• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Effect of Product Development Indofood Instant Noodle Against Brand Image Indofood and Its Impact on Consumer Purchasing Decision On Bina Supermarket Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "The Effect of Product Development Indofood Instant Noodle Against Brand Image Indofood and Its Impact on Consumer Purchasing Decision On Bina Supermarket Medan"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PENGEMBANGAN PRODUK MIE INSTAN INDOFOOD TERHADAP CITRA MEREK INDOFOOD DAN DAMPAKNYA

TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PADA SWALAYAN BINA MEDAN

OLEH

100521077

INDAH CAHAYA SUKMA S

PROGRAM STUDI STRATA I MANAJEMEN EKSTENSI DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

“Pengaruh Pengembangan Produk Mi Instan Indofood Terhadap Citra Merek Indofood dan Dampaknya Terhadap Keputusan Pembelian

Konsumen Pada Swalayan Bina Medan

Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap Mie Instant yang menyebabkan bertambahnya jumlah produsen Mie Instant di Indonesia, akan menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Hal ini mendorong pasar untuk terus tumbuh karena produsen menjadi lebih kreatif dalam melakukan inovasi terhadap produknya untuk mempertahankan bahkan memperluas pangsa pasarnya. Salah satu strategi yang digunakan Indofood adalah pengembangan produk. Dalam strategi pengembangan produk perusahaan menawarkan produk perusahaan yang beragam dan terus dikembangkan, dengan bentuk yang unik untuk membedakan produk yang dimiliki dengan produk pesaing. Sehingga perusahaan menciptakan citra merek yang dapat dikenal dan diterima oleh masyarakat. Dengan demikian dapat memaksimalkan total penjualan sebagai dasar memasuki dan memenangkan persaingan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh Pengembangan Produk Mi Instan Indofood Terhadap Citra Merek Indofood Dan Dampaknya Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Swalayan Bina Medan.

Penelitian ini adalah penelitian assosiatif. Karena penelitian ini menggunakan mediator, maka, regresi hierarkis diadopsi untuk menganalisa peranan mediator (Citra Merek) dalam hubungan antara variabel tidak terikat (Pengembangan Produk) dan variabel terikat (Keputusan Pembeli). Pengumpulan data primer dilakukan menggunakan kuisioner yang disebarkan kepada konsumen mie instan indofood di Swalayan Bina Medan dengan sampel sebanyak 52 orang konsumen. Hipotesis di uji dengan menggunakan regresi linier berganda dengan taraf signifikansi 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peranan mediasi secara parsial oleh citra merek dalam hubungan antara pengembangan produk dan keputusan membeli. Kesimpulan yang ditarik menggunakan analisa 3-langkah model hierarkis ini menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara Pengembangan Produk dan Citra Merek, antara Citra Merek dan Keputusan Pembelian, dan antara Pengembangan Produk dan Keputusan Pembelian. Pengujian secara determinan (R2) mengonfirmasi kesimpulan ini setelah menunjukan hubungan yang cukup erat antara variabel-variabel diatas. Kesimpulannya, Kontribusi Pengembangan Produk terhadap Keputusan Pembelian mie instan Indofood akan semakin kuat jika Indofood menguatkan Citra Merek produknya.

(3)

ABSTRACT

"The Effect of Product Development Indofood Instant Noodle Against Brand Image Indofood and Its Impact on Consumer Purchasing Decision On Bina

Supermarket Medan"

Increasing domestic consumption of Instant Noodles causes increasing number of instant noodle manufacturer in Indonesia, and this will lead to increased competition. This encourages the market to continue to grow competitively as manufacturers become more creative in product innovation in regards of maintaining and even expanding its market share. One strategy that used by Indofood is product development. This product development strategy offers diverse products and the company continues to developed, with a unique shape to distinguish the products of with competitors' products. So the company creates a brand image that can be known and accepted by society. Thus it can maximize the total sales as a basis to enter and win the competition. This research purposes is that to determine and analyze the effect of Product Development of Indofood’s instant noodle on Brand Image and Its Impact on Consumer Purchase Decision. This research is assosiative. Because this study uses a mediator, hence hierarchical regression is adopted to analyze the role of mediator (Brand Image) in relationships between independent variables (Product Development) and dependent variable (Purchasing Decision). Primary data were collected using a questionnaire that distributed to Indofood instant noodles’ consumers with a sample of 52 consumers. Hyphoteses tested use multiple regression at 5% signification.

The results showed that the presence of partial mediation role of brand image on the relationship between product development and purchasing decision. Conclusions are drawn by using the 3-steps analysis of hierarchical models, and found positive and significant relationship between Product Development and Brand Image, the brand image and purchase decisions, and the Product Development and Purchasing Decisions. The coefficient determinant test ( R2 ) confirms this conclusion after showing a robust relationship between above variables . In conclusion, the Product Development contribution on Purchasing decisions Indofood instant noodles will be stronger if Indofood strengthen the brand image of their products .

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT sehingga peneliti dapat menyelesaikan

perkuliahan dan penulisan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Pengembangan

produk Mi Instan Indofood Terhadap Citra Merek Indofood Dan Dampaknya

Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Swalayan Bina Medan”, guna

memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua peneliti,

Ayahanda Hasnan Sihombing dan Ibunda Rustiaty serta suami Muhammad Afwi dan anak tercinta Alqamara Mikhayla yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan. moril dan materil sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsinya dengan sebaik-baiknya.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah banyak mendapat

dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materil. Untuk itu, melalui

kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, MEc, Ac, Ak selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, selaku Ketua Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Marhayanie, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Manajemen

(5)

4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE, M.Si, selaku Ketua Program Studi S-1

Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Dan sekaligus

sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan

saran kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Fifi Rahmatus Sofiah, SE, Msi, selaku dosen pembaca penilai.

6. Kepada Bapak dan Ibu dosen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmunya

kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan serta seluruh staf dan

pegawai yang telah banyak membantu selama proses penulisan skripsi ini.

7. Terimakasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan pada saat menjalani

perkuliahan seperti Ratih, Ira, Dian, Zahara, Amelia, Vorika Ayu, dan

sahabat-sahabat lainnya yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu

atas doa dan semangat yang diberikan kepada peneliti.

8. Terimakasih kepada teman-teman yang berjuang bersama menyelesaikan

skripsi dengan peneliti. Terimakasih atas informasi dan bantuan

pembelajaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, November 2013

Peneliti

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Bauran Pemasaran ... 10

2.2. Produk ... 11

2.2.1. Pengertian Pengembangan Produk ... 12

2.2.2. Bentuk Pengembangan Produk ... 13

2.2.3. Tahapan Pengembangan Produk ... 14

2.3. Citra Merek ... 19

2.3.1. Karakteristik dan Manfaat Merek ... 21

2.3.2. Konsep-konsep Brand Image ... 25

2.4. Keputusan Pembelian ... 26

2.5. Penelitian Terdahulu ... 32

2.6. Kerangka Konseptual ... 33

2.7. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Tempat dan Waktu penelitian ... 36

3.3 Batasan Operasional ... 36

3.4 Defenisi Operasional ... 37

3.5 Skala pengukuran Variabel ... 39

3.6. Populasi dan Sampel ... 39

3.6.1. Populasi ... 38

3.6.2. Sampel ... 40

3.7. Jenis dan Sumber Data ... 41

3.8. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.9. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 42

3.10. Teknik Analisis ... 46

3.10.1 Analisis Deskriptif ... 46

(7)

3.11 Pengujian Hipotesis ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 50

4.1.1. Profil Perusahaan ... 50

4.1.2. Visi dan Misi ... 51

4.1.3. Strategi Divisi Mi Instan ... 51

4.1.4. Struktur Organisasi ... 54

4.2. Teknis Analisis ... 55

4.2.1. Analisis Deskriptif ... 55

4.2.2. Uji Asumsi Klasik ... 64

4.2.3. Analisis Regresi Hirarki ... 70

4.2.4. Identifikasi Determinan (R2) ... 70

4.3. Pembahasan ... 80

4.3.1. Pengaruh Variabel Pengembangan Produk TerhadapCitra Merek ... 81

4.3.2. Pengaruh Variabel Citra Merek Terhadap Keputusan Membeli ... 83

4.3.3. Pengaruh Variabel Pengembangan Produk Terhadap Keputusan Membeli ... 84

4.3.4. Pengaruh Mediator Citra Merek terhadap hubungan antara Pengembangan Produk dan Keputusan Pembelian ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

5.1 Kesimpulan ... 88

5.2 Saran ... 90

(8)

DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Halaman

Tabel 1.1. Komposisi Konsumsi Penduduk Indonesia ... 1

Tabel 1.2. Struktur Industri Indonesia ... 2

Tabel 1.3. Persentase Konsumsi Mie menurut Jenis ... 3

Tabel 1.4. Jumlah Penjualan menurut Merek ... 4

Tabel 3.1. Operasionalisasi Variabel dan Indikator Skala Ukur ... 38

Tabel 3.2. Instrumen Skala Likert ... 39

Tabel 3.3. Tes Validitas Pengembangan Produk ... 43

Tabel 3.4. Tes Validitas Citra Merek ... 43

Tabel 3.5. Tes Validitas Keputusan Pembelian ... 44

Tabel 3.6. Rangkuman Uji Reliabilitas ... 45

Tabel 3.7. Pengembangan Produk ... 46

Tabel 3.8. Citra Merek ... 46

Tabel 3.9. Keputusan Membeli ... 46

Tabel 4.1. Produk Mi Instan Indofood dan Jumlah Varian Rasa ... 53

Tabel 4.2. Pendapat responden tentang variabel Pengembangan Produk .... 58

Tabel 4.3. Pendapat responden tentang variabel Citra Merek ... 60

Tabel 4.4. Pendapat responden tentang variabel Citra Merek ... 62

Tabel 4.5. Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov ... 67

Tabel 4.6 ... 69

Tabel 4.7. Identifikasi Determinan ... 71

Tabel 4.8. Hasil Uji F ... 74

Tabel 4.9 ... 75

Tabel 4.10 ... 76

Tabel 4.11. Hasil Uji thitung ... 77

Tabel 4.12 ... 78

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual ... 35

Gambar Struktur Organisasi ... 54

Gambar 4.1.1. Histogram Uji Normalitas ... 65

Gambar 4.2. Normal P-P plot ... 66

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Judul Halaman

Lampiran A : Kuisioner ... 93

Lampiran B : Uji Validitas ... 97

Lampiran C : Uji Reliabilitas ... 101

Lampiran D : Hasil Deskriptif Responden ... 102

(11)

ABSTRAK

“Pengaruh Pengembangan Produk Mi Instan Indofood Terhadap Citra Merek Indofood dan Dampaknya Terhadap Keputusan Pembelian

Konsumen Pada Swalayan Bina Medan

Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap Mie Instant yang menyebabkan bertambahnya jumlah produsen Mie Instant di Indonesia, akan menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Hal ini mendorong pasar untuk terus tumbuh karena produsen menjadi lebih kreatif dalam melakukan inovasi terhadap produknya untuk mempertahankan bahkan memperluas pangsa pasarnya. Salah satu strategi yang digunakan Indofood adalah pengembangan produk. Dalam strategi pengembangan produk perusahaan menawarkan produk perusahaan yang beragam dan terus dikembangkan, dengan bentuk yang unik untuk membedakan produk yang dimiliki dengan produk pesaing. Sehingga perusahaan menciptakan citra merek yang dapat dikenal dan diterima oleh masyarakat. Dengan demikian dapat memaksimalkan total penjualan sebagai dasar memasuki dan memenangkan persaingan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Pengaruh Pengembangan Produk Mi Instan Indofood Terhadap Citra Merek Indofood Dan Dampaknya Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Swalayan Bina Medan.

Penelitian ini adalah penelitian assosiatif. Karena penelitian ini menggunakan mediator, maka, regresi hierarkis diadopsi untuk menganalisa peranan mediator (Citra Merek) dalam hubungan antara variabel tidak terikat (Pengembangan Produk) dan variabel terikat (Keputusan Pembeli). Pengumpulan data primer dilakukan menggunakan kuisioner yang disebarkan kepada konsumen mie instan indofood di Swalayan Bina Medan dengan sampel sebanyak 52 orang konsumen. Hipotesis di uji dengan menggunakan regresi linier berganda dengan taraf signifikansi 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peranan mediasi secara parsial oleh citra merek dalam hubungan antara pengembangan produk dan keputusan membeli. Kesimpulan yang ditarik menggunakan analisa 3-langkah model hierarkis ini menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara Pengembangan Produk dan Citra Merek, antara Citra Merek dan Keputusan Pembelian, dan antara Pengembangan Produk dan Keputusan Pembelian. Pengujian secara determinan (R2) mengonfirmasi kesimpulan ini setelah menunjukan hubungan yang cukup erat antara variabel-variabel diatas. Kesimpulannya, Kontribusi Pengembangan Produk terhadap Keputusan Pembelian mie instan Indofood akan semakin kuat jika Indofood menguatkan Citra Merek produknya.

(12)

ABSTRACT

"The Effect of Product Development Indofood Instant Noodle Against Brand Image Indofood and Its Impact on Consumer Purchasing Decision On Bina

Supermarket Medan"

Increasing domestic consumption of Instant Noodles causes increasing number of instant noodle manufacturer in Indonesia, and this will lead to increased competition. This encourages the market to continue to grow competitively as manufacturers become more creative in product innovation in regards of maintaining and even expanding its market share. One strategy that used by Indofood is product development. This product development strategy offers diverse products and the company continues to developed, with a unique shape to distinguish the products of with competitors' products. So the company creates a brand image that can be known and accepted by society. Thus it can maximize the total sales as a basis to enter and win the competition. This research purposes is that to determine and analyze the effect of Product Development of Indofood’s instant noodle on Brand Image and Its Impact on Consumer Purchase Decision. This research is assosiative. Because this study uses a mediator, hence hierarchical regression is adopted to analyze the role of mediator (Brand Image) in relationships between independent variables (Product Development) and dependent variable (Purchasing Decision). Primary data were collected using a questionnaire that distributed to Indofood instant noodles’ consumers with a sample of 52 consumers. Hyphoteses tested use multiple regression at 5% signification.

The results showed that the presence of partial mediation role of brand image on the relationship between product development and purchasing decision. Conclusions are drawn by using the 3-steps analysis of hierarchical models, and found positive and significant relationship between Product Development and Brand Image, the brand image and purchase decisions, and the Product Development and Purchasing Decisions. The coefficient determinant test ( R2 ) confirms this conclusion after showing a robust relationship between above variables . In conclusion, the Product Development contribution on Purchasing decisions Indofood instant noodles will be stronger if Indofood strengthen the brand image of their products .

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sektor Industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia.

Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik

Bruto (PDB) Indonesia selama 10 tahun terakhir. Data Badan Pusat Statistik

(2007) menunjukkan pada tahun 2006 lebih dari 28,05 persen pembentukan PDB

adalah dari sektor industri, sedangkan sektor pertanian hanya mencapai 12,90

persen.

Menurut Produk Domestik Bruto Indonesia, konsumsi memainkan peranan

penting. Ini artinya, dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka dengan

sendirinya perusahaan-perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang manufaktur,

terutama makanan, akan menikmati keuntungan atas laju pertumbuhan penduduk.

Komposisi konsumsi penduduk Indonesia didominasi oleh konsumsi

makanan. Rerata konsumi penduduk untuk makanan adalah 53%, sementara untuk

konsumsi bukan makanan adalah 47% (Lihat Tabel 1.1). Ini artinya, sebagian

besar konsumsi penduduk Indonesia dialokasikan untuk kebutuhan makanan.

Tabel 1.1

Komposisi Konsumsi Penduduk Indonesia Kelompok

Barang

Persentase (%)

Rata-Rata

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Makanan 49.24 50.17 50.62 51.43 48.46 47.71 50.66 49.76

Bukan

Makanan 50.76 49.83 49.38 48.57 51.54 52.29 49.34 50.24

Total 100 100 100 100 100 100 100 100

(14)

Dari berbagai sektor industri yang ada di Indonesia, salah satu industri

yang berkembang pesat adalah Industri Makanan. Tabel 1.2 menunjukan Industri

makanan menempati urutan pertama dalam struktur industri Indonesia, dan salah

satu perusahaan yang bergerak di industri ini adalah Indofood Sukses Makmur

Tabel 1.2

Struktur Industri di Indonesia

Sektor Industri

Persentase (%)

Rata-rata 2006 2007 2008 2009 2010 Makanan dan minuman

15.92% 15.82% 17.26% 17.27% 18.63% 16.98% Tembakau

9.61% 9.85% 7.76% 7.63% 7.00% 8.37% Tekstil

7.30% 6.57% 4.35% 5.40% 4.61% 5.65% Pakaian jadi

3.76% 3.54% 3.33% 3.44% 3.32% 3.48% Kulit dan barang dari kulit

2.02% 1.57% 1.76% 1.68% 1.66% 1.74% Kayu, barang dari kayu, dan anyaman

2.84% 3.01% 2.37% 2.17% 1.65% 2.41% Kertas dan barang dari kertas

5.97% 5.44% 5.22% 5.86% 5.14% 5.53% Penerbitan, percetakan, dan reproduksi

1.26% 1.26% 0.88% 1.02% 0.98% 1.08% Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan

bakar dari nuklir 1.03% 0.53% 0.55% 0.33% 0.31% 0.55% Kimia dan barang-barang dari bahan kimia

