amino essensial terbaik (Hertrampf & Felicitas 2000). Selanjutnya Lovell (1989) mengungkapkan bahwa tepung ikan mengandung 60–80% protein hampir 80–95% dapat dicerna oleh ikan serta memiliki nilai lisin dan methionin yang tinggi yaitu asam amino yang jumlahnya sedikit pada bahan-bahan pakan yang berasal dari tumbuhan.
Kandungan energi tepung ikan tergantung pada kandungan protein dan lemaknya. Kecernaan energi tepung ikan pada hewan akuatik dan hewan darat tidak terlalu berbeda. Pada ikan channel catfish, kecernaan energi tepung ikan sekitar 3,906 kkal/kg (Hertrampf & Felicitas 2000).
Tabel 2 Daya cerna dan faktor-faktor pembatas berbagai jenis bahan baku pakan (Hertrampf & Felicitas 2000)
Bahan Baku
Pakan Kelebihan Kekurangan
Tepung ikan - Dapat dicerna 80–95 %
- Lisin dan methionin yang tinggi
Kontinuitas dan ketersediannya semakin menurun
Tepung tepung biji kapas
- Dapat dicerna oleh ikan Lele 71,2–90,6%
- Sumber fosfor (P)
- Anti nutrisi: gossypol, Cyclopropenoid acid, phytic acid, antivitamin.
- Lisin dan methionin rendah
- Penggunaan dalam pakan 5–5% Tepung bungkil
kedelai
- Profil asam amino terbaik dibanding semua tepung tumbuhan
- Arginin dan phenilalanin jumlahnya banyak
- Sumber vitamin B
- Methionin dan sistein kurang
Tepung Biji Kapuk (TBK)
Pohon kapuk (Ceiba petandra) termasuk famili Bombaceae mudah tumbuh di daerah tropis dan tumbuh dengan baik pada ketinggian 100-800 m di atas permukaan laut, tahan terhadap kekurangan air, sehingga dapat ditanam di tegalan, pematang sawah, atau tepi jalan (Setiadi 1983). Pohon kapuk dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 7-30 meter dengan bentuk batang silindris dan bercabang secara horizontal dengan daun yang jarang. Buah kapuk berbentuk lonjong dengan kulit keras dan berwarna hijau jika masih muda dan coklat jika telah tua. Bentuk bijinya bulat, kecil-kecil berwarna hitam dibungkus oleh selapis serat berwarna putih yang merupakan dinding buah kapuk. Pohon kapuk dapat berproduksi sampai umurnya mencapai 50-60 tahun (Ochse et al. 1961). Setiap buah kapuk yang masak berisi sekitar 35% serat, 15% serat dengan kulit buah dan 50% biji kapuk yang beratnya antara 25-40 gram. Setiap pohon kapuk dapat menghasilkan antara 4000-5000 buah per tahun, sehingga pohon kapuk dewasa dapat menghasilkan sekitar 100-200 kg biji kapuk per tahun (Sihombing & Simamora 1979). Biji kapuk merupakan hasil samping pertanian yang cukup banyak di Indonesia terutama di Pulau Jawa dan Sulawesi dengan potensi sekitar 114 ribu ton/tahun (BPTRO 2006).
dapat membentuk senyawa komplek dengan protein serta menghambat kerja enzim proteolitik seperti trypsin dan pepsin (Morgan 1989; Cai et al. 2004). ALS pada konsentrtasi yang berlebih dapat menyebabkan nekrosis pada organ dan penurunan pertumbuhan (Muskita 2012; Li dan Robinson 2006; Yildirim et al. 2003; Herman 1970).
