• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN DAN IMPLIKATUR DALAM ACARA OPERA VAN JAVA DI TRANS 7 SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN DAN IMPLIKATUR DALAM ACARA OPERA VAN JAVA DI TRANS 7 SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN

DAN IMPLIKATUR

DALAM ACARA

OPERA VAN JAVA

DI TRANS 7

:

SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

DWI ARIYANI

C0206002

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN

DAN IMPLIKATUR

DALAM ACARA

OPERA VAN JAVA

DI TRANS 7

:

SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

Disusun oleh

DWI ARIYANI C0206002

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Miftah Nugroho, S.S., M.Hum. NIP 197707252005011002

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

(3)

commit to user

iii

PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN

DAN IMPLIKATUR

DALAM ACARA

OPERA VAN JAVA

DI TRANS 7

:

SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK

Disusun oleh

DWI ARIYANI C0206002

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal 27 Desember 2010

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum.

NIP 196412311994032005 ...

Sekretaris Drs. Kaswan Darmadi, M.Hum.

NIP 196203031989031005 ...

Penguji I Miftah Nugroho, S.S., M.Hum.

NIP 197707252005011002 ...

Penguji II Dr. Dwi Purnanto, M. Hum.

NIP 196111111986011002 ...

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Dwi Ariyani NIM : C0206002

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera Van Java di Trans 7: Sebuah

Kajian Pragmatik adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak

dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, 14 Desember 2010

Yang membuat pernyataan,

(5)

commit to user

v

MOTTO

“Perjalanan ratusan mil diawali dengan satu langkah.“

(Lao Tzu)

Jangan pernah menyerah dengan apa yang sedang kau perjuangkan. Jika tidak,

semua yang telah kau lakukan akan menjadi sia-sia.

(Penulis)

“Pikiran yang bagus dan hati yang bagus adalah kombinasi yang hebat.”

(Nelson Mandela)

“Orang mungkin ragu pada apa yang kau katakan, tapi mereka akan percaya

dengan apa yang kau lakukan.”

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini Penulis persembahkan kepada:

Bapak Ibu tercinta yang selalu memberi dukungan dan doa

Kakakku satu-satunya, yang selalu memberi semangat

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala limpahan

rahmat dan hidayah-Nya, sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur dalam Acara Opera

Van Java di Trans 7: Sebuah Kajian Pragmatik dengan lancar. Skripsi ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan penghargaan

dan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Drs. Sudarno, M.A. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberi izin

dalam penulisan skripsi ini.

3. Rianna Wati, S.S. selaku pembimbing akademis penulis selama masa kuliah.

4. Miftah Nugroho, S.S., M.Hum. selaku pembimbing penulis yang dengan

penuh kesabaran membimbing dan memberi petunjuk pada penulis dalam

mengerjakan skripsi ini.

5. Drs. Hanifullah Syukri, M.Hum. selaku penelaah penulis yang bersedia

memberi petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf pengajar Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu dan fasilitas yang telah penulis

(8)

commit to user

viii

7. Staf UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret dan staf Perpustakaan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah memberikan kemudahan dalam

mendapatkan sumber data dan buku-buku referensi untuk penyelesaian skripsi

ini.

8. Bapak dan ibu tercinta, Hyongnim, dan seluruh keluarga atas doa dan

dukungan yang selalu tercurah.

9. Mas Bayu yang selalu mengingatkan untuk mengerjakan skripsi.

10.Okky dan teman-teman rumah yang telah memberikan hiburan dan

kebersamaan yang menyenangkan. Sahabat-sahabatku yang setia.

11.Teman-teman Sasindo ‟06 atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.

12.Kakak-kakak tingkat angkatan berapa pun yang telah membantu penulis.

13.Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

ikut serta dalam melancarkan proses penulisan ini.

Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat

balasan dari Allah Swt. Karya tulis ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan sumbangan kritik dan saran yang membangun. Akhir

kata, semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, 14 Desember 2010

Penulis,

(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

B. Landasan Teori ... 10

(10)

commit to user

x

2. Pragmatik Humor ... 11

3. Situasi Tutur ... 12

4. Tindak Tutur... 13

5. Kesantunan Berbahasa ... 16

6. Teori Kesantunan Brown dan Levinson ... 17

7. Prinsip Kesantunan Leech ... 19

8. Prinsip Ironi ... 25

9. Implikatur Percakapan ... 25

10.Humor ... 26

C. Kerangka Pikir ... 28

BAB III METODE PENELITIAN... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Sampel ... 30

C. Data dan Sumber Data ... 31

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Klasifikasi Data ... 32

F. Teknik Analisis Data ... 33

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 34

BAB IV ANALISIS DATA ... 35

A. Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan ... 35

1. Maksim Kearifan ... 35

2. Maksim Kedermawanan... 43

3. Maksim Pujian ... 46

(11)

commit to user

xi

5. Maksim Kesepakatan ... 55

6. Maksim Simpati ... 58

7. Maksim Pertimbangan ... 62

B. Prinsip Ironi dalam Acara OVJ ... 67

C. Implikatur yang Muncul dalam Acara OVJ ... 70

1. Implikatur Menghina ... 71

2. Implikatur Memancing Amarah ... 72

3. Implikatur Tidak Suka dengan Kedatangan Orang Lain ... 73

4. Implikatur Mempengaruhi ... 74

5. Implikatur Tidak Suka... 75

6. Implikatur Ingin Menyiksa ... 77

7. Implikatur Tidak Sayang kepada Istri ... 78

8. Implikatur Menyuruh ... 79

9. Implikatur Merayu ... 80

BAB V PENUTUP ... 82

A. Simpulan ... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Lima Fungsi Umum Tindak Tutur... 15

Tabel 2. Pelanggaran Prinsip Kesantunan ... 66

Tabel 3. Penerapan Prinsip Ironi ... 70

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR SINGKATAN

CP : Cooperative Principle (Prinsip Kerja Sama)

OVJ : Opera Van Java

PP : Politeness Principle (Prinsip Kesantunan)

(14)

commit to user

xiv

ABSTRAK

Dwi Ariyani. C0206002. 2010. Pelanggaran Prinsip Kesantunan dan Implikatur

dalam Acara Opera Van Java di Trans 7: Sebuah Kajian Pragmatik. Skripsi:

Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam OVJ?, (2) Bagaimana prinsip ironi dalam

OVJ?, dan (3) Bagaimana implikatur yang muncul dalam OVJ?

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam OVJ, (2) Mendeskripsikan prinsip ironi dalam OVJ, dan (3) Mendeskripsikan implikatur yang muncul dalam OVJ.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik. Sumber data yang digunakan adalah percakapan atau dialog dalam tayangan OVJ di Trans 7 episode 1-7 Februari 2010. Data dalam penilitian ini adalah tuturan yang mengandung pelanggaran prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung penerapan prinsip ironi dalam acara OVJ di Trans 7, yang ditayangkan pada 1-7 Februari 2010. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak, sedangkan teknik untuk pengumpulan data menggunakan teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis heuristik. Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah penyajian secara informal dan formal.

(15)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa sebagai alat komunikasi manusia mempunyai peranan yang sangat

penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan

ide, gagasan, keinginan, perasaan, dan sebagainya kepada orang lain. Tanpa

bahasa manusia akan kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial.

Selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai penyampai pesan

seseorang kepada orang lain. Berbahasa dapat dilakukan secara tertulis maupun

lisan. Dalam berbahasa, terkadang seseorang tidak menyatakannya secara

langsung, melainkan melalui maksud yang tersembunyi di balik tuturannya.

Selain itu, dalam memahami sebuah tuturan mitra tutur tidak dapat hanya

mengandalkan kata-kata yang menyusunnya saja, melainkan harus

memperhatikan juga fenomena yang ada di luar bahasa.