11.32% 13.33% 17.00% 16.68% 13.44% 14.35% Karet dan barang-barang dari plastik

5.80% 5.75% 5.94% 5.28% 5.69% 5.69% Barang galian bukan logam

3.68% 4.02% 3.62% 3.79% 3.76% 3.77% Logam dasar

3.91% 4.14% 4.45% 3.63% 3.45% 3.92% Barang-barang dari logam dan peralatannya

2.43% 2.45% 2.95% 3.39% 3.07% 2.86% Mesin dan perlengkapannya

1.75% 1.57% 2.01% 1.94% 5.08% 2.47% Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan

data 0.02% 0.04% 0.04% 0.04% 0.04% 0.04%

Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya

2.10% 2.02% 3.13% 2.55% 2.58% 2.48% Radio, televisi, dan peralatan komunikasi

3.57% 3.06% 2.03% 2.41% 2.30% 2.67% Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi,

optik, dan jam 0.42% 0.31% 0.27% 0.20% 0.27% 0.29% Kendaraan bermotor

9.01% 6.84% 6.75% 7.14% 9.58% 7.86% Alat angkutan lainnya

3.61% 6.33% 6.39% 6.19% 5.33% 5.57% Furniture dan industri pengolahan lainnya

2.53% 2.46% 1.92% 1.93% 2.11% 2.19% Daur ulang

0.11% 0.10% 0.03% 0.02% 0.01% 0.05%

Total 100% 100% 100% 100% 100% 100%

(15)

Salah satu contoh produk dari Indofood adalah Mie Instant. BPS mencatat

bahwa 98% pangsa pasar mi di Indonesia adalah pasar mi instant (lihat Tabel 1.3).

Tentu saja, dengan tingkat hampir 100% tersebut, Indofood akan sangat

diuntungkan.

Tabel 1.3

Persentase Konsumsi Mie menurut Jenis

Sumber: diolah dari dat

Besarnya tingkat konsumsi masyarakat terhadap Mie Instant disebabkan

adanya anggapan bahwa makanan ini sebagai makanan pokok pengganti nasi.

Penyebab lain peningkatan konsumsi Mie Instant adalah cita rasanya bisa diterima

dibandingkan jenis makanan sereal dan cracker. Berdasarkan peningkatan

konsumsinya, pasar Mie Instant pun mengalami peningkatan. Perputaran bisnis

Mie Instant sampai tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp 11 triliun (Majalah

Swa). Perkembangan industri Mie Instant ditandai dengan munculnya berbagai

merek baru setelah Indomie (Indofood), yaitu : Mie Sedaap (Grup Wings); Kare,

Selera Rakyat (Grup Orang Tua); ABC (PT ABC President); Gaga Mie 100 (PT

Jakarana Tama Food Industry); Alhamie (PT Olaga Sukses Mandiri); Salam Mie

(16)

Tabel 1.4

Jumlah Penjualan menurut Merek

Sumber: Nielsen Research, 2007

PT. Indofood Sukses Makmur Tbk., merupakan perusahaan raksasa terbesar

di industri makanan Indonesia selalu mendirikan unit-unit bisnis pendukungnya

yang bergerak di bidang usaha industri pengolahan makanan yang hampir seluruh

produknya menguasai pasar di Indonesia. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.,

mendirikan unit-unit bisnis pendukungnya untuk mencapai keinginan terciptanya

satu sistem produksi yang terintegrasi. Mulai dari perkebunan hingga proses

pembuatan produk makanan dibuat Indofood sebagai bisnis unit, dan tentu saja

dengan sistem produksi yang terintegrasi. Tujuannya adalah agar dengan mudah

menguasai pasar, dan tidak tergantung terhadap pemasok, karena bahan baku

(17)

Produk yang dihasilkan termasuk mie instan (Indomie, Sarimi, Supermi, Cup

Noodles, Pop Mie, Intermie, Sakura). BPS mencatatkan bahwa 98% pangsa pasar

mi di Indonesia adalah pasar mi instant (lihat Tabel 1.3). Indofood merupakan

produsen mie instan terbesar dengan kapasitas produksi 13 milyar bungkus per tahun.

Selain itu Indofood juga mempunyai jaringan distribusi terbesar di Indonesia.

Meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap Mie Instant yang

menyebabkan bertambahnya jumlah produsen Mie Instant di Indonesia, akan

menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Tingkat penetrasi Indofood di

industri mi instant ini sangat lemah. Pangsa pasarnya semakin tergerus oleh

kompetitornya. Tabel 1.4 menunjukan merek-merek mi instan seperti Indomie,

Sarimie, Supermie, dan Pop Mie, semakin kalah dengan kompetitornya (Mie

Sedap ataupun Mie Kare). Pangsa pasar 40% di tahun 2003 bahkan jatuh drastis

menjadi 20% di tahun 2007. Hal ini menjadi masalah serius untuk Indofood.

Persaingan dalam industri mie instan yang ketat justru semakin

mendorong pasar untuk terus tumbuh karena produsen menjadi lebih kreatif dalam

melakukan inovasi terhadap produknya untuk mempertahankan bahkan

memperluas pangsa pasarnya. Suatu perusahan dapat menambah produk baru

melalui pengembangan produk dengan proses merubah atau menambahkan

sesuatu bentuk ke dalam produk yang dapat di pasarkan. Indofood mengakuisisi

Supermi untuk memperkuat dominasinya di pasar mie instan untuk melengkapi

Sarimie, Popmie dan Indomie. Selain itu, perusahaan dapat juga menguatkan citra

(18)

Kondisi persaingan yang demikian ketatnya menyebabkan perusahaan

berlomba lomba menetapkan strategi yang dianggap tepat dalam memperoleh

pangsa pasar. Salah satu strategi yang biasa digunakan adalah strategi

pengembangan produk. Dalam strategi pengembangan produk perusahaan

menawarkan produk perusahaan yang beragam dan terus dikembangkan, dengan

bentuk yang unik untuk membedakan produk yang dimiliki dengan produk

pesaing. Sehingga perusahaan menciptakan citra merek yang dapat dikenal dan

diterima oleh masyarakat. Dengan demikian dapat memaksimalkan total penjualan

sebagai dasar memasuki dan memenangkan persaingan.

Citra merek produk merupakan hal yang penting bagi perusahaan untuk

dapat bertahan dalam persaingan yang semakin ketat. Citra merek yang positif

akan membuat konsumen menyukai suatu produk dengan merek yang

bersangkutan, bahkan merangsang konsumen untuk loyal terhadap merek

perusahaan, sedangkan bagi produsen citra merek yang baik akan menghambat

kegiatan pemasaran pesaing. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi perusahaan.

Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan

preferensi terhadap suatu merek, yang akan merangsang konsumen untuk

melakukan pembelian. (Setiadi,2003:108).

Salah satu saluran penjualan produk Indofood adalah penjualan retail ke

swalayan-swalayan. Berdasarkan laporan keuangan Indofood, 90% produk akan

dijual secara ritel dan selebihnya akan diekspor. Oleh karenanya, swalayan

(19)

Medan, sebagai salah satu kota besar di Indonesia dipilih sebagai ruang

lingkup penelitian, dan Swalayan Bina adalah lokasi tempat dilaksanakan

penelitian. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul, “Pengaruh Pengembangan Produk Mie Instan Indofood Terhadap Citra Merek Indofood Dan Dampaknya Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Swalayan Bina Medan”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya,

maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah Pengembangan Produk Mie Instan Merek Indofood berpengaruh

positif dan signifikan Terhadap Citra Merek Produk Mie Instan

Indofood Konsumen di Swalayan Bina Medan?

2. Apakah Citra Merek Mie Instan Indofood berpengaruh positif dan

signifikan Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen di Swalayan Bina

Medan?

3. Apakah Pengembangan Produk Mie Instan Merek Indofood berpengaruh

positif dan signifikan Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen di

Swalayan Bina Medan?

4. Apakah Citra Merek merupakan mediator terhadap hubungan antara

Pengembangan Produk Mie Instan Merek Indofood danKeputusan

(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah

1. Untuk mengetahui pengaruh Pengembangan Produk Mie Instan Merek

Indofood Terhadap Citra Merek Mie Instan Indofood di Konsumen di

Swalayan Bina Medan.

