• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biscuit Formulation with Fish Meal of King Catfish (Clarias gariepinus), Folic Acid, Vitamin A and Iron (Fe) to Improve the Women's Health During Pregnancy and Breast Feeding {Preliminary Study Used In-vivo Test to Mice (Mus mucuslus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biscuit Formulation with Fish Meal of King Catfish (Clarias gariepinus), Folic Acid, Vitamin A and Iron (Fe) to Improve the Women's Health During Pregnancy and Breast Feeding {Preliminary Study Used In-vivo Test to Mice (Mus mucuslus)"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

IBU HAMIL DAN MENYUSUI

{Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-Vivo pada Mencit (Mus mucuslus)}

RASPIANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

IBU HAMIL DAN MENYUSUI

{Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-Vivo pada Mencit (Mus mucuslus)}

RASPIANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Formulasi Biskuit dengan Penambahan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Asam Folat, Vitamin A dan Zat Besi (Fe) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil dan Menyusui {Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-Vivo pada Mencit (Mus mucuslus)} adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

(4)

gariepinus), Folic Acid, Vitamin A and Iron (Fe) to Improve the Women's Health During Pregnancy and Breast Feeding {Preliminary Study Used In-vivo Test to Mice (Mus mucuslus)}. Supervised by RUDDY SUWANDI and BAMBANG RIYANTO.

Fish meal is a source of good and complete nutrition. In form of fish meal, it still could be used as a source of protein, either for food or feed utilization. Catfish is a species of freshwater fish consumed in Indonesia, it has a good taste and high nutritional content. Most of all consumed catfish in Indonesia are produced from aquaculture farm. To increase the utilization (beside being processed into several main products and its diversification), catfish could also be processed into fish meal, which used as substitutional material for wheat flour in this study. Biscuit were formulated with additional material of catfish meal (from body and head parts), folic acid, ferro sulphate and retinol A. The study was carried out through an in-vivo laboratory research using 75 mice (Mus mucuslus).

The study indicated that fish meal from the head part as much as 24.19 percentwhile from the body 63.15 percent. The appearance is slightly brownish for head's fish meal and whiter for body's fish meal. Proximate chemical tests on samples of biscuit formula shows that the levels of fat and protein have met the

fismeal’s national standards, while the moisture content, ash and carbohydrates

are still below the standards (SNI 01-2973-1992). Growth in weight of mice witch fed biscuit samples were better than mice with control feed (F5). The F1-F4 formula larger 22.17 percent compared with formula F5. The total serum test was carried out and showed that the biscuits formula fortified with folic acid, vitamin A and iron (Fe) significantly affected on the increase of mice's micronutrient status.

(5)

Hasil uji proksimat yang menggambarkan tepung telah memenuhi standar

SNI diantaranya adalah: a) aktivitas air (aw); b) kadar air kategori kualitas satu; c) kadar abu tepung kepala kualitas tiga sedangkan kadar abu tepung badan

masuk kualitas satu; d) kadar lemak realtif tinggi dan masuk kualitas tiga; d)

kadar protein relatif rendah masuk kualitas tiga. Kadar karbohidrat relatif rendah

dan tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh LIPI untuk tepung ikan

sebagai produk pangan.

Kualitas formula sampel jika ditinjau dari Standar Nasional Indonesia SNI

01-2973-1992 tentang standar nasional untuk produk biskuit. Kadar lemak dan

protein telah memenuhi standar, sedangkan kadar air, abu dan karbohidrat

masih dibawah standar yang ditetapkan.

Produk yang difortifikasi dengan asam folat, vitamin A dan zat besi (Fe) yang

diberikan terhadap hewan percobaan menunjukkan tidak berpengaruh terhadap

berat badan anak mencit dari induk yang mengkonsumsi pakan. Penggunaan

pakan berbahan dasar tepung ikan menunjukkan hasil yang lebih optimal

terhadap berat badan lahir dan pertumbuhan berat badan anak selama

perlakuan jika dibandingkan dengan pakan kontrol (F5). Fortifikasi asam folat,

vitamin A dan zat besi (Fe) pada pakan berpengaruh nyata pada peningkatan

dan perbaikan status gizi mikro dalam darah mencit.

(6)

(Clarias gariepinus), Asam Folat, Vitamin A dan Zat Besi (Fe) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil dan Menyusui {Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-Vivo pada Mencit (Mus mucuslus)}. Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan BAMBANG RIYANTO.

Pangan hewani merupakan sumber gizi yang dapat diandalkan untuk

mendukung perbaikan gizi masyarakat. Pangan hewani mempunyai keunikan

yang menyebabkan kelompok pangan ini tergolong sebagai pangan bermutu

tinggi. Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak diminati

masyarakat sebagai ikan komsumsi, ikan jenis ini relatif mudah untuk

dikembangbiakkan, pertumbuhannya cepat, memiliki kemampuan beradaptasi

terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak dan kandungan gizinya cukup

tinggi, sehingga ikan lele terdistribusi secara merata di Indonesia. Peningkatan

nilai mutu dan nilai ekonomis ikan lele dapat dilakukan dengan pengolahan ikan

segar menjadi produk antara seperti tepung ikan, abon ikan, ikan asin dan

beberapa jenis produk olahan lainnya.

Dalam penelItian ini memanfaatkan tepung ikan lele sebagai bahan baku

pengolahan pakan dengan menggunakan komposisi biskuit sebagai makanan

bergizi yang difortifikasi dengan asam folat, zat besi dan vitamin A. Tujuan dari

penelitian ini adalah menganalisis kontribusi zat gizi pada pakan dengan

pemanfaatan tepung ikan lele sebagai alternatif sumber protein dan difortifikasi

dengan asam folat, vitamin A serta zat besi (Fe) terhadap kebuntingan mencit.

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : (1)

Mencit yang bunting dan diberi pakan yang difortifikasi dengan asam folat,

vitamin A, dan zat besi (Fe) mempunyai perubahan terhadap status gizinya

dibandingkan dengan mencit yang tidak difortifikasi. (2) Konsumsi zat gizi dan

fortifikan akan mempengaruhi kesehatan perubahan nutrisi selama kebuntingan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan lele dumbo segar varietas

sangkuriang didominasi oleh kandungan kadar air sebesar 67,74 persen pada

kepala dan 69,36 persen pada badan, dengan kadar abu kepala 11,58 dan

kadar abu pada badan ikan segar sebesar 1,82. Rendemen kepala segar

sebesar 24,19 persen dan rendemen badan 63,15 persen. Pada tahapan proses

pembuatan tepung kepala dan tepung badan ikan lele ditemukan perbedaan

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

KESEHATAN IBU HAMIL DAN MENYUSUI

{Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-Vivo pada Mencit (Mus mucuslus)}

RASPIANA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Menyusui {Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-vivo pada Mencit (Mus mucuslus)}

Nama : Raspiana

NIM : C351080121

Disetujui Komisi pembimbing

Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil Ketua

Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

Dr.Tati Nurhayati,S.Pi, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(11)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwataala, atas segala karunianya sehingga penulisan dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Formulasi Biskuit dengan Penambahan Tepung Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus), Asam Folat, Vitamin A dan Zat Besi (Fe) untuk Meningkatkan Kesehatan Ibu Hamil dan Menyusui {Kajian Pendahuluan Menggunakan Uji In-vivo pada Mencit (Mus mucuslus)}. Harapan dan doa, semoga penelitian ini dapat bermanfaat kepada masyarakat, terutama kepada para wanita yang sedang dalam masa kehamilan juga anak yang kelak akan dilahirkan.

Penelitian ini dilatarbelakangi keprihatinan penulis terhadap kondisi kehamilan dan juga kelahiran anak yang mengalami kekurangan gizi mikro yang berperan penting dalam kesehatan ibu hamil juga perkembangan dan kesehatan anak yang kelak akan dilahirkan. Selain itu, penyusunan tesis ini juga merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah mengantarkan penulis hingga sampai pada titik ini. Selanjutnya ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phil dan Bapak Bambang Riyanto, S.Pi. M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulis dari awal hingga akhir penelitian. Selanjutnya ucapan terima kasih juga diasampikan kepada Dr.Ir. Sri Purwaningsih, M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku perwakilan dari Program Studi Teknologi Hasil Perairan.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada suami tercinta Zulyan Firdaus Afif, SP yang telah banyak memberikan semangat dan kasih sayangnya, dan putri tercinta Syadza Bunga F. Afif yang telah memberi warna dalam kehidupan ini, serta rekan-rekan mahasiswa yang telah bersama melalui masa pembelajaran di Program Studi Teknologi Hasil Perairan. Terimakasih juga disampaikan kepada Bapak/ibu yang telah membantu penulis selama menjalankan penelitian di laboratorium, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian studi.