Ketidakmampuan linguistik struktural untuk menjelaskan fenomena yang

ada di luar kalimat serta kejenuhan para linguis terhadap linguistik struktural yang

mengkaji bahasa dalam batasan kalimat saja memicu lahirnya cabang ilmu

linguistik yang disebut „pragmatik‟ di awal tahun 1960-an. Pragmatik berisi

hal-hal tentang penggunaan bahasa yang tidak dapat dijelaskan dari sudut pandang

linguistik struktural (Jumanto, 2009: 83). Tidak semua tuturan mempunyai makna

sesuai dengan kata-kata yang menyusunnya, terkadang ada maksud yang

tersembunyi di belakangnya. Pragmatiklah yang dapat mengkaji hal ini. Menurut

(16)

commit to user

mengkaji hubungan (timbal balik) fungsi ujaran dan bentuk (struktur) kalimat

yang mengungkapkan ujaran.

Penelitian terhadap pragmatik dapat dilakukan pada segala macam tuturan

yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik tuturan yang terdapat di

masyarakat maupun tuturan di tayangan televisi. Dalam penelitian ini, penulis

bermaksud untuk meneliti tuturan dalam acara humor Opera Van Java (yang

selanjutnya akan disebut OVJ). OVJ menggunakan ragam tutur nonformal. OVJ

merupakan sebuah acara humor yang unik, karena tidak sama dengan acara

humor seperti biasanya yang dikemas dengan cerita yang rapi. Di sini, ceritanya

sering tidak sesuai dengan jalan cerita yang seharusnya. Akan tetapi, justru inilah

yang menjadikannya lucu. Selain itu, OVJ menggunakan konsep wayang yang

juga lain dari yang lain. Konsep tersebut ialah bahwa wayang-wayangnya dapat

berkomunikasi dengan dalang dan dapat mengadu argumentasi mereka. Hal

menarik lainnya dalam OVJ adalah bahwa wayang dapat berbicara dengan

wayang yang lain sebagai pemeran (pemeran yang sebenarnya), bukan sebagai

tokoh yang sedang dimainkan.

Sebagai sebuah acara humor, tentu saja tuturan yang terdapat di dalamnya

bertujuan untuk menimbulkan efek lucu. Dalam OVJ tidak jarang ditemukan

tuturan yang merendahkan orang lain, atau bahkan diri sendiri. Misalnya ialah

tuturan Sule “Walaupun muka gua jelek, tapi pesek.” Tuturan tersebut berarti

bahwa Sule telah merendahkan dirinya sendiri, yaitu dengan mengatakan bahwa

dia jelek. Tuturan dalang Parto “Sek, saya lagi mo nutup Sek.” (ditujukan kepada

Sule) berarti merendahkan mitra tuturnya, yaitu Sule. „Sek‟ ialah kependekan dari

(17)

commit to user

Tuturan-tuturan yang digunakan dalam OVJ menarik untuk diteliti.

Meskipun dalam OVJ terdapat tuturan yang mematuhi dan melanggar prinsip

kesantunan, yang akan diteliti ialah tuturan yang menunjukkan ketidaksantunan

kepada orang lain. Hal tersebut karena, jika merendahkan diri sendiri berarti

hanya akan menyakiti diri sendiri, bukan orang lain, dan hal itu sudah biasa

karena tidak akan berdampak negatif pada orang lain. Bertutur yang menyakiti

atau merugikan orang lain merupakan tindakan yang tidak sopan, sedangkan

dalam kehidupan sehari-hari tentu saja semua orang lebih menyukai tuturan yang

ditujukan kepadanya itu sopan. Akan tetapi, bagaimana dalam sebuah acara

humor? Atas dasar apa para pemain menuturkan tuturan yang melanggar prinsip

kesantunan? Dalam acara humor mungkin tidak seperti dalam kehidupan nyata.

Sebuah acara humor tidak mempermasalahkan mengenai sopan santun kepada

mitra tuturnya, karena jika tuturannya sopan akan terdengar sangat „datar‟ dan

tidak menarik untuk ditonton. Selain itu mungkin juga ada implikatur di balik

ketidaksantunan tuturan dalam sebuah acara humor.

Mampu bertutur secara halus dan isi tutur katanya memiliki maksud yang

jelas dapat menyejukkan hati dan membuat orang lain berkenan. Seandainya

perilaku bahasa setiap orang seperti itu, rasa kebencian, rasa curiga, sikap

berprasangka buruk terhadap orang lain tidak perlu ada (Pranowo, 2009: 1).

Kesantunan seseorang dapat dilihat dari tuturannya, karena bahasa

merupakan cermin kepribadian seseorang. Artinya, melalui bahasa yang

digunakan seseorang dapat diketahui kepribadiannya (Pranowo, 2009: 3).

Seseorang akan merasa senang jika mitra tuturnya berbicara dengan santun.

(18)

commit to user

itu, sangat wajar jika sering ditemukan pemakaian bahasa yang baik ragam

bahasanya, tetapi nilai rasa yang terkandung di dalamnya menyakitkan hati

pembaca atau pendengarnya. Hal ini terjadi karena pemakai bahasa belum

mengetahui bahwa di dalam suatu struktur bahasa (yang terlihat melalui ragam

dan tata bahasa) terdapat struktur kesantunan. Struktur bahasa yang santun adalah

struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak menyinggung

perasaan pendengar atau pembaca (Pranowo, 2009: 4).

Berdasarkan uraian tersebut, kesantunan mempunyai arti penting dalam

berbahasa. Dalam pragmatik terdapat banyak prinsip mengenai kesantunan yang

dapat digunakan untuk menganalisis tuturan. Prinsip mengenai kesantunan

tersebut antara lain dikemukakan oleh Brown dan Levinson, Leech, Lakoff,

Yueguo Gu, dan sebagainya (Asim Gunarwan, 2007: 102). Prinsip kesantunan

Leech (selanjutnya akan disebut prinsip kesantunan saja) menjelaskan bagaimana

bertutur secara santun dengan membagi menjadi tujuh macam maksim. Ketujuh

maksim tersebut dijelaskan dengan masing-masing dua submaksim yang lebih

terperinci.

Dengan tujuh maksim yang dirumuskan oleh Leech, dapat dianalisis

apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun kepada orang lain. Setiap

maksim dari tujuh maksim tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan

peringkat kesantunan sebuah tuturan. Prinsip kesantunan ini dapat digunakan

untuk menganalisis tuturan dalam OVJ apakah termasuk sopan atau tidak.

Dengan tujuh maksim yang dirumuskan oleh Leech, dapat dianalisis

apakah tuturan tersebut santun atau tidak santun kepada orang lain. Selain itu,

(19)

commit to user

Setiap maksim dari tujuh maksim tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan

peringkat kesantunan sebuah tuturan. Prinsip kesantunan ini dapat digunakan

untuk menganalisis tuturan dalam OVJ apakah termasuk sopan atau tidak. Dengan

skala kesantunan pula, dapat diketahui peringkat kesantunan sebuah tuturan.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian lebih terarah dan

mempermudah penulis dalam menentukan data yang diperlukan. Penelitian ini

dibatasi pada tuturan dalam acara OVJ yang melanggar prinsip kesantunan dan

tuturan yang mengandung prinsip ironi. Tuturan-tuturan tersebut juga dibatasi

pada penayangan OVJ episode 1 sampai 7 Februari 2010.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, masalah-masalah yang akan

dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ?

2. Bagaimana prinsip ironi dalam acara OVJ?

3. Bagaimana implikatur yang muncul berdasarkan pelanggaran prinsip

kesantunan dalam acara OVJ?

D. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga hasil

penelitiannya dapat diketahui. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah

(20)

commit to user

1. Mendeskripsikan bentuk pelanggaran prinsip kesantunan dalam acara OVJ.

2. Mendeskripsikan prinsip ironi dalam acara OVJ.

3. Mendeskripsikan implikatur yang muncul berdasarkan pelanggaran prinsip

kesantunan dalam acara OVJ.

E. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian yang dilakukan harus dapat memberikan manfaat baik

secara teoretis maupun praktis. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini

antara lain:

1. Manfaat Teoretis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan

bagi perkembangan studi tentang prinsip kesantunan, ironi, dan implikatur

khususnya dalam tuturan yang bersifat humor.

