• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis domestica) Melalui Pemeriksaan Leukosit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis domestica) Melalui Pemeriksaan Leukosit"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

CUPU NARA SUMITA. Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis domestica) Melalui Pemeriksaan Leukosit. Dibimbing oleh ANITA ESFANDIARI dan SUS DERTHI WIDHYARI.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari status kesehatan kucing kampung (Felis domestica) melalui pemeriksaan jumlah leukosit total dan diferensiasi leukosit. Sebanyak 12 ekor kucing kampung yang tidak dipelihara digunakan dalam penelitian ini. Sampel darah diambil melalui vena femoralis, kemudian dianalisis terhadap jumlah leukosit total, neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan jumlah leukosit total, neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil, berturut-turut adalah 13.50 ± 4.00×103 sel/µl, 4.93± 1.40×103 sel/µl, 6.70± 2.12×103 sel/µl, 1012 ± 580 sel/µl, 382 ± 141 sel/µl, dan 109 ± 113 sel/µl. Kesimpulan yang diperoleh, ditemukan beberapa pola leukogram berupa leukositosis, limfositosis, monositosis, dan basofilia; limfositosis, monositosis, dan basofilia; monositosis; basofilia; dan neutropenia pada sembilan ekor kucing. Sebanyak tiga ekor kucing kampung memiliki jumlah leukosit total, neutrofil, limfosit, eosinofil dan basofil dalam nilai interval normal.

(2)

PENETAPAN STATUS KESEHATAN KUCING KAMPUNG

(

Felis domestica

) MELALUI PEMERIKSAAN LEUKOSIT

CUPU NARA SUMITA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis domestica) Melalui Pemeriksaan Leukosit adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012

(4)

ABSTRACT

CUPU NARA SUMITA. Health Status Establishment of Domestic Cat (Felis domestica) Through Leukocyte Examination. Under supervision of ANITA ESFANDIARI and SUS DERTHI WIDHYARI.

The objective of this experiment was to study the health status of domestic cats (Felis domestica) through leukocyte examinations, i.e total leukocyte, neutrophil, lymphocyte, monocyte, eosinophil, and basophil counts. Twelve domestic cats were used in this experiment. The blood was taken from femoralis vein to

determine leukocyte, neutrophil, lymphocyte, monocyte, eosinophil, and basophil

counts. Results of this study showed that the total number of leukocyte, neutrophil, lymphocyte, monocyte, eosinophil, and basophil were 13.50 ± 4.00 × 103 cells/µl, 4.93 ± 1.40 × 103 cells/µl, 6.70 ± 2.12 × 103 cells/µl, 1012 ± 580 cells/µl, 382.00 ± 141.00cells/µl, and 109.00 ± 113.00 cells/µl, respectively. In conclusion, there were several leukogram profiles, i.e leukocytosis, lymphocytosis, monocytosis, and basophilia; lymphocytosis, monocytosis, and basophilia; monocytosis; basophilia; and neutropenia in nine cats. The total leukocyte, neutrophil, lymphocyte, eosinophil, and basophil were in the normal reference range in the remaining cats.

(5)
(6)

ABSTRAK

CUPU NARA SUMITA. Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis domestica) Melalui Pemeriksaan Leukosit. Dibimbing oleh ANITA ESFANDIARI dan SUS DERTHI WIDHYARI.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari status kesehatan kucing kampung (Felis domestica) melalui pemeriksaan jumlah leukosit total dan diferensiasi leukosit. Sebanyak 12 ekor kucing kampung yang tidak dipelihara digunakan dalam penelitian ini. Sampel darah diambil melalui vena femoralis, kemudian dianalisis terhadap jumlah leukosit total, neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan jumlah leukosit total, neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil, berturut-turut adalah 13.50 ± 4.00×103 sel/µl, 4.93± 1.40×103 sel/µl, 6.70± 2.12×103 sel/µl, 1012 ± 580 sel/µl, 382 ± 141 sel/µl, dan 109 ± 113 sel/µl. Kesimpulan yang diperoleh, ditemukan beberapa pola leukogram berupa leukositosis, limfositosis, monositosis, dan basofilia; limfositosis, monositosis, dan basofilia; monositosis; basofilia; dan neutropenia pada sembilan ekor kucing. Sebanyak tiga ekor kucing kampung memiliki jumlah leukosit total, neutrofil, limfosit, eosinofil dan basofil dalam nilai interval normal.

(7)
(8)

PENETAPAN STATUS KESEHATAN KUCING KAMPUNG

(

Felis domestica

) MELALUI PEMERIKSAAN LEUKOSIT

CUPU NARA SUMITA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Skripsi : Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis domestica) Melalui Pemeriksaan Leukosit

Nama : Cupu Nara Sumita

NIM : B04080125

Disetujui,

Dr. drh. Anita Esfandiari, M.Si Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui,

drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(11)
(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus atas berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis domestica) Melalui

Pemeriksaan Leukosit”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1) Dr. drh. Anita Esfandiari, M.Si dan Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan, pengarahan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis.

2) Dr. drh. Yusuf Ridwan, M.Si dan drh. I Ketut Mudite Adnyane, M.Si selaku dosen penguji sidang skripsi.

3) Dr. drh. H. Idwan Sudirman selaku pembimbing akedemik, atas bimbingan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan studi di FKH-IPB.

4) Mama, Papa, nenek, Aa, Gama, dan Galuh yang selalu memberi kasih sayang, doa dan motivasi kepada penulis.

5) Widia, sahabat seperjuangan sampai titik darah penghabisan.

6) Purnomo, Mursyid, dan Azmi atas bantuannya dalam meng-handle kucing.

7) Paguyuban; Riris, Farah, Juju, Cici, Mutia, Jami, Pea, Aji, Dian, Ridwan, Caca, dan sahabat-sahabat yang siap sedia memberikan hari-hari menyenangkan selama di FKH.

8) Nae, Lista, Steffi, Dewi, Devi, Muty dan Nanda atas celotehan, tawa, doa, semangat, dan waktu 24 jam penuh selama di kosan.

9) Teman-teman Avenzoar atas segala kebersamaan dan dukungannya. 10) Staf Laboratorium Patologi Klinik Bagian Penyakit Dalam, Departemen

Klinik, Reproduksi, dan Patologi FKH-IPB, khususnya Pak Djajat, Pak Suryono, dan Bu Kusmini.

11) Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, November 2012

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada.tanggal 19 November 1989 dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Yayat Krismulayana dan Wasirih. Pada tahun 1996, penulis memulai jenjang pendidikan formal di TK Bakti Puspiptek, kemudian melanjutkan pendidikan di SDN Puspiptek dan lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 2 Cisauk dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMAN 5 Bogor pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008.

(14)

DAFTAR ISI

Leukosit Agranulosit ... 13

Monosit…...…... 13

Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel Darah ... 16

Pemeriksaan Jumlah LeukositTotal ... 16

Pembuatan Preparat Ulas Darah... 17

Penghitungan Diferensiasi Leukosit ... 17

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Gambaran normal darah kucing …...……... 6

2 Jumlah leukosit total dan diferensiasi leukosit pada kucing

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Felis domestica …..……...………... 4

2 Pembentukan leukosit... 7

3 Neutrofil (dewasa) kucing ...…….. 9

4 Basofil kucing... 11

5 Eosinofil kucing... 12

6 Monosit kucing... 13

7 Limfosit besar pada kucing ... 14

8 Jumlah leukosit total kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin ... 19

9 Jumlah neutrofil kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin ... 21

10 Jumlah limfosit kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin... 23

11 Jumlah monosit kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin... 25

12 Jumlah eosinofil kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin... 26

(17)
(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Memiliki hewan peliharaan menjadi kebutuhan bagi masyarakat saat ini

dan kucing merupakan salah satu dari sekian jenis hewan peliharaan yang banyak

dipelihara oleh masyarakat di Indonesia. Kucing adalah hewan yang

menyenangkan dan cukup bersahabat dengan manusia. Felis domestica atau yang

biasa disebut kucing kampung merupakan jenis kucing asal Indonesia yang

umumnya dipelihara untuk hiburan, atau sebagai teman bagi sang pemilik.

Berbagai macam alasan memilih kucing kampung sebagai hewan peliharaan

diantaranya adalah pemeliharaan yang cukup mudah, lebih tahan dengan berbagai

macam penyakit dan memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi bila dibandingkan

dengan kucing ras (Susanty 2005).

