Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)
Oleh:
M. Ghozali
NIM: 1110034000127
PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi ini telah diuji pada sidang terbuka pada: Hari, tanggal : Kamis, 21 Mei 2015
Pukul : 10.00-11.30 WIB
Pembimbing : Dr. Bustamin, M.Si
Ketua Sidang : Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA
Sekretaris : Dra. Banun Binaningrum, M.Pd.
Analisis Sanad Dan Matan Hadis Salat Di Kendaraan
Dalam ajaran Islam Hadis merupakan sumber utama setelah
al-Qur’an yang selalu dijadikan landasan bahkan pedoman dalam kehidupan sehari-hari baik perkataan, perbuatan ataupun tindakan terutama yang berkaitan dengan ibadah. Umat Islam dalam melakukan ibadah tentu saja harus memiliki pengetahuan tentang aturan dan tata cara untuk melaksanakan ibadah tersebut agar tidak sia-sia dan dapat diterima di sisi Allah SWT. Salah satu ibadah yang pokok diantaranya ialah salat, seorang muslim wajib melaksanakan ibadah ini walaupun bagaimana keadaannya dan dimanapun posisinya. Namun, dalam keadaan dan posisi tertentu seseorang sering merasa ragu dan kebingungan untuk melaksanakan kewajibannya yaitu seperti melakukan salat di atas kendaraan.
Pada penelitian ini penulis akan melakukan analisa terhadap Hadis
an r a an n an a a a a n araan un u n a u
bagaimana kualitas Hadis tersebut. Namun, dalam penelitian ini penulis membatasi Hadis yang akan diteliti yaitu dua Hadis yang masing-masing terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmidzî dan ahîh al-Bukhârî.
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam Hadis yang berkaitan dengan salat di atas kendaraan, ditemukanlah kriteria-kriteria yang menunjukan kualitas masing-masing Hadis tersebut. Salah satu perawi pada sanad hadis yang terdapat dalam kitab Sunan al-Tirmidzî memiliki tingkat intelektual yang kurang dalam
abitannya sehingga Hadis tersebut berstatus Hasan. Sementara untuk
Hadis yang terdapat dalam kitab ahîh al-Bukhârî berkualitas Sahih
Segala puji milik Allah yang maha pengasih dan juga penyayang,
sehingga atas taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir kuliah (Skripsi)
Nabi Muhammad yang telah banyak memberikan inspirasi kepada umat
manusia khususnya kepada penulis yang telah menjadikan beliau sebagai
inspirasi untuk mengkaji Hadis yang saya beri judul “ANALI I
SANAD DAN MATAN HADIS SALAT DI ATA KENDARAAN”
Penelitian ini dilakukan guna memperoleh gelar sarjana Theologi
Islam dari Fakultas Ushuluddin. Saya menyadari selama proses
penggarapan Skripsi ini banyak pihak yang memberikan bantuan,
, iv i, , ’ Maka pada kesempatan ini Saya
ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosada, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta beserta seluruh sivitas Akademika.
2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag. Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
pelayanan berbagai fasilitas kepada penulis.
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. Ketua Jurusan Tafsir Hadis
Fakultas Ushuluddin, dan Ibu Banun Binaningrum, M.Pd. Sekertaris
Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin, yang selalu menyempatkan
waktunya untuk memberikan berbagai keperluan yang berkaitan
dalam menyelesaikan tugas ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuludin khususnya Jurusan Tafsir Hadis
yang tanpa henti memberikan pengajaran serta pemahaman.
6. Bapak dan Ibu petugas Perpustakan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan perpustakaan Fakultas Ushuludin yang telah memberikan
pelayanan kepada penulis dalam mencari referensi.
7. Ayah Ib , y ’ b
harta dan raganya untuk kelancaran saya. Adik dan kakak tercinta
yang selalu mendukung dan membantu penulis.
8. Keluarga besar Yayasan Nurul Huda yang telah memberikan
dukungan dan perhatian.
9. Keluarga besar Yayasan al-Atiqiyah, terutama kepada abi Wawan
yang telah memberikan saran-saran kepada penulis.
10.Kyai Bahrudin selaku pimpinan pondok pesantren Darul Hikam yang
senantiasa memberikan nasihat dan pepatah.
11.Teman-teman seperjuangan Tafsir Hadis. Saudara Dani Kamaludin,
ahmad al-Faruqi, Afwan, Aceng, Lail, Angga, Mabrur. Teman KKN
LANGIT 13, teman-teman di pondok Darul Hikam serta seluruh
kerabat yang selalu memberikan motivasi dan bantuan untuk
untuk penulis pribadi maupun para pembaca.
Jakarta, 26-03-2015.
Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalih huruf dari abjad yang satu ke
abjad yang lain. Transliterasi Arab-Latin disini ialah huruf-huruf Arab dengan
huruf-huruf latin beserta perangkatnya. Pedoman transliterasi dalam skripsi ini
meliputi:
a. Konsonan
NO Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
1 ا Tidak dilambangkan
2 ب B Be
3 ت T Te
4 ث Ts Te dan Es
5 ج J Je
6 ح H H dengan garis di bawah
7 خ Kh Ka dan Ha
8 د D De
9 ذ Dz De dan Ze
10 ر R Er
11 ز Z Zet
12 س S Es
13 ش Sy Es dan ye
14 ص S Es dengan garis di bawah
15 ض De dengan garis di bawah
19 غ Gh Ge dan Ha
20 ف F Ef
21 ق Q Ki
22 ك K Ka
23 ل L El
24 م M Em
25 ن N En
26 و W We
27 ه H Ha
28 ء ` Apostrof
29 ي Y Ye
b. Vokal
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ A F t
َ I Kasrah
َ U
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
و َ Au a dan u
Sedangkan untuk vokal panjang ketentuan alih aksaranya ialah apabila A
panjang ditulis dengan â ( a dengan topi di atas), I panjang ditulis dengan î
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iii
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Tinjauan Pustaka ... 9
E. Metode Penelitian... 10
F. Sistematika Penelitian ... 11
BAB II SEKILAS TENTANG SALAT A. Pengertian Salat dan Kedudukannya Dalam Islam ... 13
B. Cara Melaksanakan Salat Di Atas Kendaraan ... 17
C. Pendapat Ulama Terhadap Salat Di Atas Kendaraan ... 22
BAB III ANALISIS HADIS MENGENAI SALAT DI ATAS KENDARAAN A. Kritik Sanad Hadis ... 26
1. Teks dan Terjemahan Hadis ... 26
2. Takhrij Hadis ... 27
B. Kritik Matan Hadis ... 56
1. Perbandingan Hadis dengan al-Q ’ ... 57
2. Perbandingan dengan Riwayat Lain ... 58
3. Komentar Ulama ... 60
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadis atau yang disebut juga dengan sunah, sebagai sumber ajaran
Islam yang berisi pernyataan, pengamalan, pengakuan, dan hal ihwal Nabi
Saw yang beredar pada masa Nabi Muhammad saw. hingga wafatnya,
disepakati sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Q ’ s y
menjadi hujjah (sumber otoritas) keagamaan. Oleh karena itu, umat Islam
pada masa Nabi Muhammad saw. dan pengikut jejaknya, menggunakan
Hadis sebagai hujah keagamaan yang diikuti dengan mengamalkan isinya
dengan penuh semangat, kepatuhan dan ketulusan. Dalam praktek,
disamping menjadikan al-Q ’ se g j ke g , mereka juga
menjadikan Hadis sebagai hujah yang serupa secara seimbang, karena
keduanya sama diyakini berasal dari wahyu Allah.1
Seorang muslim yang mengakui Allah sebagai tuhan-Nya dan Nabi
Muhammad sebagai utusan-Nya sepatutnya dan selayaknya ia selalu
mengikuti ataupun menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah dan
juga Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Serta menjadikan al-Q ’
dan Hadis sebagai pedoman ataupun rujukan umat manusia yang
mendapati perselisihan paham, pendapat, dan permasalahan hidup
نِإَف
ْمُتْعَزََٰ ت
ِف
ءْىَش
ُوُدُرَ ف
َلِإ
َِّٱ
ِلوُسَرلٱَو
نِإ
ْمُت ُك
َنوُِمْؤُ ت
َِّٱِب
ِمْوَ يْلٱَو
ٱ
ا
ِرِخاَء
َكِلَٰذ
رْ يَخ
ُنَسْحَأَو
يِوْأَت
ال
“kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Berdasarkan ayat di atas, jelaslah bahwa Allah memerintahkan
umat manusia agar mengambalikan segala urusan dalam kehidupannya
kepada al-Q ’ j g Hadis yang menjadi sumber pokok dalam
ajaran Islam.