2. Manfaat Praktis. Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan

kontribusi yang berarti dalam hal pemahaman wacana dialog humor, terutama

dalam hal memahami pelanggaran prinsip kesantunan, penerapan prinsip ironi,

serta implikatur yang muncul dari pelanggaran tersebut. Penelitian ini

diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk landasan kajian

penelitian sejenis selanjutnya.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian

masalah dalam suatu penelitian, karena cara kerja penelitian lebih terarah, runtut,

(21)

commit to user

memahami hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini

tersusun atas lima bab. Kelima bab itu adalah sebagai berikut.

Bab pertama pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab kedua landasan teori. Bab ini terdiri atas tinjauan studi terdahulu,

landasan teori, dan kerangka pikir. Tinjauan studi terdahulu merupakan tinjauan

dari penelitian-penelitian sebelumnya yang sejenis, sedangkan landasan teori

berisi tentang teori-teori yang digunakan untuk mengkaji dan memahami

permasalahan yang diteliti. Kerangka pikir berisi gambaran secara jelas kerangka

yang digunakan penulis untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang

diteliti.

Bab ketiga metode penelitian. Bab ini akan memberikan gambaran proses

penelitian yang terdiri atas metode penelitian, data dan sumber data, metode

pengumpulan data, dan metode analisis data.

Bab keempat analisis data. Bab ini merupakan inti dari penelitian yang

berisikan analisis data yang sesuai dengan tujuan penelitian.

(22)

commit to user

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Bagian ini akan memaparkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang

sejenis dan relevan dengan penelitian ini.

Erfan Rony Hadmoko (2004) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan

Tindak Tutur Ilokusioner dalam Rubrik Konsultasi pada Surat Kabar”

memaparkan tiga masalah dalam penelitiannya. Ketiga masalah tersebut ialah 1)

Bagaimanakah wujud tindak tutur ilokusioner berdasarkan skala kesantunan

pragmatik dalam rubrik konsultasi, 2) bagaimanakah strategi tutur penanya dalam

menuturkan pertanyaan pada rubrik konsultasi, dan 3) bagaimanakah wujud

ungkapan penanda kesantunan dalam rubrik konsultasi. Berdasarkan hasil analisis

data yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan skala

kesantunan pragmatik wujud tindak tutur ilokusioner yang diutarakan penanya

maupun pengasuh rubrik mengandung skala kerugian dan keuntungan, skala

pilihan, skala ketidaklangsungan, dan skala keotoritasan. Dalam penelitian ini

dideskripsikan juga mengenai wujud kesantunan strategi tutur penanya dalam

menuturkan pertanyaan kepada rubrik konsultasi, yang mencakup hal-hal: (1)

panjang pendek tuturan, (2) urutan tutur, (3) langsung – tak langsung tuturan, dan

(4) kata sapaan. Keempat hal tersebut dipandang sebagai faktor strategi tutur

penanya dalam menuturkan pertanyaan kepada rubrik konsultasi. Secara

linguistik, kesantunan dalam pemakaian tindak tutur ilokusioner dalam rubrik

(23)

commit to user

penanda kesantunan. Penanda kesantunan itu dapat disebutkan, yaitu tolong,

mohon, cobalah, dan hendaknya.

Skripsi Bambang Pamuji Rahardjo yang berjudul “Implikatur Tuturan

Humor Politik dalam Acara NewsDotCom di Metro TV: Pendekatan Pragmatik”

membahasa tiga permasalahan, yaitu (1) Bagaimanakah tindak tutur dari tinjauan

pragmatik dalam acara News Dot Com (NDC) di Metro TV? (2) Bagaimanakah

bentuk pelanggaran prinsip kerjasama dan kesopanan yang terjadi dalam acara

NDC di Metro TV? (3) Bagaimanakah maksud implikatur percakapan yang

terdapat dalam NDC di Metro TV? Berdasarkan hasil analisis data, penelitian

tersebut mendeskripsikan (1) tindak tutur yang digunakan adalah tindak tutur

asertif atau representatif untuk melaporkan dan menyombongkan diri, tindak tutur

direktif yang berfungsi untuk menyarankan dan menolak, tindak tutur komisif

berfungsi untuk menawarkan dan menjajikan. Tindak tutur ekspresif berfungsi

untuk mengkritik, menyindir, mengejek, dan menyatakan keluhan. (2) Tindak

tutur berimplikatur terjadi karena adanya pelanggaran terhadap prinsip kerjasama

dan prinsip kesopanan. (3) Implikatur yang terkandung dalam acara NDC

bermaksud untuk menyindir pemerintah, mengingatkan pemerintah, menawarkan

kepada penonton, mengejek kepada tokoh NDC, melaporkan kepada pemerintah,

menolak atau menyatakan ketidaksetujuan, menyombongkan diri sendiri, dan

mengkritik kepada pemerintah.

Penelitian ini hampir sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang

juga meneliti tentang prinsip kesantunan. Dalam penelitian ini dibahas mengenai

pelanggaran terhadap maksim-maksim dalam prinsip kesantunan dan implikatur

(24)

commit to user

terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu memasukkan

prinsip ironi dalam analisis penelitian. Dalam penelitian ini dimasukkan juga

prinsip ironi, karena prinsip tersebut berhubungan dengan prinsip kesantunan dan

juga dapat digunakan untuk mengetahui kesantunan orang lain.

B. Landasan Teori

1. Pragmatik

Levinson membatasi pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari

hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasi, atau terkodifikasi

dalam struktur bahasa (1985: 9). Sementara itu, Thomas mendefinisikan

pragmatik sebagai makna dalam interaksi. Menurutnya suatu makna bukanlah

yang melekat pada suatu kata, tetapi merupakan proses dinamis yang

melibatkan penutur dan petutur, konteks tuturan, dan makna potensial dari

suatu tuturan (1996: 22).

Yule mendefinisikan pragmatik ke dalam 4 (empat) definisi (dalam

Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 3-4). Pertama, menurutnya

pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Hal tersebut karena pragmatik

mempelajari makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh

petutur. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Diperlukan

suatu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin

mereka katakan yang disesuaikan dengan orang yang diajak bicara, di mana,

kapan, dan dalam keadaan apa.

Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak

(25)

commit to user

banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian yang

disampaikan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak

hubungan. Keakraban, baik secara fisik, sosial, atau konseptual, menyiratkan

adanya pengalaman yang sama. Pada asumsi tentang seberapa dekat atau jauh

jarak petutur, penutur menentukan seberapa banyak kebutuhan yang

dituturkan.

Analisis pragmatik berupaya menemukan maksud penutur, baik yang

diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat di

balik tuturan. Maksud tuturan, terutama yang implikatif, hanya dapat dikenali

melalui penggunaan bahasa secara konkret dengan mempertimbangkan

komponen situasi tutur (Rustono, 1999: 17).

2. Teori Pragmatik Humor

Di tingkat wacana, komunikasi serius mengenal beberapa aturan

komunikasi, seperti disebut oleh H.P. Grice dalam “Theory of Implicature”.

Menurut Grice (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 76) ada dua jenis implikatur,

yaitu konvensional dan tindak ujaran. Dalam implikatur yang konvensional

makna ditentukan oleh bentuk linguistik, sedangkan dalam prinsip tindak

ujaran (co-operative principle = CP) makna ditentukan oleh sejumlah elemen

wacana. Leech mengatakan bahwa Maksim Cara sebetulnya tidak terbatas

untuk CP, tetapi juga untuk retorika tekstual. Komunikasi menurut Leech,

tidak selalu harus mengikuti CP. Dalam pragmatik, komunikasi merupakan

gabungan antara fungsi ilokusi dan fungsi sosial. Dengan kata lain komunikasi

(26)

commit to user

Leech membagi retorika menjadi dua (1) retorika antar-pribadi, dan (2)

retorika tekstual. Dalam retorika antar pribadi ditambahkan Politeness

Principle = PP (Prinsip sopan-santun), dan Ironical Principle yang seringkali

harus berlawanan dengan CP. Humor di tingkat wacana justru memanfaatkan

penyimpangan terhadap CP dan PP (Wuri Soedjatmiko, 1992:78).

