• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kokultur rizobakteri secara in vitro pada planlet pisang untuk meningkatkan mutu planlet dan pengendaliaan penyakit layu fusarium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kokultur rizobakteri secara in vitro pada planlet pisang untuk meningkatkan mutu planlet dan pengendaliaan penyakit layu fusarium"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

KOKULTUR

PADA PLANLET

MUTU PL

PEN

SE

INST

RIZOBAKTERI SECARA IN VIT

ET PISANG UNTUK MENINGKA

PLANLET DAN PENGENDALIAN

NYAKIT LAYU FUSARIUM

KASUTJIANINGATI

SEKOLAH PASCASARJANA

STITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

VITRO

KATKAN

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ”Kokultur Rizobakteri Secara In Vitro pada Planlet Pisang untuk Meningkatkan Mutu Planlet Pisang dan Pengendaliaan Penyakit Layu Fusarium” adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juni 2011

(3)
(4)

KASUTJIANINGATI. In Vitro Co-culture of Rhizobacteria on Plantain Plantlets to Increase the Quality of Planlet and to Control Fusarium Wilt Attack. Supervised by ROEDHY POERWANTO, WIDODO, NURUL KHUMAIDA, and DARDA EFENDI.

The aim of this research was to develop a technique for micro propagation of bananas planlet, that was associated with rhizobacteria as biological control agent as early as possible, that will make bananas seedling able to suppress the wilt disease severity caused by Fusarium oxysporum f.sp cubense (E.F. Smith).

The above goal was accomplished through 5 simultaneous research studies that were connected one to the other, i.e. : (1) The effect of TDZ to induce of axilar shoot of plantain mother plant cv Rajabulu (AAB) and cv Tanduk (AAB) on in vitro culture, (2) Study of multiplication medium effect on explant of cv Rajabulu (AAB) and cv Tanduk (AAB) plantains induced by TDZ, (3) In vitro co-culture of rhizobacteria with Rajabulu (AAB) and Tanduk (AAB) plantain explants and and its effect on shoots multiplication, (4) The effect of in vitro bacterization timing and rhizobacteria types onto growth of seedling stadium and immature plant stadiumof cv Rajabulu (AAB) and cv Tanduk (AAB) plantains in the greenhouse. (5) The effectivity of rhizobacteria in vitro application in term of growth promote and antagonist agent of Fusarium wilt on cv Rajabulu and cv Tanduk plantain in the greenhouse.

The result showed, the addition of TDZ (0.09 mg/l) and BA (2 mg/l) and IAA (3 mg/l) had significant effects on the number of shoots/cormlet, could induce lateral shoots of Rajabulu explants one month faster compared to the absence of TDZ. Tanduk explants were more responsive to cytokinin. The addition of TDZ in the induction media was able to prompt the lateral shoots of Tanduk 3 months earlier compared to the absence of TDZ, but shoots were smaller and deformed. The best multiplication media for Rajabulu plantain was M2 (MS + BA 1 mg/l + IAA 0.25 mg/l) and M3 (MS + BA 2 mg/l + IAA 0.5 mg/l), while M3 and M2 was the best too for Tanduk plantain. To produce viable and vigorous plantlets, the shoots of Tanduk and Rajabulu plantain needed a subculture treatment in MS0 media.

In vitro association of explants with rhizobacteria B. subtilis SB3 resulted in a higher live percentage and a lower browning percentage, compared to the association with P. fluorescens ES32. Meanwhile, the dip application technique was better than stabbed application toward explants during plantlets stadia with media composition of MS+BA 2 mg/l+ IAA 3 mg/l without additional nutrition bacteria (TSB). Endophytic rhizobacteria incorporation (P. fluorescens ES32 and

B. subtilis SB3) to plantain explants was able to shoots multiplication and to

(5)

development greenhouse and able to suppress the severity level of Fusarium wilt symptom.

Key words: Rajabulu (AAB), Tanduk (AAB), Fusarium oxysporum f.sp

(6)

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik perbanyakan bahan tanam pisang yang berasosiasi dengan rizobakteri sedini mungkin sebagai agens pengendali hayati, sehingga bahan tanam pisang tersebut mampu menekan keparahan gejala serangan penyakit yang disebabkan Fusarium oxysporum f.sp

cubense (E.F. Smith) di lapangan.

Pencapaian tujuan diperoleh melalui penelitian yang terdiri dari lima percobaan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya: (1) Pengaruh TDZ terhadap induksi tunas aksilar pada mother plant pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk (AAB) dalam kultur in vitro. (2) Pengaruh media multiplikasi terhadap eksplan pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk (AAB) yang berasal dari media induksi dengan penambahan TDZ (3) Kokultur rizobakteri dengan eksplan pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk (AAB) serta pengaruhnya terhadap multiplikasi tunas secara in vitro (4) Pengaruh waktu bakterisasi in vitro dan macam rizobakteri terhadap pertumbuhan bibit pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk (AAB) di rumah kaca. (5) Efektifitas aplikasi rizobakteri in vitro sebagai pendukung pertumbuhan dan agen antagonis layu Fusarium pada pisang Rajabulu dan pisang Tanduk di rumah kaca.

Percobaan menunjukkan hasil, penambahan sitokinin TDZ pada media induksi dalam konsentrasi rendah (0,09 mg/l) di samping BA (2 mg/l) dan IAA (3 mg/l) mampu menginduksi tunas aksilar pisang Rajabulu 1 bulan lebih cepat dibandingkan tanpa penambahan TDZ. Pada pisang Tanduk, penambahan TDZ pada media induksi dapat menginduksi tunas lateral 3 bulan lebih cepat dibanding tanpa TDZ, menghasilkan tunas kecil-kecil. Media multiplikasi untuk eksplan pisang Rajabulu yaitu, media M2 (MS + BA 1 mg/l + IAA 0.25 mg/l) dan M3 (MS + BA 2 mg/l + IAA 0.5 mg/l, untuk pisang Tanduk sama pada media M2 dan M3. Agar diperoleh planlet yang viabel dan vigor maka tunas pisang Tanduk dan pisang Rajabulu perlu disubkultur ke media MS0.

Walaupun bakterisasi untuk tujuan multiplikasi tunas kurang efisien tetapi asosiasi antara eksplan pisang Rajabulu dengan rizobakteri B. subtilis SB3 secara

in vitro mampu memberikan persen hidup lebih baik, persen keparahan

pencoklatan lebih rendah dibanding dengan P. fluorescens ES32. Teknik aplikasi celup lebih baik daripada teknik tusuk terhadap eksplan pisang Rajabulu pada stadia planlet dengan komposisi media M3 tanpa TSB. Inkorporasi rizobakteri endofit (P. fluorescens ES32 dan B. subtilis SB3) pada eksplan pisang Rajabulu pada media MS0 mampu memacu multiplikasi tunas dan mampu merangsang terbentuknya akar secara in vitro. Eksplan pisang pada stadia planlet, setelah di bakterisasi secara in vitro (1-2 minggu sebelum aklimatisasi), terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan bibit pisang di rumah kaca serta mampu menekan keparahan gejala penyakit layu Fusarium sampai kategori keparahan ringan. Kata Kunci: Rajabulu (AAB), Tanduk (AAB), Fusarium oxysporum f.sp

(7)
(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)
(10)

KOKULTUR RIZOBAKTERI SECARA IN VITRO

PADA PLANLET PISANG UNTUK MENINGKATKAN

MUTU PLANLET DAN PENGENDALIAAN

PENYAKIT LAYU FUSARIUM

KASUTJIANINGATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

Penguji pada Ujian Tertutup: Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi

(Staf Pengajar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)

Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi.

(Staf Pengajar pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, M.Sc.

(Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura) Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.

(12)

Judul Disertasi : Kokultur Rizobakteri Secara In Vitro pada Plalet Pisang untuk Meningkatkan Mutu Planlet Pisang serta Pengendaliaan Penyakit Layu Fusarium

Nama : Kasutjianingati

NIM : A361050101

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, MSc. Dr. Ir. Widodo, MS.

Ketua Anggota

Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi. Dr. Ir. Darda Efendi, MSi.

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

(13)
(14)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi yang berjudul. ”Kokultur Rizobakteri Secara In Vitro pada Plalet Pisang untuk Meningkatkan Mutu Planlet Pisang dan Pengendaliaan Penyakit Layu Fusarium” dapat diselesaikan dengan baik.

Disertasi ini disusun berdasarkan lima topik penelitian yaitu: (1) Pengaruh TDZ terhadap induksi tunas aksilar pada mother plant pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk (AAB) dalam kultur in vitro, (2) Pengaruh media induksi terhadap multiplikasi pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk (AAB) pada berbagai media in vitro, (3) Kokultur rizobakteri dengan eksplan pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk (AAB) serta pengaruhnya terhadap multiplikasi tunas secara in

vitro, (4) Pengaruh waktu bakterisasi in vitro dan macam rizobakteri terhadap

pertumbuhan bibit pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk (AAB) di rumah kaca, (5) Efektifitas aplikasi rizobakteri secara in vitro sebagai agen antagonis layu fusarium pada pisang Rajabulu (AAB) dan pisang Tanduk (AAB) di rumah kaca.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Widodo, MS., Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi. dan Dr. Ir. Darda Efendi, MSi. Masing-masing sebagai anggota komisi, atas semua arahan, bimbingan dan motivasi yang diberikan kepada penulis mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai penyelesaian penulisan penelitian disertasi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Sri Setyati Harjadi dan Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi. selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup dan Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, M.Sc. dan Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup atas saran dan masukan yang diberikan demi kesempurnaan disertasi ini.

