commit to user
i
PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN
DAN IMPLIKATUR
DALAM ACARA
OPERA VAN JAVA
DI TRANS 7
:
SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
DWI ARIYANI
C0206002
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN
DAN IMPLIKATUR
DALAM ACARA
OPERA VAN JAVA
DI TRANS 7
:
SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK
Disusun oleh
DWI ARIYANI C0206002
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Miftah Nugroho, S.S., M.Hum. NIP 197707252005011002
Mengetahui
Ketua Jurusan Sastra Indonesia
commit to user
iii
PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN
DAN IMPLIKATUR
DALAM ACARA
OPERA VAN JAVA
DI TRANS 7
:
SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK
Disusun oleh
DWI ARIYANI C0206002
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal 27 Desember 2010
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum.
NIP 196412311994032005 ...
Sekretaris Drs. Kaswan Darmadi, M.Hum.
NIP 196203031989031005 ...
Penguji I Miftah Nugroho, S.S., M.Hum.
NIP 197707252005011002 ...
Penguji II Dr. Dwi Purnanto, M. Hum.
NIP 196111111986011002 ...
Dekan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Dwi Ariyani NIM : C0206002
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera Van Java di Trans 7: Sebuah
Kajian Pragmatik adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak
dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 14 Desember 2010
Yang membuat pernyataan,
commit to user
v
MOTTO
“Perjalanan ratusan mil diawali dengan satu langkah.“
(Lao Tzu)
Jangan pernah menyerah dengan apa yang sedang kau perjuangkan. Jika tidak,
semua yang telah kau lakukan akan menjadi sia-sia.
(Penulis)
“Pikiran yang bagus dan hati yang bagus adalah kombinasi yang hebat.”
(Nelson Mandela)
“Orang mungkin ragu pada apa yang kau katakan, tapi mereka akan percaya
dengan apa yang kau lakukan.”
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini Penulis persembahkan kepada:
Bapak Ibu tercinta yang selalu memberi dukungan dan doa
Kakakku satu-satunya, yang selalu memberi semangat
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera
Van Java di Trans 7: Sebuah Kajian Pragmatik dengan lancar. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan penghargaan
dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.
1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberi izin
dalam penulisan skripsi ini.
3. Rianna Wati, S.S. selaku pembimbing akademis penulis selama masa kuliah.
4. Miftah Nugroho, S.S., M.Hum. selaku pembimbing penulis yang dengan
penuh kesabaran membimbing dan memberi petunjuk pada penulis dalam
mengerjakan skripsi ini.
5. Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum. selaku penelaah penulis yang bersedia
memberi petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf pengajar Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu dan fasilitas yang telah penulis
commit to user
viii
7. Staf UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret dan staf Perpustakaan
Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan kemudahan dalam
mendapatkan sumber data dan buku-buku referensi untuk penyelesaian skripsi
ini.
8. Bapak dan ibu tercinta, Hyongnim, dan seluruh keluarga atas doa dan
dukungan yang selalu tercurah.
9. Mas Bayu yang selalu mengingatkan untuk mengerjakan skripsi.
10.Okky dan teman-teman rumah yang telah memberikan hiburan dan
kebersamaan yang menyenangkan. Sahabat-sahabatku yang setia.
11.Teman-teman Sasindo ‟06 atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.
12.Kakak-kakak tingkat angkatan berapa pun yang telah membantu penulis.
13.Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
ikut serta dalam melancarkan proses penulisan ini.
Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat
balasan dari Allah Swt. Karya tulis ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan sumbangan kritik dan saran yang membangun. Akhir
kata, semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, 14 Desember 2010
Penulis,
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
ABSTRAK ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 5
E. Manfaat Penelitian ... 6
F. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 8
A. Tinjauan Pustaka ... 8
B. Landasan Teori ... 10
commit to user
x
2. Pragmatik Humor ... 11
3. Situasi Tutur ... 12
4. Tindak Tutur... 13
5. Kesantunan Berbahasa ... 16
6. Teori Kesantunan Brown dan Levinson ... 17
7. Prinsip Kesantunan Leech ... 19
8. Prinsip Ironi ... 25
9. Implikatur Percakapan ... 25
10.Humor ... 26
C. Kerangka Pikir ... 28
BAB III METODE PENELITIAN... 30
A. Jenis Penelitian ... 30
B. Sampel ... 30
C. Data dan Sumber Data ... 31
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 32
E. Klasifikasi Data ... 32
F. Teknik Analisis Data ... 33
G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 34
BAB IV ANALISIS DATA ... 35
A. Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan ... 35
1. Maksim Kearifan ... 35
2. Maksim Kedermawanan... 43
3. Maksim Pujian ... 46
commit to user
xi
5. Maksim Kesepakatan ... 55
6. Maksim Simpati ... 58
7. Maksim Pertimbangan ... 62
B. Prinsip Ironi dalam Acara OVJ ... 67
C. Implikatur yang Muncul dalam Acara OVJ ... 70
1. Implikatur Menghina ... 71
2. Implikatur Memancing Amarah ... 72
3. Implikatur Tidak Suka dengan Kedatangan Orang Lain ... 73
4. Implikatur Mempengaruhi ... 74
5. Implikatur Tidak Suka... 75
6. Implikatur Ingin Menyiksa ... 77
7. Implikatur Tidak Sayang kepada Istri ... 78
8. Implikatur Menyuruh ... 79
9. Implikatur Merayu ... 80
BAB V PENUTUP ... 82
A. Simpulan ... 82
B. Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 84
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Lima Fungsi Umum Tindak Tutur... 15
Tabel 2. Pelanggaran Prinsip Kesantunan ... 66
Tabel 3. Penerapan Prinsip Ironi ... 70
commit to user
xiii
DAFTAR SINGKATAN
CP : Cooperative Principle (Prinsip Kerja Sama)
OVJ : Opera Van Java
PP : Politeness Principle (Prinsip Kesantunan)
commit to user
xiv
ABSTRAK
Dwi Ariyani. C0206002. 2010. Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur
dalam Acara Opera Van Java di Trans 7: Sebuah Kajian Pragmatik. Skripsi:
Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam OVJ?, (2) Bagaimana prinsip ironi dalam
OVJ?, dan (3) Bagaimana implikatur yang muncul dalam OVJ?
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam OVJ, (2) Mendeskripsikan prinsip ironi dalam OVJ, dan (3) Mendeskripsikan implikatur yang muncul dalam OVJ.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik. Sumber data yang digunakan adalah percakapan atau dialog dalam tayangan OVJ di Trans 7 episode 1-7 Februari 2010. Data dalam penilitian ini adalah tuturan yang mengandung pelanggaran prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung penerapan prinsip ironi dalam acara OVJ di Trans 7, yang ditayangkan pada 1-7 Februari 2010. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak, sedangkan teknik untuk pengumpulan data menggunakan teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis heuristik. Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah penyajian secara informal dan formal.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa sebagai alat komunikasi manusia mempunyai peranan yang sangat
penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan
ide, gagasan, keinginan, perasaan, dan sebagainya kepada orang lain. Tanpa
bahasa manusia akan kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial.
Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai penyampai pesan
seseorang kepada orang lain. Berbahasa dapat dilakukan secara tertulis maupun
lisan. Dalam berbahasa, terkadang seseorang tidak menyatakannya secara
langsung, melainkan melalui maksud yang tersembunyi di balik tuturannya.
Selain itu, dalam memahami sebuah tuturan mitra tutur tidak dapat hanya
mengandalkan kata-kata yang menyusunnya saja, melainkan harus
memperhatikan juga fenomena yang ada di luar bahasa.