3. Situasi Tutur

Pragmatik mengkaji makna dalam hubungannya dengan situasi tutur.

Leech menyatakan aspek-aspek dalam situasi tutur (1993: 19-21).

a. Yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa)

Orang yang menyapa disebut dengan „penutur‟ dan orang yang

disapa disebut „petutur‟. Petutur selalu menjadi sasaran tuturan dari

penutur.

b. Konteks sebuah tuturan

Konteks ialah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama

dimiliki oleh penutur dan petutur, dan yang membantu petutur

menafsirkan makna tuturan.

c. Tujuan sebuah tuturan

Istilah tujuan lebih netral daripada maksud, karena tidak

membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar,

sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan yang berorientasi

tujuan.

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar

Pragmatik berurusan dengan tindak-tindak atau

(27)

commit to user

demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih konkret

daripada tata bahasa.

e. Tuturan sebagai produk tindak verbal

Sebuah tuturan dapat merupakan suatu contoh kalimat (

sentence-instance) atau tanda kalimat (sentence-stoken), tetapi bukanlah sebuah

kalimat. Tuturan-tuturan merupakan unsur-unsur yang maknanya dikaji

dalam pragmatik, sehingga dengan tepat pragmatik dapat digambarkan

sebagai suatu ilmu yang mengkaji makna tuturan.

4. Tindak Tutur

Pada suatu saat, tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan

suatu tuturan akan menghasilkan tiga tindak yang saling berhubungan.

Pertama, tindak lokusi, yang merupakan tindak dasar tuturan atau

menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kebanyakan penutur

tidak hanya menghasilkan tuturan yang tersusun dengan baik tanpa suatu

tujuan. Penutur membentuk tuturan dengan beberapa fungsi di dalam pikiran.

Ini adalah dimensi ke dua, yaitu tindak ilokusi. Tindak ilokusi ditampilkan

melalui penekanan komunikatif suatu tuturan (Yule, dalam Indah Fajar

Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 83-84).

Tentu penutur tidak secara sederhana membuat tuturan yang memiliki

fungsi tanpa mempunyai maksud bahwa tuturan itu memiliki akibat. Hal ini

merupakan dimensi ke tiga, tindak perlokusi. Dengan bergantung pada

keadaan, penutur akan menuturkan sesuatu dengan asumsi bahwa petutur akan

mengenali akibat yang ditimbulkan. Biasanya dikenal juga sebagai akibat

(28)

commit to user

Di antara ketiga dimensi tersebut, yang paling banyak dibahas ialah

tekanan ilokusi. Istilah ‘tindak tutur” biasanya diterjemahkan secara sempit

dengan hanya diartikan sebagai tekanan ilokusi suatu tuturan. Tekanan tutur

ilokusi ialah „apa yang diperhitungkan tekanan itu‟ (Yule, dalam Indah Fajar

Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 84).

Ada beberapa klasifikasi jenis tindak tutur umum yang biasanya

digunakan. Sistem klasifikasi umum mencantumkan 5 jenis fungsi umum yang

ditunjukkan oleh tindak tutur; deklarasi, representatif, ekspresif, direktif, dan

komisif (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006:

91-92). Searle (dalam Leech, 1993: 163) mengklasifikasikan tindakan ilokusi

berdasarkan pada berbagai kriteria. Secara garis besar, kategori Searle (dalam

Leech, 1993: 164-165) ialah sebagai berikut.

a. Asertif

Pada ilokusi ini penutur terikat pada kebenaran tuturan yang

diujarkan. Tuturan ilokusi ini misalnya, menyatakan, mengusulkan,

membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan.

b. Direktif

Ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan

yang dilakukan oleh petutur. Ilokusi ini misalnya, memesan, memerintah,

memohon, menuntut, memberi nasehat.

c. Komisif

Pada ilokusi ini penutur (sedikit banyak) terikat pada suatu

(29)

commit to user

berkaul. Jenis ilokusi ini tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi

pada kepentingan petutur.

d. Ekspresif

Ilokusi ini berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan

sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Ilokusi ini misalnya,

mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf,

mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya.

e. Deklarasi

Jika pelaksanaan ilokusi ini berhasil, maka akan mengakibatkan

adanya kesesuaian antara isi tuturan dengan kenyataan. Ilokusi ini

misalnya, mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama,

menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai),

dan sebagainya.

Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya

terangkum dalam tabel berikut (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe

Mustajab, 2006: 94-95).

Tabel 1

Lima Fungsi Umum Tindak Tutur

Tipe tindak tutur Arah penyesuaian P = penutur X = situasi Sumber: Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab. 2006: 95.

Tindak tutur langsung dan tidak langsung

Pendekatan berbeda terhadap pengkategorian tipe tindak tutur dapat

(30)

commit to user

struktural yang sederhana, yaitu menjadi 3 kalimat dasar. Terdapat hubungan

antara 3 bentuk struktural (deklaratif, interogratif, imperatif) dan tiga fungsi

komunikasi umum (pernyataan, pertanyaan, perintah/permohonan (Yule,

dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 95).

Apabila ada hubungan langsung antara struktur dengan fungsi, maka

terdapat suatu tindak tutur langsung. Sebaliknya, jika ada hubungan tidak

langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur tidak

langsung (Yule, dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006:

95-96). Bentuk interogatif yang digunakan untuk membuat suatu pertanyaan

disebut tindak tutur langsung, sedangkan bentuk interogatif yang digunakan

untuk membuat suatu perintah disebut tindak tutur tidak langsung. Tuturan

„Apa kau bisa mengerjakannya?‟, digunakan untuk menanyakan kemampuan

seseorang dalam mengerjakan sesuatu, merupakan tindak tutur langsung.

Akan tetapi, jika tuturan tersebut ditanyakan ibu kepada anaknya, misalnya

dalam hal membuang sampah, maka merupakan tindak tutur tidak langsung.

Hal tersebut karena sebenarnya sang ibu ingin menyuruh anaknya untuk

membuang sampah, tetapi dengan tuturan yang berbentuk interogatif.

5. Kesantunan Berbahasa

Dalam pertukaran tuturan peserta tutur tidak hanya menghormati

prinsip-prinsip kerja sama sebagaimana diajukan oleh Grice (1975) tetapi juga

mengindahkan prinsip-prinsip kesopanan (Nadar, 2008:28). Leech (dalam

Nadar, 2008: 28) berpendapat bahwa prinsip kerja sama yang ditawarkan ol;eh

Grice (1975) tidak selalu dapat menjawab pertanyaan mengapa dalam suatu

(31)

commit to user

untuk menyatakan apa yang mereka maksudkan, sehingga tidak

mengindahkan maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice tersebut.

Linguis-linguis yang berteori tentang ilokusi tidak langsung adalah

Gordon dan Lakoff (1971) (dengan Conversational Postulates) dan Sadock

(1974) (dengan Extended Performative Hypothesis) (Asim Gunarwan, 1992:

183). Mereka menelaah, tetapi tidak berteori, tentang ilokusi tidak langsung

itu dalam kaitannya dengan kesantunan berbahasa. Linguis yang mengaitkan

dan berteori tentang kedua hal itu adalah Brown dan Levinson (1978) dan

Leech (1983) (Asim Gunarwan, 1992: 183).

6. Teori Kesantunan Brown dan Levinson

Teori kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson (1978)

berkisar atas nosi muka (face). Semua orang yang rasional mempunyai muka

(tentunya dalam arti kiasan) dan muka itu harus dijaga, dipelihara, dihormati,

dan sebagainya (Asim Gunarwan, 1992: 184). Muka di dalam pengertian

kiasan ini dikatakan terdiri atas dua wujud, yaitu muka positif dan muka

negatif. Muka positif mengacu ke citra diri seseorang bahwa segala yang

berkaitan dengan dirinya itu patut dihargai (yang kalau tidak dihargai, orang

yang bersangkutan dapat kehilangan mukanya). Muka negatif merujuk ke citra

diri seseorang yang berkaitan dengan kebebasan untuk melakukan sesuatu

sesuai dengan kemauannya (yang kalau dihalangi, orang yang bersangkutan

dapat kehilangan muka) (Asim Gunarwan, 2007: 105).