Kucing kampung yang tidak dipelihara atau hidup secara liar

mempertahankan hidupnya dengan cara memburu hewan-hewan kecil, seperti

tikus, burung, dan serangga (Bradshaw 1993). Selama ini belum pernah ada

informasi tentang status kesehatan dari hewan yang hidup secara “liar” (tidak

dipelihara). Menurut Speicher (2008), status kesehatan hewan dapat diketahui dari

data status fisiologis yang tepat dan akurat. Status kesehatan seekor hewan dapat

diperoleh diantaranya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yang

dilakukan melalui prosedur khusus, misalnya melalui pengambilan sampel feses,

urin, dan darah.

Pemeriksaan darah merupakan salah satu cara yang biasa dilakukan untuk

mengetahui status kesehatan. Pemeriksaan hematologi rutin merupakan salah satu

pemeriksaan darah yang umum dilakukan, meliputi pemeriksaan konsentrasi

hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah leukosit total, jumlah eritrosit, jumlah

trombosit, hitung jenis leukosit dan laju endap darah (Pusparini 2005).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kesehatan kucing

kampung (Felis domestica), melalui pemeriksaan jumlah leukosit total, jumlah

(19)

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang status

kesehatan kucing kampung (Felis domestica) yang hidup secara liar (tidak

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Kucing

Kucing termasuk keluarga Felidae, termasuk di dalamnya spesies kucing

besar seperti singa, harimau dan macan. Kucing tersebar secara luas di seluruh

Eropa, Asia Selatan dan Tengah, dan Afrika (RED 2003). Saat ini, kucing

merupakan salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia (Suwed & Budiana

2006). Klasifikasi biologi kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan Fowler

(1993) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Carnivora

Subordo : Conoidea

Famili : Felidae

Subfamili : Felinae

Genus : Felis

Spesies : Felis domestica

Kucing telah mengalami domestikasi dan hidup dalam simbiosis

mutualistik dengan manusia. Domestikasi pertama yang dilakukan manusia terjadi

pada tahun 4000 SM di Mesir, ketika kucing dimanfaatkan sebagai hewan

penjaga. Namun demikian, hubungan manusia dengan kucing sudah dimulai dari

(21)

Gambar 1 Felis domestica. Sumber: Bohdal (2006)

Kucing domestik atau yang biasa disebut dengan kucing kampung

merupakan kucing hasil evolusi kucing liar yang beradaptasi dengan lingkungan,

dekat dengan manusia sepanjang ribuan tahun usia kehidupan. Proses adaptasi ini

menghasilkan jenis kucing yang berbeda di berbagai wilayah (Sulaiman 2010).

Karakteristik Kucing

Perkembangan evolusi keluarga kucing terbagi dalam tiga kelompok, yaitu

Panthera, Acinonyx, dan Felis. Felis adalah sejenis kucing kecil, salah satunya

Felis sylvestris yang kemudian berkembang menjadi kucing modern (Suwed &

Budiana 2006). Selain itu terbentuk juga ras kucing yang terjadi akibat mutasi gen

secara alami ataupun perkawinan silang. Ras kucing dapat dibedakan berdasarkan

kondisi rambut, yaitu kucing short hair, semi-long hair, variasi semi-long hair,

long hair, dan kucing tidak berambut seperti kucing Sphinx (Susanty 2005).

Seekor kucing berbulu pendek biasanya mempunyai panjang sekitar 76

cm. Beratnya sangat bervariasi antara 2.5 – 7 kg. Kucing ini anggun dengan badan

yang kokoh (Gambar 1), wajah yang membulat dengan moncong lebar, telinga

tegak, dan kumis yang baik (RED 2003).

Secara umum kucing memiliki ciri-ciri bertubuh kecil, daun telinga

berbentuk segitiga dan tegak, dan memiliki gigi taring yang sangat jelas karena

kucing merupakan karnivora sejati. Gigi premolar dan molar pertama membentuk

sepasang taring di setiap sisi mulut yang bekerja efektif untuk merobek daging

(22)

Berbeda dengan anjing dan beruang, kucing merupakan karnivora sejati.

Kucing tidak makan apapun yang mengandung tumbuhan, sedangkan anjing dan

beruang kadang mengkonsumsi buah dan madu (Turner & Bateson 2000).

Kucing memiliki indera penciuman yang tajam karena dilengkapi dengan

alat khusus yaitu organ vomeronasal atau organ jacobson yang membantunya

mendeteksi bau (Meadows & Flint 2006). Selain dilengkapi dengan indera

penciuman yang tajam, kucing juga sensitif pada bunyi berfrekuensi tinggi yaitu

60 kHz sehingga dapat mendengar pekikan ultrasonik bangsa rodensia (RED

2003).

Indera penglihatan kucing dilengkapi dengan tapetum lucidum sehingga

kucing tetap dapat melihat dalam kondisi lingkungan gelap (Turner & Bateson

2000). Selain itu kucing dapat menggunakan kumisnya untuk menentukan arah

dan dapat mendeteksi perubahan angin yang amat kecil (Meadows & Flint 2006).

Kucing domestik dalam kehidupannya sangat bergantung pada

keahliannya dalam memburu mangsa. Oleh karena itulah kucing domestik

memiliki struktur tulang yang ramping dengan ukuran panjang dan lebar tubuh

yang seimbang dan proporsional, dan juga ditunjang oleh tulang yang kuat

sehingga membuat gerakannya semakin lincah dan mampu berlari kencang

(Suwed & Budiana 2006).

Kucing dikenal sebagai hewan penyendiri. Kucing jarang sekali

membentuk koloni dalam menjalankan kehidupannya. Setiap kucing memiliki

daerah tersendiri. Kucing jantan yang dianggap memiliki kemampuan kawin

tinggi akan memiliki daerah kekuasaan terbesar, sedangkan jantan steril memiliki

daerah paling kecil. Namun demikian tetap terdapat daerah netral, dimana

kucing-kucing dapat saling bertemu tanpa adanya konflik teritorial (Turner & Bateson

2000).

Masa kebuntingan kucing sekitar 63 hari, dengan kondisi anak yang

dilahirkan belum mampu berjalan dan kelopak mata masih tertutup. Mata mereka

baru terbuka pada 8-10 hari kemudian. Anak kucing sangat bergantung pada

induknya selama 6-7 minggu di awal kehidupannya, dan akhirnya dapat hidup

(23)

Perilaku kucing yang sangat mencolok adalah seringnya merawat diri

(grooming) dengan cara menjilat bulu mereka sendiri. Kucing termasuk hewan

yang bersih. Saliva kucing merupakan agen pembersih yang kuat. Akan tetapi,

akibat perilaku ini, dapat menimbulkan hairball atau gumpalan rambut yang bisa

menyebabkan gangguan yang bersifat patologis (Turner & Bateson 2000).

Darah

Darah merupakan cairan tubuh yang beredar dalam sistem pembuluh darah

yang tertutup, tersusun atas cairan ekstraseluler (cairan plasma) dan cairan

intraseluler (cairan dalam sel darah) (Vander et al. 2001). Marieb (1988)

menyatakan bahwa sel darah dibentuk oleh tiga elemen, yaitu sel darah merah

(eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit).

Volume darah kucing berkisar antara 4.7 - 6.9% berat badan. Faktor-faktor

yang mempengaruhi volume darah meliputi umur, status kesehatan, makanan,

ukuran tubuh, derajat aktivitas dan lingkungan (Mitruka & Rawnsley 1977).

Darah bersirkulasi di dalam sistem vaskuler dan melaksanakan fungsinya

sebagai sistem transportasi nutrisi, oksigen, sisa-sisa metabolisme, dan hormon.

Darah berperan sebagai alat pertahanan tubuh terhadap benda-benda asing yang

bersifat patogen, seperti bakteri atau virus. Selain itu,darah berfungsi pula dalam

menjaga hemostasis pada proses pembekuan darah dan persembuhan luka

(Guyton 1997). Gambaran darah kucing kampung normal dapat dilihat pada Tabel

1.

Tabel 1 Gambaran normal darah kucing

Parameter Jain (1993) Nilai rata-rata

(24)

Leukopoiesis

Leukopoiesis merupakan pembentukan leukosit atau sel darah putih.

Sel-sel darah ini dibentuk dari Sel-sel stem hemopoietik pluripotensial yang berasal dari

sumsum tulang. Sel stem hemopoietik pluripotensial akan berdifereniasi menjadi

berbagai tipe sel stem committed, dimana sel-sel committed ini akan membentuk

eritrosit dan cell lineages utama leukosit, yaitu mielositik yang dimulai dari

mieloblas dan limfositik yang dimulai dari limfoblas (Shier et al. 2002).

