• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Kandungan Karbon Pohon pada Tegakan Hutan Tanaman Industri (Acacia crassicarpa A. Cunn Ex. Benth) Di Areal PT. Wana Subur Lestari, Kalimantan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Kandungan Karbon Pohon pada Tegakan Hutan Tanaman Industri (Acacia crassicarpa A. Cunn Ex. Benth) Di Areal PT. Wana Subur Lestari, Kalimantan Barat"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Industrial Planted Forest (Acacia crassicarpa A. Cunn Ex Benth) in Areal of PT. Wana Subur Lestari, West Kalimantan. Supervised by BAMBANG HERO SAHARJO.

Forest was nature resource that very important and worthwhile for life. Existence of forest has critical role to decrease CO2 in atmosphere caused by its ability to absorb carbon and release it in form of O2. Forest in Indonesia have great potential in decreasing of Green House Gasses (GHG), and the ability of planted forest to store carbon was affected by planted species, condition on planted area and silviculture technique or intensity of the maintenance. Acacia (Acacia crassicarpa) was one of pioneer tree that has short leaf and fast growing which cultured in industrial planted forest caused by its ability to store carbon in huge quantity. Ability of Acacia to fix carbon was still in ongoing research stage, especially to support global issue that could be utilized from industrial planted forest.

This research was conducted in area of IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari. The selected area is a forest of Acacia crassicarpa on the of age 6 months and 12 months. This research was supposed to estimate potential of carbon storage in tree and to know the effect of stand’s age to tree’s carbon storage. Obtained data then processed through biomass approach and then conversed into carbon storage in ton/ha. To know the effect of stand’s age factor to carbon storage, it was analyzed by using t-test.

Tree’s carbon in 12 monts aged Acacia stand has higher carbon storage value, that was 10.4749 ton/ha, than carbon storage of 6 months aged Acacia stand, that was 3.6241 ton/ha. Result of statistical test by using t-test shows that p-value < 0.001 in significant degree 5%, which mean that stand’s age has significant effect to the value of tree’s carbon storage.

(2)

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan bermanfaat

bagi hidup dan kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat

langsung dari keberadaan hutan di antaranya adalah kayu, hasil hutan bukan kayu

dan satwa, sedangkan manfaat tidak langsungnya adalah berupa jasa lingkungan,

baik sebagai pengatur tata air, fungsi estetika, maupun sebagai penyedia oksigen

dan penyerap karbon. Pemanfaatan hutan yang tidak diimbangi oleh usaha

pemeliharaan dan perawatan akan mengakibatkan kerusakan hutan sekaligus

kerugian bagi manusia, sehingga diperlukan usaha konkrit yang

berkesinambungan dalam memperbaiki pengelolaan hutan untuk menjamin

kelestarian hutan di masa yang akan datang (Siahaan 2009).

Keberadaan hutan dan keseimbangan ekosistemnya sangat berperan penting

dalam mengurangi CO2di atmosfer, karena hutan mampu menyimpan karbon

(carbon sink) dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk O2 meskipun

persentasenya sangat kecil sekali (Arief 2001). Dengan meningkatnya kandungan

CO2 akan menyebabkan kenaikan suhu bumi akibat adanya efek gas rumah kaca

(GRK). Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengan

bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu

menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini

antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh

menjadi makin besar atau makin tinggi.

Kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon dipengaruhi oleh

jenis yang ditanam, kondisi tempat tumbuh dan teknik silvikultur atau intensitas

pemeliharannya. Jenis pohon daur pendek dihutan tanaman yang memiliki

prospek menyimpan karbon dalam jumlah besar diantaranya adalah sengon dan

Acacia crassicarpa, pohon tersebut ternasuk ke dalam jenis pionir dan cepat

tumbuh (Masripatin et al. 2010). Kemampuan tanaman akasia dalam mengikat karbon masih dalam tahap penelitian yang dilakukan terus sampai saat ini

khususnya dalam mendukung isu iklim global yang bisa dimanfaatkan dari hutan

(3)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga potensi karbon yang

tersimpan pada pohon Acacia crassicarpa yang terdapat di areal PT. Wana Subur Lestari.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengelola hutan tanaman

Acacia crassicarpa di areal PT. Wana Subur Lestari khususnya dan umumnya dapat memberikan gambaran serta informasi tentang simpanan karbon di atas

permukaan tanah pada pohon (A. crassicarpa).

(4)

2.1 Gas Rumah Kaca (GRK)

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena

terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan

tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbon

dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (NO) yang lebih dikenal dengan

gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang

membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem (Hairiyah dan Rahayu

2007). Kelompok Gas Rumah Kaca terdiri dari karbondioksida (CO2), metana

(CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC),

sampai sulfur heksafluorida (SF6) (Rahayu & Mulyana 2002). Emisi GRK yang

timbul, pada umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas

dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan untuk pembukaan lahan.

Kegiatan tersebut dapat menghasilkan gas-gas rumah kaca yang makin lama

makin banyak jumlahnya di atmosfer.

2.2 Tinjauan Umum Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth

Pohon Acacia crassicarpa termasuk salah satu jenis pohon daur pendek dihutan tanaman yang memiliki prospek menyimpan karbon dalam jumlah besar

dan ternasuk ke dalam jenis pionir dan cepat tumbuh (Masripatin et al. 2010). Selain itu A. crassicarpa merupakan salah satu jenis kategori tumbuhan perintis/reklamasi A. crassicarpa termasuk kedalam suku Fabaceae.

Taksonomi A. crassicarpa:

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua /dikotil)

Sub Kelas : Rosida

Ordo : Fabales

Suku : Fabaceae (suku polong-polongan)

Marga : Acacia

(5)

Kata crassicarpa sendiri berasal dari bahasa latin yaitu crassus dan carpus.

Crassus berarti tebal dan carpus adalah buah A. crassicarpa juga memiliki nama lain dalam bahasa Inggris yaitu Northern wattle dan Papua New Guinea red

wattle. A. crassicarpa tumbuh alami di bagian timurlaut Queensland, barat daya Papua New Guinea dan di bagian tenggara Irian Jaya.

A. crassicarpa pada umumnya tumbuh di daerah tropik dan subtropik, yang secara geografis terletak pada 8–20°LS, dengan ketinggian tempat berkisar pada 0200(-450) m dpl, dan dengan curah hujan tahunan berkisar antara 500 mm (di

Australia) hingga 3500 mm (di Papua New Guinea dan Irian). Tempat tumbuh

jenis ini memiliki rata-rata suhu udara minimum berkisar pada 15–22°C dan suhu udara maksimum adalah 31–34°C. A. crassicarpa dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah (calcareous beach sands, yellow earths derived from granite, red earths on basic volcanic rock to alluvial and colluvial soils derived from a variety of

parent material). Di Papua New Guinea dan Irian Jaya, A. crassicarpa ditemukan tumbuh pada tanah lapang yang bergelombang, pada tempat-tempat dengan

pengairan yang baik, tanah-tanah dengan kadar asam tinggi. Di Papua New

Guinea, A. crassicarpa sering ditemukan tumbuh dengan A. aulacocarpa, A. auriculiformis dan A. mangium (Prosea 2007).

Pohonnya berukuran kecil atau sedang, tingginya dapat mencapai 25–30 m, batang lurus tegak berdiameter 50 cm. Kulit batang berwarna coklat keabuan,

keras dan kulit batang dalam berwarna merah dan berserat. Daun berbentuk

seperti bulan sabit dengan panjang 8–27 cm dan lebar 1–4,5 cm serta berwarna hijau keabuan. Selain itu, A. crassicarpa memiliki 3 urat daun utama yang jelas dan kekuningan. Perbungaan bulir berwarna kuning cerah, panjangnya 4–7 cm, tangkai bunganya tebal dengan panjangnya 5–10 mm, mahkota bunga 5 helai yang panjangnya 1,3–1,6 mm dan termasuk jenis biseksual. Untuk daun kelopak bunga, panjang 0,5–0,7 mm dan benang sari panjangnya 2–3 mm, buahnya kering, berbentuk bulat telur, pipih, panjang 5–8 cm dan lebar 2–4 cm, berwarna coklat kusam. Bijinya berbentuk memanjang, panjang 5–6 mm dan lebar 2–3 mm dan berwarna hitam (Prosea 2007).