Namun, sejalan dengan perjalanan waktu umat manusia
menghadapi berbagai permasalahan yang harus disikapi dan dijalankan
dengan baik. Bagi umat Islam, permasalahan yang timbul kapan dan
dimanapun harus dikembalikan kepada pegangan hidup mereka yang telah
ditetapkan yaitu al-Q ’ Hadis. Pada satu sisi, al-Q ’ upun
Hadis dianggap pedoman yang siap kapan saja untuk dijadikan rujukan
terhadap semua permasalahan yang dihadapi. Namun, dalam tataran
prakteknya, tidak semudah mengemukakannya dalam teori semata.
Banyak ayat maupun Hadis yang mempunyai makna ganda, yang
disebabkan tingginya nilai sastra yang dimiliki oleh kedua teks tersebut.
Sehingga tidak boleh tidak, perlu usaha yang mendalam dan serius untuk
menggali dalil-dalil tersebut agar menjadi pedoman praktis untuk
dilaksanakan dengan mudah dan meyakinkan kebenarannya.2
2Abdul Wahid,
Hadis Nabi dan Problematika Masa Kini. (Banda Aceh: al-Raniry Press,
Aspek lain yang juga harus diperhatikan adalah menyangkut
eksistensi Rasulullah dalam berbagai posisi dan fungsinya. Adakalanya
sebagai manusia biasa, sebagai pribadi, suami, utusan Allah, kepala
Negara, pemimpin masyarakat, panglima perang, dan sebagai hakim
pemutus perkara. Sebab keberadaan ini menjadi acuan pemahaman Hadis
berkaitan dengan posisi dan peran apa yang sedang Rasulullah jalankan.
Oleh karenanya penting sekali mendudukan pemahaman Hadis pada
tempat yang proporsional, kapan dipahami secara tekstual, konstektual,
universial, temporal, situasional maupun lokal. Bagaimanapun,
pemahaman yang kaku dan statis akan menutup eksistensi Islam yang
âlih li kulli zamân wa makân.3
Salah satu dari pembahasan yang dijelaskan Hadis adalah berkaitan
dengan ibadah-ibadah yang wajib ataupun sunah. Salat adalah merupakan
ibadah wajib yang akan pertama kali dipertimbangkan oleh Allah terhadap
seorang muslim. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah Hadis
berikut.
ُناَمْيَلُس اَنَرَ بْخَأ
َفْوَأ ِنْب َةَراَرُز ْنَع دِْ َِِأ ِنْب َدُواَد ْنَع َةَمَلَس ُنْب ُداَََ اََ ثَدَح بْرَح ُنْب
َُي اَم َلَوَأ َنِإ َمَلَسَو ِْيَلَع َُّا ىَلَص َِّا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ِّيِراَدلا ميََِ ْنَع
ُدْبَبْلا ِِب ُ َسا
َصلا
َل
َجَو ْنِإَف ُة
َص َد
َل
ناَصْقُ ن اَهيِف َناَك ْنِإَو اةَلِماَك َُل ْتَبِتُك اةَلِماَك َُت
َلاَبَ ت َُّا َلاَق
َمِل
َل
ِتَضيِرَف ْنِم َصَقَ ن اَم َُل اوُلِمْكَأَف عُوَطَت ْنِم يِدْبَبِل ْلَ اوُرُظْنا ِِتَكِئ
َُُ ُةاَكَزلا َُُ ِ
ْلا
ل
ِلَذ ِ َسَح ىَلَع ُلاَمْع
َك
4
“Sungguhnya pertama kali yang akan dihisab dari seorang hamba
adalah salat, jika salatnya sempurna maka akan ditulis sempurna untuknya.
3 Muhammad Solikhin
Apabila padanya terdapat kekurangan, maka Allah Ta'ala berfirman kepada para malaikat-Nya: Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki amalan sunah? Lalu sempurnakan apa yang kurang sempurna dari ibadah wajibnya. Kemudian zakat, kemudian amalan-amalan lain juga seperti itu
perhitungannya.”
Selain itu salat juga merupakan syarat mencapai keselamatan dan
penyangga iman seseorang. Ia juga sebagai penghubung antara hamba dan
Tuhannya. Salat adalah penyejuk mata pelipur hati. Begitu mulia dan luhur
nilainya, sehingga salat itu pertama kali diwajibkan pada malam isra’
’r , seolah-olah hal ini menunjuk pada hakikat salat dan seakan-akan
roh kita naik ketika salat menghadap Sang Maha pencipta untuk
memperoleh tambahan iman dan takwa.5
Perintah untuk menegakan salat banyak disebutkan di dalam
al-Q ’ , antara lain:
اَذِإَف
ُمُتْيَضَق
َصلا
َل
َة
اوُرُكْذاَف
ََّا
ااماَيِق
اادوُبُ قَو
ىَلَعَو
ْمُكِبوُُج
اَذِإَف
ْمُتَْ نْأَمْطا
اوُميِقَأَف
َلَصلا
َة
َنِإ
َلَصلا
َة
ْتَناَك
ىَلَع
َيِِمْؤُمْلا
ااباَتِك
ااتوُقْوَم
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
Oleh sebab itu, sebagai seorang muslim wajib untuk melaksanakan
ibadah salat baik dilaksanakan dalam keadaan apapun, bagaimanapun,
dan dimanapun. Namun dalam prakteknya sering sekali banyak
ditemukan persoalan tentang salat bahkan bingung ketika waktu salat
telah datang sedangkan posisi seseorang masih di dalam kendaraan umum
5 Syekh Musthafa Masyur,
Berjumpa Allah Lewat Salat (Jakarta: Gema Insani Press,
dan diperkirakan akan sampai setelah waktu salat tersebut berakhir.
Apalagi ditambah persoalan perjalanan saat ini yaitu macet yang akan
menghambat seluruh pengguna jalan dalam melakukan aktivitasnya.
Persoalan semacam ini sebenarnya pernah dialami saya ketika hendak
berangkat dari Ciputat menuju Sukabumi. Ketika itu berangkat setelah
salat ashar pukul 16.00 WIB. Dengan menggunakan kendaraan umum,
dikarenakan kondisi jalanan macet sampailah saya pada saat waktu salat
magrib telah berakhir yaitu pukul 19.30 WIB.
Permasalahan yang terjadi dikalangan masyarakat adalah mengenai
perbedaaan pandangan dalam memahami keterangan-keterangan makna
yang terkandung Hadis. Hadis salat di kendaraan inilah salah satu contoh
dari banyaknya Hadis yang sering banyak diperbincangkan terkait makna
Hadis yang akan diamalkan dalam kehidupan sosial. Sebagian orang atau
bahkan setingkat ulama meyakini dan memahami Hadis salat di kendaraan
boleh dilakukan asalkan bukan salat fardu kemana pun arah kendaraan
tersebut melaju, semantara yang lainnya memahami Hadis salat di
kendaraan tersebut boleh dilakukan walaupun pada keadaan salat wajib.
Berdasarkan persoalan ataupun permasalahan di atas penulis
tertarik untuk menelusuri persoalan tentang salat di kendaraan dengan
melalui pendekatan Hadis sebagai sumber pokok umat Islam setelah
al-Q ’ . N lam penelitian ini penulis tidak terlalu fokus untuk
mencari boleh atau tidaknya salat wajib atau sunah dilakukan di
dikendaraan yaitu sebagaimana yang diriwayatkan sunan al-Darimi yang
berbunyi sebagai berikut.
اََ ثَدَح
ُناَيْفُس
ُنْب
عيِكَو
،
َلاَق
:
اََ ثَدَح
وُبَأ
دِلاَخ
ُرَََْأا
،
ْنَع
ِدْيَ بُع
ِل
ِنْب
َرَمُع
،
ْنَع
عِفاَن
،
ِنَع
ِنْبا
َرَمُع
،
َنَأ
َ ِبَلا
ىَلَص
َُّا
ِْيَلَع
َمَلَسَو
ىَلَص
َلِإ
ِِرِبَب
،
ْوَأ
ِِتَلِحاَر
،
َناَكَو
يِّلَصُي
ىَلَع
ِِتَلِحاَر
ُثْيَح
اَم
ْتَهَجَوَ ت
ِِب
.