Ketidakmampuan linguistik struktural untuk menjelaskan fenomena yang
ada di luar kalimat serta kejenuhan para linguis terhadap linguistik struktural yang
mengkaji bahasa dalam batasan kalimat saja memicu lahirnya cabang ilmu
linguistik yang disebut „pragmatik‟ di awal tahun 1960-an. Pragmatik berisi
hal-hal tentang penggunaan bahasa yang tidak dapat dijelaskan dari sudut pandang
linguistik struktural (Jumanto, 2009: 83). Tidak semua tuturan mempunyai makna
sesuai dengan kata-kata yang menyusunnya, terkadang ada maksud yang
tersembunyi di belakangnya. Pragmatiklah yang dapat mengkaji hal ini. Menurut
commit to user
mengkaji hubungan (timbal balik) fungsi ujaran dan bentuk (struktur) kalimat
yang mengungkapkan ujaran.
Penelitian terhadap pragmatik dapat dilakukan pada segala macam tuturan
yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik tuturan yang terdapat di
masyarakat maupun tuturan di tayangan televisi. Dalam penelitian ini, penulis
bermaksud untuk meneliti tuturan dalam acara humor Opera Van Java (yang
selanjutnya akan disebut OVJ). OVJ menggunakan ragam tutur nonformal. OVJ
merupakan sebuah acara humor yang unik, karena tidak sama dengan acara
humor seperti biasanya yang dikemas dengan cerita yang rapi. Di sini, ceritanya
sering tidak sesuai dengan jalan cerita yang seharusnya. Akan tetapi, justru inilah
yang menjadikannya lucu. Selain itu, OVJ menggunakan konsep wayang yang
juga lain dari yang lain. Konsep tersebut ialah bahwa wayang-wayangnya dapat
berkomunikasi dengan dalang dan dapat mengadu argumentasi mereka. Hal
menarik lainnya dalam OVJ adalah bahwa wayang dapat berbicara dengan
wayang yang lain sebagai pemeran (pemeran yang sebenarnya), bukan sebagai
tokoh yang sedang dimainkan.
Sebagai sebuah acara humor, tentu saja tuturan yang terdapat di dalamnya
bertujuan untuk menimbulkan efek lucu. Dalam OVJ tidak jarang ditemukan
tuturan yang merendahkan orang lain, atau bahkan diri sendiri. Misalnya ialah
tuturan Sule “Walaupun muka gua jelek, tapi pesek.” Tuturan tersebut berarti
bahwa Sule telah merendahkan dirinya sendiri, yaitu dengan mengatakan bahwa
dia jelek. Tuturan dalang Parto “Sek, saya lagi mo nutup Sek.” (ditujukan kepada
Sule) berarti merendahkan mitra tuturnya, yaitu Sule. „Sek‟ ialah kependekan dari
commit to user
Tuturan-tuturan yang digunakan dalam OVJ menarik untuk diteliti.
Meskipun dalam OVJ terdapat tuturan yang mematuhi dan melanggar prinsip
kesantunan, yang akan diteliti ialah tuturan yang menunjukkan ketidaksantunan
kepada orang lain. Hal tersebut karena, jika merendahkan diri sendiri berarti
hanya akan menyakiti diri sendiri, bukan orang lain, dan hal itu sudah biasa
karena tidak akan berdampak negatif pada orang lain. Bertutur yang menyakiti
atau merugikan orang lain merupakan tindakan yang tidak sopan, sedangkan
dalam kehidupan sehari-hari tentu saja semua orang lebih menyukai tuturan yang
ditujukan kepadanya itu sopan. Akan tetapi, bagaimana dalam sebuah acara
humor? Atas dasar apa para pemain menuturkan tuturan yang melanggar prinsip
kesantunan? Dalam acara humor mungkin tidak seperti dalam kehidupan nyata.
Sebuah acara humor tidak mempermasalahkan mengenai sopan santun kepada
mitra tuturnya, karena jika tuturannya sopan akan terdengar sangat „datar‟ dan
tidak menarik untuk ditonton. Selain itu mungkin juga ada implikatur di balik
ketidaksantunan tuturan dalam sebuah acara humor.
Mampu bertutur secara halus dan isi tutur katanya memiliki maksud yang
jelas dapat menyejukkan hati dan membuat orang lain berkenan. Seandainya
perilaku bahasa setiap orang seperti itu, rasa kebencian, rasa curiga, sikap
berprasangka buruk terhadap orang lain tidak perlu ada (Pranowo, 2009: 1).
Kesantunan seseorang dapat dilihat dari tuturannya, karena bahasa
merupakan cermin kepribadian seseorang. Artinya, melalui bahasa yang
digunakan seseorang dapat diketahui kepribadiannya (Pranowo, 2009: 3).
Seseorang akan merasa senang jika mitra tuturnya berbicara dengan santun.
commit to user
itu, sangat wajar jika sering ditemukan pemakaian bahasa yang baik ragam
bahasanya, tetapi nilai rasa yang terkandung di dalamnya menyakitkan hati
pembaca atau pendengarnya. Hal ini terjadi karena pemakai bahasa belum
mengetahui bahwa di dalam suatu struktur bahasa (yang terlihat melalui ragam
dan tata bahasa) terdapat struktur kesantunan. Struktur bahasa yang santun adalah
struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak menyinggung
perasaan pendengar atau pembaca (Pranowo, 2009: 4).
Berdasarkan uraian tersebut, kesantunan mempunyai arti penting dalam
berbahasa. Dalam pragmatik terdapat banyak prinsip mengenai kesantunan yang
dapat digunakan untuk menganalisis tuturan. Prinsip mengenai kesantunan
tersebut antara lain dikemukakan oleh Brown dan Levinson, Leech, Lakoff,
Yueguo Gu, dan sebagainya (Asim Gunarwan, 2007: 102). Prinsip kesantunan
Leech (selanjutnya akan disebut prinsip kesantunan saja) menjelaskan bagaimana
bertutur secara santun dengan membagi menjadi tujuh macam maksim. Ketujuh
maksim tersebut dijelaskan dengan masing-masing dua submaksim yang lebih
terperinci.
Dengan tujuh maksim yang dirumuskan oleh Leech, dapat dianalisis
apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun kepada orang lain. Setiap
maksim dari tujuh maksim tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan
peringkat kesantunan sebuah tuturan. Prinsip kesantunan ini dapat digunakan
untuk menganalisis tuturan dalam OVJ apakah termasuk sopan atau tidak.
Dengan tujuh maksim yang dirumuskan oleh Leech, dapat dianalisis
apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun kepada orang lain. Selain itu,
commit to user
Setiap maksim dari tujuh maksim tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan
peringkat kesantunan sebuah tuturan. Prinsip kesantunan ini dapat digunakan
untuk menganalisis tuturan dalam OVJ apakah termasuk sopan atau tidak. Dengan
skala kesantunan pula, dapat diketahui peringkat kesantunan sebuah tuturan.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian lebih terarah dan
mempermudah penulis dalam menentukan data yang diperlukan. Penelitian ini
dibatasi pada tuturan dalam acara OVJ yang melanggar prinsip kesantunan dan
tuturan yang mengandung prinsip ironi. Tuturan-tuturan tersebut juga dibatasi
pada penayangan OVJ episode 1 sampai 7 Februari 2010.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah-masalah yang akan
dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ?
2. Bagaimana prinsip ironi dalam acara OVJ?
3. Bagaimana implikatur yang muncul berdasarkan pelanggaran prinsip
kesantunan dalam acara OVJ?
D. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga hasil
penelitiannya dapat diketahui. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah
commit to user
1. Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ.
2. Mendeskripsikan prinsip ironi dalam acara OVJ.
3. Mendeskripsikan implikatur yang muncul berdasarkan pelanggaran prinsip
kesantunan dalam acara OVJ.
E. Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian yang dilakukan harus dapat memberikan manfaat baik
secara teoretis maupun praktis. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini
antara lain:
1. Manfaat Teoretis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan
bagi perkembangan studi tentang prinsip kesantunan, ironi, dan implikatur
khususnya dalam tuturan yang bersifat humor.
2. Manfaat Praktis. Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan
kontribusi yang berarti dalam hal pemahaman wacana dialog humor, terutama
dalam hal memahami pelanggaran prinsip kesantunan, penerapan prinsip ironi,
serta implikatur yang muncul dari pelanggaran tersebut. Penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk landasan kajian
penelitian sejenis selanjutnya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian
masalah dalam suatu penelitian, karena cara kerja penelitian lebih terarah, runtut,
commit to user
memahami hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini
tersusun atas lima bab. Kelima bab itu adalah sebagai berikut.
Bab pertama pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab kedua landasan teori. Bab ini terdiri atas tinjauan studi terdahulu,
landasan teori, dan kerangka pikir. Tinjauan studi terdahulu merupakan tinjauan
dari penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis, sedangkan landasan teori
berisi tentang teori-teori yang digunakan untuk mengkaji dan memahami
permasalahan yang diteliti. Kerangka pikir berisi gambaran secara jelas kerangka
yang digunakan penulis untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang
diteliti.
Bab ketiga metode penelitian. Bab ini akan memberikan gambaran proses
penelitian yang terdiri atas metode penelitian, data dan sumber data, metode
pengumpulan data, dan metode analisis data.
Bab keempat analisis data. Bab ini merupakan inti dari penelitian yang
berisikan analisis data yang sesuai dengan tujuan penelitian.
commit to user
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Bagian ini akan memaparkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang
sejenis dan relevan dengan penelitian ini.
Erfan Rony Hadmoko (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan
Tindak Tutur Ilokusioner dalam Rubrik Konsultasi pada Surat Kabar”
memaparkan tiga masalah dalam penelitiannya. Ketiga masalah tersebut ialah 1)
Bagaimanakah wujud tindak tutur ilokusioner berdasarkan skala kesantunan
pragmatik dalam rubrik konsultasi, 2) bagaimanakah strategi tutur penanya dalam
menuturkan pertanyaan pada rubrik konsultasi, dan 3) bagaimanakah wujud
ungkapan penanda kesantunan dalam rubrik konsultasi. Berdasarkan hasil analisis
data yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan skala
kesantunan pragmatik wujud tindak tutur ilokusioner yang diutarakan penanya
maupun pengasuh rubrik mengandung skala kerugian dan keuntungan, skala
pilihan, skala ketidaklangsungan, dan skala keotoritasan. Dalam penelitian ini
dideskripsikan juga mengenai wujud kesantunan strategi tutur penanya dalam
menuturkan pertanyaan kepada rubrik konsultasi, yang mencakup hal-hal: (1)
panjang pendek tuturan, (2) urutan tutur, (3) langsung – tak langsung tuturan, dan
(4) kata sapaan. Keempat hal tersebut dipandang sebagai faktor strategi tutur
penanya dalam menuturkan pertanyaan kepada rubrik konsultasi. Secara
linguistik, kesantunan dalam pemakaian tindak tutur ilokusioner dalam rubrik
commit to user
penanda kesantunan. Penanda kesantunan itu dapat disebutkan, yaitu tolong,
mohon, cobalah, dan hendaknya.
Skripsi Bambang Pamuji Rahardjo yang berjudul “Implikatur Tuturan
Humor Politik dalam Acara NewsDotCom di Metro TV: Pendekatan Pragmatik”
membahasa tiga permasalahan, yaitu (1) Bagaimanakah tindak tutur dari tinjauan
pragmatik dalam acara News Dot Com (NDC) di Metro TV? (2) Bagaimanakah
bentuk pelanggaran prinsip kerjasama dan kesopanan yang terjadi dalam acara
NDC di Metro TV? (3) Bagaimanakah maksud implikatur percakapan yang
terdapat dalam NDC di Metro TV? Berdasarkan hasil analisis data, penelitian
tersebut mendeskripsikan (1) tindak tutur yang digunakan adalah tindak tutur
asertif atau representatif untuk melaporkan dan menyombongkan diri, tindak tutur
direktif yang berfungsi untuk menyarankan dan menolak, tindak tutur komisif
berfungsi untuk menawarkan dan menjajikan. Tindak tutur ekspresif berfungsi
untuk mengkritik, menyindir, mengejek, dan menyatakan keluhan. (2) Tindak
tutur berimplikatur terjadi karena adanya pelanggaran terhadap prinsip kerjasama
dan prinsip kesopanan. (3) Implikatur yang terkandung dalam acara NDC
bermaksud untuk menyindir pemerintah, mengingatkan pemerintah, menawarkan
kepada penonton, mengejek kepada tokoh NDC, melaporkan kepada pemerintah,
menolak atau menyatakan ketidaksetujuan, menyombongkan diri sendiri, dan
mengkritik kepada pemerintah.
Penelitian ini hampir sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang
juga meneliti tentang prinsip kesantunan. Dalam penelitian ini dibahas mengenai
pelanggaran terhadap maksim-maksim dalam prinsip kesantunan dan implikatur
commit to user
terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu memasukkan
prinsip ironi dalam analisis penelitian. Dalam penelitian ini dimasukkan juga
prinsip ironi, karena prinsip tersebut berhubungan dengan prinsip kesantunan dan
juga dapat digunakan untuk mengetahui kesantunan orang lain.
B. Landasan Teori
1. Pragmatik
Levinson membatasi pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari
hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasi, atau terkodifikasi
dalam struktur bahasa (1985: 9). Sementara itu, Thomas mendefinisikan
pragmatik sebagai makna dalam interaksi. Menurutnya suatu makna bukanlah
yang melekat pada suatu kata, tetapi merupakan proses dinamis yang
melibatkan penutur dan petutur, konteks tuturan, dan makna potensial dari
suatu tuturan (1996: 22).
Yule mendefinisikan pragmatik ke dalam 4 (empat) definisi (dalam
Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 3-4). Pertama, menurutnya
pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Hal tersebut karena pragmatik
mempelajari makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh
petutur. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Diperlukan
suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin
mereka katakan yang disesuaikan dengan orang yang diajak bicara, di mana,
kapan, dan dalam keadaan apa.
Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak
commit to user
banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang
disampaikan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak
hubungan. Keakraban, baik secara fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan
adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang seberapa dekat atau jauh
jarak petutur, penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang
dituturkan.
Analisis pragmatik berupaya menemukan maksud penutur, baik yang
diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat di
balik tuturan. Maksud tuturan, terutama yang implikatif, hanya dapat dikenali
melalui penggunaan bahasa secara konkret dengan mempertimbangkan
komponen situasi tutur (Rustono, 1999: 17).
2. Teori Pragmatik Humor
Di tingkat wacana, komunikasi serius mengenal beberapa aturan
komunikasi, seperti disebut oleh H.P. Grice dalam “Theory of Implicature”.