Dalam lembaran ini pula penulis menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak atas segala kesalahan dan kehilafan baik dalam bentuk ucapan maupun tindakan.

Bogor, Agustus 2011

(12)

Penulis dilahirkan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada tanggal 02 Mei 1986 dari pasangan H.Syahrul Sengkon dan Hj.Masneng Masrun. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara.

Tahun 1991 penulis memulai pendidikan formal di SDN Langkai 16 Palangkaraya. Enam tahun kemudian, tepatnya tahun 1997 penulis melanjutkan jenjang pendidikan menengah di SMPN 6 Palangkaraya. Pada tahun 2000, melanjutkan ke SMUN 2 Palangkaraya dan lulus pada tahun 2003. Setelah itu, pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi pada Program Studi Strata Satu Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan di Universitas Palangkaraya.

Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Pascasarjana pada Program Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008. Tahun 2010 hingga sekarang penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotawaringin Timur, Sampit, Kalimantan Tengah.

(13)

Daftar Gambar ... vii

2.8.2 Proses pembuatan biskuit ... 20

2.9 Daya cerna protein ... 22

3. METODE ... 24

3.1 Waktu dan tempat ... 24

3.2 Alat dan bahan ... 24

3.3 Metode penelitian ... 25

3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 26

3.3.2 Penelitian utama ... 28

3.3.3 Metode analisis ... 32

3.3.3.1 Analisis pada tepung dan formula biskuit ... 32

1) Aktivitas air (aw) (Wiyati 2004) ... 32

2) Evaluasi nilai mutu protein secara biologis (daya cerna protein) ... 35

3.3.3.3 Analisis status metabolisme total serum induk mencit ... 36

1) Status metabolisme asam folat serum ... 37

2) Status metabolisme retinol serum ... 37

(14)

4.1 Proses pembuatan tepung ikan ... 39

4.1.1 Pemilihan bahan baku ... 39

4.1.2 Pembuatan tepung ikan... 39

4.1.3 Analisis sifat fisik tepung ikan ... 43

4.1.3.1 Aktivitas air (aw) ... 43

4.1.3.2 Rendemen ... 44

4.1.4 Analisis sifat kimia tepung ikan ... 45

4.1.4.1 Kadar air ... 45

4.1.4.2 Kadar abu ... 46

4.1.4.3 Kadar lemak ... 47

4.1.4.4 Kadar protein ... 48

4.1.4.5 Kadar karbohidrat ... 49

4.2 Proses pembuatan formula biskuit ... 49

4.2.1 Tahap pengolahan formula biskuit ... 50

4.2.2 Rendemen formula biskuit ... 51

4.2.3 Analisis sifat kimia formula biskuit ... 52

4.2.3.1 Analisis proksimat... 52

4.2.3.2 Kandungan energi formula biskuit ... 57

4.3 Pengujian terhadap mencit ... 57

4.3.1 Perubahan induk mencit ... 57

4.3.2 Perubahan anak mencit... 60

4.3.2.1 Berat badan anak mencit saat lahir ... 61

4.3.2.2 Pertumbuhan berat badan anak mencit ... 62

4.3.3 Analisis daya cerna protein biskuit ... 64

4.3.4 Analisis status metabolisme total serum induk mencit ... 65

4.3.4.1 Status metabolisme asam folat serum ... 66

4.3.4.2 Status metabolisme retinol serum ... 67

4.3.4.3 Status metabolisme feritin serum ... 68

5. SIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1 Simpulan ... 71

(15)

2. Diagram alir proses pembuatan tepung ikan lele pada tahapan

penelitian pendahuluan ... 27

3. Diagram alir proses formulasi biskit dan proses in-vivo pada mencit dalam penelitian utama ... 30

4. Ikan lele dumbo varietas sangkuriang ... 39

5. Kepala dan badan ikan lele dumbo segar ... 40

6. Kepala dan badan ikan setelah dikukus ... 41

7. Tepung kepala dan tepung badan ikan lele ... 42

8. Diagram uji aktivitas air (aw) ... 44

9. Diagram analisis kadar air ... 46

10. Diagram analisis kadar abu ... 47

11. Diagram analisis kadar lemak ... 47

12. Diagram analisis kadar protein ... 48

13. Diagram analisis kadar karbohidrat ... 49

14. Diagram alir proses pengolahan pakan formula F1 dan F2 ... 50

15. Produk jadi pakan formulasi F1 dan F2 ... 51

16. Diagram analisis kadar air pada pakan ... 53

17. Diagram analisis kadar abu pada pakan ... 54

18. Diagram analisis kadar lemak pada pakan ... 54

19. Diagram analisis kadar protein pada pakan ... 56

20. Diagram analisis kadar karbohidrat pada pakan ... 56

21. Pertumbuhan berat badan induk mencit selama perlakuan ... 59

22. Perubahan berat badan harian induk mencit ... 59

23. Jumlah kematian anak mencit selama pengamatan... 61

24. Rata-rata berat badan anak mencit ... 61

25. Perkembangan berat badan anak mencit ... 63

(16)

2. Rendemen ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) ... 9

3. Komposisi gizi ikan lele ... 9

4. Susunan asam amino esensial ikan lele ... 10

5. Data biologis mencit (Mus musculus) ... 11

6. Syarat mutu tepung ikan sebagai bahan pangan ... 13

7. Pangan potensial untuk fortifikasi ... 17

8. Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992 ... 17

9. Mutu cerna protein dalam bahan pangan ... 23

10. Komposisi bahan baku pakan ... 28

11. Angka Kecukupan Gizi (AKG yang dianjurkan untuk ibu hamil) ... 29

12. Jumlah fortifikan yang ditambahkan pada 100 gram produk ... 29

13. Formulasi yang digunakan dalam pengolahan formula biskuit ... 31

14. Kandungan kimia formula biskuit F5 ... 31

15. Pengelompokan standar folat serum ... 37

16. Pengelompokan standar retinol serum ... 38

17. Pengelompokan standar feritin serum ... 38

18. Persentase bagian tubuh ikan lele dumbo varietas sangkuriang ... 40

19. Hasil analisis proksimat ikan lele dumbo varietas sangkuriang ... 40

20. Rendemen tepung ... 45

21. Hasil uji proksimat pada tepung ... 45

22. Standar mutu tepung ikan sebagai bahan pangan ... 45

23. Hasil uji proksimat pada pakan ... 52

24. Perubahan berat badan induk ... 58

25. Selisih pertumbuhan berat badan induk ... 58

26. Rata-rata berat badan anak mencit awal kelahiran(gr) ... 61

27. Perubahan berat badan anak mencit (gr) ... 62

28. Analisis Protein Efficiency Ratio (PER) ... 65

29. Hasil analisis dan perubahan kadar asam folat serum (ng/ml) ... 66

30. Hasil analisis dan perubahan kadar retinol serum (µg/dl) ... 67

(17)

b. Gambar alat oven ... 79

c. Gambar alat timbangan analitik ... 79

d. Gambar alat grinder ... 80

2. Gambar kandang metabolik ... 80

3. Gambar mencit (Mus mucuslus) dewasa ... 80

4. Gambar anak mencit pada awal kelahiran ... 80

5. Prosedur penetapan asam folat serum dengan metoda spektrofotometer elissa ... 81

6. Prosedur penetapan retinol dengan metoda HPLC Waters 501... 82

(18)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penanggulangan masalah gizi dan kesehatan untuk meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia yang paling baik adalah pada masa menjelang dan saat

prenatal, karena: (1) penelitian telah membuktikan bahwa perkembangan otak

dimulai pada masa utero dan meningkat pesat pada trimester kedua dan ketiga

kehamilan (Dhopeswarkar 1983); (2) bayi yang lahir dari ibu yang menderita

defisiensi zat gizi mempunyai risiko yang lebih besar mengalami BBLR (berat

badan lahir rendah). Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai

risiko yang lebih besar meninggal pada usia 1 tahun, dan kalaupun mampu

bertahan mempunyai risiko yang lebih besar menderita penyakit degeneratif

pada usia yang relatif muda dibandingkan bayi lahir dengan berat normal (Barker

et al. 1993), oleh karena itu penanggulangan masalah gizi hanya pada anak

balita dan usia sekolah dianggap terlambat dan kurang efisien.