A. crassicarpa memiliki banyak manfaat, diantaranya kayu A. crassicarpa

(6)

pembuat kapal. Pohonnya memberikan naungan dan mengendalikan pertumbuhan

gulma, selain itu merupakan jenis yang efektif untuk rehabilitasi lahan yang

diserang Imperata cylindrica (L.) Raeuschel. Di Papua New Guinea, dilaporkan

bahwa jenis ini merupakan koloni yang kuat untuk tumbuh pada lahan-lahan yang

terdegradasi akibat perladangan berpindah (Prosea 2007).

2.3 Biomassa

Pengertian biomassa menurut Hairiyah dan Rahayu (2007) adalah masa dari

bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma

dan tanaman semusim. Menurut Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai

jumlah nilai bahan organik yang hidup di atas permukaan tanah pada pohon

termasuk daun, ranting, cabang dan batang utama yang dinyatakan dalam berat

kering oven ton per unit area. Secara ekologi, data biomassa hutan berguna untuk

mempelajari aspek fungsional dari suatu ekosistem hutan, seperti produksi primer,

siklus hara dan aliran energi. Dalam manajemen hutan secara praktis, data

biomassa hutan sangat penting untuk perencanaan pengusahaan khususnya dalam

penetapan tujuan manajemen pengelolaan hutan (Suhendang 2002).

Pendugaan biomassa hutan dibutuhkan untuk mengetahui perubahan

cadangan karbon untuk tujuan lain. Karbon tiap tahun biasanya dipindahkan dari

atmosfer ke dalam ekosistem muda, seperti hutan tanaman atau hutan baru setelah

kebakaran, penebangan atau gangguan lainnya.

Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara

dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis.

Laju pengikatan biomassa disebut produktivitas primer bruto. Hal ini tergantung

pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, suhu, dan

ciri-ciri jenis tumbuhan masing-masing. Sisa dari hasil respirasi yang dilakukan

tumbuhan disebut produktivitas primer bersih (Widyasari 2010).

Adapun contoh-contoh dari biomassa antara lain pepohonan, tanaman,

rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, dan tinja serta kotoran ternak.

Biomassa merupakan salah satu komponen karbon yang mana biomassa tersebut

terbagi menjadi dua bagian yaitu yang pertama biomassa tumbuhan diatas

(7)

permukaan tanah (below ground biomass). Lebih jauh dikatakan biomassa diatas permukaan tanah adalah berat bahan unsur organik per unit luas pada waktu

tertentu yang dihubungkan ke suatu fungsi system produksi, umur tegakan hutan

dan distribusi organik (Kusmana 1993).

Biomassa hutan menyediakan penaksiran gudang karbon dalam tumbuhan

hutan karena sekitar 50% nya adalah karbon. Karena itu, biomassa menunjukkan

jumlah potensial karbon yang dapat dilepas ke atmosfer sebagai karbondioksida

ketika hutan ditebang dan atau dibakar. Sebaliknya, melalui penaksiran biomassa

dapat dilakukan perhitungan jumlah karbondioksida yang dapat dipindahkan dari

atmosfer dengan cara melakukan reboisasi atau dengan penanaman (Brown 1997).

2.4 Pengukuran dan Pendugaan Biomassa

Untuk memperoleh data dalam pendugaan biomassa dapat dilakukan

melalui dua pendekatan, yang pertama berdasarkan pendugaan volume kulit

sampai batang bebas cabang yang kemudian diubah menjadi kerapatan biomassa

(ton/ha), sedangkan pendekatan kedua secara langsung dengan menggunakan

persamaan regresi biomassa atau lebih dikenal dengan persamaan Allometrik

(Brown 1997). Pendugaan biomassa pada pendekatan pertama dengan

menggunakan persamaan :

Perbandingan total biomassa pohon kering oven diatas tanah dengan

biomasssa kering oven hasil inventarisasi hutan.

Persamaan allometrik lokal disusun dengan metode destruktif atau dengan cara ditebang dan merupakan kegiatan yang memakan waktu dan biaya. Namun

penggunaan persamaan allometrik lokal berdasarkan tipe hutan yang sesuai akan meningkatkan keakurasian pendugaan biomassa. Pengukuran biomassa pohon

(8)

utama. Data yang dikumpulkan dari tiap plot adalah, diameter pohon setinggi

dada (dbh), tinggi pohon, nama pohon dan berat jenis pohon (Masripatin et al.

2010). Pendugaan biomassa dengan pendekatan kedua menggunakan persamaan

regresi biomassa berdasarkan daimeter batang pohon dengan persamaan :

Biomassa diatas tanah (Y) = aDb Keterangan : Y = biomassa pohon (kg)

D = diameter setinggi dada (130 cm), a dan b merupakan konstanta

Dasar dari persamaan regresi biomassa adalah hanya mendekati biomassa

rata-rata per pohon menurut sebaran diameter, dengan menggabungkan sejumlah

pohon pada setiap kelas diameter dan menjumlahkan (total) seluruh pohon untuk

kelas diameter. Untuk dapat menduga biomassa diatas tanah, menurut Chapman

(1976) dalam Sianturi (2004) metode pendugaan biomassa di atas tanah

dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu :

1. Metode pemanenan /langsung (destructive) yang terdiri dari :

(a) metode pemanenan individu tanaman, (b) metode pemanenan kuadrat

dan (c) metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang

dasar rata-rata

2. Metode pendugaan tidak langsung (non destructive) yang terdiri dari : (a) metode hubungan Allometrik, yakni dengan mencari korelasi yang

paling baik antara dimensi pohon dan biomassanya, dan (b) crop meter,

yaitu dengan cara mengunakan seperangkat alat elektroda yang kedua

kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu.

Metode tidak langsung digunakan untuk menduga biomassa vegetasi yang

berdiameter ≥ 5 cm, sedangkan untuk menduga biomassa vegetasi yang memiliki

diameter < 5 cm (vegetasi tumbuhan bawah) menggunakan metode secara

langsung (Hairiah & Rahayu 2007).

2.5 Karbon

Karbon merupakan unsur utama dari gas rumah kaca yang berperan penting

pada peningkatan suhu permukaan bumi. Fungsi pohon, selain sebagai pemasok

oksigen, ternyata juga bisa meyimpan dan menyerap karbon di udara bebas. Oleh

karenanya, keberadaan hutan dan konservasi hutan merupakan keniscayaan untuk

(9)

Biomassa hutan sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Biomassa hutan

berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus karbon. Dari

keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% diantaranya tersimpan dalam vegetasi

hutan. Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan hutan, kebakaran, pembalakan

dan sebagainya akan menambah jumlah karbon di atmosfer (Sutaryo 2009).

Jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan di seluruh dunia mencapai 830 milyar

ton. Jumlah ini sama dengan kandungan karbon dalam atmosfer yang terikat

dalam CO2. Secara kasar, sekitar 40% atau 330 milyar ton karbon tersimpan

dalam bagian pohon dan bagian tumbuhan hutan lainnya di atas permukaan tanah,

sedangkan sisanya sekitar 60% atau 500 milyar ton tersimpan dalam tanah hutan

dan akar-akar tumbuhan di dalam hutan (Suhendang 2002).

Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan mempertahankan cadangan

karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan

deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan

gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah,

meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan

mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbaharui secara

langsung maupun tidak langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari,

atau aktivitas panas bumi. Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat

dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami,

menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau

mengurangi pemanenan kayu, dan mengembangkan hutan dengan jenis pohon

yang cepat tumbuh. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk

biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan

karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Rahayu et al. 2004).

2.6 Pendugaan Karbon

Biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon pada vegetasi

hutan, oleh karena 50% dari biomassa adalah karbon (Brown & Gaston 1996

dalam Agnita 2010). Untuk dapat menduga potensi karbon yang tersimpan dalam

(10)

C = Yn x 0,5

Keterangan : C = potensi karbon (ton/ha)

Yn = biomassa tegakan per hektar (ton/ha)

(11)

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011

pada areal PT. Wana Subur Lestari. Areal hutan yang dipilih dalam penelitian ini

adalah hutan tanaman A. crassicarpa umur 6 dan 12 bulan.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hutan tanaman A. crassicarpa masing-masing umur pohon 6 dan 12 bulan. Adapun alat-alat yang digunakan adalah kompas, pita meter, patok, alat pengukur tinggi (haga), kertas

label, tali rafia, kantong plastik, golok, timbangan, oven, alat dokumentasi, alat

tulis, kertas koran dan tally sheet.