Kesantunan yang dimaksudkan untuk menjaga muka positif disebut

kesantunan positif (kesantunan afirmatif) dan kesantunan yang dimaksudkan

(32)

commit to user

deferensial). Kesantunan positif mengacu ke strategi bertutur dengan cara

menonjolkan kedekatan, keakraban, hubungan baik diantara penutur dan

petutur. Kesantunan negatif merujuk ke strategi bertutur yang menunjukkan

adanya jarak sosial antara penutur dan petutur (Asim Gunarwan, 2007: 105).

Menurut Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 2007: 106),

muka itu rawan terhadap ancaman yang timbul dari tindak tutur tertentu.

Artinya, ada tindak tutur, yang karena isi dan atau cara mengungkapkannya,

menyebabkan muka terancam, apakah itu muka penutur atau petutur. Brown

dan Levinson menyebut tindak tutur pengancaman muka itu face-threatening

act (FTA), yang menyebabkan penutur (yang normal, rasional dan sehat

pikiran) harus memilih strategi dengan mempertimbangkan situasi atau

peristiwa tuturnya, yaitu kepada siapa dia bertutur, di mana, tentang apa, untuk

apa, dan sebagainya. Penutur menentukan strategi ini dengan “menghitung”

tingkat keterancaman muka berdasarkan jarak sosial penutur-petutur, besarnya

perbedaan kekuasaan antara keduanya, serta status relative jenis tindak tutur

yang diujarkan penutur di dalam budaya yang bersangkutan.

Brown dan Levinson (dalam Asim Gunarwan, 2007: 106) mengatakan

bahwa ada empat strategi utama untuk mengutarakan maksud itu, ditambah

satu strategi, yaitu strategi lebih baik tidak bertutur. Tergantung pada derajat

keterancamannya, kelima strategi itu berturut-turut adalah: (1) bertutur secara

terus terang tanpa basa-basi (bald on record); (2) bertutur dengan

menggunakan kesantunan positif; (3) bertutur dengan menggunakan

(33)

commit to user

transparan (off record) ; dan (5) bertutur “di dalam hati” dalam arti penutur

tidak mengujarkan maksud hatinya.

7. Prinsip Kesantunan Leech

Sopan santun merupakan mata rantai yang hilang antara prinsip kerja

sama dengan masalah bagaimana mengaitkan daya dengan makna. Leech

(1993: 161) melihat sopan santun dari sudut pandang petutur dan bukan dari

sudut pandang penutur. Leech (1993: 166) menyatakan bahwa tuturan yang

sopan bagi petutur atau pihak ketiga bukan merupakan tuturan yang sopan

bagi penutur, begitu pula sebaliknya. Prinsip kesantunan Leech berhubungan

dengan dua pihak, yaitu diri dan lain. Diri ialah penutur dan lain adalah

petutur, dalam hal ini lain juga dapat menunjuk kepada pihak ketiga baik yang

hadir maupun yang tidak hadir dalam situasi tutur Leech, 1993: 206). Leech

(1993: 206) merumuskan prinsip kesantunannya ke dalam tujuh maksim.

Ketujuh maksim tersebut ialah sebagai berikut.

a. Maksim Kearifan (Tact Maxim) (dalam ilokusi direktif dan komisif)

1) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin

2) Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin

b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) (dalam ilokusi direktif dan

komisif)

1) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin

2) Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin

c. Maksim Pujian (Approbation Maxim) (dalam ilokusi ekspresif dan asertif)

1) Kecamlah orang lain sesedikit mungkin

(34)

commit to user

d. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) (dalam ilokusi ekspresif dan

asertif)

1) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin

2) Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin)

e. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim) (dalam ilokusi asertif)

1) Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit

mungkin

2) Usahakan agar kesepakatan antara diri dengan lain terjadi sebanyak

mungkin

f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim) (dalam ilokusi asertif)

1) Kurangi rasa antipati antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin

2) Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain

g. Maksim pertimbangan (Consideration Maxim) (dalam ilokusi asertif dan

ekspresif)

1) Minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur

2) Maksimalkan rasa senang pada mitra tutur

a. Maksim Kearifan (Tact Maxim)

Maksim kearifan berorientasi pada petutur (Cruse, 2000: 363).

Maksim kearifan memiliki dua segi, yaitu segi negatif dan segi positif.

Segi negatif ialah „buatlah kerugian petutur sekecil mungkin‟ dan segi

positif „buatlah keuntungan petutur sebesar mungkin‟. Segi yang kedua

(segi positif) merupakan akibat yang wajar dari segi pertama. Dapat

(35)

commit to user

menguntungkan petutur maka harus memperkecil kemungkinan bagi

petutur untuk mengatakan „tidak‟. Dalam konteks informal, sebuah

imperatif di mana penutur tidak memberi kesempatan kepada petutur

untuk mengatakan tidak merupakan suatu tindakan yang sopan. Hal

tersebut dapat dilihat pada tuturan, „Ambillah sandwich sepotong lagi‟

lebih santun daripada „Maukah anda mengambil sandwich sepotong lagi?‟

(Leech, 1993: 170-171).

Dalam konteks yang berbeda, misalnya ingin menyuruh petutur

untuk mencuci piring, tuturan yang tidak langsung lebih sopan daripada

tuturan langsung. Tuturan „Bisakah kamu mencuci piring?‟ lebih sopan

daripada „Cuci piring!‟ (Cruse, 2000: 363).

b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Maksim kedermawanan memiliki orientasi untung rugi kepada

penutur. Berdasarkan maksim ini, tuturan „Biar saya yang mencuci piring.‟

lebih santun daripada „Saya ragu apakah saya bisa mencuci piring‟ (Cruse,

2000: 364). Dapat dikatakan bahwa penutur harus mengutarakan dengan

tuturan yang bersifat langsung jika bermaksud memberi „biaya‟ bagi diri

sendiri. Hal tersebut agar tidak menciptakan kemungkinan bahwa petutur

yang akan melakukan „biaya‟ yang seharusnya dilakukan penutur.

c. Maksim Pujian (Approbation Maxim)

Pada maksim ini, submaksim pertama lebih penting, yaitu „jangan

mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai orang lain,

(36)

commit to user

sekali‟ lebih santun daripada tuturan „Masakanmu sangat tidak enak‟

(Leech, 1993: 211-212).

d. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)

Maksim kerendahan hati berorientasi kepada penutur. Memuji diri

sendiri merupakan tuturan yang tidak santun. Jika seseorang dipuji dengan

tuturan „Kamu melakukannya dengan sangat bagus‟, akan lebih santun bila

menjawab „Ya, yang saya lakukan tidak terlalu buruk‟ daripada „Ya, saya

melakukannya dengan baik‟ (Cruse, 2000: 365).

e. Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim)

Kesepakatan merupakan hubungan antara opini penutur dengan

petutur (Cruse, 2000: 365). Orang cenderung melebih-lebihkan

kesepakatannya dengan orang lain, juga mengurangi ketidaksepakatannya

melalui ungkapan penyesalan, kesepakatan sebagian, dan sebagainya

(Leech, 1993: 217). Berdasarkan maksim ini, pertanyaan „Apakah

pamerannya menyenangkan?‟ akan terdengar sopan jika dijawab dengan

„Iya, pamerannya menarik‟ daripada dijawab dengan „Pamerannya sangat

tidak menarik‟. Contoh lain ialah jika ada pertanyaan „Apakah kamu

menyukai kopi?‟, maka jawaban „Saya lebih suka teh daripada kopi‟

terdengar lebih santun daripada „Saya tidak suka kopi‟.

f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim)

Maksim simpati menjelaskan bahwa ucapan selamat dan

belasungkawa merupakan tindak tutur yang santun, walaupun ucapan

belasungkawa mengungkapkan keyakinan penutur tentang keyakinan

(37)

commit to user

mendengar bahwa kucingmu mati‟ merupakan tuturan yang santun

daripada „Saya sangat senang mendengar bahwa kucingmu mati‟. Akan

tetapi, ada sesuatu yang berat dalam mengutarakan belasungkawa, karena

dengan demikian berarti penutur meyakini sesuatu yang tidak sopan, yaitu

keyakinan yang merugikan petutur (Leech, 1993: 218).

g. Maksim Pertimbangan (Consideration Maxim)

Inti pematuhan maksim ini adalah bahwa penutur perlu

mempertimbangkan perasaan petutur, jangan sampai petutur merasa lebih

tidak senang dalam suasana yang tidak menyenangkan; kalau dapat, rasa

tidak senang itu dapat berkurang (Asim Gunarwan, 2005: 10). Cruse

(2000: 366) mencontohkan, lebih sopan untuk mengutarakan „Saya turut

sedih mendengar kabar tentang suami anda daripada „Saya turut sedih

mendengar tentang kematian suami anda‟. Pengungkapan secara rinci

berpotensi menambah rasa tidak senang petutur karena ia diingatkan

kepada hal-hal yang menyedihkan (Asim Gunarwan, 2005: 11).