Menurut Grice (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 76) ada dua jenis implikatur,
yaitu konvensional dan tindak ujaran. Dalam implikatur yang konvensional
makna ditentukan oleh bentuk linguistik, sedangkan dalam prinsip tindak
ujaran (co-operative principle = CP) makna ditentukan oleh sejumlah elemen
wacana. Leech mengatakan bahwa Maksim Cara sebetulnya tidak terbatas
untuk CP, tetapi juga untuk retorika tekstual. Komunikasi menurut Leech,
tidak selalu harus mengikuti CP. Dalam pragmatik, komunikasi merupakan
gabungan antara fungsi ilokusi dan fungsi sosial. Dengan kata lain komunikasi
commit to user
Leech membagi retorika menjadi dua (1) retorika antar-pribadi, dan (2)
retorika tekstual. Dalam retorika antar pribadi ditambahkan Politeness
Principle = PP (Prinsip sopan-santun), dan Ironical Principle yang seringkali
harus berlawanan dengan CP. Humor di tingkat wacana justru memanfaatkan
penyimpangan terhadap CP dan PP (Wuri Soedjatmiko, 1992:78).
3. Situasi Tutur
Pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi tutur.
Leech menyatakan aspek-aspek dalam situasi tutur (1993: 19-21).
a. Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa)
Orang yang menyapa disebut dengan „penutur‟ dan orang yang
disapa disebut „petutur‟. Petutur selalu menjadi sasaran tuturan dari
penutur.
b. Konteks sebuah tuturan
Konteks ialah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama
dimiliki oleh penutur dan petutur, dan yang membantu petutur
menafsirkan makna tuturan.
c. Tujuan sebuah tuturan
Istilah tujuan lebih netral daripada maksud, karena tidak
membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar,
sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan yang berorientasi
tujuan.
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar
Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau
commit to user
demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret
daripada tata bahasa.
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal
Sebuah tuturan dapat merupakan suatu contoh kalimat (
sentence-instance) atau tanda kalimat (sentence-stoken), tetapi bukanlah sebuah
kalimat. Tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji
dalam pragmatik, sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan
sebagai suatu ilmu yang mengkaji makna tuturan.
4. Tindak Tutur
Pada suatu saat, tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan
suatu tuturan akan menghasilkan tiga tindak yang saling berhubungan.
Pertama, tindak lokusi, yang merupakan tindak dasar tuturan atau
menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kebanyakan penutur
tidak hanya menghasilkan tuturan yang tersusun dengan baik tanpa suatu
tujuan. Penutur membentuk tuturan dengan beberapa fungsi di dalam pikiran.
Ini adalah dimensi ke dua, yaitu tindak ilokusi. Tindak ilokusi ditampilkan
melalui penekanan komunikatif suatu tuturan (Yule, dalam Indah Fajar
Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 83-84).
Tentu penutur tidak secara sederhana membuat tuturan yang memiliki
fungsi tanpa mempunyai maksud bahwa tuturan itu memiliki akibat. Hal ini
merupakan dimensi ke tiga, tindak perlokusi. Dengan bergantung pada
keadaan, penutur akan menuturkan sesuatu dengan asumsi bahwa petutur akan
mengenali akibat yang ditimbulkan. Biasanya dikenal juga sebagai akibat
commit to user
Di antara ketiga dimensi tersebut, yang paling banyak dibahas ialah
tekanan ilokusi. Istilah ‘tindak tutur” biasanya diterjemahkan secara sempit
dengan hanya diartikan sebagai tekanan ilokusi suatu tuturan. Tekanan tutur
ilokusi ialah „apa yang diperhitungkan tekanan itu‟ (Yule, dalam Indah Fajar
Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 84).
Ada beberapa klasifikasi jenis tindak tutur umum yang biasanya
digunakan. Sistem klasifikasi umum mencantumkan 5 jenis fungsi umum yang
ditunjukkan oleh tindak tutur; deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan
komisif (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006:
91-92). Searle (dalam Leech, 1993: 163) mengklasifikasikan tindakan ilokusi
berdasarkan pada berbagai kriteria. Secara garis besar, kategori Searle (dalam
Leech, 1993: 164-165) ialah sebagai berikut.
a. Asertif
Pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran tuturan yang
diujarkan. Tuturan ilokusi ini misalnya, menyatakan, mengusulkan,
membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan.
b. Direktif
Ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan
yang dilakukan oleh petutur. Ilokusi ini misalnya, memesan, memerintah,
memohon, menuntut, memberi nasehat.
c. Komisif
Pada ilokusi ini penutur (sedikit banyak) terikat pada suatu
commit to user
berkaul. Jenis ilokusi ini tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi
pada kepentingan petutur.
d. Ekspresif
Ilokusi ini berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan
sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Ilokusi ini misalnya,
mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf,
mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya.
e. Deklarasi
Jika pelaksanaan ilokusi ini berhasil, maka akan mengakibatkan
adanya kesesuaian antara isi tuturan dengan kenyataan. Ilokusi ini
misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama,
menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai),
dan sebagainya.
Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya
terangkum dalam tabel berikut (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe
Mustajab, 2006: 94-95).
Tabel 1
Lima Fungsi Umum Tindak Tutur
Tipe tindak tutur Arah penyesuaian P = penutur X = situasi Sumber: Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab. 2006: 95.
Tindak tutur langsung dan tidak langsung
Pendekatan berbeda terhadap pengkategorian tipe tindak tutur dapat
commit to user
struktural yang sederhana, yaitu menjadi 3 kalimat dasar. Terdapat hubungan
antara 3 bentuk struktural (deklaratif, interogratif, imperatif) dan tiga fungsi
komunikasi umum (pernyataan, pertanyaan, perintah/permohonan (Yule,
dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 95).
Apabila ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi, maka
terdapat suatu tindak tutur langsung. Sebaliknya, jika ada hubungan tidak
langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur tidak
langsung (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006:
95-96). Bentuk interogatif yang digunakan untuk membuat suatu pertanyaan
disebut tindak tutur langsung, sedangkan bentuk interogatif yang digunakan
untuk membuat suatu perintah disebut tindak tutur tidak langsung. Tuturan
„Apa kau bisa mengerjakannya?‟, digunakan untuk menanyakan kemampuan
seseorang dalam mengerjakan sesuatu, merupakan tindak tutur langsung.
Akan tetapi, jika tuturan tersebut ditanyakan ibu kepada anaknya, misalnya
dalam hal membuang sampah, maka merupakan tindak tutur tidak langsung.
Hal tersebut karena sebenarnya sang ibu ingin menyuruh anaknya untuk
membuang sampah, tetapi dengan tuturan yang berbentuk interogatif.
5. Kesantunan Berbahasa
Dalam pertukaran tuturan peserta tutur tidak hanya menghormati
prinsip-prinsip kerja sama sebagaimana diajukan oleh Grice (1975) tetapi juga
mengindahkan prinsip-prinsip kesopanan (Nadar, 2008:28). Leech (dalam
Nadar, 2008: 28) berpendapat bahwa prinsip kerja sama yang ditawarkan ol;eh
Grice (1975) tidak selalu dapat menjawab pertanyaan mengapa dalam suatu
commit to user
untuk menyatakan apa yang mereka maksudkan, sehingga tidak
mengindahkan maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice tersebut.
Linguis-linguis yang berteori tentang ilokusi tidak langsung adalah
Gordon dan Lakoff (1971) (dengan Conversational Postulates) dan Sadock
(1974) (dengan Extended Performative Hypothesis) (Asim Gunarwan, 1992:
183). Mereka menelaah, tetapi tidak berteori, tentang ilokusi tidak langsung
itu dalam kaitannya dengan kesantunan berbahasa. Linguis yang mengaitkan
dan berteori tentang kedua hal itu adalah Brown dan Levinson (1978) dan
Leech (1983) (Asim Gunarwan, 1992: 183).