6Hadis-Hadis di atas masing-masing memiliki unsur-unsur yang
terdapat pada Hadis yaitu sanad dan matan. Sanad Hadis yang berarti
merupakan sebuah rangkaian periwayatan dari sedangkan matan adalah
cerita dari sanad ataupun isi dari Hadis tersebut, matan menurut ilmu
Hadis adalah penghujung sanad yakni sabda Nabi Muhammad Saw yang
disebutkan setelah akhir sanad Hadis.7 Sanad merupakan persoalan
pertama yang berkaitan langsung dengan Hadis, dalam arti persoalannya
lebih tertuju pada penelusuran sanad-sanad Hadis, siapa perawinya,
bagaimana jati dirinya, bagaimana moralitasnya dan lain sebagainya. Di
samping itu, persoalan lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam proses
isnâd adalah penelusuran kemampuan rawi dalam proses menerima dan
meriwayatkan Hadis apakah ia seorang yang sungguh-sungguh dalam
bermajelis sama’ t e y k se gg te j y k
kekeliruan dalam menyampaikan Hadis dari gurunya.8 Inilah yang akan
6
‘Îs ‘Îs -Tirmidzî, Sunan al- Tirmidzî, ( Beirut: Dâr al-Gharib
al- Islamî, 1998), h. 456
7 Bustamin, dan Isa Salam,
Metode Kritik Hadis. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),
h. 59.
8 M. Abdurrahman, dan Elan Sumarna,
Metode Kritik Hadis. (Bandung: Remaja Rosda
menjadi kajian penulis dalam membahas Hadis tentang salat di kendaraan
berdasarkan analisis sanad dan juga matan.
B. Identifikasi Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berawal dari penjelasan latar belakang di atas, maka diperlukanlah
suatu pembatasan masalah. Dengan tujuan agar pembahasan terfokus pada
penelitian yang akan dikaji dan lebih terarah. Oleh sebab itu penulis akan
memberikan batasan terhadap penelitian yang akan dikaji dengan
membatasi Hadis sebagai berikut :
Pembatasan yang pertama, penulis hanya akan menganalis atau
melakukan kritik terhadap Hadis salat di kendaraan sedangkan untuk
hukum yang berkaitan dengan salat di kendaraan penulis tidak akan terlalu
membahasnya. Kedua, penulis akan meneliti Hadis-Hadis yang berkaitan
dengan salat di kendaraan.
Pembatasan yang ketiga, dari sekian banyak Hadis yang berkaitan
dengan salat di kendaraan maka saya batasi jumlah Hadis tentang salat di
kendaraan yang akan dianalisa dari segi sanad dan matan hanya dua Hadis
saja karena keterbatasan waktu dan akan menghasilkan halaman yang
sangat banyak. Hadis-hadis tersebut terdapat dalam kitab Sahih al-Bukhari
dimuat dan setinggi apa pun ia diapresiasi harus diteliti sebelum diberikan
penelitian ilmiah apa pun terhadap keterpercayaannya.9
2. Rumusan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin melakukan penelitian
bagaimana kualitas Hadis tentang salat di atas kendaraan?
C. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan dan kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk memberikan pengertian secara ilmiah terhadap Hadis salat
dikendaraan.
b. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan Hadis salat di
kendaraan.
c. Untuk menggambarkan Hadis-Hadis tentang salat di kendaraan.
d. Untuk menguraikan unsur-unsur Hadis yang menjadi hal terpenting
dalam menentukan kualitas Hadis.
2. Kegunaan Penelitian ini adalah
a. untuk memberikan wawasan pengetahuan dan referensi tambahan
terhadap kajian Hadis khususnya tentang Hadis salat di kendaraan.
9 Kamarudin Amin,
Menguji kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis. ( Jakarta:
b. Memberikan gambaran pemahaman Hadis salat kendaraan yang
dilihat berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada Hadis yaitu
sanad dan matan.
c. Secara Akademik, Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangsih pemikiran dalam khazanah pemikiran Islam khususnya
dalam bidang Hadis.
d. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Strata-1 bidang Theologi
Islam pada program study Tafsir Hadis di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah yang membahas tentang
Salat telah banyak dilakukan oleh para peneliti dari berbagai kajian
disiplin ilmu. Diantara karya ilmiah yang penulis temukan adalah sebagai
berikut :
a. Skripsi pada Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan
Kali Jaga Yogyakarta tahun 2001 karya M. Rizal Efendi Hasibuan
dengan judul PENGALAMAN SALAT FARDHU SOPIR DAN
KERNET BIS PT.ALS ( ANTAR LINTAS SUMATRA) CABANG
YOGYAKARTA. Dalam skripsi ini M. Rizal Efendi Hasibuan
menjelaskan permasalahan ibadah salat yang dilakukan sopir dan
kernet yang setiap harinya berada di perjalanan. Peneliti ini
penghambat terhadap kewajiban salat 5 waktu seorang sopir dan
kernet bis tersebut.
b. Skripsi pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Jakarta
tahun 2009 karya Mahbubah dengan judul KUALITAS HADIS-HADIS
QADA SALAT (KAJIAN SANAD MATAN). Dalam skripsinya
Mahbubah melakukan penelitian terhadap salat qada dengan
pendekatan ilmu Hadis yang menjelaskan kualitas Hadis. Melalui
penelitiannya Mahbubah menyatakan bahwa Hadis qada salat adalah
merupakan Hadis yang memiliki kualitas ahad masyhur yang h
dengan alasan bahwa Hadis tersebut memiliki sanad yang bersambung
serta rawinya yang abit.
Berdasarkan karya-karya ilmiah yang telah dilakukan para peneliti
mengenai salat dari berbagai macam-macam pendekatannya, maka saya
tertarik untuk meneliti pembahasan salat dilakukan di kendaraan melalui
disiplin ilmu Hadis.
E. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode
pencarian data-data yang biasa disebut library research berupa buku,
artikel, majalah, baik yang bersifat primer ataupun sekunder diantaranya
yaitu tahdzîb al-tahdzîb karya Ibn Hajar al-Asqalânî, Karya Jamâludin
Abî al-Hajjâj Yûsuf al-Mizzî, Tahdzîbal-Kamâl fî asmâ al-Rijâl, ’
Adapun langkah-langkah ataupun cara pengumpulan data yang ditempuh
penulis dalam melakukan analisis data adalah sebagai berikut :
Pertama, Metode takhrij Hadis, dengan menggunakan kitab
’ -Mufahras li alfâd al-Hadîts al-Nabawi karya Arnold John
Wensinck dan kitab al-Mausû’ al-Atraf karya Abu Hajar Muhammad
al-S ʻîd ibn Basyûnî Zaghlûl.
Kedua, Melakukan penelitian sanad Hadis dari data yang diambil
dari kitab dan Hadis kemudian menentukan kedudukan Hadis melalui
penelitian kepribadian para perawi Hadis.
Ketiga, Melakukan kritik matan Hadis dengan cara
membandingkan Hadis dengan al-Q ’ Hadis dengan Hadis.
Dalam metode penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku
pedoman akademik tahun 2010-2011.
F. Sistematika Penelitian
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini penulis menyusun
berdasarkan bab perbab, agar mendapatkan gambaran yang jelas dalam
skripsi ini.yaitu dengan susunan sebagai berikut:
Bab satu, sebagai pendahuluan yang merupakan gambaran umum
tentang keseluruhan isi skripsi yang dimulai dengan latar belakang
masalah yang dilanjutkan rumusan masalah, lalu tujuan dan kegunaan
Bab dua, membahas sekilas tentang salat yang meliputi
pembahasan pengertian salat dan kedudukannya dalam Islam serta penulis
juga akan menjelaskan bagaimana salat di kendaraan dilakukan (tata cara
salat di kendaraan), selain dari pada itu dalam bab ini pun dijelaskan
pendapat-pendapat para ulama memandang seputar Hadis salat di
kendaraan.
Bab tiga, membahas seputar proses analisis penulis terhadap
Hadis-Hadis salat di kendaraan dengan melalui takhrij Hadis. Langkah
pertama penulis menyajikan teks dan terjemah Hadis kemudian
dilanjutkan dengan kegiatan penelitian Hadis yang dilakukan dengan
menelusuri sanad Hadis, i’t b r Hadis, serta melakukan kritik sanad.