(15)

akademik hingga segala persyaratan program doktor di IPB dapat dipenuhi. Penelitian dan penyelesaian disertasi ini sebagian didanai oleh Program Riset Unggulan Strategis Nasional – Pengembangan Buah-buahan Unggulan Indonesia melalui Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB Bogor. Untuk itu ucapan terimakasih disampaikan kepada Kepala Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) dan staf atas segala pelayanan administrasi dan fasilitas peralatan dan laboratorium, rumah kaca untuk pelaksanaan penelitian. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada pendukung dana yang lain yaitu Sekertariat Badan Litbang Pertanian melalui KKP3T dan penghargaan dari Indonesian Scholar Dissertation Award yang disponsori oleh Ford Foundation dan dikelola oleh IIEF (The Indonesian International Education Foundation).

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada pengelola Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional atas dukungan finansial yang diberikan berupa bantuan beasiswa pendidikan program doktor selama tiga tahun. Terimakasih juga disampaikan kepada semua rekan-rekan mahasiswa yang pernah seperjuangan dan juga staf di Laboratorium Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB atas kebersamaan dan kesempatan saling diskusi selama penelitian berlangsung. Ucapan terimakasih juga kepada semua rekan-rekan sesama mahasiswa Pascarjana IPB dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah saling diskusi dan curhat bersama.

Tak lupa disampaikan ucapan terimakasih kepada almarhum ayahanda dan almarhumah ibunda tersayang atas segala ketulusan doa restu, juga kepada seluruh keluarga kakak dan adik , anak-anak atas dorongan moril semangat dan doanya. Kepada suami tercinta, atas segala pendampingan, doa dan dorongan semangat untuk meraih sukses. Semoga Allah SWT menjadikan suatu keberkahan dan manfaat atas segala keberhasilan yang penulis capai saat ini.

(16)

Penulis lahir tanggal 11 Oktober 1960 di Malang, Jawa Timur sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara, Ayah Kasdiana (alm) dan ibu Kasiatin (alm).

Pada tahun 1983 lulus sebagai Sarjana Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Negeri Jember. Tahun 1986-1988 mendapat kesempatan mengikuti pendidikan Polytechnic Education Development Center of Agriculture- PEDCA UNPAD, Jurusan Hortikultura. Pada tahun 1989 dan 1999, masing-masing selama 3 bulan mendapat kesempatan mengikuti retraining Bioteknologi I dan II (kultur jaringan) di PEDCA-UNPAD.

(17)

xvii

Halaman

DAFTAR TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxv

DAFTAR SINGKATAN ... xxvi

GLOSARI ... xxvii

I. PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 7

Hasil yang Ditargetkan ... 7

Hipotesis ... 8

Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

Spesifikasi Tanaman Pisang ... 11

Kultur Jaringan Pisang Tanduk dan Pisang Rajabulu ... 12

Karakteristik Eksplan ... 14

Media Tumbuh dan Zat Pengatur Tumbuh ... 15

Layu Fusarium pada Pisang ... 18

Pengendalian Hayati ... 21

Bakteri Antagonistik Memperbaiki Pertumbuhan dan Perkembang-an TPerkembang-anamPerkembang-an ... 22

III. PENGARUH TDZ TERHADAP INDUKSI TUNAS AKSILAR PADA MOTHER PLANT PISANG RAJABULU (AAB) DAN PISANG TANDUK (AAB) DALAM KULTUR IN VITRO ... 25

Abstract ... 25

Abstrak ... 26

Pendahuluan ... 27

Bahan dan Metode ... 29

Persiapan Eksplan ... 29

Induksi dan Proliferasi Eksplan Pisang ... 30

Pemeliharaan Kultur ... 30

Hasil dan Pembahasan ... 31

Induksi dan Proliferasi Eksplan Pisang Rajabulu ... 31

Induksi dan Proliferasi Eksplan Pisang Tanduk ... 34

(18)

xviii

PISANG RAJABULU (AAB) DAN PISANG TANDUK (AAB)

YANG BERASAL DARI MEDIA INDUKSI DENGAN

PENAMBAHAN TDZ ... 39

Abstract ... 39

Abstrak ... 40

Pendahuluan ... 41

Bahan dan Metode ... 43

Hasil dan Pembahasan ... 44

Multiplikasi Tunas ... 44

Konsistensi Perbanyakan Tunas ... 50

Morfogenesis Planlet ... 53

Simpulan ... 55

V. KOKULTUR RIZOBAKTERI DENGAN EKSPLAN PISANG RAJABULU (AAB) DAN PISANG TANDUK (AAB) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS SECARA IN VITRO ... 57

Abstract ... 57

Abstrak ... 58

Pendahuluan ... 59

Bahan dan Metode ... 60

Efektifitas Eksudat Eksplan terhadap Kolonisasi Rizobakteri .. 62

Kokultur antara Rizobakteri dan Eksplan Pisang ... 63

Kemampuan Rizobakteri dalam Memacu Multiplikasi Eksplan Pisang... 68

Modifikasi Teknik Aplikasi Rizobakteri dan Penambahan TSB Konsentrasi Rendah ... 68

Hasil dan Pembahasan ... 69

Efektifitas Eksudat Eksplan terhadap Kolonisasi Rizobakteri .. 69

Kokultur antara Rizobakteri dan Eksplan Pisang Stadia Mul-tiplikasi ... 71

Kokultur antara Rizobakteri dan Eksplan Pisang Stadia Plan-let. ... 74

Kemampuan Rizobakteri dalam Memacu Multiplikasi Eks-plan Pisang ... 84

Teknik Aplikasi Rizobakteri dan Penambahan TSB Kon-sentrasi Rendah ... 87

Simpulan ... 89

VI. PENGARUH WAKTU BAKTERISASI IN VITRO DAN MACAM RIZOBAKTERI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT PISANG RAJABULU (AAB) DAN PISANG TANDUK (AAB) DI RUMAH KACA ... 91

Abstract ... 91

Abstrak ... 92

(19)

xix

Bahan dan Metode ... 93

Hasil dan Pembahasan ... 95

Pertumbuhan Tanaman Stadia Bibit ... 95

Pertumbuhan Stadia Tanaman Muda ... 98

Simpulan ... 103

VII. EFEKTIVITAS APLIKASI RIZOBAKTERI IN VITRO SEBAGAI PENDUKUNG PERTUMBUHAN DAN AGENS ANTAGONIS LAYU FUSARIUM PADA PISANG RAJABULU (AAB) DAN PISANG TANDUK (AAB) DI RUMAH KACA ... 105

Abstract ... 105

Abstrak ... 106

Pendahuluan ... 107

Bahan dan Metode ... 108

Persiapan dan Pelaksanaan Percobaan ... 109

Pelaksanaan Pengamatan Penyakit ... 111

Hasil dan Pembahasan ... 115

Efektifitas Aplikasi Rizobakteri In-vitro sebagai Agens An-tagonis Layu Fusarium pada Pisang Rajabulu... 116

Efektifitas Aplikasi Rizobakteri In-vitro sebagai Agens An-tagonis Layu Fusarium pada Pisang Tanduk ... 121

Efektifitas Aplikasi Rizobakteri In-vitro sebagai Agens Ha-yati Pendukung Pertumbuhan pada Tanaman Pisang yang diinvestasi Foc ... 125

Simpulan ... 127

VIII. PEMBAHASAN UMUM ... 129

Perbanyakan In Vitro Pisang Rajabulu dan Pisang Tanduk ... 130

Kokultur In Vitro Eksplan Pisang dengan Rizobakteri ... 135

Multiplikasi Eksplan Pisang Rajabulu pada Kokultur In Vitro... 138

Respon Pertumbuhan Bibit terhadap Bakterisasi In Vitro ... 140

Inkorporasi Rizobakteri-tanaman Pisang Sejak In Vitro Mampu Me-nekan Keparahan Layu Fusarium (Fusarium oxysporum Schlecht f.sp cubense)... 141

IX. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN ... 143

DAFTAR PUSTAKA ... 145

(20)

xx

No Judul Halaman

3.1 Pengaruh TDZ terhadap induksi tunas aksilar dilihat dari

variabel jumlah tunas/eksplan pada eksplan pisang Rajabulu ... 32 3.2 Pengaruh TDZ terhadap induksi tunas aksilar dilihat dari

variabel jumlah tunas/eksplan pada eksplan pisang Tanduk ... 35 4.1 Multiplikasi eksplan pisang Rajabulu yang berasal dari media

induksi pada beberapa media multiplikasi (4 MST) ... 46 4.2 Multiplikasi eksplan pisang Rajabulu yang berasal dari media

induksi pada beberapa media multiplikasi (4 MST) ... 49 4.3 Pengaruh sumber eksplan dan subkultur ke media multiplikasi

yang sama terhadap jumlah tunas pisang Rajabulu (4 MST) ... 51 4.4 Pengaruh sumber eksplan dan subkultur ke media multiplikasi

yang sama terhadap jumlah tunas pisang Tanduk (4 MST) ... 52 4.5 Pengaruh subkultur ke media multiplikasi yang sama atau ke

media M0 terhadap kemampuan morfogenesis tunas pisang

Rajabulu (4 MST) ... 53 4.6 Pengaruh subkultur ke media multiplikasi yang sama atau ke

media M0 terhadap kemampuan morfogenesis tunas pisang

Tanduk (4 MST) ... 54 5.1 Pengaruh senyawa organik dan eksudat eksplan pisang terhadap

jumlah populasi rizobakteri (log cfu) dan rasio kemotaksis

bakteri ... 69 5.2 Pengaruh perlakuan inokulasi rizobakteri secara in vitro

terhadap persen hidup eksplan pisang Rajabulu (%) ... 75 5.3 Pengaruh interaksi aplikasi rizobakteri secara in vitro dan media

kokultur terhadap persen hidup eksplan pisang Rajabulu (%) ... 76 5.4 Pengaruh interaksi aplikasi rizobakteri secara in vitro dan media

kokultur terhadap keparahan gejala pencoklatan pada eksplan

pisang Rajabulu (%)... 77 5.5 Interaksi aplikasi rizobakteri secara in vitro, metode aplikasi

terhadap persen hidup eksplan pisang Rajabulu (%) ... 80 5.6 Interaksi aplikasi rizobakteri secara in vitro, metode aplikasi dan

media kokultur terhadap persen hidup eksplan pisang Tanduk

(%) (21 HSA) ... 81 5.7 Interaksi aplikasi rizobakteri secara in vitro, metode aplikasi,

dan media kokultur terhadap keparahan gejala pencoklatan pada

eksplan pisang Tanduk (%) (21 HSA) ... 82 5.8 Interaksi aplikasi rizobakteri secara in vitro dan media kokultur

terhadap persen tunas hidup pada pisang Tanduk (%) ... 83 5.9 Interaksi rizobakteri secara in vitro dan media kokultur terhadap

jumlah tunas dan jumlah akar pisang Rajabulu (4 MST) ... 84 5.10 Interaksi rizobakteri secara in vitro dan cara aplikasi terhadap