Hormon yang mengatur dan merangsang pembentukan eritrosit dan

leukosit disebut Colony Stimulating Factor (CSF). Proses pembentukan sel

granulosit dipengaruhi oleh interleukin-3 (IL-3) dan Granulocyte Colony

Stimulating Factor (G-CSF), sedangkan pembentukan monosit dipengaruhi oleh

Granulocyte Monocyte Colony Stimulating Factor (GM-CSF) (Guyton 1997).

Gambar 2 Pembentukan leukosit. Sumber: Vander et al. (2001)

Mieloblas kemudian berkembang menjadi promielosit, lalu mielosit,

dimana mielosit ini masing-masing akan berdiferensiasi menjadi mielosit

neutrofil, mielosit eosinosil, dan mielosit basofil. Mielosit kemudian berkembang

lagi menjadi metamielosit, sel muda dan kemudian sel dewasa. Tahap

perkembangan monosit adalah monoblas, promonosit, monosit, dan selanjutnya

(25)

Limfosit berasal dari sel stem dalam folikel limfatik pada nodus limfe,

limpa, timus, kemudian berkembang menjadi limfoblas, prolimfosit, hingga tahap

limfosit. Faktor yang merangsang produksi, diferensiasi, dan multiplikasi sel

progenitor limfoid sangat kompleks, diantaranya adalah pengaruh

microenvironmental seperti, interleukin, dan antigen (Vander et al. 2001).

Leukosit (Sel Darah Putih)

Leukosit dibentuk di sumsum tulang dan sebagian lagi dibentuk di

jaringan limfe. Leukosit merupakan sel yang berperan dalam respon kekebalan

tubuh, dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan

berbahaya oleh tubuh seperti virus atau bakteri (Guyton 1997). Leukosit mampu

keluar dari pembuluh darah pada saat menjalankan fungsinya untuk menuju ke

jaringan yang membutuhkan (Dellmann & Brown 1989; Ganong 1996).

Leukosit dibagi dalam dua kelompok besar yaitu leukosit granulosit dan

leukosit agranulosit. Jenis leukosit granulosit memiliki granula khas yang terdapat

di dalam sitoplasmanya. Termasuk ke dalam jenis ini adalah neutrofil, eosinofil

dan basofil. Leukosit agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit, dimana jenis

sel ini tidak memiliki granula dalam sitoplasmanya (Ganong 1996).

Jumlah leukosit total jauh di bawah jumlah eritrosit, dan jumlah dari

masing-masing jenisnya bervariasi tergantung dari spesies hewan. Fluktuasi

jumlah leukosit total pada tiap individu cukup besar dan dipengaruhi oleh kondisi

tertentu misalnya stres, aktivitas fisiologis, gizi dan umur (Dellmann & Brown

1989).

Respons leukosit merefleksikan adanya suatu proses fisiologis atau adanya

penyakit di dalam sistem/organ lain. Manifestasi respons lekosit berupa

peningkatan atau penurunan pada satu atau lebih jenis lekosit di dalam sirkulasi

darah (Stockham & Scott 2008).

Menurut Meyer & Harvey (2004), suatu keadaan dimana jumlah leukosit

total di dalam sirkulasi darah meningkat melebihi batas atas normal untuk spesies

tersebut disebut sebagai leukositosis. Leukositosis bisa bersifat fisiologis ataupun patologis.

Leukositosis yang dihasilkan oleh adanya suatu aktifitas yang bersifat

(26)

sering terjadi pada kondisi stres (akut) fisik, emosi atau penyakit, dan biasanya

bersifat temporer (Jain 1993).

Menurut Stockham & Scott (2008), leukositosis yang bersifat patologis

muncul sebagai respons terhadap adanya penyakit akibat meningkatnya neutrofil

yang bersirkulasi (relatif, absolut, atau keduanya), bisa dengan atau tanpa left

shift. Peningkatan jumlah leukosit total lebih nyata terutama pada infeksi yang

bersifat lokal oleh bakteri piogenik (misalnya piometra, abses).

Leukopenia merupakan suatu keadaan dimana jumlah leukosit total yang

bersirkulasi menurun dibawah nilai referensi normal untuk spesies tersebut.

Biasanya disebabkan karena kebutuhan terhadap leukosit yang meningkat,

penurunan produksi sumsum tulang akibat penggunaan obat-obatan tertentu,

infeksi virus, dan penurunan produksi sel limfoid (Stockham & Scott 2008).

Leukosit Granulosit Neutrofil

Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dan dikeluarkan ke dalam

sirkulasi darah. Persentase di dalam sirkulasi darah berkisar antara 60–70% dari

jumlah leukosit total yang beredar. Memiliki granula halus berwarna ungu dalam

sitoplasma yang beraspek kelabu pucat dan inti bergelambir (Gambar 3). Granula

pada neutrofil ada dua jenis yaitu azurofilik yang merupakan granula yang

mengandung enzim lisosom dan peroksidase dan granula spesifik yang lebih

kecil, mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein kationik)

yang dinamakan fagositin (Dellmann & Brown 1989).

(27)

Neutrofil merupakan garis pertahanan tubuh pertama terhadap infeksi

bakteri. Selain itu neutrofil juga mampu melawan agen patogen lain seperti jamur

dan protozoa (Tortora & Bryan 2006). Sel ini mampu mencari, memakan, dan

membunuh bakteri yang menginfeksi tubuh inangnya (Ganong 1996; Guyton

1997).

Neutrofil mampu bertahan hidup selama 4-10 jam di dalam sirkulasi, dan

selama 1-2 hari di dalam jaringan (Metcalf 2006). Neutrofil dalam menjalankan

fungsinya akan mengalami proses diapedesis, dimana neutrofil memasuki

jaringan, melekat pada endotelium dan kemudian menyusup melalui dinding

kapiler diantara sel-sel endotel (Ganong 1996).

Neutrofil matang/dewasa (neutrofil segmen) berada dalam peredaran darah

perifer, memiliki bentuk inti yang terdiri dari 2-5 segmen, sedangkan neutrofil

yang belum matang (band neutrophil) memiliki bentuk inti seperti ladam kuda.

Band neutrophil dapat dijumpai di dalam darah dalam jumlah yang meningkat

akibat adanya kebutuhan terhadap neutrofil yang meningkat dan cadangan

neutrofil matang berkurang. Keadaan dimana jumlah band neutrophil di dalam

sirkulasi darah meningkat disebut sebagai left shift. Jika dalam sirkulasi darah

banyak ditemukan neutrofil multi-segmen, maka keadaan ini disebut sebagai right

shift (Colville & Bassert 2008).

Menurut Jain (1993), meningkatnya jumlah neutrofil di dalam sirkulasi

darah diatas nilai referensi normal disebut neutrofilia. Meningkatnya jumlah

neutrofil disebabkan karena meningkatnya pergeseran sel-sel neutrofil dari pool

marginal ke dalam pool sirkulasi (demarginasi) dan/atau meningkatnya pelepasan

neutrofil dari sumsum tulang. Beberapa faktor yang mempengaruhi demarginasi

neutrofil misalnya glukokortikoid eksogen/endogen dan epinefrin

endogen/eksogen.

Menurut Stockham & Scott (2008), jumlah neutrofil dalam sirkulasi darah

bisa juga meningkat akibat meningkatnya proses granulopoiesis & meningkatnya

pelepasan neutrofil dari pool penyimpanan. Kondisi ini bisa ditemukan pada

kasus-kasus inflamasi, infeksi oleh bakteri, Feline Infectious Peritonitis, nekrosis,

(28)

Basofil

Basofil diproduksi di dalam sumsum tulang dan hampir tidak memiliki

kemampuan untuk memfagosit (Swenson 1997). Persentase basofil di dalam

sirkulasi darah berkisar antara 0.5 - 1.5% dari jumlah leukosit total. Diameter sel

antara 10-12 µm, dan memiliki inti dua gelambir (Gambar 4). Granula berwarna

biru tua sampai ungu yang sering menutup inti yang berwarna cerah dengan

ukuran antara 0.5 - 1.5 µm (Dellmann & Brown 1989).

Basofil sulit ditemukan di dalam sirkulasi darah pada hewan anjing dan

kucing. Granula basofil kucing berwarna biru ungu dan memiliki selaput yang

berbentuk bulat atau lonjong besar. Granula tersebut bersifat metakromatik pada

pH rendah yang disebabkan oleh proteoglikan dan heparin (Dellmann&Brown

1989).