Pemanfaatan Biji Kapuk dan Kapas pada Ikan
Pada udang putih berperedaran darah terbuka biji kapas (cottonseed meal, CSM) dapat dimanfaatkan sampai 15% (Lim 1996). Muskita (2012) menyatakan bahwa substitusi tepung bungkil kedelai dengan tepung biji kapuk (TBK) dapat diberikan sampai batas 5% pada udang putih. Penelitian biji kapas sebagai sumber protein nabati pada ikan channel catfish dan Tilapia aurea (Robinson & Brent 1989) menunjukan bahwa CSM sebanyak 10% dan 30% dalam pakan berkadar protein 40% tidak terjadi penurunan pertumbuhan. Demikian juga Robinson dan Lim (1994) menyatakan bahwa ikan channel catfish yang dipelihara dalam kolam dengan menambahkan CSM sebanyak 51,25% dan Iysin 0,65% dalam pakan menghasilkan pertumbuhan dan komposisi kimia dalam dagingnya tidak berbeda dengan ikan yang diberi pakan tepung bungkil kedelai sebanyak 42%. Selanjutnya, Dabrowski et al. (2000) menunjukan bahwa ikan trout yang diberi pakan yang mengandung gossypol bebas (free gossypol, dalam tepung biji kapas, FGCSM) sampai tingkat 990 mg/kg pakan selama 131 hari, tidak ada
perbedaan pada pertumbuhan, tetapi haematokrit dan haemoglobin menurun dibanding diberi FGCSM 495 mg/kg pakan. Blom et al. (2001) menemukan
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan rainbow trout yang tidak berbeda nyata yang diberi pakan sampai tingkat FGCSM 619 mg/kg selama 10 bulan, tetapi
Channel catfish (ikan lele) memiliki lambung dan common carp (ikan mas) memiliki lambung palsu (Halver & Hardy 2002).
Fungsi Lambung Pada Ikan
Lambung berfungsi sebagai penampung makanan dan mencerna makanan (Halver, 2002). Selanjutnya dikatakan bahwa dalam lambung dilengkapi dengan kelenjar lambung yang berfungsi untuk mensekresikan enzim pencernaan. Menurut Gas dan Noaillac-Depeyre (1981) sel-sel kelenjar eksokrin pada segmen lambung ikan sekaligus mensekresikan pepsin dan asam khlorida (HCl). HCl secara langsung berperan melunakan makanan sehingga menjadi bentuk bubur (hyme) dan menurunkan pH isi lambung yang menyebabkan aktivitas enzim proteolitik terutama pepsin meningkat. Ikan herbivora tidak memiliki lambung, tetapi bagian yang berperan untuk menampung dan mencerna makanan, fungsinya digantikan oleh usus bagian depan. Lambung palsu adalah usus bagian depan yang bermodifikasi menyerupai kantung (menggelembung), seperti ditemukan pada ikan mas. Fungsi lambung palsu sama, namun secara histologis berbeda strukturnya dengan lambung. Penggunaan biji kapuk pada ikan tidak berlambung dan ikan berlambung palsu seperti ikan mas informasinya masih sangat terbatas.
Asam Lemak Siklopropenoat
Gambar 1 Struktur senyawa asam siklopropenoat (Halver & Hardy 2002)
Asam lemak siklopropenoat pada umumnya menyebabkan berbagai efek negatif yang merugikan baik secara ekonomis maupun produksi, terutama bila semakin meningkat dosis pemberian bahan pakan yang mengandung asam siklopropenoat. (Phelps et al. 1964; Halver & Hardy 2002). Asam lemak siklopropenoat juga menyebabkan meningkatnya kandungan asam stearat dan menurunnya asam oleat pada beberapa jaringan seperti pada plasma darah, hati, ovari dan jantung. (Mairizal 1998; Halver & Hardy 2002).
Asam lemak siklopropenoat dapat dinonaktifkan sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan sifat toksiknya yaitu dengan hidrogenasi, penambahan dengan polimerasi, halogenasi, substitusi atom hidrogen secara kimia pada cincin siklopropenat. Di samping itu dapat juga dilakukan dengan pemanasan, pengasaman dan sulfitasi yang akan merubah struktur gugus cincin siklopropenat sehingga tidak bersifat racun lagi bagi ternak (Thalib et al. 1990). Zahirma (1986) menyatakan bahwa reaksi oksidasi asam sterkulat dengan kalium permanganat (KMnO4) dalam aseton dan hidrogenasi dengan paladium kalsium
karbonat (Pd-CaCO3) dalam etanol mempunyai arti penting dalam upaya menekan
sifat toksik asam siklopropenoat karena reaksi ini dapat memecahkan gugus cincin siklo.