Selain dari itu, pada bab ini juga dilakukan penelusuran terhadap matan
Hadis dengan cara mencari awal matan Hadis, melalui kata-kata yang
terdapat pada matan Hadis, pencarian melalui tema Hadis, meneliti
kandungan matan Hadis, pendapat ulama terhadap makna Hadis, serta
memberikan verifikasi terhadap Hadis.
Bab empat, merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang akan
diakhiri dengan penutup meliputi kesimpulan, saran. Dan untuk
melengkapi skripsi serta bukti penelitian, penulis cantumkan
SEKILAS TENTANG SALAT
A. Pengertian Salat Dan Kedudukannya Dalam Islam
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, salat adalah merupakan perbuatan
menghadap kepada Allah sepenuh jiwa raga untuk berdoa, memuji,
memuliakan, dan memohon rahmat-Nya sebagai ibadah dengan melakukan
beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum
Islam1. Sedangkan pengertian salat menurut bahasa Arab adalah merupakan
kata yang diambil dari kata
ي
لصي
–
ىلص
yang memiliki arti do’ 2.Berkaitan dengan pengertian Salat y g e t o’ , al-Q ’ e je sk
dalam surat al-Taubah ayat 103 sebagai berikut :
ِّلَصَو
ْمِهْيَلَع
نِإ
َكَتَاَص
نَكَس
ْمََُ
ُ َاَو
عيََِ
ميِلَع
“ e o t k e ek . Ses gg y o k t e j ) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha e get .”
Berdasarkan ayat di atas, kata
ْمِهْيَلَع
ِّلَصَو
“ e o’ t ke ek ” t y t k p t k mereka dari dosa-dosa yang telah
mereka lakukan. Begitu juga dengan kata
ْمََُ
نَكَس
َكَتَاَص
نِإ
“Ses gg y o’ k t e j kete t j w g e ek ,”
1 Peter salim,
Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, ( Jakarta: Modern English Press,
artinya, itu menjadi penenang hati mereka karena Allah telah mengampuni
dosa mereka dan menerima taubat mereka.3
Sedangkan pengertian salat secara istilah ialah perkataan maupun
perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam
berdasarkan syarat-syarat dan waktu yang telah ditetapkan. Allah telah
menetapkan waktu-waktu salat fardu yang lima waktu. Sebagaimana dalam
firman-Nya :
نِإ
َةَا صلا
ْتَناَك
ىَلَع
َيِِمْؤُمْلا
اًباَتِك
اًتوُقْوَم
“Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-o g y g e ”. Qs. -Nisâ ayat 103).
Jelaslah bahwa salat menjadi salah satu ibadah yang waktunya telah
ditentukan. Bahkan memiliki keutamaan yang luar biasa bagi siapa saja
yang melaksanakan salat tepat pada waktunya. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam Hadis berikut ini :
اََ ث دَح
وُبَأ
ِديِلَولا
ُماَشِ
ُنْب
ِدْبَع
، ِكِلَما
َلاَق
:
اََ ث دَح
،ُةَبْعُش
َلاَق
ُديِلَولا
ُنْب
ِراَزْ يَعلا
:
ِنَرَ بْخَأ
َلاَق
:
ُتْعََِ
اَبَأ
وٍرْمَع
، ِناَبْي شلا
ُلوُقَ ي
:
اََ ث دَح
ُبِحاَص
ِِذَ
ِرا دلا
َراَشَأَو
َلِإ
ِراَد
ِدْبَع
،ِ َا
َلاَق
:
ُتْلَأَس
ِب لا
ى لَص
ُل
ِْيَلَع
َم لَسَو
:
يَأ
ِلَمَعلا
بَحَأ
َلِإ
؟ِ َا
َلاَق
:
ُةَا صلا
ىَلَع
،اَهِتْقَو
َلاَق
:
ُث
؟يَأ
َلاَق
:
ُث
رِب
ِنْيَدِلاَولا
َلاَق
:
ُث
؟يَأ
َلاَق
:
ُداَهِجا
ِي
ِليِبَس
ِ َا
َلاَق
:
ِنَث دَح
، نِِِ
ِوَلَو
ُُتْدَزَ تْسا
ِنَداَزَل
ٗSalat juga merupakan perwujudan dari rasa kelemahan seorang
manusia dan rasa membutuhkan seorang hamba terhadap Tuhan dalam
membentuk perkataan dan perbuatan sekaligus, sebagai perwujudan
ketaatan seorang hamba terhadap perintah dan kewajiban dari Tuhan, dan
3 Ibn jarî - abarî,
Tafsir - abarî, Penerjemah Anshari Taslim, dkk (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2009), h. 202.
4Ibn Hajar al-Asqalani,
sebagai sarana yang di dalamnya seorang hamba meminta ketabahan untuk
menghadapi berbagai kesulitan dan ujian yang dialami di dunia ini, dan
sebagai perwujudan pernyataan memuji kebesaran dan kemulian Allah.5
Salat adalah kewajiban yang konstan dan absolut, untuk hamba
sahaya dan kaum merdeka, untuk si kaya dan si miskin, untuk orang yang
sehat dan sakit, dan untuk yang bepergian ataupun yang tidak bepergian.
Kewajiban ini tidak gugur bagi siapa saja yang sudah sampai pada usia
baligh, dalam keadaan bagaimanapun juga, tidak seperti puasa, zakat, dan
haji, yang diwajibkan dengan beberapa syarat dan sifat, dalam waktu
tertentu dan dengan batas yang tertentu pula. 6
Begitu pentingnya salat untuk dilakukan dalam kondisi apapun
seperti pada kondisi perang, pada saat dalam perjalanan, atau pada saat
dalam kondisi yang aman. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nisâ
berikut ini:
اَذِإَو
ْمُتْ بَرَض
ِف
ِضْرَْأٱ
َسْيَلَ ف
ْمُكْيَلَع
حاَُج
نَأ
اوُرُصْقَ ت
َنِم
ِةٰوَل صلٱ
ْنِإ
ْمُتْفِخ
نَأ
ُمُكَِتْفَ ي
َنيِذ لٱ
وُرَفَك
نِإ
َنيِرِفَٰكْلٱ
اوُناَك
ْمُكَل
اوُدَع
اًيِب م
ٔٓٔ
اَذِإَو
َت ُك
ْمِهيِف
َتْمَقَأَف
ُمََُ
َةٰوَل صلٱ
ْمُقَ تْلَ ف
ةَفِئاَط
مُهْ ِّم
َكَع م
اوُذُخْأَيْلَو
ْمُهَ تَحِلْسَأ
اَذِإَف
اوُدَجَس
اوُنوُكَيْلَ ف
نِم
ْمُكِئاَرَو
ِتْأَتْلَو
ةَفِئاَط
ٰىَرْخُأ
َْل
او لَصُي
او لَصُيْلَ ف
َكَعَم
اوُذُخْأَيْلَو
ْمَُرْذِح
ْمُهَ تَحِلْسَأَو
دَو
َنيِذ لٱ
اوُرَفَك
ْوَل
َنوُلُفْغَ ت
ْنَع
ْمُكِتَحِلْسَأ
ِتْمَأَو
ْمُكِتَع
َنوُليِمَيَ ف
مُكْيَلَع
ًةَلْ ي م
ًةَدِحَٰو
َلَو
َحاَُج
ْمُكْيَلَع
نِإ
َناَك
ْمُكِب
ىًذَأ
نِّم
ٍرَط م
ْوَأ
مُت ُك
ٰىَضْر م
نَأ
اوُعَضَت
ْمُكَتَحِلْسَأ
اوُذُخَو
ْمُكَرْذِح
نِإ
َ َٱ
دَعَأ
َنيِرِفَٰكْلِل
اًباَذَع
اًيِه م
ٕٔٓ
اَذِإَف
ُمُتْيَضَق
َةٰوَل صلٱ
اوُرُكْذٱَف
َ َٱ
اًمَٰيِق
اًدوُعُ قَو
ٰىَلَعَو
ْمُكِبوُُج
اَذِإَف
ْمُتَنْأَمْطٱ
اوُميِقَأَف
َةٰوَل صلٱ
نِإ
َةٰوَل صلٱ
ْتَناَك
ىَلَع
َيِِمْؤُمْلٱ
اًبَٰتِك
اًتوُقْو م
ٖٔٓ
5 Ahmad Thib Raya dan Musdah Mulia,
Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam,
“ an apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu mengqasar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Al-Nisâ ayat 101)
“ an apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang Salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-o g k f t ”. (Al-Nisâ ayat 102).