(21)

xxi

5.11 Pengaruh rizobakteri, stadia eksplan, metode aplikasi, dan komposisi media kokultur dengan penambahan TSB konsentrasi rendah terhadap persen hidup eksplan pisang Rajabulu dan

pisang Tanduk (3 MSA) ... 88 6.1 Interaksi waktu aplikasi dengan jenis rizobakteri terhadap tinggi

tanaman, diameter batang, jumlah daun, lebar dan panjang daun

pisang Rajabulu pada pengamatan 5 minggu setelah aklimatisasi ... 95 6.2 Interaksi waktu aplikasi dengan jenis rizobakteri terhadap tinggi,

diameter batang, jumlah daun, lebar dan panjang daun pisang

Tanduk pada pengamatan 5 minggu setelah aklimatisasi ... 97 6.3 Pengaruh rizobakteri terhadap bobot brangkasan, bobot akar,

jumlah akar dan diameter bonggol pada pisang Rajabulu dan

pisang Tanduk ... 99 6.4 Pengaruh waktu aplikasi rizobakteri terhadap bobot brangkasan,

bobot akar, jumlah akar dan diameter bonggol pada Pisang

Rajabulu dan pisang Tanduk ... 100 7.1 Pengaruh rizobakteri terhadap jumlah akar serta kesehatan akar

pada pisang Rajabulu ... 116 7.2 Pengaruh rizobakteri terhadap Periode Inkubasi (PI) dan

Kejadian Penyakit (DI) pada pisang Rajabulu... 117 7.3 Pengaruh rizobakteri terhadap Keparahan Penyakit (DS) pada

pisang Rajabulu ... 120 7.4 Pengaruh waktu aplikasi rizobakteri terhadap Periode Inkubasi

(PI), Kejadian Penyakit (DI) pada pisang Rajabulu ... 120 7.5 Pengaruh waktu aplikasi rizobakteri terhadap Keparahan

Penyakit (DS) pada pisang Rajabulu... 121 7.6 Pengaruh rizobakteri terhadap jumlah akar serta kesehatan akar

pisang Tanduk ... 121 7.7 Pengaruh rizobakteri terhadap Periode Inkubasi (PI) Kejadian

Penyakit (DI) pada pisang Tanduk... 122 7.8 Pengaruh rizobakteri terhadap Keparahan Penyakit (DS) pada

pisang Tanduk ... 124 7.9 Pengaruh waktu aplikasi rizobakteri terhadap Periode Inkubasi

(PI), Kejadian Penyakit (DI) pada pisang Tanduk ... 124 7.10 Pengaruh waktu aplikasi rizobakteri terhadap Keparahan

Penyakit (DS) pada pisang Tanduk ... 125 7.11 Pengaruh rizobakteri terhadap bobot brangkasan (g), diameter

bonggol (cm), jumlah akar, bobot akar (g) pada pisang Rajabulu ... 125 7.12 Pengaruh rizobakteri terhadap bobot brangkasan (g), diameter

bonggol (cm), jumlah akar dan bobot akar (g) pada pisang

(22)

xxii

No Judul Halaman

1.1 Kerangka studi kokultur rizobakteri-eksplan pisang ... 5 1.2 Diagram alir strategi pelaksanaan penelitian ... 10 2.1 Tahapan perbanyakan planlet pisang secara kultur jaringan ... 13 2.2 Gejala kuning daun (A) dan daun kering (B) yang ditimbulkan

Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc) ... 18 2.3 Gejala bercak coklat batang semu (Ploetz 2000) (A); bercak pada

bonggol dan akar (B) yang ditimbulkan Fusarium oxysporum f.sp.

cubense (Foc) ... 19 3.1 Pertumbuhan dan perkembangan eksplan pisang Rajabulu:

Eksplan mulai kompeten terhadap lingkungan, terjadi perubahan warna menjadi kehijauan (a); Eksplan diduga mulai mengalami proliferasi, terjadi pembengkakan (b), dan pertumbuhan tunas apikal (c dan d); tunas aksilar sudah tumbuh (e) dan selanjutnya mengalami multiplikasi (f). ... 31 3.2 Vigor tunas pisang Rajabulu hasil pertumbuhan media induksi

ditambah TDZ (0.09 mg/l) pada 30 HST, rata-rata tunas berukuran kecil (< 2 cm) ...

33 3.3 Pertumbuhan dan perkembangan proliferasi eksplan pisang

Tanduk; Eksplan mulai terjadi perubahan warna kehijauan (a) dan mengalami pembengkakan (b), dan selanjutnya tunas apikal tumbuh (c); pengaruh rasio sitokinin merangsang tunas aksilar (d); eksplan pisang Tanduk responsif sitokinin, multiplikasi menghasilkan tunas kecil-kecil (e dan f), bentuk nodul (g) dan morfologi tunas tidak normal/roset (h). ... 34 4.1 Multiplikasi eksplan pisang Rajabulu: (a) tunas hasil pertumbuhan

dari media M3, (b) tunas hasil pertumbuhan dari media M2, (c) tunas hasil pertumbuhan dari media M1, (d) tunas tidak normal hasil pertumbuhan dari media M6, (e) tunas tidak normal hasil pertumbuhan dari media M5, (f) tunas tidak normal hasil pertumbuhan dari media M4 ... 45 4.2 Multiplikasi eksplan pisang Tanduk: (a) tunas hasil pertumbuhan

dari media M3, (b) tunas hasil pertumbuhan dari media M2. Keduanya berukuran kecil (< 2 cm)... 50 4.3 Morfogenesis planlet: a. Pisang Rajabulu (M1-M0; M2-M0;

M3-M0 atau M1-M1) dan b. Pisang Tanduk (M1-0; M2-0; M3-0 selanjutnya M0-M0) ... 54 5.1 Skoring gejala pencoklatan eksplan (skor 0-5): (A) Skor 0, eksplan

(23)

xxiii

5.2 Eksplan asal stadia multiplikasi pada perlakuan tanpa bakterisasi sudah berhasil tumbuh, membentuk tunas baru dan bermultiplikasi (3MST) ... 71 5.3 Pertumbuhan kokultur eksplan pisang stadia multiplikasi, batang

semu dipotong. (A). Eksplan asal stadia multiplikasi sebelum dipisahkan dari rumpunnya, (B dan C) Eksplan dengan batang semu dipotong, tinggal bonggol bertunas dan setelah dilakukan bakterisasi ditanam pada media kokultur, (D) Rizobakteri berkolonisasi dipermukaan eksplan yang mengalami browning dan di media sekitar, (E) akibatnya eksplan tak mampu menyerap hara dan gagal tumbuh (busuk) ... 72 5.4 Pertumbuhan kokultur eksplan pisang stadia multiplikasi, batang

semu dipotong. (A). Eksplan asal stadia multiplikasi; (B) Eksplan dengan batang semu tidak dipotong, belum berakar, setelah dilakukan bakterisasi ditanam pada media kokultur; (C) Rizobakteri berkolonisasi di permukaan media di sekitar eksplan; (D dan E) Kolonisasi rizobakteri dipermukaan media makin meluas, eksplan mengalami gejala pencoklatan; (F dan G) akibatnya eksplan tak mampu menyerap hara dan gagal tumbuh (busuk); (H) Eksplan tanpa bakterisasi tumbuh dengan baik ... 73 5.5 Contoh hasil reisolasi akar untuk melihat rizobakteri mutan yang

berhasil berasosiasi pada akar planlet pisang Rajabulu yang dibakterisasi P. fluorescens ES32mrif (A) dan B. subtilis SB3mrif (B). Dua cawan petri di bagian atas adalah replating akar pada perlakuan tanpa rizobakteri sebagai control (C dan D) ... 87 6.1 Pengaruh rizobakteri dan waktu aplikasi terhadap tinggi tanaman

(cm) pada pisang Rajabulu (A dan B) dan pisang Tanduk (C dan D) ... 101 6.2 Pengaruh rizobakteri dan waktu aplikasi terhadap diameter batang

(cm) pada pisang Rajabulu (A dan B) dan pisang Tanduk (C dan D) ... 101 6.3 Pengaruh rizobakteri dan waktu aplikasi terhadap jumlah daun