Pada hewan ruminansia asam siklopropenat dapat dihidrogenasi di dalam rumen, hal ini didasarkan atas penelitian dengan pemberian lemak tidak jenuh yang tinggi dalam ransum sapi jantan muda tidak mempengaruhi simpanan lemak jenuh sapi jantan muda tersebut. Kemampuan rumen untuk menghidrogenasi asam lemak tidak jenuh dipengaruhi donor H dalam rumen (Hungate 1966). Sutardi (1981) menyatakan bahwa produk hidrolisa utama dari karbohidrat adalah glukosa dan kemudian difermentasikan menjadi VFA. Perhitungan stoichiometri memberikan gambaran bahwa H2 yang terbentuk akan dapat dimanfaatkan untuk
CH3 (CH2)7 C === C (CH2)7 COOH
CH2
Asam Sterkulat
CH3 (CH2)7 C === C (CH2)6 COOH
CH2
memecahkan gugus siklo pada asam siklopropenat sehingga sifat racunnya akan berkurang. Asam lemak tak jenuh akan terhidrogenasi sehingga akan menghasilkan asam siklopropenoat yang tidak menghambat sistem kerja enzim desaturase yaitu enzim yang bersifat dehidrogenasi pada asam lemak (Cook et al.
1976).
Gossypol
Gossypol merupakan salah satu anti nutrien yang terkandung dalam pigmen jaringan tanaman yang bergenus Gossypium, famili Malvaceae yaitu pada bagian akar, batang, daun dan biji. Gossypol merupakan subtansi senyawa phenol berwarna kuning, mempunyai struktur kimia siklik yang berikatan dengan OH, mempunyai rumus molekul C30H30O8 dengan bobot molekul 518,54 (I,6’,6'7
-hexahidroxy -5' 5' - diidoprophyl -3' 3' dimethyl [2, 2' -binapthalene] -8, 8'-dicarboxyaldehyde) (Gambar 2).
Gambar 2 Struktur gossypol (polyphenol) (Cai et al. 2004)
Gossypol dapat larut dalam pelarut organik, seperti metanol, aceton, ether, chloroform. Gossypol mempunyai tiga bentuk tautomer yaitu aldehyde, hemiacetal dan enolic quinoid. Selain itu, gossypol memiliki 15 pigmen dan turunannya yang diekstrak dari biji kapas, minyak biji kapas dan bungkil biji kapas, tetapi hanya 8 pigmen yang dapat diisolasi, yaitu gossypol (kuning), diaminogossypol (kuning), 6-methoxygossypol (kuning), 6,6'-dimethoxygossypol (kuning), gossypurpurin (ungu), gossyfulvin (orange), gossycaerullin (biru), gossyverdurin (hijau) (Cheeke 1989).
Gossypol merupakan nama umum dari polyphenol yang terdapat dalam jaringan tanaman yang bergenus Gossypum dan pada beberapa famili Malvaceae
gossypol dapat membentuk senyawa komplek dengan protein serta menghambat kerja enzim proteolitik seperti trypsin dan pepsin (Morgan 1989; Cai et al. 2004). Gossypol terdapat dalam bentuk terikat maupun bebas. Gossypol bebas (free gossypol, FG) berefek negatif dan dapat terakumulasi dalam hati, jantung, alat reproduksi, abomasum dan ginjal (Morgan 1989). Konsentrasi gossypol bebas dalam tepung biji kapas berkisar antara 0,04%-0,40%.