3.3 Metode Pengambilan Data

Jenis-jenis data yang akan digunakan untuk kegiatan penelitian ini dibagi

menjadi dua, yaitu:

1. Data Primer : Data primer merupakan data yang secara langsung didapat dari

lapangan yang meliputi, tinggi total pohon dan diameter 1,3 m dari atas

tanah, berat kering dan berat basah sampel bagian kayu setiap areal

penelitian.

2. Data Sekunder: Data sekunder merupakan data penunjang penelitian berupa

kondisi umum wilayah, data iklim (curah hujan, suhu, kelembaban), jenis

tanah, vegetasi, peta lahan, peta luasan tanaman.

3.4 Metode Pengumpulan Data

a. Penentuan petak penelitian

Petak pengamatan yang akan digunakan dalam penelitian adalah areal hutan

(12)

20 m

Gambar 1 Desain petak penelitian untuk analisis vegetasi berupa pohon (20m x 20 m) A. crassicarpa (Pn= petak contoh pengukuran diameter dan tinggi pohon serta pengambilan sampel wood density pada salah satu pohon)

b. Inventarisasi tegakan A. crassicarpa

Inventarisasi tegakan meliputi pengukuran tinggi total, dan diameter

setinggi dada (dbh) pohon A. crassicarpa umur 6, dan 12 bulan yang berada pada petak pengamatan, serta diketahui juga wood densitynya.

c. Pengovenan

Pengovenan dari sampel bagian kayu yang diambil untuk mengetahui wood density dilakukan pada suhu 105°C selama 2 hari (48 jam).

3.5 Analisis Data

Setelah pengambilan data di lapangan kemudian melakukan analisis data

hasil inventarisasi untuk mengetahui karbon dan biomassa:

1. Pendugaan Biomassa

Pendugaan biomassa dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yang pertama

berdasarkan pendugaan volume kulit sampai batang bebas cabang yang kemudian

diubah menjadi kerapatan biomassa (ton/ha), sedangkan pendekatan kedua secara

langsung dengan menggunakan persamaan regresi biomassa (Brown 1997). Pada

umumnya metode yang kedua lebih sering digunakan dalam pendugaan biomassa,

dan dalam penelitan ini juga untuk pendugaan biomassa dengan pendekatan yang

kedua yaitu menggunakan persamaan regresi biomassa atau persamaan allometrik. Disamping itu, formula dalam Vadenicum Kehutanan (1976) juga dapat

digunakan sebagai dasar untuk menghitung biomassa pohon dan karbon yaitu :

(13)

Volume pohon (V) = ¼π. D². H. F

Biomassa pohon per ha (Yn) = V rata-rata per Ha x ρ

Keterangan : V = volume pohon (m³)

D = diameter pohon (m)

H = tinggi total pohon (m)

π = 3,14

F = angka bentuk Acacia crassicarpa (0,7) ρ = kerapatan kayu Acacia crassicarpa

2. Pendugaan Model

Pembuatan model menggunakan program minitabfor Windows Release 14

dan Microsoft Office Excel. Data yang digunakan untuk membangun persamaan

adalah biomassa dan variable bebasnya diameter (dbh) dan tinggi total dalam

meter. Model persamaan yang digunakan adalah model yang hanya terdiri dari

satu peubah saja;W = ADb, W = a + bD dan model yang terdiri dari dua peubah

bebas; W = aDb1Hb2 dan W = a + b1 + D + b2H begitupun dengan model pendugaan

simpanan karbonnya (C = aDb, C = a + bD, c = aDb1b2 dan C = a + b1D + b2H). Dimana

W adalah biomassa, C adalah karbon, D adalah diameter dalam meter, dan a;b

adalah konstanta. Keempat model tersebut digunakan untuk menduga hubungan

antara biomassa dan karbon dengan diameter dan tinggi pohon pada areal bekas

terbakar. Besarnya taraf nyata yang ditetapkan dalam pengujian adalah 5%.

3. Pendugaan Potensi Simpanan Karbon Tegakan Acacia crassicarpa

Biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon pada vegetasi

hutan, oleh karena 50% dari biomassa adalah karbon (Brown & Gaston 1996

dalam Agnita 2010).

Potensi karbon yang tersimpan dalam suatu pohon dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

C = Yn x 0,5

Keterangan : C = Potensi karbon (ton/ha)

(14)

3.6 Hipotesis Penelitian

Besarnya kandungan karbon hutan tanaman tegakan akasia (A. crassicarpa) PT. Wana Subur Lestari, terdapat hubungan signifikan yang berbanding lurus

antara biomassa tegakan A. crassicarpa dengan potensi karbon yang terkandung didalamnya, sehingga perlu dilakukan estimasi kandungan karbon yang tepat pada

tegakan akasia umur 12 bulan dan umur 6 bulan dengan kemampuan tumbuhnya

yang berbeda. Hipotesis yang diuji adalah pengaruh faktor umur tegakan pada

hutan, yaitu:

(15)

  PT. Wana Subur Lestari (WSL) memperoleh areal IUPHHK pada HTI

melalui proses lelang yang diadakan Departemen Kehutanan pada akhir tahun

2005 hingga tahun 2006. Dari proses lelang tersebut, PT. Wana Subur Lestari

dinyatakan sebagai pemenang, dan setelah memenuhi semua persyaratan yang

ditetapkan Departemen Kehutanan maka PT. Wana Subur Lestari memperoleh

areal IUPHHK pada HTI dalam Hutan Tanaman berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor : SK.220/Menhut-II/2007 tanggal 6 Juni 2007, seluas

40.040 ha, di Kecamatan Terentang dan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya (d/h.

Kabupaten Pontianak), Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 2). Jangka waktu

yang diberikan selama 100 tahun, terhitung sejak 6 Juni 2007 hingga 5 Juni 2107.

Areal IUPHHK pada HTI dalam Hutan Tanaman PT. Wana Subur Lestari seluas

40.040 ha, sebelumnya merupakan areal yang pernah menjadi areal Hak

Pengusahaan Hutan PT. Simanggang (bagian selatan dan timur) dan PT.

Kalimantan Sari (bagian barat dan utara). Pada awalnya areal ini termasuk dalam

wilayah Kabupaten Pontianak, setelah terjadi pemekaran termasuk dalam wilayah

Kabupaten Kubu Raya. Areal HTI PT. Wana Subur Lestari seluruhnya merupakan

hutan rawa gambut (lahan basah) yang kedalaman gambutnya rata-rata 2m.

Menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kondisi iklim yang dimiliki

kawasan PT. Wana Subur Lestari termasuk iklim basah karena rata-rata CH > 100

mm/bulan.

(16)

Pembangunan hutan tanaman yang dilaksanakan PT. Wana Subur Lestari

yang tertulis dalam RKT IUPHHK-HTI tahun 2010 sebagai dasar dan pedoman

pelaksanaan operasional usaha pemanfaatan hasil kayu pada HTI dengan tujuan

untuk menghasilkan kayu serat. Untuk dapat memasok bahan baku kayu secara

terus-menerus dengan kuantitas dan kualitas yang memadai, maka diperlukan

pengelolaan hutan tanaman yang benar dan secara lestari. Areal yang berada di

PT. Wana Subur Lestari terbagi kedalam beberapa zona, yaitu zona kawasan

konservasi, zona kawasan tanaman kehidupan, zona kawasan lindung dan zona

kawasan tanaman pokok. Areal kerja PT. Wana Subur Lestari terbagi menjadi 4

lokasi, yaitu Estate Terentang, area blok I, area blok VI dan Log Pond (Gambar

3).

(17)

5.1 Hasil

Penelitian ini dilakukan pada lokasi umur yang berbeda yaitu hutan tanaman

akasia (A. crassicarpa) di tegakan berumur12 bulan dan di tegakan berumur 6 bulan. Jarak tanam pohon pada masing-masing areal hutan tanaman akasia adalah

(3 x 2,5) meter. Kedua lokasi penelitian tersebut terletak di areal Hutan Tanaman

(HTI) PT. Wana Subur Lestari, Kalimantan Barat.

.

Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

5.1.1 Potensi Volume

Pengukuran volume pohon ditegakan dilakukan dengan cara mengukur

tinggi pohon (m) dan keliling pohon (cm) kemudian hasil pengukuran tersebut

dikonversi dengan angka bentuk A. crassicarpa (0,7), sehingga didapat volume pohon akasia. Volume pohon yang didapat akan memberikan informasi mengenai

potensi volume tegakan akasia (A. crassicarpa) pada areal tegakan umur 12 bulan

dan umur 6 bulan. Potensi volume tegakan akasia (A. crassicarpa) pada kedua umur tegakan dapat dilihat pada Tabel 1.

(18)

Tabel 1 Potensi volume tegakan Acacia crassicarpa pada umur 6 bulan dan umur 12 bulan di HTI PT.Wana Subur Lestari

Umur

tegakan umur, berdasarkan Tabel 1 terdapat perbedaan, untuk tegakan akasia

umur 12 bulan memiliki jumlah pohon yang lebih sedikit dibandingkan dengan

tegakan akasia umur 6 bulan. Untuk tegakan akasia umur 12 bulan jumlah

pohonnya sebanyak 144 pohon/ha, sedangkan untuk tegakan akasia umur 6 bulan

jumlah pohonnya sebanyak 278 pohon/ha. Perbedaan jumlah pohon tersebut

disebabkan karena faktor-faktor yang berkaitan dengan keadaan tempat tumbuh,

walaupun kedua tegakan tersebut berada dalam satu wilayah atau estate yang

sama (estate Terentang), tetapi kualitas tempat tumbuhnya dapat berbeda serta

kesesuaian lokasi tempat tumbuh untuk tanaman yang kurang tepat. Kemungkinan

kualitas bibit yang kurang baik serta adanya serangan hama dan penyakit pada

(19)

Gambar 5 Potensi volume pohon Acacia crassicarpa pada tegakan umur 6 bulan dan pada tegakan umur 12 bulan

5.1.2 Potensi Biomassa Pohon

Dalam peneltitian ini, biomasaa yang diukur adalah total biomasaa yang

terdapat didalam pohon akasia (A. crassicarpa). Potensi biomassa hutan dapat diketahui melalui data hasil inventarisasi baik dengan menggunakan faktor

konversi volume ke biomassa maupun persamaan allometrik yang

menghubungkan dimensi pohon (diameter dan tinggi pohon) dengan biomassanya

(Tiryana 2005). Kandungan biomasaa pohon yang terdapat pada tiap tegakan

berbeda, tegakan akasia (A. crassicarpa) pada umur 12 bulan memiliki potensi biomassa yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan potensi biomassa pohon

pada tegakan akasia umur 6 bulan. Potensi biomassa pohon akasia pada petak

umur 12 bulan adalah 20,9497 ton/ha, sedangkan untuk tegakan akasia pada umur

6 bulan adalah 7,2483 ton/ha.

(20)

0  umur 6 bulan dan pada tegakan umur 12 bulan

5.1.3 Potensi Simpanan Karbon

Potensi simpanan karbon yang dilakukan pada penelitian ini adalah potensi

simpanan karbon yang terdapat pada pohon akasia (A. crassicarpa) pada masing-masing umur tegakan (12 bulan dan 6 bulan). Hasil perhitungan dilapangan

menggunakan studi tentang biomassa yaitu dengan mengkonversi perhitungan

jumlah biomassa yang didapat dengan faktor konversi 0,5 dimana hampir 50%

dari biomassa pada vegetasi hutan tersusun atas unsur karbon (Brown 1997).

Potensi simpanan karbon yang terdapat pada pohon akasia (A. crassicarpa) pada umur 12 bulan adalah 10,4749 ton/ha, sedangkan untuk potensi simpanan

karbon yang dimiliki oleh tegakan akasia umur 6 bulan lebih sedikit yaitu 3,6242

ton/ha. Hal tersebut disebabkan oleh potensi biomassa yang dimiliki oleh tegakan

akasia (A. crassicarpa) umur 12 bulan lebih tinggi daripada potensi biomassa

pohon akasia pada umur 6 bulan, dimana sebanyak 50% dari biomassa

mengandung karbon.

(21)

0  tegakan umur 12 bulan dan pada tegakan umur 6 bulan

5.1.4 Hasil Analisis Data Simpanan Karbon

Hasil simpanan karbon pohon yang telah diperoleh baik pada tegakan

akasia umur 12 bulan maupun tegakan akasia umur 6 bulan, kemudian diuji secara

statistik dengan uji-t. Dimana hasil uji-t dalam menguji hipotesis yang telah dibuat

yaitu faktor umur, dapat dilihat dari nilai p-value. Nilai p-valeu < 0,001 sehingga

pada taraf nyata 5% tolak H0 : τı = τ2 = 0 (umur tegakan tidak berpengaruh), dan memiliki arti dapat terima H1 : min ada satu τ1 ≠ 0, i = 1, 2. Dapat disimpulkan pada taraf nyata 5% ada atau terdapat faktor umur tegakan yang berpengaruh

terhadap simpanan karbon pohon di hutan tanaman.

5.2 Pembahasan

Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah hutan tanaman yang dibangun dalam

rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan

silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan,

terutama kayu. Penelitian dilakukan di tegakan akasia umur 12 bulan dan pada

umur 6 bulan yang berada di areal Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Wana

Subur Lestari (WSL) Terentang, Kalimantan Barat. Areal HTI ini seluruhnya

(22)

merupakan hutan rawa gambut (lahan basah) yang kedalamannya rata-rata 2m,

dan jenis A. crassicarpa merupakan salah satu jenis yang dipilih untuk dikembangkan pada areal HTI tersebut.

Salah satu jenis akasia yang memiliki adaptabilitas dan pertumbuhan yang

baik pada kondisi lahan kritis ialah A. crassicarpa dan tanaman tersebut juga tahan pada tanah masam sekitar pH 3.5, oleh sebab itu di areal HTI terutama areal

hutan rawa gambut yang merupakan ekosistem yang spesifik dan rapuh, baik

dilihat dari segi habitat lahannya yang berupa gambut dengan kandungan bahan

organik yang tinggi dengan ketebalan mulai dari kurang dari 0,5 meter sampai

dengan kedalaman lebih dari 20 m. Dengan adanya pembangunan HTI dapat

berperan baik sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Pohon-pohon muda

tumbuh lebih cepat dan menyerap lebih banyak karbondioksida dibandingkan

pohon-pohon tua. Pohon-pohon tua paling sedikit mengikat karbondioksida, tetapi

lebih banyak menyimpan karbon dalam biomassanya (Ramadhan 2011).

Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui terdapat perbedaan potensi

volume dari tegakan akasia pada umur 12 bulan dengan tegakan akasia pada

umur 6 bulan. Potensi volume dari pohon akasia per hektar umur 12 bulan

jumlahnya jauh lebih besar yaitu 7,7591 m³/ha, sedangkan potensi volume yang

dimiliki oleh tegakan akasia umur 6 bulan lebih sedikit yaitu 4,1419 m³/ha.

Perbedaan yang lain terlihat dari jumlah pohon yang tidak sama pada tiap yang

mempengaruhi kerapatan pohon. Meskipun pohon pada tegakan umur 6 bulan

cukup baik, karena jumlah pohonnya lebih banyak yaitu 278 pohon dibandingkan

dengan pohon pada tegakan umur 12 bulan yang jumlahnya hanya ada 144 pohon.

Sedangkan, jumlah pohon yang terdapat pada tegakan umur 12 bulan lebih sedikit

daripada pohon pada tegakan umur 6 bulan disebabkan karena pada saat proses

penanaman lahan atau media tanamnya masih dalam keadaan waterlock atau tergenang air, sehingga tanaman mati atau tumbuh tidak sempurna. Kematian

yang terjadi pada pohon juga dapat diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit

serta kualitas bibit yang kurang baik. Perbedaan jumlah pohon pada tegakan umur

6 bulan dan umur 12 bulan tidak berpengaruh terhadap perbedaan jumlah potensi

volume dari kedua tegakan umur pohon tersebut. Perbedaan potensi volume pada

(23)

pohon dan kerapatannya lebih rendah dibandingkan tegakan akasia umur 6 bulan,

sehingga dapat mempengaruhi potensi volume pada masing-masing tegakan, serta

pertumbuhan alami pohon dari tegakan umur 12 bulan jauh lebih besar dan waktu

penanamannya yang dilakukan lebih awal dibandingkan dengan pohon akasia

pada tegakan umur 6 bulan, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap

meningkatnya diameter dan volume yang dimiliki kedua umur tegakan akasia.