2. Untuk mengetahui pengaruh Citra Merek Mie Instan Indofood Terhadap

Keputusan Pembelian Konsumen di Swalayan Bina Medan.

3. Untuk mengetahui pengaruh Pengembangan Produk Mie Instan Merek

Indofood Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen di Swalayan Bina

Medan.

4. Untuk mengetahui peranan Citra Merek Mie Instan Indofood sebagai

mediator dalam hubungan Pengembangan Produk dan Keputusan

Pembelian Konsumen di Swalayan Bina Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Perusahaan Indofood

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam mengelola dan

mempertahankan merek agar tetap menjadi pilihan pelanggan mengingat

persaingan antar merek yang semakin meningkat.

2. Bagi Pihak Lain

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi

dalam melakukan penelitian dengan objek ataupun masalah yang sama di

(21)

3. Bagi Penulis

Penelitian ini merupakan suatu kesempatan bagi penulis untuk

menerapkan teori-teori dan literatur yang penulis peroleh di bangku

perkuliahan, dan mencoba membandingkannya dengan praktik yang ada di

lapangan. Dengan demikian akan menambah pemahaman penulis dalam

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Tinjauan Pustaka 2.1 Bauran Pemasaran

Kotler (2000) mendefinisikan bahwa ”bauran pemasaran adalah kelompok

kiat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran

pemasarannya dalam pasar sasaran”, sedangkan Jerome Mc-Carthy dalam Fandy

Tjiptono (2004) merumuskan bauran pemasaran menjadi 4P (Price, Produk,

Promotion dan Place).

1. Produk (Product)

Merupakan bentuk penawaran organisasi jasa yang ditujukan untuk

mencapai tujuan melalui pemuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Produk dapat berwujud fisik maupun tidak yang dapat ditawarkan kepada

pelanggan potensial untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tertentu.

Produk merupakan semua yang ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan,

diperoleh dan digunakan atau dikonsumsi untuk dapat memenuhi

kebutuhan dan keinginan yang berupa fisik, jasa, orang, organisasi dan ide.

2. Harga ( Price )

Bauran harga berkenaan dengan kebijakan strategis dan taktis seperti

tingkat harga, struktur diskon, syarat pembayaran dan tingkat diskriminasi

harga diantara berbagai kelompok pelanggan. Harga menggambarkan

(23)

memperoleh satu buah produk dan hendaknya dengan harga yang

terjangkau.

3. Promosi ( Promotion)

Bauran promosi meliputi berbagai metode, yaitu iklan, promosi penjualan,

penjualan tatap muka dan hubungan masyarakat. Menggambarkan

berbagai macam cara yang ditempuh perusahaan dalam rangka menjual

produk ke konsumen.

4. Saluran Distribusi ( Place )

Saluran distribusi merupakan keputusan distribusi menyangkut kemudahan

akses terhadap jasa bagi para pelanggan. Tempat dimana produk tersedia

dalam sejumlah saluran distribusi dan outlet yang memungkinkan

konsumen dapat dengan mudah memperoleh suatu produk.

2.2 Produk

Menurut Tjiptono (1999:95) secara konseptual produk adalah pemahaman

subyektif dari produsen atas “sesuatu” yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk

mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan

konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli.

Laksana (2008:67) mendefenisikan produk sebagai berikut: “Produk adalah

segala sesuatu baik yang bersifat fisik maupun non fisik yang dapat ditawarkan

kepada konsumen untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya”.

Sedangkan Radiosunu (2001:99), menyatakan bahwa: “Produk adalah segala

(24)

dikonsumsikan ke dalam pengertian produk termasuk obyek-obyek fisik, jasa,

tokoh-tokoh, tempat, organisasi dan pikiran (idea)”.

Dari defenisi berikut dapat diambil kesimpulan bahwa, produk sebagai barang

dan jasa yang terdiri dari atribut nyata dan tidak nyata termasuk kemasan, warna,

harga, prestise, kualitas, dan merek ditambah pelayanan dan reputasi penjual,

yang ditawarkan perusahaan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, untuk dibeli,

digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan

konsumen.

2.2.1 Pengertian Pengembangan Produk

Pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai

dengan analisa persepsi dan peluang (Porter, 2005). Pengembangan produk

merupakan aktivitas lintas disiplin yang membutuhkan kontribusi dari hampir

semua fungsi yang ada di perusahaan, namun tiga fungsi yang selalu paling

penting bagi proyek pengembangan produk (Cross, 1994) adalah

1. Pemasaran

Fungsi pemasaran adalah menjembatani interaksi antara perusahaan

dengan pelanggan. Peranan lainnya adalah memfasilitasi proses identifikasi

peluang produk, pendefinisian segmen pasar, dan identifikasi kebutuhan

pelanggan. Bagian pemasaran juga secara khusus merancang komunikasi antara

perusahaan dengan pelanggan, menetapkan target harga dan merancang

(25)

2. Perancangan (desain)

Fungsi perancangan memegang peranan penting dalam mendefinisikan

bentuk fisik produk agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Dalam konteks

tersebut tugas bagian perancangan mencakup desain engineering (mekanik,

elektrik, software, dan lain-lain) dan desain industri (estetika, ergonomics, user

interface).

3. Manufaktur

Fungsi manufaktur terutama bertanggung jawab untuk merancang dan

mengoperasikan system produksi pada proses produksi produk. Fungsi ini

melingkupi pembelian, instalasi, dan distribusi.

2.2.2. Bentuk Pengembangan Produk

Macam bentuk pengembangan produk yang perlu dikembangkan oleh

perusahaan ada 3 macam Menurut Prawiramidjaya (1994:94) yaitu:

1. Initial Development

Adalah suatu usaha penggunaan barang sehingga mempunyai tingkat

penggunaan yang lebih tinggi dari tingkat sebelumnya.

2. Improvement Development

Adalah setiap perubahan barang yang berakibat barang tersebut mampu

memenuhi kebutuhan konsumen atau merupakan perubahan suatu barang pada

(26)

3. New Use Application

Adalah merupakan suatu penggunaan barang dengan cara meningkatkan

guna barang tersebut. Penggunaan barang dalam bermacam-macam variasi adalah

merupakan ciri dalam pengembangan produk.

2.2.3 Tahapan Pengembangan Produk

Proses pengembangan produk (Ulrich-Eppinger, 2001) dalam suatu

perusahaan umumnya melalui 6 tahapan proses, antara lain adalah :

1. Fase 0 : Perencanaan Produk

Kegiatan perencanaan sering dirujuk sebagai “zero fase” karena kegiatan

ini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk

aktual.

2. Fase 1 : Pengembangan Konsep

Pada fase pengembangan konsep, kebutuhan pasar target diidentifikasi,

alternatif konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu atau lebih

konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh.

3. Fase 2 : Perancangan Tingkat Sistem

Fase perancangan tingkat sistem mencakup definisi arsitektur produk dan

uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen

4. Fase 3 : Perancangan Detail

Fase perancangan detail mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk,

material, dan toleransitoleransi dari seluruh komponen unik pada produk dan

(27)

5. Fase 4 : Pengujian dan Perbaikan

Fase pengujian dan perbaikan melibatkan konstruksi dan evaluasi dari

bermacam-macam versi produksi awal produk.

6. Fase 5 : Produksi Awal

Pada fase produksi awal, produk dibuat dengan menggunakan sistem

produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih

tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang timbul pada proses produksi

sesungguhnya. Peralihan dari produksi awal menjadi produksi sesungguhnya

biasanya tahap demi tahap. Pada beberapa titik pada masa peralihan ini, produk

diluncurkan dan mulai disediakan untuk didistribusikan.

Tahap-tahap dalam pengembangan Produk menurut Swastha (1997 : 184-186):

1. Tahap Penyaringan

Tahap Penyaringan dilakukan setelah berbagai macam ide tentang produk

telah tersedia. Dalam tahap ini merupakan pemilihan sejumlah ide dari berbagai

macam sumber. Adapun informasi atau ide berasal dari manajer perusahaan,

pesaing, para ahli termasuk konsultan, para penyalur, langganan, atau lembaga

lain.

2. Tahap Analisa Bisnis

Pada tahap ini msing-masing ide dianalisa dari segi bisnis untuk

(28)

3. Tahap Pengembangan

Pada tahap ini, ide-ide yang telah dianalisa perlu dikembangkan karena

ide-ide tersebut dianggap lebih menguntungkan. Pengembangan ini tentunya harus

sesuai dengan kemampuan perusahaan.