Pemenuhan kebutuhan gizi manusia dapat diperoleh melalui sumber hewani

maupun nabati. Pangan hewani merupakan sumber gizi yang dapat diandalkan

untuk mendukung perbaikan gizi masyarakat. Pangan hewani mempunyai

keunikan yang menyebabkan kelompok pangan ini tergolong sebagai pangan

bermutu tinggi. Keunikan tersebut dikarenakan pangan hewani memiliki

kandungan asam amino esensial yang lengkap, mengandung zat besi yang

mudah diserap, dan mempunyai nilai cerna protein yang tinggi.

Wanita hamil dan menyusui membutuhkan asupan gizi tambahan dan

energi yang cukup (kalori) untuk kebutuhan kesehatan tubuh dan pertumbuhan

bayi. Pemenuhan kebutuhan gizi yang baik selama masa kehamilan dan

menyusui dapat mendukung metabolisme tubuh ibu dalam memelihara berat

badan, kadar gula darah, dan tekanan darah sehingga dapat menghindarkan

pengaruh negatif terhadap ibu dan bayi. Pemenuhan kebutuhan gizi selama

kehamilan dapat diperoleh dengan mengkonsumsi pangan hewani seperti ikan,

salah satunya adalah ikan lele, karena ikan lele memiliki kandungan gizi yang

dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti sumber energy, protein, lemak, kalsium

(19)

Ikan sebagai bahan pangan hewani memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan sumber protein lainnya diantaranya kandungan protein yang cukup

tinggi, dalam tubuh ikan tersusun oleh asam amino yang berpola mendekati

kebutuhan asam amino tubuh manusia, selain itu daging ikan mengandung

sejumlah mineral dan vitamin yang diperlukan tubuh (Khomsan 2004).

Ikan lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang paling banyak diminati

serta dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dari berbagai lapisan. Harganya

yang terjangkau membuat ikan lele terdistribusi secara merata hampir di seluruh

pelosok tanah air. Salah satu jenis ikan yang populer di masyarakat adalah lele.

Lele memiliki berbagai kelebihan sehingga termasuk ikan yang paling mudah

diterima masyarakat. Kelebihan tersebut diantaranya pertumbuhannya cepat,

memiliki kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, rasanya enak

dan kandungan gizinya cukup tinggi (Azhar et al. 2006).

Tepung ikan merupakan salah satu produk pengolahan hasil sampingan

ikan. Usaha pengolahan tepung tulang ikan memerlukan banyak bahan baku

ikan segar karena rendemennya relatif kecil. Sampai saat ini penggunaan tepung

ikan belum dilakukan secara maksimal. Kegunaan utama tepung ikan masih

sebatas bahan campuran pakan ternak (Moeljanto 1982).

Pembuatan tepung ikan berbahan dasar ikan lele dapat menjadi suatu

bentuk alternatif bahan pangan. Selain memiliki daya simpan yang cukup lama

dibandingkan dengan ikan segar, bentuk yang berupa tepung diharapkan

menjadikan tepung ikan lebih fleksibel dalam pemanfaatannya, selain itu tepung

ikan juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan biskuit.

Muchtadi (1989) mendefinisikan fortifikasi pangan adalah penambahan satu

atau lebih zat gizi ke dalam bahan pangan. Tujuan utama adalah untuk

meningkatkan konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan dan meningkatkan

status gizi populasi. Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah mencegah

defisiensi. Dengan demikian dapat menghindari terjadinya gangguan yang

membawa kepada penderita

Usaha untuk memperbaiki gizi buruk pada wanita hamil adalah melalui

asupan nutrisi makanan yang kuat sebelum mereka tahu dirinya hamil, karena

nutrisi yang cukup setelah kehamilan terjadi tidak dapat mengkompensasikan

ketidakcukupan asupan nutrisi selama kehamilan. Meski dalam jumlah sekecil

apapun kekurangan nutrisinya. Salah satu cara yang paling efektif untuk

(20)

makanan siap saji yang mempunyai kandungan nutrisi yang cukup selama

kehamilan, mudah dalam penyajiannya dan mempunyai masa simpan yang

cukup lama serta berdimensi tidak terlalu besar.

Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan

penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan

(BSN 1992). Biskuit dipilih sebagai salah satu jenis makanan yang

diformulasikan sebagai makanan berkalsium tinggi dengan penambahan satu

atau lebih zat gizi untuk meningkatkan status gizi wanita hamil. Pemilihan produk

biskuit didasarkan juga karena biskuit mudah dibuat dalam skala rumah tangga

maupun industri dan dengan pertimbangan penerimaan bagi masyarakat dan

dalam segala tingkatan ekonomi.

1.2 Perumusan masalah

Masalah gizi mikro, terutama kurang energi protein, telah mendominasi

perhatian para pakar gizi selama puluhan tahun. Kurang Energi Protein (KEP)

adalah salah satu masalah gizi kurang akibat konsumsi makanan yang tidak

cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan.

Sampai sekarang KEP merupakan masalah yang masih memprihatinkan

(Soekirman 2000).

Semakin tinggi pengetahuan seseorang, khususnya dalam bidang gizi dan

kesehatan maka semakin mengerti pentingnya kesehatan, dan akibatnya

semakin baik kesehatan serta status gizi wanita hamil. Permasalahan lainnya,

pada wilayah pedesaan masih banyak wanita hamil yang kurang memiliki

pengetahuan mengenai kesehatan pada masa kehamilann tersebut.

Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat

pada peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan

konsentrasi protein pengikat nutrisi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan

penurunan nutrisi mikro seperti asam folat, vitamin A, dan zat besi (Fe). Pada

kebanyakan negara berkembang, perubahan ini dapat diperburuk oleh

kekurangan nutrisi dalam kehamilan yang berdampak pada defisiensi nutrisi

mikro (seperti kasus-kasus gangguan penutupan jaringan saraf tulang belakang

dan kondisi dimana otak janin tidak dapat terbentuk normal) yang dapat dikurangi

hingga 50% dan 85% jika wanita hamil mendapat asupan cukup asam folat

sebelum dan saat proses kehamilan (Soekirman 2000).

Pemenuhan nutrisi mikro asam folat bisa ditemukan pada sayuran hijau

(21)

buah-buahan (jeruk, stroberi, alpukat, semangka, nenas), hati sapi dan telur.

Sumber zat besi dapat diperoleh dari sumber nabati dan hewani. Sumber nabati

seperti bayam, brokoli, tahu (kedelai), sereal, kentang, labu-labuan dan

buah-buahan kering (kismis,prune, apricot), sedangkan sumber hewani dapat

diperoleh dengan mengkonsumsi daging merah, daging unggas, hati

(ayam/sapi), telur, ikan (tuna, sarden, salmon), dan kerang-kerangan. vitamin A

adalah salah satu zat gizi esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh

manusia. untuk memperolehnya harus di ambil dari sumber diluar tubuh terutama

dari sumber alam baik nabati maupun hewani. Sumber nabati dapat diperoleh

melalui sereal (jagung kuning), umbi-umbian (ubi kuning, ubi jalar merah, ubi

rambat merah), biji-bijian (kacang ercis dan kacang merah), sayuran (wortel,

gandaria, kacang panjang, kankung, kol cina, labu kuning bakung, bayam, bunkil

daun talas, genjer, daun jambu, daun jambu mete, daun kacang panjang),

buah-buahan (apel, kesemek, mangga, pepaya, pisang, sowa serta sukun). Sumber

hewani dapat diperoleh dengan mengkonsumsi daging ayam, bebek, ginjal

domba, hati sapi, hati ayam, dan berbagai jenis ikan (baronang, cakalang, gabus,

lele, rajungan, dan tongkol), dan telur.

Wanita memerlukan asupan gizi tambahan untuk menjaga kesehatan

selama masa kehamilan dan kesehatan bayi yang akan dilahirkan,

mengkonsumsi pangan hewani seperti ikan dapat membantu memenuhi

kebutuhan zat gizi tersebut. Ikan merupakan sumber energi, lemak protein dan

zat besi yang baik bagi wanita hamil. Kandungan gizi ikan lele disajikan dalam

Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan zat gizi pada ikan lele.