(helai) pada pisang Rajabulu (A dan B) dan pisang Tanduk (C dan D) ... 102 6.4 Pengaruh rizobakteri dan waktu aplikasi terhadap lebar daun (cm)

pada pisang Rajabulu (A dan B) dan pisang Tanduk (C dan D) ... 102 6.5 Pengaruh rizobakteri dan waktu aplikasi terhadap panjang daun

(cm) pada pisang Rajabulu (A dan B) dan pisang Tanduk (C dan D) ... 103 7.1 Gejala daun (Leaf symptom) terserang Fusarium oxysporum (Foc),

(24)

xxiv

tidak ada diskolorisasi pada jaringan pembuluh (V=0); (B) Skor 1 = diskolorisasi 0 <V≤ 10%; (C) Skor 2 = diskolorisasi 10% <V≤ 33%; (D) Skor 3 = diskolorisasi 33% <V≤ 66%; (E) Skor 4 = diskolorisasi 66% <V< 100%; (F) Skor 5 = diskolorisasi 100% ... 114 7.3 Contoh Skoring: Bonggol dibagi menjadi enam irisan ... 114 7.4 Gejala diskolorisasi pada jaringan pempuluh akar pisang yang

dibelah: pembuluh akar yang sakit (a); jaringan pembuluh akar sehat (b) ... 115 7.5 (A) Dual kultur B. subtilis SB3 dan F. oxysporum f.sp cubense

ras-4; (B) P. fluorescens ES32 dan F. oxysporum f.sp cubense ras-ras-4; (C) Bibit pisang Rajabulu, satu daun paling bawah menunjukkan gejala kuning dimulai dari pinggir daun akibat terserang F.

oxysporum f.sp cubense ras-4 ...

115 7.6 Gejala keparahan daun penyakit layu Fusarium (LSI) pada pisang

Rajabulu dengan perlakuan rizobakteri antagonis, pengamatan 16 minggu setelah tanam pada tanah yang telah diinfestasi Foc ... 118 7.7 Gejala keparahan bonggol layu Fusarium pada pisang Rajabulu,

pada tanah yang telah diinvestasi Foc. Keterangan: R= pisang Rajabulu; C0 = rizobakteri campuran aplikasi 0 MSbA; C1 =

rizobakteri campuran aplikasi 1 MSbA; C2 = rizobakteri campuran

aplikasi 2 MSbA; S0 = B. subtilis SB3 aplikasi 0 MSbA; S1= B.

subtilis SB3 aplikasi 1 MSbA; S2 = B. subtilis SB3 aplikasi 2

MSbA; E0 = P. fluorecens ES32 aplikasi 0 MSbA; E1 = P.

fluorecens ES32 aplikasi 1 MSbA; E2 = P. fluorecens ES32

aplikasi 2 MSbA; K = tanpa rizobakteri; NFoc = tanpa Foc (16 mst) ... 119 7.8 Gejala keparahan bonggol layu Fusarium pada pisang Tanduk,

pada tanah yang telah diinvestasi Foc. Keterangan: T= pisang Tanduk; C0= rizobakteri campuran aplikasi 0 MSbA; C1=

rizobakteri campuran aplikasi 1 MSbA; C2= rizobakteri campuran

aplikasi 2 MSbA; S0= B. subtilis SB3 aplikasi 0 MSbA; S1= B.

subtilis SB3 aplikasi 1 MSbA; S2= B. subtilis SB3 aplikasi 2

MSbA; E0= P. fluorecens ES32 aplikasi 0 MSbA; E1= P.

fluorecens ES32 aplikasi 1 MSbA; E2= P. fluorecens ES32

(25)

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

(26)

xxvi

PGPR : Plant Growth Promoting Rhizobacteria

TSA : Tryptic Soy Agar

TSB : Tryptic Soy Broth

NB : Nutrien Broth

MS : Murashige dan Skoog

RAL : Rancangan Acak Lengkap

PEH : Persen Eksplan Hidup

ADP : Adenosine diphosphate

BAP : 6-Benzyl amino purin, (Sitokinin turunan purin)

BA : Benzyl adenin

TDZ : Thidiazuron

IAA : Indole Acetic Acid

ZPT : Zat Pengatur Tumbuh

LSI : Leaf sympton Index

RDI : Rhizome discoloration Index

DS : Disease Severity

DI : Disease Incidence

PI Periode Inkubasi

SK : Sub kultur

FOC : Fusarium oxysporum cubense

ISR : Induced Systemic Resistance MSbA : Minggu sebelum aklimatisasi

MST : Minggu setelah tanam

(27)

xxvii

GLOSARI

Asenik : Hanya ada satu organism dalam satu kultur, tidak ter-kontaminasi oleh asosiasi mikroorganisme lain Aseptik : Kondisi lingkungan kultur yang bebas dari semua

mikro organism, terutama yang bersifat patogen Hormon endogen : hormon yang diproduksi dalam tanaman

Asosiasi : Hubungan kerjasama antara rizobakteri dengan eksplan

Aklimatisasi : Proses penyesuaian peralihan lingkungan hidup heterotrop menjadi autotrop pada planlet yang diperoleh melalui teknik in vitro

Aberasi genetik : Mutasi genetik; perubahan gen akibat kultur berulang Tunas adventif : Tunas yang tumbuh bukan dari tempat yang se-

sungguhnya (ketiak daun)

Tunas aksilar: : Tunas yang muncul dari ketiak daun batang utama suatu tumbuhan.

Browning : Pencoklatan eksplan karena persenyawaan polifenol yang teroksidasi pada permukaan luka

Bakterisasi. : Introduksi rizobakteri ke dalam tanaman/eksplan Bakteri Endofitik : Bakteri yang hidup mengkolonisasi jaringan tanaman

bagian dalam (jaringan internal) tanpa menyebabkan gangguan fisiologis pada tanaman, dan kebanyak me-nguntungkan tanaman

Bakteri saprofitik : Bakteri yang hidup dari memanfaatkan bagian/ -jaringan tanaman yang sudah mati

Cormlet : cormus (corm kecil) yang tumbuh pada corm induknya

Disease Incidence : Persentase jumlah tanaman yang menunjukan gejala penyakit

Disease Severity : Indeks keparahan penyakit dengan mengamati ke-parahan gejala internal dan eksternal

Dual cultures : Kultur dua mikroorganisme atau lebih yang berbeda dalam satu cawan petridish secara in vitro untuk melihat pengaruh sinergisme atau antagonismenya Diferensiasi sel : Sel yang telah mengalami perubahan bentuk dan

kekhususan fungsi

(28)

xxviii

tanaman yang digunakan untuk inisiasi suatu kultur

in vitro

Fase : Masa periode kultur yang telah dialami, satu masa/- periode biasanya 4-6 minggu, tergantung dari jenis tujuan kultur

Gen : Suatu segmen DNA yang mengkode molekul RNA dan atau molekul polipeptida

Genom : Seperangkat kromosom lengkap dalam suatu organisme

Genotip : Susunan genetik suatu organisme

Planlet viable : Planlet yang mempunyai kemampuan/daya tumbuh tinggi; memenuhi mutu fisiologis mampu tumbuh dan berkembang menjadi tanaman normal

Planlet normal : Planlet yang memiliki organ tanaman lengkap akar, batang dan daun

Periode inkubasi : Periode mulai muncul gejala awal dengan mengamati gejala eksternal

Induksi : Inisiasi dari suatu proses khusus yang menghasilkan perkembangan dari suatu organ

Internode : Bagian batang antara dua buku

In vitro. : Dalam kondisi terkendali aseptik bebas organisme lain selain yang ditanam

Inkorporasi : Aktifitas kerjasama antara rizobakteri dengan tanaman

Juvenile : Periode pertumbuhan tanaman yang masih muda secara fisiologi mempunyai daya regenerasi tinggi Kompetensi : Kemampuan sel atau jaringan untuk memberikan

respon terhadap rangsangan diferensiasi

Kultivar : Nama resmi yang diberikan untuk semua varietas budidaya tanaman.

Kultur : budidaya

Klonal : Perbanyakan klon yang menghasilkan tanaman identik dengan induknya

Kokultur : proses penanaman/budidaya lebih dari satu organis-me dalam satu organis-media dan satu lingkungan

kemotaksis : pergerakan bakteri karena gaya tarik kimia

(29)

xxix

Kejadian penyakit : Perhitungan jumlah tanaman yang menunjukkan gejala penyakit dilakukan dengan mengamati gejala eksternal

Klamidospora : System bertahan cendawan dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan

Off type : Pertumbuhan yang berbeda dari karakter induknya Lisat : Bagian organ terlepas ketika sel mengalami autolisis Leaf symptom index : Tingkat keparahan gejala eksternal (daun)

Meristem : Jaringan yang sel-selnya belum berfungsi khusus dan masih aktif membelah untuk membentuk sel baru; jaringan tanaman yang terdiri dari sel-sel hidup dan berdinding tipis yang mampu membelah berulang-ulang, biasanya pada ujung pucuk atau ujung akar Mother plant : pohon induk terseleksi (bahan tanam terseleksi)

mempunyai kualitas produksi sebagai sumber bahan tanam

Multiplikasi tunas : Pertambahan jumlah tunas Proliferasi : Kemampuan sel untuk membelah

Propagul : Bagian organisme yang dapat digunakan dalam perbanyakan

Rhizome discoloration index

: Keparahan diskolorisasi atau kerusakan jaringan pembuluh pada bonggol pisang (internal)

Sekresi : senyawa yang dikeluarkan (karbohidrat polimer dan enzim)

Soil borne pathogen : Pathogen tular tanah

Simbiosis : Keadaan hidup bersama saling menguntungkan antara dua organism yang berbeda