Gambar 4 Basofil kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006)

Guyton (1997) menyatakan bahwa basofil di dalam sirkulasi darah mirip

dengan sel mast. Kedua sel tersebut melepaskan heparin yang berfungsi mencegah

pembekuan darah. Selain heparin, sel mast dan basofil juga melepaskan histamin

dan sedikit bradikinin dan serotinin. Meskipun berkembang sebagai sistem yang

terpisah, namun keduanya sama-sama berperan pada kondisi alergi (Meyer &

Harvey 2004). Basofil dan sel mast dapat melepaskan isi granulanya melalui

proses kemotaksis dan secara fungsional mampu untuk meresintesis isi granula

(Dellmann & Eurell 2006). Masa hidup basofil hanya beberapa hari, sedangkan

(29)

Basofil juga berperan dalam metabolisme trigliserida dan memiliki

reseptor untuk IgE yang menyebabkan degranulasi melalui eksositosis. Adanya

reseptor tersebut mengakibatkan basofil dapat membangkitkan reaksi

hipersensitifitas dengan mensekresikan mediator vasoaktif, sehingga dapat

menyebabkan peradangan akut pada tempat antigen berada (Tizard 1988).

Granula basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,

serotonin dan beberapa faktor kemotaktik lainnya (Dellmann&Brown 1989).

Eosinofil

Eosinofil berdiameter antara 10-15 µm dengan inti bergelambir dua dan

dikelilingi granula-granula asidofil yang cukup besar, berukuran antara 0,5-1,0

µm (Gambar 5). Masa hidup sel berkisar antara 3-5 hari. Eosinofil kucing

memiliki banyak granula berbentuk batang yang tidak refraktil (Dellmann

&Brown 1989).

Gambar 5 Eosinofil kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006)

Persentase eosinofil di dalam sirkulasi darah berkisar antara 2-8% dari

jumlah leukosit total (Dellmann & Brown 1989). Menurut Tizard (1988), eosinofil

diproduksi dalam jumlah besar ketika terjadi infeksi parasit, dimana eosinofil

langsung bermigrasi ke jaringan yang terinfeksi. Mekanismenya dengan cara

melekatkan diri pada parasit melalui molekul permukaan khusus dan melepaskan

bahan-bahan yang dapat membunuh parasit.

Menurut Tizard (1988), terdapat dua fungsi istimewa eosinofil. Pertama,

eosinofil secara unik cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing

yang menyusup. Kedua, enzim yang dihasilkan eosinofil mampu menetralkan

(30)

Leukosit Agranulosit Monosit

Monosit merupakan jenis leukosit dengan ukuran sel terbesar, berdiameter

antara 15-20 µm. Persentase monosit di dalam sirkulasi darah berkisar antara

3-9% dari jumlah leukosit total. Secara umum sitoplasma monosit lebih banyak dan

berwarna biru abu-abu pucat dibandingkan dengan limfosit. Sering tampak adanya

granula azurofil halus seperti debu, inti berbentuk lonjong seperti ginjal atau

mirip tapal kuda (Gambar 6) (Dellmann & Brown 1989).

Monosit merupakan fagosit aktif, dimobilisasi sebagai bagian dari respon

peradangan dan membentuk garis pertahanan setelah neutrofil (Ganong 1996).

Apabila monosit masuk ke dalam jaringan tubuh maka akan berubah menjadi

makrofag (Tizard 1988).

Gambar 6 Monosit kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006)

Menurut Colville & Bassert (2008), monosit memiliki tiga fungsi.

Pertama, membersihkan sel debris yang dihasilkan oleh proses peradangan atau

infeksi. Kedua, memproses beberapa antigen yang menempel pada membran sel

limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna oleh monosit dan

makrofag. Ketiga, monosit memiliki kemampuan yang sama dengan neutrofil,

yaitu untuk menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh.

Sel monosit merupakan sel makrofag yang belum matang dan memiliki

kemampuan yang lemah untuk mengeliminasi benda asing yang menyebabkan

infeksi. Ukuran sel monosit mulai membesar saat masuk ke dalam jaringan,

dengan diameter bisa mencapai lima kali lipat. Monosit pada tahap ini disebut

(31)

Mekanisme monosit dalam menjalankan tugasnya terdiri dari beberapa

tahap. Tahap-tahap tersebut yaitu, monosit masuk ke dalam jaringan melalui

proses kemotaksis yang dihasilkan oleh proses kerusakan jaringan akibat trauma

atau serangan mikroorganisme (Colville & Bassert 2008). Kemudian luka pada

jaringan melepaskan substansi seperti histamin, bradikinin, serotonin,

prostaglandin, beberapa macam reaksi komplemen dan substansi hormonal yang

disebut limfokin (Guyton 1997). Limfokin merupakan substansi hormonal yang

dihasilkan oleh leukosit yang berperan dalam aktivasi makrofag, transformasi

limfosit, dan kekebalan berperantara sel (Haen 1995). Selain itu, monosit juga

mensekresikan kolagenase, elastase, dan aktivator plasminogen yang berguna

dalam proses penyembuhan luka dan fagositosis (Tizard 1988).

Limfosit

Limfosit dibentuk dalam sumsum tulang, tetapi sebagian besar dibentuk

dalam kelenjar limfe, timus dan limpa dari sel prekusor yang mula-mula berasal

dari sumsum tulang itu sendiri (Ganong 1996). Sel limfosit memiliki dua bentuk,

yaitu limfosit besar dan limfosit kecil. Limfosit besar merupakan sel limfosit yang

belum dewasa, sedangkan limfosit kecil adalah sel limfosit yang sudah dewasa.

Limfosit besar (Gambar 7) memiliki inti yang besar dengan sitoplasma yang lebih

banyak dibandingkan dengan limfosit kecil. Limfosit kecil memiliki nukleus lebih

kecil dan kuat mengambil zat warna, dan dikelilingi oleh sitoplasma berwarna

biru pucat (Dellmann & Brown 1989).

Gambar 7 Limfosit besar pada kucing. Sumber: Hoffbrand et al. (2006)

Ukuran limfosit secara umum berkisar antara 7-8 µm, dengan diameter

(32)

Brown 1989). Menurut fungsinya limfosit dibagi menjadi dua jenis, yaitu limfosit

B sebagai penghasil antibodi dan limfosit T yang dapat menimbulkan kekebalan

berperantara sel (Ganong 1996).

Limfosit merupakan unsur yang penting dalam sistem kekebalan tubuh.

Sistem ini sangat mampu menghasilkan antibodi melawan agen asing yang

menginvasi tubuh inang (Ganong 1996). Dalam perjalanannya, limfosit

terus-menerus memasuki sistem sirkulasi bersama dengan aliran limfe dari nodus limfe

dan jaringan limfoid lainnya. Setelah beberapa jam kemudian, limfosit berjalan

kembali ke jaringan dengan cara diapedesis dan selanjutnya kembali memasuki

jaringan limfoid atau ke sirkulasi darah (Guyton 1997). Persentase limfosit di

dalam sirkulasi darah berkisar antara 20-25% dari jumlah leukosit total (Dellmann

& Brown 1989).

Peningkatan jumlah limfosit dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun

patologis. Limfositosis fisiologis terjadi terutama pada hewan muda dan bersifat

sementara. Kucing berumur muda cenderung memiliki jumlah limfosit yang lebih

tinggi bila dibandingkan dengan kucing dewasa. Kucing berumur muda masih

sangat responsif terhadap rasa senang dan rasa takut, dimana hal ini cenderung

akan mengakibatkan terjadinya limfositosis fisiologis (Schalm 2010). Selain itu,

kucing yang berumur muda masih memiliki timus, dimana timus berfungsi untuk

menghasilkan limfosit sehingga secara tidak langsung jumlah limfosit akan lebih

besar. Limfositosis patologis terjadi pada peradangan kronis yang disertai dengan

neutrofilia dan monositosis (Schalm 2010).

Keadaan dimana jumlah limfosit yang bersirkulasi dalam darah berada

dibawah nilai interval normal disebut limfopenia. Limfopenia dapat disebabkan

oleh faktor stres. Kondisi stres akan menyebabkan kadar kortisol dalam darah

meningkat. Kortisol dapat menyebabkan limfopenia dengan cara mengurangi

mitosis atau pembentukan limfosit. Hormon ini juga berpengaruh terhadap

berkurangnya limfosit dalam sirkulasi darah karena terjadi redistribusi limfosit ke

(33)

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan mulai dari Juli 2011 sampai dengan Januari 2012.