6. Teori Kesantunan Brown dan Levinson
Teori kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson (1978)
berkisar atas nosi muka (face). Semua orang yang rasional mempunyai muka
(tentunya dalam arti kiasan) dan muka itu harus dijaga, dipelihara, dihormati,
dan sebagainya (Asim Gunarwan, 1992: 184). Muka di dalam pengertian
kiasan ini dikatakan terdiri atas dua wujud, yaitu muka positif dan muka
negatif. Muka positif mengacu ke citra diri seseorang bahwa segala yang
berkaitan dengan dirinya itu patut dihargai (yang kalau tidak dihargai, orang
yang bersangkutan dapat kehilangan mukanya). Muka negatif merujuk ke citra
diri seseorang yang berkaitan dengan kebebasan untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan kemauannya (yang kalau dihalangi, orang yang bersangkutan
dapat kehilangan muka) (Asim Gunarwan, 2007: 105).
Kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka positif disebut
kesantunan positif (kesantunan afirmatif) dan kesantunan yang dimaksudkan
commit to user
deferensial). Kesantunan positif mengacu ke strategi bertutur dengan cara
menonjolkan kedekatan, keakraban, hubungan baik diantara penutur dan
petutur. Kesantunan negatif merujuk ke strategi bertutur yang menunjukkan
adanya jarak sosial antara penutur dan petutur (Asim Gunarwan, 2007: 105).
Menurut Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 2007: 106),
muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak tutur tertentu.
Artinya, ada tindak tutur, yang karena isi dan atau cara mengungkapkannya,
menyebabkan muka terancam, apakah itu muka penutur atau petutur. Brown
dan Levinson menyebut tindak tutur pengancaman muka itu face-threatening
act (FTA), yang menyebabkan penutur (yang normal, rasional dan sehat
pikiran) harus memilih strategi dengan mempertimbangkan situasi atau
peristiwa tuturnya, yaitu kepada siapa dia bertutur, di mana, tentang apa, untuk
apa, dan sebagainya. Penutur menentukan strategi ini dengan “menghitung”
tingkat keterancaman muka berdasarkan jarak sosial penutur-petutur, besarnya
perbedaan kekuasaan antara keduanya, serta status relative jenis tindak tutur
yang diujarkan penutur di dalam budaya yang bersangkutan.
Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 2007: 106) mengatakan
bahwa ada empat strategi utama untuk mengutarakan maksud itu, ditambah
satu strategi, yaitu strategi lebih baik tidak bertutur. Tergantung pada derajat
keterancamannya, kelima strategi itu berturut-turut adalah: (1) bertutur secara
terus terang tanpa basa-basi (bald on record); (2) bertutur dengan
menggunakan kesantunan positif; (3) bertutur dengan menggunakan
commit to user
transparan (off record) ; dan (5) bertutur “di dalam hati” dalam arti penutur
tidak mengujarkan maksud hatinya.
7. Prinsip Kesantunan Leech
Sopan santun merupakan mata rantai yang hilang antara prinsip kerja
sama dengan masalah bagaimana mengaitkan daya dengan makna. Leech
(1993: 161) melihat sopan santun dari sudut pandang petutur dan bukan dari
sudut pandang penutur. Leech (1993: 166) menyatakan bahwa tuturan yang
sopan bagi petutur atau pihak ketiga bukan merupakan tuturan yang sopan
bagi penutur, begitu pula sebaliknya. Prinsip kesantunan Leech berhubungan
dengan dua pihak, yaitu diri dan lain. Diri ialah penutur dan lain adalah
petutur, dalam hal ini lain juga dapat menunjuk kepada pihak ketiga baik yang
hadir maupun yang tidak hadir dalam situasi tutur Leech, 1993: 206). Leech
(1993: 206) merumuskan prinsip kesantunannya ke dalam tujuh maksim.
Ketujuh maksim tersebut ialah sebagai berikut.
a. Maksim Kearifan (Tact Maxim) (dalam ilokusi direktif dan komisif)
1) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin
2) Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin
b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) (dalam ilokusi direktif dan
komisif)
1) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin
2) Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin
c. Maksim Pujian (Approbation Maxim) (dalam ilokusi ekspresif dan asertif)
1) Kecamlah orang lain sesedikit mungkin
commit to user
d. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) (dalam ilokusi ekspresif dan
asertif)
1) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin
2) Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin)
e. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim) (dalam ilokusi asertif)
1) Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit
mungkin
2) Usahakan agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak
mungkin
f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim) (dalam ilokusi asertif)
1) Kurangi rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin
2) Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain
g. Maksim pertimbangan (Consideration Maxim) (dalam ilokusi asertif dan
ekspresif)
1) Minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur
2) Maksimalkan rasa senang pada mitra tutur
a. Maksim Kearifan (Tact Maxim)
Maksim kearifan berorientasi pada petutur (Cruse, 2000: 363).
Maksim kearifan memiliki dua segi, yaitu segi negatif dan segi positif.
Segi negatif ialah „buatlah kerugian petutur sekecil mungkin‟ dan segi
positif „buatlah keuntungan petutur sebesar mungkin‟. Segi yang kedua
(segi positif) merupakan akibat yang wajar dari segi pertama. Dapat
commit to user
menguntungkan petutur maka harus memperkecil kemungkinan bagi
petutur untuk mengatakan „tidak‟. Dalam konteks informal, sebuah
imperatif di mana penutur tidak memberi kesempatan kepada petutur
untuk mengatakan tidak merupakan suatu tindakan yang sopan. Hal
tersebut dapat dilihat pada tuturan, „Ambillah sandwich sepotong lagi‟
lebih santun daripada „Maukah anda mengambil sandwich sepotong lagi?‟
(Leech, 1993: 170-171).
Dalam konteks yang berbeda, misalnya ingin menyuruh petutur
untuk mencuci piring, tuturan yang tidak langsung lebih sopan daripada
tuturan langsung. Tuturan „Bisakah kamu mencuci piring?‟ lebih sopan
daripada „Cuci piring!‟ (Cruse, 2000: 363).
b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)
Maksim kedermawanan memiliki orientasi untung rugi kepada
penutur. Berdasarkan maksim ini, tuturan „Biar saya yang mencuci piring.‟
lebih santun daripada „Saya ragu apakah saya bisa mencuci piring‟ (Cruse,
2000: 364). Dapat dikatakan bahwa penutur harus mengutarakan dengan
tuturan yang bersifat langsung jika bermaksud memberi „biaya‟ bagi diri
sendiri. Hal tersebut agar tidak menciptakan kemungkinan bahwa petutur
yang akan melakukan „biaya‟ yang seharusnya dilakukan penutur.
c. Maksim Pujian (Approbation Maxim)
Pada maksim ini, submaksim pertama lebih penting, yaitu „jangan
mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai orang lain,
commit to user
sekali‟ lebih santun daripada tuturan „Masakanmu sangat tidak enak‟
(Leech, 1993: 211-212).
d. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)
Maksim kerendahan hati berorientasi kepada penutur. Memuji diri
sendiri merupakan tuturan yang tidak santun. Jika seseorang dipuji dengan
tuturan „Kamu melakukannya dengan sangat bagus‟, akan lebih santun bila
menjawab „Ya, yang saya lakukan tidak terlalu buruk‟ daripada „Ya, saya
melakukannya dengan baik‟ (Cruse, 2000: 365).
e. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim)
Kesepakatan merupakan hubungan antara opini penutur dengan
petutur (Cruse, 2000: 365). Orang cenderung melebih-lebihkan
kesepakatannya dengan orang lain, juga mengurangi ketidaksepakatannya
melalui ungkapan penyesalan, kesepakatan sebagian, dan sebagainya
(Leech, 1993: 217). Berdasarkan maksim ini, pertanyaan „Apakah
pamerannya menyenangkan?‟ akan terdengar sopan jika dijawab dengan
„Iya, pamerannya menarik‟ daripada dijawab dengan „Pamerannya sangat
tidak menarik‟. Contoh lain ialah jika ada pertanyaan „Apakah kamu
menyukai kopi?‟, maka jawaban „Saya lebih suka teh daripada kopi‟
terdengar lebih santun daripada „Saya tidak suka kopi‟.
f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim)
Maksim simpati menjelaskan bahwa ucapan selamat dan
belasungkawa merupakan tindak tutur yang santun, walaupun ucapan
belasungkawa mengungkapkan keyakinan penutur tentang keyakinan
commit to user
mendengar bahwa kucingmu mati‟ merupakan tuturan yang santun
daripada „Saya sangat senang mendengar bahwa kucingmu mati‟. Akan
tetapi, ada sesuatu yang berat dalam mengutarakan belasungkawa, karena
dengan demikian berarti penutur meyakini sesuatu yang tidak sopan, yaitu
keyakinan yang merugikan petutur (Leech, 1993: 218).
g. Maksim Pertimbangan (Consideration Maxim)
Inti pematuhan maksim ini adalah bahwa penutur perlu
mempertimbangkan perasaan petutur, jangan sampai petutur merasa lebih
tidak senang dalam suasana yang tidak menyenangkan; kalau dapat, rasa
tidak senang itu dapat berkurang (Asim Gunarwan, 2005: 10). Cruse
(2000: 366) mencontohkan, lebih sopan untuk mengutarakan „Saya turut
sedih mendengar kabar tentang suami anda’ daripada „Saya turut sedih
mendengar tentang kematian suami anda‟. Pengungkapan secara rinci
berpotensi menambah rasa tidak senang petutur karena ia diingatkan
kepada hal-hal yang menyedihkan (Asim Gunarwan, 2005: 11).
Skala kesantunan Leech
Leech (1993: 194) mengidentifikasi tiga skala yang menunjukkan
tingkat kearifan suatu situasi percakapan tertentu. Skala-skala tersebut ialah
sebagai berikut .
a. Skala untung-rugi
Skala ini memperkirakan keuntungan atau kerugian suatu tindakan
bagi penutur atau petutur (Leech, 1993: 194). Leech (1993: 166-167)
commit to user
merugikan t kurang sopan
[1] Kupas kentang ini.
[2] Berikan saya koran itu.
[3] Duduk.
[4] Lihatlah itu.
[5] Nikmatilah liburanmu.
[6] Makanlah, sepotong lagi.
menguntungkan t lebih sopan
b. Skala keopsionalan
Skala ini memperhitungkan jumlah pilihan yang diberikan penutur
kepada petutur (Leech, 1993: 195). Semakin besar jumlah pilihan yang
diberikan oleh penutur maka semakin santun tuturan itu (Asim, 1994: 92).
Berdasarkan skala ini, tuturan „Kalau tidak lelah, pindahkan kotak itu.‟
lebih santun daripada „Pindahkan kotak ini‟.
c. Skala ketaklangsungan
Skala ini mengukur panjang jalan yang menghubungkan tindak
ilokusi dengan tujuan ilokusi, sesuai dengan analisis cara-tujuan (Leech,
1993: 195). Skala ketaklangsungan dapat dirmuskan dari sudut pandang
petutur, yaitu sesuai dengan panjangnya jalan inferensial yang perlukan
oleh makna untuk sampai ke daya (Leech, 1993: 195). Tuturan „Saya ada
acara lain‟ lebih santun daripada „tidak bisa‟ untuk menolak ajakan orang
commit to user
8. Prinsip Ironi
Prinsip ironi memungkinkan seseorang bertindak tidak santun, tetapi
dengan tuturan yang seolah-olah santun. Dengan menerapkan prinsip ironi
berarti penutur bersikap santun, tetapi tidak tulus. Hal tersebut dilakukan
sebagai pengganti sikap tidak santun, dan melalui perilaku ini penutur
mempunyai tujuan untuk merugikan dan menyudutkan orang lain (Leech,
1993: 224-225).
Dapat dikatakan bahwa dengan menerapkan prinsip ironi, penutur
mengungkapkan daya ilokusi yang tidak santun secara santun. Bila seseorang
mengatakan „Terima kasih banyak atas perhatian anda mengembalikan buku
saya dalam keadaan baik‟ – padahal buku yang dikembalikan itu robek-robek
dan kotor – orang itu sebenarnya mencemooh si peminjam buku itu. Dalam
prinsip ironi, struktur luar tuturannya santun, tetapi implikaturnya terasa tidak
santun (Asim, 2005: 12).
9. Implikatur Percakapan
Dalam rangka memahami apa yang dimaksudkan oleh seorang
penutur, lawan tutur harus selalu melakukan interpretasi pada
tuturan-tuturannya. Jika dibedakan antara “apa yang dikatakan” (what is said) dan
“apa yang dikomunikasikan” (what is communicated), implikatur termasuk
yang dikomunikasikan (Pranowo, 2009: 102).
Grice (dalam Thomas, 1996: 57) membagi implikatur menjadi dua
macam, yaitu implikatur konvensional (conventional implicature) dan
commit to user
tidak memperhatikan/menghiraukan konteks. Dalam implikatur percakapan,
apa yang diimplikasikan tergantung pada konteks tuturan (Thomas, 1996: 57).
Implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau
maksim-maksim, dan tidak harus terjadi dalam percakapan. Selain itu,
implikatur konvensional juga tidak bergantung pada konteks khusus untuk
menginterpretasikannya. Implikatur konvensional diasosiasikan dengan
kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan. Contoh kata-kata-kata-kata khusus
tersebut dalam bahasa Inggris, misalnya kata penghubung „tetapi‟ (Yule,
dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 78). Tuturan „Mary
menyarankan warna hitam, tetapi saya pilih warna putih.‟, menunjukkan
bahwa saran Mary (hitam) bertolak belakang dengan pilihan saya (putih).
Implikatur percakapan ialah implikatur yang muncul berdasarkan
konteks. Sebuah tuturan bisa saja memiliki implikatur yang berbeda, jika
konteksnya berbeda. Tuturan „Great, that’s really great! That’s made my
Chrismas!‟ bisa memiliki implikatur yang berbeda dalam konteks yang
berbeda. Pertama, tuturan tersebut mengandung implikatur „sangat marah‟,
jika konteksnya seseorang telah muntah ke badannya. Kedua, menunjukkan
implikatur „bersedih‟, jika konteksnya seekor anjing telah memakan
kalkunnya (Thomas, 1996: 58).
10.Humor
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 512), humor adalah
sesuatu yang lucu, keadaan (dalam cerita dan sebagainya) yang menggelikan
hati, kejenakaan, kelucuan. Menurut Ensiklopedi Indonesia (dalam Chattri,
commit to user
kepercayaan bangsa Yunani pada zaman dahulu, tubuh manusia mengandung
semacam getah yang dapat menentukan temperamen seseorang. Perbedaan
temperamen dalam diri manusia, menurut kepercayaan orang Yunani,
disebabkan perbedaan kadar campuran getah dalam tubuh manusia itu. Kalau
campuran itu seimbang, maka dikatakan orang tersbut mempunyai humor,
tidak marah, tidak sedih, dan sebagainya.