Jenis Zat Gizi Bagian ikan yang dapat

dimakan Ikan segar utuh

(22)

Selain sumber alami, pemenuhan kebutuhan zat gizi mikro selama masa

prenatal biasanya diperoleh dengan mengkonsumsi susu, obat-obatan dan

suplemen kehamilan. Diantara beberapa kehamilan, terdapat ibu yang

mengalami kendala dalam mengkonsumi obat-obatan dan suplemen secara rutin

diantaranya disebabkan oleh alergi, kebiasaan/habit dan menurunnya selera

makan yang dipengaruhi oleh emosi yang tidak stabil.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pada penelitian ini akan membuat

formula biskuit dengan memfortifikasikan kebutuhan zat gizi mikro. Pada

penelitian akan dilakukan dengan mengaplikasikan produk dalam bentuk pakan,

kemudian dilakukan pengujian secara biologis (in vivo) dengan menggunakan

mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan. Adapun diagram alir

kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran dan batasan penelitian

(23)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas dikemukakan

hipotesis sebagai berikut : 1) Mencit yang bunting dan diberi pakan yang

difortifikasi dengan asam folat, vitamin A, dan zat besi (Fe) mempunyai

perubahan terhadap status gizinya dibandingkan dengan mencit yang tidak

difortifikasi. 2) Tepung ikan lele merupakan sumber pangan hewani yang baik

dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil dan bayi yang dilahirkan. 3)

Konsumsi formula biskuit yang difortifikasi akan mempengaruhi kesehatan

selama kebuntingan.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kontribusi zat gizi pada

formula sampel dengan pemanfaatan tepung ikan lele sebagai alternatif sumber

protein dan difortifikasi dengan asam folat, vitamin A serta zat besi (Fe) terhadap

kebuntingan mencit.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang

pemanfaatan ikan lele dalam bentuk tepung kepala dan tepung badan yang

diolah menjadi produk biskuit yang difortifikasi dengan asam folat, vitamin A, dan

zat besi (Fe) terutama bagi pemenuhan kebutuhan zat gizi mikro bagi wanita

(24)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan lele (Clarias gariepinus)

Lele merupakan salah satu komoditas unggulan air tawar yang penting

dalam rangka pemenuhan peningkatan gizi masyarakat. Komoditas ini mudah

dibudidayakan dan harganya terjangkau. ikan lele yang banyak dibudidayakan

dan dijumpai dipasaran saat ini adalah lele sangkuriang (Clarias sp). Pada tahun

2005, lele menjadi salah satu komoditi perikanan yang dijadikan komoditas

unggulan pada Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang

dicanangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Mahyuddin 2007).

Lele dumbo (Clarias gariepinus) adalah sejenis lele budidaya yang berasal

dari Afrika. Dibandingkan dengan lele lokal (lele kampung Clarias batrachus, dan

Clarias macrocephalus) lele dumbo berukuran lebih besar dan patilnya tidak

tajam sehingga disukai konsumen. Kelemahannya adalah dagingnya lunak dan

mudah hancur bila digoreng. Nama "dumbo" diberikan karena ukurannya yang

lebih besar daripada rata-rata lele lokal Asia Tenggara. Secara alami ikan lele

dumbo banyak ditemukan di berbagai tempat di Afrika dan Timur Tengah. Ikan

jenis ini menyukai air tawar yang tenang serta kubangan buatan manusia,

bahkan mampu bertahan hidup dalam saluran air buangan. Ikan ini sekarang

dibudidayakan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) sebagai sumber pangan.

Persilangannya dengan lele lokal Asia Tenggara telah dilakukan untuk

memperbaiki kualitas daging dan telah dibudidayakan dengan nama sama.

(Anonim 2011b)

Lele termasuk ke dalam Kerajaan Animalia, Fillum Chordata, Kelas

Actinopterygii, Ordo Siluriformes, famili Clariidae, Genus Clarias dan spesies

C.gariepinus. Ikan lele dumbo merupakan hasil perkawinan silang dua spesies

berbeda, yaitu antara lele betina Clarias fuscus dari Taiwan dan lele jantan

Clarias mossambicus dari Afrika. Lele dumbo memiliki ukuran yang besar,

sehingga dikenal sebagai king catfish. Salah satu varietas unggulan lele dumbo

adalah lele sangkuriang. Lele sangkuriang merupakan hasil rekayasa dari Balai

Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dan telah

dilepas kepasaran melalui Keputusan Menteri No. KEP.26/MEN/2004

(Mahyuddin 2007).

Ikan lele dumbo varietas sangkuriang memiliki bentuk tubuh memanjang,

(25)

hitam. Di sekitar mulut terdapat bagian nasal, maksila, mandibula luar dan

mandibula dalam, masing-masing terdapat sepasang kumis, hanya kumis bagian

mandibula yang dapat digerakkan untuk meraba makanannya. Kulit lele

berlendir tidak bersisik, berwarna hitam pada bagian punggung (dorsal) dan

bagian samping (lateral). Sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur merupakan

sirip tunggal, sedangkan sirip perut dan sirip dada merupakan sirip ganda. Pada

sirip dada terdapat duri yang keras dan runcing yang disebut patil, patil lele ini

tidak beracun (Suyanto dan Rachmatun 2007).

Ikan lele termasuk jenis ikan karnivora dan karena menyukai makanan yang

busuk maka digolongkan juga sebagai scavenger. Ikan lele bersifat nokturnal

karena aktif mencari mangsa pada malam hari atau lebih menyukai tempat gelap.

Pada siang hari ikan lele lebih suka diam dalam lubang-lubang atau

tempat-tempat yang terlindungi (Suyanto dan Rachmatun 2007).

Menurut Astawan (2008) lele banyak ditemukan di rawa-rawa dan sungai di

Afrika, terutama di dataran rendah sampai sedikit payau. Ikan ini mempunyai alat

pernafasan tambahan yang disebut arborescent, sehinga mampu hidup dalam

air yang oksigennya rendah.

Ikan lele dumbo memiliki perbedaan sifat jika dibandingkan dengan ikan lele

lokal yang berasal dari Indonesia. Perbedaan terletak pada ukuran ikan lele

dumbo lebih besar, pertumbuhannya lebih cepat, warna kulit lebih gelap dan

relatif lebih hitam, gerakan ikan lele dumbo lebih agresif, serta ikan ini tidak

memiliki racun pada patilnya (Suyanto 1990 diacu dalam Utama 2008).

Terdapat sekitar 55–60 spesies anggota marga Clarias, dari jumlah itu di

Asia Tenggara kini diketahui sekitar 20 spesies lele, kebanyakan di antaranya

baru dikenali dan dideskripsi dalam 10 tahun terakhir. Di Indonesia sendiri

terdapat enam jenis ikan lele yang yang dikembangkan (Anonim 2011a) yaitu :

1) Clarias batrachus, dikenal sebagai ikan lele (Jawa), ikan kalang (Sumatera

Barat), ikan maut (Sumatera Utara), dan ikan pintet (Kalimantan Selatan).

2) Clarias teysmani, dikenal dengan sebutan lele kembang (Jawa Barat),

kalang putih (Sumatera Barat).

3) Clarias melanoderma, dikenal dengan sebutan lele wais (Jawa Tengah), ikan

duri (Sumatera Selatan), dan ikan wiru (Jawa Barat).

4) Clarias nieuhofi, yang juga dikenal dengan ikan hindi (Jawa), limbat

(26)

5) Clarias loiacanthus, juga dikenal dengan istilah ikan keli (Sumatera Barat),

ikan penang (Kalimantan Timur).

6) Clarias gariepinus, yang dikenal sebagai ikan lele dumbo (lele domba), king

catfish yang berasal dari Afrika.

Ikan lele dumbo memiliki rendemen daging sekitar 35% dari keseluruhan

tubuhnya, ikan jenis ini memiliki bagian kepala dan tulang yang cukup besar yaitu

kepala sekitar 27,49% dan tulang sebesar 14,61%, secara utuh, rendemen dari

ikan lele dumbo dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rendemen ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Bagian ikan Kandungan (%)

Protein ikan adalah protein yang istimewa karena bukan hanya berfungsi

sebagai penambahan jumlah protein yang dikonsumsi, tetapi juga sebagai

pelengkap mutu protein dalam menu. Komposisi gizi daging ikan lele disajikan

pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi gizi daging ikan lele

Senyawa Jumlah (%)

Karbohidrat (by- different) 0,26 0,14

(27)

persen. Hal ini dipengaruhi oleh proses pemisahan bagian daging badan yang

dilakukan dengan proses fillet dan pemisahan bagian kulit. Ikan lele segar

memiliki asam amino lengkap yang dibutuhkan dalam proses metabolisme tubuh.