Perbedaan potensi volume dari kedua umur tegakan tersebut dapat dilihat pada

Tabel 1 dan Gambar 5. Pada Tabel 1 terlihat bahwa, pohon pada tegakan umur 12

memiliki diameter rata-rata dan volume per pohon lebih besar yaitu 7,8291 cm

dan 0,0107 m³, sedangkan pohon pada tegakan umur 6 bulan hanya memiliki

diameter rata-rata sebesar 4,2742 cm dan volume per pohon sebesar 0,0029 m³.

Hasil pendugaan biomassa pohon pada tegakan akasia diperoleh hasil

berbeda jauh pada tiap umur tegakan. Pada gambar 6 dapat dilihat bahwa tegakan

pohon akasia umur 12 bulan memilki nilai potensi biomassa yang lebih besar

yaitu 20,9497 ton/ha jika dibandingkan dengan tegakan pohon akasia umur 6

bulan yang hanya memilki nilai potensi biomassa sebesar 7,2483 ton/ha. Besarnya

nilai potensi biomassa pohon pada tegakan akasia umur 12 bulan dibandingkan

dengan biomassa pohon tegakan akasia umur 6 bulan dikarenakan faktor umur

tegakan yang lebih tua, makin besar potensi biomassa tegakan diakibatkan oleh

makin tua umur tegakan tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena diameter pohon

mengalami pertumbuhan melalui pembelahan sel yang berlangsung secara terus

menerus dan akan semakin lambat pada umur tertentu. Pada akhirnya akan

terbentuk sel-sel baru yang akan menambah diameter batang (Sjostrom 1998

dalam Yuniawati 2011), sehingga perbedaan potensi biomassa pohon antara kedua umur tegakan tersebut cukup jauh, yaitu potensi biomassa pohon pada

tegakan akasia umur 12 bulan besar nilainya hampir tiga kali dari nilai potensi

biomassa pohon pada tegakan akasia umur 6 bulan. Gambut merupakan media

tanam yang miskin unsur hara dan sifat kemasaman yang tinggi sehingga pada

umumnya tanaman mempunyai pertumbuhan yang lambat. Pada Tabel 2 dapat

dilihat, fakta dilapangan menunjukkan nilai biomassa pohonnya lebih kecil dan

tingkat kerapatan pohon pada tegakan umur 6 bulan lebih rapat dibandingkan

(24)

persaingan unsur hara yang tinggi, sehingga tidak mendukukung fungsi fisiologis

dengan baik. Apabila proses fisiologis berlangsung dengan baik maka proses

pembentukan jaringan tubuh tanaman akan berjalan sempurna sehingga dapat

meningkatkan biomassa tanaman dalam satuan ton per hektar. Selain itu,

dilapangan tidak menerapkan pemupukan pada saat bibit sudah ditanam di

lapangan. Pemupukan di lapangan sebenarnya sangat penting terutama pada

media tanam yang miskin umsur hara seperti gambut, karena pemupukan di

lapangan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan pohon. Hal ini juga yang

menyebabkan nilai potensi biomassa pada kedua tegakan umur tersebut nilai

potensi biomassanya tidak terlalu besar. Faktor lain yang mempengaruhi laju

peningkatan karbon atau biomassa pohon adalah umur dan kerapatan tegakan,

komposisi dan strukturtegakan, serta kualitas tempat tumbuh (Madgwick 1976

dalam Ramadhan 2011). Besarnya nilai potensi biomassa pohon yang dimiliki pada masing-masing tegakan umur pohon akasia, akan berpengaruh terhadap

beasarnya nilai potensi simpanan atau kandungan karbon pohon pada tegakan

umur tersebut.

Pendugaan potensi simpanan karbon dalam suatu tegakan dapat dilihat dari

besarnya potensi biomassa yang ada. Biomassa hutan dapat memberikan dugaan

sumber karbon pada vegetasi hutan, karena 50% dari biomassa adalah karbon

(Brown & Gaston dalam Salim 2005). Maka dari itu, potensi simpanan karbon pohon pada tegakan akasia adalah setengah dari potensi biomassanya yang artinya

bahwa peningkatan jumlah biomassa akan meningkatkan jumlah potensi simpanan

karbon. Pada hasil pengolahan data biomassa, pohon akasia pada tegakan umur 12

bulan memiliki nilai potensi simpanan karbonnya lebih besar dibandingkan

dengan nilai potensi simpanan karbon pohon akasia pada tegakan umur 6 bulan.

Pada Gambar 5 menunjukkan hasil perhitungan potensi simpanan karbon pohon

pada tegakan umur 12 bulan adalah sebesar 10,4748 ton/ha, sedangkan hasil

potensi simpanan karbon pohon tegakan akasia umur 6 bulan lebih sedikit yaitu

3,6242 ton/ha, hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi umur tanaman

maka massa karbon pohon pada tegakan semakin besar. Tingginya massa karbon

pada tegakan hutan meningkat pada setiap peningkatan umur tanaman, hal ini

(25)

menjadi lebih besar yang dihasilkan dari proses fotosintesis (Yuniawati 2011).

Hal itu tersebut sejalan dengan Hairiah dan Rahayu (2007) yang menyatakan

bahwa potensi massa karbon dapat dilihat dari biomassanya tegakan yang ada.

Besarnya massa karbon tiap bagian pohon dipengaruhi oleh massa biomassa

vegetasi. Perbandingan potensi kandungan karbon pada masing-masing tegakan

berbanding lurus dengan perbandingan potensi biomassanya. Hal tersebut dapat

terlihat pada hasil pengolahan data biomassa menunjukkan potensi simpanan

karbon pada tegakan akasia umur 12 bulan hasilnya lebih besar jika dibandingkan

dengan potensi simpanan karbon pada tegakan akasia umur 6 bulan.

Hasil potensi simpanan karbon pohon yang telah diperoleh pada tegakan

akasia umur 12 bulan dan tegakan umur 6 bulan tahun tanam 2010, kemudian

dianalisis kembali menggunakan statistika untuk menguji keaktualan data dengan

pengujian statistik uji-t atau uji sebaran t dan analisis statistiknya menggunakan

pengujian hipotesis yang telah dibuat. Hasil analisis data untuk menguji hipostesis

yaitu pada faktor umur diperoleh nilai p-value < 0,001 dan nilai tersebut < 0,05

sehingga pada taraf nyata 5% tolak H0 : τı = τ2 = 0 (umur tegakan tidak berpengaruh), dan memiliki arti dapat terima H1 : min ada satu τ1 ≠ 0, i = 1, 2. Dapat disimpulkan pada taraf nyata 5% ada atau terdapat umur yang berpengaruh

terhadap potensi simpanan karbon pohon di hutan tanaman.

Hasil analisis data dilapangan dengan menggunakan statistik menunjukkan

hasil yang berkesesuaian dengan kondisi yang ada dilapangan. Pengujian statistika

tersebut mampu membuktikan hipotesis yang dibuat, yaitu faktor umur tegakan

memberikan pengaruh terhadap simpanan karbon pohon di hutan tanaman.

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil analisis statistika ini adalah umur

tegakan pengamatan yang memberikan pengaruh terhadap simpanan karbon

pohon di hutan tanaman adalah umur tegakan yang lebih tua (tegakan umur 12

(26)

6.1 Kesimpulan

1. Potensi simpanan karbon pohon pada tegakan Acacia crassicarpa umur 12 bulan jumlahya adalah 10.4749 ton/ha, sedangkan potensi simpanan

karbon pohon pada tegakan umur 6 bulan adalah 3,6242 ton/ha.

2. Terdapat perbedaan potensi simpanan karbon pohon pada salah satu umur

tegakan Acacia crassicarpa, yaitu tegakan akasia umur 12 bulan, sehingga dapat dinyatakan bahwa tegakan yang lebih tua menyimpan karbon lebih

besar.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian mengenai potensi simpanan karbon pada semua

jenis vegetasi yang terdapat di tegakan.