Sinergisme : Kegiatan yang tergabung, biasa pengaruhnya lebih besar daripada jumlah total pengaruh masing-masing atau satu per satu (sinergi=kegiatan atau operasi gabungan)

Sucker : Anakan pisang

Swords leaf sucker : Stadia pertumbuhan anakan pisang helaian daun membuka seperti pedang

Peeper leaf sucker : Stadia pertumbuhan anakan pisang yang belum berdaun dan masih pada awal pembentukan

Water leaf sucker : Stadia pertumbuhan anakan pisang yang telah meng-hasilkan daun pertama

Maiden leaf sucker : Stadia pertumbuhan anakan pisang yang telah ber-daun lebih dari dua

rizosfer : Daerah perakaran tanaman

(30)

xxx

Tanaman roset: : Tanaman dengan susunan daun rapat karena ruas batang amat pendek

Vigor : Pertumbuhan tanaman tegap dan kokoh, warna hijau cerah

Mutu saniter : Mutu benih/bibit berkaitan dengan perbaikan kesehatan benih/bibit

(31)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pisang merupakan salah satu tanaman buah tropika yang memiliki potensi dan nilai ekonomi tinggi khususnya bagi negara-negara di wilayah tropika seperti Indonesia. Hampir semua bagian dari tanaman pisang dapat dimanfaatkan. Buah pisang selain dikonsumsi segar juga dimanfaatkan sebagai bahan olahan yang memiliki kandungan nutrisi seperti karbohidrat, mineral dan vitamin (INIBAP 1992). Hasil olahan buah pisang dapat berupa snack (keripik, rebus, goreng) atau dapat diproses menjadi pure pisang, tepung, maupun chips kering. Vitamin yang terkandung dalam buah pisang adalah vitamin A, B dan C (Damasco dan Barba 1985).

Produksi buah pisang di Indonesia menduduki urutan pertama di antara buah-buah tropika yang lain (BPS 2008), walaupun pernah mengalami penurunan drastis dari 3.805.431 ton pada tahun 1995 menjadi 3.023.485 ton di tahun 1996 dan 3.376.660 ton di tahun 2000. Hal tersebut berpengaruh pada volume ekspor pisang; dari 76.982 ton di tahun 1998 menurun menjadi 2.222 ton di tahun 2000 (BPS 2000). Dari tahun 2001 sampai 2005 terjadi peningkatan produksi pisang berturut-turut adalah 4.300.422, 4.384.384, 4.177.155, 4.874.439 dan 5.177.608 ton (BPS 2005). Produksi pisang tahun 2008 meningkat menjadi 6.004.615 ton/tahun (BPS 2008) dan tahun 2009 menjadi 6.373.533 ton/tahun (BPS 2010). Terhadap total konsumsi buah dari 34.06 kg/kapita/tahun, sumbangan pisang sebesar 7.80 kg/kapita/tahun (Deptan 2007).

Kendala utama yang membatasi produksi pisang adalah tingginya tingkat serangan penyakit. Menurut Wardlaw (1972) di antara penyakit pisang di daerah tropis, penyakit layu Fusarium atau penyakit Panama yang disebabkan oleh

Fusarium oxysporum Schlecht f.sp cubense (E.F. Smith) merupakan penyebab

(32)

kultivar tanaman pisang yang tahan terhadap serangan penyakit layu Fusarium. Penyakit tersebut sangat sulit dikendalikan dengan fungisida maupun kultur teknis, karena sekali tanah terinfeksi Fusarium, maka untuk beberapa tahun tidak dapat disterilkan dengan fumigasi atau eradikasi (Ploetz 2000).

Pengadaan bahan tanam bermutu dan sehat dalam jumlah besar sangat diperlukan dalam pengembangan penanaman pisang untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi. Bahan tanam yang umum digunakan petani selama ini berasal dari perbanyakan vegetatif konvensional, yaitu berupa anakan (sucker). Namun demikian perbanyakan dengan anakan dapat menjadi sarana penyebaran Fusarium yang merupakan cendawan terbawa tanah (soil borne

pathogen). Penggunaan bahan tanam berupa varietas yang tahan merupakan cara

pengendalian terbaik, namun demikian para pemulia pisang dibatasi oleh sifat triploid pada pisang sehingga sulit untuk mendapatkan tanaman hasil silangan, sedangkan varitas pisang toleran hasil pemuliaan kultur jaringan menghasilkan kualitas buah yang tidak sesuai dengan keinginan pasar (Ploetz 2000).

Bahan tanam bermutu dan tersedia secara massal dalam waktu singkat dapat diperoleh melalui perbanyakan kultur jaringan. Kelebihan perbanyakan tersebut adalah true to type, dimana produksi dan kualitas hasil tanaman pisang sama seperti induknya. Perbanyakan dengan kultur jaringan mampu memutus rantai penyebaran patogen karena prosesnya dilakukan secara aseptik dan asenik. Namun demikian bahan tanam asal kultur jaringan tersebut belum tentu terbebas dari serangan patogen di lapangan.

Peningkatan mutu bahan tanam pisang tersebut selanjutnya dapat dilakukan dengan memodifikasi tehnik mikropropagasi dengan melakukan bakterisasi secara in vitro, sehingga terjadi asosiasi lebih awal antara tanaman dengan rizobakteri sebagai agens pengendali hayati. Pada kentang (Frommel et

al. 1993) dan anggur (Barka et al. 2002) menunjukkan bahwa bakterisasi dengan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobakteria) dapat meningkatkan

(33)

dengan tanpa bakteri, juga planlet lebih vigor (Barka et al. 2002 dan Nowak 1988). Populasi bakteri endofitik tersebut mampu bertahan dan mengikuti multiplikasi klonal planlet tanpa perlu inokulasi ulang (Frommel et al. 1991 dan Barka et al. 2002). Usaha pengendalian hayati untuk perbaikan sistem pertumbuhan dan pengendalian layu Fusarium menggunakan rizobakteri pada pisang secara in vitro belum pernah dilaporkan.

Teknik pengendalian hayati merupakan salah satu alternatif yang perlu dipertimbangkan, menjaga keseimbangan lingkungan dengan mikroorganisme bukan patogen sebagai agens pengendali berpotensi melindungi tanaman selama siklus hidupnya (Baker dan Cook 1974; Silva et al. 2004; Yan et al. 2004). Pengendalian hayati terbukti efektif meningkatkan pertumbuhan pada beberapa komoditi tanaman budidaya disamping mampu mengendalikan berbagai jenis patogen (khususnya patogen tular tanah/soil borne pathogen) (van Loon 1997; van Loon et al. 1998; Haas dan Defago 2005; Siddiqui 2006).

Beberapa agens pengendali hayati dari kelompok bakteri (rizobakteri) yang cukup efektif dan banyak dikembangkan antara lain Pseudomonas spp,

Bacillus spp dan Serratia spp (van Loon et al. 1998; Siddiqui 2006;

Egamberdieva 2008). Rizobakteri tersebut merupakan bakteri saprofitik yang hidup di daerah rizosfer tanaman dan mengkolonisasi sistem perakaran tanaman. Bakteri yang termasuk dalam group fluorescens dapat berperan sebagai promotor dalam meningkatkan produksi pertanian di antaranya dengan membentuk atau mensintesis fitohormon yang meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan membantu penyerapan phosphat. Sebagai agen pengendali hayati, rizobakteri juga mampu berfungsi melawan patogen tumbuhan, mampu menurunkan tingkat keparahan penyakit dengan memproduksi substansi antimikroba dan siderofor atau berkompetisi dalam hal ruang, nutrisi dan faktor-ekologi yang secara tidak langsung menginduksi resistensi secara sistemik (Induced Systemic Resistance/ISR) (Baker dan Cook 1974; Frommel et al. 1991; Wei. et al. 1996; Barka et al. 2002; Silva et al. 2004; Egamberdieva 2008).

(34)

metabolisme meningkat, serta tingkat kejadian dan keparahan penyakit menurun sehingga diharapkan produksi tanaman meningkat. Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh suatu teknologi yang dapat meningkatkan sejumlah besar bahan tanam yang bermutu, bebas patogen, mempunyai kemampuan menurunkan keparahan serangan patogen sampai ke lapangan dan tersedia dalam waktu singkat melalui perbanyakan kultur jaringan.