Susunan asam amino ikan lele disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Susunan asam amino esensial ikan lele

Asam amino Kandungan protein (%)

2.2 Hewan percobaan mencit (Mus mucuslus)

Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan

untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari berbagai macam bidang

ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Pemanfaatan hewan

percobaan menurut pengertian secara umum ialah untuk penelitian yang

mendasarkan pengamatan aktivitas biologi tergantung pada bidang ilmu yang

dibina dan lingkungan apa suatu laboratorium bernaung sehingga pemanfaatan

hewan percobaan ini akan mengarah ke suatu tujuan khusus. Kesamaan filogeni

antara manusia dengan primata mendorong para ilmuwan memilih hewan

primata sebagai model dalam percobaan laboratorium. Akan tetapi karena dari

segi pengadaannya sulit dan pemeliharaannya juga memerlukan biaya yang

besar maka mencit (Mus mucuslus) dapat dipilih sebagai alternatif (Malole dan

Pramono 1989).

Hewan percobaan digunakan untuk menguji keamanan atau efek samping

dari suatu bahan kimia atau alami yang sering dibubuhkan pada bahan. Tujuan

akhir dari pengujian adalah untuk keselamatan manusia maka hewan percobaan

yang digunakan adalah hewan-hewan yang mempunyai sifat-sifat respon biologi

dan adaptasi mendekati manusia. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyusun

(28)

Tabel 5 Data biologis mencit (Mus musculus)

Hasil Pengamatan Parameter

Lama hidup 1-2 tahun, bisa mencapai 3 tahun

Lama produksi ekonomis 9 bulan

Lama bunting 19-21 hari

Kawin sesudah beranak 1-24 jam

Umur sapih 21 hari

Umur dewasa kelamin 35 hari

Umur dikawinkan 8 minggu (jantan dan betina)

Siklus kelamin poliestrus (birahi) 4-5 hari

Lama estrus 12-24 jam

Saat perkawinan Waktu estrus

Berat lahir 0,5-1 g

Berat dewasa 20-40 g jantan dan 18-35 betina

jumlah anak perkelahiran Rata-rata 6 ekor bisa sampai 15 ekor

Kecepatan pertumbuhan 1 gram/hari

Sumber : Smith dan Mangkoewidjojo (1988)

Mencit pada umumnya adalah binatang yang aktif pada malam hari

(nocturnal). Mencit bila diperlakukan dengan halus akan mudah dikendalikan,

sebaliknya bila diperlakukan dengan kasar mereka akan menggigit. Mencit dapat

mencapai umur 1-3 tahun tetapi terdapat perbedaan besar usia maksimum

dalam berbagai galur tikus putih terutama karena perbedaan dalam kepekaan

terhadap penyakit (Malole dan Pramono 1989).

Mencit yang digunakan di laboratium umumnya ditempatkan dalam kotak

yang terbuat dari plastik dan diberi alas kandang secukupnya, kotak tersebut

diberi tutup berupa kawat. Alas kandang yang baik, dapat berupa sekam padi

atau serbuk gergaji, bila digunakan serbuk gergaji harus bebas debu, bila

digunakan sekam padi harus diperhatikan kebersihannya agar tidak

terkontaminasi urin dan feses (Smith dan Mangkoewijojo 1988).

Mencit yang dipelihara sebagai hewan percobaan biasanya diberikan

makanan berupa pelet dalam jumlah tanpa batas. Minuman harus selalu tersedia

pada kandang tikus putih, tempat minum biasanya menggunakan botol yang

terbuat dari kaca, dari botol tersebut tikus putih dapat minum melalui pipa gelas.

Botol dan selang harus dibersihkan minimal satu atau dua kali dalam seminggu

(Smith dan Mangkoewijojo 1988).

(29)

2.3 Tepung ikan

Ilyas (2003) menyatakan, tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan

dengan jalan mengeluarkan sebagian besar air dan sebagian atau seluruh lemak

dalam ikan atau sisa ikan. Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan

ikan dalam bentuk kering untuk kemudian digiling menjadi tepung. Cara

pengolahan yang paling mudah dan praktis adalah dengan mencincang ikan

kemudian mengeringkannya dengan sinar matahari atau dengan pengeringan

mekanis.

Pembuatan tepung ikan didasarkan pada pengurangan kadar air pada

daging ikan. Kadar air pada daging ikan merupakan faktor penentu daya simpan

ikan, pengurangan kadar air pada ikan akan membantu menghambat proses

pembusukan. Dengan proses pengeringan secara terus menerus, maka proses

pembusukannya akan berhenti sehingga tepung akan lebih tahan terhadap

bakteri, jamur, maupun enzim. Proses pengeringan ikan menjadi tepung ikan

selain menggunakan metode pengeringan dapat didahului dengan pemanasan

suhu tinggi (Moeljanto 1982).

Tepung ikan merupakan sumber kalsium (Ca) dan phosphor (P) dengan

kandungan vitamin B dan mineral yang tinggi. Disamping memiliki kandungan

serat yang rendah, pada tepung ikan lele juga terdapat kandungan trace element

seperti seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) dan kobalt (Co) (Moeljanto

1982).

Menurut Ilyas (1993), urutan pengolahan tepung ikan adalah pencincangan,

pemasakan, pengepresan, pengeringan, dan penggilingan. Tepung ikan yang

baru saja diolah biasanya berwarna abu-abu kehijauan. Setelah disimpan,

terutama dalam suhu tinggi, warnanya berubah menjadi cokelat kekuningan.

Akan tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi nilai gizinya.

Komposisi kimia yang ada dalam tepung ikan tidak jauh berbeda dengan

komposisi kimia pada ikan segar, yaitu air, protein, lemak, mineral, dan vitamin

serta senyawa-senyawa nitrogen lainnya. Setelah mengalami pengolahan,

komposisi kimia tepung ikan menjadi berubah, terutama akibat terjadinya

pengurangan kadar minyak, kadar air dan kerusakan (perubahan) senyawa kimia

tertentu terutama dalam pemanasan (thermolprocessing) (Sunarya 1990).

Komposisi kimia tepung ikan ditentukan oleh jenis ikan, mutu bahan baku

yang digunakan dan cara pengolahannya. Sebagai pedoman, tepung ikan yang

(30)

Tabel 6 Syarat mutu tepung ikan sebagai bahan pangan

kurang dari 6% sebab pada tingkat ini tepung ikan bersifat higroskopis. Kadar air

tepung ikan rata-rata 18% dengan selang terendah 6 sampai 10%. Sejenis

jamur (mold) dapat tumbuh pada tepung ikan dengan kadar air seperti ini.

Tepung ikan dengan kadar protein tinggi menghasilkan kadar mineral sekitar

12% dan 33% untuk kadar protein yang rendah. Sebagian besar abu dan

mineral dalam tepung ikan berasal dari tulang-tulang ikan. Kadar mineral tepung

akan tinggi bila bahan mentahnya berasal dari sisa-sisa ikan berupa kepala dan

tulang-tulang ikan. Sebagian besar abu berupa kalsium fosfat.

Menurut Ilyas (2003) tepung akan lebih baik mutunya bila bahan mentah

yang dipakai terdiri dari ikan yang tidak berlemak (lean fish). Jika bahan mentah

berasal dari ikan yang berlemak, tepung yang dihasilkan akan banyak

mengandung lemak. Kebanyakan tepung ikan mengandung lemak 5-10% dan

protein sebesar 60–65%.

2.4 Protein

Protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung

unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul

protein juga mengandung fosfor, belerang, serta ada pula jenis protein yang

mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga.

Kualitas protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang

dikandungnya. Protein komplit atau protein dengan nilai biologi tinggi atau

bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino

esensial dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan (Almatsier,

2001). Oleh karena itu, semakin lengkap kandungan asam amino esensial yang

(31)

biologinya, maka semakin tinggi kualitas protein yang terdapat dalam bahan

makanan tersebut.