2. Pertumbuhan tanaman dapat mempengaruhi potensi simpanan karbon dan

teknik penyiapan lahan serta teknik penanaman maupun pemeliharaannya

harus diperhatikan, sehingga perlu adanya adanya manajemen penanaman

(27)

i

PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON POHON PADA

TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (

Acacia crassicarpa

A. Cunn Ex. Benth) DI AREAL PT. WANA SUBUR LESTARI,

KALIMANTAN BARAT

ANDITYA WARDANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(28)

(Tectona grandis Linn.F) di areal KPH Cianjur Perum Perhutani II Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan. Insitut Pertanian. Bogor.

Arief A. 2001. Hutan & Kehutanan.Yogyakarta : Kanisius.

Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests. FAO : USA.

Hairiyah K, Rahayu S. 2007. Petunjuk Praktis Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor: World Agroforestry Center-ICRAF, SEA Regional Office.

Kusmana C. 1993. A study on mangrove forest management base on ecological data in East Sumatera, Indonesia [disertation].Japan : Kyoto Unversity, Faculty of Agriculture.

Marispatin N, Ginoga K, Pari G, Dharmawan WS, Siregar CA, Wibowo A, Puspasari D, Utomo AS, Sakuntaladewi N, Lugina M, et al. 2010.

Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

[Prohati] Yayasan Kehati dan Prosea. 2007. Keanekaragaman hayati tumbuhan Indonesia: kategori tumbuhan perintis.http://www.proseanet. org/ prohati2 /browser.php?doesid=333 [3 Mei 2011].

PT. Wana Subur Lestari. 2007. Rencana Karya Tahunan IUPHHK-HTI PT. Wana Subur Lestari 2010. Pontianak. PT. Wana Subur Lestari.

Rahayu M, Mulyana A. 2002. Analisis teknologi pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) pada industri semen. J Sains dan Teknologi Indonesia.

4:174–182.

(29)

Siahaan AF. 2009. Pendugaan simpanan karbon di atas permukaan lahan pada tegakan eukaliptus (Eucalyptus sp.) di sektor Habinsaran PT. Toba Pulp Lestari Tbk [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Sianturi SD. 2004. Potensi karbon di atas permukaan tanah pada hutan rakyat sengon (studi kasus di Desa Pacekelan, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Sofiyuddin M. 2007. Potensi hutan rakyat jati dan mahoni yang teridentifikasi untuk perdagangan karbon: studi kasus di Desa Selopuro, Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Suhendang E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Sutaryo D. 2009. Perhitungan Biomassa: Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Bogor: Wetlands International Indonesia Programe.

Tiryana T. 2005. Pengembangan metode pendugaan sebaran potensi simpanan biomassa dan karbon pada hutan tanaman mangium (Acacia mangium Willd.) [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Widyasari NAE. 2010. Pendugaan biomassa dan potensi karbon terikat di atas permukaan tanah pada hutan gambut merang bekas terbakar di Sumatra Selatan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

(30)

i

PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON POHON PADA

TEGAKAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (

Acacia crassicarpa

A. Cunn Ex. Benth) DI AREAL PT. WANA SUBUR LESTARI,

KALIMANTAN BARAT

ANDITYA WARDANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(31)

iv

PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON POHON PADA TEGAKAN

HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Acacia crassicarpa A. Cunn Ex. Benth) DI

AREAL PT. WANA SUBUR LESTARI, KALIMANTAN BARAT

ANDITYA WARDANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(32)

iii

RINGKASAN

ANDITYA WARDANI. Pendugaan Kandungan Karbon Pohon pada Tegakan

Hutan Tanaman Industri (Acacia crassicarpa A. Cunn Ex. Benth) di Areal PT.

Wana Subur Lestari, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh BAMBANG HERO SAHARJO.

Hutan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting dan bermanfaat dalam kehidupan. Keberadaan hutan mempunyai peran penting dalam mengurangi

CO2 di atmosfer, karena hutan mampu menyerap dan menyimpan karbon serta

mengeluarkannya dalam bentuk O2. Hutan di Indonesia memiliki potensi yang

besar dalam mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK), dan kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon dipengaruhi oleh jenis yang ditanam, kondisi tempat tumbuh dan teknik silvikultur atau intensitas pemeliharannya. Pohon

akasia (Acacia crassicarpa) merupakan salah satu jenis pohon pionir berdaur

pendek dan cepat tumbuh yang dibudidayakan di hutan tanaman industri, karena kemampuannya menyimpan karbon dalam jumlah besar. Kemampuan tanaman akasia dalam mengikat karbon masih dalam tahap penelitian yang dilakukan terus sampai saat ini, khususnya dalam mendukung isu global yang bisa dimanfaatkan dari hutan tanaman industri.

Penelitian ini dilaksanakan di areal lahan IUPHHK-HT PT. Wana Subur

Lestari. Areal yang dipilih adalah hutan tanaman Acacia crassicarpa umur 6

bulan dan 12 bulan. Penelitian dimulai dari bulan Juni sampai Agustus 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi simpanan karbon pada pohon dan mengetahui apakah umur tegakan berpengaruh terhadap simpanan karbon pohon. Hasil yang data yang diperoleh diolah melalui pendekatan biomassa yang kemudian dikonversi menjadi simpanan karbon dalam ton/ha. Untuk mengetahui pengaruh faktor umur tegakan terhadap simpanan karbon digunakan analisis dengan menggunakan uji-t.

Karbon pohon pada tegakan Akasia umur 12 bulan memiliki nilai simpanan karbon sebesar 10.4749 ton/ha sedangkan simpanan karbon pohon pada tegakan umur 6 bulan nilainya lebih kecil,yaitu hanya 3,6241 ton/ha. Hasil uji statistik menggunakan uji-t menunjukkan nilai p-value < 0,001 pada taraf nyata 5%, yang artinya bahwa umur tegakan mempengaruhi nilai simpanan karbon pohon.

(33)

Industrial Planted Forest (Acacia crassicarpa A. Cunn Ex Benth) in Areal of PT. Wana Subur Lestari, West Kalimantan. Supervised by BAMBANG HERO SAHARJO.

Forest was nature resource that very important and worthwhile for life. Existence of forest has critical role to decrease CO2 in atmosphere caused by its ability to absorb carbon and release it in form of O2. Forest in Indonesia have great potential in decreasing of Green House Gasses (GHG), and the ability of planted forest to store carbon was affected by planted species, condition on planted area and silviculture technique or intensity of the maintenance. Acacia (Acacia crassicarpa) was one of pioneer tree that has short leaf and fast growing which cultured in industrial planted forest caused by its ability to store carbon in huge quantity. Ability of Acacia to fix carbon was still in ongoing research stage, especially to support global issue that could be utilized from industrial planted forest.

This research was conducted in area of IUPHHK-HT PT. Wana Subur Lestari. The selected area is a forest of Acacia crassicarpa on the of age 6 months and 12 months. This research was supposed to estimate potential of carbon storage in tree and to know the effect of stand’s age to tree’s carbon storage. Obtained data then processed through biomass approach and then conversed into carbon storage in ton/ha. To know the effect of stand’s age factor to carbon storage, it was analyzed by using t-test.

Tree’s carbon in 12 monts aged Acacia stand has higher carbon storage value, that was 10.4749 ton/ha, than carbon storage of 6 months aged Acacia stand, that was 3.6241 ton/ha. Result of statistical test by using t-test shows that p-value < 0.001 in significant degree 5%, which mean that stand’s age has significant effect to the value of tree’s carbon storage.

(34)

v Judul Penelitian : Pendugaan Kandungan Karbon Pohon pada Tegakan Hutan

Tanaman Industri (Acacia crassicarpa A. Cunn Ex. Benth)

Di Areal PT. Wana Subur Lestari, Kalimantan Barat Nama Mahasiswa : Anditya Wardani

NRP : E44070039

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr NIP. 196411110 199002 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP. 19601024 198403 1 009

(35)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendugaan

Kandungan Karbon Pohon pada Tegakan Hutan Tanaman Industri (Acacia

crassicarpa A. Cunn Ex. Benth) Di Areal PT. Wana Subur Lestari adalah benar

hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah

digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2012

Anditya Wardani NIM. E44070039

 

 

 

 

 

 

 

 

(36)

vii

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pendugaan

Kandungan Karbon Pohon pada Tegakan Hutan Tanaman Industri (Acacia

crassicarpa A. Cunn Ex. Benth) di Areal PT. Wana Subur Lestari, Kalimantan

Barat dapat diselesaikan.