4. Tahap Pengujian

Tahap pengujian merupakan kelanjutan dari tahap pengembangan,

meliputi:

a. Pengujian tentang konsep produk

b. Pengujian terhadap kesukaan konsumen

c. Penelitian laboratorium

d. Test penggunaan

e. Operasi pabrik percontohan

f. Tahap Komersialisasi

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari rangkaian pengembangan produk

baru. Pada tahap ini semua fasilitas telah disiapkan baik itu fasilitas produksi

maupun fasilitas pemasaran. Semua kegiatan harus saling bekerja sama meskipun

mempunyai tujuan berbeda.

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan produk

Menurut Swastha (1997 :187):

1. Tidak stabilnya posisi persaingan

Dengan semakin banyaknya produk sejenis yang ditawarkan maka situasi

persaingan semakin tajam, apalagi para pengusaha sejenis yang telah

(29)

2. Munculnya persaingan

Suatu barang yang terjual dengan baik di pasaran dan dapat menghasilkan

keuntungan, akan mendorong pengusaha lain untuk memproduksi barang yang

sedang laku tersebut bahkan dengan kualitas yang lebih baik.

3. Banyaknya variasi penggunaan barang

Dengan makin banyaknya variasi penggunaan suatu produk maka hal ini

akan mendorong perusahaan untuk mengembangkan hasil produksinya, sehingga

produk tersebut akan mempunyai bermacam-macam kegunaan.

4. Pemanfaatan kapasitas produksi yang efektif

Faktor lain melaksanakan pengembangan produk adalah memanfaatkan

kapasitas produksi, karena pada umumnya perusahaan belum berproduksi pada

kapasitas penuh.

Menurut George (1993 : 11) faktor eksternal yang kemungkinan besar

paling menghambat introduksi produk adalah meningkatnya biaya modal. Sudah

jelas bahwa dana yang dikeluarkan untuk membiayai kegagalan adalah uang yang

lebih baik dibelanjakan untuk mengembangkan dan memperkenalkan

keberhasilan. Mengetahui penyebab kegagalan dapat membantu menyaring usaha

yang akan gagal sebelum terlanjur mengeluarkan terlalu banyak dana dan waktu.

Hal yang sangat bermanfaat untuk melihat bagaimana manajemen menilai

beberapa alasan keberhasilan dan kegagalan dalam usaha mencapai sasaran

produk baru. Seperti sudah dapat diperkirakan, alasannya adalah serupa, yaitu:

a. Riset pasar yang meramal ataupun tidak.

(30)

Sedangkan menurut Kotler (1998 : 274) faktor-faktor yang turut dalam

menghambat pengembangan produk baru adalah:

1. Kekurangan gagasan produk baru yang penting di area tertentu

(mungkin hanya tersisa sedikit cara untuk memperbaiki beberapa produk

dasar).

2. Pasar yang bagi (persaingan ketat menyebabkan pasar

terbagi-bagi). Perusahaan harus mengarahkan produk baru mereka pada sekmen

pasar yang lebih kecil, dan hal ini berarti penjualan dan laba yang lebih

rendah untuk tiap produk.

3. Kendala sosial dan pemerintah (produk baru harus memenuhi kriteria

seperti keamanan dan keseimbangan lingkungan).

4. Mahalnya proses pengembangan produk baru (suatu perusahaan

umumnya harus menciptakan banyak gagasan produk baru untuk

menemukan hanya satu yang layak dikembangkan).

5. Kekurangan modal (beberapa perusahaan dengan gagasan-gagasan baik

tidak dapat mengumpulkan dana yang diperlukan untuk melakukan

riset).

6. Waktu pengembangan yang lebih singkat (banyak pesaing mungkin

mendapatkan gagasan yang sama pada saat yang sama, dan kemenangan

sering diraih oleh yang paling gesit).

7. Siklus produk yang lebih singkat (ketika suatu produk baru berhasil,

(31)

2.3 Citra Merek

Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol desain maupun

kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan

oleh suatu perusahaan. Sedangkan ekuitas merek merupakan seperangkat aset dan

liabilitas merek yang terkait dengan suatu nama merek, simbol yang mampu

menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa

terhadap pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset

dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol,

sehingga dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol, sehingga dilakukan

perubahan terhadap nama dan simbol ataupun merek beberapa ataupun merek

beberapa atau semua aset dan liabilitas menjadi dasar ekuitas merek akan berubah

pula (Durianto dkk, 2000: 1-4). Menurut Kotler (1997:40) merek merupakan

nama, tanda, simbol dan desain dari keseluruhannya yang bersifat membedakan

produk atau jasa dari suatu penjual atau kelompok terhadap para pesaingnya.

Merek salah satu atribut yang penting dari sebuah yang penggunanya pada

saat ini sudah sangat meluas karena beberapa alasan, dimana memberikan merek

pada suatu produk berarti memberikan nilai tambah produk tersebut.

Merek tidak hanya sebuah nama bagi produk, tetapi lebih dari itu

merupakan identitas untuk membedakan dari produk-produk yang dihasilkan dari

perusahaan lain. Dengan identitas khusus, produk tertentu akan lebih mudah

dikenali oleh konsumen dan akan memudahkan pada saat pembelian ulang produk

(32)

Pengertian image (citra) menurut Kotler (1992) adalah kepercayaan, ide,

dan impresi seseorang terhadap sesuatu (Kotler, 1997, p.57). Sedangkan

pengertian citra menurut Alma, Buchari (1992) citra merupakan kesan, impresi,

perasaan atau persepsi yang ada pada publik mengenai perusahaan, suatu obyek,

orang atau lembaga. (p.32). Bagi perusahaan citra berarti persepsi masyarakat

terhadap jati diri perusahaan. Persepsi ini didasarkan pada apa yang masyarakat

ketahui atau kira tentang perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itulah

perusahaan yang sama belum tentu memiliki citra yang sama pula dihadapan

orang. Citra perusahaan menjadi salah satu pegangan bagi konsumen dalam

mengambil keputusan penting. Citra yang baik akan menimbulkan dampak positif

bagi perusahaan, sedangkan citra yang buruk melahirkan dampak negatif dan

melemahkan kemampuan perusahaan dalam persaingan.

Pengertian brand image (Keller, 2003):

1. Anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang

pada ingatan konsumen.

2. Cara orang berpikir tentang sebuah merek secara abstrak dalam pemikiran

mereka, sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak

berhadapan langsung dengan produk Membangun brand image yang

positif dapat dicapai dengan program marketing yang kuat terhadap

produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang

membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen–

elemen yang mendukung (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya) dapat

(33)

Menurut Kotler (2007:332) : “Merek adalah nama, tanda, simbol, desain,

atau kombinasi hal-hal tersebut, yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan

mendiferensiasikan barang atau layanan penjual lain”.

Sedangkan menurut Radiosunu (2001:105) : “Merek merupakan nama, istilah,

tanda, lambang, design atau kombinasi dari perusahaan yang digunakan sebagai

tanda pengenal barang atau jasa seorang atau sekelompok penjual, dan untuk

membedakannya dari barang atau jasa saingan”.

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa merek berfungsi untuk mengidentifikasi

penjual atau perusahaan yang menghasilkan produk tertentu, yang

membedakannya dengan penjual atau perusahaan lainnya. Merek itu sendiri dapat

berupa trademark, nama, logo, tema, atau gabungan dari keseluruhannya.

Pada dasarnya merek merupakan janji penjual untuk secara consisten memberikan

tampilan dan manfaat tertentu lepada konsumen. Merek yang baik akan

menunjang suatu jaminan kualitas. Tetapi lebih dari itu, merek merupakan simbol

yang komplek.

2.3.1 Karakteristik dan Manfaat Merek

Setiap perusahaan tentu menginginkan merek produknya unggul dalam

bersaing dengan merek produk pesaing yang beredar di pasaran, sehingga

kemudian produknya akan mendapat tempat di dalam benak konsumen. Untuk itu

sebuah merek harus memenuhi beberapa karakteristik seperti yang disebutkan

(34)

1. Merek harus menyatakan sesuatu tentang manfaat produk.

2. Merek harus menyatakan kualitas produk seperti tindakan atau warna.

3. Merek harus mudah diucapkan, dikenal dan diingat.

4. Merek harus berbeda dan khas.

5. Merek tidak berarti buruk di negara dan bahasa lain.

Sebuah merek yang baik harus memiliki karakteristik yang disebutkan

diatas, meskipun pada kenyataannya tidak semua karakteristik itu dapat dipenuhi

dalam sebuah merek, tetapi bagaimana perusahaan harus berusaha untuk

memenuhi karakteristik tersebut.