Analisis sampel darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Bagian Penyakit

Dalam, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran

Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Hewan yang digunakan adalah 12 ekor kucing kampung (Felis domestica)

yang hidup secara liar (tidak dipelihara) di daerah Lingkar Kampus IPB

Dramaga. Bahan yang digunakan adalah metanol, alkohol 70%, Giemsa 10%,

larutan Turk, kapas, kertas tisu dan minyak imersi.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini meliputi tabung vacutainer

berantikoagulan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic Acid), dysposable syringe

3 ml, gelas obyek, gelas penutup, pipet leukosit, kamar hitung Neubauer, hand

counter dan mikroskop.

Metode

Pengambilan dan Pemeriksaan Sampel Darah

Darah diambil dari vena femoralis sebanyak 1 ml menggunakan

dysposable syringe 3 ml. Sampel darah kemudian dimasukkan ke dalam

vacutainer berantikoagulan EDTA untuk dianalisis terhadap jumlah leukosit total,

jumlah neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil.

Pemeriksaan Jumlah Leukosit Total

Jumlah leukosit total dihitung menggunakan metode hemositometer

(Schalm 1986). Darah dihisap melalui pipet pengencer leukosit dan aspiratornya

sampai batas garis 0,5, kemudian dilanjutkan dengan penambahan larutan

pengencer Turk sampai batas garis 11. Campuran di dalam pipet ini kemudian

dihomogenkan dengan memutar pipet membentuk angka delapan. Sebelum

diteteskan ke dalam kamar hitung, campuran di ujung pipet dibuang dahulu

(34)

yang terdapat pada empat sudut kamar hitung yang masing-masing memiliki 16

kotak kecil (ruang hitung untuk leukosit). Hasilnya dikalikan 50, menjadi χ x 50

butir/ul darah.

Pembuatan Preparat Ulas Darah

Pembuatan preparat ulas darah diawali dengan meneteskan satu tetes darah

di ujung gelas obyek, lalu gelas obyek kedua diletakkan di sepanjang tepi tetesan

gelas obyek pertama dengan sudut kemiringan 300-450. Setelah itu, gelas obyek kedua didorong di sepanjang gelas obyek pertama sehingga terbentuk suatu

apusan darah yang tipis. Kemudian apusan darah tersebut dikeringkan dengan cara

dibiarkan atau dikeringkan secara alami. Preparat ulas darah kemudian difiksasi

dengan metanol selama 5 menit, dilanjutkan dengan proses pewarnaan

menggunakan Giemsa 10% selama 30 menit. Preparat ulas kemudian dicuci

dengan air mengalir, setelah itu dikeringkan di udara.

Penghitungan Diferensiasi Leukosit

Penghitungan diferensiasi leukosit dilakukan menggunakan mikroskop

dengan pembesaran 10×100, dan dihitung dalam 100 sel leukosit. Nilai yang

diperoleh dalam bentuk persentase (nilai relatif) dari masing-masing jenis

leukosit. Nilai absolut diperoleh dengan cara mengalikan persentase

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah LeukositTotal

Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh

dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan

sel-sel rusak dan abnormal (Kelly 1984; Guyton 1997). Fluktuasi jumlah leukosit

total pada tiap individu cukup besar dan dipengaruhi oleh banyak faktor

(Dellmann & Brown 1989).

Tabel 2 Jumlah leukosit total dan diferensiasi leukosit pada kucing kampung (Felis domestica)

Nomor Jenis

Rataan jumlah leukosit total dan diferensiasi leukosit pada kucing

kampung (Felis domestica) dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil pengamatan

menunjukan rataan jumlah leukosit total sebesar 13.50 ± 4.00 ×103/µl (kisaran 10.40 – 24.80 ×103/µl). Jumlah leukosit total pada kucing normal menurut Jain (1993) berkisar antara 5.50 – 19.50×103/µl. Secara umum, dari 12 ekor kucing kampung yang diamati, 11 ekor diantaranya memiliki jumlah leukosit total yang

(36)

11.30

memiliki jumlah leukosit total diatas nilai interval normal (24.80×103/µl; kisaran nilai interval normal 5.50 – 19.50×103/µl).

Gambar 8 Jumlah leukosit total kucing kampung (Felis domestica)

berdasarkan jenis kelamin.

Apabila diamati berdasarkan jenis kelamin, rataan jumlah leukosit total

pada kucing kampung jantan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kucing

kampung betina(Gambar 8). Rataan jumlah leukosit total pada kucing kampung

betina adalah 15.10 ± 4.80×103/µl (kisaran 10.90 – 24.80×103/µl), dan pada kucing kampung jantan sebesar 11.30 ± 0.70×103/µl (kisaran 10.40 – 12.00×103/µl).

Jumlah leukosit total pada penelitian ini menunjukan hasil yang lebih

tinggi bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Triastuty (2006), dimana rataan jumlah leukosit total pada kucing kampung betina

adalah 10.27 ± 3.79×103/µl dan kucing kampung jantan 10.13 ± 4.24×103/µl. Triastuty (2006) melakukan penelitian pada kucing kampung yang dipelihara,

sedangkan pada pengamatan ini menggunakan kucing kampung yang tidak

dipelihara (hidup liar). Jumlah leukosit total di dalam sirkulasi darah pada

umumnya dipengaruhi oleh jumlah neutrofil atau limfosit di dalam sirkulasi darah

(Schalm 2010).

Jumlah leukosit total dipengaruhi oleh beberapa faktor fisiologis, seperti

jenis ras, kebuntingan, musim, sedikit dipengaruhi jenis kelamin, dan sangat

dipengaruhi oleh umur hewan. Jumlah leukosit total akan meningkat pada masa

(37)

muda akan memiliki jumlah leukosit total yang lebih tinggi dibandingkan dengan

hewan dewasa. Seiring dengan bertambahnya umur, jumlah leukosit total akan

semakin stabil. Hal ini disebabkan karena organ pembentuk sel darah, seperti

limpa dan sumsum tulang akan terus berkembang seiring bertambahnya umur

hewan (Jain 1993).

Berbeda dengan eritrosit yang sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin,

jumlah leukosit total tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Alasan utama

keberadaan leukosit dalam darah adalah karena sel-sel darah putih ini diangkut

dari sumsum tulang atau jaringan limfoid ke area tubuh yang memerlukan. Dalam

proses pembentukannya, jenis kelamin tidak menjadi faktor penginduksi

pertumbuhan, melainkan adanya faktor lain seperti penyakit infeksius. Penyakit

infeksius akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan, diferensiasi, dan akhirnya

pembentukan leukosit jenis spesifik yang diperlukan untuk menghadapi infeksi

tersebut (Guyton 1997).

Hasil pengamatan secara umum menunjukkan bahwa rataan jumlah leukosit

total pada kucing kampung masih berada dalam interval normal. Namun

demikian, secara individu terdapat satu ekor kucing dengan jumlah leukosit total

diatas nilai interval normal (leukositosis). Respon leukosit yang tinggi

merefleksikan adanya suatu proses fisiologis (leukositosis fisiologis) atau adanya

proses patologis atau penyakit di dalam sistem atau organ lain (leukositosis

patologis) (Dellmann & Brown 1989).

Leukositosis fisiologis terjadi akibat adanya aktifitas psikologis dan/atau

fisik. Keadaan ini sering terjadi pada kondisi stres (akut). Apabila hewan

mengalami stres, tubuh akan melepaskan hormon kortisol dan epineprin. Hormon

kortisol akan merangsang sumsum tulang untuk melepaskan neutrofil matang,

sehingga jumlah neutrofil di dalam sirkulasi darah meningkat. Hormon epineprin

bekerja dengan meningkatkan sirkulasi darah dan limfe serta menyebabkan

demarginasi leukosit dari dinding pembuluh darah (Jain 1993).

Leukositosis patologis timbul sebagai respon terhadap adanya penyakit.

Peningkatan jumlah leukosit total yang nyata terutama terjadi pada kondisi infeksi

lokal oleh bakteri piogenik, misalnya pada piometra dan abses (Hoffbrand et al.

(38)

(neutrofilia), limfosit (limfositosis) dan monosit (monositosis) dapat dijumpai

pada inflamasi yang bersifat kronis (Jain 1993; Stockham & Scott 2008).