Hutan tanaman ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan baku

kayu untuk industri. Salah satu jenis akasia, yaitu A. crassicarpa merupakan jenis

tanaman cepat tumbuh yang dibudidayakan di hutan tanaman industri. Penelitian

ini bertujuan untuk menduga potensi simpanan karbon pada tegakan Akasia

berumur enam bulan dan yang berumur dua belas bulan. Hutan di Indonesia

memiliki potensiyang besar dalam mengurangi Gas Rumah Kaca (GRK), dan

kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon dipengaruhi oleh jenis

yang ditanam, kondisi tempat tumbuh dan teknik silvikultur atau intensitas

pemeliharannya maka diharapkan hutan tanaman memberikan simpanan karbon

yang potensinya yang besar dalam menyerap dan mengurangi penyebaran Gas

Rumah Kaca (GRK) di udara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

kritik dan saran yang membangun penulis harapkan demi perbaikan dan

pengembangan lebih lanjut. Penulis berharap karya ilmiah kecil ini tidak

mengurangi hakikat kebenaran ilmiahnya dan bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkannya.

Bogor, April 2012

(37)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama Anditya Wardani dilahirkan di Jakarta pada tanggal

02 Oktober 1989 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Andi Anwar

Langgamu dan Munawar Daud. Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun

1995 di SDN Jatiwaringin IX Pondok Gede-Bekasi dan menyelesaikannya pada

tahun 2001. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 51 Jakarta

tahun 20012004 dan melanjutkan pendidikan di SMA Pusaka Nusantara 1

Jakarta dan lulus SMA tahun 2007. Pada tahun yang sama melanjutkan masuk

IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dengan memilih mayor

Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan sebagai pilihan pertama, pada tingkat

dua dan selanjutnya memilih serta menekuni bidang Kebakaran Hutan dan Lahan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis tergabung dan aktif dalam himpunan

profesi mahasiswa Silvikultur yaitu Tree Grower Community (TGC) dalam

himpunan tersebut penulis tergabung sebagai pengurus sekaligus anggota. Penulis

juga melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) jalur Gunung

Papandayan-Sancang, melakukan kegiatan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di

Hutan Pendidikan Gunung Walat serta melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP)

di Hutan Tanaman Industri PT. Wana Subur Lestari, Kalimantan Barat.

Untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB,

penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Pendugaan Kandungan Karbon

Pohon Pada Tegakan Hutan Tanaman Industri (Acacia crassicarpa A. Cunn Ex.

Benth) di Areal PT. Wana subur Lestari, Kalimantan Barat”dibawah bimbingan

Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr.

Bogor, April 2012

(38)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang tua tercinta, penulis ingin

menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu kelancaran terselesaikannya penyusunan skripsi, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr yang telah menjadi dosen

pembimbing skripsi yang selama ini telah membimbing, membina dan

memberikan banyak nasihat hingga tersusunnya skripsi ini dengan baik.

2. Ayahanda Andi Anwar Langgamu, Ibunda Munawar Daud dan Kak Andhika

Wardiana tercinta yang selalu mendoakan, memberikan segala dukungan dan

telah menjadi sumber inspirasi bagi penulis, serta keluarga besar atas doanya.

3. Seluruh dosen-dosen Departemen Silvikultur atas bimbingannya serta staf

Departemen Silvikultur dan teknisi laboratorium Kebakaran Hutan atas

bantuannya.

4. Pihak BUMN yang telah memberikan beasiswa dan membantu penelitian ini.

5. Bapak Wayan, Bapak Tri, Bapak Asep, Bang DJ, Abah Dedi, Bang Dani, Bang

Dody, Bang Indra, beserta seluruh jajaran PT. Wana Subur Lestari yang telah

membantu kelancaran pelaksanaan penelitian.

6. Nuryanto Hendro Subroto S.Sn, orang terdekat yang selalu medoakan,

memberikan semangat dan segala bentuk dukungan serta kesabarannya.

7. Teman-teman PKP Adit, Alex dan Ririn yang telah membantu penelitian ini

8. Teman-teman Departemen SVK 44, sahabat terbaik Dikdik, Ranny, Dyah,

Nifa, Wiwit, Ucik, Ridho THH 44, Gya BDP 44 dan Dwi Regina’s.

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah

membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, April 2012

(39)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Gas Rumah Kaca (GRK) ... 3

2.2 Tinjauan Umum Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth... 3

2.3 Biomassa ... 5

2.4 Pengukuran dan Pendugaan Biomassa... 6

2.5 Karbon... 7

2.6 Pendugaan Karbon ... 8

BAB III METODE PENELITIAN ... 10

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

3.2 Alat dan Bahan... 10

3.3 Metode Pengambilan Data ... 10

3.4 Metode Pengumpulan Data... 10

3.5 Analisis Data ... 11

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN... 14

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

5.1 Hasil ... 16

5.1.1 Potensi Volume... 16

5.1.3 Potensi Simpanan Karbon ... 19

5.1.4 Hasil Analisis Data Simpanan Karbon ... 20

5.2 Pembahasan... 20

(40)

xi BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

6.1 Kesimpulan ... 25

6.2 Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

LAMPIRAN... 28 

(41)

xii   

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Potensi volume tegakan Acacia crassicarpa pada tegakan umur 6

bulan dan tegakan umur 12 bulan di PT. Wana Subur Lestari...17 

2 Potensi biomassa pohon Acacia crassicarpa pada tegakan umur 6

bulan dan 12 bulan………...19 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(42)

xiii    

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Desain petak penelitian untuk analisis vegetasi berupa pohon

(20m x 20 m) A. crassicarpa... 11 

2 Peta lokasi PT. Wana Subur Lestari ... 14 

3 Peta lokasi operasional penanaman HTI PT. Wana Subur Lestari ... 15 

4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan... 16 

5 Potensi volume pohon Acacia crassicarpa pada tegakan umur 6

bulan dan pada tegakan umur 12 bulan... 18 

6 Potensi biomassa pohon tegakan Acacia crassicarpa pada tegakan

umur 6 bulan dan pada tegakan umur 12 bulan ... 19 

7 Potensi simpanan karbon pohon di tegakan Acacia crassicarpa pada

tegakan umur 12 bulan dan pada tegakan umur 6 bulan... 20   

(43)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Rekapitulasi data tegakan Umur 6 Bulan... 29

2 Rekapitulasi data tegakan Umur 12 Bulan... 31

(44)

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan bermanfaat

bagi hidup dan kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat

langsung dari keberadaan hutan di antaranya adalah kayu, hasil hutan bukan kayu

dan satwa, sedangkan manfaat tidak langsungnya adalah berupa jasa lingkungan,

baik sebagai pengatur tata air, fungsi estetika, maupun sebagai penyedia oksigen

dan penyerap karbon. Pemanfaatan hutan yang tidak diimbangi oleh usaha

pemeliharaan dan perawatan akan mengakibatkan kerusakan hutan sekaligus

kerugian bagi manusia, sehingga diperlukan usaha konkrit yang

berkesinambungan dalam memperbaiki pengelolaan hutan untuk menjamin

kelestarian hutan di masa yang akan datang (Siahaan 2009).

Keberadaan hutan dan keseimbangan ekosistemnya sangat berperan penting

dalam mengurangi CO2di atmosfer, karena hutan mampu menyimpan karbon

(carbon sink) dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk O2 meskipun

persentasenya sangat kecil sekali (Arief 2001). Dengan meningkatnya kandungan

CO2 akan menyebabkan kenaikan suhu bumi akibat adanya efek gas rumah kaca

(GRK). Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengan

bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu

menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini

antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh

menjadi makin besar atau makin tinggi.

Kemampuan hutan tanaman dalam menyimpan karbon dipengaruhi oleh

jenis yang ditanam, kondisi tempat tumbuh dan teknik silvikultur atau intensitas

pemeliharannya. Jenis pohon daur pendek dihutan tanaman yang memiliki

prospek menyimpan karbon dalam jumlah besar diantaranya adalah sengon dan

Acacia crassicarpa, pohon tersebut ternasuk ke dalam jenis pionir dan cepat

tumbuh (Masripatin et al. 2010). Kemampuan tanaman akasia dalam mengikat karbon masih dalam tahap penelitian yang dilakukan terus sampai saat ini

khususnya dalam mendukung isu iklim global yang bisa dimanfaatkan dari hutan

(45)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga potensi karbon yang

tersimpan pada pohon Acacia crassicarpa yang terdapat di areal PT. Wana Subur Lestari.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengelola hutan tanaman

Acacia crassicarpa di areal PT. Wana Subur Lestari khususnya dan umumnya dapat memberikan gambaran serta informasi tentang simpanan karbon di atas

permukaan tanah pada pohon (A. crassicarpa).