Keberhasilan atau kegagalan suatu merek tergantung pada pengalaman

yang diperoleh konsumen dari merek tersebut, apa pun yang membentuk suatu

merek, dan bagaimanapun merek tersebut dikomunikasikan kepada manusia.

Merek secara nyata merupakan pengalaman itu. Hasil dari pemberian merek yang

baik adalah pengalaman bahwa kesenangan konsumen cukup baik untuk membuat

mereka kembali. (Temporal,2002:57).

Para distributor juga ingin agar para produsen memberi merek pada

produknya, karena merek memudahkan penanganan produk, menjaga produksi

pada suatu stándar kualitas, memperkuat referensi pembelian serta memudahkan

identitas pemasok.

Fungsi brand (merek) pada suatu produk adalah :

1. Bagi konsumen :

(35)

Mutu/kualitas produk berupa barang nyata/tampak dari kondisi barang

tersebut, baik dari kualitasnya sampai pada kemasan barang.

Sedangkan produk yang berupa jasa, mutu/kualitas pelayanan adalah

pelayanan kepada tamu.

b. Merek meningkatkan efisiensi pembeli.

Dengan adanya nama/merek maka akan memudahkan pembeli

menemukan produk yang dicari/diminati. Hal ini tentunya lebih efisien

dan efektif.

c. Membantu menarik perhatian konsumen atas suatu produk baru yang

mungkin memberikan keuntungan bagi mereka.

d. Untuk membantu mencegah terjadinya hal–hal yang tidak diinginkan

konsumen/resiko konsumen, baik resiko dalam hal kesehatan, resiko

kesalahan fungsi produk, kesalahan harga, ataupun resiko

ketidaklayakan produk/jasa tersebut dikonsumsi.

2. Bagi produsen, penjual :

a. Memudahkan penjual untuk memproses pesanan dan menelusuri

masalah yang timbul.

b. Sebagai perlindungan hukum terhadap ciri khas produk, sehingga tidak

ada produk lain yang meniru.

c. Membantu penjual dalam melakukan segmentasi pasar

d. Membantu penjual dalam menarik pelanggan/konsumen yang setia dan

(36)

e. Membantu membangun citra perusahaan/produsen (jika merek

tersebut menimbulkan persepsi positif di masyarakat)

f. Mengidentifikasikan produk dalam perdagangan

g. Mengidentifikasikan keunggulan produk yang dimiliki, yang

membedakan produk tersebut dengan produk lain, terutama produk

saingan.

Perusahaan baik perusahaan barang maupun jasa berusaha meningkatkan

kekuatan mereknya di pasaran dari waktu ke waktu. Dalam hal ini produsen akan

berusaha memperkenalkan produknya terutama keunggulan produk yang tidak

dimiliki oleh produk lain.

Keberadaan merek bukan hanya semata–mata menunjukkan nama dari

sebuah produk, namun lebih dari itu, merek menunjukkan nilai tambah dari

produk dalam berbagai dimensi, yang membedakan produk tersebut dengan

produk lain.

Dengan demikian, merek dapat terus dikenal, menjadi perhatian dan terus

dikonsumsi oleh masyarakat (menciptakan keloyalan konsumen), dipercaya,

sehingga merek tersebut menjadi merek yang kuat di pasaran.

Citra merek mempresentasikan keseluruhan persepsi terhadap merek dan

dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra

terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi

terhadap suatu merek. Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek,

(37)

2.3.2 Konsep-konsep Brand Image

Ada beberapa konsep merek yang harus diperhatikan dan dipahami agar

kita dapat mengenal unsur-unsur apa saja yang terkandung dan berkaitan dengan

merek. Terutama mengenai oenilaian dan pemahaman konsumen terhadap merek,

juga apa saja yang harus dilakukan untuk mengkomunikasikan merek agar dapat

diterima baik oleh konsumen.

1. Ekuitas Merek (Brand Equity)

Ekuitas merek sangat berkaitan dengan seberapa banyak pelanggan suatu

merek yang merasa puas dan merasa rugi bila berganti merek, menghargai merek

dan menganggap sebagai teman, serta pelanggan terikat dengan teman. Menurut

Kotler, dkk (2007:334), ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada

produk dan jasa.

Menurut Nicolino (2007:75), ekuitas merek adalah jumlah total berbagai

nilai berbeda yang dilekatkan orang kepada suatu merek, yang dapat terdiri dari

campuran faktor emosional dan praktis.

Dapat disimpulkan bahwa suatu merek perlu dikelola dengan cermat agar

ekuitas merek tidak lagi mengalami penyusutan. Oleh kerena itu sangat penting

bagi perusahaan untuk selalu memelihara dan memperhatikan semua

dimensi-dimensi ekuitas merek sehingga manfaat yang diperoleh dapat dipertahankan.

2. Identitas merek (Brand identity)

Identitas merek merupakan suatu strategi merek yang mencakup arah,

maksud dan arti suatu merek yang pada intinya untuk membangun merek yang

(38)

dapat diterima oleh konsumen. Identitas merek adalah suatu penggabungan yang

menarik merek yang memberi inspirasi lepada pembuat strategi merek untuk

menciptakan dan memelihara merek. Penggabungan ini mewakili apa yang dapat

merek unggulan dan merupakan sebuah janji penjual kepada pelanggan

3. Citra merek (Brand image)

Citra (image) adalah total persepsi terhadap suatu objek yang dibentuk

dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Citra merek

dibangun berdasarkan kesan pemikiran ataupun pengamatan yang dialami seorang

terhadap suatu merek yang pada akhirnya akan membentuk sikap terhadap merek

yang bersangkutan. Brand image merupakan hasil penilaian persepsi konsumen

terhadap suatu merek, baik itu positif atau negatif. Brand image yang baik akan

mempunyai dampak yanag menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan brand

image yang buruk akan merugikan perusahaan. Hal ini berdasarkan pada

pertimbangan atau menyeleksi dengan membandingkan perbedaan yang terdapat

pada beberapa merek, sehingga merek yang penawarannya sesuai dengan

kebutuhan akan terpilih. Maka konsumen akan memiliki penilaian yang lebih baik

pada merek itu.

2.4 Keputusan Pembelian

Secara umum, keputusan adalah pemilihan dari dua atau lebih alternatif

pilihan (Schiffman & Kanuk, 2000:437). Dengan kata lain untuk membuat

keputusan harus terdapat alternatif pilihan. Sebaliknya jika konsumen tidak

(39)

pengambilan keputusan. Tidak semua konsumen dalam mengambil keputusan

memerlukan tingkat pencarian informasi yang sama. Jika dalam pengambilan

keputusan memerlukan usaha yang besar, maka konsumen perlu meluangkan

waktu untuk melalukan proses keputusan. Sebaliknya untuk pembelian yang

sifatnya rutin cenderung merupakan peristiwa yang monoton dan menunjukkan

berkurangnya tingkat kesenangan.

Terdapat tiga tingkat pengambilan keputusan oleh konsumen dari usaha

yang paling tinggi ke usaha yang paling rendah, yaitu: extensive eproblem solving,

limited problem solving dan routinized response behavior (Schiffman & Kanuk,

2000:438).

1. Pengambilan keputusan diperluas (extensive problem solving) Ketika

konsumen belum memiliki kriteria untuk mengevaluasi ketegori produk atau

merek yang memenuhi kategori tertentu atau banyaknya merek yang harus

dipertimbangkan terlalu banyak, usaha pengambilan keputusan tersebut

dikategorikan sebagai pengambilan keputusan diperluas. Pada tingkat

pengambilan keputusan diperluas konsumen memerlukan informasi yang

banyak untuk menentukan kriteria guna mengambil keputusan.

2. Pengambilan keputusan terbatas (limited problem solving) Pada tingkat ini,

konsumen telah menentukan kriteria dasar untuk melakukan evaluasi kategori

produk dan berbagai merek untuk kategori produk tersebut. Pencarian

informasi tambahan tentang masing-masing merek ditujukan agar pilihan

(40)

3. Perilaku respon rutinitas (routinized response behavior) Pada tingkat ini,

konsumen telah memiliki beberapa pengalaman terhadap kategori produk dan

kriteria telah ditentukan dengan baik. Dalam beberapa situasi, konsumen

melakukan pencarian informasi untuk sedikit menambah informasi atau

sebaliknya cukup menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki.