Perumusan Masalah

(35)
[image:35.612.103.505.69.661.2]

Gambar 1.1 Kerangka studi kokultur rizobakteri-eksplan pisang Bahan tanam Sucker: Jumlah sedikit, waktu lama, tidak seragam, membawa Foc (seed borne)

Perbanyakan in vitro (aseptik): cepat dalam waktu singkat, jumlah banyak, true to type, dan seragam

Teknik mikropropagasi,

Spesifik kultivar, ZPT, Frekuensi subkultur

Permasalahan:

Proliferasi Pisang Tanduk lebih menghasilkan tunas berukuran kecil, nodul, tunas tidak sempurna. Eksplan pisang Rajabulu sedikit/susah

menghasilkan tunas (multiplikasi rendah) dan di lapangan tidak tahan

Foc

Permasalahan terjadi kompetisi kebutuhan nutrisi antara eksplan dengan rizobakteri

Asosiasi tanaman kultur jaringan (aseptik/rentan Foc)+Rizobakteri (agen hayati) (in vitro)

Bahan tanam konvensional: dengan anakan (sucker)

Kendala patogen

Fusarium oxysporum

f.sp cubense

(Foc)

Peningkatan devisa negara melalui pengembangan

luas lahan (program ekstensifikasi) pisang dengan peningkatan kualitas produksi pisang Rajabulu dan Tanduk di Indonesia, (perlu bahan tanam bermutu)

Teknik bakterisasi: Karakter eksplan dan bakteri, modifikasi nutrisi (eksplan dan bakteri), kondisi/stadia eksplan dan waktu aplikasi

Pengujian Inkorporasi Tanaman dengan Rizobakteri:

• Persentase tanaman hidup

Peningkatan pertumbuhan (PGPR)

Penurunan keparahan serangan Foc (antagonis)

Bahan tanam bermutu

(36)

Melalui kokultur rizobakteri-planlet pisang secara in vitro,diharapkan rizobakteri mampu berpoliferasi mengikuti multiplikasi tunas pisang. Selain itu keberadaan rizobakteri diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan pada akhirnya mampu menekan serangan patogen. Frommel et al. (1991) dan Nowak (1988) menyatakan bahwa induksi bakterisasi pada eksplan kentang mampu meningkatkan bobot basah tunas, bobot basah akar per tunas dan planlet lebih vigor. Menurut Frommel et al. (1991) dan Barka et al. (2002), populasi mikroba endofitik tersebut mampu bertahan dan mengikuti multiplikasi klonal planlet tanpa perlu inokulasi ulang. Adanya kontak langsung rizobakteri dengan tanaman dapat meningkatkan aktivitas enzim sebagai katalisator sintesis hormon tumbuh, memfiksasi nitrogen atau melarutkan fosfat (Wei et al. 1991; Thakuria et al. 2004). Isolat Serratia spp dilaporkan mampu mensintesis Indol Acetic Acid/IAA (Maunuksela 2004). Bacillus spp mampu mensintesis IAA (Thakuria et al. 2004), giberellin (Joo et al. 2004) dan sitokinin (Timmusk 2003). P fluorescens mampu menghasilkan IAA (Thakuria et al. 2004; Egamberdieva 2008), giberellin (Ping dan Boland 2004) dan sitokinin (Salamone

et al. 2004).

Mekanisme pengendalian hayati terhadap patogen yang menginfeksi tanaman dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Pengendalian secara langsung umumnya terjadi melalui mekanisme antibiosis, kompetisi, parasitisme dan lisis (Zhang 2004). Senyawa antibiotik yang dihasilkan agens antagonis menghambat pertumbuhan patogen melalui kontak langsung antara agens antagonis tersebut dengan patogen.

Kompetisi merupakan pengendalian patogen dengan mekanisme yang terjadi karena keterbatasan salah satu faktor yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan agens pengendali atau patogen, seperti unsur esensial tertentu.

P. fluorescens memproduksi senyawa siderofor yang mampu mengkelat Fe,

(37)

toksik terhadap sejumlah patogen tanaman (Wei et al. 1996; Baker dan Cook. 1974; Silva et al.2004, Barka et al. 2002 dan Frommel et al. 1991).

Pengendalian secara tidak langsung agens antagonis terhadap patogen dapat melalui mekanisme induksi resistensi tanaman. Agens antagonis mampu memicu pengaktifan enzim (peroksidase) atau metabolit sekunder (senyawa fitoaleksin) pada tanaman yang berhubungan dengan pertahanan terhadap infeksi patogen (Silva et al. 2004, Barka et al. 2002 dan Frommel et al. 1991).

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi perbanyakan pisang melalui teknik kultur jaringan dengan mengkokulturkan rizobakteri dan eksplan pisang secara in vitro, sehingga mendapatkan bahan tanam pisang yang bermutu dalam jumlah massal, true to type, dan mampu menekan serangan layu fusarium di lapangan.

Secara khusus penelitian ini bertujuan:

1. Mempelajari kemampuan induksi dan multiplikasi pisang Rajabulu dan pisang Tanduk untuk menghasilkan planlet.

2. Mempelajari kemampuan inkorporasi antara eksplan-rizobkteri non patogen. 3. Mempelajari kemampuan rizobakteri meningkatkan pertumbuhan pisang in

vitro (multiplikasi tunas) dan in vivo (stadia aklimatisasi-siap tanam).

4. Mempelajari kemampuan rizobakteri menekan serangan penyakit layu

Fusarium.

Hasil yang Ditargetkan:

1. Mendapatkan metode bakterisasi melalui kokultur (dual cultures) planlet pisang dan rizobakteri, yang meliputi komposisi media kokultur, jenis bakteri, dan cara aplikasi, serta waktu introduksi rizobakteri yang tepat.

2. Mendapatkan paket teknologi komersial perbanyakan tanaman pisang yang

true to type secara masal yang dapat menekan perkembangan Fusarium di

(38)

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan komposisi zat pengatur tumbuh (sitokinin dan auksin) yang perlu ditambahkan pada stadia induksi dan stadia multiplikasi berdasarkan karakter kultivar pisang.

2. Terdapat interaksi antara jenis rizobakteri dengan teknik aplikasi dan waktu aplikasi rizobakteri yang dapat berasosiasi dan bersimbiosis dengan planlet pisang sejak pertumbuhan in vitro.

3. Inkorporasi rizobakteri dengan planlet pisang secara in vitro mampu berperan sebagai rizobakteri pendukung pertumbuhan tanaman (Plant Growth

Promoting Rhizobakteria/PGPR) dalam meningkatkan multiplikasi tunas (in vitro) dan meningkatkan pertumbuhan bibit saat aklimatisasi di rumah kaca (in vivo).

4. Inkorporasi rizobakteri mampu menekan tingkat keparahan penyakit layu

Fusarium (Fusarium oxysporum f.sp cubense).

Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mendukung pencapaian target penelitian dalam mempelajari kemampuan rizobakteri berasosiasi dengan tanaman pisang sejak in vitro, antara lain dalam meningkatkan multiplikasi tunas, meningkatkan pertumbuhan tanaman, dan menghambat penyakit layu Fusarium, maka disertasi ini disusun dalam beberapa percobaan yang saling berhubungan satu dengan yang lain.

Percobaan pertama terdiri dari sub-sub percobaan antara lain mempelajari pola pertumbuhan dan media yang optimal terhadap spesifikasi proliferasi dan multiplikasi tunas pisang Rajabulu dan pisang Tanduk, untuk menghasilkan tunas bermutu yang dapat digambarkan dengan penampilan fisik yang vigor (tegap, kokoh, ukuran seragam, warna hijau cerah), planlet normal (memiliki akar, batang, dan daun), true to type (sifat sama dengan induk sehingga dapat mempertahankan mutu genetik), viabel (memenuhi mutu fisiologis, mampu tumbuh dan berkembang menjadi tanaman normal). Seri percobaan yang berhubungan dengan induksi tunas aksilar disajikan pada Bab 3 dengan judul Pengaruh TDZ terhadap Induksi Tunas Aksilar pada Mother Plant Pisang

(39)

telah diterbitkan pada jurnal ilmiah nasional Agriplus volume 20 nomor 01 tahun 2010, Universitas Haluoleo, Kendari. Topik tersebut telah disampaikan sebagai makalah oral pada Simposium dan Kongres PERIPI VI pada tanggal 18-19 November 2009. Seri percobaan berikutnya adalah untuk melihat kemampuan multiplikasi tunas yang disajikan pada Bab 4 dengan judul Pengaruh Media Induksi terhadap Multiplikasi Pisang Rajabulu (AAB) dan Pisang Tanduk

(AAB) pada Berbagai Media In Vitro . Tulisan ini sudah diajukan dan siap terbit

pada Jurnal Agronomi Indonesia, volume XXXIX, nomor 1 April tahun 2011. Percobaan kedua dilakukan untuk mencari optimasi bakterisasi terhadap eksplan pisang dalam mempelajari pengaruh eksudat eksplan terhadap eksistensi rizobakteri pada kondisi kokultur dan menentukan cara dan waktu aplikasi yang aman terhadap tanaman target. Hasil percobaan ini disajikan pada Bab 5 dengan judul: Kokultur Rizobakteri dengan Eksplan Pisang Rajabulu (AAB) dan Pisang Tanduk (AAB) serta Pengaruhnya terhadap Multiplikasi Tunas Secara

In Vitro. Bagian hasil dari perobaan ini telah diterbitkan pada jurnal ilmiah

nasional Agriplus, volume 20 nomor 03 tahun 2010, Universitas Haluoleo, Kendari.

Percobaan ketiga, dilakukan untuk mempelajari kemampuan rizobakteri yang diaplikasikan secara in vitro dalam pendukung pertumbuhan tanaman. Hasil percobaan ini disajikan pada Bab 6 dengan judul: Pengaruh Waktu Bakterisasi In Vitro dan Macam Rizobakteri terhadap Pertumbuhan Bibit Pisang Rajabulu

(AAB) dan Pisang Tanduk (AAB) di Rumah Kaca.

Percobaan keempat dilakukan untuk mempelajari kemampuan rizobakteri yang diaplikasi sejak in vitro (untuk memenuhi mutu saniter bibit) mampu menekan serangan Fusarium oxysporum f.sp cubense

(Foc)

penyebab penyakit layu pada tanaman pisang. Hasil percobaan disajikan pada Bab 7 dengan judul:

Efektivitas Aplikasi Rizobakteri In Vitro sebagai Pendukung Pertumbuhan dan

Agen Antagonis Layu Fusarium pada Pisang Rajabulu (AAB) dan Pisang

Tanduk (AAB) di Rumah Kaca. Materi dari bab ini telah disampaikan sebagai

(40)
[image:40.612.100.481.56.711.2]

Gambar 1.2 Diagram alir strategi pelaksanaan penelitian Percobaan 1.