(46)

2.1 Gas Rumah Kaca (GRK)

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena

terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan

tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbon

dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (NO) yang lebih dikenal dengan

gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang

membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem (Hairiyah dan Rahayu

2007). Kelompok Gas Rumah Kaca terdiri dari karbondioksida (CO2), metana

(CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC),

sampai sulfur heksafluorida (SF6) (Rahayu & Mulyana 2002). Emisi GRK yang

timbul, pada umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas

dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan untuk pembukaan lahan.

Kegiatan tersebut dapat menghasilkan gas-gas rumah kaca yang makin lama

makin banyak jumlahnya di atmosfer.

2.2 Tinjauan Umum Acacia crassicarpa A. Cunn. Ex Benth

Pohon Acacia crassicarpa termasuk salah satu jenis pohon daur pendek dihutan tanaman yang memiliki prospek menyimpan karbon dalam jumlah besar

dan ternasuk ke dalam jenis pionir dan cepat tumbuh (Masripatin et al. 2010). Selain itu A. crassicarpa merupakan salah satu jenis kategori tumbuhan perintis/reklamasi A. crassicarpa termasuk kedalam suku Fabaceae.

Taksonomi A. crassicarpa:

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua /dikotil)

Sub Kelas : Rosida

Ordo : Fabales

Suku : Fabaceae (suku polong-polongan)

Marga : Acacia

(47)

Kata crassicarpa sendiri berasal dari bahasa latin yaitu crassus dan carpus.

Crassus berarti tebal dan carpus adalah buah A. crassicarpa juga memiliki nama lain dalam bahasa Inggris yaitu Northern wattle dan Papua New Guinea red

wattle. A. crassicarpa tumbuh alami di bagian timurlaut Queensland, barat daya Papua New Guinea dan di bagian tenggara Irian Jaya.

A. crassicarpa pada umumnya tumbuh di daerah tropik dan subtropik, yang secara geografis terletak pada 8–20°LS, dengan ketinggian tempat berkisar pada 0200(-450) m dpl, dan dengan curah hujan tahunan berkisar antara 500 mm (di

Australia) hingga 3500 mm (di Papua New Guinea dan Irian). Tempat tumbuh

jenis ini memiliki rata-rata suhu udara minimum berkisar pada 15–22°C dan suhu udara maksimum adalah 31–34°C. A. crassicarpa dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah (calcareous beach sands, yellow earths derived from granite, red earths on basic volcanic rock to alluvial and colluvial soils derived from a variety of

parent material). Di Papua New Guinea dan Irian Jaya, A. crassicarpa ditemukan tumbuh pada tanah lapang yang bergelombang, pada tempat-tempat dengan

pengairan yang baik, tanah-tanah dengan kadar asam tinggi. Di Papua New

Guinea, A. crassicarpa sering ditemukan tumbuh dengan A. aulacocarpa, A. auriculiformis dan A. mangium (Prosea 2007).

Pohonnya berukuran kecil atau sedang, tingginya dapat mencapai 25–30 m, batang lurus tegak berdiameter 50 cm. Kulit batang berwarna coklat keabuan,

keras dan kulit batang dalam berwarna merah dan berserat. Daun berbentuk

seperti bulan sabit dengan panjang 8–27 cm dan lebar 1–4,5 cm serta berwarna hijau keabuan. Selain itu, A. crassicarpa memiliki 3 urat daun utama yang jelas dan kekuningan. Perbungaan bulir berwarna kuning cerah, panjangnya 4–7 cm, tangkai bunganya tebal dengan panjangnya 5–10 mm, mahkota bunga 5 helai yang panjangnya 1,3–1,6 mm dan termasuk jenis biseksual. Untuk daun kelopak bunga, panjang 0,5–0,7 mm dan benang sari panjangnya 2–3 mm, buahnya kering, berbentuk bulat telur, pipih, panjang 5–8 cm dan lebar 2–4 cm, berwarna coklat kusam. Bijinya berbentuk memanjang, panjang 5–6 mm dan lebar 2–3 mm dan berwarna hitam (Prosea 2007).

A. crassicarpa memiliki banyak manfaat, diantaranya kayu A. crassicarpa

(48)

pembuat kapal. Pohonnya memberikan naungan dan mengendalikan pertumbuhan

gulma, selain itu merupakan jenis yang efektif untuk rehabilitasi lahan yang

diserang Imperata cylindrica (L.) Raeuschel. Di Papua New Guinea, dilaporkan

bahwa jenis ini merupakan koloni yang kuat untuk tumbuh pada lahan-lahan yang

terdegradasi akibat perladangan berpindah (Prosea 2007).

2.3 Biomassa

Pengertian biomassa menurut Hairiyah dan Rahayu (2007) adalah masa dari

bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma

dan tanaman semusim. Menurut Brown (1997) mendefinisikan biomassa sebagai

jumlah nilai bahan organik yang hidup di atas permukaan tanah pada pohon

termasuk daun, ranting, cabang dan batang utama yang dinyatakan dalam berat

kering oven ton per unit area. Secara ekologi, data biomassa hutan berguna untuk

mempelajari aspek fungsional dari suatu ekosistem hutan, seperti produksi primer,

siklus hara dan aliran energi. Dalam manajemen hutan secara praktis, data

biomassa hutan sangat penting untuk perencanaan pengusahaan khususnya dalam

penetapan tujuan manajemen pengelolaan hutan (Suhendang 2002).

Pendugaan biomassa hutan dibutuhkan untuk mengetahui perubahan

cadangan karbon untuk tujuan lain. Karbon tiap tahun biasanya dipindahkan dari

atmosfer ke dalam ekosistem muda, seperti hutan tanaman atau hutan baru setelah

kebakaran, penebangan atau gangguan lainnya.

Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan menyerap CO2 dari udara

dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis.

Laju pengikatan biomassa disebut produktivitas primer bruto. Hal ini tergantung

pada luas daun yang terkena sinar matahari, intensitas penyinaran, suhu, dan

ciri-ciri jenis tumbuhan masing-masing. Sisa dari hasil respirasi yang dilakukan

tumbuhan disebut produktivitas primer bersih (Widyasari 2010).

Adapun contoh-contoh dari biomassa antara lain pepohonan, tanaman,

rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, dan tinja serta kotoran ternak.

Biomassa merupakan salah satu komponen karbon yang mana biomassa tersebut

terbagi menjadi dua bagian yaitu yang pertama biomassa tumbuhan diatas

Gambar

Gambar 1  Desain petak penelitian untuk analisis vegetasi berupa pohon (20m x
Gambar 2  Peta lokasi PT. Wana Subur Lestari
Gambar 3  Peta lokasi operasional penanaman HTI PT. Wana Subur Lestari
Gambar 4  Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Artinya H 0 ditolak yang berarti terdapat peningkatan yang signifikan pada hasil belajar keterampilan sepakbola sesudah perlakuan dengan pendekatan pembelajaran

Sehingga dapat disimpulkan bahwa umbi gembili layak dijadikan beras analog karena memiliki kandungan karbohidrat yang hampir sama dengan karbohidrat pada beras yang berasal

LAMMPS Piranti ini merupakan komponen utama dalam menjalankan simulasi adsorpsi hidrogen terhadap CNT, karena piranti ini dapat membuat sebuah sistem pemodelan dari bermacam –

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa ekstrak etil asetat sebagai ekstrak semipolar, fraksi dan subfraksi dari daun tanaman bandotan memiliki

1) Praktik konservasi lingkungan. Meskipun merupakan tujuan wisata yang sangat populer, Pantai Tanjung Tinggi tidak memiliki praktik pelestarian lingkungan. 2) Mendorong

Dengan ini diumumkan bahwa berdasarkan Ketetapan Panitia Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Prov.

Dengan menggunakan bantuan sofware SPSS, maka diperoleh nilai signifikansi uji multikolinearitas untuk semua variabel penelitian yang dapat dilihat pada tabel

Mekanisme yang digunakan adalah forward chaining , sehingga proses deteksi dimulai dari input user tentang gejala penyakit yang dialami, untuk kemudian dihitung