Dalam mengevaluasi alternatif yang potensial, konsumen cenderung

menggunakan dua jenis informasi, yaitu menentukan berbagai merek yang

dipertimbangkan untuk dipilih dan kriteria yang digunakan untuk

mengevaluasimerek. Himpunan pertimbangan terdiri dari beberapa merek yang

konsumen kenal, ingat dan dapat diterima. Kriteria yang digunakan oleh

konsumen dalam mengevaluasi merek yang berkaitan dengan himpunan

pertimbangannya biasanya dengan melihat pentingnya atribut produk.

Aturan keputusan konsumen sering merujuk pada turunan (heuristics),

strategi keputusan (decision strategies) dan Strategi pemrosesan informasi

(information-processing strategies), yang merupakan prosedur yang digunakan

untuk memilih merek. Aturan ini memudahkan pembuatan keputusan yang

komplek. Aturan keputusan oleh konsumen dibagi menjadi dua kategori, yaitu

aturan keputusan compensatory dan aturan keputusan non compensatory. Pada

aturan keputusan compensatory konsumen mengevaluasi merek yang dipilih dan

memberi skor pada masing masing merek yang dipilih berdasarkan atribut

produknya. Pada aturan keputusan compensatory kelebihan salah satu atribut bisa

(41)

non compensatory tidak mungkin kelebihan salah satu atribut produk untuk

menutupi kekurangan pada atribut produk yang lain. Terdapat tiga aturan non

compensatory, yaitu aturan conjunctive, disjunctive dan lexicographic. Pada

aturan conjunctive, konsumen menentukan tingkat minimum yang dapat diterima

untuk setiap atribut. Jika terdapat nilai atribut di bawah tingkat minimum maka

merek tidak dimasukkan ke dalam pertimbangan lebih lanjut. Pada aturan

disjunctive, jika terdapat satu atribut yang nilainya lebih tinggi dari standar

minimum yang diterima maka merek dapat diterima. Pada aturan lexicographic,

konsumen merangking atribut. Kemudian konsumen membandingkan berbagai

alternatif merek pada satu atribut yang paling penting. Jika skornya cukup tinggi,

merek dipilih dan proses berakhir.

Terdapat empat pandangan pengambilan keputusan oleh konsumen, yaitu:

economic view,passive view, cognitive view dan emotional view (Schiffman &

Kanuk, 2000:439). Pada economic view pengambilan keputusan oleh konsumen

dilakukan secara rasional. Konsumen dapat mengambil keputusan secara rasional

dengan syarat: konsumen paham terhadap semua alternatif produk , mengetahui

kelebihan dan kekurangan masing-masing alternatif produk, dapat menentukan

satu alternatif terbaik. Pada passive view digambarkan bahwa konsumen bersikap

patuh pada kepentingan melayani diri sendiri dan usaha pemasaran. Konsumen

dipersepsikan sebagai pembeli yang tidak rasional dan menuruti kata hati. Pada

cognitive view konsumen digambarkan sebagai pemecah persoalan. Pada

pandangan ini konsumen sering digambarkan sebagai penerima atau secara aktif

(42)

meningkatkan taraf kehidupannya. Pada emotional view digambarkan bahwa

konsumen dalam memutuskan membeli memerlukan keterlibatan perasaan atau

emosi. Biasanya orang membuat keputusan didasarkan pada usaha untuk

mendapatkan kepuasan (Turban, 1995:52). Simon (1997:176) berargumentasi

bahwa secara mendasar tidak mungkin membuat keputusan dengan cara

sepenuhnya menggunakan rasional karena keterbatasan manusia dalam

mendapatkan informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan rasional.

Situasi keputusan seringkali diklasifikasikan berdasarkan apa yang diketahui

(dipercaya) oleh pengambil keputusan tentang hasil keputusannya (Turban,

1995:56). Klasifikasi keputusan tersebut adalah: (1) Keputusan dengan kepastian,

yaitu pengambil keputusan mengetahui dengan pasti akibat/hasil dari keputusan

tersebut, (2) Keputusan dengan resiko, yaitu pengambil keputusan mengetahui

probabilitas terjadinya hasil dari keputusan yang diambil, dan (3) keputusan

dengan ketidakpastian, yaitu pengambil keputusan tidak tahu akibat/hasil dari

keputusan yang diambil.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku membeli menurut Kotler

(2003:183-206) terdiri dari: (1) kebudayaan yang terdiri dari: budaya, sub budaya

dan kelas sosial, (2) sosial yang terdiri dari: kelompok acuan, keluarga, peran dan

status, (3) personal yang terdiri dari: usia dan siklus hidup, pekerjaan, keadaan

ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri, (4) Psikologi yang terdiri dari:

motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaandan sikap. Disamping empat faktor

di atas, terdapat faktor lain yang ikut mempengaruhi perilaku membeli, yaitu: (1)

(43)

lingkungan makro, yaitu faktor-faktor yang berdampak luas seperti: ekonomi,

teknologi, politik, lingkungan alam dan sosial budaya. Faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku membeli menurut Engel, et al. (1994 ) adalah: (1)

pengaruh lingkungan, yaitu: budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga,

situasi, (2) perbedaan individu, yaitu: sumber daya konsumen, motivasi,

pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, demografi, (3) proses psikologis,

yaitu: pemrosesan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku.

Disamping tiga faktor di atas terdapat stimuli lain, yaitu stimuli pemasaran

dan stimuli lain. Sciffman & Kanuk (2000:443) membedakan model menjadi

input, proses dan output. Komponen input menggambarkan pengaruh eksternal

yang memberikan sumber informasi tentang produk tertentu dan mempengaruhi

nilai, sikap dan perilaku. Faktor eksternal terdiri dari: (1) usaha pemasaran

perusahaan (yaitu: produk, promosi, harga, distribusi), dan (2) lingkungan sosial

budaya (yaitu: keluarga, sumber informal, sumber non komersial yang lain, kelas

sosial, sub budaya dan budaya). Pada bagian proses berkaitan dengan bagaimana

konsumen membuat keputusan. Pada bagian proses digambarkan pengaruh

internal/psikologi (yaitu: motivasi, persepsi, belajar, kepribadian dan sikap)

terhadap proses pengambilan keputusan. Pada bagian output berkaitan dengan

aktivitas setelah keputusan, yaitu perilaku pembelian dan perilaku setelah

pembelian. Menurut Stanton, et al. (1991:135) kekuatan sosial budaya dan

psikologis berpengaruh terhadap perilaku membeli oleh konsumen. Kekuatan

(44)

keluarga. Kekuatan psikologis terdiri dari pengalaman belajar, kepribadian, sikap

dan keyakinan, gambaran diri (self-concept).

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang menggabungkan pengembangan produk dan citra merek

sebagai prediktor dari keputusan membeli sangat jarang ditemukan. Namun jika

terpisah, penelitian mengenai hubungan antara citra merek dan keputusan

pembelian atau antara pengembangan produk dan keputusan pembelian dapat

ditemui dari beberapa penelitian terdahulu. Misalnya saja Lin dan Lin (2007)

melakukan penelitian mengenai pengaruh Citra Merek dan Pengembangan Produk

terhadap keputusan membeli konsumen ritel di Taiwan. Penelitian itu menunjukan

adanya pengaruh positif dan signifikan antara citra merek dan keputusan

pembelian dan juga antara pengembangan produk dan keputusan pembelian pada

tingkat signifikasi 1%.

Haryanto (2008) juga melakukan penelitian mengenai hubungan antara

merek dan keputusan pembelian pada konsumen mie instant di Pulau Jawa.

Penelitian ini dengan menggunakan simulasi menyimpulkan penguatan citra

merek berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen

mie instan di Pulau Jawa.

Haryani (2005) meneliti hubungan antara strategi pengembangan produk

terhadap keputusan pembelian konsumen di Swalayan Simpang Lima Semarang.

Penelitian itu menunjukan hubungan yang signifikan antara pengembangan

(45)

koefisien beta 0.323 di tingkat signifikansi 1%. Hasil dari analisis data

berdasarkan koefisien determinan (R2) menunjukkan variabel pengembangan

produk mampu menjelaskan pembentukan keputusan pembelian konsumen

dengan hubungan antar variabel sebesar 0,575 sisanya sebesar 0,425 dijelaskan

oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian tersebut.

2.6 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah dasar terpenting dimana sepenuhnya proyek

penelitian ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antar variabel

yang secara logis diterangkan, dikembangkan dan dielaborasi dari perumusan

masalah yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi dan survey

literatur (Kuncoro, 2003: 44).

Didalam setiap penelitian sosial, seorang peneliti harus terlebih dahulu

menetapkan variabel-variabel penelitian sebelum memulai pengumpulan data.