Dampak Negatif Gossypol
Pakan yang mengandung gossypol menyebabkan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan dan terjadinya abnormalitas intestinal dan organ-organ internal (Francis et al. 2001). Penelitian Yildirim et al. (2004) menunjukkan bahwa pakan yang mengandung gossypol bebas, G-CSM atau asam asetat-gossypol lain, dengan level lebih dari 800 mg/kg, tidak menunjukkan pengaruh yang berlawanan terhadap bobot, konsumsi pakan dan efisiensi pakan juvenile catfish. Dorsa et al. (1982) melaporkan bahwa juvenile catfish dengan menggunakan pakan buatan dapat mentolerir hingga 900 mg gossypol bebas/ kg pakan dari G-CSM atau asam asetat gossypol lain. Namun demikian, pada spesies yang sama mengalami penekanan terhadap pertambahan bobot, konsumsi pakan dan efisiensi pakan pada level rendah 300 mg/kg yang ditambahkan pada pakan (Yildirim et al. 2003). Hasil Yildirim et al. (2004) menunjukkan bahwa dampak negatif pakan yang mengandung gossypol terhadap juvenile catfish dipengaruhi oleh tipe pakan.
Penelitian Yildirim et al. (2004) menghasilkan persentase cairan/kadar air, protein, lemak dan abu dari tubuh tidak dipengaruhi oleh level pakan atau sumber gossypol. Barros et al. (2000) dan Yildirim et al. (2003) melaporkan bahwa kandungan lemak tubuh sangat berhubungan dengan berat badan dan sebaliknya berhubungan dengan kadar air tubuh. Mereka mengamati pengurangan lemak tubuh dan peningkatan kadar air dalam pakan catfish dengan level gossypol 600 mg/kg atau lebih.
Hati merupakan organ utama untuk retensi gossypol dalam hewan (Roehm
meningkat secara linear dengan peningkatan level gossypol pakan tanpa melihat sumber gossypol pakan. Yildirim et al. (2003) mendapatkan hubungan linear yang positif antara kandungan gossypol hati dari pakan murni catfish yang mengandung level gossypol berbeda selama 12 minggu. Konsentrasi gossypol total dan isomer (+) dan (-) lebih tinggi dari pada kandungan gossypol dan simer (+) dan (-) yang diperoleh dalam percobaan tersebut (15-218 mg/kg berat kering hati). Roehm et al. (1967) melaporkan bahwa gossypol total 177 µg/g hati dalam rainbow trout yang diberi pakan murni dan ditambah dengan 250 mg gossypol/kg selama 12 bulan. Robinson & Tiersch (1995) mendapatkan gossypol total 54 µg/g hati kering dalam catfish yang memakan pakan CSM-based yang mengandung gossypol bebas 400 mg/kg selama 2 tahun. Terlihat bahwa jenis pakan yang digunakan memberikan laju akumulasi gossypol hati yang berbeda diantara penelitian-penelitian ini. Adanya level tinggi nutrient-nutrien tertentu seperti besi, dalam pakan buatan, mungkin berinteraksi dengan gossypol dan menurunkan absorbsinya (Braham et al. 1967). Oksidasi metabolik yang signifikan dari gossypol menjadi gossypolone terjadi dalam pencernaan ikan, dimana kontak dengan ion-ion ferri yang terbentuk (Haas & Shirley 1965), meskipun hati merupakan organ utama yang terlibat dalam oksidasi metabolik atau eliminasi gossypol (Roehm et al. 1967; Abou-Donia & Dieckert 1975). Abou-Donia & Dieckert (1975) juga menunjukkan bahwa mayoritas penyerapan gossypol dimetabolisme menjadi komponen-komponen lain seperti gossypolone, possypolonic acid dan demethylated gossic acid.
Darah Ikan
Penyimpangan fisiologis ikan dapat mempengaruhi perubahan komponen-komponen darah. Perubahan gambaran darah dan kimia darah baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat menentukan kondisi ikan atau status kesehatannya (Wedemeyer et al. 1990). Eritrosit ikan memiliki inti, umumnya berbentuk bulat dan oval tergantung pada jenis ikannya. Inti sel eritrosit terletak sentral dengan sitoplasma terlihat jernih kebiruan dengan pewarnaan Giemsa (Chinabut et al. 1991). Jumlah eritrosit pada ikan mas (Cyprinus carpio) adalah 1,43 x 106 sel/mm3 dan berdiameter 7-36 µm (Syafei et al. 1989). Eritrosit dibuat di ginjal terutama ginjal bagian depan dan limpa. Rendahnya jumlah eritrosit menunjukkan ikan menderita anemia atau terjadi kerusakan ginjal. Sedangkan tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam keadaan stres (Nabib dan Pasaribu 1989).