Mikro propagasi pisang

• Pengaruh TDZ terhadap induksi eksplan (Bab 3)

• Multiplikasi tunas dan morfogenesis (Bab 4)

Percobaan 2. (Bab 5) Kokultur rizobakteri-eksplan

• Efektivitas eksudat eksplan terhadap kolonisasi bakteri

• Aplikasi rizobakteri (macam bakteri, cara dan stadia eksplan) dan modifikasi media kokultur (MS+TSB)

• Efektivitas rizobakteri sebagai pemacu multiplikasi tunas

Persiapan biakan rizobakteri (P. fluorecens-ES32

dan

B. subtilis-SB3)

Persiapan: biakan

Fusarium oxysporum

f.sp cubense (Foc) (Klamidospora)

103 Percobaan 3. (Bab 6)

Efektifitas aplikasi rizobakteri secara

in vitro sebagai pemacu

pertumbuhan bibit (di rumah kaca)

Percobaan 4. (Bab 7)

Efektifitas aplikasi rizobakteri secara

in vitro sebagai agen antagonis

penyakit layu Fusarium (di rumah kaca)

TARGET (Bibit bermutu)

(41)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Spesifikasi Tanaman Pisang

Tanaman pisang termasuk monokotil herba, tumbuh baik di daerah tropika pada ketinggian 0-1300 m dpl tetapi lebih cocok pada dataran rendah yang beriklim lembab dan panas. Persyaratan tumbuh penting lain adalah temperatur rata-rata 30ºC dan curah hujan minimal 100 mm/bulan (Sunarjono 1989). Pisang merupakan buah yang menduduki urutan pertama di Indonesia, area produksi tersebar di seluruh kepulauan, 70% dari total produksi berada di pulau Jawa diikuti Sumatra, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, Kalimantan dan Maluku-Irian Jaya berturut-turut 11.8%, 9.7%, 5.6%, 4.2% dan 1.3% (Hasan dan Pantastico 1990).

Pisang (Musa sp.) termasuk dalam famili Musaceae, ordo Scitaminaceae.

Musaceae memiliki 2 genus yaitu Ensete dan Musa. Genus Musa dibagi menjadi

4 kelompok yaitu Australimusa, Callimusa, Eumusa dan Rodochlamys. Hanya kelompok Australimusa dan Eumusa saja yang dapat dikonsumsi sebagai buah (Stover dan Simmond, 1987). Genus Musa mempunyai banyak anggota yang mempunyai taksonomi sangat komplek.

(42)

(Megia et al. 2001). Stover dan Simmond (1987) mengelompokan pisang yang dapat dimakan ke dalam 3 kelompok, yaitu 1) Pisang buah meja yang dimakan segar terdiri dari kelompok AA dan AAA, 2) Pisang yang dimakan setelah diolah yaitu kelompok AAB, 3) Pisang berbiji yaitu kelompok ABB/BB. Di antara 100 kultivar pisang yang berada di Indonesia, 16 kultivar diketahui mempunyai potensi pasar, antara lain yang termasuk pisang meja adalah Pisang Mas (AA), Pisang Ambon Putih (AAA), Pisang Ambon Lumut (AAA), Pisang Ambon Jepang (AAA), Pisang Badak (AAA), Pisang Lampung (AA), Pisang Raja Sere (AAA), Pisang Barangan (AAA), Pisang Susu (AAA). Sedangkan yang termasuk pisang olahan diantaranya, Pisang Raja Bulu (AAB), Pisang Raja Uli (AAB), Pisang Tanduk (AAB), Pisang Nangka (AAB), Pisang Siem (ABB), Pisang Kepok (ABB), Pisang Kapas (AA) (Hasan dan Pantastico 1990), di samping itu masih banyak jenis kultivar yang lain. Kultivar-kultivar pisang sesuai spesifik kultivar berbeda ukuran tanaman dan buah, warna dan rasa daging buah, serta jumlah anakan.

Kultur Jaringan Pisang Tanduk dan Pisang Rajabulu

Teknik kultur jaringan merupakan usaha untuk mengisolasi sel, sekelompok sel (jaringan) atau organ tanaman, menumbuhkannya dalam keadaan aseptik sehingga dapat menghasilkan tanaman baru yang dapat ditanam dalam media non aseptik, tidak terbatas pada perubahan iklim dan musim (Gunawan. 1988). Jadi perbanyakan pisang dengan kultur jaringan merupakan pembiakan vegetatif, bahan tanam yang diperoleh selain mempunyai keuntungan sifat true to

type, juga relatif dapat menghambat penyebaran penyakit, pertumbuhan seragam

sehingga memberi jaminan pada perkebunan pisang yang diharapkan. Keuntungan lainnya dengan kultur jaringan dapat tersedia bahan tanam dalam waktu cepat serta distribusi yang mudah dan relatif murah (Hwang et al. 1984; Lee dan Hwang 1993; Thorpe 1990).

(43)
[image:43.612.104.490.256.648.2]

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilaporkan Zaffari et al. (2000), perbanyakan pisang dengan kultur jaringan menunjukkan variasi multiplikasi yang tinggi, atau laju multiplikasi dapat berbeda di antara spesies dengan genom sama walaupun dikulturkan dalam kondisi yang sama. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis kultur in-vitro, yaitu: genotipe eksplan (sifat/karakter eksplan), substrat (media dan zat pengatur tumbuh), kondisi kultur dan faktor internal eksplan seperti umur fisiologis, umur ontogenik dan bagian tanaman yang digunakan (Gamborg dan Shyluk 1981; George dan Sherrington 1988; Hartman dan Kester 1983; Yusnita 2003).

Gambar 2.1 Tahapan perbanyakan planlet pisang secara kultur jaringan

(44)

fisiologis baik, kemudian masuk ketingkatan inisisasi untuk mendapatkan tunas awal yang dapat diandalkan dan aseptik, selanjutnya induksi dan multlipikasi di mana pada tingkatan ini tunas dirangsang dengan sitokinin untuk berkembang biak (berproliferasi), kemudian masuk ketingkatan pemanjangan tunas dan pengakaran (morfogenesis) dan tingkat yang terakhir adalah aklimatisasi (Werbrouck dan Debergh 1994; Israeli et al. 1995; Yusnita 2003).

Karakteristik Eksplan

Pemilihan eksplan yang tepat atau karakteristik eksplan sangat menentukan keberhasilan kultur jaringan. Prinsip penting, sel-sel yang telah mengalami perubahan bentuk dan kekhususan fungsi lanjut (diferensiasi) lebih sukar ditumbuhkan dibanding dengan sel-sel yang masih bersifat meristematik (Gunawan 1988). Jaringan tanaman yang masih muda secara fisiologis (juvenil) lebih mudah berproliferasi daripada jaringan tanaman yang tua atau dengan kata lain eksplan dari tanaman juvenil mempunyai daya regenerasi lebih tinggi daripada tanaman dewasa (Yusnita 2003).

(45)

Sifat pencoklatan (browning) eksplan menentukan keberhasilan kultur jaringan terutama di awal inisiasi. Meskipun eksplan semua kultivar pisang umumnya memperlihatkan pencoklatan tetapi variasinya sangat luas. Berdasar penelitian Hirimburegama dan Gamage (1997), jaringan eksplan kultivar pisang dengan genom B lebih mudah terjadi browning bila dibanding yang bergenom A. Hal tersebut sejalan dengan hasil yang diperoleh Banerje et al. (1986), bahwa proliferasi tunas ‘balbisiana’ menunjukkan tingkat browning yang tinggi pada proliferasi tunas pisang secara in vitro..

Ukuran eksplan menentukan keberhasilan pembiakan. Menurut Gunawan (1988), eksplan dengan ukuran besar lebih mudah terkontaminasi, dan eksplan yang berukuran kecil mempunyai persentase kematian jaringan lebih tinggi. Menurut Bhojwani dan Razdan (1983) makin besar ukuran eksplan jumlah sel lebih banyak, sehingga kemungkinan keberhasilan lebih besar, namun terdapat kelemahan yaitu kemungkinan terjadi aberasi genetik lebih besar. Yusnita et al. (1997) menggunakan ukuran eksplan pisang berbentuk kubus (0.5 x 0.5 x 0.5) cm dan memberikan hasil pertumbuhan yang baik, ukuran tersebut juga dianjurkan oleh Israeli et al. (1995)

Media Tumbuh dan Zat Pengatur Tumbuh

Berbagai media kultur in-vitro pisang telah dikembangkan oleh para peneliti. Media yang dipakai secara umum untuk kultur jaringan adalah media Murashige dan Skoog (1962), terutama untuk morfogenesis, kultur meristem dan regenerasi. Media MS ini mengandung garam-garam mineral dalam konsentrasi tinggi (Gamborg dan Shyluk 1981). Menurut Gunawan (1988), pada prinsipnya media dalam kultur jaringan terdiri dari sumber karbon dan energi, vitamin dan zat pengatur tumbuh (ZPT).

(46)

in-vitro dan ex-vitro, tetapi masih sangat sedikit studi tentang hormon eksogen

dilaporkan dalam kasus mikropropagasi pisang.

Dalam kultur jaringan, auksin digunakan untuk merangsang pertumbuhan kalus, pemanjangan sel dan pembentukan akar (Pierik 1987). Secara alami tanaman memiliki auksin endogen yang disebut IAA (Indole Acetic Acid) yang dihasilkan di meristem pucuk pada tajuk dan meristem pucuk akar (Salisbury dan Ross 1995). ZPT golongan sitokinin berperan penting dalam pembelahan sel dan morfogenesis (Gunawan 1988; Salisbury dan Ross 1995).