Kerangka konseptual ini mengemukakan tentang variabel yang akan diteliti yaitu:

variabel pengembangan produk merupakan variabel bebas, citra merek merupakan

variabel moderat dan keputusan membeli yang merupakan variabel terikat.

Variabel bebas yaitu variabel yang nilainya tidak tergantung pada variabel

lain. Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah Pengembangan

produk. Swalayan Bina Medan merupakan salah satu swalayan yang lengkap

menjual berbagai bentuk (model), kemasan dan rasa dari produk mie instan

Indofood yang menjadi daya tarik pengunjung untuk melihat dan membeli jenis

(46)

dalam memodifikasi mie instant Indofood kedalam sebuah produk yang baru

dapat menciptakan ketertarikan dan keunggulan dari suatu merek tersebut. Dan

pada akhirnya akan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Begitu pula

pada Citra merek yang merupakan variabel mediasi (M1) dari pengaruh

pengembangan produk yang dampaknya terhadap keputusan pembelian. Citra

merek yang baik dapat mengambil perhatian konsumen agar selalu diingat.

Sehingga citra merek yg pertama kali diingat pada benak konsumen akan

menimbulkan keputusan pembelian yang utama. Dari variabel bebas tersebut

merupakan panduan untuk Swalayan Bina Medan untuk melihat produk mie

instan Indofood yang mana yang menjadi pilihan terbanyak di konsumen sehingga

Swalayan Bina Medan dapat meraub keuntungan dan memajukan usaha ke arah

yang lebih baik lagi.

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Pada

penelitian ini yang menjadi variabel terikat (Y) adalah Keputusan Pembelian

adalah bagaimana konsumen memilih salah satu produk mie instan Indofood

diantara beberapa alternatif merek lain kepunyaan Indofood.

Menurut pada Setiadi (2003: 415) pengambilan keputusan konsumen

(consumer decision making) adalah proses pengintegrasian yang

mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku

alternatif dan memilih salah satu diantaranya. Dalam penelitian ini, keputusan

pembelian produk ditentukan oleh dua hal yakni pengembangan produk dan citra

(47)

Berdasarkan teori yang dikemukakan, Gambar 1.1 berikut ini merupakan

suatu kerangka konseptual yang berfungsi sebagai penuntun, sekaligus

mencerminkan alur berfikir yang merupakan dasar bagi perumusan hipotesis.

[image:47.595.146.470.198.245.2]

Sumber : Kotler (2000), Setiadi (2003)

Gambar 1.1: Kerangka Konseptual 2.7. Hipotesis

Dari permasalahan dan dukungan teori-teori yang telah dikemukakan,

maka dapat diperoleh hipotesis ini adalah :

1. Pengembangan Produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap citra

merek produk Indofood pada Swalayan Bina Medan.

2. Citra Merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian

produk Indofood pada Swalayan Bina Medan.

3. Pengembangan Produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan

pembelian produk Indofood pada Swalayan Bina Medan.

4. Citra Merek merupakan mediator terhadap hubungan antara Pengembangan

Produk dan Keputusan Pembelian produk Indofood pada Swalayan Bina

Medan.

Pengembangan Produk (X)

Citra Merek (M1)

Keputusan Pembelian

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif dimana penelitian asosiatif

merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh ataupun juga

hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiono, 2008:5). Penelitian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana survei dilakukan untuk memperoleh

informasi memeriksa hubungan serta pengaruh pengembangan produk dan citra

merek terhadap keputusan pembelian. Dengan metode ini diharapkan dapat

menjelaskan fenomena yang ada berdasarkan data dan informasi yang ada.

3.2 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Swalayan Bina, Jalan Setia Budi Medan.

Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Juli 2013 hingga September 2013.

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel bebas dan 1

variabel terikat. Rinciannya adalah sebagai berikut

a. Variabel variabel bebas (independen), yaitu Pengembangan Produk

Indofood (X1) di Swalayan Bina Medan

b. Variabel variabel mediasi, yaitu Citra merek Indofood (M1) di Swalayan

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian asosiatif dimana penelitian asosiatif

merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh ataupun juga

hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiono, 2008:5). Penelitian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana survei dilakukan untuk memperoleh

informasi memeriksa hubungan serta pengaruh pengembangan produk dan citra

merek terhadap keputusan pembelian. Dengan metode ini diharapkan dapat

menjelaskan fenomena yang ada berdasarkan data dan informasi yang ada.

3.2 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Swalayan Bina, Jalan Setia Budi Medan.

Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Juli 2013 hingga September 2013.

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel bebas dan 1

variabel terikat. Rinciannya adalah sebagai berikut

a. Variabel variabel bebas (independen), yaitu Pengembangan Produk

Indofood (X1) di Swalayan Bina Medan

b. Variabel variabel mediasi, yaitu Citra merek Indofood (M1) di Swalayan

(50)

c. Variabel variabel terikat (dependen), yaitu Keputusan Membeli Konsumen

(Y) di Swalayan Bina Medan.

3.4 Defenisi Operasional

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan detil dalam pelaksanaan

penelitian ini, variabel – variabel diatas perlu dideskripsikan secara definitif dan

operasional sebagai berikut:

1. Pengembangan Produk adalah

Strategi pertumbuhan perusahaan dengan menawarkan produk baru dari

mie instan atau yang dimodifikasi ke segmen pasar seperti perbaikan mutu,

ciri-ciri khas, dan perbaikan gaya. Sehingga konsumen dapat merasakan

adanya perkembangan dari Produk Mie instan Indofood yang memenuhi

selera konsumen.

2. Citra Merek adalah

Seperangkat keyakinan konsumen mengenai merek tertentu dan anggapan

tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan

konsumen. Persepsi konsumen yang didasari oleh perasaan-perasaan,

suasana hati, emosi dan konotasi yang ditimbulkan oleh merek Indofood.

3. Keputusan Membeli adalah

Suatu keputusan seseorang dimana memilih salah satu dari berbagai

alternatif pilihan yang ada. Persepsi atas tindakan proses pemilihan dari

beberapa alternatif pembelian oleh seseorang terhadap suatu produk mie

(51)
[image:51.595.103.527.123.608.2]

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel dan Indikator Skala Ukur

Variabel Defenisi Operasional Variabel

Indikator Skala

X1 : Pengembangan Produk

Strategi pertumbuhan perusahaan dengan menawarkan produk mi instan baru atau yang dimodifikasi ke segmen pasar.

Sehingga konsumen dapat merasakan adanya perkembangan dari produk mie instan Indofood yang memenuhi selera konsumen. - Pengembangan Jenis Rasa - Pengembangan Bentuk Kemasan - Pengembangan Kemasan - Pengembangan Ukuran Likert

M1: Citra Merek Seperangkat

keyakinan konsumen mengenai merek tertentu dan anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen.

- Persepsi mengenai kualitas produk - Loyalitas

konsumen terhadap produk - Kualitas produk

berdasarkan pengalaman - Kepuasan konsumen terhadap produk Likert

Y : Keputusan Membeli

Suatu keputusan seseorang dimana memilih salah satu dari berbagai alternatif pilihan yang ada. - Kebutuhan - Preferensi - Informasi - Keyakinan Likert

(52)

3.5 Skala pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini, Skala Likert digunakan sebagai pengukur persepsi.

Skala Likert adalah alat untuk mengukur sikap pendapat, d

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2 Struktur Industri di Indonesia
Tabel 1.3 Persentase Konsumsi Mie menurut Jenis
Tabel 1.4  Jumlah Penjualan menurut Merek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kesadaran merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian pada produk mi instan Indomie di Bandar Lampung..

Analisis Pengaruh Citra Merek dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Laptop Merek Acer di

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh citra merek, atribut produk, persepsi harga, kualitas produk terhadap keputusan pembelian konsumen produk Smartphone

Dalam penelitian ini, teknik analisisis data yang digunakan untuk mengetahui analisis pengaruh citra merek dan harga terhadap keputusan pembelian Air Minum Dalam

Hasil ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Bagaskara (2014) dengan judul “ Pengaruh Kualitas Produk, Harga, Dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian

Secara parsial, variabel Citra Merek dan Kualitas Produk berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian Indomie HypeAbis Mie Goreng Rasa Ayam Geprek kecuali variabel

2Jika nilai r hitung < r tabel maka indikator kuesioner tersebut tidak valid Pada uji validitas sosial Media X1, citra merek X2, dan produk X3 terhadap keputusan pembelian Y dalam

Jurnal tepak manajemen bisnis 258 peran kualitas produk, citra merek, dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian konsumen dan loyalitas merek pada pengguna smartphone merek apple di