Skala kesantunan Leech

Leech (1993: 194) mengidentifikasi tiga skala yang menunjukkan

tingkat kearifan suatu situasi percakapan tertentu. Skala-skala tersebut ialah

sebagai berikut .

a. Skala untung-rugi

Skala ini memperkirakan keuntungan atau kerugian suatu tindakan

bagi penutur atau petutur (Leech, 1993: 194). Leech (1993: 166-167)

(38)

commit to user

merugikan t kurang sopan

[1] Kupas kentang ini.

[2] Berikan saya koran itu.

[3] Duduk.

[4] Lihatlah itu.

[5] Nikmatilah liburanmu.

[6] Makanlah, sepotong lagi.

menguntungkan t lebih sopan

b. Skala keopsionalan

Skala ini memperhitungkan jumlah pilihan yang diberikan penutur

kepada petutur (Leech, 1993: 195). Semakin besar jumlah pilihan yang

diberikan oleh penutur maka semakin santun tuturan itu (Asim, 1994: 92).

Berdasarkan skala ini, tuturan „Kalau tidak lelah, pindahkan kotak itu.‟

lebih santun daripada „Pindahkan kotak ini‟.

c. Skala ketaklangsungan

Skala ini mengukur panjang jalan yang menghubungkan tindak

ilokusi dengan tujuan ilokusi, sesuai dengan analisis cara-tujuan (Leech,

1993: 195). Skala ketaklangsungan dapat dirmuskan dari sudut pandang

petutur, yaitu sesuai dengan panjangnya jalan inferensial yang perlukan

oleh makna untuk sampai ke daya (Leech, 1993: 195). Tuturan „Saya ada

acara lain‟ lebih santun daripada „tidak bisa‟ untuk menolak ajakan orang

(39)

commit to user

8. Prinsip Ironi

Prinsip ironi memungkinkan seseorang bertindak tidak santun, tetapi

dengan tuturan yang seolah-olah santun. Dengan menerapkan prinsip ironi

berarti penutur bersikap santun, tetapi tidak tulus. Hal tersebut dilakukan

sebagai pengganti sikap tidak santun, dan melalui perilaku ini penutur

mempunyai tujuan untuk merugikan dan menyudutkan orang lain (Leech,

1993: 224-225).

Dapat dikatakan bahwa dengan menerapkan prinsip ironi, penutur

mengungkapkan daya ilokusi yang tidak santun secara santun. Bila seseorang

mengatakan „Terima kasih banyak atas perhatian anda mengembalikan buku

saya dalam keadaan baik‟ – padahal buku yang dikembalikan itu robek-robek

dan kotor – orang itu sebenarnya mencemooh si peminjam buku itu. Dalam

prinsip ironi, struktur luar tuturannya santun, tetapi implikaturnya terasa tidak

santun (Asim, 2005: 12).

9. Implikatur Percakapan

Dalam rangka memahami apa yang dimaksudkan oleh seorang

penutur, lawan tutur harus selalu melakukan interpretasi pada

tuturan-tuturannya. Jika dibedakan antara “apa yang dikatakan” (what is said) dan

“apa yang dikomunikasikan” (what is communicated), implikatur termasuk

yang dikomunikasikan (Pranowo, 2009: 102).

Grice (dalam Thomas, 1996: 57) membagi implikatur menjadi dua

macam, yaitu implikatur konvensional (conventional implicature) dan

(40)

commit to user

tidak memperhatikan/menghiraukan konteks. Dalam implikatur percakapan,

apa yang diimplikasikan tergantung pada konteks tuturan (Thomas, 1996: 57).

Implikatur konvensional tidak didasarkan pada prinsip kerja sama atau

maksim-maksim, dan tidak harus terjadi dalam percakapan. Selain itu,

implikatur konvensional juga tidak bergantung pada konteks khusus untuk

menginterpretasikannya. Implikatur konvensional diasosiasikan dengan

kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan. Contoh kata-kata-kata-kata khusus

tersebut dalam bahasa Inggris, misalnya kata penghubung „tetapi‟ (Yule,

dalam Indah Fajar Wahyuni dan Rombe Mustajab, 2006: 78). Tuturan „Mary

menyarankan warna hitam, tetapi saya pilih warna putih.‟, menunjukkan

bahwa saran Mary (hitam) bertolak belakang dengan pilihan saya (putih).

Implikatur percakapan ialah implikatur yang muncul berdasarkan

konteks. Sebuah tuturan bisa saja memiliki implikatur yang berbeda, jika

konteksnya berbeda. Tuturan „Great, that’s really great! That’s made my

Chrismas!‟ bisa memiliki implikatur yang berbeda dalam konteks yang

berbeda. Pertama, tuturan tersebut mengandung implikatur „sangat marah‟,

jika konteksnya seseorang telah muntah ke badannya. Kedua, menunjukkan

implikatur „bersedih‟, jika konteksnya seekor anjing telah memakan

kalkunnya (Thomas, 1996: 58).

10.Humor

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 512), humor adalah

sesuatu yang lucu, keadaan (dalam cerita dan sebagainya) yang menggelikan

hati, kejenakaan, kelucuan. Menurut Ensiklopedi Indonesia (dalam Chattri,

(41)

commit to user

kepercayaan bangsa Yunani pada zaman dahulu, tubuh manusia mengandung

semacam getah yang dapat menentukan temperamen seseorang. Perbedaan

temperamen dalam diri manusia, menurut kepercayaan orang Yunani,

disebabkan perbedaan kadar campuran getah dalam tubuh manusia itu. Kalau

campuran itu seimbang, maka dikatakan orang tersbut mempunyai humor,

tidak marah, tidak sedih, dan sebagainya.

Di samping humor, terdapat juga kata jenaka, yang menurut R.J.

Wilkinson (dalam Chattri, 2003: 137) berarti a farce, a practical, joke, atau

farcical, willing. Cerita yang beraspek humor, pada umumnya mengisahkan

kejenakaan atau kelucuan akibat kecerdikan, kebodohan, kemalangan, dan

keberuntungan tokoh utamanya. Tokoh ceritanya kadang-kadang sangat bodoh

dan tidak dapat menangkap maksud orang lain, sehingga menimbulkan

kesalahpahaman yang tidak perlu.