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (Al-Nisâ ayat 103).
Jika menelusuri kitab suci yang diturunkan Allah dan sunnah Nabi
maka kita akan menemukan adanya perhatian yang begitu besar terhadap
masalah salat . Bapak para Nabi, I . s. e o’ kep t y g
Allah menjadikan dirinya dan keturunannya termasuk orang yang
mendirikan salat, dan menjadikan salat sebagai ungkapan pujian terhadap
Ismail. Ditemukan pula di dalamnya bahwa perintah yang pertama kali
ditujukan Allah kepada Nabi Musa adalah perintah mendirikan salat dan
berwasiat kepada Musa dan saudaranya Harun untuk melaksanakannya.
Wasiat serupa disampaikan Luqman kepada anaknya.7
7 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahab Sayyid Hawass
, Fiqh Ibadah,
Diantara ayat-ayat al-Q ’ y g e k t e g ke k salat
dalam Islam yang telah dijelaskan di atas ialah sebagai berikut :
ِّبَر
ِنْلَعْجا
َميِقُم
َا صلا
ِة
ْنِمَو
ِت يِّرُذ
اَ بَر
ْل بَقَ تَو
ِءاَعُد
“ T k , J k k k k o g-orang yang tetap mendirikan salat , T , pe ke k o k .” (Q.S. Ibrahim ayat 40)
َناَكَو
ُرُمْأَي
َُلَْأ
ِةَا صلاِب
ِةاَك زلاَو
َناَكَو
َدِْع
ِِّبَر
ايِضْرَم
“ e y ya untuk bersembahyang dan menunaikan k t, seo g y g s s T y .” (Q.S. Maryam ayat 55)
ِن نِإ
اَنَأ
ُ َا
َل
ََلِإ
لِإ
اَنَأ
ِنْدُبْعاَف
ِمِقَأَو
َةَا صلا
يِرْكِذِل
“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah salat untuk mengingat aku.” (Q.S. Thaha ayat 14).
Demikianlah hakikat salat menurut pandangan agama. Salat
mempunyai pengaruh yang sangat besar di dalam mendidik jiwa dan
membina akhlak. Sungguh, pada setiap bagian salat terkandung
keutamaan-keutamaan akhlak yang bermanfaat untuk melahirkan sifat-sifat terpuji.8
B. Cara Melaksanakan Salat Di Kendaraan
Tata cara salat yang sempurna dari segala aspeknya ialah mendirikan
salat sejalan dengan salat yang diparaktekkan oleh Rasulullah Saw.9
Melaksanakan salat pada saat berada di kendaraan adalah
dibolehkan. Seperti mengerjakan salat dalam kapal laut, kereta, dan pesawat
terbang hukumnya sah dan tidak dihukumi makruh. Dalam kondisi seperti
ini, salat boleh dilakukan semampunya (tidak harus dilakukan secara
sempurna seperti dalam kondisi normal).10
8 Syeikh Abdurrahman al-Jaziri,
Kitab Salat Fikih Empat Madhab Mudah Memahami Fikih dengan Metode Skema, diterjemahkan Syarif Hademasyah dan Luqman Junaidi, (Jakarta:
Ibn Umar meriwayatkan bahwa Nabi saw. ditanya perihal salat di
atas kapal laut, beliau bersabda:
اََ ث دَح
وُبَأ
ٍرْكَب
ُد مَُُ
ُنْب
ىَسوُم
ِنْب
ٍلْهَس
يِراَهَ بْرَ بْلا
ْنِم
ِِلْصَأ
،
اََ ث دَح
ُرْشِب
ُنْب
اَفاَف
،
اََ ث دَح
وُبَأ
ٍمْيَعُ ن
،
اََ ث دَح
ُرَفْعَج
ُنْب
َناَقْرُ ب
ْنَع
ِنوُمْيَم
ِنْب
َناَرْهِم
ِنَع
ِنْبا
َرَمُع
َلِئُس
ِب لا
ىلص
ل
يلع
ملسو
ِنَع
ِةَا صلا
ِي
ِةَيِف سلا
َلاَق
ِّلَص
اًمِئاَق
لِإ
ْنَأ
َفاَََ
قَرَغْلا
Berdasarkan Hadis di atas, bahwa pada suatu hari Rasulullah pernah
ditanya tentang salat di atas kapal laut maka Nabi menjawab atas pertanyaan
tersebut. Nabi berkata salat lah di dalamnya (kapal laut) dengan cara berdiri
kecuali apabila kamu takut tenggelam.
Adapun mengenai cara melakukan salat di atas kendaraan,
Rasulullah memberikan petunjuk tentang tata caranya, sebagai berikut:
Sebisa mungkin menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan, maka
menghadapnya mengikuti arah laju kendaraan. Sebagaimana Hadis yang
diriwayatkan salim berikut ini:
اََ ث دَح
ُدََْْأ
ُنْب
ٍحِلاَص
اََ ث دَح
ُنْبا
ٍبْ َو
ِنَرَ بْخَأ
ُسُنوُي
ِنَع
ِنْبا
ٍباَهِش
ْنَع
ٍِلاَس
ْنَع
ِيِبَأ
َلاَق
َناَك
ُلوُسَر
ِ َا
-ىلص
ل
يلع
ملسو
ُحِّبَسُي
ىَلَع
ِةَلِحا رلا
ىَأ
ٍْجَو
َ جَوَ ت
ُرِتوُيَو
اَهْ يَلَع
َرْ يَغ
ُ نَأ
َل
ىِّلَصُي
َةَبوُتْكَمْلا
اَهْ يَلَع
.
ٔٔYang dimaksud dengan kata
ُحِّبَسُي
pada Hadis di atas adalah orangyang melaksanakan salat sunah12, maka apabila seseorang mengerjakan
salat sunnah dikerjakan di atas kendaraan diperbolehkan untuk tidak
menghadap kiblat apabila memang tidak memungkinkan. Berdasarkan
11 Abû Dâud Sulae s’ s al-Sajsastani,
Sunan Abû Dâud, (Beirut: Dâr al-Kitab al
Arabi), juz 1, h. 473.
12 Abû al- yy b Muhammad Syamsu al-Haq al-‘ î , ’
Aun al- ’b d, juz 4 (Madinah:
Hadis yang diriwayatkan Ibn Umar mengatakan bahwa ketika itu pernah
melihat Nabi Muhammad salat di atas keledai dan beliau menghadapkan
wajahnya ke khaibar. Berikut Hadis yang diriwayatkan ibn Umar:
اََ ث دَح
َيََْ
ُنْب
َيََْ
َلاَق
ُتْأَرَ ق
ىَلَع
ٍكِلاَم
ْنَع
وِرْمَع
ِنْب
َيََْ
ِِّنِزاَمْلا
ْنَع
ِديِعَس
ِنْب
ٍراَسَي
ِنَع
ِنْبا
َرَمُع
َلاَق
ُتْيَأَر
َلوُسَر
ِ َا
ىلص
ل
يلع
ملسو
ىِّلَصُي
ىَلَع
ٍراَِْ
َوُ َو
ِّجَوُم
َلِإ
َرَ بْيَخ
.
ٖٔDiusahakan berdiri. Jika tidak bisa, disesuaikan dengan kondisi yang
ada. Salah satu dasar Hadis yang membolehkannya adalah Hadis yang
berikut ini :
اََ ث دَح
ُميِاَرْ بِإ
ُنْب
ٍدا َْ
،
اََ ث دَح
ُسا بَع
ُنْب
َديِزَي
،
اََ ث دَح
وُبَأ
ٍرِماَع
،
اََ ث دَح
ُميِاَرْ بِإ
ُنْب
َناَمْهَط
ْنَع
ٍْيَسُح
اَذَِِ
َلاَقَو
ُروُساَبْلا
صلا
َا
ُة
َع َل
ى
رلا
ِحا
َل ِة
ِي
سلا
َف ِر
ََج
َعا
ًة
ِب ُع ْذ
ِر
َما
َط
ِر
َو
َلبلا
ِة
ٔٗBerdiri dalam salat adalah merupakan salah satu dari rukun salat
yang harus dipenuhi, tetapi pada kondisi tertentu seseorang yang hendak
salat diperbolehkan untuk tidak berdiri apabila memang benar-benar tidak
dapat memungkinkan untuk melaksanakannya seperti pada saat seseorang
yang berada di atas kendaraan yang ditungganginya sementara dia tidak
mungkin mampu salat sambil berdiri atau turun dari kendaraannya sehingga
tidak dapat salat secara sempurna dikarenakan takut akan bahaya yang akan
menimpanya, seperti adanya hujan atau banjir di sekitar kendaraannya
ataupun bahaya lainnya.15
13 Abû al-Husain Muslim al-Qusyairî al-Naisâbûrî,
Sahîh Muslim, juz 2 (Beirut: Dâr Afâq
al-Jadîdah, t.t.), h. 149.