Jumlah Neutrofil

Neutrofil merupakan garis pertahanan tubuh pertama (first line of defense)

terhadap infeksi bakteri (Junqueira & Caneiro 2005). Fungsi utama neutrofil

adalah menghancurkan bahan asing melalui proses fagositosis, yaitu kemotaksis

dengan cara sel bermigrasi menuju agen patogen atau perlekatan oleh sel dan

penghancuran agen patogen oleh enzim lisosim (Abbas et al. 2010).

Tabel 2 memperlihatkan rataan jumlah neutrofil sebesar 4.93 ±

1.40×103/µl (kisaran 2.27 - 7.72×103/µl), dengan nilai relatif berkisar antara 22-54%. Menurut Jain (1993), jumlah neutrofil pada kucing normal berkisar antara

2.50 - 12.50×103/µl, sedangkan menurut Wassmuth et al. (2011) antara 2.32 - 10.01×103/µl, dengan nilai relatif menurut Effendi (2003) berkisar antara 60-70%.

Gambar 9 Jumlah neutrofil kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin.

Jika diamati berdasarkan jenis kelamin, jumlah neutrofil diantara kedua

jenis kelamin cenderung hampir sama (Gambar 9). Jumlah netrofil pada kucing

jantan yaitu 4.26 ± 1.33×103/µl (kisaran 2.27 - 5.96×103/µl), sedangkan pada kucing betina sebesar 5.40 ± 1.34×103/µl (kisaran 3.91 - 7.72×103/µl). Nilai ini masih berada dalam kisaran normal menurut Wassmuth et al. (2011), yaitu 2.32 –

10.01×103/µl.

Jumlah neutrofil di dalam sirkulasi darah dipengaruhi oleh banyak faktor.

(39)

tingkat granulopoiesis, laju pelepasan darah dari sumsum tulang, masa hidup di

dalam sirkulasi darah, laju aliran sirkulasi darah dan tingkat aktivitas sumsum

tulang (Jain 1993).

Keadaan dimana jumlah neutrofil meningkat diatas nilai interval normal

disebut sebagai neutrofilia. Neutrofilia dapat disebabkan karena adanya infeksi,

peradangan, atau stres. Peradangan atau infeksi akan menstimulasi pengeluaran

neutrofil untuk menghancurkan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Kondisi

stres akibat adanya kortisol juga mempengaruhi pelepasan neutrofil dari sumsum

tulang (Samuelson 2007).

Sebaliknya, keadaan dimana jumlah neutrofil lebih rendah dari nilai

interval normal disebut sebagai neutropenia. Kondisi neutropenia jarang terjadi.

Neutropenia dapat terjadi karena meningkatnya penggunaan neutrofil oleh

jaringan, proses penghancuran neutrofil yang berlebihan, menurunnya fungsi

sumsum tulang, dan terganggunya pendistribusian neutrofil (Schalm 2010). Meyer

et al. (1992) dan Macer (2003) mengemukakan bahwa penurunan jumlah neutrofil

di dalam sirkulasi darah dapat terjadi akibat adanya infeksi bakteri, terutama

bakteri gram negatif. Endotoksin yang dihasilkan bakteri tersebut akan

menyebabkan neutrofil bermigrasi dalam jumlah yang besar ke jaringan, dan

sumsum tulang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap

neutrofil sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah neutrofil di dalam

sirkulasi darah.

Hasil pengamatan secara umum menunjukkan bahwa rataan jumlah

neutrofil pada kucing kampung masih berada dalam kisaran normal. Namun

demikian, secara individu terdapat satu ekor kucing dengan jumlah neutrofil

dibawah nilai interval normal yaitu 2,27×103/µl. Jumlah neutrofil tersebut lebih rendah 9,2 % dari nilai normal. Rendahnya jumlah neutrofil di dalam sirkulasi

darah harus jadi perhatian, terutama jika disertai pula dengan jumlah leukosit total

yang rendah. Jumlah neutrofil yang rendah mengindikasikan kucing tersebut

beresiko rentan terhadap adanya infeksi. Namun demikian, jumlah neutrofil pada

kucing tersebut lebih besar dari 1500/ul, masih berada jauh diatas “jumlah

neutrofil dengan kategori memiliki resiko rentan terhadap infeksi (< 1500

(40)

5.84

berwarna biru pucat, inti berbentuk bulat hingga oval, lebih sering berbentuk tidak

beraturan, serta berisi vakuola kecil dan granula azurofilik (Abbas et al 2010).

Tabel 2 memperlihatkan rataan jumlah limfosit pada kucing kampung

adalah 6.70 ± 2.12×103/µl (kisaran 4.43 – 11.44×103/µl). Menurut Jain (1993), kisaran jumlah limfosit kucing normal berkisar antara 1.50 - 7.00 ×103/µl, dan menurut Wassmuth et al. (2011) antara 1.10 - 6.00×103/µl.

Berdasarkan Tabel 2, dari 12 ekor kucing kampung yang diamati,

sebanyak 10 ekor memiliki jumlah limfosit yang berada dalam interval normal

menurut Jain (1993). Sebanyak dua ekor lainnya memiliki jumlah limfosit diatas

nilai interval normal (masing-masing sebesar 11.44 ×103/µl dan 10.13×103/µl).

Gambar 10 Jumlah limfosit kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin.

Gambar 10 memperlihatkan rataan jumlah limfosit kucing kampung jantan

lebih rendah dibandingkan dengan kucing kampung betina, masing-masing

sebesar 5.84 ± 0.91×103/µl(kisaran 5.15 - 6.94 ×103/µl) dan 7.31 ± 2.58 ×103/µl (kisaran 4.43 - 11.44×103/µl). Hasil penelitian yang dilakukan Triastuty (2006) menunjukkan hasil yang berbeda, dimana rataan jumlah limfosit kucing kampung

jantan adalah 9.60 ± 4.01×103/µl, dan pada kucing kampung betina sebesar 9.57 ± 3.48×103/µl.

Hasil pengamatan secara umum menunjukkan bahwa rataan jumlah

limfosit pada kucing kampung masih berada dalam interval normal menurut Jain

(1993). Namun demikian, secara individu ditemukan dua ekor kucing kampung

pengamatan memiliki jumlah limfosit diatas nilai interval normal (limfositosis).

(41)

tinggi dan jumlah neutrofil yang cenderung berada pada nilai interval “normal

atas” (Tabel 2).

Limfositosis merupakan keadaan dimana jumlah limfosit di dalam

sirkulasi darah meningkat diatas nilai interval normal. Peningkatan jumlah

limfosit dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun patologis. Kausa limfositosis

fisiologis meliputi exercise, stres fisik maupun emosi, excitement (pada kucing),

dan kondisi takut (Jain 1993).

Limfositosis fisiologis sering terjadi terutama pada hewan muda dan

bersifat sementara. Kucing berumur muda cenderung memiliki jumlah limfosit

yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kucing dewasa. Kucing berumur

muda masih sangat responsif terhadap rasa senang dan rasa takut, dimana hal ini

cenderung akan mengakibatkan terjadinya limfositosis fisiologis. Selain itu,

kucing yang berumur muda masih memiliki timus, dimana menjelang dewasa

kelamin timus berangsur-angsur mengecil namun sisa timus akan tetap ada sampai

tua. Timus berfungsi untuk menghasilkan limfosit sehingga secara tidak langsung

jumlah limfosit akan lebih besar dibandingkan dengan kucing dewasa (Schalm

2010).

Limfositosis patologis bersifat persisten. Limfositosis patologis terjadi

akibat adanya stimulasi antigenik (misalnya peradangan kronis, vaksinasi).

Limfositosis patologis merupakan gambaran umum penyakit inflamasi yang

bersifat kronis. Biasanya disertai pula dengan neutrofilia dan monositosis

(Stockham and Scott 2008).

Jumlah Monosit

Monosit merupakan jenis leukosit dengan ukuran paling besar

dibandingkan dengan jenis leukosit lainnya (Haen 1995). Menurut Dellmann &

Eurell (2006), monosit merupakan prekursor makrofag jaringan yang memiliki

inti pleomorfik, yaitu intinya bisa terlihat panjang, berbentuk tidak teratur, padat,

(42)

691

Rataan jumlah monosit kucing kampung hasil pengamatan bisa dilihat

pada Tabel 2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rataan jumlah monosit pada

kucing kampung adalah 1012±580/µl. Jumlah monosit pada kucing normal

berkisar antara 0 - 850/µl (Jain 1993), dan menurut Wassmuth et al. (2011) antara

46 – 678/µl. Berdasarkan Gambar 11, rataan jumlah monosit pada kucing

kampung betina dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah monosit kucing

kampung jantan, masing-masing yaitu 1242.29 ± 662.78/µl dan 691± 212.43/µl.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebanyak enam ekor kucing dari

12 ekor kucing kampung yang diamati memiliki jumlah monosit diatas nilai

interval normal (monositosis). Sebanyak satu ekor dengan jumlah monosit 992/µl

dan lima ekor lainnya dengan jumlah monosit lebih dari 1000/µl (Tabel 2).