Protein merupakan zat gizi makro yang dibutuhkan tubuh untuk

pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh. Protein penting bagi kehidupan

manusia, mulai dari masa anak-anak, remaja yang sedang tumbuh, pada masa

hamil dan menyusui pada wanita dewasa, orang yang sakit dan dalam taraf

penyembuhan serta orang dewasa dan lansia. Protein juga berfungsi sebagai

pengatur kelangsungan proses di dalam tubuh, serta memberikan tenaga jika

keperluannya tidak dapat dipenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Suharjo dan

Kusharto 1992). Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang

paling erat hubungannya dengan proses kehidupan. Semua hayat hidup sel

berhubungan dengan zat gizi protein. Nama protein berasal dari kata Yunani

yaitu protebos yang artinya pertama atau terpenting (Almatsier 2001).

Di dalam sel protein terdapat sebagai protein struktural maupun sebagai

protein metabolik. Protein struktural merupakan bagian integral dari struktur sel

dan tidak dapat diekstraksi tanpa menyebabkan disintegrasi sel tersebut. Protein

metabolik ikut serta dalam reaksi-reaksi biokimiawi dan mengalami perubahan

bahkan mungkin distruksi ataupun sintesis protein baru. Protein metabolik dapat

diekstraksi tanpa merusak integritas struktur sel itu sendiri (Almatsier 2001).

Di dalam tubuh protein juga mengalami siklus, yang artinya protein

dipecah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yaitu asam amino dan

atau peptida. Terjadi pula sintesa protein baru untuk mengganti yang lama.

Praktis tidak ada sebuah molekul protein yang disintesa untuk dipakai seumur

hidup. Semuanya akan dipecah dan diganti dengan yang baru dengan laju yang

berbeda-beda tergantung jenis dan keperluannya dalam tubuh (Winarno 1997).

Kandungan protein ikan erat kaitannya dengan kandungan lemak dan airnya.

Ikan yang mengandung lemak rendah rata-rata memiliki protein dalam jumlah

besar, sedangkan pada ikan gemuk sebaliknya. Kandungan protein ikan

umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan hewan darat yang akan

menghasilkan kalori lebih tinggi. Dalam tubuh manusia protein memegang

peranan penting dalam pembentukan jaringan. Kandungan asam amino esensial

pada daging ikan dapat dikatakan sempurna, artinya semua jenis asam amino

esensial terdapat pada daging ikan, tetapi perlu diperhatikan beberapa asam

amino tidak mencukupi kebutuhan manusia diantaranya fenilalanin, triptofan, dan

(32)

mendekati pola kebutuhan asam amino di dalam tubuh manusia. Ikan

mempunyai nilai biologis yang tinggi.

2.5 Fortifikasi asam folat

Asam folat merupakan salah satu dari kelompok vitamin B, merupakan zat

yang larut dalam air dan cepat rusak bila terpapar panas. Folat berasal dari

Bahasa Latin folium (artinya daun) yang umumnya mengandung banyak zat folat.

Asam folat dapat ditemukan secara alami pada sayuran hijau seperti bayam,

brokoli, pok coy, asparagus. Kini asam folat dibuat secara sintetis sebagai

suplemen atau ditambahkan sebagai fortifikasi makanan tambahan seperti sereal

dan susu. Penelitian awal yang dilakukan Lucy Wills pada tahun 1931

menyatakan bahwa asam folat sebagai nutrisi penting untuk mencegah anemia

selama kehamilan (Untoro 2002).

Asam folat memiliki dua efek fisiologis utama yaitu sebagai kofaktor enzim

sintesis deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA) yang berperan

dalam replikasi sel. Disamping itu asam folat juga dibutuhkan untuk mengubah

homosistein menjadi metionin yang berperan pada sintesa protein. Asam folat

penting dalam pembentukan sel-sel baru dan pemeliharaan sel, khususnya

dalam kehamilan, karena pada masa itu terjadi pertumbuhan sel-sel baru

dengan sangat pesat. Asam folat sangat penting terutama pada masa-masa

awal kehamilan yaitu dalam replikasi sel, karena pada masa itu sistem saraf bayi

sedang terbentuk (Untoro 2002).

Asam folat adalah turunan vitamin B kompleks (B-9) yang berguna untuk

mengurangi risiko cacat bawaan pada bayi (neural tube defects-NTD), spina

bifida dan anenchepaly. Ibu hamil atau perempuan yang tengah merencanakan

kehamilan, dianjurkan mengonsumsi makanan mengandung folat. Sebab, neural

tube defects terjadi pada masa kehamilan belum disadari, yaitu antara minggu

kedua hingga keempat masa pertumbuhan janin (Anonim 2004)

Sumber folat dapat diperoleh secara sintetik pada suplemen makanan atau

makanan terfortifikasi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran dengan

vitamin dan mineral lain. Dalam bentuk tunggal, khasiat kegunaan yang disetujui

antara lain membantu memelihara kesehatan tubuh; suplementasi asam folat

untuk wanita hamil berperan dalam pertumbuhan janin dan memelihara

kesehatan tubuh. Sedangkan dalam bentuk campuran dengan vitamin, atau

mineral lain khasiat kegunaannya antara lain membantu memenuhi kebutuhan

(33)

2.6 Fortifikasi zat besi (Fe)

Menurut Husain et al, (1989) konsumsi zat gizi yang sangat rendah

merupakan faktor utama yang menyebabkan keadaan kurang gizi. Hal tersebut

dapat disebabkan karena konsumsi pangan yang rendah atau pangan yang

dikonsumsi kurang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Salah satu

cara peningkatan konsumsi zat-zat gizi adalah dengan peningkatan kosumsi zat

gizi yang dapat dicapai dengan peningkatan mutu gizi pangan itu sendiri, seperti

dengan cara fortifikasi pangan dengan zat gizi tertentu. Fortifikasi makanan

bermanfaat sekali terutama dalam pemberian tambahan zat gizi mikro seperti

vitamin dan mineral. Zat besi yang ditambahkan harus cukup dapat diserap dan

tidak mengubah rasa, warna, bau dan penampakan bahan pangan pembawa.

Senyawa besi yang larut adalah yang paling mudah diserap, namun zat besi ini

juga sangat mudah bereaksi sehingga sering menimbulkan efek yang tidak

dikehendaki (Husaini et al. 1989).

Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih jenis zat besi sebagai

fortifikan yaitu keamanannya, harganya terjangkau, stabil (sifat kimianya tidak

berubah-ubah), nilai biologinya tinggi (bioavailability), reaksi terhadap senyawa

lain dan efikasinya dalam meningkatkan kadar hemoglobin (Husaini et al. 1989).

2.7 Fortifikasi vitamin A

Fortifikasi vitamin A adalah penambahan zat gizi mikro vitamin A ke dalam

bahan pangan. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan mutu konsumsi

vitamin A yang ditambahkan dalam rangka memperbaiki status gizi mikro dari

masyarakat yang mengkonsumsinya. Secara umum fortifikasi vitamin A bertujuan

untuk : (1) menjaga agar vitamin A tetap berada dalam jumlah yang signifikan

dalam pangan; (2) mencegah defisiensi vitamin A dalam populasi yang besar

atau kelompok berisiko defisiensi vitamin A (orang tua, ibu hamil, vegetarian, dan

anak-anak); (3) meningkatkan kualitas gizi produk makanan; dan (4) sebagai

sarana teknologi pangan sehingga dapat dihasilkan pangan yang bisa disubtitusi

dengan pangan lain (Lotfi et al. 1996).