Di samping humor, terdapat juga kata jenaka, yang menurut R.J.
Wilkinson (dalam Chattri, 2003: 137) berarti a farce, a practical, joke, atau
farcical, willing. Cerita yang beraspek humor, pada umumnya mengisahkan
kejenakaan atau kelucuan akibat kecerdikan, kebodohan, kemalangan, dan
keberuntungan tokoh utamanya. Tokoh ceritanya kadang-kadang sangat bodoh
dan tidak dapat menangkap maksud orang lain, sehingga menimbulkan
kesalahpahaman yang tidak perlu.
Freud (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 71) mengatakan bahwa humor
merupakan penyimpangan dari pikiran wajar dan diekspresikan secara
ekonomis dalam kata-kata dan waktu. Humor oleh Freud (dalam Wuri
Soedjatmiko, 1992: 80) dapat diklasifikasikan menurut motivasinya, yaitu
humor yang dibuat tanpa motivasi (komik) dan humor yang secara sengaja
“mencapai kesenangan melalui penderitaan orang lain” seperti agresi, satire,
commit to user
C. Kerangka Pikir
Tuturan dalam Acara OVJ
Banyak tuturan yang bermaksud merendahkan orang lain
Prinsip Kesantunan Prinsip Ironi
1. Maksim Kearifan 2. Maksim Kedermawanan 3. Maksim Pujian
4. Maksim Kerendahan Hati 5. Maksim Kesepakatan 6. Maksim Simpati 7. Maksim Pertimbangan
Implikatur
commit to user
Banyak tuturan dalam acara OVJ yang diujarkan untuk merendahkan
orang lain/mitra tuturnya. Tuturan-tuturan dalam acara OVJ tersebut akan dicoba
untuk dibedah dengan menggunakan prinsip kesantunan (khususnya pelangaran)
dan prinsip ironi. Kemudian dari pelanggaran terhadap prinsip kesantunan, dapat
dilihat suatu implikatur dalam tuturan tersebut. Berdasarkan analisis pelanggaran
prinsip kesantunan, prinsip ironi, dan implikatur dapat dilihat atau diketahui
commit to user
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif, yang bersifat
deskriptif. Metode kualitatif menjadi titik tolak penelitian kualitatif, yang
menekankan kualitas (ciri-ciri data yang alami) sesuai dengan pemahaman
deskriptif data alamiah itu sendiri (Fatimah Djadjasudarma, 1993: 13). Secara
umum dinyatakan bahwa metode kualitatif adalah metode penelitian suatu
masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur
statistik (Edi Subroto, 2007: 5). Pendekatan dalam penelitian ini adalah
pendekatan pragmatik.
B. Sampel
Penelitian kualitatif tidak memilih sampling (cuplikan) yang bersifat acak
(random sampling) yang merupakan teknik sampling yang paling kuat digunakan
dalam penelitian kuantitatif. Teknik cuplikannya cenderung bersifat „purposive‟
karena dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data.
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel
bertujuan (purposive sample), dalam artian pengambilan sampel yang diarahkan
pada sumber data yang dipandang memiliki data penting dan juga berkaitan
dengan permasalahan yang sedang diteliti (Sutopo, 2002: 36). Adapun sampel
dalam penelitian ini berupa tuturan yang melanggar prinsip kesantunan, serta
commit to user
7 Februari 2010. Penelitian dimaksudkan diambil dari tujuh episode OVJ, karena
dari tujuh episode tersebut sudah terdapat data yang mencukupi untuk dilakukan
penelitian.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
Secara umum dapat dinyatakan bahwa data adalah semua informasi
atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus dicari atau
dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 2007: 38). Data
merupakan bahan jadi penelitian. Data, pada hakikatnya adalah objek
penelitian beserta dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud, baik lingual
maupun nonlingual, dapat dipandang sebagai realitas lain yang menentukan
identitas objek penelitian (Sudaryanto dalam Tri Mastoyo, 2007: 25). Objek
dalam penelitian ini adalah tuturan yang melanggar prinsip kesantunan dan
menerapkan prisip ironi. Adapun data dalam penelitian ini adalah tuturan yang
mengandung pelanggaran prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung
penerapan prinsip ironi dalam acara OVJ di Trans 7, yang ditayangkan pada
1-7 Februari 2010.
2. Sumber data
Sumber data merupakan asal muasal data penelitian itu diperoleh. Dari
sumber itu penulis dapat memperoleh data yang dimaksud dan yang
diinginkan. Adapun sumber data penelitian ini adalah percakapan atau dialog
commit to user
D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Data kebahasaan adalah konteks kebahasaan (dan bahkan juga konteks
situasi) yang dapat berwujud wacana atau kalimat atau klausa atau frase atau kata
(tunggal atau kompleks) atau morfem yang di dalamnya terdapat segi-segi tertentu
yang diteliti.
Dalam penelitian ini digunakan metode simak. Metode simak dilakukan
dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133).
Adapun teknik dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap
(SBLC), teknik rekam, serta teknik catat. Teknik simak bebas libat cakap ialah
bahwa peneliti tidak terlibat dalam dialog, konversasi, atau imbal wicara; atau
dengan kata lain tidak ikut serta dalam proses pembicaraan orang-orang yang
saling berbicara (Sudaryanto, 1993: 134). Teknik rekam ialah perekaman terhadap
tuturan dengan menggunakan alat rekam tertentu (Sudaryanto, 1993: 135). Teknik
catat yaitu dilakukan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan
klasifikasi (Sudaryanto, 1993: 135).
E. Klasifikasi Data
Klasifikasi data dilakukan sesuai dengan pokok persoalan yang diteliti.
Hasil klasifikasi data harus memberikan manfaat dan kemudahan dalam
pelaksanaan analisis data (Tri Mastoyo, 2007: 47). Klasifikasi berarti penyusunan
bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang
ditetapkan (KBBI, 2008: 706). Teknik klasifikasi data dilakukan setelah semua
commit to user
dengan cara penyimakan terhadap pelanggaran-pelanggaran prinsip kesantunan
dan penerapan prinsip ironi.
Adanya pengurutan data bermanfaat untuk mencocokkan data-data dengan
analisisnya, yaitu memberikan syarat tambahan apa yang akan dikerjakan
berikutnya dan bagaimana tahapan ini dilakukan dengan mengurutkannya sesuai
dengan tujuan penelitian. Adapun penomoran data disesuaikan menurut nomor
urut contoh, judul acara, sumber, tanggal, bulan, dan tahun. Contoh: (9/OVJ/Trans
7/1 Februari 2010).
9: nomor urut data
OVJ: Opera Van Java
Trans 7: Sumber
1 Februari 2010: tanggal, bulan, dan tahun (waktu penayangan)
F. Teknik Analisis Data
Menganalisis berarti mengurai atau memilah-bedakan unsur-unsur yang
membentuk suatu satuan lingual, atau mengurai suatu satuan lingual ke dalam
komponen-komponennya (Edi Subroto, 2007: 59). Jenis tugas pemecahan
masalah yang dihadapi petutur dalam menginterpretasi sebuah tuturan dapat
disebut tugas heuristik (Leech, 1993: 61). Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan teknik analisis heuristik.