Pola leukogram pada keenam kucing kampung dengan kondisi

monositosis bervariasi. Ditemukan beberapa macam pola leukogram, yaitu

1) monositosis yang disertai dengan leukositosis, limfositosis, dan jumlah

neutrofil pada nilai interval “normalatas” (1 ekor); 2) monositosis yang disertai

dengan jumlah leukosit total pada nilai interval “normal atas” dan limfositosis

(1 ekor); 3) monositosis disertai dengan jumlah leukosit total dan limfosit pada

nilai interval “normal atas” (1 ekor); 4) monositosis yang disertai dengan jumlah

leukosit total dan jumlah neutrofil pada nilai interval “normal atas” (1 ekor);

5) monositosis tanpa disertai dengan perubahan pada jumlah leukosit total,

jumlah limfosit dan jumlah neutrofil (1 ekor); dan 6) monositosis yang disertai

(43)

Menurut Schalm (2010), monositosis merupakan kondisi dimana jumlah

monosit tinggi di dalam sirkulasi darah diatas nilai interval normal. Monositosis

bisa terjadi sebagai respons terhadap peradangan. Kondisi monositosis disebabkan

karena meningkatnya produksi di dalam sumsum tulang (karena tidak ada

cadangan monosit di dalam sumsum tulang), baik pada infeksi akut maupun

kronis. Monositosis pada hewan anjing merupakan bagian dari stres leukogram.

Beberapa faktor sebagai kausa monositosis diantaranya yaitu semua proses yang

merangsang keadaan netrofilia, glukokortikoid, respons imun,dan infeksi kronis.

Jumlah Eosinofil

Eosinofil berdiameter antara 12-17 µm (Young et al. 2006), memiliki

nukleus polimorfik yang sedikit padat dan bersegmen (Dellmann & Eurell 2006).

Eosinofil merupakan sel utama kedua dari sistem mieloid. Sel ini tidak seefisien

neutrofil dalam memfagosit (Tizard 1988), tetapi lebih selektif dibandingkan

dengan neutrofil (Effendi 2003). Eosinofil berfungsi sebagai detoksikasi protein

sebelum dapat menyebabkan kerusakan dalam tubuh. Sel ini masuk ke dalam

darah dalam jumlah besar bila ada benda asing masuk (Bijanti 2005).

Tabel 2 memperlihatkan rataan jumlah eosinofil kucing kampung. Rataan

jumlah eosinofil pada kucing kampung pengamatan adalah 382 ± 141/µl (kisaran

119 – 576/ µl). Menurut Jain (1993), kisaran jumlah eosinofil pada kucing normal

berkisa antara 0 - 1500/µ l dan menurut Wassmuth et al. (2011) antara 100-600/µl.

(44)

Jika diamati terhadap jenis kelamin, rataan jumlah eosinofil pada kucing

kampung betina lebih tinggi dibandingkan dengan kucing kampung jantan,

masing-masing 447.29± 118.34/µl (betina, dengan kisaran 286-576/µl) dan

291.20 ± 126.75/µl (jantan, dengan kisaran 119-448/µl). Secara umum, jumlah

eosinofil pada ke-12 ekor kucing kampung pengamatan masih dalam nilai interval

normal.

Menurut Schalm (2010), peningkatan jumlah eosinofil di dalam sirkulasi

darah diatas nilai interval normal disebut sebagai eosinofilia. Eosinofilia bisa

terjadi karena meningkatnya produksi dalam sumsum tulang, meningkatnya

pelepasan cadangan dari sumsum tulang, redistribusi sel-sel dari pool marginal,

daya hidup intravaskuler diperpanjang. Beberapa kausa eosinofilia diantaranya

adalah penyakit parasitik (ektoparasit, endoparasit) dan respons alergik

(alergen).

Sebaliknya, kondisi menurunnya jumlah eosinofil dalam sirkulasi di

bawah nilai interval normal disebut sebagai eosinopenia. Eosinopenia terjadi

karena menurunnya pelepasan dari sumsum tulang, adanya lisis intravaskuler,

meningkatnya migrasi ke dalam jaringan. Kondisi eosinopenia biasa terlihat pada

stres leukogram. Namun demikian, relevansi klinis keadaan eosinopenia sangat

sedikit (Stockham & Scott 2008).

Menurut Chastain & Ganjam (1986), eosinopenia dapat terjadi karena

hewan mengalami infeksi atau peradangan akut, atau hewan mengalami stres. Saat

terjadi infeksi atau peradangan akut, keadaan tersebut akan memicu dilepaskannya

kortikosteroid dan catecholamine. Jumlah kortikosteroid yang berlebih dalam

tubuh merupakan faktor utama terjadinya eosinopenia.

Jumlah Basofil

Basofil merupakan jenis leukosit granulosit dengan jumlah yang paling

sedikit, berkisar antara 0.5 – 1.5%, dari jumlah leukosit total. Basofil memiliki

granula yang homogen, memiliki rER (rough endoplasmic reticulum),

mitokondria, dan kompleks golgi (Dellmann & Eurell 2006).

Rataan jumlah basofil pada kucing kampung hasil pengamatan dapat

(45)

sebesar 109 ± 113/µl (kisaran 0 - 336/µl). Menurut Jain (1993) dan Wassmuth et

al. (2011), jumlah basofil kucing normal berkisar antara 0 – 143/µl.

Gambar 13 Jumlah basofil kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan jenis kelamin.

Gambar 13 memperlihatkan perbandingan antara rataan jumlah basofil

pada kucing jantan dan kucing betina. Rataan jumlah basofil pada kucing

kampung jantan sebesar 135.40 ± 148.73/µl (kisaran 0-336/µl), sedangkan pada

kucing kampung betina sebesar 91 ± 89.64 (kisaran 0-208/µl).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebanyak empat ekor kucing dari

12 ekor kucing yang diamati memiliki jumlah basofil diatas nilai interval normal

(basofilia), dengan peningkatan masing-masing sebesar 19.58%, 45.45%, 66.43,

dan 134.97% (Tabel 2). Pola leukogram pada keempat kucing kampung tersebut

bervariasi. Sebanyak satu ekor kucing, peningkatan jumlah basofil tersebut

disertai dengan leukositosis, limfositosis, dan monositosis; satu ekor kucing

lainnya disertai dengan limfositosis dan monositosis; dan dua ekor kucing sisanya

menunjukkan bahwa peningkatan jumlah basofil tidak disertai dengan perubahan

pada jumlah leukosit total maupun jenis leukosit lainnya.

Keadaan dengan jumlah basofil di dalam sirkulasi darah melebihi nilai

interval normal disebut sebagai basofilia. Jumlah basofil cenderung meningkat di

dalam darah perifer pada keadaan dimana terdapat juga eosinofilia. Beberapa

kausa basofilia diantaranya reaksi hipersensitifitas terhadap parasit dan allergen

(Schalm 2010). Nordenson (2002) dan Schalm (2010) melaporkan bahwa

basofilia dapat terjadi akibat respon tubuh terhadap infeksi virus, ektoparsit,

(46)

Sebaliknya, penurunan jumlah basofil di dalam sirkulasi darah dibawah

nilai interval normal disebut sebagai basopenia. Basopenia merupakan suatu

kondisi yang sulit untuk dideteksi karena jumlah basofil di dalam sirkulasi darah

sangat sedikit. Menurut Schalm (2010), jumlah basofil sangat sedikit di dalam

sirkulasi darah perifer, terutama pada hewan anjing dan kucing. Keadaan

(47)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 12 ekor kucing kampung (Felis

domestica) di daerah Lingkar Kampus Dramaga, dapat disimpulkan bahwa :

1. Ditemukan beberapa pola leukogram, berupa leukositosis, limfositosis,

monositosis, dan basofilia (satu ekor); limfositosis, monositosis, dan

basofilia (satu ekor); monositosis (empat ekor); basofilia (dua ekor); dan

neutropenia (satu ekor) pada sembilan ekor kucing,

2. Sebanyak tiga ekor kucing memiliki jumlah leukosit total, neutrofil,

limfosit, eosinofil dan basofil dalam nilai interval normal.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan status

kesehatan kucing kampung (Felis domestica) di Lingkar Kampus IPB Dramaga

dengan menggunakan jumlah sampel kucing yang bisa mewakili kelompok atau

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Licthman AH, Pillai S. 2010. Cellular and Molecular Immunology. Ed ke-6. Philadelphia: WB Saunders Company.