Bentuk vitamin A komersial yang paling penting adalah vitamin A asetat dan

vitamin A palmitat. Vitamin A dalam bentuk retinol atau karoten dapat dibuat

secara komersial untuk ditambahkan dalam pangan. Ada beberapa pangan

sebagai pembawa vitamin A seperti minyak dan lemak, gula, garam, teh, sereal,

dan MSG (Lotfi et al. 1996). Beberapa pangan yang sudah difortifikasi disajikan

(34)

Tabel 7 Pangan potensial untuk fortifikasi

Pangan Potensial Fortifikan

Garam Yodium, besi

Susu, margarin Vitamin B1, B2, niacin, besi

Gula, MSG, teh Vitamin A dan D

Makanan bayi dan cookies Zat Besi

Campuran sayuran dan asam amino, protein Vitamin dan mineral

Sereal siap saji Vitamin dan mineral

Minuman diet Vitamin dan mineral

Larutan enteral dan parenteral Vitamin dan mineral

Sumber : Mejia (2002)

2.8 Biskuit

Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan

penambahan bahan makanan lain dengan proses pemanasan dan pencetakan

(BSN 1992). Biskuit terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu biskuit keras, crackers,

cookies dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit manis yang dibuat dari

adonan keras, berbentuk pipih, jika dipatahkan penampang potongannya

bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Crackers adalah

jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau

pemeraman. Bentuk crackers pipih, rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan

relatif renyah serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

Biskuit yang berkualitas tinggi mempunyai lapisan kulit coklat keemasan

tanpa noda-noda coklat. Biskuit simetris, lembut, bagian atas rata dan sisi-sisi

lurus. Lapisan kulit renyah dan lembut, butiran halus dan lunak. Berdasarkan

Standar Nasional Indonesia 01-2973-1992, syarat mutu biskuit adalah seperti

disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Syarat mutu biskuit menurut SNI 01-2973-1992

Karakteristik Syarat Mutu

Energi (Kal/100 g) Minimum 400

Jenis tepung Terigu

Bau dan rasa Normal, tidak tengik

Warna Normal

(35)

2.8.1 Bahan Baku

Bahan-bahan utama dalam pembuatan biskuit adalah gula, lemak, tepung,

dan air. Bahan-bahan pembentuk biskuit dibagi menjadi dua bagian, yaitu bahan

yang berfungsi sebagai pengikat dan bahan yang berfungsi sebagai pelembut

tekstur yang akan mempengaruhi produk akhir. Bahan yang berfungsi sebagai

pengikat atau pembentukan adonan yang kompak adalah terigu, susu, air dan

putih telur. Sedangkan yang termasuk dalam bahan pelembut adalah gula,

margarin, bahan pengembang dan kuning telur (Matz dan Matz 1978).

1) Tepung terigu

Tepung berfungsi sebagai pembentuk tekstur, pengikat bahan-bahan lain

dan pendistribusi bahan lain tersebut agar merata serta berperan sebagai

pembentuk cita rasa dalam adonan kue (Matz dan Matz 1978). Tepung

yang biasanya digunakan dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu.

Tepung yang cocok untuk biskuit dan kue-kue kering adalah jenis tepung

soft protein (8-9%), karena sifat gluten yang dimilikinya kurang baik sehingga

cocok untuk biskuit, cake dan kue kering yang tidak menghendaki

terbentuknya gluten (Labib 1997).

Terigu mengandung protein sebesar 7-22%. Minimal terigu tersusun dari

lima jenis protein, yaitu albumin yang larut dalam air, globulin dan protease

yang larut dalam garam tetapi tidak atau sedikit larut dalam air, gliadin yang

larut dalam alkohol 70-90% dan glutenin yang larut dalam asam atau basa

tetapi tidak larut dalam air, garam maupun alkohol (Fennema 1996). Adanya

air dalam adonan dapat menyebabkan pembentukan massa yang bersifat

ekstensible dan elastis yang disebut sebagai gluten yang berasal dari gliadin

dan glutenin. Karena sifat fisik dari glutenin elastis dan juga ekstensible

maka adonan mempunyai kemampuan menahan gas pengembang yang

pada akhirnya menyebabkan terjadinya pengembangan adonan (Winarno

1997). Untuk membuat adonan suatu produk yang dapat mengembang

maka dipilih tepung terigu berkadar gluten tinggi. Dengan adanya kadar

gluten yang tinggi maka ada kecenderungan untuk menyerap air lebih

banyak sehingga adonan yang dihasilkan mempunyai daya kembang yang

(36)

2) Gula

Gula dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai pemberi rasa manis,

pelunak gluten, membentuk flavor dan membentuk warna pada biskuit

melalui reaksi pencoklatan non-enzimatis. Jumlah gula yang ditambahkan

harus tepat, bila terlalu banyak maka adonan biskuit akan menjadi lengket

dan menempel terus pada cetakan, biskuit menjdi keras, dan rasanya akan

terlalu manis. Jenis gula yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit

adalah sukrosa. Gula yang digunakan biasanya berbentuk gula halus atau

gula pasir (Matz dan Matz 1978).

3) Telur

Telur dapat melembutkan tekstur biskuit dengan daya emulsi dan lesitin

yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak

terjadi karena daya ikat dari putih telur (Matz dan Matz 1978). Menurut

Winarno (1997), senyawa yang berfungsi sebagai emulsifier adalah lesitin

dan chepalin yang merupakan lemak telur, khususnya fosfolipida.

4) Mentega

Mentega merupakan lemak hewani yang biasa digunakan untuk memberi

efek shortening dengan memperbaiki struktur fungsi seperti volume

pengembangan, tekstur dan kelembutan serta flavour (Matz dan Matz 1978).

Mentega dan margarin merupakan emulsi air dalam minyak (W/O). margarin

atau lemak nabati dapat memberikan volume biskuit yang rendah dan

membentuk butiran yang kasar.

5) Susu

Fungsi susu dalam pembuatan biskuit adalah dalam pembentukan warna,

pembentukan flavor, bahan pengisi dan pengikat air. Susu bubuk lebih

banyak digunakan karena lebih mudah penanganannya dan mempunyai

daya simpan yang cukup lama. Susu dapat meningkatkan kandungan

energi biskuit karena adanya lemak dan gula alami (laktosa) (Matz dan Matz

1978).

6) Bahan Pengembang

Menurut Manley (1998), fungsi bahan pengembang (leaving agent) adalah

untuk mengembangkan produk yang pada prinsipnya adalah menghasilkan

gas karbondioksida. Bahan pengembang yang umumnya digunakan dalam

(37)

kue). Menurut Wheat Associates (1981) diacu dalam Rieuwpassa (2005)

fungsi baking powder adalah melepaskan gas hingga jenuh dengan gas CO2

lalu dengan teratur melepaskan gas selama pemanggangan agar adonan

mengembang sempurna, menjaga penyusutan, dan untuk menyeragamkan

remah. Baking powder adalah bahan peragi hasil reaksi antara asam dan

sodium bikarbonat. Asam yang biasanya digunakan adalah tartat, fosfat dan

sulfat. Menurut Manley (2000), penggunaan amonium bikarbonat (baking

powder) ditemukan dalam 93% resep biskuit, dimana rata-rata digunakan

sebesar 0,47% dan dengan rentang antara 0,04% sampai dengan 1,77%.

Sedangkan sodium bikarbonat (soda kue) ditemukan dalam resep biskuit,

dan rata-rata digunakan antara 0,18% sampai dengan 1,92%.

7) Garam

Garam digunakan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang

digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebagian besar formulasi biskuit

menggunakan satu persen garam atau kurang dalam bentuk kristal-kristal

kecil (halus) untuk mempermudah pelarutannya (Matz dan Matz 1978).

Jumlah garam yang ditambahkan tergantung dari beberapa faktor, terutama

jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang relatif rendah

akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan memperkuat

protein. Faktor lain yang menentukan adalah formula yang dipakai. Formula

yang lebih lengkap akan membutuhkan garam yang lebih banyak.

8) Air

Dalam pengolahan produk, air digunakan sebagai media dan katalis reaksi

yang terjadi dalam adonan, air juga berfungsi untuk membentuk adonan dan

mempengaruhi tekstur produk.

2.8.2 Proses pembuatan biskuit

Ada dua metode dasar pencampuran adonan biskuit, yaitu metode krim

(creaming methode) dan all in methode. Pada metode krim bahan-bahan tidak

dicampur secara langsung melainkan dicampur secara bertahap. Urutan

pencampuran, yaitu lemak, telur dan gula, kemudian ditambah pewarna dan

essence, dimasukkan susu, diikuti penambahan garam yang sebelumnya telah

dilarutkan dalam air. Pada metode all in, semua bahan dicampur secara

langsung bersama tepung. Pencampuran ini dilakukan sampai adonan cukup

(38)

Umumnya pembuatan biskuit dimulai dengan pembentukan krim dari gula,

lemak dan telur. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan food processor

berkecepatan tinggi sampai mengembang, setelah mengembang ditambahkan

secara perlahan-lahan bahan-bahan lain, tepung dan air sehingga terbentuk

adonan biskuit. Selama pembentukan adonan, waktu pencampuran harus

diperhatikan untuk mendapatkan adonan yang homogen dan dengan

pengembangan gluten yang diinginkan. Pengadukan yang berlebihan akan

menyebabkan kerusakan gluten sehingga biskuit retak saat dipanggang. Namun

sebaliknya, jika pengadukan kurang lama maka adonan kurang elastis dan

mudah patah (Sunaryo 1985).