Strategi heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah
tuturan (Leech, 1993: 61). Hal yang penting dalam teknik analisis heuristik ialah
commit to user
latar belakang konteks, dan asumsi-asumsi dasar, petutur membuat hipotesis
mengenai tujuan-tujuan tuturan (Leech. 1993: 62).
G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Sudaryanto (1993: 144) menyatakan bahwa metode penyajian hasil
analisis data ada dua macam, yaitu yang bersifat informal dan yang bersifat
formal. Dalam penelitian ini digunakan metode penyajian hasil analisis data
secara informal dan formal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan
kata-kata biasa-walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya, sedangkan
penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang
(Sudaryanto, 1993: 145).
Tri Mastoyo (2007: 73) menyatakan penyajian hasil analisis data secara
formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah. Kaidah
itu dapat berbentuk rumus, bagan/diagram, tabel, dan gambar. Akan tetapi, demi
kemudahan pemahaman, penyajian kaidah tersebut biasanya didahului dan/atau
diikuti oleh penyajian yang bersifat informal. Rumus dapat berarti (i) ringkasan
yang dilambangkan oleh huruf, angka, atau tanda dan (ii) pernyataan atau
simpulan tentang asas, pendirian, ketetapan, dan sebagainya yang disebutkan
dengan kalimat yang ringkas dan tepat (Alwi dkk., dalam Tri Mastoyo, 2007: 74).
commit to user
35
BAB IV
ANALISIS DATA
Deskripsi dalam analisis data ini meliputi tiga bagian, yaitu pelanggaran
terhadap prinsip kesantunan dalam acara OVJ, prinsip ironi dalam acara OVJ, dan
implikatur dalam OVJ.
A. Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Acara OVJ
Prinsip kesantunan berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat
sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur (Grice, dalam Rustono,1999: 61).
Prinsip kesantunan terdiri dari tujuh maksim, yaitu maksim kearifan,
kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, simpati, dan pertimbangan.
Dalam acara OVJ, setiap peserta tutur tidak berusaha untuk membuat orang lain
senang, akan tetapi justru banyak melanggar maksim-maksim dalam prinsip
kesantunan.
1. Maksim Kearifan
Maksim kearifan berisi dua submaksim, yaitu a) buatlah kerugian
orang lain sekecil mungkin, dan b) buatlah keuntungan orang lain sebesar
mungkin. Berdasarkan pengamatan, dalam acara OVJ terdapat banyak
pelanggaran terhadap maksim kearifan. Hal tersebut dapat dilihat pada
percakapan berikut.
[1] Latar : Sebuah kebun (ada sumurnya) Peserta : Kenji dan Kok Rata (serta Sadako)
Tujuan : Meminta Sadako yang sedang mandi untuk membuka bajunya
Kunci : Santai
Percakapan:
Kenji : Mau mandi juga.
commit to user
Kamu masak nggak liat sih?
(10/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)
Pada percakapan [1] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,
khususnya submaksim pertama karena membuat kerugian orang lain sebesar
mungkin. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kok Rata, “Mbak, kalo mandi
buka dong.”, yang ditujukan kepada Sadako. Tuturan tersebut termasuk
dalam tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan menyuruh. Kok Rata
melanggar maksim kearifan karena memberikan kerugian pada orang lain,
yaitu Sadako. Kerugian itu adalah bahwa Sadako akan merasa malu jika dia
benar-benar membuka bajunya.
Tuturan “Mbak, kalo mandi buka dong.” melanggar maksim
kearifan karena memberi kerugian kepada Sadako dan bukan memberi
keuntungan. Jika dilihat dari skala untung-rugi, tuturan tersebut merugikan
bagi Sadako dan menguntungkan bagi Kok Rata. Kerugian Sadako adalah dia
akan merasa malu, dan keuntungan bagi Kok Rata adalah dia akan marasa
senang karena keinginannya tercapai. Tuturan yang memberi kerugian kepada
orang lain, berdasarkan skala untung-rugi termasuk tindak tutur yang tidak
santun. Berdasarkan skala ketaklangsungan, tuturan tersebut dituturkan secara
langsung, yaitu tuturan yang bertujuan memerintah diujarkan dengan tindak
tutur imperatif. Sesuai dengan skala ketaklangsungan, maka tuturan yang
bersifat langsung seperti tuturan tersebut termasuk tindak tutur yang tidak
santun. Dilihat dari skala keopsionalan, tuturan tersebut tidak memberikan
pilihan kepada petutur, sehingga petutur tidak mempunyai pilihan dari tuturan
direktif penutur. Tuturan yang tidak memberikan kesempatan memilih bagi
commit to user
Contoh lain percakapan yang melanggar maksin kearifan ialah sebagai
berikut.
[2] Latar : Sebuah ruangan
Peserta : Koichi, Kok Rata, dan Takeshi (serta Dalang, yang merusak mainan)
Tujuan : Meminta pertanggujawaban dari Dalang (bagi Kenji) Kunci : Santai
Pada percakapan [2] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,
terutama terhadap submaksim pertama, karena penutur memaksimalkan
kerugian orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kenji, “Ganti! Ganti!”.
Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan
memerintah.
Dalang merusakkan mainan Takeshi, anak Kenji. Kemudian Kenji
menuturkan “Ganti! Ganti!” kepada Dalang. Tuturan Kenji tersebut
merupakan tuturan menyuruh kepada Dalang agar mengganti mainan anaknya
yang telah rusak. Tuturan tersebut merugikan Dalang, karena harus mengganti
mainan Takeshi. Untuk mengganti mainan tersebut tentu Dalang harus
berusaha, entah dengan cara membeli atau apa pun. Hal tersebut memberikan
kerugian bagi Dalang, yang harus mencari mainan pengganti.
Berdasarkan skala untung-rugi, tuturan tersebut jelas memberikan
kerugian bagi Dalang karena harus melakukan usaha untuk mengganti mainan
yang rusak. Tuturan yang memberi kerugian bagi petuturnya termasuk tindak
commit to user
dengan skala keopsionalan. Berdasarkan skala keopsionalan, tuturan Kenji
tersebut tidak memberi pilihan kepada Dalang. Kenji tidak memikirkan
apakah Dalang menyanggupi atau tidak, penutur hanya memerintah Dalang
untuk mengganti. Tuturan semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun,
karena tidak memberi kesempatan memilih bagi petuturnya. Kemudian, dilihat
dari skala ketaklangsungan tuturan tersebut termasuk tuturan yang bersifat
langsung. Tuturan Kenji, “Ganti! Ganti!” merupakan tuturan imperatif, yang
juga ditujukan untuk memerintah Dalang. Berdasarkan skala ini, tuturan yang
bersifat langsung merupakan tuturan yang tidak santun.
Contoh lain pelanggaran terhadap maksim kearifan ialah percakapan
berikut ini.
[3] Latar : Depan rumah Ghozali Peserta : Jalaludin dan Hartinah
Tujuan : Merebut tanah (bagi Jalaludin) Kunci : Santai
Percakapan:
Jalaludin : Saya mau untuk memperluas daerah Madura. Dan kalian semua harus enyah dari tanah Madura ini. Karna ini daerah kekuasaan saya.
Hartinah : Saya orang Madura kok disuruh enyah dari tanah ini. Nggak bisa.
(73/OVJ/Trans7/4 Februari 2010))
Pada percakapan [3] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,
terutama terhadap submaksim pertama karena memaksimalkan kerugian orang
lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Jalaludin, “Dan kalian semua harus
enyah dari tanah Madura ini”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam tindak
tutur direktif, karena merupakan tuturan memerintah.
Jalaludin memerintah Hartinah (beserta suaminya) melalui tuturan