14 Abî al-H s ‘ Umar al-Dâ q nî,
Demikian juga Hadis yang diriwayatkan oleh ibn Umar dalam kitab
al-Bukhârî, sebagai berikut.
اََ ث دَح
ُد مَُُ
ُنْب
ِبَأ
ٍرْكَب
يِم دَقُمْلا
،
اََ ث دَح
رِمَتْعُم
ْنَع
ِدْيَ بُع
ِل
ْنَع
ٍعِفاَن
،
ِنَع
ِنْبا
َرَمُع
،
ِنَع
ِِّب لا
ىلص
ل
يلع
ملسو
ُ نَأ
َناَك
ُضِّرَعُ ي
َُتَلِحاَر
يِّلَصُيَ ف
اَهْ يَلِإ
ُتْلُ ق
َتْيَأَرَ فَأ
اَذِإ
ِت بَ
ُباَكِّرلا
َلاَق
َناَك
ُذُخْأَي
َذَ
ا
َلْح رلا
ُُلِّدَعُ يَ ف
يِّلَصُيَ ف
َلِإ
ِِتَرِخآ
،
ْوَأ
َلاَق
خَؤُم
ِِر
،
َناَكَو
ُنْبا
َرَمُع
،
َيِضَر
ُ َا
َُْع
،
ُُلَعْفَ ي
.
ٔٙDibolehkan kita mengerjakan salat fardu di atas kendaraan, apabila
kendaraan itu menghadap kiblat. Walaupun kendaraan itu sedang berjalan,
seperti kapal dan lain-lainnya. Dan apabila salat tidak dapat dilakukan
sambil berdiri, karena keadaan kendaraan tidak mengizinkan, maka
dibolehkan kita mengerjakan sambil duduk.
Kendaraan yang dapat disamakan dengan kapal adalah kereta api,
motor, trem dan yang semisalnya. Karena itu, Apabila seorang mengerjakan
salat dalam kendaraaan, hendaklah menghadap qiblat dan berdiri, selama
masih ada kemungkinan untuk berdiri itu. Apabila kapal menghadap ke
timur, hendaklah orang yang salat itu memutarkan badannya kearah barat.
Tetapi jika tidak mungkin memutarkan badan, dibolehkan ia menghadap
kemana saja kendaraan itu menghadap. Ruku’ dan sujud dilakukan menurut
kemungkinan.17
ِنَثَدَحَو
نَع
ِكِلاَم
نَع
ِدْبَع
ِل
ِنْب
ٍراَيِد
ْنَع
ِدْبَع
ِل
ِنب
رَمُع
:
نَأ
َلْوُسَر
ِل
ى لَص
ُل
ِيَلَع
َو
َمَلَس
َناَك
يِلَصُي
ىَلَع
ِِتَلِحاَر
ِي
رٍفَسلا
َثيَح
تَه جَوَ ت
ِِب
َلاَق
ُدبَع
ِل
ِنب
ٍراَيِد
َناَكَو
ُدبَع
ِل
ُنب
رَمُع
ُلَعفَي
َكِلَذ
ِنَثَدَحَو
نَع
ٍكِلاَم
نَع
َي ََ
َنب
ديِعَس
َلاَق
ُتيَأَر
سَنَأ
16 Is ’ `I î -Mugîrah al Bukhârî,
al-Jâmi’ - h, juz
1 (Kairo: Dâr al-Sya’ b, 1987), h. 135.
17 Hasbi as Shidiqi,
نب
كِلاَم
ِي
ٍرَفَسلا
َوُ َو
يِلَصُي
ىَلَع
ٍراَِْ
َوُ َو
ُ جَوَ تُم
َلِإ
ِرَغ
ِةَلبِقلا
ُعُكرَي
ُدُجسَيَو
ءاَمِإ
نِم
ِرَغ
نَأ
َعَضَي
َُهجَو
ىَلَع
ٍءيَش
َٔٛح
د َ ث
َا
ََْ
َي
ُنب
ُم
َسو
ى
َح
د َ ث
َا
َش َب
َبا ُة
ُنب
ُس َو
ٍرا
َح
د َ ث
َا
ُع َم
ُر ْب
ُن
رلا
َم
ِحا
َ بلا
ْل
ِخ
ي
َع
ْن
َك ِث
ٍْر
ِنب
ِز َي
دا
َع
ْن
َع ْم
ٍرو
ْب
ِن
ُع
ْث َم
َنا
ْب
ِن
َ ي ْع
َلى
ْب
ِن
ُم
ر َة
َع
ْن
َأ ِب ْي
ِ
َع
ْن
َج
ِِِّد
ِه
:
َأ ن
ُهم
َك
ُنا
او
َم
َع
لا
ِب
َص
لى
ُل
َع
َل ْي ِ
َو
َس ل
َم
ِي
َم
ِس
ٍْر
َف ْ نا
َ ت ُه
او
ِإ
َل
َم
ِض
ْي ٍق
َو
َح
َض
َر
ِت
صلا
ُةا
َف
َم
َط
ُراو
سلا
َم
َءا
ِم
ْن
َ ف ْو
ِق ِه
م
َو
َ بلا
َلة
ِم
ْن
َأ
ْس َف
ٍل
ِم
ْ ُه
ْم
َف َأ
ذ
َن
َر ُس
ْو ُل
ِل
َص
لى
ُل
َع
َل ْي ِ
َو
َس ل
َم
ُ َو
ُ َو
َ
َع َل
ى
َر
ِحا
َل ِت
ِ
َو َأ َق
َما
ُ
َأ ْو
َأ
َق
َما
َ
َ ف َ ت
َق د
َم
َع َل
ى
َر
ِحا
َل ِت
ِ
َف
َص
ل
ى
ِِِ
ْم
ُ ي ْو
ِم
ُئ
ِإ َْم
ًءا
َْي َع
ُل
سلا
ُج
َدو
َأ
ْخ َف
َض
ِم
َن
رلا
ُك ْو
ِع
ٜٔApabila kesempatan bersuci dengan cara berwudhu tidak dapat
memungkinkan untuk mengerjakannya, karena di atas kendaraan yang
sedang berjalan atau tidak ada air untuk berwudhu, maka dapat diganti
dengan tayamum.20
Bila juga tidak memungkinkan berwudhu di atas kendaraan maka
dapat dilakukan dengan cara bertayamum. Cara tayamum yakni dengan
menepuk-nepuk tangan kepada dinding, kaca, atau kursi kendaraan. Lalu
usapkan kewajah kemudian yang satu mengusap sampai pergelangan.
C. Pendapat Ulama Tentang Salat di Kendaraan
Dengan semakin banyaknya masyarakat, semakin banyak juga
permasalahan yang mereka alami dalam upaya untuk memenuhi kewajiban
salat . Salah satu dari sekian banyak permasalahan tentang salat tersebut
adalah salat di atas kendaraan. Oleh sebab itu penulis ingin mengutip
pendapat para ulama terhadap salat yang dilakukan di atas kendaraan.
18Mâlik bin `Anas Abû Abdullah al-Asbahî,
Mu a` al-Imâm Mâlik, juz 1 (Mesir: Dâr
Ihyâ, 1951), h. 151.
19 Muhammad ‘Îs ‘Îs -Tirmidzî,
1. Seorang yang melakukan salat di atas kendaraan, karena sulitnya kondisi
untuk dapat melakukan secara sempurna, maka kondisi tersebutlah yang
menyebabkan terjadinya izin untuk melakukan beberapa kekurangan,
dan syariat telah mengetahui hal tersebut, dengan kata lain syariat
merestui terjadinya kekurangan itu, oleh sebab itu syariat tidak
memerintahkan pelakunya untuk mengulangi salat nya kembali, baik
dengan cara mengqadha atau lainnya21
2. Menurut imam al-Nawawi, salat yang dilakukan di atas kendaraan
diperbolehkan dengan syarat ketika dalam perjalanannya tidak bertujuan
untuk maksiat. Seperti perjalanan yang bertujuan untuk mencuri,
membunuh seseorang, berzina, dan maksiat-maksiat lainnya maka
ibadah salat yang dilakukannya itu tidak sah. Imam Nawawi
mengatakan bahwa salat yang boleh dilakukan di atas kendaraan adalah
salat sunah serta diberikannya kemudahan jika tidak ditemukannya air
untuk bersuci maka dibolehkan utuk bertayamum.