Pengadonan merupakan proses pencampuran dari berbagai bahan dasar

agar tercampur merata (homogen). Pengadonan merupakan faktor yang sangat

penting dalam pembuatan biskuit. Pengadonan akan menentukan tekstur biskuit

yang dihasilkan. Mutu adonan antara lain dipengaruhi oleh jumlah air yang

ditambahkan, lama pengadukan dan temperatur pengadukan. Jika jumlah air

yang ditambahkan terlalu banyak, maka adonan akan menjadi basah dan

lengket, sehingga menyulitkan dalam proses selanjutnya. Lama pengadukan

yang baik biasanya antara 15-25 menit. Jika waktunya kurang dari 15 menit atau

lebih dari 15 menit, kondisi adonan akan menjadi rapuh, keras dan kering. Suhu

yang baik selama pengadukan antara 25-40 0C (Manley 1998).

Alat yang digunakan dalam pengadukan (pengadonan) sangat bervariasi.

Alat pengaduk (mixer) sangat berperan terhadap sifat reologi dari adonan dan

biskuit yang dihasilkan. Alat pengaduk yang dapat digunakan antara lain: vertical

spindle mixers, high speed mixers, weigh mixers, cotinuous mixers, small batch

mixers dan lain-lain. Spesifikasi masing-masing alat disesuaikan dengan jenis

biskuit yang akan dibuat (Manley 1998).

Adonan kemudian digiling menjadi lembaran (tebal ± 0,3 cm), dicetak sesuai

keinginan dan disusun pada loyang, kemudian dipanggang dalam oven.

Penggilingan (pelempengan) dan pencetakan adonan sebaiknya dilakukan

sesegera mungkin setelah adonan terbentuk. Penggilingan dilakukan berulang

agar dihasilkan adonan yang halus dan kompak (Sunaryo1985).

Tahap pemanggangan merupakan proses yang kritis dalam produksi biskuit.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pemanggangan, diantaranya adalah

(39)

pemanggangan yang benar akan menghasilkan biskuit dengan penampakan dan

tekstur yang diinginkan serta kandungan airnya minimal 1% (Whiteley 1971).

Pemanggangan biskuit dapat dilakukan pada selang diantara 25 menit

sampai 30 menit tergantung suhu, jenis oven, dan jenis biskuitnya. Makin sedikit

kandungan gula dan lemak, biskuit dapat dipanggang pada suhu yang lebih

tinggi (177-204 0C). Pemanggangan biskuit dapat dilakukan pada suhu 220 0C

dalam waktu sekitar 12-15 menit (Sultan 1983). Biskuit yang dihasilkan segera

didinginkan untuk menurunkan suhu dan pengerasan biskuit akibat memadatnya

gula dan lemak (Sunaryo 1985).

Setelah proses pemanggangan selesai, proses selanjutnya adalah

pendinginan yang bertujuan untuk menurunkan suhu biskuit dengan cepat.

Pendinginan juga dilakukan agar segera terjadi pengerasan biskuit karena

sesaat setelah pemanggangan biskuit, lemak dan gula masih berbentuk cair

sehingga tekstur biskuit agak lunak dan elastis. Jika sudah dingin lemak dan

gula kembali menjadi padat dan tekstur mengeras (Manley 1998).

2.9 Daya cerna protein

Penentuan nilai gizi suatu bahan pangan tidak hanya dilihat dari kandungan

nutrisi di dalamnya saja, tetapi juga dapat dilihat sejauh mana nutrisi tersebut

dapat digunakan oleh tubuh. Sifat fisik dan sifat kimia suatu produk dapat

mempengaruhi daya cerna protein dalam tubuh. Secara fisik, semakin keras

suatu bahan akan menyebabkan menurunnya daya cerna protein oleh tubuh,

karena semakin kuat ikatan kompleks yang menyusun bahan tersebut. Secara

kimia daya cerna protein biasanya dipengaruhi oleh adanya senyawa anti gizi

seperti inhibitor dan fitat (Muchtadi 1989).

Analisis daya cerna protein bisa dilakukan melaui dua cara, yaitu kimia (in

vitro) dan biologis (in vivo). Salah satu metode biologis yang dapat digunakan

adalah indikator Protein Efficiency Ratio (PER). PER adalah perbandingan

anatara kenaikan berat badan dengan jumlah protein yang dimakan, penentuan

ini biasanya dilakukan pada tikus yang masih tumbuh. Prinsip dari penentuan

PER adalah menganggap bahwa semua protein yang dimakan digunakan untuk

pertumbuhan. Beberapa jenis mutu cerna protein dalam bahan pangan disajikan

(40)

Tabel 9 Mutu cerna protein dalam bahan pangan

Sumber protein Mutu cerna (%)

Telur 97

Daging, Ikan 94

Kacaang Tanah 94

Jagung, Sereal 70

Millet 79

Wheat Whole 86

Wheat Flour, White 96

Rice Cereal 75

Meize 85

Susu, keju 95

Rice (Polished) 88

Tepung Kedelai 86

Beans 78

Isolat Protein Kedelai 95

Oatmeal 86

Gluten Gandum 99

Wheat Cereal 77

Peas 88

(41)

3. METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September

2010. Pembuatan tepung ikan dan pengolahan formula biskuit bertempat di

Laboratorium Pengolahan Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kimia dan fisik tepung ikan dilakukan

bertempat di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan

Bioteknologi, LPPM IPB. Pemeliharaan mencit menggunakan kandang metabolik

dilakukan di Laboratorium Terpadu Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan bahan

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ikan lele dumbo dan

formula biskuit diantaranya adalah ember dan baskom plastik sebagai

penampung, timbangan untuk menakar kebutuhan bahan, panci presto (presto

pan) bertenaga listrik dengan kapasitas 20 liter yang dipakai untuk pemasakan

awal daging ikan segar agar menjadi lebih lumat, kain kasa dan hidrolik pres

dengan kapasitas maksimum 6 kg yang digerakan dengan tenaga listrik yang

digunakan untuk mengurangi kandungan air pada ikan lele sebelum dikeringkan,

grinder listrik merk Nasional dengan diameter filter sebesar 3 mm yang

digunakan untuk menghaluskan ikan sebelum dikeringkan, grinder juga

digunakan untuk mencetak formula biskuit menjadi produk akhir dalam bentuk

pelet, gambar produk pelet dan formula biskuit tepung dapat dilihat pada

Lampiran 7. Blender listrik 3 speed merk Philips dengan kapasitas 2 liter yang

digunakan untuk menghaluskan serpihan ikan kering agar menjadi tepung ikan.

Oven dan loyang aluminium sebagai wadah pengeringan untuk pengeringan

akhir, oven yang digunakan dalam penelitian adalah oven dengan merk

Mammert dengan spesifikasi suhu antara 30-1050C, dengan kapasitas

pengeringan maksimal 3 lapisan, untuk setiap lapisan mampu menampung

loyang ukuran 25x25 cm, gambar alat-alat yang digunakan dalam penelitian

dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pada hewan percobaan, peralatan yang digunakan adalah kandang

metabolik yang telah memenuhi syarat kesehatan dan keamanan dengan ukuran

kandang 20x20x20 cm yang terbuat dari stainless stell dan dilengkapi dengan

Gambar

Tabel 1.
Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran dan batasan penelitian
Tabel 4 Susunan asam amino esensial ikan lele
Tabel 5 Data biologis mencit (Mus musculus)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah cara sederhana dengan memanaskan secara kilat ( flash-heating ) air susu ibu (ASI) yang terinfeksi HIV berhasil membunuh virus yang mengambang bebas di ASI,

Perangkat pembelajaran matematika SMP dengan pendekatan kontekstual budaya Lombok berorientasikan prestasi belajar matematika dan apresiasi nilai budaya bangsa siswa

Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.. Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional,

Aktivitas Antioksidan Formula Ekstrak Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk), Jambu Biji (Psidium guajava Linn) dan Salam (Eugenia polyanta Wight).. Program Studi

Metode literatur dilakukan dengan mencari buku-buku atau sumber lainnya yang berkaitan dengan Tugas Akhir ini untuk dijadikan referensi, sedangkan metode dokumentasi dilakukan dengan

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan judul “Pengaruh Substitusi Tepung

◦ Larutan tanah (sifatnya tersedia untuk diserap oleh akar tanaman) ◦ Bahan organik (mengalami proses perombakan).. ◦ Organisme tanah (komponen

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving disertai media animasi pada materi larutan non-elektrolit dan elektrolit efektif dalam