Freud (dalam Wuri Soedjatmiko, 1992: 71) mengatakan bahwa humor

merupakan penyimpangan dari pikiran wajar dan diekspresikan secara

ekonomis dalam kata-kata dan waktu. Humor oleh Freud (dalam Wuri

Soedjatmiko, 1992: 80) dapat diklasifikasikan menurut motivasinya, yaitu

humor yang dibuat tanpa motivasi (komik) dan humor yang secara sengaja

“mencapai kesenangan melalui penderitaan orang lain” seperti agresi, satire,

(42)

commit to user

C. Kerangka Pikir

Tuturan dalam Acara OVJ

Banyak tuturan yang bermaksud merendahkan orang lain

Prinsip Kesantunan Prinsip Ironi

1. Maksim Kearifan 2. Maksim Kedermawanan 3. Maksim Pujian

4. Maksim Kerendahan Hati 5. Maksim Kesepakatan 6. Maksim Simpati 7. Maksim Pertimbangan

Implikatur

(43)

commit to user

Banyak tuturan dalam acara OVJ yang diujarkan untuk merendahkan

orang lain/mitra tuturnya. Tuturan-tuturan dalam acara OVJ tersebut akan dicoba

untuk dibedah dengan menggunakan prinsip kesantunan (khususnya pelangaran)

dan prinsip ironi. Kemudian dari pelanggaran terhadap prinsip kesantunan, dapat

dilihat suatu implikatur dalam tuturan tersebut. Berdasarkan analisis pelanggaran

prinsip kesantunan, prinsip ironi, dan implikatur dapat dilihat atau diketahui

(44)

commit to user

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif, yang bersifat

deskriptif. Metode kualitatif menjadi titik tolak penelitian kualitatif, yang

menekankan kualitas (ciri-ciri data yang alami) sesuai dengan pemahaman

deskriptif data alamiah itu sendiri (Fatimah Djadjasudarma, 1993: 13). Secara

umum dinyatakan bahwa metode kualitatif adalah metode penelitian suatu

masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan prosedur-prosedur

statistik (Edi Subroto, 2007: 5). Pendekatan dalam penelitian ini adalah

pendekatan pragmatik.

B. Sampel

Penelitian kualitatif tidak memilih sampling (cuplikan) yang bersifat acak

(random sampling) yang merupakan teknik sampling yang paling kuat digunakan

dalam penelitian kuantitatif. Teknik cuplikannya cenderung bersifat „purposive

karena dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan dan kedalaman data.

Dalam penelitian ini, pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel

bertujuan (purposive sample), dalam artian pengambilan sampel yang diarahkan

pada sumber data yang dipandang memiliki data penting dan juga berkaitan

dengan permasalahan yang sedang diteliti (Sutopo, 2002: 36). Adapun sampel

dalam penelitian ini berupa tuturan yang melanggar prinsip kesantunan, serta

(45)

commit to user

7 Februari 2010. Penelitian dimaksudkan diambil dari tujuh episode OVJ, karena

dari tujuh episode tersebut sudah terdapat data yang mencukupi untuk dilakukan

penelitian.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Secara umum dapat dinyatakan bahwa data adalah semua informasi

atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus dicari atau

dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 2007: 38). Data

merupakan bahan jadi penelitian. Data, pada hakikatnya adalah objek

penelitian beserta dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud, baik lingual

maupun nonlingual, dapat dipandang sebagai realitas lain yang menentukan

identitas objek penelitian (Sudaryanto dalam Tri Mastoyo, 2007: 25). Objek

dalam penelitian ini adalah tuturan yang melanggar prinsip kesantunan dan

menerapkan prisip ironi. Adapun data dalam penelitian ini adalah tuturan yang

mengandung pelanggaran prinsip kesantunan dan tuturan yang mengandung

penerapan prinsip ironi dalam acara OVJ di Trans 7, yang ditayangkan pada

1-7 Februari 2010.

2. Sumber data

Sumber data merupakan asal muasal data penelitian itu diperoleh. Dari

sumber itu penulis dapat memperoleh data yang dimaksud dan yang

diinginkan. Adapun sumber data penelitian ini adalah percakapan atau dialog

(46)

commit to user

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data kebahasaan adalah konteks kebahasaan (dan bahkan juga konteks

situasi) yang dapat berwujud wacana atau kalimat atau klausa atau frase atau kata

(tunggal atau kompleks) atau morfem yang di dalamnya terdapat segi-segi tertentu

yang diteliti.

Dalam penelitian ini digunakan metode simak. Metode simak dilakukan

dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993: 133).

Adapun teknik dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap

(SBLC), teknik rekam, serta teknik catat. Teknik simak bebas libat cakap ialah

bahwa peneliti tidak terlibat dalam dialog, konversasi, atau imbal wicara; atau

dengan kata lain tidak ikut serta dalam proses pembicaraan orang-orang yang

saling berbicara (Sudaryanto, 1993: 134). Teknik rekam ialah perekaman terhadap

tuturan dengan menggunakan alat rekam tertentu (Sudaryanto, 1993: 135). Teknik

catat yaitu dilakukan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan

klasifikasi (Sudaryanto, 1993: 135).

E. Klasifikasi Data

Klasifikasi data dilakukan sesuai dengan pokok persoalan yang diteliti.

Hasil klasifikasi data harus memberikan manfaat dan kemudahan dalam

pelaksanaan analisis data (Tri Mastoyo, 2007: 47). Klasifikasi berarti penyusunan

bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang

ditetapkan (KBBI, 2008: 706). Teknik klasifikasi data dilakukan setelah semua

(47)

commit to user

dengan cara penyimakan terhadap pelanggaran-pelanggaran prinsip kesantunan

dan penerapan prinsip ironi.

Adanya pengurutan data bermanfaat untuk mencocokkan data-data dengan

analisisnya, yaitu memberikan syarat tambahan apa yang akan dikerjakan

berikutnya dan bagaimana tahapan ini dilakukan dengan mengurutkannya sesuai

dengan tujuan penelitian. Adapun penomoran data disesuaikan menurut nomor

urut contoh, judul acara, sumber, tanggal, bulan, dan tahun. Contoh: (9/OVJ/Trans

7/1 Februari 2010).

9: nomor urut data

OVJ: Opera Van Java

Trans 7: Sumber

1 Februari 2010: tanggal, bulan, dan tahun (waktu penayangan)

F. Teknik Analisis Data

Menganalisis berarti mengurai atau memilah-bedakan unsur-unsur yang

membentuk suatu satuan lingual, atau mengurai suatu satuan lingual ke dalam

komponen-komponennya (Edi Subroto, 2007: 59). Jenis tugas pemecahan

masalah yang dihadapi petutur dalam menginterpretasi sebuah tuturan dapat

disebut tugas heuristik (Leech, 1993: 61). Oleh karena itu, penelitian ini

menggunakan teknik analisis heuristik.

Strategi heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah

tuturan (Leech, 1993: 61). Hal yang penting dalam teknik analisis heuristik ialah

(48)

commit to user

latar belakang konteks, dan asumsi-asumsi dasar, petutur membuat hipotesis

mengenai tujuan-tujuan tuturan (Leech. 1993: 62).

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Sudaryanto (1993: 144) menyatakan bahwa metode penyajian hasil

analisis data ada dua macam, yaitu yang bersifat informal dan yang bersifat

formal. Dalam penelitian ini digunakan metode penyajian hasil analisis data

secara informal dan formal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan

kata-kata biasa-walaupun dengan terminologi yang teknis sifatnya, sedangkan

penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang

(Sudaryanto, 1993: 145).

Tri Mastoyo (2007: 73) menyatakan penyajian hasil analisis data secara

formal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah. Kaidah

itu dapat berbentuk rumus, bagan/diagram, tabel, dan gambar. Akan tetapi, demi

kemudahan pemahaman, penyajian kaidah tersebut biasanya didahului dan/atau

diikuti oleh penyajian yang bersifat informal. Rumus dapat berarti (i) ringkasan

yang dilambangkan oleh huruf, angka, atau tanda dan (ii) pernyataan atau

simpulan tentang asas, pendirian, ketetapan, dan sebagainya yang disebutkan

dengan kalimat yang ringkas dan tepat (Alwi dkk., dalam Tri Mastoyo, 2007: 74).

(49)

commit to user

35

BAB IV

ANALISIS DATA

Deskripsi dalam analisis data ini meliputi tiga bagian, yaitu pelanggaran

terhadap prinsip kesantunan dalam acara OVJ, prinsip ironi dalam acara OVJ, dan

implikatur dalam OVJ.