3. I Sy f ’ e pe p t, salat di atas kendaraan hukumnya tidak boleh
akan tetapi pada kondisi kendaraan yang kita tumpangi berhenti
sehingga kita memungkinkan untuk ruku, dan sujud maka salat nya sah
untuk dilaksanakan. Adapun salat sunah yang dilakukan di atas
kendaraan maka diperbolehkan salat sekira ia menghadap kendaraannya
melaju, karena seorang tersebut tidak mampu untuk menghadap kiblat.
Begitu pula ketika seorang musafir yang dalam perjalanannya ia tidak
dapat melakukan ruku dan juga sujud secara sempurna maka
21 Syarif Hidayatullah Husain,
Salat Dalam Madzhab Ahlul Bait (Jakarta: Lentera, 2007),
diperbolehkan untuk melakukannya dengan isyarat seperti melakukan
sujud lebih rendah dari pada ruku. Pada hakikatnya tidak diperbolehkan
salat selain menghadap kiblat baik muqim atau musafir kecuali pada
posisi khauf.22 Bila melakukan sebagian salat dalam kondisi sangat takut
dengan melewatkan sebagian kewajibannya, seperti menghadap kiblat,
lalu merasa aman di tengah salat , maka ia menyempurnakanya dengan
melengkapi kewajiban-kewajibannya. Bila sedang mengendarai
kendaraan dengan tidak menghadap kiblat, maka ia turun lalu
menghadap ke arah kiblat dan melanjutkan salat nya, karena salat yang
telah dilakukan sebelum merasa aman tetap sah, sehingga boleh
melanjutkannya (dengan cara salat orang yang merasa aman).
Sebagaimana halnya bila tidak ada kewajiban salat yang dilewatkan.
Bila tidak menghadap kiblat ketika turun dari tunggangan atau
meninggalkan sebagian kewajiban setelah merasa aman, maka salat nya
rusak. Bila memulai salat dengan rasa aman dan menyempurnakan
syarat dan wajibnya, lalu muncul rasa sangat takut, maka ia
menyempurnakannya dengan cara yang di perlukan. Misalnya ia sedang
salat sambil berdiri di atas tanah dan menghadap kiblat, lalu ia merasa
perlu menunggangi kendaraan dan membelakangi kiblat, maka ia
menyempurnakan salat nya dengan cara yang diperlukannya itu.23
Sedangkan imam Maliki berpendapat bahwa salat di atas kendaraan
dapat dilakukan dalam kondisi takut akan bahaya apabila seseorang
22 Muhammad bin `Idrîs al-Sy f ’ ,
turun dari kendaraan, takut dari ancaman hewan buas, takut akan
bahaya musuh.
4. Barang siapa yang berada di atas kapal sementara ia mampu untuk
menepi sehingga dapat memungkinkan melakukan salat dengan cara
berdiri ruku dan juga sujud maka salat di atas kapal diperbolehkan
karena telah terpenuhinya syarat-syarat tersebut. Dan apabila syaratnya
tidak terpenuhi seperti diharuskannya berdiri ketika salat karena berdiri
dalam salat merupakan salah satu dari rukun salat maka hal demikian
tidak lah sah melakukannya.24
5. Berkaitan dengan salat di kendaraan, Penafsiran imam Qurtubi terhadap
ayat 239 dari surat al-Baqarah25 menjelaskan bahwa salat yang berada
dalam posisi takut akan adanya ancaman bahaya terhadap nyawanya
maka terdapat keringanan bagi seseorang yang hendak melakukan
ibadah salat pada saat posisi takut tersebut. Diantara keringanan yang
diperoleh ialah orang yang dalam perjalanan, serta orang yang berada di
atas kendaraan yang keselamatannya terancam. Sehingga dalam praktek
salat nya ia diperbolehkan dengan melakukan isyarat seperti ketika tidak
mampu melakukan ruku ataupun sujud maka dapat dilakukan dengan
cara menggerakan kepalanya serta diperbolehkan menghadapkan
kepalanya kemana saja dia menghadap apabila memang tidak
memungkinkan untuk menghadap kiblat.26
24 Al-Hanâfi,
Al-Ikhtâr ’ îl Mukhtâr, juz 1 (Beirut: Dâr al-Kitab Alamiyah, 2005), h.
83.
25
َنوُمَلْعَ ت اوُنوُكَت َْل ام ْمُكَم لَع امَك َ َا اوُرُكْذاَف ْمُتِْمَأ اذِإَف ًانابْكُر ْوَأ ًلاجِرَف ْمُتْفِخ ْنِإَف
26 -Q ubî
6. Apabila seseorang yang bepergian atau berada diatas kendaraan dan
tidak mampu turun dari kendaraannya untuk menunaikan salat
disebabkan takut akan adanya kekacauan, atau ada bencana disekitarnya
maka diperbolehkan untuk ruku dan sujud kemana saja dia
menghadap.27
BAB III
ANALISIS HADIS MENGENAI SALAT DI ATAS KENDARAAN
A. Kritik Sanad Hadis
1. Teks Dan Terjemah Hadis
Diantara sekian banyak Hadis yang menjelaskan salat di atas
kendaraan ialah salah satu diantaranya terdapat dalam kitab
al-Bukhârî pada bab menghadap kiblat bagaimanapun keadaannya dan
dalam kitab Sunan al-Tirmidzî pada bab melakukan Salat di atas
kendaraannya (unta).
اََ ث دَح
ُمِلْسُم
ُنْب
،َميِاَرْ بِإ
َلاَق
:
اََ ث دَح
ُماَشِ
ُنْب
ِبَأ
ِدْبَع
،ِ َا
َلاَق
:
اََ ث دَح
َيََْ
ُنْب
ِبَأ
،ٍرِثَك
ْنَع
ِد مَُُ
ِنْب
ِدْبَع
،ِنَْْ رلا
ْنَع
ِرِباَج
ِنْب
ِدْبَع
،ِ َا
َلاَق
:
«
َناَك
ُلوُسَر
ِ َا
ى لَص
ُل
ِْيَلَع
َم لَسَو
يِّلَصُي
ىَلَع
،ِِتَلِحاَر
ُثْيَح
ْتَه جَوَ ت
اَذِإَف
َداَرَأ
َةَضيِرَفلا
َلَزَ ن
َلَبْقَ تْساَف
َةَلْ بِقلا
»
ٔ“Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Ibrâhî , e k t : Te e e t k kep k H sy î , e k t : Te e e t k kep k y î tsî ‘ J ‘ e k t : Rasulullah Saw. Salat di atas kendaraan dalam perjalanannya kemana pun kendaraan itu menghadap namun apabila beliau hendak salat wajib maka beliau turun dari kendaraan dan menghadap kiblat.”
اََ ث دَح
ُناَيْفُس
ُنْب
ٍعيِكَو
،
َلاَق
:
اََ ث دَح
وُبَأ
ٍدِلاَخ
ُرََْْأا
،
ْنَع
ِدْيَ بُع
ِل
ِنْب
َرَمُع
،
ْنَع
ٍعِفاَن
،
ِنَع
ِنْبا
َرَمُع
،
نَأ
ِب لا
ى لَص
ُ َا
ِْيَلَع
َم لَسَو
ى لَص
َلِإ
ِِرِعَب
،
ْوَأ
ِِتَلِحاَر
،
َناَكَو
يِّلَصُي
ىَلَع
ِِتَلِحاَر
ُثْيَح
اَم
ْتَه جَوَ ت
ِِب
.
ٕ“Telah menceritakan ep k S fy W k ’ e k t : Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid al-Ahmar dari Ubaidillah bin U N f ’ ‘Umar. Nabi Muhammad Saw. Salat di atas unta
1
Is ’ `I î al-Mugîrah al Bukhârî, -Bukhârî, Juz
1, (Kairo: Dâr al-Sy ’ , 1987), . 110.