Haemoglobin merupakan protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan pigmen heme yang dihasilkan dalam eritrosit. Hemoglobin dalam darah merupakan alat transpor oksigen dan karbondioksida. Konsentrasi hemoglobin ikan mas (Cyprinus carpio) adalah 6,40 g% dengan volume kapasitas oksigen sebesar 12,50% (Moyle & Cech 2004). Menurunnya kadar hemoglobin merupakan indikator terjadinya anemia, sedangkan peningkatan kadar haemoglobin menunjukkan bahwa ikan dalam keadaan stres (Anderson & Siwicki 1993).
Haematokrit merupakan perbandingan antara volume sel darah dengan plasma darah (Sastradipraja et al. 1989). Haematokrit ikan bervariasi tergantung faktor nutrisi dan umur. Anak ikan dengan nutrisi baik mempunyai kadar haematokrit lebih tinggi daripada ikan dewasa atau anak ikan dengan nutrisi rendah. Tidak ada perbedaan haematokrit didapatkan pada waktu/musim berbeda dan jenis kelamin berbeda (Angka 1990). Penurunan hematokrit merupakan petunjuk akan rendahnya kandungan protein pakan, defisiensi vitamin atau ikan mendapat infeksi. Sedangkan peningkatan kadar haematokrit menunjukkan bahwa ikan dalam keadaan stres (Anderson & Siwicki 1993). Gallaugher et al.
Sel darah putih dalam darah ikan berfungsi untuk membersihkan tubuh dari benda asing, jumlahnya berkisar 20.000-150.000 sel/mm3 (Moyle & Cech 2004). Leukosit pada ikan berbentuk lonjong sampai bulat dan tidak berwarna (Lagler et al. 1977). Leukosit terbagi atas dua kelompok yaitu agranulosit dan granulosit. Agranulosit terdiri atas limfosit, trombosit dan monosit. Agranulosit tidak memiliki butir sitoplasmik spesifik dan ditandai dengan adanya inti lonjong, bulat dengan lekuk khas (Dellman & Brown 1989). Sedangkan granulosit terdiri atas netrofil, eosinofil dan basofil (Chinabut et al. 1991) eosinofil dan basofil tidak ditemukan pada ikan mas, nila dan lele dumbo (Ariaty 1991). Perubahan jumlah total leukosit dan jenis leukosit dapat dijadikan indikator adanya penyakit infeksi tertentu pada ikan (Blaxhall 1971).
Limfosit merupakan sel untuk pertahanan tubuh (Angka 1990) memiliki ukuran diameter antara 4,5-12,0 µm (Moyle & Chech 2004) dengan kelimpahan berkisar 71,12-82,88% dari total sel darah putih dalam darah ikan (Blaksahal 1971). Chinabut et al. (1991) menyatakan bahwa inti sel limfosit hampir memenuhi ruangan sel, berwama gelap dengan sedikit tersisa sitoplasma yang mengelilingi inti dan tidak bergranula. Limfosit mempunyai peranan dalam respon imunitas. Sel-sel ini bersirkulasi dalam darah dan cairan limfe pada hewan vetebrata dimana pada ikan lebih besar jumlahnya dari pada pada mamalia dengan kepadatan 48.000 sel/mm3 pada ikan dan pada manusia hanya 2.000 sel/mm3 (Nabib & Pasaribu 1989). Rendahnya limfosit dalam pembuluh darah terjadi karena limfosit tidak aktif. Limfosit menjadi aktif setelah ada antigen dan bereaksi dengan antigen di tempat radang (Angka et al. 2004).