A. Bentuk Pelanggaran Prinsip Kesantunan dalam Acara OVJ

Prinsip kesantunan berkenaan dengan aturan tentang hal-hal yang bersifat

sosial, estetis, dan moral dalam bertindak tutur (Grice, dalam Rustono,1999: 61).

Prinsip kesantunan terdiri dari tujuh maksim, yaitu maksim kearifan,

kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, simpati, dan pertimbangan.

Dalam acara OVJ, setiap peserta tutur tidak berusaha untuk membuat orang lain

senang, akan tetapi justru banyak melanggar maksim-maksim dalam prinsip

kesantunan.

1. Maksim Kearifan

Maksim kearifan berisi dua submaksim, yaitu a) buatlah kerugian

orang lain sekecil mungkin, dan b) buatlah keuntungan orang lain sebesar

mungkin. Berdasarkan pengamatan, dalam acara OVJ terdapat banyak

pelanggaran terhadap maksim kearifan. Hal tersebut dapat dilihat pada

percakapan berikut.

[1] Latar : Sebuah kebun (ada sumurnya) Peserta : Kenji dan Kok Rata (serta Sadako)

Tujuan : Meminta Sadako yang sedang mandi untuk membuka bajunya

Kunci : Santai

Percakapan:

Kenji : Mau mandi juga.

(50)

commit to user

Kamu masak nggak liat sih?

(10/OVJ/Trans7/1 Februari 2010)

Pada percakapan [1] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,

khususnya submaksim pertama karena membuat kerugian orang lain sebesar

mungkin. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kok Rata, “Mbak, kalo mandi

buka dong.”, yang ditujukan kepada Sadako. Tuturan tersebut termasuk

dalam tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan menyuruh. Kok Rata

melanggar maksim kearifan karena memberikan kerugian pada orang lain,

yaitu Sadako. Kerugian itu adalah bahwa Sadako akan merasa malu jika dia

benar-benar membuka bajunya.

Tuturan “Mbak, kalo mandi buka dong.” melanggar maksim

kearifan karena memberi kerugian kepada Sadako dan bukan memberi

keuntungan. Jika dilihat dari skala untung-rugi, tuturan tersebut merugikan

bagi Sadako dan menguntungkan bagi Kok Rata. Kerugian Sadako adalah dia

akan merasa malu, dan keuntungan bagi Kok Rata adalah dia akan marasa

senang karena keinginannya tercapai. Tuturan yang memberi kerugian kepada

orang lain, berdasarkan skala untung-rugi termasuk tindak tutur yang tidak

santun. Berdasarkan skala ketaklangsungan, tuturan tersebut dituturkan secara

langsung, yaitu tuturan yang bertujuan memerintah diujarkan dengan tindak

tutur imperatif. Sesuai dengan skala ketaklangsungan, maka tuturan yang

bersifat langsung seperti tuturan tersebut termasuk tindak tutur yang tidak

santun. Dilihat dari skala keopsionalan, tuturan tersebut tidak memberikan

pilihan kepada petutur, sehingga petutur tidak mempunyai pilihan dari tuturan

direktif penutur. Tuturan yang tidak memberikan kesempatan memilih bagi

(51)

commit to user

Contoh lain percakapan yang melanggar maksin kearifan ialah sebagai

berikut.

[2] Latar : Sebuah ruangan

Peserta : Koichi, Kok Rata, dan Takeshi (serta Dalang, yang merusak mainan)

Tujuan : Meminta pertanggujawaban dari Dalang (bagi Kenji) Kunci : Santai

Pada percakapan [2] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,

terutama terhadap submaksim pertama, karena penutur memaksimalkan

kerugian orang lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Kenji, “Ganti! Ganti!”.

Tuturan tersebut termasuk tindak tutur direktif, karena merupakan tuturan

memerintah.

Dalang merusakkan mainan Takeshi, anak Kenji. Kemudian Kenji

menuturkan “Ganti! Ganti!” kepada Dalang. Tuturan Kenji tersebut

merupakan tuturan menyuruh kepada Dalang agar mengganti mainan anaknya

yang telah rusak. Tuturan tersebut merugikan Dalang, karena harus mengganti

mainan Takeshi. Untuk mengganti mainan tersebut tentu Dalang harus

berusaha, entah dengan cara membeli atau apa pun. Hal tersebut memberikan

kerugian bagi Dalang, yang harus mencari mainan pengganti.

Berdasarkan skala untung-rugi, tuturan tersebut jelas memberikan

kerugian bagi Dalang karena harus melakukan usaha untuk mengganti mainan

yang rusak. Tuturan yang memberi kerugian bagi petuturnya termasuk tindak

(52)

commit to user

dengan skala keopsionalan. Berdasarkan skala keopsionalan, tuturan Kenji

tersebut tidak memberi pilihan kepada Dalang. Kenji tidak memikirkan

apakah Dalang menyanggupi atau tidak, penutur hanya memerintah Dalang

untuk mengganti. Tuturan semacam ini termasuk tuturan yang tidak santun,

karena tidak memberi kesempatan memilih bagi petuturnya. Kemudian, dilihat

dari skala ketaklangsungan tuturan tersebut termasuk tuturan yang bersifat

langsung. Tuturan Kenji, “Ganti! Ganti!” merupakan tuturan imperatif, yang

juga ditujukan untuk memerintah Dalang. Berdasarkan skala ini, tuturan yang

bersifat langsung merupakan tuturan yang tidak santun.

Contoh lain pelanggaran terhadap maksim kearifan ialah percakapan

berikut ini.

[3] Latar : Depan rumah Ghozali Peserta : Jalaludin dan Hartinah

Tujuan : Merebut tanah (bagi Jalaludin) Kunci : Santai

Percakapan:

Jalaludin : Saya mau untuk memperluas daerah Madura. Dan kalian semua harus enyah dari tanah Madura ini. Karna ini daerah kekuasaan saya.

Hartinah : Saya orang Madura kok disuruh enyah dari tanah ini. Nggak bisa.

(73/OVJ/Trans7/4 Februari 2010))

Pada percakapan [3] terdapat pelanggaran terhadap maksim kearifan,

terutama terhadap submaksim pertama karena memaksimalkan kerugian orang

lain. Pelanggaran terlihat pada tuturan Jalaludin, “Dan kalian semua harus

enyah dari tanah Madura ini”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam tindak

tutur direktif, karena merupakan tuturan memerintah.

Jalaludin memerintah Hartinah (beserta suaminya) melalui tuturan

Gambar

Tabel 1.  Lima Fungsi Umum Tindak Tutur.......................................
  Tabel 1 Lima Fungsi Umum Tindak Tutur
Tabel 2
Tabel 3 Penerapan Prinsip Ironi
+2

Referensi

Dokumen terkait

relevansi pada tuturan “ Indonesia Lawyers Club ” dilihat dari pematuhan dan pelanggaran maksim prinsip kerja sama, peristiwa tutur, dan fungsi

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk tuturan kelekar dalam acara Opera Van Java, (2) Mendeskripsikan dan menjelaskan peringkat

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu: (1) bagaimanakah bentuk pelanggaran prinsip kesantunan terhadap maksim-maksim Leech dalam acara

yang terdapat dalam tuturan tersebut ialah tindak tutur direktif karena penutur meminta mitra.. tutur untuk melakukan sesuatu yang termasuk ke dalam kategori verba meminta

Berdasarkan data di atas, tindak tutur deklaratif ditunjukkan oleh tuturan yang diungkapkan oleh Vicky Prasetyo yaitu “Jangan pernah bingung”. Tindak tutur

yang terdapat dalam tuturan tersebut ialah tindak tutur direktif karena penutur meminta mitra.. tutur untuk melakukan sesuatu yang termasuk ke dalam kategori verba meminta

Pelanggaran tindak tutur guru pada maksim kecocokan dapat dikatakan bahwa semakin banyak ketidakcocokan yang kita buat, maka semakin tidak sopan pula tuturan yang

Tuturan yang diujarkan oleh Jack penutur mengandung pelanggaran maksim kebijaksanaan karena Jack penutur menyuruh mitra tuturnya Elliot untuk tidak gegabah dan meminta mitra tuturnya