2 ‘Îs ‘Îs -Tirmidzî,
Sunan al- Tirmidzî, juz 1 ( Beirut: Dâr
atau kendaraannya, dan beliau salat di atas kendaraannya menghadap ke s j ke y e g p.”
2. Takhrij Hadis 3
Dalam melakukan penelitian terhadap sebuah Hadis , kegiatan takhrij
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan karena sangat penting untuk
dapat mengetahui teks sebuah Hadis terhimpun.
Untuk mengetahui kejelasan Hadis beserta sumber-sumbernya, ada
beberapa metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh mereka yang akan
menelusurinya. Metode-metode takhrij ini diupayakan oleh para Ulama
dengan maksud untuk mempermudah mencari Hadis-Hadis. Para ulama
telah banyak mengkodifikasikan Hadis-Hadis dengan mengaturnya dalam
susunan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sekalipun semuanya
menyebutkan perawi Hadis yang meriwayatkannya. Perbedaan cara-cara
mengumpulkan inilah yang akhirnya menimbulkan ilmu Takhrij. Diantara
mereka ada yang menyusunnya sesuai dengan urutan abjad hijâiyah (alif,
ba, ta, tsa, dan seterusnya). Disamping itu ada pula yang menyusunnya
sesuai dengan tema Hadis , seperti salat , zakat, tafsir dan lain-lain. Juga
ada yang disusun menurut nama-nama perawi terakhir. A k y pe w
te k t s ahabat bila Hadis nya tt il adakalanya tabi’in bila Hadis
itu mursal. Hadis tersebut ada yang ditulis lengkap ada pula yang hanya
potongannya saja. Ada pula yang menyusunnya menurut kriteria-kriteria
Hadis, seperti Hadis qudsi, Hadis mutawattir, Hadis u’, dan
lain. Serta ada pula Hadis yang tersusun menurut lafal-lafal yang terdapat
dalam matan.
Sesuai dengan cara Ulama mengumpulkan Hadis-Hadis, dapat lah
disimpulkan bahwa metode-metode takhrij Hadis dalam lima macam
metode:
1. Takhrij menurut lafal pertama Hadis.
2. Takhrij menurut lafal-lafal yang terdapat dalam matan.
3. Takhrij menurut perawi terakhir.
4. Takhrij menurut tema Hadis.
5. Takhrij menurut klasifikasi jenis Hadis.4
Adapun pendapat lain menyatakan ada empat cara atau metode
takhrij Hadis. Pertama, takhrij Hadis melalui lafal atau kata yang terdapat
dalam matan Hadis. Kedua, takhrij Hadis melalui tema. Ketiga, takhrij
Hadis melalui awal matan Hadis, dan keempat takhrij Hadis melalui
periwayat Hadis pada tingkat sahabat.5
Berikut takhrij Hadis yang penulis lakukan dalam penelitian ini
dengan cara melacak melalui kata-kata yang terdapat dalam matan Hadis .
Kata yang menjadi penelusuran pertama penulis adalah
لحر
. Sehinggaditemukan kata tersebut yang relevan dengan kajian penulis yaitu sebagai
berikut:
تلحر وا ة رعب يا يلص ملس و يلع ه ا يلص ب لا نا
4Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin abdul Hadi,
Metode takhrij Hadis
( Semarang: Dina Utama, t.t.), h. 14.
5 Bustamin,
ت
ةاص
ٔٗٗ
خ
ةاص
۸۹
م
ةاص
ٕٗ۷
د
ةاص
ٔ۰ٕ
يد
ةاص
ٕٔٙ
ط
رفس
ٗٔ
مح
ٕ٤ٔٗٔ
٤
ٔٗٙ
Selain matan
تلحر وا ة رعب يا يلص ملس و يلع ه ا يلص ب لا نا
Ditemukan juga matan lain yang juga sesuai dari penelusuran kata
لحر
pada kitab ’ yaitu sebagai berikut:
تلحر يلع يلصي ب لا ناك
ٙخ
ةاص
ٕٔ
رتو ٤
ٙ
ةاصلا رصقت ٤
۷
-۸
٤
ٕ
ٔ
٤
ٔ٘
ةاصلا ي لمعلا ٤
ٔ٘
٤
جح
۹ٕ
٤
يزاغم
ٕٕ
م
ةاص
ٕٗ۹
نيرفاسم ٤
ٕٕ٤ٗ
-ٕ۷
دجاسم ٤
ٕٕ
د
رفس
۹
٤
۸
ت
ةاص
ٕٔٗ
٤
ٔٗٗ
رتو
ٔٗ
ةروس رسفت
ٕ
ن
ةاص
ٕٕ
٤ لبق
ٕ
ليلا مايق
ٕٕ
ج
ماقا
ٕٔ۷
ىد
ةاص
ٔ۹ٔ
٤
ٕٕٔ
ط
رفس
ٕٕ
٤
ٕ٘
مح
ٕ
Metode takhrij kedua adalah dengan cara mencari awal matan Hadis sebagai berikut:
6
ب تهج وت امثيح تلحر يلع يلصي ناك
خ
ٔٔ۰
ب نيرفاسما ةاص م
ٗ
مقر
ٖٕ
٤
ٖ۷
ت
ٖٕ٘
ش
ٕ
٤
ٗ۸ٗ
٤
ٗ۸ٕ
ب تهج وت امثيح رفسلا تلحر يلع يلصي ناك
ن
ٕٗٗ
٤
ٕ
٤
ٙٔ
مح
ٕ
:
ٙٙ
٤
۷ٕ
ش
ٕ
:
ٗ۸ٗ
مج
ٕ
:
ٕٔٙ
عفس
ٔ۹ٕ
رع
ٕ
:
ٕٙ۰
لح
۹
:
ٖ۸ٔ
طخ
٘
:
ٖ٘۸
Adapun diantara Hadis-Hadis di atas yang penulis temukan pada kitab Hadis yang enam yaitu sebagai berikut:
ِنَث دَحَو
ْنَع
ٍكِلاَم
،
ْنَع
ِدْبَع
ِ َا
ِنْب
ٍراَيِد
،
ْنَع
ِدْبَع
ِ َا
ِنْب
َرَمُع
نَأ
َلوُسَر
ِ َا
ىلص
ل
يلع
ملسو
َناَك
يِّلَصُي
ىَلَع
ِِتَلِحاَر
ِي
ِرَف سلا
ُثْيَح
ْتَه جَوَ ت
ِِب
.
ٚ“Telah menceritakan kepadaku dari Mâlik dari Abdullah bin Dînar ‘U . R s S w. Te e k k salat di atas
7
Mâlik bin `Anas Abû Abdullah al-Asbahî, -Imâm Mâlik, juz 1 ( Mesir: Dâr
kendaraan dalam perjalanannya kemana pun kendaraan tersebut e g p”.
ُاََ ث دَح
وُبَأ
ِرْكَب
ُنْب
ِبَأ
َةَبْيَش
اََ ث دَح
وُبَأ
ٍدِلاَخ
ُرََْْأا
ْنَع
ِدْيَ بُع
ِ َا
ْنَع
ٍعِفاَن
ِنَع
ِنْبا
َرَمُع
نَأ
ِب لا
-ىلص
ل
يلع
ملسو
َناَك
ىِّلَصُي
ىَلَع
ِِتَلِحاَر
ُثْيَح
ْتَه جَوَ ت
ِِب
.
ٛ“Te e e t k kep k B k î Sy te e e t k kep k - ‘U N f ’ ‘U w R s S w. Te e k k salat di atas kendaraannya kemana pun ke te se t e g p”.
اََ ث دَح
ُناَيْفُس
ُنْب
ٍعيِكَو
،
َلاَق
:
اََ ث دَح
وُبَأ
ٍدِلاَخ
ُرََْْأا
،
ْنَع
ِدْيَ بُع
ِل
ِنْب
َرَمُع
،
ْنَع
ٍعِفاَن
،
ِنَع
ِنْبا
َرَمُع
،
نَأ
ِب لا
ى لَص
ُ َا
ِْيَلَع
َم لَسَو
ى لَص
َلِإ
ِِرِعَب
،
ْوَأ
ِِتَلِحاَر
،
َناَكَو
يِّلَصُي
ىَلَع
ِِتَلِحاَر
ُثْيَح
اَم
ْتَه جَوَ ت
ِِب
.
ٜ“Telah menceritakan ep k S fy W k ’ e k t : Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-ahmar dari Ubaidillah bin U N f ’ U . N Muhammad Saw. Salat di atas unta atau kendar