Chinabut et al. (1991), menyatakan bahwa neutrofil adalah sel darah putih yang dapat meninggalkan pembuluh darah, mengandung vakuola yang berisi enzim yang digunakan oleh sel tersebut untuk menghancurkan organisme yang dimakannya. Neutrofil berbentuk bulat dengan inti dapat memenuhi sebagian ruang sitoplasma dan terdapat granula dalam sitoplasmanya. Selain netrofil terkadang dapat ditemukan adanya granulosit lainnya yakni basofil dan eosinofil. Sitoplasma eosinofil berwarna merah, memiliki granula besar dan intinya terletak di tepi sel. Jumlah neutrofil ikan dalam darah hampir sama dengan mamalia (3-6 ribu per mm3), namun proporsinya dalam leukosit darah lebih kecil kira-kira 6-8% dibanding mamalia 60-70% (Nabib & Pasaribu 1989).
METODE PENELITIAN
Tahap 1. Kajian keberadaan gossypol (FG) dan asam lemak siklopropenoat (ALS) dalam tepung biji kapuk terhadap aktivitas enzim protease, lipase dan karbohidrase secara in vitro
Penenelitian ini bertujuan mengkaji kecernaan protein, lemak dan karbohidrat dari tepung biji kapuk yang mengandung gossypol dan asam lemak siklopropenoat sebagai bahan baku pakan secara in vitro.
Prosedur Percobaan
Tepung biji kapuk (TBK), minyak biji kapuk dan bungkil biji kapuk dianalisis kandungan nutrien dan kandungan anti nutrien gossypol (FG) dan Asam siklopropenoat (ALS). Hasil analisis menunjukan bahwa biji kapuk mengandung kadar protein 25,58%, lemak 23,13%, karbohidrat 16,30%, dan anti nutrisi FG 1,4% dan ALS 6,8% (dalam % lemak). Nilai nutrisi dan anti nutrisi dipakai untuk menentukan dosis tepung biji kapuk sebagai subtrat dalam pengujian kecernaan protein, lemak dan karbohidrat secara in vitro. Rancangan yang digunakan adalah RAL dengan 7 perlakuan dan setiap perlakuan diulang 2 kali. Perlakuan K adalah konsentrasi 0%TBK. Adapun perlakuan A,B,C,D,E dan F konsentrasi TBK berturut-turut sebesar 7%, 28%, 50%, 72%, 93%, dan 100% dalam aquades. Konsentrasi FG dan ALS pada setiap perlakuan adalah 0 dan 0 ppm (0% TBK); 225 dan 1.100 ppm (7% TBK); 902 dan 4.398 ppm (28% TBK); 1.610 dan 7.854 ppm (50% TBK); 2.318 dan 11.310 ppm (72% TBK); 2.995 dan 14.609 ppm (92% TBK) dan 3.220 dan 15.708 ppm (100% TBK). Tiga jenis enzim murni yakni protease (34,5 IU/mg/menit), amilase (14,4 IU/mg/menit) dan lipase(10 IU/mg/menit. Subtrat dimasukan ke dalam cawan dan ditambahkan enzim murni kemudian diinkubasi selama 1 jam pada kondisi pH 7 dan suhu 37oC. Prosedur percobaan ini merujuk Muhtadi (1989) dan AOAC (1995) yang disajikan pada Lampiran 1 dan 2.
Analisis Kimia
TBK dilakukan dengan metode proksimat (Takeuchi 1988) pada Laboratorium Nutrisi Ikan pada Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, dijelaskan pada Lampiran 3. Sedangkan kandungan anti nutrien FG dianalisis dengan metode HPLC (AOAC 1995) dan ALS dianalisis dengan metode kromatografi gas (Zahirma 1986) pada Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor, disajikan pada Lampiran 4.
Parameter yang dievaluasi
Parameter yang dievaluasi meliputi kecernaan protease, lipase, dan amilase secara in vitro (Muchtadi 1989).
Analisis Data
Data kecernaan protease, protease, lipase dan amilase dianalisis dengan menggunakan analis ragam (Steel & Torrie 1993). Jika ada perbedaan dilanjutkan uji beda nyata (BNT) pada selang kepercayaan 95%. Kadar gossypol bebas dan asam lemak siklopropenat dalam biji kapuk, aktivitas enzim murni protease, lipase dan amilase dianalisis secara deskriptif.