Interaksi dan perimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur (Gunawan 1988). Pemberian sitokinin yang cukup tinggi antara 0 sampai 10 mg/l mampu menginduksi (merangsang) pembentukan tunas, namun biasanya makin tinggi sitokinin dapat menghambat pembentukan akar (Prawiranata et al. 1994; Pierik 1987). IAA eksogen dengan konsentrasi rendah sering digunakan dalam media kultur jaringan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas tunas mengimbangi pengaruh BAP (6 Benzyl Amino Purin) terhadap pengandaan tunas (Pierik 1987).

Weaver (1972) dan Salisbury dan Ross (1995), mengemukakan rasio sitokinin/auksin penting untuk mengendalikan dominasi apikal (penekanan tunas lateral). Level rasio sitokinin/auksin yang tinggi mendorong perkembangan tunas lateral dan rasio yang rendah mendukung dominasi apikal. Penelitian Zaffari et

al. (2000) pada pertunasan Musa sub group AAA ‘ Grande Naine’ secara in-vitro,

menunjukkan pentingnya level IAA endogen dan rasio auksin/sitokinin dalam menentukan arah pertunasan pisang. Sitokinin endogen meningkat di bagian basal eksplan dan menurun di bagian apikal pada pembentukan tunas, hal tersebut nampak pada subkultur pada medium proliferasi (65 sampai 75 hari) yang ditambah dengan 11.1 µM BAP. Level IAA endogen dan rasio IAA/sitokinin menurun setelah periode kultur 65 hari. Dari analisis jaringan, ternyata pembentukan primordia tunas pada bagian basal daun, meliputi jaringan sub epidermal dan epidermal pada periode kultur 65 hari.

(47)

bahwa pisang yang bergenom ABB (pisang batu) pada pemberian BAP dari konsentrasi 3.0 ppm sampai 5.0 ppm memberikan respon peningkatan jumlah tunas per eksplan yang masih relatif rendah (sedikit). Hutabarat (1997) mendapatkan bahwa pada kultivar-kultivar pisang bergenom BB jumlah tunas terbanyak dihasilkan pada BAP taraf konsentrasi 7.0 mg/l (pisang Klutuk Susu dan Batu) serta 10.5 mg/l (pisang Klutuk Wulung dan Klutuk Susu, bergenom BB). Penambahan IAA pada kombinasi 7.0 mg/l BAP dengan 1.5 mg/l IAA dihasilkan tunas lebih banyak dibandingkan dengan media yang hanya diberi 7.0 mg/l BAP pada pisang Kepok Sobo/ABB.

Ernawati et al. (1994), melaporkan bahwa jumlah tunas maksimum pada pisang Rajabulu/AAB sebesar 7.2 buah terjadi pada kombinasi perlakuan IAA 3.0 ppm dengan BAP 7.0 ppm. Rosjidi (1992) melaporkan hasil penelitian pada pisang Tanduk/AAB dengan perlakuan BAP (0, 3, 6, 8 mg/l) dan IAA (0,2,4,6 mg/l). Makin tinggi BAP tunas yang dihasilkan makin banyak walaupun pertumbuhan dan perkembangan tunas makin tidak sempurna.

Pisang Tanduk (AAB) responsif terhadap sitokinin pada media BAP 2 mg/l dan IAA 3 mg/l menghasilkan 4 tunas kecil-kecil dan nodul-nodul, pada konsentrasi BAP makin tinggi, tunas-tunas yang dihasilkan makin banyak tetapi makin tidak sempurna roset. Makin dilakukan subkultur tunas abnormal makin meningkat. Pisang Rajabulu (AAB) dengan BAP 5 mg/l dan IAA 3 mg/l memberikan 5 tunas ukuran sedang (2-3 cm) (Kasutjianingati 2004). GA3 mempunyai respon fisiologis berperan dalam proses pemanjangan sel dan dapat menyebabkan perpanjangan tunas/ruas (Salisbury dan Ross 1995).

Berdasarkan struktur kimia ada dua kelompok sitokinin yaitu turunan adenin (BAP, kinetin, zeatin) dan turunan fenilurea (Thidiazuron/TDZ). BAP dan TDZ mempunyai respon fisiologis yang sama yaitu berperan dalam regulasi pembelahan sel, deferensiasi pertumbuhan jaringan dan organ serta biosintesa klorofil (Murthy et al. 1995). Pengaruh penggunaan TDZ dalam perbanyakan in

vitro di antaranya adalah meningkatkan biosintesis atau akumulasi sitokinin dan

(48)

Layu

Penyakit layu Fusarium penyakit yang disebabkan ol

cubense (E.F. Smith)/Foc me

[image:48.612.99.492.160.663.2]

menurunkan produksi secara 1994). Klamidosporanya mam ada sekresi akar atau eksud berkecambah. Dalam memper epifit pada akar gulma atau tan 2001).

Gambar 2.2 Gejala kuning d

Fusarium oxysp

yu Fusarium pada Pisang

ium yang dikenal dengan Panama disease, merupa

oleh cendawan Fusarium oxysporum Schlecht merupakan salah satu patogen tular tanah yang d ra nyata di daerah tropis (Stover 1990; Seman

ampu bertahan lama dalam tanah (30 tahun), samp sudat akar yang merupakan sumber nutrisi u mpertahankan hidupnya, patogen ini dapat hidup seb tanaman yang mempunyai kekerabatan dekat (Ne

g daun (A) dan daun kering (B) yang ditimbulkan

ysporum f.sp. cubense (Foc)

upakan ht f.sp dapat mangun sampai untuk sebagai Nelson

(49)
[image:49.612.165.466.79.382.2]

Gambar 2.3 Gejala ber bonggol d

cubense (

Penyakit tersebu berhubungan dengan sp dapat juga melalui penye air pada permukaan ta Cendawan menyebar de lubang-lubang alami len yang lambat laun masu cepat ke jaringan pembu jaringan parenkhim, sel konidia yang dapat tera Polisakarida dan enzim pada sel-sel jaringan xil dan menyebabkan peny

bercak coklat batang semu (Ploetz 2000) (A); berc l dan akar (B) yang ditimbulkan Fusarium oxyspo

(Foc)

ebut dapat menular karena perakaran tanama spora yang dilepaskan oleh tanaman sakit di nyebaran bahan tanam, alat atau tanah yang terinfe

tanah serta sisa-sisa tanaman sakit (Hutagalu dengan cepat, setelah spora masuk ke dalam ak lenti sel atau luka, berkecambah menghasilkan masuk ke bonggol, selanjutnya patogen berkemba

mbuluh. Miselium akan meluas dari jaringan pemb selanjutnya patogen membentuk makro konidia d

angkut melalui arus transportasi xilem (Wardl m yang dihasilkan patogen dapat menyebabkan xilem tanaman membentuk gel dan gum (massa enyumbatan pembuluh. Sekresi berupa massa

ercak pada

porum f.sp.

aman sehat sekitarnya, nfeksi, aliran alung 2002).

akar melalui n miselium mbang sangat pembuluh ke ia dan mikro rdlaw 1972). an kerusakan

(50)

tersebut dan mengkerutnya sel-sel pembuluh menyebabkan aliran zat air mengalami proses penurunan laju sehingga menimbulkan kelayuan (Agrios 1997). Tanaman yang terinfeksi Foc menunjukkan gejala awal berupa penguningan tepi daun-daun tua (daun 1 dan 2 dari bawah) menyebar dari tepi ke arah tulang daun kemudian kecoklatan dan mengering, gejala menguning dari daun tua menuju daun-daun muda. Daun yang terserang berangsur-angsur layu pada tangkainya atau dasar ibu tulang daun menggantung ke bawah menutupi batang semu (Gambar 2.2). Beberapa menunjukkan gejala daun berwarna sangat hijau tangkai daun rebah dan layu. Pertumbuhan tidak terhenti, daun baru berkurang, abnormal berdiri tegak, berkerut dan rusak. Gejala khas lain adanya

Gambar

Gambar 1.1   Kerangka studi kokultur rizobakteri-eksplan pisang
Gambar 1.2   Diagram alir strategi pelaksanaan penelitian
Gambar 2.1   Tahapan perbanyakan planlet pisang secara kultur jaringan
Gambar 2.2  Gejala kuning dFusarium oxyspg daun (A) dan daun kering (B) yang ditimbulkan ysporum
+7

Referensi

Dokumen terkait

d) difasilitasi untuk mendapatkan penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana kegiatan sektor informal. Kebijakan pemerintah yang menertibkan tempat aktivitas atau

Variabel yang digunakan adalah: nilai tukar riil, suku bunga (BI Rate), jumlah uang beredar, harga minyak dunia, harga CPO dunia, GDP Indonesia, harga olein Jakarta,

Pada kedalaman lebih dari 1300 µ m, tidak terjadi perbedaan kekerasan dengan base material yang mengindikasikan tidak ada penam- bahan Karbon selama proses karburasi sehingga

Tujuan dari pengembangan ini adalah mengembangkan instrumen penilaian untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif siswa SMP pada mata pelajaran IPA Terpadu materi

Asia merupakan benua terbesar dan berpopulasi terpadat di dunia dengan wilayah yang mencakup 8,6% permukaan Bumi yang meliputi 50 negara yang tersebar dari daratan luas Asia

Three objectives have been stated: to find out the influence of memorizing irregular verbs towards students achievement in translating narrative text for the eighth grade

Disinilan peran Bank Syariah Mandiri (BSM) dalam menyediakan pelayanan bagi masyarakat untuk memberikan Tabungan Mabrur dalam rangka mendukung kegiatan Ibadah Haji

1 Saya tidak keberatan untuk beralih ke e-commerce lain jika memiliki fungsionalitas yang lebih baik 2 Saya berniat untuk meningkatkan penggunaan e-.. commerce di