Bijanti R. 2005. Hematologi Ikan Teknik Pengambilan Darah dan Pemeriksaan Hematologi Ikan. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Bohdal J. 2006. Domestic cat. [terhubung berkala]. http://naturephoto-cz.com/domestic-cat-photo-1505.html [12 Juli 2012].

Bradshaw J. 1993. The True Nature Of The Cat. London: Boxtree Limited, Broadwall House.

Chastain CB, Ganjam VK. 1986. Clinical Endocrinology of Companion Animals. Philadelphia: Lea & Febiger.

Colville T, Bassert JM. 2008. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technician. Missouri: Elsevier.

Dellmann HD, Brown EM. 1989. Histologi Veteriner. Ed ke-3. Jakarta: UI Pr.

Dellmann HD, Eurell JO. 2006. Textbook of Veterinary Histology. Ed ke-6. Oxford: Blackwell Publishing.

Done SH, Goody PC, Evans SA, Stickland NC. 2009. Color Atlas of Veterinary Anatomy, The Dog and Cat. Ed ke-3. Missouri: Elsevier.

Effendi Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh. Sumatera Utara: Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Fowler ME. 1993. Wild Life Medicine Caurse. USA: Directorate General of Livestock Services.

Ganong WF. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-8. Jakarta: EGC.

Guyton AC, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Jakarta: EGC.

Haen PJ. 1995. Principles of Hematology. Chicago: Loyola Marymont University Wm C Brown Publisher.

Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE. 2006. Essential Haematology. Ed ke-5. Massachusetts: Blackwell Science.

(49)

Junqueira LC, Caneiro J. 2005. Basic Histology Text & Atlas. Ed ke-11. USA: The Mc Graw-Hill Companies Inc.

Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis. Ed ke-3. London: Bailliere Tindall.

Macer VJ. 2003. Veterinary clinical laboratory technique. [terhubung berkala]. http://www.medaille.edu/vmacer/204_lec5_wbca_study.htm [11 Juli

Metcalf D. 2006. Leukosit. [terhubung berkala]. http://en.wikipedia.org [25 Januari 2012].

Meyer DJ, Coles EH, Rich LJ. 1992. Veterinary Laboratory Interpretation and Diagnosis. Philadelphia: WB Saunders Company.

Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Interpretation and Diagnosis. Ed ke-3. Philadelphia: WB Saunders Company.

Mitruka BM, Rawnsley. 1977. Clinical Biochemical and Hematology Refference Values in Normal Experimental Animal. USA: Mason Publishing.

Nordenson NJ. 2002. White blood cell count and differential. [terhubung berkala]. http://www.lifesteps.com/gm.Atoz/ency/white_blood_cell_count_and_diff erential.jsp [11 Juli 2012].

Pusparini. 2005. Pemeriksaan laboratorium berkala sebagai deteksi dini penyakit kronis pada lansia. Univ Medicina 24(1): 43-50.

[RED] Redaksi Ensiklopedi Indonesia.2003. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi.

Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. Missouri: Elsevier.

Schalm OW. 1986. Veterinary Hematology. Ed ke-4. USA: Wiley-Blackwell.

(50)

Shier D, Butler J, Lewis R. 2002.Holes’s Human Anatomy and Physiology. Ed ke-9. USA: The Mc Graw-Hill Companies Inc.

Speicher CE. 2008. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif. Ed ke-1. Jakarta: EGC.

Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology. Oxford: Blackwell Publishing.

Sulaiman. 2010. Berbisnis Pembibitan Kucing. Yogyakarta: Lily Publisher.

Susanty Y. 2005. Memilih dan Merawat Kucing Kesayangan. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Suwed MA, Budiana NS. 2006. Membiakan Kucing Ras. Jakarta: Penebar Swadaya.

Swenson MJ. 1997. Duke’s Physiology of Domestic Animal. Ed ke-10. London: Cornell Univ Pr.

Tizard, I. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Surabaya: Airlangga Univ Pr.

Tortora GJ, Bryan D. 2006. Principles of Anatomy and Physiology. Ed ke-11. USA: John Wiley & Sons Inc.

Triastuty FN. 2006. Gambaran darah kucing kampung (Felis domestica) di daerah Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Institut Pertanian Bogor.

Turner DC, Bateson P. 2000. The Domestic Cat, The Biology of Its Behaviour. Cambridge: Cambridge University Pr.

Vander A, Sherman J, Luciano D. 2001. Human Physiology: The Mechanisms of Body Function. Ed ke-8. USA: The Mc Graw-Hill Companies Inc.

(51)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Memiliki hewan peliharaan menjadi kebutuhan bagi masyarakat saat ini

dan kucing merupakan salah satu dari sekian jenis hewan peliharaan yang banyak

dipelihara oleh masyarakat di Indonesia. Kucing adalah hewan yang

menyenangkan dan cukup bersahabat dengan manusia. Felis domestica atau yang

biasa disebut kucing kampung merupakan jenis kucing asal Indonesia yang

umumnya dipelihara untuk hiburan, atau sebagai teman bagi sang pemilik.

Berbagai macam alasan memilih kucing kampung sebagai hewan peliharaan

diantaranya adalah pemeliharaan yang cukup mudah, lebih tahan dengan berbagai

macam penyakit dan memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi bila dibandingkan

dengan kucing ras (Susanty 2005).

Kucing kampung yang tidak dipelihara atau hidup secara liar

mempertahankan hidupnya dengan cara memburu hewan-hewan kecil, seperti

tikus, burung, dan serangga (Bradshaw 1993). Selama ini belum pernah ada

informasi tentang status kesehatan dari hewan yang hidup secara “liar” (tidak

dipelihara). Menurut Speicher (2008), status kesehatan hewan dapat diketahui dari

data status fisiologis yang tepat dan akurat. Status kesehatan seekor hewan dapat

diperoleh diantaranya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yang

dilakukan melalui prosedur khusus, misalnya melalui pengambilan sampel feses,

urin, dan darah.

Pemeriksaan darah merupakan salah satu cara yang biasa dilakukan untuk

mengetahui status kesehatan. Pemeriksaan hematologi rutin merupakan salah satu

pemeriksaan darah yang umum dilakukan, meliputi pemeriksaan konsentrasi

hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah leukosit total, jumlah eritrosit, jumlah

trombosit, hitung jenis leukosit dan laju endap darah (Pusparini 2005).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kesehatan kucing

kampung (Felis domestica), melalui pemeriksaan jumlah leukosit total, jumlah

(52)

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang status

kesehatan kucing kampung (Felis domestica) yang hidup secara liar (tidak

(53)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Kucing

Kucing termasuk keluarga Felidae, termasuk di dalamnya spesies kucing

besar seperti singa, harimau dan macan. Kucing tersebar secara luas di seluruh

Eropa, Asia Selatan dan Tengah, dan Afrika (RED 2003). Saat ini, kucing

merupakan salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia (Suwed & Budiana

2006). Klasifikasi biologi kucing kampung (Felis domestica) berdasarkan Fowler

(1993) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Carnivora

Subordo : Conoidea

Famili : Felidae

Subfamili : Felinae

Genus : Felis

Spesies : Felis domestica

Kucing telah mengalami domestikasi dan hidup dalam simbiosis

mutualistik dengan manusia. Domestikasi pertama yang dilakukan manusia terjadi

pada tahun 4000 SM di Mesir, ketika kucing dimanfaatkan sebagai hewan

penjaga. Namun demikian, hubungan manusia dengan kucing sudah dimulai dari

Gambar

Gambar 1 Felis domestica.
Tabel 1 Gambaran normal darah kucing
Gambar 2 Pembentukan leukosit.
Tabel 2 Jumlah leukosit total dan diferensiasi leukosit pada kucing
+5

Referensi

Dokumen terkait

Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah Perbandingan Sonogram Vesika Urinaria dan Uretra Normal Kucing Kampung (Felis catus) dengan Tiga Kasus Gangguan