Tahap 2. Kajian kecernaan dan enzimatik benih ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda
Penelitian ini bertujuan mengkaji kecernaan protein, lemak dan karbohidrat, serta kinerja enzimatik ikan mas yang diberi pakan bertepung biji kapuk berbeda.
Pakan Uji
Bahan baku sebagai komponen penyusun pakan uji berbentuk pellet dianalisis proksimat dengan prosedur pada Lampiran 3. Lima macam pakan dengan kandungan protein dan energi yang sama (33% dan C/P 13,5 kkal GE/g) akan tetapi berbeda kandungan biji kapuk (TBK). Pakan kontrol (K) tanpa kandungan TBK (0% TBK). Pakan A, B, C, D dan E mengandung TBK masing masing sebesar 10, 20, 30 40 dan 50% TBK. Cr2O3 sebanyak 0,5% sebagai
Prosedur Percobaan
Benih ikan mas diperoleh dari Instalasi Riset Balai Pengembangan dan Penelitian Budidaya Air Tawar Cijeruk Bogor. Benih ikan mas sebanyak 500 ekor dipelihara selama satu minggu dalam tangki bervolume 1,5 m3 yang berada di Hatchery Jurusan Penyuluhan Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan Bogor. Ikan diberi pakan komersial untuk aklimatisasi.
Setelah satu minggu aklimatisasi, sebanyak 360 ekor ikan berbobot rata-rata 5-6 gram ditebar ke dalam 18 akuarium berukuran 80×50×40 cm yang terhubung dengan sistem resirkulasi. Ikan ditebar dengan kepadatan 20 ekor/akuarium yang dilengkapi dengan aerasi. Untuk mempertahankan temperatur air maka pada tandon diberi 2 buah heater. Sebelum diberi pakan perlakuan, ikan dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam. Ikan dipelihara selama 30 hari dan diberi pakan perlakuan yang sudah ditambah 0,5% Cr2O3 sebagai indikator kecernaan
(Watanabe 1988). Pakan diberikan secara at satiation dengan frekuensi 3 kali sehari 07.00, 12.00, 17.00 WIB. Ikan diadaptasikan dengan pakan berkromium selama 7 hari. Setelah teradaptasi, feces mulai dikumpulkan dengan cara menyipon. Pengumpulan feses dilakukan selama 3 minggu pemeliharaan. Untuk menghindari tercampurnya feses dan pakan, setelah pemberian pakan sisa pakan disipon. Setelah penyiponan feses, dilakukan penambahan air sebanyak 10% dari total volume air akuarium dan setiap 3 hari sekali air tandon diganti sebanyak 50%. Pengumpulan feses dilakukan dengan disipon 3 jam setelah pemberian pakan, kemudian ditampung dalam cawan petri dan disimpan dalam freezer. Kemudian feses dikeringkan dalam oven (AOAC 1995). Selanjutnya dilakukan analisis kandungan nutrien, Cr2O3 (Takeuchi 1988), dan energi terhadap feses
kering. Kualitas air selama pemeliharaan dianalisis di Laboratorium Lingkungan pada Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dengan prosedur pada Lampiran 6. Nilai parameter kualitas air adalah suhu 27-29
o
C, pH 6,5-7,5, oksigen terlarut 5-8 mg/L, amoniak (NH3) 0,048-0,079 mg/L,
nitrit (NO2) 0,028-0,045 mg/L dan nitrat (NO3) 0,15-0,25 mg/L.
pencernaan. Usus dipisahkan dari organ lain dalam perut ikan, kemudian disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -27 0C sampai dilakukan pengukuran aktivitas enzim (Lampiran 7).
Tabel 3 Komposisi bahan dan proksimat pakan penelitian (% bobot kering)
Bahan pakan Pakan uji (%TBK)
K (0) A (10) B (20) C (30) D (40) E (50)
Tepung ikan 15 15 15 15 15 15
Tepung biji kapuk 0 10 20 30 40 50